1. Pembelokan Amerika Latin Ke Kiri Dan Medan Strategis Baru:
Kasus Bolivia
James Rochlin*
*Abstrak*
/Arus pasang Amerika Latin yang mengarah ke kiri merupakan suatu medan
yang segar dalam kaitannya dengan urusan strategis. Hal ini paling jelas
terlihat dalam kasus Bolivia, di mana terpilihnya Evo Morales dan
kebangkitan /indigenismo/ menandakan perubahan besar dalam permasalahan
kunci tentang keamanan, termasuk yang berkaitan dengan penambangan
sumber daya alam, potensi pemisahan diri /(secession) /, dan perubahan
posisi strategis regional /(regional strategic realignment) /. Bagian
pertama artikel ini ditujukan pada konteks ekonomi politik, yang
membingkai munculnya tema-tema keamanan yang baru. Bagian kedua dari
karya ini menganalisa perubahan strategis yang menyertai model ekonomi
baru yang menampilkan nasionalisasi dan redistribusi kekayaan secara
radikal./
Pergeseran Amerika Latin ke kiri telah menghadirkan medan segar dalam
kaitannya dengan urusan strategis. Hal ini paling jelas terlihat dalam
kasus Bolivia, di mana terpilihnya Evo Morales dan kebangkitan
/indigenismo/ (1) menandakan perubahan besar dalam permasalahan kunci
tentang keamanan, termasuk yang berkaitan dengan penambangan sumber daya
alam, potensi pemisahan diri /(secession) /, dan perubahan posisi
strategis regional /(regional strategic realignment) / yang menampilkan
suara lantang Hugo Chavez dari Venezuela. Setelah setengah milenium
menderita penaklukan dan eksploitasi, penduduk mayoritas di Bolivia
telah memobilisasi diri melalui saluran-saluran demokratik untuk
mendefinisikan kembali permasalahan penting tentang ekonomi politik dan
urusan strategis.(2) Tapi perjuangan mereka menghadapi tantangan serius
dalam bentuk perlawanan oleh korporasi transnasional, permusuhan
internal yang berkaitan dengan ras dan kelas, dan kecenderungan politik
yang menjauh dari pusat /(centrifugal) /, yang diasosiasikan dengan
ketiadaan hegemoni sepanjang sejarahnya. Bagian pertama artikel ini
mempresentasikan suatu gambaran sejarah singkat maupun suatu diskusi
tentang berbagai jurang keterpurukan /(pitfalls)/ era neoliberal dan
akibatnya berupa pembelokan Bolivia ke kiri. Konteks tersebut membingkai
bagian kedua karya ini, yang berfokus secara langsung pada permasalahan
strategi dan keamanan.
*Abad ke-20: ketakstabilan dan keangkuhan ideologis*
Keputusan Morales untuk 'menasionalisasi' sektor gas alam dan
2. pertambangan mineral /(mining)/ bukanlah pertama kalinya di negeri
tersebut. Gelombang kontrol ketat negara terhadap sektor pertambangan
/(extractive sector)/ terjadi pada tahun 1937 di awal depresi global,
suatu periode ketika tatanan dunia pada umumnya menyambut baik
intervensi negara yang lebih besar dalam ekonomi. Setelah suatu
pergeseran ke kanan yang perlahan tapi pasti, sebuah revolusi pada tahun
1952 yang dipimpin oleh Gerakan Nasionalis Revolusioner (MNR) berhasil
menggulingkan rejim militer kanan dan menasionalisasi tambang timah
terbesar di negeri itu, memulai reformasi tanah /(land reform)/, dan
memberikan hak pilih kepada perempuan dan kaum Indian yang sebelumnya
tidak berhak memilih. Konteks global pada masa itu menampilkan
peningkatan jumlah pemerintahan kiri, ditandai dengan kebangkitan Uni
Soviet menjadi negara adidaya dan revolusi komunis di Cina. Pemerintahan
revolusioner Bolivia disingkirkan 12 tahun kemudian, setelah itu negeri
tersebut menjadi korban serangkaian pemerintahan militer dan rejim sipil
lemah yang berjatuhan seperti domino.
Tahun 1980an merepresentasikan titik balik yang menentukan. Krisis
hutang yang merenggut Dunia Ketiga memfasilitasi neoliberalisasi di
negeri-negeri Amerika Latin melalui kebijakan restrukturisasi IMF.
Dengan disusul kejatuhan Uni Soviet, saat itu tampak tak ada alternatif
yang mungkin terhadap arus pasang politik kanan. Juga dalam era ini,
industri timah di Bolivia runtuh karena persediaan global yang terlalu
banyak /(oversupply) /, yang terutama dipasok oleh Cina dan Brasil. Dalam
konteks tersebut, industri lalu-lintas narkotika /(narcotrafficking) /
mulai marak. Hal itu pada prinsipnya dibahan-bakari oleh konsumsi di
utara dan didorong oleh naluri bisnis /(sense of entrepreneurialism) /
yang tak ada duanya di Kolombia, pusat /(epicentre) / dari perdagangan
obat-obatan terlarang. Perbatasan internasional yang semakin
berpori-pori berkat globalisasi, dan konteks lokal berupa bencana hutang
dan ekonomi, menciptakan atmosfir mengundang bagi kekayaan yang
diasosiasikan dengan maraknya industri lalu-lintas narkotika. Sebagai
penghasil daun dan pasta koka kepada pemroses dan distributor di
Kolombia, Bolivia menyaksikan penciptaan lapangan kerja di sektor koka,
suatu perkembangan yang membantu menyerap penambang timah dan rakyat
lainnya yang menganggur dan tak mendapat pekerjaan. Di antara mereka
ialah Evo Morales, seorang pengorganisir dan pemimpin /cocaleros/
(petani koka) yang keluarganya pada mulanya bekerja di tambang timah
sebelum ditutup.
Berdekatan dengan penerapan kebijakan neoliberal terkenal 'terapi kejut'
/(shock therapy)/ di Bolivia - dirancang oleh Jeffrey Sachs, yang sejak
itu meninggalkan pendekatan tersebut - Presiden Gonzalo Sanchez de
Lozada terpilih menjabat pertama kalinya dari 1993 hingga 1997. Sebagai
mantan menteri perancang 'kejut' pada tahun 1980an, sang presiden, yang
oleh kalangan lokal dikenal sebagai 'Goni', memimpin gelombang
3. privatisasi meluas pada tahun 1990an. Langkah ini membolehkan penduduk
asing memiliki setengah dari perusahaan yang sebelumnya merupakan
korporasi publik atau negara dalam sektor-sektor strategis seperti
petroleum, penerbangan, telekomunikasi, kereta-api, perusahaan listrik,
dan seterusnya. Sejak awal, restrukturisasi 'Goni' dengan ricuh dilawan
oleh aksi-aksi protes rakyat.
*Sumber daya alam ditinjau kembali: terungkapnya neoliberalisme 2000 - 05*
Sebuah unsur kontekstual yang penting bagi berakhirnya neoliberalisme
adalah kebangkitan kembali solidaritas penduduk asli yang dibentuk
melalui serangkaian peristiwa seputar peringatan di tahun 1992 tentang
Penaklukan oleh Spanyol 500 tahun sebelumnya. Gerakan penduduk asli
mulai dibangun pada masa ini, dan memicu semakin tingginya aktivisme
politik antara penduduk mayoritas negeri itu. Seorang penduduk asli
pertama di negeri itu yang mencapai jabatan politik atas, Victor Hugo
Cardenas Conde, dipilih pada 1993 sebagai wakil presiden Sanchez de
Lozada. Tapi kebijakan neoliberal tahun 1990an gagal diterjemahkan
menjadi keuntungan material yang mengucur pada massa yang dimiskinkan di
negeri itu.
Titik balik yang terlihat jelas pada saat itu terjadi pada 1999-2000
ketika diterapkan rencana privatisasi air di Lembah Cochabamba melalui
anak perusahaan Bechtel Corporation, Aguas de Tunari. Dalam waktu
beberapa bulan harga air meningkat drastis dan memicu aksi-aksi protes
yang semakin agresif, termasuk suatu demonstrasi massal di mana seorang
protestan terbunuh dan beberapa lainnya terluka oleh militer. 'Perang
Air' ini, sebagaimana biasa disebut, berujung pada pembatalan
kesepakatan privatisasi air. Ia juga memperkuat gerakan anti-neoliberal
yang berlanjut meningkat dalam jumlah dan intensitas.
