SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  16
Télécharger pour lire hors ligne
PERAN PENDIDIKAN
                          DALAM PEMBENTUKAN MORALITAS
                                      Oleh: Triyana, M.Ag



A. Pendahuluan

      Dalam UU RI No. 2 Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional

(SISDIKNAS), Bab II Pasal 4, dijelaskan bahwa: ”Pendidikan Nasional bertujuan

mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia

seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME dan

berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani

dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

kemasyarakatan dan bangsa”1. Ini merupakan salah satu dasar dan tujuan dari

pendidikan nasional yang seharusnya menjadi acuan bangsa Indonesia.

      Fenomena yang kita saksikan bersama, pendidikan hingga kini masih

belum menunjukkan hasil yang diharapkan sesuai dengan landasan dan tujuan

dari pendidikan itu. Membentuk manusia yang cerdas yang diimbangi dengan nilai

keimanan, ketaqwaan dan berbudi pekerti luhur, belum dapat terwujud. Gejala

kemerosotan nilai-nilai akhlak dan moral dikalangan masyarakat sudah mulai

luntur dan meresahkan. Sikap saling tolong-menolong, kejujuran, keadilan dan

kasih sayang tinggal slogan belaka.

      Krisis akhlak pada elite politik terlihat dengan adanya penyelewengan,

penindasan, saling menjegal atau              adu domba, fitnah dan perbuatan maksiat

lainnya. Pada lapisan masyarakat, krisis akhlak juga terlihat pada sebagian sikap

mereka yang sangat mudah merampas hak orang lain, misalnya menjarah, main


      1
          Drs. Ary H. Gunawan, Kebijakan-Kebijakan Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hal. 163.


                                                                                                    1
hakim sendiri, melanggar peraturan tanpa merasa bersalah, mudah terpancing

emosi, mudah diombang-ambingkan dan perbuatan lain yang merugikan orang

lain atau diri sendiri. Kemerosotan nilai-nilai moral yang tadinya hanya menerpa

sebagian kecil elite politik dan sebagian masyarakat yang lebih tepatnya pada

orang dewasa yang mempunyai kedudukan, jabatan, profesi dan kepentingan, kini

telah menjalar pada masyarakat kalangan pelajar. Banyaknya keluhan orang tua,

guru, pendidik dan orang-orang yang berkecimpung dalam bidang keagamaan

serta pengaduan masyarakat sosial umumnya, yang berkenaan dengan ulah

sebagian pelajar yang sukar dikendalikan, nakal, sering bolos sekolah, tawuran,

merokok, mabuk-mabukan dan lebih pilu lagi sudah memasuki dunia pornografi.

        Pada saat ini sudah menjadi kenyataan timbulnya kemerosotan nilai akhlak

generasi muda atau kalangan pelajar, yang pada prinsipnya adalah karena

mereka tidak mengenal agama, tidak diberikan pengertian agama yang cukup,

sehingga sikap dan tindakan serta perbuatannya menjadi liar2. Adanya sikap,

tindakan dan perbuatan yang tidak bertanggung jawab ini bila dibiarkan terus,

maka tak ayal lagi kalau generasi mendatang akan diliputi kegelapan dan

hancurnya tatanan perikehidupan umat manusia.



B. Pembahasan

1. Sebab Timbulnya Krisis Akhlak

        Adapun yang menjadi akar masalah penyebab timbulnya krisis akhlak

dalam masyarakat cukup banyak, yang terpenting diantaranya adalah:




        2
           Drs. Moh. Saifulloh Al-Aziz, Milenium Menuju Masyarakat Madani, Terbit terang, Surabaya,
2000, hal. 303.


                                                                                                 2
Pertama, krisis akhlak terjadi karena longgarnya pegangan terhadap

agama yang menyebabkan hilangnya pengontrol diri dari dalam (self control)3.

Selanjutnya alat pengontrol perpindahan kepada hukum dan masyarakat. Namun

karena hukum dan masyarakat juga sudah lemah, maka hilanglah seluruh alat

kontrol. Akibatnya manusia dapat berbuat sesuka hati dalam melakukan

pelanggaran tanpa ada yang menegur.

       Kedua, krisis akhlak terjadi karena pembinaan moral yang dilakukan oleh

orang tua, sekolah dan masyarakat sudah kurang efektif. Bahwa penanggung

jawab pelaksanaan pendidikan di negara kita adalah keluarga, masyarakat dan

pemerintah4. Ketiga institusi pendidikan sudah terbawa oleh arus kehidupan yang

mengutamakan materi tanpa diimbangi dengan pembinaan mental spiritual.

       Ketiga, krisis akhlak terjadi karena derasnya arus budaya hidup

materialistik, hedonistik dan sekularistik. Derasnya arus budaya yang demikian

didukung oleh para penyandang modal yang semata-mata mengeruk keuntungan

material dengan memanfaatkan para remaja tanpa memperhatikan dampaknya

bagi kerusakan akhlak para generasi penerus bangsa.

       Keempat, krisis akhlak terjadi karena belum adanya kemauan yang

sungguh-sungguh dari pemerintah. Kekuasaan, dana, tekhnologi, sumber daya

manusia, peluang dan sebagainya yang dimiliki pemerintah belum banyak

digunakan untuk melakukan pembinaan akhlak bangsa. Hal yang demikian

semakin diperparah dengan ulah sebagian elite politik penguasa yang semata-

mata mengejar kedudukan, kekayaan dan sebagainya dengan cara-cara yang


       3
           Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA., Manajemene Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan
Islam di Indonesia, Kencana, Bogor, 2003, hal. 221.
         4
           Drs. H.M. Arifin M.Ed., Kapita Selekta Pendidikan, Umum dan Agama, CV. Toha Putra,
Semarang, 1981, hal. 11.


                                                                                              3
tidak mendidik, sepeati adanya praktek korupsi, kolusi dan Nepotisme (KKN). Hal

yang demikian terjadi mengingat bangsa Indonesia masih menerapkan pola hidup

paternalistik.5

        Fenomena yang kita saksikan memang benar, bahwa nilai-nilai akhlak dan

moral       yang   berkembang        kini    telah    jauh    dari    harapan      dan     sangat

mengkhawatirkan. Sebagai kambing hitamnya sering kita menyalahkan dunia

pendidikan yang bertanggung-jawab atas semua yang terjadi. Rasanya memang

ada benarnya juga kalau dipikirkan secara mendalam, sebab kemerosotan nilai-

nilai itu tak terlepas dari peran dunia pendidikan yang tugas salah satunya adalah

mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mendidik nilai-nilai

moral bangsa6.

        Belakangan ini, berbagai seminar digelar kalangan pendidik yang bertekad
mencari solusi untuk mengatasi krisis akhlak. Pera pemikir pendidikan
menyerukan agar kecerdasan akal diikuti dengan kecerdasan moral, pendidikan
agama. Pendidikan moral harus siap menghadapi tantangan global, pendidikan
harus memberikan kontribusi yang nyata dalam mewujudkan masyarakat yang
semakin berbudaya (masyarakat madani)7.




        5
          Paternalistime adalah sistem kepemimpinan yang berdasarkan hubungan antara pemimpin dengan
yang dipimpin, hubungan antara seorang ayah dengan anaknya. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, PT. Balai Pustaka, Jakarta, 1997, hal. 736.
        6
          Undang-Undang No. 2/89 Sistem Pendidikan Nasional dengan tegas merumuskan tujuannya pada
Bab II, Pasal 4, yaitu mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Maksudnya yaitu manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, disamping juga memiliki pengetahuan
dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, kepribadian yanng mantap dan mandiri sertarasa tanggunng
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Lihat, Sam M. Chan dan Tuti T. Sam, Kebijakan Pendidikan Era
Otonomi Daerah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal. 17.
        7
          Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA., Op. Cit, hal. 219-220.


                                                                                                  4
2. Langkah yang ditempuh untuk mengatasi krisis moral

        Sejalan dengan sebab-sebab timbulnya krisis akhlak tersebut di atas, maka

cara untuk mengatasinya dapat ditempuh dengan langkah-langkah sebagai

berikut:

        Pertama,      pendidikan       akhlak     dapat     dilakukan      dengan      menetapkan

pelaksanaan pendidikan agama, baik di rumah, sekolah maupun masyarakat. Hal

yang demikian diyakini, karena inti ajaran agama adalah akhlak yang mulia yang

bertumpu pada keimanan kepada Tuhan dan keadilan sosial. Pengajaran agama

hendaknya mendapat tempat yang teratur seksama, hingga cukup mendapat

perhatian yang semestinya dengan tidak mengurangi kemerdekaan golongan-

golongan yang hendak mengikuti kepercayaan yang dianutnya. Madrasah-

madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya merupakan salah satu alat dan

sumber pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan beragama yang telah

berurat dalam masyarakat umumnya, maka hendaklah mendapat perhatian dan

bantuan baik material ataupun dorongan spiritual dari pemerintah8.

        Kedua, dengan mengintegrasikan antara pendidikan dan pengajaran.

