SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  101
SENI RUPA MODERN KONTEMPORER
         INDONESIA
KATA PENGANTAR


      Puji syukur, Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan buku ini secara tepat waktu. Semoga Buku
ini bermanfaat bagi pembaca sekalian dan memberikan wawasan terutama dalam menunjang
proses belajar mengajar.
      Penulis ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan
buku yang berjudul, “Seni Rupa Modern Kontemporer Indonesia” ini.
      Penulis menyadari dalam menulis buku ini, masih terdapat banyak sekali kekurangan-
kekurangan. Atas seizin pembaca maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar dapat memperbaiki karya sehingga menjadi lebih baik di masa-masa yang
akan datang.
      Akhir kata penyusun mengucapkan semoga buku ini dapat diterima dan bermanfaat bagi
seluruh pembaca.




                                                                        Salatiga, Juli 2012




                                                                                   Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
A.       Membandingkan Karya Seni Rupa Modern Kontemporer dan Tradisional
B.       Pengertian Seni Rupa Modern Kontemporer
Bab II Sejarah dan Perkembangan Seni Rupa Modern Kontemporer Indonesia
A.       Sejarah Perkembangan seni Rupa Modern Kontemporer Indonesia
B.       Perkembangan Seni Rupa Modern Kontemporer Indonesia
C.       Tokoh- tokoh dan Karyanya
Bab III Aliran Seni Rupa Modern Kontemporer Indonesia
A.       Impresionisme
B.       Ekspresionisme
C.       Romantisisme
D.       Luminisme
E.       Abstrakisme
F.       Kubisme
G.       Realisme
H.       Naturalisme
I.       Simbolisme
J.       Monumentalisme
K.       Fauvisme
L.       Kubisme
M.       Futurisme
N.       Absolutisme
O.       Esensialisme
P.       Elementarisme
Q.       Surealisme
R.       Dadaisme
S.       Neo Realisme
T.       Neo Klasisisme
U.       Post-Modernisme
Bab IV Apresiasi Karya Seni Rupa Modern/Kontemporer Indonesia
A.       Keunikan Gagasan Seni Rupa Modern Kontemporer Indonesia
B.       Gagasan Seni Rupa Modern Kontemporer Indonesia
Bab V Penutup
A.       Kesimpulan
B.       Saran
Daftar Isi
BAB I
                                         PENDAHULUAN
A. Membandingkan Karya Seni Rupa Modern Kontemporer dan Tradisional
       Karya seni rupa terus berkembang dan mengalami perubahan seiring waktu. Meskipun
  pada   puncak    kreativitas   seni    rupa     kontemporer   ada   kecenderungan   kembali
  mengkombinasikan karya seni rupa kepada nilai-nilai kuno, itu juga merupakan sebuah
  perubahan seni rupa menuju ke arah yang lebih maju.
       Karya suatu seni rupa terlahir dari suatu lingkungan masyarakat tertentu dengan
  berbagai peran dan tujuan. Sebagaimana karya-karya seni yang lainnya, seni rupa pada
  awalnya terlahir dari suatu sistem kepercayaan masyarakat lama yang menganut paganisme,
  animisme, dan dinamisme. Mereka menciptakan karya-karya seni rupa, terutama patung,
  sebagai alat komunikasi antara manusia dengan roh leluhur mereka.
       Meskipun belum ditemukan bentuk tulisan pada masa prasejarah, para ahli
  berkesimpulan bahwa peradaban manusia telah ada pada masa tersebut. Hal ini dapat
  dibuktikan melalui peninggalan-peninggalan karya seni rupa yang ditemukan dan diyakini
  berasal dari sejarah peradaban kuno.
       Bangsa-bangsa di Nusantara pada zaman prasejarah dikenal sebagai penganut animisme,
  yaitu penganut kepercayaan terhadap roh-roh leluhur dan nenek moyang serta benda-benda
  yang dianggap keramat. Pada awalnya, bentuk-bentuk persemayaman roh nenek moyang
  tersebut diwujudkan dalam bentuk-bentuk sederhana seperti bentuk Lingga dan Menhir,
  yaitu tugu batu yang menjulang tinggi berbentuk lingga (tonggak batu berbentuk silinder
  dengan ujung tumpul). Di beberapa tempat ditemukan guratan garis-garis pada menhir yang
  menyerupai mata, hidung, mulut, tangan, lengan, dan kaki secara sederhana sekali. Menhir,
  menurut dugaan para ahli, adalah tempat bersemayamnya roh-roh nenek moyang
  masyarakat zaman purba.
       Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Nusantara kuno membuat barang-barang dari
  gerabah yang diberi perhiasan sederhana seperti bentuk menhir, bulatan-bulatan, dan
  sejenisnya. Di beberapa tempat, seni rupa dan karya masyarakat yang belum modern, masih
terjaga budaya seni rupa yang sepenuhnya lain dengan karya seni yang dapat kita temui pada
masyarakat kita yang tentu saja lebih modern.
    Kehidupan nusantara memang tidak sama. Perbedaan tempat dan lokasi dan situasi
menghasilkan orang dengan budaya yang berbeda. Tak jarang kita mengalami kejutan-
kejutan budaya pada waktu kita berkunjung ke suatu tempat yang lain dari yang biasa kita
tempati. Seni rupa dalam hal ini, mengalami kejutan yang sama. Di beberapa tempat ritual
keagamaan masih dipegang teguh, termasuk seni rupa dan medianya, namun di tempat lain
yang lebih maju, seni rupa sudah mengalami perubahan dan pengikisan.
Seni Rupa Tradisional
    Istilah tradisional berasal dari kata “tradisi” yang menunjuk kepada suatu lembaga,
artefak, kebiasaan atau perilaku yang didasarkan pada tata aturan atau norma tertentu baik
secara tertulis maupun tidak tertulis yang diwariskan secara turun temurun dari suatu
generasi ke generasi berikutnya. Berdasarkan pengertian tersebut, maka secara singkat dapat
dikatakan bahwa karya seni rupa tradisional adalah karya seni rupa yang bentuk dan cara
pembuatannya nyaris tidak berubah diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
    Seni rupa tradisional adalah segala hal yang berkaitan dengan nilai-nilai suatu komunitas
masyarakat tertentu yang dijaga secara turun temurun kemurnian dan keutuhannya.
Berdasarkan pengertian ini, karya seni rupa tradisional dapat diartikan sebagai karya-karya
seni rupa yang merupakan hasil budaya suatu masyarakat tertentu yang telah lama hidup dan
dijaga dengan baik secara turun-temurun.yang termasuk karya seni rupa jenis ini di antaranya
adalah batik tulis jenis keraton, ukuran Toraja, patung suku Asmat, dan sebagainya.
Sumber gambar: http://2.bp.blogspot.com
                             Gambar Patung Suku Asmat

    Bukan hanya itu, nilai dan landasan filosofis yang berada dibalik bentuk karya seni rupa
tradisional tersebutpun umumnya relatif tidak berubah dari masa ke masa. Bentuk-bentuk
seni rupa tradisional ini dibuat dan diciptakan kembali mengikuti suatu aturan (pakem) yang
ketat berdasarkan sistem keyakinan atau otoritas tertentu yang hidup dan terpelihara di
masyarakatnya. Dalam konteks perkembangan seni rupa di Barat (Eropa), istilah seni rupa
tradisional ini menunjukkan pada otoritas penguasa agama (gereja), raja dan para bangsawan.
Para seniman tradisional menciptakan karya berdasarkan keinginan atau aturan yang telah
ditetapkan sesuai ”selera” institusi-institusi tersebut dan berlangsung dalam rentang waktu
yang panjang, sepanjang kekuasaan institusi-institusi tersebut.
    Berdasarkan pengertian seni tradisional yang telah disebutkan di atas, kita menjumpai
berbagai karya seni rupa di Indonesia khususnya karya-karya seni kriya dapat dikategorikan
sebagai karya seni rupa tradisional. Banyak sekali benda-benda kriya yang tersebar
dikepulauan Nusantara, yang bentuk, bahan dan cara pembuatannya hingga saat ini tidak
mengalami perubahan yang berarti sejak pertama kali diciptakannya. Karya-karya seni tradisi
ini umumnya hidup di lingkungan masyarakat yang masih kuat memegang norma atau adat
istiadat yang diwariskan para leluhurnya. Perubahan umumnya terjadi pada fungsi dari
benda-benda kriya tersebut yang semula berfungsi sebagai benda pakai atau benda-benda
pusaka kini menjadi benda hias atau cindera mata. Perubahan sistem sosial dan budaya
masyarakat serta kemajuan teknologi berperan besar mempengaruhi perubahan fungsi
benda-benda tersebut.
    Pada perkembangan selanjutnya dalam konteks seni rupa dunia, istilah seni rupa
tradisional kerap ditujukan kepada karya seni rupa non-Barat. Sifatnya yang mentradisi dan
tidak berubah ini menjadi pembeda utama dengan karya seni rupa modern yang senantiasa
menuntut inovasi dan kebaruan. Ciri lain dari karya-karya seni rupa tradisional ini adalah latar
belakang penciptaan atau pembuatannya yang senantiasa terikat oleh fungsi atau konteks
tertentu. Pada karya-karya komunal seperti itu, peran ekspresi individu senimannya nyaris
tidak tampak. Hak penciptaan karya seni rupa bukan milik perorangan tetapi milik masyarakat
pendukungnya. Dengan demikian hampir tidak ada karya seni rupa tradisional yang
menggunakan inisial pembuatnya seperti yang umumnya terdapat pada karya-karya seni
Modern.
    Karya seni rupa tradisional tersebar luas dari ujung Barat hingga ujung Timur kepulauan
Nusantara (Indonesia). Sejak masuknya kolonialisme Barat (penjajahan bangsa Eropa) ke
kepulauan Nusantara dan berkembangnya paham seni rupa Modern di Eropa, maka karya-
karya seni rupa Nusantara di luar kategori karya yang menggunakan konsep Modern tersebut
dikategorikan sebagai karya seni rupa tradisional. Pengkategorian ini dalam pandangan yang
sempit seringkali digunakan untuk menunjukkan karya seni rupa yang bermutu tinggi
(modern) dengan karya yang bermutu rendah (tradisional).
    Pengaruh penjajahan bangsa Barat yang cukup lama di kepulauan Nusantara
menyebabkan pandangan semacam ini terus berkembang yang memandang karya-karya seni
kriya (seni rupa tradisional) lebih rendah dari karya seni lukis atau patung modern. Hal
tersebut tidak terlepas dari pandangan sebagian masyarakat yang memandang modern
identik dengan kemajuan dan perkembangan sedangkan tradisional identik dengan stagnasi,
kuno atau ketinggalan jaman. Sikap dan cara mengapresiasi yang keliru ini seringkali
menyebabkan karya-karya seni rupa tradisional yang sesungguhnya bernilai tinggi terabaikan
dan terlupakan. Padahal karya-karya seni rupa tradisional Nusantara ini memiliki peluang
yang sangat besar untuk dikembangkan dan menjadi gagasan dalam berkarya seni rupa.
Apresiasi yang tepat diharapkan dapat menghasilkan inovasi karya-karya seni rupa yang
  memiliki ciri khas Indonesia.
B. Pengertian Seni Rupa Modern Kontemporer
       Seni rupa adalah cabang seni yang membentuk karya seni dengan media yang bisa
  ditangkap mata dan dirasakan dengan rabaan. Kesan ini diciptakan dengan mengolah konsep
  titik, garis, bidang, bentuk, volume, warna, tekstur, dan pencahayaan dengan acuan estetika.
       Karya seni rupa modern kontemporer terlahir dari masyarakat modern yang berusaha
  meelpaskan diri dari ikatan-ikatan baku dan mapan yang terdapat pada masyarakat
  tradisional. Karya seni rupa modern adalah produk budaya kontemporer yang dinamis dan
  selalu mencari sesuatu sebagai gagasan dan atau media yang diungkapkan. Kelahiran aliran
  seni rupa kontemporer selalu merupakan reaksi penolakan atas kemapanan atau keberadaan
  aliran yang berpengaruh pada periode sebelumnya.
   a. Seni Rupa Modern
       Seni rupa Modern yaitu istilah umum yang digunakan untuk kecenderungan karya seni
  yang diproduksi sejak akhir abad ke-19 hingga sekitar tahun 1970-an. Seni rupa modern
  menunjuk kepada suatu pendekatan baru dalam seni dimana tidak lagi mementingkan
  representasi    subjek    secara    realistik—penemuan      fotografi   menyebabkan    fungsi
  penggambaran di dalam seni menjadi absolut, para seniman modern bereksperimen
  mengeksplorasi cara baru dalam melihat sesuatu, dengan ide segar tentang alam, material
  dan fungsi ini, seringkali bergerak melaju ke arah abstraksi.
       Modernisme adalah aliran atau mazhab estetika pembaruan yang mengiringi
  perkembangan desain dan seni rupa pada umumnya menjelang abad ke-20. Pada
  perkembangan akhir modernisme, cenderung mengagungkan fungsi menjadi nafas utama
  paham ini, terbukti hanya menampilkan bentuk kaku, kering dan mengakui seniman sebagai
  “Manusia Jenius”.
       Setiap karya seni modern selalu disertakan nama senimannya tersebut. Karya seni
  modern cenderung mengedepankan kesederhanaan dan bersifat universal. Seorang seniman
  modern akan melihat dunia yang sedang dihadapinya sebagai objek lukisan seolah-olah
seperti baru saja objek itu diciptakan. Satu syarat yang masih dituntut oleh seni modern dan
bahkan menjadi ciri khasnya ialah “kreativitas”.
     1) Ciri-ciri dan Unsur Modernisme (Desain dan Seni Rupa)
          a. Ciri-ciri seni modern (Desain dan Seni Rupa)
                      Minimalis.
                      Rasionalitas/Rationality.
                      Dominant bentuk-bentuk geometris.
                      Tidak ada unsur ornament.
                      Universal.
                      Fungsionalitas diprioritaskan.
                      Orisinalitas/kemurnian/purity.
                      Penguatan dalam konsep.
                      Kreativitas .
                      Memutus hubungan dengan sejarah.
          b. Unsur-unsur Modernisme
                      Eksperimen.
                      Pembaruan (Inovation).
                      Kebaruan (Novelty).
                      Orisinalitas.
     2) Fungsi dan Tujuan Seni Modern
        a) Memberi warna baru terhadap kebutuhan manusia baik secara fisik maupun
            psikis.
            Fisik :
            Munculnya bentuk-bentuk desain arsitektur yang baru dan desain-desain lainnya
            seperti alat-alat transportasi, fashion dll.
            Psikis:
            Mengurangi kejenuhan penikmat karya seni, karena muncul berbagai aliran
            baru seperti pada seni lukis dan cabang seni lainnya.
b) Meningkatkan popularitas para seniman, karena seni modern                    selalu
               menyertakan nama senimannya pada setiap karya yang diciptakan.
         c) Memberikan kemudahan masyarakat, karena banyak penemuan-penemuan
               baru dari hasil eksperimen para seniman modern.
     Karya seni modern ditandai dengan munculnya kreativitas untuk menciptakan sesuatu
yang baru dan belum ada. Unsur kebaruan menjadi sangat penting dan harus ada dalam
penyebutan karya seni modern. Karya seni modern mengutamakan aspek kreativitas dalam
berkarya seni.Contoh karya seni rupa modern antara lain seni patung, seni lukis, seni kria, dan
seni grafis.




                           Sumber gambar: http://2.bp.blogspot.com
Pengertian “modern” dalam terminologi seni rupa tidak bisa dilepaskan dari prinsip
modernisme atau paham yang mendasari perkembangan seni rupa modern dunia sampai
pertengahan abad ke-20. Seni rupa modern dunia memiliki nilai-nilai yang bersifat universal.
Dari penafsiran seorang pelukis Jerman yang pindah ke Amerika Serikat sesudah Perang
Dunia ke II, Hans Hofmann menyatakan hanya seniman dan gerakan di Eropa dan Amerika
yang mampu melahirkan seni rupa modern, konsepsi poros Paris-New-York sebagai pusat
perkembangan seni rupa modern.
             Seni modern lahir dari dorongan untuk menjaga standar nilai estetik yang kini
sedang terancam oleh metode permasalahan seni. Modernisme meyakini gagasan progres
karena selalu mementingkan norma kebaruan, keaslian dan kreativitas. Prinsip tersebut
melahirkan apa yang kita sebut dengan “Tradition of the new” atau tradisi “Avant-garde”,
pola lahirnya gaya seni baru pada awalnya ditolak, namun akhirnya diterima masyarakat
sebagai inovasi terbaru.
    Seni modern dengan melahirkan Conceptual Art/ Seni Konseptual merupakan gerakan
dalam menempatkan ide, gagasan atau konsep sebagai masalah yang utama dalam seni.
Sedangkan bentuk, material dan objek seninya hanyalah merupakan akibat/efek samping dari
konsep seniman.
    Walapun kita sering menggunakan istilah seni rupa modern prinsip modernisme tak
pernah sungguh-sungguh berakar. Polemik kebudayan di tahun 30-an sangat mempengaruhi
pemikiran perkembangan seni rupa Indonesia. Hal ini dipertegas oleh Jim Supangkat 1992
sebagai berikut:
    1) Persentuhan seni rupa Indonesia dengan seni rupa modern sebenarnya hanya
        terbatas pada corak, gaya, dan prinsip estetik tertentu. Nasionalisme sebagai sikap
        dasar persepsi untuk menyusun sejarah perkembangan sejarah seni rupa Indonesia
        adalah kenyataan yang tak bisa disangkal dan nasionalisme sangat mewarnai
        pemikiran kesenian dihampir semua negara berkembang. Batas kenegaraan itulah
        yang mengacu pada nasionalisme yang akhirnya diakui dalam seni rupa kontemporer
        yang percaya pada pluralisme sejak zaman PERSAGI tidak pernah ragu menggariskan
perkembangan seni rupa Indonesia khas Indonesia (Jim Supangkat dalam Dharsono,
        2004: 224).
    2) Kendati seni rupa modern percaya pada eksplorasi dan kebebasan secara implisit
        akhirnya hanyalah mempertahankan prinsip-prinsip seni rupa Barat (tradisi Barat).
        Prinsip-prinsip modernisasi juga menetapkan tahap perkembangan yang didasarkan
        pada perkembangan seni rupa modern Eropa Barat dan Amerika (lihat sejarah). Di
        Indonesia prinsip-prinsip seperti itu tidak seluruhnya teradaptasi, akan tetapi muncul
        secara terpotong-potong kadang dalam bentuk yang lebih ekstrim.
    Catatan perkembangan pelukis Belanda yang diabaikan adalah catatan yang justru
secara mendasar memperlihatkan tanda-tanda perkembangan seni rupa modern. Kendati
tidak terlalu nyata pergeseran yang terjadi pada tahun 1940-an ini menandakan seniman
mulai mempersoalkan bahasa rupa dan cenderung meninggalkan representasi (menampilkan
realitas sebagai fenomena rupa). Pada tahun 50-an kecenderungan mempersoalkan bahasa
rupa itu menegaskan pada karya pelukis Ries Mulder yang waktu itu tinggal di Bandung.
Ketika Ries Mulder merintis pendidikan seni rupa di Bandung (ITB), perkembangan seni rupa
di alur ini memasuki era penjelajahan masalah bentuk rupa yang secara sadar meninggalkan
representasi. Ries Mulder memperkenalkan konsep-konsep seni lukis kubisme yang kemudian
sangat berpengaruh di kalangan pelukis pribumi yang belajar padanya. Di tempat lain, ruang
seni rupa di Jogjakarta pada saat itu dipenuhi dengan karya-karya realistis. Dari kenyataan
inilah maka lahir kubu Bandung yang disebut sebagai laboratorium Barat. Hal ini dipertegas
oleh A.D. Pirous bahwa:
           “…perguruan tinggi dibentuk dengan gaya, konsep dan teori kesenian Barat
           modern diajarkan pada mahasiswa, proses itu berjalan sedemikian sehingga
           pada tahun 50 dan 60-an , karya-karya mahasiswa seni rupa Bandung pernah
           dicap sebagai hasil laboratorium Barat (A.D. Pirous, 2003:56)”
       Akibat dari perkembangan ini, kemudian terjadi ketidaksetujuan antara kubu
    Bandung-Jogja yang memperlihatkan pertentangan dua tradisi besar seni rupa modern,
    yaitu kontradiksi tradisi realis dan modernis.
    Karya seni modern yaitu karya seni rupa yang ditandai dengan munculnya kreativitas
untuk menciptakan sesuatu yang baru dan belum ada. Unsur kebaruan menjadi sangat
penting dan harus ada dalam penyebutan karya seni modern. Karya seni modern
mengutamakan aspek kreativitas dalam berkarya seni. Contoh karya seni rupa modern antara
lain seni patung, seni lukis, seni kria, dan seni grafis.
     Corak karya seni rupa modern antara lain realis, naturalis, dekoratif, ekspresif, dan
abstrak. Jenis karya seni rupa modern Nusantara berupa karya seni lukis, patung, seni grafis,
seni kria. Karya seni rupa modern yang bercorak realis adalah karya seni rupa modern yang
menampilkan bentuk yang menyerupai bentuk alam. Contohnya karya-karya seni lukis,
patung, dan topeng yang meniru bentuk manusia, binatang, atau tumbuh- tumbuhan yang
dibentuk mirip dengan bentuk aslinya. Bentuk realis dalam penciptaannya mengacu pada
bentuk alam dan berusaha meniru objek sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sehingga
bentuk yang dihasilkan sama persis bentuk yang ada dialam.
     Karya seni rupa modern yang bercorak dekoratif sama dengan corak dekoratif pada seni
rupa tradisi, yakni berusaha menyederhanakan bentuk dengan cara distilasi atau diubah
sesuai dengan cara-cara tersendiri oleh penciptanya.
     Seni rupa modern bercorak abstrak adalah karya seni rupa modern yang bentuknya tidak
meniru dan mengacu bentuk yang ada di alam. Bentuk yang ditampilkan adalah bentuk-
bentuk imajinasi yakni bentuk hasil kreasi seniman sendiri. Bentuknya bermacam- macam ada
yang berupa karya seni patung, lukis, kria.
     Penciptaan karya seni rupa modern sedikit berbeda dengan penciptaan karya seni tradisi.
Dalam proses penciptaan karya seni modern lebih bebas dalam menuagkan iide atau gagasan
dan tidak terikat oleh aturan- aturan. Oleh karena itu, karya seni rupa modern banyak
berfungsi sebagai media ekspresi. Di samping itu, karya seni rupa modern berfungsi sebagai
media kritik sosial dan sebagai benda estetis.
     Istilah Modernisme sendiri menunjukkan ideologi yang mempengaruhi gerakan budaya,
politik dan seni yang menyertai perubahan masyarakat di Barat pada akhir abad 19 dan awal
abad 20. Secara meluas, modernisme dideskripsikan sebagai satu seri pergerakan budaya
progresif dalam seni rupa, arsitektur dan musik, literatur dan seni pakai yang muncul dalam
dekade sebelum tahun 1914.
Tercakup di dalam perubahan dan kehadirannya, modernisme menjadi arah karya
seniman, pemikir, penulis dan perancang yang memberikan label baru tradisi akademi dan
sejarah seni pada akhir abad 19 serta mengkonfrontasi aspek ekonomi, sosial dan politik baru
yang dimunculkan dunia modern.
       Memahami seni rupa modern dapat juga dengan melakukan analisis terhadap istilah
pembentuknya yaitu ”seni” dan ”modern”. Istilah seni umumnya merujuk pada segala
kegiatan dan hasil karya manusia yang mengutarakan pengalaman batinnya yang karena
disajikan secara unik dan menarik memungkinkan timbulnya pengalaman atau kegiatan batin
pula pada diri orang lain yang melihat dan menghayatinya. Hasil karya ini lahir bukan karena
didorong oleh hasrat memenuhi kebutuhan hidup manusia yang paling pokok, melainkan
oleh     kebutuhan   spiritualnya,   untuk   melengkapi   dan   menyempurnakan      derajat
kemanusiaannya.
       Dengan batasan seperti ini kita dapat mencoba untuk menunjukkan benda apa saja yang
layak untuk disebut seni dapat masuk ke dalamnya. Adapun istilah “modern” dalam hal ini
tidak selalu harus dihubungkan dengan waktu. Sarah Newmeyer misalnya, walaupun terasa
agak absurd, menulis dalam bukunya bahwa seni modern itu boleh jadi berupa gambar bison
yang digoreskan 20.000 tahun yang lalu dan boleh jadi juga karya Picasso yang baru saja
diselesaikan pagi ini.‟ Berdasarkan pendapat ini jelaslah bahwa ia menggunakan istilah
modern tidak dalam hubungannya dengan kronologi melainkan dimaksudkan untuk
menunjukkan sesuatu kelompok karya yang memifiki sifat-sifat tertentu. Maka sifat-sifat
tertentu itulah yang dapat dipandang sebagal ciri khas seni modem sehingga dengan mudah
akan dapat dikenali mana yang bisa digolongkan dalam seni modern dan mana yang tidak.
       Dengan ungkapan itu sesungguhnya artian modern tersebut diperluas tetapi sekaligus
juga dipersempit. Diperluas, karena istilah itu menyangkut juga seni prasejarah dan
dipersempit karena sebaliknya, belum tentu apa yang dilukiskan sekarang dapat masuk di
dalamnya. Apabila kita ingin membenarkan kata-kata Newmeyer tersebut, dapatlah
dikatakan bahwa setidaknya pada saat diciptakan, seni prasejarah ini memang memifiki sifat-
sifat modern. Kalaupun secara kronologis kita akan membatasi daerah seni modern ini dan
menyempitkan pada karya-karya yang diciptakan pada apa yang biasa kita sebut sebagai
jaman modern, kita akan juga mengalami kesukaran, yaitu di mana menarik garis batasnya;
kapan dan di manakah mulainya seni rupa modern itu. “Modern art begins nowhere because
it begins everywhere. It is fed by a thousand roots, from cave paintings 30,000 years old to the
spectacular novelties in the last week’s exhibitions,” kata Canaday yang kurang lebih
menunjang ungkapan Newmeyer di atas.
     Semua pencapaian dari masa ke masa di banyak tempat di dunia ini memberikan
andilnya pada pembentukan seni modern, sehingga susahlah untuk menentukan kapan dan
di mana periode seni rupa modern itu sebenarnya mulai. Maka untuk itu, sekali lagi, kita
harus mempunyai pegangan, kualitas apakah yang paling berharga dalam seni modern
tersebut dan dengan itu mencoba untuk mencari kapan kualitas tadi mulai ada atau
berkembang biak dengan baik (Soedarso, 2000).
     Kalau kita mengacu periodisasi sejarah umum di Eropa—dimana sebagian besar kejadian
dalam panggung sejarah seni rupa modern ini berlangsung—maka babakan sejarah modern
Eropa dianggap mulai sejak zaman Renesans pada abad ke-15 sedangkan sejarah seni rupa
modern di Eropa baru pada abad ke-19, dengan munculnya tokoh pelukis J.L. David di
Perancis yang dianggap memiliki sesuatu yang dapat disejajarkan dengan kualitas modern
tadi. Bahkan ada pula yang menganggap seni modern Eropa dimulai pada massa yang lebih
akhir lagi.
     Seperti telah diuraikan di atas, seni modern pada dasarnya tidak terbatas oleh hal-hal
yang kasatmata seperti objek-objek lukisan tertentu ataupun corak dan gaya tertentu,
melainkan ditentukan oleh sikap batin senimannya. Seni modern pun, berkat perkembangan
komunikasi modern yang menyertai kemajuan teknologi, tidak kenal lagi akan batas-batas
daerah dengan kekhasan tradisinya masing-masing.
     Seni modern menjadi universal sifatnya. Walaupun di sana-sini ada pula terdapat cap-
cap daerah atau ada kalanya seni tradisi secara sadar atau tidak dimunculkan oleh seseorang
pelukis modern ke dalam hasil karyanya, namun kenyataannya kita akan kesulitan untuk
dapat menebak dari mana asal sesuatu lukisan yang dihadapkan kepada kita. “Today the
boundaries are vague Horizons are infinite; the artist is tempted to explore in a hundred
directions at once.” Tulis Canaday pula.
Mengenai yang terakhir ini, yaitu bahwa para seniman modern terangsang untuk
menjelajah ke segala arah, kebenarannya tidak hanya sebatas arah di peta bumi saja, bahwa
misalnya banyak seniman Eropa meninggalkan negerinya untuk mencari objek lukisan yang
lain, tetapi juga karena daerah perhatian mereka itu meluas ke mana-mana. Bukan hanya
pemandangan yang indah dan wanita cantik saja yang ingin dilukisnya, tetapi juga toilet bekas
yang sudah tidak terpakai lagi atau kulit pokok kayu yang memiliki jenis permukaan atau
texture yang unik, atau bahkan jaringan sel-sel yang hanya dapat diamati melalui mikroskop
yang dulu sama sekali tidak terjamah oleh perhatian seniman, kini menjadi lahan yang subur
bagi objek lukisan para seniman modern. Dengan ini jelaslah bahwa bagi mereka itu seni
modern tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, bahkan di sana-sini juga tidak terikat oleh
tatabahasa maupun kaidah-kaidah seni yang sudah mapan. Mereka sanggup menerima
segala macam bentuk seni hampir dengan tiada bersyarat. Batasan-batasan yang dulu ada
seperti ikatan tradisi (spirit of the race) atau ikatan zaman (spirit of the age), demikian juga
ketentuan-ketentuan tentang isi ataupun tema telah disisihkan semuanya.
    Satu syarat yang masih dituntut oleh seni modern yang bahkan merupakan ciri khasnya,
ialah “kreativitas”. Dan sebuah perkataan ini tercantumlah beberapa sifat yang merupakan
gejala-gejalanya. Oleh karena itu untuk menghindarkan istilah „modern‟ yang bermuka
banyak itu ada pula yang menamai seni modern tersebut dengan istilah “seni kreatif”.
Seorang seniman modern akan melihat dunia atau bagian daripadanya yang sedang dihadapi
sebagai objek dari lukisannya seolah-olah seperti baru saja objek itu diciptakan. Artinya,
seakan-akan baru sekali itu saja ia menghayatinya dan baru kali itu pula mencoba untuk
melukisnya, walaupun kenyataannya sudah berkali-kali Ia melukiskan objek tersebut, dan
entah telah berapa kali ia melihatnya.
Sumber gambar: http://widia.webuda.com