Sebuah paku lainnya pada peti mati neoliberalisme di Bolivia muncul pada
tahun 2003 ditengah-tengah aksi protes sosial terkait usulan pembangunan
pipa gas alam ke Chile. Cadangan gas alam yang telah terbukti /(proven
reserves)/ meningkat sebesar 700% antara 1996 dan 2002, dan pemerintah
antusias untuk mengambil keuntungan dari itu. Dengan kegagalan proyek
privatisasi air dan kecenderungan umum di Amerika Selatan yang mengarah
ke kiri dengan terpilihnya Hugo Chavez pada 1998, mayoritas penduduk
Bolivia melancarkan aksi-aksi protes umum menentang pembangunan pipa ke
Chile. Mereka takut penduduk pada umumnya tak diuntungkan oleh ekspor
gas ke Chile, dan ini hanyalah salah satu skema untuk mengekstrasi
sumber daya alam Boilivia yang berharga demi keuntungan korporasi
transnasional dan pihak asing. Protes-protes sosial menentang pipa
tersebut bergabung dengan demonstrasi umum lainnya yang menggunung
terkait rencana-rencana yang tunduk terhadap tekanan administrasi Bush
untuk membasmi secara militer tanaman koka yang tersebar luas di negeri
4. itu, yang mana puluhan ribu orang menggantukan kehidupannya. Presiden
Sanchez de Lozada, kini dalam tahun kedua masa jabatannya yang kedua,
tidak mengindahkan teriakan publik yang semakin keras mengenai
pembangunan pipa maupun proyek pembasmian koka. Akibatnya terjadilah
konfrontasi besar yang dikenal sebagai Oktober Hitam, yang mana presiden
memerintahkan militer untuk menggunakan kekerasan dalam membubarkan
blokade jalanan di La Paz dan pemukiman kumuh El Alto yang didirikan
sebagai protes terhadap kebijakan presiden yang tidak merakyat. Karena
hanya ada satu jalan besar untuk memasuki La Paz, blokade jalanan secara
khusus terbukti sebagai alat protes yang efektif berkat efeknya yang
melumpuhkan kota tersebut. Akibat dari konfrontasi teresbut, setidaknya
100 orang ditembaki oleh militer dan banyak lainnya terluka. 'Goni'
mengundurkan diri dan mencari suaka di Amerika Serikat, sementara wakil
presidennya, Carlos Mesa Gisbert, mengambil kendali yang goyah terhadap
pemerintahan hingga kejatuhannya dua tahun kemudian.
Semua itu menandakan semakin besar dan berbahayanya ketiadaan pengertian
antara pimpinan tertinggi negeri tersebut dan keinginan mayoritas luas
rakyat Bolivia. Hal yang kurang lebih sama terjadi pada 2004. Pada tahun
itu 80% suara dalam suatu referendum penting memilih nasionalisasi
terhadap sumber daya energi negeri itu. Luar biasanya, pemerintah
memilih untuk mengabaikan mandat publik yang terang-terangan ini. Dalam
iklim polarisasi mendalam dan ketidakstabilan ini, dan meskipun terdapat
peningkatan investasi asing dalam negeri-negeri Amerika Selatan lainnya
yang dianugerahi sumber daya melimpah, investasi asing di Bolivia
menurun dari US$ 567 juta pada 2003 menjadi hanya di bawah $200 juta
pada 2005.
Rumah kartu neoliberal beruntuhan selama 2004 - 05, ditengah-tengah
aksi-aksi protes berskala nasional yang melumpuhkan dan menentang
kegagalan pemerintah dalam menuruti seruan referendum untuk
menasionalisasi sumber daya alam negeri tersebut. Taktik pilihannya
masihlah blokade-blokade jalanan. Pada awal Juni 2004, blokade jalanan
mencekik aliran transportasi pada 55 titik strategis di seluruh sistem
jalan bebas hambatan negeri tersebut. Presiden Mesa dipaksa untuk
minggir, membuka jalan bagi terpilihnya Evo Morales. Diangkat pada
Januari 2006, ia memperoleh 54% suara nasional selama pemilihan presiden
pada 2005.
*Morales dan nasionalisasi gaya baru*
Pada /May Day/ 2006 Presiden Evo Morales mengumumkan bahwa ia akan
'menasionalisasi' sumber daya energi negeri itu, terutama sektor
pertambangan dan gas alam. Ia memberikan peringatan bahwa ia akan
merampungkan tujuan ini dalam enam bulan. Selama interval tersebut
terdapat keresahan yang cukup meluas di pihak perusahaan pertambangan
5. dan gas alam. Yang paling menguatirkan, menurut perspektif mereka,
adalah ketidakpastian seputar makna nasionalisasi dan apa yang akan
mereka katakan kepada para investor untuk memberanikan mereka
mempertahankan komitmennya dalam proyek di Bolivia. Menambah
ketakpastian adalah dua usulan yang dilayangkan dalam pemerintahan yang
mana, dalam kasus pertambangan, diusulkan agar dua jenis pajak dapat
digunakan untuk saling mengimbangi satu sama lainnya, Pajak Penghasilan
tambahan /(Complementary Tax)/ dan Pajak Keuntungan /(Profit Tax)/.(3)
Dengan kata lain, diusulkan agar pajak-pajak ini didasarkan atas skala
mengambang, dan salah satu dapat digunakan untuk mengurangi yang
lainnya. Terkait gas alam, usulan tingkat pajak yang seragam sebesar 82%
dipandang 'tidak masuk akal' dan tidak dapat diterapkan oleh perusahaan
Brasil Petrobras, yang mengontrol 47% pasar gas alam Bolivia.(4) Para
eksekutif korporasi tampaknya sepakat bahwa formula dan angka awal yang
diberikan oleh pemerintah tidak berarti banyak, dan yang sesungguhnya
jadi persoalan adalah penekanannya, atau apa yang oleh kalangan dalam
disebut dengan 'bagian pemerintah' - jumlah persentase sebenarnya dari
penghasilan perusahaan yang akan diambil oleh pemerintah Bolivia ketika
'nasionalisasi' diberlakukan.
Pemerintahan Morales harus berhati-hati mengatur perimbangan kekuatan.
Di satu sisi, pemerintah tak dapat mengasingkan korporasi swasta dalam
sektor gas alam dan pertambangan yang merupakan sumber investasi asing
yang sangat dibutuhkan oleh Bolivia. Pemerintah Bolivia tidak memiliki
kapital sendiri untuk mengoperasikan industri pertambangan bila
perusahaan transnasional (TNCs) menarik diri. Di lain pihak, harga
sumber daya dan komoditas energi mencapai tingkat yang tinggi dalam
sejarah, sehingga pemerintah dapat bergantung pada kemungkinan bahwa
perusahaan swasta akan menetap di Bolivia asalkan mereka terus menikmati
keuntungan - bahkan bila jangkauan keuntungan ini lebih kecil
dibandingkan dengan tahun-tahun bonanza sebelumnya. Penjualan eksternal
mineral Bolivia meningkat 15,3% pada 2005 dibandingkan tahun sebelumnya,
dan penjualan hidrokarbon meningkat 54% dalam periode yang sama.(5)
Yang secara khusus patut dicatat adalah proses 'nasionalisasi' ini
sangatlah bervariasi. Menepati janji awal Morales untuk
'menasionalisasi' industri hidrokarbon dalam enam bulan, pada akhir
Oktober pemerintah Bolivia mengumumkan telah mencapai kesepakatan dengan
semua perusahaan asing di negeri itu dalam hal tata cara pelaksanaan
nasionalisasi terhadap mereka. Dalam suatu pidato perayaan, Morales
mengatakan bahwa 'Kita akan menegakkan hak kita terhadap sumber daya
alam kita tanpa mengusir atau menyita hak milik siapa pun'.(6) Tapi itu
tidak terbukti akurat, sebagaimana akan kita lihat. Memang, muncul
banyak spektrum antara hitam dan putih, sejalan dengan perbedaan yang
menyolok antara kebijakan-kebijakan yang diasosiasikan dengan industri
petroleum, gas alam dan pertambangan mineral.
