Dokumen tersebut membahas tentang tinjauan sosiologi terhadap peserta didik. Secara garis besar, dokumen menjelaskan bahwa sosiologi mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok dan struktur sosial. Pendidikan diharapkan dapat mempertahankan keselarasan hidup sosial peserta didik. Perkembangan interaksi sosial peserta didik dimulai sejak bayi hingga remaja yang melibatkan lingkungan keluarga
2. Pendahuluan
Pendidikan
berarti
menghasilkan,
mencipta,
sekalipun
tidak
banyak, sekalipun suatu penciptaan dibatasi oleh
pembandingan dengan penciptaan yang lain.
Pendidikan sebagai penghubung dua sisi, disatu sisi
individu yang sedang tumbuh dan disisi lain nilai
sosial, intelektual, moral yang menjadi tanggung
jawab pendidik untuk mendorong indivividu tersebut
(Piaget dalam Sagala, 2006:1).
Pendidikan juga dapat dimaknai sebagai proses
mengubah tingkah laku anak didik agar menjadi
manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan
sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan
alam sekitar dimana individu itu berada.
3. Pendidikan memberikan pengertian dalam arti
dapat memahami pemikiran, perasaan, dan perilaku
anak, dapat menempatkan diri dalam situasi anak
dan melihat dari sudut pandang anak. Dalam
suasana ini anak akan merasa aman untuk
mengungkapkan
bakatnya
(Sunarto
dan
Hartono, 2005:125).
Didalam pendidikan terdapat hubungan sosial
yang berupa hubungan timbal balik antara peserta
didik dan guru, yaitu proses dimana pendidik
memberikan informasi kepada peserta didik, dan
sebaliknya seorang pendidik juga bisa mendapatkan
informasi dari peserta didiknya yang terjadi dalam
proses pembelajaran.
4. Kehidupan
anak
dalam
menelusuri
perkembangannya itu pada dasarnya merupakan
kemampuan
mereka
berinteraksi
dengan
lingkungan. Pada Proses integrasi dan interaksi ini
faktor intelektual dan emosional mengambil peranan
penting. Proses tersebut merupakan proses sosialisasi
yang mendudukkan anak-anak sebagai insan yang
secara aktif melakukan proses sosialisasi (Sunarto dan
Hartono, 2005:126).
Manusia adalah makhluk yang tidak dapat hidup
sendiri, manusia senantiasa berhubungan dengan
sesama manusia, artinya manusia membutuhkan
manusia yang lain untuk dapat hidup, maka dari itu
manusia disebut juga sebagai makhluk sosial. Dalam
hal ini lingkungan sosial sangat berpegaruh penting
dalam perkembangan manusia itu sendiri.
6. Pandangan Sosiologi
Terhadap Peserta Didik
Menurut
Pidarta
dalam
Kadir,
dkk
(2012:99),
Sosiologi
adalah
ilmu
yang
mempelajari hubungan antara manusia dalam
kelompok-kelompok dan struktur sosialnya. Jadi
sosiologi mempelajari bagaimana manusia itu
berhubungan satu dengan yang lain dalam
kelompokknya dan bagaimana susunan unitunit masyarakat atau sosial di suatu wilayah
serta kaitannya satu dengan yang lain
(Kadir, dkk,. 2012:99).
7. Menurut Kadir, dkk (2012:100), Pendidikan yang
diinginkan oleh aliran kemasyarakatan ini ialah proses
pendidikan yang bias mempertahankan dan
meningkatkan keselarasan hidup dalam pergaulan
manusia. Sosiologi sangat dibutuhkan dalam
mewujudkan cita-cita pendidikan, melalui konsep
dan teori sosiologi tentang bagaimana seharusnya
para guru dapat membina para peserta didik agar
peserta didik bias memiliki kebiasaan hidup yang
harmonis, bersahabat dan akrab dengan sesama
peserta didik lainnya.
Peserta didik adalah manusia yang identitas
insaninya sebagai subjek berkesadaran perlu dibela
dan ditegakkan lewat sistem dan model pendidikan
yang bersifat bebas dan egaliter (Budiningsih, 2004:5).
8. Interaksi seseorang dengan manusia lainnya
berawal ketika bayi dilahirkan dengan cara yang
sangat sederhana. Sepanjang kehidupannya pola
aktivitas sosial anak mulai terbentuk. Menurut Piaget
dalam Sunarto dan Hartono (2005:127), interaksi sosial
anak pada tahun pertama sangat terbatas,
terutama hanya dengan ibunya. Perilaku sosial anak
tersebut berpusat pada akunya atau egocentric dan
hamper keseluruhan perilakunya berpusat pada
dirinya.
9. Menurut Kadir, dkk (2012:100), Pendidikan yang
diinginkan oleh aliran kemasyarakatan ini ialah proses
pendidikan yang bias mempertahankan dan
meningkatkan keselarasan hidup dalam pergaulan
manusia. Sosiologi sangat dibutuhkan dalam
mewujudkan cita-cita pendidikan, melalui konsep
dan teori sosiologi tentang bagaimana seharusnya
para guru dapat membina para peserta didik agar
peserta didik bias memiliki kebiasaan hidup yang
harmonis, bersahabat dan akrab dengan sesama
peserta didik lainnya.
10. Peserta didik adalah manusia yang identitas
insaninya sebagai subjek berkesadaran perlu dibela
dan ditegakkan lewat sistem dan model pendidikan
yang bersifat bebas dan egaliter (Budiningsih, 2004:5).
