Dokumen tersebut membahas pentingnya perlindungan hak kekayaan intelektual (HKI) di Indonesia, termasuk hak cipta, paten, merek dagang, dan perlindungan varietas tanaman. Dokumen ini menjelaskan bagaimana rendahnya pemahaman masyarakat Indonesia akan HKI telah menyebabkan banyak karya cipta dan varietas tanaman lokal dibajak tanpa izin. Oleh karena itu, perlu adanya upaya pemerintah untuk
2. Pentingnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) mempunyai potensi ekonomi yang besar. Angkanya
mencapai triliunan rupiah. Kalau kita mempunyai banyak hak paten atau hak cipta, maka kita
berpotensi untuk mengeruk uang triliunan rupiah. Oleh karena itu masyarakat Indonesia harus mulai
rajin untuk menemukan penemuan baru dalam berbagai bidang dan mematenkannya. (Hasan, A
dalam Bunga rampai Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) ).
Selama ini pembajakan hak cipta sudah menjadi tradisi sehari-hari (membudaya) dan bukan
dianggap sebagai suatu kejahatan. Dalam Indrustri rekaman, memberikan kontribusi pajak senilai
320 milyar pertahun (Data tahun 2001). Bayangkan akan sangat besar sekali penghasilan pajak dan
nilai manfaat bagi orang-orang yang bergerak di bidang seni musik jika saja tidak ada pembajakan.
Dalam hal pemahaman akan pentingnya HKI kita sangat tertinggal jauh dibandingkan
dengan negara-negara lain. Bayangkan saja paten internasional tempe yang terdaftar atas nama
periset Indonesia hanya tiga, sedangkan yang dimiliki asing sebanyak 15 Paten (Data tahun 2001).
Demikian juga dengan hasil kerajinan rotan, temuan tentang rancang bangun rotan di Amerika
Serikat jumlah patennya mencapai 193 buah, sedangkan Indonesia hanya 7 paten (Pandy, J dalam
Bunga rampai Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)).
Melihat fakta diatas, sangat penting sekali bagi masyarakat Indonesia untuk memahami
pentingnya HKI. Agar setiap produk, bisnis, dan jasa yang kita jalankan dapat dilindungi
keberadaanya. Perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah hal yang sangat
penting bagi tatanan ekonomi modern.
Pelaksanaan dan perlindungan HKI akan membantu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Pengalaman di sejumlah negara memperlihatkan bahwa pelaksanaan dan perlindungan
HKI turut mendorong investasi dan pengalihan teknologi secara cepat serta merangsang daya saing
masyarakat dan perusahaan setempat. Di Malaysia misalnya, kemajuan indrustri dan teknologinya
tidak bisa dilepaskan dari komitmen pemerintah yang sejak awal menjunjung tinggi HKI. Antara
lain dengan membentuk badan khusus untuk mengurusi soal HKI yang langsung diawasi oleh
Perdana Menteri. Badan tersebut terdiri atas pejabat pemerintah serta pemegang hak cipta, paten,
dan merek. Hal serupa juga terjadi di Jepang. Yukio Kitazuke, Direktur Jendral pada Departemen
Administrasi umum kantor paten Jepang, mencontohkan bagaimana perusahaan elektronik NEC
dan perusahaan otomitif Toyota menjadi besar, setelah bekerjasama dengan perusahaan barat yang
menjunjung HKI (Kompas, 20 Januari 2000).
Rendahnya pemahaman akan pentingnya HKI ini bisa dilihat dari data bahwa hanya 3 %
kontribusi peneliti Indonesia terhadap Jumlah paten yang di daftarkan. Itu lebih rendah bila
dibandingkan dengan peneliti Thailand yang menyumbangkan 7 % jumlah paten yang didaftarkan
3. di badan peten lokal dan Malaysia yang bahkan lebih dari 10 %. (Adiningsih, N. U dalam Bunga
rampai Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI))
Rendahnya tingkat permohonan HKI di Indonesia ini di antaranya disebabkan oleh
pemahaman bahwa untuk mendaftarkan HKI itu berbelit-belit, memakan waktu, dan biaya yang
besar, padahal tidak seperti itu, ada cara mudah, efisien, dan tidak ribet yaitu melalui jasa konsultan
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) untuk membantu mendaftarkan HKI (paten, hak cipta, desain
indrustri, merek dagang, rahasia dagang, desain tata letak terpadu, perlindungan varietas tanaman
(PVT)) baik bagi perorangan, kelompok, dunia bisnis, indrustri, maupun badan-badan penelitian
pemerintah dan swasta.
Pentingnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) (2)
Dalam suatu kesempatan di pameran produk ekonomi kreatif di JCC sabtu, 27 Juni 2009.
Saya berkesempatan untuk berkunjung ke stand konsultasi HKI ditjen HKI Depkumham. Di stan
tersebut saya melihat sebuah poster yang amat menggelitik ketika di baca yang berbunyi “Jangan
membiasakan Right to Copy, namun biasakanlah untuk membuat copyright sendiri”. Bahkan
menteri Hukum dan HAM Andi Mattalata mengatakan dalam poster tersebut “ Diantara nama-nama
Tuhan yang baik “Asmaul Husnaa” tidak ada nama Tuhan yang Maha Pembajak, Tuhan yang Maha
Menjiplak, yang ada adalah Tuhan yang Maha Pencipta”. Sudah saatnya kita merenungkan secara
mendalam kedua kalimat ini. Agar kita menjadi bangsa yang besar, bangsa yang mampu mencipta
sendiri, bangsa yang mandiri. Bukan bangsa yang hanya bisa menjiplak dan membajak. Di stand
konsultasi HKI itu saya kaget karena menemukan sampel beberapa contoh rokok terkenal yang
dipalsukan, serta produk-produk consumer goods. Duh bagaimana bahayanya jika sekelas rokok
terkenal dan produk consumer good ini dibeli oleh konsumen, tentu akan berbahaya bukan ?
disamping merugikan produsen produk asli juga akan membahayakan konsumen.
Masih dalam lingkup pameran JCC, saya pun berkesempatan berbincang-bincang dengan
karyawan dari stand PT. Aseli Dagadu Djokdja sebuah perusahaan yang terkenal dengan merek
kaos dagadunya. Dalam kesempatan itu saya bertanya, “Mba bagaimana dengan kasus pemalsuan
merek kaos dagadu di Jogyakarta ? Dia menjawab “memang mas produk dagadu banyak di
palsukan di Jogyakarta, udah kita beritahu mereka tetep aja membandel”. Sampai saat ini produk
dagadu Jogya asli hanya terdapat di 3 tempat saja 1. UGD (Unit Gawat Dagadu) Jl. Pakuningratan
15 Yogyakarta 2. Posyandu (Pos Pelayanan Dagadu) Lower ground Malioboro Mall Yogyakarta dan
3. DPRD (Djawatan Pelajanan Resmi Dagadu) Lantai 1 Plaza Ambarrukmo Yogyakarta. Terlepas
dari palsu memalsu, kita melihat produk kaos dagadu telah menjadi branding terkenal bagi
masyarakat Yogyakarta bahkan dunia. Kita boleh berbangga dengan kreasi terbaik anak bangsa,
4. namun kita pun turut bersedih ternyata kebanggaan anak bangsa, di bajak oleh anak bangsa itu
sendiri. Oleh karena itu, bercermin dari kisah dagadu diatas, amat sangat penting bagi para calon
pengusaha dan para pengusaha untuk selalu mendaftarkan merek dagangnya ke kantor HKI agar
mendapatkan perlindungan hukum.
Tidak jauh dari JCC saya pun berkesempatan berkunjung ke Pesta Buku Jakarta 2009 di
Istora Senayan Jakarta, betapa kagetnya saya pun menemukan beberapa contoh buku-buku bajakan
yang di pajang oleh IKAPI, adapun buku-buku bajakan itu diantaranya adalah buku-buku best seller
karya anak bangsa di bidang sastra, buku-buku pendidikan. Sungguh bagaimana bangsa ini bisa
maju jika karya anak bangsa di bajak oleh kita sendiri. Jika Jendral Naga Bonar membaca tulisan
ini, maka tentu dia akan berkata “APA KATA DUNIA ...?”
Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) dan Masa Depan Pertanian Indonesia
Negara-negara berkembang seperti Indonesia kaya akan sumber daya alam (SDA) namun,
sangat miskin dalam hal riset and development (R&D) sedangkan negara maju miskin akan sumber
daya alam (SDA) namun kaya akan riset and development (R&D). Dengan adanya Perlindungan
varietas tanaman (PVT) diharapkan akan memacu invensi dan inovasi berbasis sumber daya alam di
bidang pertanian. Para pemulia tanaman akan terpacu untuk merakit varietas-varietas tanaman baru
yang bermanfaat bagi masyarakat luas. PVT pun menjamin akan perlindungan atas sumber
kekayaan alam (plasma nutfah). Sudah saatnya Indonesia menggalakkan riset di bidang pertanian
secara besar-besaran. Sumber daya alam kita melimpah ruah, namun jika kita hanya diam dan tidak
melakukan riset di bidang pertanian secara besar-besaran maka kita tetap tidak akan berkembang
menjadi negara yang maju di bidang pertanian. Lihat saja negara New Zealand dengan satu produk
buah Kiwinya bisa mengguncang dunia, lihat pula beranekaragam bunga-bunga hias hasil para
pemulia tanaman dari Thailand banyak di buru oleh orang-orang di seluruh dunia, bahkan tak jarang
orang-orang dari Indonesia menghabiskan uangnya di negeri gajah itu untuk memborong tanamantanaman hias langka dan terbaru. Maka, sudah saatnya kita merakit varietas-varietas unggulan baru
baik itu buah-buahan, sayuran, tanaman pangan, obat-obatan. Modal awal sudah kita miliki yaitu
kekayaan plasma nutfah yang melimpah ruah, sekarang tinggal menunggu kreatifitas para pemulia
tanaman (breeder) untuk menghasilkan tanaman-tanaman baru yang bernilai ekonomi dan
memberikan banyak manfaat bagi masyarakat luas. Setelah para pemulia tanaman itu menghasilkan
varietas-varietas tanaman baru, sangat penting sekali pemerintah Indonesia memberikan
perlindungan hukum atas karya yang dihasilkannya yaitu dengan pemberian sertifikat varietas
tanaman (PVT). Selain varietas-varietas tanaman baru, departemen pertanian pun harus
5. memberikan perlindungan bagi varietas-varietas tanaman lokal yang telah menjadi milik
masyarakat. Bangsa yang besar adalah bangsa yang banyak menghasilkan invensi dan inovasi di
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan sastra termasuk varietas baru di bidang pertanian.
Bangsa yang besar tidak hanya kaya akan sumber daya alamnya saja, buat apa kaya akan sumber
daya alamnya, jika ternyata kita sebagai anak bangsa “miskin berfikir, miskin berkreasi dan miskin
bermimpi”.
Kita sebagai bangsa agraris masih harus bersyukur dengan cara selalu berfikir, mencipta
,serta berkreasi. Oleh karena itu, kita harus bisa membangkitkan kreatifitas di bidang pertanian
caranya tentu dengan menemukan banyak varietas-varietas tanaman baru yang bermanfaat dan
bernilai ekonomi. Untuk merangsang kreatifitas ini Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) bisa
menjadi salah satu jalan.
Lihat saja data berikut ini, Pada tahun 1990 pengeluaran untuk kepentingan riset
bioteknologi di Amerika Serikat mencapai $ 11 milyar, dua pertiganya berada di sektor swasta.
(Bunga Rampai Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2001). Kita bisa melihat besarnya dana riset yang
dilakukan oleh negara maju di bidang pertanian ini sangat jauh dengan dana riset indonesia.
Semoga saja dengan di sahkannya UU no 29 tahun 2000 tentang perlindungan varietas tanaman
(PVT) akan semakin memacu riset pertanian di Indonesia. Pilihan ada di tangan kita semua, apakah
kita akan selamanya menjadi negara yang kaya akan sumber daya alam, namun miskin invensi dan
inovasi. Indonesia baru menjadi Indonesia sebenarnya jika kaya akan sumber daya alam namun
manusianya pun kaya juga dengan invensi dan inovasi di bidang pertaniannya.
Manfaat Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
Peranan HKI dalam pembangunan ekonomi tidak dapat diragukan lagi, karena berdasarkan data,
negara-negara yang memiliki modal asset non fisik (modal intelektual) atau modal yang berbasis
ilmu pengetahuan dan teknologi menyumbangkan kekayaan yang jauh melebihi kekayaan yang
berbasis fisik (Sumber Daya Alam). Sebagai contoh negara-negara besar seperti Amerika Serikat
pada tahun 1980 memiliki asset pendapatan dari modal intelektual yang berbasis pengetahuan
sebesar 36,5 % dari GNP nya, begitu juga dengan Jepang, Korea, Singapura. Mereka lebih maju
dari pada negara Indonesia yang kaya akan SDA nya.
Adapun Manfaat Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah :
1. Memberikan perlindungan hukum sebagai insentif bagi pencipta inventor dan desainer
dengan memberikan hak khusus untuk mengkomersialkan hasil dari kreativitasnya dengan
6. menyampingkan sifat tradisionalnya.
2. Menciptakan iklim yang kondusif bagi investor.
3. Mendorong kegiatan penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan penemuan baru di
berbagai bidang teknologi.
4. Sistem Paten akan memperkaya pengetahuan masyarakat dan melahirkan penemu-penemu
baru.
5. Peningkatan dan perlindungan HKI akan mempercepat pertumbuhan indrustri, menciptakan
lapangan kerja baru, mendorong pertumbuhan
ekonomi, meningkatkan kualitas hidup
manusia yang memberikan kebutuhan masyarakat secara luas.
6. Indonesia sebagai negara yang memiliki keanekaragaman suku/ etnik dan budaya serta
kekayaan di bidang seni, sastra dan budaya serta ilmu pengetahuan dengan
pengembangannya memerlukan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang lahir
dari keanekaragaman tersebut.
7. Memberikan perlindungan hukum dan sekaligus sebagai pendorong kreatifitas bagi
masyarakat.