6. Terkait dengan petroleum, suatu komponen yang patut dicatat dalam
program nasionalisasi 1 Mei 2006 meliputi 'pengembalian' dua penyulingan
besar Petrobras, satu di Cochabamba dan satunya lagi di Santa Cruz. Ini
cocok dengan model nasionalisasi tradisional, di mana negara mengambil
alih industri swasta, dalam kasus ini setelah melalui negosiasi yang
panjang dan disertai ketegangan tentang harga. Kepahitan Petrobras
sehubungan hilangnya dua penyulingan kunci ini dinyatakan kepada publik
dalam beberapa kesempatan, termasuk dalam suatu pengumuman pada bulan
Mei 2007 yang menyatakan bahwa bila pemerintah tak dapat memenuhi
pembayaran awal sebesar 50% total harga $112 juta yang dijanjikan untuk
dilunasi pada bulan Juni 2007, maka kesepakatannya dibatalkan.( 7)
Pemerintah Bolivia membutuhkan pinjaman untuk melakukan pembelian.
Kontras dengan Venezuela yang kaya minyak, di mana Presiden Chavez
membelanjakan petrodollar dengan jumlah yang besar untuk berbagai
proyek-proyek publik, Bolivia tidak memiliki kapital dan dengan demikian
lebih rentan di hadapan TNCs dan kapital finansial.
Yang juga menarik dalam kasus ini adalah penjahat transnasionalnya
bukanlah Amerika, tapi Brasil. Ini mendemonstrasikan suatu perbedaan
ideologis antara kaum kiri di Amerika Selatan. Sebagai pemain global
yang besar, Brasil lebih terlibat dalam kapitalisme transnasional
dibandingkan Bolivia. Bukannya memposisikan diri sebagai korban kapital
transnasional, negeri itu telah membiakkan TNC besar seperti Petrobras.
Meskipun Brasil, Chile dan Peru dipimpin oleh pemerintahan yang kiri
dalam batasan bahwa mereka mendukung kebijakan redistribusi kekayaan dan
kesejahteraan yang lebih besar dibandingkan model neoliberal yang telah
dicampakkannya, mereka jelas masih berkomitmen pada kapitalisme global
pada umumnya /(mainstream global capitalism)/ . Ini kontras dengan kaum
kiri yang lebih bergaris keras /(hardcore left)/ di Amerika Selatan yang
bertujuan menentang kapital transnasional dalam beberapa aspek
pentingnya, dan yang berjuang untuk memberdayakan negara sebagai agen
utama dalam urusan perekonomian menurut cara-cara yang merefleksikan
kepentingan kaum yang tersingkirkan. Termasuk dalam kelompok ini adalah
Venezuela, Argentina, Bolivia dan Ekuador.
Kontras dengan kasus-kasus pertambangan dan petroleum, pada sektor gas
alam belum diterapkan nasionalisasi dalam pengertian tradisionalnya.
Sebagai gantinya, proses tersebut menyertakan peningkatan 'bagian
pemerintah' Bolivia secara substansial yang diperkirakan akan
meningkatkan pendapatan negara dari industri tersebut dari sekitar $1
milyar pada 2006 menjadi $4 milyar di bawah pengaturan yang baru.
Kesepakatan yang dibuat memberikan makna bahwa perusahaan gas alam akan
memberikan uang sewa (rente) kepada pemerintah antara 50% dan 82%,
tergantung pada negosiasi yang kompleks antara negara dan masing-masing
perusahaan. Sebagai imbalannya, perusahaan-perusaha an ini diberikan
7. akses terhadap gas alam selama periode yang berkisar antara 23 dan 30 tahun.
Industri pertambangan menerapkan suatu campuran pendekatan yang beragam,
dan Morales harus berurusan dengan perusahaan-perusaha an tersebut secara
pribadi. Yang ia jadikan target utama untuk dilibatkan nasionalisasi
dalam pengertian tradisionalnya adalah pabrik peleburan timah milik
perusahaan pertambangan Swiss, Gencore, yang disita oleh pemerintah
Bolivia pada Februari 2008. Dengan mengutip 'ketakwajaran' dalam tambang
tersebut, yang tampaknya menipu pemerintah dalam hal pemasukkan yang
dijanjikan, Morales berkata pada karyawan pabrik tersebut bahwa 'Sumber
daya alam kita terus menerus dijarah'.(8) Morales menyiratkan bahwa
pemerintah tidak memiliki rencana umum untuk menyita tambang lainnya,
dan memilih untuk sekedar meningkatkan 'bagian pemerintah', asalkan tiap
tambang yang bersangkutan dinilai pemerintah telah melakukan operasinya
secara adil.
Sentimen keadilan sosial itu tidak hanya menyiratkan pembayaran pajak
yang besar kepada pemerintah, ia juga menyertakan suatu redefinisi
tanggung jawab korporasi dalam tingkat komunitas.(9) Seorang pejabat
senior pemerintahan dalam Kementrian Pertambangan dan Metalurgi, yang
berlatar belakang pertambangan sektor swasta, mengindikasikan bahwa
perusahaan pertambangan dituntut untuk memberikan pelatihan /(training)/
secara konstan dan signifikan terhadap karyawan berkebangsaan Bolivia di
pertambangan sehingga rakyat Bolivia pada akhirnya akan menempati
posisi-posisi eselon atas di industri tersebut dan juga mendapat upah
yang lebih baik. Lebih jauh lagi, pertambangan dituntut untuk
menyediakan kesejahteraan sosial yang jelas dan proyek-proyek
infrastruktur kepada komunitas tempat mereka beroperasi.( 10) Beberapa
eksekutif pertambangan mengekspresikan simpati terhadap tujuan-tujuan
ini, baik karena mereka mungkin dapat memberikan stabilitas politik yang
lebih besar dan juga karena mereka ingin dipandang sebagai bagian dari
solusi sosial bukannya suatu problem politik.(11) Terdapat juga beberapa
pihak yang skeptis dan memandang pemerintah sebagai pendorong
ketidakefisienan dan tak bersentuhan dengan realitas bisnis yang
kompetitif.( 12)
Di kalangan industri gas alam terdapat juga pihak-pihak yang menyimpan
keraguan. Di antaranya yang terkuat adalah mereka yang mengoperasikan
Petrobras, yang merupakan investasi asing yang diandalkan pemerintahan
Bolivia untuk mengekstraksi gas. Seorang perwakilan penting perusahaan
tersebut di La Paz menyatakan bahwa pemerintahan Morales beroperasi
dalam suatu 'mitos ideologis' dan bahwa ia meremehkan kekuatan yang
digunakan oleh para korporasi yang memberikan investasi asing yang
dibutuhkan.( 13) Dalam tataran umum telah terdapat beberapa bukti yang
menunjukkan bahwa Bolivia menghadapi beberapa konsekuensi negatif dari
TNC-TNC karena menjalankan kebijakan-kebijakan tersebut. Contohnya,
8. tampak terjadi penurunan secara signifikan terhadap aktivitas pengeboran
eksplorasi di sektor petroleum - dari jumlah sebanyak 16 situs semacam
itu dari 1998-99 hingga hanya serendah tiga selama 2006 (tahun pertama
Morales menjabat).(14) Serupa dengan itu, Institut Fraser, sebuah pusat
pakar /(think-tank) / sayap kanan dari Kanada, melakukan survey yang
mengindikasikan bahwa Bolivia di bawah Morales menempati ranking ketiga
dari bawah di antara 65 negeri lainnya dalam hal daya tarik investasi
asing dalam industri pertambangan (Venezuela dan Zimbabwe merupakan dua
negeri lain di bawahnya). Lebih spesifik lagi, negeri itu meraih urutan
58 dari 65 dalam hal keamanan terkait investasi.(15)
Di luar industri-industri hidrokarbon dan pertambangan, pemerintahan
