SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  13
Télécharger pour lire hors ligne
PENDIDIKAN BUDI PEKERTI MELALUI PENDEKATAN
           MORAL DALAM PENGAJARAN SASTRA
                                    Rohmy Husniah
                                     Yudhi Arifani

                                      Abstrak
       Salah satu tujuan penyelenggraan pendidikan ialah untuk membentuk sikap
moral dan watak murid yang berbudi luhur. Oleh sebab itu diperlukan pendekatan
pendidikan dan mata pelajaran yang membantu membentuk kepribadian murid
menjadi kepribadian yang lebih baik dan bermoral.
       Saat ini bangsa Indonesia mengalami krisis moral yang berkepanjangan. Jika
demikian, bisa dikatakan bahwa ada yang kurang tepat dengan pendidikan Indonesia
sehingga sebagian bangsanya menjadi bangsa yang anarkis, kurang toleran dalam
menghadapi perbedaan, dan korup. Selain pengajaran agama, salah satu pelajaran
yang mengajarkan budi pekerti ialah sastra.
       Membaca sastra berarti mengenal berbagai karakter yang sebagian besar
merupakan refleksi dari realitas kehidupan. Dengan demikian, pembaca akan
memahami motif yang dilakukan setiap karakter baik yang protagonis maupun yang
antagonis sehingga pembaca dapat memahami alasan pelaku dalam setiap
perbuatannya.
       Demikian pentingnya pengajaran sastra untuk membentuk moral yang berbudi
mulia maka Putu Wijaya menyatakan bahwa sastra harus dibelajarkan kepada semua
jurusan, karena tanpa menguasai sastra, tata bahasa hanya akan menjadi alat
menyambung pikiran/logika dan bukan menyambung rasa (Wijaya, Putu. 2007).
       Agar tujuan pembelajaran sastra tercapai maka diperlukan metode dan
pendekatan yang tepat untuk menyampaikannya dengan baik. Dalam makalah ini
akan diuraikan tentang bagaimana mengajar sastra dengan menggunakan pendekatan
moral karena pada hakikatnya membaca sastra ialah untuk mencapai katarsis, suatu
perasaan yang tenang dan lega, karena pembaca telah menemukan hakikat hidup dan
pesan moral dalam suatu karya sastra.

Key words: budi pekerti, moral, pendekatan moral, pengajaran sastra


1. Pendahuluan
       Salah satu tujuan penyelenggraan pendidikan ialah untuk membentuk sikap
moral dan watak murid yang berbudi luhur. Dahulu para murid diberikan pelajaran
Budi Pekerti untuk mencapai tujuan tersebut. Namun sekarang pelajaran itu telah
ditiadakan karena pelajaran tersebut mungkin tidak banyak merubah kepribadian
murid menjadi kepribadian yang lebih baik dan bermoral.
       Indonesia memiliki Pancasila dan nilai-nilai budaya yang luhur dan
menjunjung tinggi kerukunan dan tenggangrasa. Akan tetapi, di pihak lain Indonesia

Rohmy Husniah-Yudhi Arifani ,
Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / hiski              halaman 1 dari 12
Batu, 12-14 Agustus 2008
juga merupakan salah satu negara dengan tingkat korupsi tertinggi di dunia, dan
tingkat kerusuhan yang juga tinggi. Bangsa lain memandang Indonesia menjadi
negara yang tidak lagi aman untuk dikunjungi sehingga Indonesia pernah menjadi
negara yang dilarang untuk dikunjungi oleh salah satu negara besar di dunia. Negara
tersebut mengeluarkan travel warning bagi warga negaranya yang akan berkunjung ke
Indonesia.
        Salah satu cara membentuk watak dan pribadi bangsa ialah dengan melalui
pendidikan. Jika demikian, bisa dikatakan bahwa ada yang kurang tepat dengan
pendidikan Indonesia sehingga sebagian bangsanya menjadi bangsa yang anarkis dan
korup. Selain pengajaran agama, salah satu pelajaran yang mengajarkan budi pekerti
ialah sastra.
          Sastra menurut etimologinya adalah tulisan. Sedangkan kesusastraan
      adalah segala tulisan yang indah.
          Sastra dalam pemahaman saya, adalah segala bentuk ekspresi
      dengan memakai bahasa sebagai basisnya....Bukan hanya apa yang
      tertulis, apa yang tidak tertulis pun bisa masuk dalam sastra. Tidak
      hanya yang su (indah), catatan-catatan, surat-surat, renungan, berita-
      berita, apalagi cerita dan puisi, anekdot, graffiti, bahkan pidato, doa dan
      pernyataan-pernyataan, apabila semuanya mengandung ekspresi, itu
      adalah sastra. Wijaya (2007)

Dengan demikian maka sastra meliputi banyak hal. Sastra, menurut Putu Wijaya,
bukan hanya tulisan yang indah saja seperti yang terdapat dalam puisi, prosa, dan
drama, tetapi juga semua bentuk ekspresi yang menggunakan bahasa sebagai
medianya. Sedangkan dalam pengajaran yang lebih ditekankan ialah pengajaran sastra
dalam bentuk puisi, prosa, dan drama. Hal ini untuk membatasi lingkup materi,
namun tidak memungkinkan adanya peluang untuk mengajarkan sastra dalam bentuk
yang lainnya.
        Sarjono (1998) mengatakan bahwa sastra dalam banyak hal memberi peluang
kepada pembaca untuk mengalami posisi orang lain, sebuah kegiatan berempati
kepada nasib dan situasi manusia lain. Membaca sastra berarti mengenal berbagai
karakter yang sebagian besar merupakan refleksi dari realitas kehidupan. Dengan
demikian, pembaca akan memahami motif yang dilakukan setiap karakter baik yang
protagonis maupun yang antagonis sehingga pembaca dapat memahami alasan pelaku
dalam setiap perbuatannya. Bahkan jika karakter tersebut adalah karakter yang tidak

Rohmy Husniah-Yudhi Arifani ,
Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / hiski                   halaman 2 dari 12
Batu, 12-14 Agustus 2008
ingin dijumpai oleh pembaca dalam kehidupan nyata karena kejahatannya, maka
dalam fiksi pembaca akan bertemu berbagai karakter sehingga pembaca mampu
memahami motif dan tujuan mereka tanpa resiko yang membahayakan pembaca.
       Demikian pentingnya pengajaran sastra untuk membentuk moral yang berbudi
mulia maka Putu Wijaya menyatakan bahwa sastra harus dibelajarkan kepada semua
jurusan, karena tanpa menguasai sastra, tata bahasa hanya akan menjadi alat
menyambung pikiran/logika dan bukan menyambung rasa (2007).
     Namun pengajaran sastra belum banyak diminati baik oleh para murid maupun
mahasiswa. Sastra masih dirasakan sebagai mata pelajaran yang sulit dan kurang
bermanfaat karena banyak berimajinasi. Hal ini dikarenakan beberapa hal, antara lain
kapasitas pengajar yang tidak berlakang belakang pendidikan sastra sehingga
pengajar kurang memahami hakikat pengakjaran sastra, bahan bacaan sastra terutama
bahan teori sastra dan pengajaran sastra yang masih sangat terbatas, metode dan
teknik pengajaran sastra yang kurang tepat, dan lainnya.
       Agar tujuan pembelajaran sastra tercapai maka diperlukan metode dan
pendekatan yang tepat untuk menyampaikannya dengan baik. Terdapat beberapa
pendekatan pengajaran sastra seperti pendekatan moral, estetika dan stilistika, resepsi,
hermeneutik dan lainnya. Pada dasarnya semua pendekatan tersebut adalah baik,
hanya perlu diperhatikan pendekatan mana yang paling dikuasai oleh seorang guru
sastra dan pendekatan mana yang paling sesuai dengan keadaan muridnya. Namun
dalam tulisan ini akan diuraikan tentang bagaimana mengajar sastra dengan
menggunakan pendekatan moral karena pada hakikatnya membaca sastra ialah untuk
mencapai katarsis, suatu perasaan yang tenang dan lega, karena pembaca telah
menemukan hakikat hidup dan pesan moral dalam suatu karya sastra. Oleh sebab itu
terdapat hubungan yang erat antara pengajaran sastra dengan pembentukan moral.
       Beberapa penelitian dan penulisan essai tentang pengajaran sastra telah
dilakukan salah satunya oleh Dharmojo (1997) menuliskan essai tentang model
pembelajaran sastra dengan judul Critical Discourse Analysis (CDA) sebagai Model
Pembelajaran Sastra.astra karena beliau merasa prihatin dengan tujuan pendidikan
Indonesia untuk membentuk moral bangsa yang belum tercapai. Esai tersebut
mengungkapkan bahwa berhasil atau tidaknya pengajaran sastra dipengaruhi oleh
beberapa hal: kurikulum, sarana prasarana, minat baca murid, dan iklim bersastra

Rohmy Husniah-Yudhi Arifani ,
Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / hiski                   halaman 3 dari 12
Batu, 12-14 Agustus 2008
pada umumnya. Oleh sebab itu, esai tersebut mengenalkan CDA atau analisis wacana
kritis agar para murid diharapkan terbiasa bersikap kritis dan kreatif dalam
menanggapi berbagai fenomena dan makna yang terdapat di dalam karya sastra
sebagai produk budaya bangsa.
       Sedangkan untuk penelitian pengajaran sastra dilakukan pada tahun 2007 oleh
Heri Kustomo dengan judul Peningkatan Kemampuan Menulis Puisi Mahasiswa VII-
D SMPN 1 Rengel Kabupaten Tuban dengan Teknik Personifikasi. Dari hasil
penelitiannya, Kustomo menemukan bahwa para murid kelas VIII-D SMPN 1 Rengel
yang pada awalnya tidak begitu menyukai pelajaran menulis puisi, pada akhirnya
setelah diterapkan pendekatan personifikasi, mereka menjadi menyukainya.
       Dari hasil kedua penelitian tersebut menunjukan bahwa minat terhadap
pengajaran sastra dapat ditumbuh kembangkan dengan model pengajaran yang
bervariatif dan tepat sehingga minat siswa terhadap sastra menjadi lebih baik. Selain
itu dengan model pengajaran yang tepat sastra tidak hanya mampu meningkatkan
kemampuan berfikir kritis (critical thinking) siswa tetapi dapat menanamkan nilai-
nilai moral melalui pemahaman makna karya sastra (pesan yang disampaikan
didalamnya). Maka makalah ini mencoba memberikan alternatif bagaimana
mengungkapkan pesan moral melalui cerita pendek dalam pengajaran sastra.