8. Mengangkat harkat dan martabat manusia dan masyarakat Indonesia.
9. Meningkatkan produktivitas, mutu, dan daya saing produk ekonomi Indonesia.
Peran dan tantangan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia
1. Menciptakan iklim perdagangan dan investasi ke Indonesia
2. Meningkatkan perkembangan teknologi di Indonesia
3. Mendukung perkembangan dunia usaha yang kompetitif dan spesifik dalam dunia usaha.
4. Meningkatkan invensi dan inovasi dalam negeri yang berorientasi ekspor dan bernilai
komersial.
5. Mempromosikan sumber daya sosial dan budaya yang dimiliki.
6. Memberikan reputasi internasional untuk ekspor produk lokal yang berkarakter dan
memiliki tradisi budaya daerah.
(Sumber : Aspek Hukum dalam Sengketa Hak Kekayaan Intelektual Teori dan Praktek, Oleh
Emawati Junus, 2003)
Tantangan Pertanian ke Depan
Hasil-hasil pertanian seperti sayur-mayur dan buah-buahan dari luar negeri dapat masuk
dengan mudah ke Indonesia karena semakin berkurangnya hambatan tarif (Tariff Barierr) dan non
7. tarif (non tariff Barierr). Semakin banyaknya buah dan sayuran import yang beredar di pasar, secara
potensial dapat mengancam petani lokal yang tidak siap berkompetisi.
Untuk menghadapi tantangan diatas, upaya-upaya perlindungan terhadap varietas tanaman
lokal Indonesia mutlak dilakukan. Selain dari itu, perlu pula adanya peningkatan kreativitas para
petani Indonesia untuk secara mandiri melakukan kegiatan “perakitan tanaman baru” secara
mandiri dan berdaya tentu dengan pendampingan para saintis didalamnya. Kegiatan Perakitan
varietas tanaman yang dikenal dengan kegiatan pemuliaan tanaman harus bisa melibatkan para
petani lokal yang memiliki pengetahuan kearifan lokal dan tradisional. Sehingga kegiatan
pemuliaan tanaman dapat berjalan dengan baik. Pusat Kajian Buah-buahan Tropika IPB diantaranya
telah melakukan kegiatan pemuliaan tanaman parsipatoris, dimana dalam setiap tahapan kegiatan
pemuliaan tanaman selalu melibatkan petani di dalamnya.
Kegiatan Pemuliaan Tanaman merupakan kunci kedaulatan pangan sebuah bangsa. Suatu
bangsa akan mandiri dan berdikari di bidang pangan, jika bangsa itu memiliki tingkat intelektualitas
dan kreatifitas yang tinggi dalam melahirkan varietas-varietas tanaman baru yang bernilai tinggi dan
memberikan banyak manfaat bagi kemanusiaan.
Kenapa pemulia itu memiliki peranan yang sangat vital bagi ketahanan pangan ? Disini
penulis akan sedikit bercerita saat terjadi kerawanan pangan di Yahukimo Papua beberapa tahun
yang lalu. Sewaktu penelitian saat kuliah, Penulis di bimbing oleh seorang peneliti dan pemulia
tanaman yang bernama Dr. M. Jusuf dari Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian
(Balitkabi) Malang. Sebagai seorang pemulia beliau memberikan peranan yang vital dalam
membantu masyarakat Yahukimo dalam menyediakan varietas umbi jalar baru bagi masyarakat
Yahukimo. Sehingga dapat membantu mereka dari bencana kelaparan.
Oleh karena itu, untuk menghargai kiprah para pemulia tanaman di Indonesia pemerintah
Indonesia telah menerbitkan UU no 29 tahun 2000 berkaitan dengan Perlindungan Varietas
Tanaman (PVT) dimana dalam undang-undang ini Breeder Right (Hak Pemulia) dan Farmer Right
(Hak Petani) di lindungi. Semoga saja dengan lahirnya udang-undang PVT ini dapat memacu
kreatifitas para pemulia tanaman, indrustri perbenihan, dan para petani untuk menghasilkan
varietas-varietas baru. Menurut hemat saya sudah saatnya sekecil apapun hasil invensi kita di
bidang pertanian untuk diajukan untuk memperoleh perlindungan varietas tanaman (PVT).
Oleh karena itu bagi para peneliti, pemulia tanaman, indrustri benih, dan petani yang ingin
mendapatkan informasi seputar perlindungan varietas tanaman (PVT) dengan senang hati akan
kami bantu.
8. Biofuel, Bioetanol dan Kedaulatan Pangan Indonesia
Pada periode 2000-2007 produksi etanol dunia tumbuh empat kali lipat dan biodiesel
sepuluh kali lipat. Pada 2005 investasi biofuel dunia mencapai 38 miliar dolar AS dan diperkirakan
akan melonjak mencapai angka 100 milyar dollar AS pada tahun 2010. Ketika lahan tanaman
pangan dialihkan menjadi lahan tanaman produksi bahan bakar nabati (BBN) (Biofuel, Bioetanol),
akan berdampak ganda : jika produksi biofuel, bioetanol meningkat, produksi pertanian (tanaman
pangan) menurun, akibatnya terjadi kekurangan pangan dan harga pangan naik. Kelangkaaan
pangan ini seringkali lebih berdampak kepada orang miskin. (Sumber : Bill Pitzer 2009 New York
Time Syndicate dalam Kompas).
Dilema antara pengembangan biofuel dan tanaman pangan mendapatkan perhatian Direktur
Earth Policy Institute Lester R Brown, pertarungan antara pengembangan tanaman pangan dan
biofuel akan memunculkan perang kepentingan antara 800 juta orang konsumen bahan bakar
alternatif dan 2 milyar orang yang berharap komoditas Biofuel dan Bioetanol (Kelapa sawit,
Jagung, Kedelai, Ketela Rambat, Tebu) menjadi produk pangan. Jika tidak adanya kebijakan yang
adil, dikhawatirkan akan menghasilkan 845 juta orang kelaparan atau bergizi buruk dan sekitar 24
ribu orang, terutama anak-anak, akan meninggal setiap harinya. (Marwoto, A. Jejak pangan Sejarah,
Silang Budaya, dan Masa Depan, Penerbit Kompas 2009).
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, kandungan minyak bumi,
perkebunan sawit yang luas, hendaklah diselaraskan dengan kebijakan pertanian tanaman pangan.
Hal ini penting agar kebijakan bioetanol dan biofuel tidak menyebabkan kerawanan pangan bagi
masyarakat Indonesia. Terlebih Indonesia menjadi Buffer bagi permintaan minyak kelapa sawit
dunia.
Kebijakan negara-negara barat seperti Amerika Serikat yang sangat agresif dalam
pengembangan bioetanol dan biofuel sangat wajar, karena tanaman sawit tdak dapat tumbuh dengan
baik di sana, sebagai akibatnya mereka melakukan pencarian energi baru dari tanaman-tanaman
pangan seperti jagung, kedelai, tebu, singkong. Namun, ternyata kebijakan ini mengakibatkan
harga-harga tanaman pangan seperti kedelai dan jagung melambung tinggi. Akibatnya Indonesia
sebagai pengimpor kedelai pun mengalami masalah dengan kenaikan harga-harga kedelai, sebagai
akibatnya banyak para perajin tahu dan tempe yang menjerit-jerit.
Politik pangan dan kebijakan bahan bakar nabati (BBN) harus bisa selaras, serasi, dan
seimbang agar tidak terjadinya ketimpangan dan permasalahan pangan di kemudian hari. Selain itu,
kebijakan bahan bakar nabati (BBN) pun harus memperhatikan kedaulatan pertanian, khususnya
kedaulatan pangan negara Indonesia. Kedaulatan pangan hanya mungkin dicapai, manakala
ketergantungan import terhadap pangan dari negara lain bisa di hentikan. Inti dari kedaulatan
9. pangan adalah kemampuan negara kita untuk menghargai para pemulia tanaman (breeder)
Indonesia dalam menghasilkan varietas-varietas tanaman baru, yang unggul dan bernilai ekonomi.
Sehingga akan memutus ketergantungan terhadap benih-benih import.
Ya, Kunci kedaulatan pangan kunci utamanya adalah kedaulatan benih. Jika saat ini kita
masih tergantung kepada benih-benih import, maka selama itu pula kita akan sulit untuk
mendapatkan kedaulatan pangan. Namun, jika kita telah mampu menghasilkan benih unggul dan
varietas yang bermutu, maka menurut hemat saya kita akan menjadi bangsa yang memiliki
kedaulatan pangan.
Inti dari kedaulatan pangan adalah adanya kebijakan pemerintah secara totalitas terhadap
sektor pertanian secara luas, dari mulai hulu (on farm) sampai dengan hilir (off farm), dari mulai
peneliti pertanian, pengusaha di bidang pertanian, sampai kepada kebijakan perlindungan bagi para
petani Indonesia.
“Paten” Marketing
Jika selama ini kita mengenal ada Blue Ocean Strategy dalam dunia marketing, maka saya
menawarkan istilah baru “Paten” Marketing, Apakah itu Paten Marketing. Adalah suatu kegiatan
marketing berdasarkan Produk yang kompetitif dan Tekologi yang Kompetitif. Saya akan mencoba
menuliskan beberapa produk yang menggunakan jurus paten marketing ini, diantaranya adalah
produk-produk yang berasal dari negara-negara Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan. Ketiga
negara tersebut biasaya adalah negara-negara yang sangat agresif dalam menghasilkan paten di
produk-produk indrustri. Siapapun bisa tahu, bahwa produk-produk dari Asia misalnya Jepang dan
Korea Selatan sangat agresif memasuki pasar Indonesia. Lihat saja produk HP, Televisi, kendaraan
bermotor produk Jepang dan Korea Selatan mendominasi Indonesia. Jika kita melihat fenomena ini,
saya berkesimpulan bahwa negara-negara tersebut sangat memberikan porsi yang sangat besar
dalam hal R&D, mereka menjadikan R&D sebagai bagian yang terpadu dalam sisi marketingnya.
Bagi mereka menghasilkan sebanyak mungkin dalam hal paten teknologi, desain produk, secara
langsung berkorelasi positif dengan branding merek.
Dalam sebuah buku Komik History of Honda masa awal kebangkitan Honda di mulai dari
penguatan R&D dan Marketing. Keduanya dijalankan secara terpisah namun R&D harus sejalan
dengan Marketing. Akhirnya produk Honda pun menjadi produk yang terkenal sampai dengan saat
ini.
Begitu juga dengan fenomena indrustri jamu di Indonesia, keberhasilan indrustri jamu
Indonesia dintaranya adalah adanya loncatan besar dalam menjadikan paten sebagai bagian dari
marketing mereka. Lihat saja beberapa produk jamu yang identik dengan tradisional sekarang sudah
10. mengunakan teknologi yang modern dalam proses pembuatannya. Sebagai contoh Perusahaan Jamu
yang maju dewasa ini menjadikan R&D sebagai bagian vital marketing mereka. Sebagai contoh
adalah kuku bima energi yang dahulu hanya dalam kemasan tradisional sekarang dikemas dengan
inovasi produk dan proses pengolahan berteknologi tinggi.
Inti dari Paten Marketing adalah inovasi produk secara terus-menerus. Maka dengan
demikian produk yang kita luncurkan pasti akan menjadi leading di pasaran. Lalu sudah seberapa
jauhkan perusahaan-perusahaan di Indonesia menganggap penting Paten, mendaftarkan merek
dagang mereka, serta menciptakan desain produk mereka ?
Jika kita berkaca kepada negara Korea Selatan negara yang termasuk kasawan benua Asia,
hampir dapat di pastikan dalam hitungan bulan mereka selalu mendaftarkan desain produk baru
mereka untuk mendapatkan sertifikat Paten, Desain Indrustri dan sebagainya dari Dirjen HKI
Departemen Hukum dan HAM RI. Inilah yang menjadi kunci Maraknya produk-produk Korea
Selatan yang banyak membanjiri pasar indonesia dewasa ini. Nyatanya produk Korea Selatan
dewasa ini tidak kalah bersaing dengan produk-produk Jepang. Lihat saja LG, Samsung, Hyundai.
Merek dagang mereka telah menjadi branding terkenal karena mereka tahu arti pentingnnya R&D
untuk menghasilkan paten-paten baru.
Kunci Indonesia pun terletak di “Paten” Marketing ini, bagaimana kita bisa mengolah
sumber daya alam (SDA) menjadi produk-produk olahan baru, produk-produk turunan baru
sehingga kita memperoleh nilai tambah. Jangan sampai kita mengekspor coklat dalam bentuk
mentahnya lalu diolah di luar negeri lalu di jual kembali ke Indonesia sehingga kita harus membeli
dengan harga yang sangat mahal. Oleh karena itu, kita harus maju, caranya tentu dengan terusmenerus berinovasi dan kunci inovasi adalah menghasilkan banyak paten di indonesia, mendorong
para pendesainer indrustri untuk mendaftarkan hasil desain mereka.
Apakah Hak Cipta (Copyright) itu (1) ?
1. Definisi :
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasanpembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Di beberapa negara pada
umumnya tidak melakukan pendefinisian mengenai pengertian Hak Cipta).
2. Latar Belakang Perlindungan Hak Cipta :
Dalam perkembangan sejarah, ide adanya perlindungan hak cipta dimulai dengan adanya
invensi (penemuan) mesin untuk percetakan yang memungkinkan karya tulis atau karya sastra di
duplikasi oleh proses mekanik. Hal tersebut menimbulkan bisnis baru bagi pencetak dan penjual
11. buku, di Inggris di sebut dengan stationers. Para pengusaha mulai mempertimbangkan dengan
membeli kertas, pekerja, sehingga dapat meraup keuntungan dalam waktu singkat. Situasi ini
menimbulkan kompetisi yang tidak sehat, yaitu melakukan perbanyakan tanpa ijin sehingga
timbulah suatu tekanan akan pentingnya suatu perlindungan hukum. Perlindungan itu diberikan
dalam bentuk privilages raja, dan di Jerman diberikan oleh Ratu. Privilages tersebut berupa hak
eklusif untuk reproduksi dan distribusi dalam waktu yang ditentukan dengan sanksi berupa denda,
situasi tersebut memperlihatkan hal-hal yang sangat mendasar dalam perlindungan hukum di bidang
hak cipta. Dan pada akhir abad ke 17 privileges ini diganti dengan pemberian hak oleh kerajaan, hal
inilah awal dari copyright statutes.
