SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  103
Penerapan Konsep Reaksi Redoks dalam Pengolahan Limbah (Lumpur Aktif)
Salah satu penerapan konsep reaksi redoks dalam kehidupan sehari-hari adalah
dalam bidang pengolahan limbah. Prinsip dasar yang dipergunakan adalah
teroksidasinya bahan-bahan organik maupun anorganik, sehingga lebih mudah
diolah lebih lanjut.
Limbah merupakan salah satu pencemar lingkungan yang perlu dipikirkan cara-cara
mengatasinya. Untuk menjaga dan mencegah lingkungan tercemar akibat akumulasi
limbah yang semakin banyak, berbagai upaya telah banyak dilakukan untuk
memperoleh teknik yang tepat dan efisien sesuai kondisi lokal.
Berbagai tipe penanganan limbah cair dengan melibatkan mikroorganisme telah
dikerjakan di Indonesia, yaitu sedimentasi, kolam oksidasi, trickling filter, lumpur
aktif (activated sludge), dan septic tank. Pada uraian ini akan kita pelajari salah satu
teknik saja, yaitu teknik lumpur aktif (activated sludge).
Proses lumpur aktif (activated sludge) merupakan sistem yang banyak dipakai untuk
penanganan limbah cair secara aerobik. Lumpur aktif merupakan metode yang
paling efektif untuk menyingkirkan bahan-bahan tersuspensi maupun terlarut dari
air limbah. Lumpur aktif mengandung mikroorganisme aerobik yang dapat
mencerna limbah mentah. Setelah limbah cair didiamkan di dalam tangki
sedimentasi, limbah dialirkan ke tangki aerasi. Di dalam tangki aerasi, bakteri
heterotrofik berkembang dengan pesatnya. Bakteri tersebut diaktifkan dengan
adanya aliran udara (oksigen) untuk melakukan oksidasi bahan-bahan organik.
Bakteri yang aktif dalam tangki aerasi adalah Escherichia coli, Enterobacter,
Sphaerotilus
natans,
Beggatoa,
Achromobacter,
Flavobacterium,
dan Pseudomonas. Bakter-bakteri tersebut membentuk gumpalan- gumpalan atau
flocs. Gumpalan tersebut melayang yang kemudian mengapung di permukaaan
limbah.
Metode lumpur aktif memanfaatkan mikroorganisme (terdiri ± 95% bakteri dan
sisanya protozoa, rotifer, dan jamur) sebagai katalis untuk menguraikan material
yang terkandung di dalam air limbah. Proses lumpur aktif merupakan
proses aerasi(membutuhkan oksigen). Pada proses ini mikroba tumbuh dalam flok
(lumpur) yang terdispersi sehingga terjadi proses degradasi. Proses ini berlangsung
dalam reactor yang dilengkapi recycle/umpan balik lumpur dan cairannya. Lumpur
secara aktif mereduksi substrat yang terkandung di dalam air limbah.
Tahapan-tahapan pengolahan air limbah dengan metode lumpur aktif secara garis
besar adalah sebagai berikut:
1. Tahap awal
Pada tahap ini dilakukan pemisahan benda-benda asing seperti kayu, bangkai
binatang, pasir, dan kerikil. Sisa-sisa partikel digiling agar tidak merusak alat dalam
sistem dan limbah dicampur agar laju aliran dan konsentrasi partikel konsisten.
2. Tahap primer
Tahap ini disebut juga tahap pengendapan. Partikel-partikel berukuran
suspensi dan partikel-partikel ringan dipisahkan, partikel-partikel berukuran koloid
digumpalkan dengan penambahan elektrolit seperti FeCl3, FeCl2, Al2(SO4)3, dan CaO.
3. Tahap sekunder
Tahap sekunder meliputi 2 tahap yaitu tahap aerasi (metode lumpur aktif)
dan pengendapan. Pada tahap aerasi oksigen ditambahkan ke dalam air limbah yang
sudah dicampur lumpur aktif untuk pertumbuhan dan berkembang biak
mikroorganisme dalam lumpur. Dengan agitasi yang baik, mikroorganisme dapat
melakukan kontak dengan materi organik dan anorganik kemudian diuraikan
menjadi senyawa yang mudah menguap seperti H2S dan NH3 sehingga mengurangi
bau air limbah. Tahap selanjutnya dilakukan pengendapan. Lumpur aktif akan
mengendap kemudian dimasukkan ke tangki aerasi, sisanya dibuang. Lumpur yang
mengendap inilah yang disebut lumpur bulki.
4. Tahap tersier
Tahap ini disebut tahap pilihan. Tahap ini biasanya untuk memisahkan
kandungan zat-zat yang tidak ramah lingkungan seperti senyawa nitrat, fosfat,
materi organik yang sukar terurai, dan padatan anorganik. Contoh-contoh perlakuan
pada tahap ini sebagai berikut:
a. Nitrifikasi/denitrifikasi
Nitrifikasi adalah pengubahan amonia (NH3 dalam air atau NH4+) menjadi
nitrat (NO3-) dengan bantuan bakteri aerobik. Reaksi:
2 NH4+(aq) + 3 O2(g) -> 2 NO2-(aq) + 2 H2O(l) + 4 H+(aq)
2 NO2- (aq) +O2(g)à2 NO3- (aq)
Denitrifikasi adalah reduksi nitrat menjadi gas nitrogen bebas seperti N2, NO,
dan NO2.
Senyawa NO3 à gas nitrogen bebas
b. Pemisahan fosfor
Fosfor dapat dipisahkan dengan cara koagulasi/ penggumpalan dengan garam
Al dan Ca, kemudian disaring.
Al2(SO4)3+14H2O(s) + 2 PO43-(aq)à2 AIPO4(s) + 3 SO42-(aq) + 14 H2O(l)
5 Ca(OH)2(s) + 3 HPO42-(aq)à Ca5OH(PO4)3(s) + 6 OH-(aq) + 3 H2O(l)
c. Adsorbsi oleh karbon aktif untuk menyerap zat pencemar, pewarna, dan
bau tak sedap.
d. Penyaringan mikro untuk memisahkan partikel kecil seperti bakteri dan
virus.
e. Rawa buatan untuk mengurai materi organik dan anorganik yang masih
tersisa dalam air limbah.
5. Disinfektan
Disinfektan ditambahkan pada tahap ini untuk menghilangkan
mikroorganisme seperti virus dan materi organic penyebab bau dan warna. Air yang
keluar dari tahap ini dapat digunakan untuk irigasi atau keperluan industri, contoh:
Cl2. Reaksi: Cl2(g) + H2O(l)àHClO(aq) + H+(aq) + Cl-(aq)
6. Pengolahan padatan lumpur
Padatan lumpur dari pengolahan ini dapat diuraikan bakteri aerobik atau
anaerobik menghasilkan gas CH4 untuk bahan bakar dan biosolid untuk pupuk.
Akan tetapi dalam pelaksanaannya metode lumpur aktif menemui kendala-kendala
seperti:
1. Diperlukan areal instalasi pengolahan limbah yang luas, karena prosesnya
berlangsung lama.
2. Menimbulkan limbah baru yakni lumpur bulki akibat pertumbuhan
mikroba berfilamen yang berlebihan.
3. Proses operasinya rumit karena membutuhkan pengawasan yang cukup
ketat.
Salah satu penerapan konsep reaksi redoks dalam kehidupan sehari-hari adalah dalam bidang
pengolahan limbah. Prinsip dasar yang dipergunakan adalah teroksidasinya bahan-bahan organik
maupun anorganik, sehingga lebih mudah diolah lebih lanjut.
Limbah merupakan salah satu pencemar lingkungan yang perlu dipikirkan cara-cara mengatasinya.
Untuk menjaga dan mencegah lingkungan tercemar akibat akumulasi limbah yang semakin banyak,
berbagai upaya telah banyak dilakukan untuk memperoleh teknik yang tepat dan efisien sesuai
kondisi lokal.
Berbagai tipe penanganan limbah cair dengan melibatkan mikroorganisme telah dikerjakan di
Indonesia, yaitu sedimentasi, kolam oksidasi, trickling filter, lumpur aktif (activated sludge), dan septic
tank. Pada uraian ini akan kita pelajari salah satu teknik saja, yaitu teknik lumpur aktif (activated
sludge).
Proses lumpur aktif (activated sludge) merupakan sistem yang banyak dipakai untuk penanganan
limbah cair secara aerobik. Lumpur aktif merupakan metode yang paling efektif untuk menyingkirkan
bahan-bahan tersuspensi maupun terlarut dari air limbah. Lumpur aktif mengandung mikroorganisme
aerobik yang dapat mencerna limbah mentah. Setelah limbah cair didiamkan di dalam tangki
sedimentasi, limbah dialirkan ke tangki aerasi. Di dalam tangki aerasi, bakteri heterotrofik
berkembang dengan pesatnya. Bakteri tersebut diaktifkan dengan adanya aliran udara (oksigen)
untuk melakukan oksidasi bahan-bahan organik. Bakteri yang aktif dalam tangki aerasi adalah
Escherichia coli, Enterobacter, Sphaerotilus natans, Beggatoa, Achromobacter, Flavobacterium,
dan Pseudomonas. Bakter-bakteri tersebut membentuk gumpalan- gumpalan atau flocs. Gumpalan
tersebut melayang yang kemudian mengapung di permukaaan limbah.
smoga bisa mmbantu, . . .
BAB 1
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Jika diamati, sungai-sungai di daerah pemukiman seringkali kotor dan berbau tidak sedap.Hal
itu diakibatkan oleh banyaknya sampah atau limbah cair yang dibuang ke saluran air dan akhirnya
masuk ke sungai. Limbah cair tersebut harus diolah terlebih dahulu sebelum dialirkan ke sungai,
sehingga sungainya tetap bersih dan airnya dapat digunakan oleh penduduk. Dengan kemajuan ilmu
pengetahuan yang pesat seperti saat ini, banyak ditemukan cara-cara untuk mengatasi permasalahan
lingkungan yang dapat mengganggu kehidupan manusia, salah satunya melalui cabang ilmu
pengetahuan Kimia. Cabang ilmu pengetahuan Kimia dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan
lingkungan seperti mengatasi limbah cair. Pengolahan limbah ini dilakukan dengan cara menerapakan
konsep-konsep redoks dengan memanfaatkan lumpur aktif sebagai bahan utama.

B.

Rumusan Masalah
1.

Apa yang dimaksud dengan reaksi redoks?

2.

Bagaimana cara pengolahan limbah cair menggunakan lumpur aktif?

C.

Tujuan
1.

Mengetahui dan memahami konsep dasar reaksi redoks.

2.

Mengetahui dan memahami aplikasi redoks dalam mengatasi limbah cair.

3.

Mengetahui dan memahami cara pengolahan limbah cair menggunakan lumpur aktif.

BAB 2
PEMBAHASAN

A.

Reaksi Redoks
Reaksi reduksi oksidasi atau reaksi redoks merupakan istilah yang menjelaskan berubahnya
bilangan oksidasi (keadaan oksidasi) atom-atom dalam sebuah reaksi kimia. Istilah redoks berasal dari
dua konsep, yaitu reduksi dan oksidasi. Dapat dijelaskan dengan mudah sebagai berikut:
·

Reduksi menjelaskan pelepasan elektron oleh sebuah molekul, atom, atau ion. Zat yang mengalami
reduksi akan menjadi lebih negatif.

·

Oksidasi menjelaskan penambahan elektron oleh
mengalami oksidasi menjadi lebih positif.

sebuah molekul, atom,

atau ion. Zat

yang

Konsep reaksi reduksi dan oksidasi mengalami perkembangan seiring kemajuan ilmu kimia.
Awalnya, sekitar abad 18, konsep reaksi redoks didasarkan atas reaksi oksidasi yang melibatkan
penggabungan oksigen dan reaksi reduksi yang melibatkan pelepasan oksigen, dilanjutkan dengan
konsep pelepasan dan penerimaan elektron, lalu konsep kenaikan dan penurunan bilangan oksidasi,
serta perkembangan terakhir dengan konsep pelepasan dan pengikatan hidrogen.

B.

Pengaplikasian Konsep Reaksi Redoks Untuk Mengatasi Limbah Cair
Salah satu jenis limbah dalam air kotor adalah limbah organik, yaitu limbah yang merupakan
sisa-sisa makhluk hidup. Limbah seperti itu dapat berasal dari rumah tangga maupun industri. Limbah
organik dapat diolah dengan memanfaatkan aksi bakteri pengurai yang disebut bakteri aerob. Air
kotor (sewage) mengandung berbagai macam limbah, seperti bahan organik, lumpur minyak, oli,
bakteri pathogen, virus, garam-garaman, pestisida, detergen, logam berat, dan berbagai macam
limbah plastik. Oleh karena itu, air kotor harus diproses untuk mengurangi sebanyak mungkin limbahlimbah tersebut.
Berbagai macam parameter digunakan untuk menggambarkan untuk menggambarkan keadaan
air limbah misalnya kekeruhan, zat padat tersuspensi, kandungan zat padat terlarut, keasaman (pH),
jumlah oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO), dan kebutuhan oksigen biokimia
(Biochemical Oxygen Demand = BOD).
DO adalah ukuran jumlah oksigen terlarut. Oksigen terlarut dapat berasal dari udara atau dari
hasil fotosintesis tumbuhan air. Oksigen terlarut ini dibutuhkan oleh hewan-hewan air untuk
pernafasannya. Hewan-hewan air dapat bertahan hidup jika kandungan oksigen minimal 6 ppm. Jika
konsentrasi oksigen terlarut kurang dari 6 ppm, kehidupan organisme akan terancam mati. Semakin
kecil nilai DO, semakin rendah kualitas air, atau dapat dikatakan air terpolusi.
Oksigen terlarut juga digunakan oleh bakteri aerob dalam menguraikan sampah
organik (oxygen-demanding materials) yang terdapat dalam air. Banyaknya oksigen yang diperlukan
oleh bakteri aerob untuk menguraikan sampah organik dalam suatu contoh air disebut BOD. Semakin
banyak sampah organik dalam air, semakin besar nilai BOD.

1. Pengolahan Air Limbah dengan Proses Lumpur Aktif
Lumpur aktif (activated sludge) adalah lumpur yang kaya akan bakteri aerob, yaitu bakteri yang
dapat menguraikan limbah organik dengan cara mengalami biodegradasi (oxygen-demanding
materials).
Pengolahan air limbah dengan proses lumpur aktif konvensional (standar) secara umum terdiri
dari bak pengendap awal, bak aerasi dan bak pengendap akhir. Secara umum proses pengolahannya
adalah air limbah ditampung ke dalam bak penampung air limbah. Bak penampung ini berfungsi
sebagai bak pengatur debit air limbah serta dilengkapi saringan kasar untuk memisahkan kotoran yang
besar. Kemudian air limbah dalam bak penampung di pompa ke dalam bak pengendap awal.
Bak pengendap awal berfungsi untuk menurunkan padatan tersuspensi (suspended solids)
sekitar 30 – 40 %, serta BOD sekitar 25 %. Air limpasan dari bak pengendap awal dialirkan ke bak
aerasi secara gravitasi. Di dalam bak aerasi, bakteri heterotrofik berkembang dengan pesatnya. Bakteri
tersebut diaktifkan dengan adanya aliran udara (oksigen) untuk melakukan oiksidasi bahan-bahan
organik. Bakteri yang aktif dalam bak aerasi adalah Escherichia coli, Enterobacter, Sphaerotilus
natans, Beggatoa, Achromobacter, Flavobacterium, dan Pseudomonas. Setelah itu akan mengalami
flokulasi membentuk padatan yang lebih mudah mengendap.
Dari bak pengendapan, sebagian lumpur dibuang, sebagian lain disirkulasikan ke dalam bak
aerasi. Kombinasi antara bakteri dalam konsentrasi tinggi dan lapar (dalam lumpur yang disirkulasi)
dengan jumlah nutrien yang banyak (dalam air kotor), memungkinkan penguraian dapat berlangsung
dengan cepat. Peruraian dengan metode lumpur aktif hanya memerlukan beberapa jam, jauh lebih
cepat dibandingkan dengan peruraian serupa yang terjadi secara alami dalam selokan atau air sungai.
Metode lumpur aktif memanfaatkan mikroorganisme (terdiri ± 95% bakteri dan sisanya
protozoa, rotifer, dan jamur) sebagai katalis untuk menguraikan material yang terkandung di dalam air
limbah. Proses lumpur aktif merupakan proses aerasi(membutuhkan oksigen). Pada proses ini
mikroba tumbuh dalam flok (lumpur) yang terdispersi sehingga terjadi proses degradasi. Proses ini
berlangsung dalam reaktor yang dilengkapi recycle/umpan balik lumpur dan cairannya. Lumpur
secara aktif mereduksi substrat yang terkandung di dalam air limbah.
Tahapan-tahapan pengolahan air limbah dengan metode lumpur aktif secara garis besar
adalah sebagai berikut:
1.

Tahap awal
Pada tahap ini dilakukan pemisahan benda-benda asing seperti kayu, bangkai binatang, pasir,
kerikil, dll. Sisa-sisa partikel digiling agar tidak merusak alat dalam sistem dan limbah dicampur agar
laju aliran dan konsentrasi partikel konsisten.

2.

Tahap primer
Tahap ini disebut tahap pengendapan. Partikel-partikel berukuran suspensi dan partikel-partikel
ringan dipisahkan, partikel-partikel berukuran koloid digumpalkan dengan penambahan elektrolit.

3.

Tahap sekunder
Tahap sekunder meliputi dua tahap yaitu tahap aerasi (metode lumpur aktif) dan pengendapan.
Pada tahap aerasi oksigen ditambahkan ke dalam air limbah yang sudah dicampur lumpur aktif untuk
pertumbuhan dan berkembang biak mikroorganisme dalam lumpur. Dengan agitasi yang baik,
mikroorganisme dapat melakukan kontak dengan materi organik dan anorganik kemudian diuraikan
menjadi senyawa yang mudah menguap sehingga mengurangi bau air limbah. Tahap selanjutnya
dilakukan pengendapan. Lumpur aktif akan mengendap kemudian dimasukkan ke tangki aerasi,
sisanya dibuang. Lumpur yang mengendap inilah yang disebut lumpur bulki.

4.

Tahap tersier
Tahap ini disebut tahap pilihan. Tahap ini biasanya untuk memisahkan kandungan zat-zat yang
tidak ramah lingkungan seperti senyawa nitrat, fosfat, materi organik yang sukar terurai, dan padatan
anorganik. Contoh-contoh perlakuan pada tahap ini sebagai berikut:

a.

Nitrifikasi/denitrifikasi
Nitrifikasi adalah pengubahan amonia (NH3 dalam air atau NH4+) menjadi nitrat (NO3-) dengan
bantuan bakteri aerobik. Reaksi:
2 NH4+(aq) + 3 O2(g) → 2 NO2-(aq) + 2 H2O(l) + 4 H+(aq)
2 NO2- (aq) +O2(g) → 2 NO3- (aq)
Denitrifikasi adalah reduksi nitrat menjadi gas nitrogen bebas seperti N2, NO, dan NO2.

b.

Pemisahan fosfor
Fosfor dapat dipisahkan dengan cara koagulasi/penggumpalan dengan garam Al dan Ca, kemudian
disaring. Reaksi:
Al2(SO4)3+14H2O(s) + 2 PO43-(aq) → 2 AIPO4(s) + 3 SO42-(aq) + 14 H2O(l)
5 Ca(OH)2(s) + 3 HPO42-(aq) → Ca5OH(PO4)3(s) + 6 OH-(aq) + 3 H2O(l)

c.

Adsorbsi oleh karbon aktif untuk menyerap zat pencemar, pewarna, dan bau tak sedap.

d.

Penyaringan mikro untuk memisahkan partikel kecil seperti bakteri dan virus.

e.

Rawa buatan untuk mengurai materi organik dan anorganik yang masih tersisa dalam air limbah.

5. Disinfektan
Disinfektan ditambahkan pada tahap ini untuk menghilangkan mikroorganisme seperti virus
dan materi organik penyebab bau dan warna. Air yang keluar dari tahap ini dapat digunakan untuk
irigasi atau keperluan industri.
6. Pengolahan padatan lumpur
Padatan lumpur dari pengolahan ini dapat diuraikan bakteri aerobik atau anaerobik
menghasilkan gas CH4 untuk bahan bakar dan biosolid untuk pupuk.
Akan tetapi dalam pelaksanaannya metode lumpur aktif menemui kendala-kendala
seperti:
1.
2.

3.

Diperlukan areal instalasi pengolahan limbah yang luas, karena prosesnya berlangsung lama.
Menimbulkan limbah baru yakni lumpur bulki akibat pertumbuhan mikroba berfilamen yang
berlebihan.
Proses operasinya rumit karena membutuhkan pengawasan yang cukup ketat.

Berdasarkan berbagai penelitian, kelemahan metode lumpur aktif tersebut dapat diatasi dengan
cara Menambahkan biosida,yaitu H2O2 atau klorin ke dalam unit aerasi. Penambahan 15 mg/g dapat
menghilangkan sifat bulki lumpur hingga dihasilkan air limbah olahan cukup baik. Klorin dapat
menurunkan aktivitas mikroba yang berpotensi dalam proses lumpur aktif.

BAB 3
PENUTUP

A.

Kesimpulan
Konsep Redoks dapat digunakan dalam proses pemecahan masalah lingkungan dan kehidupan
sehari-hari. Salah satu penerapan konsep redoks adalah pengolahan air kotor atau limbah dengan
metode lumpur aktif. Lumpur adalah materi yang tidak larut yang selalu nampak kehadirannya di
dalam setiap tahap pengolahan, tersusun oleh serat-serat organik yang kaya akan selulosa dan di
dalamnya terhimpun kehidupan mikroorganisme. Lumpur aktif adalah lumpur yang kaya dengan
bakteri aerob, yaitu bakteri yang dapat menguraikan limbah organik dengan cara mengalami
biodegradasi.
Pengolahan air limbah dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu tahap primer, sekunder, dan tersier.
Pengolahan tahap primer dimaksudkan untuk memisahkan sampah yang tidak larut air, seperti
lumpur, oli, dan limbah kasar lainnya. Hal ini dapat dilakukan dengan penyaringan dan pengendapan
(sedimentasi). Tahap sekunder dimaksudkan untuk menghilangkan BOD, yaitu dengan cara
mengoksidasinya. Selanjutnya, tahap tersier dimaksudkan untuk menghilangkan sampah lain yang
masih ada, seperti limbah organikberacun, logam berat, dan bakteri. Pengolahan tahap tersier
dilakukan untuk pengolahan air bersih.
Tahap sekunder dilakukan untuk menururunkan nilai BOD sehingga kadar oksigen meningkat.
Kecepatan aktivitas mikroorganisme dalam menguraikan limbah organik dapat ditingkatkan dengan
melibatkan lumpur aktif. Proses ini melibatkan reaksi oksidasi limbah organik sebagai berikut.
(CH2O)n + nO2 → nCO2 +nH2O + panas
Nilai BOD dapat menurun hingga 90% jika mengggunakan lumpur aktif.Semakin kecil nilai
BOD, semakin sedikit mikroorganisme yang menguraikan limbah organik di dalam air.Hal ini
menunjukan bahwa semakin sedikit limbah organik didalam air.Dengan demikian, dapat disimpulkan
semakin kecil nilai BOD, semakin tinggi kualitas air.

DAFTAR PUSTAKA

Dyah Rufaida, Anis dan Erna Tri Wulandari. 2012. Kimia untuk Kelas X Semester 2 SMA/MA. Klaten: Intan
Pariwara.

Diaz, Rizqi. 2012. Penerapan Konsep Reaksi Redoks Dalam Kehidupan Sehari-Hari. akses April,
2013.http://rizqidiaz.blogspot.com/2012/02/penerapan-konsep-reaksi-redoks-dalam.html.

Nugraheni, Desi. 2012. Penerapan Konsep Reaksi Redoks Dalam Pengolahan Limbah (Lumpur Aktif). akses
April, 2013.http://nugrahenidesi.blogspot.com/2012/05/penerapan-konsep-reaksi-redoks-dalam.html.

Setyaningrum, Tutut. 2012. Kimia “Penerapan Redoks Dalam KehidupaBAB 1
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Jika diamati, sungai-sungai di daerah pemukiman seringkali kotor dan berbau tidak sedap.Hal itu
diakibatkan oleh banyaknya sampah atau limbah cair yang dibuang ke saluran air dan akhirnya
masuk ke sungai.Limbah cair tersebut harus diolah terlebih dahulu sebelum dialirkan ke sungai,
sehingga sungainya tetap bersih dan airnya dapat digunakan oleh penduduk.Dengan kemajuan ilmu
pengetahuan yang pesat seperti saat ini, banyak ditemukan cara-cara untuk mengatasi permasalahan
lingkungan yang dapat mengganggu kehidupan manusia, salah satunya melalui cabang ilmu
pengetahuan Kimia.Cabang ilmu pengetahuan Kimia dapat digunakan untuk mengatasi
permasalahan lingkungan seperti mengatasi limbah cair. Pengolahan limbah ini dilakukan dengan
cara menerapakan konsep-konsep redoks dengan memanfaatkan lumpur aktif sebagai bahan utama.

B.

Rumusan Masalah

1.

Apa yang dimaksud dengan reaksi redoks?

2.

Bagaimana cara pengolahan limbah cair menggunakan lumpur aktif?

C.

Tujuan

1.

Mengetahui dan memahami konsep dasar reaksi redoks.

2.

Mengetahui dan memahami aplikasi redoks dalam mengatasi limbah cair.

3.

Mengetahui dan memahami cara pengolahan limbah cair menggunakan lumpur aktif.

BAB 2

PEMBAHASAN

A.

Reaksi Redoks
Reaksi reduksi oksidasi atau reaksi redoks merupakan istilah yang menjelaskan berubahnya bilangan
oksidasi (keadaan oksidasi) atom-atom dalam sebuah reaksi kimia.Istilah redoks berasal dari dua
konsep, yaitu reduksi dan oksidasi. Dapat dijelaskan dengan mudah sebagai berikut:
·
Reduksi menjelaskan pelepasan elektron oleh sebuah molekul, atom, atau ion. Zat yang
mengalami reduksi akan menjadi lebih negatif.
·
Oksidasi menjelaskan penambahan elektron oleh sebuah molekul, atom, atau ion. Zat yang
mengalami oksidasi menjadi lebih positif.

Konsep reaksi reduksi dan oksidasi mengalami perkembangan seiring kemajuan ilmu kimia. Awalnya,
sekitar abad 18, konsep reaksi redoks didasarkan atas reaksi oksidasi yang melibatkan
penggabungan oksigen dan reaksi reduksi yang melibatkan pelepasan oksigen, dilanjutkan dengan
konsep pelepasan dan penerimaan elektron, lalu konsep kenaikan dan penurunan bilangan oksidasi,
serta perkembangan terakhir dengan konsep pelepasan dan pengikatan hidrogen.

B.

Pengaplikasian Konsep Reaksi Redoks Untuk Mengatasi Limbah Cair

Salah satu jenis limbah dalam air kotor adalah limbah organik, yaitu limbah yang merupakan sisasisa makhluk hidup.Limbah seperti itu dapat berasal dari rumah tangga maupun industri.Limbah
organik dapat diolah dengan memanfaatkan aksi bakteri pengurai yang disebut bakteri aerob. Air
kotor (sewage) mengandung berbagai macam limbah, seperti bahan organik, lumpur minyak, oli,
bakteri pathogen, virus, garam-garaman, pestisida, detergen, logam berat, dan berbagai macam
limbah plastik. Oleh karena itu, air kotor harus diproses untuk mengurangi sebanyak mungkin
limbah-limbah tersebut.
Berbagai macam parameter digunakan untuk menggambarkan untuk menggambarkan keadaan air
limbah misalnya kekeruhan, zat padat tersuspensi, kandungan zat padat terlarut, keasaman (pH),
jumlah oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO), dan kebutuhan oksigen biokimia (Biochemical
Oxygen Demand = BOD).
DO adalah ukuran jumlah oksigen terlarut. Oksigen terlarut dapat berasal dari udara atau dari hasil
fotosintesis tumbuhan air.Oksigen terlarut ini dibutuhkan oleh hewan-hewan air untuk
pernafasannya.Hewan-hewan air dapat bertahan hidup jika kandungan oksigen minimal 6 ppm. Jika
konsentrasi oksigen terlarut kurang dari 6 ppm, kehidupan organisme akan terancam mati. Semakin
kecil nilai DO, semakin rendah kualitas air, atau dapat dikatakan air terpolusi.
Oksigen terlarut juga digunakan oleh bakteri aerob dalam menguraikan sampah organik (oxygendemanding materials) yang terdapat dalam air. Banyaknya oksigen yang diperlukan oleh bakteri
aerob untuk menguraikan sampah organik dalam suatu contoh air disebut BOD. Semakin banyak
sampah organik dalam air, semakin besar nilai BOD.

1.

Pengolahan Air Limbah dengan Proses Lumpur Aktif
Lumpur aktif (activated sludge) adalah lumpur yang kaya akan bakteri aerob, yaitu bakteri yang
dapat menguraikan limbah organik dengan cara mengalami biodegradasi (oxygen-demanding
materials).
Pengolahan air limbah dengan proses lumpur aktif konvensional (standar) secara umum terdiri dari
bak pengendap awal, bak aerasi dan bak pengendap akhir. Secara umum proses pengolahannya
adalah air limbah ditampung ke dalam bak penampung air limbah. Bak penampung ini berfungsi
sebagai bak pengatur debit air limbah serta dilengkapi saringan kasar untuk memisahkan kotoran
yang besar. Kemudian air limbah dalam bak penampung di pompa ke dalam bak pengendap awal.
Bak pengendap awal berfungsi untuk menurunkan padatan tersuspensi (suspended solids) sekitar 30
– 40 %, serta BOD sekitar 25 %.Air limpasan dari bak pengendap awal dialirkan ke bak aerasi
secara gravitasi.Di dalam bak aerasi, bakteri heterotrofik berkembang dengan pesatnya.Bakteri
tersebut diaktifkan dengan adanya aliran udara (oksigen) untuk melakukan oiksidasi bahan-bahan
organik.Bakteri yang aktif dalam bak aerasi adalah Escherichia coli, Enterobacter, Sphaerotilus
natans, Beggatoa, Achromobacter, Flavobacterium, dan Pseudomonas. Setelah itu akan mengalami
flokulasi membentuk padatan yang lebih mudah mengendap.
Dari bak pengendapan, sebagian lumpur dibuang, sebagian lain disirkulasikan ke dalam bak aerasi.
Kombinasi antara bakteri dalam konsentrasi tinggi dan lapar (dalam lumpur yang disirkulasi)
dengan jumlah nutrien yang banyak (dalam air kotor), memungkinkan penguraian dapat berlangsung
dengan cepat.Peruraian dengan metode lumpur aktif hanya memerlukan beberapa jam, jauh lebih
cepat dibandingkan dengan peruraian serupa yang terjadi secara alami dalam selokan atau air
sungai.
Metode lumpur aktif memanfaatkan mikroorganisme (terdiri ± 95% bakteri dan sisanya protozoa,
rotifer, dan jamur) sebagai katalis untuk menguraikan material yang terkandung di dalam air limbah.
Proses lumpur aktif merupakan proses aerasi (membutuhkan oksigen). Pada proses ini mikroba
tumbuh dalam flok (lumpur) yang terdispersi sehingga terjadi proses degradasi. Proses ini
berlangsung dalam reaktor yang dilengkapi recycle/umpan balik lumpur dan cairannya. Lumpur
secara aktif mereduksi substrat yang terkandung di dalam air limbah.
Tahapan-tahapan pengolahan air limbah dengan metode lumpur aktif secara garis besar adalah
sebagai berikut:
1.

Tahap awal

Pada tahap ini dilakukan pemisahan benda-benda asing seperti kayu, bangkai binatang, pasir,
kerikil, dll.Sisa-sisa partikel digiling agar tidak merusak alat dalam sistem dan limbah dicampur agar
laju aliran dan konsentrasi partikel konsisten.

2.