    Kita tidak tahu sudah berapa kali pelukis kita yang terkenal, Affandi, melukis potret diriya.
Namun setiap kali kita menatapnya, sekian kali pula kita menemukan sesuatu yang baru pada
karya-karya itu, karena sang pelukis setiap kali selalu menghayati kembali dan mendapatkan
pengalaman baru dalam objeknya, walaupun objek itu adalah dirinya sendiri.
    Seorang pelukis lain harus melupakan kuda atau gambar kuda yang telah seribu kali
dilihatnya apabila ia akan melukis seekor kuda. Ia harus melihat kuda itu dengan mata
kepalanya sendiri— atau mata hatinya—dan memperoleh impresi pertama dari pengalaman
tersebut. Sebagaimana kita ketahui, hasil pengamatan itu amat dipengaruhi oleh pengalaman,
pengetahuan serta kesan si pengamat atas objek pengalaman yang sudah dimiliki
sebelumnya yang tentunya berbeda dari tiap pengamat yang lain, dan kiranya juga
dipengaruhi oleh suasana hati Si pengamat itu sendiri ketika Ia sedang mengamatinya. Yang
teràkhir inilah yang menuntut pengamatan itu harus selalu dilakukan setiap saat seseorang
akan berkarya. Dalam hubungannya dengan keadaan tersebut, kira-kira 100 tahun yang lalu
Gustave Courbet, Si pelopor realisme dari Perancis itu, pernah berharap agar museum-
museum ditutup saja sekurang-kurangnya 20 tahun lamanya agar para seniman muda tidak
sempat berdialog dengan karya-karya yang ada di dalamnya yang semuanya merupakan hasil
pengamatan orang lain. Ia berkeinginan agar apa yang pernah diciptakan orang tidak
mempengaruhi pengamatan pelukis berikutnya. Mungkinkah itu dan perlukah itu, adalah
soal-soal lain yang harus dijawab lewat ilmu pendidikan seni rupa.
    Sikap batin yang demikian itulah yang membedakan seniman modern dan golongan
tradisional ataupun akademik—yang sekarang juqa sudah menjadi tradisional. Sikap batin
yang tidak stereotype (prasangka), yang selalu ingin akan yang baru dan yang lain dari pada
yang lain. Kreativitas: sangat penting dalam seni modern, dan dalam kretivitas ini
berkembanglah sifat-sifat originalitas, kepribadian, kesegaran, dan sebagainya. Dengan
bayaran apapun (yang kadangkala sangat tinggi, dengan mengorbankan nilai-nilai yang
sesungguhnya masih baik dan masih diperlukan oleh seni yang manapun juga), para seniman
modern amat menghargai dan mengejar-ngejar nilai-nilai tersebut yang singkat kata dapat
disebut sebagai nilai kebaruan atau novelty.
    Apabila seorang anak menunjukkan coreng moreng dan mengatakan bahwa itu adalah
gambar anjing atau kucing, maka kiranya itulah konsepnya atas hewan-hewan tersebut yang
belum sempat “diperbaiki” oleh hubungan anak itu dengan tradisi dan masyarakat
disekitarnya. Karya-karya itu adalah ekspresi anak tersebut yang masih murni.
    Seorang-seniman dewasa tidak mungkin berada dalam keadaan semurni itu karena ia
tidak dapat melepaskan diri dari ikatan sosial yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu seorang
seniman modern dengan sadar berusaha untuk membebaskan dirinya dari ikatan tersebut
dalam hubungannya dengan tanggapannya terhadap objek. Berhasil atau tidaknya usaha ini
tidak selalu identik dengan keberhasilan karya seninya. Maka usaha dan sikap batin itulah
yang harus menjadi ukuran, bukan semata-mata hasil usahanya.
    Sekalipun tidak sedikit yang mendiskreditkan seni lukis yang realistik dan lingkungan seni
modern, namun bertolak dari pendapat di atas tentunya ada juga lukisan yang bergaya
realistik itu yang dapat digolongkan dalam seni modern, yaitu apabila sikap batin si seniman
dalam melukisnya dapat dikembalikan kepada watak seni modern di atas; yaitu apabila si
seniman tidak bertindak stereotype dan selalu mengadakan pengamatan dahulu sebelum
melahirkan karya realistiknya. Perlu ditekankan bahwa bagaimanapun juga lukisan atau hasil
seni yang lain itu selalu merupakan interpretasi si seniman dalam menanggapi objeknya.
     Baik hasil seni itu merupakan suatu taferil yang secara perspektif dapat
dipertanggungjawabkan ataukah bercorak dekoratif ala Mesir kuna, keduanya adalah
interpretasi juga. Pada suatu saat seorang seniman menggunakan imajinasi atau visinya untuk
menangkap objek lukisannya sehingga terjadilah “perspektif susun timbun” seperti yang ada
di Mesir kuna itu, tetapi pada saat lain ia menggunakan ketajaman matanya yang kemudian
ternyata menjadi pendorong diketemukannya perspektif di zaman Renaisance.
     Namun keduanya jelas tidak berhasil dalam memberikan kepada kita “realitas” objeknya
secara total; yang satu mengikuti ide atau pengertiannya tentang objek itu dan dengan
demikian terjadilah karya yang ideoplastik yang secara visual tampak tidak wajar, dan yang
lain menganak-emaskan matanya membentuk suatu lukisan yang lebih “enak” dipandang
mata (visioplastik) walaupun masih belum terhindar dari “kesalahan”. Dapat disaksikan
misalnya, meja yang bujur sangkar menjadi tidak sama lagi panjang sisi-sisinya, sudut-
sudutnya tidak 90° tetapi ada yang tumpul dan ada yang runcing, dan kakinya yang empat
seringkali hanya kelihatan tiga.
     Dalam sebuah gambar pemandangan sering terlihat tiang-tiang listrik yang sama
tingginya tergambar tidak sama tinggi; makin jauh jaraknya dan ukurannya menjadi makin
pendek. Akibat luasnya daerah seni modern itu maka variasi yang terdapat di dalamnya pun
tak terhingga pula jumlahnya, sehingga tidak mungkin untuk memasukkannya ke dalam suatu
definisi yang formal.
     Pada saat semua objek yang kasatmata ini mulai mengering dan makin susah
menawarkan hal-hal baru yang menarik, kreatif, dan lain dan pada yang lain, maka
perkembangan ilmu jiwa dalam ala Freud (Sigmund Freud) menampilkan lahan baru yang
tidak kering-keringnya, yaitu dunia imajinasi manusia. Dunia baru ini tidak ada batasnya,
kecuali batas kemampuan manusia untuk menyadarinya atau batas kreativitas seniman untuk
menemukan inovasinya.
     Sementara itu, penemuan teknik fotografi dalam satu hal telah mengurangi daerah
gerak seni lukis, karena fotografi yang dengan cepat dan tepat mampu merekam objek itu
menggantikan sebagian fungsi seni lukis yaitu fungsi dokumentatif dan fungsi menyajikan
presentasi realistik bagi objek-objeknya. Sejak berkembangnya fotografi tersebut seni lukis
tidak lagi dibebani dengan fungsi sosial berupa penggambaran secara visual ataupun
pembuatan gambar-gambar ilustratif untuk bermacam tujuan. Namun perlu juga diingat
bahwa di lain pihak fotografi telah sempat pula memperluas daerah jelajah seni lukis.
    Banyak teknik-teknik melukis di zaman teknologi tinggi ini yang menggunakan
pertolongan fotografi. Ilustrasi – ilustrasi tertentu sekarang ini memang masih ada yang
dikerjakan dengan tangan, tetapi itupun sudah diadaptasi dengan seni modern, artinya,
kekreatifan diperlukan juga di dalamnya, sedangkan yang betul-betul memerlukan ketepatan
presentasi objek lebih baik disajikan saja dengan menggunakan kamera. Maka oleh karena itu
timbullah kemudian perbedaan antara “representasi” dengan “interpretasi”, antara citra dan
lambang, yang merupakan fondasi yang kuat untuk menelaah perkembangan seni modern.
    Dari masa lampau kita mengenal adanya patronage (patron) dalam seni, yaitu
perlindungan terhadap seni yang diberikan oleh tokoh-tokoh penguasa atau gereja demi
kelangsungan perkembangannya. Pasang surutnya kemampuan pelindung atau penunjang
seni ini dalam melakukan fungsinya besar sekali pengaruhnya dalam perkembangan seni
modern. Misalnya, apabila pada masa kejayaannya patron-patron seni tersebut adalah
diktator-diktator seni yang bisa memaksakan arah perkembangan seni karena merekalah
yang membiayainya, maka kini sebaliknyalah yang terjadi; mereka itu yang harus tunduk pada
kemauan para seniman.
    Pada zaman modern ini seniman tidak lagi menunggu uluran tangan mereka yang
memiliki uang untuk menciptakan karyanya. Mereka mampu membiayai sendiri ciptaan-
ciptaannya. Hal ini dimungkinkan pula antara lain oleh makna populernya seni-seni kecil
semacam lukisan ukuran esel (easel-painting) atau patung dada ukuran sebenarnya (life size),
yang biayanya relatif murah dan dapat diusahakan sendiri oleh para seniman penciptanya,
sehingga karenanya mereka dapat melepaskan diri dari ketergantungannya pada seorang
pelindung. Sebagaimana diketahui di masa lampau, pada saat keemasan agama atau di waktu
kejayaan kekaisaran yang absolut, yang berkembang sangat menonjol adalah jenis kesenian
kolosal, lukisan dinding yang besar-besar, arsitektur istana dan gereja, maupun patung-
patung besar yang disejajarkan dengan kebesaran para pendukungnya yang tidak mungkin di
usahakan sendiri oleh senimannya. Dengan demikian si sponsor ini menjadi penentu kemana
seniman atau karya seni akan di arahkan.
     Pecahnya Revolusi Perancis pada tahun 1789 merupakan titik akhir dan kekuasaan
feodalisme di Perancis yang pengaruhnya terasa juga pada bagian-bagian dunia lainnya.
Demikian pula revolusi ini ternyata tidak hanya merupakan perubahan tata politik dan tata
sosial saja, tetapi juga menyangkut kehidupan seni, karena dengan ini berarti berakhir pulalah
pengaruh raja atas kehidupan dan perkembangan seni. Jauh sebelum itu antara gereja dan
seniman telah pula terjadi keretakan hubungan yang di satu fihak disebabkan oleh
kemunduran fungsi dan daya tarik gereja di masyarakat sejak zaman Renaisance dan di lain
fihak karena dunia seni telah menemukan tuannya yang baru, yaltu raja dan para bangsawan
yang merupakan penguasa-penguasa dan pemilik harta sejak kemerosotan fungsi gereja.
tersebut.
     Oleh karena itu, kini para seniman modern menjadi tokoh-tokoh yang bebas, melayang-
layang tanpa tambatan. Mereka tidak punya lagi fungsi yang terang dalam tatà sosial yang
baru itu. Maka lambat laun terbentuklah kelompok baru dalam masyarakat, ialah kelompok
seniman. Sedikit demi sedikit mereka mulai mencipta semata-mata memperturutkan
panggilan hati masing-masing, melukis bukan karena ada yang meminta atau memberi tugas,
melainkan semata-mata karena ingin melukis saja. Maka dengan demikian mulailah riwayat
seni lukis modern dalam sejarah yang ditandai dengan individualisasi dan isolasi diri ini.
b. Seni Rupa Kontemporer
        Karya seni rupa kontemporer adalah karya seni rupa masa kini. Karya seni rupa
     kontemporer lebih dipengaruhi oleh waktu dimana karya seni tersebut diciptakan.
     Umumnya tema yang diangkat dalam karya seni kontemporer adalah masalah-masalah
     yang berkaitan dengan situasi dan kondisi saat karya tersebut.
        Istilah kontemporer sendiri berasal dari kata contemporary yang berarti apa-apa atau
     mereka yang hidup pada masa yang bersamaan (D. Maryanto, 2000). Walaupun
     demikian istilah “seni rupa kontemporer” ternyata tidak dapat begitu saja dapat
     diterjemahkan sebagai seni dengan sifat kekinian seperti dijelaskan di atas. Istilah seni
rupa kontemporer di Barat pada kenyatannya masih menimbulkan perdebatan,
terutama karena tidak ada ciri dominan yang dapat dirujuk untuk menunjuk kepada
suatu praktek atau bentuk seni yang baku.
   Di Barat, wacana kontemporer dimulai dengan menunjukkan pada berakhirnya era
modernisme dalam seni rupa (modern art). Berakhirnya era ini memunculkan
terminologi baru yang kemudian dipakai dalam praktek seni rupa di Barat yaitu
kecenderungan seni rupa beraliran posmodern (post-modernisme). Istilah posmodern
sendiri ternyata menyimpan persoalan—karena terlalu rumit pengertian yang
dibawanya—sehingga lebih banyak digunakan istilah seni rupa kontemporer
(contemporary art). Walaupun demikian, istilah ini masih mendatangkan masalah karena
tidak mengarah pada pengertian seni rupa tertentu. Kerumitan ini ditambah dengan
pengertian contemporary yang secara leksikal sama dengan pengertian modern yang
berarti juga ”masa kini” (A. Irianto, 2000).
   Seni rupa kontemporer dapat dikatakan sebagai sebuah wacana dalam praktek seni
rupa di Barat yaitu praktek seni rupa yang menunjuk kepada kecenderungan posmodern.
Kecenderungan ini menyiratkan wacana dalam praktek seni rupa yang “anti modern”.
Hal ini disebabkan karena salah satu paradigma kemunculan posmodern adalah
paradigma yang menolak modernisme.
   Sifat-sifat modern yang ditolak diantaranya adalah semangat universalisme,
kolektivitas, membelakangi tradisi, mengedepankan teknologi, individualitas (I. M. Pirous,
2000)   serta   penolakan     (pelecehan)      non-Barat.   Sifat-sifat   modern   ini   pada
perkembangannya seolah-olah mengesampingkan berbagai produksi kesenian non-Barat
yang dianggap lebih rendah dari seni modern karena bersifat tradisional. Sifat inilah yang
ditentang oleh penganut seni rupa posmodern karena sifat-sifat modern tadi tidak
mengakui karya seni rupa tradisonal yang dihasilkan oleh budaya komunal sebagai karya
seni rupa yang sejajar dengan karya seni rupa modern.
Sumber gambar: http://art-burger.com
                         Andy Warhol Portrait in pop art


  Ciri kontemporer dalam wacana seni rupa kemudian dikukuhkan dengan semangat
pluralisme (keberagaman), berorientasi bebas serta menghilangkan batasan-batasan
kaku yang dianggap baku (konvensional) dalam seni rupa selama ini.
  Dalam seni rupa kontemporer batasan medium dan pengkotak-kotakan seni seperti
“seni lukis”, “seni patung” dan “seni grafis” nyaris diabaikan. Orientasi bebas dan
medium yang tidak terbatas memunculkan karya-karya dengan media-media
inkonvensional serta lebih berani menggunakan konteks sosial, ekonomi serta politik
(Sumartono, 2000)..
  Walaupun ada pemaknaan khusus dalam wacana seni rupa kontemporer seperti telah
disebutkan di atas, tetapi arti leksikal yang menunjukkan konteks kekinian tidak dapat
diabaikan begitu saja. Berdasarkan konteks kekinian, seni rupa kontemporer dapat
dipandang sebagai karya seni yang ide dan pembahasannya dibentuk serta dipengaruhi
sekaligus merefleksi kondisi yang mewarnai keadaan zaman ini tempat “budaya global”
menyeruak, yang menebarkan banyak pengaruh yang menjadi penyebab berbagai
perubahan dan perkembangan.
   Dengan demikian konsep seni rupa kontemporer yang dimaksud dalam tulisan ini
dapat dipakai untuk menunjukkan wacana seni anti-modern yang mengagung-agungkan
universalitas, menggunakan medium inkonvensional, berorientasi bebas, tidak terikat
pada konvensi-konvensi yang baku, meniadakan pengkotak-kotakan serta lebih berani
menyentuh persoalan sosial, ekonomi serta politik. Persoalan sosial, ekonomi dan politik
ini diwarnai dengan keadaan zaman di mana budaya global banyak memberikan
pengaruh terhadap perubahan dan perkembangan yang bersifat kultural.
   Corak karya seni kontemporer ada bermacam-macam antara lain bercorak realis,
abstrak, dekoratif, dan ekspresif. Contoh karya seni kontemporer antara lain seni lukis,
seni patung, dan seni instalasi. Karya instalasi lebih bervariasi, baik menyakut temanya
media yang dipakai maupun teknik penciptaan. Karya seni rupa instalasi umumnya lebih
mengedepankan pemikiran-pemikiran atau konsep penciptaan karya daripada bentuk
visualnya.
   Karya seni rupa kontemporer diciptakan sebagai media ekspresi bagi penciptanya
untuk menuangkan gagasan, hal-hal yang dicita-citakan, pikiran, perasaan, atau
pandangan hidup dari penciptanya. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan
bahwa fungsi karya seni rupa baik tradisi, modern, maupun kontemporer yaitu sebagai
media ekspresi, sebagai hiasan (dekorasi) untuk mengungkapkan kenyataan (realitas)
untuk mengabdikan sesuatu, untuk mengungkapkan nilai-nilai keagamaan (religi),untuk
mengungkapkan fantasi (daya imajinasi), untuk menciptakan keharmonisan untuk kritik
sosial. Disamping itu karya seni berfungsi sosial atau untuk kepentingan sosial. Misalnya
dapat dipakai sebagai penerangan, informasi, dan pendidikan yang menyangkut
kepentingan umum dan dapat dinikmati oleh masyarakat.
   Seni Kontemporer adalah salah satu cabang seni yang terpengaruh dampak
modernisasi. Kontemporer itu artinya kekinian, modern atau lebih tepatnya adalah
sesuatu yang sama dengan kondisi waktu yang sama atau saat ini; jadi seni kontemporer
adalah seni yang tidak terikat oleh aturan-aturan zaman dulu dan berkembang sesuai
zaman sekarang. Lukisan kontemporer adalah karya yang secara tematik merefleksikan
situasi waktu yang sedang dilalui. Misalnya lukisan yang tidak lagi terikat pada
Rennaissance. Begitu pula dengan tarian, lebih kreatif dan modern.
   Kata “kontemporer” yang berasal dari kata “co” (bersama) dan “tempo” (waktu).
Sehingga menegaskan bahwa seni kontemporer adalah karya yang secara tematik
merefleksikan situasi waktu yang sedang dilalui. Atau pendapat yang mengatakan bahwa
“seni rupa kontemporer adalah seni yang melawan tradisi modernisme Barat”. Ini
sebagai    pengembangan      dari   wacana     pascamodern       (postmodern     art)   dan
pascakolonialisme yang berusaha membangkitkan wacana pemunculan indigenous art
(seni pribumi). Atau khasanah seni lokal yang menjadi tempat tinggal (negara) para
seniman.
   Dalam pengertian lain, menurut kamus umum bahasa Indonesia susunan J.S Badudu
dan Muhammad Zaid, terdapat tiga leksikal tentang kata kontemporer, yaitu pertama
“semasa atau sezaman”, kedua “bersamaan waktu”, dan yang ketiga adalah “masa kini
atau dewasa ini”. Untuk menjelaskan lebih jauh, Badudu memberikan satu contoh
kalimat, yakni “seni kontemporer tidak dapat bertahan lama” (Badudu Zain : 1994 : 714).
Dengan contoh ini Badudu ingin menegaskan bahwa seni kontemporer adalah seni yang
bertahan sezaman saja. Dengan denikian, kata masa kini juga berarti sezaman, masa saat
sekarang. Sementara itu, Oxford dictionaty (1994:253) memberikan pengertian yang
kurang lebih sama, yakni living or occurring at the same time, dating from the same
times.
   Dari makna leksikal diatas nampak bahwa masalah waktu kesezamanan atau kekinian
merupakan batasan tegas dalam konsep itu. Dengan demikian, seni rupa kontemporer
bisa diartikan sebagai seni rupa atau aktifitas kesenian pada saat ini. Pengertian ini jelas
masih sangat umum, bahkan bisa dikatakan ambigu. Bersifat umum sebab tidak merujuk
pada satu genre, paham, ideologi dan lain-lain sehingga bisa dikatakan bahwa seni rupa
masa kini adalah seni rupa yang berciri tertentu.
Sementara itu, batasan waktu masa kini sebagai pengertian kontemporer juga
bersifat ambigu. Ia akan sangat tergantung pada zaman seseorang itu menggunakannya.
Dengan demikian dekali lagi bisa ditegaskan bahwa kontemporer yang dilekatkan pada
frase seni rupa bukan merupakan istilah yang merujuk pada sebuah aliran atau gaya
berkesenian, melainkan hanya sebuah aktifitas berkesenian yang dianggap terkini pada
setiap zaman bersangkutan. Dibarat sendiri, yang nota bene sebagai pihak pertamayang
memunculkan istilah contemporary art, pengertian yang sama juga terjadi. Arthur Danto
mengatakan bahwa belum terbentuk definisi seni kontemporer dalam konteks “gaya
kontemporer”.
   Sejauh ini, penyebutan istilah seni rupa kontemporer tidak problematik. Persoalan-
persoalan baru muncul ketika istilah tersebut dikaitkan dengan wacana yang
berkembang dalam dunia kesenian secara umum dan seni rupa itu sendiri secara khusus.
Dalam ranah ini istilah seni rupa kontemporer sering dihubungkan dengan sebuah gejala
senirupa yang membedakan dirinya dari seni rupa sebelumnya, yakni seni rupa modern..
seni rupa kontemporer di kategorikan sebagai karya yang dihasilkan oleh paradigma
postmodern. Sehingga beberapa pihak acap menyulih istilah kontemporer dengan
postmodernisme. Danto(1995:10) mengatakan istilah seni rupa kontemporer bisa di
gantikan dengan seni rupa postmodern, dan menurutnya, istilah yang terakhir ini bisa
dianggap yang lebih mendasar.
   jadi, kontemporer sendiri adalah salah satu cabang seni yang terpengaruh dampak
modernisasi. Kontemporer itu artinya kekinian, modern atau lebih tepatnya adalah
sesuatu yang sama dengan kondisi waktu yang sama atau saat ini; jadi seni kontemporer
adalah seni yang tidak terikat oleh aturan-aturan zaman dulu dan berkembang sesuai
zaman sekarang.
Sumber gambar: http://arijose.tumblr.com


  Menurut pendapat lain justru berbanding terbalik Paham postmodern atau
kontemporer menyuarakan penentangannya terhadap kemapanan paham modern yang
telah membawa manusia kehilangan jati dirinya, sehingga mengakibatkan masyarakat
yang seragam, serba kaku, mengabaikan keanekaragaman budaya bangsa-bangsa di
dunia, sedangkan postmodern memberi ruang gerak yang lebih luas terhadap
tumbuhnya kebudayaan bangsa-bangsa yang begitu bervariasi.
  Berbagai kebingungan dengan istilah pasti akan di temukan disini. Seni rupa
cenderung bisa di definisikan dengan terlebih dahulu menjelaskan apa yang dimaksud
postmodern itu sendiri. Tapi istilah ini akan sulit dipahami tanpa memperbandingkan
dengan paradigma yang mendahuluinya, yakni modern. Dengan menjelaskan hubungan-
hubungan ini orang sering menumpangtindihkan beberapa istilah, yakni modern,
modernitas, modernisme, postmodern, dan postmodernisme.untuk itu sebelunmya
istilah-istilah ini perlu didefinisikan dengan jelas. Yasraf amir piliang (2006:75)
menjelaskan istilah-istilah tersebut dengan menunjukkan perbedaan-perbedaannya.
1. Modern-posmodern
       Istilah ini mengacu pada watu, era, zaman, dan semangat zaman. Postmodern
   bisa dikatakan sebagai waktu, era, zaman, dan semangat setelah modern.
2. Modernitas-posmodernitas
       Istilah ini mengacu pada kondisi, keadaan, situasi umum, realitas, dan dunia
   kehidupan. Modernitas adalah sebuah kondisi, keadaan, situasiumum, realitas, dan
   dunia kehidupan yang memiliki ciri kemajuan, intregrasi, keterpusatan, kontinuitas,
   dan kebaharuan. Sedangkan posmodernitas adalah kondisi, keadaan, situasi umum,
   realitas, dan dunia kehidupan yang memiliki ciri nostalgia, pastiche, disintregrasi,
   fragmentasi, heterogenitas, dan decentering.
3. Modernisme-posmodernisme
       Istilah ini mengacu pada gerakan, gaya, ideologi, kecenderungan, metode, cara
   hidup dan keyakinan.
       Modernisme adalah gerakan, gaya, ideologi, kecenderungan, metode, cara hidup,
   dan keyakinan yang mengacu pada universalisme, internasionalisme, imperalisme,
   etnosetrisme, dan rasisme.
       Postmodernisme adalah gerakan, gaya, ideologi, kecenderungan, metode, cara
   hidup, dan keyakinan yang mengacu pada pluralisme, dekonstruksionisme,
   multikulturalisme, pokolonialisme, dan fenimisme.
       Tampak dari istilah diatas modern berbanding lurus dengan modernitas dan
   modernisme. Istilah ini kemudian dapat dipahami berbanding terbalik dengan
   pestmodern, postmodernitas dan postmodernisme. Mengacu pada istilah diatas, seni
   rupa yang memiliki kecenderung pada postmodern adalah seni rupa yang bisa
   dibedakan dengan deni rupa pada paradigma modern.
       Pada penjelasan diatas pula dapat dipahami bahwa seni rupa kontemporer
   adalah seni yang meminjam masa lalu untuk konteks baru, jadi dapat ditarik
   kesimpulan bahwa dalam hal ini ornamen mampu masuk dalam senirupa
   komtemporer, mengingat ornamen tidak terlepas dari seni rupa tradisi maupun
modern. Hanya saja dalam seni rupa kontemporer ornamen mengalami perubahan
sesuai dengan keadaan pada saat itu pula.
     Dengan mengacu pada era atau zaman, seni rupa kontemporer juga mengangkat
sejarah lama kembali, dalam seni rupa kriya khususnya, seni ornamen menjadi ciri
khas dalam karya seninya, selain sebagai seni hias, seperti yang dijelaskan diatas tadi,
ornamen juga memegang peran dalam nilai simbolik sebuah karya seni, maka dari itu
ornamen dan dekorasi dianggap penting dala seni rupa komtemporer.
     Secara lebih rinci, barret (1994:109-112) melalui sabana (2002:18) memberikan
rincian kembali tentang ciri seni rupa kontemporer. Selain yang dijelaskan diatas, seni
rupa kontemporer juga banyak menimba dari budaya populer, pendapat ini jelas akan
menjadikan peran ornamen yang menjadi ikon maupun simbol dari daerah tertentu
akan mendapatkan peran semula. Selain itu ciri yang lain adalajh eklektik, orientasi
tema dan medium bebas, kepedulian terhadap kejadian sosial dan juga politik, serta
sikap kritis dan skeptic seniman terhadap kesenian dan jamannya seta isu kelas sosial,
ras, gender, usia, bangsa, alam agama, lingkungan dan sebagainya.
Secara awam seni kontemporer bisa diartikan sebagai berikut:
1) Tiadanya sekat antara berbagai disiplin seni, alias meleburnya batas-batas antara
    seni lukis, patung, grafis, kriya, teater, tari, ocia, anarki, omong kosong, hingga
    aksi politik.
2) Punya gairah dan nafsu “ ocial tic” yang berkaitan dengan matra ocial dan politik
    sebagai tesis.
3) Seni yang cenderung diminati media massa untuk dijadikan komoditas
    pewacanaan, sebagai aktualitas berita yang fashionable.
     Antara modern dan kontemporer secara umum tidak dapat dipilah berdasarkan
waktu, hal ini mengakibatkan tidak jelasnya pemisah antara kedua istilah tersebut.
Instilah modern dan kontemporer dalam konteks seni rupa dijelaskan oleh Kramer
dalam Dharsono sebagai berikut:
1) Pengertian “kontemporer” dibandingkan dengan istilah modern hanya sekedar
    sebagai sekat munculnya perkembangan seni rupa sekitar tahun 70-an dengan
menempatkan seniman-seniman Amerika seperti David Smith dan Jackson
   Pollock sebagai tanda peralihan (Dharsono, 2004: 223).
2) Pengertian kontemporer dalam bidang arsitektur memiliki pengertian lain, hal ini
   diungkapkan oleh Kultermann seorang pemikir asal Jerman, “berdasarkan teori
   Udo pengertian kontemporer dekat dengan paham post-modern… menjelang
   1970. Paham baru ini menentang kerasionalan paham modern yang dingin dan
   berpihak pada simbolisme instink” (Dharsono, 2004: 223). Dalam istilah seni
   pengertian ini ditafsirkan lebih lajut oleh Douglas Davis kontemporer sebagai
   kembalinya    upaya    mencari   dan    mengangkat       nilai-nilai   budaya   dan
   kemasyarakatan atau dalam istilah seni kembali ke konteks.
3) Seperti telah kita ketahui, seni kontemporer dalam bahasa Indonesia padanannya
   adalah “seni masa kini” atau juga “seni mutakhir”. Dalam khazanah seni modern
   yang telah berusia ratusan tahun, kehadiran seni kontemporer cukup rumit dan
   menimbulkan kontroversi yang berkepanjangan.
4) Paradigma Seni Rupa Kontemporer
    Pada seni klasik, dapat ditemukan komposisi bentuk dan isi cerita/legenda
   seperti lukisan "Monalisa", dimana tendapat spiritual abad itu tentang
   "perempuan" yang tidak akan ditemukan pada zaman sesudahnya. Karena
   adanya evolusi/difusi kebudayaan, maka terjadi perubahan yang disebabkan
   lingkungan dan waktu. Seni klasik jadi seni peralihan -- impressionisme. Pelukis
   Renoir dan Manet kala itu berprinsip bahwa "manusia berjarak objektif dengan
   barang fisik dan manusia berperasaan lebih unggul dari benda". Pada era
   impresionisme terdapat jarak sebagai batas yang tak terjembatani antara subjek
   dengan objek, antara manusia dengan alam.
    Kreativitas seniman terus bergulir. Bermula ditinggalkannya paradigma klasik
Renaisance ke paradigma baru impressionisme (permulaan abad ke-20), lalu
ekspresionisme, abstrak, dadaisme, kubisme, abstrak ekspressionisme, abstrak
formalisme, pop-art, neo-dada, optic-art, minimalisme, hingga surealisme. Semua
gaya (isme) yang berasal dari Barat itu menyebar dan menguasai dunia serta
mengkokohkan sebagai seni modern dunia atau modernisme yang sering disebut
"seni tinggi" (advance guard).
    Seni rupa modern Barat mengklaim dunia sebagai ruang lingkupnya yang
berakar pada internasionalisasi ide-ide Barat yang disebut westernisasi yang
kemudian     membangkitkan       reaksi   negara-negara   non-Barat.   Munculnya
perkembangan arus utama (mainstream) di pusat-pusat seni rupa modern yang
menyudutkan seni rupa di luar Eropa-Amerika dan ditolaknya standar nilai serta
perkembangan periferi di luar arus utama, dimana seluruh museum dan galeri seni
rupa modern di Amerika menolak karya-karya modern Indonesia dan Thailand.
Sebagai reaksi kejadian ini maka muncullah pameran-pameran internasional (KIAS)
dari negara-negara nonblok (GNB).
    Modernisme pada intinya merupakan suatu keyakinan akan kemandirian nilai
estetika yang harus ditingkatkan secara terus-menerus. Keyakinan tersebut
melahirkan norma-norma kebaruan, keaslian dan kreativitas. Seniman dituntut
untuk menciptakan keharuan dan keaslian, sehingga terjadi penolakan-penolakan
sejak tahun 1960-an serta makin memuncak pada masa berikutnya.
    Pada pertengahan abad ke-20, modernisme dianggap sebagai suatu beban oleh
kaum muda dan mulai ditentang, yang setelah modernisme disebut post-modernism
atau post-mo, maka muncullah paradigma baru yakni seni kontemporer. Seni
kontemporer memberi terobosan baru yang sangat bebas dalam pengekspresian
emosi seniman dan terasa tanpa beban.
    Seni kontemporer dapat dipandang secara apresiatif sebagai kegairahan
intelektual, setidak-tidaknya menjadi modal bagi tumbuhnya daya respons dalam
menyongsong era baru yaitu post-modern, yang dianggap positif mengimbangi
humanisme dan intelektual daripada kecenderungan dehumanisasi dan kedangkalan
budaya modern yang dimotori ekonomi kapitalis yang transnasional serta inovasi
teknologi yang makin canggih.
    Di Barat pada 1970-an, muncul suatu reaksi terhadap idealisme high art
(advance guard) dan muncul era post-modern yang menampilkan multivariousness.
Pendekatan pluralistik yang menekankan unity -- kebersamaan dalam keragaman,
merupakan kesamaan reaksi di arus utama terhadap standar-standar senirupa
internasional sebagai arus baru perkembangan dan pemikiran seni rupa
kontemporer yang lepas dari universalisme dan kaburnya batasan seni rupa modern
dari seni rupa kontemporer. Pada seni kontemporer, seniman bebas menengok ke
masa lalu, masa kini dan masa mendatang. Dapat pula memakai kekayaan budaya
tak terbatas banyaknya. Juga tiada lagi "kebenaran tunggal" dan muncul pluralisme.
    Inilah paradigma baru seni kontemporer yang mengandung makna netral dari
pengertian seni masa kini. Walaupun situasinya modern disemangati Garde Depan
dengan merebaknya happening art, performance art dan seni instalasi. Juga atas
kehadiran isu-isu multikultural, gender, sosial, bangkitnya seni pinggiran dan lainnya.
    Post-modernism atau pasca-modernisme yang bermula dari gerakan seni masa
kini telah bergeser menjadi gerakan budaya. Pergeseran ini dimungkinkan bukan
hanya disebabkan basis material kebudayaan (difusi kebudayaan) seperti dari
manufaktur ke reproduksi, tapi juga karena para filsuf mengumumkan "kematian
zaman modern" untuk menegakkan satu kesepakatan dalam kebersamaan sebagai
dasar pembenaran yang plural sebagai paradigma baru serta wacana seni
kontemporer.
    Untuk memperoleh kejelasan tentang seni kontemporer, perlu dibahas mulai
dari seni modern, kemudian bagaimana seni modern akan keluar dari kepercayaan
yang menyatakan bahwa seni yang merupakan ekspresi dunia objektif (fisik)
tersebut kemudian masuk ke dalam seni kontemporer atau post-mo.
    Kehidupan manusia punya dua pijakan dasar yang kuat -- dunia (world) dan sikap
dasar (basic attitude). Pada sikap dasar terdapat tiga jenis interest yaitu
pengobjektifan, ungkapan, dan penyesuaian norma. Dunia manusia pun terdiri dari
tiga; nyata, sosial dan pribadi.
    Seni dalam modern hanya ditemukan dalam dunia objektif dan dunia subjektif.
Namun nilai keindahan dalam seni rupa modern sebagai ekspresi hanya akan
ditemukan dalam bidang yang amat khusus. Kesenian modern bukanlah produk
sosial, sikap atas rasionalitas ekspresif, sedangkan dunianya dalam dunia nyata/
objektif.