Morales telah melakukan inisiatif kebijakan yang berani berupa reformasi
tanah /(land reform)/. Antara Januari dan Agustus 2006 sang presiden
meredistribusi 7,6 juta hektar tanah. Tapi itu termasuk penghibahan
tanah milik negara kepada petani. Ia meraih kemenangan legislatif yang
besar pada November 2006 dengan Rancangan Undang-Undang reformasi tanah
yang luas dan meliputi redistribusi 20 juta hektar lahan hingga akhir
jabatannya pada 2011, banyak di antaranya melibatkan redistribusi lahan
swasta. Pada 2006 sekitar 50.000 keluarga diestimasikan memiliki sekitar
90% dari lahan produktif negeri tersebut.(16) Banyak dari lahan ini
berlokasi di departemen [semacam provinsi, pen.] dataran rendah di
timur, di mana banyak penduduknya telah beroposisi terhadap pemerintahan
Morales karena komitmennya menasionalisasi industri hidrokarbon - nanti
kita akan kembali ke persoalan ini. Pendukung proyek ini menekankan
bahwa langkah ini akan memberikan kebutuhan hidup bagi petani yang
kelaparan, dan bahwa kaum perempuan yang tak bertanah ditargetkan untuk
mendapat lahan. Beberapa pakar yang mendukung reformasi tanah
menunjukkan suatu ikatan /(nexus)/ yang kuat di antara musuh-musuh
reformasi tanah, termasuk suatu aliansi antara pemilik tanah yang luas
/(big landowners)/ , pembudidaya narkotika, bankir dan kaum kaya.(17)
Kritik-kritik kuat terhadap reformasi tanah menekankan bahwa kebijakan
semacam itu sebelumnya telah gagal di Bolivia, terutama sebagai hasil
dari revolusi tahun 1952, dan akan terjadi peralihan penekanan produksi
menjadi swadaya (untuk pemenuhan kebutuhan sendiri, pen.), bukannya
produksi nasional yang efisien untuk menciptakan lebih banyak pangan.(18)
*Indigenismo, radikalisme dan rejim keamanan baru: rencana pembangunan
nasional*
Pada 2006 pemerintah Bolivia mengeluarkan Rencana Pembangunan Nasional,
yang menyertakan bagian yang panjang dan mendalam tentang pertahanan
nasional. Upaya pemikiran kembali urusan-urusan strategis seperti ini
sejalan dengan radikalisasi dan /indigenismo/ yang terlihat dalam
pemerintahan Morales. Ia menekankan bahwa 'pembongkaran neoliberalisme'
berarti merevisi pandangan tentang keamanan nasional, dan menyiratkan
9. bahwa pergeseran ini juga menciptakan sederetan musuh baru.(19) Suatu
bagian dari rencana ini menyertakan 'pertahanan dan pengawasan sumber
daya strategis' seperti gas alam dan mineral.(20) Beberapa pengamat
asing terpana oleh manifestasi mendadak dari kebijakan ini ketika
pasukan militer Bolivia ditempatkan di situs-situs gas alam saat Morales
mengumumkan 'nasionalisasi' hidrokarbon pada Mei 2006. Seorang pejabat
Menteri Pertahanan mencatat bahwa langkah ini pada umumnya 'simbolik dan
realistik, karena bagian alamiah dari tugas militer adalah melindungi
sumber daya alam'.(21) Tapi 'melindungi' dari siapa? Dan atas
kepentingan siapa? Proses radikalisasi telah mencoba meredefinisikan
keamanan dari perspektif penduduk mayoritas yakni kaum miskin dan
penduduk asli, dengan memahami bahwa potensi ancaman terhadapnya
sebagian bersumber dari kaum kaya lokal, dari kapital transnasional dan
dari Amerika Serikat.
Kebijakan kunci lainnya dalam revisi keamanan ini adalah program
'inklusi sosio-ekonomik' di dalam angkatan bersenjata.( 22) Sehubungan
dengan ini, seorang pejabat Kementrian Pertahanan Nasional
mengindikasikan bahwa sekolah-sekolah militer di negeri itu sebelumnya
menerima siswa-siswa - yakni, mereka yang ditakdirkan menjadi perwira -
yang hampir secara eksklusif berasal dari kelas atas dan keluarga
perwira.(23) Ini berarti terdapat lebih banyak perwira berkulit putih
dan kelas atas memimpin pasukan yang sebagian besar berasal dari kaum
miskin dan penduduk asli. Dalam hal ini restrukturisasi militer harus
terlibat dan terkait dengan konflik ras maupun kelas. Telah diterapkan
program-program yang menekankan inklusi ras dan sosio-ekonomik, dengan
beberapa bimbingan yang diberikan oleh Kolese Militer Kerajaan Kanada
/(Royal Canadian Military College)/.
Pejabat Kementrian Pertahanan juga mengindikasikan bahwa satu ancaman
terbesar bagi angkatan bersenjata bersumber dari korupsi dengan berbagai
kedoknya: kaum kaya menyuap militer untuk memenuhi kepentingannya, dan
maraknya pasar barang selundupan yang secara historis telah
menghancurkan integritas angkatan bersenjata, terutama di negeri seperti
Bolivia, di mana lalu-lintas narkotika tumbuh subur.(24) Wilayah korupsi
lainnya yang penting berkaitan dengan perbatasan negeri itu yang
sebagian besar tidak dipatroli, terutama perbatasan dengan Brasil dan
Paraguay. Obat terlarang dan persenjataan, kayu hasil penebangan ilegal,
dan pengapalan barang-barang legal dengan menghindari pajak
internasional semuanya mengundang korupsi di kalangan perwira keamanan
yang berpendapatan rendah.(25) Di bawah, kita akan kembali pada
permasalahan ini ketika mendiskusikan implikasi regional dari medan
strategis Bolivia yang masih segar.
Juga krusial bagi negeri tersebut adalah kebutuhan menangani defisit
terang-terangan dalam material dan infrastruktur militer. Rencana
10. keamanan nasional yang baru di negeri itu menekankan bahwa peralatan
militer yang penting telah dengan drastis memburuk selama 20 tahun
terakhir. Diindikasikan bahwa 80% kendaraan taktis berada dalam kondisi
yang buruk, 70% sistem komunikasinya tidak dapat dioperasikan, di luar
itu terdapat daftar panjang hal-hal serupa yang memprihatinkan. (26)
Selain peralatan, jalan-jalan di negeri tersebut juga terkenal
berkondisi buruk, dan sering kali tak dapat dilalui. Infrastruktur yang
lebih baik diperlukan untuk mencapai tujuan strategis lainnya,
pembentukan satuan kekuatan aksi cepat yang dapat menjelajahi medan
ekstrim negeri tersebut. Rencana yang baru menyerukan pembangunan jalan
tambahan sepanjang 3000 kilometer.
*Otonomi dan pemisahan wilayah**
Terdapat sejumlah unsur yang menjelaskan desakan menuju otonomi yang
substansial dan bahkan mungkin pemisahan wilayah sepenuhnya di antara
empat 'departemen' atau negara bagian di Bolivia. Di antara isu-isunya
adalah ras, kelas, budaya, dan pemisahan geografis. Dalam sebuah
referendum yang dilaksanakan sejalan dengan pemilu kongres tanggal 2
Juli 2006, 42,21% penduduk nasional memilih 'otonomi'. Empat dari
sembilan departemen memberikan suara mayoritas besar untuk otonomi:
Santa Cruz (71.13%); Beni (73.83%), Tarija (60.8%) dan Pando (57.69%).
Barangkali manifestasi gerakan pro-otonomi yang paling lantang dan
terorganisir berasal dari departemen Santa Cruz, di mana terdapat sebuah
kota yang bernama sama yang terletak pada dataran rendah dan merupakan
yang paling modern di negeri itu.