Tahap primer

Tahap ini disebut tahap pengendapan.Partikel-partikel berukuran suspensi dan partikel-partikel
ringan dipisahkan, partikel-partikel berukuran koloid digumpalkan dengan penambahan elektrolit.

3.

Tahap sekunder
Tahap sekunder meliputi dua tahap yaitu tahap aerasi (metode lumpur aktif) dan pengendapan. Pada
tahap aerasi oksigen ditambahkan ke dalam air limbah yang sudah dicampur lumpur aktif untuk
pertumbuhan dan berkembang biak mikroorganisme dalam lumpur. Dengan agitasi yang baik,
mikroorganisme dapat melakukan kontak dengan materi organik dan anorganik kemudian diuraikan
menjadi senyawa yang mudah menguap sehingga mengurangi bau air limbah.Tahap selanjutnya
dilakukan pengendapan. Lumpur aktif akan mengendap kemudian dimasukkan ke tangki aerasi,
sisanya dibuang. Lumpur yang mengendap inilah yang disebut lumpur bulki.

4.

Tahap tersier

Tahap ini disebut tahap pilihan.Tahap ini biasanya untuk memisahkan kandungan zat-zat yang tidak
ramah lingkungan seperti senyawa nitrat, fosfat, materi organik yang sukar terurai, dan padatan
anorganik. Contoh-contoh perlakuan pada tahap ini sebagai berikut:

a.

Nitrifikasi/denitrifikasi

Nitrifikasi adalah pengubahan amonia (NH3 dalam air atau NH4+) menjadi nitrat (NO3-) dengan
bantuan bakteri aerobik. Reaksi:
2 NH4+(aq) + 3 O2(g) → 2 NO2-(aq) + 2 H2O(l) + 4 H+(aq)
2 NO2- (aq) +O2(g) → 2 NO3- (aq)
Denitrifikasi adalah reduksi nitrat menjadi gas nitrogen bebas seperti N2, NO, dan NO2.

b.

Pemisahan fosfor

Fosfor dapat dipisahkan dengan cara koagulasi/penggumpalan dengan garam Al dan Ca, kemudian
disaring. Reaksi:
Al2(SO4)3+14H2O(s) + 2 PO43-(aq) → 2 AIPO4(s) + 3 SO42-(aq) + 14 H2O(l)
5 Ca(OH)2(s) + 3 HPO42-(aq) → Ca5OH(PO4)3(s) + 6 OH-(aq) + 3 H2O(l)
c.

Adsorbsi oleh karbon aktif untuk menyerap zat pencemar, pewarna, dan bau tak sedap.

d.

Penyaringan mikro untuk memisahkan partikel kecil seperti bakteri dan virus.

e. Rawa buatan untuk mengurai materi organik dan anorganik yang masih tersisa dalam air
limbah.

5. Disinfektan
Disinfektan ditambahkan pada tahap ini untuk menghilangkan mikroorganisme seperti virus dan
materi organik penyebab bau dan warna.Air yang keluar dari tahap ini dapat digunakan untuk irigasi
atau keperluan industri.

6. Pengolahan padatan lumpur
Padatan lumpur dari pengolahan ini dapat diuraikan bakteri aerobik atau anaerobik menghasilkan
gas CH4 untuk bahan bakar dan biosolid untuk pupuk.
Akan tetapi dalam pelaksanaannya metode lumpur aktif menemui kendala-kendala seperti:
1.

Diperlukan areal instalasi pengolahan limbah yang luas, karena prosesnya berlangsung lama.

2. Menimbulkan limbah baru yakni lumpur bulki akibat pertumbuhan mikroba berfilamen yang
berlebihan.
3.

Proses operasinya rumit karena membutuhkan pengawasan yang cukup ketat.

Berdasarkan berbagai penelitian, kelemahan metode lumpur aktif tersebut dapat diatasi dengan cara
Menambahkan biosida, yaitu H2O2 atau klorin ke dalam unit aerasi. Penambahan 15 mg/g dapat
menghilangkan sifat bulki lumpur hingga dihasilkan air limbah olahan cukup baik. Klorin dapat
menurunkan aktivitas mikroba yang berpotensi dalam proses lumpur aktif.

BAB 3

PENUTUP

A.

Kesimpulan

Konsep Redoks dapat digunakan dalam proses pemecahan masalah lingkungan dan kehidupan
sehari-hari. Salah satu penerapan konsep redoks adalah pengolahan air kotor atau limbah dengan
metode lumpur aktif. Lumpur adalah materi yang tidak larut yang selalu nampak kehadirannya di
dalam setiap tahap pengolahan, tersusun oleh serat-serat organik yang kaya akan selulosa dan di
dalamnya terhimpun kehidupan mikroorganisme. Lumpur aktif adalah lumpur yang kaya dengan
bakteri aerob, yaitu bakteri yang dapat menguraikan limbah organik dengan cara mengalami
biodegradasi.
Pengolahan air limbah dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu tahap primer, sekunder, dan
tersier.Pengolahan tahap primer dimaksudkan untuk memisahkan sampah yang tidak larut air,
seperti lumpur, oli, dan limbah kasar lainnya.Hal ini dapat dilakukan dengan penyaringan dan
pengendapan (sedimentasi). Tahap sekunder dimaksudkan untuk menghilangkan BOD, yaitu dengan
cara mengoksidasinya. Selanjutnya, tahap tersier dimaksudkan untuk menghilangkan sampah lain
yang masih ada, seperti limbah organik beracun, logam berat, dan bakteri. Pengolahan tahap tersier
dilakukan untuk pengolahan air bersih.
Tahap sekunder dilakukan untuk menururunkan nilai BOD sehingga kadar oksigen meningkat.
Kecepatan aktivitas mikroorganisme dalam menguraikan limbah organik dapat ditingkatkan dengan
melibatkan lumpur aktif. Proses ini melibatkan reaksi oksidasi limbah organik sebagai berikut.
(CH2O)n + nO2 → nCO2 +nH2O + panas
Nilai BOD dapat menurun hingga 90% jika mengggunakan lumpur aktif.Semakin kecil nilai BOD,
semakin sedikit mikroorganisme yang menguraikan limbah organik di dalam air.Hal ini menunjukan
bahwa semakin sedikit limbah organik didalam air.Dengan demikian, dapat disimpulkan semakin
kecil nilai BOD, semakin tinggi kualitas air.

DAFTAR PUSTAKA

Dyah Rufaida, Anis dan Erna Tri Wulandari. 2012. Kimia untuk Kelas X Semester 2 SMA/MA.
Klaten: Intan Pariwara.

Diaz, Rizqi. 2012. Penerapan Konsep Reaksi Redoks Dalam Kehidupan Sehari-Hari. akses April,
2013. http://rizqidiaz.blogspot.com/2012/02/penerapan-konsep-reaksi-redoks-dalam.html.

Nugraheni, Desi. 2012. Penerapan Konsep Reaksi Redoks Dalam Pengolahan Limbah (Lumpur
Aktif). akses April, 2013. http://nugrahenidesi.blogspot.com/2012/05/penerapan-konsep-reaksiredoks-dalam.html.

Setyaningrum, Tutut. 2012. Kimia “Penerapan Redoks Dalam Kehidupan Sehari-hari”. Akses April,
2013. http://tutut-septyani.blogspot.com/2012/05/kimia-penerapan-redoks-dalam-kehidupan.html.n
Sehari-hari”. Akses April, 2013. http://tutut-septyani.blogspot.com/2012/05/kimia-penerapan-redoksdalam-kehidupan.html.
Reaksi Redoks Pengolahan Limbah (lumpur aktif)
Kemajuan industri tekstil, pulp, kertas, bahan kimia, obat-obatan, dan industri pangan di
samping membawa dampak positif juga berdampak negatif. Dampak negatif yang
ditimbulkan antara lain menghasilkan air limbah yang membahayakan lingkungan, karena
mengandung bahan-bahan kimia dan mikroorganisme yang merugikan. Cara mengatasi air
limbah industri adalah dengan melakukan pengolahan air limbah tersebut sebelum dibuang ke
lingkungan. Salah satu penerapankonsep redoks adalah pengolahan air kotor atau limbah
dengan metode lumpur aktif.
Metode lumpur aktif memanfaatkan mikroorganisme (terdiri ± 95% bakteri dan sisanya
protozoa, rotifer, dan jamur) sebagai katalis untuk menguraikan material yang terkandung di
dalam air limbah. Proses lumpur aktif merupakan proses aerasi (membutuhkan oksigen).
Pada proses ini mikroba tumbuh dalam flok (lumpur) yang terdispersi sehingga terjadi proses
degradasi. Proses ini berlangsung dalam reactor yang dilengkapi recycle/umpan balik lumpur
dan cairannya. Lumpur secara aktif mereduksi substrat yang terkandung di dalam air limbah.
Tahapan-tahapan pengolahan air limbah dengan metode lumpur aktif secara garis besar
adalah sebagai berikut:
1. Tahap awal
Pada tahap ini dilakukan pemisahan benda-benda asing seperti kayu, bangkai
binatang, pasir, dan kerikil. Sisa-sisa partikel digiling agar tidak merusak alat dalam sistem
dan limbah dicampur agar laju aliran dan konsentrasi partikel konsisten.
2. Tahap primer
Tahap ini disebut juga tahap pengendapan. Partikel-partikel berukuran suspensi dan
partikel-partikel ringan dipisahkan, partikel-partikel berukuran koloid digumpalkan dengan
penambahan elektrolit seperti FeCl3, FeCl2, Al2(SO4)3, dan CaO.
3. Tahap sekunder
Tahap sekunder meliputi 2 tahap yaitu tahap aerasi (metode lumpur aktif) dan
pengendapan. Pada tahap aerasi oksigen ditambahkan ke dalam air limbah yang sudah
dicampur lumpur aktif untuk pertumbuhan dan berkembang biak mikroorganisme dalam
lumpur. Dengan agitasi yang baik, mikroorganisme dapat melakukan kontak dengan materi
organik dan anorganik kemudian diuraikan menjadi senyawa yang mudah menguap seperti
H2S dan NH3sehingga mengurangi bau air limbah. Tahap selanjutnya dilakukan
pengendapan. Lumpur aktif akan mengendap kemudian dimasukkan ke tangki aerasi, sisanya
dibuang. Lumpur yang mengendap inilah yang disebut lumpur bulki.
4. Tahap tersier
Tahap ini disebut tahap pilihan. Tahap ini biasanya untuk memisahkan kandungan
zat-zat yang tidak ramah lingkungan seperti senyawa nitrat, fosfat, materi organik yang sukar
terurai, dan padatan anorganik. Contoh-contoh perlakuan pada tahap ini sebagai berikut:
a. Nitrifikasi/denitrifikasi
Nitrifikasi adalah pengubahan amonia (NH3 dalam air atau NH4+) menjadi nitrat
(NO3-) dengan bantuan bakteri aerobik. Reaksi:
2 NH4+(aq) + 3 O2(g) -> 2 NO2-(aq) + 2 H2O(l) + 4 H+(aq)
2 NO2- (aq) +O2(g)2 NO3- (aq)
Denitrifikasi adalah reduksi nitrat menjadi gas nitrogen bebas seperti N2, NO, dan
NO2.
Senyawa NO3  gas nitrogen bebas
b. Pemisahan fosfor
Fosfor dapat dipisahkan dengan cara koagulasi/ penggumpalan dengan garam Al dan
Ca, kemudian disaring.
Al2(SO4)3+14H2O(s) + 2 PO43-(aq)2 AIPO4(s) + 3 SO42-(aq) + 14 H2O(l)
5 Ca(OH)2(s) + 3 HPO42-(aq) Ca5OH(PO4)3(s) + 6 OH-(aq) + 3 H2O(l)
c. Adsorbsi oleh karbon aktif untuk menyerap zat pencemar, pewarna, dan bau tak
sedap.
d. Penyaringan mikro untuk memisahkan partikel kecil seperti bakteri dan virus.
e. Rawa buatan untuk mengurai materi organik dan anorganik yang masih tersisa
dalam air limbah.
5. Disinfektan
Disinfektan ditambahkan pada tahap ini untuk menghilangkan mikroorganisme seperti
virus dan materi organic penyebab bau dan warna. Air yang keluar dari tahap ini dapat
digunakan untuk irigasi atau keperluan industri, contoh: Cl2. Reaksi: Cl2(g) +
H2O(l)HClO(aq) + H+(aq) + Cl-(aq)
6. Pengolahan padatan lumpur
Padatan lumpur dari pengolahan ini dapat diuraikan bakteri aerobik atau anaerobik
menghasilkan gas CH4 untuk bahan bakar dan biosolid untuk pupuk.
Akan tetapi dalam pelaksanaannya metode lumpur aktif menemui kendala-kendala seperti:
1. Diperlukan areal instalasi pengolahan limbah yang luas, karena prosesnya
berlangsung lama.
2. Menimbulkan limbah baru yakni lumpur bulki akibat pertumbuhan mikroba
berfilamen yang berlebihan.
3. Proses operasinya rumit karena membutuhkan pengawasan yang cukup ketat.
Berdasarkan berbagai penelitian, kelemahan metode lumpur aktif tersebut dapat
diatasi dengan cara:
Menambahkan biosida, yaitu H2O2 atau klorin ke dalam unit aerasi. Penambahan 15 mg/g
dapat menghilangkan sifat bulki lumpur hingga dihasilkan air limbah olahan cukup baik.
Klorin dapat menurunkan aktivitas mikroba yang berpotensi dalam proses lumpur aktif.
Metode ini hasil penelitian Sri Purwati, dkk. dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Industri Selulosa, Bandung.

post ini saya kutip dari :
http://rizqidiaz.blogspot.com/2012/02/penerapan-konsep-reaksi-redoks-dalam.html
Pengolahan Air Limbah Menggunakan Lumpur Aktif
1. Latar Belakang Pembuatan Makalah :
Indonesia dalam satu dasa warsa ini dikenal
sebagai penghasil tekstil yang besar disamping
India dan Pakistan. Dalam proses produksi industri
tekstil banyak menggunakan bahan kimia dan air.
Bahan kimia yang digunakan antara lain untuk
proses
pencucian,
pemutihan,
dan
pewarnaan.
Akibat dari itu pencemaran lingkungan menjadi
masalah bagi masyarakat yang tinggal disekitar
industri tekstil. Mengingat pentingnya industri
tekstil sebagai penghasil devisa negara dan
perlunya
perlindungan
lingkungan,
maka
diperlukan adanya teknologi pengolah limbah
tekstil
yang
handal.
Salah
satu
contoh
pengolahan limbah tekstil yang hingga saat ini
beroperasi adalah pengolahan limbah tekstil milik
P.T.
Unitex
di
Bogor,
pengolahan
limbah
ini
dilakukan dengan
cara
menerapakan konsepkonsep redoks dengan memanfaatkan lumpur aktif
sebagai bahan utama.

2. Tujuan Pembuatan Makalah :
1. Menyelesaikan tugas yang diberikan Ibu. Sri
Rahayu, S.Pd, selaku guru kimia kami untuk membuat
makalah mengenai pemanfaatan reaksi redoks
dalam teknologi pengolahan air limbah.
2. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai
pemanfaatan
reaksi
redoks
dalam
teknologi
pengolahan air limbah, yang dapat menghilangkan
limbah organik sederhana dan mudah urai, organik
kompleks seperti warna, bau dan logam berat.
3. Sasaran :
Sasaran
dari
penerapan
teknologi
ini
adalah air hasil pengolahan limbah tekstil tidak
mencemari lingkungan.
4. Manfaat Pengolahan Limbah dengan menggunakan Lumpur Aktif :
Teknologi ini dapat menurunkan total
padatan tersuspensi (TSS) hingga mencapai 91%,
COD 62%, Fe 96% dan BOD5 97%. Proses ini juga
menghilangkan warna dan bau dari limbah tersebut.
5. Proses-proses Pengolahan Air Limbah
5.1 Pendahuluan :
Pada umumnya polutan yang terkandung
dalam limbah industri tekstil dapat berupa padatan
tersuspensi, padatan terlarut serta gas terlarut.
Karakteristik limbah pada umumnya bersifat alkalis
(pH = 7), suhunya tinggi serta berwarna pekat.
Untuk menghilangkan polutan tersebut, diperlukan
pengolahan
yang
dapat
memisahkan
dan
menghancurkan
polutan
yang
terkandung
didalamnya.
Limbah berasal
dari
zat-zat
organik yang dapat mengalami oksidasi di dalam
air. Yang dapat menyebabkan jumlah oksigen yang
terlarut
dalam
air
menjadi
berkurang dan
menyebabkan kematian hewan yang hidup didalam air
tersebut,
karena
kekurangan
oksigen
untuk
bernafas.
Jika
telah
teroksidasi
oleh
mikroorganisme, limbah organik menimbulkan bau
busuk,
yang
disebabkan
oleh
aktivitas
mikroorganisme anaerob, antara lain : amonia (
NH3), metana ( CH4), dan asam sulfida ( H2S). Maka,
itulah sebabnya air limbah harus diolah untuk
mengurangi dampak yang demikian. Salah satu
caranya yaitu dengan pengolahan air limbah
menggunakan lumpur aktif.
Lumpur aktif merupakan lumpur
yang kaya akan bakteri aerob, yaitu bakteri yang
dapat menguraikan limbah organik yang dapat
mengalami biodegradasi. Lumpur aktif (activated
sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba
tersuspensi. Proses ini pada dasarnya merupakan
pengolahan aerobik yang mengoksidasi material
organik menjadi CO2 dan H2O, NH4. dan sel biomassa
baru.
Proses ini menggunakan udara
yang disalurkan melalui pompa blower (diffused)
atau
melalui
aerasi
mekanik.
Sel
mikroba
membentuk flok yang akan mengendap di tangki
penjernihan. Kemampuan bakteri dalam membentuk
flok menentukan keberhasilan pengolahan limbah
secara
biologi,
karena
akan
memudahkan
pemisahan partikel dan air limbah.
. Terdapat dua hal penting pada pengolahan limbah
dengan lumpur aktif :
 Proses penambahan Oksigen, dapat dilakukan
dengan cara memompakan oksigen kedalam bak
pengolahan atau memancarkan air limbah ke udara
agar dapat melarutkan oksigen yang ada diudara (
aerasi ).
 Proses pertumbuhan bakteri, dapat terjadi di
bak khusus ( bak aerobik : kolam dangkal yang
dapat ditembus oleh cahaya matahari hingga ke
dasarnya, sehingga diseluruh bagian kolam itu
berlangsung proses fotosintesis oleh tumbuhan
air ( alga ) ), karena di dalam bak itulah proses
oksidasi
aerob
terjadi.
Membentuk
senyawa,
misalnya ( CO2), (H2O), kemudian senyawa tersebut
dimanfaatkan
oleh
tumbuhan
air
untuk
berfotosistesis.

5.2 Tahap – tahap awal :
Proses pengolahan air limbahnya terbagi atas tiga
tahap pemrosesan, yaitu :
1. Proses primer yang meliputi penyaringan kasar,
penghilangan
warna,
ekualisasi,
penyaringan
halus, pendinginan.
2. Proses sekunder yang meliputi proses biologi
dan sedimentasi.
3. Proses tersier yang merupakan tahap lanjutan
dengan penambahan bahan kimia.
Melalui upaya pengelolaan yang telah
dilakukan, maka air limbah yang dibuang tidak akan
mencemari lingkungan.. Sistem pengolah limbah
yang
digunakan
merupakan
perpaduan
antara
proses fisika, kimia, dan biologi. Proses yang
berperan dalam pengurangan bahan pencemar
adalah proses biologi yang menggunakan sistem
lumpur aktif dengan aerasi lanjutan (extended
aeration).
Selain limbah cair terdapat pula limbah
padat yang berupa lumpur, hasil samping dari
sistem pengolahan yang digunakan. Lumpur hasil
olahan
digunakan
sebagai
bahan
campuran
pembuatan conblock dan batako press serta
pupuk organik.
Proses Pengolahan lumpur aktif :

Gambar 6. Unit Pengolah Limbah Tekstil Kapasitas
200 m3/hari.

Gambar 7. Bak penampung yang masih panas.
Gambar 8. Bak pengendap pertama

Gambar 9. Pemberian koagulan (ferro sulfat)
untuk menghilangkan warna.
Gambar 10. Bak pengendap (clarifier) setelah diberi
koagulan ferro sulfat.

Gambar 11. Menara pendingin (Colling Tower)
sebelum air masuk ke dalam bak aerasi.
Gambar 12. Bak aerasi tahap petama

Gambar 13. Lumpur aktif dari bak pengendap akhir
dikembalikan ke bak aerasi tahap pertama.
Gambar 14. Bak pengendap akhir

Gambar 15. Contoh air di bak pengendap akhir.
Gambar 16. Air hasil olahan sebelum dibuang ke
lingkungan.

Gambar 17. Bioassay
Gambar 18. Contoh air baku sampai dengan air hasil
olahan.
CARA PEMBUATAN
Urutan proses pengolahan limbah di PT.
Unitek secara garis besar dibagi dalam 5 unit
proses yang meliputi proses primer, sekunder, dan
tersier, yaitu :
Unit 1 : adalah proses penghilangan warna dengan
sistem koagulasi dan sedimentasi.
Unit 2 : adalah proses penguraian bahan organik
yang terkandung di dalam air limbah dengan sistem
lumpur aktif.
Unit 3 : adalah proses pemisahan air yang telah
bersih dengan lumpur aktif dari kolam aerasi.
Unit 4 : adalah proses penghilangan padatan
tersuspensi setelah pengendapan.
Unit 5 : adalah proses pemanfaatan lumpur padat
setelah pengepresan di belt press.
Untuk jelasnya lihat Gambar 19. Sistem Pengolah
Limbah
Lumpur
Aktif
PT.
UNITEX.
Proses Pengolahan Limbah
Proses pengolahan air limbah PT. Unitek terbagi
menjadi tiga tahap pemrosesan, yaitu :
1. Proses primer, Proses primer merupakan
perlakuan pendahuluan yang meliputi : a).
Penyaringan kasar,
b). Penghilangan warna,
c). Ekualisasi,
d). Penyaringan halus, dan
e). Pendinginan.
2. Proses
sekunder,
Proses
biologi
dan
sedimentasi.
3. Proses
tersier,
merupakan
tahap
lanjutan
setelah proses biologi dan sedimentasi.
Adapun waktu yang dibutuhkan untuk tiap-tiap
proses dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Dimensi, Debit Air Masuk, dan Waktu Tinggal
dari masing-masing Unit Pengolah Limbah Cair PT.
UNITEX.
Unit
Penangan
an

Jumla
h

Vol
Tang
ki
(m3)

2

59 +
56

115

1200

2.3
jam

Limbah air
umum

1

653

653

1800

8.7
jam

Tangki
Koagulasi
I

1

3.1

3.6

720

7.2
menit

Tangki
Sedimentas
i I

2

14.2

28.4

720

25
menit

Kolam
Aerasi

3

2(125
0) +
925

3425

3000

27.4
jam

Tangki
Sedimentas
i II

1

407

407

3394

2.9
jam

Tangki
Koagulasi
II

1

6

6

3394

2.5
menit

Tangki
Intermeadi
at

1

57

57

3394

24
menit

Kolam
equalisasi
Limbah air
warna

Tota
Debit
l
(m3/har
Vol
i)
3
(m )

Waktu
Reten
si
Tangki
Sedimentas
i III

1

178

178

3394

1.26
jam

Kolam Ikan

1

15

15

3394

6.4
menit

Gambar 19. Sistem Pengolah Limbah Lumpur Aktif PT.
UNITEX
Proses Primer
a. Penyaringan Kasar
Air limbah dari proses pencelupan dan
pembilasan dibuang melalui saluran pembuangan
terbuka menuju pengolahan air limbah. Saluran
tersebut terbagi menjadi dua bagian, yakni saluran
air berwarna dan saluran air tidak berwarna. Untuk
mencegah agar sisa-sisa benang atau kain dalam
air limbah terbawa pada saat proses, maka air
limbah disaring dengan menggunakan saringan
kasar berdiameter 50 mm dan 20 mm.
b. Penghilangan Warna
Limbah cair berwarna yang berasal dari
proses
pencelupan
setelah
melewati
tahap
penyaringan
ditampung
dalam
dua
bak
penampungan,
masing-masing
berkapasitas
64
3
3
m dan 48 m , air tersebut kemudian dipompakan ke
dalam tangki koagulasi pertama (volume 3,1 m3)
yang terdiri atas tiga buah tangki, yaitu : Pada
tangki pertama ditambahkan koagulasi FeSO4 (Fero
Sulfat) konsentrasinya 600 - 700 ppm untuk
pengikatan warna. Selanjutnya dimasukkan ke
dalam tangki kedua dengan ditambahkan kapur
(lime) konsentrasinya 150 - 300 ppm, gunanya
untuk menaikkan pH yang turun setelah penambahan
FeSO4. Dari tangki kedua limbah dimasukkan ke
dalam tangki ketiga pada kedua tangki tersebut
ditambahkan polimer berkonsentrasi 0,5 - 0,2 ppm,
sehingga
akan
terbentuk
gumpalan-gumpalan
besar
(flok)
dan
mempercepat
proses
pengendapan.
Setelah gumpalan-gumpalan terbentuk, akan
terjadi pemisahan antara padatan hasil pengikatan
warna dengan cairan secara gravitasi dalam tangki
sedimentasi.
Meskipun
air
hasil
proses
penghilangan warna ini sudah jernih, tetapi pH-nya
masih tinggi yaitu 10, sehingga tidak bisa langsung
dibuang ke perairan. Untuk menghilangkan unsurunsur yang masih terkandung didalamnya, air yang
berasal dri koagulasi I diproses dengan sistem
lumpur
aktif.
Cara
tersebut
merupakan
perkembangan baru yang dinilai lebih efektif
dibandingkan cara lama yaitu air yang berasal dari
koagulasi I digabung dalam bak ekualisasi.
Tabel 3. Hasil pengamatan konsentrasi, debit, dan
laju
penambahan
koagulan
dan flokulan terhadap limbah air warna (Rapto,
1996)
Agent

Konsentrasi Debit
(kg/l)
(l/jam)

Laju
Penambahan
(kg/jam)

Fe SO4

0.21

13.28

2.84

Lime

0.11

806.76

86.44

Polimer
ANP-10

2. 10-4

561.60

0.11

Tabel 4. Efisiesi removal proses koagulasi dan
flokulasi
air
limbah
warna
Tahun 1994 (Rapto, 1996)
Parameter

Inlet
(mg/l)

Outlet
(mg/l)

Efisiensi
removal (%)

TSS

132.33

17.33

86.9

BOD5

266.12

54.92

79.4

COD

432.33

112.00

74.1

DO

0.4

0.25

37.5

c. Ekualisasi
Bak ekualisasi atau disebut juga bak air
umum memiliki volume 650 m3menampung dua sumber
pembuangan yaitu limbah cair tidak berwarna dan
air yang berasal dari mesin pengepres lumpur.
Kedua
sumber
pembuangan
pengeluarkan
air
dengan karakteristik yang berbeda. Oleh karena
itu untuk memperlancar proses selanjutnya air
dari kedua sumber ini diaduk dengan menggunakan
blower hingga mempunyai karakteristik yang sama
yaitu pH 7 dan suhunya 32oC. Sebelum kontak
dengan sistem lumpur aktif, terlebih dahulu air
melewati saringan halus dan cooling tower,
karena untuk proses aerasi memerlukan suhu 32oC.
Untuk mengalirkan air dari bak ekualisasi ke bak
aerasi digunakan dua buah submerble pump atau
pompa celup (Q= 60 m3/jam).
d. Saringan Halus (Bar Screen f = 0,25 in)
Air hasil ekualisasi dipompakan menuju
saringan halus untuk memisahkan padatan dan
larutan, sehingga air limbah yang akan diolah
bebas dari padatan kasar berupa sisa-sisa serat
benang yang masih terbawa.
e. Cooling Tower
Karakteristik
limbah
produksi
tekstil
o
umumnya mempunyai suhu antara 35-40 C, sehingga
memerlukan pendinginan untuk menurunkan suhu
yang bertujuan mengoptimalkan kerja bakteri
dalam sistem lumpur aktif. Karena suhu yang
diinginkan adalah berkisar 29-30oC.
Proses Sekunder
a. Proses Biologi
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT.
Unitek memiliki tiga bak aerasi dengan sistem
lumpur
aktif,
yang
pertama
berbentuk
oval
mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan
bentuk persegi panjang. Karena pada bak oval
tidak
memerlukan
blower
sehingga
dapat
menghemat biaya listrik, selain itu perputaran air
lebih sempurna dan waktu kontak bakteri dengan
limbah
lebih
merata
serta
tidak
terjadi
pengendapan lumpur seperti layaknya terjadi pada
bak persegi panjang. Kapatas dari ketiga bak
aerasi adalah 2175 m3. Pada masing-masing bak
aerasi
ini
terdapat
sparator
yang
mutlak
diperlukan untuk memasok oksigen ke dalam air
bagi kehidupan bakteri. Parameter yang diukur
dalam bak aerasi dengan sistem lumpur aktif
adalah DO, MLSS, dan suhu. Dari pengalaman yang
telah
dijalani,
parameter-parameter
tersebut
dijaga sehingga penguraian polutan yang terdapat
dalam limbah dapat diuraikan semaksimal mungkin
oleh bakteri. Oksigen terlarut yang diperlukan
berkisar 0,5 – 2,5 ppm, MLSS berkisar 4000 – 6000
mg/l, dan suhu berkisar 29 – 30oC.
b. Proses Sedimentasi
Bak
sedimentasi
II
(volume
407
m 3)
mempunyai bentuk bundar pada bagian atasnya dan
bagian bawahnya berbentuk kronis yang dilengkapi
dengan pengaduk (agitator) dengan putaran 2 rph.
Desain
ini
dimaksudkan
untuk
mempermudah
pengeluaran endapan dari dasar bak. Pada bak
sedimentasi ini akan terjadi settling lumpur yang
berasal dari bak aerasi dan endapan lumpur ini
harus segera dikembalikan lagi ke bak aerasi
(return sludge=RS), karena kondisi pada bak
sedimentasi hampir mendekati anaerob. Besarnya RS
ditentukan berdasarkan perbandingan nilai MLSS
dan debit RS itu sendiri. Pada bak sedimentasi ini
juga dilakukan pemantauan kaiment (ketinggian
lumpur dari permukaan air) dan MLSS dengan
menggunakan alat MLSS meter.
Proses Tersier
Pada proses pengolahan ini ditambah bahan
kimia, yaitu Alumunium Sulfat (Al2(SO4)3), Polimer
dan Antifoam (Silicon Base); untuk mengurangi
padatan tersuspensi yang masih terdapat dalam
air.
Tahap
lanjutan
ini
diperlukan
untuk
memperoleh kualitas air yang lebih baik sebelum
air tersebut dibuang ke perairan.
Air hasil proses biologi dan sedimentasi
selanjutnya
ditampung
dalam
bak
interdiet
3
(Volume 2m ) yang dilengkapi dengan alat yang
disebut
inverter
untuk
mengukur
level
air,
kemudian dipompakan ke dalam tangki koagulasi
(volume 3,6 m3) dengan menggunakan pompa
sentrifugal. Pada tangki koagulasi ditambahkan
alumunium sulfat (konsentrasi antara 150 – 300
ppm) dan polimer (konsentrasi antara 0,5 – 2 ppm),
sehingga terbentuk flok yang mudah mengendap.
Selain kedua bahan koagulan tersebut juga
ditambahkan tanah yang berasal pengolahan air
baku (water teratment) yang bertujuan menambah
partikel padatan tersuspensi untuk memudahkan
terbentuknya flok.
Pada tangki koagulasi ini terdapat mixer
(pengaduk)
untuk
mempercepat
proses
persenyawaan kimia antara air dan bahan koagulan,
juga terdapat pH kontrol yang berfungsi untuk
memantau pH effluent sebelum dikeluarkan ke
perairan.
Setelah
penambahan
koagulan
dan
proses flokulasi berjalan dengan sempurna,
maka gumpalan-gumpalan yang berupa lumpur akan
diendapkan pada tangki sedimentasi III (volume =
178 m3). Hasil endapan kemudian dipompakan ke
tangki penampungan lumpur yang selanjutnya akan
diolah dengan belt press filter machine.
Selain itu pengolahan air limbah dapat juga
dilakukan dengan sistem lumpur aktif
konvesional.
Selain dengan menggunakan cara seperti yang
diatas ada cara lain yaitu :

