Skripsi ini membahas evaluasi mutu tepung pisang raja dan ambon. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan membandingkan mutu tepung dari kedua jenis pisang tersebut. Beberapa parameter yang diamati meliputi rendemen, kehalusan, kadar air, warna, dan aroma. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomi petani pisang di Kabupaten Lima Puluh Kota melalui pengembangan pascapanen pisang menjadi t
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...
Evaluasi Mutu Tepung Pisang
1. SKRIPSI
EVALUASI MUTU TEPUNG PISANG RAJA DAN PISANG AMBON
OLEH:
Dendhy Pratama Y
08 1111 2126
JURUSAN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2013
2. KATA PENGANTAR
Segala puji hanya untuk Allah Subhanahuwata’ala
memberikan nikmat
iman dan nikmat
yang selalu
kesehatan hingga penulis
bisa
menyelesaikan penulisan Skripsi ini yang berjudul “ Evaluasi Mutu Tepung
Pisang Raja dan Pisang Ambon ” sebagai salah satu syarat untuk melaksanakan
penelitian di Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas. Salawat dan
salam penulis sampaikan untuk Nabi Muhammad SAW sebagai tauladan dan
panutan terbaik umat manusia sepanjang masa.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr.
Ir Sandra, MP selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan
dalam penyelesaian skripsi ini. Begitu juga kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Santosa,
MP, Ibuk Mislaini R, S.TP, MP, Bapak Omil Charmyn Chatib, S.TP, M.Si, dan
Ibuk Delvi Yanti, S.TP, MP Yang telah memberikan bimbingan dan masukan
untuk skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan proposal ini agar kelak bermanfaat untuk kita semua.
Padang, Juli 2013
Dendhy Pratama Y
3. DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
KATA PENGANTAR ......................................................................................ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................iii
DAFTAR TABEL .............................................................................................v
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................vii
I.
PENDAHULUAN………………………………………………………… .1
1.1 Latar Belakang………..……………………………………………… ...1
1.2 Tujuan…………………………………………………………………....2
1.3 Manfaat .................................................................................................2
II.
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................3
2.1 Pisang dan Manfaatnya...…. ..................................................................3
2.2 Produksi dan Pascapanen Pisang ...........................................................4
2.3 Tepung Pisang .......................................................................................6
2.4 Pengecilan Ukuran…………………………....………………………....9
2.5 Mesin Penepung ...................................................................................11
III. METODE PENELITIAN ..........................................................................13
3.1 Waktu dan Tempat .............................................................................13
3.2 Bahan dan Alat ...................................................................................13
3.3 Metode Penelitian ...............................................................................13
3.4 Pengamatan .........................................................................................14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………...………... .......................................17
4.1 Rendeman Tepung ................................................................................17
4.2 Kehalusan Tepung ................................................................................18
4.3 Kadar Air .............................................................................................19
4.4 Warna...................................................................................................20
4.5 Aroma ..................................................................................................23
4. V. KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................25
5.1 Kesimpulan .............................................................................................25
5.2 Saran .......................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................26
LAMPIRAN ......................................................................................................28
5. DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Syarat mutu tepung pisang………………………………………………8
2. Rendemen tepung dari Pisang Raja dan Pisang Ambon……………….17
3. Kehalusan tepung pisang raja dan pisang ambon………………………18
4. Kadar air tepung pisang raja dan pisang ambon………………………..19
5. Hasil uji hedonik panelis (%) terhadap warna tepung pisang………….21
6. Hasil uji hedonik panelis (%) terhadap aroma tepung pisang………….23
7. DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Bahan dan Alat yang digunakan………………….…………………….26
2. Kehalusan dan Kadar Air tepung pisang raja dan pisang ambon ……….27
3. Format kuisioner uji hedonik warna dan aroma tepung pisang…………30
4. Hasil uji hedonik warna dan aroma tepung pisang raja dan ambon…….31
5. Diagram Alir Pembuatan Tepung Pisang................................................32
8. ABSTRAK
Penelitian tentang Evaluasi Mutu Tepung Pisang Raja dan Pisang Ambon
telah dilakukan pada bulan September - November 2012 di Dua Tempat. Pada
Tahap Awal adalah proses penepungan yang dilakukan di Kec. Situjuh Limo
Nagari, Kabupaten Lima Puluh Kota. Pengujian tepung
dilanjutkan di
Laboratorium Kimia dan Biokimia Hasil Pertanian dan Pangan, Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas andalas,
Padang. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan membandingkan mutu
tepung yang dihasilkan dari pisang Raja dan pisang Ambon sebagai produksi
pascapanen dari Kecamatan Situjuh Limo Nagari Kabupaten Limapuluh Kota.
Penelitian ini menggunakan buah pisang yang didapat langsung dari hasil panen
wilayah tersebut, dengan umur 80 - 90 hari setelah bunga mekar dengan kondisi
cukup tua yang kulitnya masih hijau dan dagingnya masih keras. Parameter
pengamatan yang diamati untuk mengevaluasi kualitas tepung adalah rendemen,
kehalusan tepung, kadar air, warna dan aroma. Hasil penelitian menunjukan
bahwa Rendemen Tepung Raja 33,33% dan Pisang Ambon 26,67%. Persentase
kehalusan Tepung pisang Raja adalah 95,24% dan pisang Ambon 90,87%.
Persentase Kadar Air Pisang Raja adalah 10,62% dan Pisang Ambon 17,69%.
Sedangkan untuk Hasil pengujian Warna dan Bau didapati hasilnya Normal
berdasarkan standar dari SNI.
Kata kunci : Tepung Pisang, Mutu, Kadar Air, Kehalusan tepung, Warna dan
Aroma
9. I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pisang (Musa paradisiaca) mengandung zat gizi yang dibutuhkan oleh
tubuh. Seratus gram pisang ini mengandung 1,2 g protein, 31,8 g karbohidrat, 10
mg kalsium, 22 mg fosfor, 0,8 mg zat besi, 3 mg vitamin A. 0,06 mg Vitamin B,
10 mg Vitamin C, dan 65,8 g air. Pisang juga banyak mengandung betakarotein
yang merupakan provitamin A, sehingga mengkonsumsi pisang bisa mencegah
penyakit kanker atau rabun senja. Kebutuhan akan pisang yang tinggi
menyebabkan masyarakat berusaha untuk membudidayakan tanaman ini.
Salah satu daerah penghasil pisang terbesar di Sumatera Barat adalah
Kabupaten Lima Puluh Kota dengan produksi 77.287 ton pada tahun 2007 (BPS
dan Dispetahor, 2007) yakni 62,89 % dari jumlah produksi pisang di Sumatera
Barat. Kecamatan Situjuh Limo Nagari merupakan daerah dengan produksi buah
pisang yang paling tinggi di Kabupaten Limapuluh Kota. Jenis pisang yang paling
banyak dibudidayakan di daerah ini adalah Pisang Raja (Musa paradisiaca var.
Sapientum) dan Pisang Ambon (Musa Paradisiaca var. Cavendis. Produksi kedua
jenis pisang yang tinggi di daerah ini tidak diimbangi dengan pengolahan
pascapanen yang baik. Sampai saat ini pengolahan pascapanennya hanya berupa
penjualan buah secara langsung dari petani pisang ke distributor yang kemudian
dipasarkan kepada masyarakat. Perlakuan seperti ini mempunyai resiko kerugian
yang cukup tinggi, antara diantaranya karena proses penyimpanan dan
pengangkutan yang kurang baik dan pisang matang juga akan rentan busuk jika
belum terjual dalam waktu yang lama, sehingga dibutuhkan suatu pengolahan
pascapanen yang lebih baik, salah satunya adalah dengan pembuatan tepung
pisang.
Tepung pisang merupakan produk yang cukup prospektif dalam
pengembangan sumber pangan lokal. Buah pisang sesuai untuk diproses menjadi
tepung karena komponen utama penyusunnya adalah karbohidrat (17,2-38%).
Manfaat yang dapat dirasakan oleh petani dengan mengolah pisang menjadi
tepung antara lain: umur simpan lebih lama, memudahkan dalam pengemasan dan
pengangkutan bahan, diversifikasi menjadi berbagai produk olahan, tepung pisang
10. banyak dimanfaatkan sebagai campuran tepung terigu, dan campuran makanan
bayi, meningkatkan nilai tambah secara ekonomi, memungkinkan untuk dilakukan
fortofokasi sehingga dapat menambah nilai gizi produk, menciptakan peluang
usaha untuk pengembangan agroindustri pedesaan.