Hampir semua ahli pendidikan sepakat, bahwa pengajaran hanya berisikan

pengalihan pengetahuan (transfer of knowladge), keterampilan dan pengalaman

yang ditujukan untuk mencerdaskan akal dan memberikan keterampilan.9

Sedangkan pendidikan tertuju kepada upaya membantu kepribadian, sikap dan

pola hidup yang berdasarkan nilai-nilai yang luhur. Pada setiap pengajaran

sesungguhnya terdapat pendidikan dan secara logika keduanya telah terjadi

integrasi yang penting. Pendidikan yang merupakan satu cara yang mapan untuk
        8
           Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-Dasar
Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal. 374
        9
          Prof. Dr. H. Abuddin Nata, Op.Cit., hal. 224


                                                                                                     5
memperkenalkan                pelajar      (learners)     melalui      pembelajaran         dan      telah

memperlihatkan               kemampuan          yang      meningkat        untuk      menerima        dan

mengimplementasikan alternatif-alternatif baru untuk membimbing perkembangan

manusia10. Dengan integrasi antara pendidikan dan pengajaran diharapkan

memberikan kontribusi bagi perubahan nilai-nilai akhlak yang sesuai dengan

tujuan pendidikan dalam menyongsong hari esok yang lebih cerah.

           Ketiga, bahwa pendidikan akhlak bukan hanya menjadi tanggung jawab

guru agama saja, melainkan tanggung-jawab seluruh guru bidang studi. Guru

bidang studi lainnya juga harus ikut serta dalam membina akhlak para siswa

melalui nilai-nilai pendidikan yang terdapat pada seluruh bidang studi.

           Melekatnya nilai-nilai ajaran agama pada setiap mata pelajaran atau bidang

studi umum lainnya yang bukan pelajaran agama mempunyai nilai yang sangat

penting dalam upaya mengembangkan nilai keagamaan pada anak didik. Melalui

mata pelajaran umum selain siswa dapat memperlajari substansi, prinsip-prinsip

dan konsep-konsep dari ilmu pengetahuan itu, diharapkan juga ada dimensi nilai

yang terkandung dalam pendidikan itu. Dalam pembelajaran siswa mempunyai

kewajiban agar mentaati peraturan tertulis, etika, adab sopan santun dan norma-

norma umum lainnya. Selain itu siwa dapat belajar untuk lebih mencintai

lingkungan, baik di sekolah, keluarga atau masyarakat.

           Melalui pendidikan bidang studi lainnya, siswa juga dapat lebih memahami

betapa agung dan perkasanya Tuhan Yang Maha Esa yang telah menciptakan

alam semesta ini dengan segala isinya yang berjalan dengan tertib, sesuai

dengan hukum-hukum Allah (sunnatullah) yang juga disebut hukum alam. Siswa

           10
                Harold G. Shane, Arti Pendidikan Bagi Masa Depan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002,
hal. 39.


                                                                                                         6
akan menyadari bahwa apa yang terjadi di alam semesta ini pada dasarnya

berasal dari Yang Maha Mencipta. Inilah pendidikan mata pelajaran bidang studi

umum sebagai contoh yang menjadi wahana untuk pendidikan nilai-nilai agama.

       Keempat, pendidikan akhlak harus didukung oleh kerjasama yang kompak

dan usaha yang sungguh-sungguh dari orang tua (keluarga), sekolah dan

masyarakat. Orang tua di rumah harus meningkatkan perhatiannya terhadap

anak-anaknya          dengan      meluangkan        waktu     untuk     memberikan         bimbingan,

keteladanan dan pembiasaan yang baik. Orang tua juga harus berupaya

menciptakan rumah tangga yang harmonis, tenang dan tenteram, sehingga anak

akan merasa tenang jiwanya dan dengan mudah dapat diarahkan kepada hal-hal

yang positif.

       Tiga pusat pendidikan (keluarga, sekolah dan masyarakat) secara bertahap

dan terpadu mengemban suatu tanggung jawab pendidikan bagi generasi

mudanya. Ketiga penanggung jawab pendidikan ini dituntut melakukan kerjasama

di antara mereka baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan saling

menopang kegiatan yang sama secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama11.

Dengan kata lain, perbuatan mendidik yang dilakukan oleh orang tua terhadap

anak juga dilakukan oleh sekolah dengan memperkuat serta dikontrol oleh

masyarakat sebagai lingkungan sosial anak.

       Pendidikan keluarga adalah benteng utama tempat anak-anak dibesarkan

melalui pendidikan dan di sinilah peran utama orang tua sebagai pendidik yang

akan mendasari dan mengarahkan anak-anaknya pada pendidikan selanjutya.

Dalam Islam, rumah keluarga muslim adalah benteng utama tempat anak-anak


       11
            Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997, hal. 37


                                                                                                        7
dibesarkan melalui pendidikan Islam12. Adapun yang menjadi tujuan pendidikan

dalam Islam adalah: mendirikan syariat Allah dalam segala permasalahan rumah

tangga; Mewujudkan ketenteraman dan ketenangan psikologis; Mewujudkan

sunnah Rasulullah saw. Dengan melahirkan anak-anak saleh; Memenuhi

kebutuhan cinta kasih anak-anak; dan Menjaga fitrah anak agar tidak melakukan

penyimpangan-penyimpangan.13 Tanggung-jawab pendidikan keluarga ada di

pundak para orang tua, sehingga anak-anak terhindar dari kerugian, keburukan,

mengingat banyaknya sendi kehidupan sosial yang melenceng dari tujuan

pendidikan.

      Pendidikan sekolah adalah pendidikan yang diperoleh seseorang di

sekolah secara teratur, sistematis, bertingkat dan mengikuti syarat-syarat yang

jelas dan ketat14. Pada dasarnya pendidikan sekolah merupakan bagian dari

pendidikan dalam keluarga, yang sekaligus juga merupakan kelanjutan dari

pendidikan    keluarga.   Sekolah    merupakan      jembatan    bagi    anak   yang

menghubungkan kehidupan keluarga dengan kehidupan dalam masyarakat kelak.

      Pendidikan Masyarakat ditandai dengan adanya mosi Mangunsarkoro yang

ditujukan kepada Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP),

yang mendesak pemerintah agar memberi perhatian lebih banyak pada

pendidikan masyarakat dan kemudian diterima, maka pada 1 Januari 1946

terbentuklah Bagian Pendidikan Masyarakat pada Kementerian Pendidikan,

Pengajaran dan Kebudayaan15. Adapun isinya menjelaskan dengan tegas: (1)

Memberantas buta huruf, (2) Menyelenggarakan kursus pengetahuan umum, dan

      12
            Abdurrahman An-Nawawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat,
Penerjemah: Shihabudin, Gema InsaniPress, 1995, hal. 139.
        13
           Ibid., hal 140-145
        14
           Hasbullah, Op.Cit., hal. 46.
        15
           Redja Mudyahardjo, Op. Cit, hal. 376-377.


                                                                                   8
(3) Mengembangkan perpustakaan rakyat. Dengan adanya pendidikan ini,

diharapkan pendidikan diharapkan sebagai proses pembudayaan kodrat alam

yang merupakan usaha memelihara dan memajukan serta mempertinggi dan

memperluas kemampuan-kemampuan kodrati untuk mempertahankan hidup.

      Proses pembudayaan pendidikan yang bertujuan membangun kehidupan

individual dan sosial yang bercita-cita untuk membangun manusia yang merdeka

lahir dan batin. Manusia yang merdeka lahir dan batin maksudnya adalah

tertanamnya dalam diri setiap individu tiang-tiang kemerdekaan hidup, yang

memiliki kecakapan panca indera, ketajaman berpikir, kejernihan berperasaan,

kemantapan dan kuatnya kemauan serta keluhuran budi pekerti.

      Kelima, pendidikan akhlak harus menggunakan seluruh kesempatan,

berbagai sarana termasuk tekhnologi modern. Kesempatan berekreasi, pameran,

kunjungan, berkemah dan kegiatan lainnya harus dilihat sebagai peluang untuk

membina akhlak. Demikian juga dengan sarana yang telah canggih pada masa

kini, seperti: siaran TV, Handphone (HP), surat kabar, majalah, internet dan

tekhnologi lainnya tidak disalahgunakan, sehingga sarana tersebut dapat

mempermudah proses pendidikan demi terwujudnya akhlak yang baik.

      Diakui bahwa sistem pendidikan yang kita miliki dan dilaksanakan selama

ini masih belum mampu mengikuti dan mengendalikan kemajuan tekhnologi,

sehingga   dunia   pendidikaan   belum     dapat   menghasilkan   tenaga-tenaga

pembangunan yang terampil, kreatif dan aktif, yanng sesuai dengan tuntutan

mansyarakat luas. Bahaya dan masalah negatif yang ditimbulkan dengan

perkembangan ilmu dan tekhnologi, sebisa mungkin dijauhi dan dihilangkan atau

sekurangnya   dapat   di   minimalisir.   Bagaimanapun    berkembangnya    ilmu



                                                                              9
pengetahuan modern menghendaki dasar-dasar pendidikan yang kokoh dan

penguasaan kemampuan yang terus menerus.

