1. LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM
“Uji Kromatografi Lapis Tipis Herba Putri Malu (Mimosa pudica L.)”
NAMA : ASTRIANI
NIM : N111 12 338
KELOMPOK : VI (ENAM)
GOLONGAN : JUMAT SIANG
ASISTEN : MUHAMMAD AHSAN, S.Si.
HELVI SULISTIANI
MAKASSAR
2014
2. BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kromatografi merupakan metode analisis campuran atau larutan
senyawa kimia dengan absorpsi memilih pada zat penyerap, zat cair
dibiarkan mengalir melalui kolom zat penyerap, misalnya kapur, alumina
dan semacamnya sehingga penyusunnya terpisah menurut bobot
molekulnya, mula-mula memang fraksi-fraksi dicirikan oleh warna-
warnanya.
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif
dari suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-
komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran.Prinsip kerjanya
memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel
dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase
diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis
sampel yang ingin dipisahkan. Larutan atau campuran larutan yang
digunakan dinamakan eluen. Semakin dekat kepolaran antara sampel
dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak
tersebut .
Berdasarkan uraian di atas, maka pembahasan berikut
akan membahas tentang cara pemisahan senyawa dengan metode
kromatorafi lapis tipis (KLT). Salah satu metode analisis untuk
3. mengidentifikasi keberadaan senyawa polar maupun non polar dalam
ekstrak. Dengan metode ini dapat dibandingkan profil antara ekstrak awal,
ekstrak nonpolar (larut heksan) dan ektrak polar (larut BJA).
I.2 Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara-cara pemisahan dan identifikasi
senyawa dengan metode Kromatografi Lapis Tipis.
I.3 Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui langkah-langkah dan car pemisahan senyawa
dengan KLT pada ekstrak herba Putri Malu (Mimosa pudica L.).
I.4 Prinsip Percobaan
Pemisahan senyawa dengan metode Kromatografi Lapis Tipis
berdasarkan adsorbsi dan partisi. Dimana, sampel akan teradsorbsi pada
permukaan lempeng, kemudian terpartisi oleh eluen dengan kepolaran
tertentu. Selanjutnya, diamati dibawah lampu UV 254 nm dan UV 366 nm.
4. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Teori Umum
Kromatografi adalah prinsip pemisahan campuran senyawa atas
komponen-komponen berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi masing-
masing komponen di antara dua fase yaitu fase diam dan fase gerak.
Perbedaan kecepatan perpindahan tersebut dapat disebabkan oleh
perbedaan kemampuan masing-masing komponen untuk diserap
(absorpsi) atau perbedaan distribusi di antara dua fase yang tidak
bercampur(partisi) (1).
Fase diam (stasionary phase) merupakan salah satu komponen
yang penting dalam proses pemisahan dengan kromatografi karena
adanya interaksi dengan fase diamlah terjadi perbedaan waktu retensi (tR)
dan terpisahnya komponen senyawa analit. Fase diam dapat berupa
bahan atau poros (berpori) berbentuk molekul kecil atau cairan yang
umumnya dilapisi pada padatan pendukung dalam hal ini silika gel (2).
Fase gerak (mobile phase) merupakan pembawa analit dapat
bersifat inert maupun berinteraksi dengan analit tersebut. Fase gerak ini
tidak hanya dalam bentuk cairan tapi juga dapat berupa gas inert yang
umumnya dapat dipakai sebagai carrier gas senyawa mudah menguap
(volatile) (2).
Solut pada kromatograf dikarakterisasi dengan jarak migrasi solute
terhadap jarak ujung fase geraknya. Faktor retardasi solute (Rf) di
5. definisikan sebagai (3) :
Gambaran untuk menghitung nilai Rf terdapat dalam gambar
berikut :
Nilai Rf dihitung dengan perbandingan :
Rf=
Jarak yang ditempuh solut (A)
Jarak yang ditempuh fase gerak (B)
Nilai maksimum Rf adalah 1 dan ini dicapai ketika solute
mempunyai perbandingan distribusi(D) dan factor retensi(K’) sama dengan
0 yang berarti solute bermigrasi dengan kecepatan yang sama dengan
fase gerak. Nilai minimum Rf adalah 0 dan ini teramati jika solute tertahan
pada posisi titik awal di permukaan fase diam. Nilai Rf yang baik adalah
antara 0,2-0,8 (3).