Sistem Lumpur Aktif Konvensional

Gambar 1. Sistem Lumpur Aktif Konvensional
Tangki aerasi
Oksidasi aerobik material organik dilakukan
dalam tangki ini. Efluent pertama masuk dan
tercampur dengan Lumpur Aktif Balik (Return
Activated
Sludge
=RAS) atau
disingkat
LAB
membentuk lumpur campuran (mixed liqour), yang
mengandung padatan tersuspensi sekitar 1.500 2.500 mg/l. Aerasi dilakukan secara mekanik.
Karakteristik dari proses lumpur aktif adalah
adanya daur ulang dari biomassa. Keadaan ini
membuat waktu tinggal rata-rata sel (biomassa)
menjadi
lebih
lama
dibanding
waktu
tinggal
hidrauliknya (Sterritt dan Lester, 1988). Keadaan
tersebut membuat sejumlah besar mikroorganisme
mengoksidasi senyawa organik dalam waktu yang
singkat.
Waktu
tinggal
dalam
tangki
aerasi
berkisar 4 - 8 jam.
Tangki Sedimentasi
Tangki ini digunakan untuk sedimentasi flok
mikroba (lumpur) yang dihasilkan selama fase
oksidasi dalam tangki aerasi. Seperti disebutkan
diawal bahwa sebaghian dari lumpur dalam tangki
penjernih didaur ulang kembali dalam bentuk LAB
kedalam tangki aerasi dan sisanya dibuang untuk
menjaga rasio yang tepat antara makanan dan
mikroorganisme (F/M Ratio).
Parameter
Parameter yang umum digunakan dalam
lumpur aktif (Davis dan Cornwell, 1985; Verstraete
dan van Vaerenbergh, 1986) adalah sebagai berikut:
1. Mixed-liqour suspended solids (MLSS). Isi tangki
aerasi
dalam
sistem
lumpur
aktif
disebut
sebagai mixed liqour yang diterjemahkan sebagai
lumpur campuran. MLSS adalah jumlah total dari
padatan tersuspensi yang berupa material organik
dan
mineral,
termasuk
didalamnya
adalah
mikroorganisma. MLSS ditentukan dengan cara
menyaring lumpur campuran dengan kertas saring
(filter),
kemudian
filter
dikeringkan
pada
0
temperatur 105 C, dan berat padatan dalam contoh
ditimbang.
2. Mixed-liqour volatile suspended solids (MLVSS).
Porsi material organik pada MLSS diwakili oleh
MLVSS, yang berisi material organik bukan mikroba,
mikroba hidup dan mati, dan hancuran sel (Nelson
dan
Lawrence,
1980).
MLVSS
diukur
dengan
memanaskan terus sampel filter yang telah kering
pada 600 - 6500C, dan nilainya mendekati 65-75%
dari MLSS.
3. Food - to - microorganism
ratio (F/M Ratio). Parameter ini
F/M = Q x BOD5
merupakan
indikasi
beban
MLSS x V
organik yang masuk kedalam
sistem lumpur aktif dan diwakili
nilainya dalam kilogram BOD
per kilogram MLSS per hari (Curds dan Hawkes,
1983;
Nathanson,
1986).
Adapun
formulasinya
sebagai
berikut
:
Q = Laju alir limbah Juta Galon per hari (MGD)
BOD5 =
BOD5 (mg/l)
MLSS = Mixed liquor suspended solids (mg/l)
V = Volume tangki aerasi (Gallon)
4. Rasio F/M dikontrol oleh laju sirkulasi lumpur
aktif. Lebih tinggi laju sirkulasi lumpur aktif lebih
tinggi pula rasio F/M-nya. Untuk tangki aerasi
konvensional rasio F/M adalah 0,2 - 0,5 lb
BOD5/hari/lb MLSS, tetapi dapat lebih tinggi hingga
1,5 jika digunakan oksigen murni (Hammer, 1986).
Rasio F/M yang rendah mencerminkan bahwa
mikroorganisme dalam tangki aerasi dalam kondisi
lapar, semakin rendah rasio F/M pengolah limbah
semakin efisien.
5. Hidraulic
retention
time (HRT).
Waktu
tinggal
HRT = 1/D = V/ Q
hidraulik (HRT) adalah waktu
rata-rata yang dibutuhkan
oleh larutan influent masuk dalam tangki aerasi
untuk proses lumpur aktif; nilainya berbanding
terbalik dengan laju pengenceran

V = Volume tangki aerasi
Q = Laju influent air limbah ke dalam tangki aerasi
D = Laju pengenceran.
6. Umur lumpur (Sludge age). Umur lumpur adalah
waktu tinggal rata-rata mikroorganisme dalam
sistem. Jika HRT memerlukan waktu dalam jam, maka
waktu tinggal sel mikroba dalam tangki aerasi
dapat dalam hari lamanya. Parameter ini berbanding
terbalik dengan laju pertumbuhan mikroba. Umur
lumpur dihitung dengan formula sebagai berikut
(Hammer, 1986; Curds dan Hawkes, 1983) :

Umur Lumpur (Hari) =
MLSS x V
SSe x Qe + SSw X Qw
MLSS = Mixed liquor suspended solids (mg/l).
V = Volume tangki aerasi (L)
SSe = Padatan tersuspensi dalam effluent (mg/l)
SSw = Padatan tersuspensi dalam lumpur limbah
(mg/l)
Qe = Laju effluent limbah (m3/hari)
Qw = Laju influent limbah (m3/hari).
7. Umur lumpur dapat bervariasi antara 5 - 15 hari
dalam konvensional lumpur aktif. Pada musim
dingin lebih lama dibandingkan musim panas (U.S.
EPA, 1987a). Parameter penting yang mengendalikan
operasi
lumpur
aktif
adalah
laju
pemuatan
organik, suplay oksigen, dan pengendalian dan
operasi tangki pengendapan akhir.
Tangki ini
mempunyai dua fungsi: penjernih dan penggemukan
mikroba.
Untuk
operasi
rutin,
orang
harus
mengukur
laju
pengendapan
lumpur
dengan
menentukan indeks volume lumpur (SVI), Voster
dan Johnston, 1987.
Modifikasi Proses Lumpur Aktif Konvensional
Gambar 2. Modifikasi proses lumpur aktif.
A. Sistem aerasi lanjutan. B. Parit oksidasi (US EPA,
1977, dalam Bitton, 1994)

1.

2.
3.

4.

Sistem Aerasi Lanjutan
Proses ini dipakai dalam instalasi paket
pengolahan dengan cara sebagai berikut :
Waktu
aerasi
lebih
lama
(sekitar
30
jam)
dibandingkan sistem konvensional. Usia lumpur
juga lebih lama dan dapat diperpanjang sampai 15
hari.
Limbah yang masuk dalam tangki aerasi tidak
diolah dulu dalam pengendapan primer.
Sistem beroperasi dalam F/M ratio yang lebih
rendah (umumnya <0,1 lb BOD/hari/lb MLSS) dari
sistem konvensional (0,2 - 0,5 lb BOD/hari/lb
MLSS).
Sistem ini membutuhkan membutuhkan sedikit aerasi
dibandingkan dengan pengolahan konvensional
dan terutama cocok untuk komunitas yang kecil
yang menggunakan paket pengolahan.
Selokan Oksidasi (Oxidation Ditch)
Selokan oksidasi terdiri dari saluran aerasi
yang berbentuk oval yang dilengkapi dengan satu
atau lebih rotor rotasi untuk aerasi limbah.
Saluran ini menerima limbah yang telah disaring
dan mempunyai waktu tinggal hidraulik (hidraulic
retention time) mendekati 24 jam.
Aerasi Bertingkat
Limbah
hasil
dari
pengolahan
primer
(pengendapan) masuk dalam tangki aerasi melalui
beberapa
lubang
atau
saluran,
sehingga
meningkatkan distribusi dalam tangki aerasi dan
membuat lebih efisien dalam penggunaan oksigen.
Proses ini dapat meningkatkan kapasitas sistem
pengolahan.
Stabilisasi Kontak
Setelah limbah dan lumpur bercampur dalam
tangki reaktor kecil untuk waktu yang singkat (2040 menit), aliran campuran tersebut dialirkan ke
tangki penjernih dan lumpur dikembalikan ke tangki
stabilisasi dengan waktu tinggal 4 - 8 jam. Sistem
ini menghasilkan sedikit lumpur.
Sistem Aerasi Campuran
Pada sistem ini limbah hanya diaerasi dalam
tangki aerasi secara merata. Sistem ini dapat
menahan shock load dan racun.
Lumpur Aktif Kecepatan Tinggi
Sistem ini digunakan untuk mengolah limbah
konsentrasi tinggi dan dioperasikan untuk beban
BOD yang sangat tinggi dibandingkan proses
lumpur aktif konvensional. Proses ini mempunyai
waktu tinggal hidraulik sangat singkat. Sistem ini
beroperasi pada konsentrasi MLSS yang tinggi.
Aerasi Oksigen Murni
Sistem
aerasi
dengan
oksigen
murni
didasarkan pada prinsip bahwa laju tranfer
oksigen lebih tinggi pada oksigen murni dari pada
oksigen
atmosfir.
Proses
ini
menghasilkan
kemampuan oksigen terlarut menjadi lebih tinggi,
sehingga meningkatkan efisiensi pengolahan dan
mengurangi produksi lumpur.
Survei Organisme Dalam Lumpur Aktif
Dua tujuan dari sistem lumpur aktif
pertama adalah oksidasi material organik yang
biodegradable
dalam
tangki
aerasi
kemudian
dikonversi menjadi bentuk sel yang baru, kedua
flokulasi,
memisahkan
biomassa
yang
baru
terbentuk dari air effluent.
Flok dalam aktifitas lumpur mengandung
sel bakteri disamping partikel anorganik dan
organik. Ukuran flok bervariasi antara <1 m m
(ukuran beberapa sel bakteri) sampai dengan 1 000
m m atau lebih (Parker et al., 1971; U.S.EPA, 1987a),
Lihat Gambar 3. Sel hidup dalam flok dapat diukur
dengan analisis ATP dan aktifitas dehidrogenase,
berjumlah 5-20% dari total sel (Weddle dan
Jenkins, 1971). Beberapa peneliti menjaga agar
fraksi aktif bakteri dalam lumpur aktif mewakili
hanya

1-3%

bakteri

total

(Hanel,

1988).
Gambar 3. Distribusi ukuran partikel dalam lumpur
aktif
Berikut ini adalah beberapa mikroorganisme
yang dapat diamati dalam flok lumpur aktif.
Bakteri
Bakteri merupakan unsur utama dalam flok
lumpur aktif. Lebih dari 300 jenis bakteri yang
dapat ditemukan dalam
lumpur
aktif.
Bakteri
tersebut bertanggung jawab terhadap oksidasi
material organik dan tranformasi nutrien, dan
bakteri menghasilkan polisakarida dan material
polimer
yang
membantu
flokulasi
biomassa
mikrobiologi. Genus yang umum dijumpai adalah
: Zooglea,
Pseudomonas,
Flavobacterium,
Alcaligenes,
Bacillus,
Achromobacter,
Corynebacterium, Comomonas, Brevibacterium, dan
Acinetobacter,disamping
itu
ada
pula
mikroorganisme
berfilamen,
yaitu Sphaerotilus dan Beggiatoa, Vitreoscilla yang
dapat menyebabkan sludge bulking.
Karena
tingkat
oksigen
dalam
difusi
terbatas, jumlah bakteri aktif aerobik menurun
karena ukuran flok meningkat (Hanel, 1988). Bagian
dalam flok yang relatif besar membuat kondisi
berkembangnya
bakteri
anaerobik
seperti
metanogen. Kehadiran metanogen dapat dijelaskan
dengan pembentukan beberapa kantong anaerobik
didalam flok atau dengan metanogen tertentu
terhdap oksigen (Wu et al., 1987). Oleh karena itu
lumpur aktif cukup baik dan cocok untuk material
bibit bagi pengoperasian awal reaktor anaerobik.
Tabel 1. Distribusi Bakteri Heteropik Aerobik Dalam
Lumpur
Aktif
Standard
(Hiraishi et al. (1989).
GENUS
KELOMPOK

PERSENTASI
DARI
TOTAL
ISOLAT

Comamonas-Pseudomonas

50

Alkaligenes

5,8

Pseudomonas
Florescent)

(Kelompok

1,9

Paracoccus

11,5

Unidentified (gram negative rods)

1,9

Aeromomas

1,9

Flavobacterium - Cytophaga

13,5

Bacillus

1,9

Micrococcus

1,9

Coryneform

5,8

Arthrobacter

1,9

Aureobacterium-Microbacterium

1,9

Jumlah total bakteri dalam lumpur aktif
standard adalah 108 CFU/mg lumpur.
Tabel 1.
menunjukkan beberapa genus bakteri yang ditemui
dalam standard lumpur aktif. Sebagian besar
bakteri
yang
diisolasi
diidentifikasi
sebagai
spesies-spesiesComamonas-Psudomonas.
Caulobacter, bakteri bertangkai umumnya
ditemukan dalam air yang miskin bahan organik,
dapat
diisolasi
dari
kebanyakan
pengolahan
limbah, khususnya lumpur aktif (MacRae dan Smit,
1991).
Gambar 4. Distribusi
Zoogloea adalah bakteri yang menghasilkan
exopolysaccharide yang membentuk proyeksi khas
seperti jari tangan dan ditemukan dalam air limbah
dan lingkungan yang kaya bahan organik (Norberg
dan Enfors, 1982; Unz dan Farrah, 1976; Williams
dan
Unz,
1983).
Zoogloea
diisolasi
dengan
menggunakan media yang mengandung m-butanol,
pati,
atau m-toluate
sebagai
sumber
karbon.
Bakteri
ini
ditemukan
dalam
berbagai
tahap
pengolahan limbah tetapi jumlahnya hanya 0,1-1%
dari total bakteri dalam mixed liqour (Williams dan
Unz, 1983). Kepentingan relatif bakteri ini dalam air
limbah membutuhkan penelitian lebih lanjut.
Flok lumpur aktif juga merupakan tempat
berkumpulnya bakteri autotrofik seperti bakteri
nitrit (Nitrosomonas, Nitrobacter), yang dapat
merubah
amonia
menjadi
nitrat
dan
bakteri
fototrofik seperti bakteri ungu non sulfur
(Rhodospilrillaceae), yang dapat dideteksi pada
konsentrasi sekitar 105 sel/ml. Bakteri ungu dan
hijau ditemukan dalam jumlah yang sangat kecil.
Barangkali,
bakteri
fototrofik
hanya
sedikit
berperan dalam penurunan nilai BOD dalam lumpur
aktif (Madigan, 1988; Siefert et al., 1978).
Fungi
Lumpur aktif biasanya tidak mendukung
kehidupan
fungi
walaupun
beberapa
fungi
berfilamen kadang-kadang ditemukan dalam flok
lumpur aktif. Fungi dapat tumbuh pesat dibawah
kondisi pH yang rendah, toksik, dan limbah yang
kekurangan
nitrogen.
Genus
yang
dominan
ditemukan dalam lumpur aktif adalah Geotrichum,
Penicillium,
Cephalosporium,
Cladosporium, dan Alternaria (Pipes
dan
Cooke,
1969; Tomlinson dan Williams, 1975). Lumpur ringan
(Sludge
Bulking)
dapat
dihasilkan
oleh
pertumbuhan yang pesat Geotrichum candidum, yang
dirangsang oleh pH rendah dari limbah yang asam.
Protozoa
Protozoa
adalah significant
predator
dalam lumpur aktif seperti dalam lingkungan
akuatik alam (Curds, 1982; Drakides, 1980; Fenchel
dan Jorgensen, 1977; LaRiviere, 1977). Pemakanan
bakteri oleh protozoa dapat ditentukan dengan
eksperimen pemakanan bakteri yang telah diberi 14C
atau 35C atau flouresen (Hoffmann dan Atlas, 1987;
Sherr et al, 1987). Pemakanan bakteri tersebut
dapat
mereduksi
toksikan.
Contoh, Aspidisca
costata yang memakan bakteri dalam lumpur aktif
dapat menurunkan Kadmium (Hoffmann dan Atlas,
1987). Protozoa paling sering ditemukan dalam
lumpur aktif adalah Carchesium, Paramecium sp,
Opercularia sp, Chilodenella sp, Vorticella sp,
Apidisca sp (Dart dan Stretton, 1980, Edeline, 1988;
Eikelboom dan van Buijsen, 1981).
Cilliata. Siliata atau bulu getar digunakan
untuk
pergerakan
dan
mendorong
partikel
makanan kedalam mulut . Siliata dibagi menjadi tiga,
yaitu : Siliata bebas (free), merayap (creeping), dan
bertangkai (stalked). Siliata bebas (tidak terikat)
memakan bakteri bebas yang terbang. Genus yang
paling penting sering ditemukan dalam lumpur aktif
adalah Chilodonella,
Colpidium,
Blepharisma,
Euplotes,
Paramecium,
Lionotus,
Trachelophyllum, dan Spirostomum. Siliata merayap
memakan bakteri yang berada dipermukaan flok
lumpur
aktif.
Dua
genus
penting,
yaitu
: Aspidisca danEuplotes. Cilitas
bertangkai
menempel
tangkainya
pada
flok.
Tangkai
mempunyaimyoneme untuk
menangkap
mangsa.
Contoh
siliata
bertangkai
adalah Vorticella,
Carchesium, Opercularia, dan Epistylis.
Rotifers
Rotifers adalah metazoa (organisme bersel
banyak) dengan ukuran bervariasi dari 100 mm 500 m m. Tubuhnya menancap pada partikel flok
dan sering tercabut dari permukaan flok (Doohan,
1975; Eikelboom dan van Buijsen, 1981). Rotifers
ditemukan dalam instalasi pengolahan air limbah
termasuk dua orde pertama, Bdelloidea (contoh :
Philodina
spp.,
Habrotrocha
spp.)
dan
Monogononta (contoh : Lecane spp., Notommata
spp.). Peranan rotifers dalam lumpur aktif adalah :
(1) menghilangkan bakteri tersuspensi (contoh :
bakteri yang tidak membentuk flok; (2) memberi
kontribusi terhadap pembentukan flok melalui
pelet
kotoran
yang
dikelilingi
oleh
mukus.
Kehadiran rotifers dalam tahap akhir pengolahan
limbah sistem lumpur aktif dikarenakan kenyataan
bahwa hewan ini mempunyai siliata yang kuat yang
menolong dalam mencari makan dan menurunkan
jumlah bakteri tersuspensi (membuat air lebih
jernih) dan aksi siliatanya lebih kuat dibandingkan
protozoa.
Oksidasi Bahan Organik Dalam Tangki Aerasi
Air limbah domestik mempunyai rasio C:N:P
sebesar 100 : 5 : 1, yang mencukupi untuk kebutuhan
sebagian besar mikroorganisme. Bahan organik
dalam air limbah terdapat dalam bentuk terlarut,
koloid, dan fraksi partikel. Bahan organik terlarut
sebagai sumber makanan bagi mikroorganisme
heterotrophik dalam mixed liquor. Bahan organik
ini cepat hilang oleh adsorpsi dan proses
flokulasi, dan juga oleh absorpsi dan oksidasi
oleh mikroorganisme. Aerasi dalam beberapa jam
dapat membuat perubahan dari BOD terlarut
menjadi biomassa mikrobial. Aerasi mempunyai dua
tujuan : (1) memasok oksigen bagi mikroorganisme
aerobik, dan (2) menjaga lumpur aktif agar selalu
konstan teragitasi untuk melaksanakan kontsak
yang cukup antara flok dengan air limbah yang
baru datang pada sistem pengolahan limbah.
Konsentrasi oksigen yang cukup juga diperlukan
untuk aktifitas mikroorganisme heterotrophik dan
autotrophik, khususnya bakteri nitrit. Tingkat
oksigen terlarut harus antara 0,5 - 0,7 mg/l.
Proses nitrifikasi berhenti jika oksigen terlarut
dibawah 0,2 mg/l (Dart dan Stretton, 1980). Curds
dan Hawkes (1983) membuat ringkasan reaksi
degradasi dan biosintesis yang terjadi dalam
tangki aerasi dalam proses lumpur aktif (Gambar
5).

Gambar 5. Penghilangan Bahan Organik Dalam
Proses Lumpur Aktif
Parameter

1.

2.

3.

4.

Pantau

A. Kimia
COD (Chemical Oxygen Demand) : Jumlah oksigen
(ppm O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi
K2Cr2O7 yang digunakan sebagai sumber oksigen
(oxidizing agent).
BOD (Biochemical Oxygen Demand) : Suatu analisis
empiris yang mencoba mendekati secara global
proses-proses mikrobiologi yang benar-benar
terjadi didalam air. Angka BOD adalah jumlah
oksigen (ppm O2) yang dibutuhkan oleh bakteri
untuk mengoksidasi hampir semua zat organis yang
terlarut dan sebagian zat organis yang
tersuspensi dalam limbah cair.
DO (Dissolved Oksigen) : Jumlah oksigen (ppm O2)
yang terlarut dalam air dan merupakan kebutuhan
mutlak bagi mikroorganisma (khususnya bakteri)
dalam menguraikan zat organik.
pH (Derajat Keasaman) : Didefinisikan sebagai pH =
- log (H+) yang menunjukkan tingkat keasaman
atau kebasaan.
B. Fisika
1. MLSS (Mixed Liqour Suspended Solid) : Jumlah
seluruh padatan tersuspensi dalam suatu cairan
(ppm) yang menggambarkan kepekatan lumpur pada
kolam aerasi khususnya.
2. SV30 (Sludge Volume = 30) : Lumpur yang
mengendap secara gravitasi selama 30 menit (%)
yang menunjukkan tingkat kelarutan oksigen
dalam lumpur aktif.
C. Biologi
Parameter biologi yang diamati berupa
mikroorganisme predator bakteri, diantaranya
prozoa dan avertebrata lainnya.

Pengolahan Air Keruh Menjadi Jernih
1. Latar Belakang :
Air
merupakan
sumber
bagi
kehidupan.
Sering kita mendengar bumi disebut sebagai planet
biru, karena air menutupi 3/4 permukaan bumi. Tetapi
tidak
jarang
pula
kita
mengalami
kesulitan
mendapatkan air bersih, terutama saat musim
kemarau disaat air umur mulai berubah warna atau
berbau. Ironis memang, tapi itulah kenyataannya.
Yang pasti kita harus selalu optimis. Sekalipun air
sumur atau sumber air lainnya yang kita miliki mulai
menjadi keruh, kotor ataupun berbau, selama
kuantitasnya
masih
banyak
kita
masih
dapat
berupaya merubahnya menjadi air bersih yang
layak pakai dimana salah satu caranya adalah
membuat saringan air.
Air pada badan air/pada sumber air menurut
peruntukannya digolongkan menjadi :
 Golongan A, yaitu air yang diperuntukan bagi air
minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih
dahulu
 Golongan B, yaitu air yang diperuntukan bagi air
baku untuk diolah menjadi air minum dan keperluan
rumah tangga dan tidak memenuhi syarat golongan
A
 Golongan C, yaitu air yang diperuntukan bagi
keperluan perikanan dan peternakan dan tidak
memenuhi syarat Golongan A dan Golongan B
 Golongan D, yaitu air yang dapat diperuntukan bagi
pertanian dan dapat dimanfaatkan untuk usaha
perkotaan, industri, listrik tenaga air, dan tidak
memenuhi syarat Golongan C, B dan Golongan A.
Tahap Awal Pengolahan :
Ada berbagai macam cara sederhana yang
dapat kita gunakan untuk mendapatkan air bersih,
dan cara yang paling umum digunakan adalah
dengan membuat saringan air, dan bagi kita mungkin
yng paling tepat adalah membuat penjernih air atau
saringan air sederhana. Perlu diperhatikan, bahwa
penyaringan air secara sederhana tidak dapat
menghilangkan sepenuhnya garam yang terlarut di
dalam air. Gunakan destilasi untuk menghasilkan
air yang tidak mengandung garam.
Berikut beberapa aternatif cara sederhana untuk
mendapatkan air bersih dengan cara penyaringan
air :
1. Saringan Kain Katun.
Pembuatan
saringan
air
dengan
menggunakan
kain
katun
merupakan
teknik
penyaringan yang paling sederhana / mudah. Air
keruh disaring dengan menggunakan kain katun
yang bersih. Saringan ini dapat membersihkan air
dari kotoran dan organisme kecil yang ada dalam
air keruh. Air hasil saringan tergantung pada
ketebalan dan kerapatan kain yang digunakan.
2. Saringan Kapas
Teknik saringan air ini dapat memberikan
hasil yang lebih baik dari teknik sebelumnya.
Seperti halnya penyaringan dengan kain katun,
penyaringan
dengan
kapas
juga
dapat
membersihkan air dari kotoran dan organisme
kecil yang ada dalam air keruh. Hasil saringan
juga tergantung pada ketebalan dan kerapatan
kapas yang digunakan.
3. Aerasi
Aerasi
merupakan
proses
penjernihan
dengan cara mengisikan oksigen ke dalam air.
Dengan diisikannya oksigen ke dalam air maka zatzat seperti karbon dioksida serta hidrogen
sulfida dan metana yang mempengaruhi rasa dan
bau dari air dapat dikurangi atau dihilangkan.
Selain itu partikel mineral yang terlarut dalam air
seperti besi dan mangan akan teroksidasi dan
secara cepat akan membentuk lapisan endapan
yang nantinya dapat dihilangkan melalui proses
sedimentasi atau filtrasi.
4. Saringan Pasir Lambat (SPL)
Saringan pasir lambat merupakan saringan
air yang dibuat dengan menggunakan lapisan pasir
pada bagian atas dan kerikil pada bagian bawah. Air
bersih didapatkan dengan jalan menyaring air baku
melewati lapisan pasir terlebih dahulu baru
kemudian
melewati
lapisan
kerikil.
Untuk
keterangan lebih lanjut dapat temukan pada
artikel Saringan Pasir Lambat (SPL).
5. Saringan Pasir Cepat (SPC)
Saringan
pasir
cepat
seperti
halnya
saringan pasir lambat, terdiri atas lapisan pasir
pada bagian atas dan kerikil pada bagian bawah.
Tetapi
arah
penyaringan
air
terbalik
bila
dibandingkan dengan Saringan Pasir Lambat, yakni
dari bawah ke atas (up flow). Air bersih didapatkan
dengan jalan menyaring air baku melewati lapisan
kerikil terlebih dahulu baru kemudian melewati
lapisan pasir. Untuk keterangan lebih lanjut dapat
temukan pada artikel Saringan Pasir Cepat (SPC).
6. Gravity-Fed Filtering System
Gravity-Fed Filtering System merupakan
gabungan dari Saringan Pasir Cepat(SPC) dan
Saringan Pasir Lambat(SPL). Air bersih dihasilkan
melalui dua tahap. Pertama-tama air disaring
menggunakan Saringan Pasir Cepat(SPC). Air hasil
penyaringan
tersebut
dan
kemudian
hasilnya
disaring kembali menggunakan Saringan Pasir
Lambat. Dengan dua kali penyaringan tersebut
diharapkan kualitas air bersih yang dihasilkan
tersebut dapat lebih baik. Untuk mengantisipasi
debit air hasil penyaringan yang keluar dari
Saringan Pasir Cepat, dapat digunakan beberapa /
multi Saringan Pasir Lambat.
7. Saringan Arang
Saringan arang dapat dikatakan sebagai
saringan pasir arang dengan tambahan satu buah
lapisan arang. Lapisan arang ini sangat efektif
dalam menghilangkan bau dan rasa yang ada pada
air baku. Arang yang digunakan dapat berupa arang
kayu atau arang batok kelapa. Untuk hasil yang
lebih baik dapat digunakan arang aktif. Untuk lebih
jelasnya dapat lihat bentuk saringan arang yang
direkomendasikan UNICEF pada gambar di bawah ini.
8. Saringan air sederhana / tradisional
Saringan
air
sederhana/tradisional
merupakan modifikasi dari saringan pasir arang
dan
saringan
pasir
lambat.
Pada
saringan
tradisional ini selain menggunakan pasir, kerikil,
batu dan arang juga ditambah satu buah lapisan
injuk / ijuk yang berasal dari sabut kelapa. Untuk
bahasan lebih jauh dapat dilihat pada artikel
saringan air sederhana.
9. Saringan Keramik
Saringan keramik dapat disimpan dalam
jangka
waktu
yang
lama
sehingga
dapat
dipersiapkan dan digunakan untuk keadaan darurat.
Air bersih didapatkan dengan jalan penyaringan
melalui elemen filter keramik. Beberapa filter
kramik
menggunakan
campuran
perak
yang
berfungsi
sebagai
disinfektan
dan
membunuh
bakteri. Ketika proses penyaringan, kotoran yang
ada dalam air baku akan tertahan dan lama
kelamaan
akan
menumpuk
dan
menyumbat
permukaan
filter.
Sehingga
untuk
mencegah
penyumbatan yang terlalu sering maka air baku
yang dimasukkan jangan terlalu keruh atau kotor.
Untuk
perawatan
saringn
keramik
ini
dapat
dilakukan dengan cara menyikat filter keramik
tersebut pada air yang mengalir.
10. Saringan Cadas / Jempeng / Lumpang Batu
Saringan cadas atau jempeng ini mirip
dengan saringan keramik. Air disaring dengan
menggunakan pori-pori dari batu cadas. Saringan
ini
umum
digunakan
oleh
masyarakat
desa
Kerobokan, Bali. Saringan tersebut digunakan
untuk menyaring air yang berasal dari sumur gali
ataupun dari saluran irigasi sawah.
Seperti halnya saringan keramik, kecepatan air
hasil saringan dari jempeng relatif rendah bila
dibandingkan dengan SPL terlebih lagi SPC.
11. Saringan Tanah Liat.
Kendi atau belanga dari tanah liat yang
dibakar terlebih dahulu dibentuk khusus pada
bagian bawahnya agar air bersih dapat keluar dari
pori-pori pada bagian dasarnya. Lihat saringan
keramik.
Bagaimana
proses
penjernihan
dengan
tekhnik :
1. Penukar ion
Resin penukar ion merupakan
salah satu metoda pemisahan menurut perubahan
kimia. Resin penukar ion ada dua macam yaitu resin
penukar kation dan resin penukar anion. Jika
disebut resin penukar kation maka kation yang
terikat pada resin akan digantikan oleh kation pada
larutan yang dilewatkan. Begitupun pada resin
penukar anion maka anion yang terikat pada resin
akan digantikan pleh anion pada larutan yang
dilewatkan.
Prinsip
dari
percobaan
ini adalah mengganti atau mempertukarkan ion
yang terikat pada polimer pengisi resinnya dengan
ion yang dilewatkan. Selain itu jangan melakukan
kesalahan ataupun kecerobohan sehingga dapat
merusak peralatan yang digunakanPenukar ion
dapat berupa suatu zat dan penukar itu sendiri
adalah zat padat tertentu yang dapat membebaskan
ionnya kedalam larutan ataupun menggantikan ion
lain dari ion larutan. Berupa butiran, biasa disebut
resin
yang
tidak
larut
dalam
air.
Dalam
strukturnya, resin ini mempunyai gugus ion yang
dapat dipertukarkan.
Contoh : pengolahan air dengan penukaran
ion untuk produksi uap didalam sebuah ketel uap.
Air umumnya mengandung ion kalsium. Karena
terjadi
penguapan,konsentrasi
kapur
didalam
ketel akan meningkat sehingga menimbulkan kerak.
Kerak ini akan menyebabkan pemborosan bahan
bakar,karena menghambat panas. Oleh karena itu
kadar kapur harus seminimal mungkin. Salah satu
caranya adalah dengan penukar ion dengan
penukar resin yang mengandung gugus natrium. Air
dilewatkan ke dalam tumpukan butiran resin.
Dengan resinnya R – Na : R-Na + Ca ++→R-Ca + Na +,
Ca ++ diair diikat,dan Na+ dilepas ke air oleh resin.
Na tidak menimbulkan kerak karena garam dari Na
umunya larut dalam air. Lama – lama resinnya akan
kenyang dengan kapur (Ca) sehingga kemampuan
penukarannya
hilang.
Resin
perlu
diganti.
Untunglah dalam praktek resin tidak perlu dibuang
tetapi bisa dicuci, caranya dengan penukaran ion
juga yaitu dengan larutan garam dapur ( NaCl ).
Resin
penukar
ion
sintetis
merupakan suatu polimer yang terdiri dari dua
bagian yaitu struktur fungsional dan matrik resin
yang sukar larut. Resin penukar ion ini dibuat
melalui kondensasi phenol dengan formaldehid
yang kemudian diikuti dengan reaksi sulfonasi
untuk memperoleh resin penukar ion asam kuat.
Sedangkan untuk resin penukar ion basa kuat
diperoleh
dengan
mengkondensasikan
phenilendiamine dengan formaldehid dan telah
ditunjukkan bahwa baik resin penukar kation dan
resin penukar anion hasil sintesis ini dapat
digunakan untuk memisahkan atau mengambil garam
– garam.
Pada umumnya senyawa yang digunakan
untuk kerangka dasar resin penukar ion asam kuat
dan basa kuat adalah senyawa polimer stiren
divinilbenzena. Ikatan kimia pada polimer ini amat
kuat sehingga tidak mudah larut dalam keasaman
dan sifat basa yang tinggi dan tetap stabil pada
suhu diatas 150oC. Polimer ini dibuat dengan
mereaksikan stiren dengan divinilbenzena, setelah
terbentuk kerangka resin penukar ion maka akan
digunakan untuk menempelnya gugus ion yang akan
dipertukarkan. Resin penukar kation dibuat dengan
cara mereaksikan senyawa dasar tersebut dengan
gugus ion yang dapat menghasilkan (melepaskan)
ion positif. Gugus ion yang biasa dipakai pada resin
penukar kation asam kuat adalah gugus sulfonat
dan cara pembuatannya dengan sulfonasi polimer
polistyren divinilbenzena (matrik resin).
Resin penukar ion yang direaksikan dengan
gugus ion yang dapat melepaskan ion negatif
diperoleh resin penukar anion. Resin penukar anion
dibuat dengan matrik yang sama dengan resin
penukar kation tetapi gugus ion yang dimasukkan
harus bisa melepas ion negatif, misalnya –N
(CH3)3+atau gugus lain atau dengan kata lain
setelah terbentuk kopolimer styren divinilbenzena
(DVB), maka diaminasi kemudian diklorometilasikan
untuk memperoleh resin penukar anion. Gugus ion
dalam
penukar
ion
merupakan
gugus
yang
hidrofilik (larut dalam air). Ion yang terlarut
dalam air adalah ion – ion yang dipertukarkan
karena gugus ini melekat pada polimer, maka ia
dapat menarik seluruh molekul polimer dalam air,
maka polimer resin ini diikat dengan ikatan silang
(cross linked) dengan molekul polimer lainnya,
akibatnya akan mengembang dalam air.
Mekanisme
pertukaran
ion
dalam
resin
meskipun non kristalisasi adalah sangat mirip
dengan pertukaran ion- ion kisi kristal. Pertukaran
ion dengan resin ini terjadi pada keseluruhan
struktur gel dari resin dan tidak hanya terbatas
pada efek permukaan. Pada resin penukar anion,
pertukaran terjadi akibat absorbsi kovalen yang
asam. Jika penukar anion tersebut adalah poliamin,
kandungan amina resin tersebut adalah ukuran
kapasitas
total
pertukaran.
Dalam
proses
pertukaran ion apabila elektrolit terjadi kontak
langsung dengan resin penukar ion akan terjadi
pertukaran secara stokiometri yaitu sejumlah ion
– ion yang dipertukarkan dengan ion – ion yang
muatannya sama akan dipertukarkan dengan ion –
ion yang muatannya sama pula dengan jumlah yang
sebanding.
Material penukar ion yang utama berbentuk
butiran atau granular dengan struktur dari
molekul yang panjang (hasil co-polimerisasi),
dengan memasukkan grup fungsional dari asam
sulfonat,
ion
karboksil.
Senyawa
ini
akan
bergabung dengan ion pasangan seperti Na+,
OH− atau H+. Senyawa ini merupakan struktur yang
porous. Senyawa ini merupakan penukar ion positif
(kationik) untuk menukar ion dengan muatan
elektrolit yang sama (positif) demikian sebaliknya
penukar ion negatif (anionik) untuk menukar anion
yang terdapat di dalam air yang diproses di dalam
unit “Ion Exchanger”.
Proses
pergantian
ion
bisa “reversible” (dapat balik), artinya material
penukar ion dapat diregenerasi. Sebagai contoh
untuk proses regenerasi material penukar kationik
bentuk Na+ dapat diregenerasi dengan larutan NaCl
pekat, bentuk H+ diregenerasi dengan larutan HCl
sedangkan
material
penukar
anionik
bentuk
−
OH dapat diregenerasi dengan larutan NaOH (lihat
buku panduan dari pabrik yang menjual material
ini).
Regenerasi
adalah
suatu
peremajaan,
penginfeksian dengan kekuatan baru terhadap
resin penukar ion yang telah habis saat kerjanya
atau telah terbebani, telah jenuh. Regenerasi
penukaran ion dapat dilakukan dengan mudah
karena pertukaran ion merupakan suatu proses
yang reversibel yang perlu diusahakan hanyalah
agar pada regenerasi berlangsung reaksi dalam
arah yang berkebalikan dari pertukaran ion.
2. Koagulasi
Koagulasi
merupakan
proses
destabilisasi muatan partikel koloid,suspended
solid halus dengan penambahan koagulan disertai
dengan pengadukan cepat untuk mendispersikan
bahan kimia secara merata. Dalam suatu suspensi,
koloid tidak mengendap (bersifat stabil) dan
terpelihara dalam keadaan terdispersi, karena
mempunyai gaya elektrostatis yang diperolehnya
dari ionisasi bagian permukaan serta adsorpsi ionion dari larutan sekitar. Pada dasarnya koloid
terbagi dua, yakni koloid hidrofilik yang bersifat
mudah larut dalam air (soluble) dan koloid
hidrofobik yang bersifat sukar larut dalam air
(insoluble). Bila koagulan ditambahkan ke dalam
air, reaksi yang terjadi antara lain adalah:
Pengurangan
zeta
potensial
(potensial
elektrostatis) hingga suatu titik di mana gaya van
der walls dan agitasi yang diberikan menyebabkan
partikel
yang
tidak
stabil
bergabung
serta
membentuk flok;
Agregasi partikel melalui rangkaian inter
partikulat antara grup-grup reaktif pada koloid;
Penangkapan partikel koloid negatif oleh
flok-flok hidroksida yang mengendap.
Untuk
suspensi
encer
laju
koagulasi
rendah karena konsentrasi koloid yang rendah
sehingga kontak antar partikel tidak memadai, bila
digunakan dosis koagulan yang terlalu besar
akan mengakibatkan restabilisasi koloid. Untuk
mengatasi hal ini, agar konsentrasi koloid berada
pada titik dimana flok-flok dapat terbentuk
dengan
baik,
maka
dilakukan
proses recycle sejumlahsettled
sludge sebelum
atau sesudah rapid mixing dilakukan. Tindakan ini
sudah umum dilakukan pada banyak instalasi untuk
meningkatkan efektifitas pengolahan.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
proses
koagulasi antara lain:
1. Kualitas air meliputi gas-gas terlarut, warna,
kekeruhan, rasa, bau, dan kesadahan;
2. Jumlah dan karakteristik koloid;
3. Derajat keasaman air (pH);
4. Pengadukan cepat, dan kecepatan paddle;
5. Temperatur air;
6. Alkalinitas air, bila terlalu rendah
ditambah dengan pembubuhan kapur;
7. Karakteristik ion-ion dalam air.
Koagulan yang paling banyak digunakan dalam
praktek di lapangan adalah alumunium sulfat
[Al2(SO4)3], karena mudah diperoleh dan harganya
relatif lebih murah dibandingkan dengan jenis
koagulan lain. Sedangkan kapur untuk pengontrol
pH air yang paling lazim dipakai adalah kapur tohor
(CaCO3). Agar proses pencampuran koagulan
berlangsung
efektif
dibutuhkan
derajat
pengadukan > 500/detik, nilai ini disebut dengan
gradien kecepatan (G)

