PNI didirikan pada 1927 di Bandung oleh Soekarno dan tokoh nasionalis lainnya untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. PNI dengan cepat merekrut anggota dan mengadakan pertemuan umum yang dihadiri massa besar karena pidato-pidato Soekarno. Pemerintah kolonial Belanda menganggap PNI ancaman dan menangkap Soekarno beserta pemimpin PNI lainnya pada 1929.
1. Partai Nasional Indonesia (PNI) dibentuk di Bandung padatanggal 4 Juli 1927 dengan tokoh-tokohnya
Ir. Soekarno, Iskaq, Budiarto, Cipto Mangunkusumo,Tilaar, Soedjadi, dan Sunaryo.
Dalam pengurus besar PNI, Ir. Soekarno ditunjuk sebagai ketua, Iskaq sebagai sekretaris
sekaligus merangkap sebagai Bendhara, dan Dr. Samsi sebagai komisaris partai. Sementara
itu, dalam perekrutan anggota disebutkan bahwa mantan anggota PKI tidak diperkenankan
menjadi anggota PNI, juga pegawai negeri yang memungkinkan berperan sebagai mata-mata
pemerintah kolonial Hindia-Belanda.
Dalam anggaran dasarnya dinyatakan bahwa tujuan PNI adalah hendak bekerja untuk
kemerdekaan Indonesia. Tujuan tersebut hendak dicapai dengan asas “percaya pada diri
sendiri.” Artinya, memperbaiki keadaan politik, ekonomi, dan sosial dengan kekuatan dan
kebiasaan sendiri. Sikapnya yang non-kooperatif diwujudkan antara lain dengan tidak ikut
dalam dewan-dewan yang dibentuk oleh pemerintah kolonial.
Cabang-cabang pertama PNI didirikan di Bandung, Surabaya, dan Batavia. Menyusul
kemudian pada tahun 1928 berdiri cabang lainnya, seperti di Yogyakarta, Semarang,
Pekalongan, Palembang, Makassar dan Manado. Pada akhir tahun 1928, anggota PNI
mengalami kenaikan yang pesat hingga mencapai 3860 orang. Kenaikan terseb ut merupakan
hasil dari propaganda yang sangat aktif dilakukan. Jelas sekali bahwa popularitas rapat-rapat
umum yang diselenggarakan oleh PNI itu disebabkan pengaruh Ir. Soekarno dengan pidato-pidatonya
yang sangat khas dan mamu menarik perhatian dan simpa ti dari masyarakat
banyak.
Ada dua macam cara yang dilakukan oleh PNI untuk memperkuat diri dan pengaruhnya di
dalam masyarakat.
a. Usaha ke dalam, yaitu usaha-usaha terhadap lingkungan sendiri, antara lain mengadakan
kursu-kursus, mendirikan sekolah-sekolah, dan bank-bank.
b. Usaha ke luar dengan memperkuat opini publik terhadap tujuan PNI, antara lain melalui
rapat-rapat umum dan menerbitkan surat kabarBanteng Priangan di Bandung dan Persatuan
Indonesia di Batavia.
Kegiatan PNI yang dengan cepat dapat menarik massa yang sangat banyak membuat suatu
kecemasan dan kekhawatiran tersendiri di kalangan pemerintahan kolonial Hindia-Belanda.
Gubernur Jenderal yang berkuasa pada saat itu dalam pembukaan sidang Volksraad pada
tanggal 15 Mei 1928 mengharapkan kesadaran rakyat terhadap nasionalisme yang ekstrem.
Dikemukakan juga bahwa sikap non-kooperatif yang dijalankan oleh PNI bersifat
bermusuhan terhadap pemerintah. Meskipun ada peringatan halus tersebut, cabang-cabang
PNI malah bermunculan di berbagai wilayah Indonesia. Hingga pada akhir tahun 1929,
kandidiat anggota PNI berjumlah sekitar 10.000 orang, di antaranya 6000 orang di daerah
Priangan, Bandung.
Propaganda PNI menimbulkan suatu dorongan baru dalam pikiran dan perasaan orang
Indonesia. Propaganda itu dirancang oleh Perhimpunan Indonesia dan dilaksanakan oleh PNI.
Dalam melaksanakan kegiatannya, PNI juga banyak dibantu oleh tokoh-tokoh mantan
anggota Perhimpunan Indonesia. Apabila dibandingkan dengan jumlah anggota Sarekat
Islam, jumlah anggota PNI memang jauh lebih kecil. Akan tetapi, pengaruh Ir. Soekarno
sebagai seorang pemimpin PNI dan pemimpin Indonesia telah meluas dan meresap di
lakangan masyarakat luas Indonesia.
2. Sukses yang dicapati oleh PNI tidak lepas dari paham yang dianutnya, yaitu Marhaenisme.
Kata Marhaen menurut Soekarno adalah nama seorang petani kecil yang dijumpainya dan
menurutnya mewakili kelas sosial yang rendah (dapat dibandingkan juga sebagai golongan
Proletaratau golongan Plebians seperti di zaman Romawi kuno). Di dalam perjuangan
nasional, nasib kaum Marhaen harus ditingkatkan. Hal itu dapat dilakukan dengan gerakan
massa menuntut kemerdekaan sebagai syarat terciptanya kondisi hidup yang lebih baik bagi
kaum Marhaen.