Dalam kromatografi lapis tipis dilakukan penyinaran sinar UV 254
nm, 366 nm dan penyemprotan H2SO4 10%, dengan prinsip (4) :
1. UV 254 nm
Pada UV 254nm, lempeng akan berfluoresensi sedangkan sampel
akan tampak berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 254 nm
Rf =
1
1+k'
Sampel yang ditotolkan
Batas bawah
Jarak yang ditempuh solute/noda
Noda
Jarak yang ditempuh fase gerak
Batas Atas
B
A
6. terjadi karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator
fluoresensi yang terdapat pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang
tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen
tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke
tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali lagi ke keadaan semula
sambil melepaskan energi.
2. UV 366 nm.
Pada UV 366 nm, noda akan berfluoresensi dan lempeng akan
berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah
karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor
yang terikat oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari
tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali
lagi ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Sehingga noda yang
tampak pada lampu UV 366 nm terlihat terang karena silika gel yang
digunakan tidak berfluoresensi pada sinar UV 366 nm.
3. H2SO4 10%
Prinsip penampakan noda pereaksi semprot H2SO4 10% adalah
berdasarkan kemampuan asam sulfat yang bersifat reduktor dalam
merusak gugus kromofor dari zat aktif simplisia sehingga panjang
gelombangnya akan bergeser ke arah yang lebih panjang (UV menjadi
VIS) sehingga noda menjadi tampak oleh mata.
Kromatografi lapis tipis memiliki beberapa keuntungan, yaitu (5) :
1. Peralatan yang diperlukan sedikit
7. 6
2. Waktu analisis yang cepat
3. Hasil pemisahan lebih baik
4. Daya pemisahan tinggi
5. Pengerjaannya sederhana dan mudah
6. Harganya terjangkau
Keuntungan kromatografi lapis tipis adalah dapat memisahkan
senyawa yang sangat berbeda seperti senyawa organik alam dan
senyawa organik sintesis, kompleks organik dan anorganik serta ion
anorganik dalam waktu singkat menggunakan alat yang tidak terlalu
mahal. Metode ini kepekaannya cukup tinggi dengan jumlah cuplikan
beberapa mikrogram. Kelebihan metode ini jika dibandingkan dengan
kromatografi kertas adalah dapat digunakan pereaksi asam sulfat pekat
yang bersifat korosif, kelemahannya adalah harga Rf yang tidak tetap (5).
Kekurangan lain dari KLT adalah pemilihan fase diam terbatas, dan
koefisien distribusi untuk serapan seringkali tergantung pada kadar total,
sehingga pemisahannya kurang sempurna (4).
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam KLT (4) :
a. Lempeng yang akan digunakan harus diaktifkan terlebih dahulu agar
pada proses elusi lempeng silika gel dapat menyerap dan berikatan
dengan sampel. Pengaktifan lempeng dilakukan dalam oven pada
suhu 1100C selama 30 menit.
b. Chamber harus dijenuhkan untuk menghilangkan uap air atau gas lain
yang mengisi fase penjerap yang akan menghalangi laju eluen.
8. 7
c. Pada saat penotolan, hendaknya sampel jangan terlalu pekat sebab
pemisahannya akan sulit sehingga didapat noda berekor.
d. Penotolan harus tepat sehingga didapatkan jumlah noda yang baik.
e. Eluen yang digunakan harus murni sehingga tidak menghasilkan
noda lain.
Noda-noda yang diperoleh biasanya berekor disebabkan karena :
1. Penotolan yang berulang-ulang dan letaknya tidak tepat
2. Kandungan senyawa yang terlalu asam atau basa
3. Lempeng yang tidak rata
Silika gel merupakan fase diam yang sering digunakan pada TLC.