      Pendapat Harold G. Shane dalam bukunya yang berjudul “Arti Pendidikan

Bagi Masa Depan”, ada beberapa karakteristik dari desain pendidikan yang akan

muncul untuk kehidupan di masa depan16, karakteristik itu adalah:

   1. Tekanan perlu diberikan pada mendapatkan kembali, dalam bentuk yang

      jelas, disiplin sosial yang telah menuntun orang Barat dan barangkali yang

      telah menuntun sebagian besar umat manusia, sebelum timbulnya krisis

      nilai sekarang ini. Krisis yang sifatnya relatifisme dan permisif ini

      mengganggu keterikatan orang pada norma-norma yang ditetapkan

      kebudayaan yang menuntun setiap individu agar berbuat menurut cara

      tertentu. Kita harus bergerak maju menuju nilai-nilai dan tipe hidup yang

      baru yang diperlukan dalam menyongsong masa depan.

   2. Melalui pendidikan, serangan akan dilancarkan terhadap kubu materialisme

      yang kuat, secara spesifik, terhadap kekeliruan yang telah meletakkan

      kepercayaan besar pada nilai-nilai materialisme. Diharapkan melalui

      pendidikan dapat mengubah nilai-nilai yang selama ini bersifat “cinta

      benda” yaitu selera besar untuk memperoleh benda-benda konsumsi yang

      tak terkendalikan.

   3. Bahaya dan masalah penggunaan tekhnologi dalam menyongsong hidup di

      masa depan. Dengan pendidikan diharapkan dapat meminimalisir bahaya

      dan masalah tekhnologi, sehingga menjadikan tekhnologi itu sarana




      16
           Harold G. Shane, Op.Cit, hal. 103-108.


                                                                             10
penting dalam memperbaiki kedudukan manusia dan perlunya dipikirkan

        lagi agar pemanfaatan tekhnologi dapat diinjeksikan ke dalam kurikulum.

    4. Kurikulum harus mulai responsif secara lebih memadai terhadap ancaman

        kerusakan atau krisis nilai yang menimpa lingkungan sosialnya. Secara

        paten, pendidikan akan mempunyai peranan penting saat keputusan-

        keputusan sosial yang penting dicapai berkenaan dengan kebijakan

        nasional dan dalam keadaan bagaimanapun juga terdapat banyak dasar

        untuk memulainya di sekolah.

    5. Pendidikan perlu terus mendidik pelajar supaya keluaran pendidikan yang

        baru dapat membuat pelajar menghadapi potensi kekuatan media massa

        dalam bentuk opini dan sikap publik.

        Inilah sosok pendidikan yang berkembang kini, dan bagaimana sosok

masyarakat masa depan dengan nilai-nilainya yang dominan. Memang kita semua

mengetahui betapa sektor pendidikan selalu terbelakang dalam berbagai sektor

pembangunan lainnya, bukan karena sektor itu lebih di lihat sebagai sektor

konsumtif juga karena pendidikan adalah penjaga status quo masyarakat itu

sendiri17. Pendidikan merupakan sebagian dari kehidupan masyarakat dan juga

sebagai dinamisator masyarakat itu sendiri. Dalam aspek inilah peran pendidikan

memang sangat strategis karena menjadi tiang sanggah dari kesinambungan

masyarakat itu sendiri.

        Proses perubahan tata nilai akan berjalan sesuai dengan dinamika

masyarakat dalam era tertentu. Selain itu nilai-nilai pada generasi yang

mendahului sebagian atau keseluruhan masih tetap hidup dalam generasi

        17
          Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc.Ed., Manajemen Pendidikan Nasional: Kajian Pendidikan Masa
Depan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hal. 80.


                                                                                               11
berikutnya. Nilai-nilai yang dominan pada setiap generasi ada yang bersifat positif

dan ada yang negatif, maka kita perlu mengidentifikasinya dan waspada sehingga

kita bisa menyaring mana yang perlu dihidari dan mana yang perlu diambil untuk

kemajuan di masa mendatang.

      Salah satu tugas dari Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), yakni

menjaga, melestarikan dan membangun nilai-nilai luhur bangsa18. Dalam

perkembangannya, generasi nilai-nilai dalam masyarakat Indonesia kita lihat

adanya nilai-nilai antar generasi. Pendidikan menjadikan nilai-nilai dasar akan

semakin kokoh dalam perjalanan kehidupan bangsa, seperti nasionalisme dan

patriotisme sebagai nilai-nilai generasi pertama dari perjalanan hidup bangsa.

Sudah tentu nilai-nilai luhur itu perlu ditempa, dihaluskan dan diasah terus

menerus sesuai dengan perubahan kehidupan




C. Penutup

      Gejala kemerosotan nilai-nilai akhlak dan moral dikalangan masyarakat

sudah mulai luntur dan meresahkan. Sikap saling tolong-menolong, keujujuran,

keadilan dan kasih sayang tinggal slogan belaka. Bahkan krisis itu telah melanda

generasi muda sebagai penerus bangsa. Adanya sikap, tindakan dan perbuatan

yang tidak bertanggung jawab ini bila dibiarkan terus, maka tak ayal lagi kalau

generasi       mendatang     akan   diliputi   kegelapan   dan   hancurnya   tatanan

perikehidupan umat manusia.




      18
           Ibid., hal. 80.


                                                                                 12
Sebab timbulnya krisis akhlak antara lain:

   1. Krisis akhlak terjadi karena longgarnya pegangan terhadap agama yang

      menyebabkan hilangnya pengontrol diri dari dalam

   2. Krisis akhlak terjadi karena pembinaan moral yang dilakukan oleh orang

      tua, sekolah dan masyarakat sudah kurang efektif. Bahwa penanggung

      jawab pelaksanaan pendidikan di negara kita adalah keluarga, masyarakat

      dan pemerintah.

   3. Krisis akhlak terjadi karena derasnya arus budaya hidup materialistik,

      hedonistik dan sekularistik.

   4. Krisis akhlak terjadi karena belum adanya kemauan yang sungguh-

      sungguh dari pemerintah. Kekuasaan, dana, tekhnologi, sumber daya

      manusia, peluang dan sebagainya yang dimiliki pemerintah belum banyak

      digunakan untuk melakukan pembinaan akhlak bangsa.

      Kerisauan kita mengenai akhlak yang mengkhawatirkan bisa saja

diperpanjang dengan mencari siapapun yang disalahkan dan menjadi kambing

hitamnya, akan tetapi hal itu tidaklah arif dan bijaksana tanpa memusatkan

perhatian untuk mencari solusinya. Menyadari akan pentingnya akhlak, tentu kita

tidak bisa melepaskan diri dari dunia pendidikan itu sendiri. Pendidikan berusaha

mencetak kader-kader yang selain mempunyai wawasan dan ilmu pengetahuan

yang luas atau bersifat teoritis, juga harus bisa mengaktualisasikan dalam

kehidupan sehari-hari. Pendidikan akhlak tidak sebatas pengetahuan tetapi lebih

berpijak pada perilaku yang dibiasakan.

      Pendidikan akhlak dapat dilakukan dengan menetapkan pelaksanaan

pendidikan agama, baik di rumah, sekolah maupun masyarakat. Hal yang



                                                                              13
demikian diyakini, karena inti ajaran agama adalah akhlak yang mulia yang

bertumpu pada keimanan kepada Tuhan dan keadilan sosial. Pendidikan akhlak

merupakan konsep nilai-nilai yang terbungkus dalam tataran norma-norma, adat,

kebiasaan atau dalam bentuk seni dan berkebudayaan. Inilah arti penting

pendidikan dalam tataran mengatasi krisis akhlak yang berkembang dalam

kehidupan sehari-hari.




                                                                          14
DAFTAR PUSTAKA



Drs. Moh. Saifulloh al-Aziz, Milenium Menuju Masyarakat Madani, Terbit terang,
      Surabaya, 2000.
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA., Manajemenen Pendidikan: Mengatasi
      Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, Kencana, Bogor, 2003.
Drs. H.M. Arifin M.Ed., Kapita Selekta Pendidikan, Umum dan Agama, CV.
      Toha Putra, Semarang.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, PT.
      Balai Pustaka, Jakarta, 1997.
Aminuddin Rasyad, dalam Ahmad Tafsir, Epistimologi untuk Ilmu Pendidikan
      Islam, Bandung:Fak.Tarbiyah MIN Sunan Gunung Jati,1995

Warul Walidin AK, Strategi Peniheniukan Nilai, Upaya Pengembangan
      Dimensi Afektif, Jurnal Didaktika, Vol 1, No.2, 2 September 2000

Hasan Langgulung, Asas-Avas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al-
      Husna, 1992

H. Un a   K a rt a wisa st ra   d kk,   d a lam   No e n g   Mu h a d jir,   Te k nol ogi
      P e ndi di ka n, Yogyakarta,IAIN Sunan Kalijaga

H.M. Arifin , Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1994.