               Sumber gambar: http://faariscar.blogspot.com
                       Card players by Paul Cezanne


    Diawali oleh pelukis Cezanne, dimana jarak antara manusia dan alam dibatasi
dengan cara si subjek menguasai objek dengan mengekspresikannya. Dunia objektif
dan subjektif yang terpisah dicoba disatukan walaupun dengan cara menguasai
objek. Karena itu dalam seni modern, unsur yang sifatnya pribadi adalah sesuatu
yang kurang baik dan tidak alamiah, sehingga Cezanne bukan melukiskan
perasaannya tetapi melukis objek di luar dirinya. Objek ditangkap bentuk-bentuk
murninya atau menggambar motif dari satu struktur. Cezanne dengan ini bukan
mengekpresikan perasaannya, tetapi menganalisa sesuatu untuk diambil bentuk
dasarnya, lalu dikeluarkan lagi ke atas kanvasnya.
    Seni modern adalah upaya menangkap gejala alam secara nyata dan di
ekspresikan adalah pewujud serta pengantara dari konsep yang nyata. Ini berarti,
bukan perasaan yang mau disampaikan, tapi konsep nyata mengenai sesuatu yang
alamiah, tanpa sudut pandang lain, tanpa efek cahaya, tapi struktur atau motif yang
menetap yang hendak ditangkap dan diungkapkan. Dalam seni modern, unsur
perasaan mulai ditinggalkan dan yang tersisa adalah analisa. Puncak seni modern
adalah penyimpangan dari bentuk atau mencari bentuk yang murni seperti lukisan
Pablo Picasso, Mondrian, dll. Dari sini muncul ilmu baru seni rupa yang disebut
"distorsi" atau perubahan bentuk.
    Di Indonesia, pada tahun 1938, pikiran S. Soedjojono (masa Persagi), pada
intinya menyatakan seni adalah otonomi, dengan semboyannya "seni harus berjiwa
nampak". Gaya ekspresionisme waktu itu sangat diyakini memiliki nilai abadi.
Universalitas nilai keindahan, individualisme, keaslian, menekuni "satu gaya"
menjadi ciri utama seni rupa modern yang membawa pembaruan dengan istilah
humanisme universal. Modernisme di Indonesia kemudian dikembangkan oleh Seni
Rupa ITB dengan gaya kubistis, lalu berkembang ke arah abstrak formalisme yang
pada zaman Lekra ditentang dimana seni harus dapat dimanfaatkan sebagai sarana
sosial dan politik yang disebut "Seni Realisme Sosial". Prinsipnya, seni tidak otonom,
melainkan seni untuk manusia.
    Istilah seni kontemporer dalam arti seni masa kini sepanjang yang telah saya
selusuri, sudah muncul sejak tahun 50-an. Pada waktu itu, karya seni masa kini
hanya menyangkut nama-nama Picasso, Matisse, Braque dan lain-lain yang tidak
bisa disebut satu persatu apakah tidak mengherankan jika pada tahun 1996 kita
harapkan kepada bentuk seni yang sama sekali berbeda dengan tokoh-tokoh yang
berbeda pula, namanya masih tetap sama yaitu seni kontemporer apa sebenarnya
yang mempertautkan seni kontemporer tahun 50-an yang diwakili Picasso dan
kawan-kawannya dengan seni kontemporer di tahun 1996 yang diwakili seni Pop,
Happening art dan seni instalasi, dan sebagainya. Dengan memakai istilah seni
kontemporer karena setiap ungkapan seni 10, 20, 50, seratus tahun yang lalu atau
yang akan datang, pada zamannya yang bersangkutan tetap merupakan seni
kontemporer.
    Seperti juga waktu yang akan datang dan pergi, juga ungkapan seni dari waktu
ke waktu yang akan dan pergi masing-masing mempunyai               bentuk, sifat dan
kecenderungan     masing-masing yang saling berbeda satu sama lain. Periode
berikutnya adalah pendobrakan yang lengkap terhadap asas-asas seni rupa tradisi
   Barat. Bahkan, akhirnya pendobrakan ini semakin beraneka ragam. Dipengaruhi oleh
   semangat individualisme dengan jumlah pelukis yang semakin banyak maka seni
   kontemporer ini semakin dipadati oleh seni individual di mana setiap seniman
   berusaha untuk saling berbeda satu sama lain (Popo Iskandar, 2000:30).
       Ditinjau dari sudut ini seni kontemporer bukanlah konsep tetap. Seni
   kontemporer adalah dimensi waktu yang terus bergulir mengikuti perkembangan
   masyarakat dengan zamannya.
       Kiranya hanya satu indikasi yang bisa dijadikan titik terang istilah seni
   kontemporer, yakni lahir dan berkembang dalam khazanah dan ruang lingkup seni
   modern.
       ”Berlangsungnya perayaan ‘Boom seni lukis’ di akhir tahun 80-an dan awal akhir
       90-an…seniman bergerak cepat menembus, melintas batas-batas tradisional
       negara     yang     membatasi     identitasnya.    Kelangsungan      seni   rupa
       kontemporer…tidak lagi mengusung semangat hebat, pemberontakan dan
       penyangkalan seperti pendahulunya di tahun 70-an (seni modern) tetapi
       melangsungkan negosiasi       dengan berbagai senimanan baru, perubahan-
       perubahan yang serba cepat, peluang dan tentunya juga gemerlapnya pasar
       (Rizki A Zaelani, 1999:92).
  Untuk melengkapi batasan antara modern dan kontemporer dalam seni rupa, penulis
(Senin, 17 Januari 2005) berhasil menghubungi Setiawan Sabana (pendidik, perupa,
dekan FSRD ITB). Ia mengungkapkan, sesuai dengan hasil penelitiannya mengenai “Seni
Rupa Kontemporer Asia Tenggara” yang dilakukannya selama 4 tahun, bahwa yang
membedakan antara seni rupa modern dan kontemporer sebagai berikut:
a) Seni rupa modern
    i) Memutuskan rantai dengan tradisi masa lalu, pada masa ini tradisi tidak menjadi
       perhatian yang signifikan dan itu dianggap sebagai seseuatu yang tidak perlu
       diotak-atik lagi tapi cukup dalam musium saja,
    ii) Adanya high art dan low art ( kesenian dianggap adiluhung),
iii) Tema-tema sosial cenderung ditolak, dan
           iv) Kurang memperhatikan budaya lokal.
      b) Seni rupa kontemporer
           i) Tradisi dicoba untuk diangkat kembali misalnya tema lebih bebas dan media
              lebih bebas,
           ii) Tema-tema sosial dan politik menjadi hal yang lumrah dalam tema berkarya seni,
           iii) Membaurnya karya seni adiluhung/high art dan low art,
           iv) Masa seni rupa modern kesenian itu abadi maka masa kontemporer kesenian
              dianggap kesementaraan,
           v) Dulu ada istilah menara gading sekarang kesenian merakyat, jadi tidak lagi
              menjadi sesuatu yang perlu/harus bertahan, dan
           vi) Budaya lokal mulai bahkan menjadi perhatian.
         Selanjutnya ia menyimpulkannya bahwa fenomena seni rupa kontemporer Indonesia
      merupakan suatu refleksi, pencerminan evaluasi kembali, sikap evaluatif dan pencarian
      akan potensi-potensi kultural yang baru di negeri ini dan merupakan bentuk kesadaran
      baru dalam era global.


                                           BAB II
                        SEJARAH DAN PERKEMBANGAN SENI RUPA
                             MODERN KONTEMPORER INDONESIA
A. Sejarah Perkembangan seni Rupa Modern Kontemporer Indonesia
  1. Seni Rupa Modern
         Pengertian “modern” dalam terminologi seni rupa tidak bisa dilepaskan dari prinsip
     modernisme atau paham yang mendasari perkembangan seni rupa modern dunia sampai
     pertengahan abad ke-20. Seni rupa modern dunia memiliki nilai-nilai yang bersifat
     universal. Dari penafsiran seorang pelukis Jerman yang pindah ke Amerika Serikat sesudah
     Perang Dunia ke II, Hans Hofmann menyatakan hanya seniman dan gerakan di Eropa dan
     Amerika yang mampu melahirkan seni rupa modern, konsepsi poros Paris-New-York
     sebagai pusat perkembangan seni rupa modern.
Seni modern lahir dari dorongan untuk menjaga standar nilai estetik yang kini sedang
     terancam oleh metode permasalahan seni. Modernisme meyakini gagasan progres karena
     selalu mementingkan norma kebaruan, keaslian dan kreativitas. Prinsip tersebut
     melahirkan apa yang kita sebut dengan “Tradition of the new” atau tradisi “Avant-garde”,
     pola lahirnya gaya seni baru pada awalnya ditolak, namun akhirnya diterima masyarakat
     sebagai inovasi terbaru.
         Seni modern dengan melahirkan Conceptual Art/ Seni Konseptual merupakan
     gerakan dalam menempatkan ide, gagasan atau konsep sebagai masalah yang utama
     dalam seni. Sedangkan bentuk, material dan objek seninya hanyalah merupakan
     akibat/efek samping dari konsep seniman.
  2. Seni Rupa kontemporer
      Dalam seni rupa Indonesia, istilah kontemporer muncul awal 70-an, ketika Gregorius
     Sidharta menggunakan istilah kontemporer untuk menamai pameran seni patung pada
     waktu itu. Suwarno Wisetrotomo, seorang pengamat seni rupa, berpendapat bahwa seni
     rupa kontemporer pada konsep dasar adalah upaya pembebasan dari kontrak-kontrak
     penilaian yang sudah baku atau mungkin dianggap usang. Pendapat lain dari Yustiono, staf
     pengajar FSRD ITB, melihat bahwa seni rupa kontemporer di Indonesia tidak lepas dari
     pecahnya isu postmodernisme (akhir 1993 dan awal 1994), dimana sepanjang tahun 1993
     menyulut perdebatan dan perbincangan luas baik di seminar-seminar maupun di media
     massa pada waktu itu. Sedangkan kaitan seni kontemporer dan (seni) postmodern,
     menurut pandangan Yasraf Amior Pilliang, pemerhati seni, pengertian seni kontemporer
     adalah seni yang dibuat masa kini, jadi berkaitan dengan waktu, dengan catatan khusus
     bahwa seni postmodern adalah seni yang mengumpulkan idiom-idiom baru. Lebih jelasnya
     dikatakan bahwa tidak semua seni masa kini (kontemporer) itu bisa dikategorikan sebagai
     seni postmodern, seni postmodern sendiri di satu sisi memberi pengertian, memungut
     masa lalu tetapi di sisi lain juga melompat kedepan (bersifat futuris).
B. Perkembangan Seni Rupa Modern Kontemporer Indonesia
Seni Rupa Modern adalah suatu karya seni rupa yang merupakan hasil kreativitas untuk
menciptakan karya yang baru atau dengan kata lain karya seni rupa pembaruan. Kreativitas
dalam seni rupa di dalamnya terdapat estetika, karakter, inovasi, dan originalitas.




                                   “Merapi” karya Raden Saleh


    Peirode Perintis (1826-1880), perkembangannya diawali oleh pelukis Raden Saleh.
Berkat pengalamannya belajar menggambar dan melukis di luar negeri seperti di Belanda,
Jerman, Perancis, beliau dapat merintis kemunculan seni rupa Modern di Indonesia. Corak
lukisannya beraliran Romantis dan Naturalis. Aliran Romantisnya menampilkan karya-karya
yang berceritera dahsyat, penuh kegetiran seperti tentang perkelahian dengan binatang
buas. Gaya Naturalisnya sangat jelas nampak dalam melukis potret.
    Peiode Indonesia Jelita, masa ini merupakan kelanjutan dari masa perintisan setelah
pakum beberapa saat karena meninggalnya Raden Saleh. Kemudian munculah seniman
Abdullah Surio Subroto dan diikuti oleh anak-anaknya, Sujono Abdullah, Basuki Abdullah dan
Trijoto Abdullah. Pelukis-pelukis Indonesia yang lain seperti Pirngadi, Henk Ngantung,
Suyono, Suharyo, Wakidi, dll. Masa ini disebut dengan masa Indonesia Jelita karena
pelukisnya melukiskan tentang kemolekan/keindahan obyek alam. Pelukis hanya
mengandalkan teknik dan bahan saja. Karya Abdullah SR. (Pemandangan di sekitar Gn.
Merapi, Pemandangan di Jawa Tengah, Dataran Tinggi di Bandung), karya Pirngadi
(Pelabuhan Ratu), karyaBasuki Abdullah (Telanjang, Pemandangan, Gadis sederhana, Pantai
Flores, Gadis Bali, dll.)




                           Sumber gambar: http://topmdi.net
                   Pemandangan di Jawa Tengah Abdullah Soerio Soebroto

     Peiode Pendudukan Jepang, kegiatan melukis pada masa ini dilakukan dalam kelompok
Keimin Bunka Shidoso. Tujuannya adalah untuk propaganda pembentukan kekaisaran Asia
Timur Raya. Kelompok ini didirikan oleh tentara Dai Nippon dan diawasi oleh seniman
Indonesia, Agus Jayasuminta, Otto Jaya, Subanto, Trubus, Henk Ngantung, dll. Untuk
kelompok asli Indonesia berdiri kelompok PUTRA (Pusat Tenaga Rakyat), tokoh-tokoh yang
mendirikan kelompok ini adalah tokoh empat serangkai yaitu Ir. Sukarno, Moh. Hatta, KH.
Dewantara dan KH. Mas Mansyur. Khusus yang menangani bidang seni lukis adalah S.
Sudjojono dan Affandi. Pelukis yang ikut bergabung dalam Putra diantaranya Hendra
Gunawan, Sudarso, Barli, Wahdi, dll. Pada masa ini para seniman memiliki kesempatan untuk
berpameran, seperti pameran karya dari Basuki Abdullah, Affandi, Nyoman Ngedon, Hendra
Gunawan, Henk Ngantung, Otto Jaya, dll.
Jatuhnya kekuasaan Belanda ke tangan Jepang bukan hanya suatu kemenangan militer
saja, tetapi bangsa Indonesia lebih melihat peristiwa ini sebagai kemenangan kepercayaan
akan harga diri bangsa Asia terhadap bangsa Barat. Ini dipaparkan oleh A.D. Pirous bahwa:
    Kedatangan Jepang ke Indonesia pada waktu itu dirasakan sebagai “saudara tua” yang
melepaskan kekuasaan penjajahan Belanda yang diterima dengan semangat persaudaraan
yang erat. Jepang yang juga unggul dalam kebudayaan, diharapkan dapat membantu
mengembangkan kebudayaan Indonesia, harapan ini jadi lebih diyakini, ketika pemerintah
Jepang menampakan perhatiannya yang besar terhadap persoalan-persoalan kebudayaan
(AD. Pirous 2003:3).
    Pada masa pendudukan Jepang seni rupa Indonesia mendapatkan perhatian yaitu
dengan disediakannya alat-alat dan tempat untuk melukis sehingga terselenggara pameran
lukisan pertama pada bulan September 1942. Tapi sayangnya karya-karya yang dibuat hanya
sebagai   propaganda    pemerintahan    Jepang    yaitu   dengan   bertemakan     kehebatan
pemerintahan Jepang.
    Puncak campur tangan pemerintahan Jepang dapat dicatat pada bulan April tahun 1943
atau setahun setelah masa pendudukan. Jepang membentuk suatu badan kebudayaan yang
diberi nama “Keimin Bunka Sidosho” dengan kontrol di bawah seniman Jepang yaitu Saseo
Ono, di dalamnya tetap terdapat propaganda pemerintahan Jepang. Akan tetapi oleh para
seniman lokal “Keimin Bunka Sidosho” dimanfaatkannya sebagai kesempatan untuk berlatih
secara teratur dengan literatur dan peralatan yang ada, mereka mengadakan
ceramah/diskusi tentang seni rupa dengan sedikitnya memberikan pandangan-pandangan
baru tentang perkembangan kesenian (seni rupa) Indonesia. Di pihak lain Indonesia
mendirikan “Poetra” yang dalam bagian seni rupanya dipimpin oleh S. Sujoyono dan Affandi.
    Selain mengabdi pada bidang seni, seniman-seniman lokal berjuang melawan
pemerintahan Jepang lewat lukisan dan poster, dengan jiwa nasionalisme pada saat itu
sebagai contoh lukisan Affandi menyindir pekerja romusha dengan badan kurus dan pakaian
compang-camping, demikian juga poster dengan model pelukis Dullah, teks oleh Khairil
Anwar “Boeng Ajo Boeng” direproduksi dan disebar lewat gerbong-gerbong kereta api.
Periode Pasca Kemerdekaan, Pertama kali yang harus dipahami dari sejak awal
adalah perkembangan seni rupa modern Indonesia merupakan proyek kebudayaan
Barat yang dibawa melalui Kolonialisme Eropa (Belanda). Perkembangan (seni rupa
modern) berbeda dengan seni rupa yang telah hidup lama (seni rupa lokal) di
Indonesia. Jim Supangkat menandai ini dengan pernyataannya:
    “Indonesia Modern art grew out of western culture, it was not a continuity and
development of traditional arts, which have a different frame of reference” (Jim
Supangkat, dalam Khalid Zabidi 2003:23).
    setelah Indonesia merdeka bermunculanlah kelompok-kelompok seniman lukis
Indonesia, diantaranya: (1) Sanggar Masyarakat (1946) dipimpin Affandi, kemudian diganti
nama menjadi SIM (Seniman Indonesia Muda) yang dipimpin oleh S. Sudjojono; (2) Pelukis
Rakyat (1947), Affandi dan Hendra Gunawan keluar dari SIM dan mendirikan Pelukis Rakyat
dipimpin oleh Affandi; (3) Perkumpulan Prabangkara (1948); (4) ASRI (Akademi Seni Rupa
(1948), tokoh-tokoh pendirinya RJ. Katamsi, S.Sudjojono,Hendra Gunawan, Jayengasmoro,
Kusnadi dan Sindusisworo; (5) Tahun 1950 di Bandung berdiri Balai Perguruan Tinggi Guru
Gambar yang dipelopori oleh Prof. Syafei Sumarya, Mochtar Apin, Ahmad Sadali, Sujoko, Edi
Karta Subarna; (6) Tahun 1955, berdiri Yin Hua oleh Lee Man Fong ( perkumoulan pelukis
Indonesia keturunan Tionghoa); (7) Tahun 1958, berdiri Yayasan seni dan desain Indonesia
oleh Gaos Harjasumantri dkk; (8) Tahun 1959, berdiri Organisasi Seniman Indonesia oleh
Nashar dkk.
    Periode Akademi (1950), Pengembangan seni rupa melalui pendidikan formal. Lembaga
Pendidikan yang bernama ASRI yang berdiri tahun 1948 kemudiaan secara formal tahun 1950
Lembaga tersebut mulai membuat rumusan-rumusan untuk mencetak seniman-seniman dan
calon guru gambar. Pada tahun 1959 di Bandung dibuka jurusan Seni Rupa ITB, kemudian
dibuka jurusan seni rupa disemua IKIP diseluruh Indonesia.
    Periode Seni Rupa Baru, pada sekitar tahun 1974 muncul kelompok baru dalam seni
lukis. Kelompok ini menampilkan corak baru dalam seni lukis Indonesia yang membebaskan
diri dari batasan-batasan seni rupa yang telah ada. Konsep kelompok ini adalah: (1) Tidak
membedakan disiplin seni; (2) Menghilangkan sikap seseorang dalam mengkhususkan
penciptaan seni; (3) Mendambakan kreatifitas baru; (4) Membebaskan diri dari batasan-
batasan yang sudah mapan; (5) Bersifat eksperimental.
    Seniman muda yang mempelopori kelompok ini adalah Jim Supangkat, S. Prinka, Dee Eri
Supria, dll. Seni lukis modern Indonesia dimulai dengan masuknya penjajahan Belanda di
Indonesia. Kecenderungan seni rupa Eropa Barat pada zaman itu ke aliran romantisme
membuat banyak pelukis Indonesia ikut mengembangkan aliran ini.




