SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  211
I. PENDAHULUAN
1.   Pengertian dan Fungsi Hukum Acara Perdata
2.   Sumber-sumber Hukum Acara Perdata
3.   Asas-asas Hukum Acara Perdata
II. KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA
1.   Kekuasaan Kehakiman yang Mandiri
2.   Badan Peradilan Negara
3.   Lingkungan Lembaga Peradilan
4.   Kompetensi Lembaga Peradilan
III.TATA CARA PENGAJUAN TUNTUTAN HAK
1.   Pengertian Tuntutan Hak Keperdataan
2.   Pihak-pihak dalam Perkara Perdata
3.   Tata Cara Pengajuan Gugatan
4.   Penggabungan Tuntutan Hak
5.   Upaya-upaya Menjamin Hak
IV.PROSES PEMERIKSAAN PERKARA DI
SIDANG PENGADILAN
  1.   Pencabutan dan Perubahan Gugatan
  2.   Putusan Gugur,Verstek dan Putusan Damai
  3.   Jawaban Tergugat
  4.   Proses Pembuktian dan Macam-macam Alat Bukti
V. PUTUSAN HAKIM DAN
PELAKSANAANNYA
1.   Pengertian Putusan dan Macam-macam Putusan
2.   Upaya Hukum Terhadap Putusan Hakim
3.   Syarat-syarat Pelaksanaan Putusan Hakim
4.   Tata Cara Pelaksanaan Putusan Hakim
1.1. Pengertian dan Fungsi Hukum Acara
Perdata

Hukum Acara Perdata ------- adalah Peraturan
 Hukum yang mengatur tentang bagaimana caranya
 menjamin ditaatinya hukum perdata material dengan
 perantaraan hakim(Mertokusumo,1998:2)
Pengertian dan Fungsi Hukum Acara
Perdata
Hukum Acara Perdata-------- adalah seperangkat
 norma hukum yang mengatur bagaimana caranya
 menegakkan hukum perdata material,khususnya
 dalam hal terjadi pelanggaran hak atas subyek
 hukum tertentu oleh subyek hukum yang lain
 melalui perantaraan hakim untuk mencegah
 terjadinya perbuatan main hakim sendiri
Pengertian dan Fungsi Hukum Acara
Perdata
Hukum Acara Perdata ---------- secara kongkrit
 hukum acara perdata mengatur tentang bagaimana
 caranya mengajukan tuntutan hak,memeriksa dan
 memutusnya serta pelaksanaan daripada putusannya
 (Mertokusumo,1998:2)
1.2. Sumber-sumber Hukum Acara Perdata
 Sumber Hukum material yaitu sumber hukum
   dalam arti bahan diciptakannya atau disusun
   suatu norma hukum.

 Sumber Hukum Formal yaitu sumber hukum
   dalam arti dapat ditemukannya atau dapat
   digalinya satu norma hukum sebagai satu dasar
   yuridis suatu peristiwa hukum atau suatu
   hubungan hukum tertentu.
Sumber Hukum Material
Sumber dalam arti sumber filosofis;


Sumber dalam arti sumber sosiologis;


Sumber dalam arti sumber historis;


Sumber dalam arti sumber yuridis.
Sumber Hukum Formal
      Sumber Hukum Tertulis

 HIR,RBg,RV
 Undang-undang No 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
 UU No.3 Tahun 2009 dan UU No.5 Tahun 2004 Perubahan atas
  Undang-undang No.14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung
 UU No. 49 Tahun 2009 danUU No.8 Tahun 2004 Perubahan atas
  undang-undang No.2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum
 UU No 50 Tahun 2009 dan UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan
  atas UU No 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
 Undang-undang No.18 Tahun 2003 Tentang Advokat
 Undang-undang Khusus lainnya dan peraturan-peraturan pelaksana
  lainnya dalam bidang peradilan
Sumber Hukum Formal
     Sumber Hukum Tidak Tertulis

 Yurisprudensi


 Doktrin dan ilmu Pengetahuan
1.3. Asas-Asas Hukum Acara perdata
 Asas Hukum adalah dasar-dasar filosofis yang
 menjadi       dasar(ratio legis) norma hukum yang
 mengandung nilai-nilai dan tuntutan-tuntutan etis
 yang menjadi jembatan antara peraturan-peraturan
 hukum dan cita-cita social serta pandangan etis
 masyarakat.
Asas Hakim Bersifat Menunggu
 Adalah asas yang menyatakan ada tidaknya perkara
  di muka hakim tergantung inisiatif dari para pihak
  sendiri yang berkepentingan, Hakim lebih bersifat
  menunggu sampai perkara diajukan di hadapannya.
Ius Curia Novit
 Pengadilan atau hakim tidak boleh menolak untuk
 menerima,memeriksa ,mengadili dan memutus suatu
 perkara yang diajukan,sekalipun dengan dalih bahwa
 hukum tidak ada atau kurang jelas,melainkan wajib
 untuk memeriksa dan mengadilinya ( Pasal 10 ayat (1)
 UU No.48 Tahun 2009 )----- Hakim dianggap tahu
 akan hukumnya (ius curia novit).
Hukum Tidak Ada / Kurang
Jelas
 Dalam hal hukumnya tidak ada atau kurang jelas
 hakim wajib menggali,mengikuti dan memahami
 nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup
 dalam masyarakat ( Pasal 5 ayat (1) UU No. 48
 Tahun 2009)

Penafsiran Hukum
Yurisprudensi
Doktrin dan ilmu pengetahuan
Kebiasaan dalam Praktek Peradilan
Asas Hakim Bersifat Pasif
  Dalam memeriksa perkara hakim tidak ikut
  menentukan luas pokok perkara,luas pokok
  perkara ditentukan sendiri oleh para pihak,apa
  yang diinginkan untuk diperiksa,diadili dan
  diputuskan oleh hakim menjadi hak
  sepenuhnya dari para pihak. Pengadilan atau
  hakim hanya mempunyai tugas untuk
  membantu pencari keadilan dan berusaha
  mengatasi segala hambatan dan rintangan
  untuk dapat tercapainya peradilan yang
  sederhana,cepat dan biaya ringan ( Pasal 4 ayat
  (2) UU No.48 Tahun 2009)
Hakim Wajib Memeriksa dan Mengadili
 Hakim Wajib memeriksa dan mengadili seluruh
 gugatan dan hakim dilarang untuk menjatuhkan
 putusan atas perkara yang tidak dituntut atau
 lebih dari yang dituntut, dalam hal hakim
 memutuskan melampaui batas kewenangannya
 maka putusannya dapat dibatalkan oleh
 pengadilan yang lebih tinggi, putusan dapat
 dimintakan banding,kasasi maupun peninjauan
 kembali.
Asas Sidang Terbuka Untuk Umum
 Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka
 untuk umum,kecuali Undang-undang
 menentukan lain ( Pasal 13 ayat (1) UU No.48
 Tahun2009) , sidang pengadilan dapat
 dihadiri,didengar dan dilihat oleh siapapun
 kecuali oleh orang-orang yang memang dilarang
 oleh undang-undang, tidak dipenuhinya asas ini
 berakibat putusan hakim menjadi batal demi
 hukum ( Pasal 13 ayat (3) UU No.48 Tahun 2009 )
Tujuan Sidang Terbuka Untuk Umum
 Untuk menjamin terlaksananya sistem peradilan yang
 obyektif,adil dan fair serta memungkinkan adanya
 control social dari masyarakat.
Pengecualian Asas Sidang Terbuka Untuk
Umum
 sidang dapat dilakukan secara tertutup dalam hal:
 menyangkut perkara anak-anak,perkara
 kesusilaan,perkara yang berkaitan dengan ketertiban
 umum dan rahasia negara,perkara perkawinan dan
 perceraian.
Asas Mendengar Kedua Belah Pihak ( audi
et alteram partem )
 Kedua belah pihak yang bersengketa ,baik
 penggugat maupun tergugat harus didengar
 keterangannya secara sama dan adil,hakim tidak
 boleh memihak dan berat sebelah dalam
 memeriksa dan memutus perkara, hakim harus
 obyektif,adil dan fair dalam memperlakukan para
 pihak yang bersengketa“ Pengadilan mengadili
 menurut hukum dan tidak membeda-bedakan
 orang ( Pasal 4 ayat (1) UU No.48 Tahun 2009).
Asas Putusan hakim Harus Disertai Alasan-
alasan
“ Segala putusan Pengadilan selain harus memuat
 alasan dan dasar putusan tersebut,memuat pula pasal
 tertentu dari peraturan perundangan yang
 bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang
 dijadikan dasar untuk mengadili ( Pasal 50 ayat (1) UU
 No. 48 Tahun 2009 )”
Dasar Alasan Putusan hakim
Alasan Berdasarkan Fakta-faktanya

Alasan Berdarkan Hukumnya

 Dasar alasan Putusan Hakim menjadi ukuran
 atau parameter adil,obyektrif,fair tidaknya suatu
 putusan hakim. Putusan Hakim Harus dapat
 dipertanggungjawabkan pada para
 pihak,masyarakat,hakim yang lebih tinggi dan
 pada dunia ilmu pengetahuan.
Asas beracara dikenakan biaya
Berperkara di pengadilan tentu diperlukan biaya. Asasnya
 biaya ringan,sehingga dapat ditanggung oleh masyarakat.
 Biaya perkara meliputi,biaya kepaniteraan,biaya
 pemanggilan para pihak maupun para saksi,biaya meterai
 dan sebagainya.
 Persekot biaya perkara untuk pertama kalinya
 dibayarkan oleh pihak penggugat bersama-sama pada
 waktu mengajukan gugatannya, sedangkan siapa yang
 harus menangung beban biaya perkara pada prinsipnya
 adalah para pihak sendiri, dalam praktek beban biaya
 perkara ditentukan oleh hasil dari putusan pengadilan.
Biaya Perkara
Dalam hal tuntutan dikabulkan biaya perkara
 dibenankan pada pihak tergugat
Dalam hal tuntutan tidak dikabulkan biaya
 perkara ditanggung oleh penggugat
Dalam hal ada putusan damai,biaya perkara
 ditentukan sendiri oleh penggugat dan tergugat
 dalam perdamaiannya.
Perkara Prodeo
 Bagi pihak-pihak yang tidak mampu dapat
 mengajukan permohonan agar perkaranya diperiksa
 secara Cuma-Cuma (prodeo ) dengan disertai surat
 keterangan tidak mampu dari pemerintah setempat,
 biaya perkara ditanggung oleh negara ( Pasal 56 ayat
 (2) UU No. 48 Tahun 2009 )
Asas tidak ada keharusan untuk mewakilkan
 Pada rinsipnya dalam perkara perdata para pihak
 dapat beracara sendiri di muka pengadilan tanpa
 harus mewakilkan pada seorang wakil atau kuasa
 hukum,tetapi para pihak dapat juga mewakilkan atau
 menguasakan pada orang lain untuk beracara di
 muka pengadilan sebagai kuasa hukumnya.
Bantuan Hukum
Setiap orang yang tersangkut perkara berhak
 memperoleh bantuan hukum ( Pasal 56 ayat (1) UU
 No. 48 Tahun 2009 )
Wakil /Kuasa berdasarkan undang-undang
(wettelijke vertegenwoodig atau legal
mandatory )
    undang-undanglah yang telah menetapkan seseorang atau badan
    untuk dengan sendirinya menurut hukum bertindak sebagai wakil
    dari orang atau badan tanpa memerlukan surat kuasa.

  Contoh :
   Wali terhadap anak di bawah perwaliannya
   Orang tua terhadap anak-anaknya yang belum dewasa
   kurator terhadap orang-orang yang ada di bawah kuratelenya
   BHP,Orang atau Badan yang ditunjuk sebagi curator dalam
    kepailitan.
Wakil atau kuasa berdasarkan perjanjian
   Wakil atau kuasa berdasarkan adanya perjanjian
 pemberian kuasa untuk melakukan suatu perbuatan
 hukum tertentu ,misalnya kuasa khusus untuk
 mengajukan gugatan ke pengadilan negeri antara
 seorang penggugat dengan pengacaranya.
Acara Kepailitan
   Dalam acara khusus permohonan pernyataan
 pailit ,ketentuan asas tidak ada keharusan untuk
 mewakilkan menjadi tidak berlaku dengan adanya
 ketentuan bahwa setiap permohonan yang
 berkaitan dengan kepailitan harus diajukan oleh
 seorang kuasa(Advokat) sebagaimana diatur
 dalam Pasal 7 UU No37 Tahun 2004 tentang
 kepailitan.
. Asas obyektifitas
 Hakim dalam menerima,memeriksa,mengadili dan
 memutuskan setiap perkara harus berlaku
 adil,obyektif dan fair tidak boleh memihak pada salah
 satu pihak kedua belah pihak harus diperlakukan
 secara imbang.
jaminan penerapan asas obyektifitas
Sebagai jaminan penerapan asas obyektifitas ada beberapa
 asas yang terkait dan saling mendukung,misalnya adanya
 asas sidang terbuka untuk umum,asas mendengar kedua
 belah pihak,asas putusan disertai alasan-alasan,asas hakim
 majelis dan lain sebaginya,di samping itu untuk lebih
 menjamin asas obyektifitas pada para pihak diberikan
 adanya “hak ingkar (recusatie atau hak wraking)”

“Pihak yang diadili mempunyai hak ingkar terhadap
 hakim yang akan mengadili perkaranya ( Pasal 17 ayat (1)
 UU No. 48 Tahun 2009 ) “
Hak Ingkar
 adalah hak seorang yang diadili untuk mengajukan
 keberatan yang disertai dengan alasan terhadap
 seorang hakim yang mengadili perkaranya (Pasal 17
 ayat (2) UU No.48 Tahun 2009)
Dasar Alasan Hak Ingkar
    Dasar alasan pengajuan hak ingkar ( Pasal 17 ayat (3,4,5) UU No.48
    Tahun 2009, Pasal 374 ayat (1) HIR) :

 Apabila seorang hakim terikat hubungan keluarga sedarah atau
    semenda sampai derajat ketiga,atau hubungan suami atau istri
    meskipun telah bercerai,dengan ketua,salah seorang hakim
    anggota,jaksa,advokat,atau panitera;

     apabila ketua majelis,hakim anggota,jaksa,atau panitera terikat
    hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau
    hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan pihak
    yang diadili atau advokat;

 apabila hakim atau panitera mempunyai kepentingan langsung atau
    tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa.
Hak Ingkar
Berdasarkan alasan yang sama seorang hakim
 atau panitera wajib untuk mengundurkan diri
 baik atas keinginan sendiri maupun atas
 permintaan pihak-pihak yang berkepentingan.
Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap alasan
 pada ayat (5) maka putusan hakim menjadi tidak
 sah dan terhadap hakim atau panitera yang
 bersangkutan dikenakan sanksi administrative
 atau pidana berdasarkan peraturan perundang-
 undangan yang berlaku ( Pasal 17 ayat (6) UU
 No.48 Tahun 2009 ).
. Asas sistem majelis
 “Semua pengadilan memeriksa,mengadili dan
  memutus dengan sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang
  hakim kecuali undang-undang menentukan lain
  (Pasal 11 ayat (1) UU No.48 Tahun 2009) “
1.      Asas Demi Keadilan Berdasarkan
        Ketuhanan Yang Maha Esa ( Pasal 2
        ayat (1) UU No.48 Tahun 2009)


     Setiap putusan pengadilan dalam kepala
     putusannya harus mencantumkan klausula Demi
     Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
     Esa,klausula ini merupakan klausula eksekutorial.
     Tidak dipenuhinya asas ini dalam
     putusan,berakibat putusan tidak dapat
     dilaksanakan dan putusan menjadi batal demi
     hukum
Asas peradilan yang sederhana,cepat dan
biaya ringan( Pasal 2 ayat (4) UU No.48
Tahun 2009 )
Sederhana dalam pengertian bahwa peradilan
 dilaksanakan dengan cara-cara yang tidak formalistis,tidak
 memerlukan birokrasi yang sulit serta acaranya mudah
 difahami oleh masyarakat;
Cepat,dalam pengertian bahwa proses peradilan
 dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu yang
 penyelesaiannya dapat diukur secara pasti dan jelas dalam
 waktu berapa lama suatu perkara dapat diselesaikan oleh
 hakim pada semua tingkat;
Biaya ringan,proses peradilan tentu memerlukan
 biaya,hanya saja tentunya biaya yang dibebankan selaras
 dan sebanding dengan perkara yang diajukan dan dapat
 ditanggung oleh masyarakat.
II. KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA
Kekuasaan Kehakiman Yang Mandiri
mandiri dalam tugas yudisial
mandiri dalam bidang administrasi
mandiri dalam bidang organisasi
mandiri dalam bidang financial
Kekuasaan kehakiman Yang Merdeka
“ Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara
 yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
 guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan
 pancasila demi terselenggaranya negara hukum
 Republik Indonesia ( Pasal 1 butir 1 UU No. 48 Tahun
 2009 ) “
Kekuasaan Kehakiman Yang Merdeka
“ Kekuasaan kehakiman yang merdeka mengandung
 pengertian bahwa kekuasaan kehakiman bebas dari segala
 campur tangan pihak kekuasaan ekstra yudisial,kecuali
 dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam Undang-
 Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (Penjelasan Pasal 1
 UU No.4 / 2004 )”

“ Kebebasan dalam melaksanakan wewenang yudisial
 bersifat tidak mutlak karena tugas hakim adalah untuk
 menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan
 pancasila,sehingga putusannya mencerminkan rasa
 keadilan rakyat Indonesia (penjelasan Pasal 1 UU No.4
 Tahun 2004 ) “
Kemandirian Peradilan
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya hakim dan
 hakim konstitusional wajib menjaga kemandirian
 peradilan
Bebas dari campur tangan pihak luar dan bebas dari
 segala bentuk tekanan, baik fisik maupun psikis
Kekuasaan Kehakiman Yang Merdeka
 “ Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh
 pihak lain di luar kekuasaan kehakiman
 dilarang,kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut
 dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
 1945 ( Pasal 3 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 )
Kebebasan Wewenang Yudisial
Bersiafat tidak Mutlak dan Dibatasi Oleh :

 Nilai-nilai Norma Hukum;


 Nilai-nilai Keadilan;


 Nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945
2. Badan Peradilan Negara dan Lingkungan
Peradilan
“ Semua peradilan di seluruh wilayah negara Republik
  Indonesia adalah peradilan negara dan ditetapkan
  dengan Undang-undang{ Pasal 2 ayat (3) UU No.48
  Tahun 2009}”
Penyelenggaraan Kekuasaan
Kehakiman
 “ Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman…..
 dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan
 badan peradilan yang berada di bawahnya dalam
 lingkungan peradilan umum,lingkungan
 peradilan agama,lingkungan peradilan
 militer,lingkungan peradilan tata usaha
 negara,dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi
 (Pasal 2 Jo Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) UU No 4
 Tahun 2004,Pasal 18 UU No.48 tahun 2009) “
Organisasi,administrasi,dan financial
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada
 di bawahnya berada di bawah kekuasaan Mahkamah
 agung ( Pasal 21 ayat ( 1 ) UU No. 48 tahun 2009)
Mahkamah Konstitusi berada di bawah kekuasaan
 dan kewenangan Mahkamah Konstitusi ( Pasa 29 ayat
 (4) UU No.48 Tahun 2009)
Skema Kekuasaan Kehakiman
                       MAHKAMAH              MAHKAMAH
                        AGUNG                KONSTITUSI


    PENGADILAN    PENGADILAN
      TINGGI     TINGGI AGAMA     MAHMILTI           PT TUN




    PENGADILAN   PENGADILAN
      NEGERI       AGAMAI         MAHMIL              PTUN




     Umum          Agama          Militer       Tata Usaha Negara
Pengadilan Khusus
“ Pengadilan Khusus hanya dapat di bentuk dalam salah
 satu lingkungan peradilan sebagimana dimaksud dalam
 Pasal 10 yang diatur dengan Undang-undang (Pasal 15 ayat
 (1) UU No. 4 Tahun 2004 )
“ Pengadilan khusus,antara lain,adalah pengadilan
 anak,pengadilan niaga,pengadilan hak asasi
 manusia,pengadilan tindak pidana korupsi,pengadilan
 hubungan industrial yang berada di lingkungan peradilan
 umum dan perdilan pajak di lingkungan peradilan tata
 usaha negara ( penjelasan Pasal 15 ayat (1) UU No. 4 / 2004
Peradilan syariah Islam
 “ Peradilan syariah Islam di Propinsi Nanggroe
 Aceh Darrussalam merupakan pengadilan khusus
 dalam lingkungan peradilan agama sepanjang
 kewenangannya menyangkut kewenangnan
 peradilan agama dan merupakan penagdilan
 khusus dalam lingkungan peradilan umum
 sepanjang kewenangannya menyangkut
 kewenangan pengadilan umum (Pasal 15 ayat (2)
 UU No.4 / 2004 )
Pengadilan syariah Islam
 Terdiri atas Mahkamah Syariah untuk tingkat
 pertama dan Mahkamah syariah Propinsi untuk
 tingkat banding……… ( Penjelasan Pasal 15 ayat (2)
 UU No. 4 Tahun 2004 ) “
2.4. Kompetensi Lembaga Peradilan
Kompetensi / kewenangan absulut
 Adalah merupakan Kewenangan lembaga peradilan dalam
  menerima, memeriksa dan mengadili serta memutus suatu perkara
  tertentu berdasarkan atribusi kekuasaan kehakiman yang secara
  mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan peradilan lain,baik dalam
  lingkungan badan peradilan yang sama,maupun dalam lingkungan
  peradilan yang berbeda.