Penjernihan dengan sistem Destilasi.
Penjernihan air ini memakai teknologi
penjernihan
dengan
cara
kimia
dan
proses
penyaringan. Bahan mimia yang digunakan adalah
kaporit, bubuk kapur dan tawas. Bahan-bahan ini
mudah didapat di daerah pedesaan atau kota-kota
kecil di seluruh Indonesia. Bahan penyaring yang
dibutuhkan adalah kerikil, pasir, ijuk dan arang
aktif.
A. BAHAN DAN PERALATAN
1. 2 (dua) kg arang aktif
2. 3 (tiga) kg ijuk
3. pasir halus
4. batu kerikil
5. bubuk kapur 10 gram
6. tawas 10 gram
7. kaporit 2,5 gram
8. 2 (dua) buah drum bekas
9. 2 (dua) buah kran ukuran ½ cm
B. PEMBUATAN
1. Lubangi kedua drum 5 cm dari bagian bawah, dan
diberi kran. Drum I untuk bak pengendapan, drum II
untuk bak penyaring.
2. Letakkan drum I lebih tinggi dari drum II
hubungkan kedua drum tersebut, lihat gambar.
Gambar 1. Penyaringan Air Secara Kimiawi
3. Isilah drum II (bak penyaringan) berturut-turut
dengan batu kerikil setebal 5 cm; arang setebal 5
cm; ijuk setebal 5 cm dan pasir halus setebal 15 cm
(lihat Gambar 1 dibawah)

4. Isilah drum I (bak pengendapan) dengan air yang
akan dijernihkan. Bubuhi dengan 10 gram tawas
(untuk 100 liter air) kemudian aduk selama 5 menit.
Tambahkan bubuk kapur sebanyak 10 gram dan
kaporit 2,5 gram, kemudian aduk perlahan-lahan
selama 2-3 menit. Tujuan mengaduk, agar butirbutir lumpur menjadi besar dan mengendap.
C. PENGGUNAAN
1. Lakukan proses pengendapan ini pada waktu malam
hari sehingga pada waktu pagu hari, air dapat
dialirkan ke bak penyaringan dan siap untuk dipakai.
2. Buka
kran
pada
bak
penyaringan
untuk
mendapatkan air yang bersih.
D. PEMELIHARAAN
1. Bersihkan endapan lumpur pada bak pengendapan
sesering mungkin.
2. Apabila jalan air pada drum/bak penyaringan
kurang lancar, cucilah pasir kerikil dan ijuk
sampai bersih.
3. Apabila air bersih yang dihasilkan berbau kaporit
sangat tajam, gantilah arang aktif dengan yang
baru.
E. KEUNTUNGAN
1. Dapat
digunakan
untuk
air
sungai,
rawa,
sumur,sawah dan telaga.
2. Menghasilkan air yang jernih, tidak berbau, tidak
asam, tidak payau.
F. KERUGIAN
1. Air tidak dapat dialirkan secara teratur.
2. Hanya dapat menjernihkan air dengan jumlah
tertentu saja.
3. Bak harus sering dibersihkan.
4. Cara ini tidak dibenarkan untuk air yang tercemar
bahan kimia buangan air pabrik.
Lumpur Aktif dan Proses Oksidasi dalam Pengolahan Air Limbah

Air limbah mengandung berbagai macam bahan/zat, di antaranya zat organic. Zat organic yang
berada dalam air limbah akan mengalami oksidasi oleh oksigen yang terdapat di dalam air,
sehingga akan menurunkan kadar oksigen yang terlarut di dalam air (dissolved oxygen : DO).
Kadar oksigen terlarut yang rendah (DO rendah) dapat mengakibatkan matinya hewan-hewan
air. Banyaknya oksigen yang digunakan untuk mengoksidasi limbah organic disebut BOD
(Biochemical Oxygen Demand). Bila harga BOD dalam perairan telalu besar dapat
menimbulkan bau tidak sedap karena mengakibatkan oksidasi berlangsung tanpa oksigen
(anaerob). Oksidasi anaerob menghasilkan gas NH3, CH4 dan H2S yang berbau tidak sedap.
Oleh karena itu, air limbah harus diproses untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan
tersebut.
Pengolahan air limbah dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu tahap primer, sekunder dan tersier.
Pengolahan Tahap Primer
Tujuannya untuk memisahkan sampah yang tidak larut air, seperti Lumpur, oli dan limbah
kasar lainnya. dengan cara penyaringan dan pengendapan (sedimentasi). Pengendapan
dilakukan dengan penambahan elektrolit, seperti FeCl2, FeCl3, Al2(SO4)3 dan CaO yang
berfungsi untuk menetralisir muatan koloid (partikel dengan diameter 10-7 – 10-5 cm) sehingga
dapat menggumpal dan mengendap.
Pengolahan Tahap Sekunder
Tujuannya untuk menghilangkan BOD, dengan cara mengoksidasinya.
Salah satu cara pengolahan limbah tahap sekunder adalah dengan cara Lumpur aktif
(activated sludge process).
Pengolahan Tahap Tertier
Tujuannya untuk pengolahan air bersih, dengan menghilangkan limbah organic beracun,
logam berat dan bakteri.

Proses lumpur aktif adalah suatu proses aerobic (oksidasi dengan oksigen) yang berlangsung
dalam suatu bak pengolah air limbah. Bak tersebut berisi partikel-partikel Lumpur yang
bercampur (tersuspensi) bakteri aerob, yaitu bakteri yang dapat menguraikan limbah organic
dan mengalami biodegradasi (oxygen demanding materials).
Pada proses Lumpur aktif diperlukan kolam tempat berlangsung oksidasi limbah organic yang
disebut kolam aerobic. Kolam oksidasi atau kolam aerobic adalah kolam dangkal yang
mendapat cahaya matahari hingga menembus dasar kolam, sehingga aktifitas fotosintesis dari
algae dapat berlangsung di seluruh tempat. Proses yang terjadi di kolam ini adalah
perombakan (oksidasi) senyawa organic yang dilakukan oleh bakteri menjadi senyawa CO2,
H2O, nitrat, sulfat dan fosfat. Untuk kelangsungan proses ini, bakteri membutuhkan oksigen
terlarut yang diperoleh dari fotosintesis dengan memanfaatkan CO2 dan H2O.
MEKANISME PENGOLAHAN LIMBAH DENGAN LUMPUR
AKTIF (ACTIVATED SLUDGE)
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri
maupun domestik (rumah tangga) yang kehadirannya pada saat dan tempat tertentu tidak
dikehendaki karena tidak memiliki nilai ekonomis. Kehadiran limbah dapat berdampak
negatif bagi lingkungan terutama kesehatan manusia sehingga perlu dilakukan penanganan
limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung jenis dan
karakteristik limbah (Sulaeman, 2009). Karakteristik limbah meliputi:
-

Berukuran mikro

-

Dinamis

-

Berdampak luas (penyebarannya)

-

Berdampak jangka panjang (antar generasi)
Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri digolongkan menjadi:

1.

Limbah cair

2.

Limbah padat

3.

Limbah gas dan partikel

4.

Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
Pengelolaan limbah adalah kegiatan terpadu yang meliputi kegiatan
pengurangan(minimization), segregasi (segregation), penanganan (handling), pemanfaatan
dan pengolahan limbah. Kegiatan pendahuluan pada pengelolaan limbah (pengurangan,
segregasi dan penanganan limbah) dapat membantu mengurangi beban pengolahan limbah
di IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). Saat ini, tren pengelolaan limbah di industri
adalah menjalankan secara terintergrasi kegiatan pengurangan, segregasi dan handling
llimbah sehingga menekan biaya dan menghasilkan output limbah yang lebih sedikit serta
minim tingkat pencemarnya. Integrasi dalam pengelolaan limbah tersebut kemudian
dibuat menjadi berbagai konsep seperti: produksi bersih (cleaner production), atau
minimasi limbah (waste minimization) (Badjoeri et al., 2002).
Pengolahan limbah adalah upaya terakhir dalam sistem pengelolaan limbah setelah
sebelumnya dilakukan optimasi proses produksi dan pengurangan serta pemanfaatan
limbah. Pengolahan limbah dimaksudkan untuk menurunkan tingkat cemaran yang
terdapat dalam limbah sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan. Limbah yang
dikeluarkan dari setiap kegiatan akan memiliki karakteristik yang berlainan. Hal ini karena
bahan baku, teknologi proses, dan peralatan yang digunakan juga berbeda. Namun akan
tetap ada kemiripan karakteristik diantara limbah yang dihasilkan dari proses untuk
menghasilkan produk yang sama (Badjoeri et al., 2002).
Karakteristik utama limbah didasarkan pada jumlah atau volume limbah dan
kandungan bahan pencemarnya yang terdiri dari unsur fisik, biologi, kimia dan radioaktif.
Karakteristik ini akan menjadi dasar untuk menentukan proses dan alat yang digunakan
untuk mengolah air limbah. Adapun tahapan dan jenis proses serta alat yang digunakan
untuk mengolah air limbah adalah sebagai berikut:
a. Tahapan proses
Pengolahan air limbah biasanya menerapkan 3 tahapan proses yaitu pengolahan
pendahuluan (pre-treatment), pengolahan utama (primary treatment), dan pengolahan
akhir (post treatment). Pengolahan pendahuluan ditujukan untuk mengkondisikan alitan,
beban limbah dan karakter lainnya agar sesuai untuk masuk ke pengolahan utama.
Pengolahan utama adalah proses yang dipilih untuk menurunkan pencemar utama dalam
air limbah. Selanjutnya pada pengolahan akhir dilakukan proses lanjutan untuk mengolah
limbah agar sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan.
b. Jenis proses dan alat pengolahan
Ada tiga jenis proses yang dapat dilakukan untuk mengolah air limbah yaitu: 1.
Proses secara fisik
Proses fisik dilakukan dengan cara memberikan perlakuan fisik pada air limbah
seperti menyaring, mengendapkan, atau mengatur suhu proses dengan menggunakan alat
screening, grit chamber, dan settling tank (settling pond).
2. Proses secara biologi
Proses biologi dilakukan dengan cara memberikan perlakuan atau proses biologi
terhadap air limbah seperti penguraian atau penggabungan substansi biologi dengan
lumpur aktif (activated sludge), attached growth filtration, aerobic process dan an-aerobic
process.
3. Proses kimia
Proses kimia dilakukan dengan cara membubuhkan bahan kimia atau larutan kimia
pada air limbah agar dihasilkan reaksi tertentu.
Untuk suatu jenis air limbah tertentu, ketiga jenis proses dan alat pengolahan
tersebut dapat diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau dikombinasikan dengan
mempertimbangkan aspek teknis, ekonomi dan pengelolaannya. Sebagian besar limbah
cair industri pangan dapat ditangani dengan mudah dengan sistem biologis, karena polutan
utamanya berupa bahan organik, seperti karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin.
Polutan tersebut umumnya dalam bentuk tersuspensi atau terlarut.
Tujuan dasar pengolahan limbah cair adalah untuk menghilangkan sebagian besar
padatan tersuspensi dan bahan terlarut, kadang-kadang juga untuk pemisahan unsur hara
(nutrien) berupa nitrogen dan fosfor. Secara umum, pengolahan limbah cair dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1.

Pengolahan Primer
Pengolahan primer merupakan pengolahan secara fisik untuk menyisihkan bendabenda terapung atau padatan tersuspensi terendapkan (seltleable solids). Pengolahan
primer ini berupa penyaringan kasar, dan pengendapan primer untuk memisahkan bahan
inert seperti butiran pasir (tanah). Saringan kasar digunakan untuk melewatkan benda
berukuran relatif besar. Karena butiran pasir (tanah) merupakan bahan non-biodegradable
dan dapat terakumulasi di dasar instalasi pengolahan limbah cair, maka bahan tersebut
harus dipisahkan dari limbah cair yang akan diolah. Pemisahan butiran pasir (tanah) dapat
dilakukan dengan bak pengendapan primer. Pengendapan primer ini umumnya dirancang
untuk waktu tinggal sekitar 2 jam.
Pengolahan primer hanya dapat mengurangi kandungan bahan yang mengambang
atau bahan yang dapat terendapkan oleh gaya gravitasi. Sebagian polutan limbah cair
industri pangan terdapat dalam bentuk tersuspensi dan terlarut yang relatif tidak
terpengaruh oleh pengolahan primer tersebut. Untuk menghilangkan atau mengurangi
kandungan polutan tersuspensi atau terlarut diperlukan pengolahan sekunder dengan
proses biologis (aerobik maupun anaerobik).
2.

Pengolahan Sekunder
Pengolahan sekunder (secara biologis) pada prinsipnya adalah pemanfaatan
aktivitas mikroorganisme seperti bakteri dan protozoa. Mikroba tersebut mengkonsumsi
polutan organik biodegradable dan mengkonversi polutan organik tersebut menjadi
karbondioksida, air dan energi untuk pertumbuhan dan reproduksinya. Oleh karena itu,
sistem pengolahan limbah cair secara biologis harus mampu memberikan kondisi yang
optimum bagi mikroorganisme, sehingga mikroorganisme tersebut dapat menstabilkan
polutan organik biodegradable secara optimum.
Upaya yang dilakukan untuk mempertahankan agar mikroorganisme tetap aktif dan
produktif, mikroorganisme tersebut harus dipasok dengan oksigen yang cukup, cukup
waktu untuk kontak dengan polutan organik, temperatur dan komposisi medium yang
sesuai. Perbandingan BOD5 : N : P juga harus seimbang. BOD5 : N : P juga = 100 : 5 : I
dianggap optimum untuk proses pengolahan limbah cair secara aerobik. Sistem pengolahan
limbah cair yang dapat diterapkan untuk pengolahan sekunder limbah cair industri pangan
skala antara lain adalah sistem lumpur aktif (activated sludge), trickling filter, Biodisc
atau Rotating Biological Contactor (RBC), dan Kolam Oksidasi.
Mikroorganisme anaerobik telah dapat juga diterapkan untuk pengolahan limbah
cair dengan kandungan padatan organik tersuspensi tinggi. Pengolahan limbah cair dengan
sistem ini memiliki berbagai keuntungan seperti rendahnya produksi lumpur (Sludge),
rendahnya konsumsi energi, dan dihasilkannya gas metana (gas bio) sebagai produk
samping yang bermanfaat. Sistem anaerobik untuk pengolahan limbah cair industri pangan
skala kecil, antara lain sistem septik dan UASB (Up-flow Anaerobic Sludge Blanket).
Pengolahan limbah secara sekunder dapat mengurangi BOD dan TSS secara
signifikan, tetapi efluen masih mengandung amonium atau nitrat, dan fosfor dalam bentuk
terlarut. Kedua bahan ini merupakan unsur hara (nutrien) bagi tanaman akuatik. Jika
unsur nutrien ini dibuang ke perairan (sungai atau danau), akan menyebabkan
pertumbuhan biota air dan pertumbuhan yang berlebih dapat mengakibatkan eutrofikasi
dan pendangkalan badan air tersebut. Oleh karena itu, unsur hara tersebut perlu
dieliminasi dari efluen.
Nitrogen dalam efluen instalasi pengolahan sekunder kebanyakan dalam bentuk
senyawa amonia atau ammonium, tergantung pada nilai pH. Senyawa amonia ini bersifat
toksik jika konsentrasinva cukup tinggi. Permasalahan lain yang berkaitan dengan amonia
adalah penggunaan oksigen terlarut selama proses konversi dari amonia menjadi nitrat
oleh mikroorganisme (nitfifikasi). Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas efluen
dibutuhkan pengolahan tambahan atau pengolahan tersier (advanced waste waten
treatment) untuk mengurangi atau menghilangkan konsentrasi BOD, TSS dan nutrien (N,P).

3.

Proses Tersier
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif
Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif

Contenu connexe

Tendances

Grinding and sizing
Grinding and sizingGrinding and sizing
Grinding and sizingIffa M.Nisa
 
Proses pembuatan deterjen dan reaksi saponifikasi
Proses pembuatan deterjen dan reaksi saponifikasiProses pembuatan deterjen dan reaksi saponifikasi
Proses pembuatan deterjen dan reaksi saponifikasiMuhammad Luthfan
 
pengolahan air dengan lumpur aktif
pengolahan air dengan lumpur aktifpengolahan air dengan lumpur aktif
pengolahan air dengan lumpur aktif1106499
 
SNI 6989.57:2008 tentang Air dan Air Limbah - Bagian 57: Metoda Pengambilan C...
SNI 6989.57:2008 tentang Air dan Air Limbah - Bagian 57: Metoda Pengambilan C...SNI 6989.57:2008 tentang Air dan Air Limbah - Bagian 57: Metoda Pengambilan C...
SNI 6989.57:2008 tentang Air dan Air Limbah - Bagian 57: Metoda Pengambilan C...Muhamad Imam Khairy
 
Aliran Air Tanah
Aliran Air TanahAliran Air Tanah
Aliran Air TanahRiyadi Joe
 
Makalah pengolahan air limbah
Makalah pengolahan air limbahMakalah pengolahan air limbah
Makalah pengolahan air limbahRizki Widiantoro
 
Persyaratan Teknis Pengumpulan, Pemindahan dan Pengangkutan Sampah
Persyaratan Teknis Pengumpulan, Pemindahan dan Pengangkutan SampahPersyaratan Teknis Pengumpulan, Pemindahan dan Pengangkutan Sampah
Persyaratan Teknis Pengumpulan, Pemindahan dan Pengangkutan SampahJoy Irman
 
PerMenKes 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum
PerMenKes 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air MinumPerMenKes 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum
PerMenKes 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air MinumJoy Irman
 
Perencanaan Teknis Sistem Pengolahan Air Limbah (IPAL) Secara Fisik
Perencanaan Teknis Sistem Pengolahan Air Limbah (IPAL) Secara FisikPerencanaan Teknis Sistem Pengolahan Air Limbah (IPAL) Secara Fisik
Perencanaan Teknis Sistem Pengolahan Air Limbah (IPAL) Secara FisikJoy Irman
 
PPt ASAM DAN BASA
PPt ASAM DAN BASAPPt ASAM DAN BASA
PPt ASAM DAN BASAevyns
 
Laporan praktikum kimia dasar "pembuatan dan pengenceran larutan"
Laporan praktikum kimia dasar "pembuatan dan pengenceran larutan"Laporan praktikum kimia dasar "pembuatan dan pengenceran larutan"
Laporan praktikum kimia dasar "pembuatan dan pengenceran larutan"ilmanafia13
 
Mekanisme kerja lumpur aktif
Mekanisme kerja lumpur aktifMekanisme kerja lumpur aktif
Mekanisme kerja lumpur aktif1106499
 
Makalah pengaruh pestisida terhadap lingkungan
Makalah pengaruh pestisida terhadap lingkunganMakalah pengaruh pestisida terhadap lingkungan
Makalah pengaruh pestisida terhadap lingkunganrheonaldy
 

Tendances (20)

Grinding and sizing
Grinding and sizingGrinding and sizing
Grinding and sizing
 
Proses pembuatan deterjen dan reaksi saponifikasi
Proses pembuatan deterjen dan reaksi saponifikasiProses pembuatan deterjen dan reaksi saponifikasi
Proses pembuatan deterjen dan reaksi saponifikasi
 
Mekanisme dan dampak pencemaran air
Mekanisme dan dampak pencemaran airMekanisme dan dampak pencemaran air
Mekanisme dan dampak pencemaran air
 
pengolahan air dengan lumpur aktif
pengolahan air dengan lumpur aktifpengolahan air dengan lumpur aktif
pengolahan air dengan lumpur aktif
 
SNI 6989.57:2008 tentang Air dan Air Limbah - Bagian 57: Metoda Pengambilan C...
SNI 6989.57:2008 tentang Air dan Air Limbah - Bagian 57: Metoda Pengambilan C...SNI 6989.57:2008 tentang Air dan Air Limbah - Bagian 57: Metoda Pengambilan C...
SNI 6989.57:2008 tentang Air dan Air Limbah - Bagian 57: Metoda Pengambilan C...
 