Santa Cruz menyumbangkan 40% pendapatan ekspor dan penerimaan pajak
negeri itu. Ia merupakan ibu kota sektor energi Bolivia, sebuah produsen
pertanian besar, dan suatu wilayah yang penting bagi lalu-lintas
narkotika dan penyelundupan lainnya. Mengepalai kampanye aktif untuk
otonomi adalah /Comite pro Santa Cruz (CPSC)/, suatu organisasi yang
efisien dan dinamis yang mampu memobilisasi lebih dari 350.000 orang
selama berbagai protes sejak 2004. Kepentingan yang dicerminkannya
didominasi oleh kelas maupun ras. Dalam konteks kekayaan besar yang
terdapat di departemen tersebut, mereka yang mewakili kepentingan
kapital lokal merasa terancam oleh kebijakan sosialis dan
redistribusionis pemerintahan Evo Morales. Daniel Castro, kepala
komunikasi CPSC, mengindikasikan bahwa kelompoknya mendorong otonomi
ekonomi 'supaya departemen ini dapat menggunakan pajak dan dana negara
sesuai dengan kehendaknya' .(27) Ia berargumen bahwa negara telah
mengambil inisiatif pendekatan 'konfrontasional' terhadap upaya-upaya
kemerdekaan di negeri itu, dan di Santa Cruz khususnya, dan bahwa CPSC
menghendaki pemerintahan yang memahami pentingnya 'efisiensi, peraturan
yang jelas dan kekuatan-kekuatan globalisasi' .(28)
11. Dr Lorgio Balcazar Arroyo, /General Manager/ CPSC, secara khusus
mengkritik rencana terkenal pemerintah untuk meredistribusikan lebih
dari 20 juta hektar tanah di Santa Cruz. Pemilik tanah besar mengklaim
kepemilikan terhadap 91% lahan cocok tanam di departemen tersebut,
dengan 20 juta hektar dimiliki oleh 3500 orang.(29) Dr Balcazar
mengatakan bahwa reformasi tanah serupa gagal pada tahun 1950an, dan
bahwa pemfokusan pemerintah terhadap pertanian swadaya /(subsistence
farming)/ bagi para petani akan menyebabkan penurunan produksi pertanian
secara drastis sehingga menciptakan kelangkaan hasil pertanian secara
nasional.(30) Lebih luas lagi, Balcazar mengindikasikan bahwa dengan
penduduk asli yang hanya berjumlah 16% di Santa Cruz, dibandingkan di
dataran tinggi di mana mereka mendominasi, budaya Santa Cruz jauh
berbeda dengan di dataran tinggi tempat Morales menarik dukungan
terbesarnya dan tempat terletaknya ibu kota La Paz. Maka, kombinasi
faktor-faktor budaya dan ras dengan konflik kelas menjadi sebuah konteks
bagi agenda CPSC. Pimpinan CPSC mengklaim bahwa mereka telah menjadi
korban represi dan pelecehan oleh pemerintah, termasuk apa yang mereka
namakan 'perang psikologis' seperti penempatan pasukan militer di dekat
acara-acara kelompok tersebut, dan lain sebagainya. Mereka juga
menyatakan kebencian mendalam terhadap apa yang mereka pandang sebagai
pengaruh kuat Hugo Chavez dari Venezuela di Bolivia yang semestinya
tidak diperlukan. Terakhir, Dr Balcazar menyatakan bahwa CPSC berminat
mencapai 'otonomi' secara damai, tapi akan mempertimbangkan pemisahan
wilayah bila upaya otonomi gagal.(31)
Kritikan terhadap /Comite pro Santa Cruz/ menekankan bahwa departemen
tersebut berkembang pada tahun 1950an dan 1960an berkat pendanaan oleh
negara yang dialirkan dari dataran tinggi, terutama dari sektor
pertambangan, dan bahwa tidaklah adil bila kelompok seperti CPSC
berupaya menimbun kekayaan energi yang besar dan ditemukan saat milenium
baru dalam Santa Cruz. Direktur sebuah pusat pakar /(think tank)/
berhaluan kiri di Santa Cruz mengindikasikan bahwa di sana politik
"sederhananya adalah masalah konflik kelas, kaum kaya di sini
menghendaki hari-hari otoriter di masa lalu ketika kepentingan
demokratik rakyat mayoritas tidak diperhitungkan' .(32) Ia menyatakan
bahwa kaum kaya di Santa Cruz mengontrol media dan mampu memanipulasi
rakyat mayoritas untuk memilih otonomi. Mr Salence Salinas juga
mengindikasikan bahwa terdapat suatu ikatan antara pelaku lalu lintas
narkotika dan pemilik tanah besar, bankir dan kaum kaya, dan bahwa
aliansi ini dengan sengit beroposisi terhadap upaya Morales melakukan
reformasi tanah.(33)
Dilatari polarisasi hebat ini - di satu sisi, pemerintahan kiri Morales
berhadapan dengan mayoritas penduduk yang mendukung otonomi beserta
pelopornya seperti CPSC, dan di lain sisi, petani tanpa tanah berhadapan
dengan pemilik tanah besar dan sekutu-sekutunya yang kuat - terdapat
12. meningkatnya penempatan angkatan bersenjata maupun munculnya
kelompok-kelompok bersenjata ireguler. Contohnya, Morales telah
menempatkan angkatan bersenjata di empat departemen pro-otonomi (Santa
Cruz, Beni, Pando dan Tarija) pada Desember 2006 ketika mereka tengah
membentuk 'dewan' pro-otonomi untuk memajukan perjuangan mereka.
Mengenai kekuatan bersenjata ireguler, Konfederasi Pertanian Nasional
negeri itu mengatakan berencana membentuk 'unit bela diri' untuk
melindungi diri dari proses reformasi tanah yang direncanakan
pemerintah.( 34) Di pihak yang berseberangan, kekuatan pro-otonomi di
Santa Cruz memprotes kelompok bersenjata seperti /'ponchos rojos'/, yang
bertindak sejalan dengan angkatan bersenjata.( 35) Maka polarisasi
mendalam, demonstrasi kekuatan yang lebih sering oleh militer dan
bermunculannya kelompok bersenjata baik berhaluan kiri maupun kanan
telah membuka panggung untuk eskalasi konflik bersenjata dan mungkin
saja perang saudara.
Di luar pembangkangan di provinsi-provinsi yang berkehendak jadi
'otonom', Morales menghadapi perpecahan serius dalam partainya sendiri
/Movimiento a Socialismo/ (Gerakan Menuju Sosialisme - MAS) mengenai
ekonomi politik sumber daya alam. Contohnya, pada Mei 2007 komponen
penduduk asli dari partai /Pakta de Unidad/ (Pakta Persatuan) berargumen
bahwa 'kepemilikan tanah dan sumber daya alamnya sejalan dengan penduduk
asli', sementara pemerintah merespon bahwa tanah dan sumber daya alam
'haruslah di tangan rakyat Bolivia, dan pengelolaanya sejalan dengan
negara'.(36) Perpecahan ini serius karena Morales telah mengandalkan
penduduk asli untuk proyek-proyek politiknya. 'Pakta' yang disebut di
atas terdiri dari empat kelompok, termasuk /cocaleros/, petani tanpa
tanah, petani perempuan, dan organisasi penduduk asli dari beragam
wilayah. Di luar perbedaan politiknya dengan beragam kelompok penduduk
asli sehubungan sumber daya alam, Morales beberapa kali mengalami
kesulitan dengan /cocaleros/ (yang diwakilinya) dalam beragam persoalan
mengenai persepsi global terhadap peran mereka dalam lalu lintas
narkotika, hal ini dibahas lebih lanjut di bawah. Pokok persoalannya
adalah bahwa politik identitas marak di Bolivia, bahwa tidak ada
keseragaman /(monolith)/ kaum miskin dan penduduk asli, dan bahwa
politik di pedesaan berada di bawah permukaan. Meskipun awalnya Morales
berhasil menciptakan persatuan melalui keterpilihannya, kini ia
menghadapi tantangan dari warisan negara gagal dan potensi garis-jurang
politik di penjuru negeri.