                  Sumber gambar: http://opencontours.files.wordpress.com


    Raden Saleh Syarif Bustaman adalah salah seorang asisten yang cukup beruntung bisa
mempelajari melukis gaya Eropa yang dipraktekkan pelukis Belanda. Raden Saleh kemudian
melanjutkan belajar melukis ke Belanda, sehingga berhasil menjadi seorang pelukis Indonesia
yang disegani dan menjadi pelukis istana di beberapa negera Eropa. Namun seni lukis
Indonesia tidak melalui perkembangan yang sama seperti zaman renaisans Eropa, sehingga
perkembangannya pun tidak melalui tahapan yang sama. Era revolusi di Indonesia membuat
banyak pelukis Indonesia beralih dari tema-tema romantisme menjadi cenderung ke arah
"kerakyatan". Objek yang berhubungan dengan keindahan alam Indonesia dianggap sebagai
tema yang mengkhianati bangsa, sebab dianggap menjilat kepada kaum kapitalis yang
menjadi musuh ideologi komunisme yang populer pada masa itu. Selain itu, alat lukis seperti
cat dan kanvas yang semakin sulit didapat membuat lukisan Indonesia cenderung ke bentuk-
bentuk yang lebih sederhana, sehingga melahirkan abstraksi.
     Gerakan Manifesto Kebudayaan yang bertujuan untuk melawan pemaksaan ideologi
komunisme membuat pelukis pada masa 1950an lebih memilih membebaskan karya seni
mereka dari kepentingan politik tertentu, sehingga era ekspresionisme dimulai. Lukisan tidak
lagi dianggap sebagai penyampai pesan dan alat propaganda. Perjalanan seni lukis Indonesia
sejak perintisan R. Saleh sampai awal abad XXI ini, terasa masih terombang-ambing oleh
berbagai benturan konsepsi.
     Kemapanan seni lukis Indonesia yang belum mencapai tataran keberhasilan sudah
diporak-porandakan oleh gagasan modernisme yang membuahkan seni alternatif atau seni
kontemporer, dengan munculnya seni konsep (conceptual art): “Installation Art”, dan
“Performance Art”, yang pernah menjamur di pelosok kampus perguruan tinggi seni sekitar
1993-1996. Kemudian muncul berbagai alternatif semacam “kolaborasi” sebagai mode
1996/1997. Bersama itu pula seni lukis konvensional dengan berbagai gaya menghiasi galeri-
galeri, yang bukan lagi sebagai bentuk apresiasi terhadap masyarakat, tetapi merupakan
bisnis alternatif investasi.
     Seni rupa di Indonesia dari awal abad ke-20 sampai sekarang dan menyebabkan seluruh
garis perkembangannya—pada era modern maupun contemporary—berbeda dengan
perkembangan seni rupa di Eropa dan Amerika Serikat yang bertumpu pada art in Western
sense.
     Penelitian tentang karya seni bukan merupakan suatu hal yang mudah melainkan suatu
pekerjaan yang       sangat pelik, dan membutuhkan kecerdasan dari sudut mana kita
memandang. Hal ini sangat memberikan pengaruh pada hasil penelitian yang penuh dengan
ketegangan antara sudut pandang ilmiah dan seni.
     Seni rupa secara sederhana, didefinisikan sebagai seni yang dapat dilihat atau tampak
kasat mata. Dalam bahasa Inggris seni rupa disebut visual art, karena memang seni rupa
hanya dapat dirasakan lewat penglihatan. Ini ditegaskan oleh Humar Sahman dalam bukunya
“Mengenali Dunia Seni Rupa” sebagai berikut:
“…peranan mata sangat menentukan apakah dalam proses mencipta sejak dari
    pengamatan sampai pada visualisasi, gagasan ataupun dalam proses apresiasi produk
    visualisasi itu. Orang yang buta warna walaupun sepintas-lintas matanya nampak beres-
    beres saja, tidak akan mampu menjadi perupa atau apresiator karya seni rupa yang
    kompeten (Humar Sahman, 1993: 200).”
    Banyak pendapat mengenai seni rupa selain visual art di antaranya spatial art yang
dalam kamus bahasa Inggris berarti mengenai ruang/tempat. Hal ini dijelaskan lebih lanjut
oleh Humar Sahman sebagai berikut:
    “… disebut spasial art jika yang diaksentuasi adalah ruang (space) seperti bangunan
    (arsitektur = seni mencipta ruang). Atau apabila karya yang diciptakan menempati ruang,
    baik dalam arti faktual maupun virtual (Humar Sahman, 1993:200).”
    Dalam artian terbatas seni rupa dapat diartikan “plastic” jika dalam konteks hanya
memanfaatkan teknik membentuk bahan-bahan plastis (lunak) (Herbert Read, 2000: 1).
Contoh dari pengertian ini adalah patung, keramik termasuk juga instalasi.
    Pendapat Jim Supangkat dalam SanentoY., (2001: ix) mengenai seni rupa dalam
pengantar buku ‘Dua Seni Rupa” dapat dijadikan sebagai landasan dalam penelitian ini.
Menurutnya seni rupa bila diterjemahan secara harfiah ke dalam bahasa Inggris maka
terdapat dua istilah yang berbeda yaitu visual art dan fine art.
    Visual art mengacu pada pengertian seni yang menekankan “rupa”. Istilah ini
mempunyai lingkup jauh lebih luas dari fine art. Seni rupa ini dapat dikatakan setua
kebudayaan umat manusia karena memang ada di semua kebudayaan di segala zaman sejak
zaman primitif. Sedangkan fine art mempunyai lingkup yang sangat sempit dan tradisinya
terikat pada kebudayaan Barat.
    Membongkar persoalan seni rupa sedikit banyak mempersoalkan identifikasi melalui
modifikasi pemikiran-pemikiran dengan menangkap gejala seni rupa. Munculnya seni rupa
kontemporer mungkin dapat melahirkan persoalan rumit, sebab tidak semua seni yang dibuat
pada masa sekarang adalah kontemporer. Hal ini akhirnya menyebabkan kecenderungan
yang tidak bisa sepenuhnya dicerna dengan konsep, misalnya seni instalasi atau praktek-
praktek seni rupa lainnya yang dianggap ekstrim.
    Setiap karya seni hendaknya memberikan manfaat pada masyarakat atau kehidupan
umat, karya seni seperti inilah disebut karya seni yang berkualitas artinya masyarakat bisa
menikmati dengan kepolosan apresiasi serta pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian
akan timbul keseimbangan antara seniman karya seni dengan apresiator. Di lain pihak karya
  seni tidak harus selalu dapat dimengerti oleh masyarakat, akhirnya melahirkan gejala
  kurangnya apresiasi, kampungan, ketinggalan zaman dan sebagainya.
       Persoalan di atas merupakan permasalahan yang menyelesaikannya menuntut
  kreativitas. Setiap seniman dalam proses penciptaan karya seni hendaknya memakai
  pemikiran yang sangat matang. Berkaitan dengan proses penciptaan dalam hal ini Dharsono
  (2004: 28) membaginya dalam tiga komponen proses penciptaan karya seni yaitu tema,
  bentuk dan isi. Ketiga komponen ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-
  pisahkan.
C. Tokoh- tokoh dan Karyanya
   1. Seni rupa Modern
       a. Affandi




                                          Sumber ga mbar: http://www.artp aintings ss.com




                 Lukisan Affandi yang menampilkan sosok pengemis ini merupakan
           manifestasi pencapaian gaya pribadinya yang kuat. Lewat ekpresionisme, ia luluh
           dengan objek-objeknya bersama dengan empati yang tumbuh lewat proses
           pengamatan dan pendalaman. Setelah empati itu menjadi energi yang masak, maka
           terjadilah proses penuangan dalam lukisan seperti luapan gunung menuntaskan
           gejolak lavanya. Dalam setiap ekspresi, selain garis-garis lukisanya memunculkan
           energi yang meluap juga merekam penghayatan keharuan dunia bathinnya. Dalam
           lukisan ini terlihat sesosok tubuh renta pengemis yang duduk menunggu pemberian
santunan dari orang yang lewat. Penggambaran tubuh renta lewat sulur-sulur garis
   yang mengalir, menekankan ekspresi penderitaan pengemis itu. Warna coklat hitam
   yang membangun sosok tubuh, serta aksentuasi warna-warna kuning kehijauan
   sebagai latar belakang, semakin mempertajam suasana muram yang terbangun
   dalam ekspresi keseluruhan.
         Namun dibalik kemuraman itu, vitalitas hidup yang kuat tetap dapat dibaca
   lewat goresan-goresan yang menggambarkan gerak sebagian figur lain. Dalam
   konfigurasi objek-objek ini, komposisi yang dinamis. Dinamika itu juga diperkaya
   dengan goresan spontan dan efek-efek tekstural yang kasar dari plototan tube cat
   yang menghasilkan kekuatan ekspresi.
         Pilihan sosok pengemis sebagai objek-objek dalam lukisan tidak lepas dari
   empatinya pada kehidupan masyarakat bawah. Affandi adalah penghayat yang
   mudah terharu, sekaligus petualang hidup yang penuh vitalitas.Objek-objek rongsok
   dan jelata selalu menggugah empatinya. Oleh karenanya, ia sering disebut sebagai
   seorang humanis dalam karya seninya. Dalam berbagai pernyataan dan lukisannya,
   ia sering menggungkapkan bahwa matahari, tangan dan kaki merupakan simbol
   kehidupannya. Matahari merupakan manifestasi dari semangat hidup. Tangan
   menunjukkan sikap yang keras dalam berkarya dan merealisir segala idenya. Kaki
   merupakan ungkapan simbolik dari motivasi untuk terus melangkah maju dalam
   menjalani   kehidupan.   Simbol-simbol    itu   memang    merupakan    kristalisasi
   pengalaman dan sikap hidup Affandi, maupun proses perjalanan keseniannya yang
   keras dan panjang. Lewat sosok pengemis dalam lukisan ini, kristalisasi pengalaman
   hidup yang keras dan empati terhadap penderitaan itu dapat terbaca.
b. Raden Saleh
Sumber gambar: http://www.artpaintingsss.com


      Lukisan Raden Saleh yang berjudul “Badai” ini merupakan ungkapan khas
karya yang beraliran Romatisme. Dalam aliran ini seniman sebenarnya ingin
mengungkapkan gejolak jiwanya yang terombang-ambing antara keinginan
menghayati dan menyatakan dunia (imajinasi) ideal dan dunia nyata yang rumit dan
terpecah-pecah.     Dari   petualangan   penghayatan   itu,   seniman   cenderung
mengungkapkan hal-hal yang dramatis, emosional, misterius, dan imajiner. Namun
demikian para seniman romantisme sering kali berkarya berdasarkan pada
kenyataan aktual.
      Dalam lukisan “Badai” ini, dapat dilihat bagaimana Raden Saleh
mengungkapkan perjuangan yang dramatis dua buah kapal dalam hempasan badai
dahsyat di tengah lautan. Suasana tampak lebih menekan oleh kegelapan awan
tebal dan terkaman ombak-ombak tinggi yang menghancurkan salah satu kapal.
Dari sudut atas secercah sinar matahari yang memantul ke gulungan ombak, lebih
memberikan tekanan suasana yang dramatis.
      Walaupun Raden Saleh berada dalam bingkai romantisisme, tetapi tema-
tema lukisannya kaya variasi, dramatis dan mempunyai élan vital yang tinggi. Karya-
karya Raden Saleh tidak hanya sebatas pemandangan alam, tetapi juga kehidupan
manusia dan binatang yang bergulat dalam tragedi. Sebagai contoh adalah lukisan
“Een Boschbrand” (Kebakaran Hutan), dan “Een Overstrooming op Java” (Banjir di
     Jawa), “Een Jagt op Java” (Berburu di Jawa) atau pada “Gevangenneming van
     Diponegoro” (Penangkapan Diponegoro). Walaupun Raden Saleh belum sadar
     berjuang menciptakan seni lukis Indonesia, tetapi dorongan hidup yang
     diungkapkan tema-temanya sangat inspiratif bagi seluruh lapisan masyarakat, lebih-
     lebih kaum terpelajar pribumi yang sedang bangkit nasionalismenya.
           Noto Soeroto dalam tulisannya “Bi het100” Geboortejaar van Raden Saleh
     (Peringatan ke 100 tahun kelahiran Raden Saleh), tahu 1913, mengungkapkan
     bahwa dalam masa kebangkitan nasional, orang Jawa didorong untuk mengerahkan
     kemampuannya sendiri. Akan tetapi, titik terang dalam bidang kebudayaan
     (kesenian) tak banyak dijumpai. Untuk itu, keberhasilan Raden Saleh diharapkan
     dapat membangkitkan perhatian orang Jawa pada kesenian nasional.

c.   Kartono Yudhokusumo




                Sumber gambar: http://www.artpaintingsss.com


           Kartono merupakan pelopor untuk genre lukisan dekoratif di Indonesia.
     Perkembangan itu dimulai dari lukisan-lukisan realismenya yang menggunakan
     warna-warna bebas. Dalam karya “Melukis di Taman”, 1952 ini, terlihat bagaimana
     corak dekoratif itu benar-benar menjadi jiwa. Semua objek dalam pemandangan itu
     digambarkan dengan rincian detail, baik yang ada di depan maupun di latar
     belakang yang jauh. Berbagai warna cerah pada objek juga lebih mencerminkan
intuisi pelukis dari pada kenyataan yang ada di alam. Hal lain sebagai ciri genre
        lukisan ini adalah penggunaan perspektif udara (aerial perspective) yang
        memungkinkan cakrawala terlihat ke atas dan bidang gambar menjadi lebih luas,
        sehingga objek-objek lebih banyak dapat dilukiskan.
              Dalam lukisan ini terungkap romantisme pelukis dengan membayangkan
        dunia utuh dan ideal. Wanita-wanita berkebaya yang bercengkrama dan berkasihan,
        menjadi bagian penting diantara pohon-pohon dan binatang dalam taman yang
        penuh warna. Hal menarik lagi yaitu, pada sudut depan terlihat seorang laki-laki
        melukis model wanita dengan pakaian lebih modern di antara kerumunan wanita
        lain dalam pakaian kebaya. Selain hal itu menunjukkan setting sosial yang berkaitan
        dengan gaya hidup, juga bisa menjelaskan romantisisme pada pelukisnya. Dalam
        bawah sadarnya seorang romantis selalu menghadirkan dunia ideal dari kontradiksi
        atau berbagai kenyataan yang terpecah-pecah. Besar kemungkinan tokoh sentral
        dalam karya-karyanya adalah manifestasi dunia ide yang dimunculkan. Namun
        demikian dalam kebanyakan genre corak dekoratif, ada kesadaran bahwa alam
        adalah kosmos dan manusia hanya merupakan titik bagian dari padanya. Oleh
        karena itu, dalam lukisan ini ego sang pelukis yang begitu ideal pun hanya
        diletakkan dalam bagian kecil, dari sudut lukisan yang sarat dengan objek dan kaya
        warna.
2.   Seni Rupa Kontemporer
     a. A.D Pirous
              A.D. Pirous dikenal dengan karya-karyanya yang bernafaskan islami.
        Pengungkapannya dalam lukisan lewat konstruksi struktur bidang-bidang dengan
        latar belakang warna yang memancarkan berbagai karakter imajinatif. Dengan
        prinsip penyusunan itu, pelukis ini sangat kuat sensibilitasnya terhadap komposisi
        dan pemahaman yang dalam berbagai karakter warna. Nafas spiritual suatu ketika
        muncul dalam imaji warna yang terang, saat yang lain bisa dalam warna redup yang
        syahdu, sesuatu juga bisa muncul dalam kekayaan warna yang menggetarkan.
        Sentuhan ragam hias etnis Aceh, yang memuat ornament-ornamen atau motif
Buraq, juga memberikan nafas sosiokultural yang islami dalam lukisannya. Sebagai
puncak kunci nafas spiritual itu, adalah aksentuasi kaligrafi Arab yang melafaskan
ayat-ayat Suci Al Qur’an.




           Sumber gambar: http://www.artpaintingsss.com


      Dalam lukisan “Beratapkan Langit dan Bumi Amparan” (QS. Al Baqarah: 22a),
1990 ini, Pirous juga menghadirkan spiritualitas yang menyentuh. Latar belakang
biru ultramarine membawa imaji tentang kedalaman kosmos yang tak terhingga. Di
atas, menyembul bagian dari potongan-potongan bidang oker yang mencitrakan
suatu massa langit. Di bawah, dua bidang putih dengan kaligrafi Al Qur’an tegak
menjadi pondasi yang kokoh untuk citra bumi. Di antara imaji antara langit dan
bumi itu suatu garis putih yang serupa cahaya membelah vertikal melewati
kedalaman kosmos. Dengan berbagai karakter yang dapat dibaca lewat fenomena
tekstual tersebut, maka garis yang serupa cahaya itu, dapat ditafsirkan sebagai
cahaya keilahian yang menghubungkan langit dan bumi. Dalam lukisan-lukisan yang
lain, pelukis ini sering membangun suasana alam untuk memberikan latar belakang
yang kuat yang berhubungan dengan ayat-ayat Al Qur’an dalam lukisannya. Lewat
penyusunan bidang-bidang, ruang, dan warna-warna tertentu, suasana dalam
lukisan dapat memantulkan senja yang temaram, pagi yang jernih, ataupun malam
yang syahdu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Pirous juga berhasil
mengembangkan seni lukis abstrak yang simbolis. Semua eksploitasi ide, medium,
   dan teknis tersebut akhirnya tidak hanya sekedar menempatkan Pirous sebagai
   pelukis kaligrafi yang handal, tetapi lebih jauh lagi mempertegas pencapaiannya
   sebagai pelukis spiritual islami
b. S. Sudjojono




               Sumber gambar: http://www.artpaintingsss.com


           Jika pada lukisan “Di depan Kelamboe Terbuka” ekspresi Sudjojono terlihat
   sunyi     tetapi mencekam, maka dalam karya “Tjap Go Meh”, 1940 ini, ia
   mengungkapkan emosinya dengan meluap-luap. Dalam lukisan karnaval perayaan
   keagamaan Cina tersebut, selain dihadirkan suasana hiruk pikuk muncul nuansa
   ironi. Ironi itu bisa sebatas pada karnaval yang meluapkan berbagai emosi secara
   absurd, namun lebih jauh lagi bisa mengandung komentar ketimpangan sosial. Hal
   itu mengingat setting sosial tahun pembuatan karya, adalah pada masa depresi
   ekonomi, tekanan pemerintah kolonial yang makin keras pada para nasionalis, dan
   euphoria menjelang kedatangan Jepang.
           Pada latar depan, terlihat seorang wanita dalam tarian dan gandengan
   seorang bertopeng, diapit oleh seorang ambtenar yang berdasi dan seorang
   pemusik bertopeng buaya. Di sisi lain ada seorang kerdil yang berdiri tegak
temangu-mangu, sedangkan di latar belakang berombak masa yang berarak dan
   menari dalam kegembiraan. Walaupun lukisan ini berukuran kecil, namun Sudjojono
   benar-benar telah mewujudkan kredo jiwo ketoknya dalam melukis. Dalam “Tjap Go
   Meh” ini terlihat spontanitas yang meluap tinggi. Deformasi orang-orang dalam
   arakan dan warna-warnanya yang kuat, mendukung seluruh ekspresi yang absurd
   itu.
          Sudjojono dalam masa Persagi dan masa Jepang berusaha merealisir seni
   lukis Indonesia baru, seperti yang sangat kuat disuarakan lewat tulisan-tulisan dan
   karyanya. Jiwa semangat itu adalah menolak estetika seni lukis Mooi Indie yang
   hanya mengungkapkan keindahan dan eksotisme saja. Dengan semangat
   nasionalisme, Sudjojono ingin membawa seni lukis Indonesia pada kesadaran
   tentang realitas sosial yang dihadapi bangsa dalam penjajahan. Di samping itu, dia
   ingin membawa nafas baru pengungkapan seni lukis yang jujur dan empati yang
   dalam dari realitas kehidupan lewat ekpresionisme. Kedua masalah yang
   diperjuangkan tersebut, menempatkan Sudjojono sebagai pemberontak estetika
   “Mooi Indie” yang telah mapan dalam kultur kolonial feodal. Lukisan Sudjojono “Di
   Depan Kelamboe Terbuka” dan “Tjap Go Meh” ini, merupakan implementasi dari
   perjuangan estetika yang mengandung moral etik kontekstualime dan nasionalisme.
   Dengan kapasitas kesadaran dan karya-karya yang diperjuangkan, banyak pengamat
   yang menempatkan Sudjojono sebagai Bapak Seni Lukis Indonesia
c. Fadjar Sidik
Sumber gambar: http://www.artpaintingsss.com


      Dalam lukisan “Dinamika Keruangan”, 1969 ini, Fadjar Sidik menampilkan
ritme-ritme bentuk dari dua gugusan elemen visual dengan dominan warna hitam
dan warna kuning oker. Di sela-sela susunan bentuk terdapat bulatan-bulatan
merah yang memberikan aksentuasi seluruh ritme itu, sehingga timbul klimaks yang
menetaskan kelegaan. Jika dalam lukisan ini terdapat bentuk bulan dan sabit, hal itu
sama sekali bukan representasi religius yang berkaitan dengan nilai simbolik bulan
penuh dan bulan sabit. Demikian juga dengan gugusan bentuk-bentuk segi empat
dan geliat sulur garis hitam, bukan abstraksi bentuk ular dan sarangnya yang
mempunyai nilai magis simbolik. Pelukis ini lebih menekankan bagaimana dalam
kanvasnya hadir ekspresi visual yang membuat dinamika, ketegangan, ritme,
keseimbangan, atau karakter-karakter lain. Ungkapan dalam lukisan ini merupakan
salah satu dari manifestasi pencapaian abstrak murni yang telah melewati proses
panjang dalam kreativitasnya.
      Pencapaian Fadjar Sidik sampai pada bentuk estetik ini menunjukkan
sikapnya sebagai seorang modernis. Hal itu justru dilatabelakangi oleh
kekecewaannya sebagai seorang romantis yang kehilangan dunia idealnya, yaitu
objek Bali yang telah berubah menjadi artifisial. Sebagai seorang yang mempunyai
bahan dasar modernis lewat lingkungan kultural keluarga dan pendidikan, Fadjar
tetap lebih dahulu melewati proses mengabstraksi bentuk-bentuk alam yang
disukainya. Keputusan utntuk menciptakan bentuk-bentuk sendiri (ia sering
menyebutnya sebagai desain ekspresif), tanpa merepresentasikan bentuk-bentuk
apapun di alam, merupakan sikap yang purna dari pencarian dan pemberontakan
estetiknya. Pemberontakan itu bisa lebih dilihat dengan makna sosial, karena Fadjar
pada waktu itu berjuang sebagai seorang modernis dalam lingkungan seni lukis
Yogyakarta yang masih kuat mengembangkan paradigma estetik kerakyatan. Sikap
sosial yang terkristal dalam konsep estetis itu, menempatkan Fadjar Sidik sebagai
agen perubahan dalam seni lukis modern Indonesia.
BAB III
                    ALIRAN SENI RUPA MODERN KONTEMPORER INDONESIA
        Aliran atau ideologi dalam seni rupa ada banyak sekali. Penggolongan aliran dalam seni
rupa seringkali tidak dapat dibatasi oleh waktu tertentu apakah itu tradisional atau modern.
Karena seringkali kita temui, beberapa aliran klasik atau modern masih dipakai dan dianut oleh
seniman dan perupa kontemporer.
        Aliran seni rupa modern kontemporer Indonesia sendiri sampai saat ini terus
berkembang dan mencari bentuk. Beberapa perupa dengan karyanya lahir mewakili aliran seni
yang mereka tekuni. Aliran senir upa secara umum masih banyak mengadaptasi bentuk dan jenis
aliran yang datang dari luar.
   Di bawah ini akan kami jabarkan beberapa aliran dalam seni rupa yang ada dengan para
penganutnya maupun pencetusnya. Sebagai tambahan adalah perupa Indonesia yang menganut
aliran ini. hanya dengan pelacakan sederhana, mungkin beberapa aliran seni rupa yang ada itu,
tidak seluruhnya ada penganutnya di Indonesia. Pun begitu, beberapa nusantara yang sudah
teridentifikasi alirannya akan kami cantumkan berikut ini.
A. Impresionisme
        Impresionisme adalah sebuah aliran yang berusaha menampilkan kesan-kesan
   pencayaan yang kuat, dengan penekanan pada tampilan warna dan bukan bentuk. Namun
   kalangan akademisi ada yang justru menampilkan kesan garis yang kuat dalam impresionisme
   ini. Aliran Impresionisme muncul dari abad 19 yang dimulai dari Paris pada tahun 1860-an.
   Nama ini awalnya dikutip dari lukisan Claude Monet, "Impression, Sunrise" ("Impression, soleil
   levant"). Kritikus Louis Leroy menggunakan kata ini sebagai sindiran dalam artikelnya di Le
   Charivari.
Sumber Gambar: http://senisman1sbw.wordpress.com/


     Impressionisme merupakan corak seni rupa yang lahir pada tahun 1874. Aliran ini
mengutamakan kesan selintas dari suatu obyek yang dilukiskan. Kesan itu didapat dari
bantuan sinar matahari yang merefleksi ke mata mereka. Mereka melukiskan dengan cepat
karena perputaran matahari dari timur ke barat. Karena itulah dalam lukisan impressionisme
obyek yang dihasilkan agak kabur dan tidak mendetail.
Tokoh aliran ini : Claude Monet, Aguste Renoir, Casmile Pissaro, SIsley, Edward Degas dan
Mary Cassat.
     Di Indonesia penganut aliran ini : Kusnadi, Solichin dan Afandi (sebelum Ekspresionisme).
     Karakteristik utama lukisan impresionisme adalah kuatnya goresan kuas, warna-warna
cerah (bahkan banyak sekali pelukis impresionis yang mengharamkan warna hitam karena
dianggap bukan bagian dari cahaya), komposisi terbuka, penekanan pada kualitas
pencahayaan, subjek-subjek lukisan yang tidak terlalu menonjol, dan sudut pandang yang
tidak biasa. Pengaruh impresionisme dalam seni rupa juga merambah ke bidang musik dan
sastra.
     Secara kebetulan, pada masa keemasan impresionisme, ditemukan pula penggunaan
teknik fotografi. Pada awalnya fotografi dianggap bisa memusnahkan keberadaan seni lukis.
Namun tujuan utama impresionisme yang menangkap kesan sesaat justru membuat fotografi
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia

Contenu connexe

Tendances

Ppt pohon kelapa
Ppt pohon kelapaPpt pohon kelapa
Ppt pohon kelaparatna ainun
 
Benda dan sifatnya
Benda dan sifatnyaBenda dan sifatnya
Benda dan sifatnyamirandamirro
 
Masyarakat Indonesia pada Masa Praaksara
Masyarakat Indonesia pada Masa PraaksaraMasyarakat Indonesia pada Masa Praaksara
Masyarakat Indonesia pada Masa PraaksaraErwin Tejasomantri
 
KELOMPOK 3 PENDIDIKAN SENI DI SD MODUL 4 - LINDA - DIANA - MURTIASIH.pptx
KELOMPOK 3 PENDIDIKAN SENI DI SD MODUL 4 - LINDA - DIANA - MURTIASIH.pptxKELOMPOK 3 PENDIDIKAN SENI DI SD MODUL 4 - LINDA - DIANA - MURTIASIH.pptx
KELOMPOK 3 PENDIDIKAN SENI DI SD MODUL 4 - LINDA - DIANA - MURTIASIH.pptxArief612407
 
PPT bab IX Seni Grafis kls 9 smstr 2.ppt
PPT bab IX Seni Grafis  kls 9 smstr 2.pptPPT bab IX Seni Grafis  kls 9 smstr 2.ppt
PPT bab IX Seni Grafis kls 9 smstr 2.pptssuserfb4671
 
BAB 1. A.Pengertian Ruang dan Interaksi Antarruang(1)
BAB 1. A.Pengertian Ruang dan Interaksi Antarruang(1)BAB 1. A.Pengertian Ruang dan Interaksi Antarruang(1)
BAB 1. A.Pengertian Ruang dan Interaksi Antarruang(1)Risdiana Hidayat
 
project based learning (PjBL) pembelajaran berbasis proyek
project based learning (PjBL) pembelajaran berbasis proyekproject based learning (PjBL) pembelajaran berbasis proyek
project based learning (PjBL) pembelajaran berbasis proyekDesy Aryanti
 
Bab 9 Permintaan, Penawaran, dan Harga Keseimbangan (IPS SMP Kelas 8)
Bab 9 Permintaan, Penawaran, dan Harga Keseimbangan (IPS SMP Kelas 8)Bab 9 Permintaan, Penawaran, dan Harga Keseimbangan (IPS SMP Kelas 8)
Bab 9 Permintaan, Penawaran, dan Harga Keseimbangan (IPS SMP Kelas 8)Irvan Ary Maulana Nugroho
 
BAB 4 Perubahan Masyarakat Indonesia
BAB 4 Perubahan Masyarakat IndonesiaBAB 4 Perubahan Masyarakat Indonesia
BAB 4 Perubahan Masyarakat IndonesiaRisdiana Hidayat
 
kisi kisi soal PAT IPA Kelas 8 ok.docx
kisi kisi soal PAT IPA Kelas 8 ok.docxkisi kisi soal PAT IPA Kelas 8 ok.docx
kisi kisi soal PAT IPA Kelas 8 ok.docxmtscipari
 
IDIK4010 Modul 2 - Komputer dan Media Pembelajaran (Universitas Terbuka)
IDIK4010   Modul 2 - Komputer dan Media Pembelajaran (Universitas Terbuka)IDIK4010   Modul 2 - Komputer dan Media Pembelajaran (Universitas Terbuka)
IDIK4010 Modul 2 - Komputer dan Media Pembelajaran (Universitas Terbuka)Ivan van Mohammed
 
Contoh tugas pencemaran lingkungan
Contoh tugas pencemaran lingkunganContoh tugas pencemaran lingkungan
Contoh tugas pencemaran lingkungansitilestaridewi
 

Tendances (20)

Ppt pohon kelapa
Ppt pohon kelapaPpt pohon kelapa
Ppt pohon kelapa
 
Benda dan sifatnya
Benda dan sifatnyaBenda dan sifatnya
Benda dan sifatnya
 
Masyarakat Indonesia pada Masa Praaksara
Masyarakat Indonesia pada Masa PraaksaraMasyarakat Indonesia pada Masa Praaksara
Masyarakat Indonesia pada Masa Praaksara
 
KELOMPOK 3 PENDIDIKAN SENI DI SD MODUL 4 - LINDA - DIANA - MURTIASIH.pptx
KELOMPOK 3 PENDIDIKAN SENI DI SD MODUL 4 - LINDA - DIANA - MURTIASIH.pptxKELOMPOK 3 PENDIDIKAN SENI DI SD MODUL 4 - LINDA - DIANA - MURTIASIH.pptx
KELOMPOK 3 PENDIDIKAN SENI DI SD MODUL 4 - LINDA - DIANA - MURTIASIH.pptx
 
Rpp kelas 6 materi mengisi formulir
Rpp kelas 6 materi mengisi formulirRpp kelas 6 materi mengisi formulir
Rpp kelas 6 materi mengisi formulir
 
PPT bab IX Seni Grafis kls 9 smstr 2.ppt
PPT bab IX Seni Grafis  kls 9 smstr 2.pptPPT bab IX Seni Grafis  kls 9 smstr 2.ppt
PPT bab IX Seni Grafis kls 9 smstr 2.ppt
 
Tekanan Zat Padat,Cair dan Gas
Tekanan Zat Padat,Cair dan GasTekanan Zat Padat,Cair dan Gas
Tekanan Zat Padat,Cair dan Gas
 
BAB 1. A.Pengertian Ruang dan Interaksi Antarruang(1)
BAB 1. A.Pengertian Ruang dan Interaksi Antarruang(1)BAB 1. A.Pengertian Ruang dan Interaksi Antarruang(1)
BAB 1. A.Pengertian Ruang dan Interaksi Antarruang(1)
 
Laporan praktikum ipa makhluk hidup
Laporan praktikum ipa makhluk hidupLaporan praktikum ipa makhluk hidup
Laporan praktikum ipa makhluk hidup
 
Unsur unsur seni rupa
Unsur unsur seni rupaUnsur unsur seni rupa
Unsur unsur seni rupa
 
project based learning (PjBL) pembelajaran berbasis proyek
project based learning (PjBL) pembelajaran berbasis proyekproject based learning (PjBL) pembelajaran berbasis proyek
project based learning (PjBL) pembelajaran berbasis proyek
 
Sejarah VOC
Sejarah VOCSejarah VOC
Sejarah VOC
 
Bab 9 Permintaan, Penawaran, dan Harga Keseimbangan (IPS SMP Kelas 8)
Bab 9 Permintaan, Penawaran, dan Harga Keseimbangan (IPS SMP Kelas 8)Bab 9 Permintaan, Penawaran, dan Harga Keseimbangan (IPS SMP Kelas 8)
Bab 9 Permintaan, Penawaran, dan Harga Keseimbangan (IPS SMP Kelas 8)
 
Konsep Geografi
Konsep GeografiKonsep Geografi
Konsep Geografi
 
BAB 4 Perubahan Masyarakat Indonesia
BAB 4 Perubahan Masyarakat IndonesiaBAB 4 Perubahan Masyarakat Indonesia
BAB 4 Perubahan Masyarakat Indonesia
 
Proyek
ProyekProyek
Proyek
 
kisi kisi soal PAT IPA Kelas 8 ok.docx
kisi kisi soal PAT IPA Kelas 8 ok.docxkisi kisi soal PAT IPA Kelas 8 ok.docx
kisi kisi soal PAT IPA Kelas 8 ok.docx
 
Produk Kreatif Dan Kewirausahaan Konsep Desain/Prototype Dan Kemasan Produk B...
Produk Kreatif Dan Kewirausahaan Konsep Desain/Prototype Dan Kemasan Produk B...Produk Kreatif Dan Kewirausahaan Konsep Desain/Prototype Dan Kemasan Produk B...
Produk Kreatif Dan Kewirausahaan Konsep Desain/Prototype Dan Kemasan Produk B...
 