Dalam perdagangan dijual dengan variasi ukuran (diameter) 10-40μm.
Makin kecil diameter akan makin lambat kecepatan alir fase geraknya
dengan demikian mempengaruhi kualitas pemisahan. Luas permukaan
silika gel bervariasi dari 300-1000 m2/g. Bersifat higroskopis, pada
kelembaban relatif 45-75% dapat mengikat air 7-20%. Macam-macam
silka gel yang dijual dipasaran (5) :
1. Silika gel dengan pengikat. Pada umumnya digunakan pengikat
gypsum, (CaSO4 5-15%). Jenis ini diberi nama Silika gel G. Ada juga
menggunakan pengikat pati (starch) dan dikenal Silika gel S,
penggunaan pati sebagai pengikat mengganggu penggunaan asam
sulfat sebagai pereaksi penentuan bercak. Silika gel dengan pengikat
dan indikator flouresensi. Jenis silika gel ini sama seperti silika gel
diatas dengan tambahan zat berfluoresensi bila diperiksa dibawah
9. 8
lampu UV A, panjang atau pendek. Sebagai indikator digunakan timah
kadmium sulfida atau mangan-timah silikat. Jenis ini disebut Silika gel
GF atau Silika gel GF 254 (berflouresensi pada 254 nm).
2. Silika gel tanpa pengikat, dikenal dengan nama Silika gel H atau Silika
gel N. Silika gel tanpa pengikat tetapi dengan indikator flouresensi.
Silika gel untuk keperluan pemisahan preparatif.
Beberapa jenis penjerap fase diam yang dapat di gunakan untuk
KLT, yaitu (3) :
Penyerap Mekanisme absorpsi Penggunaan
Silika gel Adsorpsi
Asam amino, hidrokarbon,
vitamin,alkaloid, dsb
Silika yang
dimodifikasi
dengan
hidrokarbon
Partisi termodfikasi Senyawa-senyawa non polar
Serbuk selulosa Partisi
Asam amino, nukleotida,
karbohidrat.
Alumina Adsorpsi
Hidrokarbon, ion logam,
pewarna makanan, alkaloid
Kiesel guhr (tanah
diatomik)
Partisi Gula, asam-asam lemak
Selulosa penukar
ion
Penukar ion
Asam nukleat, nukleotida,
halida, dan ion-ion logam
Gel sephadex Eksklusi
Polimer, protein, kompleks
logam
β -siklodeksrin
Interaksi adsorpsi
stereo spesifik
Campuran enansiomer
Silika gel merupakan salah satu padatan anorganik yang
mempunyai situs aktif gugus silanol (Si-OH) dan siloksan (Si-O-Si) di
permukaan serta sifat fisik seperti kestabilan mekanik, porositas dan luas
permukaan. Adanya gugus –OH yang mampu membentuk ikatan hidrogen
10. 9
dengan gugus yang sama dari molekul yang lain menyebabkan silika
dapat digunakan sebagai pengering dan fase diam pada kolom
kromatografi atau adsorben untuk senyawa organik (6).
Rumus stuktur silica gel sebleum diaktifkan (5) :
Sering kali pada saat menotol terdapat noda yang berekor, hal ini
dapat diatasi dengan memperbaki cara penotolan noda pada lempeng,
mengunakan eluen yang tidak terlalu asam/basa, dan menggunakan
lempeng yang rata (4).
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering
dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar.
Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena
dayaelusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian
rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah
beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak (5) :
a. Fase gerak akan mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena
KLT merupakan teknik yang sensitif.
SiSi
OH
Si
O
O
O
OH
Si
O
O
O
SiSi
OH
Si
O
O
O
OH
Si
O
O
O
11. b. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf
terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
c. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silka
gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solute
yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang
bersifat sedikit polar seperti metal benzen akan meningkatkan harga Rf
secara signifikan.
d. Solut-solut ionik dan solute-solut polar lebih baik digunakan campuran
pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan metanol
dengan perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat
atau ammonia masing-masing akan meningkatkan solut-solut yang
bersifat basa dan asam.