Sebuah keuntungan bagi daerah penghasil pisang khususnya daerah
Kecamatan Situjuh Limo Nagari, Kabupaten Lima Puluh Kota untuk bisa
mengevaluasi dan menguji sejauh mana pisang yang biasanya mereka hasilkan
dalam bentuk tandan buah segar saja, hingga bisa diolah dan dikembangkan
menjadi bentuk tepung berkualitas dengan standar mutu tertentu dan bisa dilepas
kepasaran, industri atau pabrik olahan yang bisa lebih menguntungkan petani,
khususnya petani daerah tersebut.
Berdasarkan jenis pisang lokal yang mendominasi pasar adalah Pisang
Raja dan Pisang Ambon, maka penelitian ini mengambil dua jenis pisang tersebut
untuk di teliti. Sehingga penelitian ini berjudul “ Evaluasi Mutu Tepung Pisang
Raja dan Pisang Ambon ”
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi dan membandingkan mutu
tepung yang dihasilkan dari Pisang Raja dan Pisang Ambon.
1.3 Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah mengetahui mutu tepung yang dihasilkan
dari Pisang Raja dan Pisang Ambon sebagai produksi pascapanen dari Kecamatan
Situjuh Limo Nagari Kabupaten Lima Puluh Kota. Selain itu juga menguntungkan
petani pisang jenis tersebut dalam perkembangan teknologi pascapanennya.
11. II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pisang dan Manfaatnya
2.1.1. Deskripsi Tanaman Pisang
Tanaman pisang merupakan tanaman herba perennial dengan tinggi 2-9 m,
berkembang dari umbi batang yang berada di dalam tanah yang disebut rhizom.
Bentuk batang yang berada di permukaan tanah merupakan batang semu yang
terdiri dari daun dan tangkai daunnya yang bergabung membentuk batang semu
(pseudostem). Setiap batang memiliki 6-20 daun. Bunga tanaman ini sering
disebut dengan "Jantung". Tanaman ini akan menghasilkan satu tandan buah
pisang yang setiap tandan terdiri atas 5 – 20 sisir, dimana masing-masing sisir
terdiri 20 atau lebih buah pisang (Nelson, Ploetz dan Kepler, 2006).
Tanaman ini berasal dari kawasan Asia Tenggara (termasuk Indonesia).
Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan
Amerika Tengah (Lengkong, 2008). Tanaman pisang menyebar dari daerah tropis
o
hingga subtropis dan tumbuh optimal pada suhu 18 – 27 C. Di Indonesia,
tanaman ini ditemukan di dataran rendah hingga pegunungan setinggi 2.000 m dpl
dari pulau Sumatera hingga Papua, baik tumbuh secara liar hingga dibudidayakan.
Jenis-jenis pisang yang ditemukan di Indonesia antara lain M. paradisiaca, M.
cavendishii, M. sinensis, M. brachycarpa dengan berbagai varietas pada satu
jenisnya yang merupakan hasil budidaya. ( Nelson et al. 2006)
2.1.2 Manfaat Tanaman Pisang
Berdasarkan pemanfaatannya, pisang dibagi menjadi tiga, yaitu (1)Pisang
yang dimakan buahnya tanpa dimasak, antara lain seperti M. paradisiaca var.
Sapientum, M. nana atau disebut juga M. cavendishii dan M. sinensis. Pisang ini
dikenal juga dengan nama Pisang Ambon, Pisang Susu, Pisang Raja, Pisang
Barangan dan Pisang Mas; (2)Pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak
yaitu M. paradisiaca forma typica atau disebut juga M. paradisiaca normalis,
seperti pisang nangka dan pisang tanduk dan pisang kepok karena rasanya yang
kurang enak jika dikonsumsi secara langsung; (3)Pisang berbiji yaitu M.
12. brachycarpa yang di Indonesia dimanfaatkan daunnya, antara lain seperti Pisang
Batu dan Pisang Klutuk, karena buahnya memiliki banyak biji, sehingga sulit
dikonsumsi langsung; (4)Pisang yang dimanfaatkan seratnya misalnya Pisang
Manila (abaca) (BPP IPTEK, 2012).
Buah pisang merupakan sumber gizi yang dapat dijadikan sebagai
pengganti makanan pokok. Kandungan gizi pisang terdiri dari air, karbohidrat
protein, lemak dan vitamin A, B1, B2 dan C (Direktorat Pengolahan Hortikultura,
2005). Buah pisang dapat dimakan langsung atau dijadikan bentuk makanan lain,
seperti sale pisang, pure pisang dan tepung pisang. Kulit pisang dapat
dimanfaatkan untuk membuat cuka melalui proses fermentasi alkohol dan asam
cuk. Daun pisang dipakai sebagi pembungkus berbagai macam makanan
trandisional Indonesia. Batang pisang, yaitu pisang abaca dapat diolah menjadi
serat, antara lain untuk pakaian dan kertas. Batang pisang yang telah dipotong
kecil dan daun pisang dapat dijadikan makanan ternak ruminansia (domba,
kambing) dan secara tradisional, air umbi batang pisang kepok dimanfaatkan
sebagai obat disentri dan pendarahan usus besar sedangkan air batang pisang
digunakan sebagai obat sakit kencing dan penawar racun (Indropahasto, 2004)
2.2 Produksi dan Teknologi Pascapanen Pisang
2.2.1 Produksi Pisang di Indonesia
Produksi pisang adalah produksi buah terbesar di Indonesia yaitu 40%
dari produksi buah di Indonesia. Produksi pisang Indonesia menempati urutan ke
enam setelah India, Ekuador, Brazil, Fhilipina dan Cina. Produksi pisang tidak
bersifat musiman dan merata sepanjang tahun. Indonesia memproduksi sekitar 232
kultivar pisang yang dibudidayakan di berbagai daerah dari Sumatera Barat, Jawa
Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan,
sampai Sulawesi Selatan (Road Map Pisang, 2004). Sembilan belas jenis dari
semua kultivar yang ada di Indonesia merupakan varietas yang bersifat komersial,
antara lain seperti Pisang Ambon, Emas, Barangan, Kepok, dan Tanduk (Executif
Summary, 2004).
Kultivar pisang dan daerah pusat produksi pisang di Indonesia yaitu
diantaranya Pisang Barangan di daerah Sumatera Utara, Pisang Ambon
13. (Lampung, Sumbar, Jabar, Jatim), Pisang Raja (Jabar, Jatim, Bali), Pisang Kepok
(Kalimantan, Sulawesi), Pisang Tanduk (Lampung, Jabar dan Jatim) dan Pisang
Cavendis (Lampung, Jatim) (Road Map Pisang, 2005). Di Sumatera Barat,
Tanaman Pisang merupakan komoditas yang diunggulkan dan dikembangkan oleh
pemerintah dalam upaya meningkatkan pendapatan perkapita masyarakatnya.
Jumlah tanaman pisang di Sumatera Barat pada tahun 2007 sekitar
4.762.664 rumpun dengan produktivitas rata-rata 43,71 kg/rpn. Jenis pisang yang
banyak diproduksi adalah pisang ambon kecil, pisang jantan, pisang emas/pisang
manis, dan pisang kepok. Luas lahan pisang di Sumatera Barat lebih kurang 3.180
ha dengan perkiraan 1.250 rumpun per hektarnya. Produksi pisang di Sumatera
Barat pada tahun 2007 adalah 208.311 ton dengan daerah produksi tertinggi
adalah daerah Kabupaten Lima Puluh Kota yaitu sebesar 127,05 kg/rpn.
Kecamatan Situjuh merupakan salah satu daerah produksi pisang yang tinggi di
Kabupaten Lima Puluh Kota. ( Dinas Pertanian Tanaman Hortikultura, 2008)
2.2.2 Pengolahan Pascapanen Pisang
Pascapanen tanaman pisang dewasa ini masih dilakukan dalam skala
industri rumah tangga, antara lain pelepah pisang yang dijadikan hiasan dinding
dan tirai hias, daun pisang yang dijadikan pembungkus makanan tradisional.
Pengolahan pascapanen buah pisang yang merupakan hasil utama pada tanaman
pisang selain dijual secara langsung, belum dilakukan dalam skala industri besar,
masih dalam rumah tangga, yaitu dijadikan bentuk makanan lain, seperti gorengan
dan kue-kue lainnya yang masih menimbulkan kerugian, karena mudah rusak dan
tidak tahan lama (Luthfiyanti, Kumalasari dan Darmanjana, 2008).
Pisang merupakan buah yang cepat rusak. Dalam kondisi matang penuh,
pisang hanya dapat bertahan selama beberapa hari bila tidak diolah lebih lanjut.