 Kopetensi absulut terkait dengan pertanyaan peradilan apakah yang
  mempunyai kopetensi atau kewenangan untuk memeriksa suatu jenis
  perkara tertentu. Apakah peradilan umum,peradilan agama,atau
  peradilan lainnya
Kopetensi Absolut Lingkungan Peradilan
Umum
Kompetensi Absolut Pengadilan Negeri
Menerima,memeriksa,mengadili dan memutus
 semua perkara atau sengketa keperdataan pada
 tingkat pertama ( Pasal 50 UU No.2 /1986 Jo UU
 No. 8 /2004)
Menerima,memeriksa,mengadili dan memutus
 perkara pidana pada tingkat pertama ( Pasal 50
 UU No.2 /1986 Jo UU No.8 /2004 )
Menerima,memeriksa,mengadili dan memutus
 pada tingkat pertama perkara koneksitas.
Perkara Koneksitas
 Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh
 mereka yang termasuk lingkungan peradilan
 umum dan lingkungan peradilan militer,diperiksa
 dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan
 peradilan umum,kecuali dalam keadaan tertentu
 menurut keputusan Ketua Mahkamah Agung
 perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh
 pengadilan dalam lingkungan peradilan militer “
 ( Pasal 24 UU No. 4 / 2004
Kompetensi Absulut Pengadilan Tinggi
 Menerima,memeriksa,mengadili dan memutuskan perkara/sengketa
  perdata pada tingkat banding atas putusan pengadilan tingkat
  pertama ( Pasal 51 ayat (1) UU No.2 /1986 Jo UU No 8 /2004 )
 Menerima,memeriksa,mengadili dan memutus perkara pidana pada
  tingkat banding atas putusan pengadilan tingkat pertama ( Pasal 51
  ayat (1) UU No. 2 /1986 Jo UU No.8 /2004 )
 Menerima,memeriksa,mengadili dan memutus ditingkat pertama dan
  terakhir sengketa kewenangan mengadili antara pengadilan negeri di
  daerah hukumnya(menyangkut kopetensi relatif---- Pasal 51 Ayat (2)
  UU No. 2 / 1986 Jo UU No.8 /2004 )
 Menerima,memeriksa dan mengadili serta memutus pada tingkat
  pertama dan terakhir perkara /sengketa perdata secara prorogasi
  (Pasal 3 ayat (1),(2) UU Dar. 1 /1951 ,Pasal 128 (2) RO dan Pasal 85 RBg
Kompetensi Absulut Mahkamah Agung

mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan
 yang diberikan pada tingkat terakhir oleh
 pengadilan di semua lingkubngan peradilan yang
 berada di bawah Mahkamah Agung ( Pasal 11 ayat
 ( 2 ) huruf a UU No.4 /2004 )
 menguji peraturan perundang-undangan di
 bawah undang-undang terhadap undang-undang
 ( Pasal 11 ayat ( 2) huruf b UU No. 4 / 2004 )
 memeriksa,mengadili dan memutus sengketa wewenang mengadili : a. antara
  pengadilan di lingkungan peradilan yang satu dengan pengadilan dalam
  lingkungan peradilan yang lain, b. antara dua pengadilan yang ada dalam
  derah hukum pengadilan tingkat banding yang berlainan dari lingkungan
  peradilan yang sama dan c. antara dua pengadilan tingkat banding di
  lingkungan peradilan yang sama atau antara lingkungan peradilan yang
  berlainan ( Pasal 33 ayat (1) UU No. 14 / 1985 )

 Semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya
  oleh kapal perang RI diputus oleh MA dalam tingkat pertama dan terakhir
  ( Pasal 33 ayat (2) UU No. 14 / 1985

 Permohonan peninjauan kembali atas putusan yang telah memperoleh
  kekuatan hukum yang tetap ( Pasal 34 UU No.14 / 1985 ).
Kopetensi absulut Mahkamah Konstitusi
 Mahkamah konstitusi berwenang mengadili pada
 tingkat pertama dan terakhir yang putusannya
 bersifat final untuk: (Pasal 12 ayat (1) UU No.4 /
 2004 )
menguji undang-undang terhadap Undang-
 Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;
memutus sengketa kewenangan lembaga negara
 yang kewenangannya diberikan oleh Undang-
 Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 ;
memutus pembubaran partai politik;
memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan
 Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan /atau Wakil
 Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum
 berupa pengkianatan terhadap negara, korupsi,
 penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan
 tercela,dan /atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai
 Presiden dan /atau wakil Presiden Pasal 12 ayat ( 2 ) UU
 No. 4 / 2004 ).
Kompetensi Relatif
 Adalah kewenangan lembaga peradilan dalam
 menerima,memeriksa,mengadili dan memutus suatu
 perkara tertentu berdasarkan wilayah hukum suatu
 pengadilan berdasar distribusi kekuasaan kehakiman.
 Kompetensi relative menyangkut pertanyaan ke
 pengadilan negeri manakah suatu perkara harus
 diajukan ?
Kompetensi Relative Ditemukan
Pengaturannya dalam Pasal 118 HIR atau
Pasal 142 RBg :
  Sebagai asas ditentukan bahwa Pengadilan Negeri di
   tempat tinggal tergugat yang wenang untuk memeriksa
   gugatan atau tuntutan hak,asas ini disebut asas actor
   sequitur forum rei ( Pasal 118 ayat (1) HIR,142 ayat (1)
   RBg )
  Apabila tergugat tidak mempunyai tempat tinggal yang
   dikenal atau tempat tinggalnya yang nyata tidak dikenal
   atau tergugat tidak dikenal,maka gugatan diajukan
   kepada pengadilan negeri di tempat tergugat sebenarnya
   tinggal ( Pasal 118 ayat (1) HIR,142 ayat (1) RBg )
 Dalam hal ada domisili pilihan maka gugatan di ajukan kepada
  pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal
  atau domisili pilihan tersebut ( Pasal 118 ayat (4) HIR,142 ayat (4) RBg)
  ------ domisili /tempat tinggal pilihan harus dibuat dengan akta oleh
  para pihak (Pasal 24 BW)
 Dalam hal pihak tergugatnya lebih dari seorang dan tempat
  tinggalnya tidak dalam satu wilayah hukum pengadilan negeri ,maka
  gugatan dapat diajukan kepada pengadilan negeri di tempat salah satu
  tergugat bertempat tinggal. Penggugat dapat memilih salah satu
  pengadilan di wilayah hukum para tergugat bertempat tinggal (Pasal
  118 ayat (2) HIR,Pasal 142 ayat (3) RBg )
Dalam hal tergugatnya terdiri orang-orang yang
 berhutang (debitur) dan penanggung,maka
 gugatan diajukan kepada pengadilan negeri yang
 meliputi wilayah hukum tempat tinggal si
 berhutang atau debitur (Pasal 118 ayat (2) HIR,142
 ayat(2) RBg )
Dalam hal obyek gugatan adalah benda tetap
 maka gugatan diajukan ke pengadilan negeri yang
 wilayah hukumnya meliputi letak benda tetap
 tersebut -------- asas forum rei sitae ( Pasal 118 ayat
 (3) HIR,Pasal 142 ayat (5) RBg
Dalam hal tergugat tidak mempunyai tempat tinggal
 yang dikenal maupun tempat tinggal yang nyata atau
 apabila tergugat tidak dikenal,gugatan dapat diajukan
 kepada pengadilan negeri di tempat penggugat
 tinggal ( Pasal 118 ayat(3) HIR, 142 ayat (3) RBg) -----
 bentuk penyimpangan atas asas actor sequitur forum
 rei.
Terhadap kompetensi relatif apabila tidak ada
 eksepsi maka pengadilan tetap mempunyai
 kewenangan untuk memeriksa dan mengadili
 perkara yang telah diajukan oleh penggugat.
 Ketidak wenangan pengadilan dengan alasan
 melanggar kompetensi relatif harus berdasarkan
 adanya eksepsi dari salah satu pihak yang
 bersengketa (pihak tergugat). Sedangkan
 menyengkut kompetensi absulut ada atau tidak
 eksepsi hakim harus menyatakan dirinya tidak
 wenang.
III. TATA CARA PENGAJUAN TUNTUTAN HAK
3.1. Pengertian Tuntutan hak

Tuntutan hak adalah suatu upaya yang bertujuan
 untuk memperoleh perlindungan hukum atas hak
 –hak tertentu yang dimiliki oleh seseorang
 melalui proses peradilan yang dibenarkan
 menurut hukum untuk mencegah terjadinya
 “eigenrichting”atau perbuatan main hakim sendiri
 dalam melaksanakan haknya sehingga
 menimbulkan perbuatan melawan hukum yang
 dapat merugikan pihak lainnya.
Macam-macam Tuntutan Hak
 Tuntutan hak yang tidak mengandung
   sengketa.



 Tuntutan hak yang mengandung sengketa
Tuntutan hak yang tidak mengandung
sengketa
 Yaitu tuntutan hak yang diajukan di muka
   sidang pengadilan tanpa didahului adanya
   persengketaan di antara pihak pihak yang
   berkepentingan atau yang terlibat di
   dalamnya.

 Pengajuannya berbentuk permohonan.

 Sistem peradilan yang dipakai adalah
   sistem volunteer (peradilan yang tidak
   sesungguhnya ).
Tuntutan hak yang mengandung sengketa
 Yaitu tuntutan hak yang diajukan oleh pihak-pihak yang
  berkepentingan di muka pengadilan yang didahului
  adanya persengketaan atau perselisihan atas suatu hak
  tertentu di antara pihak-pihak yang berkepentingan.
 Berbentuk gugatan atau tuntutan perdata
  sebagaimana yang diatur dalam Pasal 118 ayat (1) HIR
  atau Pasal 142 ayat (1) RBg
 Sistem peradilan yang dipakai adalah peradilan
  Contentieus (peradilan yang sesungguhnya)
Perbedaan Permohonan dan Gugatan
Dilihat dari para pihaknya, dalam permohonan pada
 umumnya pihaknya hanya ada pemohon,tetapi tidak
 menutup kemungkinan juga ada pihak termohonnya.
 Dalam gugatan para pihaknya terdiri dari dua pihak yaitu
 pihak penggugat dan pihak tergugat dan dimungkinkan
 juga berperkara dengan pihak ketiga yang masuk dalam
 sengketa mereka.
Dilihat dari bentuk pengajuan perkaranya berbentuk
 permohonan dan gugatan berbentuk gugatan.
Dilihat dari sistem peradilannya,permohonan masuk
 dalam sistem peradilan volunteer sedang gugatan masuk
 dalam sistem peradilan kontentieus.
Dilihat dari fungsi dan tugas hakim,dalam permohonan
 hakim lebih bersifat sebagai administrator,sedang dalam
 gugatan hakim bersifat mengadili diantara kedua belah
 pihak antara yang salah dan yang benar.
Dilihat dari putusan yang dihasilkan oleh hakim,dalam
 permohonan bentuk putusannya berupa
 penetapan,sedangkan dalam gugatan berbentuk
 keputusan.
Pada umumnya putusan atas permohonan yang berupa
 penetapan tidak memerlukan eksekusi,sedang putusan
 atas gugatan pada umumnya memerlukan eksekusi.
3.3. Tata Cara Pengajuan Gugatan di
Pengadilan
 Gugatan dapat diajukan secara lisan maupun secara tertulis

 Isi Gugatan,dalam HIR maupun Rbg tidak mengatur tentang apa yang
  harus dicantumkan dalam gugatan,HIR dan RBg hanya mengatur
  tentang tata caranya mengajukan gugatan.
 untuk mengisi kekosongan hukum ini ketentuan RV (hukum acara
  perdata untuk golongan Eropa ) dapat dijadikan rujukan dalam
  menyusun surat gugatan dengan merujuk ketentuan Pasal 119 HIR dan
  Pasal 143 RBg yang memberi wewenang ketua pengadilan negeri
  berkuasa untuk memberi nasehat dan pertolonggan kepada orang
  yang mengugat atau kepada wakilnya tentang hal memasukkan
  gugatannya.
ISI SURAT GUGATAN ( Pasal 8 No.3 RV):
Identitas dari para pihak,baik penggugat maupun
 pihak tergugatnya.
Dalil-dalil Kongkrit adanya hubungan hukum yang
 merupakan dasar serta alasan dari tuntutan
 (Fundamentum Petendi atau posita)
Tuntutan yang dikehendaki oleh pihak penggugat
 (Petitum )
Identitas Para Pihak
Nama Penggugat dan Tergugat;
Umur Penggugat Maupun Tergugat;
Pekerjaan dari Penggugat dan Tergugat
Tempat Tinggal / Domisili / Tempat Kedudukan
 Penggugat dan Tergugat,dll
Fundamentum Petendi atau posita
Tentang Faktanya (kejadian atau peristiwanya);



Tentang Hukumnya
Tuntutan (Petitum )
 Yaitu tentang apa yang dimintakan atau diharapkan
 oleh pihak penggugat untuk diputuskan oleh hakim.
 Tuntutan harus lengkap ,jelas dan sempurna,tuntutan
 yang tidak lengkap,jelas dan sempurna akan berakibat
 tidak diterimanya tuntutan .
Tuntutan atau petitum
Tuntutan pokok atau tuntutan primer


Tuntutan Pengganti atau tuntutan subsider


Tuntutan Tambahan
Tuntutan pokok atau tuntutan primer
 Yaitu tuntutan yang sifatnya pokok terkait dengan
 hubungan hukum yang terjadi di antara para pihak
 yang harus dipenuhi oleh pihak tergugat sebagai
 bentuk prestasi tertentu.
Tuntutan Pengganti atau tuntutan subsider
 Yaitu tuntutan yang diajukan oleh penggugat yang
  sifatnya adalah untuk menggantikan tuntutan primer
  dalam hal nantinya tuntutan primer tidak dikabulkan
  oleh hakim. Tuntutan subsider harus sebanding
  dengan tuntutan primer.
Tuntutan Tambahan
 Adalah tuntutan yang sifatnya menambah tuntutan pokok atau
  tuntutan subsider,tuntutan tambahan dapat berupa:
    tuntutan agar tergugat dihukum membayar beaya perkara;
    tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar sejumlah bunga
     tertentu;
    tuntutan agar tergugat dihukum membayar sejumlah uang paksa;
    dalam hal gugat cerai,sering disertai dengan tuntutan tambahan atas
     nafkah istri,pembagian harta bersama,atau hak pengasuhan atas anak;
    tuntutan agar putusan dinyatakan dapat dilaksanakan terlebih
     dahulu,meskipun ada upaya hukum perlawanan,banding maupun
     kasasi (Uit voerbaar bij vooraad )
Syarat-sayarat dapat dikabulkannya
tuntutan Uit voebaar bij voorraad (Pasal
180 HIR,Pasal 191 RBg ) antara lain :
          ada surat yang sah (autentik titel )

          apabila ada tulisan yang mempunyai kekuatan
           pembuktian

          apabila ada putusan yang telah mempunyai kekuatan
           hukum yang tetap

          apabila dikabulkan suatu tuntutan provisional

          dalam hal perselisihan tentang hak milik
  
Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No.
06 Tahun 1975 tanggal 1 Desember 1975 Jo
Surat Edaran Mahkamah Agung No.03
Tahun 1978 tanggal 1 April 1978,


   Mahkamah Agung meminta agar para hakim
   tidak menjatuhkan putusan Uit Voerbaar bij
   voorraad,walaupun syarat-syarat yang
   ditentukan dalam pasal 180 ayat (1) HIR telah
   dipenuhi,kecuali dalam hal-hal yang tidak dapat
   dihindarkan misalnya putusan yang sifatnya
   sangat eksepsional
putusan yang sifatnya sangat eksepsional
      putusan itu diberikan apabila ada penyitaan conservatoir yang
       harga barangnya tidak cukup untuk memenuhi gugatan

      jikadipandang perlu dapat dimintakan jaminan pada pihak
       pemohon,yang berupa benda-benda jaminan yang mudah
       disimpan dan tidak boleh menerima penanggung (borg)
       untuk menghindarkan masuknya pihak ketiga di dalam
       proses.
Dalam Praktek
 Tuntutan tambahan sering juga dirumuskan
 dalam bentuk yang beraneka ragam,sering juga
 dalam tuntutan tambahan ditambahkan
 permintaan “Mohon putusan yang seadil-
 adilnya dari hakim “ atau “ Agar Hakim
 Mengadili Menurut Keadilan Yang Benar “
Dengan petitum tambahan yang demikian itu
 diharapkan hakim dapat memutuskan secara
 bebas menurut nilai-nilai keadilan dan
 hukum dalam hal petitum primer maupun
 sekunder tidak dikabulkan.
3.4. Penggabungan atau kumulasi tuntutan
Kumulasi/penggabungan subyektif




Kumulasi /penggabungan obyektif
Kumulasi/penggabungan subyektif
 Yaitu kumulasi yang menyangkut subyek-subyek yang
 ada dalam perkara yang sedang terjadi,misalnya
 penggugatnya terdiri dari beberapa orang atau
 sebaliknya tergugatnya yang terdiri dari beberapa
 orang tergugat atau penggugat maupun tergugatanya
 lebih dari seorang.
exception plurium litis consortium
 Yaitu eksepsi yang menyatakan bahwa masih ada
 orang lain yang harus diikutkan sebagai pihak
 tergugat dalam perkara yang diajukan oleh pihak
 penggugat.
Kumulasi /penggabungan obyektif
 Yaitu penggabungan tuntutan yang menyangkut obyek
  tuntuan,dalam kumulasi ini penggugat mengajukan
  lebih dari satu tuntutan dalam satu perkara secara
  sekaligus atas beberapa hubungan hukum atau
  peristiwa hukum ,baik yang saling berhubungan satu
  sama lain maupun tidak saling berhubungan.
Ada tiga hal yang tidak dimungkinkan
adanya penggabungan atau kumulasi secara
obyektif

    1.   Dalam hal tuntutan yang satu diperlukan acara
         khusus (misalnya gugat cerai ) dan tuntutan yang
         satunya lagi harus diperiksa dengan acara biasa
         (misalnya gugat utang piutang );
    2.   Dalam hal hakim tidak wenang secara relative
         untuk memeriksa salah satu tuntutan yang
         digabung bersama-sama dalam satu gugatan;
    3. Tuntutan yang menyangkut tentang bezit
         egendom atau penguasaan dan kepemilikan.
Kumulasi dan Konkursus
Kumulasi harus dibedakan dengan “Konkursus” yang
 merupakan kebersamaan adanya beberapa tuntutan
 hak yang kesemuanya menuju pada satu akibat hukum
 yang sama,apabila satu tuntutan sudah terpenuhi
 maka tuntutan lainnya juga sekaligus terkabulkan..
Berperkara dengan pihak ketiga
Dengan cara campur tangan(Intervensi )



Dengan cara penanggungan atau garansi (Vrijwaring
 )
Dengan cara campur tangan
( Intervensi )
Intervensi merupakan bentuk berperkara
 dengan pihak ketiga dengan cara masuknya
 pihak ketiga dalam sengketa yang terjadi
 diantara pihak penggugat dan tergugat
 didasarkan atas keinginan dan kemauan dari
 pihak ketiga itu sendiri.
Dengan cara penanggungan atau garansi
(Vrijwaring )
Dalam Vrijwaring masuknya pihak ke tiga dalam
 sengketa yang terjadi di antara penggugat dan
 tergugat berdasarkan keinginan dari penggugat
 atau tergugat yang secara sengaja menarik pihak
 ke tiga masuk dalam sengketa mereka.
Bentuk Campur Tangan / Intervensi
 bersifat menyertai ( Voeging ), dalam intervensi ini pihak ke tiga yang
  masuk dalam sengketa antara penggugat dan tergugat bersifat
  memihak untuk membela kepentingan salah satu pihak yang
  bersengketa,yang lazimnya membela kepentingan dari pihak tergugat.
  Dalam intervensi ini sesungguhnya pihak intervinin masuk dalam
  sengketa dengan tujuan untuk membela hak-haknya sendiri dengan
  jalan membela salah satu pihak yang bersengketa.

 Intervensi yang bersifat menengahi (Tussenkomst ) , masuknya
  pihak ketiga dalam sengketa berdiri di antara kepentingan penggugat
  dan kepentingan tergugat,tujuan intervinin masuk dalam sengketa
  adalah untuk mempertahankan hak dan kepentingan hukumnya
  sendiri ,guna mencegah timbulnya kerugian atau kehilangan hak
  sebagai akibat adanya sengketa diantara penggugat dan
  tergugat,sehingga perlu campur tangan dari pihak intervinin.
Bentuk Penanggungan / Garansi
(Vrijwaring)
Vrijwaring formil yaitu apabila seorang diwajibkan untuk
  menjamin orang lain menikmati suatu hak atau benda
  yang bersifat kebendaan dan semata-mata hanya
  menyangkut hak –hak yang bersifat kebendaan.

Vrijwaring sederhana atau garansi simple ini terjadi
  apabila sekiranya tergugat dikalahkan dalam sengketa
  yang sedang berlangsung mempunyai hak untuk menagih
  kepada pihak ke tiga ( penanggung ) dengan melunasi
  hutangnya mempunyai hak untuk menagih kepada
  debitur
Penarikan pihak ketiga dengan vrijwaring dapat
 dilakukan oleh tergugat sebelum tergugat
 memberikan jawabannya,sedang bagi penggugat
 sebelum memberikan repliknya.
3.5. Upaya-upaya Untuk
Menjamin Hak
Macam-macam sita Jaminan atau
Conservatoir beslag
Conservatoir beslag atas barang miliknya
 sendiri(milik penggugat atau pemohon )

Conservatoir Beslag atas barang milik
 debitur/tergugat/termohon
Conservatoir beslag atas barang
miliknya sendiri
 Dalam sita jaminan ini barang yang menjadi
   obyek penyitaan adalah barang milik dari pihak
   penggugat atau pemohon sendiri yang dikuasai
   oleh pihak lain,dalam sita ini tujuannya bukan
   untuk menjamin suatu tuntutan berupa tagihan
   uang atau pembayaran sejumlah uang
   tertentu,akan tetapi lebih dimaksudkan hanya
   untuk mejamin suatu hak kebendaan dari
   pemohon(penggugat) dan penyitaan akan
   berakhir dengan diserahkan benda obyek
   penyitaan.
Macam-macam Sita Jaminan atas Barang
Sendiri

 Revindikatoir beslag ;



 Sita Marital
Revindikatoir beslag
Yaitu penyitaan yang dilakukan atas permohonan pemilik
 barang bergerak yang ada di tangan pihak orang lain
 atau di bawah kekuasaan orang lain (tergugat atau
 termohon ) secara lisan maupun secara tertulis ke
 pengadilan negeri di tempat orang yang menguasai benda
 tersebut bertempat tinggal

Dalam permohonan sita revindikatoir tidak diperlukan
 adanya alasan yang berupa praduga bahwa termohon ada
 etikat tidak baik untuk mengalihkan barang dimaksud
 (Pasal 226 HIR )
Unsur-unsur Revindicatoir Beslag
   Obyek penyitaan harus berupa barang bergerak;
   Barang bergerak tersebut merupakan barang milik
    penggugat atau pemohon yang dikuasai oleh tergugat
    atau termohon;
   Permintaan/permohonan harus diajukan kepada ketua
    pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi
    tempat tinggal termohon;
   Permohonan dapat diajukan secara lisan maupun
    tertulis;
   Barang yang menjadi obyek penyitaan harus
    diterangkan secara seksama dan terinci.
Sita Marital
Sita Marital yaitu sita atas barang milik sendiri
 yang terjadi dalam hal ada gugat cerai , sita ini
 dikenal dalam sistem hukum acara untuk
 golongan orang Barat yang diatur dalam Pasal 823
 a RV dan seterusnya , sita marital dimohonkan
 oleh pihak istri terhadap harta bersama yang
 dikuasai oleh suami, baik yang berupa barang
 bergerak maupun benda tetap,tujuan dari
 penyitaan ini adalah untuk menjamin agar
 barang-barang yang disita tidak jatuh atau
 dialihkan pada pihak ketiga.
Conservatoir Beslag atas barang milik
debitur/tergugat/termohon
   Bentuk penyitaan inilah yang merupakan bentuk penyitaan yang
    sesungguhnya yang bersifat Conservatoir Beslag (CB) sebagimana
    ditentukan dalam Pasal 227 HIR ayat (1) “Jika ada persangkaan yang
    beralasan,bahwa orang yang berhutang sebelum dijatuhkan
    keputusan kepadanya,atau sedang keputusan yang dijatuhkan
    kepadanya,belum dapat dijalankan,berusaha akan menggelapkan
    atau akan mengankut barangnya ,baik yang tetap maupun tidak
    tetap dengan maksud akan menjauhkan barang itu dari penagih
    hutang,maka ketua atas permohonan pihak yang berkepentingan
    untuk itu (pemohon/penggugat) dapat memberikan perintah
    supaya barang itu disita untuk menjaga hak pemohon……”.
Unsur-unsur Conservatoir Beslag
       pengajuan conservatoir beslag harus ada alasan praduga
        bahwa tergugat sebelum putusan dijatuhkan atau
        dilaksanakan beritikat tidak baik untuk mengalihkan atau
        menggelapkan barang-barangnya;
       barang yang menjadi obyek penyitaan adalah milik dari
        pihak tergugat/termohon,bukan milik dari pihak penggugat
        atau pemohon;
       permohonan Conservatoir Beslag diajukan pada ketua
        pengadilan negeri yang memeriksa perkara yang
        bersangkutan;
       permohonan conservatoir beslag diajukan secara tertulis;
       obyek penyitaan Conservatoir beslag dapat berupa benda
        bergerak,benda tidak bergerak atau benda bergerak milik
        tergugat yang dikuasai oleh pihak ketiga.
Perbedaan Pokok antara Conservatoir
Beslag dan Revindicatoir Beslag :
   Obyek permohonan Conservatoir Beslag adalag benda bergerak maupun benda
    tetap milik dari debitur/tergugat/termohon maupun benda bergerak milik
    debitur/tergugat/termohon yang dikuasai oleh pihak ketiga,Sedangkan dalam
    Revindikatoir Beslag obyek penyitaan adalah benda bergerak milik dari
    penggugat/pemohon sendiri yang dikuasai oleh tergugat.

   dalam Conservatoir Beslag permohonannya harus disertai adanya alasan yang
    berupa praduga adanya itikat tidak baik dari pihak tergugat untuk mengalihkan
    /menggelapkan barangnya, sedangkan dalam Revindikatoir Beslag alasan itu tidak
    diperlukan.