2. Kajian Teori
2.1 Definisi Sastra
       Sebelum mendeskripsikan lebih lanjut tentang moral dalam pengajaran sastra,
perlu dijelaskan tentang apa sastra itu. Hal ini dimaksudkan agar pembaca lebih
memahami apa yang akan dibicarakan dalam tulisan ini. Dengan demikian, pembaca
diharapkan mampu melakukan suatu proses penjelajahan yang meningkatkan bukan
saja kepekaan dan pemahaman tentang karya satra, tetapi juga rasa sayang setelah
mengenal apa itu sastra.
       Danziger dan Johnson (dalam Budianta, 2006:7) melihat sastra sebagai suatu
 seni bahasa , yakni cabang seni yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya.
Tidak seperti seni musik dan lukis yang tidak menggunakan media bahasa, maka
keberadaan arti sastra juga ditentukan oleh perkembangan bahasa. Lunturnya bahasa


Rohmy Husniah-Yudhi Arifani ,
Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / hiski                halaman 4 dari 12
Batu, 12-14 Agustus 2008
dengan sendirinya juga mempengaruhi nasib karya sastra. Karya-karya sastra kuno
seperti Odysey, Mahabarata, dan sebagainya sudah tidak lagi hidup sebagai sastra,
akan tetapi sebagai filsafat (Darma, 1984:51-52).
       Selain bahasa, pengertian sastra bisa dilihat dari sudut lain seperti yang
dikemukakan oleh Wellek dan Warren (1995:3) yang berpendapat bahwa sastra
adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. J. Bronowski (dalam Darma,
1984:50) berpendapat bahwa pencapaian manusia dapat dibagi menjadi tiga, yaitu
 creation , invention dan discovery . Creation atau kreatifitas adalah pencapaian
dalam dunia seni, invention dan discovery dalam dunia ilmu pengetahuan. Di
antara ketiga pencapaian ini, yang paling murni adalah kreatifitas. Benua Amerika
bisa saja ditemukan oleh orang lain jika pada waktu itu Columbus tidak
menemukannya. Mesin uap bisa juga ditemukan pada waktu yang berbeda dan
penemu pertama yang bukan Thomas Alfa Edison jika saat itu Edison tidak bisa
membaca fenomena yang ada. Akan tetapi, Hamlet akan selalu menjadi milik
Shakespeare dan tidak akan pernah sama dengan Hamlet yang mungkin ditulis oleh
orang lain.
       Dengan demikian, sastra merupakan suatu ciptaan dari proses kreatifitas
dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Sastra bersifat unik dan murni karena
tiap individu mempunyai style yang berbeda dalam menuangkan ceritanya.
Keberlangsungan suatu karya sastra juga ditentukan oleh perkembangan bahasa
dimana sastra bisa saja menjadi bentuk lain seperti menjadi filsafat.


2.2 Pendekatan Moral
       Sastra harus mampu menjadi wadah penyampaian ide-ide yang dipikirkan dan
dirasakan oleh sastrawan tentang kehidupan manusia. Karya sastra amat penting bagi
kehidupan     rohani   manusia.   Oleh    karena    sastra   adalah   karya   seni   yang
bertulangpunggung pada cerita, maka mau tidak mau karya sastra dapat membawa
pesan atau imbauan kepada pembaca (Djojosuroto, 2006:80).
       Pesan ini dinamakan        moral    atau     amanat . Dengan demikian, sastra
dianggap sebagai sarana pendidikan moral (Darma, 1984:47). Moral sendiri diartikan
sebagai suatu norma, suatu konsep tentang kehidupan yang dijunjung tinggi oleh
sebagian besar masyarakat tertentu (Semi, 1993:49). Namun kepentingan moral dalam

Rohmy Husniah-Yudhi Arifani ,
Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / hiski                     halaman 5 dari 12
Batu, 12-14 Agustus 2008
sastra sering tidak sejalan dengan usaha untuk menciptakan keindahan dalam karya
sastra (Darma, 1984:54). Pengalaman mental yang disampaikan pengarang belum
tentu sejalan dengan kepentingan moral. Menurut Djojosuroto (2006:81), meski moral
yang disampaikan pengarang dalam karya sastra biasanya selalu menampilkan
pengertian yang baik, tetapi jika terdapat tokoh-tokoh yang mempunyai sikap dan
tingkah laku yang kurang terpuji atau tokoh antagonis, tidak berarti tingkah laku yang
kita ambil harus seperti tokoh tersebut.
       Berdasarkan pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa aspek moral
adalah ukuran yang digunakan untuk menentukan betul salahnya sikap dan tindakan
manusia dilihat dari segi baik buruknya berdasarkan pandangan hidup masyarakat.
Nilai-nilai moralis yang tercantum dalam karya sastra dapat berbentuk tingkah laku
yang sesuai dengan kesusilaan, budi pekerti, dan juga akhlak.
       Dalam hubungannya dengan pengajaran, maka dapat dikatakan bahwa
pendekatan moral adalah seperangkat asumsi yang paling berkaitan tentang sastra
dalam hubungannya dengan nilai-nilai moral dan pengajarannya.


2.3 Pengajaran sastra
       Mengajar     berarti   menyampaikan      atau   menularkan   (Riberu,   1991:1).
Pengajaran berarti sastra berarti adanya penyampaian atau penularan ilmu mengenai
suatu ciptaan dari proses kreatifitas dengan menggunakan bahasa sebagai medianya.
Ciptaan tersebut bisa berupa puisi, prosa maupun drama.
       Pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya
meliputi empat manfaat, yaitu (1) membantu ketrampilan berbahasa, (2)
meningkatkan pengetahuan budaya, (3) mengembangkan cipta, rasa, dan karsa, serta
(4) menunjang pembentukan watak Rahmanto, dalam Dharmojo (2007).
       Pendapat     Rahmanto       senada    dengan    pendapat     Djojosuroto   yang
mengungkapkan bahwa sastra dalam pengajaran dapat membantu pengajaran
kebahasaan karena sastra dapat meningkatkan ketrampilan dalam berbahasa. Sastra
dapat membantu pendidikan secara utuh karena sastra dapat meningkatkan
pengetahuan budaya, mengembangkan cipta, rasa dan karsa, menunjang pembentukan
watak, mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, pengetahuan-
pengetahuan lain dan teknologi (2006:85).

Rohmy Husniah-Yudhi Arifani ,
Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / hiski                   halaman 6 dari 12
Batu, 12-14 Agustus 2008
3. Penyampaian Pesan Moral Melalui Cerita Pendek
       Dalam tulisan ini diambil sebuah contoh karya sastra dalam bentuk cerita
pendek yang ditulis oleh pengarang besar Rusia, Leo Tolstoy, dengan judul God Sees
the Truth, but Waits (Tuhan Tahu tetapi Menunggu). Penyajian cerita pendek ini
berbeda dengan cerita pendek pada umumnya karena nilai moral cerita ini seolah-olah
kabur karena Tolstoy lebih tertarik pada daya tarik cerpennya daripada
menggambarkan apa yang seharusnya menurut moral terjadi. Cara Tolstoy
meretorikakan tokohnya-Aksionov- ibarat sebuah bola yang digiring ke arah jurang,
sementara yang lain percaya bahwa memang dia harus dibuang disana (penegak
hukum), padahal bukan di sanalah tempat dia (Darma, 1984:60).
       God Sees the Truth, but Waits menarasikan tentang seorang saudagar muda
yang kaya raya, tampan dan baik hati dan gemar menyanyi yang bernama Ivan
Dmitrich atau yang biasa disapa dengan Aksenov. Sebelum menikah Aksenov adalah
seorang pecandu minuman dan pemarah, namun semuanya berbeda ketika dia telah
menikah. Suatu hari Aksenov mengatakan pada istrinya kalau dia akan bepergian
untuk keperluan bisnis, namun istrinya melarangnya pergi hari itu karena istrinya
bermimpi bahwa suaminya kembali dari kota dengan rambutnya yang sudah menjadi
uban. Aksenov hanya tertawa mendengar kepercayaan istrinya tentang tafsir mimpi
sehingga ia tetap melanjutkan perjalanan.
       Di tengah perjalanan, Aksenov berkenalan dengan saudagar yang lain dan
kemudian mereka memutuskan untuk tinggal dalam satu kamar di suatu penginapan.
Aksenov tidak biasa tidur sore, namun hari itu ia harus melakukannya karena ia
berencana untuk melanjutkan perjalanan pada subuh keesokan harinya.
       Semua berjalan seperti semula, Aksenov melanjutkan perjalanan ketika hari
masih gelap. Di tengah perjalanan ia istirahat, dan pada saat itu ia didatangi oleh
polisi yang menanyakan tentang semua yang telah dilakukan Aksenov. Setelah
menjawab semua dengan jujur dan ramah, barulah Aksenov tahu bahwa temannya
yang sekamar dengannya telah digorok lehernya hingga meninggal. Setelah diperiksa,
ternyata pisau pelaku kejahatan ada dalam tas Aksenov.
       Istrinya sangat terpukul mendengar penangkapan suaminya. Saat menjenguk
Aksenov, dia merasa sangat sedih melihat istri dan anak-anaknya yang masih sangat