Tepung pisang merupakan salah satu pengolahan lanjut dari buah pisang untuk
memperpanjang umur simpan, meningkatkan nilai gizi pisang karena tepung
pisang lebih mudah dicerna dalam tubuh; dan sekaligus meningkatkan nilai
ekonomi pisang. Lebih lanjut, tepung pisang dapat digunakan sebagai bahan baku
dalam pengolahan berbagai jenis produk makanan seperti kue, roti, cake, food
14. bars, dodol, dan makanan pendamping ASI untuk bayi dan balita dalam bentuk
bubur atau cookies ( Santi Dwi Astuti, 2010 )
2.3 Tepung Pisang
Tepung pisang adalah salah satu hasil pengolahan pascapanen buah
pisang. Tepung pisang merupakan hasil penggilingan buah pisang kering (gaplek
pisang)
dan
merupakan produk
antara
yang
cukup
prospektif dalam
pengembangan sumber pangan lokal. Pada dasarnya semua jenis buah pisang
mentah dapat diolah menjadi tepung, tapi warna tepung yang dihasilkan
bervariasi, karena dipengaruhi oleh tingkat ketuaan buah, jenis buah dan cara
pengolahan. Tepung pisang dibuat dari buah pisangyang masih mentah namun
yang sudah cukup tua. Tepung pisang merupakan salah satu alternatif produk
setengah jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur
(dibuat komposit), diperkaya zat gizi (fortifikasi), dibentuk dan lebih cepat
dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis (Fauziah dan
Nasriati, 2011).
Pembuatan tepung pisang mudah dilakukan dan biayanya tidak mahal.
Manfaat yang dapat dirasakan oleh petani dengan mengolah pisang menjadi
tepung antara lain : umur simpan lebih lama, memudahkan dalam pengemasan
dan pengangkutan bahan, diversifikasi menjadi berbagai produk olahan. Tepung
pisang banyak dimanfaatkan sebagai campuran pada pembuatan roti, cake, kue
kering, campuran tepung terigu, dan campuran makanan bayi, meningkatkan nilai
tambah secara ekonomi, memungkinkan untuk dilakukan fortifikasi sehingga
dapat menambah nilai gizi produk, menciptakan peluang usaha untuk
pengembangan agroindustri pedesaan (Dian, 2010).
Pisang (Musa paradisiaca) sebagai salah satu tanaman buah-buahan
mempunyai potensi besar diolah menjadi tepung sebagai substitusi tepung terigu.
Tepung pisang merupakan produk antara yang cukup prospektif dalam
pengembangan sumber pangan lokal. Buah pisang cukup sesuai untuk diproses
menjadi tepung mengingat bahwa komponen utama penyusunnya adalah
karbohidrat (17,2-38%). Produksi tepung pisang nasional mencapai 4.384.384 ton
dengan nilai ekonomi sebesar Rp 6.5 triliun. Produksi tersebut sebagian besar
15. dipanen dari pertanaman kebun rakyat seluas 269.000 ha. Namun terkadang
karena keterbatasan teknologi yang dimiliki, hasil panen hanya dapat dipasarkan
dalam bentuk tandan buah segar. Selain keuntungan yang tidak terlalu besar,
terkadang petani juga menghadapi kendala dalam penanganan pascapanen buah
pisang terutama selama masa penyimpanan dan pengangkutan. Sehingga tidak
sedikit dari hasil panen tersebut mengalami cacat fisiologis (busuk, penyet,
terpotong, dll) yang akhirnya menurunkan kuantitas dan kualitas buah pisang
tersebut. Pada dasarnya semua jenis buah pisang mentah dapat diolah menjadi
tepung, tapi warna tepung yang dihasilkan bervariasi, karena dipengaruhi oleh
tingkat ketuaan buah, jenis buah dan cara pengolahan. Tepung pisang dapat dibuat
dari buah pisang yang masih mentah namun yang sudah cukup tua (Kurniawan,
2008).
Pemanfaatan tepung pisang sebagai bahan baku pembuatan produk olahan
makanan seperti roti, biskuit, cookies, snack, cake, makanan bayi dan kue lainnya.
Dan dapat mensubstitusi terigu hingga 100% tergantung dari jenis olahannya.
Penggunaan tepung pisang dengan substitusi hingga 40% menghasilkan makanan
bayi (MP-ASI) dengan nilai kalori sebesar 385 kkal/100g, protein 9,94%,
karbohidrat 67,41%, lemak 8,5% dan serta 0,5%. Tepung pisang dapat
mensubstitusi pembuatan biskuit sebesar 42,5% dengan nilai energi sebesar
515,8%; kadar protein 7,70%, lemak 29,92% dan karbohidrat 53,93%. Formula
snack memerlukan tambahan tepung pisang 25-70% dengan nilai energi 385,84560,27 kkal/100g dan tepung pisang dapat mensubstitusi pada pembuatan roti
sebesar 15%, dengan nilai energy berkisar antara 261,29 – 375,81% dan kadar
protein 8,05-11,02%. Tepung pisang dapat tahan disimpan selama 8,3 bulan
dalam kemasan plastik PE pada kondisi suhu penyimpanan T = 30°C dan RH 75%
dan apabila disimpan pada suhu dan RH lebih rendah akan lebih panjang lagi
umur simpannya. (Balai Pengajian Teknologi Pertanian Jawa Barat, 2011)
Pembuatan tepung pisang memiliki acuan dengan standardisasi yang jelas,
sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Badan Standar Nasional Indonesia,
sejumlah komponen dan keadaan yang mesti dipenuhi agar tepung pisang yang
dihasilkan layak untuk diproduksi.
16. Berikut Standar Mutu Tepung pisang yang dinyatakan Badan Standar
Nasional Indonesia :
Tabel 1. Syarat Mutu Tepung Pisang
No
1
1
1.1
1.2
1.3
2
Kriteria uji
Satuan
2
3
Bau
Rasa
Warna
-
Benda Asing
-
Keadaan :
Serangga ( dalam segala
bentuk stadia dan
potongan-potonganya
Jenis Pati Lain Selain
4
Tepung pisang
Kehalusan lolos ayakan
5
% b/b
60 mesh
6
Air
% b/b
Bahan Tambahan
7
Makanan
8
Sulfit ( SO2 )
mg/kg
9
Cemaran Logam :
9.1
Timbal ( Pb )
mg/kg
9.2
Tembaga ( Cu )
mg/kg
9.3
Seng ( Zn )
mg/kg
9.4
Raksa ( Hg )
mg/kg
10
Cemaran Arsen ( As )
mg/kg
11
Cemaran Mikroba :
11.1
Angka Lempeng Total
Koloni/g
11.2
Bakteri bentuk coli
APM/g
11.3
Escherichin coli
Koloni/g
11.4
Kepang dan Kamir
11.5
Salmonella/25 gram
11.6
Stafilococus aureous/g
Sumber : Standar Nasional Indonesia 01-3841-1995
3
Persayaratan
Jenis A
Jenis B
4
5
Normal
Normal
Normal
Tidak Boleh
ada
Normal
Normal
Normal
Tidak Boleh
ada
Tidak Boleh
ada
Tidak Boleh
ada
Tidak Boleh
ada
Tidak Boleh
ada
Min. 95
Min. 95
Maks. 5
Maks. 12
Sesuai dengan
SNI 01-0222-1987
Negatif
Maks. 10
Maks. 1,0
Maks. 10,0
Maks. 40,0
Maks. 0,05
Maks. 0,5
Maks. 1,0
Maks. 10,0
Maks. 40,0
Maks. 0,05
Maks. 0,5
Maks. 104
0
0
Maks. 102
Negatif
Negatif
Maks. 106
0
Maks. 106
Maks. 104
-
17. Klasifikasi Tabel 1
Jenis A :
Tepung yang diperoleh dari penepungan pisang yang sudah matang melalui proses
pengeringan menggunakan mesin pengering.
