Dokumen tersebut membahas tentang manajemen keuangan yang mencakup kapitalisasi, struktur modal, ekspansi, dan reorganisasi. Dibahas pula teori-teori kapitalisasi, over dan under kapitalisasi, struktur modal optimal, faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta pendekatan tradisional dan Mondigliani-Miller terhadap struktur modal.
2. KAPITALISASI
Pengertian kapitalisasi terbagi kedalam dua
pengertian yaitu :
1. Menunjukan jumlah securities yang
beredar (saham dan obligasi)
2. Menunjukan jumlah modal yang
digunakan dalm perusahaan dan modal
tersebut dalm bentuk moda saham, surplus
dan utang jangka panjang lainya.
3. Teori-teori kapitalisasi
Teori kapitalisasi terbagi ke dalam dua
golongan, yaitu :
1. Berdasarkan pendapatan atau earning
NiLai suatu perusahaan dapat ditentukan
berdasarkan pendapatan yang didapatkan setiap
tahunya dikalikan dengan multiplayer tertentu.
2. Berdasarkan pengeluaran atau cost
Kapitalisasi perusahaan didasarkan pada cost dari
fixed capital yang digunakan dalam suatu
perusahaan.
4. Over dan under capitalization
Over capitalization
Over capitalization akan terjadi apabila :
1. Earning tidak cukup besar untuk mendapatkan fair
of return dari jumlah modal yang di investasikan , atau
dengan kata lain average rate of return lebih kecil dari
pada fair rate of return.
2. Jumlah nilai securities yang ada di dalam peredaran
lebih besar daripada nilai riil dibandingkan dengan nilai
assetnya.
5. Under capitalization
Under capitalization terjadi apabila :
1. Average rate of return dari perusahaan tersebut
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rate of return
dari modal yang diinvestasikan dalam perusahaan
yang sejenis lainya.
2. Jumlah nilai security yang tercantum dalam
nereca jauh lebih kecil daripada nilai riil daripada
assetnya.
6. Cara mengatasi over dan under capitalization
Over capitalization dapat diatasi dengan cara
mengurangi jumlah nilai nominal modal saham atau
mengurangi jumlah lembar saham yang beredar.
Under capitalisasi dapat diatasi dengan cara
mengadakan stock splits, yaitu pemecahan jumlah
lembar saham menjadi jumlah lembar yang lebih
banyak dengan pengurangan harga nominal per
lembar secara proporsional dan stock devident, yaitu
pembayaran devident dalam bentuk saham dan
bukan dalam bentuk kas.
7. STRUKTUR MODAL YANG OPTIMUM
Perlu diusahakan adanya keseimbangan yang optimal yang
optimal antara kedua sumber dana tersebut. Kalau kita
mendasarkan pada prinsip hati-hati, maka kita mendasarkan
pada aturan struktur finansiil konservatif dalam mencari
struktur modal yang optimal. Sebagaimana diuraikan dalam
Bab 2, “aturan struktur finansiil konservatif yang vertical”
menghendaki agar perusahaan, dalam keadaan
bagaimanapun juga jangan mempunyai jumlah utang yang
lebih besar dari 50%! , sehingga modal yang dijamin (Utang)
tidak lebih besar dari modal yang menjadi jaminannya (modal
sendiri).
Apabila kita mendasarkan pada konsep “Cost of capital”
maka kita akan mengusahakan dimilikinya “struktur modal
yang optimum” dalam artian “struktur modal yang dapat
meminimumkan biaya penggunaan modal rata-rata (average
cost of capital).
8. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
STRUKTUR MODAL
Tingkat Bunga
Stabilitas dari “Earning”
Susunan dari Aktiva
Kadar Risiko dari Aktiva
Besarnya Jumlah modal yang Dibutuhkan
Keadaan Pasar Modal
Sifat Manajemen
Besarnya suatu Perusahaan
9. TEORI-TEORI STRUKTUR MODAL
Teori struktur modal menjelaskan apakah ada
pengaruh perubahan struktur modal terhadap nilai
perusahaan, kalau keputusan investasi dan
kebijakan dividen dipegang konstan.
Sturktur modal yang dapat memaksimalkan nilai
perusahaan, atau harga saham, adalah struktur
modal yang terbaik.
10. 1.STRUKTUR MODAL PADA PASAR MODAL
SEMPURNA DAN TIDAK ADA PAJAK
Dalam pasar tersebut antara lain tidak dikenal
biaya kebangkrutan, tidak ada biaya
transaksi, bunga simpanan dan pinjaman sama
yang berlaku untuk semua pihak.