   Permohonan atas Conservatoir Beslag diajukan dengan surat tertulis, Sedang dalam
    Revindikatoir beslag dapat secara lisan maupun tertulis
.
   Dalam Conservatoir Beslag bertujuan untuk pembayaran sejumlah uang tertentu,
    sedang dalam Revindicatoir Beslag bertujuan untuk penyerahan atas barang atau
    benda yang menjadi obyek penyitaan.
Persamaan Conservatoir Beslag dan
Revindicatoir Beslag :

     Sama-sama untuk menjamin tuntutan dalam hal tuntutan dikabulkan;

     dapat dinyatakan syah dan berharga apabila gugatan dikabulkan dan
      pengajuannya memenuhi syarat berdasar undang-undang;

     dalam hal gugatan ditolak atau dinyatakan tidak dapat diterima,maka
      Conservatoir Beslag maupun Revindicatoir Beslag akan diperintahkan
      untuk diangkat, hal ini ditegaskan dalam Pasal 227 ayat (4) “ Jika
      gugatan itu diterima,maka penyitaan itu disahkan,jika itu ditolak maka
      diperintahkan supaya dicabut penyitaan itu “
IV. PROSES PEMERIKSAAN DI SIDANG
PENGADILAN
4.1. Pencabutan dan Perubahan
Gugatan
Pencabutan gugatan pada prinsipnya
 diperbolehkan,pencabutan gugatan dapat dilakukan oleh
 penggugat,perkara mau dilanjutkan atau tidak
 sesungguhnya menjadi hak dan kewenangan dari para
 pihak sendiri.

Pencabutan gugatan dapat dilakukan :

 Sebelum pihak tergugat memberikan jawaban dan;

 sesudah pihak tergugat memberikan jawabannya
Pencabutan Gugatan Sebelum Tergugat
Memberikan Jawaban


  Gugatan dapat dicabut begitu saja oleh pihak
   penggugat tanpa perlu mendapatkan ijin atau
   persetujuan dari pihak tergugat
  Terhadap gugatan yang dicabut sebelum ada
   jawaban,dikemudian hari apabila penggugat
   berkeinginan untuk mengajukan gugatannya
   kembali masih dimungkinkan.
pencabutan gugatan dilakukan setelah
pihak tergugat memberikan jawaban

  Pencabutan Surat Gugatan harus mendapatkan
   persetujuan dari pihak tergugat. Dalam hal tida
   mendapatkan persetujuan dari pihak tergugat maka
   pencabutan tidak dapat dilakukan.
  Gugatan yang dicabut setelah ada jawaban dari pihak
   tergugat,maka bagi penggugat dikemudian hari sudah
   tidak dapat mengajukan gugatannya kembali,oleh
   karena penggugat sudah dianggap melepaskan hak-
   haknya secara suka rela terhadap pihak tergugat.
Penambahan dan perubahan
gugatan
Penambahan atau perubahan gugatan pada
 prinsipnya juga diperbolehkan,HIR tidak
 mengatur tentang masalah penambahan dan
 perubahan gugatan,termasuk hal apa yang boleh
 dan tidak boleh untuk ditambah atau dirubah.
 Dalam praktek perubahan dan penambahan
 diperbolehkan sepanjang tidak merugikan para
 pihak khususnya kepentingan pihak tergugat dan
 penambahan atau perubahan tersebut tidak
 menambah atau merubah tentang pokok
 perkaranya.
4.2. Putusan Gugur,Verstek dan Putusan
Damai
Putusan Gugur
Adalah putusan yang dijatuhkan oleh hakim diluar
 hadirnya pihak penggugat atau wakilnya pada
 sidang yang pertama sekalipun yang bersangkutan
 sudah dilakukan pemanggilan secara benar,syah dan
 patut untuk hadir di muka sidang pengadilan pada
 waktu yang sudah ditentukan
Pasal 124 HIR
“ Jikalau sipenggugat,walaupun dipanggil dengan
 patut,tidak menghadap pengadilan negeri pada
 hari yang ditentukan itu dan tidak juga menyuruh
 seorang lain menghadap selaku wakilnya,maka
 gugatannya dipandang gugur dan sipenggugat
 dihukum membayar biaya perkara;akan tetapi
 sipenggugat berhak,sesudah membayar biaya
 yang tersebut,memasukkan gugatannya sekali lagi
 “
Pemanggilan benar,syah dan patut
Pemanggilan dilakukan dan diberikan secara langsung
 pada yang bersangkutan atau wakilnya di tempat tinggal
 atau domisilinya.
Dalam hal panggilan tidak dapat diberikan secara
 langsung pada yang bersangkutan maka surat panggilan
 disampaikan melalui kepala desa atau lurah di tempat
 tinggal yang bersangkutan
Dalam hal tempat tinggal atau domisili yang bersangkutan
 tidak diketahui atau tidak dikenal maka surat panggilan
 harus ditempel di kantor pengadilan yang bersangkutan
 dan di kantor wali kota atau bupati.
Pemanggilan Benar,Syah dan Patut
Surat panggilan harus memperhatikan masa tenggang
 waktu yang patut antara diterimanya pemanggilan dengan
 waktu sidang,sekurang-kurangnya panggilan disampaikan
 tiga hari kerja sebelum sidang dimulai.
Pemanggilan dilakukan oleh juru sita dan dibuatkan
 berita acara pemanggilan pihak-pihak.
Di dalam praktek biasanya pemanggilan akan dilakukan
 oleh pengadilan pada para pihak dua kali berturut-
 turut,baru kalau pemanggilan kedua tidak hadir juga
 dapat dijatuhkan putusan gugur.
Putusan Verstek( Pasal 125 HIR )
   Jika sitergugat,walaupun sudah dipanggil dengan patut tidak
    menghadap pada hari yang ditentukan,dan tidak juga
    menyuruh seorang lain menghadap selaku wakilnya,maka
    gugatan itu diterima dengan putusan tak hadir,kecuali jika nyata
    kepada pengadilan negeri,bahwa gugatan itu melawan hak atau
    tidak beralasan
   Akan tetapi jika sitergugat dalam surat jawabannya
    mengajukan perlawanan (tangkisan) bahwa pengadilan
    negeri tidak berhak menerima perkara itu,hendaklah
    pengadilan negeri,walaupun si tergugat sendiri atau wakilnya
    tidak menghadap,sesudah didengar sipenggugat,mengadili
    perlawanannya dan hanya kalau perlawanannya itu
    ditolak,maka putusan dijatuhkan mengenai pokok perkara.
Putusan Verstek
   Jika gugatan diterima,maka putusan pengadilan negeri
    dengan perintah ketua diberitahukan kepada orang
    yang dikalahkan,dan serta itu diterangkan kepadanya
    bahwa ia berhak dalam waktu dan dengan cara yang
    ditentukan dalam Pasal 129,mengajukan perlawanan
    terhadap putusan tak hadir itu pada majelis pengadilan
    itu juga
   Di bawah keputusan tak hadir itu panitera pengadilan
    mencatat,siapa yang diperintahkan menjalankan
    pekerjaan itu dan pakah diberitahukannya tentang hal
    itu baik dengan surat maupun dengan lisan.
Syarat-syarat putusan verstek yang
mengabulkan gugatan (Pasal 125 ayat (1)
HIR :

  Tergugat atau para tergugat kesemuanya tidak
   datang pada hari sidang pertama yang telah
   ditentukan;
  Tidak menyuruh wakilnya untuk datang pada
   sidang yang pertama;
  Telah dilakukan pemanggilan secara benar,sah
   dan patut;
  Petitum tidak melawan hak;
  Petitum beralasan
verszet (Perlawanan )
Terhadap putusan Verstek yang isinya mengabulkan
 gugatan pihak tergugat dapat mengajukan verszet
 (Perlawanan ) pada pengadilan negeri yang telah
 memutus putusan verszet tersebut.
Tenggang waktu untuk
mengajukan perlawanan
Dalam waktu 14 hari setelah putusan verstek
 diberitahukan kepada pihak yang dikalahkan itu
 sendiri
Sampai hari kedelapan setelah teguran seperti
 yang dimaksud dalam Pasal 196 HIR,apabila yang
 ditegur tidak datang menghadap
Kalau tidak datang waktu ditegur,sampai hari
 kedelapan setelah sita eksekutorial (197 HIR ).
Upaya Banding Atas Putusan
Verstek
Terhadap putusan verstek yang isinya menolak
 gugatan,bagi pihak penggugat dapat mengajukan
 upaya hukum banding ke pengadilan tinggi
 berdasarkan ketentuan tentang upaya hukum
 banding
Putusan Damai
Putusan Damai adalah putusan pengadilan yang
 dijatuhkan oleh hakim berdasarkan hasil perdamaian
 para pihak yang telah disepakati dalam akta
 perdamaian
Putusan damai bersifat menghukum kedua belah
 pihak untuk mematuhi dan mentaati isi perdamaian
 yang telah disepakati oleh penggugat dan tergugat
Perdamaian Di Luar Sidang
Perdamaian yang dilakukan di luar
 sidang,berlakunya bagi para pihak tidak beda halnya
 dengan perjanjian pada umumnya,perdamaian
 mengikat seperti halnya undang- undang bagi
 penggugat maupun tergugat dan sifat berlakunya
 mengikat dengan etikat baik.
Perdamaian Di Dalam sidang
 Perdamaian yang dilakukan di dalam sidang
 (akta perdamaian) yang dikuatkan dalam bentuk
 putusan damai,mempunyai kekuatan hukum
 seperti putusan pengadilan yang sudah
 memiliki kekuatan hukum yang tetap(in
 kracht van gewijsde) mempunyai kekuatan
 mengikat dan memaksa bagi para
 pihak,putusan damai bersifat final and binding.
Jawaban Tergugat dan Gugat Balik
(Rekonvensi)
 Jawaban yang tidak secara langsung mengenai
   pokok perkara berupa tangkisan atau eksepsi

 Jawaban yang menyangkut pokok perkara (verweer
   ten principale )
Tangkisan(Eksepsi)
eksepsi prosesuil (processueel ) yaitu eksepsi
 yang menyangkut acara pemeriksaan perkara di
 pengadilan (Eksepsi yang diatur dalam HIR)

eksepsi berdasar hukum material yaitu eksepsi
 yang sudah masuk dalam materi gugatan atau
 sudah menyangkut pokok perkara (diatur dalam
 ketentuan RV)
eksepsi prosesuil (processueel )
Eksepsi tentang ketidak wenangan hakim dalam
 memeriksa suatu perkara tertentu ,baik menyangkut
 kopetensi absulut maupun relative.
Eksepsi bahwa hakim telah melanggar asas nebis in idem.
Eksepsi bahwa perkara yang sama sedang diperiksa oleh
 pengadilan negeri yang lain.
Eksepsi bahwa perkara sedang diperiksa oleh pengadilan
 banding atau kasasi.
Eksepsi bahwa yang bersangkutan tidak mempunyai
 kualifikasi / sifat untuk bertindak di muka pengadilan.
eksepsi berdasar hukum material
 eksepsi delatoir yaitu eksepsi yang
   menyatakan,bahwa gugatan penggugat belum
   dapat dikabulkan,misalnya karena penggugat
   telah memberikan penundaan pembayaran dan
   sebagainya.

 eksepsi peremptoir adalah eksepsi yang bersifat
   menghalangi dikabulkannya gugatan,misalnya
   gugatan yang diajukan sudah lampau waktu,
   atau bahwa utang yang menjadi dasar gugatan
   telah dihapuskan.
Jawaban Yang Menyangkut Pokok Perkara
 menolak gugatan baik sebagian maupun seluruh gugatan / tuntutan
 mengakui gugatan/tuntutan baik sebagian maupun seluruhnya
 dengan alasan pertama dan kedua diikuti adanya gugat balik
  (rekonvensi ). menolak gugatan baik sebagian maupun seluruh
  gugatan / tuntutan
 mengakui gugatan/tuntutan baik sebagian maupun seluruhnya
 dengan alasan pertama dan kedua diikuti adanya gugat balik
  (rekonvensi ). menolak gugatan baik sebagian maupun seluruh
  gugatan / tuntutan
 mengakui gugatan/tuntutan baik sebagian maupun seluruhnya
 dengan alasan pertama dan kedua diikuti adanya gugat balik
  (rekonvensi ).
Gugat Rekonvensi (Gugat Balik)
Gugat balik atau Rekonvensi diajukan oleh
 tergugat terhadap penggugat secara bersama-
 sama dalam memberikan jawabannya,sebelum
 proses pembuktian dilakukan.

Gugat balik atau Rekonvensi pada dasarnya dapat
 diajukan dalam segala perkara yang secara
 langsung terkait dengan para pihak
Gugat Rekonvensi Yang Tidak
Diperbolehkan (Pasal 132 a HIR )
 apabila dalam gugat konvensi (gugat asal ) penggugat bertindak
  sebagai suatu kualitas tertentu atau berdasarkan sifatnya,sedang
  dalam gugat balik (Rekonvensi )menyangkut diri pribadi dari
  penggugat atau sebaliknya. Contohnya dalam gugat konvensi
  penggugat pertindak sebagai wali ,orang tua atau pengampu, maka
  dalam gugat balik tidak boleh ditujukan pada penggugat secara
  pribadi.
 Jika pengadilan negeri yang memeriksa gugat konvensi secara absulut
  tidak wenang memeriksa gugat balik (Rekonvensi).
 Dalam perkara sengketa pelaksanaan putusan
 Dalam hal pada pemeriksaan tingkat pertama tidak diajukan gugat
  rekonvensi,maka pada tingkat banding tidak boleh ada gugat
  rekonvensi.
 Dalam hal perkara yang menyangkut bezit dan egendom atau
  penguasaan dan kepemilikan.
Keuntungan adanya Gugat Balik
( Rekonvensi )
menghemat biaya
mempermudah pemeriksaan perkara
mempercepat proses penyelesaian sengketa
menghindarkan terjadinya putusan yang saling
 bertentangan.
4.4. Proses Pembuktian dan Macam-macam
Alat Bukti
Dalam perkara perdata para pihak sendirilah,baik
 penggugat maupu tergugat yang harus
 membuktikan kebenaran dari dalil-dalail yang
 diajukan baik dalam gugatan maupun dalam
 jawaban. Tugas hakim adalah memberikan
 penilaian apakah dalil-dalil yang diajukan oleh
 para pihak dapat diterima berdasarkan
 pembuktian yang diajukan.
Yang harus dibuktikan oleh para pihak adalah
 peristiwa yang disengketakan dan tidak semua
 peristiwa harus dibuktikan
Peristiwa Yang Tidak Perlu
Dibuktikan
karena memang peristiwanya tidak perlu untuk
 dibuktikan atau diketahui atau dianggap tidak mungkin
 untuk diketahui oleh hakim. Misalnya dalam hal
 dijatuhkan putusan verstek,dalam hal gugatan diakui oleh
 tergugat,dalam hal ada sumpah penentu atau dalam hal
 bantahan kurang cukup.
Karena memang peristiwanya secara ex officio dianggap
 dikenal atau diketahui oleh hakim. Misalnya terhadap
 peristiwa-peristiwa notoir atau peristiwa yang sudah
 diketahui oleh umum,peristiwa-peristiwa yang terjadi
 selama persidangan.
Karena menyangkut pengetahuan tentang pengalaman
 yang diperoleh berdasarkan pengetahuan umum.
Pengertian Pembuktian
 Pembuktian dakam arti yang logis,kata membuktikan berarti
  memberikan kepastian yang absulut kebenarannya sehingga
  pembuktian yang sebaliknya sudah tidak dimungkinkan,pembuktian
  ini biasanya didasarkan pada suatu aksioma tertentu yang pasti.
 Pembuktian dalam arti yang konvensionil,membuktikan adalah
  memberikan kepastian,hanya kepastiannya bukan kepastian yang
  absulut melainkan kepastian yang bersifat relative.
 Pembuktian dalam arti yuridis,membuktikan dalam ari yuridis adalah
  pembuktian yang bersifat konvensionil dalam arti yang khusus,yaitu
  bahwa pembuktian dalam arti yuridis kebenarannya hanya berlaku
  bagi pihak-pihak yang bersengketa saja dan tidak berlaku bagi orang
  lain.
Membuktikan dalam arti
yuridis
adalah memberikan kepastian dasar yang cukup pada
 hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan
 guna mendapatkan kepastian tentang kebenaran
 peristiwa yang diajukan oleh para pihak.
Beban Pembuktian
adalah menyangkut pertanyaan siapa yang harus
 terlebih dahulu diberikan kesempatan untuk
 melakukan pembuktian atas peristiwa yang
 disengketakan, apakah pihak penggugat atau
 pihak tergugat. Persoalan pembuktian merupakan
 persoalan adil tidak adil,persoalan fair tidak
 fair,oleh karena itu pembagian beban pembuktian
 merupakan persoalan yang tidak mudah bagi
 hakim,karena hakimlah yang harus membagi dan
 menentukan siapa yang harus membuktikan.
Asas Umum Beban Pembuktian
diatur dalam Pasal 163 HIR,Pasal 283 RBg,Pasal; 1865
 BW,yang menyatakan “ Barang siapa menyatakan
 mempunyai suatu hak atau menyebutkan suatu
 peristiwa untuk meneguhkan haknya atau untuk
 membantah adanya hak orang lain,maka orang
 itu harus membuktikan adanya hak atau
 peristiwa itu “
Ketentuan Khusus Tentang Beban
Pembuktian
Pasal 533 BW “orang yang menguasai barang
 tidak perlu membuktikan adanya itikad
 baiknya,siapa yang mengemukakan adanya itikad
 tidak baik harus membuktikan “
Pasal 535 “ Kalau seseorang sudah memulai
 menguasai sesuatu untuk orang lain ,maka selalu
 dianggap meneruskan penguasaan tersebut
 ,kecuali apabila terbukti sebaliknya”
Pasal 1244 “ Kreditur dibebaskan dari pembuktian
 kesalahan dari debitur dalam hal adanya
 wanprestasi “
Teori Beban Pembuktian
   Teori pembuktian yang bersifat menguatkan belaka (bloot
    affirmatief ) ----- menurut teori ini,maka pihak yang harus
    membuktikan adalah pihak yang mengemukakan adanya sesuatu
    bukan pihak yang mengingkarinya.
   Teori hukum subyektif ----------- berdasarkan teori ini suatu
    proses perdata itu selalu merupakan pelaksanaan hukum subyektif
    atau bertujuan mempertahankan hukum subyektif dan pihak yang
    mengemukakan adanya sesuatu hak harus membuktikan.
   Teori Hukum Acara --------- berdasarkan teori ini maka beban
    pembuktian didasarkan pada kesamaan kedudukan antara
    penggugat dan tergugat,sehingga dalam membagi beban
    pembuktian harus didasarkan pada nilai keadilan,keseimbangan
    dan nilai kepatutan bagi para pihak.
Teori Beban Pembuktian
Berdasarkan beberapa teori tersebut di atas dapat
 disimpulkan bahwa dalam pembagian beban
 pembuktian hakimlah yang mempunyai peranan
 menentukan siapa yang harus membuktikan dan
 bagaimana pembagiannya secara adil bagi para
 pihak. Di dalam praktek pembagian beban
 pembuktian dipandang adil dan patut, kalau
 pihak yang dibebani pembuktian adalah pihak
 yang paling sedikit dirugikan jika disuruh untuk
 membuktikan.
Macam-macam Alat Bukti dan Kekuatan
Pembuktiannya
 Dalam hukum acara perdata dikenal adanya
 beberapa macam alat bukti ( Pasal 164 HIR atau
 Pasal 284 RBg ) :
alat bukti surat atau tertulis
alat bukti saksi
alat bukti persangkaaan (vemoedens,
 praesumptiones )
alat bukti pengakuan
alat bukti sumpah.
Alat Bukti Surat atau Tertulis
adalah alat bukti yang berbentuk sesuatu apapun
 yang memuat tanda-tanda bacaan yang berupa
 pencurahan isi hati atau buah pikiran seseorang yang
 dapat digunakan untuk membuktikan adanya suatu
 peristiwa hukum atau perbuatan hukum tertentu.
Macam-Macam Alat Bukti Surat
alat bukti surat yang berupa surat biasa atau bukan
 akta;



alat bukti surat yang berbentuk akta
Surat Biasa
adalah surat yang pembuatannya tidak dimaksudkan
 sebagai alat pembuktian atas suatu peristiwa atau
 perbuatan hukum tertentu,kalau kemudian dijadikan
 alat bukti semata-mata karena adanya kepentingan
 yang menghendaki dan sifatnya kebetulan saja.
Akta
adalah surat yang diberi tandatangan yang memuat
 peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar dari pada
 suatu hak atau perikatan yang dibuat secara sengaja
 sejak semula untuk kepentingan pembuktian atas
 peristiwa atau perbuatan hukum yang tercantum di
 dalamnya.
Dokumen (UU No.13/1985)
kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti
 dan maksud tentang perbuatan,keadaan atau
 kenyataan bagi seseorang dan atau pihak-pihak yang
 berkepentingan. Dari pengetian tentang dokumen
 seperti tersebut ,jelas bahwa surat,baik surat biasa
 maupun akta merupakan dokumen.
Tanda Tangan
adalah pembubuhan nama dari si pembuat atau si
 penandatangan,berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-
 undang bea meterai No.13 tahun 1985 Tandatangan-------
 adalah “Sebagimana lazimnya dipergunakan,termasuk
 pula paraf teraan atau cap tandatangan atau cap paraf
 teraan cap nama atau tanda lainnya sebagai pengganti
 tandatangan “
Dipersamakan dengan tandatangan adalah sidik jari
 atau cap jempol yang sudah di “waarmerking “ oleh
 notaries atau pejabat lain yang diberi kewenangan
 untuk itu .
Pasal 2 ayat (1) UU No.13/1985 Tentang
Bea Meterai
Alat bukti surat wajib dibubuhi metarai
Meterai berfungsi sebagai bentuk kewajiban pembayaran
 pajak bea meterai
Untuk dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah di
 muka pengadilan sebagai akta
Putusan MA tanggal 13 Maret 1971 No.589 K /SIP/1970
 berpendapat bahwa surat bukti yang tidak dibubuhi
 meterai tidak merupakan alat bukti yang sah
Bukti surat yang sejak semula belum dibubuhi meterai
 dapat dimintakan pemeteraian kemudian ( Nazegeling)
 pada pejabat kantor pos
Macam-macam Akta
Akta di bawah tangan



Akta otentik
Akta Di Bawah Tangan
Akta yang sengaja dibuat oleh para pihak sediri
 tanpa bantuan seorang pejabat dengan tujuan
 untuk pembuktian atas suatu peristiwa atau
 hubungan hukum tertentu
Akta di bawah tangan yang memuat hutang
 sepihak wajib ditulis tangan sendiri oleh
 pembuatnya,atau setidak-tidaknya tentang
 keterangan yang menguatkan jumlah atau
 besarnya atau banyaknya yang harus dipenuhi
 ditulis sendiri dengan huruf seluruhnya.
Kekuatan Pembuktian Akta
 Kekuatan pembuktian akta sebagai alat bukti di
 pengadilan dapat dilihat dari:
Kekuatan pembuktian Lahir;
Kekuatan pembuktian Formil;
Kekuatan pembuktian material
Kekuatan Pembuktian Lahir Akta Di Bawah
tangan
Akta di bawah tangan tidak memiliki kekuatan
 lahir;
Tandatangan akta di bawah tangan dapat diakui
 dapat juga diingkari oleh pembuatnya
Akta di bawah tangan yang diakui
 tandatangannya oleh para pihak yang membuat
 menjadikan akta di bawah tangan memiliki
 kekuatan pembuktian yang sempurna;
Dalam hal tandatangan para pihak
 diingkari,maka kebenaran akta harus diperiksa
 kebenarannya.
Kekuatan Pembuktian Formil akta Di Bawah
tangan
Akta di bawah tangan yang diakui tandatangannya
 memiliki kekuatan pembuktian formil;
Telah memberikan kebenaran bahwa keterangan atau
 pernyataan dalam akta adalah keterangan atau
 pernyataan dari si penandatangan.
Kekuatan Pembuktian Materiil Akta Di
Bawah Tangan
Akta di bawah tangan yang sudah diakui
 tandatangannya memiliki kekuatan pembuktian
 yang sempurna seperti akta otentik;
Isi keterangan di dalam akta di bawah tangan
 yang sudah diakui tandatangannya secara materiil
 dianggap benar bagi para pembuatnya dan pihak-
 pihak yang diuntungkan dari akta tersebut.
Akta Otentik
 Akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh
  penguasa berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang
  berlaku,baik dengan bantuan maupun tidak dari pihak yang
  berkepentingan,dengan mencatat apa yang dimntakan untuk dimuat
  di dalamnya oleh yang berkepentingan;