Jenis B :
Tepung yang diperoleh dari penepungan pisang yang sudah tua, tidak matang
melalui proses pengeringan
2.4 Pengecilan Ukuran
Tepung adalah butiran-butiran halus yang merupakan hasil pengecilan
ukuran suatu objek tanpa mengubah sifat-sifat bahan kimia yang terkandung di
dalamnya. Proses pengecilan ukuran dilakukan secara mekanis yang mencakup
proses pemotongan, penggilingan dan pengayakan, sehingga objek yang
berukuran besar berubah menjadi partikel-partikel yang lebih kecil (Widyotomo,
2002)
Tepung merupakan salah satu produk dari pengecilan ukuran. Pengecilan
ukuran merupakan proses atau cara dimana suatu partikel yang berukuran besar
dipecah atau dipotong menjadi partikel yang berukuran lebih kecil. Pengecilan
ukuran berlangsung secara mekanik tanpa disertai perubahan kimia dari bahan
tersebut. Produk akhir diharapkan memiliki bentuk dan ukuran tertentu. Tujuan
pengecilan ukuran adalah untuk memperoleh produk dengan bentuk dan ukuran
seragam sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan, untuk memperoleh
bentuk dan ukuran yang mudah diolah, untuk mempertinggi reaktivitas bahan
sehingga proses pengolahan berjalan dengan baik, untuk memungkinkan
pemisahan bahan- bahan yang tidak dikehendaki. Selain itu untuk memberikan
bentuk dan ukuran yang bersifat estetis sehingga memberikan kenampakan yang
lebih menarik. (Earle, 1969 cit. Dediarta, 2011)
Dalam dunia perindustrian dikenal dua macam pengecilan. Pengecilan ini
pada prinsipnya yaitu diklasifikasikan berdasarkan pada produk akhir yang
dihasilkan yang dibagi menjadi dua yaitu pengecilan ekstrim dan pengecilan yang
relatif masih berukuran besar. Pengecilan ekstrim maksudnya yaitu pengecilan ini
menghasilkan produk dengan ukuran yang jauh lebih kecil daripada sebelum
dikecilkan. Sedangkan pengecilan yang kedua yaitu pengecilan dimana produk
yang dihasilkan masih berdimensi besar atau nisbah produk akhir dengan awalnya
tidak terlalu signifikan. Contoh pengecilan ektrim adalah pengecilan ukuran
18. dengan mesin penggiling dimana hasil produk gilingan adalah bahan dengan
ukuran yang relatif sangan kecil, misalnya tepung. Sedangkan contoh opererasi
yang kedua yaitu pemotongan dimana operasi ini menghasilkan bahan dengan
ukuran yang relatif masih besar. (Henderson dan Perry, 1982)
Beberapa cara pengecilan ukuran adalah (1) Pemotongan/perajangan, yaitu
merupakan cara pengecilan ukuran dengan memukulkan ujung suatu benda tajam
pada bahan yang dipotong. Struktur permukaan yang terbentuk oleh proses
pemotongan relatif halus, pemotongan lebih cocok dilakukan untuk sayuran dan
bahan lain yang berserat, (2) Kompresi/Pemukulan/Penggerusan/Penumbukan.
Prinsip kerja dari kompresi adalah dengan tekanan yang kuat, biasannya,
penghancuran ini untuk menghancurkan buah yang keras. Alat dari kompresi ini
dinamankan chrushing rolls. Proses ini dilakukan dengan memberikan gaya tekan
yang besar sambil dilakukan penggesekan pada suatu permukan padat, sehingga
bahan terpecah dengan bentuk yang tidak tertentu (Earle, 1969 cit. Dediarta,
2011)
Pemukulan adalah operasi pengecilan ukuran dengan memberikan gaya
yang besar dalam waktu yang singkat. Alat yang biasa digunakan yaitu hummer
mill. Penggerusan atau penumbukan adalah pemukulan yang dilakukan dengan
penahan. Pemukulan cocok dilakukan pada bahan yang keras tetapi rapuh dalam
kondisi kering. Sedangkan untuk bahan yang rapuh dan sedikit berserat seperti
biji-bijian dilakukan dengan cara penggerusan, (3) Menggiling/Shearing
merupakan cara pengecilan ukuran dengan mengikis buah atau menggiling buah.
Alat yang biasa digunakan dalam metode ini adalah Disc Mill. Alat ini untuk
menghasilkan bahan dengan ukuran yang halus (Earle, 1969 cit. Dediarta, 2011).
Mekanisme kerja mesin Disk Mill ini adalah bahan masuk ke dalam ruang
kedap debu dari tempat pengisian dan diberikan secara terpusat antara dua disc
penggiling vertical. Disc penggiling yang berpindah akan berputar melawan disc
yang diam dan menarik bahan. Efek pengecilan partikel dihasilkan akibat
kekuatan tekanan dan friksi. Bahan yang telah diproses keluar melalui
celah alat
dan dikumpulkan dalam pengumpul. Kelebaran celah dapat
diatur dan dapat diubah selama operasi pada batas 0.1 sampai 5 mm.
19. Salah satu contoh proses pengecilan ukuran dengan metode penggilingan
menggunakan mesin Disc Mill yaitu pada pembuatan tepung pisang.
2.5 Mesin Penepung
Beberapa mesin yang dapat digunakan untuk proses pengecilan ukuran
adalah Colloid Mill, Mortar Grinder, Ball Mill, Raymond Mill, Hummer Mill dan
Disk Mill. Secara umum mesin-mesin tersebut memiliki fungsi yang sama yaitu
merubah ukuran objek menjadi bentuk bubuk atau tepung. Perbedaan mesinmesin tersebut terletak pada objek yang akan dijadikan tepung dan cara kerja alat
tersebut. Colloid Mill biasanya digunakan untuk merubah bentuk objek menjadi
partikel koloid, seperti merubah sayuran dan buah-buahan menjadi saus dan selai
buah, Mortar Grinder digunakan dalam industri farmasi untuk membuat obat
dalam bentuk serbuk, Ball Mill biasanya digunakan untuk pengecilan ukuran
bahan-bahan bangunan dan sejenisnya. Raymond Mill digunakan untuk proses
penggilingan (Grinding) dan Pengolahan (Processing) terhadap jenis material
dalam industri pertambangan, bangunan, kimia, dan metalurgi, seperti Barite,
kalsit, feldspar, bedak, marmer, kapur, tanah liat dan kaca. Hummer Mill biasanya
digunakan untuk membuat tepung dari bahan-bahan yang keras seperti batok
kelapa, kayu jati, biji jagung, tulang ikan dan cangkang kerang. Disk Mill
merupakan mesin yang biasanya digunakan dalam pembuatan tepung atau bubuk
dari beras, kopi, jagung, umbi-umbian dan pisang (Yuniarsih, 2012).
Disk Mill adalah mesin penepung sederhana yang sering digunakan dalam
industri skala rumah tangga. Mesin penepung ini memiliki 6 (enam) bagian utama
yaitu 1) hopper, 2) rumah penepungan yang di Dalamnya terdapat pisau
penepung, penutup pisau penepung dan saringan mesh, 3) sistem transmisi dan
dudukannya yang terdiri dari poros, puli, sabuk v-belt, penutup sabuk v-belt dan
puli, rangka dudukan bearing dan bearing, 4) saluran pengeluaran tepung hasil
penepungan, 5) motor penggerak dan 6) rangka penyangga. Mesin ini
menggunakan sumber tenaga penggerak berupa motor listirk 3 fase dengan daya
maksimum 2.2 kW dan tegangan yang digunakan adalah 380 volt serta
21. III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai November 2012.
Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi, yaitu Kanagarian Tungkar Kecamatan
Situjuah Limo Nagari Kabupaten Limapuluh Kota sebagai lokasi pengambilan
bahan baku pisang hingga proses pembuatan tepung dan Laboratorium Teknik
Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPHP) Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Andalas sebagai tempat pengujian mutu tepung pisang yang
dihasilkan.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam pembuatan tepung pisang adalah pisang
Raja (Musa paradisiaca var. sapientum) dan pisang Ambon (Musa paradisiaca
var. cavendish) dengan umur 80 hari setelah bunga mekar dengan kondisi cukup
tua yang kulitnya masih hijau dan dagingnya masih keras. Alat yang digunakan
adalah timbangan, pisau dan talenan, wadah pengukus (periuk), wadah penjemur,
oven dan mesin penggiling tepung Disk Mill.
Bahan yang digunakan dalam pengukuran tepung pisang adalah tepung
yang dihasilkan. Alat yang digunakan adalah ayakan dengan ukuran 60 mesh
(Lampiran 1), timbangan digital, wadah kaca dan tutupnya, desikator dan oven
untuk mengukur kadar air.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi dan membandingkan mutu
tepung dari dua jenis pisang yang memiliki nilai produksi tinggi di Kecamatan
Situjuh Limo Nagari Kabupaten Limapuluh Kota. Parameter pengamatan yang
menjadi ukuran kualitas tepung pisang yang baik adalah berdasarkan Standar
Nasional Indonesia (SNI) Nomor 01-3841-1995 tentang tepung pisang, yaitu
warna dan aroma yang normal, ditandai dengan warna yang kuning kecoklatan
dan aroma khas pisang, kehalusan lolos ayakan 60 mesh minimal 95% dan kadar
air maksimal 12%.