Rohmy Husniah-Yudhi Arifani ,
Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / hiski               halaman 7 dari 12
Batu, 12-14 Agustus 2008
kecil, bahkan yang satu masih menetek ibunya. Pertemuan itu semakin menambah
kesedihan ketika petisinya ditolak oleh kaisar, terlebih ketika istrinya meragukan
apakah benar suaminya tidak bersalah. Putus asa dengan bantuan dan empati manusia,
Aksenov hanya berharap pada bantuan Tuhan. Aksenov dihukum selama 26 tahun
atas kejahatan yang tak pernah dilakukannya, selama itu pula ia hidup sebagai
kriminal di Siberia.
       Di penjara, Aksenov membuat sepatu boot, rajin berdoa dan membaca buku-
buku, dan bernyanyi di gereja pada hari Minggu. Para sipir dan kriminal lainnya
menyukai Aksenov karena kelembutannya. Mereka menyebutnya Bapa atau Orang
Suci . Dia sering dimintai pendapat bila terjadi perselisihan yang tak terselesaikan.
       Suatu hari datanglah segerombolan penghuni tahanan baru. Salah satunya
berusia 60 dan berasal dari kota yang sama dengan Aksenov. Makar Semenich-nama
penghuni baru tersebut-ternyata adalah pembunuh saudagar teman Aksenov dulu.
Suatu hari Makar berniat kabur dengan membuat lubang bawah tanah dan secara tidak
sengaja Aksenov memergokinya. Makar mengancam akan membunuhnya kalau dia
bercerita. Lubang tersebut akhirnya diketahui penjaga dan para tahanan diinterogasi,
namun tak satupun yang mengaku.
       Akhirnya para penjaga bertanya pada Aksenov yang jujur dan bijaksana.
Ditengah kegundahan, dendam dan benci yang sangat pada Makar, Aksenov
memutuskan untuk menjawab bahwa bukan kehendak Tuhan bagi Aksenov untuk
menjawab     pertanyaan     tersebut.   Walaupun    didesak,   Aksenov     tetap   tidak
mengatakannya.
       Hal ini membuat Makar sangat terenyuh. Dia memohon maaf pada Aksenov
malam harinya. Makar berjanji akan mengakui semuanya, namun bagi Aksenov
semua tidak ada gunanya karena istrinya telah meninggal dan anak-anaknya
melupakannya. Makar semakin sedih dan kembali minta maaf sampai tersedu-sedu
sehingga membuat Aksenov juga menangis. Pada saat itu dia mengatakan bahwa
Tuhan memaafkan Makar. Perasaan lega dan hilangnya keinginan untuk pulang
merupakan akhir yang membebaskan beban Aksenov karena dia hanya berharap akan
datangnya kematian. Keinginannya terwujud tepat pada saat dia hendak dibebaskan
setelah pengakuan Makar.


Rohmy Husniah-Yudhi Arifani ,
Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / hiski                   halaman 8 dari 12
Batu, 12-14 Agustus 2008
Aksenov merupakan simbol orang jujur dan baik hati namun bernasib sial.
Kegemarannya menolong orang dan bicaranya yang cenderung jujur sangat
kontradiktif dengan tuduhan pembunuhan yang ditujukan padanya. Balasan yang dia
dapat dari perbuatannya sangat tidak setimpal dan penderitaan tersebut dibawa sampai
akhir hayatnya. Dengan demikian cerpen ini seolah-olah bertentangan dengan hukum
alam .
         Orang baik yang menemui nasib buruk merupakan tema yang kontradiktif
dalam masyarakat Indonesia. Kesulitan di Indonesia adalah adanya semacam tuntutan
bahwa sastra harus sepenuhnya bertalian dengan kepentingan moral. Dalam hal ini
Arswendo berpendapat (dalam Darma, 1984:62) bahwa Tema yang baik, setiap
perbuatan yang buruk akan musnah atau kalah dengan perbuatan yang baik, tidak
selalu berarti mutunya baik. Mutu melibatkan pengolahan dan penyuguhan
menggambarkan proses untuk menghidupkan tema . Secara umum, tidak seharusnya
orang yang tidak bersalah dan baik hati berada dalam penjara, terkurung dan
menderita secara lahir-batin sementara orang yang jahat menikmati kebebasannya dan
tetap melakukan kejahatannya. Kehilangan keluarga dan kebahagiaan seharusnya
menjadi hak dari orang yang suka menebar kejahatan.
         Penderitaan Aksenov membangkitkan pathos pembaca. Pathos , yang berasal
dari bahasa Yunani, mempunyai arti ganda: simpati dengan apa yang terjadi dalam
karya sastra dan empathy , yaitu merasa secara langsung terlibat dalam apa yang
terjadi dalam karya tersebut (Darma, 1984:61). Kepawaian Tolstoy dalam
membangkitkan pathos pembaca mengalir ketika Aksenov dituduh membunuh teman
yang baru dikenalnya. Hal ini sangat sulit dipercaya karena pada awal cerita
dikisahkan bahwa Aksenov adalah karakter yang baik hati. Tolstoy menggiring emosi
pembaca lebih dalam dengan menampilkan keadaan istrinya dan anak-anaknya yang
masih sangat kecil untuk menanggung beban kehilangan seorang suami dan ayah
yang dihukum atas kejahatan yang tidak dia lakukan.


        His wife was in despair, and did not know what to believe. Her children were
all quite small; one was a baby at the breast (Tolstoy, 1872:3).




Rohmy Husniah-Yudhi Arifani ,
Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / hiski               halaman 9 dari 12
Batu, 12-14 Agustus 2008
Seiring dengan berkembangnya plot, istrinyapun menyangsikan kejujuran
Aksenov. Penderitaan yang mendalam membuat pelaku utama berputus asa akan
pertolongan manusia. Hanya kepada Tuhanlah diserahkan segala duka. Pembaca
semakin merasa bersimpati atas nasib Aksenov yang tidak dipercaya siapapun dalam
cerita. Penderitaan yang dialami Aksenov dikemas dalam bahasa yang menyentuh
sehingga membangkitkan empaty pembaca. Pembaca seolah-olah terlibat langsung
dengan perasaan Aksenov melalui peristiwa-peristiwa yang dialaminya.
       ...when he remembered that his wife also had suspected him, he said to
himself, It seems that only God can know the truth; it is to Him alone we must appeal
and from Him alone expect mercy.
       And Askenov wrote to more petitions, gave up all hope, and only prayed to
God (Tolstoy, 1872:4).

       Seseorang juga diharapkan berlaku adil dalam memberikan keputusan dengan
mengumpulkan bukti-bukti terlebih dahulu sebelum melakukan penangkapan dan
penghakiman. Pesan ini disampaikan melalui karakter polisi dan hakim dalam
menangkap dan menghukum Askenov. Hanya berdasarkan asumsi bahwa Askenov
adalah orang terakhir yang terlihat bersama korban maka seorang polisi menangkap
dan menjadikan Askenov kriminal tanpa melakukan penyelidikan terlebih dahulu.
       Tindakan polisi dan hakim serta kepengecutan pelaku kejahatan (Makar) telah
menghancurkan hidup Askenov dan keluarganya secara fisik dan mental. Mereka
terpisah untuk selamanya dan tidak dapat menemukan kembali kebahagiaan yang
pernah ada ketika keluarga tersebut hidup bersama. Jiwa Askenov telah mati pada hari
ketika dia dihukum seperti yang telah dikemukakannya pada Makar ketika Makar
hendak mengakui segala perbuatannya.
       Walaupun demikian, penderitaan panjang Askenov membawanya menjadi
seorang yang pasrah dan dekat dengan Tuhan. Kebijaksanaannya memukau karakter
lain bahkan, sifatnya yang pengampun menuntun Makar untuk menyadari semua
kesalahannya pada Askenov. Keluhuran budi Askenov yang terbentuk dari beban
yang tiada ujung merupakan energi penggerak Makar untuk mengingat maaf dari
Tuhan selain dari Askenov sendiri.
       Setelah membaca suatu karya sastra pembaca bisa merasakan tahap katarsis.
Catharsis merupakan pembersihan diri setelah menyaksikan atau membaca kisah-


Rohmy Husniah-Yudhi Arifani ,
Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / hiski                halaman 10 dari 12
Batu, 12-14 Agustus 2008
kisah yang tragis. Setelah membaca pengalaman pahit, tragis, bahkan berdarah yang
dialami oleh karakter hingga karakter tersebut dapat melaluinya dengan beragam cara
maka pembaca akan mencapai suatu bentuk kelegaan atau katarsis. Lega setelah
mengetahui bahwa penjahat akhirnya dihukum, lega setelah menyaksikan bahwa
pahlawan dapat menang. Namun tidak semua cerita selalu berakhir dengan
kemenangan putih atas hitam, seperti halnya dalam kehidupan nyata. Dengan
demikian, untuk mencapai katarsis, pembaca memerlukan tahap sadisme yang dialami
tokoh cerita sebelum akhirnya semua masalah terselesaikan.
       Katarsis yang dirasakan oleh pembaca atas pengakuan Makar serasa tertahan
dengan tibanya ujung usia Askenov yang tidak memungkinkannya untuk merajut
kembali kebahagiaan yang seharusnya bisa diraihnya atas kebebasannya. Dalam hal
ini Leo Tolstoy membuktikan bahwa karya sastra yang bermutu bukan hanya sastra
yang happy ending dimana kejahatan selalu kalah dengan kebaikan. Lebih jauh,
kehidupan nyata tidaklah sesederhana itu, manusia seringkali harus melalui tahapan
yang sulit untuk menunjukkan kualitas dirinya. Dan jika tahapan itu terlalui dengan
baik, balasannya tidak selalu dirasakan dalam kehidupan di dunia. Terkadang manusia
harus mempertaruhkan kehidupannya untuk mencapai kebahagiaan dan hakikat hidup
yang sebenarnya.
       Telaah moral tersebut diharapkan dapat menghidupkan perasaan mahasiswa
akan kepekaan mereka terhadap penderitaan dan penghargaan atas kejujuran dan
pengampunan. Dengan ikut bersimpati dan berempati pada suatu karya sastra, maka
sastra bukanlah sesuatu yang hanya ditelaah secara kaku dari unsur-unsur struktur
pembangunnya secara terpisah. Sastra merupakan suatu penuturan kehidupan yang
ditulis dengan makna didalamnya.