Tertiary Treatment
Tertiary TreatmentTertiary Treatment
Tertiary Treatment
 
Aliran Air Tanah
Aliran Air TanahAliran Air Tanah
Aliran Air Tanah
 
Laporan analisis gravimetri
Laporan analisis gravimetri Laporan analisis gravimetri
Laporan analisis gravimetri
 
Makalah pengolahan air limbah
Makalah pengolahan air limbahMakalah pengolahan air limbah
Makalah pengolahan air limbah
 
Persyaratan Teknis Pengumpulan, Pemindahan dan Pengangkutan Sampah
Persyaratan Teknis Pengumpulan, Pemindahan dan Pengangkutan SampahPersyaratan Teknis Pengumpulan, Pemindahan dan Pengangkutan Sampah
Persyaratan Teknis Pengumpulan, Pemindahan dan Pengangkutan Sampah
 
Limbah cair
Limbah cairLimbah cair
Limbah cair
 
PerMenKes 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum
PerMenKes 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air MinumPerMenKes 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum
PerMenKes 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum
 
Perencanaan Teknis Sistem Pengolahan Air Limbah (IPAL) Secara Fisik
Perencanaan Teknis Sistem Pengolahan Air Limbah (IPAL) Secara FisikPerencanaan Teknis Sistem Pengolahan Air Limbah (IPAL) Secara Fisik
Perencanaan Teknis Sistem Pengolahan Air Limbah (IPAL) Secara Fisik
 
Cod dan bod
Cod dan bodCod dan bod
Cod dan bod
 
PPt ASAM DAN BASA
PPt ASAM DAN BASAPPt ASAM DAN BASA
PPt ASAM DAN BASA
 
Laporan praktikum kimia dasar "pembuatan dan pengenceran larutan"
Laporan praktikum kimia dasar "pembuatan dan pengenceran larutan"Laporan praktikum kimia dasar "pembuatan dan pengenceran larutan"
Laporan praktikum kimia dasar "pembuatan dan pengenceran larutan"
 
Ion Exchange
Ion ExchangeIon Exchange
Ion Exchange
 
Saponifikasi
SaponifikasiSaponifikasi
Saponifikasi
 
Mekanisme kerja lumpur aktif
Mekanisme kerja lumpur aktifMekanisme kerja lumpur aktif
Mekanisme kerja lumpur aktif
 
Makalah pengaruh pestisida terhadap lingkungan
Makalah pengaruh pestisida terhadap lingkunganMakalah pengaruh pestisida terhadap lingkungan
Makalah pengaruh pestisida terhadap lingkungan
 

En vedette

Makalah kimia reaksi redoks
Makalah kimia reaksi redoksMakalah kimia reaksi redoks
Makalah kimia reaksi redoksYunan Malifah
 
Reaksi kimia dalam kehidupan sehari hari
Reaksi kimia dalam kehidupan sehari hariReaksi kimia dalam kehidupan sehari hari
Reaksi kimia dalam kehidupan sehari hariahmadramdoni
 
Reaksi reduksi oksidasi (redoks) gustria
Reaksi reduksi oksidasi (redoks) gustriaReaksi reduksi oksidasi (redoks) gustria
Reaksi reduksi oksidasi (redoks) gustriaGustria Ernis
 
Penanganan Limbah Industri Tekstil dengan Proses Biologi
Penanganan Limbah Industri Tekstil dengan Proses BiologiPenanganan Limbah Industri Tekstil dengan Proses Biologi
Penanganan Limbah Industri Tekstil dengan Proses BiologiDelia Damayanti
 
dececcPengolahan limbah bakteri
dececcPengolahan limbah bakteridececcPengolahan limbah bakteri
dececcPengolahan limbah bakteriWendi Hermawan
 
Lembar Kerja Siswa - Reaksi Reduksi Oksidasi
Lembar Kerja Siswa - Reaksi Reduksi Oksidasi Lembar Kerja Siswa - Reaksi Reduksi Oksidasi
Lembar Kerja Siswa - Reaksi Reduksi Oksidasi Medhi Arhiansyah
 
proses pengelolaan air limbah secara kimia
proses pengelolaan air limbah secara kimiaproses pengelolaan air limbah secara kimia
proses pengelolaan air limbah secara kimiamun farid
 
Reaksi reduksi dan oksidasi
Reaksi reduksi dan oksidasiReaksi reduksi dan oksidasi
Reaksi reduksi dan oksidasitrisucihandayani
 
Prediksi un kimia 2014, un kima 2014, un 2014
Prediksi un kimia 2014, un kima 2014, un 2014Prediksi un kimia 2014, un kima 2014, un 2014
Prediksi un kimia 2014, un kima 2014, un 2014dasi anto
 
Tugas Pe Yen1
Tugas Pe Yen1Tugas Pe Yen1
Tugas Pe Yen1yenifera
 
Aplikasi sensor kimia sebagai biosensor
Aplikasi  sensor  kimia  sebagai  biosensorAplikasi  sensor  kimia  sebagai  biosensor
Aplikasi sensor kimia sebagai biosensorAlvi Moe
 
Pengertian matematika dan fisika
Pengertian matematika dan fisikaPengertian matematika dan fisika
Pengertian matematika dan fisikaIrna Bryne Sitompul
 
Menceritakan Pengalaman Pribadi dan Orang Lain kedalam Cerpen
Menceritakan Pengalaman Pribadi dan Orang Lain kedalam CerpenMenceritakan Pengalaman Pribadi dan Orang Lain kedalam Cerpen
Menceritakan Pengalaman Pribadi dan Orang Lain kedalam CerpenErin Damayanti
 
Kimia - Redoks - Manfaat Sel Elektrolisis
Kimia - Redoks - Manfaat Sel ElektrolisisKimia - Redoks - Manfaat Sel Elektrolisis
Kimia - Redoks - Manfaat Sel ElektrolisisHendro Hartono
 

En vedette (20)

Makalah kimia reaksi redoks
Makalah kimia reaksi redoksMakalah kimia reaksi redoks
Makalah kimia reaksi redoks
 
Reaksi kimia dalam kehidupan sehari hari
Reaksi kimia dalam kehidupan sehari hariReaksi kimia dalam kehidupan sehari hari
Reaksi kimia dalam kehidupan sehari hari
 
Redoks
RedoksRedoks
Redoks
 
REAKSI KIMIA
REAKSI KIMIAREAKSI KIMIA
REAKSI KIMIA
 
Reaksi reduksi oksidasi (redoks) gustria
Reaksi reduksi oksidasi (redoks) gustriaReaksi reduksi oksidasi (redoks) gustria
Reaksi reduksi oksidasi (redoks) gustria
 
Reaksi redoks
Reaksi redoksReaksi redoks
Reaksi redoks
 
Lumpur aktif
Lumpur aktifLumpur aktif
Lumpur aktif
 
Penanganan Limbah Industri Tekstil dengan Proses Biologi
Penanganan Limbah Industri Tekstil dengan Proses BiologiPenanganan Limbah Industri Tekstil dengan Proses Biologi
Penanganan Limbah Industri Tekstil dengan Proses Biologi
 
dececcPengolahan limbah bakteri
dececcPengolahan limbah bakteridececcPengolahan limbah bakteri
dececcPengolahan limbah bakteri
 
Lembar Kerja Siswa - Reaksi Reduksi Oksidasi
Lembar Kerja Siswa - Reaksi Reduksi Oksidasi Lembar Kerja Siswa - Reaksi Reduksi Oksidasi
Lembar Kerja Siswa - Reaksi Reduksi Oksidasi
 
proses pengelolaan air limbah secara kimia
proses pengelolaan air limbah secara kimiaproses pengelolaan air limbah secara kimia
proses pengelolaan air limbah secara kimia
 
Reaksi reduksi dan oksidasi
Reaksi reduksi dan oksidasiReaksi reduksi dan oksidasi
Reaksi reduksi dan oksidasi
 
Prediksi un kimia 2014, un kima 2014, un 2014
Prediksi un kimia 2014, un kima 2014, un 2014Prediksi un kimia 2014, un kima 2014, un 2014
Prediksi un kimia 2014, un kima 2014, un 2014
 
Tugas Pe Yen1
Tugas Pe Yen1Tugas Pe Yen1
Tugas Pe Yen1
 
Karya Tulis PT Nyonya Meneer
Karya Tulis PT Nyonya MeneerKarya Tulis PT Nyonya Meneer
Karya Tulis PT Nyonya Meneer
 
Aplikasi sensor kimia sebagai biosensor
Aplikasi  sensor  kimia  sebagai  biosensorAplikasi  sensor  kimia  sebagai  biosensor
Aplikasi sensor kimia sebagai biosensor
 
Pengertian matematika dan fisika
Pengertian matematika dan fisikaPengertian matematika dan fisika
Pengertian matematika dan fisika
 
Makalah reaksi fredoks
Makalah reaksi fredoksMakalah reaksi fredoks
Makalah reaksi fredoks
 
Menceritakan Pengalaman Pribadi dan Orang Lain kedalam Cerpen
Menceritakan Pengalaman Pribadi dan Orang Lain kedalam CerpenMenceritakan Pengalaman Pribadi dan Orang Lain kedalam Cerpen
Menceritakan Pengalaman Pribadi dan Orang Lain kedalam Cerpen
 
Kimia - Redoks - Manfaat Sel Elektrolisis
Kimia - Redoks - Manfaat Sel ElektrolisisKimia - Redoks - Manfaat Sel Elektrolisis
Kimia - Redoks - Manfaat Sel Elektrolisis
 

Similaire à Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif

Similaire à Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif (20)

Pengolahan limbah
Pengolahan limbahPengolahan limbah
Pengolahan limbah
 
Kesehatan lingkungan (pencemaran air)
Kesehatan lingkungan (pencemaran air)Kesehatan lingkungan (pencemaran air)
Kesehatan lingkungan (pencemaran air)
 
PPT_PENGENDALIAN KONTAMINASI.pptx
PPT_PENGENDALIAN KONTAMINASI.pptxPPT_PENGENDALIAN KONTAMINASI.pptx
PPT_PENGENDALIAN KONTAMINASI.pptx
 
11. Karakterisasi limbah cair dan proses pengolahanya.pptx
11. Karakterisasi limbah cair dan proses pengolahanya.pptx11. Karakterisasi limbah cair dan proses pengolahanya.pptx
11. Karakterisasi limbah cair dan proses pengolahanya.pptx
 
2_Pengolahan_limbah_cair.ppt
2_Pengolahan_limbah_cair.ppt2_Pengolahan_limbah_cair.ppt
2_Pengolahan_limbah_cair.ppt
 
Pengelolaan Limbah
Pengelolaan LimbahPengelolaan Limbah
Pengelolaan Limbah
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Artikel
ArtikelArtikel
Artikel
 
teknologi pemcemaran air
teknologi pemcemaran airteknologi pemcemaran air
teknologi pemcemaran air
 
04. PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH 2021.pdf
04. PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH 2021.pdf04. PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH 2021.pdf
04. PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH 2021.pdf
 
PENANGANAN LIMBAH.pptx
PENANGANAN LIMBAH.pptxPENANGANAN LIMBAH.pptx
PENANGANAN LIMBAH.pptx
 
WWTP
WWTPWWTP
WWTP
 
Rangkuman kuliah limbah uts
Rangkuman kuliah limbah utsRangkuman kuliah limbah uts
Rangkuman kuliah limbah uts
 
Take home mma
Take home mmaTake home mma
Take home mma
 
Ipal tahu.
Ipal tahu.Ipal tahu.
Ipal tahu.
 
Makalah mey
Makalah meyMakalah mey
Makalah mey
 
Makalah mey
Makalah meyMakalah mey
Makalah mey
 
Pemyerapan permukaan gas-padat
Pemyerapan permukaan gas-padatPemyerapan permukaan gas-padat
Pemyerapan permukaan gas-padat
 
Kata penganta2
Kata penganta2Kata penganta2
Kata penganta2
 
Jurnal kimia industri
Jurnal kimia industriJurnal kimia industri
Jurnal kimia industri
 

Plus de Adinda Khairunnisa (20)

Teks Eksposisis
Teks EksposisisTeks Eksposisis
Teks Eksposisis
 
Dalam bayang2
Dalam bayang2Dalam bayang2
Dalam bayang2
 
Dasar hukum akuntansi
Dasar hukum akuntansiDasar hukum akuntansi
Dasar hukum akuntansi
 
Pengkodean
PengkodeanPengkodean
Pengkodean
 
Profesi akuntan
Profesi  akuntanProfesi  akuntan
Profesi akuntan
 
Unsur lap keu
Unsur lap keuUnsur lap keu
Unsur lap keu
 
Deutro & proto melayu
Deutro & proto melayuDeutro & proto melayu
Deutro & proto melayu
 
Rumusfisikasma 120816221920-phpapp02
Rumusfisikasma 120816221920-phpapp02Rumusfisikasma 120816221920-phpapp02
Rumusfisikasma 120816221920-phpapp02
 
Projek log,
Projek log,Projek log,
Projek log,
 
Dalil segitiga
Dalil segitigaDalil segitiga
Dalil segitiga
 
Projek pk
Projek pkProjek pk
Projek pk
 
Fungsipers kuadrat-dan-pertidaksamaan-kuadrat
Fungsipers kuadrat-dan-pertidaksamaan-kuadratFungsipers kuadrat-dan-pertidaksamaan-kuadrat
Fungsipers kuadrat-dan-pertidaksamaan-kuadrat
 
2.6 suku banyak(fil eminimizer)
2.6 suku banyak(fil eminimizer)2.6 suku banyak(fil eminimizer)
2.6 suku banyak(fil eminimizer)
 
2.5 lingkaran(fil eminimizer)
2.5 lingkaran(fil eminimizer)2.5 lingkaran(fil eminimizer)
2.5 lingkaran(fil eminimizer)
 
2.2 rumus jumlah dan hasil kali akar(fil eminimizer)
2.2 rumus jumlah dan hasil kali akar(fil eminimizer)2.2 rumus jumlah dan hasil kali akar(fil eminimizer)
2.2 rumus jumlah dan hasil kali akar(fil eminimizer)
 
2.1 pangkat akar logaritma(fil eminimizer)
2.1 pangkat akar logaritma(fil eminimizer)2.1 pangkat akar logaritma(fil eminimizer)
2.1 pangkat akar logaritma(fil eminimizer)
 
Laporan tetap praktikum kimia
Laporan tetap praktikum kimiaLaporan tetap praktikum kimia
Laporan tetap praktikum kimia
 
Laporan praktikum fisika elastisitas dan hukum hooke
Laporan praktikum fisika elastisitas dan hukum hookeLaporan praktikum fisika elastisitas dan hukum hooke
Laporan praktikum fisika elastisitas dan hukum hooke
 
Kumpulan anekdot
Kumpulan anekdotKumpulan anekdot
Kumpulan anekdot
 
Isu publik anekdot
Isu publik anekdotIsu publik anekdot
Isu publik anekdot
 

Dernier

Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfBuku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfWahyudinST
 
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfPPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfNatasyaA11
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdfShintaNovianti1
 
modul 1.2 guru penggerak angkatan x Bintan
modul 1.2 guru penggerak angkatan x Bintanmodul 1.2 guru penggerak angkatan x Bintan
modul 1.2 guru penggerak angkatan x BintanVenyHandayani2
 
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdfsandi625870
 
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmaksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmeunikekambe10
 
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKAPPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKARenoMardhatillahS
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxherisriwahyuni
 
Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...
Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...
Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...NiswatuzZahroh
 
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfrpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfGugunGunawan93
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase D
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase DModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase D
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase DAbdiera
 
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxMATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxrofikpriyanto2
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...Kanaidi ken
 
P_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.ppt
P_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.pptP_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.ppt
P_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.pptAfifFikri11
 
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptxKeberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptxLeniMawarti1
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdfvebronialite32
 
slide presentation bab 2 sain form 2.pdf
slide presentation bab 2 sain form 2.pdfslide presentation bab 2 sain form 2.pdf
slide presentation bab 2 sain form 2.pdfNURAFIFAHBINTIJAMALU
 
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptxKeberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptxLeniMawarti1
 
RENCANA + Link2 Materi TRAINING "Effective LEADERSHIP & SUPERVISORY SKILL",
RENCANA + Link2 Materi TRAINING "Effective LEADERSHIP & SUPERVISORY  SKILL",RENCANA + Link2 Materi TRAINING "Effective LEADERSHIP & SUPERVISORY  SKILL",
RENCANA + Link2 Materi TRAINING "Effective LEADERSHIP & SUPERVISORY SKILL",Kanaidi ken
 
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdfPanduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdfandriasyulianto57
 

Dernier (20)

Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfBuku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
 
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfPPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
 
modul 1.2 guru penggerak angkatan x Bintan
modul 1.2 guru penggerak angkatan x Bintanmodul 1.2 guru penggerak angkatan x Bintan
modul 1.2 guru penggerak angkatan x Bintan
 
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
 
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmaksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
 
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKAPPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
 
Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...
Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...
Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...
 
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfrpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase D
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase DModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase D
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase D
 
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxMATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
 
P_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.ppt
P_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.pptP_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.ppt
P_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.ppt
 
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptxKeberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
 
slide presentation bab 2 sain form 2.pdf
slide presentation bab 2 sain form 2.pdfslide presentation bab 2 sain form 2.pdf
slide presentation bab 2 sain form 2.pdf
 
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptxKeberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
 
RENCANA + Link2 Materi TRAINING "Effective LEADERSHIP & SUPERVISORY SKILL",
RENCANA + Link2 Materi TRAINING "Effective LEADERSHIP & SUPERVISORY  SKILL",RENCANA + Link2 Materi TRAINING "Effective LEADERSHIP & SUPERVISORY  SKILL",
RENCANA + Link2 Materi TRAINING "Effective LEADERSHIP & SUPERVISORY SKILL",
 
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdfPanduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
 