II. 2 Klasifikasi
Klasifikasi tanaman Putri Malu yaitu sebagai berikut (7):
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Mimosa
Spesies : Mimosa pudica, Linn.
12. II.3 Kandungan Kimia
Daun Mimosa pudica, Linn mengandung asam askorbat, beta
karotene, thiamin, potasium, phosphor dan zat besi. Sedangkan daun
batang dan akar Mimosa pudica mengandung senyawa mimosin, asam
pipekolinat, tannin, alkaloid, dan saponin. Selain itu, juga mengandung
triterpenoid, sterol, polifenol dan flavonoid (8).
II.4 Khasiat dan Cara Penggunaan
Herba Putri Malu mempunyai banyak khasiat seperti digunakan
untuk pengobatan (9):
1. Untuk pemakaian luar.
Cara Penggunaan:
Giling herba segar sampai halus, lalu bubuhkan ke bagian tubuh yang
sakit, seperti luka, radang kulit bernanah (piodermi), bengkak terpukul
(memar), buah zakar bengkak dan cacar ular (herpes zoster).
2. Sulit tidur.
Cara Penggunaan:
Cuci 30 g herba putri malu segar, lalu rebus dalam 3 gelas air sampai
tersisa 1 gelas. Setelah dingin, saring dan air saringannya diminum
sebelum tidur Sediakan bahan segar heba putri malu dan sawi langit
(masing-masing 15 g) dan 30 g calincing segar (oxalis corniculata L.).
Cuci bahan-bahan lalu rebus dalam 3 gelas air sampai tersisa 1 gelas.
Setelah dingin saring dan air saringannya diminum sebelum tidur.
3. Cacingan (ascariasis).
13. Cara Penggunaan:
Cuci 15-30 g herba putri malu, lalu rebus dengan 3 gelas air samapi
tersisa 1 gelas. Setelah dingin saring dan air saringannya diminum
malam ahri sebelum tidur Batu saluran kencing Cuci 20 g herba putri
malu segar, lalu rebus dalam 2 gelas air samapi tersisa separonya.
Setelah dingin, saring dan air saringannta diminum sekaligus.
Sebaiknya ramuan ini diminum pada malam hari.
4. Bronkitis kronis
Cara Penggunaan:
Sediakan herba segar putri malu dan pegagan (masing-masing 30 g)
lalu cuci sampai bersih. Tambahkan 3 gelas air, lalu rebus sampai
tersisa separonya. Setelah dingin, saring dan air saringannya diminum
sehari 3 kali masing-masing 1/2 gelas. Cuci 60 g putri malu segar, lalu
potong-potong seperlunya. rebus dalam 3 gelas air dengan api kecil
sampai tersisa 1 gelas. Stelah dingin saring dan air saringannya
diminum untuk 2 kali minum, pagi dan sore hari. Ramuan ini diminum
untuk 10 hari.
II.5 Habitat
Tumbuhan Putri Malu dapat tumbuh dimana saja dengan begitu
suburnya disekitar kita. Putri malu dapat tumbuh secara liar dimana saja,
dan tanaman ini tidak memerlukan perawatan yang khusus misalnya
seperti pemupukan atau penyiraman. Tanaman putri malu bisa tumbuh
dimana saja diatas permukaan tanah, baik diatas permukaan tanah yang
14. lembab maupun diatas permukaan tanah yang gersang. Tumbuhan Putri
Malu biasanya tumbuh diatas tanah yang lapang baik itu diladang,
diperkebunan, diperkarangan rumah dan pada tempat yang lainnya
disekitar kita (8).
15. BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan adalah botol vial, chamber, gegep, lampu
UV 254nm dan 366 nm, oven, penggaris, pensil, penyemprot, pipet skala,
pinset, dan sendok tanduk.
III.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah aluminium foil, sampel herba
Putri Malu (ekstrak awal, ekstrak larut hexan, dan ekstrak larut BJA), etil
asetat, hexan, H2SO4 10%, kertas saring, kloroform, lempeng silika gel GF
254, metanol dan pipa kapiler.