Nasir Budiman, Pendidikan Moral Qurani, Disertasi, Yo g yakarta : MIN
      Sunan Kalijaga, 1996

Ali Ashraf, Horizon Baru Pendidikan Islam, Jakarta : Pustaka Firdaus,1996.

M. Nasir Budiman, Pendidikan Dalam Perspektif Al Quran, Jakarta:
      Madam Press,2001

Sam M. Chan dan Tuti T. Sam, Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005.

Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-
      Dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia, PT. Raja
      Grafindo Persada, Jakarta, 2002.

Harold G. Shane, Arti Pendidikan Bagi Masa Depan, PT. Raja Grafindo


                                                                                       15
Persada, Jakarta, 2002.

Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
      1997.

Abdurrahman    An-Nawawi,       Pendidikan         Islam     di   Rumah,   Sekolah
      danMasyarakat, Penerjemah: Shihabudin, Gema Insani Press, 1995.
Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc.Ed., Manajemen Pendidikan Nasional: Kajian
      Pendidikan Masa Depan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001.




                            ------------------------------




                                                                                16

Contenu connexe

Tendances (18)

Sosiologi
SosiologiSosiologi
Sosiologi
 
Pendidikan karakter antikorupsi oleh I Putu Mas Dewantara
Pendidikan karakter antikorupsi oleh I Putu Mas DewantaraPendidikan karakter antikorupsi oleh I Putu Mas Dewantara
Pendidikan karakter antikorupsi oleh I Putu Mas Dewantara
 
Sp moral kbsm
Sp moral kbsmSp moral kbsm
Sp moral kbsm
 
Konsep Pendidikan Holistik
Konsep Pendidikan HolistikKonsep Pendidikan Holistik
Konsep Pendidikan Holistik
 
Assgnmnt individu plg517
Assgnmnt individu plg517Assgnmnt individu plg517
Assgnmnt individu plg517
 
Hsp Moral Tahun Dua
Hsp Moral Tahun DuaHsp Moral Tahun Dua
Hsp Moral Tahun Dua
 
Kebijakan pendidikan
Kebijakan pendidikan Kebijakan pendidikan
Kebijakan pendidikan
 
Hsp Moral Tahun Satu
Hsp Moral Tahun SatuHsp Moral Tahun Satu
Hsp Moral Tahun Satu
 
Hsp Moral Tahun Empat
Hsp Moral Tahun EmpatHsp Moral Tahun Empat
Hsp Moral Tahun Empat
 
Gerakan kepanduan hizbul wathan menemukan karakter bangsa yang hilang
Gerakan kepanduan hizbul wathan menemukan karakter bangsa yang hilangGerakan kepanduan hizbul wathan menemukan karakter bangsa yang hilang
Gerakan kepanduan hizbul wathan menemukan karakter bangsa yang hilang
 
Soalan 1
Soalan 1Soalan 1
Soalan 1
 
Hsp Moral Tahun Lima
Hsp Moral Tahun LimaHsp Moral Tahun Lima
Hsp Moral Tahun Lima
 
Krisis Pendidikan
Krisis PendidikanKrisis Pendidikan
Krisis Pendidikan
 
1. kepentingan pendidikan dalam penbentukan kualiti hidup
1. kepentingan pendidikan dalam penbentukan kualiti hidup1. kepentingan pendidikan dalam penbentukan kualiti hidup
1. kepentingan pendidikan dalam penbentukan kualiti hidup
 
Hsp Moral Tahun Tiga
Hsp Moral Tahun TigaHsp Moral Tahun Tiga
Hsp Moral Tahun Tiga
 
Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita
Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kitaPendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita
Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita
 
Sukatan Moral Kbsr
Sukatan Moral KbsrSukatan Moral Kbsr
Sukatan Moral Kbsr
 
Dsk moral thn 1
Dsk moral thn 1Dsk moral thn 1
Dsk moral thn 1
 

En vedette

Pendidikan moral-folio-2010-or-2011
Pendidikan moral-folio-2010-or-2011Pendidikan moral-folio-2010-or-2011
Pendidikan moral-folio-2010-or-2011jabatan perpaduan
 
Pembuangan bayi
Pembuangan bayiPembuangan bayi
Pembuangan bayiArra Asri
 
Pendidikan moral-folio-2010-or-2011
Pendidikan moral-folio-2010-or-2011Pendidikan moral-folio-2010-or-2011
Pendidikan moral-folio-2010-or-2011jabatan perpaduan
 
nota-pendidikan-moral-tingkatan-4-5
 nota-pendidikan-moral-tingkatan-4-5 nota-pendidikan-moral-tingkatan-4-5
nota-pendidikan-moral-tingkatan-4-5ambest
 
Esei moral ting 5 khamis
Esei moral ting 5 khamisEsei moral ting 5 khamis
Esei moral ting 5 khamisAbe Mat
 
Isi isi penting masalah pembuangan bayi
Isi isi penting masalah pembuangan bayiIsi isi penting masalah pembuangan bayi
Isi isi penting masalah pembuangan bayiHafiziGhazali
 
Bidang Pembelajaran 4 NILAI BERKAITAN DENGAN PATRIOTISME
Bidang Pembelajaran 4 NILAI BERKAITAN DENGAN PATRIOTISMEBidang Pembelajaran 4 NILAI BERKAITAN DENGAN PATRIOTISME
Bidang Pembelajaran 4 NILAI BERKAITAN DENGAN PATRIOTISMENur Syafiah Dang Rani
 
Refleksi kerja kursus moral keseluruhan
Refleksi kerja kursus moral keseluruhanRefleksi kerja kursus moral keseluruhan
Refleksi kerja kursus moral keseluruhanChika Tobby
 
Penderaan kanak kanak
Penderaan kanak kanakPenderaan kanak kanak
Penderaan kanak kanakArra Asri
 
Contoh karangan spm 2014
Contoh karangan spm 2014Contoh karangan spm 2014
Contoh karangan spm 2014filzahsyafiqah
 
Contoh rumusan
Contoh rumusanContoh rumusan
Contoh rumusanJoan Ang
 
Contoh karangan
Contoh karanganContoh karangan
Contoh karanganNur Afifa
 
Ha01 husne-akhlaq-introduction
Ha01 husne-akhlaq-introductionHa01 husne-akhlaq-introduction
Ha01 husne-akhlaq-introductionconnectwithquran
 
Assignment moral sem sept2009
Assignment moral sem sept2009Assignment moral sem sept2009
Assignment moral sem sept2009Nemo Jaja
 
Esei ilmiah kpf3012 mohd tajuddin ahmad d20112054651 el st02
Esei ilmiah kpf3012 mohd tajuddin ahmad d20112054651 el st02Esei ilmiah kpf3012 mohd tajuddin ahmad d20112054651 el st02
Esei ilmiah kpf3012 mohd tajuddin ahmad d20112054651 el st02MohdTajuddin
 
Adab menjaga-maruah-diri
Adab menjaga-maruah-diriAdab menjaga-maruah-diri
Adab menjaga-maruah-diriMariam Arshad
 
Nota Pendidikan Moral Ting. 1 Unit 23 : Berkorban Untuk Negara
Nota Pendidikan Moral Ting. 1 Unit 23 : Berkorban Untuk NegaraNota Pendidikan Moral Ting. 1 Unit 23 : Berkorban Untuk Negara
Nota Pendidikan Moral Ting. 1 Unit 23 : Berkorban Untuk Negarasue sha
 

En vedette (20)

Pendidikan moral-folio-2010-or-2011
Pendidikan moral-folio-2010-or-2011Pendidikan moral-folio-2010-or-2011
Pendidikan moral-folio-2010-or-2011
 
Tugasan p.moral
Tugasan p.moralTugasan p.moral
Tugasan p.moral
 
Pembuangan bayi
Pembuangan bayiPembuangan bayi
Pembuangan bayi
 
Pendidikan moral-folio-2010-or-2011
Pendidikan moral-folio-2010-or-2011Pendidikan moral-folio-2010-or-2011
Pendidikan moral-folio-2010-or-2011
 
Nota moral spm
Nota moral spmNota moral spm
Nota moral spm
 
nota-pendidikan-moral-tingkatan-4-5
 nota-pendidikan-moral-tingkatan-4-5 nota-pendidikan-moral-tingkatan-4-5
nota-pendidikan-moral-tingkatan-4-5
 
Esei moral ting 5 khamis
Esei moral ting 5 khamisEsei moral ting 5 khamis
Esei moral ting 5 khamis
 
Isi isi penting masalah pembuangan bayi
Isi isi penting masalah pembuangan bayiIsi isi penting masalah pembuangan bayi
Isi isi penting masalah pembuangan bayi
 
Bidang Pembelajaran 4 NILAI BERKAITAN DENGAN PATRIOTISME
Bidang Pembelajaran 4 NILAI BERKAITAN DENGAN PATRIOTISMEBidang Pembelajaran 4 NILAI BERKAITAN DENGAN PATRIOTISME
Bidang Pembelajaran 4 NILAI BERKAITAN DENGAN PATRIOTISME
 