22. Buah pisang disortasi dan ditimbang kemudian dikukus dengan dandang
(diblanching) selama 10 menit. Selanjutnya buah pisang yang telah dikukus,
dikupas kulitnya dan dipisahkan dari daging. Pisang yang sudah dikupas
dimasukkan dalam larutan perendam asam sitrat 0,5% selama 5 menit, lalu
ditiriskan dan diiris tipis menggunakan alat pengiris manual ataupun mesin
pengiris. Diiris horizontal membelah panjang pisang dengan hasil ketebalan irisan
pisang maksimal 0,5 cm. Kemudian pisang yang sudah diiris disusun dalam tray
pengering dan dilakukan pengeringan menggunakan alat pengering (drier) dengan
suhu 70°C, selama 2 jam hingga kering patah. Yakni kondisi di mana irisan yang
telah dikeringkan bisa dengan mudah di patahkan. Setelah kering, irisan pisang
digiling dengan menggunakan mesin Disk Mill. Hasil penggilingan kemudian
diayak dan dilakukan pengamatan selanjutnya di Laboratorium.
3.4 Pengamatan
Dalam penelitian ini, Parameter pengamatannya adalah rendemen,
kehalusan tepung, kadar air, warna dan aroma dengan cara pengukuran/
pengujiannya sebagai berikut :
1. Rendemen
Rendeman merupakan jumlah produk yang dihasilkan dari suatu produksi.
Pengukurannya dengan cara menimbang bobot tepung yang dihasilkan dari
masing-masing 1,5 kg pisang raja dan 1,5 kg pisang ambon yang masing masing
di ukur berat pisang sebelum di buka kulitnya. Dari data rendemen dapat diketahui
berapa persentase produk yang dihasilkan per bobot bahan baku yang digunakan.
Cara mengetahui Rendemen tepung pisang yaitu dengan menimbang kembali
berat pisang setelah menjadi tepung. Untuk mengetahui presentase rendemen
dapat diketahui dengan rumus :
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎 ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑢
x 100%
23. 2. Kehalusan tepung
Kehalusan tepung diuji dengan menggunakan ayakan dengan ukuran 60
mesh (SNI 01-3841-1995). Cara Kerjanya yaitu 100 g cuplikan diambil dari
tepung yang dihasilkan, kemudian diayak sampai hanya bagian kasar yang tersisa
di ayakan. Bagian yang tersisa diayakan tersebut kemudian ditimbang. Kehalusan
tepung dihitung dengan rumus :
Kehalusan (%) = 100- (W1/W × 100)
Dimana W1 = Bobot bagian yang tersisa di ayakan
W = Bobot cuplikan
Persentase kehalusan yang dihasilkan dibandingkan berdasarkan kehalusan
tepung pisang menurut SNI 01-3841-1995 yaitu minimal 95%.
3. Kadar Air
Kadar air diuji dengan cara manual menggunakan oven. Cara kerjanya
yaitu wadah tempat contoh dan tutupnya dipanaskan dalam oven pada suhu 110ºC
selama lebih kurang 1 jam dan didinginkan dalam desikator selama 20 menit,
kemudian ditimbang dengan timbangan analitik. Selanjutnya 2 g contoh
dimasukkan ke dalam wadah, ditutup dan ditimbang. Kemudian wadah yang
berisi contoh dipanaskan dalam oven pada suhu 105ºC selama 1 jam dalam
keadaan terbuka dengan meletakkan tutup wadah disamping wadah. Setelah 1 jam
wadah ditutup didalam oven dan segera dipindahkan ke dalam desikator dan
didinginkan selama 20 menit sehingga suhunya sama dengan suhu ruang,
kemudian ditimbang. Hitung kadar air dengan rumus:
Kadar air (%) = (W1–W2/W1–W0) × 100 %
Dimana W0 = Bobot wadah kosong dan tutupnya (g)
W1 = Bobot wadah, tutup dan contoh tepung sebelum dikeringkan (g)
W2 = Bobot pinggan, tutup dan contoh tepung setelah dikeringkan (g)
Persentase kadar air yang dihasilkan dibandingkan berdasarkan kadar air
tepung pisang menurut SNI 01-3841-1995 yaitu maksimal 12%.
24. 4. Warna
Warna tepung pisang diuji berdasarkan SNI 19-0428- 1989 tentang
petunjuk pengambilan contoh padatan. Cara kerjanya yaitu contoh tepung pisang
yang akan diuji diambil secukupnya dan diletakkan di atas wadah yang bersih dan
kering. Contoh tersebut kemudian diamati warna nya, jika terlihat warna khas
tepung pisang yaitu putih kecoklatan untuk pisang raja dan putih abu-abu untuk
pisang ambon, maka hasil dinyatakan normal, tetapi jika terlihat warna selain
warna tersebut, maka hasil dinyatakan tidak normal. Pengujian warna tepung
pisang dilakukan dengan uji hedonik atau uji kesukaan dengan cara pembagian
kuisioner (Lampiran 3) pada 20 orang panelis dengan kriteria yaitu (1) berusia ≥
20 tahun dengan alasan panelis yang berusia tersebut lebih komunikatif dalam
wawancara, (2) tidak buta warna, (3) mengetahui dan mengenal bentuk buah
pisang raja dan pisang ambon, agar memudahkan dalam pengamatan, dan (4)
bersedia menjadi panelis untuk uji warna tepung pisang. Kriteria ini digunakan
mengingat karakteristik dari uji warna ini adalah panelis yang berfungsi
menganalisis warna sampel secara cermat, sehingga memerlukan sensivitas yang
tinggi.
5. Aroma
Bau tepung pisang diuji berdasarkan SNI 19-0428-1989 tentang Petunjuk
Pengambilan Contoh Padatan. Cara kerjanya yaitu contoh tepung pisang yang
akan diuji diambil secukupnya dan diletakkan di atas wadah yang bersih dan
kering. Contoh tersebut kemudian dicium aromanya, jika tercium bau khas tepung
pisang, maka hasil dinyatakan normal, tetapi jika tercium bau selain bau tersebut,
maka hasil dinyatakan tidak normal.
Pengujian aroma tepung pisang juga dilakukan dengan uji hedonik
(kesukaan) dengan cara pembagian kuisioner (Lampiran 4) pada 20 orang panelis.
Sedikit berbeda dengan kriteria panelis pada uji warna, pada uji aroma kriteria
panelis yang diwawancarai yaitu (1) berusia ≥ 20 tahun dengan alasan panelis
yang berusia tersebut lebih komunikatif dalam wawancara, (2) mengetahui dan
25. mengenal aroma dan rasa buah pisang raja dan pisang ambon, agar memudahkan
dalam pembauan, dan (3) bersedia menjadi panelis, (4) dalam kondisi sehat.
26. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Rendemen Tepung
Pisang Raja dan pisang Ambon dengan berat bahan baku yang sama
menghasilkan rendemen tepung yang berbeda. Rendemen tepung kedua varietas
pisang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rendemen tepung dari Pisang Raja dan Pisang Ambon
No
Varietas
Berat Bahan Baku Pisang
(kg)
Rendemen
(kg)
Persentase rendemen
(%)
1
Raja
1,5
0,5
33,33
2
Ambon
1,5
0,4
26,67
Rendemen tepung pisang Raja lebih besar dari pada pisang Ambon. Dari
bahan
baku
pisang
yang
disediakan
untuk
penepungan,
sepertiganya
menghasilkan tepung. Lebih banyak dibandingkan dengan pisang Ambon dengan
rendemen kurang dari sepertiga bahan baku. Hal ini disebabkan karena struktur
dagingnya yang lebih padat dan berkadar air lebih rendah, sehingga pada saat
proses pengeringan, bobot yang hilang akibat hilangnya air lebih sedikit
dibandingkan pisang ambon, sehingga untuk proses penepungan menghasikan
bobot tepung yang lebih banyak di bandingkan dengan pisang ambon. Bahkan
dengan adanya tahap perebusan di awal perlakuan sebelum pengupasan kulit tak
mempengaruhi perbedaan hasil rendemen dari kedua jenis pisang tersebut.
Kepadatan daging pisang Raja mengakibatkan jumlah air yang masuk tidak
sebanyak pisang Ambon yang pada dasarnya memiliki struktur yang lunak dan
kadar air yang lebih banyak di bandingkan dengan pisang Raja.
Hail ini sesuai dan memperkuat pendapat Chatri, Irma dan Murni (2004),
Pisang raja memiliki tekstur daging buah yang lebih padat dibandingkan pisang
ambon yang memiliki tekstur daging buah yang lebih longgar dan agak lunak.