III.2 Cara Kerja
III.2.1 Penyiapan Lempeng KLT dan Sampel
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Diaktifkan lempeng silika gel GF 254 di dalam oven pada suhu 105-
110ºC selama 1 jam.
3. Digunting lempeng sesuai ukuran yang dikehendaki, dalam hal ini 2x7
cm.
4. Ditandai batas lempeng dengan pensil pada jarak 1cm pada batas
bawah, dan 0,5 cm pada batas atas.
5. Dilarutkan sampel dengan pelarut yang cocok sampai diperole
kepekatan yang sama (ekstrak awal dilarutkan dengan kloroform :
16. metanol= 1:1, ekstrak larut hexan, dan ekstrak larut BJA dilarutkan
dengan metanol).
6. Dimasukkan fase gerak/ eluen ke dalam chamber (untuk non polar
hexan:etil asetat = 3:1 dan untuk yang polar hexan:etil asetat = 1:3).
7. Dimasukkan kertas saring ke dalam chamber untuk menjenuhkan.
8. Chamber dan sampel siap digunakan
III.2.2. Identifikasi Pada KLT
1. Ditotolkan ekstrak sampel pada batas bawah lempeng dengan
menggunakan pipa kapiler.
2. Dimasukkan lempeng ke dalam chamber yang telah dijenuhkan
dengan eluen.
3. Dibiarkan lempeng terelusi hingga batas atas, kemudian lempeng
diangkat dan dikeringkan.
4. Diamati noda yang muncul dengan menggunakan penampak noda
dengan lampu UV 254nm dan 366nm.
5. Dilingkari noda yang muncul dan dihitung nilai Rf-nya.
6. Di semprotkan H2SO4 10% pada lempeng yang telah diamati.
7. Dimasukkan lempeng dalam oven.
8. Diamati noda yang muncul setelah penyemprotan H2SO4 10%.
17. BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1 Data pengamatan
a. Eluen Non Polar (Hexan:Etil asetat = 3:1)
Jarak tempuh eluen :
Jarak tempuh noda ekstrak awal :
Jarak tempuh noda Ekstrak larut BJA :
Jarak tempuh noda Ekstrak larut hexan :
b. Eluen Non Polar (Hexan:Etil asetat = 1:3)
Jarak tempuh eluen :
Jarak tempuh noda ekstrak awal :
Jarak tempuh noda Ekstrak larut BJA :
Jarak tempuh noda Ekstrak larut hexan :
c. Konstanta Dielektrik Eluen
Konstanta dielektrik Hexan : 2
Konstanta dielektrik Etil Asetat : 6
IV.2. Perhitungan
a. Nilai RF
Rf=
Jarak yang ditempuh solut (noda)
Jarak yang ditempuh fase gerak(eluen)
18. b. Konstanta dielektrik Eluen
Heksan : Etil (3:1)
Konstanta dielektrik =
𝟑
𝟒
x 2 +
𝟏
𝟒
x 6 = 3
Heksan : Etil (1:3)
Konstanta dielektrik =
𝟏
𝟑
x 2 +
𝟐
𝟑
x 6 = 4.67
IV.2 Gambar
Komponen
Senyawa (Eluen
non Polar)
Jarak tempuh
noda
Jarak tempuh
eluen
Nilai RF Ket
Ekstrak awal
Ekstrak Larut BJA
Ekstrak larut Hexan
Komponen
Senyawa (eluen
Polar)
Jarak tempuh
noda
Jarak tempuh
eluen
Nilai RF Ket
Ekstrak awal
Ekstrak Larut BJA
Ekstrak larut Hexan
LABORATORIUM FARMAKOGNOSI FITOKIMIA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Ket.
Heksan : etil (3:1)
19. BAB V
PEMBAHASAN
Dalam praktikum ini, ekstrak awal herba Putri malu dilarutkan
dengan kloroform:metanol, ekstrak larut hexan dan ekstrak larut BJA
dilarutkan dengan metanol secukupnya, dan sebagai eluen polar Heksan:
Etil Asetat dengan perbandingan dan sebagai eluen non polar Heksan: Etil
Asetat dengan perbandingan Eluen ini dipilih karena pada saat di elusi
dengan eluen tersebut lempeng menunjukkan noda yang baik.