*Konflik internal: dimensi regional*
Meskipun perpecahan internal di Bolivia dengan sendirinya cukup penting,
hal ini juga bermain dalam dimensi regional yang lebih luas antara AS,
di satu sisi, dan kumpulan negara-negara yang dipimpin oleh Hugo Chavez
dari Venezuela, di sisi lainnya. Dengan bentrokan antara model
13. pemerintahan Bolivia yang kiri dan statis dengan kepentingan
pemerintahan AS dan korporasi transnasional, dan dengan dekatnya
hubungan Morales dengan Hugo Chavez, seorang anggota Kementrian
Pertahanan Bolivia mengindikasikan bahwa ia memperkirakan AS 'akan
mengeksploitasi perpecahan dalam negeri'.(37) Chavez mengindikasikan
pada Oktober 2006 bahwa terdapat alasan yang cukup 'berbobot' untuk
meyakini bahwa AS melakukan inisiatif rencana destabilisasi di Bolivia
yang dijalankan beririsan dengan kepentingan kaum 'oligarki' negeri
itu.(38) Di luar penyediaan berbagai macam bantuan yang dermawan ke
Bolivia, seperti bantuan sebesar $10 juta untuk membantu paska hujan
badai dan banjir yang menyusulnya pada Maret 2007, Venezuela telah
mengadakan kesepakatan militer dengan Bolivia. Chavez mengatakan,
sebagai contoh, bahwa bila AS secara langsung melakukan intervensi dan
tidak menghormati kedaulatan Bolivia, Venezuela akan memulai 'mekanisme
apa pun' yang diperlukan untuk membantu Bolivia (39) dan ia telah
berjanji untuk menyediakan tentara Venezuela 'dalam masa krisis'.(40) Di
luar pembangunan suatu pakta kerjasama militer, Venezuela
mengindikasikan pada Oktober 2006 bahwa ia akan membantu Bolivia secara
moneter dengan pembangunan setidaknya 10 'modul' militer yang
masing-masing akan dijaga oleh 15 tentara untuk memperkuat keamanan
Bolivia di sepanjang perbatasannya dengan Peru, Brasil, Paraguay,
Argentina dan Chile.(41) Perlu diingat bahwa perbatasan-perbatas an ini
diidentifikasikan oleh doktrin pertahanan nasional yang dicatat di atas
sebagai rentan terhadap pelanggaran keamanan - terutama lalu lintas
berbagai penyelundupan termasuk senjata ilegal. Tak lama setelah
pengumuman 'modul-modul' tersebut, Chile mengindikasikan
ketidak-sepakatanny a dengan pakta militer yang ditandatangani pada 26
Mei 2006 antara Venezuela dan Bolivia, dan menguatirkan pembangunan
'modul-modul' tersebut di sepanjang perbatasannya. (42)
Kepentingan Venezuela di Bolivia begitu kompleks. Bolivia bukan sekedar
sekutu ideologis dan strategis yang loyal bagi Chavez, tapi Venezuela
juga memainkan peran 'kakak' atau penolong bagi Bolivia yang
ultra-miskin dan terpecah secara politik. Dalam pengertian ini Bolivia
merupakan sebuah /protege/ bagi eksperimen sosialis Venezuela. Adalah
kepentingan Chavez untuk membantu Bolivia mengembangkan ekonominya dan
mencapai kestabilan politik sehingga Venezuela dapat menunjukkan kepada
wilayahnya dan dunia tentang perkembangan positif negeri itu. Di sini
baik Morales maupun Chavez harus berhati-hati mendemonstrasikan bahwa
Morales lah yang menjalankan pertunjukan di Bolivia, dan bahwa Chavez
memainkan peran pendukung bukan peran pengarah. Jelaslah kelompok
pendukung 'otonomi' seperti CPSC sangat membenci pengaruh Chavez di
Bolivia, begitu pun kaum sayap-kanan Bolivia dan beberapa TNCs.
AS memiliki kepentingan yang jelas untuk menyaksikan Morales gagal di
Bolivia. Washington tidak ingin melihat model sosialis negeri itu
14. berhasil, dan sangat mencurigai posisi negeri tersebut dengan Venezuela.
Meskipun terus mengembang-biakkan model neoliberal yang tidak populer,
Washington tidak memiliki model ekonomi politik alternatif yang dapat
diterima oleh mayoritas rakyat Bolivia yang telah menyambut visi Morales
untuk negeri itu. Meskipun AS masih merupakan pemberi bantuan terbesar
bagi Bolivia pada 2006, Washington telah mengeluh bahwa bantuan ini
tidak dihargai oleh banyak pihak, karena pemerintahan Bolivia
mengumandangkan bantuan dari Venezuela dan Kuba, tapi berbisik saat
memuji AS atas bantuannya.( 43) Lebih jauh lagi, Washington dengan keras
mengkritik pemerintah Morales karena tidak menuruti kepentingan AS dalam
'perang melawan obat terlarang' /(drug war)/, dan mengklaim bahwa
tanaman koka menyaksikan peningkatan tahunan sebesar sepertiga hingga 15
juta hektar pada musim gugur 2006. Presiden Bush mencatat pada September
2006 bahwa 'kami menguatirkan tentang tidak adanya kerjasama
anti-narkotika' dari Morales, dan memuji-muji Kolombia tentang hal yang
menurut pandangan para pakar merupakan kemajuan yang sangat
diragukan.(44) Pada Desember 2006 Washington telah mengurangi bantuan
anti-narkotika ke Bolivia sebesar 25%.(45) Perang terhadap obat
terlarang merupakan mekanisme Washington untuk membentuk angkatan
militer dan polisi di negeri-negeri yang menjadi target untuk
menyesuaikan diri dengan tujuan strategis AS, sebagaimana
didemonstrasikan dengan sempurna oleh kasus Kolombia.
*Kesimpulan*
Terdapat tiga perubahan luas yang membentuk medan keamanan baru di
Bolivia, yang tetap merupakan negeri termiskin di Amerika Latin.
Pertama, ditemukannya cadangan gas alam yang besar dikombinasikan dengan
lonjakan harga sumber daya alam yang berhubungan dengan energi dan
komoditas lainnya telah mengangkat persoalan strategis yang segar di
Bolivia. Kedua, kebangkitan demokrasi kerakyatan di seluruh penjuru
Amerika Latin menemukan ekspresi penuhnya di Bolivia. Mayoritas
penduduk, yang miskin, dan yang merupakan /mestizo/ atau penduduk asli,
berhasil menaikkan salah seorang di antara mereka ke kursi presiden -
suatu fenomena yang membantu meredefinisikan tema-tema keamanan negeri
tersebut. Terakhir, perubahan regional yang signifikan, seperti
menyoloknya pembelokan Amerika Latin ke kiri maupun
pergeseran-pergeser an di tingkat tatanan dunia, termasuk semakin
banyaknya tantangan terhadap hegemoni AS dan kebangkitan bintang-bintang
dunia baru seperti Cina, telah memberikan konteks baru bagi urusan
strategis di Bolivia. Mari kita lanjutkan mengembangkan hal-hal tersebut.
Ledakan energi /(energy boom)/ dalam dekade pertama milenium baru telah
melimpahkan kekayaan yang cukup besar kepada Bolivia. Kebangkitan
kesadaran penduduk asli, terutama sejak peringatan 500 tahun subjugasi
kolonial pada 1992 telah diasosiasikan dengan memori yang menggetarkan
15. tentang eksploitasi brutal yang menyertai proses penambangan sumber daya
alam yang besar selama Masa Penaklukan /(The Conquest)/, suatu era yang
mentransformasikan penduduk asli menjadi budak yang termiskinkan. Dengan
ledakan sumber daya alam yang cukup mendadak selama dekade belakangan,
dan kebakaran sosio-politik yang besar di awal kegagalan era neoliberal,
pernyataan politik rakyat mayoritas Bolivia yang termiskinkan dan
tergolong penduduk asli berarti bahwa perencanaan yang dibuat akan
mengalokasikan lebih banyak kekayaan untuk mereka, bukannya untuk
kepentingan luar TNCs. Nasionalisasi sektor sumber daya alam
dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut.
Untuk mempertahankan dukungan politik yang krusial dalam lingkungan yang
sangat terfragmentasi dan penuh tantangan, menjadi suatu keharusan bagi
pemerintah Morales untuk menjamin bahwa buah dari kebijakan
nasionalisasinya yang berani benar-benar mengucur ke mayoritas rakyat
miskin. Nasionalisasi hidrokarbon meningkatkan pendapatan negara sebesar
40% pada 2006 dibandingkan tahun 2005, menjadi $1,65 milyar, dan
diproyeksikan menjadi $2 milyar pada 2007. Meskipun pemerintah berencana
menginvestasikan $3 milyar ke dalam industri hingga 2012, bagian besar
kekayaan yang didapatkan dari nasionalisasi digunakan untuk mendanai
program-program kesejahteraan sosial. Contohnya, pada April 2007
pemerintah meluncurkan program perumahan sebesar $90 juta. Bagian utama
kebijakan tersebut adalah pinjaman dengan suku bunga rendah sebesar
1%-3% (kontras dengan suku bunga bank sebesar 18%-24%) dan rencana
pembangunan rumah bagi kaum ultra-miskin. Pemerintah memperkirakan
program tersebut akan menghasilkan 70.000 pekerjaan konstruksi dalam
jangka menengah. Di luar sektor konstruksi pemerintah mengumumkan
rencananya menciptakan 230.000 pekerjaan di akhir 2007, dengan 160.000
di antaranya pekerjaan temporer. Morales meningkatkan upah minimum
bulanan dari $63 menjadi $67, yang diberlakukan secara retroaktif pada 1
Januari 2006. Di samping program-program dan kebijakan-kebijakan ini dan
program-program reformasi tanah yang disebut lebih awal, Kuba
menyediakan 1700 dokter dan tenaga paramedik bagi Bolivia. Walaupun
program-program ini substansial, belum jelas apakah itu cukup memenuhi
harapan yang semakin membumbung di antara penduduk negeri itu yang
frustasi dan penuh amarah.