Refleksi kerja kursus moral keseluruhan
Refleksi kerja kursus moral keseluruhanRefleksi kerja kursus moral keseluruhan
Refleksi kerja kursus moral keseluruhan
 
Penderaan kanak kanak
Penderaan kanak kanakPenderaan kanak kanak
Penderaan kanak kanak
 
Contoh karangan spm 2014
Contoh karangan spm 2014Contoh karangan spm 2014
Contoh karangan spm 2014
 
Contoh rumusan
Contoh rumusanContoh rumusan
Contoh rumusan
 
Contoh karangan
Contoh karanganContoh karangan
Contoh karangan
 
Ha01 husne-akhlaq-introduction
Ha01 husne-akhlaq-introductionHa01 husne-akhlaq-introduction
Ha01 husne-akhlaq-introduction
 
Assignment moral sem sept2009
Assignment moral sem sept2009Assignment moral sem sept2009
Assignment moral sem sept2009
 
Nilai perkembangan diri
Nilai perkembangan diriNilai perkembangan diri
Nilai perkembangan diri
 
Esei ilmiah kpf3012 mohd tajuddin ahmad d20112054651 el st02
Esei ilmiah kpf3012 mohd tajuddin ahmad d20112054651 el st02Esei ilmiah kpf3012 mohd tajuddin ahmad d20112054651 el st02
Esei ilmiah kpf3012 mohd tajuddin ahmad d20112054651 el st02
 
Adab menjaga-maruah-diri
Adab menjaga-maruah-diriAdab menjaga-maruah-diri
Adab menjaga-maruah-diri
 
Nota Pendidikan Moral Ting. 1 Unit 23 : Berkorban Untuk Negara
Nota Pendidikan Moral Ting. 1 Unit 23 : Berkorban Untuk NegaraNota Pendidikan Moral Ting. 1 Unit 23 : Berkorban Untuk Negara
Nota Pendidikan Moral Ting. 1 Unit 23 : Berkorban Untuk Negara
 

Similaire à Pendidikan moral

Pendidikan islam dan tantangan global
Pendidikan islam dan tantangan globalPendidikan islam dan tantangan global
Pendidikan islam dan tantangan globalreskikur
 
Pendidikan moral upaya mendidik generasi seutuhnya
Pendidikan moral upaya mendidik generasi seutuhnyaPendidikan moral upaya mendidik generasi seutuhnya
Pendidikan moral upaya mendidik generasi seutuhnyaYanuar Hadi Saputro
 
Metopen Sonia
Metopen SoniaMetopen Sonia
Metopen Soniaregas12
 
P kn perspektif pendidikan nilai fkip unlam
P kn perspektif pendidikan nilai fkip unlamP kn perspektif pendidikan nilai fkip unlam
P kn perspektif pendidikan nilai fkip unlamAnang Sarbaini
 
Hsp moral y2
Hsp moral y2Hsp moral y2
Hsp moral y2Onie Gi
 
Hsp moral y5
Hsp moral y5Hsp moral y5
Hsp moral y5Onie Gi
 
Pendidikan dalam Membentuk Masyarakat Madani (makalah BIK)
Pendidikan dalam Membentuk Masyarakat Madani (makalah BIK)Pendidikan dalam Membentuk Masyarakat Madani (makalah BIK)
Pendidikan dalam Membentuk Masyarakat Madani (makalah BIK)Muh Nafis Edi Yahyana
 
141621285 makalah-manajemen-pendidikan
141621285 makalah-manajemen-pendidikan141621285 makalah-manajemen-pendidikan
141621285 makalah-manajemen-pendidikanMar Tunis
 
Pemikiran ki hajar dewantara tentang pendidikan
Pemikiran ki hajar dewantara tentang pendidikanPemikiran ki hajar dewantara tentang pendidikan
Pemikiran ki hajar dewantara tentang pendidikanwt_19_88
 
Pramuka dan pendidikan berkarakter
Pramuka  dan pendidikan berkarakterPramuka  dan pendidikan berkarakter
Pramuka dan pendidikan berkarakterSunarti Narti
 
PENDIDIKAN-KARAKTER-1.pptx
PENDIDIKAN-KARAKTER-1.pptxPENDIDIKAN-KARAKTER-1.pptx
PENDIDIKAN-KARAKTER-1.pptxwongjowo30
 

Similaire à Pendidikan moral (20)

Pendidikan islam dan tantangan global
Pendidikan islam dan tantangan globalPendidikan islam dan tantangan global
Pendidikan islam dan tantangan global
 
Pendidikan moral upaya mendidik generasi seutuhnya
Pendidikan moral upaya mendidik generasi seutuhnyaPendidikan moral upaya mendidik generasi seutuhnya
Pendidikan moral upaya mendidik generasi seutuhnya
 
Metopen Sonia
Metopen SoniaMetopen Sonia
Metopen Sonia
 
Integritas moral siswa
Integritas moral siswaIntegritas moral siswa
Integritas moral siswa
 
Isbd
IsbdIsbd
Isbd
 
Makalah pembentukan karakter
Makalah pembentukan karakterMakalah pembentukan karakter
Makalah pembentukan karakter
 
P kn perspektif pendidikan nilai fkip unlam
P kn perspektif pendidikan nilai fkip unlamP kn perspektif pendidikan nilai fkip unlam
P kn perspektif pendidikan nilai fkip unlam
 
Hsp moral y2
Hsp moral y2Hsp moral y2
Hsp moral y2
 
Hsp moral y5
Hsp moral y5Hsp moral y5
Hsp moral y5
 
Hsp moral y5
Hsp moral y5Hsp moral y5
Hsp moral y5
 
Hsp moral y5
Hsp moral y5Hsp moral y5
Hsp moral y5
 
Pendidikan dalam Membentuk Masyarakat Madani (makalah BIK)
Pendidikan dalam Membentuk Masyarakat Madani (makalah BIK)Pendidikan dalam Membentuk Masyarakat Madani (makalah BIK)
Pendidikan dalam Membentuk Masyarakat Madani (makalah BIK)
 
141621285 makalah-manajemen-pendidikan
141621285 makalah-manajemen-pendidikan141621285 makalah-manajemen-pendidikan
141621285 makalah-manajemen-pendidikan
 
Pemikiran ki hajar dewantara tentang pendidikan
Pemikiran ki hajar dewantara tentang pendidikanPemikiran ki hajar dewantara tentang pendidikan
Pemikiran ki hajar dewantara tentang pendidikan
 
Hsp moral ting 1
Hsp moral ting 1Hsp moral ting 1
Hsp moral ting 1
 
Makalah pembentukan karakter
Makalah pembentukan karakterMakalah pembentukan karakter
Makalah pembentukan karakter
 
Pramuka dan pendidikan berkarakter
Pramuka  dan pendidikan berkarakterPramuka  dan pendidikan berkarakter
Pramuka dan pendidikan berkarakter
 
PENDIDIKAN-KARAKTER-1.pptx
PENDIDIKAN-KARAKTER-1.pptxPENDIDIKAN-KARAKTER-1.pptx
PENDIDIKAN-KARAKTER-1.pptx
 
Makalah pendidikan pancasila
Makalah pendidikan pancasilaMakalah pendidikan pancasila
Makalah pendidikan pancasila
 
PPT AGAMA KEL 10.pdf
PPT AGAMA KEL 10.pdfPPT AGAMA KEL 10.pdf
PPT AGAMA KEL 10.pdf
 

Plus de Ahmad Wahyudin Rock'n Roll

Plus de Ahmad Wahyudin Rock'n Roll (20)

Uugd
UugdUugd
Uugd
 
Sejarah pendidika indonesia
Sejarah pendidika indonesiaSejarah pendidika indonesia
Sejarah pendidika indonesia
 
Pennas
PennasPennas
Pennas
 
Karakteristik sekolah efektif
Karakteristik sekolah efektifKarakteristik sekolah efektif
Karakteristik sekolah efektif
 
Pakemfinal
PakemfinalPakemfinal
Pakemfinal
 
Utama 1
Utama 1Utama 1
Utama 1
 
Umm student research_abstract_7033
Umm student research_abstract_7033Umm student research_abstract_7033
Umm student research_abstract_7033
 
Panduan evaluasi pembelajaran
Panduan evaluasi pembelajaranPanduan evaluasi pembelajaran
Panduan evaluasi pembelajaran
 
Pakem
PakemPakem
Pakem
 
Model model pembelajaran
Model model pembelajaranModel model pembelajaran
Model model pembelajaran
 
Media pembelajaran
Media pembelajaranMedia pembelajaran
Media pembelajaran
 
Katalog
KatalogKatalog
Katalog
 
Jiptummpp gdl-s1-2005-nurpatarsi-2712-pendahul-n
Jiptummpp gdl-s1-2005-nurpatarsi-2712-pendahul-nJiptummpp gdl-s1-2005-nurpatarsi-2712-pendahul-n
Jiptummpp gdl-s1-2005-nurpatarsi-2712-pendahul-n
 
Gapura basa smp ix
Gapura basa smp ixGapura basa smp ix
Gapura basa smp ix
 
Dkv02040102
Dkv02040102Dkv02040102
Dkv02040102
 
Dgggfg
DgggfgDgggfg
Dgggfg
 
Desain dan pengembangan mmi offline teknologi dasar serta aplikasinya pada pe...
Desain dan pengembangan mmi offline teknologi dasar serta aplikasinya pada pe...Desain dan pengembangan mmi offline teknologi dasar serta aplikasinya pada pe...
Desain dan pengembangan mmi offline teknologi dasar serta aplikasinya pada pe...
 