Selain itu digunakan penampakan sinar UV 254 nm sehingga
noda dapat memberikan fluoresensi pada sinar tampak, dimana umumnya
mengandung gugus kromofor. Kemudian setelah noda tampak lalu
dilanjutkan penyemprotan H2SO4 10% dimana merupakan noda yang
mengandung gugus ausokrom.
Eluen yang merupakan fase gerak (mobile phase) akan membawa
komponen kimia untuk melewati penjerap (silika gel) pada lempeng dan
memberikan noda yang diukur Rf-nya. Suatu adsorben diaktifkan untuk
menghindari kandungan air yang masih tertinggal di dalamnya. Apabila
terdapat kandungan air dikhawatirkan akan mengganggu partisi dari
senyawa-senyawa dalam suatu ekstrak. Hal ini berkaitan dengan
terganggunya partisi senyawa akibat adanya kepolaran yang berbeda dari
senyawa. Kepolaran yang tinggi oleh air dapat mempengaruhi tinggi noda
terpartisi berbeda. Kepolaran air yang tinggi ini dapat menyebabkan
20. 16
senyawa dengan tingkat kepolaran lebih rendah akan terpartisi lebih tinggi
oleh adanya ikatan dengan silika. Senyawa yang dapat membentuk ikatan
hidrogen akan melekat pada silika gel lebih kuat dibanding senyawa
lainnya. Kita mengatakan bahwa senyawa ini terjerap lebih kuat dari
senyawa yang lainnya. Penjerapan merupakan pembentukan suatu ikatan
dari satu substansi pada permukaan. Penjerapan bersifat tidak permanen,
terdapat pergerakan yang konstan dari molekul antara yang terjerap pada
permukaan gel silika dan yang kembali menuju pelarut. Semakin kuat
senyawa dijerap, semakin pendek jarak yang ditempuh oleh senyawa
tersebut pada lempengan.
Fase diam yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah silika
gel GF 254. Silika gel ini adalah silika gel yang bebas air, menggunakan
binding agent gypsum (CaSO4.
1
2
H20) dan ditambah senyawa yang
berfluoresensi di bawah sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm.
Gel silika adalah bentuk dari silikon dioksida (silika). Atom silikon
dihubungkan oleh atom oksigen dalam struktur kovalen yang besar.
Namun, pada permukaan gel silika, atom silikon berikatan dengan gugus
-OH. Jadi, pada permukaan silika gel terdapat ikatan Si-O-H (gugus
silanol) selain Si-O-Si (gugus siloxan). Permukaan silika gel sangat polar.
Oleh karena itu gugus -OH ini dapat membentuk ikatan hidrogen dengan
senyawa-senyawa yang agak polar sampai sangat polar. Sifat ini
menguntungkan karena dengan demikian fase diam ini dapat berinteraksi
dengan fase gerak dan solut yang agak polar maupun yang polar.
21. 17
Gugus ini juga dapat berikatan hidrogen dengan molekul air.
Adanya air yang diserap oleh silika gel ini dapat mendeaktivasi sisi
aktifnya karena menutupi sisi aktifnya. Oleh karena itu sebelum
digunakan, lempeng silika gel harus dipanaskan pada suhu 105°C selama
2 jam untuk menghilangkan molekul-molekul air tersebut.
Penggunaan dua pelarut yang berbeda bertujuan untuk
membandingkan dalam pelarut mana senyawa dapat terelusi sempurna.
Pelarut yang digunakan merupakan pelarut campur (kloroform dan
metanol) dengan tujuan agar mendapatkan kepolaran yang diinginkan.