IDIK4010 Modul 2 - Komputer dan Media Pembelajaran (Universitas Terbuka)
IDIK4010   Modul 2 - Komputer dan Media Pembelajaran (Universitas Terbuka)IDIK4010   Modul 2 - Komputer dan Media Pembelajaran (Universitas Terbuka)
IDIK4010 Modul 2 - Komputer dan Media Pembelajaran (Universitas Terbuka)
 
Contoh tugas pencemaran lingkungan
Contoh tugas pencemaran lingkunganContoh tugas pencemaran lingkungan
Contoh tugas pencemaran lingkungan
 

En vedette

Latar belakang kemunculan seni rupa modern
Latar belakang kemunculan seni rupa modernLatar belakang kemunculan seni rupa modern
Latar belakang kemunculan seni rupa modernDani Ibrahim
 
Pekembangan karya seni rupa modern
Pekembangan karya seni rupa modernPekembangan karya seni rupa modern
Pekembangan karya seni rupa modernDani Ibrahim
 
SMK-MAK kelas10 smk seni rupa agung
SMK-MAK kelas10 smk seni rupa agungSMK-MAK kelas10 smk seni rupa agung
SMK-MAK kelas10 smk seni rupa agungsekolah maya
 
Pendidikan seni rupa
Pendidikan seni rupaPendidikan seni rupa
Pendidikan seni rupapolloz46
 
Apresiasi keunikan karya seni rupa modern
Apresiasi keunikan karya seni rupa modernApresiasi keunikan karya seni rupa modern
Apresiasi keunikan karya seni rupa modernDani Ibrahim
 
Sejarah perkembangan musik hip - hop
Sejarah perkembangan musik hip - hopSejarah perkembangan musik hip - hop
Sejarah perkembangan musik hip - hopDewanji Wilajayangga
 
Apresiasi seni rupa modern dan kontemporer
Apresiasi seni rupa modern dan kontemporerApresiasi seni rupa modern dan kontemporer
Apresiasi seni rupa modern dan kontemporerDani Ibrahim
 
Aliran aliran seni rupa
Aliran aliran seni rupaAliran aliran seni rupa
Aliran aliran seni rupaDani Ibrahim
 
Seni rupa zaman prasejarah
Seni rupa zaman prasejarahSeni rupa zaman prasejarah
Seni rupa zaman prasejarahNur Syahwidad
 
Pameran sekolah
Pameran sekolahPameran sekolah
Pameran sekolahYoollan MW
 
Makalah seni kontemporer
Makalah seni kontemporerMakalah seni kontemporer
Makalah seni kontemporerDani Ibrahim
 

En vedette (20)

Latar belakang kemunculan seni rupa modern
Latar belakang kemunculan seni rupa modernLatar belakang kemunculan seni rupa modern
Latar belakang kemunculan seni rupa modern
 
Seni rupa modern dan kontemporer
Seni rupa modern dan kontemporerSeni rupa modern dan kontemporer
Seni rupa modern dan kontemporer
 
Pekembangan karya seni rupa modern
Pekembangan karya seni rupa modernPekembangan karya seni rupa modern
Pekembangan karya seni rupa modern
 
Bab III Kelas XI Seni Budaya
Bab III Kelas XI Seni BudayaBab III Kelas XI Seni Budaya
Bab III Kelas XI Seni Budaya
 
SMK-MAK kelas10 smk seni rupa agung
SMK-MAK kelas10 smk seni rupa agungSMK-MAK kelas10 smk seni rupa agung
SMK-MAK kelas10 smk seni rupa agung
 
Pendidikan seni rupa
Pendidikan seni rupaPendidikan seni rupa
Pendidikan seni rupa
 
Biografi Tokoh Musik Dunia
Biografi Tokoh Musik DuniaBiografi Tokoh Musik Dunia
Biografi Tokoh Musik Dunia
 
Apresiasi keunikan karya seni rupa modern
Apresiasi keunikan karya seni rupa modernApresiasi keunikan karya seni rupa modern
Apresiasi keunikan karya seni rupa modern
 
Sejarah perkembangan musik hip - hop
Sejarah perkembangan musik hip - hopSejarah perkembangan musik hip - hop
Sejarah perkembangan musik hip - hop
 
Pengelompokkan seni
Pengelompokkan seniPengelompokkan seni
Pengelompokkan seni
 
Apresiasi seni rupa modern dan kontemporer
Apresiasi seni rupa modern dan kontemporerApresiasi seni rupa modern dan kontemporer
Apresiasi seni rupa modern dan kontemporer
 
Lagu nusantara
Lagu nusantaraLagu nusantara
Lagu nusantara
 
Xii sma
Xii smaXii sma
Xii sma
 
Aliran aliran seni rupa
Aliran aliran seni rupaAliran aliran seni rupa
Aliran aliran seni rupa
 
Seni rupa zaman prasejarah
Seni rupa zaman prasejarahSeni rupa zaman prasejarah
Seni rupa zaman prasejarah
 
Kwu irma
Kwu irmaKwu irma
Kwu irma
 
Pameran sekolah
Pameran sekolahPameran sekolah
Pameran sekolah
 
Contoh Proposal
Contoh ProposalContoh Proposal
Contoh Proposal
 
Teknik Montase, Kolase dan Mozaik
Teknik Montase, Kolase dan MozaikTeknik Montase, Kolase dan Mozaik
Teknik Montase, Kolase dan Mozaik
 
Makalah seni kontemporer
Makalah seni kontemporerMakalah seni kontemporer
Makalah seni kontemporer
 

Similaire à Seni rupa moden kontemporer indonesia

Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont
Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kontKb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont
Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kontAre Juice Nyoman
 
Pengertian Seni Rupa Tradisional + Gambar
Pengertian Seni Rupa Tradisional + GambarPengertian Seni Rupa Tradisional + Gambar
Pengertian Seni Rupa Tradisional + GambarAriefiandra Ariefiandra
 
Makalah seni rupa tradisional
Makalah seni rupa tradisionalMakalah seni rupa tradisional
Makalah seni rupa tradisionalDani Ibrahim
 
bab-i-kelas-9-seni-rupa.ppt
bab-i-kelas-9-seni-rupa.pptbab-i-kelas-9-seni-rupa.ppt
bab-i-kelas-9-seni-rupa.pptsetyorrini1
 
bab-i-kelas-9-seni-rupa.ppt
bab-i-kelas-9-seni-rupa.pptbab-i-kelas-9-seni-rupa.ppt
bab-i-kelas-9-seni-rupa.pptDianDian884182
 
Sejarah umum seni lukis (.doc)
Sejarah umum seni lukis (.doc)Sejarah umum seni lukis (.doc)
Sejarah umum seni lukis (.doc)Lutfia Ningtias
 
Seni lukis
Seni lukisSeni lukis
Seni lukisinoseven
 
Karya tulis seni rupa modern
Karya tulis seni rupa modernKarya tulis seni rupa modern
Karya tulis seni rupa modernDani Ibrahim
 
Sejarah Karya Seni Rupa
Sejarah Karya Seni RupaSejarah Karya Seni Rupa
Sejarah Karya Seni RupaYuni Ratnasari
 
Tugas makalah (wawasan nusantara) harits
Tugas makalah (wawasan nusantara) haritsTugas makalah (wawasan nusantara) harits
Tugas makalah (wawasan nusantara) haritsRietz Wiguna
 
Makalah apresiasi karya seni rupa modern
Makalah apresiasi karya seni rupa modernMakalah apresiasi karya seni rupa modern
Makalah apresiasi karya seni rupa modernDani Ibrahim
 
Nilai Estetika Modern Indonesia_Aji Susanto Anom
Nilai Estetika Modern Indonesia_Aji Susanto AnomNilai Estetika Modern Indonesia_Aji Susanto Anom
Nilai Estetika Modern Indonesia_Aji Susanto AnomAjiSusantoAnom2
 

Similaire à Seni rupa moden kontemporer indonesia (20)

Bab 1
Bab 1Bab 1
Bab 1
 
Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont
Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kontKb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont
Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont
 
Pengertian Seni Rupa Tradisional + Gambar
Pengertian Seni Rupa Tradisional + GambarPengertian Seni Rupa Tradisional + Gambar
Pengertian Seni Rupa Tradisional + Gambar
 
Seni Rupa Tradisional
Seni Rupa TradisionalSeni Rupa Tradisional
Seni Rupa Tradisional
 
laporan
laporanlaporan
laporan
 
Tugas seni rupa
Tugas seni rupaTugas seni rupa
Tugas seni rupa
 
Makalah seni rupa tradisional
Makalah seni rupa tradisionalMakalah seni rupa tradisional
Makalah seni rupa tradisional
 
seni lukis
seni lukisseni lukis
seni lukis
 
bab-i-kelas-9-seni-rupa.ppt
bab-i-kelas-9-seni-rupa.pptbab-i-kelas-9-seni-rupa.ppt
bab-i-kelas-9-seni-rupa.ppt
 
bab-i-kelas-9-seni-rupa.ppt
bab-i-kelas-9-seni-rupa.pptbab-i-kelas-9-seni-rupa.ppt
bab-i-kelas-9-seni-rupa.ppt
 
Sejarah umum seni lukis (.doc)
Sejarah umum seni lukis (.doc)Sejarah umum seni lukis (.doc)
Sejarah umum seni lukis (.doc)
 
Makalah
MakalahMakalah
Makalah
 
Seni lukis
Seni lukisSeni lukis
Seni lukis
 
Sejarah umum seni lukis
Sejarah umum seni lukisSejarah umum seni lukis
Sejarah umum seni lukis
 
Karya tulis seni rupa modern
Karya tulis seni rupa modernKarya tulis seni rupa modern
Karya tulis seni rupa modern
 
Sejarah Karya Seni Rupa
Sejarah Karya Seni RupaSejarah Karya Seni Rupa
Sejarah Karya Seni Rupa
 
Makalah musik
Makalah musikMakalah musik
Makalah musik
 
Tugas makalah (wawasan nusantara) harits
Tugas makalah (wawasan nusantara) haritsTugas makalah (wawasan nusantara) harits
Tugas makalah (wawasan nusantara) harits
 
Makalah apresiasi karya seni rupa modern
Makalah apresiasi karya seni rupa modernMakalah apresiasi karya seni rupa modern
Makalah apresiasi karya seni rupa modern
 
Nilai Estetika Modern Indonesia_Aji Susanto Anom
Nilai Estetika Modern Indonesia_Aji Susanto AnomNilai Estetika Modern Indonesia_Aji Susanto Anom
Nilai Estetika Modern Indonesia_Aji Susanto Anom
 