 Suatu akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang diberi
  wewenang untuk itu,merupakan bukti yang lengkap (sempurna)
  antara para pihak dan para ahli warisnya dan mereka yang mendapat
  hak dari padanya tentang yang tercantum di dalamnya dan bahkan
  tentang yang tercantum di dalamnya sebagai pemberitahuan
  belaka,akan tetapi yang terakhir ini hanyalah sepanjang yang
  diberitahukan itu erat hubunannya dengan pokok dari akta ( Pasal 165
  HIR,Pasal 285 RBg,Pasal 1868 BW)
Kekuatan Pembuktian Akta Otentik
Akta otentik memiliki kekuatan pembuktian yang lengkap
 atau sempurna bagi para pihak yang membuat,ahli waris
 dan pihak ketiga yang mendapatkan hak dari akta yang
 bersangkutan;
Jika tidak ada bukti yang sebaliknya dan sebanding ,maka
 akta otentik selalu dianggap benar isinya tanpa
 pembuktian lebih lanjut.
Terhadap pihak ketiga akta otentk merupakan alat bukti
 yang mempunyai kekuatan pembuktian yang bebas dan
 penilaiannya diserahkan pada pertimbangan hakim;
Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian
 lahir,formil maupun kekuatan pembuktian materiil
Alat Bukti Keterangan Saksi
 Keterangan saksi adalah keterangan yang diberikan oleh pihak ketiga di luar
  pihak-pihak yang bersengketa yang diberikan secara lisan,langsung dan
  pribadi di muka sidang pengadilan tentang apa yang dilihat,didengar,dialami
  atau dia ketahui atau dia rasakan terhadap suatu peristiwa,kejadian atau
  perbuatan hukum tertentu.
 Kesaksian bukan merupakan kesimpulan atau pendapat atau dugaan
  dari seseorang.
 pada asasnya pembuktian dengan saksi dapat dipakai dalam segala perkara
  perdata ,kecuali undang-undang menentukan lain (Pasal 1895 BW,Pasal 139
  HIR)
 Keterangan yang diperoleh dari pihak ketiga (Testimonium de auditu) bukan
  merupakan keterangan saksi.
 Seorang Saksi bukanlah saksi (Unus testis nullus testis) keterangan dari
  seorang saksi saja tanpa alat bukti yang lain dianggap tidak cukup dan tidak
  boleh dijadikan dasar putusan hakim.
Unsur-unsur Keterangan Saksi
Keterangan saksi diberikan oleh pihak
 ketiga;
Keterangan diberikan secara langsung,lisan
 dan pribadi di dalam sidang;
Keterangan yang diberikan merupakan
 peristiwa,kejadian atau perbuatan yang
 dilihat,didengar,dialami atau dirasakan
 sendiri;
Kekuatan Pembuktian Saksi
Kekuatan Pembuktian Keterangan Saksi mempunyai
 kekuatan pembuktian yang bebas,artinya hakim
 mempunyai kebebasab untuk menilai apakah
 keterangan saksi itu dapat dipecaya atau tidak sangat
 tergantung pada penilaian hakim
Parameter Penilaian Keterangan Saksi(172
HIR)
Kesesuaian atau kecocokan antara keterangan
 saksi yang satu dengan yang lainnya
Kesesuaian keterangan saksi dengan apa yang
 diketahui dari segi lain tentang perkara yang
 disengketakan
Pertimbangan yang mungkin ada pada saksi
 untuk memberikan keterangan
 kesaksiannya,misalnya cara hidup,adat
 istiadat,serta martabat saksi atau segala seuatu
 yang munkin dapat mempengaruhi tingkat
 kejujuran dari saksi.
Testimonium de auditu
Keterangan yang diperoleh dari pihak ketiga bukan
 merupakan keterangan saksi.
Unus testis nullus testis
Seorang Saksi bukanlah saksi ,keterangan dari
 seorang saksi saja tanpa alat bukti yang lain dianggap
 tidak cukup dan tidak boleh dijadikan dasar putusan
 hakim.
Golongan Orang Yang Dianggap Tidak
Mampu Menjadi saksi
 Golongan orang yang tidak mampu secara mutlak (hakim
  dilarang mendengar mereka sebagai saksi)

a. Keluarga sedarah dan keluarga semenda menurut garis
   keturunan yang lurus dari salah satu pihak;
b. Sumi istri dari salah satu pihak ,meskipun sudah bercerai.

 Golongan orang yang tidak mampu secara relatif (nisbi):

a. anak-anak yang belum mencapai usia 15 tahun;
b. orang-orang yang sakit ingatannya.
Alasan Bagi Golongan Yang Secara Absulut
Tidak Dapat Menjadi Saksi
 Pihak-pihak ini pada umumnya dianggap kurang obyektif apabila
  didengar keterangannya sebagai saksi;
 untuk menjaga hubungan kekeluargaan agar tetap baik di antara para
  pihak;
 untuk mencegah timbulnya tekanan batin setelah memberikan
  keterangan sebagai saksi.

  Pihak-pihak seperti tersebut,dalam perkara tertentu masih
  dimungkinkan untuk menjadi saksidan mereka tidak berhak untuk
  mengundurkan diri sebagai saksi,terutama dalam perkara yang
  menyangkut kedudukan keperdataan dari para pihak atau dalam
  perkara yang menyangkut tentang perjanjian kerja ( Pasal 145 ayat (2)
  HIR )
Golongan Orang Yang Memiliki Hak Ingkar
Untuk Menjadi Saksi
 segolongan orang yang atas permintaannya sendiri dapat
 dibebaskan dari kewajiban untuk menjadi saksi (Hak
 ingkar / Verschoningrecht) :
Saudara laki-laki dan perempuan serta ipar laki-laki dan
 perempuan dari salah satu pihak;
Keluarga sedarah menurut keturunan yang lurus dan
 saudara laki-laki dan perempuan dari pada suami atau istri
 salah satu pihak;
Semua orang yang karena martabat,jabatan atau
 hubungan kerja yang sah diwajibkan mempunyai rahasia.
Kewajiban Saksi
Kewajiban untuk menghadap;
Kewajiban untuk bersumpah;
Kewajiban untuk memberikan keterangan dengan
 benar.
Sanksi Bagi Saksi Yang Tidak Mau
Menghadap
Dapat dipaksa untuk menghadap
Dapat dihukum untuk membayar biaya pemanggilan
Dapat dikenakan penyanderaan (gijzeling)
Alat Bukti Persangkaan
Persangkaan merupakan alat bukti yang bersifat tidak
 langsung.
Persangkaan adalah kesimpulan-kesimpulan yang
 oleh undang-undang atau hakim ditarik dari suatu
 peristiwa yang terang nyata ke peristiwa lain yang
 belum terang kenyataannya ( Pasal 1915 BW )
Persankaan
Persangkaan berdasarkan undang-undang atau
 hukum (Praesumptiones juris);
Persangkaan yang merupakan kesimpulan hakim atau
 persangkaan berdasarkan kenyataan atau fakta
 ( Praesumtiones facti )
Persangkaan Berdasar
Hukum/Undang-undang
 Persangkaan yang telah diberikan oleh undang-undang sendiri yang
  menetapkan hubungan antara peristiwa yang diajukan dan harus dibuktikan
  dengan peristiwa yang tidak diajukan
 Praesumptiones juris Tatum,yaitu persangkaan berdasarkan undang-undang
  yang masih dimungkinkan ada bukti lawan.

  Contoh : Pasal 633 BW tentang tembok batas, Pasal 658 BW tentang parit
  atau selokan batas, Pasal 1394 tentang 3 Kuitansi pembayaran sewa

 Praesumptiones juris et de jure, yaitu persangkaan berdasarkan undang-
  undang yang tidak mungkin ada bukti lawan.

  Contoh : Semua peristiwa yang dapat menjadi dasar untuk membatalkan
  perbuatan-perbuatan tertentu ( Pasal 184,911,1681 BW)
Persangkaan Berdasarkan Kenyataan
( Praesumptiones Facti )
Pada persangkaan berdasarkan
 kenyataan,hakimlah yang memmutuskan
 berdasarkan kenyataannya,apakah mungkin dan
 sampai berapa jauhkah kemungkinannya untuk
 membuktikan suatu peristiwa tertentu dengan
 membuktikan peristiwa lain.
Persangkaan berdasarkan fakta,hanya boleh
 diperhatikan oleh hakim pada waktu
 menjatuhkan putusan apabila persangkaan itu
 bersifat :PENTING,SAKSAMA,TERTENTU dan
 ada HUBUNGANNYA SATU SAMA LAIN
Alat Bukti Pengakuan
Keterangan dari salah satu pihak dalam satu
 pekara,dimana ia mengakui apa yang dikemukakan
 oleh pihak lawan ,baik sebagian atau keseluruhan
 adalah benar.
Pengakuan merupakan alat bukti yang mempunyai
 kekuatan pembuktian yang sempurna.
Macam-macam Pengakuan
Pengakuan Murni;
Pengakuan dengan kualifikasi;
Pengakuan dengan klausula
Alat Bukti Sumpah
Sumpah Pelengkap (Suppletoir);
Sumpah Penaksiran ( aestimatoir);
Sumpah Pemutus/Penentu (dicisoir)
Putusan Hakim
Suatu pernyataan hakim yang diucapkan di
 persidangan karena jabatannya yang dimaksudkan
 untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara
 atau sengketa para pihak.
Kekuatan Putusan Hakim
Kekuatan Mengikat;
Kekuatan Pembuktian
Kekuatan eksekutorial
Susunan dan Isi Putusan
Kepala Putusan;
Identitas Para Pihak;
Pertimbangan (Konsideran);
Amar Putusan ( Diktum)
Jenis Putusan Hakim( Pasal 185
ayat 1 HIR )
Putusan akhir;
Bukan putusan akhir
Sifat Putusan Akhir
Putusan yang bersifat menghukum (condemnatoir)
Putusan yang bersifat menciptakan (constitutif)
Putusan yang bersifat menerangkan / menyatakan
 (declaratoir)
Putusan Condemnatoir
 Putusan yang bersifat menghukum pihak yang
  dikalahkan untuk memenuhi suatu prestasi tertentu
 Dalam putusan condemnatoir diakui adanya hak
  penggugat atas prestasi yang dituntut
 Prestasi yang timbul karena adanya perikatan
  maupun karena undang-undang
 Bentuk perkaranya berupa gugatan
 Contoh: Putusan hakim yang menghukum
  penggugat untuk membayar sejumlah uang tertentu
  sebagai pokok hutang, bunga, dll.
Putusan Constitutif
Putusan yang bersifat meniadakan atau menciptakan
 suatu keadaan hukum yang baru
Putusan constitutif tidak memerlukan eksekusi.
Bentuk perkaranya permohonan
contoh : Putusan perceraian,pengangkatan
 wali,pengangkatan pengampu,pernyataan pailit
Putusan Declaratoir
Putusan yang isinya bersifat menerangkan atau
 menyatakan apa yang sah atas suatu peristiwa atau
 hubungan hukum tertentu.
Putusan declaratoir tidak memerlukan eksekusi.
Bentuk perkaranya permohonan.
Contoh : Sengketa tentang keabsahan seorang anak,
 penetapan ahli waris, menetapkan sahnya suatu
 perjanjian dll
Upaya Hukum
Upaya Hukum Biasa, adalah upaya hukum yang dapat
 digunakan oleh para sebelum putusan memiliki
 kekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewijsde )
Upaya hukum Luar Biasa / Istimewa, adalah upaya
 hukum yang dapat digunakan oleh para pihak
 terhadap putusan yang sudah memiliki kekuatan
 hukum tetap.
Upaya Hukum Biasa
Perlawanan ( Verzet )
Banding
Kasasi
Upaya Hukum Verzet
Verzet atau perlawanan merupakan upaya hukum
 yang dapat digunakan oleh tergugat yang dikalahkan
 dalam putusan di luar hadir ( Putusan Verstek )
Bagi penggugat dalamputusan verstek upaya hukum
 yang dapatdigunakan adalah banding.
Upaya Hukum Banding
Dasar hukumnya Undang-undang No.20 Tahun 1947
 untuk Jawa dan Madura dan Pasal 199-205 RBg Untuk
 luar Jawa dan Madura
Permohonan banding wajib diajukan dalam jangka
 waktu 14 hari terhitung mulai hari berikutnya sejak
 putusan diberitahunan pada para pihak.
……..Banding
Pada pihak lawan selambat-lambatnya dalam jangka
 waktu 14 hari sejak diterimanya permohonan banding
 harus diberitahu tentang adanya permohonan
 banding tersebut.
Dalam jangka waktu 14 hari para pihak diberikan
 kesempatan untuk melihat berkas-berkas banding
Memori Banding
Pada pihak pemohon banding diperbolehkan
 mengajukan memori banding
Pada pihak termohon banding diperbolehkan
 mengajukan kontra memori banding
Memori dan kontra memori banding bukan hal yang
 diwajibkan
Bentuk Putusan Banding
Bersifat menguatkan putusan pengadilan negeri;
Bersifat memperbaiki putusan pengadilan negeri;
Bersifat membatalkan putusan pengadilan negeri.
Upaya Hukum Kasasi
Semua putusan yangdiberikan dalam tin gkat akhir
 oleh pengadilan lain daripada Mahkamah Agung
 dapat dimintakan kasasi;
Permohonan kasasi diajukan melalui panitera
 pengadilan negeri yang memutus pokok perkara yang
 dimintakan kasasi
Kasasi
Permohonan kasasidapat diajukan secara lisan
 maupuntertulis;
Permohonan kasasi dapat diajukan dalam tenggang
 waktu 14 hari kerja sesudah putusan atau penetapan
 yang dimaksud diberitahukan kepada pemohon
 ( Pasal 46 UU No.14/1985)
Kasasi
Dalam tenggang waktu 14 hari sejak permohonan
 kasasi didaftarkan, pemohon wajib menyampaikan
 memori kasasi ( Pasal 47 UU No. 14 / 1985)
Tidak dipenuhinya tenggang waktu permohonan
 maupun penyampaian memori kasasi , permohonan
 kasasi harus dinyatakan tidak dapat diterima
Kasasi
Memori kasasi wajib mencantumkan dasar alasan
 permohonan kasasi.
Pihak termohon kasasi berhak mengajukan jawaban
 terhadap memori kasasi dalam tenggang waktu 14
 hari sejak tanggal diterimanya salinan memori kasasi {
 Pasal 14 ayat (3) UU No.14 /1985 }
Alasan Permohonan Kasasi (Pasal
30 UU No 14/1985)
Hakim tidak wenang atau melampaui batas
 wewenang;
Hakim salah menerapkan atau melanggar hukum
 yang berlaku;
Hakim lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan
 oleh peraturan perundang-undangan yang
 mengancam kebatalan putusan;
Alasan kasasi
Putusan hakim tidak cukup atau kurang lengkap
 dipertimbangkan ( Yurisprudensi MA No.492
 K/SIP/1970
Upaya Hukum Luar Biasa
Peninjauan Kembali ( Request Civil )
Perlawanan Pihak Ketiga ( Derden Verzet )
Peninjauan Kembali
Peninjau adalah upaya hukum luar biasa yang dapat
 digunakan oleh para pihak dalam hal upaya hukum
 biasa sudah tertutup dan putusan sudah memiliki
 kekuatan hukum yang tetap
Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan
 secara tertulis maupun lisan;
Dalam waktu 14 hari setelah Ketua Pengadilan Negeri
 yang memutus perkara dalam tingkat pertama
 menerima permohonan PK, maka panitera
 mengirimkan salinan PK pada pihak lawan;
Peninjauan Kembali
Permohonan PK tidak menunda pelaksanaan putusan
 MA memutus permohonan peninjauan kembali pada
 tingkat pertama dan terakhir
Alasan Peninjauan Kembali
Apabila putusan didasarkan pada tipu muslihat atau
 kebohongan atau di dasarkan pada bukti palsu;
Apabila setelah perkara diputus ditemukan bukti-
 bukti baru yang bersifat menentukan;
Apabila telah dikabulkan sesuatu yang tidak dituntut
 atau melebihi dari yang dituntut;
Apabila ada bagian yang dituntut yang tidak diputus
 tanpa dipertimbangkan sebabnya;
Apabila ada putusan yang saling bertentangan;
Apabila dalam putusan ada kekilafan hakim yang
 nyata.
Jangka Waktu PK ( Pasal 69 UU
No 14 /1985
Jangka waktu pengajuan PK adalah `180 hari untuk:
 1. untuk alasan pertama sejak diketahui kebohongan
  atau tipu muslihat, atau untuk putusan pidana sejak
  putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.
  2. untuk alasan kedua sejak ditemukannya bukti baru
  yang menentukan;
     3. untuk alasan ketiga, keempat dan enam
  sejakputusan memperoleh kekuatan tetap dan telah
  diberitahukan pada para pihak;
   4. untuk alasan terakir sejak putusan terakhir yang
  bertentangan memperoleh kekuatan hukum tetap
Pelaksanaan Putusan
Putusan yang memerlukan eksekusi adalah putusan
 yangbersifat Condemnatoir sedangkan putusan yang
 bersifat declataroir dan constitutif tidak memerlukan
 eksekusi.
Putusan yang dapat dieksekusi adalah putusan yang
 sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap atau
 terhadap putusan yang mengabulkan tuntutan dapat
 dilaksaakannya putusan terlebih dulu

Contenu connexe

Tendances

Hukum Perdata Internasional
Hukum Perdata InternasionalHukum Perdata Internasional
Hukum Perdata InternasionalDenaAgustina
 
Pembuktian dalam Hukum Acara Peradilan Agama
Pembuktian dalam Hukum Acara Peradilan AgamaPembuktian dalam Hukum Acara Peradilan Agama
Pembuktian dalam Hukum Acara Peradilan AgamaDaniel_Alfaruqi
 
Hukum acara perdata - Konsep dasar surat kuasa (Idik Saeful Bahri)
Hukum acara perdata - Konsep dasar surat kuasa (Idik Saeful Bahri)Hukum acara perdata - Konsep dasar surat kuasa (Idik Saeful Bahri)
Hukum acara perdata - Konsep dasar surat kuasa (Idik Saeful Bahri)Idik Saeful Bahri
 
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
Hukum Acara Mahkamah KonstitusiHukum Acara Mahkamah Konstitusi
Hukum Acara Mahkamah KonstitusiKardoman Tumangger
 
Ppt hukum acara perdata
Ppt hukum acara perdataPpt hukum acara perdata
Ppt hukum acara perdataLisa SYP
 
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...Idik Saeful Bahri
 
Metode Alternatif Penyelesaian Sengketa
Metode Alternatif Penyelesaian SengketaMetode Alternatif Penyelesaian Sengketa
Metode Alternatif Penyelesaian SengketaBilly Adam Fisher
 
Analisis penyelesaian sengketa dalam peradilan tata usaha negara berdasar kan...
Analisis penyelesaian sengketa dalam peradilan tata usaha negara berdasar kan...Analisis penyelesaian sengketa dalam peradilan tata usaha negara berdasar kan...
Analisis penyelesaian sengketa dalam peradilan tata usaha negara berdasar kan...Yanels Garsione
 
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)Idik Saeful Bahri
 
Surat kuasa termohon
Surat kuasa termohonSurat kuasa termohon
Surat kuasa termohonNasria Ika
 
Alasan penghapus penuntutan & kewenangan menjalankan pidana
Alasan penghapus penuntutan & kewenangan menjalankan pidanaAlasan penghapus penuntutan & kewenangan menjalankan pidana
Alasan penghapus penuntutan & kewenangan menjalankan pidanaSigit Riono
 
Upaya hukum dalam acara pidana
Upaya hukum dalam acara pidanaUpaya hukum dalam acara pidana
Upaya hukum dalam acara pidanaIca Diennissa
 
Hukum acara perdata - Jawaban tergugat, eksepsi, dan rekonvensi (Idik Saeful ...
Hukum acara perdata - Jawaban tergugat, eksepsi, dan rekonvensi (Idik Saeful ...Hukum acara perdata - Jawaban tergugat, eksepsi, dan rekonvensi (Idik Saeful ...
Hukum acara perdata - Jawaban tergugat, eksepsi, dan rekonvensi (Idik Saeful ...Idik Saeful Bahri
 
Hukum acara perdata - Pembuatan gugatan dan cara pengujian gugatan (Idik Saef...
Hukum acara perdata - Pembuatan gugatan dan cara pengujian gugatan (Idik Saef...Hukum acara perdata - Pembuatan gugatan dan cara pengujian gugatan (Idik Saef...
Hukum acara perdata - Pembuatan gugatan dan cara pengujian gugatan (Idik Saef...Idik Saeful Bahri
 
Bab 9 percobaan pidana
Bab 9   percobaan pidanaBab 9   percobaan pidana
Bab 9 percobaan pidanaNuelimmanuel22
 

Tendances (20)

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARAHUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
 
Hukum Perdata Internasional
Hukum Perdata InternasionalHukum Perdata Internasional
Hukum Perdata Internasional
 
Pembuktian dalam Hukum Acara Peradilan Agama
Pembuktian dalam Hukum Acara Peradilan AgamaPembuktian dalam Hukum Acara Peradilan Agama
Pembuktian dalam Hukum Acara Peradilan Agama
 
Hukum acara perdata - Konsep dasar surat kuasa (Idik Saeful Bahri)
Hukum acara perdata - Konsep dasar surat kuasa (Idik Saeful Bahri)Hukum acara perdata - Konsep dasar surat kuasa (Idik Saeful Bahri)
Hukum acara perdata - Konsep dasar surat kuasa (Idik Saeful Bahri)
 
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
Hukum Acara Mahkamah KonstitusiHukum Acara Mahkamah Konstitusi
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
 
Ppt hukum acara perdata
Ppt hukum acara perdataPpt hukum acara perdata
Ppt hukum acara perdata
 
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...
 
Metode Alternatif Penyelesaian Sengketa
Metode Alternatif Penyelesaian SengketaMetode Alternatif Penyelesaian Sengketa
Metode Alternatif Penyelesaian Sengketa
 
Analisis penyelesaian sengketa dalam peradilan tata usaha negara berdasar kan...
Analisis penyelesaian sengketa dalam peradilan tata usaha negara berdasar kan...Analisis penyelesaian sengketa dalam peradilan tata usaha negara berdasar kan...
Analisis penyelesaian sengketa dalam peradilan tata usaha negara berdasar kan...
 