3. Hak apakah yang dimiliki Pencipta ?
Hak Ekonomi dan Hak Moral
a. Hak Ekonomi
Hak ekonomi yaitu hak untuk mengumumkan, memperbanyak, dan memberikan ijin untuk
mengumumkan dan memperbanyak ciptaannya. Hak ekonomi ini dimaksudkan untuk mendapatkan
manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait, hak ekonomi dapat dialihkan kepada orang
atau badan hukum. Karena dalam proses pembuatan suatu karya cipta diperlukan pengorbanan yaitu
suatu kerja keras serta energi sehingga suatu kewajaran memperoleh imbalan yang layak berupa hak
ekonomi bagi pencipta, kalau hak ekonomi ini dilanggar akan bedampak negatif dalam
pengembangan kreativitas di Indonesia. (Junus, E, Aspek Hukum dalam Sengketa Hak Kekayaan
Intelektual, 2003).
b. Hak Moral
Hak moral adalah hak yang tidak dapat dialihkan, karena pencipta tetap melekat pada
ciptaannya, sehingga disini terdapat hubungan yang erat antara pencipta dan ciptaannya yang pada
dasarnya tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun, walaupun hak cipta atau hak
terkait telah dialihkan. Hak moral ini meliputi perubahan atas karya cipta yang akan merugikan
nama baik dan reputasi pencipta.
4. Ciptaan yang dilindungi :
Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang mencakup :
1. Buku, Program Komputer, Pamplet, Perwajahan (Lay Out), Karya Tulis yang di terbitkan,
dan semua hasil karya tulis lain.
12. 2. Ceramah, Kuliah, Pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu.
3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
4. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantomim.
5. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat,
seni patung, kolase, dan seni terapan.
6. Arsitektur.
7. Seni Batik.
8. Fotografi.
9. Terjemahan, Tafsir, saduran, bunga rampai, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
(Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Departemen Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia RI bekerjasama dengan JICA).
5. Pendaftaran Ciptaan :
Perlindungan Hak Cipta adalah otomatis dan pendaftaran bukan suatu kewajiban, oleh
karena itu suatu ciptaan didaftarkan maupun tidak didaftarkan tetap diakui dan mendapatkan
perlindungan hukum, namun walaupun Undang-undang Hak Cipta tidak mengharuskan pendaftaran
ciptaan tersebut, pendaftaran ciptaan itu diperlukan oleh pencipta atau pemegang hak cipta
karena merupakan bukti awal bagi pemilik hak cipta yang dapat digunakan untuk
membantu dan bermanfaat untuk mempermudah proses di pengadilan.
6. Perjanjian Internasional di bidang Hak Cipta :
a. KEPRES No. 56 Tahun 1988
Pengesahan pemberlakuan persetujuan Republik Indonesia Inggris di bidang hak cipta.
b. KEPRES No. 17 Tahun 1988
Pengesahan pemberlakuan persetujuan mengenai perlindungan Hak Cipta atas rekaman suara
antara Republik Indonesia dengan Masyarakat Eropa.
c. KEPRES No. 38 tahun 1988
Pengesahan persetujuan antara pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Australia
mengenai perlindungan dan penegakan hukum Undang-undang Hak Cipta dan Penegakan
Hukum (Law Enforcement).
d. KEPRES No. 25 tahun 1989
Pengesahan persetujuan mengenai perlindungan Hak Cipta antara republik Indonesia dan
Amerika Serikat. (Junus, E, Aspek Hukum dalam Sengketa Hak Kekayaan Intelektual, 2003).
13. 7. Permasalahan Hak Cipta di Indonesia
1.
Tingginya angka pembajakan di bidang musik, film, buku, program komputer
2.
Kurang efektifnya penegakan hukum, karena belum adanya koordinasi yang baik diantara
para penegak hukum di Indonesia.
3.
Perkembangan teknologi digital yang sangat cepat.
4.
Adanya krisis di bidang ekonomi sehingga masyarakat tidak bisa membeli barang yang
orsinil (Tantangan bagi para inventor indonesia untuk menghasilkan invensi dengan harga
yang terjangkau sehingga memutus ketergantungan dari negara luar)
5.
Kurangnya kesadaran hukum dalam masyarakat di bidang Hak Cipta.
(Junus, E, Aspek Hukum dalam Sengketa Hak Kekayaan Intelektual, 2003).
8. Hak Cipta atas ciptaan yang tidak diketahui penciptanya, karya peninggalan sejarah dan
Folklor (dongeng cerita rakyat)
1.
Negara memegang Hak Cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah dan benda budaya
nasional.
2.
Negara memegang hak cipta atas Folklor (dongeng cerita rakyat) dan hasil kebudayaan
rakyat yang menjadi milik bersama.
3.
Pengumuman dan perbanyakan ciptaan oleh bukan warga negara Indonesia harus terlebih
dahulu mendapatkan izin.
1. Hal-hal yang Menyebabkan Permintaan Hak Cipta di Tolak
Dari bentuk serta jenis yang dilindungi tersebut ada beberapa yang tidak dapat dilindungi secara
umum ciptaan yang tidak dapat dilindungi adalah :
1. Ciptaan di luar bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra.
2. Ciptaan yang tidak orisinil.
3. Ciptaan yang tidak diwujudkan dalam bentuk yang nyata.
4. Ciptaan yang sudah merupakan milik umum.
2. Keputusan Fatwa Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 1 tahun 2003
tentang Hak Cipta
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia memutuskan bahwa :
1. Dalam hukum Islam, Hak Cipta dipandang sebagai salah satu huquq maliyyah (Hak
Kekayaan) yang mendapatkan perlindungan hukum (masnun) sebagaimana mal (kekayaan)
2. Hak Cipta yang mendapatkan perlindungan hukum Islam sebagaimana dimaksud angka 1
14. tersebut adalah Hak Cipta atas ciptaan yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
3. Sebagaimana mal, Hak Cipta dapat dijadikan obyek akad (al-ma'qud alaih), baik akad
mua'wadhah (pertukaran, komersil), maupun akad tabarru'at (non komersial), serta
diwaqafkan dan diwarisi.
4. Setiap bentuk pelanggaran terhadap Hak Cipta, terutama pembajakan, merupakan kezaliman
yang hukumnya adalah HARAM.
5.
3. Asosiasi Hak Cipta di Indonesia :
KCI : Karya Cipta Indonesia
ASIRI : Asosiasi Indrustri Rekaman Indonesia
ASPILUKI : Asosiasi Piranti Lunak Indonesia
APMINDO : Asosiasi Pengusaha Musik Indonesia
ASIREFI : Asosiasi Rekaman Film Indonesia
PAPPRI : Persatuan Artis Penata Musik Rekaman Indonesia
IKAPI : Ikatan Penerbit Indonesia
MPA : Motion Picture Assosiation
BSA : Bussiness Sofware Assosiation
(Sumber : Junus, E Aspek Hukum dalam Sengketa Hak Kekayaan Intelektual (Teori dan Praktek),
2003)
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002 Tentang Hak Cipta
Masa berlaku Hak Cipta
Pasal 29
(1) Hak Cipta atas Ciptaan
1. Buku, Pamplet, semua hasil karya tulis lain.
2. Drama atau drama musikal, tari, koreografi.
3. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, seni pahat, seni patung.
4. Seni Batik
5. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks.
6. Arsitektur
15. 7. Ceramah, Kuliah, Pidato, dan ciptaan sejenis lain.
8. Alat peraga.
9. Peta.
10. Terjemahan, Tafsir, saduran, bunga rampai.
Berlaku selama hidup penciptanya dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah
penciptanya meninggal dunia (di wariskan kepada ahli warisnya).
(2) Untuk ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih,
Hak Cipta berlaku selama hidup pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung
hingga 50 (lima puluh) tahun sesudahnya.
Pasal 30
(1) Hak Cipta atas Ciptaan
a. Program Komputer
b. Sinematografi
c. Fotografi
d. Database
e. Karya hasil pengalih wujudan
Berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.
(2) Hak Cipta atas perwajahan karya tulis yang diterbitkan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun
sejak pertama kali di terbitkan.
(3) Hak cipta atas ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pasal ini serta pasal 29
ayat (1) yang dimiliki atau dipegang oleh suatu badan hukum berlaku selama 50 (lima puluh) tahun
sejak pertama kali diumumkan.
(Sumber : Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002 Tentang Hak Cipta).
16. Paten, Kunci Penghargaan bagi Peneliti di Indonesia
Berdasarkan data dari Direktur Kelembagaan Departemen Pendidikan Nasional Hendarman
terdapat 600 peneliti Indonesia yang bekerja di luar negeri (Kompas, 13/07/09). Hal ini karena
kurangnya fasilitas, dan insentif yang di terima oleh para peneliti di Indonesia. Pada kesempatan ini
penulis ingin membuka forum diskusi mengenai pentingnya keberadaan peneliti bagi suatu negara.
Suatu Negara akan maju dengan pesat, jika Negara tersebut menghargai para penelitinya. Sebab,
Negara-Negara yang maju dan besar, mereka adalah negara-negara yang sangat menghargai
Kekayaan Intelektual para penelitinya. Lihat saja sebagai contoh adalah negara Korea Selatan dan
Jepang, mereka adalah negara yang miskin sumber daya alam (SDA) namun mereka sangat
menghargai jasa para penelitinya, mereka rela mendanai riset para peneliti dengan biaya yang besar,
jauh berbeda dengan di Indonesia, penghargaan bagi sekelas guru besar saja masih di bawah standar
yang layak. Padahal jika mau, kita memiliki kekayaan sumber daya alam yang besar, hasil migas,
dan non migas, namun kemanakah semua dana ini ? Padahal jika mau, hasil migas dan non migas
bisa untuk mendanai
kegiatan penelitian para peneliti di Indonesia. Sehingga negara bisa
memberikan insentif yang wajar bagi para peneliti di Indonesia. Bagaimanapun, “larinya” para
peneliti Indonesia ke Luar Negeri merupakan sebuah kerugian teramat besar bagi bangsa kita.
Karena, di Luar Negeri mereka bisa menghasilkan banyak paten dari hasil penelitian mereka, lebih
lanjut paten mereka dapat diaplikasikan di dunia industri di Negara mereka bekerja. Akibatnya,
Negara di tempat mereka bekerjalah yang akan mendapatkan nilai atau manfaat ekonomi. Bisa jadi
suatu saat nanti, produk-produk elektronik, produk otomotif yang dikembangkan dari hasil paten
para peneliti Indonesia dari Luar Negeri dijual kembali ke Indonesia, dan kita harus kembali
membayar dengan harga yang mahal. Lagi-lagi kita menjadi negara yang sangat tergantung kepada
negara lain.
Kebijakan Anggaran Riset
Dana Riset Indonesia sangat rendah sekali hanya 0,05 % dari Produk Domestik Bruto
(PDB), sementara Singapura mencapai 2,1 %, Malaysia 0,6 %, dan Thailand 0,3 % sementara itu
rasio anggaran Litbang Indonesia terhadap anggaran pendidikan masih sangat rendah sebesar 1,31
% atau total hanya Rp. 531,13 miliar. Sebanyak 60,44 % belanja litbang ada di 44 Lembaga
Penelitian, dan di 256 Fakultas negeri dan di 13 Politeknik Negeri. Sementara itu, sebagian besar
belanja litbang perguruan tinggi bersumber dari dana dalam negeri 86,15 %, yakni 27,42 % dari
Dirjen Dikti, 32,25 % kerjasama dengan instansi dan 9,62 % hibah pemerintah.
Kemanakah para peneliti Indonesia ini “larinya” ?
Singapura dan Malaysia akhir-akhir ini banyak menjadi incaran para peneliti Indonesia
17. untuk bekerja. Karena di sana mereka mendapatkan penghargaan yang baik. Selain itu, saat ini
Singapura banyak mengincar siswa-siswa pintar dari sekolah-sekolah Indonesia untuk kuliah di
sana dengan jaminan beasiswa. Langkah Singapura dan Malaysia ini bisa dijadikan contoh oleh
Indonesia.
Jumlah Peneliti di Indonesia
PTN Indonesia saat ini memiliki 30.569 peneliti, tersebar sebanyak 7.611 peneliti di 144
Fakultas 13.281 peneliti di 33 Lembaga Penelitian, 8.164 di 36 di Lembaga Pengabdian kepada
Masyarakat (LPM), dan 1.513 peneliti di politeknik (Kompas, 14/07/09).
Sedangkan peneliti perguruan tinggi negeri yang mencapai gelar S3 (Doktor) hanya 18,9 %
atau 17,382 orang disusul S2 (Master) 62,1 % atau 5,292 orang dan S1 (sarjana) 19% atau 5.320
orang. Persyaratan Suatu Universitas Riset adalah jumlah peneliti dengan gelar S3 harus diatas 75
% (Kapanlagi.com)
Ditengah kurangnya dana riset dan insentif yang layak, ada satu solusi yang saya tawarkan
yaitu memacu para peneliti untuk menghasilkan paten di bidang teknologi secara mandiri. Bisa di
bayangkan, jika tiap peneliti bisa menghasilkan minimal satu paten (Jangka waktu perlindungan 20
tahun sejak tanggal penerimaan permohonan paten) atau paten sederhana (Jangka waktu
perlindungan 10 tahun sejak tanggal penerimaan permohonan paten sederhana), maka dengan
demikian mereka akan mendapatkan insentif dan akan bermanfaat bagi perkembangan penelitian di
Indonesia. Namun, pada kesempatan ini saya membuka forum dialog, masukan dan saran yang
membangun akan sangat saya hargai. Ada Ide ? Terima kasih.
Hak Kekayaan Intelektual : Paten (1)
1. Paten : Adalah hak ekslusif yang diberikan oleh Negara kepada inventor (penemu) atas hasil
invensinya (temuannya) di bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri
invensinya tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakan invensi
tersebut.