4. Kesimpulan
       Penanaman moral dan budi pekerti dalam pengajaran akan lebih berhasil
apabila diberikan kepada anak didik kita melalui karya sastra (cerita pendek, novel,
dongeng) tentunya dengan pemilihan karya sastra yang tepat dan sesuai dengan nilai
moral akan kita tanamkan kepada anak didik. Mungkin kita masih ingat ketika kita
memberikan nasehat kepada orang lain kita sering dianggap menggurui orang
tersebut. Namun tidak demikian dengan sastra, pemberian cerita yang tepat kepada

Rohmy Husniah-Yudhi Arifani ,
Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / hiski               halaman 11 dari 12
Batu, 12-14 Agustus 2008
anak didik akan mampu menamkan nilai-nilai moral dan pekerti yang lebih mendalam
serta mampu mingkatkan kempuan kognitif untuk lebih kritis menelaah suatu
permasalahan.




DAFTAR PUSTAKA
Budianta, Melani, dkk. 2006. Membaca Sastra Pengantar Memahami Sastra untuk
       Perguruan Tinggi. Magelang: Indonesiatera.
Darma, Budi. 1984. Sejumlah Esai Sastra. Jakarta: PT Karya Unipress.
Dharmojo, 2007. Critical Discourse Analysis (CDA) sebagai Model Pembelajaran
       Sastra: http://cakrawalasastraindonesia.blogspot.com
Djojosuroto, K. 2006. Analisis Teks Sastra dan Pengajarannya. Yogyakarta: Pustaka
Rooijakkers. 1991. Mengajar dengan Sukses. Jakarta: Gramedia Widiasarana
Sukardi. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Wellek dan Warren. 1995. Teori Kesusastraan (Terjemah oleh Melani Budianta).
       Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Wijaya, Putu. 2007. Pengajaran Sastra
       http://putuwijaya.wordpress.com/2007/11/03/pengajaran-sastra/ diakses 1 Juli
       2008
Sarjono, Agus R. 2008:
       http://www.pusatbahasa.diknas.go.id/laman/nawala.php?info=artikel&infocm
       d=show&infoid=29&row=1 diakses 1 Juli 2008
------. 2003. The Best Stories and Tales of Leo Tolstoy. India: Crest Publishing House.




Rohmy Husniah-Yudhi Arifani ,
Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / hiski                  halaman 12 dari 12
Batu, 12-14 Agustus 2008
This document was created with Win2PDF available at http://www.daneprairie.com.
The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only.

Contenu connexe

Tendances

1. sastra dalam pembelajaran sejarah
1. sastra dalam pembelajaran sejarah1. sastra dalam pembelajaran sejarah
1. sastra dalam pembelajaran sejarahwifauzi
 
Pendalaman materi kurikulum 2013 (1)
Pendalaman materi kurikulum 2013 (1)Pendalaman materi kurikulum 2013 (1)
Pendalaman materi kurikulum 2013 (1)Asef Thea
 
Buku bahasa indonesia_sma_13_maret2013
Buku bahasa indonesia_sma_13_maret2013Buku bahasa indonesia_sma_13_maret2013
Buku bahasa indonesia_sma_13_maret2013riezouane
 
Pengantar Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Pengantar Mata Kuliah Bahasa IndonesiaPengantar Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Pengantar Mata Kuliah Bahasa IndonesiaSusriInarti1
 
Teks Eksposisi - Integrasi ASEAN dalam Plurilingualisme
Teks Eksposisi - Integrasi ASEAN dalam PlurilingualismeTeks Eksposisi - Integrasi ASEAN dalam Plurilingualisme
Teks Eksposisi - Integrasi ASEAN dalam Plurilingualismeshafirahany22
 
BUKU GURU KURIKULUM 2013 KELAS10 BAHASA INDONESIA
BUKU GURU KURIKULUM 2013 KELAS10 BAHASA INDONESIABUKU GURU KURIKULUM 2013 KELAS10 BAHASA INDONESIA
BUKU GURU KURIKULUM 2013 KELAS10 BAHASA INDONESIAEndang Pristiawaty
 
9224 esei contoh (kesus. melayu) stpm 2018
9224 esei contoh  (kesus. melayu)  stpm 20189224 esei contoh  (kesus. melayu)  stpm 2018
9224 esei contoh (kesus. melayu) stpm 2018RAMLAH BINTI A. RANI
 
Silabus bhs. indonesia wajib kls 10
Silabus bhs. indonesia wajib kls 10Silabus bhs. indonesia wajib kls 10
Silabus bhs. indonesia wajib kls 10SMA Negeri 9 KERINCI
 
Literasi Membaca Jenjang Kemahiran Terampil dan Perlu Ruang Kreasi
Literasi Membaca Jenjang Kemahiran Terampil dan Perlu Ruang KreasiLiterasi Membaca Jenjang Kemahiran Terampil dan Perlu Ruang Kreasi
Literasi Membaca Jenjang Kemahiran Terampil dan Perlu Ruang KreasiSyarifatul Marwiyah
 
Buku Guru Bahasa Indonesia Kelas VIII SMP Kurikulum 2013
Buku Guru Bahasa Indonesia Kelas VIII SMP Kurikulum 2013Buku Guru Bahasa Indonesia Kelas VIII SMP Kurikulum 2013
Buku Guru Bahasa Indonesia Kelas VIII SMP Kurikulum 2013Randy Ikas
 
10 bahasa indonesia buku_siswa
10 bahasa indonesia buku_siswa10 bahasa indonesia buku_siswa
10 bahasa indonesia buku_siswadimas hartono
 

Tendances (15)

1. sastra dalam pembelajaran sejarah
1. sastra dalam pembelajaran sejarah1. sastra dalam pembelajaran sejarah
1. sastra dalam pembelajaran sejarah
 
Pendalaman materi kurikulum 2013 (1)
Pendalaman materi kurikulum 2013 (1)Pendalaman materi kurikulum 2013 (1)
Pendalaman materi kurikulum 2013 (1)
 
Nota bmm-3116
Nota bmm-3116Nota bmm-3116
Nota bmm-3116
 
Buku bahasa indonesia_sma_13_maret2013
Buku bahasa indonesia_sma_13_maret2013Buku bahasa indonesia_sma_13_maret2013
Buku bahasa indonesia_sma_13_maret2013
 
Pengantar Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Pengantar Mata Kuliah Bahasa IndonesiaPengantar Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Pengantar Mata Kuliah Bahasa Indonesia
 
Teks Eksposisi - Integrasi ASEAN dalam Plurilingualisme
Teks Eksposisi - Integrasi ASEAN dalam PlurilingualismeTeks Eksposisi - Integrasi ASEAN dalam Plurilingualisme
Teks Eksposisi - Integrasi ASEAN dalam Plurilingualisme
 
BUKU GURU KURIKULUM 2013 KELAS10 BAHASA INDONESIA
BUKU GURU KURIKULUM 2013 KELAS10 BAHASA INDONESIABUKU GURU KURIKULUM 2013 KELAS10 BAHASA INDONESIA
BUKU GURU KURIKULUM 2013 KELAS10 BAHASA INDONESIA
 
9224 esei contoh (kesus. melayu) stpm 2018
9224 esei contoh  (kesus. melayu)  stpm 20189224 esei contoh  (kesus. melayu)  stpm 2018
9224 esei contoh (kesus. melayu) stpm 2018
 
Silabus bhs. indonesia wajib kls 10
Silabus bhs. indonesia wajib kls 10Silabus bhs. indonesia wajib kls 10
Silabus bhs. indonesia wajib kls 10
 
Literasi Membaca Jenjang Kemahiran Terampil dan Perlu Ruang Kreasi
Literasi Membaca Jenjang Kemahiran Terampil dan Perlu Ruang KreasiLiterasi Membaca Jenjang Kemahiran Terampil dan Perlu Ruang Kreasi
Literasi Membaca Jenjang Kemahiran Terampil dan Perlu Ruang Kreasi
 
Karangan
KaranganKarangan
Karangan
 
Buku Guru Bahasa Indonesia Kelas VIII SMP Kurikulum 2013
Buku Guru Bahasa Indonesia Kelas VIII SMP Kurikulum 2013Buku Guru Bahasa Indonesia Kelas VIII SMP Kurikulum 2013
Buku Guru Bahasa Indonesia Kelas VIII SMP Kurikulum 2013
 
10 bahasa indonesia buku_guru
10 bahasa indonesia buku_guru10 bahasa indonesia buku_guru
10 bahasa indonesia buku_guru
 
Document2
Document2Document2
Document2
 
10 bahasa indonesia buku_siswa
10 bahasa indonesia buku_siswa10 bahasa indonesia buku_siswa
10 bahasa indonesia buku_siswa
 

Similaire à Rony husniah fak.sastra um

Makalah Apresiasi Sastra Indonesia.docx
Makalah Apresiasi Sastra Indonesia.docxMakalah Apresiasi Sastra Indonesia.docx
Makalah Apresiasi Sastra Indonesia.docxZuketCreationOfficia
 
1. sastra dalam pembelajaran sejarah
1. sastra dalam pembelajaran sejarah1. sastra dalam pembelajaran sejarah
1. sastra dalam pembelajaran sejarahWildan Insan Fauzi
 
Makalah Apresiasi Karya Sastra Anak secara Reseptif
Makalah Apresiasi Karya Sastra Anak secara ReseptifMakalah Apresiasi Karya Sastra Anak secara Reseptif
Makalah Apresiasi Karya Sastra Anak secara ReseptifUniversitas Negeri Semarang
 