Tindakan progresif PNI dilakukan dengan mengadakan rapat-rapat umum yang selalu
dibanjiri massa. Hal itu tidak terlepas dari peran Ir. Soekarno sebagai seorang orator ulung
dengan menggunakan bahasa-bahasa yang mudah dimengerti oleh rakyat. Gerakan-gerakan
massa yang dipelopori oleh PNI menimbulkan kecurigaan dan kegelisahan pemerintah
kolonial. Selain itu, ada pula kecurigaan bahwa PNI memiliki suatu hubungan erat dengan
Perhimpunan Indonesia serta kaum Komunis. Oleh karena itu, pemerintah kolonial
menganggap tindakan-tindakan PNI itu sebagai hasutan terhadap rakyat, bahkan dianggap
sebagai serangan kaum Komunis kedua setelah pemberontakan PKI di tahun 1926.
Kemajuan yang dicapai oleh PNI juga telah mengkhawatirkan orang-orang reaksioner
Belanda di Indonesia. Mereka kemudian membentukVanderlandsche Club pada tahun 1929.
Organisasi itu kemudian mendesak kepada pemerintah kolonial agar segera mengambil suatu
tindakan tegas terhadap PNI. Demikian juga banyak surat kabar Belanda yang mengadakan
kampanye aktif melawan propaganda PNI.
Para pejabat kolonial di daerah-daerah juga menjalankan sebuah aturan yang sangat ketat,
antara lain melarang pegawai negeri dan militer menjadi anggota PNI, memperketat perizinan
untuk mengadakan rapat-rapat, dan memperkeras pengawasan. Sementara itu, para pemuka
PNI dari cabang-cabang semakin tidak dapat mengendalikan semangatnya untuk mengadakan
pergerakan-pergerakan massa.
Peningkatan kegiatan rapat-rapat umum di cabang-cabang sejak bulan Mei 1929
menimbulkan suasana yang tegang. Pemerintah kolonial Belanda lebih banyak melakukan
pengawasan secara tegas terhadap kegiatan-kegiatan PNI yang dianggap membahayakan
keamanan dan ketertiban. Sering kali polisi menghentikan pidato karena ucapan-ucapan
dalam pidato tersebut sangat menghasut rakyat. Akhirnya, pemerintahan HindiaBelanda
beranggapan bahwa tiba saatnya untuk melakukan suatu tindakan terhadap PNI. Bahkan,
Gubernur Jenderal de Graeff telah mendapatkan tekanan dari golongan konservatif Belanda
yang tergabung juga dalamVanderlansche Club untuk bertindak tegas karena mereka
berkeyakinan bahwa PNI melanjutkan taktik PKI.
Pemerintah kolonial Hindia-Belanda kemudian melakukan penangkapan dan penggeledahan
di banyak tempat. Pada tanggan 29 Desember 1929, Ir. Soekarno (Ketua PNI), R. Gatot
Mangkupraja (Sekretaris II PB PNI), Maskoen Sumadireja (Sekretaris II Pengurus PNI
cabang Bandung), dan Supriadinata (anggota PNI cabang Bandung) ditangkap oleh polisi
Belanda di Yogyakarta. Selain itu, di Batavia dilakukan penggeledahan dan penangkapan, di
Bandung 41 penangkapan, di Cirebon 24 penangkapan, di Pekalongan 42 penangkapan, di
Sukabumi dan Cianjur 31 penangkapan, Surakarta 11 penangkapan, di Medan 25
penangkapan, serta di tempat-tempat lain di Indonesia yang jumlah semuanya lebih dari 400
penangkapan. Kaum pergerakan nasional melakukan protes keras, demikian halnya
Perhimpunan Indonesia, Partai Buruh dan Partai Komunis di negeri Belanda itu sendiri.
3. Empat tokoh PNI yang ditangkap tersebut kemudian diajukan ke pengadilan di Bandung.
Sidang pengadilan itu dilakukan pada tanggal 18 Agustus hingga 29 September 1930. Dalam
sidang tersebut, Ir. Soekarno membacakan sebuah pidato pembelaan yang berjudul Indonesia
Menggugat. Dalam pidato pembelaannya itu, Ir. Soekarno menandaskan “K ini telah jelas
bahwa pergerakan nasional di Indonesia bukanlah bikinan kaum intelektual dan kaum
komunis saja, tetapi merupakan reaksi umum yang wajar dari rakyat jajahan yang dalam
batinya telah merdeka. Revolusi Industri adalah revolusinya zaman sekarang, bukan
revolusinya sekelompok-kelompok rakyat kecil kaum intelektual, tetapi revolusinya bagian
terbesar rakyat di dunia yang terbelakang dan diperbodoh.” Pada tanggal 22 Desember 1930,
para pemimpin PNI tersebut dijatuhi hukuman penjara di Sukamiskin, Bandung.