2. Invensi yang dapat dipetenkan :
– Baru : Jika pada saat pengajuan permohonan paten, invensi (temuan) tersebut tidak sama
dengan teknologi yang diungkapkan sebelumnya.
– Mengandung langkah inventif : Jika invensi (temuan) tersebut merupakan hal yang tidak
dapat diduga sebelumnya bagi seseorang yang mempunyai keahliaan tertentu di bidang
18. teknik.
– Dapat diterapkan dalam indrustri. Jika invensi (temuan) tersebut dapat diproduksi atau dapat
digunakan dalam berbagai jenis indrustri.
3. Jangka waktu Perlundungan :
Paten : 20 tahun sejak tanggal penerimaan paten.
Paten Sederhana : 10 tahun sejak tanggal penerimaan permohonan paten sederhana.
4. Apakah Perbedaan antara Paten dan Paten Sederhana ?
- Paten : Dalam prosesnya ada metode, produk, dan alat
- Paten Sederhana : Tidak ada proses hanya menyangkut alat dan produk.
Contohnya : Penemuan Kunci, Gagang gelas.
5. Kenapa Paten itu penting ?
– Karena mengandung nilai ekonomis
– Kita bisa menjual produk-produk terapan hasil paten (temuan) kita ke luar negeri, karena
Negara-negara besar seperti Amerika tidak mau menerima barang yang tidak mengandung
paten.
Hak Kekayaan Indrustri : Merek
1. Definisi :
Tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dan
unsur-unsur tesebut yang memilii daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan
barang atau jasa.
Hak atas merek adalah hak ekslusif yang diberikan Negara kepada pemilik merek yang terdaftar
dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu menggunakan sendiri merek tersebut atau
memberikan ijin kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum
untuk menggunakannya.
19. 2. Apakah yang dimaksud dengan merek dagang ?
Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau
beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang
sejenis lainnya.
3. Apakah yang dimaksud dengan merek jasa ?
Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau
beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa
sejenis lainnya.
4. Apakah yang dimaksud dengan merek kolektif ?
Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang
sama yang dengan diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama
untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.
5. Jangka waktu perlindungan :
Merek terdaftar mendapatkan perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun dan
berlaku surut sejak tanggal penerimaan permintaan pendaftaran merek yang bersangkutan.
Atas permohonan pemilik merek jangka waktu perlindungan merek terdaftar dapat diperpanjang
setiap kali untuk jangka waktu yang sama.
6. Pemakaian merek berfungsi sebagai :
1. Tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan seseorang atau beberapa
orang secara bersama-sama atau badan hukum dengan produksi orang lain atau badan hukum
lainnya.
2. Sebagai alat promosi, sehingga mempromosikan hasil produksinya cukup dengan menyebut
mereknya.
3. Sebagai jaminan atas mutu barangnya. Kita tentu bisa mengetahui bahwa merek dagang SONY
memiliki jaminan kualitas.
4. Menunjukkan asal barang/jasa dihasilkan. (www.dgip.go.id)
20. 7. Undang-Undang yang mengatur merek adalah UU no 15 tahun 2001
(Sumber : Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual Departemen Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia).
Pemuliaan Tanaman Kunci Kemandirian Pertanian Indonesia
Sungguh ironis memang, Indonesia adalah Negara Agraris, berbagai potensi pertanian dapat
kita temukan di Indonesia, namun coba bayangkan dan renungkan sejenak, jika kita belanja ke
pasar-pasar swalayan hampir dapat dipastikan buah-buahan impor mendominasi pasar swalayan.
Lebih ironis lagi kita sebagai konsumen pun lebih bangga untuk memilih buah-buahan import untuk
kita konsumsi dari pada buah-buahan kita sendiri. Padahal dengan mengkonsumsi buah-buahan
lokal kita akan banyak membantu petani di negeri ini. Coba bayangkan jika kita membeli buah
jeruk dari Jember Jawa Timur maka kita akan membantu petani-petani jeruk di Jember, dari pada
kita membeli Jeruk dari luar Negeri.
Melihat fenomena di atas, sudah jelas bahwa ada yang salah dalam agrobisnis buah-buahan
kita, jujur kita sedikit kalah dengan Thailand dalam agrobisnis buah-buahan. Thailand mampu
mengembangkan buah-buahannya dengan ilmu pemuliaan tanaman, rata-rata petani Thailand
mampu melakukan kegiatan pemuliaan tanaman (perakitan tanaman) secara sederhana. Tebak saja
hasilnya, Durian Thailand mampu merajai pasar buah-buahan di Indonesia. Kemampuan Thailand
untuk telah maju di bidang pertanian, karena mereka telah mengetahui arti pentingnya ilmu
pemuliaan tanaman. Menurut hemat saya, agar pertanian di Indonesia bisa maju, maka para petani
di Indonesia harus diajarkan ilmu pemuliaan tanaman baik secara konvensional maupun secara
bioteknologi di lingkup kelompok tani, hal ini penting di lakukan untuk mengejar ketertinggalan
kita di bidang agrobisnis buah-buahan khususnya, maupun pertanian secara umumnya. Pengamatan
saya selama ini, petani Indonesia hanya diajarkan budi daya pertanian secara umum saja, lingkup
pemupukan, penanggulangan hama dan penyakit (HPT) dan sebagainya. Bahkan, secara tidak sadar
petani Indonesia hanya dijadikan “Objek” dari perusahaan-perusahaan Indrustri pertanian untuk
membeli produk-produk mereka. Memang tidak salah, hanya saja petani Indonesia harus
“merdeka” dan kemerdekaan itu dimulai dengan memberikan “kepercayaan” kepada mereka,
caranya ajarkanlah ilmu perakitan varietas tanaman (pemuliaan tanaman) kepada gabungan
kelompok tani baik ilmu pemuliaan tanaman secara konvensional maupun bioteknologi. Setidaknya
hal ini mampu mengangkat ilmu dan kreativitas mereka selama ini dimana kesannya petani
Indonesia itu gurem.
Setelah para petani ini diberikan bekal ilmu pemuliaan tanaman, maka tugas Dinas Pertanian
di daerah untuk memfasilitasi mereka, membembing mereka untuk menghasilkan varietas-varietas
21. tanaman unggul lokal. Contohnya, kita mungkin mengenal Salak Pondoh dan Salak Bali, yang kini
menjadi andalan Yogyakarta dan Bali. Salak Pondoh dan Salak Bali telah menjadi ikon bagi
pariwisata di dua daerah tersebut. Saya yakin dengan mengajarkan ilmu pemuliaan tanaman secara
sederhana maupun secara bioteknologi yang di fasilitasi Pemerintah Daerah maupun LSM akan
mampu medatangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi daerah tersebut. Jika kita merenungkan,
maka kita bisa melihat bahwa petani adalah aset yang luar biasa dalam pembangunan suatu Bangsa.
Saat ini Departemen Pertanian RI memiliki payung hukum UU no 29 tahun 2000 untuk
memfasilitasi Pemerintah Daerah di Kabupaten dan Provinsi untuk melindungi varietas-varietas
tanaman lokal daerahnya. Apabila varietas lokal itu berada di daerah Kabupaten, maka Bupatilah
yang bertanggungjawab untuk mendaftarkan perlindungan varietas tanaman (PVT) tanaman
tersebut, sedangkan jika tanaman tersebut berada di daerah provinsi maka Gubernurlah yang
bertanggungjawab untuk mendaftarkan varietas tanaman lokal tersebut. Hal ini sesuai dengan UU
no 29 tahun 2000 pasal 7 ayat 1 dimana dinyatakan bahwa varietas lokal milik masyarakat dikuasai
oleh Negara. Perlindungan ini akan sangat menguntungkan bagi Pemerintah Daerah maupun
Provinsi, karena jika suatu daerah memiliki komoditas buah-buahan unggulan maka akan banyak
mendatangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Seperti contoh Salak Pondoh dan Salak Bali di atas.
Maka kebijakan “one village one product” di bidang varietas tanaman sangat cocok untuk di
kembangkan. Kebijakan ini akan memacu kelompok tani di lingkup Desa untuk bersama-sama
merakit varietas tanaman baru menjadi komoditas unggulan lokal skala global. Contohnya adalah
Ubi Cilembu, Ubi unggulan Sumedang Jawa Barat ini produk unggulan lokal namun bercita rasa
global. Maka, sekali lagi saya mengingatkan kepada Provinsi Jawa Barat untuk melindungi varietas
lokal ini.
Lagi-lagi Pembajakan Hak Cipta Lagu
Kompasianers, tahu tidak dari sekitar 550 juta unit penjualan kaset dan CD musik serta lagu
di Indonesia pada 2008, penjualan produk asli tidak sampai 50 juta unit, sedangkan penjualan
produk bajakan melampaui 100 juta unit. Menurut Ketua Umum DPP Pappri (Persatuan Artis
Penyanyi, Pencipta Lagu dan Penata Musik Rekaman Indonesia) Dharma Oratmangun mengatakan
bahwa sekitar 85% produk musik dan lagu yang dijual di Indonesia adalah karya bangsa Indonesia,
Sebanyak 15% kaset dan CD yang dijual asli dan sisanya 85% adalah bajakan. Ironis bukan,
pembajakan musik di Indonesia telah berlangsung dari tahun 1996. (Bisnis Indonesia, 2009).
Maraknya pembajakan lagu di Indonesia dewasa ini adalah karena semakin canggihnya
teknologi digital. Dewasa ini dengan mudahnya kita mengkopi lagu-lagu mp3 dari internet
walaupun terkadang ilegal. Salah seorang musisi ternama The Beatles Paul Mc Cartney mengatakan
22. “Beruntung kami hidup di zaman ketika pembajakan lagu belum secanggih sekarang”, sehingga
mereka bisa mendapatkan royalti yang seimbang sesuai dengan karya mereka di Indrustri rekaman.
Maraknya pembajakan lagu membuat kita miris, herannya ketika CD-CD lagu bajakan itu di
jual. Para pembajak lebih pintar lagi, CD bajakan yang mereka jual di protect sehingga tidak bisa di
bajak orang. Ternyata pembajak lebih pintar dari indrustri rekaman musik asli.
Menurut hemat saya, kegiatan pembajakan lagu merupakan sebuah kejahatan yang besar,
karena menurut pasal 3 ayat 2 dalam UU Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, dikatakan
bahwa Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian karena : (a)
Pewarisan (b) Hibah, (c) Wasiat (d) perjanjian tertulis (e) sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh
peraturan peundang-undangan. Pembajakan lagu dikatakan sebagai sebuah kejahatan besar karena
pembajak telah mengambil hak-hak ahli waris dari keluarga si pencipta lagu dan penyanyi lagu,
yang seharusnya selama pencipta tersebut masih hidup dia dapat memperoleh royalti dari lagulagunya, dan 50 tahun setelah pencipta itu meninggal royalti dapat diwariskan kepada ahli warisnya,
akibatnya dengan adanya pembajakan ini membuat hak ahli waris dicederai. Maka secara tidak
langsung, pembajakan hak cipta khususnya musik turut menyengsarakan seniman musik dan ahli
waris pemusik itu sendiri.
Kiranya perlu adanya penegakan hukum yang tegas untuk melindungi indrustri rekaman dari
pembajakan. Hal ini penting agar indrustri kreatif khususnya indrustri rekaman dapat maju dan
berkembang. Selain itu perlu juga mensosialisasikan pentingnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
kepada universitas-universitas di Indonesia, khususnya mengenai hak cipta lagu, karena tidak jarang
lagu-lagu bajakan banyak di jual oleh penjual di dekat universitas.
Namun, walaupun di satu sisi lagu-lagu karya musisi Indonesia ini dibajak, di sisi lain bisa
menjadi ongkos promosi mereka. Karena secara tidak sadar lagu-lagu mereka turut di nikmati oleh
wong cilik di negeri ini, maka seorang musisi dunia pun ada yang mengatakan walaupun di bajak
kita masih bisa konser dimana-mana. Bagaimanapun, kita sadar bahwa tingkat pertumbuhan daya
beli masyarakat kita masih rendah. Maka sekali lagi tingkat pemahaman masyarakat terhadap HKI
khususnya Hak Cipta berupa lagu, akan sangat sulit dilaksanakan oleh masyarakat jika tingkat
kesejahteraan masyarakat kita belum baik.
Namun, sudah saatnya kita menghargai budaya kerja keras orang lain, khususnya para
seniman pencipta lagu, penyanyi, dan indrustri rekaman. Hal ini penting, agar jangan sampai
seniman sebagai pencipta lagu dirugikan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, yang
dengan tanpa usaha kerja keras, menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan dari
membajak karya cipta orang lain. Jika kondisi seperti ini dibiarkan, maka proses kreativitas akan
terhambat, karya-karya monumental di bidang indrustri permusikan akan terhambat, di sisi lain para
seniman dan indrustri kreatif dari luar tidak mau menanam investasinya di Indonesia, akibatnya
23. pertumbuhan ekonomi akan melambat, dan kesempatan membuka lapangan kerja di sektor indrustri
kreatif yaitu indrustri rekaman lagu akan terhambat pula. Maka harapan saya kepada pemerintah,
agar indrustri kreatif khususnya indrustri rekaman lagu bisa berkembang maka pembajakan harus di
tanggulangi. Bagaimanapun, hidup dan matinya indrustri kreatif sangat dipengaruhi royalti dari Hak
Cipta. Marilah kita bersama-sama memberikan penyadaran kepada segenap pihak untuk memahami
arti pentingnya hak cipta itu.
Selain itu, pemahaman HKI ini perlu di fahami oleh para seniman di Indonesia, agar suatu
saat nanti ketika terjadi sengketa, atau ada hak-hak mereka sebagai seniman di cederai oleh pihakpihak tertentu dapat menuntut haknya melalui jalur hukum. Semoga saja tulisan ini menyadarkan
kita akan arti pentingnya hak cipta. Untuk itu, hemat saya bagi para seniman agar selalu
mendaftarkan hak cipta mereka agar mendapatkan perlindungan hukum.