Artikel
ArtikelArtikel
Artikel
 
11 pembelajaran-matematika-kontekstual-sd-ktsp-supinah
11 pembelajaran-matematika-kontekstual-sd-ktsp-supinah11 pembelajaran-matematika-kontekstual-sd-ktsp-supinah
11 pembelajaran-matematika-kontekstual-sd-ktsp-supinah
 
4 perencanaan kegiatan_belajar_mengajarsdasd
4 perencanaan kegiatan_belajar_mengajarsdasd4 perencanaan kegiatan_belajar_mengajarsdasd
4 perencanaan kegiatan_belajar_mengajarsdasd
 

Pendidikan moral

  • 1. PERAN PENDIDIKAN DALAM PEMBENTUKAN MORALITAS Oleh: Triyana, M.Ag A. Pendahuluan Dalam UU RI No. 2 Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), Bab II Pasal 4, dijelaskan bahwa: ”Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan bangsa”1. Ini merupakan salah satu dasar dan tujuan dari pendidikan nasional yang seharusnya menjadi acuan bangsa Indonesia. Fenomena yang kita saksikan bersama, pendidikan hingga kini masih belum menunjukkan hasil yang diharapkan sesuai dengan landasan dan tujuan dari pendidikan itu. Membentuk manusia yang cerdas yang diimbangi dengan nilai keimanan, ketaqwaan dan berbudi pekerti luhur, belum dapat terwujud. Gejala kemerosotan nilai-nilai akhlak dan moral dikalangan masyarakat sudah mulai luntur dan meresahkan. Sikap saling tolong-menolong, kejujuran, keadilan dan kasih sayang tinggal slogan belaka. Krisis akhlak pada elite politik terlihat dengan adanya penyelewengan, penindasan, saling menjegal atau adu domba, fitnah dan perbuatan maksiat lainnya. Pada lapisan masyarakat, krisis akhlak juga terlihat pada sebagian sikap mereka yang sangat mudah merampas hak orang lain, misalnya menjarah, main 1 Drs. Ary H. Gunawan, Kebijakan-Kebijakan Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hal. 163. 1
  • 2. hakim sendiri, melanggar peraturan tanpa merasa bersalah, mudah terpancing emosi, mudah diombang-ambingkan dan perbuatan lain yang merugikan orang lain atau diri sendiri. Kemerosotan nilai-nilai moral yang tadinya hanya menerpa sebagian kecil elite politik dan sebagian masyarakat yang lebih tepatnya pada orang dewasa yang mempunyai kedudukan, jabatan, profesi dan kepentingan, kini telah menjalar pada masyarakat kalangan pelajar. Banyaknya keluhan orang tua, guru, pendidik dan orang-orang yang berkecimpung dalam bidang keagamaan serta pengaduan masyarakat sosial umumnya, yang berkenaan dengan ulah sebagian pelajar yang sukar dikendalikan, nakal, sering bolos sekolah, tawuran, merokok, mabuk-mabukan dan lebih pilu lagi sudah memasuki dunia pornografi. Pada saat ini sudah menjadi kenyataan timbulnya kemerosotan nilai akhlak generasi muda atau kalangan pelajar, yang pada prinsipnya adalah karena mereka tidak mengenal agama, tidak diberikan pengertian agama yang cukup, sehingga sikap dan tindakan serta perbuatannya menjadi liar2. Adanya sikap, tindakan dan perbuatan yang tidak bertanggung jawab ini bila dibiarkan terus, maka tak ayal lagi kalau generasi mendatang akan diliputi kegelapan dan hancurnya tatanan perikehidupan umat manusia. B. Pembahasan 1. Sebab Timbulnya Krisis Akhlak Adapun yang menjadi akar masalah penyebab timbulnya krisis akhlak dalam masyarakat cukup banyak, yang terpenting diantaranya adalah: 2 Drs. Moh. Saifulloh Al-Aziz, Milenium Menuju Masyarakat Madani, Terbit terang, Surabaya, 2000, hal. 303. 2
  • 3. Pertama, krisis akhlak terjadi karena longgarnya pegangan terhadap agama yang menyebabkan hilangnya pengontrol diri dari dalam (self control)3. Selanjutnya alat pengontrol perpindahan kepada hukum dan masyarakat. Namun karena hukum dan masyarakat juga sudah lemah, maka hilanglah seluruh alat kontrol. Akibatnya manusia dapat berbuat sesuka hati dalam melakukan pelanggaran tanpa ada yang menegur. Kedua, krisis akhlak terjadi karena pembinaan moral yang dilakukan oleh orang tua, sekolah dan masyarakat sudah kurang efektif. Bahwa penanggung jawab pelaksanaan pendidikan di negara kita adalah keluarga, masyarakat dan pemerintah4. Ketiga institusi pendidikan sudah terbawa oleh arus kehidupan yang mengutamakan materi tanpa diimbangi dengan pembinaan mental spiritual. Ketiga, krisis akhlak terjadi karena derasnya arus budaya hidup materialistik, hedonistik dan sekularistik. Derasnya arus budaya yang demikian didukung oleh para penyandang modal yang semata-mata mengeruk keuntungan material dengan memanfaatkan para remaja tanpa memperhatikan dampaknya bagi kerusakan akhlak para generasi penerus bangsa. Keempat, krisis akhlak terjadi karena belum adanya kemauan yang sungguh-sungguh dari pemerintah. Kekuasaan, dana, tekhnologi, sumber daya manusia, peluang dan sebagainya yang dimiliki pemerintah belum banyak digunakan untuk melakukan pembinaan akhlak bangsa. Hal yang demikian semakin diperparah dengan ulah sebagian elite politik penguasa yang semata- mata mengejar kedudukan, kekayaan dan sebagainya dengan cara-cara yang 3 Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA., Manajemene Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, Kencana, Bogor, 2003, hal. 221. 4 Drs. H.M. Arifin M.Ed., Kapita Selekta Pendidikan, Umum dan Agama, CV. Toha Putra, Semarang, 1981, hal. 11. 3
  • 4. tidak mendidik, sepeati adanya praktek korupsi, kolusi dan Nepotisme (KKN). Hal yang demikian terjadi mengingat bangsa Indonesia masih menerapkan pola hidup paternalistik.5 Fenomena yang kita saksikan memang benar, bahwa nilai-nilai akhlak dan moral yang berkembang kini telah jauh dari harapan dan sangat mengkhawatirkan. Sebagai kambing hitamnya sering kita menyalahkan dunia pendidikan yang bertanggung-jawab atas semua yang terjadi. Rasanya memang ada benarnya juga kalau dipikirkan secara mendalam, sebab kemerosotan nilai- nilai itu tak terlepas dari peran dunia pendidikan yang tugas salah satunya adalah mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mendidik nilai-nilai moral bangsa6. Belakangan ini, berbagai seminar digelar kalangan pendidik yang bertekad mencari solusi untuk mengatasi krisis akhlak. Pera pemikir pendidikan menyerukan agar kecerdasan akal diikuti dengan kecerdasan moral, pendidikan agama. Pendidikan moral harus siap menghadapi tantangan global, pendidikan harus memberikan kontribusi yang nyata dalam mewujudkan masyarakat yang semakin berbudaya (masyarakat madani)7. 5 Paternalistime adalah sistem kepemimpinan yang berdasarkan hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin, hubungan antara seorang ayah dengan anaknya. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, PT. Balai Pustaka, Jakarta, 1997, hal. 736. 6 Undang-Undang No. 2/89 Sistem Pendidikan Nasional dengan tegas merumuskan tujuannya pada Bab II, Pasal 4, yaitu mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Maksudnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, disamping juga memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, kepribadian yanng mantap dan mandiri sertarasa tanggunng jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Lihat, Sam M. Chan dan Tuti T. Sam, Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal. 17. 7 Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA., Op. Cit, hal. 219-220. 4
  • 5. 2. Langkah yang ditempuh untuk mengatasi krisis moral Sejalan dengan sebab-sebab timbulnya krisis akhlak tersebut di atas, maka cara untuk mengatasinya dapat ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, pendidikan akhlak dapat dilakukan dengan menetapkan pelaksanaan pendidikan agama, baik di rumah, sekolah maupun masyarakat. Hal yang demikian diyakini, karena inti ajaran agama adalah akhlak yang mulia yang bertumpu pada keimanan kepada Tuhan dan keadilan sosial. Pengajaran agama hendaknya mendapat tempat yang teratur seksama, hingga cukup mendapat perhatian yang semestinya dengan tidak mengurangi kemerdekaan golongan- golongan yang hendak mengikuti kepercayaan yang dianutnya. Madrasah- madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya merupakan salah satu alat dan sumber pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan beragama yang telah berurat dalam masyarakat umumnya, maka hendaklah mendapat perhatian dan bantuan baik material ataupun dorongan spiritual dari pemerintah8. Kedua, dengan mengintegrasikan antara pendidikan dan pengajaran. Hampir semua ahli pendidikan sepakat, bahwa pengajaran hanya berisikan pengalihan pengetahuan (transfer of knowladge), keterampilan dan pengalaman yang ditujukan untuk mencerdaskan akal dan memberikan keterampilan.9 Sedangkan pendidikan tertuju kepada upaya membantu kepribadian, sikap dan pola hidup yang berdasarkan nilai-nilai yang luhur. Pada setiap pengajaran sesungguhnya terdapat pendidikan dan secara logika keduanya telah terjadi integrasi yang penting. Pendidikan yang merupakan satu cara yang mapan untuk 8 Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-Dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal. 374 9 Prof. Dr. H. Abuddin Nata, Op.Cit., hal. 224 5