Walaupun demikian, rendemen dari pisang Raja dan pisang Ambon layak
di jadikan bahan substitusi pembuatan produk pangan seperti roti dan makanan
lainya. Hanya saja rendemen pisang Raja lebih tinggi dari pisang Ambon. Hal ini
27. berdasarkan hasil analisa Dian Histifarina (2010), dalam diversifikasi produk
pisang, tepung pisang bisa di jadikan sebagai bahan substitusi pembuatan roti.
Untuk meningkatkan nilai tambah buah pisang di butuhkan rendemen diatas 25%.
4.2 Kehalusan tepung
Persentase kehalusan tepung kedua varietas pisang disajikan pada
Lampiran 2 dan Tabel 3.
Tabel 3. Kehalusan tepung pisang Raja dan pisang Ambon
No
Varietas
Kehalusan Tepung
(%)
1
Raja
95,24
2
Ambon
90,87
Kehalusan Tepung pisang Raja lebih baik dari pada pisang Ambon. Hal ini
disebabkan oleh struktur daging buah pisang Raja yang padat dan kadar air yng
minim, menyebabkan hasil tepung setelah penggilingan lebih halus di bandingkan
pisang Ambon, karena kadar air yang sedikit tidak banyak mempengaruhi
penggumpalan serpihan hasil penggilingan pisang. Kadar air akan berpengaruh
terhadap kekuatan serpihan tepung pisang untuk menjadi padu, semakin tinggi
kadar air, maka semakin susah untuk serpih keseluruhan. Bahkan setelah
dilakukan pengeringan, kadar air yang tinggi mengakibatkan bahan tetap padu
pada ukuran tertentu. Hal ini terlihat pada Pisang Ambon yang memiliki daging
buah yang lunak dan kadar air yang lebih banyak dari pisang Raja, mengakibatkan
hasil tepung yang tidak sehalus pisang Raja. Menurut (Dediarta, 2011)
Kandungan air dalam bahan baku akan mempengaruhi bahan tersebut untuk
menggumpal, sehingga mengganggu dalam proses penepungan.
Standar kehalusan tepung pisang yang baik yaitu minimal 95% yang lolos
dari ayakan berukuran 60 mesh (SNI, 01-3841-1995). Pada tabel 3, dapat dilihat
bahwa tepung pisang raja yang dihasilkan memiliki kehalusan yang lebih baik
dibandingkan pisang ambon. Hal ini disebabkan karena buah pisang raja memiliki
28. daging buah yang lebih padat dengan kadar air yang lebih sedikit seperti pada
tabel 4, sehingga tepung yang dihasilkan lebih halus dan tidak menggumpal.
Berdasarkan penelitian ini dapat dilihat bahwa dari kedua varietas pisang,
tepung pisang Raja yang sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia, sedangkan
pisang Ambon tidak. Standar kehalusan yang kurang dari 95% ini selain karena
faktor bahan baku yang digunakan juga dapat disebabkan karena adanya faktor
ayakan yang digunakan dan proses pada waktu mengayak. Ayakan yang rusak dan
kesalahan pada waktu mengayak dapat menyebabkan banyaknya tepung yang
tertinggal diayakan. Pada penelitian ini hal itu sudah diminimalisir dengan
penggunaan ayakan yang masih baru dan proses pengayakan yang baik hingga
tiga kali penyaringan, sehingga tepung dari kedua varietas pisang tersebut
mendapatkan perlakuan pengayakan yang sama dengan jumlah tepung yang lolos
ayakan yang maksimal.
4.3 Kadar Air
Dari pengukuran yang telah dilakukan, didapatkan kadar air kedua varietas
pisang yang disajikan pada Lampiran 2 dan Tabel 4.
Tabel 4. Kadar air tepung pisang raja dan pisang ambon
No
Varietas
Kadar air
(%)
1
Raja
10,62 %
2
Ambon
17,69 %
Kadar air tepung pisang Raja lebih rendah dari tepung pisang Ambon.
Karna sifat dasar dari kedua jenis pisang ini memang telah berbeda dari segi
kandungan kadar airnya walau tanpa di jadikan tepung, Pisang Ambon memang
memiliki sifat lunak dan memiliki kadar air yang lebih besar dari pada pisang Raja
yang lebih padat. Hal ini diketahui saat pengambilan bahan pisang. Pada umur dan
ketuaan yang sama, daging buah pisang ambon lebih lunak dibandingkan pisang
raja. Pisang raja memiliki tekstur kokoh dan padat, sedangkan pisang ambon
bertekstur lebih longgar dan memiliki serat di sepanjang daging buahnya.
29. Kelebihan dari produk tepung yang memiliki kadar air yang kecil adalah
berpengaruh terhadap daya tahan terhadap pembusukan atau pengaruh bakteri.
Hal ini sesuai dengan pendapat Fridintya (2011), Kadar air adalah hal yang
penting pada tepung, karena kandungan air tepung dapat mempengaruhi
kenampakan, tekstur serta cita rasa dari tepung tersebut. Kadar air yang tinggi
mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang dan khamir untuk berkembang biak,
sehingga akan terjadi perubahan pada tepung. Makin rendah kadar air, makin
lambat pertumbuhan mikroorganisme, sehingga proses pembusukan akan
berlangsung lebih lama.
Menurut Mikasari (2004). Kadar air merupakan salah satu karakter yang
penting pada tepung, karena kandungan air tepung dapat mempengaruhi
kenampakan, tekstur serta cita rasa dari tepung tersebut. Kadar air tepung
merupakan banyaknya air yang terkandung dalam tepung yang dinyatakan dalam
persen.
Yang menjadi tolak ukur dasar standar kualitas kadar air tepung pisang
pada SNI yakni maksimal 12% (SNI, 01-3841-1995). Maka dari
hasil
pengukuran yang didapatkan dari penelitian ini, dengan persentae kadar air yang
lebih kecil dari standar maksimal, tepung pisang Raja sudah memenuhi standar,
sedangkan pisang Ambon yang jauh lebih besar dari pisang Raja dan standar SNI,
tidak memenuhi standar.
4.4 Warna
Pada penelitian ini, pisang Raja menghasilkan tepung yang berwarna putih
kekuningan dan pisang Ambon menghasilkan tepung yang bewarna putih keabuabuan (Lampiran 1). Warna tepung pisang diuji berdasarkan SNI (19-0428-1989)
tentang Petunjuk Pengambilan Contoh Padatan. Ciri tepung pisang yang dianggap
normal dan telah memenuhi standar SNI adalah berwarna khas daging pisang,
yaitu putih kekuningan atau putih kecoklatan.
Pada penelitian ini, kriteria kesukaan pada uji hedonik terdiri dari 5 tingkat
yang diskoring, yaitu sangat tidak suka (skor 1), tidak suka (skor 2), biasa (skor
3), suka (skor 4), dan sangat suka (skor 5) yang selanjutnya dihubungkan dengan
30. kriteria normal dan tidaknya warna tepung pisang, skor 1-2 warna tidak normal
dan skor 3-5 warna normal.
Hasil uji hedonik terhadap warna tepung pisang Raja dan Ambon dapat
dilihat pada Lampiran 4, dan secara ringkasnya disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil uji hedonik panelis terhadap warna tepung pisang
Skor rata-rata
Keterangan
No
Varietas
Warna
1
Raja
Putih Kecoklatan
4,25
Suka
2
Ambon
Putih Abu-abu
3,6
Biasa
kesukaan
Dari data yang didapat dari semua panelis, tidak satupun panelis yang
tidak menyukai warna kedua jenis tepung pisang tersebut, melainkan hanya
memberikan skor atau nilai yang berbeda untuk mendekati nilai maksimal pada
kedua hasil tepung pisang. Pada pisang Ambon panelis tidak terlalu menyukai
warna tepung pisang dengan memberikan penilaian standar mendekati minimal
batas normal, sedangkan pada tepung pisang Raja, panelis menyukai dengan
memberikan skor atau penilaian yang lebih tinggi. Walaupun penilaian yang
berbeda, tetapi skor atau nilai yang di beri melebihi batas skor kenormalan. Hal
inilah yang menjadi alasan mengapa warna kedua hasil tepung pisang di atas
dikatakan normal.