Meskipun dukungan mayoritas penduduk merupakan kunci bagi eksperimen
sosialis Morales, pemerintah benar-benar butuh membangun suatu hubungan
yang kuat dan loyal dengan militer. Pada 2007 pemerintah Morales
menyisihkan sebagian dana yang diperolehnya dari nasionalisasi
hidrokarbon untuk memperkuat angkatan bersenjata. Contohnya, pada tahun
tersebut militer menerima 100 kendaraan baru, empat helikopter, tiga
pesawat dan peralatan lainnya. Peran penting angkatan bersenjata dalam
ekonomi politik Bolivia yang sedang dirombak sudah jelas terlihat sejak
awal. Adalah luar biasa bahwa militer tampil secara formal dalam
16. situs-situs industri sumber daya alam untuk menandakan nasionalisasi
negeri itu, menyatakan terang-terangan bahwa pemerintah siap menggunakan
kekerasan untuk melindungi agendanya berupa kepemilikan publik dan
redistribusi kekayaan. Sejak diumumkannya nasionalisasi, militer telah
melakukan intervensi dengan berupaya menciptakan stabilitas di
situs-situs industrial yang dijangkiti pergolakan politik. Militer juga
telah melakukan unjuk kekuatan di setidaknya empat departemen yang telah
melancarkan protes dalam taruhannya mencapai otonomi politik dan ekonomi
yang luas - terutama di Santa Cruz yang merupakan penghubung yang
menghubungkan kepentingan TNCs dan mungkin tujuan-tujuan strategis
Washington.
Meskipun militer sejauh ini mendemonstrasikan dukungan yang tak pernah
kendur terhadap pemerintah Morales, sang presiden tidak dapat menerima
dukungan angkatan bersenjata dengan begitu saja. Kebijakan yang
diarahkan untuk mentransformasi representasi kelas dan ras dalam jajaran
atas angkatan bersenjata pasti menciptakan ketegangan, walaupun ini
belum menemukan ekspresi publik yang nyata. Lebih jauh lagi, polisi
nasional memulai mogok makan pada Juli 2007 untuk memprotes sebuah
rencana yang dijalankan oleh militer untuk merestrukturisasi angkatan
polisi dan mengurangi jajaran personilnya. Meskipun ini
mendemonstrasikan kepercayaan Morales terhadap militer dari pada polisi,
setidaknya untuk sementara langkah ini menunjukkan hubungan yang lemah
dalam rantai aparatus keamanan negara. Secara keseluruhan Morales sejauh
ini menikmati dukungan militer, tapi dibutuhkan kerja dan kewaspadaan
yang konstan untuk mempertahankan dukungan integralnya dan mencegah
bergesernya unsur-unsur angkatan bersenjata menuju kepentingan yang
hendak menyaksikan akhir bagi eksperimen sosialis negeri itu.
Telah dicatat bahwa agenda keamanan baru di Bolivia sebagian besar
merupakan produk dari kekuatan demokrasi yang baru muncul. Tapi harus
ditekankan bahwa Morales tidak menikmati dukungan yang monolitik dan
harus berupaya menyatukan beragam kelompok kekuatan sosial di negeri
tersebut. Meskipun penduduk asli pada umumnya mendukungnya, beberapa
kelompok Indian telah bentrok dengan pemerintah dan menginginkan
kekayaan alam lokal dialokasikan secara langsung kepada penduduk yang
menempati tanah tempat penambangan. Lebih jauh lagi, anggota penduduk
asli dalam /Asamblea Constituyente/ (Majelis Konstituante) mengancam
mengundurkan diri kecuali rancangan dokumen /Vision de Pais/ (Visi
Negeri) pemerintah ditulis kembali untuk menjunjung - di antara
amandemen lainnya - hak tanah penduduk asli. Terdapat beragam nuansa
dalam politik ras di Bolivia. Proyek redistribusi tanah Morales telah
sebagian besar ditujukan kepada petani mestizo yang bertempat tinggal di
dataran rendah dalam departemen-departem en yang mencari otonomi. Kaum
mestizos telah memberikan peringatan lantang bahwa merekalah sektor ras
terbesar negeri itu, bukannya penduduk asli. Morales berupaya mendapat
17. dukungan politik mereka sebagai penyeimbang terhadap pihak berhaluan
kanan yang menginginkan otonomi beserta pendukung asing mereka.
Di luar pembelahan secara ras, pemogokan pekerja tambang yang mampu
melumpuhkan - yang juga mendirikan blokade jalanan dan melakukan
aksi-aksi jalan yang berani di ibukota negeri itu pada Juli 2007 untuk
memprotes kebijakan akses terhadap pekerjaan sehubungan dengan
nasionalisasi pertambangan - mengindikasikan bahwa TNCs bukan
satu-satunya pihak yang tak senang dengan aspek-aspek kebijakan
nasionalisasi negeri itu. Dilatari pemogokan nasional yang gawat,
blokade jalanan, perpecahan antar ras, pergulatan untuk otonomi di
beberapa departemen tertentu, dan lain-lainnya, Gereja Katolik pada Juli
2007 dengan tegas memperingatkan bahwa negeri itu menghadapi 'bahaya
besar' berupa disintegrasi di hadapan fragmentasi politik yang
memuncak.(46) Secara keseluruhan, yang masih harus dilihat adalah apakah
persatuan awal yang menyertai pembangunan bersejarah bagi mayoritas
rakyat akan tetap utuh di bawah pemerintahan Morales. Kita telah melihat
bahwa pendukung awal presiden saat baru dilantik di kemudian hari
memeranginya untuk menjamin keuntungan-keuntung an sektoral. Ini dapat
melemahkan Morales dalam pertempurannya melawan pihak-pihak yang
diuntungkan oleh pemerintahan sebelumnya dan yang hendak menjatuhkannya
dari kekuasaan.
Pergeseran dan nuansa politik di tingkat lokal dan nasional di Bolivia
telah berjalan sesuai dengan perubahan konstalasi politik di tingkat
tatanan dunia.(47) Penolakan terhadap neoliberalisme, gertakan terhadap
AS dan penegasan politik kaum mayoritas demokratik semuanya adalah
fenomena yang saling kait mengkait yang muncul tidak hanya di Bolivia
tapi di tingkat wilayah. Ekuador dan Venezuela merupakan sebagian contoh
paling jelas tentang gelombang demokratik, populis dan revolusioner di
Amerika Latin ini. Meskipun Venezuela telah mengindikasikan akan
melakukan intervensi militer bila AS dinilai akan mendestabilisasi
negeri itu, belumlah jelas apakah negeri lain mungkin - secara hipotetis
- membantu pemerintah Morales di Bolivia bila terancam. Kandidat yang
paling mungkin di antaranya adalah Ekuador, Nikaragua dan Kuba.
Sehubungan dengan AS, kebangkitan kembali kaum kiri di Amerika Latin
dalam banyak hal menunggangi kepemimpinan ekonomi dan politik AS yang
gagal, terutama kegagalan model neoliberal, yang bertujuan
mengkonsentrasikan kekayaan dalam wilayah dunia di mana distribusi
kekayaan adalah yang paling tak seimbang. Lebih jauh lagi, Venezuela
telah menggantikan AS sebagai pemasok bantuan pengembangan di Amerika
Latin. Ini semua terjadi di saat AS sedang disibukkan oleh kekalahan
pertempuran di Irak, dan kekuatan dunia lainnya seperti Cina, India dan
Rusia tampak memperkuat diri mereka. Bukannya menawarkan cabang zaitun
[simbol perdamaian, pen] kepada pemerintah Morales, justru terlihat
18. meningkatnya tanda-tanda aksi AS yang tak dikehendaki dalam negeri itu.
Ini dicontohkan dengan penolakan Morales terhadap kertas kebijakan AS
yang mengkritik demokrasi di Bolivia pada musim panas 2007, yang
disebutnya sebagai 'intervensi' yang tak diinginkan.( 48)
Secara keseluruhan kasus Bolivia mewakili suatu pekerjaan yang sedang
dilakukan. Terlalu pagi untuk mengetahui dengan jelas apakah eksperimen
ini akan sukses. Pemerintah Morales telah bekerja keras mengupayakan
persatuan di dalam negeri yang terkenal terfragmentasi itu. Morales
berhasil memberikan program-program sosial yang berasal dari proyek
nasionalisasi, tapi penduduk termiskinkan di negeri itu tetap tak sabar.