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)
 
Hukum internasional
Hukum internasionalHukum internasional
Hukum internasional
 
Surat kuasa termohon
Surat kuasa termohonSurat kuasa termohon
Surat kuasa termohon
 
Alasan penghapus penuntutan & kewenangan menjalankan pidana
Alasan penghapus penuntutan & kewenangan menjalankan pidanaAlasan penghapus penuntutan & kewenangan menjalankan pidana
Alasan penghapus penuntutan & kewenangan menjalankan pidana
 
Upaya hukum dalam acara pidana
Upaya hukum dalam acara pidanaUpaya hukum dalam acara pidana
Upaya hukum dalam acara pidana
 
Hukum acara perdata - Jawaban tergugat, eksepsi, dan rekonvensi (Idik Saeful ...
Hukum acara perdata - Jawaban tergugat, eksepsi, dan rekonvensi (Idik Saeful ...Hukum acara perdata - Jawaban tergugat, eksepsi, dan rekonvensi (Idik Saeful ...
Hukum acara perdata - Jawaban tergugat, eksepsi, dan rekonvensi (Idik Saeful ...
 
Hukum acara perdata - Pembuatan gugatan dan cara pengujian gugatan (Idik Saef...
Hukum acara perdata - Pembuatan gugatan dan cara pengujian gugatan (Idik Saef...Hukum acara perdata - Pembuatan gugatan dan cara pengujian gugatan (Idik Saef...
Hukum acara perdata - Pembuatan gugatan dan cara pengujian gugatan (Idik Saef...
 
Bab 9 percobaan pidana
Bab 9   percobaan pidanaBab 9   percobaan pidana
Bab 9 percobaan pidana
 
Surat gugatan
Surat gugatanSurat gugatan
Surat gugatan
 
Bab 11 perbarengan
Bab 11   perbarenganBab 11   perbarengan
Bab 11 perbarengan
 
Ppt power point.1
Ppt power point.1Ppt power point.1
Ppt power point.1
 

En vedette

44543755 penegakan-keadilan-dalam-perspektif-hadis
44543755 penegakan-keadilan-dalam-perspektif-hadis44543755 penegakan-keadilan-dalam-perspektif-hadis
44543755 penegakan-keadilan-dalam-perspektif-hadisOperator Warnet Vast Raha
 
Akulturasi dan asimilasi islam dengan aceh
Akulturasi dan asimilasi islam dengan acehAkulturasi dan asimilasi islam dengan aceh
Akulturasi dan asimilasi islam dengan acehatjehh
 
Review jurnal dan skripsi sosiologi hukum
Review jurnal dan skripsi sosiologi hukumReview jurnal dan skripsi sosiologi hukum
Review jurnal dan skripsi sosiologi hukumafifahdhaniyah
 
Islam dan kebudayaan
Islam dan kebudayaanIslam dan kebudayaan
Islam dan kebudayaanzahfath06
 
Bahan kuliah ulumul qur'an
Bahan kuliah ulumul qur'anBahan kuliah ulumul qur'an
Bahan kuliah ulumul qur'anMohamad Athar
 
Microsoft powerpoint-hukum-acara-pidana
Microsoft powerpoint-hukum-acara-pidanaMicrosoft powerpoint-hukum-acara-pidana
Microsoft powerpoint-hukum-acara-pidanaFarah Ramafitri
 
Lampiran perka no. 14 tahun 2012
Lampiran perka no. 14 tahun 2012Lampiran perka no. 14 tahun 2012
Lampiran perka no. 14 tahun 2012Irman Gapur
 
Tindakan penyidikan pidana keimigrasian
Tindakan penyidikan pidana keimigrasianTindakan penyidikan pidana keimigrasian
Tindakan penyidikan pidana keimigrasianKhamdan Muhammad
 
TAHAPAN PEMBUATAN KEBIJAKAN
TAHAPAN PEMBUATAN KEBIJAKANTAHAPAN PEMBUATAN KEBIJAKAN
TAHAPAN PEMBUATAN KEBIJAKANEDIS BLOG
 
English paper assigment/tugas makalah bahasa inggris lengkap dengan contoh so...
English paper assigment/tugas makalah bahasa inggris lengkap dengan contoh so...English paper assigment/tugas makalah bahasa inggris lengkap dengan contoh so...
English paper assigment/tugas makalah bahasa inggris lengkap dengan contoh so...putrisagut
 
Makalah bahasa inggris
Makalah bahasa inggrisMakalah bahasa inggris
Makalah bahasa inggrisQueen Anaqi
 
Materi kuliah Hukum Acara Pidana PPT
Materi kuliah Hukum Acara Pidana PPTMateri kuliah Hukum Acara Pidana PPT
Materi kuliah Hukum Acara Pidana PPTAndhika Pratama
 
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANAPPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANADian Oktavia
 

En vedette (20)

Makalah
MakalahMakalah
Makalah
 
44543755 penegakan-keadilan-dalam-perspektif-hadis
44543755 penegakan-keadilan-dalam-perspektif-hadis44543755 penegakan-keadilan-dalam-perspektif-hadis
44543755 penegakan-keadilan-dalam-perspektif-hadis
 
Akulturasi dan asimilasi islam dengan aceh
Akulturasi dan asimilasi islam dengan acehAkulturasi dan asimilasi islam dengan aceh
Akulturasi dan asimilasi islam dengan aceh
 
Acara perdata
Acara perdataAcara perdata
Acara perdata
 
Bb hukum internasional 2008
Bb hukum internasional 2008Bb hukum internasional 2008
Bb hukum internasional 2008
 
Review jurnal dan skripsi sosiologi hukum
Review jurnal dan skripsi sosiologi hukumReview jurnal dan skripsi sosiologi hukum
Review jurnal dan skripsi sosiologi hukum
 
teori dan madzhab kriminologi
teori dan madzhab kriminologiteori dan madzhab kriminologi
teori dan madzhab kriminologi
 
Islam dan kebudayaan
Islam dan kebudayaanIslam dan kebudayaan
Islam dan kebudayaan
 
Bahan kuliah ulumul qur'an
Bahan kuliah ulumul qur'anBahan kuliah ulumul qur'an
Bahan kuliah ulumul qur'an
 
Makalah bahasa inggris
Makalah bahasa inggrisMakalah bahasa inggris
Makalah bahasa inggris
 
Microsoft powerpoint-hukum-acara-pidana
Microsoft powerpoint-hukum-acara-pidanaMicrosoft powerpoint-hukum-acara-pidana
Microsoft powerpoint-hukum-acara-pidana
 
Lampiran perka no. 14 tahun 2012
Lampiran perka no. 14 tahun 2012Lampiran perka no. 14 tahun 2012
Lampiran perka no. 14 tahun 2012
 
PROSES BERACARA DALAM PERADILAN PIDANA
PROSES BERACARA DALAM PERADILAN PIDANAPROSES BERACARA DALAM PERADILAN PIDANA
PROSES BERACARA DALAM PERADILAN PIDANA
 
Tindakan penyidikan pidana keimigrasian
Tindakan penyidikan pidana keimigrasianTindakan penyidikan pidana keimigrasian
Tindakan penyidikan pidana keimigrasian
 
TAHAPAN PEMBUATAN KEBIJAKAN
TAHAPAN PEMBUATAN KEBIJAKANTAHAPAN PEMBUATAN KEBIJAKAN
TAHAPAN PEMBUATAN KEBIJAKAN
 
English paper assigment/tugas makalah bahasa inggris lengkap dengan contoh so...
English paper assigment/tugas makalah bahasa inggris lengkap dengan contoh so...English paper assigment/tugas makalah bahasa inggris lengkap dengan contoh so...
English paper assigment/tugas makalah bahasa inggris lengkap dengan contoh so...
 
Perka Polri No.14 Thn.2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak Pidana
Perka Polri No.14 Thn.2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak PidanaPerka Polri No.14 Thn.2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak Pidana
Perka Polri No.14 Thn.2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak Pidana
 
Makalah bahasa inggris
Makalah bahasa inggrisMakalah bahasa inggris
Makalah bahasa inggris
 
Materi kuliah Hukum Acara Pidana PPT
Materi kuliah Hukum Acara Pidana PPTMateri kuliah Hukum Acara Pidana PPT
Materi kuliah Hukum Acara Pidana PPT
 
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANAPPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
 

Similaire à Hukum Acara Perdata

Similaire à Hukum Acara Perdata (20)

Hukum Acara Perdata
Hukum Acara PerdataHukum Acara Perdata
Hukum Acara Perdata
 
Hukum Acara Perdata
Hukum Acara PerdataHukum Acara Perdata
Hukum Acara Perdata
 
Hukumacaraperdata 120110132115-phpapp01
Hukumacaraperdata 120110132115-phpapp01Hukumacaraperdata 120110132115-phpapp01
Hukumacaraperdata 120110132115-phpapp01
 
Hk.acara peradilan agama
Hk.acara peradilan agamaHk.acara peradilan agama
Hk.acara peradilan agama
 
Hk.acara peradilan agama
Hk.acara peradilan agamaHk.acara peradilan agama
Hk.acara peradilan agama
 
putusan hakim
putusan hakimputusan hakim
putusan hakim
 
PERBEDAAN HUKUM ACARA FORMIL.pptx
PERBEDAAN HUKUM ACARA FORMIL.pptxPERBEDAAN HUKUM ACARA FORMIL.pptx
PERBEDAAN HUKUM ACARA FORMIL.pptx
 
A
AA
A
 
Praktek Hukum Perdata Pertemuan I Kelas A
Praktek Hukum Perdata Pertemuan I Kelas APraktek Hukum Perdata Pertemuan I Kelas A
Praktek Hukum Perdata Pertemuan I Kelas A
 
Hukum Acara Perdata.pptx
Hukum Acara Perdata.pptxHukum Acara Perdata.pptx
Hukum Acara Perdata.pptx
 
PKN XI Kekuasaan Kehakiman
PKN XI Kekuasaan KehakimanPKN XI Kekuasaan Kehakiman
PKN XI Kekuasaan Kehakiman
 
Bab ii perihal
Bab ii perihalBab ii perihal
Bab ii perihal
 
hukum bisnis
hukum bisnishukum bisnis
hukum bisnis
 
Banjir
BanjirBanjir
Banjir
 
Acara pidana
Acara pidanaAcara pidana
Acara pidana
 
Ryan(PKN X)
Ryan(PKN X)Ryan(PKN X)
Ryan(PKN X)
 
Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara PidanaHukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana
 
Bantuan hukum perdata
Bantuan hukum perdataBantuan hukum perdata
Bantuan hukum perdata
 
Hukum ac perdata
Hukum ac perdataHukum ac perdata
Hukum ac perdata
 
Acaraperdata
AcaraperdataAcaraperdata
Acaraperdata
 

Plus de Andhika Pratama

Plus de Andhika Pratama (20)

Liga Bangsa-Bangsa
Liga Bangsa-BangsaLiga Bangsa-Bangsa
Liga Bangsa-Bangsa
 
Majelis Umum PBB PPT
Majelis Umum PBB PPTMajelis Umum PBB PPT
Majelis Umum PBB PPT
 
Hubungaan Internasional
Hubungaan InternasionalHubungaan Internasional
Hubungaan Internasional
 
Pengembangan Kurikulum
Pengembangan KurikulumPengembangan Kurikulum
Pengembangan Kurikulum
 
Komponen Kurikulum PPT
Komponen Kurikulum PPTKomponen Kurikulum PPT
Komponen Kurikulum PPT
 
Tipe-tipe Kurikulum PPT
Tipe-tipe Kurikulum PPTTipe-tipe Kurikulum PPT
Tipe-tipe Kurikulum PPT
 
KTSP PPT
KTSP PPTKTSP PPT
KTSP PPT
 
Konsep kurikulum
Konsep kurikulumKonsep kurikulum
Konsep kurikulum
 
Masa Remaja
Masa RemajaMasa Remaja
Masa Remaja
 
Pubertas Remaja PPT
Pubertas Remaja PPTPubertas Remaja PPT
Pubertas Remaja PPT
 
Masa Usia Lanjut
Masa Usia LanjutMasa Usia Lanjut
Masa Usia Lanjut
 
Kemandirian pada Remaja
Kemandirian pada RemajaKemandirian pada Remaja
Kemandirian pada Remaja
 
Proses Belajar Anak PPT
Proses Belajar Anak PPTProses Belajar Anak PPT
Proses Belajar Anak PPT
 
Perkembangan Masa Anak-anak Awal
Perkembangan Masa Anak-anak AwalPerkembangan Masa Anak-anak Awal
Perkembangan Masa Anak-anak Awal
 
PERKEMBANGAN MASA BAYI PPT
PERKEMBANGAN MASA BAYI PPTPERKEMBANGAN MASA BAYI PPT
PERKEMBANGAN MASA BAYI PPT
 
Permulaan Kehidupan Manusia
Permulaan Kehidupan ManusiaPermulaan Kehidupan Manusia
Permulaan Kehidupan Manusia
 
Pengantar Perkembangan Peserta Didik PPT
Pengantar Perkembangan Peserta Didik PPTPengantar Perkembangan Peserta Didik PPT
Pengantar Perkembangan Peserta Didik PPT
 
Komponen Kurikulum
Komponen KurikulumKomponen Kurikulum
Komponen Kurikulum
 
PKn di Indonesia
PKn di IndonesiaPKn di Indonesia
PKn di Indonesia
 
Perkembangan Isu global kajian kewarganegaraan dan PKn
Perkembangan Isu global kajian kewarganegaraan dan PKnPerkembangan Isu global kajian kewarganegaraan dan PKn
Perkembangan Isu global kajian kewarganegaraan dan PKn
 

Dernier

Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptxHendryJulistiyanto
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxssuser50800a
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapsefrida3
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 

Dernier (20)

Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 

Hukum Acara Perdata

  • 1.
  • 2. I. PENDAHULUAN 1. Pengertian dan Fungsi Hukum Acara Perdata 2. Sumber-sumber Hukum Acara Perdata 3. Asas-asas Hukum Acara Perdata
  • 3. II. KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA 1. Kekuasaan Kehakiman yang Mandiri 2. Badan Peradilan Negara 3. Lingkungan Lembaga Peradilan 4. Kompetensi Lembaga Peradilan
  • 4. III.TATA CARA PENGAJUAN TUNTUTAN HAK 1. Pengertian Tuntutan Hak Keperdataan 2. Pihak-pihak dalam Perkara Perdata 3. Tata Cara Pengajuan Gugatan 4. Penggabungan Tuntutan Hak 5. Upaya-upaya Menjamin Hak
  • 5. IV.PROSES PEMERIKSAAN PERKARA DI SIDANG PENGADILAN 1. Pencabutan dan Perubahan Gugatan 2. Putusan Gugur,Verstek dan Putusan Damai 3. Jawaban Tergugat 4. Proses Pembuktian dan Macam-macam Alat Bukti
  • 6. V. PUTUSAN HAKIM DAN PELAKSANAANNYA 1. Pengertian Putusan dan Macam-macam Putusan 2. Upaya Hukum Terhadap Putusan Hakim 3. Syarat-syarat Pelaksanaan Putusan Hakim 4. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Hakim
  • 7. 1.1. Pengertian dan Fungsi Hukum Acara Perdata Hukum Acara Perdata ------- adalah Peraturan Hukum yang mengatur tentang bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata material dengan perantaraan hakim(Mertokusumo,1998:2)
  • 8. Pengertian dan Fungsi Hukum Acara Perdata Hukum Acara Perdata-------- adalah seperangkat norma hukum yang mengatur bagaimana caranya menegakkan hukum perdata material,khususnya dalam hal terjadi pelanggaran hak atas subyek hukum tertentu oleh subyek hukum yang lain melalui perantaraan hakim untuk mencegah terjadinya perbuatan main hakim sendiri
  • 9. Pengertian dan Fungsi Hukum Acara Perdata Hukum Acara Perdata ---------- secara kongkrit hukum acara perdata mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak,memeriksa dan memutusnya serta pelaksanaan daripada putusannya (Mertokusumo,1998:2)
  • 10. 1.2. Sumber-sumber Hukum Acara Perdata  Sumber Hukum material yaitu sumber hukum dalam arti bahan diciptakannya atau disusun suatu norma hukum.  Sumber Hukum Formal yaitu sumber hukum dalam arti dapat ditemukannya atau dapat digalinya satu norma hukum sebagai satu dasar yuridis suatu peristiwa hukum atau suatu hubungan hukum tertentu.
  • 11. Sumber Hukum Material Sumber dalam arti sumber filosofis; Sumber dalam arti sumber sosiologis; Sumber dalam arti sumber historis; Sumber dalam arti sumber yuridis.
  • 12. Sumber Hukum Formal Sumber Hukum Tertulis  HIR,RBg,RV  Undang-undang No 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman  UU No.3 Tahun 2009 dan UU No.5 Tahun 2004 Perubahan atas Undang-undang No.14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung  UU No. 49 Tahun 2009 danUU No.8 Tahun 2004 Perubahan atas undang-undang No.2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum  UU No 50 Tahun 2009 dan UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas UU No 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama  Undang-undang No.18 Tahun 2003 Tentang Advokat  Undang-undang Khusus lainnya dan peraturan-peraturan pelaksana lainnya dalam bidang peradilan
  • 13. Sumber Hukum Formal Sumber Hukum Tidak Tertulis  Yurisprudensi  Doktrin dan ilmu Pengetahuan
  • 14. 1.3. Asas-Asas Hukum Acara perdata Asas Hukum adalah dasar-dasar filosofis yang menjadi dasar(ratio legis) norma hukum yang mengandung nilai-nilai dan tuntutan-tuntutan etis yang menjadi jembatan antara peraturan-peraturan hukum dan cita-cita social serta pandangan etis masyarakat.
  • 15. Asas Hakim Bersifat Menunggu Adalah asas yang menyatakan ada tidaknya perkara di muka hakim tergantung inisiatif dari para pihak sendiri yang berkepentingan, Hakim lebih bersifat menunggu sampai perkara diajukan di hadapannya.
  • 16. Ius Curia Novit Pengadilan atau hakim tidak boleh menolak untuk menerima,memeriksa ,mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan,sekalipun dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas,melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya ( Pasal 10 ayat (1) UU No.48 Tahun 2009 )----- Hakim dianggap tahu akan hukumnya (ius curia novit).
  • 17. Hukum Tidak Ada / Kurang Jelas Dalam hal hukumnya tidak ada atau kurang jelas hakim wajib menggali,mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat ( Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009) Penafsiran Hukum Yurisprudensi Doktrin dan ilmu pengetahuan Kebiasaan dalam Praktek Peradilan
  • 18. Asas Hakim Bersifat Pasif Dalam memeriksa perkara hakim tidak ikut menentukan luas pokok perkara,luas pokok perkara ditentukan sendiri oleh para pihak,apa yang diinginkan untuk diperiksa,diadili dan diputuskan oleh hakim menjadi hak sepenuhnya dari para pihak. Pengadilan atau hakim hanya mempunyai tugas untuk membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana,cepat dan biaya ringan ( Pasal 4 ayat (2) UU No.48 Tahun 2009)
  • 19. Hakim Wajib Memeriksa dan Mengadili Hakim Wajib memeriksa dan mengadili seluruh gugatan dan hakim dilarang untuk menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut, dalam hal hakim memutuskan melampaui batas kewenangannya maka putusannya dapat dibatalkan oleh pengadilan yang lebih tinggi, putusan dapat dimintakan banding,kasasi maupun peninjauan kembali.
  • 20. Asas Sidang Terbuka Untuk Umum Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum,kecuali Undang-undang menentukan lain ( Pasal 13 ayat (1) UU No.48 Tahun2009) , sidang pengadilan dapat dihadiri,didengar dan dilihat oleh siapapun kecuali oleh orang-orang yang memang dilarang oleh undang-undang, tidak dipenuhinya asas ini berakibat putusan hakim menjadi batal demi hukum ( Pasal 13 ayat (3) UU No.48 Tahun 2009 )
  • 21. Tujuan Sidang Terbuka Untuk Umum Untuk menjamin terlaksananya sistem peradilan yang obyektif,adil dan fair serta memungkinkan adanya control social dari masyarakat.
  • 22. Pengecualian Asas Sidang Terbuka Untuk Umum sidang dapat dilakukan secara tertutup dalam hal: menyangkut perkara anak-anak,perkara kesusilaan,perkara yang berkaitan dengan ketertiban umum dan rahasia negara,perkara perkawinan dan perceraian.
  • 23. Asas Mendengar Kedua Belah Pihak ( audi et alteram partem )  Kedua belah pihak yang bersengketa ,baik penggugat maupun tergugat harus didengar keterangannya secara sama dan adil,hakim tidak boleh memihak dan berat sebelah dalam memeriksa dan memutus perkara, hakim harus obyektif,adil dan fair dalam memperlakukan para pihak yang bersengketa“ Pengadilan mengadili menurut hukum dan tidak membeda-bedakan orang ( Pasal 4 ayat (1) UU No.48 Tahun 2009).
  • 24. Asas Putusan hakim Harus Disertai Alasan- alasan “ Segala putusan Pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan tersebut,memuat pula pasal tertentu dari peraturan perundangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili ( Pasal 50 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 )”
  • 25. Dasar Alasan Putusan hakim Alasan Berdasarkan Fakta-faktanya Alasan Berdarkan Hukumnya Dasar alasan Putusan Hakim menjadi ukuran atau parameter adil,obyektrif,fair tidaknya suatu putusan hakim. Putusan Hakim Harus dapat dipertanggungjawabkan pada para pihak,masyarakat,hakim yang lebih tinggi dan pada dunia ilmu pengetahuan.
  • 26. Asas beracara dikenakan biaya Berperkara di pengadilan tentu diperlukan biaya. Asasnya biaya ringan,sehingga dapat ditanggung oleh masyarakat.  Biaya perkara meliputi,biaya kepaniteraan,biaya pemanggilan para pihak maupun para saksi,biaya meterai dan sebagainya.  Persekot biaya perkara untuk pertama kalinya dibayarkan oleh pihak penggugat bersama-sama pada waktu mengajukan gugatannya, sedangkan siapa yang harus menangung beban biaya perkara pada prinsipnya adalah para pihak sendiri, dalam praktek beban biaya perkara ditentukan oleh hasil dari putusan pengadilan.
  • 27. Biaya Perkara Dalam hal tuntutan dikabulkan biaya perkara dibenankan pada pihak tergugat Dalam hal tuntutan tidak dikabulkan biaya perkara ditanggung oleh penggugat Dalam hal ada putusan damai,biaya perkara ditentukan sendiri oleh penggugat dan tergugat dalam perdamaiannya.
  • 28. Perkara Prodeo Bagi pihak-pihak yang tidak mampu dapat mengajukan permohonan agar perkaranya diperiksa secara Cuma-Cuma (prodeo ) dengan disertai surat keterangan tidak mampu dari pemerintah setempat, biaya perkara ditanggung oleh negara ( Pasal 56 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 )
  • 29. Asas tidak ada keharusan untuk mewakilkan Pada rinsipnya dalam perkara perdata para pihak dapat beracara sendiri di muka pengadilan tanpa harus mewakilkan pada seorang wakil atau kuasa hukum,tetapi para pihak dapat juga mewakilkan atau menguasakan pada orang lain untuk beracara di muka pengadilan sebagai kuasa hukumnya.
  • 30. Bantuan Hukum Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum ( Pasal 56 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 )
  • 31. Wakil /Kuasa berdasarkan undang-undang (wettelijke vertegenwoodig atau legal mandatory ) undang-undanglah yang telah menetapkan seseorang atau badan untuk dengan sendirinya menurut hukum bertindak sebagai wakil dari orang atau badan tanpa memerlukan surat kuasa. Contoh :  Wali terhadap anak di bawah perwaliannya  Orang tua terhadap anak-anaknya yang belum dewasa  kurator terhadap orang-orang yang ada di bawah kuratelenya  BHP,Orang atau Badan yang ditunjuk sebagi curator dalam kepailitan.
  • 32. Wakil atau kuasa berdasarkan perjanjian Wakil atau kuasa berdasarkan adanya perjanjian pemberian kuasa untuk melakukan suatu perbuatan hukum tertentu ,misalnya kuasa khusus untuk mengajukan gugatan ke pengadilan negeri antara seorang penggugat dengan pengacaranya.
  • 33. Acara Kepailitan Dalam acara khusus permohonan pernyataan pailit ,ketentuan asas tidak ada keharusan untuk mewakilkan menjadi tidak berlaku dengan adanya ketentuan bahwa setiap permohonan yang berkaitan dengan kepailitan harus diajukan oleh seorang kuasa(Advokat) sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU No37 Tahun 2004 tentang kepailitan.
  • 34. . Asas obyektifitas Hakim dalam menerima,memeriksa,mengadili dan memutuskan setiap perkara harus berlaku adil,obyektif dan fair tidak boleh memihak pada salah satu pihak kedua belah pihak harus diperlakukan secara imbang.
  • 35. jaminan penerapan asas obyektifitas Sebagai jaminan penerapan asas obyektifitas ada beberapa asas yang terkait dan saling mendukung,misalnya adanya asas sidang terbuka untuk umum,asas mendengar kedua belah pihak,asas putusan disertai alasan-alasan,asas hakim majelis dan lain sebaginya,di samping itu untuk lebih menjamin asas obyektifitas pada para pihak diberikan adanya “hak ingkar (recusatie atau hak wraking)” “Pihak yang diadili mempunyai hak ingkar terhadap hakim yang akan mengadili perkaranya ( Pasal 17 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 ) “
  • 36. Hak Ingkar adalah hak seorang yang diadili untuk mengajukan keberatan yang disertai dengan alasan terhadap seorang hakim yang mengadili perkaranya (Pasal 17 ayat (2) UU No.48 Tahun 2009)
  • 37. Dasar Alasan Hak Ingkar Dasar alasan pengajuan hak ingkar ( Pasal 17 ayat (3,4,5) UU No.48 Tahun 2009, Pasal 374 ayat (1) HIR) :  Apabila seorang hakim terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga,atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai,dengan ketua,salah seorang hakim anggota,jaksa,advokat,atau panitera;  apabila ketua majelis,hakim anggota,jaksa,atau panitera terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan pihak yang diadili atau advokat;  apabila hakim atau panitera mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa.
  • 38. Hak Ingkar Berdasarkan alasan yang sama seorang hakim atau panitera wajib untuk mengundurkan diri baik atas keinginan sendiri maupun atas permintaan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap alasan pada ayat (5) maka putusan hakim menjadi tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administrative atau pidana berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku ( Pasal 17 ayat (6) UU No.48 Tahun 2009 ).
  • 39. . Asas sistem majelis “Semua pengadilan memeriksa,mengadili dan memutus dengan sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang hakim kecuali undang-undang menentukan lain (Pasal 11 ayat (1) UU No.48 Tahun 2009) “
  • 40. 1. Asas Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa ( Pasal 2 ayat (1) UU No.48 Tahun 2009) Setiap putusan pengadilan dalam kepala putusannya harus mencantumkan klausula Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,klausula ini merupakan klausula eksekutorial. Tidak dipenuhinya asas ini dalam putusan,berakibat putusan tidak dapat dilaksanakan dan putusan menjadi batal demi hukum
  • 41. Asas peradilan yang sederhana,cepat dan biaya ringan( Pasal 2 ayat (4) UU No.48 Tahun 2009 ) Sederhana dalam pengertian bahwa peradilan dilaksanakan dengan cara-cara yang tidak formalistis,tidak memerlukan birokrasi yang sulit serta acaranya mudah difahami oleh masyarakat; Cepat,dalam pengertian bahwa proses peradilan dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu yang penyelesaiannya dapat diukur secara pasti dan jelas dalam waktu berapa lama suatu perkara dapat diselesaikan oleh hakim pada semua tingkat; Biaya ringan,proses peradilan tentu memerlukan biaya,hanya saja tentunya biaya yang dibebankan selaras dan sebanding dengan perkara yang diajukan dan dapat ditanggung oleh masyarakat.
  • 42. II. KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA
  • 43. Kekuasaan Kehakiman Yang Mandiri mandiri dalam tugas yudisial mandiri dalam bidang administrasi mandiri dalam bidang organisasi mandiri dalam bidang financial
  • 44. Kekuasaan kehakiman Yang Merdeka “ Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia ( Pasal 1 butir 1 UU No. 48 Tahun 2009 ) “
  • 45. Kekuasaan Kehakiman Yang Merdeka “ Kekuasaan kehakiman yang merdeka mengandung pengertian bahwa kekuasaan kehakiman bebas dari segala campur tangan pihak kekuasaan ekstra yudisial,kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam Undang- Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (Penjelasan Pasal 1 UU No.4 / 2004 )” “ Kebebasan dalam melaksanakan wewenang yudisial bersifat tidak mutlak karena tugas hakim adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila,sehingga putusannya mencerminkan rasa keadilan rakyat Indonesia (penjelasan Pasal 1 UU No.4 Tahun 2004 ) “
  • 46. Kemandirian Peradilan Dalam menjalankan tugas dan fungsinya hakim dan hakim konstitusional wajib menjaga kemandirian peradilan Bebas dari campur tangan pihak luar dan bebas dari segala bentuk tekanan, baik fisik maupun psikis
  • 47. Kekuasaan Kehakiman Yang Merdeka “ Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang,kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 ( Pasal 3 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 )
  • 48. Kebebasan Wewenang Yudisial Bersiafat tidak Mutlak dan Dibatasi Oleh :  Nilai-nilai Norma Hukum;  Nilai-nilai Keadilan;  Nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945
  • 49. 2. Badan Peradilan Negara dan Lingkungan Peradilan “ Semua peradilan di seluruh wilayah negara Republik Indonesia adalah peradilan negara dan ditetapkan dengan Undang-undang{ Pasal 2 ayat (3) UU No.48 Tahun 2009}”
  • 50. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman “ Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman….. dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,lingkungan peradilan agama,lingkungan peradilan militer,lingkungan peradilan tata usaha negara,dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi (Pasal 2 Jo Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) UU No 4 Tahun 2004,Pasal 18 UU No.48 tahun 2009) “
  • 51. Organisasi,administrasi,dan financial Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya berada di bawah kekuasaan Mahkamah agung ( Pasal 21 ayat ( 1 ) UU No. 48 tahun 2009) Mahkamah Konstitusi berada di bawah kekuasaan dan kewenangan Mahkamah Konstitusi ( Pasa 29 ayat (4) UU No.48 Tahun 2009)
  • 52. Skema Kekuasaan Kehakiman MAHKAMAH MAHKAMAH AGUNG KONSTITUSI  PENGADILAN PENGADILAN TINGGI TINGGI AGAMA MAHMILTI PT TUN PENGADILAN PENGADILAN NEGERI AGAMAI MAHMIL PTUN Umum Agama Militer Tata Usaha Negara
  • 53. Pengadilan Khusus “ Pengadilan Khusus hanya dapat di bentuk dalam salah satu lingkungan peradilan sebagimana dimaksud dalam Pasal 10 yang diatur dengan Undang-undang (Pasal 15 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004 ) “ Pengadilan khusus,antara lain,adalah pengadilan anak,pengadilan niaga,pengadilan hak asasi manusia,pengadilan tindak pidana korupsi,pengadilan hubungan industrial yang berada di lingkungan peradilan umum dan perdilan pajak di lingkungan peradilan tata usaha negara ( penjelasan Pasal 15 ayat (1) UU No. 4 / 2004
  • 54. Peradilan syariah Islam “ Peradilan syariah Islam di Propinsi Nanggroe Aceh Darrussalam merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangnan peradilan agama dan merupakan penagdilan khusus dalam lingkungan peradilan umum sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan pengadilan umum (Pasal 15 ayat (2) UU No.4 / 2004 )
  • 55. Pengadilan syariah Islam Terdiri atas Mahkamah Syariah untuk tingkat pertama dan Mahkamah syariah Propinsi untuk tingkat banding……… ( Penjelasan Pasal 15 ayat (2) UU No. 4 Tahun 2004 ) “
  • 57. Kompetensi / kewenangan absulut  Adalah merupakan Kewenangan lembaga peradilan dalam menerima, memeriksa dan mengadili serta memutus suatu perkara tertentu berdasarkan atribusi kekuasaan kehakiman yang secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan peradilan lain,baik dalam lingkungan badan peradilan yang sama,maupun dalam lingkungan peradilan yang berbeda.  Kopetensi absulut terkait dengan pertanyaan peradilan apakah yang mempunyai kopetensi atau kewenangan untuk memeriksa suatu jenis perkara tertentu. Apakah peradilan umum,peradilan agama,atau peradilan lainnya
  • 59. Kompetensi Absolut Pengadilan Negeri Menerima,memeriksa,mengadili dan memutus semua perkara atau sengketa keperdataan pada tingkat pertama ( Pasal 50 UU No.2 /1986 Jo UU No. 8 /2004) Menerima,memeriksa,mengadili dan memutus perkara pidana pada tingkat pertama ( Pasal 50 UU No.2 /1986 Jo UU No.8 /2004 ) Menerima,memeriksa,mengadili dan memutus pada tingkat pertama perkara koneksitas.
  • 60. Perkara Koneksitas Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer,diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum,kecuali dalam keadaan tertentu menurut keputusan Ketua Mahkamah Agung perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer “ ( Pasal 24 UU No. 4 / 2004
  • 61. Kompetensi Absulut Pengadilan Tinggi  Menerima,memeriksa,mengadili dan memutuskan perkara/sengketa perdata pada tingkat banding atas putusan pengadilan tingkat pertama ( Pasal 51 ayat (1) UU No.2 /1986 Jo UU No 8 /2004 )  Menerima,memeriksa,mengadili dan memutus perkara pidana pada tingkat banding atas putusan pengadilan tingkat pertama ( Pasal 51 ayat (1) UU No. 2 /1986 Jo UU No.8 /2004 )  Menerima,memeriksa,mengadili dan memutus ditingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara pengadilan negeri di daerah hukumnya(menyangkut kopetensi relatif---- Pasal 51 Ayat (2) UU No. 2 / 1986 Jo UU No.8 /2004 )  Menerima,memeriksa dan mengadili serta memutus pada tingkat pertama dan terakhir perkara /sengketa perdata secara prorogasi (Pasal 3 ayat (1),(2) UU Dar. 1 /1951 ,Pasal 128 (2) RO dan Pasal 85 RBg
  • 62. Kompetensi Absulut Mahkamah Agung mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkubngan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung ( Pasal 11 ayat ( 2 ) huruf a UU No.4 /2004 )  menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang ( Pasal 11 ayat ( 2) huruf b UU No. 4 / 2004 )
  • 63.  memeriksa,mengadili dan memutus sengketa wewenang mengadili : a. antara pengadilan di lingkungan peradilan yang satu dengan pengadilan dalam lingkungan peradilan yang lain, b. antara dua pengadilan yang ada dalam derah hukum pengadilan tingkat banding yang berlainan dari lingkungan peradilan yang sama dan c. antara dua pengadilan tingkat banding di lingkungan peradilan yang sama atau antara lingkungan peradilan yang berlainan ( Pasal 33 ayat (1) UU No. 14 / 1985 )  Semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang RI diputus oleh MA dalam tingkat pertama dan terakhir ( Pasal 33 ayat (2) UU No. 14 / 1985  Permohonan peninjauan kembali atas putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap ( Pasal 34 UU No.14 / 1985 ).
  • 64. Kopetensi absulut Mahkamah Konstitusi Mahkamah konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: (Pasal 12 ayat (1) UU No.4 / 2004 ) menguji undang-undang terhadap Undang- Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945; memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang- Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 ;
  • 65. memutus pembubaran partai politik; memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan /atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela,dan /atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan /atau wakil Presiden Pasal 12 ayat ( 2 ) UU No. 4 / 2004 ).
  • 66. Kompetensi Relatif Adalah kewenangan lembaga peradilan dalam menerima,memeriksa,mengadili dan memutus suatu perkara tertentu berdasarkan wilayah hukum suatu pengadilan berdasar distribusi kekuasaan kehakiman. Kompetensi relative menyangkut pertanyaan ke pengadilan negeri manakah suatu perkara harus diajukan ?
  • 67. Kompetensi Relative Ditemukan Pengaturannya dalam Pasal 118 HIR atau Pasal 142 RBg : Sebagai asas ditentukan bahwa Pengadilan Negeri di tempat tinggal tergugat yang wenang untuk memeriksa gugatan atau tuntutan hak,asas ini disebut asas actor sequitur forum rei ( Pasal 118 ayat (1) HIR,142 ayat (1) RBg ) Apabila tergugat tidak mempunyai tempat tinggal yang dikenal atau tempat tinggalnya yang nyata tidak dikenal atau tergugat tidak dikenal,maka gugatan diajukan kepada pengadilan negeri di tempat tergugat sebenarnya tinggal ( Pasal 118 ayat (1) HIR,142 ayat (1) RBg )
  • 68.  Dalam hal ada domisili pilihan maka gugatan di ajukan kepada pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal atau domisili pilihan tersebut ( Pasal 118 ayat (4) HIR,142 ayat (4) RBg) ------ domisili /tempat tinggal pilihan harus dibuat dengan akta oleh para pihak (Pasal 24 BW)  Dalam hal pihak tergugatnya lebih dari seorang dan tempat tinggalnya tidak dalam satu wilayah hukum pengadilan negeri ,maka gugatan dapat diajukan kepada pengadilan negeri di tempat salah satu tergugat bertempat tinggal. Penggugat dapat memilih salah satu pengadilan di wilayah hukum para tergugat bertempat tinggal (Pasal 118 ayat (2) HIR,Pasal 142 ayat (3) RBg )
  • 69. Dalam hal tergugatnya terdiri orang-orang yang berhutang (debitur) dan penanggung,maka gugatan diajukan kepada pengadilan negeri yang meliputi wilayah hukum tempat tinggal si berhutang atau debitur (Pasal 118 ayat (2) HIR,142 ayat(2) RBg ) Dalam hal obyek gugatan adalah benda tetap maka gugatan diajukan ke pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi letak benda tetap tersebut -------- asas forum rei sitae ( Pasal 118 ayat (3) HIR,Pasal 142 ayat (5) RBg
  • 70. Dalam hal tergugat tidak mempunyai tempat tinggal yang dikenal maupun tempat tinggal yang nyata atau apabila tergugat tidak dikenal,gugatan dapat diajukan kepada pengadilan negeri di tempat penggugat tinggal ( Pasal 118 ayat(3) HIR, 142 ayat (3) RBg) ----- bentuk penyimpangan atas asas actor sequitur forum rei.
  • 71. Terhadap kompetensi relatif apabila tidak ada eksepsi maka pengadilan tetap mempunyai kewenangan untuk memeriksa dan mengadili perkara yang telah diajukan oleh penggugat. Ketidak wenangan pengadilan dengan alasan melanggar kompetensi relatif harus berdasarkan adanya eksepsi dari salah satu pihak yang bersengketa (pihak tergugat). Sedangkan menyengkut kompetensi absulut ada atau tidak eksepsi hakim harus menyatakan dirinya tidak wenang.
  • 72. III. TATA CARA PENGAJUAN TUNTUTAN HAK
  • 73. 3.1. Pengertian Tuntutan hak Tuntutan hak adalah suatu upaya yang bertujuan untuk memperoleh perlindungan hukum atas hak –hak tertentu yang dimiliki oleh seseorang melalui proses peradilan yang dibenarkan menurut hukum untuk mencegah terjadinya “eigenrichting”atau perbuatan main hakim sendiri dalam melaksanakan haknya sehingga menimbulkan perbuatan melawan hukum yang dapat merugikan pihak lainnya.
  • 74. Macam-macam Tuntutan Hak  Tuntutan hak yang tidak mengandung sengketa.  Tuntutan hak yang mengandung sengketa