Pengolahan Limbah Cair dengan Lumpur Aktif

  • 1. Penerapan Konsep Reaksi Redoks dalam Pengolahan Limbah (Lumpur Aktif) Salah satu penerapan konsep reaksi redoks dalam kehidupan sehari-hari adalah dalam bidang pengolahan limbah. Prinsip dasar yang dipergunakan adalah teroksidasinya bahan-bahan organik maupun anorganik, sehingga lebih mudah diolah lebih lanjut. Limbah merupakan salah satu pencemar lingkungan yang perlu dipikirkan cara-cara mengatasinya. Untuk menjaga dan mencegah lingkungan tercemar akibat akumulasi limbah yang semakin banyak, berbagai upaya telah banyak dilakukan untuk memperoleh teknik yang tepat dan efisien sesuai kondisi lokal. Berbagai tipe penanganan limbah cair dengan melibatkan mikroorganisme telah dikerjakan di Indonesia, yaitu sedimentasi, kolam oksidasi, trickling filter, lumpur aktif (activated sludge), dan septic tank. Pada uraian ini akan kita pelajari salah satu teknik saja, yaitu teknik lumpur aktif (activated sludge). Proses lumpur aktif (activated sludge) merupakan sistem yang banyak dipakai untuk penanganan limbah cair secara aerobik. Lumpur aktif merupakan metode yang paling efektif untuk menyingkirkan bahan-bahan tersuspensi maupun terlarut dari air limbah. Lumpur aktif mengandung mikroorganisme aerobik yang dapat mencerna limbah mentah. Setelah limbah cair didiamkan di dalam tangki sedimentasi, limbah dialirkan ke tangki aerasi. Di dalam tangki aerasi, bakteri heterotrofik berkembang dengan pesatnya. Bakteri tersebut diaktifkan dengan adanya aliran udara (oksigen) untuk melakukan oksidasi bahan-bahan organik. Bakteri yang aktif dalam tangki aerasi adalah Escherichia coli, Enterobacter, Sphaerotilus natans, Beggatoa, Achromobacter, Flavobacterium, dan Pseudomonas. Bakter-bakteri tersebut membentuk gumpalan- gumpalan atau flocs. Gumpalan tersebut melayang yang kemudian mengapung di permukaaan limbah. Metode lumpur aktif memanfaatkan mikroorganisme (terdiri ± 95% bakteri dan sisanya protozoa, rotifer, dan jamur) sebagai katalis untuk menguraikan material yang terkandung di dalam air limbah. Proses lumpur aktif merupakan proses aerasi(membutuhkan oksigen). Pada proses ini mikroba tumbuh dalam flok (lumpur) yang terdispersi sehingga terjadi proses degradasi. Proses ini berlangsung dalam reactor yang dilengkapi recycle/umpan balik lumpur dan cairannya. Lumpur secara aktif mereduksi substrat yang terkandung di dalam air limbah. Tahapan-tahapan pengolahan air limbah dengan metode lumpur aktif secara garis besar adalah sebagai berikut: 1. Tahap awal Pada tahap ini dilakukan pemisahan benda-benda asing seperti kayu, bangkai binatang, pasir, dan kerikil. Sisa-sisa partikel digiling agar tidak merusak alat dalam sistem dan limbah dicampur agar laju aliran dan konsentrasi partikel konsisten. 2. Tahap primer
  • 2. Tahap ini disebut juga tahap pengendapan. Partikel-partikel berukuran suspensi dan partikel-partikel ringan dipisahkan, partikel-partikel berukuran koloid digumpalkan dengan penambahan elektrolit seperti FeCl3, FeCl2, Al2(SO4)3, dan CaO. 3. Tahap sekunder Tahap sekunder meliputi 2 tahap yaitu tahap aerasi (metode lumpur aktif) dan pengendapan. Pada tahap aerasi oksigen ditambahkan ke dalam air limbah yang sudah dicampur lumpur aktif untuk pertumbuhan dan berkembang biak mikroorganisme dalam lumpur. Dengan agitasi yang baik, mikroorganisme dapat melakukan kontak dengan materi organik dan anorganik kemudian diuraikan menjadi senyawa yang mudah menguap seperti H2S dan NH3 sehingga mengurangi bau air limbah. Tahap selanjutnya dilakukan pengendapan. Lumpur aktif akan mengendap kemudian dimasukkan ke tangki aerasi, sisanya dibuang. Lumpur yang mengendap inilah yang disebut lumpur bulki. 4. Tahap tersier Tahap ini disebut tahap pilihan. Tahap ini biasanya untuk memisahkan kandungan zat-zat yang tidak ramah lingkungan seperti senyawa nitrat, fosfat, materi organik yang sukar terurai, dan padatan anorganik. Contoh-contoh perlakuan pada tahap ini sebagai berikut: a. Nitrifikasi/denitrifikasi Nitrifikasi adalah pengubahan amonia (NH3 dalam air atau NH4+) menjadi nitrat (NO3-) dengan bantuan bakteri aerobik. Reaksi: 2 NH4+(aq) + 3 O2(g) -> 2 NO2-(aq) + 2 H2O(l) + 4 H+(aq) 2 NO2- (aq) +O2(g)à2 NO3- (aq) Denitrifikasi adalah reduksi nitrat menjadi gas nitrogen bebas seperti N2, NO, dan NO2. Senyawa NO3 à gas nitrogen bebas b. Pemisahan fosfor Fosfor dapat dipisahkan dengan cara koagulasi/ penggumpalan dengan garam Al dan Ca, kemudian disaring. Al2(SO4)3+14H2O(s) + 2 PO43-(aq)à2 AIPO4(s) + 3 SO42-(aq) + 14 H2O(l) 5 Ca(OH)2(s) + 3 HPO42-(aq)à Ca5OH(PO4)3(s) + 6 OH-(aq) + 3 H2O(l) c. Adsorbsi oleh karbon aktif untuk menyerap zat pencemar, pewarna, dan bau tak sedap. d. Penyaringan mikro untuk memisahkan partikel kecil seperti bakteri dan virus. e. Rawa buatan untuk mengurai materi organik dan anorganik yang masih tersisa dalam air limbah. 5. Disinfektan
  • 3. Disinfektan ditambahkan pada tahap ini untuk menghilangkan mikroorganisme seperti virus dan materi organic penyebab bau dan warna. Air yang keluar dari tahap ini dapat digunakan untuk irigasi atau keperluan industri, contoh: Cl2. Reaksi: Cl2(g) + H2O(l)àHClO(aq) + H+(aq) + Cl-(aq) 6. Pengolahan padatan lumpur Padatan lumpur dari pengolahan ini dapat diuraikan bakteri aerobik atau anaerobik menghasilkan gas CH4 untuk bahan bakar dan biosolid untuk pupuk. Akan tetapi dalam pelaksanaannya metode lumpur aktif menemui kendala-kendala seperti: 1. Diperlukan areal instalasi pengolahan limbah yang luas, karena prosesnya berlangsung lama. 2. Menimbulkan limbah baru yakni lumpur bulki akibat pertumbuhan mikroba berfilamen yang berlebihan. 3. Proses operasinya rumit karena membutuhkan pengawasan yang cukup ketat.
  • 4. Salah satu penerapan konsep reaksi redoks dalam kehidupan sehari-hari adalah dalam bidang pengolahan limbah. Prinsip dasar yang dipergunakan adalah teroksidasinya bahan-bahan organik maupun anorganik, sehingga lebih mudah diolah lebih lanjut. Limbah merupakan salah satu pencemar lingkungan yang perlu dipikirkan cara-cara mengatasinya. Untuk menjaga dan mencegah lingkungan tercemar akibat akumulasi limbah yang semakin banyak, berbagai upaya telah banyak dilakukan untuk memperoleh teknik yang tepat dan efisien sesuai kondisi lokal. Berbagai tipe penanganan limbah cair dengan melibatkan mikroorganisme telah dikerjakan di Indonesia, yaitu sedimentasi, kolam oksidasi, trickling filter, lumpur aktif (activated sludge), dan septic tank. Pada uraian ini akan kita pelajari salah satu teknik saja, yaitu teknik lumpur aktif (activated sludge). Proses lumpur aktif (activated sludge) merupakan sistem yang banyak dipakai untuk penanganan limbah cair secara aerobik. Lumpur aktif merupakan metode yang paling efektif untuk menyingkirkan bahan-bahan tersuspensi maupun terlarut dari air limbah. Lumpur aktif mengandung mikroorganisme aerobik yang dapat mencerna limbah mentah. Setelah limbah cair didiamkan di dalam tangki sedimentasi, limbah dialirkan ke tangki aerasi. Di dalam tangki aerasi, bakteri heterotrofik berkembang dengan pesatnya. Bakteri tersebut diaktifkan dengan adanya aliran udara (oksigen) untuk melakukan oksidasi bahan-bahan organik. Bakteri yang aktif dalam tangki aerasi adalah Escherichia coli, Enterobacter, Sphaerotilus natans, Beggatoa, Achromobacter, Flavobacterium, dan Pseudomonas. Bakter-bakteri tersebut membentuk gumpalan- gumpalan atau flocs. Gumpalan tersebut melayang yang kemudian mengapung di permukaaan limbah. smoga bisa mmbantu, . . .
  • 5. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jika diamati, sungai-sungai di daerah pemukiman seringkali kotor dan berbau tidak sedap.Hal itu diakibatkan oleh banyaknya sampah atau limbah cair yang dibuang ke saluran air dan akhirnya masuk ke sungai. Limbah cair tersebut harus diolah terlebih dahulu sebelum dialirkan ke sungai, sehingga sungainya tetap bersih dan airnya dapat digunakan oleh penduduk. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat seperti saat ini, banyak ditemukan cara-cara untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang dapat mengganggu kehidupan manusia, salah satunya melalui cabang ilmu pengetahuan Kimia. Cabang ilmu pengetahuan Kimia dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan lingkungan seperti mengatasi limbah cair. Pengolahan limbah ini dilakukan dengan cara menerapakan konsep-konsep redoks dengan memanfaatkan lumpur aktif sebagai bahan utama. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan reaksi redoks? 2. Bagaimana cara pengolahan limbah cair menggunakan lumpur aktif? C. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami konsep dasar reaksi redoks. 2. Mengetahui dan memahami aplikasi redoks dalam mengatasi limbah cair. 3. Mengetahui dan memahami cara pengolahan limbah cair menggunakan lumpur aktif. BAB 2 PEMBAHASAN A. Reaksi Redoks Reaksi reduksi oksidasi atau reaksi redoks merupakan istilah yang menjelaskan berubahnya bilangan oksidasi (keadaan oksidasi) atom-atom dalam sebuah reaksi kimia. Istilah redoks berasal dari dua konsep, yaitu reduksi dan oksidasi. Dapat dijelaskan dengan mudah sebagai berikut:
  • 6. · Reduksi menjelaskan pelepasan elektron oleh sebuah molekul, atom, atau ion. Zat yang mengalami reduksi akan menjadi lebih negatif. · Oksidasi menjelaskan penambahan elektron oleh mengalami oksidasi menjadi lebih positif. sebuah molekul, atom, atau ion. Zat yang Konsep reaksi reduksi dan oksidasi mengalami perkembangan seiring kemajuan ilmu kimia. Awalnya, sekitar abad 18, konsep reaksi redoks didasarkan atas reaksi oksidasi yang melibatkan penggabungan oksigen dan reaksi reduksi yang melibatkan pelepasan oksigen, dilanjutkan dengan konsep pelepasan dan penerimaan elektron, lalu konsep kenaikan dan penurunan bilangan oksidasi, serta perkembangan terakhir dengan konsep pelepasan dan pengikatan hidrogen. B. Pengaplikasian Konsep Reaksi Redoks Untuk Mengatasi Limbah Cair Salah satu jenis limbah dalam air kotor adalah limbah organik, yaitu limbah yang merupakan sisa-sisa makhluk hidup. Limbah seperti itu dapat berasal dari rumah tangga maupun industri. Limbah organik dapat diolah dengan memanfaatkan aksi bakteri pengurai yang disebut bakteri aerob. Air kotor (sewage) mengandung berbagai macam limbah, seperti bahan organik, lumpur minyak, oli, bakteri pathogen, virus, garam-garaman, pestisida, detergen, logam berat, dan berbagai macam limbah plastik. Oleh karena itu, air kotor harus diproses untuk mengurangi sebanyak mungkin limbahlimbah tersebut. Berbagai macam parameter digunakan untuk menggambarkan untuk menggambarkan keadaan air limbah misalnya kekeruhan, zat padat tersuspensi, kandungan zat padat terlarut, keasaman (pH), jumlah oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO), dan kebutuhan oksigen biokimia (Biochemical Oxygen Demand = BOD). DO adalah ukuran jumlah oksigen terlarut. Oksigen terlarut dapat berasal dari udara atau dari hasil fotosintesis tumbuhan air. Oksigen terlarut ini dibutuhkan oleh hewan-hewan air untuk pernafasannya. Hewan-hewan air dapat bertahan hidup jika kandungan oksigen minimal 6 ppm. Jika konsentrasi oksigen terlarut kurang dari 6 ppm, kehidupan organisme akan terancam mati. Semakin kecil nilai DO, semakin rendah kualitas air, atau dapat dikatakan air terpolusi. Oksigen terlarut juga digunakan oleh bakteri aerob dalam menguraikan sampah organik (oxygen-demanding materials) yang terdapat dalam air. Banyaknya oksigen yang diperlukan oleh bakteri aerob untuk menguraikan sampah organik dalam suatu contoh air disebut BOD. Semakin banyak sampah organik dalam air, semakin besar nilai BOD. 1. Pengolahan Air Limbah dengan Proses Lumpur Aktif Lumpur aktif (activated sludge) adalah lumpur yang kaya akan bakteri aerob, yaitu bakteri yang dapat menguraikan limbah organik dengan cara mengalami biodegradasi (oxygen-demanding materials).
  • 7. Pengolahan air limbah dengan proses lumpur aktif konvensional (standar) secara umum terdiri dari bak pengendap awal, bak aerasi dan bak pengendap akhir. Secara umum proses pengolahannya adalah air limbah ditampung ke dalam bak penampung air limbah. Bak penampung ini berfungsi sebagai bak pengatur debit air limbah serta dilengkapi saringan kasar untuk memisahkan kotoran yang besar. Kemudian air limbah dalam bak penampung di pompa ke dalam bak pengendap awal. Bak pengendap awal berfungsi untuk menurunkan padatan tersuspensi (suspended solids) sekitar 30 – 40 %, serta BOD sekitar 25 %. Air limpasan dari bak pengendap awal dialirkan ke bak aerasi secara gravitasi. Di dalam bak aerasi, bakteri heterotrofik berkembang dengan pesatnya. Bakteri tersebut diaktifkan dengan adanya aliran udara (oksigen) untuk melakukan oiksidasi bahan-bahan organik. Bakteri yang aktif dalam bak aerasi adalah Escherichia coli, Enterobacter, Sphaerotilus natans, Beggatoa, Achromobacter, Flavobacterium, dan Pseudomonas. Setelah itu akan mengalami flokulasi membentuk padatan yang lebih mudah mengendap. Dari bak pengendapan, sebagian lumpur dibuang, sebagian lain disirkulasikan ke dalam bak aerasi. Kombinasi antara bakteri dalam konsentrasi tinggi dan lapar (dalam lumpur yang disirkulasi) dengan jumlah nutrien yang banyak (dalam air kotor), memungkinkan penguraian dapat berlangsung dengan cepat. Peruraian dengan metode lumpur aktif hanya memerlukan beberapa jam, jauh lebih cepat dibandingkan dengan peruraian serupa yang terjadi secara alami dalam selokan atau air sungai. Metode lumpur aktif memanfaatkan mikroorganisme (terdiri ± 95% bakteri dan sisanya protozoa, rotifer, dan jamur) sebagai katalis untuk menguraikan material yang terkandung di dalam air limbah. Proses lumpur aktif merupakan proses aerasi(membutuhkan oksigen). Pada proses ini mikroba tumbuh dalam flok (lumpur) yang terdispersi sehingga terjadi proses degradasi. Proses ini berlangsung dalam reaktor yang dilengkapi recycle/umpan balik lumpur dan cairannya. Lumpur secara aktif mereduksi substrat yang terkandung di dalam air limbah. Tahapan-tahapan pengolahan air limbah dengan metode lumpur aktif secara garis besar adalah sebagai berikut: 1. Tahap awal Pada tahap ini dilakukan pemisahan benda-benda asing seperti kayu, bangkai binatang, pasir, kerikil, dll. Sisa-sisa partikel digiling agar tidak merusak alat dalam sistem dan limbah dicampur agar laju aliran dan konsentrasi partikel konsisten. 2. Tahap primer Tahap ini disebut tahap pengendapan. Partikel-partikel berukuran suspensi dan partikel-partikel ringan dipisahkan, partikel-partikel berukuran koloid digumpalkan dengan penambahan elektrolit. 3. Tahap sekunder Tahap sekunder meliputi dua tahap yaitu tahap aerasi (metode lumpur aktif) dan pengendapan. Pada tahap aerasi oksigen ditambahkan ke dalam air limbah yang sudah dicampur lumpur aktif untuk pertumbuhan dan berkembang biak mikroorganisme dalam lumpur. Dengan agitasi yang baik, mikroorganisme dapat melakukan kontak dengan materi organik dan anorganik kemudian diuraikan
  • 8. menjadi senyawa yang mudah menguap sehingga mengurangi bau air limbah. Tahap selanjutnya dilakukan pengendapan. Lumpur aktif akan mengendap kemudian dimasukkan ke tangki aerasi, sisanya dibuang. Lumpur yang mengendap inilah yang disebut lumpur bulki. 4. Tahap tersier Tahap ini disebut tahap pilihan. Tahap ini biasanya untuk memisahkan kandungan zat-zat yang tidak ramah lingkungan seperti senyawa nitrat, fosfat, materi organik yang sukar terurai, dan padatan anorganik. Contoh-contoh perlakuan pada tahap ini sebagai berikut: a. Nitrifikasi/denitrifikasi Nitrifikasi adalah pengubahan amonia (NH3 dalam air atau NH4+) menjadi nitrat (NO3-) dengan bantuan bakteri aerobik. Reaksi: 2 NH4+(aq) + 3 O2(g) → 2 NO2-(aq) + 2 H2O(l) + 4 H+(aq) 2 NO2- (aq) +O2(g) → 2 NO3- (aq) Denitrifikasi adalah reduksi nitrat menjadi gas nitrogen bebas seperti N2, NO, dan NO2. b. Pemisahan fosfor Fosfor dapat dipisahkan dengan cara koagulasi/penggumpalan dengan garam Al dan Ca, kemudian disaring. Reaksi: Al2(SO4)3+14H2O(s) + 2 PO43-(aq) → 2 AIPO4(s) + 3 SO42-(aq) + 14 H2O(l) 5 Ca(OH)2(s) + 3 HPO42-(aq) → Ca5OH(PO4)3(s) + 6 OH-(aq) + 3 H2O(l) c. Adsorbsi oleh karbon aktif untuk menyerap zat pencemar, pewarna, dan bau tak sedap. d. Penyaringan mikro untuk memisahkan partikel kecil seperti bakteri dan virus. e. Rawa buatan untuk mengurai materi organik dan anorganik yang masih tersisa dalam air limbah. 5. Disinfektan Disinfektan ditambahkan pada tahap ini untuk menghilangkan mikroorganisme seperti virus dan materi organik penyebab bau dan warna. Air yang keluar dari tahap ini dapat digunakan untuk irigasi atau keperluan industri.
  • 9. 6. Pengolahan padatan lumpur Padatan lumpur dari pengolahan ini dapat diuraikan bakteri aerobik atau anaerobik menghasilkan gas CH4 untuk bahan bakar dan biosolid untuk pupuk. Akan tetapi dalam pelaksanaannya metode lumpur aktif menemui kendala-kendala seperti: 1. 2. 3. Diperlukan areal instalasi pengolahan limbah yang luas, karena prosesnya berlangsung lama. Menimbulkan limbah baru yakni lumpur bulki akibat pertumbuhan mikroba berfilamen yang berlebihan. Proses operasinya rumit karena membutuhkan pengawasan yang cukup ketat. Berdasarkan berbagai penelitian, kelemahan metode lumpur aktif tersebut dapat diatasi dengan cara Menambahkan biosida,yaitu H2O2 atau klorin ke dalam unit aerasi. Penambahan 15 mg/g dapat menghilangkan sifat bulki lumpur hingga dihasilkan air limbah olahan cukup baik. Klorin dapat menurunkan aktivitas mikroba yang berpotensi dalam proses lumpur aktif. BAB 3 PENUTUP A. Kesimpulan Konsep Redoks dapat digunakan dalam proses pemecahan masalah lingkungan dan kehidupan sehari-hari. Salah satu penerapan konsep redoks adalah pengolahan air kotor atau limbah dengan metode lumpur aktif. Lumpur adalah materi yang tidak larut yang selalu nampak kehadirannya di dalam setiap tahap pengolahan, tersusun oleh serat-serat organik yang kaya akan selulosa dan di dalamnya terhimpun kehidupan mikroorganisme. Lumpur aktif adalah lumpur yang kaya dengan bakteri aerob, yaitu bakteri yang dapat menguraikan limbah organik dengan cara mengalami biodegradasi. Pengolahan air limbah dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu tahap primer, sekunder, dan tersier. Pengolahan tahap primer dimaksudkan untuk memisahkan sampah yang tidak larut air, seperti lumpur, oli, dan limbah kasar lainnya. Hal ini dapat dilakukan dengan penyaringan dan pengendapan (sedimentasi). Tahap sekunder dimaksudkan untuk menghilangkan BOD, yaitu dengan cara mengoksidasinya. Selanjutnya, tahap tersier dimaksudkan untuk menghilangkan sampah lain yang
  • 10. masih ada, seperti limbah organikberacun, logam berat, dan bakteri. Pengolahan tahap tersier dilakukan untuk pengolahan air bersih. Tahap sekunder dilakukan untuk menururunkan nilai BOD sehingga kadar oksigen meningkat. Kecepatan aktivitas mikroorganisme dalam menguraikan limbah organik dapat ditingkatkan dengan melibatkan lumpur aktif. Proses ini melibatkan reaksi oksidasi limbah organik sebagai berikut. (CH2O)n + nO2 → nCO2 +nH2O + panas Nilai BOD dapat menurun hingga 90% jika mengggunakan lumpur aktif.Semakin kecil nilai BOD, semakin sedikit mikroorganisme yang menguraikan limbah organik di dalam air.Hal ini menunjukan bahwa semakin sedikit limbah organik didalam air.Dengan demikian, dapat disimpulkan semakin kecil nilai BOD, semakin tinggi kualitas air. DAFTAR PUSTAKA Dyah Rufaida, Anis dan Erna Tri Wulandari. 2012. Kimia untuk Kelas X Semester 2 SMA/MA. Klaten: Intan Pariwara. Diaz, Rizqi. 2012. Penerapan Konsep Reaksi Redoks Dalam Kehidupan Sehari-Hari. akses April, 2013.http://rizqidiaz.blogspot.com/2012/02/penerapan-konsep-reaksi-redoks-dalam.html. Nugraheni, Desi. 2012. Penerapan Konsep Reaksi Redoks Dalam Pengolahan Limbah (Lumpur Aktif). akses April, 2013.http://nugrahenidesi.blogspot.com/2012/05/penerapan-konsep-reaksi-redoks-dalam.html. Setyaningrum, Tutut. 2012. Kimia “Penerapan Redoks Dalam KehidupaBAB 1
  • 11. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jika diamati, sungai-sungai di daerah pemukiman seringkali kotor dan berbau tidak sedap.Hal itu diakibatkan oleh banyaknya sampah atau limbah cair yang dibuang ke saluran air dan akhirnya masuk ke sungai.Limbah cair tersebut harus diolah terlebih dahulu sebelum dialirkan ke sungai, sehingga sungainya tetap bersih dan airnya dapat digunakan oleh penduduk.Dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat seperti saat ini, banyak ditemukan cara-cara untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang dapat mengganggu kehidupan manusia, salah satunya melalui cabang ilmu pengetahuan Kimia.Cabang ilmu pengetahuan Kimia dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan lingkungan seperti mengatasi limbah cair. Pengolahan limbah ini dilakukan dengan cara menerapakan konsep-konsep redoks dengan memanfaatkan lumpur aktif sebagai bahan utama. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan reaksi redoks? 2. Bagaimana cara pengolahan limbah cair menggunakan lumpur aktif? C. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami konsep dasar reaksi redoks. 2. Mengetahui dan memahami aplikasi redoks dalam mengatasi limbah cair. 3. Mengetahui dan memahami cara pengolahan limbah cair menggunakan lumpur aktif. BAB 2 PEMBAHASAN A. Reaksi Redoks
  • 12. Reaksi reduksi oksidasi atau reaksi redoks merupakan istilah yang menjelaskan berubahnya bilangan oksidasi (keadaan oksidasi) atom-atom dalam sebuah reaksi kimia.Istilah redoks berasal dari dua konsep, yaitu reduksi dan oksidasi. Dapat dijelaskan dengan mudah sebagai berikut: · Reduksi menjelaskan pelepasan elektron oleh sebuah molekul, atom, atau ion. Zat yang mengalami reduksi akan menjadi lebih negatif. · Oksidasi menjelaskan penambahan elektron oleh sebuah molekul, atom, atau ion. Zat yang mengalami oksidasi menjadi lebih positif. Konsep reaksi reduksi dan oksidasi mengalami perkembangan seiring kemajuan ilmu kimia. Awalnya, sekitar abad 18, konsep reaksi redoks didasarkan atas reaksi oksidasi yang melibatkan penggabungan oksigen dan reaksi reduksi yang melibatkan pelepasan oksigen, dilanjutkan dengan konsep pelepasan dan penerimaan elektron, lalu konsep kenaikan dan penurunan bilangan oksidasi, serta perkembangan terakhir dengan konsep pelepasan dan pengikatan hidrogen. B. Pengaplikasian Konsep Reaksi Redoks Untuk Mengatasi Limbah Cair Salah satu jenis limbah dalam air kotor adalah limbah organik, yaitu limbah yang merupakan sisasisa makhluk hidup.Limbah seperti itu dapat berasal dari rumah tangga maupun industri.Limbah organik dapat diolah dengan memanfaatkan aksi bakteri pengurai yang disebut bakteri aerob. Air kotor (sewage) mengandung berbagai macam limbah, seperti bahan organik, lumpur minyak, oli, bakteri pathogen, virus, garam-garaman, pestisida, detergen, logam berat, dan berbagai macam limbah plastik. Oleh karena itu, air kotor harus diproses untuk mengurangi sebanyak mungkin limbah-limbah tersebut. Berbagai macam parameter digunakan untuk menggambarkan untuk menggambarkan keadaan air limbah misalnya kekeruhan, zat padat tersuspensi, kandungan zat padat terlarut, keasaman (pH), jumlah oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO), dan kebutuhan oksigen biokimia (Biochemical Oxygen Demand = BOD). DO adalah ukuran jumlah oksigen terlarut. Oksigen terlarut dapat berasal dari udara atau dari hasil fotosintesis tumbuhan air.Oksigen terlarut ini dibutuhkan oleh hewan-hewan air untuk pernafasannya.Hewan-hewan air dapat bertahan hidup jika kandungan oksigen minimal 6 ppm. Jika konsentrasi oksigen terlarut kurang dari 6 ppm, kehidupan organisme akan terancam mati. Semakin kecil nilai DO, semakin rendah kualitas air, atau dapat dikatakan air terpolusi. Oksigen terlarut juga digunakan oleh bakteri aerob dalam menguraikan sampah organik (oxygendemanding materials) yang terdapat dalam air. Banyaknya oksigen yang diperlukan oleh bakteri aerob untuk menguraikan sampah organik dalam suatu contoh air disebut BOD. Semakin banyak sampah organik dalam air, semakin besar nilai BOD. 1. Pengolahan Air Limbah dengan Proses Lumpur Aktif
  • 13. Lumpur aktif (activated sludge) adalah lumpur yang kaya akan bakteri aerob, yaitu bakteri yang dapat menguraikan limbah organik dengan cara mengalami biodegradasi (oxygen-demanding materials). Pengolahan air limbah dengan proses lumpur aktif konvensional (standar) secara umum terdiri dari bak pengendap awal, bak aerasi dan bak pengendap akhir. Secara umum proses pengolahannya adalah air limbah ditampung ke dalam bak penampung air limbah. Bak penampung ini berfungsi sebagai bak pengatur debit air limbah serta dilengkapi saringan kasar untuk memisahkan kotoran yang besar. Kemudian air limbah dalam bak penampung di pompa ke dalam bak pengendap awal. Bak pengendap awal berfungsi untuk menurunkan padatan tersuspensi (suspended solids) sekitar 30 – 40 %, serta BOD sekitar 25 %.Air limpasan dari bak pengendap awal dialirkan ke bak aerasi secara gravitasi.Di dalam bak aerasi, bakteri heterotrofik berkembang dengan pesatnya.Bakteri tersebut diaktifkan dengan adanya aliran udara (oksigen) untuk melakukan oiksidasi bahan-bahan organik.Bakteri yang aktif dalam bak aerasi adalah Escherichia coli, Enterobacter, Sphaerotilus natans, Beggatoa, Achromobacter, Flavobacterium, dan Pseudomonas. Setelah itu akan mengalami flokulasi membentuk padatan yang lebih mudah mengendap. Dari bak pengendapan, sebagian lumpur dibuang, sebagian lain disirkulasikan ke dalam bak aerasi. Kombinasi antara bakteri dalam konsentrasi tinggi dan lapar (dalam lumpur yang disirkulasi) dengan jumlah nutrien yang banyak (dalam air kotor), memungkinkan penguraian dapat berlangsung dengan cepat.Peruraian dengan metode lumpur aktif hanya memerlukan beberapa jam, jauh lebih cepat dibandingkan dengan peruraian serupa yang terjadi secara alami dalam selokan atau air sungai. Metode lumpur aktif memanfaatkan mikroorganisme (terdiri ± 95% bakteri dan sisanya protozoa, rotifer, dan jamur) sebagai katalis untuk menguraikan material yang terkandung di dalam air limbah. Proses lumpur aktif merupakan proses aerasi (membutuhkan oksigen). Pada proses ini mikroba tumbuh dalam flok (lumpur) yang terdispersi sehingga terjadi proses degradasi. Proses ini berlangsung dalam reaktor yang dilengkapi recycle/umpan balik lumpur dan cairannya. Lumpur secara aktif mereduksi substrat yang terkandung di dalam air limbah. Tahapan-tahapan pengolahan air limbah dengan metode lumpur aktif secara garis besar adalah sebagai berikut: 1. Tahap awal Pada tahap ini dilakukan pemisahan benda-benda asing seperti kayu, bangkai binatang, pasir, kerikil, dll.Sisa-sisa partikel digiling agar tidak merusak alat dalam sistem dan limbah dicampur agar laju aliran dan konsentrasi partikel konsisten. 2. Tahap primer Tahap ini disebut tahap pengendapan.Partikel-partikel berukuran suspensi dan partikel-partikel ringan dipisahkan, partikel-partikel berukuran koloid digumpalkan dengan penambahan elektrolit. 3. Tahap sekunder
  • 14. Tahap sekunder meliputi dua tahap yaitu tahap aerasi (metode lumpur aktif) dan pengendapan. Pada tahap aerasi oksigen ditambahkan ke dalam air limbah yang sudah dicampur lumpur aktif untuk pertumbuhan dan berkembang biak mikroorganisme dalam lumpur. Dengan agitasi yang baik, mikroorganisme dapat melakukan kontak dengan materi organik dan anorganik kemudian diuraikan menjadi senyawa yang mudah menguap sehingga mengurangi bau air limbah.Tahap selanjutnya dilakukan pengendapan. Lumpur aktif akan mengendap kemudian dimasukkan ke tangki aerasi, sisanya dibuang. Lumpur yang mengendap inilah yang disebut lumpur bulki. 4. Tahap tersier Tahap ini disebut tahap pilihan.Tahap ini biasanya untuk memisahkan kandungan zat-zat yang tidak ramah lingkungan seperti senyawa nitrat, fosfat, materi organik yang sukar terurai, dan padatan anorganik. Contoh-contoh perlakuan pada tahap ini sebagai berikut: a. Nitrifikasi/denitrifikasi Nitrifikasi adalah pengubahan amonia (NH3 dalam air atau NH4+) menjadi nitrat (NO3-) dengan bantuan bakteri aerobik. Reaksi: 2 NH4+(aq) + 3 O2(g) → 2 NO2-(aq) + 2 H2O(l) + 4 H+(aq) 2 NO2- (aq) +O2(g) → 2 NO3- (aq) Denitrifikasi adalah reduksi nitrat menjadi gas nitrogen bebas seperti N2, NO, dan NO2. b. Pemisahan fosfor Fosfor dapat dipisahkan dengan cara koagulasi/penggumpalan dengan garam Al dan Ca, kemudian disaring. Reaksi: Al2(SO4)3+14H2O(s) + 2 PO43-(aq) → 2 AIPO4(s) + 3 SO42-(aq) + 14 H2O(l) 5 Ca(OH)2(s) + 3 HPO42-(aq) → Ca5OH(PO4)3(s) + 6 OH-(aq) + 3 H2O(l) c. Adsorbsi oleh karbon aktif untuk menyerap zat pencemar, pewarna, dan bau tak sedap. d. Penyaringan mikro untuk memisahkan partikel kecil seperti bakteri dan virus. e. Rawa buatan untuk mengurai materi organik dan anorganik yang masih tersisa dalam air limbah. 5. Disinfektan
  • 15. Disinfektan ditambahkan pada tahap ini untuk menghilangkan mikroorganisme seperti virus dan materi organik penyebab bau dan warna.Air yang keluar dari tahap ini dapat digunakan untuk irigasi atau keperluan industri. 6. Pengolahan padatan lumpur Padatan lumpur dari pengolahan ini dapat diuraikan bakteri aerobik atau anaerobik menghasilkan gas CH4 untuk bahan bakar dan biosolid untuk pupuk. Akan tetapi dalam pelaksanaannya metode lumpur aktif menemui kendala-kendala seperti: 1. Diperlukan areal instalasi pengolahan limbah yang luas, karena prosesnya berlangsung lama. 2. Menimbulkan limbah baru yakni lumpur bulki akibat pertumbuhan mikroba berfilamen yang berlebihan. 3. Proses operasinya rumit karena membutuhkan pengawasan yang cukup ketat. Berdasarkan berbagai penelitian, kelemahan metode lumpur aktif tersebut dapat diatasi dengan cara Menambahkan biosida, yaitu H2O2 atau klorin ke dalam unit aerasi. Penambahan 15 mg/g dapat menghilangkan sifat bulki lumpur hingga dihasilkan air limbah olahan cukup baik. Klorin dapat menurunkan aktivitas mikroba yang berpotensi dalam proses lumpur aktif. BAB 3 PENUTUP A. Kesimpulan Konsep Redoks dapat digunakan dalam proses pemecahan masalah lingkungan dan kehidupan sehari-hari. Salah satu penerapan konsep redoks adalah pengolahan air kotor atau limbah dengan metode lumpur aktif. Lumpur adalah materi yang tidak larut yang selalu nampak kehadirannya di dalam setiap tahap pengolahan, tersusun oleh serat-serat organik yang kaya akan selulosa dan di dalamnya terhimpun kehidupan mikroorganisme. Lumpur aktif adalah lumpur yang kaya dengan bakteri aerob, yaitu bakteri yang dapat menguraikan limbah organik dengan cara mengalami biodegradasi.
  • 16. Pengolahan air limbah dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu tahap primer, sekunder, dan tersier.Pengolahan tahap primer dimaksudkan untuk memisahkan sampah yang tidak larut air, seperti lumpur, oli, dan limbah kasar lainnya.Hal ini dapat dilakukan dengan penyaringan dan pengendapan (sedimentasi). Tahap sekunder dimaksudkan untuk menghilangkan BOD, yaitu dengan cara mengoksidasinya. Selanjutnya, tahap tersier dimaksudkan untuk menghilangkan sampah lain yang masih ada, seperti limbah organik beracun, logam berat, dan bakteri. Pengolahan tahap tersier dilakukan untuk pengolahan air bersih. Tahap sekunder dilakukan untuk menururunkan nilai BOD sehingga kadar oksigen meningkat. Kecepatan aktivitas mikroorganisme dalam menguraikan limbah organik dapat ditingkatkan dengan melibatkan lumpur aktif. Proses ini melibatkan reaksi oksidasi limbah organik sebagai berikut. (CH2O)n + nO2 → nCO2 +nH2O + panas Nilai BOD dapat menurun hingga 90% jika mengggunakan lumpur aktif.Semakin kecil nilai BOD, semakin sedikit mikroorganisme yang menguraikan limbah organik di dalam air.Hal ini menunjukan bahwa semakin sedikit limbah organik didalam air.Dengan demikian, dapat disimpulkan semakin kecil nilai BOD, semakin tinggi kualitas air. DAFTAR PUSTAKA Dyah Rufaida, Anis dan Erna Tri Wulandari. 2012. Kimia untuk Kelas X Semester 2 SMA/MA. Klaten: Intan Pariwara. Diaz, Rizqi. 2012. Penerapan Konsep Reaksi Redoks Dalam Kehidupan Sehari-Hari. akses April, 2013. http://rizqidiaz.blogspot.com/2012/02/penerapan-konsep-reaksi-redoks-dalam.html. Nugraheni, Desi. 2012. Penerapan Konsep Reaksi Redoks Dalam Pengolahan Limbah (Lumpur Aktif). akses April, 2013. http://nugrahenidesi.blogspot.com/2012/05/penerapan-konsep-reaksiredoks-dalam.html. Setyaningrum, Tutut. 2012. Kimia “Penerapan Redoks Dalam Kehidupan Sehari-hari”. Akses April, 2013. http://tutut-septyani.blogspot.com/2012/05/kimia-penerapan-redoks-dalam-kehidupan.html.n
  • 17. Sehari-hari”. Akses April, 2013. http://tutut-septyani.blogspot.com/2012/05/kimia-penerapan-redoksdalam-kehidupan.html.