11. Asumsi-asumsi untuk mempermudah analisis
adalah sebagai berikut:
Laba operasi yang diperoleh setiap tahunnya
dianggap konstan
Semua laba yang tersedia bagi pemegang saham
dibagikan sebagai dividen
Hutang yang dipergunakan bersifat permanen
Pergantian struktur hutang dialkukan secara
langsung
12. Sesuai dengan asumsi dan definisi diatas, maka
kita bisa merumuskan biaya modal dari masing-
masing sumber dana sebagai berikut:
Biaya modal sendiri ( diberi notasi ke) dirumuskan
sebagai:
S =
Keterangan:
E =laba per lembar saham (atau laba yang tersedia bagi
pemilik perusahaan)
ke =biaya modal sendiri (cost of equity)
13. Karena
n = ∞ , maka persamaan tersebut bisa dituliskan
menjadi :
ke =
Sedangkan bagi para kreditur, biaya modal yang
mereka syaratkan (disebut sebagai cost of debt
atau biaya hutang) adalah
Kd =
Keterangan:
kd = biaya hutang
B =nilai hutang
F =bunga hutang yang dibayarkan oleh perusahaan (atau diterima
oleh kreditur)
14. Munculnya persamaan tersebut adalah hutang
bersifat permanen, sehingga n = ∞ .
Dengan demikian biaya modal perusahaan (yang
tidak lain merupakan biaya modal rata-rata
tertimbang) bisa dihitung dengan,
Ko = ke …………………………..
Biaya modal perusahaan juga bisa dihitung
dengan,
Ko = ……………………………………
Dalam hal ini perusahaan = V = B + S
15. A. PENDEKATAN TRADISIONAL
pasar modal yang sempurna dan tidakada
pajak, nilai perusahaan (atau baiya modal
perusahaan) bisa dirubah dengan cara merubah
struktur modalnya (yaitu B/S).
16. Misalkan PT A mempunyai 100% modal sendiri, dan
diharapkan memperoleh laba bersih setiap tahunnya sebesar
Rp 10 juta. Kalau tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh
pemilik modal sendiri ( ke ) adalah 20%, maka nilai
perusahaan dan biaya modal perusahaan bisa dihitung
sebagai berikut :
O Laba bersih operasi Rp 10 juta
F Bunga -
E Laba tersedia untuk pemilik saham Rp 10 juta
KeBiaya modal sendiri 0,20
S Nilai modal sendiri Rp 50 juta
B Nilai pasar hutang -
V Nilai perusahaan
Ko Biaya modal perusahaan
= 0,20 (50/50) + 0 (0/50) 0,20
17. Biaya modal perusahaan juga bisa dihitung dengan rumus yaitu,
Ko = 10 juta/ 50 juta = 0,20
Sekarang misalkan PT A akan mengganti sebagian modal sendiri
dengan hutang. Biaya hutang ( kd ) atau tingkat keuntungan yang
diminta oleh kreditur, misalnya 16%. Untuk menggunakan hutang
tersebut perusahaan harus membayar bunga setiap tahunnya sebesar
Rp 4 juta, dengan menggunakan hutang perusahaan menjadi lebih
berisiko, dan karenanya biaya modal sendiri
( ke ) naik menjadi misalnya 22%. Kalau laba operasi bersih tidak
berubah maka keadaan perusahaan lebih baik setelah perusahaan
menggunakan hutang karena niali perusahaan meningkat (atau biaya
modal perusahaan menurun). Kalau misalkan sebuah perusahaan
menggunakan mempunyai jumlah lembar saham sebanyak 1.000 lembar, maka
harga sahamnya adalah Rp 50.000 per lembar. Setelah
perusahaan mengganti sebagian saham dengan hutang (yang diganti adalah
sebesar Rp 25 juta atau 500 lembar saham), maka nilai sahamnya naik menjadi
Rp 27,27 juta/500 = 0,20
18. O Laba oerasi bersih Rp 10 juta
F Bunga Rp 4 juta
E Laba tersedian untuk pemegang saham Rp 6 juta
KeBiaya modal sendiri 0,22
S Nilai modal sendiri Rp 27,27 juta
B Nilai hutang (4 juta/0,16) Rp 25 juta
V Nilai perusahaan Rp 2,27 juta
KOBiaya modal perusahaan
=0,22 (27,27/52,27) + 0,16 (25/52,27)
= 0,91
19. B. PENDEKATAN MONDIGLIANI DAN MILLER
Menunjukkan kemungkinan munculnya proses
arbitrage yang akan membuat harga saham (atau
nilai perusahaan) yang tidak menggunakan hutang
maupun menggunakan hutang, akhirnya sama.
Misalkan Arief memiliki 20% saham PT A yang menggunakan hutang.
Dengan demikian maka nilai kekayaannya adalah sebesar 0,20 x Rp
27.27 juta = Rp5 ,45 juta. Sekarang misalkan terdapa PT B Yang
identik dengan PT A yang tidak mempunyai hutang. Untuk proses
artbitrage akan dilakukan sebagai berikut:
Jual saham PT A, memperoleh dana sebesar Rp 5,45 juta.
Pinjam sebesar Rp 5 juta. Nilai pinjaman ini adalah sebesar 20%
dari ilai hutang PT A.
Beli 20% saham PT B (yaitu perusahaan yang identik dengan PT A pada waktu tidak
mempunyai hutang), seniali 0,20 x Rp 50 juta = Rp 10 juta.
Dengan demikian Arief dapat menghemat investasi senilai Rp 0,45 juta.