Seni rupa moden kontemporer indonesia

  • 1. SENI RUPA MODERN KONTEMPORER INDONESIA
  • 2. KATA PENGANTAR Puji syukur, Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan buku ini secara tepat waktu. Semoga Buku ini bermanfaat bagi pembaca sekalian dan memberikan wawasan terutama dalam menunjang proses belajar mengajar. Penulis ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan buku yang berjudul, “Seni Rupa Modern Kontemporer Indonesia” ini. Penulis menyadari dalam menulis buku ini, masih terdapat banyak sekali kekurangan- kekurangan. Atas seizin pembaca maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat memperbaiki karya sehingga menjadi lebih baik di masa-masa yang akan datang. Akhir kata penyusun mengucapkan semoga buku ini dapat diterima dan bermanfaat bagi seluruh pembaca. Salatiga, Juli 2012 Penulis
  • 3. DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Bab I Pendahuluan A. Membandingkan Karya Seni Rupa Modern Kontemporer dan Tradisional B. Pengertian Seni Rupa Modern Kontemporer Bab II Sejarah dan Perkembangan Seni Rupa Modern Kontemporer Indonesia A. Sejarah Perkembangan seni Rupa Modern Kontemporer Indonesia B. Perkembangan Seni Rupa Modern Kontemporer Indonesia C. Tokoh- tokoh dan Karyanya Bab III Aliran Seni Rupa Modern Kontemporer Indonesia A. Impresionisme B. Ekspresionisme C. Romantisisme D. Luminisme E. Abstrakisme F. Kubisme G. Realisme H. Naturalisme I. Simbolisme J. Monumentalisme K. Fauvisme L. Kubisme M. Futurisme N. Absolutisme O. Esensialisme P. Elementarisme Q. Surealisme R. Dadaisme S. Neo Realisme T. Neo Klasisisme U. Post-Modernisme Bab IV Apresiasi Karya Seni Rupa Modern/Kontemporer Indonesia A. Keunikan Gagasan Seni Rupa Modern Kontemporer Indonesia B. Gagasan Seni Rupa Modern Kontemporer Indonesia Bab V Penutup A. Kesimpulan B. Saran Daftar Isi
  • 4. BAB I PENDAHULUAN A. Membandingkan Karya Seni Rupa Modern Kontemporer dan Tradisional Karya seni rupa terus berkembang dan mengalami perubahan seiring waktu. Meskipun pada puncak kreativitas seni rupa kontemporer ada kecenderungan kembali mengkombinasikan karya seni rupa kepada nilai-nilai kuno, itu juga merupakan sebuah perubahan seni rupa menuju ke arah yang lebih maju. Karya suatu seni rupa terlahir dari suatu lingkungan masyarakat tertentu dengan berbagai peran dan tujuan. Sebagaimana karya-karya seni yang lainnya, seni rupa pada awalnya terlahir dari suatu sistem kepercayaan masyarakat lama yang menganut paganisme, animisme, dan dinamisme. Mereka menciptakan karya-karya seni rupa, terutama patung, sebagai alat komunikasi antara manusia dengan roh leluhur mereka. Meskipun belum ditemukan bentuk tulisan pada masa prasejarah, para ahli berkesimpulan bahwa peradaban manusia telah ada pada masa tersebut. Hal ini dapat dibuktikan melalui peninggalan-peninggalan karya seni rupa yang ditemukan dan diyakini berasal dari sejarah peradaban kuno. Bangsa-bangsa di Nusantara pada zaman prasejarah dikenal sebagai penganut animisme, yaitu penganut kepercayaan terhadap roh-roh leluhur dan nenek moyang serta benda-benda yang dianggap keramat. Pada awalnya, bentuk-bentuk persemayaman roh nenek moyang tersebut diwujudkan dalam bentuk-bentuk sederhana seperti bentuk Lingga dan Menhir, yaitu tugu batu yang menjulang tinggi berbentuk lingga (tonggak batu berbentuk silinder dengan ujung tumpul). Di beberapa tempat ditemukan guratan garis-garis pada menhir yang menyerupai mata, hidung, mulut, tangan, lengan, dan kaki secara sederhana sekali. Menhir, menurut dugaan para ahli, adalah tempat bersemayamnya roh-roh nenek moyang masyarakat zaman purba. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Nusantara kuno membuat barang-barang dari gerabah yang diberi perhiasan sederhana seperti bentuk menhir, bulatan-bulatan, dan sejenisnya. Di beberapa tempat, seni rupa dan karya masyarakat yang belum modern, masih
  • 5. terjaga budaya seni rupa yang sepenuhnya lain dengan karya seni yang dapat kita temui pada masyarakat kita yang tentu saja lebih modern. Kehidupan nusantara memang tidak sama. Perbedaan tempat dan lokasi dan situasi menghasilkan orang dengan budaya yang berbeda. Tak jarang kita mengalami kejutan- kejutan budaya pada waktu kita berkunjung ke suatu tempat yang lain dari yang biasa kita tempati. Seni rupa dalam hal ini, mengalami kejutan yang sama. Di beberapa tempat ritual keagamaan masih dipegang teguh, termasuk seni rupa dan medianya, namun di tempat lain yang lebih maju, seni rupa sudah mengalami perubahan dan pengikisan. Seni Rupa Tradisional Istilah tradisional berasal dari kata “tradisi” yang menunjuk kepada suatu lembaga, artefak, kebiasaan atau perilaku yang didasarkan pada tata aturan atau norma tertentu baik secara tertulis maupun tidak tertulis yang diwariskan secara turun temurun dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Berdasarkan pengertian tersebut, maka secara singkat dapat dikatakan bahwa karya seni rupa tradisional adalah karya seni rupa yang bentuk dan cara pembuatannya nyaris tidak berubah diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Seni rupa tradisional adalah segala hal yang berkaitan dengan nilai-nilai suatu komunitas masyarakat tertentu yang dijaga secara turun temurun kemurnian dan keutuhannya. Berdasarkan pengertian ini, karya seni rupa tradisional dapat diartikan sebagai karya-karya seni rupa yang merupakan hasil budaya suatu masyarakat tertentu yang telah lama hidup dan dijaga dengan baik secara turun-temurun.yang termasuk karya seni rupa jenis ini di antaranya adalah batik tulis jenis keraton, ukuran Toraja, patung suku Asmat, dan sebagainya.
  • 6. Sumber gambar: http://2.bp.blogspot.com Gambar Patung Suku Asmat Bukan hanya itu, nilai dan landasan filosofis yang berada dibalik bentuk karya seni rupa tradisional tersebutpun umumnya relatif tidak berubah dari masa ke masa. Bentuk-bentuk seni rupa tradisional ini dibuat dan diciptakan kembali mengikuti suatu aturan (pakem) yang ketat berdasarkan sistem keyakinan atau otoritas tertentu yang hidup dan terpelihara di masyarakatnya. Dalam konteks perkembangan seni rupa di Barat (Eropa), istilah seni rupa tradisional ini menunjukkan pada otoritas penguasa agama (gereja), raja dan para bangsawan. Para seniman tradisional menciptakan karya berdasarkan keinginan atau aturan yang telah ditetapkan sesuai ”selera” institusi-institusi tersebut dan berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, sepanjang kekuasaan institusi-institusi tersebut. Berdasarkan pengertian seni tradisional yang telah disebutkan di atas, kita menjumpai berbagai karya seni rupa di Indonesia khususnya karya-karya seni kriya dapat dikategorikan sebagai karya seni rupa tradisional. Banyak sekali benda-benda kriya yang tersebar dikepulauan Nusantara, yang bentuk, bahan dan cara pembuatannya hingga saat ini tidak mengalami perubahan yang berarti sejak pertama kali diciptakannya. Karya-karya seni tradisi ini umumnya hidup di lingkungan masyarakat yang masih kuat memegang norma atau adat istiadat yang diwariskan para leluhurnya. Perubahan umumnya terjadi pada fungsi dari benda-benda kriya tersebut yang semula berfungsi sebagai benda pakai atau benda-benda
  • 7. pusaka kini menjadi benda hias atau cindera mata. Perubahan sistem sosial dan budaya masyarakat serta kemajuan teknologi berperan besar mempengaruhi perubahan fungsi benda-benda tersebut. Pada perkembangan selanjutnya dalam konteks seni rupa dunia, istilah seni rupa tradisional kerap ditujukan kepada karya seni rupa non-Barat. Sifatnya yang mentradisi dan tidak berubah ini menjadi pembeda utama dengan karya seni rupa modern yang senantiasa menuntut inovasi dan kebaruan. Ciri lain dari karya-karya seni rupa tradisional ini adalah latar belakang penciptaan atau pembuatannya yang senantiasa terikat oleh fungsi atau konteks tertentu. Pada karya-karya komunal seperti itu, peran ekspresi individu senimannya nyaris tidak tampak. Hak penciptaan karya seni rupa bukan milik perorangan tetapi milik masyarakat pendukungnya. Dengan demikian hampir tidak ada karya seni rupa tradisional yang menggunakan inisial pembuatnya seperti yang umumnya terdapat pada karya-karya seni Modern. Karya seni rupa tradisional tersebar luas dari ujung Barat hingga ujung Timur kepulauan Nusantara (Indonesia). Sejak masuknya kolonialisme Barat (penjajahan bangsa Eropa) ke kepulauan Nusantara dan berkembangnya paham seni rupa Modern di Eropa, maka karya- karya seni rupa Nusantara di luar kategori karya yang menggunakan konsep Modern tersebut dikategorikan sebagai karya seni rupa tradisional. Pengkategorian ini dalam pandangan yang sempit seringkali digunakan untuk menunjukkan karya seni rupa yang bermutu tinggi (modern) dengan karya yang bermutu rendah (tradisional). Pengaruh penjajahan bangsa Barat yang cukup lama di kepulauan Nusantara menyebabkan pandangan semacam ini terus berkembang yang memandang karya-karya seni kriya (seni rupa tradisional) lebih rendah dari karya seni lukis atau patung modern. Hal tersebut tidak terlepas dari pandangan sebagian masyarakat yang memandang modern identik dengan kemajuan dan perkembangan sedangkan tradisional identik dengan stagnasi, kuno atau ketinggalan jaman. Sikap dan cara mengapresiasi yang keliru ini seringkali menyebabkan karya-karya seni rupa tradisional yang sesungguhnya bernilai tinggi terabaikan dan terlupakan. Padahal karya-karya seni rupa tradisional Nusantara ini memiliki peluang yang sangat besar untuk dikembangkan dan menjadi gagasan dalam berkarya seni rupa.
  • 8. Apresiasi yang tepat diharapkan dapat menghasilkan inovasi karya-karya seni rupa yang memiliki ciri khas Indonesia. B. Pengertian Seni Rupa Modern Kontemporer Seni rupa adalah cabang seni yang membentuk karya seni dengan media yang bisa ditangkap mata dan dirasakan dengan rabaan. Kesan ini diciptakan dengan mengolah konsep titik, garis, bidang, bentuk, volume, warna, tekstur, dan pencahayaan dengan acuan estetika. Karya seni rupa modern kontemporer terlahir dari masyarakat modern yang berusaha meelpaskan diri dari ikatan-ikatan baku dan mapan yang terdapat pada masyarakat tradisional. Karya seni rupa modern adalah produk budaya kontemporer yang dinamis dan selalu mencari sesuatu sebagai gagasan dan atau media yang diungkapkan. Kelahiran aliran seni rupa kontemporer selalu merupakan reaksi penolakan atas kemapanan atau keberadaan aliran yang berpengaruh pada periode sebelumnya. a. Seni Rupa Modern Seni rupa Modern yaitu istilah umum yang digunakan untuk kecenderungan karya seni yang diproduksi sejak akhir abad ke-19 hingga sekitar tahun 1970-an. Seni rupa modern menunjuk kepada suatu pendekatan baru dalam seni dimana tidak lagi mementingkan representasi subjek secara realistik—penemuan fotografi menyebabkan fungsi penggambaran di dalam seni menjadi absolut, para seniman modern bereksperimen mengeksplorasi cara baru dalam melihat sesuatu, dengan ide segar tentang alam, material dan fungsi ini, seringkali bergerak melaju ke arah abstraksi. Modernisme adalah aliran atau mazhab estetika pembaruan yang mengiringi perkembangan desain dan seni rupa pada umumnya menjelang abad ke-20. Pada perkembangan akhir modernisme, cenderung mengagungkan fungsi menjadi nafas utama paham ini, terbukti hanya menampilkan bentuk kaku, kering dan mengakui seniman sebagai “Manusia Jenius”. Setiap karya seni modern selalu disertakan nama senimannya tersebut. Karya seni modern cenderung mengedepankan kesederhanaan dan bersifat universal. Seorang seniman modern akan melihat dunia yang sedang dihadapinya sebagai objek lukisan seolah-olah
  • 9. seperti baru saja objek itu diciptakan. Satu syarat yang masih dituntut oleh seni modern dan bahkan menjadi ciri khasnya ialah “kreativitas”. 1) Ciri-ciri dan Unsur Modernisme (Desain dan Seni Rupa) a. Ciri-ciri seni modern (Desain dan Seni Rupa) Minimalis. Rasionalitas/Rationality. Dominant bentuk-bentuk geometris. Tidak ada unsur ornament. Universal. Fungsionalitas diprioritaskan. Orisinalitas/kemurnian/purity. Penguatan dalam konsep. Kreativitas . Memutus hubungan dengan sejarah. b. Unsur-unsur Modernisme Eksperimen. Pembaruan (Inovation). Kebaruan (Novelty). Orisinalitas. 2) Fungsi dan Tujuan Seni Modern a) Memberi warna baru terhadap kebutuhan manusia baik secara fisik maupun psikis. Fisik : Munculnya bentuk-bentuk desain arsitektur yang baru dan desain-desain lainnya seperti alat-alat transportasi, fashion dll. Psikis: Mengurangi kejenuhan penikmat karya seni, karena muncul berbagai aliran baru seperti pada seni lukis dan cabang seni lainnya.
  • 10. b) Meningkatkan popularitas para seniman, karena seni modern selalu menyertakan nama senimannya pada setiap karya yang diciptakan. c) Memberikan kemudahan masyarakat, karena banyak penemuan-penemuan baru dari hasil eksperimen para seniman modern. Karya seni modern ditandai dengan munculnya kreativitas untuk menciptakan sesuatu yang baru dan belum ada. Unsur kebaruan menjadi sangat penting dan harus ada dalam penyebutan karya seni modern. Karya seni modern mengutamakan aspek kreativitas dalam berkarya seni.Contoh karya seni rupa modern antara lain seni patung, seni lukis, seni kria, dan seni grafis. Sumber gambar: http://2.bp.blogspot.com
  • 11. Pengertian “modern” dalam terminologi seni rupa tidak bisa dilepaskan dari prinsip modernisme atau paham yang mendasari perkembangan seni rupa modern dunia sampai pertengahan abad ke-20. Seni rupa modern dunia memiliki nilai-nilai yang bersifat universal. Dari penafsiran seorang pelukis Jerman yang pindah ke Amerika Serikat sesudah Perang Dunia ke II, Hans Hofmann menyatakan hanya seniman dan gerakan di Eropa dan Amerika yang mampu melahirkan seni rupa modern, konsepsi poros Paris-New-York sebagai pusat perkembangan seni rupa modern. Seni modern lahir dari dorongan untuk menjaga standar nilai estetik yang kini sedang terancam oleh metode permasalahan seni. Modernisme meyakini gagasan progres karena selalu mementingkan norma kebaruan, keaslian dan kreativitas. Prinsip tersebut melahirkan apa yang kita sebut dengan “Tradition of the new” atau tradisi “Avant-garde”, pola lahirnya gaya seni baru pada awalnya ditolak, namun akhirnya diterima masyarakat sebagai inovasi terbaru. Seni modern dengan melahirkan Conceptual Art/ Seni Konseptual merupakan gerakan dalam menempatkan ide, gagasan atau konsep sebagai masalah yang utama dalam seni. Sedangkan bentuk, material dan objek seninya hanyalah merupakan akibat/efek samping dari konsep seniman. Walapun kita sering menggunakan istilah seni rupa modern prinsip modernisme tak pernah sungguh-sungguh berakar. Polemik kebudayan di tahun 30-an sangat mempengaruhi pemikiran perkembangan seni rupa Indonesia. Hal ini dipertegas oleh Jim Supangkat 1992 sebagai berikut: 1) Persentuhan seni rupa Indonesia dengan seni rupa modern sebenarnya hanya terbatas pada corak, gaya, dan prinsip estetik tertentu. Nasionalisme sebagai sikap dasar persepsi untuk menyusun sejarah perkembangan sejarah seni rupa Indonesia adalah kenyataan yang tak bisa disangkal dan nasionalisme sangat mewarnai pemikiran kesenian dihampir semua negara berkembang. Batas kenegaraan itulah yang mengacu pada nasionalisme yang akhirnya diakui dalam seni rupa kontemporer yang percaya pada pluralisme sejak zaman PERSAGI tidak pernah ragu menggariskan
  • 12. perkembangan seni rupa Indonesia khas Indonesia (Jim Supangkat dalam Dharsono, 2004: 224). 2) Kendati seni rupa modern percaya pada eksplorasi dan kebebasan secara implisit akhirnya hanyalah mempertahankan prinsip-prinsip seni rupa Barat (tradisi Barat). Prinsip-prinsip modernisasi juga menetapkan tahap perkembangan yang didasarkan pada perkembangan seni rupa modern Eropa Barat dan Amerika (lihat sejarah). Di Indonesia prinsip-prinsip seperti itu tidak seluruhnya teradaptasi, akan tetapi muncul secara terpotong-potong kadang dalam bentuk yang lebih ekstrim. Catatan perkembangan pelukis Belanda yang diabaikan adalah catatan yang justru secara mendasar memperlihatkan tanda-tanda perkembangan seni rupa modern. Kendati tidak terlalu nyata pergeseran yang terjadi pada tahun 1940-an ini menandakan seniman mulai mempersoalkan bahasa rupa dan cenderung meninggalkan representasi (menampilkan realitas sebagai fenomena rupa). Pada tahun 50-an kecenderungan mempersoalkan bahasa rupa itu menegaskan pada karya pelukis Ries Mulder yang waktu itu tinggal di Bandung. Ketika Ries Mulder merintis pendidikan seni rupa di Bandung (ITB), perkembangan seni rupa di alur ini memasuki era penjelajahan masalah bentuk rupa yang secara sadar meninggalkan representasi. Ries Mulder memperkenalkan konsep-konsep seni lukis kubisme yang kemudian sangat berpengaruh di kalangan pelukis pribumi yang belajar padanya. Di tempat lain, ruang seni rupa di Jogjakarta pada saat itu dipenuhi dengan karya-karya realistis. Dari kenyataan inilah maka lahir kubu Bandung yang disebut sebagai laboratorium Barat. Hal ini dipertegas oleh A.D. Pirous bahwa: “…perguruan tinggi dibentuk dengan gaya, konsep dan teori kesenian Barat modern diajarkan pada mahasiswa, proses itu berjalan sedemikian sehingga pada tahun 50 dan 60-an , karya-karya mahasiswa seni rupa Bandung pernah dicap sebagai hasil laboratorium Barat (A.D. Pirous, 2003:56)” Akibat dari perkembangan ini, kemudian terjadi ketidaksetujuan antara kubu Bandung-Jogja yang memperlihatkan pertentangan dua tradisi besar seni rupa modern, yaitu kontradiksi tradisi realis dan modernis. Karya seni modern yaitu karya seni rupa yang ditandai dengan munculnya kreativitas untuk menciptakan sesuatu yang baru dan belum ada. Unsur kebaruan menjadi sangat
  • 13. penting dan harus ada dalam penyebutan karya seni modern. Karya seni modern mengutamakan aspek kreativitas dalam berkarya seni. Contoh karya seni rupa modern antara lain seni patung, seni lukis, seni kria, dan seni grafis. Corak karya seni rupa modern antara lain realis, naturalis, dekoratif, ekspresif, dan abstrak. Jenis karya seni rupa modern Nusantara berupa karya seni lukis, patung, seni grafis, seni kria. Karya seni rupa modern yang bercorak realis adalah karya seni rupa modern yang menampilkan bentuk yang menyerupai bentuk alam. Contohnya karya-karya seni lukis, patung, dan topeng yang meniru bentuk manusia, binatang, atau tumbuh- tumbuhan yang dibentuk mirip dengan bentuk aslinya. Bentuk realis dalam penciptaannya mengacu pada bentuk alam dan berusaha meniru objek sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sehingga bentuk yang dihasilkan sama persis bentuk yang ada dialam. Karya seni rupa modern yang bercorak dekoratif sama dengan corak dekoratif pada seni rupa tradisi, yakni berusaha menyederhanakan bentuk dengan cara distilasi atau diubah sesuai dengan cara-cara tersendiri oleh penciptanya. Seni rupa modern bercorak abstrak adalah karya seni rupa modern yang bentuknya tidak meniru dan mengacu bentuk yang ada di alam. Bentuk yang ditampilkan adalah bentuk- bentuk imajinasi yakni bentuk hasil kreasi seniman sendiri. Bentuknya bermacam- macam ada yang berupa karya seni patung, lukis, kria. Penciptaan karya seni rupa modern sedikit berbeda dengan penciptaan karya seni tradisi. Dalam proses penciptaan karya seni modern lebih bebas dalam menuagkan iide atau gagasan dan tidak terikat oleh aturan- aturan. Oleh karena itu, karya seni rupa modern banyak berfungsi sebagai media ekspresi. Di samping itu, karya seni rupa modern berfungsi sebagai media kritik sosial dan sebagai benda estetis. Istilah Modernisme sendiri menunjukkan ideologi yang mempengaruhi gerakan budaya, politik dan seni yang menyertai perubahan masyarakat di Barat pada akhir abad 19 dan awal abad 20. Secara meluas, modernisme dideskripsikan sebagai satu seri pergerakan budaya progresif dalam seni rupa, arsitektur dan musik, literatur dan seni pakai yang muncul dalam dekade sebelum tahun 1914.
  • 14. Tercakup di dalam perubahan dan kehadirannya, modernisme menjadi arah karya seniman, pemikir, penulis dan perancang yang memberikan label baru tradisi akademi dan sejarah seni pada akhir abad 19 serta mengkonfrontasi aspek ekonomi, sosial dan politik baru yang dimunculkan dunia modern. Memahami seni rupa modern dapat juga dengan melakukan analisis terhadap istilah pembentuknya yaitu ”seni” dan ”modern”. Istilah seni umumnya merujuk pada segala kegiatan dan hasil karya manusia yang mengutarakan pengalaman batinnya yang karena disajikan secara unik dan menarik memungkinkan timbulnya pengalaman atau kegiatan batin pula pada diri orang lain yang melihat dan menghayatinya. Hasil karya ini lahir bukan karena didorong oleh hasrat memenuhi kebutuhan hidup manusia yang paling pokok, melainkan oleh kebutuhan spiritualnya, untuk melengkapi dan menyempurnakan derajat kemanusiaannya. Dengan batasan seperti ini kita dapat mencoba untuk menunjukkan benda apa saja yang layak untuk disebut seni dapat masuk ke dalamnya. Adapun istilah “modern” dalam hal ini tidak selalu harus dihubungkan dengan waktu. Sarah Newmeyer misalnya, walaupun terasa agak absurd, menulis dalam bukunya bahwa seni modern itu boleh jadi berupa gambar bison yang digoreskan 20.000 tahun yang lalu dan boleh jadi juga karya Picasso yang baru saja diselesaikan pagi ini.‟ Berdasarkan pendapat ini jelaslah bahwa ia menggunakan istilah modern tidak dalam hubungannya dengan kronologi melainkan dimaksudkan untuk menunjukkan sesuatu kelompok karya yang memifiki sifat-sifat tertentu. Maka sifat-sifat tertentu itulah yang dapat dipandang sebagal ciri khas seni modem sehingga dengan mudah akan dapat dikenali mana yang bisa digolongkan dalam seni modern dan mana yang tidak. Dengan ungkapan itu sesungguhnya artian modern tersebut diperluas tetapi sekaligus juga dipersempit. Diperluas, karena istilah itu menyangkut juga seni prasejarah dan dipersempit karena sebaliknya, belum tentu apa yang dilukiskan sekarang dapat masuk di dalamnya. Apabila kita ingin membenarkan kata-kata Newmeyer tersebut, dapatlah dikatakan bahwa setidaknya pada saat diciptakan, seni prasejarah ini memang memifiki sifat- sifat modern. Kalaupun secara kronologis kita akan membatasi daerah seni modern ini dan menyempitkan pada karya-karya yang diciptakan pada apa yang biasa kita sebut sebagai
  • 15. jaman modern, kita akan juga mengalami kesukaran, yaitu di mana menarik garis batasnya; kapan dan di manakah mulainya seni rupa modern itu. “Modern art begins nowhere because it begins everywhere. It is fed by a thousand roots, from cave paintings 30,000 years old to the spectacular novelties in the last week’s exhibitions,” kata Canaday yang kurang lebih menunjang ungkapan Newmeyer di atas. Semua pencapaian dari masa ke masa di banyak tempat di dunia ini memberikan andilnya pada pembentukan seni modern, sehingga susahlah untuk menentukan kapan dan di mana periode seni rupa modern itu sebenarnya mulai. Maka untuk itu, sekali lagi, kita harus mempunyai pegangan, kualitas apakah yang paling berharga dalam seni modern tersebut dan dengan itu mencoba untuk mencari kapan kualitas tadi mulai ada atau berkembang biak dengan baik (Soedarso, 2000). Kalau kita mengacu periodisasi sejarah umum di Eropa—dimana sebagian besar kejadian dalam panggung sejarah seni rupa modern ini berlangsung—maka babakan sejarah modern Eropa dianggap mulai sejak zaman Renesans pada abad ke-15 sedangkan sejarah seni rupa modern di Eropa baru pada abad ke-19, dengan munculnya tokoh pelukis J.L. David di Perancis yang dianggap memiliki sesuatu yang dapat disejajarkan dengan kualitas modern tadi. Bahkan ada pula yang menganggap seni modern Eropa dimulai pada massa yang lebih akhir lagi. Seperti telah diuraikan di atas, seni modern pada dasarnya tidak terbatas oleh hal-hal yang kasatmata seperti objek-objek lukisan tertentu ataupun corak dan gaya tertentu, melainkan ditentukan oleh sikap batin senimannya. Seni modern pun, berkat perkembangan komunikasi modern yang menyertai kemajuan teknologi, tidak kenal lagi akan batas-batas daerah dengan kekhasan tradisinya masing-masing. Seni modern menjadi universal sifatnya. Walaupun di sana-sini ada pula terdapat cap- cap daerah atau ada kalanya seni tradisi secara sadar atau tidak dimunculkan oleh seseorang pelukis modern ke dalam hasil karyanya, namun kenyataannya kita akan kesulitan untuk dapat menebak dari mana asal sesuatu lukisan yang dihadapkan kepada kita. “Today the boundaries are vague Horizons are infinite; the artist is tempted to explore in a hundred directions at once.” Tulis Canaday pula.
  • 16. Mengenai yang terakhir ini, yaitu bahwa para seniman modern terangsang untuk menjelajah ke segala arah, kebenarannya tidak hanya sebatas arah di peta bumi saja, bahwa misalnya banyak seniman Eropa meninggalkan negerinya untuk mencari objek lukisan yang lain, tetapi juga karena daerah perhatian mereka itu meluas ke mana-mana. Bukan hanya pemandangan yang indah dan wanita cantik saja yang ingin dilukisnya, tetapi juga toilet bekas yang sudah tidak terpakai lagi atau kulit pokok kayu yang memiliki jenis permukaan atau texture yang unik, atau bahkan jaringan sel-sel yang hanya dapat diamati melalui mikroskop yang dulu sama sekali tidak terjamah oleh perhatian seniman, kini menjadi lahan yang subur bagi objek lukisan para seniman modern. Dengan ini jelaslah bahwa bagi mereka itu seni modern tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, bahkan di sana-sini juga tidak terikat oleh tatabahasa maupun kaidah-kaidah seni yang sudah mapan. Mereka sanggup menerima segala macam bentuk seni hampir dengan tiada bersyarat. Batasan-batasan yang dulu ada seperti ikatan tradisi (spirit of the race) atau ikatan zaman (spirit of the age), demikian juga ketentuan-ketentuan tentang isi ataupun tema telah disisihkan semuanya. Satu syarat yang masih dituntut oleh seni modern yang bahkan merupakan ciri khasnya, ialah “kreativitas”. Dan sebuah perkataan ini tercantumlah beberapa sifat yang merupakan gejala-gejalanya. Oleh karena itu untuk menghindarkan istilah „modern‟ yang bermuka banyak itu ada pula yang menamai seni modern tersebut dengan istilah “seni kreatif”. Seorang seniman modern akan melihat dunia atau bagian daripadanya yang sedang dihadapi sebagai objek dari lukisannya seolah-olah seperti baru saja objek itu diciptakan. Artinya, seakan-akan baru sekali itu saja ia menghayatinya dan baru kali itu pula mencoba untuk melukisnya, walaupun kenyataannya sudah berkali-kali Ia melukiskan objek tersebut, dan entah telah berapa kali ia melihatnya.
  • 17. Sumber gambar: http://widia.webuda.com Kita tidak tahu sudah berapa kali pelukis kita yang terkenal, Affandi, melukis potret diriya. Namun setiap kali kita menatapnya, sekian kali pula kita menemukan sesuatu yang baru pada karya-karya itu, karena sang pelukis setiap kali selalu menghayati kembali dan mendapatkan pengalaman baru dalam objeknya, walaupun objek itu adalah dirinya sendiri. Seorang pelukis lain harus melupakan kuda atau gambar kuda yang telah seribu kali dilihatnya apabila ia akan melukis seekor kuda. Ia harus melihat kuda itu dengan mata kepalanya sendiri— atau mata hatinya—dan memperoleh impresi pertama dari pengalaman tersebut. Sebagaimana kita ketahui, hasil pengamatan itu amat dipengaruhi oleh pengalaman, pengetahuan serta kesan si pengamat atas objek pengalaman yang sudah dimiliki sebelumnya yang tentunya berbeda dari tiap pengamat yang lain, dan kiranya juga dipengaruhi oleh suasana hati Si pengamat itu sendiri ketika Ia sedang mengamatinya. Yang teràkhir inilah yang menuntut pengamatan itu harus selalu dilakukan setiap saat seseorang akan berkarya. Dalam hubungannya dengan keadaan tersebut, kira-kira 100 tahun yang lalu Gustave Courbet, Si pelopor realisme dari Perancis itu, pernah berharap agar museum- museum ditutup saja sekurang-kurangnya 20 tahun lamanya agar para seniman muda tidak
  • 18. sempat berdialog dengan karya-karya yang ada di dalamnya yang semuanya merupakan hasil pengamatan orang lain. Ia berkeinginan agar apa yang pernah diciptakan orang tidak mempengaruhi pengamatan pelukis berikutnya. Mungkinkah itu dan perlukah itu, adalah soal-soal lain yang harus dijawab lewat ilmu pendidikan seni rupa. Sikap batin yang demikian itulah yang membedakan seniman modern dan golongan tradisional ataupun akademik—yang sekarang juqa sudah menjadi tradisional. Sikap batin yang tidak stereotype (prasangka), yang selalu ingin akan yang baru dan yang lain dari pada yang lain. Kreativitas: sangat penting dalam seni modern, dan dalam kretivitas ini berkembanglah sifat-sifat originalitas, kepribadian, kesegaran, dan sebagainya. Dengan bayaran apapun (yang kadangkala sangat tinggi, dengan mengorbankan nilai-nilai yang sesungguhnya masih baik dan masih diperlukan oleh seni yang manapun juga), para seniman modern amat menghargai dan mengejar-ngejar nilai-nilai tersebut yang singkat kata dapat disebut sebagai nilai kebaruan atau novelty. Apabila seorang anak menunjukkan coreng moreng dan mengatakan bahwa itu adalah gambar anjing atau kucing, maka kiranya itulah konsepnya atas hewan-hewan tersebut yang belum sempat “diperbaiki” oleh hubungan anak itu dengan tradisi dan masyarakat disekitarnya. Karya-karya itu adalah ekspresi anak tersebut yang masih murni. Seorang-seniman dewasa tidak mungkin berada dalam keadaan semurni itu karena ia tidak dapat melepaskan diri dari ikatan sosial yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu seorang seniman modern dengan sadar berusaha untuk membebaskan dirinya dari ikatan tersebut dalam hubungannya dengan tanggapannya terhadap objek. Berhasil atau tidaknya usaha ini tidak selalu identik dengan keberhasilan karya seninya. Maka usaha dan sikap batin itulah yang harus menjadi ukuran, bukan semata-mata hasil usahanya. Sekalipun tidak sedikit yang mendiskreditkan seni lukis yang realistik dan lingkungan seni modern, namun bertolak dari pendapat di atas tentunya ada juga lukisan yang bergaya realistik itu yang dapat digolongkan dalam seni modern, yaitu apabila sikap batin si seniman dalam melukisnya dapat dikembalikan kepada watak seni modern di atas; yaitu apabila si seniman tidak bertindak stereotype dan selalu mengadakan pengamatan dahulu sebelum
  • 19. melahirkan karya realistiknya. Perlu ditekankan bahwa bagaimanapun juga lukisan atau hasil seni yang lain itu selalu merupakan interpretasi si seniman dalam menanggapi objeknya. Baik hasil seni itu merupakan suatu taferil yang secara perspektif dapat dipertanggungjawabkan ataukah bercorak dekoratif ala Mesir kuna, keduanya adalah interpretasi juga. Pada suatu saat seorang seniman menggunakan imajinasi atau visinya untuk menangkap objek lukisannya sehingga terjadilah “perspektif susun timbun” seperti yang ada di Mesir kuna itu, tetapi pada saat lain ia menggunakan ketajaman matanya yang kemudian ternyata menjadi pendorong diketemukannya perspektif di zaman Renaisance. Namun keduanya jelas tidak berhasil dalam memberikan kepada kita “realitas” objeknya secara total; yang satu mengikuti ide atau pengertiannya tentang objek itu dan dengan demikian terjadilah karya yang ideoplastik yang secara visual tampak tidak wajar, dan yang lain menganak-emaskan matanya membentuk suatu lukisan yang lebih “enak” dipandang mata (visioplastik) walaupun masih belum terhindar dari “kesalahan”. Dapat disaksikan misalnya, meja yang bujur sangkar menjadi tidak sama lagi panjang sisi-sisinya, sudut- sudutnya tidak 90° tetapi ada yang tumpul dan ada yang runcing, dan kakinya yang empat seringkali hanya kelihatan tiga. Dalam sebuah gambar pemandangan sering terlihat tiang-tiang listrik yang sama tingginya tergambar tidak sama tinggi; makin jauh jaraknya dan ukurannya menjadi makin pendek. Akibat luasnya daerah seni modern itu maka variasi yang terdapat di dalamnya pun tak terhingga pula jumlahnya, sehingga tidak mungkin untuk memasukkannya ke dalam suatu definisi yang formal. Pada saat semua objek yang kasatmata ini mulai mengering dan makin susah menawarkan hal-hal baru yang menarik, kreatif, dan lain dan pada yang lain, maka perkembangan ilmu jiwa dalam ala Freud (Sigmund Freud) menampilkan lahan baru yang tidak kering-keringnya, yaitu dunia imajinasi manusia. Dunia baru ini tidak ada batasnya, kecuali batas kemampuan manusia untuk menyadarinya atau batas kreativitas seniman untuk menemukan inovasinya. Sementara itu, penemuan teknik fotografi dalam satu hal telah mengurangi daerah gerak seni lukis, karena fotografi yang dengan cepat dan tepat mampu merekam objek itu