  • 6. memperkenalkan pelajar (learners) melalui pembelajaran dan telah memperlihatkan kemampuan yang meningkat untuk menerima dan mengimplementasikan alternatif-alternatif baru untuk membimbing perkembangan manusia10. Dengan integrasi antara pendidikan dan pengajaran diharapkan memberikan kontribusi bagi perubahan nilai-nilai akhlak yang sesuai dengan tujuan pendidikan dalam menyongsong hari esok yang lebih cerah. Ketiga, bahwa pendidikan akhlak bukan hanya menjadi tanggung jawab guru agama saja, melainkan tanggung-jawab seluruh guru bidang studi. Guru bidang studi lainnya juga harus ikut serta dalam membina akhlak para siswa melalui nilai-nilai pendidikan yang terdapat pada seluruh bidang studi. Melekatnya nilai-nilai ajaran agama pada setiap mata pelajaran atau bidang studi umum lainnya yang bukan pelajaran agama mempunyai nilai yang sangat penting dalam upaya mengembangkan nilai keagamaan pada anak didik. Melalui mata pelajaran umum selain siswa dapat memperlajari substansi, prinsip-prinsip dan konsep-konsep dari ilmu pengetahuan itu, diharapkan juga ada dimensi nilai yang terkandung dalam pendidikan itu. Dalam pembelajaran siswa mempunyai kewajiban agar mentaati peraturan tertulis, etika, adab sopan santun dan norma- norma umum lainnya. Selain itu siwa dapat belajar untuk lebih mencintai lingkungan, baik di sekolah, keluarga atau masyarakat. Melalui pendidikan bidang studi lainnya, siswa juga dapat lebih memahami betapa agung dan perkasanya Tuhan Yang Maha Esa yang telah menciptakan alam semesta ini dengan segala isinya yang berjalan dengan tertib, sesuai dengan hukum-hukum Allah (sunnatullah) yang juga disebut hukum alam. Siswa 10 Harold G. Shane, Arti Pendidikan Bagi Masa Depan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal. 39. 6
  • 7. akan menyadari bahwa apa yang terjadi di alam semesta ini pada dasarnya berasal dari Yang Maha Mencipta. Inilah pendidikan mata pelajaran bidang studi umum sebagai contoh yang menjadi wahana untuk pendidikan nilai-nilai agama. Keempat, pendidikan akhlak harus didukung oleh kerjasama yang kompak dan usaha yang sungguh-sungguh dari orang tua (keluarga), sekolah dan masyarakat. Orang tua di rumah harus meningkatkan perhatiannya terhadap anak-anaknya dengan meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, keteladanan dan pembiasaan yang baik. Orang tua juga harus berupaya menciptakan rumah tangga yang harmonis, tenang dan tenteram, sehingga anak akan merasa tenang jiwanya dan dengan mudah dapat diarahkan kepada hal-hal yang positif. Tiga pusat pendidikan (keluarga, sekolah dan masyarakat) secara bertahap dan terpadu mengemban suatu tanggung jawab pendidikan bagi generasi mudanya. Ketiga penanggung jawab pendidikan ini dituntut melakukan kerjasama di antara mereka baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan saling menopang kegiatan yang sama secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama11. Dengan kata lain, perbuatan mendidik yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak juga dilakukan oleh sekolah dengan memperkuat serta dikontrol oleh masyarakat sebagai lingkungan sosial anak. Pendidikan keluarga adalah benteng utama tempat anak-anak dibesarkan melalui pendidikan dan di sinilah peran utama orang tua sebagai pendidik yang akan mendasari dan mengarahkan anak-anaknya pada pendidikan selanjutya. Dalam Islam, rumah keluarga muslim adalah benteng utama tempat anak-anak 11 Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997, hal. 37 7
  • 8. dibesarkan melalui pendidikan Islam12. Adapun yang menjadi tujuan pendidikan dalam Islam adalah: mendirikan syariat Allah dalam segala permasalahan rumah tangga; Mewujudkan ketenteraman dan ketenangan psikologis; Mewujudkan sunnah Rasulullah saw. Dengan melahirkan anak-anak saleh; Memenuhi kebutuhan cinta kasih anak-anak; dan Menjaga fitrah anak agar tidak melakukan penyimpangan-penyimpangan.13 Tanggung-jawab pendidikan keluarga ada di pundak para orang tua, sehingga anak-anak terhindar dari kerugian, keburukan, mengingat banyaknya sendi kehidupan sosial yang melenceng dari tujuan pendidikan. Pendidikan sekolah adalah pendidikan yang diperoleh seseorang di sekolah secara teratur, sistematis, bertingkat dan mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat14. Pada dasarnya pendidikan sekolah merupakan bagian dari pendidikan dalam keluarga, yang sekaligus juga merupakan kelanjutan dari pendidikan keluarga. Sekolah merupakan jembatan bagi anak yang menghubungkan kehidupan keluarga dengan kehidupan dalam masyarakat kelak. Pendidikan Masyarakat ditandai dengan adanya mosi Mangunsarkoro yang ditujukan kepada Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP), yang mendesak pemerintah agar memberi perhatian lebih banyak pada pendidikan masyarakat dan kemudian diterima, maka pada 1 Januari 1946 terbentuklah Bagian Pendidikan Masyarakat pada Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan15. Adapun isinya menjelaskan dengan tegas: (1) Memberantas buta huruf, (2) Menyelenggarakan kursus pengetahuan umum, dan 12 Abdurrahman An-Nawawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, Penerjemah: Shihabudin, Gema InsaniPress, 1995, hal. 139. 13 Ibid., hal 140-145 14 Hasbullah, Op.Cit., hal. 46. 15 Redja Mudyahardjo, Op. Cit, hal. 376-377. 8
  • 9. (3) Mengembangkan perpustakaan rakyat. Dengan adanya pendidikan ini, diharapkan pendidikan diharapkan sebagai proses pembudayaan kodrat alam yang merupakan usaha memelihara dan memajukan serta mempertinggi dan memperluas kemampuan-kemampuan kodrati untuk mempertahankan hidup. Proses pembudayaan pendidikan yang bertujuan membangun kehidupan individual dan sosial yang bercita-cita untuk membangun manusia yang merdeka lahir dan batin. Manusia yang merdeka lahir dan batin maksudnya adalah tertanamnya dalam diri setiap individu tiang-tiang kemerdekaan hidup, yang memiliki kecakapan panca indera, ketajaman berpikir, kejernihan berperasaan, kemantapan dan kuatnya kemauan serta keluhuran budi pekerti. Kelima, pendidikan akhlak harus menggunakan seluruh kesempatan, berbagai sarana termasuk tekhnologi modern. Kesempatan berekreasi, pameran, kunjungan, berkemah dan kegiatan lainnya harus dilihat sebagai peluang untuk membina akhlak. Demikian juga dengan sarana yang telah canggih pada masa kini, seperti: siaran TV, Handphone (HP), surat kabar, majalah, internet dan tekhnologi lainnya tidak disalahgunakan, sehingga sarana tersebut dapat mempermudah proses pendidikan demi terwujudnya akhlak yang baik. Diakui bahwa sistem pendidikan yang kita miliki dan dilaksanakan selama ini masih belum mampu mengikuti dan mengendalikan kemajuan tekhnologi, sehingga dunia pendidikaan belum dapat menghasilkan tenaga-tenaga pembangunan yang terampil, kreatif dan aktif, yanng sesuai dengan tuntutan mansyarakat luas. Bahaya dan masalah negatif yang ditimbulkan dengan perkembangan ilmu dan tekhnologi, sebisa mungkin dijauhi dan dihilangkan atau sekurangnya dapat di minimalisir. Bagaimanapun berkembangnya ilmu 9