Hati-Hati Pemalsuan Merek Dagang
Beberapa waktu yang lalu sebuah surat kabar marketing terkemuka dan sebuah lembaga
riset mengumumkan beberapa merek dagang yang menjadi pemimpin pasar, sehingga mereka
mendapatkan Indonesia Best Brand 2009. Penghargaan IBB ini tentu merupakan sebuah
penghargaan yang bergengsi yang akan mengangkat citra sebuah merek. Perlu disadari, saat ini
sebuah merek akan menjadi mahal dan terkenal manakala citra sebuah merek tersebut terangkat.
Akibatnya, konsumen akan memandang sebuah merek tersebut memiliki nilai lebih (Value added),
dan nilai sebuah prestise. Sehingga, sadar atau tidak sadar konsumen menjadi lebih
memprioritaskan prestise sebuah merek tersebut dari pada fungsi sebuah merek itu.
Namun, ada satu hal yang perlu diperhatikan oleh para pemilik merek, yaitu bahaya
pemalsuan sebuah merek dagang, di Indonesia pemalsuan merek begitu banyak sekali terjadi.
Menurut data, proses penegakan hukum kasus pemalsuan merek sering tidak tuntas sehingga hasil
akhirnya tidak memuaskan. Penegakan hukum terhadap kasus-kasus pemalsuan merek di Indonesia
masih jauh dari memuaskan. Ini terjadi karena belum ada persamaan persepsi tentang hukum merek
di kalangan penegak hukum, Polisi, Jaksa, dan Hakim sering memiliki persepsi yang berbeda-beda
dalam menangani kasus tersebut. Menurut Gunawan Suryomurcito (Ketua Perhimpunan Masyarkat
Hak Kekayaan Intelektual Indonesia) perbedaan persepsi ini membuat kasus pemalsuan merek
masih terus terjadi. Jika masalah ini terjadi, maka investor akan enggan menanamkan modalnya di
Indonesia.
Menurut praktisi hukum Wawan Iriawan, sampai sekarang keberadaan produk-produk yang
melanggar Hak Kekayaan Intelektual (HKI), khususnya merek dan hak cipta, sangat mudah didapat
di pasaran. Orang bisa memperolehnya di tempat-tempat perbelanjaan kelas bawah hingga mal dan
24. pusat perbelanjaan mewah. Bahkan, produk tersebut tidak hanya ada di kawasan perkotaan, tetapi
sudah merambah ke pedesaan. Salah satu produk yang masih rawan terkena pemalsuan atau
pengadaan tanpa izin adalah softwere Komputer (Sumber : haki.lipi.go.id).
Saat ini, pemalsuan merek terkenal sudah biasa terjadi, kita pun bisa melihat beberapa
tayangan televisi tentang pemalsuan produk-produk consumer good di televisi, tak jarang produk
yang di palsukan dari merek dagang yang terkenal, jika ini terjadi, maka yang dirugikan adalah
pemilik merek itu sendiri, karena mereka mengalami kerugian yang besar, konsumen pun dirugikan
dengan barang yang palsu dan bisa membahayakan, sisi lain negara kehilangan pajak yang besar
dari pemalsuan merek ini.
Oleh karena ini, pada kesempatan ini saya mewanti-wanti kepada para pemilik merek
terkenal yang mendapatkan penghargaan IBB 2009 untuk melindungi merek-merek dagang mereka,
hal ini penting sekali, karena oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab biasanya akan
menggunakan merek-merek terkenal tersebut untuk dipalsukan. Oleh karena itu sangat penting
sekali kepada pemilik merek dagang untuk mendaftarkan merek dagang mereka kepada Dirjen HKI
Depkumham, agar jika suatu saat nanti terjadi kasus pemalsuan bisa dituntut secara hukum, hal ini
penting pula untuk menjaga citra sebuah merek. Karena musuh utama merek yang sudah terkenal di
Indonesia adalah PEMALSUAN MEREK. Akibatnya bisa fatal, konsumen akan tidak percaya lagi
kepada merek yang dipalsukan. Akibatnya citra sebuah merek menjadi pudar dan hilang di telan
zaman.
Terakhir, Inovasi dan perlindungan hukum terhadap sebuah merek perlu dilakukan, karena
kedua hal ini merupakan kunci sukses dan eksisnya sebuah merek menjadi pemimpin pasar. Dengan
adanya inovasi maka merek akan senantiasa mendapatkan konsumen yang loyal, karena konsumen
selalu menginginkan adanya kejutan-kejutan baru bukan lagi merek dagang yang status quo dari
pemilik merek, namun inovasi tanpa adanya perlindungan hukum merek akan sia-sia, karena biaya
inovasi sebuah merek sangat besar dan memerlukan perlindungan hukum. Jangan sampai kita
bersusah payah melakukan inovasi sebuah merek, lalu tiba-tiba pembajak melakukan pemalsuan
merek sehingga meruntuhkan citra sebuah merek itu di pasaran. Oleh karena itu saya mengajak
kepada para pengusaha agar selalu sadar akan pentingnya menjaga citra sebuah merek dan
mendaftarkan merek dagang mereka.
25. Mencintai Merek Indonesia : Bukti Cinta terhadap Indonesia
Ketika kompetisi begitu ketat di pasar, merek yang kuat merupakan satu-satunya hal yang dimiliki
oleh sebuah perusahaan untuk membedakan dirinya (Swa, 27/7/09)
Kompasianers, ada banyak cara untuk meningkatkan brand awareness sebuah merek dari
mulai mensponsori ajang-ajang balapan internasional, perlombaan olah raga, kegiatan amal dan
sosial melalui ajang Corporate Sosial Responsibility (CSR). Dengan berpartisipasi secara aktif di
berbagai acara sponsorship inilah maka citra sebuah merek akan terangkat. Selain dari beberapa
kegiatan di atas, ada satu hal lagi yang akan mengangkat citra sebuah merek yaitu dukungan
pemilik merek untuk mensponsori penegakan hukum di bidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI),
semisal penyuluhan akan pentingnya perlindungan hukum merek, serta adanya jaminan keaslian
sebuah merek yang dimiliki oleh sebuah perusahaan. Sebuah Merek akan memiliki citra yang
tinggi, jika merek tersebut memiliki jaminan perlindungan hukum, merek tersebut susah untuk
dibajak, merek tersebut memiliki ciri pembeda yang jelas dengan merek lainnya. Setidaknya adanya
tanda TM (Trademark) maupun R (Register) dalam nama sebuah merek akan memberikan jaminan
kepada konsumen akan citra sebuah merek.
Selain itu, dukungan dari pemerintah sangat di perlukan untuk meningkatkan branding
sebuah merek Indonesia, kita bisa belajar dari Malaysia, Dalam wawancaranya dengan kantor berita
Bernama (13 Mei 2009), Deputi Menteri Indrustri Perdagangan Malaysia, Datuk Muhriz Mahathir,
mengatakan bahwa strategi branding produk dan Jasa Malaysia sedang dikembangkan oleh
Kementrian Indrustri dan Perdagangan Internasional (MITI). Program dukungan yang di maksud
mencakup promosi merek yang dikelola oleh Malaysia External Trade Development (Matrade)
untuk membantu mengembangkan dan mempromosikan merek lokal. Pemerintah Malaysia juga
gencar mem-branding-kan Malaysia sebagai tempat yang business-friendly, efisien, dan nyaman
sebagai tempat tinggal. Singkat kata, pengembangan merek lokal di Malaysia sangat sistematis dan
di dukung Pemerintah Malaysia. Lihat saja dalam jangka panjang, merek-merek itu akan menjadi
merek yang kuat dan bernilai tinggi. Diantara merek terkenal Malaysia adalah Petronas, merek
Petronas terkenal karena Pemerintah Malaysia mem-branding-kan merek ini dalam lomba balapan
F-1 Dunia, selain itu Pemerintah Malaysia membangun menara Kembar Petronas (Swa, 27/7/09).
Selain Malaysia, Pemerintah Singapura pun turut aktif dalam mem-branding-kan mereknya.
Dalam upaya mempromosikan mereknya, Pemerintah Singapura memiliki Singapore Promising
Brand Award (SPBA) untuk menghargai usaha small and Medium Enterprises (SMEs) dalam
mempromosikan mereknya. Penghargaan ini diberikan oleh Asosiasi Perusahaan Kecil dan
Menengah bekerjasama dengan Harian Lianhe Zaobao. Mereka juga memiliki kategori khusus yang
26. disebut Heritage Brand Award Category (Kategori merek-merek warisan/tradisional) (Swa,
27/7/09).
Melihat upaya dari negara Malaysia dan Singapura yang begitu gesitnya mem-branding-kan
dan mengangkat citra merek dagang mereka, maka sudah saatnya pemerintah Indonesia turut mempromosikan, mem-branding-kan merek-merek unggulan bangsa ini, sehingga merek-merek nasional
bisa menjadi merek global, akibatnya tentu menjadi nilai tambah dan memberikan devisa yang luar
biasa besarnya untuk kemajuan Bangsa. Bagaimana pun, Bangsa yang besar adalah bangsa yang
memiliki merek-merek Besar. Sebagai contoh adalah Jepang, Jepang bisa menjadi besar karena
merek-merek besar di bidang otomotif, elektronika dan sebagainya. Selain itu, perlindungan hukum
terhadap sebuah merek yang dimiliki masyarakat Indonesia, Pengusaha-pengusaha Indonesia
merupakan langkah awal dalam membangun citra sebuah merek, dan merupakan langkah awal
dalam menjadikan merek kita menjadi merek dalam negeri yang bercita rasa global. Mari kita
promosikan merek-merek Indonesia, kita harus bangga untuk selalu menggunakan merek-merek
Indonesia, agar merek kita bisa bersaing dengan merek-merek luar negeri. Siapa lagi kalau bukan
kita yang bangga menggunakan merek-merek Indonesia. Hanya bangsa yang memberikan
perlindungan hukum terhadap merek-lah yang akan menjadi bangsa yang besar. Maka sebagai
wujud partisipasi kita dalam mencintai Indonesia adalah dengan cara mempromosikan merek-merek
Indonesia, dan jangan pernah berusaha untuk membajak merek-merek unggulan bangsa ini.
Buktikan cinta kita dengan cara bangga menggunakan merek Indonesia.
Desain Indrustri (1)
1. Pengertian :
Desain Industri : Adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi atau komposisi garis atau warna,
atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk 3 Dimensi atau 2 dimensi yang
memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola 3 dimensi atau 2 dimensi serta dapat
dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas indrustri atau kerajinan tangan.
Hak Desain Indrustri : Adalah Hak eklusif yang diberikan oleh Negara kepada pendesain atas
hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuan
kepada pihak lain untuk melaksanakan.
2. Jangka Waktu Perlindungan :
10 (sepuluh) tahun terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan
27. 3. Tata Cara mengajukan permohonan :
1. Mengajukan permohonan ke kantor Dirjen Hak Kekayaan Intelektual (HKI) secara tertulis
dalam Bahasa Indonesia dengan mengisi formulir permohonan yang memuat :
– Tanggal, bulan, dan tahun surat permohonan.
– Nama, alamat lengkap dan kewarganegaraan pendesain.
– Nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan pemohon.
– Nama, alamat lengkap kuasa apabila permohonan yang pertama kali dalam hal permohonan
diajukan dengan hak prioritas.
4. Permohonan ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya (konsultan HKI) serta di
lampiri :
a. Contoh fisik atau gambar atau foto serta uraian dari desain indrustri yang dimohonkan
pendaftarannya. (untuk mempermudah proses pengumuman permohonan, sebaiknya bentuk
gambar atau foto tersebut dapat di scan, atau dalam bentuk disket atau CD dengan program
sesuai).
b. Surat kuasa khusus, dalam hal permohonan diajukan melalui kuasa (Konsultan HKI).
c. Surat pernyataan bahwa desain indrustri yang dimohonkan pendaftarannya adalah milik
pemohon.
- Dalam hal permohonan diajukan secara bersama-sama oleh lebih dari satu pemohon, permohonan
tersebut ditandatangani oleh salah satu pemohon dengan dilampiri persetujuan tertulis dari para
pemohon lain.
- Dalam hal permohonan diajukan oleh bukan pendesain, permohonan harus disertai pernyataan
yang dilengkapi dengan bukti yang cukup bahwa pemohon berhak atas desain indrustri yang
bersangkutan.
UU No 31/2000
Pasal 3
Suatu Desain Indrustri tidak dianggap telah diumumkan apabila dalam jangka waktu paling lama 6
(enam) bulan sebelum tanggal penerimaanya, Desain Indrustri tersebut :
a. Telah dipertunjukkan dalam suatu pameran nasional ataupun Internasional di Indonesia atau di
28. Luar Negeri yang resmi atau diakui sebagai resmi; atau
b. Telah di gunakan di Indonesia oleh pendesain dalam rangka percobaan dengan tujuan pendidikan,
penelitian, atau pengembangan.
Pasal 5
(1) Perlindungan terhadap Hak Desain Indrustri diberikan untuk jangka waktu 10 (Sepuluh) tahun
terhitung sejak tanggal penerimaan (Tanggal pengajuan).
(2) Tanggal mulai berlakunya jangka waktu perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dicatat dalam daftar umum Desain Indrustri dan diumumkan dalam berita resmi Desain
Indrustri.
Subjek Desain Indrustri
Pasal 6
(1) Yang berhak memperoleh Hak Desain Indrustri adalah pendesain atau yang menerima hak
tersebut dari pendesain.
(2) Dalam hal pendesain terdiri atas beberapa orang secara bersama, Hak Desain Indrustri diberikan
kepada mereka secara bersama, kecuali jika diperjanjikan lain.
Universitas Riset
Negara-negara yang maju, hampir dapat dipastikan selalu memiliki universitas riset. Di
Indonesia ada empat Universitas yang diarahkan menjadi universitas riset yaitu : 1. IPB 2. UGM
3.UI dan 4. ITB (Sumber : Prof Djoko Santoso Rektor ITB).
Pengembangan Universitas riset sangat penting untuk dilakukan, karena kedepannya
universitas-universitas ini akan menghasilkan paten di bidang penelitian yang dilakukannya.