  • 20. menggantikan sebagian fungsi seni lukis yaitu fungsi dokumentatif dan fungsi menyajikan presentasi realistik bagi objek-objeknya. Sejak berkembangnya fotografi tersebut seni lukis tidak lagi dibebani dengan fungsi sosial berupa penggambaran secara visual ataupun pembuatan gambar-gambar ilustratif untuk bermacam tujuan. Namun perlu juga diingat bahwa di lain pihak fotografi telah sempat pula memperluas daerah jelajah seni lukis. Banyak teknik-teknik melukis di zaman teknologi tinggi ini yang menggunakan pertolongan fotografi. Ilustrasi – ilustrasi tertentu sekarang ini memang masih ada yang dikerjakan dengan tangan, tetapi itupun sudah diadaptasi dengan seni modern, artinya, kekreatifan diperlukan juga di dalamnya, sedangkan yang betul-betul memerlukan ketepatan presentasi objek lebih baik disajikan saja dengan menggunakan kamera. Maka oleh karena itu timbullah kemudian perbedaan antara “representasi” dengan “interpretasi”, antara citra dan lambang, yang merupakan fondasi yang kuat untuk menelaah perkembangan seni modern. Dari masa lampau kita mengenal adanya patronage (patron) dalam seni, yaitu perlindungan terhadap seni yang diberikan oleh tokoh-tokoh penguasa atau gereja demi kelangsungan perkembangannya. Pasang surutnya kemampuan pelindung atau penunjang seni ini dalam melakukan fungsinya besar sekali pengaruhnya dalam perkembangan seni modern. Misalnya, apabila pada masa kejayaannya patron-patron seni tersebut adalah diktator-diktator seni yang bisa memaksakan arah perkembangan seni karena merekalah yang membiayainya, maka kini sebaliknyalah yang terjadi; mereka itu yang harus tunduk pada kemauan para seniman. Pada zaman modern ini seniman tidak lagi menunggu uluran tangan mereka yang memiliki uang untuk menciptakan karyanya. Mereka mampu membiayai sendiri ciptaan- ciptaannya. Hal ini dimungkinkan pula antara lain oleh makna populernya seni-seni kecil semacam lukisan ukuran esel (easel-painting) atau patung dada ukuran sebenarnya (life size), yang biayanya relatif murah dan dapat diusahakan sendiri oleh para seniman penciptanya, sehingga karenanya mereka dapat melepaskan diri dari ketergantungannya pada seorang pelindung. Sebagaimana diketahui di masa lampau, pada saat keemasan agama atau di waktu kejayaan kekaisaran yang absolut, yang berkembang sangat menonjol adalah jenis kesenian kolosal, lukisan dinding yang besar-besar, arsitektur istana dan gereja, maupun patung-
  • 21. patung besar yang disejajarkan dengan kebesaran para pendukungnya yang tidak mungkin di usahakan sendiri oleh senimannya. Dengan demikian si sponsor ini menjadi penentu kemana seniman atau karya seni akan di arahkan. Pecahnya Revolusi Perancis pada tahun 1789 merupakan titik akhir dan kekuasaan feodalisme di Perancis yang pengaruhnya terasa juga pada bagian-bagian dunia lainnya. Demikian pula revolusi ini ternyata tidak hanya merupakan perubahan tata politik dan tata sosial saja, tetapi juga menyangkut kehidupan seni, karena dengan ini berarti berakhir pulalah pengaruh raja atas kehidupan dan perkembangan seni. Jauh sebelum itu antara gereja dan seniman telah pula terjadi keretakan hubungan yang di satu fihak disebabkan oleh kemunduran fungsi dan daya tarik gereja di masyarakat sejak zaman Renaisance dan di lain fihak karena dunia seni telah menemukan tuannya yang baru, yaltu raja dan para bangsawan yang merupakan penguasa-penguasa dan pemilik harta sejak kemerosotan fungsi gereja. tersebut. Oleh karena itu, kini para seniman modern menjadi tokoh-tokoh yang bebas, melayang- layang tanpa tambatan. Mereka tidak punya lagi fungsi yang terang dalam tatà sosial yang baru itu. Maka lambat laun terbentuklah kelompok baru dalam masyarakat, ialah kelompok seniman. Sedikit demi sedikit mereka mulai mencipta semata-mata memperturutkan panggilan hati masing-masing, melukis bukan karena ada yang meminta atau memberi tugas, melainkan semata-mata karena ingin melukis saja. Maka dengan demikian mulailah riwayat seni lukis modern dalam sejarah yang ditandai dengan individualisasi dan isolasi diri ini. b. Seni Rupa Kontemporer Karya seni rupa kontemporer adalah karya seni rupa masa kini. Karya seni rupa kontemporer lebih dipengaruhi oleh waktu dimana karya seni tersebut diciptakan. Umumnya tema yang diangkat dalam karya seni kontemporer adalah masalah-masalah yang berkaitan dengan situasi dan kondisi saat karya tersebut. Istilah kontemporer sendiri berasal dari kata contemporary yang berarti apa-apa atau mereka yang hidup pada masa yang bersamaan (D. Maryanto, 2000). Walaupun demikian istilah “seni rupa kontemporer” ternyata tidak dapat begitu saja dapat diterjemahkan sebagai seni dengan sifat kekinian seperti dijelaskan di atas. Istilah seni
  • 22. rupa kontemporer di Barat pada kenyatannya masih menimbulkan perdebatan, terutama karena tidak ada ciri dominan yang dapat dirujuk untuk menunjuk kepada suatu praktek atau bentuk seni yang baku. Di Barat, wacana kontemporer dimulai dengan menunjukkan pada berakhirnya era modernisme dalam seni rupa (modern art). Berakhirnya era ini memunculkan terminologi baru yang kemudian dipakai dalam praktek seni rupa di Barat yaitu kecenderungan seni rupa beraliran posmodern (post-modernisme). Istilah posmodern sendiri ternyata menyimpan persoalan—karena terlalu rumit pengertian yang dibawanya—sehingga lebih banyak digunakan istilah seni rupa kontemporer (contemporary art). Walaupun demikian, istilah ini masih mendatangkan masalah karena tidak mengarah pada pengertian seni rupa tertentu. Kerumitan ini ditambah dengan pengertian contemporary yang secara leksikal sama dengan pengertian modern yang berarti juga ”masa kini” (A. Irianto, 2000). Seni rupa kontemporer dapat dikatakan sebagai sebuah wacana dalam praktek seni rupa di Barat yaitu praktek seni rupa yang menunjuk kepada kecenderungan posmodern. Kecenderungan ini menyiratkan wacana dalam praktek seni rupa yang “anti modern”. Hal ini disebabkan karena salah satu paradigma kemunculan posmodern adalah paradigma yang menolak modernisme. Sifat-sifat modern yang ditolak diantaranya adalah semangat universalisme, kolektivitas, membelakangi tradisi, mengedepankan teknologi, individualitas (I. M. Pirous, 2000) serta penolakan (pelecehan) non-Barat. Sifat-sifat modern ini pada perkembangannya seolah-olah mengesampingkan berbagai produksi kesenian non-Barat yang dianggap lebih rendah dari seni modern karena bersifat tradisional. Sifat inilah yang ditentang oleh penganut seni rupa posmodern karena sifat-sifat modern tadi tidak mengakui karya seni rupa tradisonal yang dihasilkan oleh budaya komunal sebagai karya seni rupa yang sejajar dengan karya seni rupa modern.
  • 23. Sumber gambar: http://art-burger.com Andy Warhol Portrait in pop art Ciri kontemporer dalam wacana seni rupa kemudian dikukuhkan dengan semangat pluralisme (keberagaman), berorientasi bebas serta menghilangkan batasan-batasan kaku yang dianggap baku (konvensional) dalam seni rupa selama ini. Dalam seni rupa kontemporer batasan medium dan pengkotak-kotakan seni seperti “seni lukis”, “seni patung” dan “seni grafis” nyaris diabaikan. Orientasi bebas dan medium yang tidak terbatas memunculkan karya-karya dengan media-media inkonvensional serta lebih berani menggunakan konteks sosial, ekonomi serta politik (Sumartono, 2000).. Walaupun ada pemaknaan khusus dalam wacana seni rupa kontemporer seperti telah disebutkan di atas, tetapi arti leksikal yang menunjukkan konteks kekinian tidak dapat diabaikan begitu saja. Berdasarkan konteks kekinian, seni rupa kontemporer dapat
  • 24. dipandang sebagai karya seni yang ide dan pembahasannya dibentuk serta dipengaruhi sekaligus merefleksi kondisi yang mewarnai keadaan zaman ini tempat “budaya global” menyeruak, yang menebarkan banyak pengaruh yang menjadi penyebab berbagai perubahan dan perkembangan. Dengan demikian konsep seni rupa kontemporer yang dimaksud dalam tulisan ini dapat dipakai untuk menunjukkan wacana seni anti-modern yang mengagung-agungkan universalitas, menggunakan medium inkonvensional, berorientasi bebas, tidak terikat pada konvensi-konvensi yang baku, meniadakan pengkotak-kotakan serta lebih berani menyentuh persoalan sosial, ekonomi serta politik. Persoalan sosial, ekonomi dan politik ini diwarnai dengan keadaan zaman di mana budaya global banyak memberikan pengaruh terhadap perubahan dan perkembangan yang bersifat kultural. Corak karya seni kontemporer ada bermacam-macam antara lain bercorak realis, abstrak, dekoratif, dan ekspresif. Contoh karya seni kontemporer antara lain seni lukis, seni patung, dan seni instalasi. Karya instalasi lebih bervariasi, baik menyakut temanya media yang dipakai maupun teknik penciptaan. Karya seni rupa instalasi umumnya lebih mengedepankan pemikiran-pemikiran atau konsep penciptaan karya daripada bentuk visualnya. Karya seni rupa kontemporer diciptakan sebagai media ekspresi bagi penciptanya untuk menuangkan gagasan, hal-hal yang dicita-citakan, pikiran, perasaan, atau pandangan hidup dari penciptanya. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi karya seni rupa baik tradisi, modern, maupun kontemporer yaitu sebagai media ekspresi, sebagai hiasan (dekorasi) untuk mengungkapkan kenyataan (realitas) untuk mengabdikan sesuatu, untuk mengungkapkan nilai-nilai keagamaan (religi),untuk mengungkapkan fantasi (daya imajinasi), untuk menciptakan keharmonisan untuk kritik sosial. Disamping itu karya seni berfungsi sosial atau untuk kepentingan sosial. Misalnya dapat dipakai sebagai penerangan, informasi, dan pendidikan yang menyangkut kepentingan umum dan dapat dinikmati oleh masyarakat. Seni Kontemporer adalah salah satu cabang seni yang terpengaruh dampak modernisasi. Kontemporer itu artinya kekinian, modern atau lebih tepatnya adalah
  • 25. sesuatu yang sama dengan kondisi waktu yang sama atau saat ini; jadi seni kontemporer adalah seni yang tidak terikat oleh aturan-aturan zaman dulu dan berkembang sesuai zaman sekarang. Lukisan kontemporer adalah karya yang secara tematik merefleksikan situasi waktu yang sedang dilalui. Misalnya lukisan yang tidak lagi terikat pada Rennaissance. Begitu pula dengan tarian, lebih kreatif dan modern. Kata “kontemporer” yang berasal dari kata “co” (bersama) dan “tempo” (waktu). Sehingga menegaskan bahwa seni kontemporer adalah karya yang secara tematik merefleksikan situasi waktu yang sedang dilalui. Atau pendapat yang mengatakan bahwa “seni rupa kontemporer adalah seni yang melawan tradisi modernisme Barat”. Ini sebagai pengembangan dari wacana pascamodern (postmodern art) dan pascakolonialisme yang berusaha membangkitkan wacana pemunculan indigenous art (seni pribumi). Atau khasanah seni lokal yang menjadi tempat tinggal (negara) para seniman. Dalam pengertian lain, menurut kamus umum bahasa Indonesia susunan J.S Badudu dan Muhammad Zaid, terdapat tiga leksikal tentang kata kontemporer, yaitu pertama “semasa atau sezaman”, kedua “bersamaan waktu”, dan yang ketiga adalah “masa kini atau dewasa ini”. Untuk menjelaskan lebih jauh, Badudu memberikan satu contoh kalimat, yakni “seni kontemporer tidak dapat bertahan lama” (Badudu Zain : 1994 : 714). Dengan contoh ini Badudu ingin menegaskan bahwa seni kontemporer adalah seni yang bertahan sezaman saja. Dengan denikian, kata masa kini juga berarti sezaman, masa saat sekarang. Sementara itu, Oxford dictionaty (1994:253) memberikan pengertian yang kurang lebih sama, yakni living or occurring at the same time, dating from the same times. Dari makna leksikal diatas nampak bahwa masalah waktu kesezamanan atau kekinian merupakan batasan tegas dalam konsep itu. Dengan demikian, seni rupa kontemporer bisa diartikan sebagai seni rupa atau aktifitas kesenian pada saat ini. Pengertian ini jelas masih sangat umum, bahkan bisa dikatakan ambigu. Bersifat umum sebab tidak merujuk pada satu genre, paham, ideologi dan lain-lain sehingga bisa dikatakan bahwa seni rupa masa kini adalah seni rupa yang berciri tertentu.
  • 26. Sementara itu, batasan waktu masa kini sebagai pengertian kontemporer juga bersifat ambigu. Ia akan sangat tergantung pada zaman seseorang itu menggunakannya. Dengan demikian dekali lagi bisa ditegaskan bahwa kontemporer yang dilekatkan pada frase seni rupa bukan merupakan istilah yang merujuk pada sebuah aliran atau gaya berkesenian, melainkan hanya sebuah aktifitas berkesenian yang dianggap terkini pada setiap zaman bersangkutan. Dibarat sendiri, yang nota bene sebagai pihak pertamayang memunculkan istilah contemporary art, pengertian yang sama juga terjadi. Arthur Danto mengatakan bahwa belum terbentuk definisi seni kontemporer dalam konteks “gaya kontemporer”. Sejauh ini, penyebutan istilah seni rupa kontemporer tidak problematik. Persoalan- persoalan baru muncul ketika istilah tersebut dikaitkan dengan wacana yang berkembang dalam dunia kesenian secara umum dan seni rupa itu sendiri secara khusus. Dalam ranah ini istilah seni rupa kontemporer sering dihubungkan dengan sebuah gejala senirupa yang membedakan dirinya dari seni rupa sebelumnya, yakni seni rupa modern.. seni rupa kontemporer di kategorikan sebagai karya yang dihasilkan oleh paradigma postmodern. Sehingga beberapa pihak acap menyulih istilah kontemporer dengan postmodernisme. Danto(1995:10) mengatakan istilah seni rupa kontemporer bisa di gantikan dengan seni rupa postmodern, dan menurutnya, istilah yang terakhir ini bisa dianggap yang lebih mendasar. jadi, kontemporer sendiri adalah salah satu cabang seni yang terpengaruh dampak modernisasi. Kontemporer itu artinya kekinian, modern atau lebih tepatnya adalah sesuatu yang sama dengan kondisi waktu yang sama atau saat ini; jadi seni kontemporer adalah seni yang tidak terikat oleh aturan-aturan zaman dulu dan berkembang sesuai zaman sekarang.
  • 27. Sumber gambar: http://arijose.tumblr.com Menurut pendapat lain justru berbanding terbalik Paham postmodern atau kontemporer menyuarakan penentangannya terhadap kemapanan paham modern yang telah membawa manusia kehilangan jati dirinya, sehingga mengakibatkan masyarakat yang seragam, serba kaku, mengabaikan keanekaragaman budaya bangsa-bangsa di dunia, sedangkan postmodern memberi ruang gerak yang lebih luas terhadap tumbuhnya kebudayaan bangsa-bangsa yang begitu bervariasi. Berbagai kebingungan dengan istilah pasti akan di temukan disini. Seni rupa cenderung bisa di definisikan dengan terlebih dahulu menjelaskan apa yang dimaksud postmodern itu sendiri. Tapi istilah ini akan sulit dipahami tanpa memperbandingkan dengan paradigma yang mendahuluinya, yakni modern. Dengan menjelaskan hubungan- hubungan ini orang sering menumpangtindihkan beberapa istilah, yakni modern, modernitas, modernisme, postmodern, dan postmodernisme.untuk itu sebelunmya istilah-istilah ini perlu didefinisikan dengan jelas. Yasraf amir piliang (2006:75) menjelaskan istilah-istilah tersebut dengan menunjukkan perbedaan-perbedaannya.
  • 28. 1. Modern-posmodern Istilah ini mengacu pada watu, era, zaman, dan semangat zaman. Postmodern bisa dikatakan sebagai waktu, era, zaman, dan semangat setelah modern. 2. Modernitas-posmodernitas Istilah ini mengacu pada kondisi, keadaan, situasi umum, realitas, dan dunia kehidupan. Modernitas adalah sebuah kondisi, keadaan, situasiumum, realitas, dan dunia kehidupan yang memiliki ciri kemajuan, intregrasi, keterpusatan, kontinuitas, dan kebaharuan. Sedangkan posmodernitas adalah kondisi, keadaan, situasi umum, realitas, dan dunia kehidupan yang memiliki ciri nostalgia, pastiche, disintregrasi, fragmentasi, heterogenitas, dan decentering. 3. Modernisme-posmodernisme Istilah ini mengacu pada gerakan, gaya, ideologi, kecenderungan, metode, cara hidup dan keyakinan. Modernisme adalah gerakan, gaya, ideologi, kecenderungan, metode, cara hidup, dan keyakinan yang mengacu pada universalisme, internasionalisme, imperalisme, etnosetrisme, dan rasisme. Postmodernisme adalah gerakan, gaya, ideologi, kecenderungan, metode, cara hidup, dan keyakinan yang mengacu pada pluralisme, dekonstruksionisme, multikulturalisme, pokolonialisme, dan fenimisme. Tampak dari istilah diatas modern berbanding lurus dengan modernitas dan modernisme. Istilah ini kemudian dapat dipahami berbanding terbalik dengan pestmodern, postmodernitas dan postmodernisme. Mengacu pada istilah diatas, seni rupa yang memiliki kecenderung pada postmodern adalah seni rupa yang bisa dibedakan dengan deni rupa pada paradigma modern. Pada penjelasan diatas pula dapat dipahami bahwa seni rupa kontemporer adalah seni yang meminjam masa lalu untuk konteks baru, jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam hal ini ornamen mampu masuk dalam senirupa komtemporer, mengingat ornamen tidak terlepas dari seni rupa tradisi maupun
  • 29. modern. Hanya saja dalam seni rupa kontemporer ornamen mengalami perubahan sesuai dengan keadaan pada saat itu pula. Dengan mengacu pada era atau zaman, seni rupa kontemporer juga mengangkat sejarah lama kembali, dalam seni rupa kriya khususnya, seni ornamen menjadi ciri khas dalam karya seninya, selain sebagai seni hias, seperti yang dijelaskan diatas tadi, ornamen juga memegang peran dalam nilai simbolik sebuah karya seni, maka dari itu ornamen dan dekorasi dianggap penting dala seni rupa komtemporer. Secara lebih rinci, barret (1994:109-112) melalui sabana (2002:18) memberikan rincian kembali tentang ciri seni rupa kontemporer. Selain yang dijelaskan diatas, seni rupa kontemporer juga banyak menimba dari budaya populer, pendapat ini jelas akan menjadikan peran ornamen yang menjadi ikon maupun simbol dari daerah tertentu akan mendapatkan peran semula. Selain itu ciri yang lain adalajh eklektik, orientasi tema dan medium bebas, kepedulian terhadap kejadian sosial dan juga politik, serta sikap kritis dan skeptic seniman terhadap kesenian dan jamannya seta isu kelas sosial, ras, gender, usia, bangsa, alam agama, lingkungan dan sebagainya. Secara awam seni kontemporer bisa diartikan sebagai berikut: 1) Tiadanya sekat antara berbagai disiplin seni, alias meleburnya batas-batas antara seni lukis, patung, grafis, kriya, teater, tari, ocia, anarki, omong kosong, hingga aksi politik. 2) Punya gairah dan nafsu “ ocial tic” yang berkaitan dengan matra ocial dan politik sebagai tesis. 3) Seni yang cenderung diminati media massa untuk dijadikan komoditas pewacanaan, sebagai aktualitas berita yang fashionable. Antara modern dan kontemporer secara umum tidak dapat dipilah berdasarkan waktu, hal ini mengakibatkan tidak jelasnya pemisah antara kedua istilah tersebut. Instilah modern dan kontemporer dalam konteks seni rupa dijelaskan oleh Kramer dalam Dharsono sebagai berikut: 1) Pengertian “kontemporer” dibandingkan dengan istilah modern hanya sekedar sebagai sekat munculnya perkembangan seni rupa sekitar tahun 70-an dengan
  • 30. menempatkan seniman-seniman Amerika seperti David Smith dan Jackson Pollock sebagai tanda peralihan (Dharsono, 2004: 223). 2) Pengertian kontemporer dalam bidang arsitektur memiliki pengertian lain, hal ini diungkapkan oleh Kultermann seorang pemikir asal Jerman, “berdasarkan teori Udo pengertian kontemporer dekat dengan paham post-modern… menjelang 1970. Paham baru ini menentang kerasionalan paham modern yang dingin dan berpihak pada simbolisme instink” (Dharsono, 2004: 223). Dalam istilah seni pengertian ini ditafsirkan lebih lajut oleh Douglas Davis kontemporer sebagai kembalinya upaya mencari dan mengangkat nilai-nilai budaya dan kemasyarakatan atau dalam istilah seni kembali ke konteks. 3) Seperti telah kita ketahui, seni kontemporer dalam bahasa Indonesia padanannya adalah “seni masa kini” atau juga “seni mutakhir”. Dalam khazanah seni modern yang telah berusia ratusan tahun, kehadiran seni kontemporer cukup rumit dan menimbulkan kontroversi yang berkepanjangan. 4) Paradigma Seni Rupa Kontemporer Pada seni klasik, dapat ditemukan komposisi bentuk dan isi cerita/legenda seperti lukisan "Monalisa", dimana tendapat spiritual abad itu tentang "perempuan" yang tidak akan ditemukan pada zaman sesudahnya. Karena adanya evolusi/difusi kebudayaan, maka terjadi perubahan yang disebabkan lingkungan dan waktu. Seni klasik jadi seni peralihan -- impressionisme. Pelukis Renoir dan Manet kala itu berprinsip bahwa "manusia berjarak objektif dengan barang fisik dan manusia berperasaan lebih unggul dari benda". Pada era impresionisme terdapat jarak sebagai batas yang tak terjembatani antara subjek dengan objek, antara manusia dengan alam. Kreativitas seniman terus bergulir. Bermula ditinggalkannya paradigma klasik Renaisance ke paradigma baru impressionisme (permulaan abad ke-20), lalu ekspresionisme, abstrak, dadaisme, kubisme, abstrak ekspressionisme, abstrak formalisme, pop-art, neo-dada, optic-art, minimalisme, hingga surealisme. Semua gaya (isme) yang berasal dari Barat itu menyebar dan menguasai dunia serta
  • 31. mengkokohkan sebagai seni modern dunia atau modernisme yang sering disebut "seni tinggi" (advance guard). Seni rupa modern Barat mengklaim dunia sebagai ruang lingkupnya yang berakar pada internasionalisasi ide-ide Barat yang disebut westernisasi yang kemudian membangkitkan reaksi negara-negara non-Barat. Munculnya perkembangan arus utama (mainstream) di pusat-pusat seni rupa modern yang menyudutkan seni rupa di luar Eropa-Amerika dan ditolaknya standar nilai serta perkembangan periferi di luar arus utama, dimana seluruh museum dan galeri seni rupa modern di Amerika menolak karya-karya modern Indonesia dan Thailand. Sebagai reaksi kejadian ini maka muncullah pameran-pameran internasional (KIAS) dari negara-negara nonblok (GNB). Modernisme pada intinya merupakan suatu keyakinan akan kemandirian nilai estetika yang harus ditingkatkan secara terus-menerus. Keyakinan tersebut melahirkan norma-norma kebaruan, keaslian dan kreativitas. Seniman dituntut untuk menciptakan keharuan dan keaslian, sehingga terjadi penolakan-penolakan sejak tahun 1960-an serta makin memuncak pada masa berikutnya. Pada pertengahan abad ke-20, modernisme dianggap sebagai suatu beban oleh kaum muda dan mulai ditentang, yang setelah modernisme disebut post-modernism atau post-mo, maka muncullah paradigma baru yakni seni kontemporer. Seni kontemporer memberi terobosan baru yang sangat bebas dalam pengekspresian emosi seniman dan terasa tanpa beban. Seni kontemporer dapat dipandang secara apresiatif sebagai kegairahan intelektual, setidak-tidaknya menjadi modal bagi tumbuhnya daya respons dalam menyongsong era baru yaitu post-modern, yang dianggap positif mengimbangi humanisme dan intelektual daripada kecenderungan dehumanisasi dan kedangkalan budaya modern yang dimotori ekonomi kapitalis yang transnasional serta inovasi teknologi yang makin canggih. Di Barat pada 1970-an, muncul suatu reaksi terhadap idealisme high art (advance guard) dan muncul era post-modern yang menampilkan multivariousness.
  • 32. Pendekatan pluralistik yang menekankan unity -- kebersamaan dalam keragaman, merupakan kesamaan reaksi di arus utama terhadap standar-standar senirupa internasional sebagai arus baru perkembangan dan pemikiran seni rupa kontemporer yang lepas dari universalisme dan kaburnya batasan seni rupa modern dari seni rupa kontemporer. Pada seni kontemporer, seniman bebas menengok ke masa lalu, masa kini dan masa mendatang. Dapat pula memakai kekayaan budaya tak terbatas banyaknya. Juga tiada lagi "kebenaran tunggal" dan muncul pluralisme. Inilah paradigma baru seni kontemporer yang mengandung makna netral dari pengertian seni masa kini. Walaupun situasinya modern disemangati Garde Depan dengan merebaknya happening art, performance art dan seni instalasi. Juga atas kehadiran isu-isu multikultural, gender, sosial, bangkitnya seni pinggiran dan lainnya. Post-modernism atau pasca-modernisme yang bermula dari gerakan seni masa kini telah bergeser menjadi gerakan budaya. Pergeseran ini dimungkinkan bukan hanya disebabkan basis material kebudayaan (difusi kebudayaan) seperti dari manufaktur ke reproduksi, tapi juga karena para filsuf mengumumkan "kematian zaman modern" untuk menegakkan satu kesepakatan dalam kebersamaan sebagai dasar pembenaran yang plural sebagai paradigma baru serta wacana seni kontemporer. Untuk memperoleh kejelasan tentang seni kontemporer, perlu dibahas mulai dari seni modern, kemudian bagaimana seni modern akan keluar dari kepercayaan yang menyatakan bahwa seni yang merupakan ekspresi dunia objektif (fisik) tersebut kemudian masuk ke dalam seni kontemporer atau post-mo. Kehidupan manusia punya dua pijakan dasar yang kuat -- dunia (world) dan sikap dasar (basic attitude). Pada sikap dasar terdapat tiga jenis interest yaitu pengobjektifan, ungkapan, dan penyesuaian norma. Dunia manusia pun terdiri dari tiga; nyata, sosial dan pribadi. Seni dalam modern hanya ditemukan dalam dunia objektif dan dunia subjektif. Namun nilai keindahan dalam seni rupa modern sebagai ekspresi hanya akan ditemukan dalam bidang yang amat khusus. Kesenian modern bukanlah produk
  • 33. sosial, sikap atas rasionalitas ekspresif, sedangkan dunianya dalam dunia nyata/ objektif. Sumber gambar: http://faariscar.blogspot.com Card players by Paul Cezanne Diawali oleh pelukis Cezanne, dimana jarak antara manusia dan alam dibatasi dengan cara si subjek menguasai objek dengan mengekspresikannya. Dunia objektif dan subjektif yang terpisah dicoba disatukan walaupun dengan cara menguasai objek. Karena itu dalam seni modern, unsur yang sifatnya pribadi adalah sesuatu yang kurang baik dan tidak alamiah, sehingga Cezanne bukan melukiskan perasaannya tetapi melukis objek di luar dirinya. Objek ditangkap bentuk-bentuk murninya atau menggambar motif dari satu struktur. Cezanne dengan ini bukan mengekpresikan perasaannya, tetapi menganalisa sesuatu untuk diambil bentuk dasarnya, lalu dikeluarkan lagi ke atas kanvasnya. Seni modern adalah upaya menangkap gejala alam secara nyata dan di ekspresikan adalah pewujud serta pengantara dari konsep yang nyata. Ini berarti, bukan perasaan yang mau disampaikan, tapi konsep nyata mengenai sesuatu yang alamiah, tanpa sudut pandang lain, tanpa efek cahaya, tapi struktur atau motif yang menetap yang hendak ditangkap dan diungkapkan. Dalam seni modern, unsur
  • 34. perasaan mulai ditinggalkan dan yang tersisa adalah analisa. Puncak seni modern adalah penyimpangan dari bentuk atau mencari bentuk yang murni seperti lukisan Pablo Picasso, Mondrian, dll. Dari sini muncul ilmu baru seni rupa yang disebut "distorsi" atau perubahan bentuk. Di Indonesia, pada tahun 1938, pikiran S. Soedjojono (masa Persagi), pada intinya menyatakan seni adalah otonomi, dengan semboyannya "seni harus berjiwa nampak". Gaya ekspresionisme waktu itu sangat diyakini memiliki nilai abadi. Universalitas nilai keindahan, individualisme, keaslian, menekuni "satu gaya" menjadi ciri utama seni rupa modern yang membawa pembaruan dengan istilah humanisme universal. Modernisme di Indonesia kemudian dikembangkan oleh Seni Rupa ITB dengan gaya kubistis, lalu berkembang ke arah abstrak formalisme yang pada zaman Lekra ditentang dimana seni harus dapat dimanfaatkan sebagai sarana sosial dan politik yang disebut "Seni Realisme Sosial". Prinsipnya, seni tidak otonom, melainkan seni untuk manusia. Istilah seni kontemporer dalam arti seni masa kini sepanjang yang telah saya selusuri, sudah muncul sejak tahun 50-an. Pada waktu itu, karya seni masa kini hanya menyangkut nama-nama Picasso, Matisse, Braque dan lain-lain yang tidak bisa disebut satu persatu apakah tidak mengherankan jika pada tahun 1996 kita harapkan kepada bentuk seni yang sama sekali berbeda dengan tokoh-tokoh yang berbeda pula, namanya masih tetap sama yaitu seni kontemporer apa sebenarnya yang mempertautkan seni kontemporer tahun 50-an yang diwakili Picasso dan kawan-kawannya dengan seni kontemporer di tahun 1996 yang diwakili seni Pop, Happening art dan seni instalasi, dan sebagainya. Dengan memakai istilah seni kontemporer karena setiap ungkapan seni 10, 20, 50, seratus tahun yang lalu atau yang akan datang, pada zamannya yang bersangkutan tetap merupakan seni kontemporer. Seperti juga waktu yang akan datang dan pergi, juga ungkapan seni dari waktu ke waktu yang akan dan pergi masing-masing mempunyai bentuk, sifat dan kecenderungan masing-masing yang saling berbeda satu sama lain. Periode
  • 35. berikutnya adalah pendobrakan yang lengkap terhadap asas-asas seni rupa tradisi Barat. Bahkan, akhirnya pendobrakan ini semakin beraneka ragam. Dipengaruhi oleh semangat individualisme dengan jumlah pelukis yang semakin banyak maka seni kontemporer ini semakin dipadati oleh seni individual di mana setiap seniman berusaha untuk saling berbeda satu sama lain (Popo Iskandar, 2000:30). Ditinjau dari sudut ini seni kontemporer bukanlah konsep tetap. Seni kontemporer adalah dimensi waktu yang terus bergulir mengikuti perkembangan masyarakat dengan zamannya. Kiranya hanya satu indikasi yang bisa dijadikan titik terang istilah seni kontemporer, yakni lahir dan berkembang dalam khazanah dan ruang lingkup seni modern. ”Berlangsungnya perayaan ‘Boom seni lukis’ di akhir tahun 80-an dan awal akhir 90-an…seniman bergerak cepat menembus, melintas batas-batas tradisional negara yang membatasi identitasnya. Kelangsungan seni rupa kontemporer…tidak lagi mengusung semangat hebat, pemberontakan dan penyangkalan seperti pendahulunya di tahun 70-an (seni modern) tetapi melangsungkan negosiasi dengan berbagai senimanan baru, perubahan- perubahan yang serba cepat, peluang dan tentunya juga gemerlapnya pasar (Rizki A Zaelani, 1999:92). Untuk melengkapi batasan antara modern dan kontemporer dalam seni rupa, penulis (Senin, 17 Januari 2005) berhasil menghubungi Setiawan Sabana (pendidik, perupa, dekan FSRD ITB). Ia mengungkapkan, sesuai dengan hasil penelitiannya mengenai “Seni Rupa Kontemporer Asia Tenggara” yang dilakukannya selama 4 tahun, bahwa yang membedakan antara seni rupa modern dan kontemporer sebagai berikut: a) Seni rupa modern i) Memutuskan rantai dengan tradisi masa lalu, pada masa ini tradisi tidak menjadi perhatian yang signifikan dan itu dianggap sebagai seseuatu yang tidak perlu diotak-atik lagi tapi cukup dalam musium saja, ii) Adanya high art dan low art ( kesenian dianggap adiluhung),
  • 36. iii) Tema-tema sosial cenderung ditolak, dan iv) Kurang memperhatikan budaya lokal. b) Seni rupa kontemporer i) Tradisi dicoba untuk diangkat kembali misalnya tema lebih bebas dan media lebih bebas, ii) Tema-tema sosial dan politik menjadi hal yang lumrah dalam tema berkarya seni, iii) Membaurnya karya seni adiluhung/high art dan low art, iv) Masa seni rupa modern kesenian itu abadi maka masa kontemporer kesenian dianggap kesementaraan, v) Dulu ada istilah menara gading sekarang kesenian merakyat, jadi tidak lagi menjadi sesuatu yang perlu/harus bertahan, dan vi) Budaya lokal mulai bahkan menjadi perhatian. Selanjutnya ia menyimpulkannya bahwa fenomena seni rupa kontemporer Indonesia merupakan suatu refleksi, pencerminan evaluasi kembali, sikap evaluatif dan pencarian akan potensi-potensi kultural yang baru di negeri ini dan merupakan bentuk kesadaran baru dalam era global. BAB II SEJARAH DAN PERKEMBANGAN SENI RUPA MODERN KONTEMPORER INDONESIA A. Sejarah Perkembangan seni Rupa Modern Kontemporer Indonesia 1. Seni Rupa Modern Pengertian “modern” dalam terminologi seni rupa tidak bisa dilepaskan dari prinsip modernisme atau paham yang mendasari perkembangan seni rupa modern dunia sampai pertengahan abad ke-20. Seni rupa modern dunia memiliki nilai-nilai yang bersifat universal. Dari penafsiran seorang pelukis Jerman yang pindah ke Amerika Serikat sesudah Perang Dunia ke II, Hans Hofmann menyatakan hanya seniman dan gerakan di Eropa dan Amerika yang mampu melahirkan seni rupa modern, konsepsi poros Paris-New-York sebagai pusat perkembangan seni rupa modern.