  • 10. pengetahuan modern menghendaki dasar-dasar pendidikan yang kokoh dan penguasaan kemampuan yang terus menerus. Pendapat Harold G. Shane dalam bukunya yang berjudul “Arti Pendidikan Bagi Masa Depan”, ada beberapa karakteristik dari desain pendidikan yang akan muncul untuk kehidupan di masa depan16, karakteristik itu adalah: 1. Tekanan perlu diberikan pada mendapatkan kembali, dalam bentuk yang jelas, disiplin sosial yang telah menuntun orang Barat dan barangkali yang telah menuntun sebagian besar umat manusia, sebelum timbulnya krisis nilai sekarang ini. Krisis yang sifatnya relatifisme dan permisif ini mengganggu keterikatan orang pada norma-norma yang ditetapkan kebudayaan yang menuntun setiap individu agar berbuat menurut cara tertentu. Kita harus bergerak maju menuju nilai-nilai dan tipe hidup yang baru yang diperlukan dalam menyongsong masa depan. 2. Melalui pendidikan, serangan akan dilancarkan terhadap kubu materialisme yang kuat, secara spesifik, terhadap kekeliruan yang telah meletakkan kepercayaan besar pada nilai-nilai materialisme. Diharapkan melalui pendidikan dapat mengubah nilai-nilai yang selama ini bersifat “cinta benda” yaitu selera besar untuk memperoleh benda-benda konsumsi yang tak terkendalikan. 3. Bahaya dan masalah penggunaan tekhnologi dalam menyongsong hidup di masa depan. Dengan pendidikan diharapkan dapat meminimalisir bahaya dan masalah tekhnologi, sehingga menjadikan tekhnologi itu sarana 16 Harold G. Shane, Op.Cit, hal. 103-108. 10
  • 11. penting dalam memperbaiki kedudukan manusia dan perlunya dipikirkan lagi agar pemanfaatan tekhnologi dapat diinjeksikan ke dalam kurikulum. 4. Kurikulum harus mulai responsif secara lebih memadai terhadap ancaman kerusakan atau krisis nilai yang menimpa lingkungan sosialnya. Secara paten, pendidikan akan mempunyai peranan penting saat keputusan- keputusan sosial yang penting dicapai berkenaan dengan kebijakan nasional dan dalam keadaan bagaimanapun juga terdapat banyak dasar untuk memulainya di sekolah. 5. Pendidikan perlu terus mendidik pelajar supaya keluaran pendidikan yang baru dapat membuat pelajar menghadapi potensi kekuatan media massa dalam bentuk opini dan sikap publik. Inilah sosok pendidikan yang berkembang kini, dan bagaimana sosok masyarakat masa depan dengan nilai-nilainya yang dominan. Memang kita semua mengetahui betapa sektor pendidikan selalu terbelakang dalam berbagai sektor pembangunan lainnya, bukan karena sektor itu lebih di lihat sebagai sektor konsumtif juga karena pendidikan adalah penjaga status quo masyarakat itu sendiri17. Pendidikan merupakan sebagian dari kehidupan masyarakat dan juga sebagai dinamisator masyarakat itu sendiri. Dalam aspek inilah peran pendidikan memang sangat strategis karena menjadi tiang sanggah dari kesinambungan masyarakat itu sendiri. Proses perubahan tata nilai akan berjalan sesuai dengan dinamika masyarakat dalam era tertentu. Selain itu nilai-nilai pada generasi yang mendahului sebagian atau keseluruhan masih tetap hidup dalam generasi 17 Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc.Ed., Manajemen Pendidikan Nasional: Kajian Pendidikan Masa Depan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hal. 80. 11
  • 12. berikutnya. Nilai-nilai yang dominan pada setiap generasi ada yang bersifat positif dan ada yang negatif, maka kita perlu mengidentifikasinya dan waspada sehingga kita bisa menyaring mana yang perlu dihidari dan mana yang perlu diambil untuk kemajuan di masa mendatang. Salah satu tugas dari Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), yakni menjaga, melestarikan dan membangun nilai-nilai luhur bangsa18. Dalam perkembangannya, generasi nilai-nilai dalam masyarakat Indonesia kita lihat adanya nilai-nilai antar generasi. Pendidikan menjadikan nilai-nilai dasar akan semakin kokoh dalam perjalanan kehidupan bangsa, seperti nasionalisme dan patriotisme sebagai nilai-nilai generasi pertama dari perjalanan hidup bangsa. Sudah tentu nilai-nilai luhur itu perlu ditempa, dihaluskan dan diasah terus menerus sesuai dengan perubahan kehidupan C. Penutup Gejala kemerosotan nilai-nilai akhlak dan moral dikalangan masyarakat sudah mulai luntur dan meresahkan. Sikap saling tolong-menolong, keujujuran, keadilan dan kasih sayang tinggal slogan belaka. Bahkan krisis itu telah melanda generasi muda sebagai penerus bangsa. Adanya sikap, tindakan dan perbuatan yang tidak bertanggung jawab ini bila dibiarkan terus, maka tak ayal lagi kalau generasi mendatang akan diliputi kegelapan dan hancurnya tatanan perikehidupan umat manusia. 18 Ibid., hal. 80. 12
  • 13. Sebab timbulnya krisis akhlak antara lain: 1. Krisis akhlak terjadi karena longgarnya pegangan terhadap agama yang menyebabkan hilangnya pengontrol diri dari dalam 2. Krisis akhlak terjadi karena pembinaan moral yang dilakukan oleh orang tua, sekolah dan masyarakat sudah kurang efektif. Bahwa penanggung jawab pelaksanaan pendidikan di negara kita adalah keluarga, masyarakat dan pemerintah. 3. Krisis akhlak terjadi karena derasnya arus budaya hidup materialistik, hedonistik dan sekularistik. 4. Krisis akhlak terjadi karena belum adanya kemauan yang sungguh- sungguh dari pemerintah. Kekuasaan, dana, tekhnologi, sumber daya manusia, peluang dan sebagainya yang dimiliki pemerintah belum banyak digunakan untuk melakukan pembinaan akhlak bangsa. Kerisauan kita mengenai akhlak yang mengkhawatirkan bisa saja diperpanjang dengan mencari siapapun yang disalahkan dan menjadi kambing hitamnya, akan tetapi hal itu tidaklah arif dan bijaksana tanpa memusatkan perhatian untuk mencari solusinya. Menyadari akan pentingnya akhlak, tentu kita tidak bisa melepaskan diri dari dunia pendidikan itu sendiri. Pendidikan berusaha mencetak kader-kader yang selain mempunyai wawasan dan ilmu pengetahuan yang luas atau bersifat teoritis, juga harus bisa mengaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan akhlak tidak sebatas pengetahuan tetapi lebih berpijak pada perilaku yang dibiasakan. Pendidikan akhlak dapat dilakukan dengan menetapkan pelaksanaan pendidikan agama, baik di rumah, sekolah maupun masyarakat. Hal yang 13
  • 14. demikian diyakini, karena inti ajaran agama adalah akhlak yang mulia yang bertumpu pada keimanan kepada Tuhan dan keadilan sosial. Pendidikan akhlak merupakan konsep nilai-nilai yang terbungkus dalam tataran norma-norma, adat, kebiasaan atau dalam bentuk seni dan berkebudayaan. Inilah arti penting pendidikan dalam tataran mengatasi krisis akhlak yang berkembang dalam kehidupan sehari-hari. 14
  • 15. DAFTAR PUSTAKA Drs. Moh. Saifulloh al-Aziz, Milenium Menuju Masyarakat Madani, Terbit terang, Surabaya, 2000. Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA., Manajemenen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, Kencana, Bogor, 2003. Drs. H.M. Arifin M.Ed., Kapita Selekta Pendidikan, Umum dan Agama, CV. Toha Putra, Semarang. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, PT. Balai Pustaka, Jakarta, 1997. Aminuddin Rasyad, dalam Ahmad Tafsir, Epistimologi untuk Ilmu Pendidikan Islam, Bandung:Fak.Tarbiyah MIN Sunan Gunung Jati,1995 Warul Walidin AK, Strategi Peniheniukan Nilai, Upaya Pengembangan Dimensi Afektif, Jurnal Didaktika, Vol 1, No.2, 2 September 2000 Hasan Langgulung, Asas-Avas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al- Husna, 1992 H. Un a K a rt a wisa st ra d kk, d a lam No e n g Mu h a d jir, Te k nol ogi P e ndi di ka n, Yogyakarta,IAIN Sunan Kalijaga H.M. Arifin , Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1994. Nasir Budiman, Pendidikan Moral Qurani, Disertasi, Yo g yakarta : MIN Sunan Kalijaga, 1996 Ali Ashraf, Horizon Baru Pendidikan Islam, Jakarta : Pustaka Firdaus,1996. M. Nasir Budiman, Pendidikan Dalam Perspektif Al Quran, Jakarta: Madam Press,2001 Sam M. Chan dan Tuti T. Sam, Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005. Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal Tentang Dasar- Dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002. Harold G. Shane, Arti Pendidikan Bagi Masa Depan, PT. Raja Grafindo 15
  • 16. Persada, Jakarta, 2002. Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997. Abdurrahman An-Nawawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah danMasyarakat, Penerjemah: Shihabudin, Gema Insani Press, 1995. Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc.Ed., Manajemen Pendidikan Nasional: Kajian Pendidikan Masa Depan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001. ------------------------------ 16