  • 18. Reaksi Redoks Pengolahan Limbah (lumpur aktif) Kemajuan industri tekstil, pulp, kertas, bahan kimia, obat-obatan, dan industri pangan di samping membawa dampak positif juga berdampak negatif. Dampak negatif yang ditimbulkan antara lain menghasilkan air limbah yang membahayakan lingkungan, karena mengandung bahan-bahan kimia dan mikroorganisme yang merugikan. Cara mengatasi air limbah industri adalah dengan melakukan pengolahan air limbah tersebut sebelum dibuang ke lingkungan. Salah satu penerapankonsep redoks adalah pengolahan air kotor atau limbah dengan metode lumpur aktif. Metode lumpur aktif memanfaatkan mikroorganisme (terdiri ± 95% bakteri dan sisanya protozoa, rotifer, dan jamur) sebagai katalis untuk menguraikan material yang terkandung di dalam air limbah. Proses lumpur aktif merupakan proses aerasi (membutuhkan oksigen). Pada proses ini mikroba tumbuh dalam flok (lumpur) yang terdispersi sehingga terjadi proses degradasi. Proses ini berlangsung dalam reactor yang dilengkapi recycle/umpan balik lumpur dan cairannya. Lumpur secara aktif mereduksi substrat yang terkandung di dalam air limbah. Tahapan-tahapan pengolahan air limbah dengan metode lumpur aktif secara garis besar adalah sebagai berikut: 1. Tahap awal Pada tahap ini dilakukan pemisahan benda-benda asing seperti kayu, bangkai binatang, pasir, dan kerikil. Sisa-sisa partikel digiling agar tidak merusak alat dalam sistem dan limbah dicampur agar laju aliran dan konsentrasi partikel konsisten. 2. Tahap primer Tahap ini disebut juga tahap pengendapan. Partikel-partikel berukuran suspensi dan partikel-partikel ringan dipisahkan, partikel-partikel berukuran koloid digumpalkan dengan penambahan elektrolit seperti FeCl3, FeCl2, Al2(SO4)3, dan CaO. 3. Tahap sekunder Tahap sekunder meliputi 2 tahap yaitu tahap aerasi (metode lumpur aktif) dan pengendapan. Pada tahap aerasi oksigen ditambahkan ke dalam air limbah yang sudah dicampur lumpur aktif untuk pertumbuhan dan berkembang biak mikroorganisme dalam lumpur. Dengan agitasi yang baik, mikroorganisme dapat melakukan kontak dengan materi organik dan anorganik kemudian diuraikan menjadi senyawa yang mudah menguap seperti H2S dan NH3sehingga mengurangi bau air limbah. Tahap selanjutnya dilakukan pengendapan. Lumpur aktif akan mengendap kemudian dimasukkan ke tangki aerasi, sisanya dibuang. Lumpur yang mengendap inilah yang disebut lumpur bulki. 4. Tahap tersier Tahap ini disebut tahap pilihan. Tahap ini biasanya untuk memisahkan kandungan zat-zat yang tidak ramah lingkungan seperti senyawa nitrat, fosfat, materi organik yang sukar terurai, dan padatan anorganik. Contoh-contoh perlakuan pada tahap ini sebagai berikut: a. Nitrifikasi/denitrifikasi Nitrifikasi adalah pengubahan amonia (NH3 dalam air atau NH4+) menjadi nitrat (NO3-) dengan bantuan bakteri aerobik. Reaksi: 2 NH4+(aq) + 3 O2(g) -> 2 NO2-(aq) + 2 H2O(l) + 4 H+(aq) 2 NO2- (aq) +O2(g)2 NO3- (aq) Denitrifikasi adalah reduksi nitrat menjadi gas nitrogen bebas seperti N2, NO, dan NO2. Senyawa NO3  gas nitrogen bebas
  • 19. b. Pemisahan fosfor Fosfor dapat dipisahkan dengan cara koagulasi/ penggumpalan dengan garam Al dan Ca, kemudian disaring. Al2(SO4)3+14H2O(s) + 2 PO43-(aq)2 AIPO4(s) + 3 SO42-(aq) + 14 H2O(l) 5 Ca(OH)2(s) + 3 HPO42-(aq) Ca5OH(PO4)3(s) + 6 OH-(aq) + 3 H2O(l) c. Adsorbsi oleh karbon aktif untuk menyerap zat pencemar, pewarna, dan bau tak sedap. d. Penyaringan mikro untuk memisahkan partikel kecil seperti bakteri dan virus. e. Rawa buatan untuk mengurai materi organik dan anorganik yang masih tersisa dalam air limbah. 5. Disinfektan Disinfektan ditambahkan pada tahap ini untuk menghilangkan mikroorganisme seperti virus dan materi organic penyebab bau dan warna. Air yang keluar dari tahap ini dapat digunakan untuk irigasi atau keperluan industri, contoh: Cl2. Reaksi: Cl2(g) + H2O(l)HClO(aq) + H+(aq) + Cl-(aq) 6. Pengolahan padatan lumpur Padatan lumpur dari pengolahan ini dapat diuraikan bakteri aerobik atau anaerobik menghasilkan gas CH4 untuk bahan bakar dan biosolid untuk pupuk. Akan tetapi dalam pelaksanaannya metode lumpur aktif menemui kendala-kendala seperti: 1. Diperlukan areal instalasi pengolahan limbah yang luas, karena prosesnya berlangsung lama. 2. Menimbulkan limbah baru yakni lumpur bulki akibat pertumbuhan mikroba berfilamen yang berlebihan. 3. Proses operasinya rumit karena membutuhkan pengawasan yang cukup ketat. Berdasarkan berbagai penelitian, kelemahan metode lumpur aktif tersebut dapat diatasi dengan cara: Menambahkan biosida, yaitu H2O2 atau klorin ke dalam unit aerasi. Penambahan 15 mg/g dapat menghilangkan sifat bulki lumpur hingga dihasilkan air limbah olahan cukup baik. Klorin dapat menurunkan aktivitas mikroba yang berpotensi dalam proses lumpur aktif. Metode ini hasil penelitian Sri Purwati, dkk. dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Selulosa, Bandung. post ini saya kutip dari : http://rizqidiaz.blogspot.com/2012/02/penerapan-konsep-reaksi-redoks-dalam.html
  • 20.
  • 21. Pengolahan Air Limbah Menggunakan Lumpur Aktif 1. Latar Belakang Pembuatan Makalah : Indonesia dalam satu dasa warsa ini dikenal sebagai penghasil tekstil yang besar disamping India dan Pakistan. Dalam proses produksi industri tekstil banyak menggunakan bahan kimia dan air. Bahan kimia yang digunakan antara lain untuk proses pencucian, pemutihan, dan pewarnaan. Akibat dari itu pencemaran lingkungan menjadi masalah bagi masyarakat yang tinggal disekitar industri tekstil. Mengingat pentingnya industri tekstil sebagai penghasil devisa negara dan perlunya perlindungan lingkungan, maka diperlukan adanya teknologi pengolah limbah tekstil yang handal. Salah satu contoh pengolahan limbah tekstil yang hingga saat ini beroperasi adalah pengolahan limbah tekstil milik P.T. Unitex di Bogor, pengolahan limbah ini dilakukan dengan cara menerapakan konsepkonsep redoks dengan memanfaatkan lumpur aktif sebagai bahan utama. 2. Tujuan Pembuatan Makalah : 1. Menyelesaikan tugas yang diberikan Ibu. Sri Rahayu, S.Pd, selaku guru kimia kami untuk membuat makalah mengenai pemanfaatan reaksi redoks dalam teknologi pengolahan air limbah. 2. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai pemanfaatan reaksi redoks dalam teknologi pengolahan air limbah, yang dapat menghilangkan limbah organik sederhana dan mudah urai, organik kompleks seperti warna, bau dan logam berat. 3. Sasaran : Sasaran dari penerapan teknologi ini adalah air hasil pengolahan limbah tekstil tidak mencemari lingkungan. 4. Manfaat Pengolahan Limbah dengan menggunakan Lumpur Aktif :
  • 22. Teknologi ini dapat menurunkan total padatan tersuspensi (TSS) hingga mencapai 91%, COD 62%, Fe 96% dan BOD5 97%. Proses ini juga menghilangkan warna dan bau dari limbah tersebut. 5. Proses-proses Pengolahan Air Limbah 5.1 Pendahuluan : Pada umumnya polutan yang terkandung dalam limbah industri tekstil dapat berupa padatan tersuspensi, padatan terlarut serta gas terlarut. Karakteristik limbah pada umumnya bersifat alkalis (pH = 7), suhunya tinggi serta berwarna pekat. Untuk menghilangkan polutan tersebut, diperlukan pengolahan yang dapat memisahkan dan menghancurkan polutan yang terkandung didalamnya. Limbah berasal dari zat-zat organik yang dapat mengalami oksidasi di dalam air. Yang dapat menyebabkan jumlah oksigen yang terlarut dalam air menjadi berkurang dan menyebabkan kematian hewan yang hidup didalam air tersebut, karena kekurangan oksigen untuk bernafas. Jika telah teroksidasi oleh mikroorganisme, limbah organik menimbulkan bau busuk, yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme anaerob, antara lain : amonia ( NH3), metana ( CH4), dan asam sulfida ( H2S). Maka, itulah sebabnya air limbah harus diolah untuk mengurangi dampak yang demikian. Salah satu caranya yaitu dengan pengolahan air limbah menggunakan lumpur aktif. Lumpur aktif merupakan lumpur yang kaya akan bakteri aerob, yaitu bakteri yang dapat menguraikan limbah organik yang dapat mengalami biodegradasi. Lumpur aktif (activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba tersuspensi. Proses ini pada dasarnya merupakan pengolahan aerobik yang mengoksidasi material organik menjadi CO2 dan H2O, NH4. dan sel biomassa baru.
  • 23. Proses ini menggunakan udara yang disalurkan melalui pompa blower (diffused) atau melalui aerasi mekanik. Sel mikroba membentuk flok yang akan mengendap di tangki penjernihan. Kemampuan bakteri dalam membentuk flok menentukan keberhasilan pengolahan limbah secara biologi, karena akan memudahkan pemisahan partikel dan air limbah. . Terdapat dua hal penting pada pengolahan limbah dengan lumpur aktif :  Proses penambahan Oksigen, dapat dilakukan dengan cara memompakan oksigen kedalam bak pengolahan atau memancarkan air limbah ke udara agar dapat melarutkan oksigen yang ada diudara ( aerasi ).  Proses pertumbuhan bakteri, dapat terjadi di bak khusus ( bak aerobik : kolam dangkal yang dapat ditembus oleh cahaya matahari hingga ke dasarnya, sehingga diseluruh bagian kolam itu berlangsung proses fotosintesis oleh tumbuhan air ( alga ) ), karena di dalam bak itulah proses oksidasi aerob terjadi. Membentuk senyawa, misalnya ( CO2), (H2O), kemudian senyawa tersebut dimanfaatkan oleh tumbuhan air untuk berfotosistesis. 5.2 Tahap – tahap awal : Proses pengolahan air limbahnya terbagi atas tiga tahap pemrosesan, yaitu : 1. Proses primer yang meliputi penyaringan kasar, penghilangan warna, ekualisasi, penyaringan halus, pendinginan. 2. Proses sekunder yang meliputi proses biologi dan sedimentasi. 3. Proses tersier yang merupakan tahap lanjutan dengan penambahan bahan kimia. Melalui upaya pengelolaan yang telah dilakukan, maka air limbah yang dibuang tidak akan mencemari lingkungan.. Sistem pengolah limbah yang digunakan merupakan perpaduan antara proses fisika, kimia, dan biologi. Proses yang berperan dalam pengurangan bahan pencemar
  • 24. adalah proses biologi yang menggunakan sistem lumpur aktif dengan aerasi lanjutan (extended aeration). Selain limbah cair terdapat pula limbah padat yang berupa lumpur, hasil samping dari sistem pengolahan yang digunakan. Lumpur hasil olahan digunakan sebagai bahan campuran pembuatan conblock dan batako press serta pupuk organik. Proses Pengolahan lumpur aktif : Gambar 6. Unit Pengolah Limbah Tekstil Kapasitas 200 m3/hari. Gambar 7. Bak penampung yang masih panas.
  • 25. Gambar 8. Bak pengendap pertama Gambar 9. Pemberian koagulan (ferro sulfat) untuk menghilangkan warna.
  • 26. Gambar 10. Bak pengendap (clarifier) setelah diberi koagulan ferro sulfat. Gambar 11. Menara pendingin (Colling Tower) sebelum air masuk ke dalam bak aerasi.
  • 27. Gambar 12. Bak aerasi tahap petama Gambar 13. Lumpur aktif dari bak pengendap akhir dikembalikan ke bak aerasi tahap pertama.
  • 28. Gambar 14. Bak pengendap akhir Gambar 15. Contoh air di bak pengendap akhir.
  • 29. Gambar 16. Air hasil olahan sebelum dibuang ke lingkungan. Gambar 17. Bioassay
  • 30. Gambar 18. Contoh air baku sampai dengan air hasil olahan. CARA PEMBUATAN Urutan proses pengolahan limbah di PT. Unitek secara garis besar dibagi dalam 5 unit proses yang meliputi proses primer, sekunder, dan tersier, yaitu : Unit 1 : adalah proses penghilangan warna dengan sistem koagulasi dan sedimentasi. Unit 2 : adalah proses penguraian bahan organik yang terkandung di dalam air limbah dengan sistem lumpur aktif. Unit 3 : adalah proses pemisahan air yang telah bersih dengan lumpur aktif dari kolam aerasi. Unit 4 : adalah proses penghilangan padatan tersuspensi setelah pengendapan. Unit 5 : adalah proses pemanfaatan lumpur padat setelah pengepresan di belt press. Untuk jelasnya lihat Gambar 19. Sistem Pengolah Limbah Lumpur Aktif PT. UNITEX. Proses Pengolahan Limbah Proses pengolahan air limbah PT. Unitek terbagi menjadi tiga tahap pemrosesan, yaitu : 1. Proses primer, Proses primer merupakan perlakuan pendahuluan yang meliputi : a). Penyaringan kasar, b). Penghilangan warna, c). Ekualisasi, d). Penyaringan halus, dan e). Pendinginan. 2. Proses sekunder, Proses biologi dan sedimentasi.
  • 31. 3. Proses tersier, merupakan tahap lanjutan setelah proses biologi dan sedimentasi. Adapun waktu yang dibutuhkan untuk tiap-tiap proses dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Dimensi, Debit Air Masuk, dan Waktu Tinggal dari masing-masing Unit Pengolah Limbah Cair PT. UNITEX. Unit Penangan an Jumla h Vol Tang ki (m3) 2 59 + 56 115 1200 2.3 jam Limbah air umum 1 653 653 1800 8.7 jam Tangki Koagulasi I 1 3.1 3.6 720 7.2 menit Tangki Sedimentas i I 2 14.2 28.4 720 25 menit Kolam Aerasi 3 2(125 0) + 925 3425 3000 27.4 jam Tangki Sedimentas i II 1 407 407 3394 2.9 jam Tangki Koagulasi II 1 6 6 3394 2.5 menit Tangki Intermeadi at 1 57 57 3394 24 menit Kolam equalisasi Limbah air warna Tota Debit l (m3/har Vol i) 3 (m ) Waktu Reten si
  • 32. Tangki Sedimentas i III 1 178 178 3394 1.26 jam Kolam Ikan 1 15 15 3394 6.4 menit Gambar 19. Sistem Pengolah Limbah Lumpur Aktif PT. UNITEX Proses Primer a. Penyaringan Kasar Air limbah dari proses pencelupan dan pembilasan dibuang melalui saluran pembuangan terbuka menuju pengolahan air limbah. Saluran tersebut terbagi menjadi dua bagian, yakni saluran
  • 33. air berwarna dan saluran air tidak berwarna. Untuk mencegah agar sisa-sisa benang atau kain dalam air limbah terbawa pada saat proses, maka air limbah disaring dengan menggunakan saringan kasar berdiameter 50 mm dan 20 mm. b. Penghilangan Warna Limbah cair berwarna yang berasal dari proses pencelupan setelah melewati tahap penyaringan ditampung dalam dua bak penampungan, masing-masing berkapasitas 64 3 3 m dan 48 m , air tersebut kemudian dipompakan ke dalam tangki koagulasi pertama (volume 3,1 m3) yang terdiri atas tiga buah tangki, yaitu : Pada tangki pertama ditambahkan koagulasi FeSO4 (Fero Sulfat) konsentrasinya 600 - 700 ppm untuk pengikatan warna. Selanjutnya dimasukkan ke dalam tangki kedua dengan ditambahkan kapur (lime) konsentrasinya 150 - 300 ppm, gunanya untuk menaikkan pH yang turun setelah penambahan FeSO4. Dari tangki kedua limbah dimasukkan ke dalam tangki ketiga pada kedua tangki tersebut ditambahkan polimer berkonsentrasi 0,5 - 0,2 ppm, sehingga akan terbentuk gumpalan-gumpalan besar (flok) dan mempercepat proses pengendapan. Setelah gumpalan-gumpalan terbentuk, akan terjadi pemisahan antara padatan hasil pengikatan warna dengan cairan secara gravitasi dalam tangki sedimentasi. Meskipun air hasil proses penghilangan warna ini sudah jernih, tetapi pH-nya masih tinggi yaitu 10, sehingga tidak bisa langsung dibuang ke perairan. Untuk menghilangkan unsurunsur yang masih terkandung didalamnya, air yang berasal dri koagulasi I diproses dengan sistem lumpur aktif. Cara tersebut merupakan perkembangan baru yang dinilai lebih efektif dibandingkan cara lama yaitu air yang berasal dari koagulasi I digabung dalam bak ekualisasi. Tabel 3. Hasil pengamatan konsentrasi, debit, dan laju penambahan koagulan dan flokulan terhadap limbah air warna (Rapto, 1996)
  • 34. Agent Konsentrasi Debit (kg/l) (l/jam) Laju Penambahan (kg/jam) Fe SO4 0.21 13.28 2.84 Lime 0.11 806.76 86.44 Polimer ANP-10 2. 10-4 561.60 0.11 Tabel 4. Efisiesi removal proses koagulasi dan flokulasi air limbah warna Tahun 1994 (Rapto, 1996) Parameter Inlet (mg/l) Outlet (mg/l) Efisiensi removal (%) TSS 132.33 17.33 86.9 BOD5 266.12 54.92 79.4 COD 432.33 112.00 74.1 DO 0.4 0.25 37.5 c. Ekualisasi Bak ekualisasi atau disebut juga bak air umum memiliki volume 650 m3menampung dua sumber pembuangan yaitu limbah cair tidak berwarna dan air yang berasal dari mesin pengepres lumpur. Kedua sumber pembuangan pengeluarkan air dengan karakteristik yang berbeda. Oleh karena itu untuk memperlancar proses selanjutnya air dari kedua sumber ini diaduk dengan menggunakan blower hingga mempunyai karakteristik yang sama yaitu pH 7 dan suhunya 32oC. Sebelum kontak dengan sistem lumpur aktif, terlebih dahulu air melewati saringan halus dan cooling tower, karena untuk proses aerasi memerlukan suhu 32oC. Untuk mengalirkan air dari bak ekualisasi ke bak
  • 35. aerasi digunakan dua buah submerble pump atau pompa celup (Q= 60 m3/jam). d. Saringan Halus (Bar Screen f = 0,25 in) Air hasil ekualisasi dipompakan menuju saringan halus untuk memisahkan padatan dan larutan, sehingga air limbah yang akan diolah bebas dari padatan kasar berupa sisa-sisa serat benang yang masih terbawa. e. Cooling Tower Karakteristik limbah produksi tekstil o umumnya mempunyai suhu antara 35-40 C, sehingga memerlukan pendinginan untuk menurunkan suhu yang bertujuan mengoptimalkan kerja bakteri dalam sistem lumpur aktif. Karena suhu yang diinginkan adalah berkisar 29-30oC. Proses Sekunder a. Proses Biologi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT. Unitek memiliki tiga bak aerasi dengan sistem lumpur aktif, yang pertama berbentuk oval mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan bentuk persegi panjang. Karena pada bak oval tidak memerlukan blower sehingga dapat menghemat biaya listrik, selain itu perputaran air lebih sempurna dan waktu kontak bakteri dengan limbah lebih merata serta tidak terjadi pengendapan lumpur seperti layaknya terjadi pada bak persegi panjang. Kapatas dari ketiga bak aerasi adalah 2175 m3. Pada masing-masing bak aerasi ini terdapat sparator yang mutlak diperlukan untuk memasok oksigen ke dalam air bagi kehidupan bakteri. Parameter yang diukur dalam bak aerasi dengan sistem lumpur aktif adalah DO, MLSS, dan suhu. Dari pengalaman yang telah dijalani, parameter-parameter tersebut dijaga sehingga penguraian polutan yang terdapat dalam limbah dapat diuraikan semaksimal mungkin oleh bakteri. Oksigen terlarut yang diperlukan berkisar 0,5 – 2,5 ppm, MLSS berkisar 4000 – 6000 mg/l, dan suhu berkisar 29 – 30oC. b. Proses Sedimentasi
  • 36. Bak sedimentasi II (volume 407 m 3) mempunyai bentuk bundar pada bagian atasnya dan bagian bawahnya berbentuk kronis yang dilengkapi dengan pengaduk (agitator) dengan putaran 2 rph. Desain ini dimaksudkan untuk mempermudah pengeluaran endapan dari dasar bak. Pada bak sedimentasi ini akan terjadi settling lumpur yang berasal dari bak aerasi dan endapan lumpur ini harus segera dikembalikan lagi ke bak aerasi (return sludge=RS), karena kondisi pada bak sedimentasi hampir mendekati anaerob. Besarnya RS ditentukan berdasarkan perbandingan nilai MLSS dan debit RS itu sendiri. Pada bak sedimentasi ini juga dilakukan pemantauan kaiment (ketinggian lumpur dari permukaan air) dan MLSS dengan menggunakan alat MLSS meter. Proses Tersier Pada proses pengolahan ini ditambah bahan kimia, yaitu Alumunium Sulfat (Al2(SO4)3), Polimer dan Antifoam (Silicon Base); untuk mengurangi padatan tersuspensi yang masih terdapat dalam air. Tahap lanjutan ini diperlukan untuk memperoleh kualitas air yang lebih baik sebelum air tersebut dibuang ke perairan. Air hasil proses biologi dan sedimentasi selanjutnya ditampung dalam bak interdiet 3 (Volume 2m ) yang dilengkapi dengan alat yang disebut inverter untuk mengukur level air, kemudian dipompakan ke dalam tangki koagulasi (volume 3,6 m3) dengan menggunakan pompa sentrifugal. Pada tangki koagulasi ditambahkan alumunium sulfat (konsentrasi antara 150 – 300 ppm) dan polimer (konsentrasi antara 0,5 – 2 ppm), sehingga terbentuk flok yang mudah mengendap. Selain kedua bahan koagulan tersebut juga ditambahkan tanah yang berasal pengolahan air baku (water teratment) yang bertujuan menambah partikel padatan tersuspensi untuk memudahkan terbentuknya flok. Pada tangki koagulasi ini terdapat mixer (pengaduk) untuk mempercepat proses persenyawaan kimia antara air dan bahan koagulan,
  • 37. juga terdapat pH kontrol yang berfungsi untuk memantau pH effluent sebelum dikeluarkan ke perairan. Setelah penambahan koagulan dan proses flokulasi berjalan dengan sempurna, maka gumpalan-gumpalan yang berupa lumpur akan diendapkan pada tangki sedimentasi III (volume = 178 m3). Hasil endapan kemudian dipompakan ke tangki penampungan lumpur yang selanjutnya akan diolah dengan belt press filter machine. Selain itu pengolahan air limbah dapat juga dilakukan dengan sistem lumpur aktif konvesional. Selain dengan menggunakan cara seperti yang diatas ada cara lain yaitu : Sistem Lumpur Aktif Konvensional Gambar 1. Sistem Lumpur Aktif Konvensional Tangki aerasi Oksidasi aerobik material organik dilakukan dalam tangki ini. Efluent pertama masuk dan tercampur dengan Lumpur Aktif Balik (Return Activated Sludge =RAS) atau disingkat LAB membentuk lumpur campuran (mixed liqour), yang mengandung padatan tersuspensi sekitar 1.500 2.500 mg/l. Aerasi dilakukan secara mekanik. Karakteristik dari proses lumpur aktif adalah adanya daur ulang dari biomassa. Keadaan ini membuat waktu tinggal rata-rata sel (biomassa) menjadi lebih lama dibanding waktu tinggal
  • 38. hidrauliknya (Sterritt dan Lester, 1988). Keadaan tersebut membuat sejumlah besar mikroorganisme mengoksidasi senyawa organik dalam waktu yang singkat. Waktu tinggal dalam tangki aerasi berkisar 4 - 8 jam. Tangki Sedimentasi Tangki ini digunakan untuk sedimentasi flok mikroba (lumpur) yang dihasilkan selama fase oksidasi dalam tangki aerasi. Seperti disebutkan diawal bahwa sebaghian dari lumpur dalam tangki penjernih didaur ulang kembali dalam bentuk LAB kedalam tangki aerasi dan sisanya dibuang untuk menjaga rasio yang tepat antara makanan dan mikroorganisme (F/M Ratio). Parameter Parameter yang umum digunakan dalam lumpur aktif (Davis dan Cornwell, 1985; Verstraete dan van Vaerenbergh, 1986) adalah sebagai berikut: 1. Mixed-liqour suspended solids (MLSS). Isi tangki aerasi dalam sistem lumpur aktif disebut sebagai mixed liqour yang diterjemahkan sebagai lumpur campuran. MLSS adalah jumlah total dari padatan tersuspensi yang berupa material organik dan mineral, termasuk didalamnya adalah mikroorganisma. MLSS ditentukan dengan cara menyaring lumpur campuran dengan kertas saring (filter), kemudian filter dikeringkan pada 0 temperatur 105 C, dan berat padatan dalam contoh ditimbang. 2. Mixed-liqour volatile suspended solids (MLVSS). Porsi material organik pada MLSS diwakili oleh MLVSS, yang berisi material organik bukan mikroba, mikroba hidup dan mati, dan hancuran sel (Nelson dan Lawrence, 1980). MLVSS diukur dengan memanaskan terus sampel filter yang telah kering pada 600 - 6500C, dan nilainya mendekati 65-75% dari MLSS.
  • 39. 3. Food - to - microorganism ratio (F/M Ratio). Parameter ini F/M = Q x BOD5 merupakan indikasi beban MLSS x V organik yang masuk kedalam sistem lumpur aktif dan diwakili nilainya dalam kilogram BOD per kilogram MLSS per hari (Curds dan Hawkes, 1983; Nathanson, 1986). Adapun formulasinya sebagai berikut : Q = Laju alir limbah Juta Galon per hari (MGD) BOD5 = BOD5 (mg/l) MLSS = Mixed liquor suspended solids (mg/l) V = Volume tangki aerasi (Gallon) 4. Rasio F/M dikontrol oleh laju sirkulasi lumpur aktif. Lebih tinggi laju sirkulasi lumpur aktif lebih tinggi pula rasio F/M-nya. Untuk tangki aerasi konvensional rasio F/M adalah 0,2 - 0,5 lb BOD5/hari/lb MLSS, tetapi dapat lebih tinggi hingga 1,5 jika digunakan oksigen murni (Hammer, 1986). Rasio F/M yang rendah mencerminkan bahwa mikroorganisme dalam tangki aerasi dalam kondisi lapar, semakin rendah rasio F/M pengolah limbah semakin efisien. 5. Hidraulic retention time (HRT). Waktu tinggal HRT = 1/D = V/ Q hidraulik (HRT) adalah waktu rata-rata yang dibutuhkan oleh larutan influent masuk dalam tangki aerasi untuk proses lumpur aktif; nilainya berbanding terbalik dengan laju pengenceran V = Volume tangki aerasi Q = Laju influent air limbah ke dalam tangki aerasi D = Laju pengenceran. 6. Umur lumpur (Sludge age). Umur lumpur adalah waktu tinggal rata-rata mikroorganisme dalam sistem. Jika HRT memerlukan waktu dalam jam, maka waktu tinggal sel mikroba dalam tangki aerasi
  • 40. dapat dalam hari lamanya. Parameter ini berbanding terbalik dengan laju pertumbuhan mikroba. Umur lumpur dihitung dengan formula sebagai berikut (Hammer, 1986; Curds dan Hawkes, 1983) : Umur Lumpur (Hari) = MLSS x V SSe x Qe + SSw X Qw MLSS = Mixed liquor suspended solids (mg/l). V = Volume tangki aerasi (L) SSe = Padatan tersuspensi dalam effluent (mg/l) SSw = Padatan tersuspensi dalam lumpur limbah (mg/l) Qe = Laju effluent limbah (m3/hari) Qw = Laju influent limbah (m3/hari). 7. Umur lumpur dapat bervariasi antara 5 - 15 hari dalam konvensional lumpur aktif. Pada musim dingin lebih lama dibandingkan musim panas (U.S. EPA, 1987a). Parameter penting yang mengendalikan operasi lumpur aktif adalah laju pemuatan organik, suplay oksigen, dan pengendalian dan operasi tangki pengendapan akhir. Tangki ini mempunyai dua fungsi: penjernih dan penggemukan mikroba. Untuk operasi rutin, orang harus mengukur laju pengendapan lumpur dengan menentukan indeks volume lumpur (SVI), Voster dan Johnston, 1987. Modifikasi Proses Lumpur Aktif Konvensional
  • 41. Gambar 2. Modifikasi proses lumpur aktif. A. Sistem aerasi lanjutan. B. Parit oksidasi (US EPA, 1977, dalam Bitton, 1994) 1. 2. 3. 4. Sistem Aerasi Lanjutan Proses ini dipakai dalam instalasi paket pengolahan dengan cara sebagai berikut : Waktu aerasi lebih lama (sekitar 30 jam) dibandingkan sistem konvensional. Usia lumpur juga lebih lama dan dapat diperpanjang sampai 15 hari. Limbah yang masuk dalam tangki aerasi tidak diolah dulu dalam pengendapan primer. Sistem beroperasi dalam F/M ratio yang lebih rendah (umumnya <0,1 lb BOD/hari/lb MLSS) dari sistem konvensional (0,2 - 0,5 lb BOD/hari/lb MLSS). Sistem ini membutuhkan membutuhkan sedikit aerasi dibandingkan dengan pengolahan konvensional dan terutama cocok untuk komunitas yang kecil yang menggunakan paket pengolahan. Selokan Oksidasi (Oxidation Ditch) Selokan oksidasi terdiri dari saluran aerasi yang berbentuk oval yang dilengkapi dengan satu atau lebih rotor rotasi untuk aerasi limbah. Saluran ini menerima limbah yang telah disaring dan mempunyai waktu tinggal hidraulik (hidraulic retention time) mendekati 24 jam. Aerasi Bertingkat Limbah hasil dari pengolahan primer (pengendapan) masuk dalam tangki aerasi melalui beberapa lubang atau saluran, sehingga meningkatkan distribusi dalam tangki aerasi dan membuat lebih efisien dalam penggunaan oksigen. Proses ini dapat meningkatkan kapasitas sistem pengolahan. Stabilisasi Kontak Setelah limbah dan lumpur bercampur dalam tangki reaktor kecil untuk waktu yang singkat (2040 menit), aliran campuran tersebut dialirkan ke tangki penjernih dan lumpur dikembalikan ke tangki
  • 42. stabilisasi dengan waktu tinggal 4 - 8 jam. Sistem ini menghasilkan sedikit lumpur. Sistem Aerasi Campuran Pada sistem ini limbah hanya diaerasi dalam tangki aerasi secara merata. Sistem ini dapat menahan shock load dan racun. Lumpur Aktif Kecepatan Tinggi Sistem ini digunakan untuk mengolah limbah konsentrasi tinggi dan dioperasikan untuk beban BOD yang sangat tinggi dibandingkan proses lumpur aktif konvensional. Proses ini mempunyai waktu tinggal hidraulik sangat singkat. Sistem ini beroperasi pada konsentrasi MLSS yang tinggi. Aerasi Oksigen Murni Sistem aerasi dengan oksigen murni didasarkan pada prinsip bahwa laju tranfer oksigen lebih tinggi pada oksigen murni dari pada oksigen atmosfir. Proses ini menghasilkan kemampuan oksigen terlarut menjadi lebih tinggi, sehingga meningkatkan efisiensi pengolahan dan mengurangi produksi lumpur. Survei Organisme Dalam Lumpur Aktif Dua tujuan dari sistem lumpur aktif pertama adalah oksidasi material organik yang biodegradable dalam tangki aerasi kemudian dikonversi menjadi bentuk sel yang baru, kedua flokulasi, memisahkan biomassa yang baru terbentuk dari air effluent. Flok dalam aktifitas lumpur mengandung sel bakteri disamping partikel anorganik dan organik. Ukuran flok bervariasi antara <1 m m (ukuran beberapa sel bakteri) sampai dengan 1 000 m m atau lebih (Parker et al., 1971; U.S.EPA, 1987a), Lihat Gambar 3. Sel hidup dalam flok dapat diukur dengan analisis ATP dan aktifitas dehidrogenase, berjumlah 5-20% dari total sel (Weddle dan Jenkins, 1971). Beberapa peneliti menjaga agar fraksi aktif bakteri dalam lumpur aktif mewakili
  • 43. hanya 1-3% bakteri total (Hanel, 1988). Gambar 3. Distribusi ukuran partikel dalam lumpur aktif Berikut ini adalah beberapa mikroorganisme yang dapat diamati dalam flok lumpur aktif. Bakteri Bakteri merupakan unsur utama dalam flok lumpur aktif. Lebih dari 300 jenis bakteri yang dapat ditemukan dalam lumpur aktif. Bakteri tersebut bertanggung jawab terhadap oksidasi material organik dan tranformasi nutrien, dan bakteri menghasilkan polisakarida dan material polimer yang membantu flokulasi biomassa mikrobiologi. Genus yang umum dijumpai adalah : Zooglea, Pseudomonas, Flavobacterium, Alcaligenes, Bacillus, Achromobacter, Corynebacterium, Comomonas, Brevibacterium, dan Acinetobacter,disamping itu ada pula mikroorganisme berfilamen, yaitu Sphaerotilus dan Beggiatoa, Vitreoscilla yang dapat menyebabkan sludge bulking. Karena tingkat oksigen dalam difusi terbatas, jumlah bakteri aktif aerobik menurun karena ukuran flok meningkat (Hanel, 1988). Bagian dalam flok yang relatif besar membuat kondisi berkembangnya bakteri anaerobik seperti metanogen. Kehadiran metanogen dapat dijelaskan dengan pembentukan beberapa kantong anaerobik didalam flok atau dengan metanogen tertentu terhdap oksigen (Wu et al., 1987). Oleh karena itu lumpur aktif cukup baik dan cocok untuk material bibit bagi pengoperasian awal reaktor anaerobik.
  • 44. Tabel 1. Distribusi Bakteri Heteropik Aerobik Dalam Lumpur Aktif Standard (Hiraishi et al. (1989). GENUS KELOMPOK PERSENTASI DARI TOTAL ISOLAT Comamonas-Pseudomonas 50 Alkaligenes 5,8 Pseudomonas Florescent) (Kelompok 1,9 Paracoccus 11,5 Unidentified (gram negative rods) 1,9 Aeromomas 1,9 Flavobacterium - Cytophaga 13,5 Bacillus 1,9 Micrococcus 1,9 Coryneform 5,8 Arthrobacter 1,9 Aureobacterium-Microbacterium 1,9 Jumlah total bakteri dalam lumpur aktif standard adalah 108 CFU/mg lumpur. Tabel 1. menunjukkan beberapa genus bakteri yang ditemui dalam standard lumpur aktif. Sebagian besar bakteri yang diisolasi diidentifikasi sebagai spesies-spesiesComamonas-Psudomonas. Caulobacter, bakteri bertangkai umumnya ditemukan dalam air yang miskin bahan organik, dapat diisolasi dari kebanyakan pengolahan limbah, khususnya lumpur aktif (MacRae dan Smit, 1991).
  • 45. Gambar 4. Distribusi Zoogloea adalah bakteri yang menghasilkan exopolysaccharide yang membentuk proyeksi khas seperti jari tangan dan ditemukan dalam air limbah dan lingkungan yang kaya bahan organik (Norberg dan Enfors, 1982; Unz dan Farrah, 1976; Williams dan Unz, 1983). Zoogloea diisolasi dengan menggunakan media yang mengandung m-butanol, pati, atau m-toluate sebagai sumber karbon. Bakteri ini ditemukan dalam berbagai tahap pengolahan limbah tetapi jumlahnya hanya 0,1-1% dari total bakteri dalam mixed liqour (Williams dan Unz, 1983). Kepentingan relatif bakteri ini dalam air limbah membutuhkan penelitian lebih lanjut. Flok lumpur aktif juga merupakan tempat berkumpulnya bakteri autotrofik seperti bakteri nitrit (Nitrosomonas, Nitrobacter), yang dapat merubah amonia menjadi nitrat dan bakteri fototrofik seperti bakteri ungu non sulfur (Rhodospilrillaceae), yang dapat dideteksi pada konsentrasi sekitar 105 sel/ml. Bakteri ungu dan hijau ditemukan dalam jumlah yang sangat kecil. Barangkali, bakteri fototrofik hanya sedikit berperan dalam penurunan nilai BOD dalam lumpur aktif (Madigan, 1988; Siefert et al., 1978). Fungi Lumpur aktif biasanya tidak mendukung kehidupan fungi walaupun beberapa fungi berfilamen kadang-kadang ditemukan dalam flok
  • 46. lumpur aktif. Fungi dapat tumbuh pesat dibawah kondisi pH yang rendah, toksik, dan limbah yang kekurangan nitrogen. Genus yang dominan ditemukan dalam lumpur aktif adalah Geotrichum, Penicillium, Cephalosporium, Cladosporium, dan Alternaria (Pipes dan Cooke, 1969; Tomlinson dan Williams, 1975). Lumpur ringan (Sludge Bulking) dapat dihasilkan oleh pertumbuhan yang pesat Geotrichum candidum, yang dirangsang oleh pH rendah dari limbah yang asam. Protozoa Protozoa adalah significant predator dalam lumpur aktif seperti dalam lingkungan akuatik alam (Curds, 1982; Drakides, 1980; Fenchel dan Jorgensen, 1977; LaRiviere, 1977). Pemakanan bakteri oleh protozoa dapat ditentukan dengan eksperimen pemakanan bakteri yang telah diberi 14C atau 35C atau flouresen (Hoffmann dan Atlas, 1987; Sherr et al, 1987). Pemakanan bakteri tersebut dapat mereduksi toksikan. Contoh, Aspidisca costata yang memakan bakteri dalam lumpur aktif dapat menurunkan Kadmium (Hoffmann dan Atlas, 1987). Protozoa paling sering ditemukan dalam lumpur aktif adalah Carchesium, Paramecium sp, Opercularia sp, Chilodenella sp, Vorticella sp, Apidisca sp (Dart dan Stretton, 1980, Edeline, 1988; Eikelboom dan van Buijsen, 1981). Cilliata. Siliata atau bulu getar digunakan untuk pergerakan dan mendorong partikel makanan kedalam mulut . Siliata dibagi menjadi tiga, yaitu : Siliata bebas (free), merayap (creeping), dan bertangkai (stalked). Siliata bebas (tidak terikat) memakan bakteri bebas yang terbang. Genus yang paling penting sering ditemukan dalam lumpur aktif adalah Chilodonella, Colpidium, Blepharisma, Euplotes, Paramecium, Lionotus, Trachelophyllum, dan Spirostomum. Siliata merayap memakan bakteri yang berada dipermukaan flok lumpur aktif. Dua genus penting, yaitu : Aspidisca danEuplotes. Cilitas bertangkai menempel tangkainya pada flok. Tangkai mempunyaimyoneme untuk menangkap mangsa.