Sebagai gambaran, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) terdiri dari Hak Cipta, Hak Kekayaan
Indrustri, dan Perlindungan Varietas Tanaman (PVT), adapun Hak Cipta terdiri dari :
1. Buku, Program Komputer, Pamplet, Perwajahan (Lay Out), Karya Tulis yang di terbitkan,
dan semua hasil karya tulis lain.
2. Ceramah, Kuliah, Pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu.
3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
4. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantomim.
5. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat,
seni patung, kolase, dan seni terapan.
29. 6. Arsitektur.
7. Seni Batik.
8. Fotografi.
9. Terjemahan, Tafsir, saduran, bunga rampai, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
(Sumber : Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Departemen Kehakiman dan
Hak Asasi Manusia RI).
Adapun Hak Kekayaan Indrustri terdiri dari :
1. Paten
2. Desain Indrustri
3. Merek
4. Rahasia Dagang
5. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Sedangkan Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) adalah perlindungan khusus yang
diberikan negara, yang dalam hal ini diwakili pemerintah dan dalam pelaksanaannya dilakukan oleh
kantor Perlindungan Varietas Tanaman di Departemen Pertanian RI, terhadap varietas tanaman yang
dihasilkan oleh pemulia tanaman (breeder) melalui kegiatan pemuliaan tanaman.
Apabila dilihat dari potensi untuk menghasilkan HKI, keterwakilan 4 universitas diatas bisa
memfasilitasi untuk menghasilkan HKI di tiap-tiap Universitas. Jika dilihat dari hak Cipta, maka
sekolah seni bisa menghasilkan hak cipta lagu, drama, dll. Sedangkan Universitas berbasis
teknologi seperti ITB bisa menghasilkan paten, hak cipta di bidang sofwere, maupun Desain Tata
Letak Sirkuit Terpadu. Selain itu universitas-universitas lain yang memiliki fakultas Desain bisa
menghasilkan Desain Indrustri. Sedangkan universitas yang memiliki jurusan pertanian seperti IPB,
UNIBRAW, UNPAD dll para breeder (pemulia tanaman) nya bisa menghasilkan Perlindungan
Varietas Tanaman (PVT) dimana universitas dapat memberikan lisensi kepada Indrustri perbenihan
untuk mendapatkan hak eklusif penggunaan benih hasil penelitian. Hal ini bisa menjadi sebuah
pendanaan bagi universitas sehingga bisa mensubsidi biaya pendidikan mahasiswa di universitas
dari royalti yang universitas dapatkan dari indrustri benih.
Kompasianers, saya yakin jika universitas bisa memaksimalkan risetnya sehingga
memperoleh paten, maka biaya pendidikan di universitas yang selama ini dianggap mahal akan
dapat diatasi. Karena nanti, universitas akan mendapatkan pendanaan dari royalti Hak Kekayaan
intelektual (HKI) mereka, sehingga bisa mensubsidi bidaya pendidikan di Universitas.
30. IPB sebagai salah satu Universitas Riset
Sebagai gambaran, setiap tahunnya IPB melakukan penelitian lebih dari 200 penelitian, baik
yang dikoordinasikan oleh lembaga penelitian (LP), pusat-pusat penelitian dan Fakultas maupun
yang langsung dikerjakan oleh Departemen. Perkembangan penelitian di IPB dalam 4 tahun terakhir
dapat dikemukakan atas dasar : (1) Jumlah kegiatan (judul penelitian), (2) Keterlibatan dosen, (3)
Perkembangan dana penelitian, (4) Perolehan paten/produk-produk inovatif IPB, dan (5) Program
pembinaan kelembagaan. Daya saing peneliti IPB dalam memperoleh dana penelitian yang bersifat
kompetitif dapat dikatakan baik. Dalam tahun 2002 tingkat keterlibatan dosen dalam penelitian
mencapai 58 %. Jumlah dana penelitian per tahun anggaran terus meningkat dengan rataan 33,5 %
per tahun. Peningkatan ini terutama berasal dari anggaran dana penelitian kerjasama (networking).
Pada saat ini kantor Hak Kekayaan Intelektual (HKI) IPB tengah mengelola 50 invensi yang telah
didaftarkan paten dengan dukungan dana langsung dari IPB (35 %) dan program Paten Kementrian
Riset dan Teknologi (65%). (Sumber : www.pkukmweb.ukm.my).
Kolaborasi Universitas dan Dunia Indrustri
Sudah saatnya universitas-universitas di Indonesia saat ini mencanangkan diri menjadi
universitas riset sebagai bagian peningkatan kualitas. Dengan demikian, kita akan bisa bersaing
dengan negara-negara lain di kawasan Asia dan Dunia. Lebih jauh lagi universitas akan mampu
mendapatkan dana royalti yang berlimpah dari hak kekayaan intelektual (HKI) yang mereka
hasilkan. Sehingga mahalnya biaya masuk universitas akan dapat disubsidi dari royalti HKI ini.
Mari kita dukung penelitian-penelitian di universitas, agar jangan sampai penelitian berakhir di
lemari-lemari perpustaan, sudah saatnya dunia indrustri dan universitas berkolaborasi, indrustri
mendapatkan inovasi-inovasi baru dari universitas dan universitas memperoleh royalti dari paten
yang di aplikasikan dalam dunia indrustri, sehingga universitas dan indrustri turut serta memberikan
peran mulia dalam memberikan kesempatan belajar kepada masyarakat luas, serta turut serta
mencerdaskan bangsa.
Pentingnya Perlindungan Hak Cipta Kerajinan Tangan Indonesia
Indonesia kehilangan potensi pasar sedikitnya US$ 13,5 Juta pertahun akibat ekspor kerajinan
Indonesia ke berbagai negara dilakukan melalui negara tetangga, Malaysia. “Potensi kehilangannya
10 hingga 15 persen dari total ekspor kerajinan Indonesia ke Malaysia” ujar Direktur Eksekutif
Asosiasi Indrustri Permebelan dan Kerajinan Indonesia Sae Tanangga Karim.
31. Menurut Pradnyawati dari Departemen Perdagangan RI pemerintah perlu melakukan upaya
perlindungan dan mendorong pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI) agar produk kerajinan
Indonesia tidak ditiru atau di klaim negara lain. Menurutnya “Untuk siap menghadapi pasar bebas,
kita juga harus siap dengan perlindungan HKI, karena kerajinan rentan di palsukan dan di klaim
negara lain.
Ketua umum Asosiasi Eksportir dan Produsen Handicraft Indonesia Rudi Lengkong mengatakan
pemerintah telah memfasilitasi pendaftaran hak cipta di tingkat pusat maupun daerah dengan
membuka klinik HKI. “Tidak ada kesulitan mendaftarkan hak cipta, harusnya bisa dilakukan”
katanya. Meski demikian masih banyak perajin yang belum menyadari pentingnya pendaftaran hak
cipta tersebut.(Koran Tempo, 06/08/09).
Melihat stategisnya nilai kerajinan tangan Indonesia, maka sudah selayaknya para perajin UMKM
yang dibina oleh Kementrian Koperasi dan UMKM diberikan penyuluhan akan pentingnya
pendaftaran HKI bagi produk-produk kerajinan tangan mereka.
Selain itu, BUMN yang selama ini menjadi pembina dari UMKM perlu memberikan fasilitasi
dalam pendaftaran HKI bagi para perajin UMKM ke konsultan HKI. Hal ini sangat penting untuk
dilakukan agar nilai ekonomi kerajinan tangan Indonesia, serta ciri khas bangsa Indonesia dapat
dilindungi. Karena bagaimana pun, hak cipta sebuah kerajinan tangan Indonesia bisa menjadi duta
Indonesia di negara-negara luar yang akan memperkenalkan Indonesia dengan berbagai macam
keragaman budaya dan kerajinan kreatifnya. Sehingga, produk-produk kerajinan tangan Indonesia
dapat memancing datangnya turis-turis dari mancanegara ke Indonesia.
Memacu para Peneliti Indonesia untuk Menghasilkan Paten
Sumber : Ditjen HKI Depkumham RI
32. Berdasarkan data Ditjen HKI Depkumham RI dari tahun 1993 sampai dengan Juni 2006
diketahui jumlah paten Indonesia yang di granted berjumlah 212 sedangkan luar negeri berjumlah
18.331. Dari data ini kita bisa mengetahui bahwa jumlah paten Indonesia masih kalah jauh jika
dibandingkan jumlah Paten yang diajukan oleh luar negeri. Dari data ini, setidaknya kita bisa
melihat kualitas penelitian di Indonesia yang masih rendah dan kalah jauh jika di bandingkan oleh
luar negeri. Maka sudah saatnya pemerintah memberikan insentif yang lebih baik lagi bagi para
peneliti Indonesia agar bisa memacu para peneliti ini untuk menghasilkan bayak paten. Sehingga
kualitas penelitian Indonesia akan semakin maju dan berkembang lagi. Pemberian insentif akan
menjadi jalan bagi para peneliti Indonesia yang bekerja di luar negeri untuk kembali ke Indonesia.
Potensi para peneliti Indonesia yang bekerja di luar negeri sangat besar, berdasarkan data ada
Berdasarkan data dari Direktur Kelembagaan Departemen Pendidikan Nasional Hendarman
terdapat 600 peneliti Indonesia yang bekerja di luar negeri (Kompas, 13/07/09).
Selain itu penyebab rendahnya permohonan Paten Indonesia adalah karena dana Riset
Indonesia sangat rendah sekali hanya 0,05 % dari Produk Domestik Bruto (PDB), sementara
Singapura mencapai 2,1 %, Malaysia 0,6 %, dan Thailand 0,3 % sementara itu rasio anggaran
Litbang Indonesia terhadap anggaran pendidikan masih sangat rendah sebesar 1,31 % atau total
hanya Rp. 531,13 miliar. Sebanyak 60,44 % belanja litbang ada di 44 Lembaga Penelitian, dan di
256 Fakultas negeri dan di 13 Politeknik Negeri. Sementara itu, sebagian besar belanja litbang
perguruan tinggi bersumber dari dana dalam negeri 86,15 %, yakni 27,42 % dari Dirjen Dikti, 32,25
% kerjasama dengan instansi dan 9,62 % hibah pemerintah.
Sebagai gambaran, ilmuwan ahli teknik kimia Indonesia Dr. Zahlul Badarudin berhasil
merumuskan paten di bidang kimia yang banyak terpakai dalam indrustri obat-obatan dan pestisida
di negara maju sehingga formula paten karyanya di kantor paten Swiss memberikan penghasilan
royalti baginya senilai 1 juta dolar AS per tahun (Ipteknet dalam Hak atas Kekayaan Intelektual,
Sutedi, A). Maka jika diakumulasikan selama 20 tahun dari royalti yang dikumpulkan maka akan di
dapat sebesar 20 juta dolar AS. Maka tidak heran para peneliti Indonesia di luar negeri sangat di
hormati dan diberikan insentif yang luar biasa besarnya di bidang riset mereka.
Oleh sebab itu, para peneliti Indonesia harus memahami akan pentingnya Hak Kekayaan
Intelektual (HKI) khususnya di bidang paten. Hal ini penting agar kita bisa menjadi bangsa maju
dan kuat. Bagaimanapun suatu bangsa akan maju dan kuat jika memiliki banyak peneliti yang
banyak menghasilkan paten. Sehingga kita bisa mendapatkan dana royalti yang berlimpah dari
penelitian para peneliti ini. Oleh karena itu, maka sangat penting sekali bagi para peneliti Indonesia
untuk selalu berkonsultasi dengan Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia untuk
mengetahui bagaimana prosedur dan cara mengajukan paten baik di Indonesia maupun di luar
negeri.
33. Solusi
Selain mengandalkan pendanaan riset dari pemerintah, sudah saatnya para peneliti Indonesia
berkolaborasi dengan perusahaan-perusahaan Indonesia untuk banyak menghasilkan Paten.
Pentingnya mendaftarkan Hak Cipta : Studi Kasus Tari Pendet
Kesadaran masyarakat Indonesia dan pemerintah Indonesia untuk mendaftarkan Hak Cipta
di bidang seni dan budaya sangat perlu digalakan. Karena kita ketahui, Indonesia sangat kaya akan
kekayaan seni dan budaya. Di dalam undang-undang hak cipta sendiri di sebutkan bahwa
“perlindungan suatu ciptaan timbul secara otomatis sejak ciptaan itu diwujudkan dalam bentuk
yang nyata. Pendaftaran ciptaan tidak merupakan suatu kewajiban untuk mendapatkan hak cipta.
Namun demikian, pencipta maupun pemegang hak cipta yang mendaftarkan ciptaannya akan
mendapatkan surat pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di
pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan tersebut (Buku Panduan
Hak Kekayaan Intelektual, 2006).
Di dalam pasal 10 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dikatakan : “Negara
memegang Hak Cipta atas folklor (sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh kelompok
maupun perorangan dalam masyarakat yang menunjukkan identitas sosial dan budayanya
berdasarkan standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun-temurun seperti : (1)
Cerita Rakyat, puisi rakyat, (2) Lagu-lagu rakyat dan musik instrumen tradisional, (3) Tari-tarian
rakyat, permainan tradisional, (d) Hasil seni antara lain berupa : Lukisan, gambar, ukiran-ukiran,
pahatan, mosaik, perhiasan, kerajinan tangan, pakaian, instrumen musik dan tenun tradisional) dan
hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda,
babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.
Adapun jangka waktu perlindungan pasal 10 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang
Hak Cipta adalah tanpa batas waktu karena negara memegang hak cipta ini.