  • 75. Tuntutan hak yang tidak mengandung sengketa  Yaitu tuntutan hak yang diajukan di muka sidang pengadilan tanpa didahului adanya persengketaan di antara pihak pihak yang berkepentingan atau yang terlibat di dalamnya.  Pengajuannya berbentuk permohonan.  Sistem peradilan yang dipakai adalah sistem volunteer (peradilan yang tidak sesungguhnya ).
  • 76. Tuntutan hak yang mengandung sengketa  Yaitu tuntutan hak yang diajukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan di muka pengadilan yang didahului adanya persengketaan atau perselisihan atas suatu hak tertentu di antara pihak-pihak yang berkepentingan.  Berbentuk gugatan atau tuntutan perdata sebagaimana yang diatur dalam Pasal 118 ayat (1) HIR atau Pasal 142 ayat (1) RBg  Sistem peradilan yang dipakai adalah peradilan Contentieus (peradilan yang sesungguhnya)
  • 77. Perbedaan Permohonan dan Gugatan Dilihat dari para pihaknya, dalam permohonan pada umumnya pihaknya hanya ada pemohon,tetapi tidak menutup kemungkinan juga ada pihak termohonnya. Dalam gugatan para pihaknya terdiri dari dua pihak yaitu pihak penggugat dan pihak tergugat dan dimungkinkan juga berperkara dengan pihak ketiga yang masuk dalam sengketa mereka. Dilihat dari bentuk pengajuan perkaranya berbentuk permohonan dan gugatan berbentuk gugatan. Dilihat dari sistem peradilannya,permohonan masuk dalam sistem peradilan volunteer sedang gugatan masuk dalam sistem peradilan kontentieus.
  • 78. Dilihat dari fungsi dan tugas hakim,dalam permohonan hakim lebih bersifat sebagai administrator,sedang dalam gugatan hakim bersifat mengadili diantara kedua belah pihak antara yang salah dan yang benar. Dilihat dari putusan yang dihasilkan oleh hakim,dalam permohonan bentuk putusannya berupa penetapan,sedangkan dalam gugatan berbentuk keputusan. Pada umumnya putusan atas permohonan yang berupa penetapan tidak memerlukan eksekusi,sedang putusan atas gugatan pada umumnya memerlukan eksekusi.
  • 79. 3.3. Tata Cara Pengajuan Gugatan di Pengadilan  Gugatan dapat diajukan secara lisan maupun secara tertulis  Isi Gugatan,dalam HIR maupun Rbg tidak mengatur tentang apa yang harus dicantumkan dalam gugatan,HIR dan RBg hanya mengatur tentang tata caranya mengajukan gugatan.  untuk mengisi kekosongan hukum ini ketentuan RV (hukum acara perdata untuk golongan Eropa ) dapat dijadikan rujukan dalam menyusun surat gugatan dengan merujuk ketentuan Pasal 119 HIR dan Pasal 143 RBg yang memberi wewenang ketua pengadilan negeri berkuasa untuk memberi nasehat dan pertolonggan kepada orang yang mengugat atau kepada wakilnya tentang hal memasukkan gugatannya.
  • 80. ISI SURAT GUGATAN ( Pasal 8 No.3 RV): Identitas dari para pihak,baik penggugat maupun pihak tergugatnya. Dalil-dalil Kongkrit adanya hubungan hukum yang merupakan dasar serta alasan dari tuntutan (Fundamentum Petendi atau posita) Tuntutan yang dikehendaki oleh pihak penggugat (Petitum )
  • 81. Identitas Para Pihak Nama Penggugat dan Tergugat; Umur Penggugat Maupun Tergugat; Pekerjaan dari Penggugat dan Tergugat Tempat Tinggal / Domisili / Tempat Kedudukan Penggugat dan Tergugat,dll
  • 82. Fundamentum Petendi atau posita Tentang Faktanya (kejadian atau peristiwanya); Tentang Hukumnya
  • 83. Tuntutan (Petitum ) Yaitu tentang apa yang dimintakan atau diharapkan oleh pihak penggugat untuk diputuskan oleh hakim. Tuntutan harus lengkap ,jelas dan sempurna,tuntutan yang tidak lengkap,jelas dan sempurna akan berakibat tidak diterimanya tuntutan .
  • 84. Tuntutan atau petitum Tuntutan pokok atau tuntutan primer Tuntutan Pengganti atau tuntutan subsider Tuntutan Tambahan
  • 85. Tuntutan pokok atau tuntutan primer Yaitu tuntutan yang sifatnya pokok terkait dengan hubungan hukum yang terjadi di antara para pihak yang harus dipenuhi oleh pihak tergugat sebagai bentuk prestasi tertentu.
  • 86. Tuntutan Pengganti atau tuntutan subsider Yaitu tuntutan yang diajukan oleh penggugat yang sifatnya adalah untuk menggantikan tuntutan primer dalam hal nantinya tuntutan primer tidak dikabulkan oleh hakim. Tuntutan subsider harus sebanding dengan tuntutan primer.
  • 87. Tuntutan Tambahan Adalah tuntutan yang sifatnya menambah tuntutan pokok atau tuntutan subsider,tuntutan tambahan dapat berupa:  tuntutan agar tergugat dihukum membayar beaya perkara;  tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar sejumlah bunga tertentu;  tuntutan agar tergugat dihukum membayar sejumlah uang paksa;  dalam hal gugat cerai,sering disertai dengan tuntutan tambahan atas nafkah istri,pembagian harta bersama,atau hak pengasuhan atas anak;  tuntutan agar putusan dinyatakan dapat dilaksanakan terlebih dahulu,meskipun ada upaya hukum perlawanan,banding maupun kasasi (Uit voerbaar bij vooraad )
  • 88. Syarat-sayarat dapat dikabulkannya tuntutan Uit voebaar bij voorraad (Pasal 180 HIR,Pasal 191 RBg ) antara lain :  ada surat yang sah (autentik titel )  apabila ada tulisan yang mempunyai kekuatan pembuktian  apabila ada putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap  apabila dikabulkan suatu tuntutan provisional  dalam hal perselisihan tentang hak milik 
  • 89. Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 06 Tahun 1975 tanggal 1 Desember 1975 Jo Surat Edaran Mahkamah Agung No.03 Tahun 1978 tanggal 1 April 1978, Mahkamah Agung meminta agar para hakim tidak menjatuhkan putusan Uit Voerbaar bij voorraad,walaupun syarat-syarat yang ditentukan dalam pasal 180 ayat (1) HIR telah dipenuhi,kecuali dalam hal-hal yang tidak dapat dihindarkan misalnya putusan yang sifatnya sangat eksepsional
  • 90. putusan yang sifatnya sangat eksepsional  putusan itu diberikan apabila ada penyitaan conservatoir yang harga barangnya tidak cukup untuk memenuhi gugatan  jikadipandang perlu dapat dimintakan jaminan pada pihak pemohon,yang berupa benda-benda jaminan yang mudah disimpan dan tidak boleh menerima penanggung (borg) untuk menghindarkan masuknya pihak ketiga di dalam proses.
  • 91. Dalam Praktek  Tuntutan tambahan sering juga dirumuskan dalam bentuk yang beraneka ragam,sering juga dalam tuntutan tambahan ditambahkan permintaan “Mohon putusan yang seadil- adilnya dari hakim “ atau “ Agar Hakim Mengadili Menurut Keadilan Yang Benar “ Dengan petitum tambahan yang demikian itu diharapkan hakim dapat memutuskan secara bebas menurut nilai-nilai keadilan dan hukum dalam hal petitum primer maupun sekunder tidak dikabulkan.
  • 92. 3.4. Penggabungan atau kumulasi tuntutan Kumulasi/penggabungan subyektif Kumulasi /penggabungan obyektif
  • 93. Kumulasi/penggabungan subyektif Yaitu kumulasi yang menyangkut subyek-subyek yang ada dalam perkara yang sedang terjadi,misalnya penggugatnya terdiri dari beberapa orang atau sebaliknya tergugatnya yang terdiri dari beberapa orang tergugat atau penggugat maupun tergugatanya lebih dari seorang.
  • 94. exception plurium litis consortium Yaitu eksepsi yang menyatakan bahwa masih ada orang lain yang harus diikutkan sebagai pihak tergugat dalam perkara yang diajukan oleh pihak penggugat.
  • 95. Kumulasi /penggabungan obyektif Yaitu penggabungan tuntutan yang menyangkut obyek tuntuan,dalam kumulasi ini penggugat mengajukan lebih dari satu tuntutan dalam satu perkara secara sekaligus atas beberapa hubungan hukum atau peristiwa hukum ,baik yang saling berhubungan satu sama lain maupun tidak saling berhubungan.
  • 96. Ada tiga hal yang tidak dimungkinkan adanya penggabungan atau kumulasi secara obyektif 1. Dalam hal tuntutan yang satu diperlukan acara khusus (misalnya gugat cerai ) dan tuntutan yang satunya lagi harus diperiksa dengan acara biasa (misalnya gugat utang piutang ); 2. Dalam hal hakim tidak wenang secara relative untuk memeriksa salah satu tuntutan yang digabung bersama-sama dalam satu gugatan; 3. Tuntutan yang menyangkut tentang bezit egendom atau penguasaan dan kepemilikan.
  • 97. Kumulasi dan Konkursus Kumulasi harus dibedakan dengan “Konkursus” yang merupakan kebersamaan adanya beberapa tuntutan hak yang kesemuanya menuju pada satu akibat hukum yang sama,apabila satu tuntutan sudah terpenuhi maka tuntutan lainnya juga sekaligus terkabulkan..
  • 98. Berperkara dengan pihak ketiga Dengan cara campur tangan(Intervensi ) Dengan cara penanggungan atau garansi (Vrijwaring )
  • 99. Dengan cara campur tangan ( Intervensi ) Intervensi merupakan bentuk berperkara dengan pihak ketiga dengan cara masuknya pihak ketiga dalam sengketa yang terjadi diantara pihak penggugat dan tergugat didasarkan atas keinginan dan kemauan dari pihak ketiga itu sendiri.
  • 100. Dengan cara penanggungan atau garansi (Vrijwaring ) Dalam Vrijwaring masuknya pihak ke tiga dalam sengketa yang terjadi di antara penggugat dan tergugat berdasarkan keinginan dari penggugat atau tergugat yang secara sengaja menarik pihak ke tiga masuk dalam sengketa mereka.
  • 101. Bentuk Campur Tangan / Intervensi  bersifat menyertai ( Voeging ), dalam intervensi ini pihak ke tiga yang masuk dalam sengketa antara penggugat dan tergugat bersifat memihak untuk membela kepentingan salah satu pihak yang bersengketa,yang lazimnya membela kepentingan dari pihak tergugat. Dalam intervensi ini sesungguhnya pihak intervinin masuk dalam sengketa dengan tujuan untuk membela hak-haknya sendiri dengan jalan membela salah satu pihak yang bersengketa.  Intervensi yang bersifat menengahi (Tussenkomst ) , masuknya pihak ketiga dalam sengketa berdiri di antara kepentingan penggugat dan kepentingan tergugat,tujuan intervinin masuk dalam sengketa adalah untuk mempertahankan hak dan kepentingan hukumnya sendiri ,guna mencegah timbulnya kerugian atau kehilangan hak sebagai akibat adanya sengketa diantara penggugat dan tergugat,sehingga perlu campur tangan dari pihak intervinin.
  • 102. Bentuk Penanggungan / Garansi (Vrijwaring) Vrijwaring formil yaitu apabila seorang diwajibkan untuk menjamin orang lain menikmati suatu hak atau benda yang bersifat kebendaan dan semata-mata hanya menyangkut hak –hak yang bersifat kebendaan. Vrijwaring sederhana atau garansi simple ini terjadi apabila sekiranya tergugat dikalahkan dalam sengketa yang sedang berlangsung mempunyai hak untuk menagih kepada pihak ke tiga ( penanggung ) dengan melunasi hutangnya mempunyai hak untuk menagih kepada debitur
  • 103. Penarikan pihak ketiga dengan vrijwaring dapat dilakukan oleh tergugat sebelum tergugat memberikan jawabannya,sedang bagi penggugat sebelum memberikan repliknya.
  • 105. Macam-macam sita Jaminan atau Conservatoir beslag Conservatoir beslag atas barang miliknya sendiri(milik penggugat atau pemohon ) Conservatoir Beslag atas barang milik debitur/tergugat/termohon
  • 106. Conservatoir beslag atas barang miliknya sendiri  Dalam sita jaminan ini barang yang menjadi obyek penyitaan adalah barang milik dari pihak penggugat atau pemohon sendiri yang dikuasai oleh pihak lain,dalam sita ini tujuannya bukan untuk menjamin suatu tuntutan berupa tagihan uang atau pembayaran sejumlah uang tertentu,akan tetapi lebih dimaksudkan hanya untuk mejamin suatu hak kebendaan dari pemohon(penggugat) dan penyitaan akan berakhir dengan diserahkan benda obyek penyitaan.
  • 107. Macam-macam Sita Jaminan atas Barang Sendiri  Revindikatoir beslag ;  Sita Marital
  • 108. Revindikatoir beslag Yaitu penyitaan yang dilakukan atas permohonan pemilik barang bergerak yang ada di tangan pihak orang lain atau di bawah kekuasaan orang lain (tergugat atau termohon ) secara lisan maupun secara tertulis ke pengadilan negeri di tempat orang yang menguasai benda tersebut bertempat tinggal Dalam permohonan sita revindikatoir tidak diperlukan adanya alasan yang berupa praduga bahwa termohon ada etikat tidak baik untuk mengalihkan barang dimaksud (Pasal 226 HIR )
  • 109. Unsur-unsur Revindicatoir Beslag  Obyek penyitaan harus berupa barang bergerak;  Barang bergerak tersebut merupakan barang milik penggugat atau pemohon yang dikuasai oleh tergugat atau termohon;  Permintaan/permohonan harus diajukan kepada ketua pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal termohon;  Permohonan dapat diajukan secara lisan maupun tertulis;  Barang yang menjadi obyek penyitaan harus diterangkan secara seksama dan terinci.
  • 110. Sita Marital Sita Marital yaitu sita atas barang milik sendiri yang terjadi dalam hal ada gugat cerai , sita ini dikenal dalam sistem hukum acara untuk golongan orang Barat yang diatur dalam Pasal 823 a RV dan seterusnya , sita marital dimohonkan oleh pihak istri terhadap harta bersama yang dikuasai oleh suami, baik yang berupa barang bergerak maupun benda tetap,tujuan dari penyitaan ini adalah untuk menjamin agar barang-barang yang disita tidak jatuh atau dialihkan pada pihak ketiga.
  • 111. Conservatoir Beslag atas barang milik debitur/tergugat/termohon  Bentuk penyitaan inilah yang merupakan bentuk penyitaan yang sesungguhnya yang bersifat Conservatoir Beslag (CB) sebagimana ditentukan dalam Pasal 227 HIR ayat (1) “Jika ada persangkaan yang beralasan,bahwa orang yang berhutang sebelum dijatuhkan keputusan kepadanya,atau sedang keputusan yang dijatuhkan kepadanya,belum dapat dijalankan,berusaha akan menggelapkan atau akan mengankut barangnya ,baik yang tetap maupun tidak tetap dengan maksud akan menjauhkan barang itu dari penagih hutang,maka ketua atas permohonan pihak yang berkepentingan untuk itu (pemohon/penggugat) dapat memberikan perintah supaya barang itu disita untuk menjaga hak pemohon……”.
  • 112. Unsur-unsur Conservatoir Beslag  pengajuan conservatoir beslag harus ada alasan praduga bahwa tergugat sebelum putusan dijatuhkan atau dilaksanakan beritikat tidak baik untuk mengalihkan atau menggelapkan barang-barangnya;  barang yang menjadi obyek penyitaan adalah milik dari pihak tergugat/termohon,bukan milik dari pihak penggugat atau pemohon;  permohonan Conservatoir Beslag diajukan pada ketua pengadilan negeri yang memeriksa perkara yang bersangkutan;  permohonan conservatoir beslag diajukan secara tertulis;  obyek penyitaan Conservatoir beslag dapat berupa benda bergerak,benda tidak bergerak atau benda bergerak milik tergugat yang dikuasai oleh pihak ketiga.
  • 113. Perbedaan Pokok antara Conservatoir Beslag dan Revindicatoir Beslag :  Obyek permohonan Conservatoir Beslag adalag benda bergerak maupun benda tetap milik dari debitur/tergugat/termohon maupun benda bergerak milik debitur/tergugat/termohon yang dikuasai oleh pihak ketiga,Sedangkan dalam Revindikatoir Beslag obyek penyitaan adalah benda bergerak milik dari penggugat/pemohon sendiri yang dikuasai oleh tergugat.  dalam Conservatoir Beslag permohonannya harus disertai adanya alasan yang berupa praduga adanya itikat tidak baik dari pihak tergugat untuk mengalihkan /menggelapkan barangnya, sedangkan dalam Revindikatoir Beslag alasan itu tidak diperlukan.  Permohonan atas Conservatoir Beslag diajukan dengan surat tertulis, Sedang dalam Revindikatoir beslag dapat secara lisan maupun tertulis .  Dalam Conservatoir Beslag bertujuan untuk pembayaran sejumlah uang tertentu, sedang dalam Revindicatoir Beslag bertujuan untuk penyerahan atas barang atau benda yang menjadi obyek penyitaan.
  • 114. Persamaan Conservatoir Beslag dan Revindicatoir Beslag :  Sama-sama untuk menjamin tuntutan dalam hal tuntutan dikabulkan;  dapat dinyatakan syah dan berharga apabila gugatan dikabulkan dan pengajuannya memenuhi syarat berdasar undang-undang;  dalam hal gugatan ditolak atau dinyatakan tidak dapat diterima,maka Conservatoir Beslag maupun Revindicatoir Beslag akan diperintahkan untuk diangkat, hal ini ditegaskan dalam Pasal 227 ayat (4) “ Jika gugatan itu diterima,maka penyitaan itu disahkan,jika itu ditolak maka diperintahkan supaya dicabut penyitaan itu “
  • 115. IV. PROSES PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN
  • 116. 4.1. Pencabutan dan Perubahan Gugatan Pencabutan gugatan pada prinsipnya diperbolehkan,pencabutan gugatan dapat dilakukan oleh penggugat,perkara mau dilanjutkan atau tidak sesungguhnya menjadi hak dan kewenangan dari para pihak sendiri. Pencabutan gugatan dapat dilakukan :  Sebelum pihak tergugat memberikan jawaban dan;  sesudah pihak tergugat memberikan jawabannya
  • 117. Pencabutan Gugatan Sebelum Tergugat Memberikan Jawaban Gugatan dapat dicabut begitu saja oleh pihak penggugat tanpa perlu mendapatkan ijin atau persetujuan dari pihak tergugat Terhadap gugatan yang dicabut sebelum ada jawaban,dikemudian hari apabila penggugat berkeinginan untuk mengajukan gugatannya kembali masih dimungkinkan.
  • 118. pencabutan gugatan dilakukan setelah pihak tergugat memberikan jawaban Pencabutan Surat Gugatan harus mendapatkan persetujuan dari pihak tergugat. Dalam hal tida mendapatkan persetujuan dari pihak tergugat maka pencabutan tidak dapat dilakukan. Gugatan yang dicabut setelah ada jawaban dari pihak tergugat,maka bagi penggugat dikemudian hari sudah tidak dapat mengajukan gugatannya kembali,oleh karena penggugat sudah dianggap melepaskan hak- haknya secara suka rela terhadap pihak tergugat.
  • 119. Penambahan dan perubahan gugatan Penambahan atau perubahan gugatan pada prinsipnya juga diperbolehkan,HIR tidak mengatur tentang masalah penambahan dan perubahan gugatan,termasuk hal apa yang boleh dan tidak boleh untuk ditambah atau dirubah. Dalam praktek perubahan dan penambahan diperbolehkan sepanjang tidak merugikan para pihak khususnya kepentingan pihak tergugat dan penambahan atau perubahan tersebut tidak menambah atau merubah tentang pokok perkaranya.
  • 120. 4.2. Putusan Gugur,Verstek dan Putusan Damai
  • 121. Putusan Gugur Adalah putusan yang dijatuhkan oleh hakim diluar hadirnya pihak penggugat atau wakilnya pada sidang yang pertama sekalipun yang bersangkutan sudah dilakukan pemanggilan secara benar,syah dan patut untuk hadir di muka sidang pengadilan pada waktu yang sudah ditentukan
  • 122. Pasal 124 HIR “ Jikalau sipenggugat,walaupun dipanggil dengan patut,tidak menghadap pengadilan negeri pada hari yang ditentukan itu dan tidak juga menyuruh seorang lain menghadap selaku wakilnya,maka gugatannya dipandang gugur dan sipenggugat dihukum membayar biaya perkara;akan tetapi sipenggugat berhak,sesudah membayar biaya yang tersebut,memasukkan gugatannya sekali lagi “
  • 123. Pemanggilan benar,syah dan patut Pemanggilan dilakukan dan diberikan secara langsung pada yang bersangkutan atau wakilnya di tempat tinggal atau domisilinya. Dalam hal panggilan tidak dapat diberikan secara langsung pada yang bersangkutan maka surat panggilan disampaikan melalui kepala desa atau lurah di tempat tinggal yang bersangkutan Dalam hal tempat tinggal atau domisili yang bersangkutan tidak diketahui atau tidak dikenal maka surat panggilan harus ditempel di kantor pengadilan yang bersangkutan dan di kantor wali kota atau bupati.
  • 124. Pemanggilan Benar,Syah dan Patut Surat panggilan harus memperhatikan masa tenggang waktu yang patut antara diterimanya pemanggilan dengan waktu sidang,sekurang-kurangnya panggilan disampaikan tiga hari kerja sebelum sidang dimulai. Pemanggilan dilakukan oleh juru sita dan dibuatkan berita acara pemanggilan pihak-pihak. Di dalam praktek biasanya pemanggilan akan dilakukan oleh pengadilan pada para pihak dua kali berturut- turut,baru kalau pemanggilan kedua tidak hadir juga dapat dijatuhkan putusan gugur.
  • 125. Putusan Verstek( Pasal 125 HIR )  Jika sitergugat,walaupun sudah dipanggil dengan patut tidak menghadap pada hari yang ditentukan,dan tidak juga menyuruh seorang lain menghadap selaku wakilnya,maka gugatan itu diterima dengan putusan tak hadir,kecuali jika nyata kepada pengadilan negeri,bahwa gugatan itu melawan hak atau tidak beralasan  Akan tetapi jika sitergugat dalam surat jawabannya mengajukan perlawanan (tangkisan) bahwa pengadilan negeri tidak berhak menerima perkara itu,hendaklah pengadilan negeri,walaupun si tergugat sendiri atau wakilnya tidak menghadap,sesudah didengar sipenggugat,mengadili perlawanannya dan hanya kalau perlawanannya itu ditolak,maka putusan dijatuhkan mengenai pokok perkara.
  • 126. Putusan Verstek  Jika gugatan diterima,maka putusan pengadilan negeri dengan perintah ketua diberitahukan kepada orang yang dikalahkan,dan serta itu diterangkan kepadanya bahwa ia berhak dalam waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam Pasal 129,mengajukan perlawanan terhadap putusan tak hadir itu pada majelis pengadilan itu juga  Di bawah keputusan tak hadir itu panitera pengadilan mencatat,siapa yang diperintahkan menjalankan pekerjaan itu dan pakah diberitahukannya tentang hal itu baik dengan surat maupun dengan lisan.
  • 127. Syarat-syarat putusan verstek yang mengabulkan gugatan (Pasal 125 ayat (1) HIR : Tergugat atau para tergugat kesemuanya tidak datang pada hari sidang pertama yang telah ditentukan; Tidak menyuruh wakilnya untuk datang pada sidang yang pertama; Telah dilakukan pemanggilan secara benar,sah dan patut; Petitum tidak melawan hak; Petitum beralasan
  • 128. verszet (Perlawanan ) Terhadap putusan Verstek yang isinya mengabulkan gugatan pihak tergugat dapat mengajukan verszet (Perlawanan ) pada pengadilan negeri yang telah memutus putusan verszet tersebut.
  • 129. Tenggang waktu untuk mengajukan perlawanan Dalam waktu 14 hari setelah putusan verstek diberitahukan kepada pihak yang dikalahkan itu sendiri Sampai hari kedelapan setelah teguran seperti yang dimaksud dalam Pasal 196 HIR,apabila yang ditegur tidak datang menghadap Kalau tidak datang waktu ditegur,sampai hari kedelapan setelah sita eksekutorial (197 HIR ).
  • 130. Upaya Banding Atas Putusan Verstek Terhadap putusan verstek yang isinya menolak gugatan,bagi pihak penggugat dapat mengajukan upaya hukum banding ke pengadilan tinggi berdasarkan ketentuan tentang upaya hukum banding
  • 131. Putusan Damai Putusan Damai adalah putusan pengadilan yang dijatuhkan oleh hakim berdasarkan hasil perdamaian para pihak yang telah disepakati dalam akta perdamaian Putusan damai bersifat menghukum kedua belah pihak untuk mematuhi dan mentaati isi perdamaian yang telah disepakati oleh penggugat dan tergugat
  • 132. Perdamaian Di Luar Sidang Perdamaian yang dilakukan di luar sidang,berlakunya bagi para pihak tidak beda halnya dengan perjanjian pada umumnya,perdamaian mengikat seperti halnya undang- undang bagi penggugat maupun tergugat dan sifat berlakunya mengikat dengan etikat baik.
  • 133. Perdamaian Di Dalam sidang Perdamaian yang dilakukan di dalam sidang (akta perdamaian) yang dikuatkan dalam bentuk putusan damai,mempunyai kekuatan hukum seperti putusan pengadilan yang sudah memiliki kekuatan hukum yang tetap(in kracht van gewijsde) mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa bagi para pihak,putusan damai bersifat final and binding.
  • 134. Jawaban Tergugat dan Gugat Balik (Rekonvensi)  Jawaban yang tidak secara langsung mengenai pokok perkara berupa tangkisan atau eksepsi  Jawaban yang menyangkut pokok perkara (verweer ten principale )
  • 135. Tangkisan(Eksepsi) eksepsi prosesuil (processueel ) yaitu eksepsi yang menyangkut acara pemeriksaan perkara di pengadilan (Eksepsi yang diatur dalam HIR) eksepsi berdasar hukum material yaitu eksepsi yang sudah masuk dalam materi gugatan atau sudah menyangkut pokok perkara (diatur dalam ketentuan RV)
  • 136. eksepsi prosesuil (processueel ) Eksepsi tentang ketidak wenangan hakim dalam memeriksa suatu perkara tertentu ,baik menyangkut kopetensi absulut maupun relative. Eksepsi bahwa hakim telah melanggar asas nebis in idem. Eksepsi bahwa perkara yang sama sedang diperiksa oleh pengadilan negeri yang lain. Eksepsi bahwa perkara sedang diperiksa oleh pengadilan banding atau kasasi. Eksepsi bahwa yang bersangkutan tidak mempunyai kualifikasi / sifat untuk bertindak di muka pengadilan.
  • 137. eksepsi berdasar hukum material  eksepsi delatoir yaitu eksepsi yang menyatakan,bahwa gugatan penggugat belum dapat dikabulkan,misalnya karena penggugat telah memberikan penundaan pembayaran dan sebagainya.  eksepsi peremptoir adalah eksepsi yang bersifat menghalangi dikabulkannya gugatan,misalnya gugatan yang diajukan sudah lampau waktu, atau bahwa utang yang menjadi dasar gugatan telah dihapuskan.
  • 138. Jawaban Yang Menyangkut Pokok Perkara  menolak gugatan baik sebagian maupun seluruh gugatan / tuntutan  mengakui gugatan/tuntutan baik sebagian maupun seluruhnya  dengan alasan pertama dan kedua diikuti adanya gugat balik (rekonvensi ). menolak gugatan baik sebagian maupun seluruh gugatan / tuntutan  mengakui gugatan/tuntutan baik sebagian maupun seluruhnya  dengan alasan pertama dan kedua diikuti adanya gugat balik (rekonvensi ). menolak gugatan baik sebagian maupun seluruh gugatan / tuntutan  mengakui gugatan/tuntutan baik sebagian maupun seluruhnya  dengan alasan pertama dan kedua diikuti adanya gugat balik (rekonvensi ).
  • 139. Gugat Rekonvensi (Gugat Balik) Gugat balik atau Rekonvensi diajukan oleh tergugat terhadap penggugat secara bersama- sama dalam memberikan jawabannya,sebelum proses pembuktian dilakukan. Gugat balik atau Rekonvensi pada dasarnya dapat diajukan dalam segala perkara yang secara langsung terkait dengan para pihak