  • 37. Seni modern lahir dari dorongan untuk menjaga standar nilai estetik yang kini sedang terancam oleh metode permasalahan seni. Modernisme meyakini gagasan progres karena selalu mementingkan norma kebaruan, keaslian dan kreativitas. Prinsip tersebut melahirkan apa yang kita sebut dengan “Tradition of the new” atau tradisi “Avant-garde”, pola lahirnya gaya seni baru pada awalnya ditolak, namun akhirnya diterima masyarakat sebagai inovasi terbaru. Seni modern dengan melahirkan Conceptual Art/ Seni Konseptual merupakan gerakan dalam menempatkan ide, gagasan atau konsep sebagai masalah yang utama dalam seni. Sedangkan bentuk, material dan objek seninya hanyalah merupakan akibat/efek samping dari konsep seniman. 2. Seni Rupa kontemporer Dalam seni rupa Indonesia, istilah kontemporer muncul awal 70-an, ketika Gregorius Sidharta menggunakan istilah kontemporer untuk menamai pameran seni patung pada waktu itu. Suwarno Wisetrotomo, seorang pengamat seni rupa, berpendapat bahwa seni rupa kontemporer pada konsep dasar adalah upaya pembebasan dari kontrak-kontrak penilaian yang sudah baku atau mungkin dianggap usang. Pendapat lain dari Yustiono, staf pengajar FSRD ITB, melihat bahwa seni rupa kontemporer di Indonesia tidak lepas dari pecahnya isu postmodernisme (akhir 1993 dan awal 1994), dimana sepanjang tahun 1993 menyulut perdebatan dan perbincangan luas baik di seminar-seminar maupun di media massa pada waktu itu. Sedangkan kaitan seni kontemporer dan (seni) postmodern, menurut pandangan Yasraf Amior Pilliang, pemerhati seni, pengertian seni kontemporer adalah seni yang dibuat masa kini, jadi berkaitan dengan waktu, dengan catatan khusus bahwa seni postmodern adalah seni yang mengumpulkan idiom-idiom baru. Lebih jelasnya dikatakan bahwa tidak semua seni masa kini (kontemporer) itu bisa dikategorikan sebagai seni postmodern, seni postmodern sendiri di satu sisi memberi pengertian, memungut masa lalu tetapi di sisi lain juga melompat kedepan (bersifat futuris). B. Perkembangan Seni Rupa Modern Kontemporer Indonesia
  • 38. Seni Rupa Modern adalah suatu karya seni rupa yang merupakan hasil kreativitas untuk menciptakan karya yang baru atau dengan kata lain karya seni rupa pembaruan. Kreativitas dalam seni rupa di dalamnya terdapat estetika, karakter, inovasi, dan originalitas. “Merapi” karya Raden Saleh Peirode Perintis (1826-1880), perkembangannya diawali oleh pelukis Raden Saleh. Berkat pengalamannya belajar menggambar dan melukis di luar negeri seperti di Belanda, Jerman, Perancis, beliau dapat merintis kemunculan seni rupa Modern di Indonesia. Corak lukisannya beraliran Romantis dan Naturalis. Aliran Romantisnya menampilkan karya-karya yang berceritera dahsyat, penuh kegetiran seperti tentang perkelahian dengan binatang buas. Gaya Naturalisnya sangat jelas nampak dalam melukis potret. Peiode Indonesia Jelita, masa ini merupakan kelanjutan dari masa perintisan setelah pakum beberapa saat karena meninggalnya Raden Saleh. Kemudian munculah seniman Abdullah Surio Subroto dan diikuti oleh anak-anaknya, Sujono Abdullah, Basuki Abdullah dan Trijoto Abdullah. Pelukis-pelukis Indonesia yang lain seperti Pirngadi, Henk Ngantung, Suyono, Suharyo, Wakidi, dll. Masa ini disebut dengan masa Indonesia Jelita karena pelukisnya melukiskan tentang kemolekan/keindahan obyek alam. Pelukis hanya mengandalkan teknik dan bahan saja. Karya Abdullah SR. (Pemandangan di sekitar Gn.
  • 39. Merapi, Pemandangan di Jawa Tengah, Dataran Tinggi di Bandung), karya Pirngadi (Pelabuhan Ratu), karyaBasuki Abdullah (Telanjang, Pemandangan, Gadis sederhana, Pantai Flores, Gadis Bali, dll.) Sumber gambar: http://topmdi.net Pemandangan di Jawa Tengah Abdullah Soerio Soebroto Peiode Pendudukan Jepang, kegiatan melukis pada masa ini dilakukan dalam kelompok Keimin Bunka Shidoso. Tujuannya adalah untuk propaganda pembentukan kekaisaran Asia Timur Raya. Kelompok ini didirikan oleh tentara Dai Nippon dan diawasi oleh seniman Indonesia, Agus Jayasuminta, Otto Jaya, Subanto, Trubus, Henk Ngantung, dll. Untuk kelompok asli Indonesia berdiri kelompok PUTRA (Pusat Tenaga Rakyat), tokoh-tokoh yang mendirikan kelompok ini adalah tokoh empat serangkai yaitu Ir. Sukarno, Moh. Hatta, KH. Dewantara dan KH. Mas Mansyur. Khusus yang menangani bidang seni lukis adalah S. Sudjojono dan Affandi. Pelukis yang ikut bergabung dalam Putra diantaranya Hendra Gunawan, Sudarso, Barli, Wahdi, dll. Pada masa ini para seniman memiliki kesempatan untuk berpameran, seperti pameran karya dari Basuki Abdullah, Affandi, Nyoman Ngedon, Hendra Gunawan, Henk Ngantung, Otto Jaya, dll.
  • 40. Jatuhnya kekuasaan Belanda ke tangan Jepang bukan hanya suatu kemenangan militer saja, tetapi bangsa Indonesia lebih melihat peristiwa ini sebagai kemenangan kepercayaan akan harga diri bangsa Asia terhadap bangsa Barat. Ini dipaparkan oleh A.D. Pirous bahwa: Kedatangan Jepang ke Indonesia pada waktu itu dirasakan sebagai “saudara tua” yang melepaskan kekuasaan penjajahan Belanda yang diterima dengan semangat persaudaraan yang erat. Jepang yang juga unggul dalam kebudayaan, diharapkan dapat membantu mengembangkan kebudayaan Indonesia, harapan ini jadi lebih diyakini, ketika pemerintah Jepang menampakan perhatiannya yang besar terhadap persoalan-persoalan kebudayaan (AD. Pirous 2003:3). Pada masa pendudukan Jepang seni rupa Indonesia mendapatkan perhatian yaitu dengan disediakannya alat-alat dan tempat untuk melukis sehingga terselenggara pameran lukisan pertama pada bulan September 1942. Tapi sayangnya karya-karya yang dibuat hanya sebagai propaganda pemerintahan Jepang yaitu dengan bertemakan kehebatan pemerintahan Jepang. Puncak campur tangan pemerintahan Jepang dapat dicatat pada bulan April tahun 1943 atau setahun setelah masa pendudukan. Jepang membentuk suatu badan kebudayaan yang diberi nama “Keimin Bunka Sidosho” dengan kontrol di bawah seniman Jepang yaitu Saseo Ono, di dalamnya tetap terdapat propaganda pemerintahan Jepang. Akan tetapi oleh para seniman lokal “Keimin Bunka Sidosho” dimanfaatkannya sebagai kesempatan untuk berlatih secara teratur dengan literatur dan peralatan yang ada, mereka mengadakan ceramah/diskusi tentang seni rupa dengan sedikitnya memberikan pandangan-pandangan baru tentang perkembangan kesenian (seni rupa) Indonesia. Di pihak lain Indonesia mendirikan “Poetra” yang dalam bagian seni rupanya dipimpin oleh S. Sujoyono dan Affandi. Selain mengabdi pada bidang seni, seniman-seniman lokal berjuang melawan pemerintahan Jepang lewat lukisan dan poster, dengan jiwa nasionalisme pada saat itu sebagai contoh lukisan Affandi menyindir pekerja romusha dengan badan kurus dan pakaian compang-camping, demikian juga poster dengan model pelukis Dullah, teks oleh Khairil Anwar “Boeng Ajo Boeng” direproduksi dan disebar lewat gerbong-gerbong kereta api.
  • 41. Periode Pasca Kemerdekaan, Pertama kali yang harus dipahami dari sejak awal adalah perkembangan seni rupa modern Indonesia merupakan proyek kebudayaan Barat yang dibawa melalui Kolonialisme Eropa (Belanda). Perkembangan (seni rupa modern) berbeda dengan seni rupa yang telah hidup lama (seni rupa lokal) di Indonesia. Jim Supangkat menandai ini dengan pernyataannya: “Indonesia Modern art grew out of western culture, it was not a continuity and development of traditional arts, which have a different frame of reference” (Jim Supangkat, dalam Khalid Zabidi 2003:23). setelah Indonesia merdeka bermunculanlah kelompok-kelompok seniman lukis Indonesia, diantaranya: (1) Sanggar Masyarakat (1946) dipimpin Affandi, kemudian diganti nama menjadi SIM (Seniman Indonesia Muda) yang dipimpin oleh S. Sudjojono; (2) Pelukis Rakyat (1947), Affandi dan Hendra Gunawan keluar dari SIM dan mendirikan Pelukis Rakyat dipimpin oleh Affandi; (3) Perkumpulan Prabangkara (1948); (4) ASRI (Akademi Seni Rupa (1948), tokoh-tokoh pendirinya RJ. Katamsi, S.Sudjojono,Hendra Gunawan, Jayengasmoro, Kusnadi dan Sindusisworo; (5) Tahun 1950 di Bandung berdiri Balai Perguruan Tinggi Guru Gambar yang dipelopori oleh Prof. Syafei Sumarya, Mochtar Apin, Ahmad Sadali, Sujoko, Edi Karta Subarna; (6) Tahun 1955, berdiri Yin Hua oleh Lee Man Fong ( perkumoulan pelukis Indonesia keturunan Tionghoa); (7) Tahun 1958, berdiri Yayasan seni dan desain Indonesia oleh Gaos Harjasumantri dkk; (8) Tahun 1959, berdiri Organisasi Seniman Indonesia oleh Nashar dkk. Periode Akademi (1950), Pengembangan seni rupa melalui pendidikan formal. Lembaga Pendidikan yang bernama ASRI yang berdiri tahun 1948 kemudiaan secara formal tahun 1950 Lembaga tersebut mulai membuat rumusan-rumusan untuk mencetak seniman-seniman dan calon guru gambar. Pada tahun 1959 di Bandung dibuka jurusan Seni Rupa ITB, kemudian dibuka jurusan seni rupa disemua IKIP diseluruh Indonesia. Periode Seni Rupa Baru, pada sekitar tahun 1974 muncul kelompok baru dalam seni lukis. Kelompok ini menampilkan corak baru dalam seni lukis Indonesia yang membebaskan diri dari batasan-batasan seni rupa yang telah ada. Konsep kelompok ini adalah: (1) Tidak
  • 42. membedakan disiplin seni; (2) Menghilangkan sikap seseorang dalam mengkhususkan penciptaan seni; (3) Mendambakan kreatifitas baru; (4) Membebaskan diri dari batasan- batasan yang sudah mapan; (5) Bersifat eksperimental. Seniman muda yang mempelopori kelompok ini adalah Jim Supangkat, S. Prinka, Dee Eri Supria, dll. Seni lukis modern Indonesia dimulai dengan masuknya penjajahan Belanda di Indonesia. Kecenderungan seni rupa Eropa Barat pada zaman itu ke aliran romantisme membuat banyak pelukis Indonesia ikut mengembangkan aliran ini. Sumber gambar: http://opencontours.files.wordpress.com Raden Saleh Syarif Bustaman adalah salah seorang asisten yang cukup beruntung bisa mempelajari melukis gaya Eropa yang dipraktekkan pelukis Belanda. Raden Saleh kemudian melanjutkan belajar melukis ke Belanda, sehingga berhasil menjadi seorang pelukis Indonesia yang disegani dan menjadi pelukis istana di beberapa negera Eropa. Namun seni lukis Indonesia tidak melalui perkembangan yang sama seperti zaman renaisans Eropa, sehingga perkembangannya pun tidak melalui tahapan yang sama. Era revolusi di Indonesia membuat banyak pelukis Indonesia beralih dari tema-tema romantisme menjadi cenderung ke arah "kerakyatan". Objek yang berhubungan dengan keindahan alam Indonesia dianggap sebagai tema yang mengkhianati bangsa, sebab dianggap menjilat kepada kaum kapitalis yang menjadi musuh ideologi komunisme yang populer pada masa itu. Selain itu, alat lukis seperti
  • 43. cat dan kanvas yang semakin sulit didapat membuat lukisan Indonesia cenderung ke bentuk- bentuk yang lebih sederhana, sehingga melahirkan abstraksi. Gerakan Manifesto Kebudayaan yang bertujuan untuk melawan pemaksaan ideologi komunisme membuat pelukis pada masa 1950an lebih memilih membebaskan karya seni mereka dari kepentingan politik tertentu, sehingga era ekspresionisme dimulai. Lukisan tidak lagi dianggap sebagai penyampai pesan dan alat propaganda. Perjalanan seni lukis Indonesia sejak perintisan R. Saleh sampai awal abad XXI ini, terasa masih terombang-ambing oleh berbagai benturan konsepsi. Kemapanan seni lukis Indonesia yang belum mencapai tataran keberhasilan sudah diporak-porandakan oleh gagasan modernisme yang membuahkan seni alternatif atau seni kontemporer, dengan munculnya seni konsep (conceptual art): “Installation Art”, dan “Performance Art”, yang pernah menjamur di pelosok kampus perguruan tinggi seni sekitar 1993-1996. Kemudian muncul berbagai alternatif semacam “kolaborasi” sebagai mode 1996/1997. Bersama itu pula seni lukis konvensional dengan berbagai gaya menghiasi galeri- galeri, yang bukan lagi sebagai bentuk apresiasi terhadap masyarakat, tetapi merupakan bisnis alternatif investasi. Seni rupa di Indonesia dari awal abad ke-20 sampai sekarang dan menyebabkan seluruh garis perkembangannya—pada era modern maupun contemporary—berbeda dengan perkembangan seni rupa di Eropa dan Amerika Serikat yang bertumpu pada art in Western sense. Penelitian tentang karya seni bukan merupakan suatu hal yang mudah melainkan suatu pekerjaan yang sangat pelik, dan membutuhkan kecerdasan dari sudut mana kita memandang. Hal ini sangat memberikan pengaruh pada hasil penelitian yang penuh dengan ketegangan antara sudut pandang ilmiah dan seni. Seni rupa secara sederhana, didefinisikan sebagai seni yang dapat dilihat atau tampak kasat mata. Dalam bahasa Inggris seni rupa disebut visual art, karena memang seni rupa hanya dapat dirasakan lewat penglihatan. Ini ditegaskan oleh Humar Sahman dalam bukunya “Mengenali Dunia Seni Rupa” sebagai berikut:
  • 44. “…peranan mata sangat menentukan apakah dalam proses mencipta sejak dari pengamatan sampai pada visualisasi, gagasan ataupun dalam proses apresiasi produk visualisasi itu. Orang yang buta warna walaupun sepintas-lintas matanya nampak beres- beres saja, tidak akan mampu menjadi perupa atau apresiator karya seni rupa yang kompeten (Humar Sahman, 1993: 200).” Banyak pendapat mengenai seni rupa selain visual art di antaranya spatial art yang dalam kamus bahasa Inggris berarti mengenai ruang/tempat. Hal ini dijelaskan lebih lanjut oleh Humar Sahman sebagai berikut: “… disebut spasial art jika yang diaksentuasi adalah ruang (space) seperti bangunan (arsitektur = seni mencipta ruang). Atau apabila karya yang diciptakan menempati ruang, baik dalam arti faktual maupun virtual (Humar Sahman, 1993:200).” Dalam artian terbatas seni rupa dapat diartikan “plastic” jika dalam konteks hanya memanfaatkan teknik membentuk bahan-bahan plastis (lunak) (Herbert Read, 2000: 1). Contoh dari pengertian ini adalah patung, keramik termasuk juga instalasi. Pendapat Jim Supangkat dalam SanentoY., (2001: ix) mengenai seni rupa dalam pengantar buku ‘Dua Seni Rupa” dapat dijadikan sebagai landasan dalam penelitian ini. Menurutnya seni rupa bila diterjemahan secara harfiah ke dalam bahasa Inggris maka terdapat dua istilah yang berbeda yaitu visual art dan fine art. Visual art mengacu pada pengertian seni yang menekankan “rupa”. Istilah ini mempunyai lingkup jauh lebih luas dari fine art. Seni rupa ini dapat dikatakan setua kebudayaan umat manusia karena memang ada di semua kebudayaan di segala zaman sejak zaman primitif. Sedangkan fine art mempunyai lingkup yang sangat sempit dan tradisinya terikat pada kebudayaan Barat. Membongkar persoalan seni rupa sedikit banyak mempersoalkan identifikasi melalui modifikasi pemikiran-pemikiran dengan menangkap gejala seni rupa. Munculnya seni rupa kontemporer mungkin dapat melahirkan persoalan rumit, sebab tidak semua seni yang dibuat pada masa sekarang adalah kontemporer. Hal ini akhirnya menyebabkan kecenderungan yang tidak bisa sepenuhnya dicerna dengan konsep, misalnya seni instalasi atau praktek- praktek seni rupa lainnya yang dianggap ekstrim. Setiap karya seni hendaknya memberikan manfaat pada masyarakat atau kehidupan umat, karya seni seperti inilah disebut karya seni yang berkualitas artinya masyarakat bisa menikmati dengan kepolosan apresiasi serta pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian
  • 45. akan timbul keseimbangan antara seniman karya seni dengan apresiator. Di lain pihak karya seni tidak harus selalu dapat dimengerti oleh masyarakat, akhirnya melahirkan gejala kurangnya apresiasi, kampungan, ketinggalan zaman dan sebagainya. Persoalan di atas merupakan permasalahan yang menyelesaikannya menuntut kreativitas. Setiap seniman dalam proses penciptaan karya seni hendaknya memakai pemikiran yang sangat matang. Berkaitan dengan proses penciptaan dalam hal ini Dharsono (2004: 28) membaginya dalam tiga komponen proses penciptaan karya seni yaitu tema, bentuk dan isi. Ketiga komponen ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah- pisahkan. C. Tokoh- tokoh dan Karyanya 1. Seni rupa Modern a. Affandi Sumber ga mbar: http://www.artp aintings ss.com Lukisan Affandi yang menampilkan sosok pengemis ini merupakan manifestasi pencapaian gaya pribadinya yang kuat. Lewat ekpresionisme, ia luluh dengan objek-objeknya bersama dengan empati yang tumbuh lewat proses pengamatan dan pendalaman. Setelah empati itu menjadi energi yang masak, maka terjadilah proses penuangan dalam lukisan seperti luapan gunung menuntaskan gejolak lavanya. Dalam setiap ekspresi, selain garis-garis lukisanya memunculkan energi yang meluap juga merekam penghayatan keharuan dunia bathinnya. Dalam lukisan ini terlihat sesosok tubuh renta pengemis yang duduk menunggu pemberian
  • 46. santunan dari orang yang lewat. Penggambaran tubuh renta lewat sulur-sulur garis yang mengalir, menekankan ekspresi penderitaan pengemis itu. Warna coklat hitam yang membangun sosok tubuh, serta aksentuasi warna-warna kuning kehijauan sebagai latar belakang, semakin mempertajam suasana muram yang terbangun dalam ekspresi keseluruhan. Namun dibalik kemuraman itu, vitalitas hidup yang kuat tetap dapat dibaca lewat goresan-goresan yang menggambarkan gerak sebagian figur lain. Dalam konfigurasi objek-objek ini, komposisi yang dinamis. Dinamika itu juga diperkaya dengan goresan spontan dan efek-efek tekstural yang kasar dari plototan tube cat yang menghasilkan kekuatan ekspresi. Pilihan sosok pengemis sebagai objek-objek dalam lukisan tidak lepas dari empatinya pada kehidupan masyarakat bawah. Affandi adalah penghayat yang mudah terharu, sekaligus petualang hidup yang penuh vitalitas.Objek-objek rongsok dan jelata selalu menggugah empatinya. Oleh karenanya, ia sering disebut sebagai seorang humanis dalam karya seninya. Dalam berbagai pernyataan dan lukisannya, ia sering menggungkapkan bahwa matahari, tangan dan kaki merupakan simbol kehidupannya. Matahari merupakan manifestasi dari semangat hidup. Tangan menunjukkan sikap yang keras dalam berkarya dan merealisir segala idenya. Kaki merupakan ungkapan simbolik dari motivasi untuk terus melangkah maju dalam menjalani kehidupan. Simbol-simbol itu memang merupakan kristalisasi pengalaman dan sikap hidup Affandi, maupun proses perjalanan keseniannya yang keras dan panjang. Lewat sosok pengemis dalam lukisan ini, kristalisasi pengalaman hidup yang keras dan empati terhadap penderitaan itu dapat terbaca. b. Raden Saleh
  • 47. Sumber gambar: http://www.artpaintingsss.com Lukisan Raden Saleh yang berjudul “Badai” ini merupakan ungkapan khas karya yang beraliran Romatisme. Dalam aliran ini seniman sebenarnya ingin mengungkapkan gejolak jiwanya yang terombang-ambing antara keinginan menghayati dan menyatakan dunia (imajinasi) ideal dan dunia nyata yang rumit dan terpecah-pecah. Dari petualangan penghayatan itu, seniman cenderung mengungkapkan hal-hal yang dramatis, emosional, misterius, dan imajiner. Namun demikian para seniman romantisme sering kali berkarya berdasarkan pada kenyataan aktual. Dalam lukisan “Badai” ini, dapat dilihat bagaimana Raden Saleh mengungkapkan perjuangan yang dramatis dua buah kapal dalam hempasan badai dahsyat di tengah lautan. Suasana tampak lebih menekan oleh kegelapan awan tebal dan terkaman ombak-ombak tinggi yang menghancurkan salah satu kapal. Dari sudut atas secercah sinar matahari yang memantul ke gulungan ombak, lebih memberikan tekanan suasana yang dramatis. Walaupun Raden Saleh berada dalam bingkai romantisisme, tetapi tema- tema lukisannya kaya variasi, dramatis dan mempunyai élan vital yang tinggi. Karya- karya Raden Saleh tidak hanya sebatas pemandangan alam, tetapi juga kehidupan manusia dan binatang yang bergulat dalam tragedi. Sebagai contoh adalah lukisan
  • 48. “Een Boschbrand” (Kebakaran Hutan), dan “Een Overstrooming op Java” (Banjir di Jawa), “Een Jagt op Java” (Berburu di Jawa) atau pada “Gevangenneming van Diponegoro” (Penangkapan Diponegoro). Walaupun Raden Saleh belum sadar berjuang menciptakan seni lukis Indonesia, tetapi dorongan hidup yang diungkapkan tema-temanya sangat inspiratif bagi seluruh lapisan masyarakat, lebih- lebih kaum terpelajar pribumi yang sedang bangkit nasionalismenya. Noto Soeroto dalam tulisannya “Bi het100” Geboortejaar van Raden Saleh (Peringatan ke 100 tahun kelahiran Raden Saleh), tahu 1913, mengungkapkan bahwa dalam masa kebangkitan nasional, orang Jawa didorong untuk mengerahkan kemampuannya sendiri. Akan tetapi, titik terang dalam bidang kebudayaan (kesenian) tak banyak dijumpai. Untuk itu, keberhasilan Raden Saleh diharapkan dapat membangkitkan perhatian orang Jawa pada kesenian nasional. c. Kartono Yudhokusumo Sumber gambar: http://www.artpaintingsss.com Kartono merupakan pelopor untuk genre lukisan dekoratif di Indonesia. Perkembangan itu dimulai dari lukisan-lukisan realismenya yang menggunakan warna-warna bebas. Dalam karya “Melukis di Taman”, 1952 ini, terlihat bagaimana corak dekoratif itu benar-benar menjadi jiwa. Semua objek dalam pemandangan itu digambarkan dengan rincian detail, baik yang ada di depan maupun di latar belakang yang jauh. Berbagai warna cerah pada objek juga lebih mencerminkan
  • 49. intuisi pelukis dari pada kenyataan yang ada di alam. Hal lain sebagai ciri genre lukisan ini adalah penggunaan perspektif udara (aerial perspective) yang memungkinkan cakrawala terlihat ke atas dan bidang gambar menjadi lebih luas, sehingga objek-objek lebih banyak dapat dilukiskan. Dalam lukisan ini terungkap romantisme pelukis dengan membayangkan dunia utuh dan ideal. Wanita-wanita berkebaya yang bercengkrama dan berkasihan, menjadi bagian penting diantara pohon-pohon dan binatang dalam taman yang penuh warna. Hal menarik lagi yaitu, pada sudut depan terlihat seorang laki-laki melukis model wanita dengan pakaian lebih modern di antara kerumunan wanita lain dalam pakaian kebaya. Selain hal itu menunjukkan setting sosial yang berkaitan dengan gaya hidup, juga bisa menjelaskan romantisisme pada pelukisnya. Dalam bawah sadarnya seorang romantis selalu menghadirkan dunia ideal dari kontradiksi atau berbagai kenyataan yang terpecah-pecah. Besar kemungkinan tokoh sentral dalam karya-karyanya adalah manifestasi dunia ide yang dimunculkan. Namun demikian dalam kebanyakan genre corak dekoratif, ada kesadaran bahwa alam adalah kosmos dan manusia hanya merupakan titik bagian dari padanya. Oleh karena itu, dalam lukisan ini ego sang pelukis yang begitu ideal pun hanya diletakkan dalam bagian kecil, dari sudut lukisan yang sarat dengan objek dan kaya warna. 2. Seni Rupa Kontemporer a. A.D Pirous A.D. Pirous dikenal dengan karya-karyanya yang bernafaskan islami. Pengungkapannya dalam lukisan lewat konstruksi struktur bidang-bidang dengan latar belakang warna yang memancarkan berbagai karakter imajinatif. Dengan prinsip penyusunan itu, pelukis ini sangat kuat sensibilitasnya terhadap komposisi dan pemahaman yang dalam berbagai karakter warna. Nafas spiritual suatu ketika muncul dalam imaji warna yang terang, saat yang lain bisa dalam warna redup yang syahdu, sesuatu juga bisa muncul dalam kekayaan warna yang menggetarkan. Sentuhan ragam hias etnis Aceh, yang memuat ornament-ornamen atau motif
  • 50. Buraq, juga memberikan nafas sosiokultural yang islami dalam lukisannya. Sebagai puncak kunci nafas spiritual itu, adalah aksentuasi kaligrafi Arab yang melafaskan ayat-ayat Suci Al Qur’an. Sumber gambar: http://www.artpaintingsss.com Dalam lukisan “Beratapkan Langit dan Bumi Amparan” (QS. Al Baqarah: 22a), 1990 ini, Pirous juga menghadirkan spiritualitas yang menyentuh. Latar belakang biru ultramarine membawa imaji tentang kedalaman kosmos yang tak terhingga. Di atas, menyembul bagian dari potongan-potongan bidang oker yang mencitrakan suatu massa langit. Di bawah, dua bidang putih dengan kaligrafi Al Qur’an tegak menjadi pondasi yang kokoh untuk citra bumi. Di antara imaji antara langit dan bumi itu suatu garis putih yang serupa cahaya membelah vertikal melewati kedalaman kosmos. Dengan berbagai karakter yang dapat dibaca lewat fenomena tekstual tersebut, maka garis yang serupa cahaya itu, dapat ditafsirkan sebagai cahaya keilahian yang menghubungkan langit dan bumi. Dalam lukisan-lukisan yang lain, pelukis ini sering membangun suasana alam untuk memberikan latar belakang yang kuat yang berhubungan dengan ayat-ayat Al Qur’an dalam lukisannya. Lewat penyusunan bidang-bidang, ruang, dan warna-warna tertentu, suasana dalam lukisan dapat memantulkan senja yang temaram, pagi yang jernih, ataupun malam yang syahdu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Pirous juga berhasil
  • 51. mengembangkan seni lukis abstrak yang simbolis. Semua eksploitasi ide, medium, dan teknis tersebut akhirnya tidak hanya sekedar menempatkan Pirous sebagai pelukis kaligrafi yang handal, tetapi lebih jauh lagi mempertegas pencapaiannya sebagai pelukis spiritual islami b. S. Sudjojono Sumber gambar: http://www.artpaintingsss.com Jika pada lukisan “Di depan Kelamboe Terbuka” ekspresi Sudjojono terlihat sunyi tetapi mencekam, maka dalam karya “Tjap Go Meh”, 1940 ini, ia mengungkapkan emosinya dengan meluap-luap. Dalam lukisan karnaval perayaan keagamaan Cina tersebut, selain dihadirkan suasana hiruk pikuk muncul nuansa ironi. Ironi itu bisa sebatas pada karnaval yang meluapkan berbagai emosi secara absurd, namun lebih jauh lagi bisa mengandung komentar ketimpangan sosial. Hal itu mengingat setting sosial tahun pembuatan karya, adalah pada masa depresi ekonomi, tekanan pemerintah kolonial yang makin keras pada para nasionalis, dan euphoria menjelang kedatangan Jepang. Pada latar depan, terlihat seorang wanita dalam tarian dan gandengan seorang bertopeng, diapit oleh seorang ambtenar yang berdasi dan seorang pemusik bertopeng buaya. Di sisi lain ada seorang kerdil yang berdiri tegak
  • 52. temangu-mangu, sedangkan di latar belakang berombak masa yang berarak dan menari dalam kegembiraan. Walaupun lukisan ini berukuran kecil, namun Sudjojono benar-benar telah mewujudkan kredo jiwo ketoknya dalam melukis. Dalam “Tjap Go Meh” ini terlihat spontanitas yang meluap tinggi. Deformasi orang-orang dalam arakan dan warna-warnanya yang kuat, mendukung seluruh ekspresi yang absurd itu. Sudjojono dalam masa Persagi dan masa Jepang berusaha merealisir seni lukis Indonesia baru, seperti yang sangat kuat disuarakan lewat tulisan-tulisan dan karyanya. Jiwa semangat itu adalah menolak estetika seni lukis Mooi Indie yang hanya mengungkapkan keindahan dan eksotisme saja. Dengan semangat nasionalisme, Sudjojono ingin membawa seni lukis Indonesia pada kesadaran tentang realitas sosial yang dihadapi bangsa dalam penjajahan. Di samping itu, dia ingin membawa nafas baru pengungkapan seni lukis yang jujur dan empati yang dalam dari realitas kehidupan lewat ekpresionisme. Kedua masalah yang diperjuangkan tersebut, menempatkan Sudjojono sebagai pemberontak estetika “Mooi Indie” yang telah mapan dalam kultur kolonial feodal. Lukisan Sudjojono “Di Depan Kelamboe Terbuka” dan “Tjap Go Meh” ini, merupakan implementasi dari perjuangan estetika yang mengandung moral etik kontekstualime dan nasionalisme. Dengan kapasitas kesadaran dan karya-karya yang diperjuangkan, banyak pengamat yang menempatkan Sudjojono sebagai Bapak Seni Lukis Indonesia c. Fadjar Sidik
  • 53. Sumber gambar: http://www.artpaintingsss.com Dalam lukisan “Dinamika Keruangan”, 1969 ini, Fadjar Sidik menampilkan ritme-ritme bentuk dari dua gugusan elemen visual dengan dominan warna hitam dan warna kuning oker. Di sela-sela susunan bentuk terdapat bulatan-bulatan merah yang memberikan aksentuasi seluruh ritme itu, sehingga timbul klimaks yang menetaskan kelegaan. Jika dalam lukisan ini terdapat bentuk bulan dan sabit, hal itu sama sekali bukan representasi religius yang berkaitan dengan nilai simbolik bulan penuh dan bulan sabit. Demikian juga dengan gugusan bentuk-bentuk segi empat dan geliat sulur garis hitam, bukan abstraksi bentuk ular dan sarangnya yang mempunyai nilai magis simbolik. Pelukis ini lebih menekankan bagaimana dalam kanvasnya hadir ekspresi visual yang membuat dinamika, ketegangan, ritme, keseimbangan, atau karakter-karakter lain. Ungkapan dalam lukisan ini merupakan salah satu dari manifestasi pencapaian abstrak murni yang telah melewati proses panjang dalam kreativitasnya. Pencapaian Fadjar Sidik sampai pada bentuk estetik ini menunjukkan sikapnya sebagai seorang modernis. Hal itu justru dilatabelakangi oleh kekecewaannya sebagai seorang romantis yang kehilangan dunia idealnya, yaitu objek Bali yang telah berubah menjadi artifisial. Sebagai seorang yang mempunyai bahan dasar modernis lewat lingkungan kultural keluarga dan pendidikan, Fadjar tetap lebih dahulu melewati proses mengabstraksi bentuk-bentuk alam yang disukainya. Keputusan utntuk menciptakan bentuk-bentuk sendiri (ia sering menyebutnya sebagai desain ekspresif), tanpa merepresentasikan bentuk-bentuk apapun di alam, merupakan sikap yang purna dari pencarian dan pemberontakan estetiknya. Pemberontakan itu bisa lebih dilihat dengan makna sosial, karena Fadjar pada waktu itu berjuang sebagai seorang modernis dalam lingkungan seni lukis Yogyakarta yang masih kuat mengembangkan paradigma estetik kerakyatan. Sikap sosial yang terkristal dalam konsep estetis itu, menempatkan Fadjar Sidik sebagai agen perubahan dalam seni lukis modern Indonesia.
  • 54. BAB III ALIRAN SENI RUPA MODERN KONTEMPORER INDONESIA Aliran atau ideologi dalam seni rupa ada banyak sekali. Penggolongan aliran dalam seni rupa seringkali tidak dapat dibatasi oleh waktu tertentu apakah itu tradisional atau modern. Karena seringkali kita temui, beberapa aliran klasik atau modern masih dipakai dan dianut oleh seniman dan perupa kontemporer. Aliran seni rupa modern kontemporer Indonesia sendiri sampai saat ini terus berkembang dan mencari bentuk. Beberapa perupa dengan karyanya lahir mewakili aliran seni yang mereka tekuni. Aliran senir upa secara umum masih banyak mengadaptasi bentuk dan jenis aliran yang datang dari luar. Di bawah ini akan kami jabarkan beberapa aliran dalam seni rupa yang ada dengan para penganutnya maupun pencetusnya. Sebagai tambahan adalah perupa Indonesia yang menganut aliran ini. hanya dengan pelacakan sederhana, mungkin beberapa aliran seni rupa yang ada itu, tidak seluruhnya ada penganutnya di Indonesia. Pun begitu, beberapa nusantara yang sudah teridentifikasi alirannya akan kami cantumkan berikut ini. A. Impresionisme Impresionisme adalah sebuah aliran yang berusaha menampilkan kesan-kesan pencayaan yang kuat, dengan penekanan pada tampilan warna dan bukan bentuk. Namun kalangan akademisi ada yang justru menampilkan kesan garis yang kuat dalam impresionisme ini. Aliran Impresionisme muncul dari abad 19 yang dimulai dari Paris pada tahun 1860-an. Nama ini awalnya dikutip dari lukisan Claude Monet, "Impression, Sunrise" ("Impression, soleil levant"). Kritikus Louis Leroy menggunakan kata ini sebagai sindiran dalam artikelnya di Le Charivari.
  • 55. Sumber Gambar: http://senisman1sbw.wordpress.com/ Impressionisme merupakan corak seni rupa yang lahir pada tahun 1874. Aliran ini mengutamakan kesan selintas dari suatu obyek yang dilukiskan. Kesan itu didapat dari bantuan sinar matahari yang merefleksi ke mata mereka. Mereka melukiskan dengan cepat karena perputaran matahari dari timur ke barat. Karena itulah dalam lukisan impressionisme obyek yang dihasilkan agak kabur dan tidak mendetail. Tokoh aliran ini : Claude Monet, Aguste Renoir, Casmile Pissaro, SIsley, Edward Degas dan Mary Cassat. Di Indonesia penganut aliran ini : Kusnadi, Solichin dan Afandi (sebelum Ekspresionisme). Karakteristik utama lukisan impresionisme adalah kuatnya goresan kuas, warna-warna cerah (bahkan banyak sekali pelukis impresionis yang mengharamkan warna hitam karena dianggap bukan bagian dari cahaya), komposisi terbuka, penekanan pada kualitas pencahayaan, subjek-subjek lukisan yang tidak terlalu menonjol, dan sudut pandang yang tidak biasa. Pengaruh impresionisme dalam seni rupa juga merambah ke bidang musik dan sastra. Secara kebetulan, pada masa keemasan impresionisme, ditemukan pula penggunaan teknik fotografi. Pada awalnya fotografi dianggap bisa memusnahkan keberadaan seni lukis. Namun tujuan utama impresionisme yang menangkap kesan sesaat justru membuat fotografi