Makalah tentangsastra
Makalah tentangsastraMakalah tentangsastra
Makalah tentangsastraMustain Doang
 
Document1 fanny tik
Document1 fanny tikDocument1 fanny tik
Document1 fanny tikfannydwio
 
This is the html version of the file http
This is the html version of the file httpThis is the html version of the file http
This is the html version of the file httpSyawiril Syawiril
 
Apresiasi puisi kontemporer jurnal
Apresiasi puisi kontemporer jurnalApresiasi puisi kontemporer jurnal
Apresiasi puisi kontemporer jurnalbuwarnisutopo
 
Kerangka konseptual, visi, dan tujuan MK Bahasa Indonesia
Kerangka konseptual, visi, dan tujuan MK Bahasa IndonesiaKerangka konseptual, visi, dan tujuan MK Bahasa Indonesia
Kerangka konseptual, visi, dan tujuan MK Bahasa IndonesiaSusriInarti1
 
Kerangka Konseptual, Visi, dan Tujuan Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Kerangka Konseptual, Visi, dan Tujuan Mata Kuliah Bahasa IndonesiaKerangka Konseptual, Visi, dan Tujuan Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Kerangka Konseptual, Visi, dan Tujuan Mata Kuliah Bahasa IndonesiaSusriInarti1
 
130421 rasional kd bi-konsep bb-my
130421 rasional kd bi-konsep bb-my130421 rasional kd bi-konsep bb-my
130421 rasional kd bi-konsep bb-mySuaidin -Dompu
 
130421 rasional kd bi-konsep bb-my
130421 rasional kd bi-konsep bb-my130421 rasional kd bi-konsep bb-my
130421 rasional kd bi-konsep bb-mydimas hartono
 
10 bahasa indonesia buku_guru (1)
10 bahasa indonesia buku_guru (1)10 bahasa indonesia buku_guru (1)
10 bahasa indonesia buku_guru (1)teguh indriawan
 
kajian stilistika
kajian stilistika kajian stilistika
kajian stilistika Oyax Ruqoyah
 
Silabus b.indo smp versi revisi
Silabus b.indo smp versi revisiSilabus b.indo smp versi revisi
Silabus b.indo smp versi revisimusdam farera
 

Similaire à Rony husniah fak.sastra um (20)

Makalah Apresiasi Sastra Indonesia.docx
Makalah Apresiasi Sastra Indonesia.docxMakalah Apresiasi Sastra Indonesia.docx
Makalah Apresiasi Sastra Indonesia.docx
 
1. sastra dalam pembelajaran sejarah
1. sastra dalam pembelajaran sejarah1. sastra dalam pembelajaran sejarah
1. sastra dalam pembelajaran sejarah
 
Makalah Apresiasi Karya Sastra Anak secara Reseptif
Makalah Apresiasi Karya Sastra Anak secara ReseptifMakalah Apresiasi Karya Sastra Anak secara Reseptif
Makalah Apresiasi Karya Sastra Anak secara Reseptif
 
Makalah tentangsastra
Makalah tentangsastraMakalah tentangsastra
Makalah tentangsastra
 
A310060126
A310060126A310060126
A310060126
 
Document1 fanny tik
Document1 fanny tikDocument1 fanny tik
Document1 fanny tik
 
This is the html version of the file http
This is the html version of the file httpThis is the html version of the file http
This is the html version of the file http
 
Apresiasi puisi kontemporer jurnal
Apresiasi puisi kontemporer jurnalApresiasi puisi kontemporer jurnal
Apresiasi puisi kontemporer jurnal
 
Pendekatan moral
Pendekatan moralPendekatan moral
Pendekatan moral
 
Tik
TikTik
Tik
 
Bab1
Bab1Bab1
Bab1
 
MAKALAH INDO.docx
MAKALAH INDO.docxMAKALAH INDO.docx
MAKALAH INDO.docx
 
Kerangka konseptual, visi, dan tujuan MK Bahasa Indonesia
Kerangka konseptual, visi, dan tujuan MK Bahasa IndonesiaKerangka konseptual, visi, dan tujuan MK Bahasa Indonesia
Kerangka konseptual, visi, dan tujuan MK Bahasa Indonesia
 
Kerangka Konseptual, Visi, dan Tujuan Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Kerangka Konseptual, Visi, dan Tujuan Mata Kuliah Bahasa IndonesiaKerangka Konseptual, Visi, dan Tujuan Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Kerangka Konseptual, Visi, dan Tujuan Mata Kuliah Bahasa Indonesia
 
Materi teori sastra
Materi teori sastraMateri teori sastra
Materi teori sastra
 
130421 rasional kd bi-konsep bb-my
130421 rasional kd bi-konsep bb-my130421 rasional kd bi-konsep bb-my
130421 rasional kd bi-konsep bb-my
 
130421 rasional kd bi-konsep bb-my
130421 rasional kd bi-konsep bb-my130421 rasional kd bi-konsep bb-my
130421 rasional kd bi-konsep bb-my
 
10 bahasa indonesia buku_guru (1)
10 bahasa indonesia buku_guru (1)10 bahasa indonesia buku_guru (1)
10 bahasa indonesia buku_guru (1)
 
kajian stilistika
kajian stilistika kajian stilistika
kajian stilistika
 
Silabus b.indo smp versi revisi
Silabus b.indo smp versi revisiSilabus b.indo smp versi revisi
Silabus b.indo smp versi revisi
 

Plus de Ahmad Wahyudin Rock'n Roll

Plus de Ahmad Wahyudin Rock'n Roll (20)

Uugd
UugdUugd
Uugd
 
Sejarah pendidika indonesia
Sejarah pendidika indonesiaSejarah pendidika indonesia
Sejarah pendidika indonesia
 
Pennas
PennasPennas
Pennas
 
Karakteristik sekolah efektif
Karakteristik sekolah efektifKarakteristik sekolah efektif
Karakteristik sekolah efektif
 
Pakemfinal
PakemfinalPakemfinal
Pakemfinal
 
Utama 1
Utama 1Utama 1
Utama 1
 
Umm student research_abstract_7033
Umm student research_abstract_7033Umm student research_abstract_7033
Umm student research_abstract_7033
 
Panduan evaluasi pembelajaran
Panduan evaluasi pembelajaranPanduan evaluasi pembelajaran
Panduan evaluasi pembelajaran
 
Pakem
PakemPakem
Pakem
 
Model model pembelajaran
Model model pembelajaranModel model pembelajaran
Model model pembelajaran
 
Media pembelajaran
Media pembelajaranMedia pembelajaran
Media pembelajaran
 
Katalog
KatalogKatalog
Katalog
 
Jiptummpp gdl-s1-2005-nurpatarsi-2712-pendahul-n
Jiptummpp gdl-s1-2005-nurpatarsi-2712-pendahul-nJiptummpp gdl-s1-2005-nurpatarsi-2712-pendahul-n
Jiptummpp gdl-s1-2005-nurpatarsi-2712-pendahul-n
 
Gapura basa smp ix
Gapura basa smp ixGapura basa smp ix
Gapura basa smp ix
 
Dkv02040102
Dkv02040102Dkv02040102
Dkv02040102
 
Dgggfg
DgggfgDgggfg
Dgggfg
 
Desain dan pengembangan mmi offline teknologi dasar serta aplikasinya pada pe...
Desain dan pengembangan mmi offline teknologi dasar serta aplikasinya pada pe...Desain dan pengembangan mmi offline teknologi dasar serta aplikasinya pada pe...
Desain dan pengembangan mmi offline teknologi dasar serta aplikasinya pada pe...
 
Artikel
ArtikelArtikel
Artikel
 
11 pembelajaran-matematika-kontekstual-sd-ktsp-supinah
11 pembelajaran-matematika-kontekstual-sd-ktsp-supinah11 pembelajaran-matematika-kontekstual-sd-ktsp-supinah
11 pembelajaran-matematika-kontekstual-sd-ktsp-supinah
 
4 perencanaan kegiatan_belajar_mengajarsdasd
4 perencanaan kegiatan_belajar_mengajarsdasd4 perencanaan kegiatan_belajar_mengajarsdasd
4 perencanaan kegiatan_belajar_mengajarsdasd
 