  • 140. Gugat Rekonvensi Yang Tidak Diperbolehkan (Pasal 132 a HIR )  apabila dalam gugat konvensi (gugat asal ) penggugat bertindak sebagai suatu kualitas tertentu atau berdasarkan sifatnya,sedang dalam gugat balik (Rekonvensi )menyangkut diri pribadi dari penggugat atau sebaliknya. Contohnya dalam gugat konvensi penggugat pertindak sebagai wali ,orang tua atau pengampu, maka dalam gugat balik tidak boleh ditujukan pada penggugat secara pribadi.  Jika pengadilan negeri yang memeriksa gugat konvensi secara absulut tidak wenang memeriksa gugat balik (Rekonvensi).  Dalam perkara sengketa pelaksanaan putusan  Dalam hal pada pemeriksaan tingkat pertama tidak diajukan gugat rekonvensi,maka pada tingkat banding tidak boleh ada gugat rekonvensi.  Dalam hal perkara yang menyangkut bezit dan egendom atau penguasaan dan kepemilikan.
  • 141. Keuntungan adanya Gugat Balik ( Rekonvensi ) menghemat biaya mempermudah pemeriksaan perkara mempercepat proses penyelesaian sengketa menghindarkan terjadinya putusan yang saling bertentangan.
  • 142. 4.4. Proses Pembuktian dan Macam-macam Alat Bukti Dalam perkara perdata para pihak sendirilah,baik penggugat maupu tergugat yang harus membuktikan kebenaran dari dalil-dalail yang diajukan baik dalam gugatan maupun dalam jawaban. Tugas hakim adalah memberikan penilaian apakah dalil-dalil yang diajukan oleh para pihak dapat diterima berdasarkan pembuktian yang diajukan. Yang harus dibuktikan oleh para pihak adalah peristiwa yang disengketakan dan tidak semua peristiwa harus dibuktikan
  • 143. Peristiwa Yang Tidak Perlu Dibuktikan karena memang peristiwanya tidak perlu untuk dibuktikan atau diketahui atau dianggap tidak mungkin untuk diketahui oleh hakim. Misalnya dalam hal dijatuhkan putusan verstek,dalam hal gugatan diakui oleh tergugat,dalam hal ada sumpah penentu atau dalam hal bantahan kurang cukup. Karena memang peristiwanya secara ex officio dianggap dikenal atau diketahui oleh hakim. Misalnya terhadap peristiwa-peristiwa notoir atau peristiwa yang sudah diketahui oleh umum,peristiwa-peristiwa yang terjadi selama persidangan. Karena menyangkut pengetahuan tentang pengalaman yang diperoleh berdasarkan pengetahuan umum.
  • 144. Pengertian Pembuktian  Pembuktian dakam arti yang logis,kata membuktikan berarti memberikan kepastian yang absulut kebenarannya sehingga pembuktian yang sebaliknya sudah tidak dimungkinkan,pembuktian ini biasanya didasarkan pada suatu aksioma tertentu yang pasti.  Pembuktian dalam arti yang konvensionil,membuktikan adalah memberikan kepastian,hanya kepastiannya bukan kepastian yang absulut melainkan kepastian yang bersifat relative.  Pembuktian dalam arti yuridis,membuktikan dalam ari yuridis adalah pembuktian yang bersifat konvensionil dalam arti yang khusus,yaitu bahwa pembuktian dalam arti yuridis kebenarannya hanya berlaku bagi pihak-pihak yang bersengketa saja dan tidak berlaku bagi orang lain.
  • 145. Membuktikan dalam arti yuridis adalah memberikan kepastian dasar yang cukup pada hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna mendapatkan kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukan oleh para pihak.
  • 146. Beban Pembuktian adalah menyangkut pertanyaan siapa yang harus terlebih dahulu diberikan kesempatan untuk melakukan pembuktian atas peristiwa yang disengketakan, apakah pihak penggugat atau pihak tergugat. Persoalan pembuktian merupakan persoalan adil tidak adil,persoalan fair tidak fair,oleh karena itu pembagian beban pembuktian merupakan persoalan yang tidak mudah bagi hakim,karena hakimlah yang harus membagi dan menentukan siapa yang harus membuktikan.
  • 147. Asas Umum Beban Pembuktian diatur dalam Pasal 163 HIR,Pasal 283 RBg,Pasal; 1865 BW,yang menyatakan “ Barang siapa menyatakan mempunyai suatu hak atau menyebutkan suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya atau untuk membantah adanya hak orang lain,maka orang itu harus membuktikan adanya hak atau peristiwa itu “
  • 148. Ketentuan Khusus Tentang Beban Pembuktian Pasal 533 BW “orang yang menguasai barang tidak perlu membuktikan adanya itikad baiknya,siapa yang mengemukakan adanya itikad tidak baik harus membuktikan “ Pasal 535 “ Kalau seseorang sudah memulai menguasai sesuatu untuk orang lain ,maka selalu dianggap meneruskan penguasaan tersebut ,kecuali apabila terbukti sebaliknya” Pasal 1244 “ Kreditur dibebaskan dari pembuktian kesalahan dari debitur dalam hal adanya wanprestasi “
  • 149. Teori Beban Pembuktian  Teori pembuktian yang bersifat menguatkan belaka (bloot affirmatief ) ----- menurut teori ini,maka pihak yang harus membuktikan adalah pihak yang mengemukakan adanya sesuatu bukan pihak yang mengingkarinya.  Teori hukum subyektif ----------- berdasarkan teori ini suatu proses perdata itu selalu merupakan pelaksanaan hukum subyektif atau bertujuan mempertahankan hukum subyektif dan pihak yang mengemukakan adanya sesuatu hak harus membuktikan.  Teori Hukum Acara --------- berdasarkan teori ini maka beban pembuktian didasarkan pada kesamaan kedudukan antara penggugat dan tergugat,sehingga dalam membagi beban pembuktian harus didasarkan pada nilai keadilan,keseimbangan dan nilai kepatutan bagi para pihak.
  • 150. Teori Beban Pembuktian Berdasarkan beberapa teori tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pembagian beban pembuktian hakimlah yang mempunyai peranan menentukan siapa yang harus membuktikan dan bagaimana pembagiannya secara adil bagi para pihak. Di dalam praktek pembagian beban pembuktian dipandang adil dan patut, kalau pihak yang dibebani pembuktian adalah pihak yang paling sedikit dirugikan jika disuruh untuk membuktikan.
  • 151. Macam-macam Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktiannya Dalam hukum acara perdata dikenal adanya beberapa macam alat bukti ( Pasal 164 HIR atau Pasal 284 RBg ) : alat bukti surat atau tertulis alat bukti saksi alat bukti persangkaaan (vemoedens, praesumptiones ) alat bukti pengakuan alat bukti sumpah.
  • 152. Alat Bukti Surat atau Tertulis adalah alat bukti yang berbentuk sesuatu apapun yang memuat tanda-tanda bacaan yang berupa pencurahan isi hati atau buah pikiran seseorang yang dapat digunakan untuk membuktikan adanya suatu peristiwa hukum atau perbuatan hukum tertentu.
  • 153. Macam-Macam Alat Bukti Surat alat bukti surat yang berupa surat biasa atau bukan akta; alat bukti surat yang berbentuk akta
  • 154. Surat Biasa adalah surat yang pembuatannya tidak dimaksudkan sebagai alat pembuktian atas suatu peristiwa atau perbuatan hukum tertentu,kalau kemudian dijadikan alat bukti semata-mata karena adanya kepentingan yang menghendaki dan sifatnya kebetulan saja.
  • 155. Akta adalah surat yang diberi tandatangan yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar dari pada suatu hak atau perikatan yang dibuat secara sengaja sejak semula untuk kepentingan pembuktian atas peristiwa atau perbuatan hukum yang tercantum di dalamnya.
  • 156. Dokumen (UU No.13/1985) kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan,keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan atau pihak-pihak yang berkepentingan. Dari pengetian tentang dokumen seperti tersebut ,jelas bahwa surat,baik surat biasa maupun akta merupakan dokumen.
  • 157. Tanda Tangan adalah pembubuhan nama dari si pembuat atau si penandatangan,berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang- undang bea meterai No.13 tahun 1985 Tandatangan------- adalah “Sebagimana lazimnya dipergunakan,termasuk pula paraf teraan atau cap tandatangan atau cap paraf teraan cap nama atau tanda lainnya sebagai pengganti tandatangan “ Dipersamakan dengan tandatangan adalah sidik jari atau cap jempol yang sudah di “waarmerking “ oleh notaries atau pejabat lain yang diberi kewenangan untuk itu .
  • 158. Pasal 2 ayat (1) UU No.13/1985 Tentang Bea Meterai Alat bukti surat wajib dibubuhi metarai Meterai berfungsi sebagai bentuk kewajiban pembayaran pajak bea meterai Untuk dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah di muka pengadilan sebagai akta Putusan MA tanggal 13 Maret 1971 No.589 K /SIP/1970 berpendapat bahwa surat bukti yang tidak dibubuhi meterai tidak merupakan alat bukti yang sah Bukti surat yang sejak semula belum dibubuhi meterai dapat dimintakan pemeteraian kemudian ( Nazegeling) pada pejabat kantor pos
  • 159. Macam-macam Akta Akta di bawah tangan Akta otentik
  • 160. Akta Di Bawah Tangan Akta yang sengaja dibuat oleh para pihak sediri tanpa bantuan seorang pejabat dengan tujuan untuk pembuktian atas suatu peristiwa atau hubungan hukum tertentu Akta di bawah tangan yang memuat hutang sepihak wajib ditulis tangan sendiri oleh pembuatnya,atau setidak-tidaknya tentang keterangan yang menguatkan jumlah atau besarnya atau banyaknya yang harus dipenuhi ditulis sendiri dengan huruf seluruhnya.
  • 161. Kekuatan Pembuktian Akta Kekuatan pembuktian akta sebagai alat bukti di pengadilan dapat dilihat dari: Kekuatan pembuktian Lahir; Kekuatan pembuktian Formil; Kekuatan pembuktian material
  • 162. Kekuatan Pembuktian Lahir Akta Di Bawah tangan Akta di bawah tangan tidak memiliki kekuatan lahir; Tandatangan akta di bawah tangan dapat diakui dapat juga diingkari oleh pembuatnya Akta di bawah tangan yang diakui tandatangannya oleh para pihak yang membuat menjadikan akta di bawah tangan memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna; Dalam hal tandatangan para pihak diingkari,maka kebenaran akta harus diperiksa kebenarannya.
  • 163. Kekuatan Pembuktian Formil akta Di Bawah tangan Akta di bawah tangan yang diakui tandatangannya memiliki kekuatan pembuktian formil; Telah memberikan kebenaran bahwa keterangan atau pernyataan dalam akta adalah keterangan atau pernyataan dari si penandatangan.
  • 164. Kekuatan Pembuktian Materiil Akta Di Bawah Tangan Akta di bawah tangan yang sudah diakui tandatangannya memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna seperti akta otentik; Isi keterangan di dalam akta di bawah tangan yang sudah diakui tandatangannya secara materiil dianggap benar bagi para pembuatnya dan pihak- pihak yang diuntungkan dari akta tersebut.
  • 165. Akta Otentik  Akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,baik dengan bantuan maupun tidak dari pihak yang berkepentingan,dengan mencatat apa yang dimntakan untuk dimuat di dalamnya oleh yang berkepentingan;  Suatu akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu,merupakan bukti yang lengkap (sempurna) antara para pihak dan para ahli warisnya dan mereka yang mendapat hak dari padanya tentang yang tercantum di dalamnya dan bahkan tentang yang tercantum di dalamnya sebagai pemberitahuan belaka,akan tetapi yang terakhir ini hanyalah sepanjang yang diberitahukan itu erat hubunannya dengan pokok dari akta ( Pasal 165 HIR,Pasal 285 RBg,Pasal 1868 BW)
  • 166. Kekuatan Pembuktian Akta Otentik Akta otentik memiliki kekuatan pembuktian yang lengkap atau sempurna bagi para pihak yang membuat,ahli waris dan pihak ketiga yang mendapatkan hak dari akta yang bersangkutan; Jika tidak ada bukti yang sebaliknya dan sebanding ,maka akta otentik selalu dianggap benar isinya tanpa pembuktian lebih lanjut. Terhadap pihak ketiga akta otentk merupakan alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang bebas dan penilaiannya diserahkan pada pertimbangan hakim; Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian lahir,formil maupun kekuatan pembuktian materiil
  • 167. Alat Bukti Keterangan Saksi  Keterangan saksi adalah keterangan yang diberikan oleh pihak ketiga di luar pihak-pihak yang bersengketa yang diberikan secara lisan,langsung dan pribadi di muka sidang pengadilan tentang apa yang dilihat,didengar,dialami atau dia ketahui atau dia rasakan terhadap suatu peristiwa,kejadian atau perbuatan hukum tertentu.  Kesaksian bukan merupakan kesimpulan atau pendapat atau dugaan dari seseorang.  pada asasnya pembuktian dengan saksi dapat dipakai dalam segala perkara perdata ,kecuali undang-undang menentukan lain (Pasal 1895 BW,Pasal 139 HIR)  Keterangan yang diperoleh dari pihak ketiga (Testimonium de auditu) bukan merupakan keterangan saksi.  Seorang Saksi bukanlah saksi (Unus testis nullus testis) keterangan dari seorang saksi saja tanpa alat bukti yang lain dianggap tidak cukup dan tidak boleh dijadikan dasar putusan hakim.
  • 168. Unsur-unsur Keterangan Saksi Keterangan saksi diberikan oleh pihak ketiga; Keterangan diberikan secara langsung,lisan dan pribadi di dalam sidang; Keterangan yang diberikan merupakan peristiwa,kejadian atau perbuatan yang dilihat,didengar,dialami atau dirasakan sendiri;
  • 169. Kekuatan Pembuktian Saksi Kekuatan Pembuktian Keterangan Saksi mempunyai kekuatan pembuktian yang bebas,artinya hakim mempunyai kebebasab untuk menilai apakah keterangan saksi itu dapat dipecaya atau tidak sangat tergantung pada penilaian hakim
  • 170. Parameter Penilaian Keterangan Saksi(172 HIR) Kesesuaian atau kecocokan antara keterangan saksi yang satu dengan yang lainnya Kesesuaian keterangan saksi dengan apa yang diketahui dari segi lain tentang perkara yang disengketakan Pertimbangan yang mungkin ada pada saksi untuk memberikan keterangan kesaksiannya,misalnya cara hidup,adat istiadat,serta martabat saksi atau segala seuatu yang munkin dapat mempengaruhi tingkat kejujuran dari saksi.
  • 171. Testimonium de auditu Keterangan yang diperoleh dari pihak ketiga bukan merupakan keterangan saksi.
  • 172. Unus testis nullus testis Seorang Saksi bukanlah saksi ,keterangan dari seorang saksi saja tanpa alat bukti yang lain dianggap tidak cukup dan tidak boleh dijadikan dasar putusan hakim.
  • 173. Golongan Orang Yang Dianggap Tidak Mampu Menjadi saksi  Golongan orang yang tidak mampu secara mutlak (hakim dilarang mendengar mereka sebagai saksi) a. Keluarga sedarah dan keluarga semenda menurut garis keturunan yang lurus dari salah satu pihak; b. Sumi istri dari salah satu pihak ,meskipun sudah bercerai.  Golongan orang yang tidak mampu secara relatif (nisbi): a. anak-anak yang belum mencapai usia 15 tahun; b. orang-orang yang sakit ingatannya.
  • 174. Alasan Bagi Golongan Yang Secara Absulut Tidak Dapat Menjadi Saksi  Pihak-pihak ini pada umumnya dianggap kurang obyektif apabila didengar keterangannya sebagai saksi;  untuk menjaga hubungan kekeluargaan agar tetap baik di antara para pihak;  untuk mencegah timbulnya tekanan batin setelah memberikan keterangan sebagai saksi. Pihak-pihak seperti tersebut,dalam perkara tertentu masih dimungkinkan untuk menjadi saksidan mereka tidak berhak untuk mengundurkan diri sebagai saksi,terutama dalam perkara yang menyangkut kedudukan keperdataan dari para pihak atau dalam perkara yang menyangkut tentang perjanjian kerja ( Pasal 145 ayat (2) HIR )
  • 175. Golongan Orang Yang Memiliki Hak Ingkar Untuk Menjadi Saksi segolongan orang yang atas permintaannya sendiri dapat dibebaskan dari kewajiban untuk menjadi saksi (Hak ingkar / Verschoningrecht) : Saudara laki-laki dan perempuan serta ipar laki-laki dan perempuan dari salah satu pihak; Keluarga sedarah menurut keturunan yang lurus dan saudara laki-laki dan perempuan dari pada suami atau istri salah satu pihak; Semua orang yang karena martabat,jabatan atau hubungan kerja yang sah diwajibkan mempunyai rahasia.
  • 176. Kewajiban Saksi Kewajiban untuk menghadap; Kewajiban untuk bersumpah; Kewajiban untuk memberikan keterangan dengan benar.
  • 177. Sanksi Bagi Saksi Yang Tidak Mau Menghadap Dapat dipaksa untuk menghadap Dapat dihukum untuk membayar biaya pemanggilan Dapat dikenakan penyanderaan (gijzeling)
  • 178. Alat Bukti Persangkaan Persangkaan merupakan alat bukti yang bersifat tidak langsung. Persangkaan adalah kesimpulan-kesimpulan yang oleh undang-undang atau hakim ditarik dari suatu peristiwa yang terang nyata ke peristiwa lain yang belum terang kenyataannya ( Pasal 1915 BW )
  • 179. Persankaan Persangkaan berdasarkan undang-undang atau hukum (Praesumptiones juris); Persangkaan yang merupakan kesimpulan hakim atau persangkaan berdasarkan kenyataan atau fakta ( Praesumtiones facti )
  • 180. Persangkaan Berdasar Hukum/Undang-undang Persangkaan yang telah diberikan oleh undang-undang sendiri yang menetapkan hubungan antara peristiwa yang diajukan dan harus dibuktikan dengan peristiwa yang tidak diajukan  Praesumptiones juris Tatum,yaitu persangkaan berdasarkan undang-undang yang masih dimungkinkan ada bukti lawan. Contoh : Pasal 633 BW tentang tembok batas, Pasal 658 BW tentang parit atau selokan batas, Pasal 1394 tentang 3 Kuitansi pembayaran sewa  Praesumptiones juris et de jure, yaitu persangkaan berdasarkan undang- undang yang tidak mungkin ada bukti lawan. Contoh : Semua peristiwa yang dapat menjadi dasar untuk membatalkan perbuatan-perbuatan tertentu ( Pasal 184,911,1681 BW)
  • 181. Persangkaan Berdasarkan Kenyataan ( Praesumptiones Facti ) Pada persangkaan berdasarkan kenyataan,hakimlah yang memmutuskan berdasarkan kenyataannya,apakah mungkin dan sampai berapa jauhkah kemungkinannya untuk membuktikan suatu peristiwa tertentu dengan membuktikan peristiwa lain. Persangkaan berdasarkan fakta,hanya boleh diperhatikan oleh hakim pada waktu menjatuhkan putusan apabila persangkaan itu bersifat :PENTING,SAKSAMA,TERTENTU dan ada HUBUNGANNYA SATU SAMA LAIN
  • 182. Alat Bukti Pengakuan Keterangan dari salah satu pihak dalam satu pekara,dimana ia mengakui apa yang dikemukakan oleh pihak lawan ,baik sebagian atau keseluruhan adalah benar. Pengakuan merupakan alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.
  • 183. Macam-macam Pengakuan Pengakuan Murni; Pengakuan dengan kualifikasi; Pengakuan dengan klausula
  • 184. Alat Bukti Sumpah Sumpah Pelengkap (Suppletoir); Sumpah Penaksiran ( aestimatoir); Sumpah Pemutus/Penentu (dicisoir)
  • 185. Putusan Hakim Suatu pernyataan hakim yang diucapkan di persidangan karena jabatannya yang dimaksudkan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa para pihak.
  • 186. Kekuatan Putusan Hakim Kekuatan Mengikat; Kekuatan Pembuktian Kekuatan eksekutorial
  • 187. Susunan dan Isi Putusan Kepala Putusan; Identitas Para Pihak; Pertimbangan (Konsideran); Amar Putusan ( Diktum)
  • 188. Jenis Putusan Hakim( Pasal 185 ayat 1 HIR ) Putusan akhir; Bukan putusan akhir
  • 189. Sifat Putusan Akhir Putusan yang bersifat menghukum (condemnatoir) Putusan yang bersifat menciptakan (constitutif) Putusan yang bersifat menerangkan / menyatakan (declaratoir)
  • 190. Putusan Condemnatoir Putusan yang bersifat menghukum pihak yang dikalahkan untuk memenuhi suatu prestasi tertentu Dalam putusan condemnatoir diakui adanya hak penggugat atas prestasi yang dituntut Prestasi yang timbul karena adanya perikatan maupun karena undang-undang Bentuk perkaranya berupa gugatan Contoh: Putusan hakim yang menghukum penggugat untuk membayar sejumlah uang tertentu sebagai pokok hutang, bunga, dll.
  • 191. Putusan Constitutif Putusan yang bersifat meniadakan atau menciptakan suatu keadaan hukum yang baru Putusan constitutif tidak memerlukan eksekusi. Bentuk perkaranya permohonan contoh : Putusan perceraian,pengangkatan wali,pengangkatan pengampu,pernyataan pailit
  • 192. Putusan Declaratoir Putusan yang isinya bersifat menerangkan atau menyatakan apa yang sah atas suatu peristiwa atau hubungan hukum tertentu. Putusan declaratoir tidak memerlukan eksekusi. Bentuk perkaranya permohonan. Contoh : Sengketa tentang keabsahan seorang anak, penetapan ahli waris, menetapkan sahnya suatu perjanjian dll
  • 193. Upaya Hukum Upaya Hukum Biasa, adalah upaya hukum yang dapat digunakan oleh para sebelum putusan memiliki kekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewijsde ) Upaya hukum Luar Biasa / Istimewa, adalah upaya hukum yang dapat digunakan oleh para pihak terhadap putusan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap.
  • 194. Upaya Hukum Biasa Perlawanan ( Verzet ) Banding Kasasi
  • 195. Upaya Hukum Verzet Verzet atau perlawanan merupakan upaya hukum yang dapat digunakan oleh tergugat yang dikalahkan dalam putusan di luar hadir ( Putusan Verstek ) Bagi penggugat dalamputusan verstek upaya hukum yang dapatdigunakan adalah banding.
  • 196. Upaya Hukum Banding Dasar hukumnya Undang-undang No.20 Tahun 1947 untuk Jawa dan Madura dan Pasal 199-205 RBg Untuk luar Jawa dan Madura Permohonan banding wajib diajukan dalam jangka waktu 14 hari terhitung mulai hari berikutnya sejak putusan diberitahunan pada para pihak.
  • 197. ……..Banding Pada pihak lawan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 14 hari sejak diterimanya permohonan banding harus diberitahu tentang adanya permohonan banding tersebut. Dalam jangka waktu 14 hari para pihak diberikan kesempatan untuk melihat berkas-berkas banding
  • 198. Memori Banding Pada pihak pemohon banding diperbolehkan mengajukan memori banding Pada pihak termohon banding diperbolehkan mengajukan kontra memori banding Memori dan kontra memori banding bukan hal yang diwajibkan
  • 199. Bentuk Putusan Banding Bersifat menguatkan putusan pengadilan negeri; Bersifat memperbaiki putusan pengadilan negeri; Bersifat membatalkan putusan pengadilan negeri.
  • 200. Upaya Hukum Kasasi Semua putusan yangdiberikan dalam tin gkat akhir oleh pengadilan lain daripada Mahkamah Agung dapat dimintakan kasasi; Permohonan kasasi diajukan melalui panitera pengadilan negeri yang memutus pokok perkara yang dimintakan kasasi
  • 201. Kasasi Permohonan kasasidapat diajukan secara lisan maupuntertulis; Permohonan kasasi dapat diajukan dalam tenggang waktu 14 hari kerja sesudah putusan atau penetapan yang dimaksud diberitahukan kepada pemohon ( Pasal 46 UU No.14/1985)
  • 202. Kasasi Dalam tenggang waktu 14 hari sejak permohonan kasasi didaftarkan, pemohon wajib menyampaikan memori kasasi ( Pasal 47 UU No. 14 / 1985) Tidak dipenuhinya tenggang waktu permohonan maupun penyampaian memori kasasi , permohonan kasasi harus dinyatakan tidak dapat diterima
  • 203. Kasasi Memori kasasi wajib mencantumkan dasar alasan permohonan kasasi. Pihak termohon kasasi berhak mengajukan jawaban terhadap memori kasasi dalam tenggang waktu 14 hari sejak tanggal diterimanya salinan memori kasasi { Pasal 14 ayat (3) UU No.14 /1985 }
  • 204. Alasan Permohonan Kasasi (Pasal 30 UU No 14/1985) Hakim tidak wenang atau melampaui batas wewenang; Hakim salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku; Hakim lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kebatalan putusan;
  • 205. Alasan kasasi Putusan hakim tidak cukup atau kurang lengkap dipertimbangkan ( Yurisprudensi MA No.492 K/SIP/1970
  • 206. Upaya Hukum Luar Biasa Peninjauan Kembali ( Request Civil ) Perlawanan Pihak Ketiga ( Derden Verzet )
  • 207. Peninjauan Kembali Peninjau adalah upaya hukum luar biasa yang dapat digunakan oleh para pihak dalam hal upaya hukum biasa sudah tertutup dan putusan sudah memiliki kekuatan hukum yang tetap Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan secara tertulis maupun lisan; Dalam waktu 14 hari setelah Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama menerima permohonan PK, maka panitera mengirimkan salinan PK pada pihak lawan;
  • 208. Peninjauan Kembali Permohonan PK tidak menunda pelaksanaan putusan  MA memutus permohonan peninjauan kembali pada tingkat pertama dan terakhir
  • 209. Alasan Peninjauan Kembali Apabila putusan didasarkan pada tipu muslihat atau kebohongan atau di dasarkan pada bukti palsu; Apabila setelah perkara diputus ditemukan bukti- bukti baru yang bersifat menentukan; Apabila telah dikabulkan sesuatu yang tidak dituntut atau melebihi dari yang dituntut; Apabila ada bagian yang dituntut yang tidak diputus tanpa dipertimbangkan sebabnya; Apabila ada putusan yang saling bertentangan; Apabila dalam putusan ada kekilafan hakim yang nyata.
  • 210. Jangka Waktu PK ( Pasal 69 UU No 14 /1985 Jangka waktu pengajuan PK adalah `180 hari untuk: 1. untuk alasan pertama sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat, atau untuk putusan pidana sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap. 2. untuk alasan kedua sejak ditemukannya bukti baru yang menentukan; 3. untuk alasan ketiga, keempat dan enam sejakputusan memperoleh kekuatan tetap dan telah diberitahukan pada para pihak; 4. untuk alasan terakir sejak putusan terakhir yang bertentangan memperoleh kekuatan hukum tetap
  • 211. Pelaksanaan Putusan Putusan yang memerlukan eksekusi adalah putusan yangbersifat Condemnatoir sedangkan putusan yang bersifat declataroir dan constitutif tidak memerlukan eksekusi. Putusan yang dapat dieksekusi adalah putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap atau terhadap putusan yang mengabulkan tuntutan dapat dilaksaakannya putusan terlebih dulu