Ketegangan kelas dan ras juga mengemuka dalam konteks redistribusi
kekayaan dan hak-hak khusus di negeri itu. Pemerintah juga harus terus
menarik minat investasi asing dalam sektor pertambangan, agar
benar-benar mendapatkan kekayaan untuk didistribusikan. Belumlah jelas
apakah kebijakan nasionalisasi Morales telah menakutkan investasi secara
permanen, walaupun TNCs telah bersikap sangat kritis terhadap
pemerintahnya. Unsur-unsur korporasi transnasional dan kapital keuangan
global tentunya akan mencoba mentorpedo eksperimen Bolivia. Dengan
catatan historik yang penuh ketidakstabilan politik yang mendalam, dan
kehadiran musuh-musuh nasional dan global terhadap proyek sosialis di
Bolivia, mempertahankan dukungan angkatan bersenjata adalah kunci bagi
pemerintah Morales - tapi ini, juga bukanlah tugas yang mudah dalam
konteks program-program pemerintah yang dirancang untuk melepaskan
genggaman jajaran teras angkatan bersenjata yang didominasi kulit putih
dan kelas atas.
Proyek radikal Bolivia telah bertahan selama satu setengah tahun
pertama. Perubahan radikal dalam bidang keamanan telah sepadan dengan
perubahan meluas di bidang ekonomi politik. Masa depan negeri itu tetap
tak menentu. Bila industri sumber daya alam tetap panas, bila pemerintah
dapat menjamin bahwa kekayaan akan sungguh-sungguh mengucur ke bawah,
bila Presiden Morales menggunakan pendekatan wortel dan tongkat [bujukan
dan paksaan, pen.] secara berimbang untuk memimpin di tengah-tengah
fragmentasi sosial, bila pemerintah dapat mempertahankan dukungan
militer, dan bila pihak penolong seperti Venezuela tetap membuka
kerannya, pembelokan Bolivia ke kiri dapat terbukti sebagai suatu
keberhasilan.
------------ --------- ----
*Catatan Penerjemah*
* Teks asli sebenarnya menuliskan pergantian kekuasaan (succession) .
Namun penerjemah menganggap itu merupakan kesalahan, di mana yang
sepertinya dimaksudkan adalah secession (pemisahan diri). Keputusan ini
19. diambil dengan mempertimbangkan konteks maupun lebih banyaknya
kemunculan kata tersebut (secession) di dalam teks asli.
*Catatan Penulis*
1 Istilah ini bermakna penegakkan kekuasaan penduduk asli
2 Untuk penjelasan awal yang baik tentang tema-tema yang berhubungan
dengan politik Bolivia, lihat Waltraud Q Morales, A Brief History of
Bolivia, New York: Facts on File, 2004; Deborah Poole, Vision, Race,
Modernity: A Visual Economy of the Andean Image World, Princeton, NJ:
Princeton University Press, 1997; Abraham Lowenthal & Samuel Fitch,
Armies and Politics in Latin America, New York: Holmes and Meier, 1986;
James Painter, Bolivia and Coca: A Study in Dependency, Boulder, CO:
Lynne Rienner, 1994; Robert Albro, 'The water is ours, Carajo!', in June
Nash (ed), Social Movements: Anthropological Reader, London: Blackwell,
2005, pp 249 - 271; Maria Choque, 'Reconstitucioacute n del ayllu y
derechos de los pueblos indiacutegena' , Journal of Latin American
Anthropology, 6 (1), 2001, pp 202 - 224; Silvia Rivera Cusicanqui,
'Reclaiming the nation', naclaReport on the Americas, 38 (3), 2004, pp
19 - 23; and Javier Sanjineacutes, 'Movimientos sociales y cambio
politico en Bolivia', Revista Venezolana de Economia y Ciencias
Sociales, 10 (1), 2004, pp 203 - 218.
3 Wawancara penulis dengan Enrique Arteaga, mantan menteri industri
pertambangan dan presiden Club de Mineria, La Paz, 6 Juli 2006.
4 Wawancara penulis dengan Dr Arturo Castantildeos, Direktur Hubungan
Institusional, Petrobras, La Paz, 21 Juli 2006.
5 La Razon, 27 Agustus 2006
6 Sebagaimana dikutip oleh Vancouver Sun, 30 Oktober 2006 (penekanan
oleh penulis)
7 Lihat La Razon, 12 Mei 2007
8 Sebagaimana dikutip oleh Taipei Times, 11 Februari 2007
9 Untuk diskusi umum yang sangat baik tentang topik tanggung jawab
korporasi, lihat Lisa North,
Timothy Clark & Viviana Patroni (eds), Community Rights and Corporate
Responsibility, Toronto: Between the Lines, 2006.
10 Wawancara penulis dengan Eliodor Sandi, Direktur Kebijakan Sektoral,
Menteri Pertambangan dan Metalurgi, La Paz, 6 Juli 2006.
20. 11 Wawancara penulis dengan Osvaldo Arce, Manager Eksplorasi, Enpresa
Minera Unificada, 5 Juli 2006.
12 Wawancara penulis dengan Jaime Villalobos Sanjines, wakil teknisi
Manquiri SA, Proyecto San Bartolome, La Paz, 21 Juli 2006.
13 Wawancara penulis dengan Arturo Castantildeos.
14 El Diario, 16 Mei 2007.
15 Lihat El Diario, 21 Maret 2007.
16 BBC News, 29 November 2006.
17 Wawancara penulis dengan Jose Guillermo Salence Salinas, Direktur,
Program Dampak Politik, Centro de Estudios Juridicos e
Investigacioacuten Social, Santa Cruz, 24 July 2006.
18 Wawancara penulis dengan Dr Lorgio Balcazar Arroyo, General Manager,
Comite pro Santa Cruz, Santa Cruz, 25 Juli 2006.
19 Pemerintah Bolivia, Kementrian Perencanaan, 'Defensa Nacional', Plan
Nacional de Desarrollo, Juni 2006, seksi 3.4.6, p 2.
20 Ibid, p 3.
21 Wawancara penulis dengan Liliana Guzmaacuten, Advisor to the Minister
for Human Rights, National Ministry of Defence, La Paz, 5 July 2006.
22 Pemerintah Bolivia, 'Defensa Nacional', p 5.
23 Wawancara penulis dengan Liliana Guzmaacuten.
24 Ibid.
25 Pemerintah Bolivia, 'Defensa National', p 5.
26 Ibid, p 1.
27 Wawancara penulis dengan Daniel Castro, Chief of Communications,
Comiteacute pro Santa Cruz, Santa Cruz, 25 July 2006.
28 Ibid.
29 El Diario, 24 May 2006.
21. 30 Wawancara penulis dengan Lorgio Balcazar Arroyo.
31 Ibid.
32 Wawancara penulis dengan Joseacute Guillermo Salence Salinas.
33 Ibid.
34 Lihat New York Times, 1 Juni 2006.
35 El Diario, 25 Januari 2007.
36 Lihat La Razon, 27 Mei 2007.
37 Wawancara penulis dengan Liliana Guzmaacuten.
38 Lihat Agencia Bolivariana de Noticias, 12 Oktober 2006.
39 Ibid.
40 Sebagaimana dikutip El Diario, 2 Februari 2007.
41 Lihat La Razon, 14 Oktober 2006.
42 El Diario, 9 Oktober 2006.
43 Lihat New York Times, 14 Mei 2006.
44 El Tiempo, 18 September 2006. Untuk diskusi tentang gagalnya perang
obat terlarang di Colombia, lihat James Rochlin, Social Forces and the
Revolution in Military Affairs: The Cases of Colombia and Mexico, New
York: Palgrave-Macmillan, 2007.
45 Lihat El Diario, 21 Desember 2006.
46 Lihat El Diario, 17 Juli 2007.
47 Untuk diskusi lebih lanjut tentang ini, lihat Rochlin, Social Forces
and the Revolution in Military Affairs.
48 Lihat La Jornada (Mexico), 12 Juli 2007.
------------ --------- --------- --------- --------- --------- -
Sumber: "Latin America's left turn and the new strategic landscape: the
case of Bolivia", /Third World Quarterly/, Volume 28, Issue 7 October
22. 2007 , pages 1327 - 1342
Diterjemahkan dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia oleh NEFOS.org
Diterbitkan di NEFOS.org pada 31 Juli 2008
James Rochlin berasal dari Department of Political Science, University
of British Columbia-Okanagan
------------ --------- --------- --------- --------- --------- -