Rony husniah fak.sastra um

  • 1. PENDIDIKAN BUDI PEKERTI MELALUI PENDEKATAN MORAL DALAM PENGAJARAN SASTRA Rohmy Husniah Yudhi Arifani Abstrak Salah satu tujuan penyelenggraan pendidikan ialah untuk membentuk sikap moral dan watak murid yang berbudi luhur. Oleh sebab itu diperlukan pendekatan pendidikan dan mata pelajaran yang membantu membentuk kepribadian murid menjadi kepribadian yang lebih baik dan bermoral. Saat ini bangsa Indonesia mengalami krisis moral yang berkepanjangan. Jika demikian, bisa dikatakan bahwa ada yang kurang tepat dengan pendidikan Indonesia sehingga sebagian bangsanya menjadi bangsa yang anarkis, kurang toleran dalam menghadapi perbedaan, dan korup. Selain pengajaran agama, salah satu pelajaran yang mengajarkan budi pekerti ialah sastra. Membaca sastra berarti mengenal berbagai karakter yang sebagian besar merupakan refleksi dari realitas kehidupan. Dengan demikian, pembaca akan memahami motif yang dilakukan setiap karakter baik yang protagonis maupun yang antagonis sehingga pembaca dapat memahami alasan pelaku dalam setiap perbuatannya. Demikian pentingnya pengajaran sastra untuk membentuk moral yang berbudi mulia maka Putu Wijaya menyatakan bahwa sastra harus dibelajarkan kepada semua jurusan, karena tanpa menguasai sastra, tata bahasa hanya akan menjadi alat menyambung pikiran/logika dan bukan menyambung rasa (Wijaya, Putu. 2007). Agar tujuan pembelajaran sastra tercapai maka diperlukan metode dan pendekatan yang tepat untuk menyampaikannya dengan baik. Dalam makalah ini akan diuraikan tentang bagaimana mengajar sastra dengan menggunakan pendekatan moral karena pada hakikatnya membaca sastra ialah untuk mencapai katarsis, suatu perasaan yang tenang dan lega, karena pembaca telah menemukan hakikat hidup dan pesan moral dalam suatu karya sastra. Key words: budi pekerti, moral, pendekatan moral, pengajaran sastra 1. Pendahuluan Salah satu tujuan penyelenggraan pendidikan ialah untuk membentuk sikap moral dan watak murid yang berbudi luhur. Dahulu para murid diberikan pelajaran Budi Pekerti untuk mencapai tujuan tersebut. Namun sekarang pelajaran itu telah ditiadakan karena pelajaran tersebut mungkin tidak banyak merubah kepribadian murid menjadi kepribadian yang lebih baik dan bermoral. Indonesia memiliki Pancasila dan nilai-nilai budaya yang luhur dan menjunjung tinggi kerukunan dan tenggangrasa. Akan tetapi, di pihak lain Indonesia Rohmy Husniah-Yudhi Arifani , Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / hiski halaman 1 dari 12 Batu, 12-14 Agustus 2008
  • 2. juga merupakan salah satu negara dengan tingkat korupsi tertinggi di dunia, dan tingkat kerusuhan yang juga tinggi. Bangsa lain memandang Indonesia menjadi negara yang tidak lagi aman untuk dikunjungi sehingga Indonesia pernah menjadi negara yang dilarang untuk dikunjungi oleh salah satu negara besar di dunia. Negara tersebut mengeluarkan travel warning bagi warga negaranya yang akan berkunjung ke Indonesia. Salah satu cara membentuk watak dan pribadi bangsa ialah dengan melalui pendidikan. Jika demikian, bisa dikatakan bahwa ada yang kurang tepat dengan pendidikan Indonesia sehingga sebagian bangsanya menjadi bangsa yang anarkis dan korup. Selain pengajaran agama, salah satu pelajaran yang mengajarkan budi pekerti ialah sastra. Sastra menurut etimologinya adalah tulisan. Sedangkan kesusastraan adalah segala tulisan yang indah. Sastra dalam pemahaman saya, adalah segala bentuk ekspresi dengan memakai bahasa sebagai basisnya....Bukan hanya apa yang tertulis, apa yang tidak tertulis pun bisa masuk dalam sastra. Tidak hanya yang su (indah), catatan-catatan, surat-surat, renungan, berita- berita, apalagi cerita dan puisi, anekdot, graffiti, bahkan pidato, doa dan pernyataan-pernyataan, apabila semuanya mengandung ekspresi, itu adalah sastra. Wijaya (2007) Dengan demikian maka sastra meliputi banyak hal. Sastra, menurut Putu Wijaya, bukan hanya tulisan yang indah saja seperti yang terdapat dalam puisi, prosa, dan drama, tetapi juga semua bentuk ekspresi yang menggunakan bahasa sebagai medianya. Sedangkan dalam pengajaran yang lebih ditekankan ialah pengajaran sastra dalam bentuk puisi, prosa, dan drama. Hal ini untuk membatasi lingkup materi, namun tidak memungkinkan adanya peluang untuk mengajarkan sastra dalam bentuk yang lainnya. Sarjono (1998) mengatakan bahwa sastra dalam banyak hal memberi peluang kepada pembaca untuk mengalami posisi orang lain, sebuah kegiatan berempati kepada nasib dan situasi manusia lain. Membaca sastra berarti mengenal berbagai karakter yang sebagian besar merupakan refleksi dari realitas kehidupan. Dengan demikian, pembaca akan memahami motif yang dilakukan setiap karakter baik yang protagonis maupun yang antagonis sehingga pembaca dapat memahami alasan pelaku dalam setiap perbuatannya. Bahkan jika karakter tersebut adalah karakter yang tidak Rohmy Husniah-Yudhi Arifani , Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / hiski halaman 2 dari 12 Batu, 12-14 Agustus 2008
  • 3. ingin dijumpai oleh pembaca dalam kehidupan nyata karena kejahatannya, maka dalam fiksi pembaca akan bertemu berbagai karakter sehingga pembaca mampu memahami motif dan tujuan mereka tanpa resiko yang membahayakan pembaca. Demikian pentingnya pengajaran sastra untuk membentuk moral yang berbudi mulia maka Putu Wijaya menyatakan bahwa sastra harus dibelajarkan kepada semua jurusan, karena tanpa menguasai sastra, tata bahasa hanya akan menjadi alat menyambung pikiran/logika dan bukan menyambung rasa (2007). Namun pengajaran sastra belum banyak diminati baik oleh para murid maupun mahasiswa. Sastra masih dirasakan sebagai mata pelajaran yang sulit dan kurang bermanfaat karena banyak berimajinasi. Hal ini dikarenakan beberapa hal, antara lain kapasitas pengajar yang tidak berlakang belakang pendidikan sastra sehingga pengajar kurang memahami hakikat pengakjaran sastra, bahan bacaan sastra terutama bahan teori sastra dan pengajaran sastra yang masih sangat terbatas, metode dan teknik pengajaran sastra yang kurang tepat, dan lainnya. Agar tujuan pembelajaran sastra tercapai maka diperlukan metode dan pendekatan yang tepat untuk menyampaikannya dengan baik. Terdapat beberapa pendekatan pengajaran sastra seperti pendekatan moral, estetika dan stilistika, resepsi, hermeneutik dan lainnya. Pada dasarnya semua pendekatan tersebut adalah baik, hanya perlu diperhatikan pendekatan mana yang paling dikuasai oleh seorang guru sastra dan pendekatan mana yang paling sesuai dengan keadaan muridnya. Namun dalam tulisan ini akan diuraikan tentang bagaimana mengajar sastra dengan menggunakan pendekatan moral karena pada hakikatnya membaca sastra ialah untuk mencapai katarsis, suatu perasaan yang tenang dan lega, karena pembaca telah menemukan hakikat hidup dan pesan moral dalam suatu karya sastra. Oleh sebab itu terdapat hubungan yang erat antara pengajaran sastra dengan pembentukan moral. Beberapa penelitian dan penulisan essai tentang pengajaran sastra telah dilakukan salah satunya oleh Dharmojo (1997) menuliskan essai tentang model pembelajaran sastra dengan judul Critical Discourse Analysis (CDA) sebagai Model Pembelajaran Sastra.astra karena beliau merasa prihatin dengan tujuan pendidikan Indonesia untuk membentuk moral bangsa yang belum tercapai. Esai tersebut mengungkapkan bahwa berhasil atau tidaknya pengajaran sastra dipengaruhi oleh beberapa hal: kurikulum, sarana prasarana, minat baca murid, dan iklim bersastra Rohmy Husniah-Yudhi Arifani , Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / hiski halaman 3 dari 12 Batu, 12-14 Agustus 2008
  • 4. pada umumnya. Oleh sebab itu, esai tersebut mengenalkan CDA atau analisis wacana kritis agar para murid diharapkan terbiasa bersikap kritis dan kreatif dalam menanggapi berbagai fenomena dan makna yang terdapat di dalam karya sastra sebagai produk budaya bangsa. Sedangkan untuk penelitian pengajaran sastra dilakukan pada tahun 2007 oleh Heri Kustomo dengan judul Peningkatan Kemampuan Menulis Puisi Mahasiswa VII- D SMPN 1 Rengel Kabupaten Tuban dengan Teknik Personifikasi. Dari hasil penelitiannya, Kustomo menemukan bahwa para murid kelas VIII-D SMPN 1 Rengel yang pada awalnya tidak begitu menyukai pelajaran menulis puisi, pada akhirnya setelah diterapkan pendekatan personifikasi, mereka menjadi menyukainya. Dari hasil kedua penelitian tersebut menunjukan bahwa minat terhadap pengajaran sastra dapat ditumbuh kembangkan dengan model pengajaran yang bervariatif dan tepat sehingga minat siswa terhadap sastra menjadi lebih baik. Selain itu dengan model pengajaran yang tepat sastra tidak hanya mampu meningkatkan kemampuan berfikir kritis (critical thinking) siswa tetapi dapat menanamkan nilai- nilai moral melalui pemahaman makna karya sastra (pesan yang disampaikan didalamnya). Maka makalah ini mencoba memberikan alternatif bagaimana mengungkapkan pesan moral melalui cerita pendek dalam pengajaran sastra. 2. Kajian Teori 2.1 Definisi Sastra Sebelum mendeskripsikan lebih lanjut tentang moral dalam pengajaran sastra, perlu dijelaskan tentang apa sastra itu. Hal ini dimaksudkan agar pembaca lebih memahami apa yang akan dibicarakan dalam tulisan ini. Dengan demikian, pembaca diharapkan mampu melakukan suatu proses penjelajahan yang meningkatkan bukan saja kepekaan dan pemahaman tentang karya satra, tetapi juga rasa sayang setelah mengenal apa itu sastra. Danziger dan Johnson (dalam Budianta, 2006:7) melihat sastra sebagai suatu seni bahasa , yakni cabang seni yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Tidak seperti seni musik dan lukis yang tidak menggunakan media bahasa, maka keberadaan arti sastra juga ditentukan oleh perkembangan bahasa. Lunturnya bahasa Rohmy Husniah-Yudhi Arifani , Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / hiski halaman 4 dari 12 Batu, 12-14 Agustus 2008
