Lamp. 1 industri bubur kertas mengganggu komitmen presiden
1. Industri Bubur Kertas mengganggu komitmen Presiden <br />Kamis, 08 Juli 2010 10:42 <br />Press Release <br />Bisnis seperti biasanya di Riau:Industri Bubur Kertas mengganggu komitmen bersejarah Presiden SBY guna mengurangi emisi gas rumah kaca <br />Siaran Pers -- untuk diterbitkan segera -- 8 Juli 2010<br /> PEKANBARU, RIAU – Dua di antara perusahaan kertas terbesar dunia, Asia Pulp & Paper (APP) yang berbasis di Shanghai dan Asian Pacific Resources International Holdings Limited (APRIL) berbasis di Singapura, menggerogoti kesepakatan terbaru antara Indonesia dan Norwegia “guna berkontribusi bagi pengurangan emisi gas rumah kaca secara signifikan dari deforestasi, degradasi hutan dan konversi lahan gambut” – satu investigasi oleh Eyes on the Forest menemukan.<br />Bisnis seperti biasanya di Riau:Industri Bubur Kertas mengganggu komitmen bersejarah Presiden SBY guna mengurangi emisi gas rumah kaca <br />Siaran Pers -- untuk diterbitkan segera -- 8 Juli 2010<br />PEKANBARU, RIAU – Dua di antara perusahaan kertas terbesar dunia, Asia Pulp & Paper (APP) yang berbasis di Shanghai dan Asian Pacific Resources International Holdings Limited (APRIL) berbasis di Singapura, menggerogoti kesepakatan terbaru antara Indonesia dan Norwegia “guna berkontribusi bagi pengurangan emisi gas rumah kaca secara signifikan dari deforestasi, degradasi hutan dan konversi lahan gambut” – satu investigasi oleh Eyes on the Forest menemukan.<br />Dua perusahaan itu secara bersama-sama meluluhlantakkan lima persen hutan alam yang tersisa di Provinsi Riau, dua kali luasnya dari ibukota Indonesia, Jakarta, demikian temuan dari analisa terhadap izin penebangan tahunan 2009 (rencana kerja tahunan/RKT) yang dikeluarkan ole Kementerian Kehutanan. Izin-izin yang dikeluarkan adalah untuk pengambilan volume kayu yang cukup tinggi per hektar. Kebanyakan dari penebangan hutan berkualitas tinggi ini terjadi pada lahan gambut yang berkedalaman lebih dari tiga meter yang dilarang oleh peraturan yang berlaku. Penggalian lahan gambut dan penebangan hutan alam telah menjadi sumber utama emisi gas rumah kaca yang besar di Indonesia.<br />“APP dan APRIL menggerogoti komitmen Presiden guna mengurangi emisi di Indonesia hingga 41 persen itu. Kami mengimbau APP dan APRIL untuk segera menghentikan penggunaan kayu yang berasal dari konversi hutan hujan tropis dan penggalian lahan gambut,” ujar Ian Kosasih dari WWF Indonesia. Kedua perusahaan telah memasang iklan bertahun-tahun bahwa mereka tidak akan lagi menggunakan kayu hutan alam bagi produksi bubur kertas mereka hingga 2009. Namun Eyes on the Forest memperkirakan bahwa izin tahun 2009 untuk membabat hutan alam di Riau sendiri mewakili jumlah hingga 40% dan 84% dari kebutuhan bahan baku bagi pabrik olah bubur kertas milik APP dan APRIL masing-masingnya. “Para pembeli seharusnya menyadari tujuan kampanye greenwashing yang intensif dari kedua perusahaan seperti apa adanya, bahwa aksi humas yang mahal itu hanyalah dirancang untuk membodohi dunia,” kata Santo Kurniawan, koordinator Jikalahari, jaringan LSM di Riau. <br />Dalam kesepakatannya dengan pemimpin Norwegia, Presiden SBY berkomitmen untuk memprakarsai penghentian konversi lahan gambut dan