Hak Cipta Tari Pendet
Sejarah Tari Pendet :
Tari Pendet awalnya merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di pura. Tarian ini
melambangkan penyambutan atas turunnya dewata ke alam dunia. Lambat-laun, seiring
perkembangan jaman, para seniman Bali mengubah Pendet menjadi "ucapan selamat datang",
meski tetap mengandung anasir yang sakral-religius. Pendet merupakan pernyataan dari sebuah
persembahan dalam bentuk tarian upacara. Tidak seperti halnya tarian-tarian pertunjukkan yang
34. memerlukan pelatihan intensif, Pendet dapat ditarikan oleh semua orang, pemangkus pria dan
wanita, kaum wanita dan gadis desa. Tarian ini diajarkan sekedar dengan mengikuti gerakkan dan
jarang dilakukan di banjar-banjar. Para gadis muda mengikuti gerakkan dari para wanita yang lebih
senior yang mengerti tanggung jawab mereka dalam memberikan contoh yang baik. Tari putri yang
memiliki pola gerak yang lebih dinamis dari tari Rejang yang dibawakan secara berkelompok atau
berpasangan, ditampilkan setelah tari Rejang di halaman pura dan biasanya menghadap ke arah suci
(pelinggih) dengan mengenakan pakaian upacara dan masing-masing penari membawa sangku,
kendi, cawan dan perlengkapan sesajen lainnya (http://budaya-indonesia.org/iaci/Tari_Pendet).
Jika melihat dari pasal 10 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, maka
pemerintahlah yang memegang perlindungan hak cipta tari pendet ini karena termasuk Hak Cipta
atas folklor. Pemerintah Indonesia bisa menyatakan Hak Cipta tari pendet ini kepada dunia
Internasional berdasarkan publikasi-publikasi yang ada, baik publikasi media massa maupun catatan
tertulis lainnya. Begitu pula bagi seniman Bali perlu menunjukan bukti-bukti publikasi dan catatancatatan Tari Pendet ini kepada dunia. Memang langkah ini sudah cukup karena tidak adanya
kewajiban pendaftaran Hak Cipta, hanya saja pencipta maupun pemegang hak cipta yang tidak
mendaftarkan ciptaannya tidak akan mendapatkan surat pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan
sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan
tersebut. Maka tugas pemerintah Indonesia saat ini adalah menginventarisir kembali kesenian dan
kebudayaan Indonesia serta mendaftarkan semua hak cipta kekayaan seni dan budaya tersebut ke
kantor Hak Kekayaan Intelektual (HKI) RI. Dengan demikian jika suatu saat terjadi sengketa kita
bisa menyelesaikannya secara hukum. Oleh karena itu, kesadaran akan pentingnya pendaftaran Hak
Cipta ini harus bisa menjadi kepentingan bersama masyarakat Indonesia.
Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra
Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra, biasa disebut Konvensi Bern atau
Konvensi Berne, merupakan persetujuan internasional mengenai hak cipta, pertama kali disetujui di
Bern, Swiss pada tahun 1886.
Indonesia menjadi anggota Konvensi Bern pada tahun 1997. Pada Januari 2006, terdapat 160 negara
anggota Konvensi Bern.
Konvensi Bern melindungi ciptaan-ciptaan para pencipta dari negara-negara anggota termasuk
diantaranya :
1. Karya tertulis seperti buku dan laporan.
35. 2. Musik.
3. Karya-karya drama seperti sandiwara dan koreografi.
4. Karya seni seperti lukisan, gambar, dan foto.
5. Karya-karya Arsitektur.
6. Karya sinematografi seperti film dan video.
Konvensi Bern juga mengatur perlindungan atas :
– Karya-karya adaptasi, seperti terjemahan karya tulis dari satu bahasa ke bahasa lain, karya
adaptasi dan aransmen musik
– Kumpulan/ Koleksi seperti ensiklopedi dan antologi
(Sumber : Hak Kekayaan intelektual Suatu Pengantar, 2006)
Sebelum penerapan Konvensi Bern, undang-undang hak cipta biasanya berlaku hanya bagi karya
yang diciptakan di dalam negara bersangkutan. Akibatnya, misalnya ciptaan yang diterbitkan di
London oleh seorang warga negara Inggris dilindungi hak ciptanya di Britania Raya, namun dapat
disalin dan dijual oleh siapapun di Swiss; demikian pula sebaliknya.
Konvensi Bern mengikuti langkah Konvensi Paris pada tahun 1883, yang dengan cara serupa telah
menetapkan kerangka perlindungan internasional atas jenis kekayaan intelektual lainnya, yaitu
paten, merek, dan desain industri.
Sebagaimana Konvensi Paris, Konvensi Bern membentuk suatu badan untuk mengurusi tugas
administratif. Pada tahun 1893, kedua badan tersebut bergabung menjadi Biro Internasional Bersatu
untuk Perlindungan Kekayaan Intelektual (dikenal dengan singkatan bahasa Prancisnya, BIRPI), di
Bern. Pada tahun 1960, BIRPI dipindah dari Bern ke Jenewa agar lebih dekat ke PBB dan
organisasi-organisasi internasional lain di kota tersebut, dan pada tahun 1967 BIRPI menjadi WIPO,
Organisasi Kekayaan Intelektual Internasional, yang sejak 1974 merupakan organisasi di bawah
PBB.
Konvensi Bern direvisi di Paris pada tahun 1896 dan di Berlin pada tahun 1908, diselesaikan di
Bern pada tahun 1914, direvisi di Roma pada tahun 1928, di Brussels pada tahun 1948, di
Stockholm pada tahun 1967 dan di Paris pada tahun 1971, dan diubah pada tahun 1979. (Sumber :
id.wikipedia.org)
Isi perjanjian
Konvensi Bern mewajibkan negara-negara yang menandatanganinya melindungi hak cipta dari
karya-karya para pencipta dari negara-negara lain yang ikut menandatanganinya (yaitu negaranegara yang dikenal sebagai Uni Bern), seolah-olah mereka adalah warga negaranya sendiri.
Hak cipta di bawah Konvensi Bern bersifat otomatis, tidak membutuhkan pendaftaran secara
36. eksplisit.
Konvensi Bern menyatakan bahwa semua karya, kecuali berupa fotografi dan sinematografi, akan
dilindungi sekurang-kurangnya selama 50 tahun setelah si pembuatnya meninggal dunia, namun
masing-masing negara anggotanya bebas untuk memberikan perlindungan untuk jangka waktu yang
lebih lama, seperti yang dilakukan oleh Uni Eropa dengan Petunjuk untuk mengharmonisasikan
syarat-syarat perlindungan hak cipta tahun 1993. Untuk fotografi, Konvensi Bern menetapkan batas
mininum perlindungan selama 25 tahun sejak tahun foto itu dibuat, dan untuk sinematografi batas
minimumnya adalah 50 tahun setelah pertunjukan pertamanya, atau 50 tahun setelah pembuatannya
apabila film itu tidak pernah dipertunjukan dalam waktu 50 tahun sejak pembuatannya. (Sumber :
id.wikipedia.org).
Undang-Undang Paten dan Undang-Undang Perlindungan Varietas Tanaman (PVT)
di Indonesia
Indonesia memiliki Undang-Undang No 14 tahun 2001 yang berkaitan dengan Paten
termasuk di dalamnya mengatur paten yang berkaitan dengan tanaman, dan Undang-Undang
Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) yaitu undang-undang No 29 tahun 2000. Undang-undang
paten dapat memberikan perlindungan bagi tanaman yang dikembangkan melalui proses rekayasa
genetika (Bioteknologi) yang berkaitan dengan “proses” pembentukan tanaman, sedangkan
Undang-Undang Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) dapat diberikan bagi varietas tanaman baru
yang memenuhi persyaratan Baru, Unik, Seragam, Stabil (BUSS). Sebuah varietas dikatakan baru
apabila tanaman tersebut belum pernah di perdagangkan di Indonesia, namun jika telah di
perdagangkan di Indonesia tidak lebih dari 1 tahun, ataupun di luar negeri untuk tanaman semusim
tidak lebih dari 4 tahun, dan untuk tanaman tahunan tidak lebih dari 6 tahun. Unik jika varietas
tanaman itu dapat dibedakan dari varietas lainnya yang telah ada, seragam jika sifat-sifat utama atau
penting dari varietas tanaman itu seragam
meskipun bervariasi akibat dari cara tanam dan
lingkungan yang berbeda-beda, stabil jika sifat-sifatnya tidak mengalami perubahan setelah ditanam
berulang-ulang.
Dalam UU Paten dijelaskan bahwa pemberian paten bagi tanaman harus memiliki syarat
baru, mengandung langkah inventif dan dapat di terapkan di Indrustri. Sedangkan UU perlindungan
Varietas tanaman tidak memerlukan syarat-syarat tersebut, cukup dengan syarat Baru, Unik,
Seragam, Stabil (BUSS) saja.
Dari sisi perlindungan,
Undang-undang paten lebih berkaitan dengan perlindungan
37. “proses” secara bioteknologi atau rekayasa genetika tanamannya, sedangkan UU Perlindungan
Varietas Tanaman (PVT) lebih berkaitan dengan “produk jadinya” yaitu varietas tanaman nya itu
sendiri yang di peroleh melalui kegiatan pemuliaan tanaman (Plant Breeding).
Berdasarkan proses pengajuannya, paten tanaman dapat diajukan melalui Ditjen Hak
Kekayaan Intelektual (HKI) Departemen Hukum dan HAM RI, sedangkan Perlindungan Varietas
Tanaman (PVT) diajukan melalui Departemen Pertanian Republik Indonesia. Perbedaan ini terjadi
karena permohonan PVT memerlukan pemeriksaan substantif dan uji BUSS yang lebih bersifat
teknis.
Undang-Undang Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) disahkan pada tanggal 20 Desember
tahun 2000, undang-undang ini berfungsi untuk melindungi varietas tanaman yang diajukan di
Indonesia. Lahirnya undang-undang tersebut disambut gembira oleh para pemulia tanaman (Plant
Breeder) di Indonesia yang sekaligus babak baru bagi perlindungan Hak Kekayaan Intelektual
(HKI) (Utomo, S.T, 2006). Semoga saja dengan adanya kedua undang-undang tersebut dapat
memacu pengajuan paten dan perlindungan varietas tanaman (PVT) seperti negara-negara lain
seperti diantaranya adalah Australia.
Berdasarkan data, pada tahun 1983 paten untuk pertama kalinya diberikan terhadap varietas
tanaman di Australia. Sejak saat itu sampai dengan tahun 1987, lebih dari 750 aplikasi diajukan dan
500 diantaranya telah mendapatkan sertifikat paten untuk tanaman (Richard B. Jarvis, 1993 ; 212
dalam Hak Kekayaan Intelektual suatu Pengantar). Sedangkan untuk Perlindungan Varietas
Tanaman (PVT) sampai dengan tahun 1992, ada sekitar 1000 aplikasi yang sudah diajukan oleh
para pemulia tanaman. (Patricia Loughlan, 1998 : 155).
Berdasarkan data pendaftaran paten “proses” tanaman transgenik pada Dirjen Hak
Kekayaan Intelektual (HKI) Departemen Kehakiman dan HAM RI dari tahun 1995 sampai dengan
tahun 2001 terdapat 20 permohonan paten tanaman yang berasal luar negeri. (Krisnawati, A, 2004
Perlindungan Hukum Varietas Baru Tanaman dalam Perspektif Hak Paten dan Hak Pemulia).
Melihat pentingnya kedua undang-undang diatas, maka sudah saatnya para pemulia tanaman
(Breeder) Indonesia, perusahaan-perusahaan perbenihan di Indonesia, lembaga-lembaga penelitian
swasta dan milik pemerintah untuk memacu riset mereka di bidang pertanian. Hal ini penting agar
Indonesia mampu menghasilkan banyak paten dan hak perlindungan varietas tanaman (PVT) baru
di bidang tanaman, serta menghasilkan varietas-varietas baru tanaman yang akan mendukung
kedaulatan dan ketahanan pangan Indonesia. Lebih jauh lagi kita bisa menghasilkan varietasvarietas baru di bidang Hortikultura yang dapat kita ekspor keluar negeri, sehingga bisa
menghasilkan banyak devisa bagi Indonesia.
38. Perlindungan Pengetahuan Tradisional
Selama ini, payung hukum untuk produk budaya tradisional di tingkat internasional belum
ada, sehingga bila timbul sengketa yang terjadi antaranegara, maka dari segi hukum sulit untuk
melakukan penuntutan. Akibatnya, Penyelesaian kasus-kasus seperti Tari Pendet dan lagu Rasa
Sayange lebih banyak dengan cara penyelesaian secara diplomatis (dgip.go.id).
Oleh karena ini, baru-baru ini The World Intellectual Property Organization WIPO,
organisasi hak kekayaan intelektual (HKI) sedunia yang bermarkas di Jenewa, Swiss, sudah
memberikan mandat kepada anggota untuk mendiskusikan genetic resources traditional knowledge
and folklor GRTKF di forum internasional.
GRTKF, yang di dalamnya termasuk produk budaya tradisional, ini dirancang antara lain
untuk memberikan perlindungan terhadap produk budaya tradisonal masing-masing negara "Sudah
14 kali negara anggota WIPO membahas GRTKF supaya bisa menjadi produk hukum yang bersifat
mengikat, namun selalu kandas," kata Ansori Sinungan, salah seorang anggota delegasi Indonesia
dalam pembahasan GRTKF di Jenewa belum lama ini.
Meskipun selalu deadlock, katanya, Ansori, yang juga direktur kerja sama Ditjen Hak
Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM, Pemerintah Indonesia bersama negara
berkembang lainnya akan berjuang untuk meloloskan GRTKF di forum WIPO. Dia menjelaskan
bahwa pada 22 September tahun ini, WIPO akan menggelar sidang umum Salah satu poin penting
yang akan dibahas adalah GRTKF "Indonesia bersama dengan negara berkembang lainnya sudah
menjalin kontak untuk memperjuangkan GRTKF," ujarnya.
Bila konvensi nanti bisa menghasilkan suatu traktat, maka GRTKF, termasuk produk budaya
tradisional, akan dilindungi secara internasional, sehingga negara maju tidak bisa lagi seenaknya
melakukan eksploitasi terhadap budaya tradisional kita. "Kita berhak untuk menuntut nanti Ke
depan bila ada kasus-kasus seperti Rasa Sayange dan Tari Pendet bisa diperkarakan secara hukum"
katanya (Bisnis Indonesia, 09/09/2009).
Karya-karya seni masyarakat tradisional merupakan barang yang sangat berharga di seluruh
dunia. Misalnya, di Australia, pasar seni dan kerajinan asli bernilai kira-kira $ 200 juta setiap tahun.