Sebagaimana diketahui bahwa manusia sebagai
makhluk yang berpikir atau homo sapiens, makhluk
yang berbentuk homo faber, makhluk yang dapat
dididik atau homo educatunum dan sebagainya.
Kini bangsa Indonesia telah menganut suatu
pandangan, bahwa yang dimaksud manusia secara
utuh adalah manusia sebagai pribadi yang
merupakan
pengejawantahan
manunggal-nya
berbagai ciri atau karakter hakiki atau sifat kodrati
manusia yang seimbang antar berbagai segi, yaitu
antara segi individu dan sosial, jasmani dan rohani,
dan dunia dan akhirat (Sunarto dan Hartono, 2005:2).
11. Interaksi seseorang dengan manusia lainnya berawal
ketika bayi dilahirkan dengan cara yang sangat
sederhana. Sepanjang kehidupannya pola aktivitas sosial
anak mulai terbentuk. Menurut Piaget dalam Sunarto dan
Hartono (2005:127), interaksi sosial anak pada tahun
pertama sangat terbatas, terutama hanya dengan
ibunya. Perilaku sosial anak tersebut berpusat pada
akunya atau egocentric dan hamper keseluruhan
perilakunya berpusat pada dirinya.
Bayi
belum
banyak
memperhatikan
lingkungannya, dengan demikian apabila kebutuhan
dirinya telah terpenuhi maka bayi tersebut tidak akan
peduli lagi dengan lingkungannya, sisa waktu hidupnya
digunakan untuk tidur. Pada tahun berikutnya, seorang
anak sudah belajar kata tidak dan sudah belajar menolak
lingkungan, seperti mengatakan tidak mau dan
sebagainya.
12. Pada tahun ini, anak mulai bereaksi pada lingkungan
secara aktif, ia telah belajar membedakan dirinya dari
orang lain, perilaku emosionalnya mulai berkembang dan
lebih berperan. Perkenalan dan pergaulan dengan
manusia lain semakin luas, ia mengenal orang
tuanya, anggota keluarganya, teman bermain yang
sebaya dengannya dan teman-teman sekolahnya.
Pada usia selanjutnya, sejak seorang anak mulai
belajar disekolah, mereka mulai belajar mengembangkan
interaksi sosial dengan belajar menerima pandangan
masyarakat, memahami tanggung jawab, dan berbagai
pengertian dengan orang lain. Artinya kebutuhan bergaul
dan berhubungan dengan orang lain telah mulai
dirasakan sejak anak berumur enam bulan, disaat anak itu
mulai mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan
anggota keluarganya.
13. Anak
mulai
mengenal
dan
mampu
membedakan arti senyum dan perilaku sosial yang
lain, seperti marah dan kasih saying. Dan pada
akhirnya setiap orang menyadari bahwa manusia itu
saling membutuhkan. Artinya hubungan sosial
merupakan hubungan antar manusia yang saling
membutuhkan.
Remaja adalah tingkat perkembangan anak
yang
telah
mencapai
jenjang
menjelang
dewasa(Sunarto dan Hartono, 2005:128). Pada
jenjang
ini,
kebutuhan
remaja
telah
kompleks, interaksi sosial dan pergaulannya sudah
cukup
luas.
Dalam
beradaptasi
dengan
lingkungannya, remaja sudah mulai memperhatikan
dan mengenal bermacam-macam norma dalam
bergaul yang berbeda dengan norma bergaul yang
ada dalam lingkungan keluarganya.
14. Remaja adalah tingkat perkembangan anak
yang telah mencapai jenjang menjelang dewasa.
Pada jenjang ini, kebutuhan remaja telah
kompleks, interaksi sosial dan pergaulannya sudah
cukup
luas.
Dalam
beradaptasi
dengan
lingkungannya, remaja sudah mulai memperhatikan
dan mengenal bermacam-macam norma dalam
bergaul yang berbeda dengan norma bergaul yang
ada dalam lingkungan keluarganya. Remaja akan
menghadapi berbagai lingkungan, yaitu mulai
memahami norma bergaul dengan kelompok
remaja, anak-anak, dewasa dan orang tua.
Pergaulan dengan lawan jenis pun merupakan hal
yang pendting namun cukup sulit, karena selain harus
memperhatikan norma pergaulan antar remaja juga
harus memikirkan adanya kebutuhan dimasa depan
untuk
memilih
teman
hidup
(Sunarto
dan
Hartono, 2005:128).
15. Kehidupan sosial remaja ditandai oleh fungsi
intelektual dan emosional yang menonjol, artinya pada
jenjang ini seorang anak sudah dapat mengalami krisis
identitas seperti yang diungkapkan Erickson dalam
Sunarto dan Hartono (2005:129). Dalam prosesnya
pembentukkan konsep diri anak terbentuk dari rasa
percaya seorang anak terhadap keberadaan dirinya
sendiri dan rasa kepercayaan orang lain terhadap
keberadaan dirinya.
Erickson dalam Sunarto dan Hartono (2005:129)
mengemukakan bahwa perkembangan anak sampai
jenjang
dewasa
melalui
delapan
tahap
dan
perkembangan remaja ini berada pada tahap keenam
dan ketujuh, yaitu masa anak ingin menemukan jati
dirinya sesuai dengan atau berdasarkan pada situasi
kehidupan yang mereka alami. Dalam hal penemuan jati
diri Erickson berpendapat bahwa seseorang didorong
oleh pengaruh sosiokultural.