  • 5. dengan sendirinya juga mempengaruhi nasib karya sastra. Karya-karya sastra kuno seperti Odysey, Mahabarata, dan sebagainya sudah tidak lagi hidup sebagai sastra, akan tetapi sebagai filsafat (Darma, 1984:51-52). Selain bahasa, pengertian sastra bisa dilihat dari sudut lain seperti yang dikemukakan oleh Wellek dan Warren (1995:3) yang berpendapat bahwa sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. J. Bronowski (dalam Darma, 1984:50) berpendapat bahwa pencapaian manusia dapat dibagi menjadi tiga, yaitu creation , invention dan discovery . Creation atau kreatifitas adalah pencapaian dalam dunia seni, invention dan discovery dalam dunia ilmu pengetahuan. Di antara ketiga pencapaian ini, yang paling murni adalah kreatifitas. Benua Amerika bisa saja ditemukan oleh orang lain jika pada waktu itu Columbus tidak menemukannya. Mesin uap bisa juga ditemukan pada waktu yang berbeda dan penemu pertama yang bukan Thomas Alfa Edison jika saat itu Edison tidak bisa membaca fenomena yang ada. Akan tetapi, Hamlet akan selalu menjadi milik Shakespeare dan tidak akan pernah sama dengan Hamlet yang mungkin ditulis oleh orang lain. Dengan demikian, sastra merupakan suatu ciptaan dari proses kreatifitas dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Sastra bersifat unik dan murni karena tiap individu mempunyai style yang berbeda dalam menuangkan ceritanya. Keberlangsungan suatu karya sastra juga ditentukan oleh perkembangan bahasa dimana sastra bisa saja menjadi bentuk lain seperti menjadi filsafat. 2.2 Pendekatan Moral Sastra harus mampu menjadi wadah penyampaian ide-ide yang dipikirkan dan dirasakan oleh sastrawan tentang kehidupan manusia. Karya sastra amat penting bagi kehidupan rohani manusia. Oleh karena sastra adalah karya seni yang bertulangpunggung pada cerita, maka mau tidak mau karya sastra dapat membawa pesan atau imbauan kepada pembaca (Djojosuroto, 2006:80). Pesan ini dinamakan moral atau amanat . Dengan demikian, sastra dianggap sebagai sarana pendidikan moral (Darma, 1984:47). Moral sendiri diartikan sebagai suatu norma, suatu konsep tentang kehidupan yang dijunjung tinggi oleh sebagian besar masyarakat tertentu (Semi, 1993:49). Namun kepentingan moral dalam Rohmy Husniah-Yudhi Arifani , Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / hiski halaman 5 dari 12 Batu, 12-14 Agustus 2008
  • 6. sastra sering tidak sejalan dengan usaha untuk menciptakan keindahan dalam karya sastra (Darma, 1984:54). Pengalaman mental yang disampaikan pengarang belum tentu sejalan dengan kepentingan moral. Menurut Djojosuroto (2006:81), meski moral yang disampaikan pengarang dalam karya sastra biasanya selalu menampilkan pengertian yang baik, tetapi jika terdapat tokoh-tokoh yang mempunyai sikap dan tingkah laku yang kurang terpuji atau tokoh antagonis, tidak berarti tingkah laku yang kita ambil harus seperti tokoh tersebut. Berdasarkan pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa aspek moral adalah ukuran yang digunakan untuk menentukan betul salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik buruknya berdasarkan pandangan hidup masyarakat. Nilai-nilai moralis yang tercantum dalam karya sastra dapat berbentuk tingkah laku yang sesuai dengan kesusilaan, budi pekerti, dan juga akhlak. Dalam hubungannya dengan pengajaran, maka dapat dikatakan bahwa pendekatan moral adalah seperangkat asumsi yang paling berkaitan tentang sastra dalam hubungannya dengan nilai-nilai moral dan pengajarannya. 2.3 Pengajaran sastra Mengajar berarti menyampaikan atau menularkan (Riberu, 1991:1). Pengajaran berarti sastra berarti adanya penyampaian atau penularan ilmu mengenai suatu ciptaan dari proses kreatifitas dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Ciptaan tersebut bisa berupa puisi, prosa maupun drama. Pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi empat manfaat, yaitu (1) membantu ketrampilan berbahasa, (2) meningkatkan pengetahuan budaya, (3) mengembangkan cipta, rasa, dan karsa, serta (4) menunjang pembentukan watak Rahmanto, dalam Dharmojo (2007). Pendapat Rahmanto senada dengan pendapat Djojosuroto yang mengungkapkan bahwa sastra dalam pengajaran dapat membantu pengajaran kebahasaan karena sastra dapat meningkatkan ketrampilan dalam berbahasa. Sastra dapat membantu pendidikan secara utuh karena sastra dapat meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta, rasa dan karsa, menunjang pembentukan watak, mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, pengetahuan- pengetahuan lain dan teknologi (2006:85). Rohmy Husniah-Yudhi Arifani , Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / hiski halaman 6 dari 12 Batu, 12-14 Agustus 2008
  • 7. 3. Penyampaian Pesan Moral Melalui Cerita Pendek Dalam tulisan ini diambil sebuah contoh karya sastra dalam bentuk cerita pendek yang ditulis oleh pengarang besar Rusia, Leo Tolstoy, dengan judul God Sees the Truth, but Waits (Tuhan Tahu tetapi Menunggu). Penyajian cerita pendek ini berbeda dengan cerita pendek pada umumnya karena nilai moral cerita ini seolah-olah kabur karena Tolstoy lebih tertarik pada daya tarik cerpennya daripada menggambarkan apa yang seharusnya menurut moral terjadi. Cara Tolstoy meretorikakan tokohnya-Aksionov- ibarat sebuah bola yang digiring ke arah jurang, sementara yang lain percaya bahwa memang dia harus dibuang disana (penegak hukum), padahal bukan di sanalah tempat dia (Darma, 1984:60). God Sees the Truth, but Waits menarasikan tentang seorang saudagar muda yang kaya raya, tampan dan baik hati dan gemar menyanyi yang bernama Ivan Dmitrich atau yang biasa disapa dengan Aksenov. Sebelum menikah Aksenov adalah seorang pecandu minuman dan pemarah, namun semuanya berbeda ketika dia telah menikah. Suatu hari Aksenov mengatakan pada istrinya kalau dia akan bepergian untuk keperluan bisnis, namun istrinya melarangnya pergi hari itu karena istrinya bermimpi bahwa suaminya kembali dari kota dengan rambutnya yang sudah menjadi uban. Aksenov hanya tertawa mendengar kepercayaan istrinya tentang tafsir mimpi sehingga ia tetap melanjutkan perjalanan. Di tengah perjalanan, Aksenov berkenalan dengan saudagar yang lain dan kemudian mereka memutuskan untuk tinggal dalam satu kamar di suatu penginapan. Aksenov tidak biasa tidur sore, namun hari itu ia harus melakukannya karena ia berencana untuk melanjutkan perjalanan pada subuh keesokan harinya. Semua berjalan seperti semula, Aksenov melanjutkan perjalanan ketika hari masih gelap. Di tengah perjalanan ia istirahat, dan pada saat itu ia didatangi oleh polisi yang menanyakan tentang semua yang telah dilakukan Aksenov. Setelah menjawab semua dengan jujur dan ramah, barulah Aksenov tahu bahwa temannya yang sekamar dengannya telah digorok lehernya hingga meninggal. Setelah diperiksa, ternyata pisau pelaku kejahatan ada dalam tas Aksenov. Istrinya sangat terpukul mendengar penangkapan suaminya. Saat menjenguk Aksenov, dia merasa sangat sedih melihat istri dan anak-anaknya yang masih sangat Rohmy Husniah-Yudhi Arifani , Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / hiski halaman 7 dari 12 Batu, 12-14 Agustus 2008
  • 8. kecil, bahkan yang satu masih menetek ibunya. Pertemuan itu semakin menambah kesedihan ketika petisinya ditolak oleh kaisar, terlebih ketika istrinya meragukan apakah benar suaminya tidak bersalah. Putus asa dengan bantuan dan empati manusia, Aksenov hanya berharap pada bantuan Tuhan. Aksenov dihukum selama 26 tahun atas kejahatan yang tak pernah dilakukannya, selama itu pula ia hidup sebagai kriminal di Siberia. Di penjara, Aksenov membuat sepatu boot, rajin berdoa dan membaca buku- buku, dan bernyanyi di gereja pada hari Minggu. Para sipir dan kriminal lainnya menyukai Aksenov karena kelembutannya. Mereka menyebutnya Bapa atau Orang Suci . Dia sering dimintai pendapat bila terjadi perselisihan yang tak terselesaikan. Suatu hari datanglah segerombolan penghuni tahanan baru. Salah satunya berusia 60 dan berasal dari kota yang sama dengan Aksenov. Makar Semenich-nama penghuni baru tersebut-ternyata adalah pembunuh saudagar teman Aksenov dulu. Suatu hari Makar berniat kabur dengan membuat lubang bawah tanah dan secara tidak sengaja Aksenov memergokinya. Makar mengancam akan membunuhnya kalau dia bercerita. Lubang tersebut akhirnya diketahui penjaga dan para tahanan diinterogasi, namun tak satupun yang mengaku. Akhirnya para penjaga bertanya pada Aksenov yang jujur dan bijaksana. Ditengah kegundahan, dendam dan benci yang sangat pada Makar, Aksenov memutuskan untuk menjawab bahwa bukan kehendak Tuhan bagi Aksenov untuk menjawab pertanyaan tersebut. Walaupun didesak, Aksenov tetap tidak mengatakannya. Hal ini membuat Makar sangat terenyuh. Dia memohon maaf pada Aksenov malam harinya. Makar berjanji akan mengakui semuanya, namun bagi Aksenov semua tidak ada gunanya karena istrinya telah meninggal dan anak-anaknya melupakannya. Makar semakin sedih dan kembali minta maaf sampai tersedu-sedu sehingga membuat Aksenov juga menangis. Pada saat itu dia mengatakan bahwa Tuhan memaafkan Makar. Perasaan lega dan hilangnya keinginan untuk pulang merupakan akhir yang membebaskan beban Aksenov karena dia hanya berharap akan datangnya kematian. Keinginannya terwujud tepat pada saat dia hendak dibebaskan setelah pengakuan Makar. Rohmy Husniah-Yudhi Arifani , Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / hiski halaman 8 dari 12 Batu, 12-14 Agustus 2008