Mengingat keanekaragaman dan jumlah penduduk Indonesia, nilai perdagangan pasar kerajinan
Indonesia, baik di dalam maupun luar negeri, barangkali melebihi nilai pasar di Australia. (Hak
Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Lindsey T dkk, 2006).
Perlu kita ketahui bersama, bahwa penggunaan tanpa izin karya pengetahuan tradisional
yang di ekploitasi akan menyinggung perasaan masyarakat yang menciptakan karya pengetahuan
tradisional tersebut, sebagai contoh adalah komersialisasi tarian pendet dalam iklan pariwisata
Malaysia beberapa waktu yang lalu, tarian pendet dianggap termasuk tarian sakral milik masyarakat
39. Bali sehingga kegiatan ekploitasi tanpa izin dapat menyinggung perasaan umat beragama di Bali
karena tarian ini dianggap tarian sakral dan suci oleh masyarakat Bali.
Hak Cipta dan Pengetahuan Tradisional
Salah satu syarat dari hukum hak cipta adalah bahwa karya atau ciptaan yang akan di
lindungi harus dalam bentuk yang berwujud. Oleh karena itu, proses inventarisasi dan
pendokumentasian seni dan budaya perlu dilakukan agar bisa mendapatkan perlindungan Hak
Cipta. Begitu pula dengan lagu, yang akan mendapatkan perlindungan Hak Cipta adalah manakala
lagu tersebut telah di catat atau direkam ; tidak cukup untuk hanya memainkan lagu itu dengan gitar
secara berulang-ulang. Disinilah titik lemah produk seni dan budaya kita, sehingga dengan adanya
persyaratan ini berarti karya-karya tradisional tidak mendapatkan perlindungan hak cipta. Banyak
karya seperti ini bersifat lisan atau dapat dilihat dan dipertunjukkan dan disampaikan ke generasi
berikutnya secara turun-temurun (misalnya pertunjukkan wayang) (Hak Kekayaan Intelektual Suatu
Pengantar, Lindsey T dkk, 2006). Mari kita melestarikan seni dan budaya Indonesia, langkah awal
adalah dengan menginventarisasi dan mendokumentasi seni dan budaya untuk lebih lanjut
mendaftarkan Hak Cipta seni dan budaya tersebut, sesudah itu ajarkanlah kesenian dan kebudayaan
kita di sekolah-sekolah.
Indikasi Geografis
Masyarakat dan perusahaan sering ingin menggunakan nama geografis untuk menunjukkan
asal dari barang atau jasa yang mereka tawarkan kepada masyarakat, misalkan Kopi Toraja, Bika
Ambon dll. Lalu apakah indikasi geografis itu ? Indikasi geografis adalah suatu tanda yang
menunjukkan daerah asal barang yang dikaitkan dengan kualitas, reputasi atau karakteristik
lain yang sesuai dengan asal geografis barang tersebut. Agar dapat dilindungi oleh undangundang, indikasi geografis harus didaftarkan terlebih dahulu di kator Hak Kekayaan Intelektual
(HKI) Indonesia (Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Lindsey T dkk, 2006).
Sedangkan pengertian Indikasi Geografis menurut UU No 15 tahun 2001 tentang Merek pasal 56 :
(1) : “ Indikasi geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu
barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia,
atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada
barang yang dihasilkan”.
(2) Indikasi Geografis mendapatkan perlindungan setelah terdaftar atas dasar permohonan yang
40. diajukan oleh :
a. Lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi barang yang
bersangkutan, yang terdiri atas :
1) Pihak yang mengusahakan barang yang merupakan hasil alam atau kekayaan alam.
2) Produsen barang hasil pertanian
3) Pembuat barang-barang kerajinan tangan atau hasil indrustri ; atau
4) Pedagang yang menjual barang tersebut
b. Lembaga yang diberikan kewenangan untuk itu ; atau
c. Kelompok konsumen barang tersebut.
Perlindungan Indikasi Geografis di Indonesia
Indikasi Geografis (IG) di Indonesia memuat perlindungan masyarakat dan tertuang dalam undangundang hak eksklusif perlindungan IG terhadap suatu produk kepada masyarakat, bukan kepada
individu atau perusahaan tertentu. Secara nasional perlindungan IG diatur dalam UU No.15 tahun
2001, dan setelah mengalami beberapa perubahan dan penyempurnaan maka pada tanggal 4
September 2007 keluarlah PP No.51 2007, tentang perlindungan indikasi geografis (Dr. Surip
Mawardi).
Beberapa contoh Indikasi Geografis dari Indonesia :
1. Bika Ambon
2. Kopi Jawa
3. Kopi Toraja
4. Kopi Arabika Kintamani
5. Wajit Cililin, dll
Masih banyak lagi kekayaan Indikasi Geografis yang harus di daftarkan, karena tersebar luas
di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, peran pemerintah daerah untuk menginventarisasi dan
membantu dalam mendaftarkan kekayaan Indikasi Geografis yang dimilikinya penting untuk
dilakukan.
Jika kita perhatikan, Indonesia sangat kaya akan kekayaan alam berupa hasil-hasil pertanian,
barang-barang kerajinan tangan dan hasil indrustrinya, sangat banyak sekali potensi Indikasi
Geografis yang perlu segera di daftarkan ke kantor Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Indonesia.
Seperti salah satunya adalah Kopi Arabika Kintamani Bali, Kopi Arabika Kintamani Bali adalah
Indikasi Geografis yang pertama yang didaftarkan di Indonesia oleh pemohon dari Masyarakat
Perlindungan Indikasi-Geografis Kopi Arabika Kintamani Bali (MPIG) pada tanggal 18 September
41. 2007 dan pada seminar Nasional tentang Perlindungan Indikasi Geografis yang dilaksanakan di
Hotel Mercure Resort Sanur Bali, telah dilakukan penyerahan sertifikat Indikasi Geografis oleh
Asisten I Gubernur Bali, Patra S.H kepada perwakilan Masyarakat Perlindungan Indikasi-Geografis
Kopi Arabika Kintamani Bali (MPIG) (Media HKI, Vol. VI/No. 1/Februari 2009). Selain itu,
menurut staf khusus Dirjen Perkebunan Departemen Pertanian Riyaldi, Ada kemungkinan
sertifikasi indikasi geografis akan diikuti yang lainnya. “Apa yang telah diterima oleh
komunitas kopi Arabika Kintamani Bali akan diikuti oleh beberapa produk dari Jepara, Jawa
Tengah dan sudah ada 5 produk dari Jepara yang telah siap mendapat sertifikasi indikasi geografis,”
kata Riyaldi.
"Kelimanya diajukan oleh komunitas Anak Muda Peduli Jepara (Ampera), dan kelima produk
tersebut adalah susu kambing Kali Jesing, ukiran Jepara, kerupuk Tenggiri, kacang Open, serta
blenyek ngemplak Jepara (sejenis ikan laut yang dikeringkan),” tambah Riyaldi (hukumham.info,
Kamis, 04 Desember 2008).
Lalu bagaimanakah tahapan pendaftaran Indikasi Geografis (IG) ?
Adapun prosedur pendaftaran Indikasi Geografis (IG) adalah :
Pemohon mengajukan permohonan ke Direktorat Merek Direktorat Jendral Hak Kekayaan
Intelektual (HKI) yang kemudian akan dilakukan pemeriksaan formalitas (14 hari) - dilakukan
pemeriksaan substantif (2 tahun)-Disetujui didaftar (10 hari) – Pengumuman (3 bulan)- jika tidak
ada oposisi- Indikasi-Geografis terdaftar- Daftar umum Indikasi Geografis (Media HKI, Vol. VI/No.
1/Februari 2009).
Mengapa Indikasi Geografis itu penting ?
Adapun perlindungan Indikasi Geografis bertujuan sebagai perlindungan terhadap produk, mutu
dari produk, nilai tambah dari suatu produk dan juga sebagai pengembangan pedesaan. (Dr. Surip
Mawardi). Karena Indikasi Geografis (IG) merupakan salah satu komponen Hak Kekayaan
Intelektual (HKI) yang penting dalam kegiatan perdagangan, khususnya memberikan
perlindungan terhadap komoditas perdagangan yang terkait erat dengan nama daerah atau
tempat asal produk barang. Maka bisa di bayangkan betapa besar nilai ekonomi kekayaan
Indikasi Geografis ini, misalkan dari satu contoh produk indikasi geografis Kopi Arabika
Kintamani, tentu sangat besar sekali potensi ekonominya bagi komunitas masyarakat Kintamani
Bali. Secara tidak langsung, pendaftaran Indikasi Geografis akan memacu pertumbuhan
ekonomi pedesaan sebagaimana pendapat Dr. Surip Mawardi, Ketua Tim Ahli Indikasi Geografis
(TAIG) Indonesia. Menurut Dr. Surip Mawardi, dengan adanya produk IG, dengan sendirinya
42. reputasi suatu kawasan IG akan ikut terangkat, di sisi lain IG juga dapat melestarikan keindahan
alam, pengetahuan tradisional, serta sumberdaya hayati,
dan ini akan berdampak pada
pengembangan agrowisata, dengan IG juga akan merangsang timbulnya kegiatan-kegiatan lain yang
terkait seperti pengolahan lanjutan suatu produk. Semua kegiatan ekonomi akibat adanya IG
tersebut, secara otomatis ikut mengangkat perekonomian kawasan perlindungan IG itu sendiri. Oleh
karena itu, penulis mengajak kepada seluruh pemerintahan daerah, komunitas-komunitas yang ada
di daerah di Indonesia agar mendaftarkan Kekayaan Indikasi Geografis (IG) daerahnya seperti
halnya yang telah dilakukan Bali dengan Kopi Arabika Kintamaninya. Kegiatan mengindikasi
geografis produk unggulan di setiap wilayah di Indonesia sangat penting untuk dilakukan karena
menurut Andy N. Sommeng Direktur Jendral Hak Kekayaan Intelektual (HKI) “Produk-produk
unggulan di Indonesia sangat banyak, jadi sayang kalau tak mendapat pengaturan geografis karena
memungkinkan pihak luar negeri memainkan potensi dari Indonesia semaunya".
Akhirnya Batik Tulis Indonesia diakui UNESCO
Jalan Panjang diakuinya Batik Tulis Indonesia oleh UNESCO
Januari 2000
Malaysia mulai mengklaim kain Batik sebagai produk budaya aslinya
4 September 2008
Melalui kantor UNESCO di Jakarta, Menko Kesejahteraan Rakyat mewakili pemerintah dan
komunitas batik Indonesia secara resmi menyerahkan data batik untuk di teliti
Februari 2009
Badan di bawah UNESCO, terdiri dari 6 negara anggota Komite Antar Pemerintah (Turki, Estonia,
Kenya, Republik Korea, Meksiko dan Uni Emirat Arab) sedang meneliti dan mengkaji Batik.
Dibutuhkan data dan verifikasi lengkap terhadap 19 jenis batik yang diambil dari 33 provinsi di
Indonesia.
28 September 2009
UNESCO secara resmi mengukuhkan batik sebagai daftar warisan budaya bukan benda (intangible
cultural heritage). Bahkan batik mendapatkan nilai tertinggi kategori peninggalan budaya dari 111
usulan negara-negara di dunia.
43. 2 Oktober 2009
Penghargaan resmi UNESCO atas Batik akan dilangsungkan pada penutupan sidang Komite Antar
Pemerintah UNESCO di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
(Sumber : Media Indonesia, 30 September 2009)
Sejarah Batik
Indonesia punya sejarah panjang dengan batik sebagai karya dan budaya. Embrionya adalah
tulisan dan lukisan diatas daun lontar yang sudah ada sejak abad XVII. Sejarah panjang itulah yang
membuat karya batik bisa ditemukan tidak hanya di pulau Jawa, tapi juga Sumatra, Kalimantan,
Maluku, bahkan Papua.
Di Jawa, batik dikenal sejak Majapahit dan berkembang pada masa Kerajaan Mataram. Dari
pekerjaan yang dilakukan di dalam keraton, batik di kembangkan ke rumah rakyat biasa. Jika
semula hanya dikenakan keluarga bangsawan, batik kemudian bisa menjadi pakaian rakyat. Saat itu,
batik yang di hasilkan semuanya batik tulis. Batik cap baru dikenal sekitar 1920.
Jenis batik tradisional ada ratusan, motif pun ribuan. Saking merasuknya kebiasaan
membatik, pada abad ke-8 nenek moyang orang Jawa menuangkan sejumlah motifnya ke patung
dan badan candi (Media Indonesia, 30 September 2009).
Diakuinya batik tulis sebagai salah satu warisan budaya non benda dunia merupakan sebuah
anugrah bagi seluruh masyarakat Indonesia yang harus bersama-sama kita syukuri. Pengukuhan
warisan budaya dunia ini diatur dalam konvensi Internasional The General Conference of UNESCO
pada tahun 1972 di Paris.
Oleh karena itu, mari kita bersama-sama mengenakan pakaian batik pada hari Jumat 2
Oktober 2009 sebagai wujud rasa syukur kita akan kekayaan maha karya batik Indonesia.
Selain itu, pemerintah daerah yang memiliki sentra-sentra produksi batik perlu
memperhatikan tingkat kesejahteraan para perajin batik. Sebagaimana diketahui menurut penelitian
Mistaram, dosen seni dan desain Fakultas sastra Universitas Negeri Malang (UM) 70 % dari 206
Perajin Batik di Jawa Timur hidup dalam kemiskinan.
Diakuinya Batik Tulis Indonesia oleh UNESCO setidaknya memberikan angin segar bagi
para perajin batik, semoga saja perhatian pemerintah agar kesejahteraan para perajin batik dapat di
perhatikan, mungkin kita bisa belajar dari Malaysia sebagaimana diberitakan Media Indonesia 30
September 2009, Pemerintah Malaysia memberikan perhatian akan kesejahteraan para pembatik tua
Indonesia di Kuala Trengganu, dimana mereka diberikan insentif yang baik, kesejahteraan hidup,
serta kemudahan pendidikan bagi cucu-cucu mereka.
Perajin Batik adalah duta dan pahlawan Bangsa yang selama ini turut berjasa bagi