Tabel 5 menunjukkan bahwa semua panelis menyatakan bahwa warna
tepung pisang yang dihasilkan baik tepung pisang Raja atau Ambon memiliki
warna yang normal. Tepung pisang Ambon yang berwarna sedikit putih keabuabuan, tetap dianggap normal oleh panelis dengan alasan warna tepung tersebut
masih bisa dikategorikan sebagai warna tepung pada umumnya, walaupun dengan
tingkat kesukaan yang tidak setinggi hasil tepung pisang Raja. Warna tepung
pisang Ambon, yang berbeda tersebut bukan disebabkan oleh kesalahan dalam
proses penepungan, tetapi karena warna tepung yang dihasilkan dari tepung
pisang Ambon memang berwarna putih abu-abu atau putih kekuningan gelap.
31. Hal ini juga sudah dinyatakan oleh Prabawati, S, Suyanti dan
D.A.Setiabudi (2008), bahwa tepung pisang Ambon yang dihasilkan berwarna
putih abu-abu dan dan pisang Raja berwarna putih kecoklatan atau putih
kekuningan.
Rata-rata nilai kesukaan panelis terhadap warna tepung pisang Raja dan
pisang Ambon disajikan pada Gambar 1.
5
Kriteria kesukaan
4,25( Suka )
3,6 (Biasa)
4
3
Raja
2
Ambon
1
0
Skor rata-rata kesukaan warna
Gambar 1. Rata-rata kesukaan panelis terhadap
warna tepung
Angka pada gambar di atas didapat dari hasil hitung rata-rata kesukaan
dari semua panelis terhadap masing masing hasil tepung pisang. Gambar 1
memperlihatkan bahwa warna tepung pisang Raja memiliki rata-rata kesukaan
yang lebih tinggi dibandingkan pisang Ambon. Hal ini karena warna tepung
pisang Raja yang berwarna putih kekuningan lebih mendekati warna daging
pisang yang sebenarnya, dibandingkan tepung pisang Ambon yang berwarna putih
abu-abu atau putih kekuningan gelap.
Menurut Suhairi (2007), uji hedonik yang dilakukan pada penelitian ini
merupakan cara pengujian yang menggunakan indera manusia sebagai alat
penilaian
yang
dikenal
juga
dengan
istilah
penilaian
organoleptik/inderawi/sensori. Cara ini sering disebut juga penilaian subjektif,
karena sepenuhnya tergantung pada kemampuan kepekaan indera panelis.
32. Winarno (1997) dalam Suhairi (2004), Penilaian mutu bahan makanan,
pada penelitian ini adalah tepung pisang, pada umumnya sangat bergantung pada
beberapa faktor antara lain, warna, bau, rasa, tekstur, dan nilai gizinya.
4.5 Aroma
Aroma tepung pisang juga dipengaruhi oleh jenis pisang, ketuaan dan
proses pengolahan. Pada penelitian ini kedua tepung menghasilkan aroma khas
buah pisang. Aroma tepung pisang diuji berdasarkan SNI (19-0428-1989) tentang
petunjuk pengambilan contoh padatan. Ciri tepung pisang yang dianggap normal
dan telah memenuhi standar SNI adalah beraroma khas buah pisang.
Pada penelitian ini, kriteria kesukaan pada uji hedonik seperti pada uji
hedonik warna juga terdiri dari 5 tingkat, yaitu sangat tidak suka (skor 1), tidak
suka (skor 2), biasa (skor 3), suka (skor 4), dan sangat suka (skor 5) yang
selanjutnya dihubungkan dengan kriteria normal dan tidaknya aroma tepung
pisang, skor 1-2 aroma tidak normal dan skor 3-5 aroma normal. Hasil uji hedonik
terhadap aroma tepung pisang raja dan ambon dapat dilihat pada Lampiran 4,
tetapi secara ringkasnya disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil uji hedonik panelis terhadap aroma tepung pisang
No
Varietas
Skor rata-rata kesukaan
Keterangan
1
Raja
4,1
Suka
2
Ambon
3,5
Biasa
Aroma tepung pisang Raja lebih disukai dan lebih baik dibandingkan
aroma tepung pisang Ambon. Dari pengumpulan informasi dari panelis, tidak
semua panelis menyukai aroma tepung pisang Ambon. 1 dari 20 panelis tidak
menyukai aroma tepung pisang Ambon. Sedangkan untuk penilaian terhadap
tepung pisang Raja, walau dengan nilai yang berbeda-beda, tetapi tidak satupun
panelis yang tidak menyukai atau memberikan penilaian di bawah angka
kenormalan.
Menurut Mikasari (2004), Hal ini dipengaruhi oleh panelis yang
mengenali aroma buah pisang Raja yang berbau lebih harum dan manis khas
33. pisang, sehingga panelis memiliki kecenderungan lebih menyukai aroma tepung
pisang Raja.
Uji aroma lebih membutuhkan kepekaan dibandingkan uji warna, karena
indera pembau cenderung lebih sensitif dan mudah dipengaruhi oleh aroma lain
yang terdapat di sekitarnya.
Duapuluh panelis yang diwawancarai memberikan nilai kesukaan yang
berbeda terhadap aroma tepung. Rata-rata nilai kesukaan panelis terhadap aroma
tepung pisang raja dan ambon disajikan pada Gambar 2.
5
Kriteria kesukaan
4,1 ( Suka )
4
3,5 ( Biasa )
3
Raja
2
Ambon
1
0
Skor rata-rata kesukaan warna
Gambar 2. Rata-rata kesukaan panelis terhadap
aroma tepung
Gambar 2 memperlihatkan bahwa aroma tepung pisang Raja memiliki
skor rata-rata kesukaan yang lebih tinggi dibandingkan pisang Ambon. Angka
pada gambar di atas, di dapat dari hasil hitung rata-rata kesukaan dari semua
panelis pada masing masing hasil tepung pisang. Dapat disimpulkan bahwa aroma
tepung pisang Raja lebih disukai dari pada aroma tepung pisang Ambon.
34. V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Tepung pisang Raja memiliki kualitas yang lebih baik di bandingkan
dengan tepung pisang Ambon. Berdasarkan standar SNI, setiap ukuran standar
pada tiap bidang pengamatan, tepung pisang Raja telah bisa dikategorikan sebagai
produk yang bermutu dan mampu dikembangkan. Sedangkan tepung pisang
Ambon, belum bisa dikembangkan sebagai produk tepung. Karena memang pada
dasarnya jenis dan sifat pisang Ambon yang memiliki ciri tersendiri di
bandingkan pisang Raja dan pisang lainya, tidak sesuai dengan standar yang di
butuhkan untuk dikembangkan sebagai produk tepung pisang yang akan
dikembangkan untuk dipasarkan. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran pada tiap
bidang pengamatan. Rendemen tepung pisang Raja 33,33% dan pisang Ambon
26,67%. Persentase kehalusan Tepung pisang Raja adalah 95,24% dan pisang
Ambon 90,87%. Persentase kadar air pisang Raja adalah 10,62% dan pisang
Ambon 17,69%. Sedangkan untuk hasil warna dan aroma dengan pengujian
organoleptik, didapatkan hasilnya normal yaitu tepung pisang raja yang berwarna
putih kekuningan dan pisang ambon yang berwarna putih keabu-abuan atau putih
kekuningan gelap. Sedangkan aroma, pisang Raja lebih memiliki bau khas pisang
dibandingkan tepung pisang Ambon
5.2 Saran
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa dalam proses
penepungan, disarankan untuk dilakukan di lokasi yang baik, agar meminimalisir
campuran benda asing. Hal ini akan memaksimalkan hasil pengukuran kadar air
dan kehalusan tepung. Kedepanya agar penelitian ini dilanjutkan dengan standar
pengamatan yang berbeda, sehingga memperjelas kualitas tepung pisang sebagai
produk yang dapat diandalkan.
35. DAFTAR PUSTAKA
Astuti, D. Santi. 2010. Pembuatan Tepung pisang dan produk olahannya.
Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian,
Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Chatri, M., I.L.E. Putri dan Y.Murni. 2004. Kultur Meristem Tunas Pisang Ambon
Kuning (Musa Paradisiaca L. Var. Sapientum) dengan Penambahan
Hyponex pada Medium Sederhana. http://fmipa.unp.ac.id/kategori-3jurusan-biologi.html
Dediarta, W.I. 2011. Laporan Praktikum Teknik Penanganan Hasil Pertanian
Pengecilan Ukuran. Program studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Padjadjaran
Dian, H. 2010. Teknologi Pengolahan Tepung Pisang. Leaflet FEATI Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2008. Profil Peluang
Investasi Komoditas Pisang di Sumatera Barat. Departemen Pertanian
Sumatera Barat
Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian. 2009. Standar Prosedur Operasional
(SPO) Pengolahan Pisang. Departemen Pertanian Jakarta
Executive Summary. 2004. Pengembangan Buah-Buahan Unggulan Indonesia
Komoditas Pisang. Laporan Akhir Riset Unggulan Strategis Nasional.