  • 47. Contoh siliata bertangkai adalah Vorticella, Carchesium, Opercularia, dan Epistylis. Rotifers Rotifers adalah metazoa (organisme bersel banyak) dengan ukuran bervariasi dari 100 mm 500 m m. Tubuhnya menancap pada partikel flok dan sering tercabut dari permukaan flok (Doohan, 1975; Eikelboom dan van Buijsen, 1981). Rotifers ditemukan dalam instalasi pengolahan air limbah termasuk dua orde pertama, Bdelloidea (contoh : Philodina spp., Habrotrocha spp.) dan Monogononta (contoh : Lecane spp., Notommata spp.). Peranan rotifers dalam lumpur aktif adalah : (1) menghilangkan bakteri tersuspensi (contoh : bakteri yang tidak membentuk flok; (2) memberi kontribusi terhadap pembentukan flok melalui pelet kotoran yang dikelilingi oleh mukus. Kehadiran rotifers dalam tahap akhir pengolahan limbah sistem lumpur aktif dikarenakan kenyataan bahwa hewan ini mempunyai siliata yang kuat yang menolong dalam mencari makan dan menurunkan jumlah bakteri tersuspensi (membuat air lebih jernih) dan aksi siliatanya lebih kuat dibandingkan protozoa. Oksidasi Bahan Organik Dalam Tangki Aerasi Air limbah domestik mempunyai rasio C:N:P sebesar 100 : 5 : 1, yang mencukupi untuk kebutuhan sebagian besar mikroorganisme. Bahan organik dalam air limbah terdapat dalam bentuk terlarut, koloid, dan fraksi partikel. Bahan organik terlarut sebagai sumber makanan bagi mikroorganisme heterotrophik dalam mixed liquor. Bahan organik ini cepat hilang oleh adsorpsi dan proses flokulasi, dan juga oleh absorpsi dan oksidasi oleh mikroorganisme. Aerasi dalam beberapa jam dapat membuat perubahan dari BOD terlarut menjadi biomassa mikrobial. Aerasi mempunyai dua tujuan : (1) memasok oksigen bagi mikroorganisme aerobik, dan (2) menjaga lumpur aktif agar selalu konstan teragitasi untuk melaksanakan kontsak yang cukup antara flok dengan air limbah yang baru datang pada sistem pengolahan limbah.
  • 48. Konsentrasi oksigen yang cukup juga diperlukan untuk aktifitas mikroorganisme heterotrophik dan autotrophik, khususnya bakteri nitrit. Tingkat oksigen terlarut harus antara 0,5 - 0,7 mg/l. Proses nitrifikasi berhenti jika oksigen terlarut dibawah 0,2 mg/l (Dart dan Stretton, 1980). Curds dan Hawkes (1983) membuat ringkasan reaksi degradasi dan biosintesis yang terjadi dalam tangki aerasi dalam proses lumpur aktif (Gambar 5). Gambar 5. Penghilangan Bahan Organik Dalam Proses Lumpur Aktif Parameter 1. 2. 3. 4. Pantau A. Kimia COD (Chemical Oxygen Demand) : Jumlah oksigen (ppm O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi K2Cr2O7 yang digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent). BOD (Biochemical Oxygen Demand) : Suatu analisis empiris yang mencoba mendekati secara global proses-proses mikrobiologi yang benar-benar terjadi didalam air. Angka BOD adalah jumlah oksigen (ppm O2) yang dibutuhkan oleh bakteri untuk mengoksidasi hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat organis yang tersuspensi dalam limbah cair. DO (Dissolved Oksigen) : Jumlah oksigen (ppm O2) yang terlarut dalam air dan merupakan kebutuhan mutlak bagi mikroorganisma (khususnya bakteri) dalam menguraikan zat organik. pH (Derajat Keasaman) : Didefinisikan sebagai pH = - log (H+) yang menunjukkan tingkat keasaman atau kebasaan. B. Fisika
  • 49. 1. MLSS (Mixed Liqour Suspended Solid) : Jumlah seluruh padatan tersuspensi dalam suatu cairan (ppm) yang menggambarkan kepekatan lumpur pada kolam aerasi khususnya. 2. SV30 (Sludge Volume = 30) : Lumpur yang mengendap secara gravitasi selama 30 menit (%) yang menunjukkan tingkat kelarutan oksigen dalam lumpur aktif. C. Biologi Parameter biologi yang diamati berupa mikroorganisme predator bakteri, diantaranya prozoa dan avertebrata lainnya. Pengolahan Air Keruh Menjadi Jernih 1. Latar Belakang : Air merupakan sumber bagi kehidupan. Sering kita mendengar bumi disebut sebagai planet biru, karena air menutupi 3/4 permukaan bumi. Tetapi tidak jarang pula kita mengalami kesulitan mendapatkan air bersih, terutama saat musim kemarau disaat air umur mulai berubah warna atau berbau. Ironis memang, tapi itulah kenyataannya. Yang pasti kita harus selalu optimis. Sekalipun air sumur atau sumber air lainnya yang kita miliki mulai menjadi keruh, kotor ataupun berbau, selama kuantitasnya masih banyak kita masih dapat berupaya merubahnya menjadi air bersih yang layak pakai dimana salah satu caranya adalah membuat saringan air.
  • 50. Air pada badan air/pada sumber air menurut peruntukannya digolongkan menjadi :  Golongan A, yaitu air yang diperuntukan bagi air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu  Golongan B, yaitu air yang diperuntukan bagi air baku untuk diolah menjadi air minum dan keperluan rumah tangga dan tidak memenuhi syarat golongan A  Golongan C, yaitu air yang diperuntukan bagi keperluan perikanan dan peternakan dan tidak memenuhi syarat Golongan A dan Golongan B  Golongan D, yaitu air yang dapat diperuntukan bagi pertanian dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri, listrik tenaga air, dan tidak memenuhi syarat Golongan C, B dan Golongan A. Tahap Awal Pengolahan : Ada berbagai macam cara sederhana yang dapat kita gunakan untuk mendapatkan air bersih, dan cara yang paling umum digunakan adalah dengan membuat saringan air, dan bagi kita mungkin yng paling tepat adalah membuat penjernih air atau saringan air sederhana. Perlu diperhatikan, bahwa penyaringan air secara sederhana tidak dapat menghilangkan sepenuhnya garam yang terlarut di dalam air. Gunakan destilasi untuk menghasilkan air yang tidak mengandung garam. Berikut beberapa aternatif cara sederhana untuk mendapatkan air bersih dengan cara penyaringan air : 1. Saringan Kain Katun. Pembuatan saringan air dengan menggunakan kain katun merupakan teknik penyaringan yang paling sederhana / mudah. Air keruh disaring dengan menggunakan kain katun yang bersih. Saringan ini dapat membersihkan air dari kotoran dan organisme kecil yang ada dalam air keruh. Air hasil saringan tergantung pada ketebalan dan kerapatan kain yang digunakan. 2. Saringan Kapas
  • 51. Teknik saringan air ini dapat memberikan hasil yang lebih baik dari teknik sebelumnya. Seperti halnya penyaringan dengan kain katun, penyaringan dengan kapas juga dapat membersihkan air dari kotoran dan organisme kecil yang ada dalam air keruh. Hasil saringan juga tergantung pada ketebalan dan kerapatan kapas yang digunakan. 3. Aerasi Aerasi merupakan proses penjernihan dengan cara mengisikan oksigen ke dalam air. Dengan diisikannya oksigen ke dalam air maka zatzat seperti karbon dioksida serta hidrogen sulfida dan metana yang mempengaruhi rasa dan bau dari air dapat dikurangi atau dihilangkan. Selain itu partikel mineral yang terlarut dalam air seperti besi dan mangan akan teroksidasi dan secara cepat akan membentuk lapisan endapan yang nantinya dapat dihilangkan melalui proses sedimentasi atau filtrasi. 4. Saringan Pasir Lambat (SPL) Saringan pasir lambat merupakan saringan air yang dibuat dengan menggunakan lapisan pasir pada bagian atas dan kerikil pada bagian bawah. Air bersih didapatkan dengan jalan menyaring air baku melewati lapisan pasir terlebih dahulu baru kemudian melewati lapisan kerikil. Untuk keterangan lebih lanjut dapat temukan pada artikel Saringan Pasir Lambat (SPL). 5. Saringan Pasir Cepat (SPC) Saringan pasir cepat seperti halnya saringan pasir lambat, terdiri atas lapisan pasir pada bagian atas dan kerikil pada bagian bawah. Tetapi arah penyaringan air terbalik bila dibandingkan dengan Saringan Pasir Lambat, yakni dari bawah ke atas (up flow). Air bersih didapatkan dengan jalan menyaring air baku melewati lapisan kerikil terlebih dahulu baru kemudian melewati lapisan pasir. Untuk keterangan lebih lanjut dapat temukan pada artikel Saringan Pasir Cepat (SPC). 6. Gravity-Fed Filtering System
  • 52. Gravity-Fed Filtering System merupakan gabungan dari Saringan Pasir Cepat(SPC) dan Saringan Pasir Lambat(SPL). Air bersih dihasilkan melalui dua tahap. Pertama-tama air disaring menggunakan Saringan Pasir Cepat(SPC). Air hasil penyaringan tersebut dan kemudian hasilnya disaring kembali menggunakan Saringan Pasir Lambat. Dengan dua kali penyaringan tersebut diharapkan kualitas air bersih yang dihasilkan tersebut dapat lebih baik. Untuk mengantisipasi debit air hasil penyaringan yang keluar dari Saringan Pasir Cepat, dapat digunakan beberapa / multi Saringan Pasir Lambat. 7. Saringan Arang Saringan arang dapat dikatakan sebagai saringan pasir arang dengan tambahan satu buah lapisan arang. Lapisan arang ini sangat efektif dalam menghilangkan bau dan rasa yang ada pada air baku. Arang yang digunakan dapat berupa arang kayu atau arang batok kelapa. Untuk hasil yang lebih baik dapat digunakan arang aktif. Untuk lebih jelasnya dapat lihat bentuk saringan arang yang direkomendasikan UNICEF pada gambar di bawah ini. 8. Saringan air sederhana / tradisional Saringan air sederhana/tradisional merupakan modifikasi dari saringan pasir arang dan saringan pasir lambat. Pada saringan tradisional ini selain menggunakan pasir, kerikil, batu dan arang juga ditambah satu buah lapisan injuk / ijuk yang berasal dari sabut kelapa. Untuk bahasan lebih jauh dapat dilihat pada artikel saringan air sederhana. 9. Saringan Keramik Saringan keramik dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama sehingga dapat dipersiapkan dan digunakan untuk keadaan darurat. Air bersih didapatkan dengan jalan penyaringan melalui elemen filter keramik. Beberapa filter kramik menggunakan campuran perak yang berfungsi sebagai disinfektan dan membunuh bakteri. Ketika proses penyaringan, kotoran yang ada dalam air baku akan tertahan dan lama
  • 53. kelamaan akan menumpuk dan menyumbat permukaan filter. Sehingga untuk mencegah penyumbatan yang terlalu sering maka air baku yang dimasukkan jangan terlalu keruh atau kotor. Untuk perawatan saringn keramik ini dapat dilakukan dengan cara menyikat filter keramik tersebut pada air yang mengalir. 10. Saringan Cadas / Jempeng / Lumpang Batu Saringan cadas atau jempeng ini mirip dengan saringan keramik. Air disaring dengan menggunakan pori-pori dari batu cadas. Saringan ini umum digunakan oleh masyarakat desa Kerobokan, Bali. Saringan tersebut digunakan untuk menyaring air yang berasal dari sumur gali ataupun dari saluran irigasi sawah. Seperti halnya saringan keramik, kecepatan air hasil saringan dari jempeng relatif rendah bila dibandingkan dengan SPL terlebih lagi SPC. 11. Saringan Tanah Liat. Kendi atau belanga dari tanah liat yang dibakar terlebih dahulu dibentuk khusus pada bagian bawahnya agar air bersih dapat keluar dari pori-pori pada bagian dasarnya. Lihat saringan keramik. Bagaimana proses penjernihan dengan tekhnik : 1. Penukar ion Resin penukar ion merupakan salah satu metoda pemisahan menurut perubahan kimia. Resin penukar ion ada dua macam yaitu resin penukar kation dan resin penukar anion. Jika disebut resin penukar kation maka kation yang terikat pada resin akan digantikan oleh kation pada larutan yang dilewatkan. Begitupun pada resin penukar anion maka anion yang terikat pada resin akan digantikan pleh anion pada larutan yang dilewatkan. Prinsip dari percobaan ini adalah mengganti atau mempertukarkan ion yang terikat pada polimer pengisi resinnya dengan ion yang dilewatkan. Selain itu jangan melakukan
  • 54. kesalahan ataupun kecerobohan sehingga dapat merusak peralatan yang digunakanPenukar ion dapat berupa suatu zat dan penukar itu sendiri adalah zat padat tertentu yang dapat membebaskan ionnya kedalam larutan ataupun menggantikan ion lain dari ion larutan. Berupa butiran, biasa disebut resin yang tidak larut dalam air. Dalam strukturnya, resin ini mempunyai gugus ion yang dapat dipertukarkan. Contoh : pengolahan air dengan penukaran ion untuk produksi uap didalam sebuah ketel uap. Air umumnya mengandung ion kalsium. Karena terjadi penguapan,konsentrasi kapur didalam ketel akan meningkat sehingga menimbulkan kerak. Kerak ini akan menyebabkan pemborosan bahan bakar,karena menghambat panas. Oleh karena itu kadar kapur harus seminimal mungkin. Salah satu caranya adalah dengan penukar ion dengan penukar resin yang mengandung gugus natrium. Air dilewatkan ke dalam tumpukan butiran resin. Dengan resinnya R – Na : R-Na + Ca ++→R-Ca + Na +, Ca ++ diair diikat,dan Na+ dilepas ke air oleh resin. Na tidak menimbulkan kerak karena garam dari Na umunya larut dalam air. Lama – lama resinnya akan kenyang dengan kapur (Ca) sehingga kemampuan penukarannya hilang. Resin perlu diganti. Untunglah dalam praktek resin tidak perlu dibuang tetapi bisa dicuci, caranya dengan penukaran ion juga yaitu dengan larutan garam dapur ( NaCl ). Resin penukar ion sintetis merupakan suatu polimer yang terdiri dari dua bagian yaitu struktur fungsional dan matrik resin yang sukar larut. Resin penukar ion ini dibuat melalui kondensasi phenol dengan formaldehid yang kemudian diikuti dengan reaksi sulfonasi untuk memperoleh resin penukar ion asam kuat. Sedangkan untuk resin penukar ion basa kuat diperoleh dengan mengkondensasikan phenilendiamine dengan formaldehid dan telah ditunjukkan bahwa baik resin penukar kation dan resin penukar anion hasil sintesis ini dapat
  • 55. digunakan untuk memisahkan atau mengambil garam – garam. Pada umumnya senyawa yang digunakan untuk kerangka dasar resin penukar ion asam kuat dan basa kuat adalah senyawa polimer stiren divinilbenzena. Ikatan kimia pada polimer ini amat kuat sehingga tidak mudah larut dalam keasaman dan sifat basa yang tinggi dan tetap stabil pada suhu diatas 150oC. Polimer ini dibuat dengan mereaksikan stiren dengan divinilbenzena, setelah terbentuk kerangka resin penukar ion maka akan digunakan untuk menempelnya gugus ion yang akan dipertukarkan. Resin penukar kation dibuat dengan cara mereaksikan senyawa dasar tersebut dengan gugus ion yang dapat menghasilkan (melepaskan) ion positif. Gugus ion yang biasa dipakai pada resin penukar kation asam kuat adalah gugus sulfonat dan cara pembuatannya dengan sulfonasi polimer polistyren divinilbenzena (matrik resin). Resin penukar ion yang direaksikan dengan gugus ion yang dapat melepaskan ion negatif diperoleh resin penukar anion. Resin penukar anion dibuat dengan matrik yang sama dengan resin penukar kation tetapi gugus ion yang dimasukkan harus bisa melepas ion negatif, misalnya –N (CH3)3+atau gugus lain atau dengan kata lain setelah terbentuk kopolimer styren divinilbenzena (DVB), maka diaminasi kemudian diklorometilasikan untuk memperoleh resin penukar anion. Gugus ion dalam penukar ion merupakan gugus yang hidrofilik (larut dalam air). Ion yang terlarut dalam air adalah ion – ion yang dipertukarkan karena gugus ini melekat pada polimer, maka ia dapat menarik seluruh molekul polimer dalam air, maka polimer resin ini diikat dengan ikatan silang (cross linked) dengan molekul polimer lainnya, akibatnya akan mengembang dalam air. Mekanisme pertukaran ion dalam resin meskipun non kristalisasi adalah sangat mirip dengan pertukaran ion- ion kisi kristal. Pertukaran ion dengan resin ini terjadi pada keseluruhan struktur gel dari resin dan tidak hanya terbatas pada efek permukaan. Pada resin penukar anion,
  • 56. pertukaran terjadi akibat absorbsi kovalen yang asam. Jika penukar anion tersebut adalah poliamin, kandungan amina resin tersebut adalah ukuran kapasitas total pertukaran. Dalam proses pertukaran ion apabila elektrolit terjadi kontak langsung dengan resin penukar ion akan terjadi pertukaran secara stokiometri yaitu sejumlah ion – ion yang dipertukarkan dengan ion – ion yang muatannya sama akan dipertukarkan dengan ion – ion yang muatannya sama pula dengan jumlah yang sebanding. Material penukar ion yang utama berbentuk butiran atau granular dengan struktur dari molekul yang panjang (hasil co-polimerisasi), dengan memasukkan grup fungsional dari asam sulfonat, ion karboksil. Senyawa ini akan bergabung dengan ion pasangan seperti Na+, OH− atau H+. Senyawa ini merupakan struktur yang porous. Senyawa ini merupakan penukar ion positif (kationik) untuk menukar ion dengan muatan elektrolit yang sama (positif) demikian sebaliknya penukar ion negatif (anionik) untuk menukar anion yang terdapat di dalam air yang diproses di dalam unit “Ion Exchanger”. Proses pergantian ion bisa “reversible” (dapat balik), artinya material penukar ion dapat diregenerasi. Sebagai contoh untuk proses regenerasi material penukar kationik bentuk Na+ dapat diregenerasi dengan larutan NaCl pekat, bentuk H+ diregenerasi dengan larutan HCl sedangkan material penukar anionik bentuk − OH dapat diregenerasi dengan larutan NaOH (lihat buku panduan dari pabrik yang menjual material ini). Regenerasi adalah suatu peremajaan, penginfeksian dengan kekuatan baru terhadap resin penukar ion yang telah habis saat kerjanya atau telah terbebani, telah jenuh. Regenerasi penukaran ion dapat dilakukan dengan mudah karena pertukaran ion merupakan suatu proses yang reversibel yang perlu diusahakan hanyalah agar pada regenerasi berlangsung reaksi dalam arah yang berkebalikan dari pertukaran ion.
  • 57. 2. Koagulasi Koagulasi merupakan proses destabilisasi muatan partikel koloid,suspended solid halus dengan penambahan koagulan disertai dengan pengadukan cepat untuk mendispersikan bahan kimia secara merata. Dalam suatu suspensi, koloid tidak mengendap (bersifat stabil) dan terpelihara dalam keadaan terdispersi, karena mempunyai gaya elektrostatis yang diperolehnya dari ionisasi bagian permukaan serta adsorpsi ionion dari larutan sekitar. Pada dasarnya koloid terbagi dua, yakni koloid hidrofilik yang bersifat mudah larut dalam air (soluble) dan koloid hidrofobik yang bersifat sukar larut dalam air (insoluble). Bila koagulan ditambahkan ke dalam air, reaksi yang terjadi antara lain adalah: Pengurangan zeta potensial (potensial elektrostatis) hingga suatu titik di mana gaya van der walls dan agitasi yang diberikan menyebabkan partikel yang tidak stabil bergabung serta membentuk flok; Agregasi partikel melalui rangkaian inter partikulat antara grup-grup reaktif pada koloid; Penangkapan partikel koloid negatif oleh flok-flok hidroksida yang mengendap. Untuk suspensi encer laju koagulasi rendah karena konsentrasi koloid yang rendah sehingga kontak antar partikel tidak memadai, bila digunakan dosis koagulan yang terlalu besar akan mengakibatkan restabilisasi koloid. Untuk mengatasi hal ini, agar konsentrasi koloid berada pada titik dimana flok-flok dapat terbentuk dengan baik, maka dilakukan proses recycle sejumlahsettled sludge sebelum atau sesudah rapid mixing dilakukan. Tindakan ini sudah umum dilakukan pada banyak instalasi untuk meningkatkan efektifitas pengolahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi antara lain: 1. Kualitas air meliputi gas-gas terlarut, warna, kekeruhan, rasa, bau, dan kesadahan; 2. Jumlah dan karakteristik koloid;
  • 58. 3. Derajat keasaman air (pH); 4. Pengadukan cepat, dan kecepatan paddle; 5. Temperatur air; 6. Alkalinitas air, bila terlalu rendah ditambah dengan pembubuhan kapur; 7. Karakteristik ion-ion dalam air. Koagulan yang paling banyak digunakan dalam praktek di lapangan adalah alumunium sulfat [Al2(SO4)3], karena mudah diperoleh dan harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan jenis koagulan lain. Sedangkan kapur untuk pengontrol pH air yang paling lazim dipakai adalah kapur tohor (CaCO3). Agar proses pencampuran koagulan berlangsung efektif dibutuhkan derajat pengadukan > 500/detik, nilai ini disebut dengan gradien kecepatan (G) Penjernihan dengan sistem Destilasi. Penjernihan air ini memakai teknologi penjernihan dengan cara kimia dan proses penyaringan. Bahan mimia yang digunakan adalah kaporit, bubuk kapur dan tawas. Bahan-bahan ini mudah didapat di daerah pedesaan atau kota-kota kecil di seluruh Indonesia. Bahan penyaring yang dibutuhkan adalah kerikil, pasir, ijuk dan arang aktif. A. BAHAN DAN PERALATAN 1. 2 (dua) kg arang aktif 2. 3 (tiga) kg ijuk 3. pasir halus 4. batu kerikil 5. bubuk kapur 10 gram 6. tawas 10 gram 7. kaporit 2,5 gram 8. 2 (dua) buah drum bekas 9. 2 (dua) buah kran ukuran ½ cm B. PEMBUATAN 1. Lubangi kedua drum 5 cm dari bagian bawah, dan diberi kran. Drum I untuk bak pengendapan, drum II untuk bak penyaring. 2. Letakkan drum I lebih tinggi dari drum II hubungkan kedua drum tersebut, lihat gambar. Gambar 1. Penyaringan Air Secara Kimiawi
  • 59. 3. Isilah drum II (bak penyaringan) berturut-turut dengan batu kerikil setebal 5 cm; arang setebal 5 cm; ijuk setebal 5 cm dan pasir halus setebal 15 cm (lihat Gambar 1 dibawah) 4. Isilah drum I (bak pengendapan) dengan air yang akan dijernihkan. Bubuhi dengan 10 gram tawas (untuk 100 liter air) kemudian aduk selama 5 menit. Tambahkan bubuk kapur sebanyak 10 gram dan kaporit 2,5 gram, kemudian aduk perlahan-lahan selama 2-3 menit. Tujuan mengaduk, agar butirbutir lumpur menjadi besar dan mengendap. C. PENGGUNAAN 1. Lakukan proses pengendapan ini pada waktu malam hari sehingga pada waktu pagu hari, air dapat dialirkan ke bak penyaringan dan siap untuk dipakai. 2. Buka kran pada bak penyaringan untuk mendapatkan air yang bersih. D. PEMELIHARAAN 1. Bersihkan endapan lumpur pada bak pengendapan sesering mungkin. 2. Apabila jalan air pada drum/bak penyaringan kurang lancar, cucilah pasir kerikil dan ijuk sampai bersih.
  • 60. 3. Apabila air bersih yang dihasilkan berbau kaporit sangat tajam, gantilah arang aktif dengan yang baru. E. KEUNTUNGAN 1. Dapat digunakan untuk air sungai, rawa, sumur,sawah dan telaga. 2. Menghasilkan air yang jernih, tidak berbau, tidak asam, tidak payau. F. KERUGIAN 1. Air tidak dapat dialirkan secara teratur. 2. Hanya dapat menjernihkan air dengan jumlah tertentu saja. 3. Bak harus sering dibersihkan. 4. Cara ini tidak dibenarkan untuk air yang tercemar bahan kimia buangan air pabrik.
  • 61. Lumpur Aktif dan Proses Oksidasi dalam Pengolahan Air Limbah Air limbah mengandung berbagai macam bahan/zat, di antaranya zat organic. Zat organic yang berada dalam air limbah akan mengalami oksidasi oleh oksigen yang terdapat di dalam air, sehingga akan menurunkan kadar oksigen yang terlarut di dalam air (dissolved oxygen : DO). Kadar oksigen terlarut yang rendah (DO rendah) dapat mengakibatkan matinya hewan-hewan air. Banyaknya oksigen yang digunakan untuk mengoksidasi limbah organic disebut BOD (Biochemical Oxygen Demand). Bila harga BOD dalam perairan telalu besar dapat menimbulkan bau tidak sedap karena mengakibatkan oksidasi berlangsung tanpa oksigen (anaerob). Oksidasi anaerob menghasilkan gas NH3, CH4 dan H2S yang berbau tidak sedap. Oleh karena itu, air limbah harus diproses untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan tersebut. Pengolahan air limbah dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu tahap primer, sekunder dan tersier. Pengolahan Tahap Primer Tujuannya untuk memisahkan sampah yang tidak larut air, seperti Lumpur, oli dan limbah kasar lainnya. dengan cara penyaringan dan pengendapan (sedimentasi). Pengendapan dilakukan dengan penambahan elektrolit, seperti FeCl2, FeCl3, Al2(SO4)3 dan CaO yang berfungsi untuk menetralisir muatan koloid (partikel dengan diameter 10-7 – 10-5 cm) sehingga dapat menggumpal dan mengendap. Pengolahan Tahap Sekunder Tujuannya untuk menghilangkan BOD, dengan cara mengoksidasinya. Salah satu cara pengolahan limbah tahap sekunder adalah dengan cara Lumpur aktif (activated sludge process). Pengolahan Tahap Tertier Tujuannya untuk pengolahan air bersih, dengan menghilangkan limbah organic beracun, logam berat dan bakteri. Proses lumpur aktif adalah suatu proses aerobic (oksidasi dengan oksigen) yang berlangsung dalam suatu bak pengolah air limbah. Bak tersebut berisi partikel-partikel Lumpur yang bercampur (tersuspensi) bakteri aerob, yaitu bakteri yang dapat menguraikan limbah organic dan mengalami biodegradasi (oxygen demanding materials). Pada proses Lumpur aktif diperlukan kolam tempat berlangsung oksidasi limbah organic yang disebut kolam aerobic. Kolam oksidasi atau kolam aerobic adalah kolam dangkal yang mendapat cahaya matahari hingga menembus dasar kolam, sehingga aktifitas fotosintesis dari algae dapat berlangsung di seluruh tempat. Proses yang terjadi di kolam ini adalah perombakan (oksidasi) senyawa organic yang dilakukan oleh bakteri menjadi senyawa CO2, H2O, nitrat, sulfat dan fosfat. Untuk kelangsungan proses ini, bakteri membutuhkan oksigen terlarut yang diperoleh dari fotosintesis dengan memanfaatkan CO2 dan H2O.
  • 62. MEKANISME PENGOLAHAN LIMBAH DENGAN LUMPUR AKTIF (ACTIVATED SLUDGE) Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga) yang kehadirannya pada saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki karena tidak memiliki nilai ekonomis. Kehadiran limbah dapat berdampak negatif bagi lingkungan terutama kesehatan manusia sehingga perlu dilakukan penanganan limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung jenis dan karakteristik limbah (Sulaeman, 2009). Karakteristik limbah meliputi: - Berukuran mikro - Dinamis - Berdampak luas (penyebarannya) - Berdampak jangka panjang (antar generasi) Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri digolongkan menjadi: 1. Limbah cair 2. Limbah padat 3. Limbah gas dan partikel 4. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) Pengelolaan limbah adalah kegiatan terpadu yang meliputi kegiatan pengurangan(minimization), segregasi (segregation), penanganan (handling), pemanfaatan dan pengolahan limbah. Kegiatan pendahuluan pada pengelolaan limbah (pengurangan, segregasi dan penanganan limbah) dapat membantu mengurangi beban pengolahan limbah di IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). Saat ini, tren pengelolaan limbah di industri adalah menjalankan secara terintergrasi kegiatan pengurangan, segregasi dan handling llimbah sehingga menekan biaya dan menghasilkan output limbah yang lebih sedikit serta minim tingkat pencemarnya. Integrasi dalam pengelolaan limbah tersebut kemudian dibuat menjadi berbagai konsep seperti: produksi bersih (cleaner production), atau minimasi limbah (waste minimization) (Badjoeri et al., 2002). Pengolahan limbah adalah upaya terakhir dalam sistem pengelolaan limbah setelah sebelumnya dilakukan optimasi proses produksi dan pengurangan serta pemanfaatan limbah. Pengolahan limbah dimaksudkan untuk menurunkan tingkat cemaran yang terdapat dalam limbah sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan. Limbah yang dikeluarkan dari setiap kegiatan akan memiliki karakteristik yang berlainan. Hal ini karena bahan baku, teknologi proses, dan peralatan yang digunakan juga berbeda. Namun akan tetap ada kemiripan karakteristik diantara limbah yang dihasilkan dari proses untuk menghasilkan produk yang sama (Badjoeri et al., 2002). Karakteristik utama limbah didasarkan pada jumlah atau volume limbah dan kandungan bahan pencemarnya yang terdiri dari unsur fisik, biologi, kimia dan radioaktif. Karakteristik ini akan menjadi dasar untuk menentukan proses dan alat yang digunakan
  • 63. untuk mengolah air limbah. Adapun tahapan dan jenis proses serta alat yang digunakan untuk mengolah air limbah adalah sebagai berikut: a. Tahapan proses Pengolahan air limbah biasanya menerapkan 3 tahapan proses yaitu pengolahan pendahuluan (pre-treatment), pengolahan utama (primary treatment), dan pengolahan akhir (post treatment). Pengolahan pendahuluan ditujukan untuk mengkondisikan alitan, beban limbah dan karakter lainnya agar sesuai untuk masuk ke pengolahan utama. Pengolahan utama adalah proses yang dipilih untuk menurunkan pencemar utama dalam air limbah. Selanjutnya pada pengolahan akhir dilakukan proses lanjutan untuk mengolah limbah agar sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan. b. Jenis proses dan alat pengolahan Ada tiga jenis proses yang dapat dilakukan untuk mengolah air limbah yaitu: 1. Proses secara fisik Proses fisik dilakukan dengan cara memberikan perlakuan fisik pada air limbah seperti menyaring, mengendapkan, atau mengatur suhu proses dengan menggunakan alat screening, grit chamber, dan settling tank (settling pond). 2. Proses secara biologi Proses biologi dilakukan dengan cara memberikan perlakuan atau proses biologi terhadap air limbah seperti penguraian atau penggabungan substansi biologi dengan lumpur aktif (activated sludge), attached growth filtration, aerobic process dan an-aerobic process. 3. Proses kimia Proses kimia dilakukan dengan cara membubuhkan bahan kimia atau larutan kimia pada air limbah agar dihasilkan reaksi tertentu. Untuk suatu jenis air limbah tertentu, ketiga jenis proses dan alat pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau dikombinasikan dengan mempertimbangkan aspek teknis, ekonomi dan pengelolaannya. Sebagian besar limbah cair industri pangan dapat ditangani dengan mudah dengan sistem biologis, karena polutan utamanya berupa bahan organik, seperti karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin. Polutan tersebut umumnya dalam bentuk tersuspensi atau terlarut. Tujuan dasar pengolahan limbah cair adalah untuk menghilangkan sebagian besar padatan tersuspensi dan bahan terlarut, kadang-kadang juga untuk pemisahan unsur hara (nutrien) berupa nitrogen dan fosfor. Secara umum, pengolahan limbah cair dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1. Pengolahan Primer Pengolahan primer merupakan pengolahan secara fisik untuk menyisihkan bendabenda terapung atau padatan tersuspensi terendapkan (seltleable solids). Pengolahan primer ini berupa penyaringan kasar, dan pengendapan primer untuk memisahkan bahan inert seperti butiran pasir (tanah). Saringan kasar digunakan untuk melewatkan benda berukuran relatif besar. Karena butiran pasir (tanah) merupakan bahan non-biodegradable dan dapat terakumulasi di dasar instalasi pengolahan limbah cair, maka bahan tersebut harus dipisahkan dari limbah cair yang akan diolah. Pemisahan butiran pasir (tanah) dapat
  • 64. dilakukan dengan bak pengendapan primer. Pengendapan primer ini umumnya dirancang untuk waktu tinggal sekitar 2 jam. Pengolahan primer hanya dapat mengurangi kandungan bahan yang mengambang atau bahan yang dapat terendapkan oleh gaya gravitasi. Sebagian polutan limbah cair industri pangan terdapat dalam bentuk tersuspensi dan terlarut yang relatif tidak terpengaruh oleh pengolahan primer tersebut. Untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan polutan tersuspensi atau terlarut diperlukan pengolahan sekunder dengan proses biologis (aerobik maupun anaerobik). 2. Pengolahan Sekunder Pengolahan sekunder (secara biologis) pada prinsipnya adalah pemanfaatan aktivitas mikroorganisme seperti bakteri dan protozoa. Mikroba tersebut mengkonsumsi polutan organik biodegradable dan mengkonversi polutan organik tersebut menjadi karbondioksida, air dan energi untuk pertumbuhan dan reproduksinya. Oleh karena itu, sistem pengolahan limbah cair secara biologis harus mampu memberikan kondisi yang optimum bagi mikroorganisme, sehingga mikroorganisme tersebut dapat menstabilkan polutan organik biodegradable secara optimum. Upaya yang dilakukan untuk mempertahankan agar mikroorganisme tetap aktif dan produktif, mikroorganisme tersebut harus dipasok dengan oksigen yang cukup, cukup waktu untuk kontak dengan polutan organik, temperatur dan komposisi medium yang sesuai. Perbandingan BOD5 : N : P juga harus seimbang. BOD5 : N : P juga = 100 : 5 : I dianggap optimum untuk proses pengolahan limbah cair secara aerobik. Sistem pengolahan limbah cair yang dapat diterapkan untuk pengolahan sekunder limbah cair industri pangan skala antara lain adalah sistem lumpur aktif (activated sludge), trickling filter, Biodisc atau Rotating Biological Contactor (RBC), dan Kolam Oksidasi. Mikroorganisme anaerobik telah dapat juga diterapkan untuk pengolahan limbah cair dengan kandungan padatan organik tersuspensi tinggi. Pengolahan limbah cair dengan sistem ini memiliki berbagai keuntungan seperti rendahnya produksi lumpur (Sludge), rendahnya konsumsi energi, dan dihasilkannya gas metana (gas bio) sebagai produk samping yang bermanfaat. Sistem anaerobik untuk pengolahan limbah cair industri pangan skala kecil, antara lain sistem septik dan UASB (Up-flow Anaerobic Sludge Blanket). Pengolahan limbah secara sekunder dapat mengurangi BOD dan TSS secara signifikan, tetapi efluen masih mengandung amonium atau nitrat, dan fosfor dalam bentuk terlarut. Kedua bahan ini merupakan unsur hara (nutrien) bagi tanaman akuatik. Jika unsur nutrien ini dibuang ke perairan (sungai atau danau), akan menyebabkan pertumbuhan biota air dan pertumbuhan yang berlebih dapat mengakibatkan eutrofikasi dan pendangkalan badan air tersebut. Oleh karena itu, unsur hara tersebut perlu dieliminasi dari efluen. Nitrogen dalam efluen instalasi pengolahan sekunder kebanyakan dalam bentuk senyawa amonia atau ammonium, tergantung pada nilai pH. Senyawa amonia ini bersifat toksik jika konsentrasinva cukup tinggi. Permasalahan lain yang berkaitan dengan amonia adalah penggunaan oksigen terlarut selama proses konversi dari amonia menjadi nitrat oleh mikroorganisme (nitfifikasi). Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas efluen dibutuhkan pengolahan tambahan atau pengolahan tersier (advanced waste waten treatment) untuk mengurangi atau menghilangkan konsentrasi BOD, TSS dan nutrien (N,P). 3. Proses Tersier