  • 9. Aksenov merupakan simbol orang jujur dan baik hati namun bernasib sial. Kegemarannya menolong orang dan bicaranya yang cenderung jujur sangat kontradiktif dengan tuduhan pembunuhan yang ditujukan padanya. Balasan yang dia dapat dari perbuatannya sangat tidak setimpal dan penderitaan tersebut dibawa sampai akhir hayatnya. Dengan demikian cerpen ini seolah-olah bertentangan dengan hukum alam . Orang baik yang menemui nasib buruk merupakan tema yang kontradiktif dalam masyarakat Indonesia. Kesulitan di Indonesia adalah adanya semacam tuntutan bahwa sastra harus sepenuhnya bertalian dengan kepentingan moral. Dalam hal ini Arswendo berpendapat (dalam Darma, 1984:62) bahwa Tema yang baik, setiap perbuatan yang buruk akan musnah atau kalah dengan perbuatan yang baik, tidak selalu berarti mutunya baik. Mutu melibatkan pengolahan dan penyuguhan menggambarkan proses untuk menghidupkan tema . Secara umum, tidak seharusnya orang yang tidak bersalah dan baik hati berada dalam penjara, terkurung dan menderita secara lahir-batin sementara orang yang jahat menikmati kebebasannya dan tetap melakukan kejahatannya. Kehilangan keluarga dan kebahagiaan seharusnya menjadi hak dari orang yang suka menebar kejahatan. Penderitaan Aksenov membangkitkan pathos pembaca. Pathos , yang berasal dari bahasa Yunani, mempunyai arti ganda: simpati dengan apa yang terjadi dalam karya sastra dan empathy , yaitu merasa secara langsung terlibat dalam apa yang terjadi dalam karya tersebut (Darma, 1984:61). Kepawaian Tolstoy dalam membangkitkan pathos pembaca mengalir ketika Aksenov dituduh membunuh teman yang baru dikenalnya. Hal ini sangat sulit dipercaya karena pada awal cerita dikisahkan bahwa Aksenov adalah karakter yang baik hati. Tolstoy menggiring emosi pembaca lebih dalam dengan menampilkan keadaan istrinya dan anak-anaknya yang masih sangat kecil untuk menanggung beban kehilangan seorang suami dan ayah yang dihukum atas kejahatan yang tidak dia lakukan. His wife was in despair, and did not know what to believe. Her children were all quite small; one was a baby at the breast (Tolstoy, 1872:3). Rohmy Husniah-Yudhi Arifani , Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / hiski halaman 9 dari 12 Batu, 12-14 Agustus 2008
  • 10. Seiring dengan berkembangnya plot, istrinyapun menyangsikan kejujuran Aksenov. Penderitaan yang mendalam membuat pelaku utama berputus asa akan pertolongan manusia. Hanya kepada Tuhanlah diserahkan segala duka. Pembaca semakin merasa bersimpati atas nasib Aksenov yang tidak dipercaya siapapun dalam cerita. Penderitaan yang dialami Aksenov dikemas dalam bahasa yang menyentuh sehingga membangkitkan empaty pembaca. Pembaca seolah-olah terlibat langsung dengan perasaan Aksenov melalui peristiwa-peristiwa yang dialaminya. ...when he remembered that his wife also had suspected him, he said to himself, It seems that only God can know the truth; it is to Him alone we must appeal and from Him alone expect mercy. And Askenov wrote to more petitions, gave up all hope, and only prayed to God (Tolstoy, 1872:4). Seseorang juga diharapkan berlaku adil dalam memberikan keputusan dengan mengumpulkan bukti-bukti terlebih dahulu sebelum melakukan penangkapan dan penghakiman. Pesan ini disampaikan melalui karakter polisi dan hakim dalam menangkap dan menghukum Askenov. Hanya berdasarkan asumsi bahwa Askenov adalah orang terakhir yang terlihat bersama korban maka seorang polisi menangkap dan menjadikan Askenov kriminal tanpa melakukan penyelidikan terlebih dahulu. Tindakan polisi dan hakim serta kepengecutan pelaku kejahatan (Makar) telah menghancurkan hidup Askenov dan keluarganya secara fisik dan mental. Mereka terpisah untuk selamanya dan tidak dapat menemukan kembali kebahagiaan yang pernah ada ketika keluarga tersebut hidup bersama. Jiwa Askenov telah mati pada hari ketika dia dihukum seperti yang telah dikemukakannya pada Makar ketika Makar hendak mengakui segala perbuatannya. Walaupun demikian, penderitaan panjang Askenov membawanya menjadi seorang yang pasrah dan dekat dengan Tuhan. Kebijaksanaannya memukau karakter lain bahkan, sifatnya yang pengampun menuntun Makar untuk menyadari semua kesalahannya pada Askenov. Keluhuran budi Askenov yang terbentuk dari beban yang tiada ujung merupakan energi penggerak Makar untuk mengingat maaf dari Tuhan selain dari Askenov sendiri. Setelah membaca suatu karya sastra pembaca bisa merasakan tahap katarsis. Catharsis merupakan pembersihan diri setelah menyaksikan atau membaca kisah- Rohmy Husniah-Yudhi Arifani , Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / hiski halaman 10 dari 12 Batu, 12-14 Agustus 2008
  • 11. kisah yang tragis. Setelah membaca pengalaman pahit, tragis, bahkan berdarah yang dialami oleh karakter hingga karakter tersebut dapat melaluinya dengan beragam cara maka pembaca akan mencapai suatu bentuk kelegaan atau katarsis. Lega setelah mengetahui bahwa penjahat akhirnya dihukum, lega setelah menyaksikan bahwa pahlawan dapat menang. Namun tidak semua cerita selalu berakhir dengan kemenangan putih atas hitam, seperti halnya dalam kehidupan nyata. Dengan demikian, untuk mencapai katarsis, pembaca memerlukan tahap sadisme yang dialami tokoh cerita sebelum akhirnya semua masalah terselesaikan. Katarsis yang dirasakan oleh pembaca atas pengakuan Makar serasa tertahan dengan tibanya ujung usia Askenov yang tidak memungkinkannya untuk merajut kembali kebahagiaan yang seharusnya bisa diraihnya atas kebebasannya. Dalam hal ini Leo Tolstoy membuktikan bahwa karya sastra yang bermutu bukan hanya sastra yang happy ending dimana kejahatan selalu kalah dengan kebaikan. Lebih jauh, kehidupan nyata tidaklah sesederhana itu, manusia seringkali harus melalui tahapan yang sulit untuk menunjukkan kualitas dirinya. Dan jika tahapan itu terlalui dengan baik, balasannya tidak selalu dirasakan dalam kehidupan di dunia. Terkadang manusia harus mempertaruhkan kehidupannya untuk mencapai kebahagiaan dan hakikat hidup yang sebenarnya. Telaah moral tersebut diharapkan dapat menghidupkan perasaan mahasiswa akan kepekaan mereka terhadap penderitaan dan penghargaan atas kejujuran dan pengampunan. Dengan ikut bersimpati dan berempati pada suatu karya sastra, maka sastra bukanlah sesuatu yang hanya ditelaah secara kaku dari unsur-unsur struktur pembangunnya secara terpisah. Sastra merupakan suatu penuturan kehidupan yang ditulis dengan makna didalamnya. 4. Kesimpulan Penanaman moral dan budi pekerti dalam pengajaran akan lebih berhasil apabila diberikan kepada anak didik kita melalui karya sastra (cerita pendek, novel, dongeng) tentunya dengan pemilihan karya sastra yang tepat dan sesuai dengan nilai moral akan kita tanamkan kepada anak didik. Mungkin kita masih ingat ketika kita memberikan nasehat kepada orang lain kita sering dianggap menggurui orang tersebut. Namun tidak demikian dengan sastra, pemberian cerita yang tepat kepada Rohmy Husniah-Yudhi Arifani , Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / hiski halaman 11 dari 12 Batu, 12-14 Agustus 2008
  • 12. anak didik akan mampu menamkan nilai-nilai moral dan pekerti yang lebih mendalam serta mampu mingkatkan kempuan kognitif untuk lebih kritis menelaah suatu permasalahan. DAFTAR PUSTAKA Budianta, Melani, dkk. 2006. Membaca Sastra Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi. Magelang: Indonesiatera. Darma, Budi. 1984. Sejumlah Esai Sastra. Jakarta: PT Karya Unipress. Dharmojo, 2007. Critical Discourse Analysis (CDA) sebagai Model Pembelajaran Sastra: http://cakrawalasastraindonesia.blogspot.com Djojosuroto, K. 2006. Analisis Teks Sastra dan Pengajarannya. Yogyakarta: Pustaka Rooijakkers. 1991. Mengajar dengan Sukses. Jakarta: Gramedia Widiasarana Sukardi. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Wellek dan Warren. 1995. Teori Kesusastraan (Terjemah oleh Melani Budianta). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Wijaya, Putu. 2007. Pengajaran Sastra http://putuwijaya.wordpress.com/2007/11/03/pengajaran-sastra/ diakses 1 Juli 2008 Sarjono, Agus R. 2008: http://www.pusatbahasa.diknas.go.id/laman/nawala.php?info=artikel&infocm d=show&infoid=29&row=1 diakses 1 Juli 2008 ------. 2003. The Best Stories and Tales of Leo Tolstoy. India: Crest Publishing House. Rohmy Husniah-Yudhi Arifani , Konferensi Internasional Kesusastraan XIX / hiski halaman 12 dari 12 Batu, 12-14 Agustus 2008
  • 13. This document was created with Win2PDF available at http://www.daneprairie.com. The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only.