Jika pelarut yang digunakan hanya kloroform yang memiliki sifat non-
polar, maka senyawa akan terikat sangat kuat dengan pelarut tersebut
sehingga senyawa akan terelusi sangat cepat dan dapat keluar dari
sistem atau senyawa tidak dapat terdeteksi. Oleh karena itu, kloroform
dicampur dengan metanol yang bersifat lebih polar dari kloroform
Pada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan
sampel akan tampak berwarna gelap. Pada UV 366 nm noda akan
berflouresensi dan lempeng akan berwarna gelap. Prinsip penampakan
noda pereaksi semprot H2SO4 adalah berdasarkan kemampuan asam
sulfat yang bersifat reduktor dalam merusak gugus kromofor dari zat aktif
simplisia sehingga panjang gelombangnya akan bergeser ke arah yang
lebih panjang (UV menjadi VIS) sehingga noda menjadi tampak oleh
mata.
22. Nilai Rf perlu diketahui sebab polaritas fase gerak akan
menentukan kecepatan migrasi solut. Fase gerak yang memiliki polaritas
yang rendah akan meminimalkan serapan komponen terhadap campuran
pelarut sehingga harga Rf akan meningkat secara signifikan.
Dari hasil praktikum di peroleh beberapa noda yang meliputi noda
pada eluen polar dengan nilai Rf yang merupakan noda pada ekstrak
awal, nilai Rf 0,9 pada ekstrak larut hexan dan nilai Rf pada ekstrak larut
BJA.
Sedangkan pada eluen non polar di peroleh noda dengan nilai Rf
yang merupakan noda pada ekstrak awal, nilai Rf pada ekstrak larut
hexan dan nilai Rf pada ekstrak larut BJA.
23. BAB VI
PENUTUP
VI.1. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat
disimpulkan bahwa noda pada eluen polar yang baik adalah noda dengan
nilai Rf. Sedangkan pada eluen non polar di peroleh noda yang baik
dengan nilai Rf
VI.2. Saran
Untuk asisten, sebaiknya memberikan penjelasan dan mengawasi
praktikan dengan lebih baik lagi terutama cara menentukan kepolaran dan
eluen yang dibutuhkan. Untuk laboratorium, sebaiknya alat seperti lampu
UV di tambah.
24. DAFTAR PUSTAKA
1. Tim Dosen Kimia Organik. 2012. Penuntun Kimia Organik I. Makassar :
UNM.
2. Stahl, E., 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopik,
terjemahan K. Radmawinata dan I. Soediso. Bandung: penerbit ITB.
3. Gandjar,Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis.
Yogyakarta: Pustaka pelajar.
4. Soebagio,dkk. 2000. Kimia Analitik II. Malang: Universitas Negeri
Malang
5. Gritten, R.J., J.M. Bobbit, and A.E. Schwarling. 1991. Pengantar
Kromatografi , terjemahan K. Radmawinata dan I. Soediso, Bandung:
penerbit ITB.
6. Sudiarta, I wayan,dkk.2013. Modifikasi Silika Gel Dari Abu Sekam Padi
Dengan Ligan Difenilkarbazon. Bali : Universitas Udayana
7. Dalimartha S. 2008. 1001 Resep Herbal. Penebar Swadaya : Jakarta.
Hal 56-57
8. Syahid, Muhammad Arif Nur. 2009. Pengaruh Ekstrak putri malu
Terhadap Ascaris Suum In Vitro. Surakarta: Fakultas Kedokteran
Sebelas Maret.
9. Metri Waldi, 1991. Khasiat Herba Putri Malu. Jurusan Farmasi FMIPA
UNAND.
25. LAMPIRAN
Skema Kerja
1. Penyiapan sampel
2. Penggunaan KLT
Ekstrak awal
+ 1mL kloroform
+ 1mL metanol
Homogenkan
Ekstrak larut hexan
/ ekstrak larut BJA
Homogenkan
Metanol secukupnya
Chamber
+eluen
+kertas saring
Kertas saring
dikeluarkan dari
chamber
Lempeng KLT
Ditandahi batas atas dan bawah
Ditotol ekstrak
Lempeng di elusi
Lempeng diamati pada
lampu UV 254nm dan
366 nm
Semprot dengan
H2SO4 10%
Keringkan dalam
ovenAmati