Dinas Pertanian Bogor
Fauziah dan Nasriati. 2011. Teknologi Pengolahan Tepung Pisang. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung
Fridintya, A.G. 2011. Perbedaan Efektifitas Pemberian Jus Pisang Ambon dan Jus
Pisang Raja dalam Mengatasi Kelelahan Otot pada Tikus Wistar. Program
Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang
Histifarina, Dian. 2010. Diversifikasi Olahan Pisang Agar Memiliki Nilai
Tambah. Global Consulting Group Indonesia. http://km.ristek.go.id
Indroprahasto, S. 2004. Pengembangan Bisnis Sale Pisang Di Kecamatan
Kedungreja, Kabupaten Cilacap. Fakultas Pertanian Institut Pertanian
Yogyakarta
Kurniawan, F. 2009. Memproduksi Tepung dari Bahan Pisang. Balai Penelitian
Teknologi Pertanian. Sumatera Selatan
36. Lengkong, E. 2008. Keragaman Genetik Plasma Nutfah Pisang (Musa sp.) di
Kabupaten Minahasa Selatan dan Minahasa Tenggara. FORMAS. Vol I(4);
302-310
Luthfiyanti, R., Kumalasari, R. Darmanjana, D.A. 2008. Peta Ketersediaan Bahan
Baku Pisang Dalam Menunjang Agroindustri Pisang Di Kabupaten Subang
Jawa Barat. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II
Universitas Lampung. Vol II; 129-138
Mikasari, W. 2004. Kajian Penyimpanan dan Pematangan Buah Pisang Raja
(Musa paradisiaca var. sapientum) dengan Metoda Pentahapan Suhu.
Pascasarjana IPB. Bogor
Nelson, S.C, Ploetz, R.C and Kepler, A.K. 2006. Musa species (banana and
plantain). Species Profiles for Pacific Island Agroforestry. Ver.2 ; 1-33
Prabawati, S., Suyanti dan D.A. Setyabudi. 2008. Teknologi Pascapanen dan
Pengolahan Buah Pisang. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pascapanen Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Prihatman, K. 2000. Pisang (Musa spp.). Deputi Menteri Negara Riset dan
Teknologi. Jakarta
Standar Nasional Indonesia. 1995. SNI 01-3841-1995 Tepung Pisang. Badan
Standarisasi Nasional. http://www.bsn.go.id
Standar Nasional Indonesia. 1998. SNI 19-0428-1998 Petunjuk Pengambilan
Contoh Bahan Padat. Badan Standarisasi Nasional. http://www.bsn.go.id
Standar Nasional Indonesia. 2009. SNI 3549 Tepung Beras. Badan Standarisasi
Nasional. http://www.bsn.go.id
Suhairi, L. 2007. Pemanasan Berulang Terhadap Kandungan Gizi “ Sie Reuboh”
Makanan Tradisional Aceh. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Sumadi, B. Sugiharto dan Suyanto. 2004. Metabolisme Sukrosa pada Proses
Pemasakan Buah Pisang yang Diperlakukan Pada Suhu Berbeda. Jurnal
Ilmu Dasar. Vol 5 (I) : 21-26
Sumariana, K.S. 2008. Uji Performansi Mesin Penepung Tipe Disc (Disc Mill)
Untuk Penepungan Juwawut (Setaria Italica (L.) P. Beauvois). Skripsi
Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Techno, Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Brawijaya, 2011. Produk Olahan
Tepung
pisang
Untuk
Meningkatkan
Nilai
Tambah.
http://lpmtechno.wordpress.com/2011/03/18/
37. Widyotomo, S. 2002. Pengaruh Penggilingan Terhadap Perubahan Partikel
Tepung Iles-iles. Tesis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Yuniarsih, M. 2012. Alat yang Digunakan untuk Mengecilkan Ukuran Partikel.
http://www.scribd.com/doc/49523287/mengecilkan-ukuran-partikel#archive
38. Lampiran 1.BahandanAlat yang digunakan
Pisang Raja
Pisang Ambon
Tepung Pisang Raja
Tepung Pisang Ambon
Ayakan 60 Mesh
Disk Mill
39. Lampiran 2.Kehalusan dan Kadar Airtepungpisang raja danpisangambon
1.HasilTesUji Lolos AyakTepung
Tepungdiayaksebanyak 3 kali.Hinggabenarbenartakadalagi yang akanlolos di
ayakan. Dapat di lihatdariTabelberikut.
TepungPisang Raja
TepungPisang Ambon
Ayakanke
HasilSisa ( g )
Ayakanke
HasilSisa ( g )
I
6,01
I
14,36
II
5,20
II
10,75
III
4,76
III
9,13
Hasil yang diambil adalah hasil ayakan terakhir
2. Hasil pengukurankadar air tepungpisang raja danpisangambon
SampelPisangAmbon
I
II
III
BeratCawan
3,9254
3,7409
3,6754
BeratTepungSebelumdipanaskan
2,1629
2,2311
2,0757
Berat (TepungdanCawan) Sesudahdipanaskan 5,6966
5,5904
5,3775
Kadar air (%) = (W1–W2/W1–W0) × 100 %
Dimana W0 = Bobotwadahkosongdantutupnya (g)
W1 = Bobotwadah, tutupdancontohtepungsebelumdikeringkan (g)
W2 = Bobotpinggan, tutupdancontohtepungsetelahdikeringkan (g)
40. Lampiran 2. Lanjutan
Sampel I
Kadar air =
{[(2,1629g + 3,9254g) – 5,6966g]/[(2,1629g + 3,9254g) – 3,9254g]}× 100%
= 0,3917 / 2,1629 × 100%
= 0,18 × 100%= 18 %
Sampel II
Kadar air =
{[(2,2311g + 3,7409g) – 5,5904g]/ [(2,2311g + 3,7409g) – 3,7409g]} × 100%
= 0,3618 / 2,2311 × 100%
= 0,17104 × 100%
= 17,104 %
Sampel III
Kadar air =
{[(2,0757g + 3,6754g ) – 5,3775g]/ [(2,0757g + 3,6754g) – 3,6754g]} × 100%
= 0,3736 / 2,0757 × 100%
= 0,17999 × 100%
= 17,999 %
41. Lampiran 2.Lanjutan
SampelPisang Raja
I
II
III
BeratCawan
3,2828
3.3368
3.2619
BeratTepungSebelumdipanaskan
2,0884
2,3158
2,3598
Berat (TepungdanCawan) Sesudahdipanaskan 5,1530
5,4062
5,3662
Sampel I
Kadar air =
{[(2,0884g + 3,2828g) – 5,1530g] / [(2,0884g + 3,2828g) – 3,2828g]} × 100%
= 0,2182 / 2,0884 × 100%
= 0,014 × 100%
= 10,4 %
Sampel II
Kadar air =
{[(2,3158g + 3,3368g) – 5,4062g] / [(2,3158g + 3,3368g) – 3,3368g]} × 100%
= 0,2464 / 2,3158 × 100%
= 0,1064 × 100%
= 10,64 %
Sampel III
Kadar air =
( 2,3598g + 3,2619g ) – 5,3662g / (2,3598g + 3,2619g ) – 3,2619g × 100%
= 0,2555 / 2,3598 × 100%
= 0,10827 × 100%
= 10,8267 %
42. Lampiran 3. Format kuisionerujihedonikwarnadan aroma tepungpisang
FormulirUjiOrganoleptik
Hari/Tanggal
:
NamaPanelis
:
Umur
:
JenisKelamin
:
Instruksi
:
1. Amati warnadanbauisampelsatupersatu
2. Padakolomkodesampelberikanpilihanandadengancaramemasukkannomorb
erdasarkantingkatkesukaan (lihatketerangan di bawahtabel).
3. Janganmembandingkantingkatkesukaanantarsampel
4. Setelahselesai, berikankomentaranda di ruang yang telahdisediakan.
No
Indikator
KodeSampel
T1
1
Warna
2
T2
Aroma
Keterangan :
- Tingkat Kesukaan : 1 = sangattidaksuka
2 = tidaksuka
3 = biasa
4 = suka
5 = sangatsuka
-
Standarkenormalanwarnadan
yakniberwarna putih
-
aroma,
dinilaidaristandar
kecoklatandanberaromakhaspisang.
Indikatortingkatkesukaandinilaidariukurankenormalan.
normal, (3-5)
SNI,
berarti normal.
Komentar :
= TerimaKasih =
(1-2)
berartitidak