hutan alam bagi semua konsesi baru selama dua tahun baik mulai Januari 2011. Namun tiba-tiba menyusul komitmen itu, Kementerian Kehutanan RI mengeluarkan izin-izin baru untuk mengaliri lahan gambut dan menebangi hutan alam di Riau. Izin-izin baru itu mungkin mewakili hingga 29% dan 50% kebutuhan bahan baku pabrik olah bubur kertas APP dan APRIL. APP dan APRIL agaknya sedang buru-buru sekali menghabisi hutan alam Riau tersisa sebelum moratorium dimulai, membuat Presiden SBY dalam posisi yang dipermalukan. Hal ini persis dengan kekuatiran Presiden SBY tatkala ia berbicara kepada media setelah penandatanganan kesepakatan Oslo Mei tahun ini. Agaknya pengumuman moratorium itu telah menjadi sinyal untuk membabat lebih banyak hutan alam secara lebih cepat. <br /> “Kami mengimbau Kementerian mendukung komitmen bersejarah Presiden kita ini guna mengurangi emisi karbon Indonesia, dengan mencabut semua RKT baru,” ujar Santo Kurniawan. “Semenjak kesepakatan dengan Norwegia diteken, banyak pihak di dunia meragukan bahwa Indonesia cukup serius dan meyakini perilaku bisnis seperti biasanya malah akan berlanjut. Mari kita buktikan bahwa mereka keliru.” <br />“Perusahaan-perusahaan terafiliasi dengan APP dan APRIL terus saja menebangi hutan alam dan membuka lahan gambut dalam, sementara isu-isu soal keabsahan izin dan korupsi tengah diselidiki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dan Satgas Presiden [anti mafia hukum],” ujar Hariansyah Usman, Direktur Eksekutif Walhi Riau. “Kami mendesak pemerintah untuk menghentikan semua izin yang ada dan menyelidiki keabsahan dan keberlanjutannya. Hilangnya hutan akibat penerbitan izin yang sembarangan tak bisa lagi dikembalikan seperti sediakala dan karena itu hal demikian harus dicegah.” <br />Investigasi Eyes on the Forest menemukan bukti fotografis yang tak bisa terbantahkan dan mengekspos klaim-klaim APP dan APRIL menjadi kampanye greenwashing yang tak ada malunya. Operasi tahun 2009 dan awal 2010 oleh kedua perusahaan itu telah membabat hutan hujan tropis dan mengaliri lahan gambut. Mereka menghancurkan kawasan nilai konservasi tinggi, lahan gambut dilindungi, pulau-pulau terluar di provinsi ini, penghidupan masyarakat serta habitat satwa langka. <br />APP masih menggali gambut dan menebangi hutan alam di Cagar Biosfir UNESCO di Riau sembari beriklan ke seluruh dunia bahwa perusahaan itu mendukung sepenuhnya cagar itu. APP masih menebangi hutan krusial bagi harimau Sumatera yang sangat langka yang meningkatkan konflik maut antara manusia dan harimau, sementara perusahaan secara luas mengiklankan kontribusinya bagi konservasi harimau di lokasi sama di “Tahun Harimau” ini. APP masih menebangi Hutan-hutan Bernilai Konservasi Tinggi yang diumumkannya kepada publik untuk dilindungi, sembari mempromosikan komitmennya bagi hutan bernilai konservasi tinggi dalam kampanye humasnya. <br />APRIL terus saja menebangi Hutan Bernilai Konservasi Tinggi di kawasan gambut dalam, dimana WWF telah mendelineasikannya dan perusahaan itu setuju untuk melindunginya. Dengan melakukan hal tersebut, maka APRIL melanggar kesepakatan dengan auditor internasional, Rainforest Alliance’s SmartWood Program, yang menghentikan sertifikat Kayu Terkendali FSC (FSC Controlled Wood certificate).<br />