Pada waktu Arief masih memiliki 20% saham PT A yang menggunakan hutang, ia
mengharapkan untuk memperoleh keuntungan sebesar,
0,20 x Rp 6 juta = Rp 1,2 juta
20. Pada waktu ia memiliki 20% saham PT B dan
mempunyai hutang sebesar Rp 10 juta, maka
keuntungan yang diharapkannya adalah,
1.Keuntungan dari saham PT B = 0,20 x R p 10 juta = Rp 2 juta
2.Bunga yang dibayar = 0,16 x Rp 5 juta = Rp 0,8 juta
Keuntungan bersih Rp 1,2 juta
Hal ini berarti Arief dapat mengharapkan untuk memperoleh
keuntungan yang sama ( yaitu Rp 1,2 juta), menanggung resiko
yang sama (karena proporsi hutang yang ditanggung sama), tetapi
dengan investasi lebih kecil sebesar Rp 0,45 juta. Apabila hal ini
disadari oleh semua pemodal, maka mereka akan meniru apa yang
dilakukan oleh Arief.
21. Diatas disebutkan bahwa PT A mengganti modal
sendiri dengan hutang sebesar Rp 25 juta. Kalau
semula (sebelum mengganti hutang) nilai modal sendirinya
adalah Rp 50 juta, maka setelah diganti dengan hutang
sebesar Rp 25 juta, nilainya tentu tinggal Rp 25 juta pula.
Tidak mungkin menjadi Rp 27,27 juta (sebagaimana
diungkapkan oleh pendekatan tardisional). Kalau nilai
modal sendiri menjadi Rp 25 juta, maka mestinya biaya
modal setelah menggunakan hutang menjadi,
ke = E/S = Rp 6 juta / Rp 2 juta
= 24%
Dengan kd = 16%, maka biaya modal perusahaan setelah
menggunakan hutang adalah,
ko = 24% (25/50) + 16% (25/50)
= 20%
22. Ini berarti bahwa biaya modal perusahaan (atau nilai perusahaan)
tidak berubah, baik perusahaan menggunakan hutang atau tidak.
Karena pada pendekatan tradisional diasumsikan biaya modal sendiri
meningkat tetapi hanya menjadi 22%, maka perusahaan yang
menggunakan hutang menjadi lebih tinggi nilainya dari perusahaan
yang tidak menggunakan hutang.
Dalam keadaan pasar modal sempurna dan tidak ada pajak, MM
merumuskan bahwa biaya modal sendiri akan berperilaku sebagai
berikut:
ke = keu + (keu – kd) (B/S)
Dalam hal ini k eu adalah biaya modal sendiri pada saat perusahaan
tidak menggunakan hutang. Dalam contoh PT A ini berarti bahwa
ke (setelah menggunakan hutang) = 20% + (20% -16%)(25/25)
= 24%
Kita memperoleh angka yang sama dengan cara perhitungan diatas.
23. Biaya hutang (kd) selalu lebih kecil dari biaya modal sendiri (keu).
Hal ini disebabkan karena pemilik modal sendiri menanggung
resiko yang lebih besar dari pemberi kredit dan kita berada dalam
pasar modal yang sangat kompetitif. Hal tersebut disebabkan oleh:
Penghasilan yang diterima oleh pemilik modal sendiri bersifat lebih tidak pasti
dibandingkan dengan pemberi kredit,dan
Dalam peristiwa likuidasi pemilik modal sendiri akan menerima bagian paling akhir
setelah kredit-kredit dilunasi.
Dalam keadaan perusahaan memperoleh hutang dari pasar modal yang
kompetitif, kd < ke . Jadi tidaklah benar apabila perusahaan menghimpun dana
dalam bentuk equity, perusahaan kemudian berhasil meghimpun dana murah.
Semua sumber pendanaan mempunyai biaya, dan untuk modal sendiri justru
biayanya lebih mahal dibandingkan dengan dana pinjaman.
Dengan demikian MM menunjukkan bahwa dalam keadaan pasar
modal sempurna dan tidak ada pajak, maka keputusan pendanaan
(financing decisions) menjadi tidak relevan. Artinya penggunaan hutang
ataukah modal sendiri akan member dampak yang sama bagi
kemakmuran pemilik perusahaan.
24. 2. PASAR MODAL SEMPURNA DAN
ADA PAJAK
Dalam keadaan ada pajak, MM berpendapat bahwa keputusan
pendanaan menjadi relevan. Hal ini disebabkan oleh karena pada
umumnya bunga yang dibayarkan (karena menggunakan hutang) bisa
dipergunakan untuk mengurangi penghasilan yang dikenakan pajak (
bersifat tax deductible). Dengan kata lain, apabila ada dua perusahaan
yang memperoleh laba operasi yang sama, tetapi yang satu
menggunakan hutang (dan membayar bunga) sedangkan satunya
tidak, maka perusahaan yang membayar bunga akan membayar pajak
penghasilan (income tax) yang lebih kecil. Karena menghemat
membayar pajak merupakan manfaat bagi pemilik perusahaan, maka
tentunya nilai perusahaan yang menggunakan hutang akan lebih besar
dari nilai perusahaan yang tidak menggunaknan hutang
25. Perhatikan contoh berikut ini:
PT D PT E
Laba Operasi Rp 10 juta Rp 10juta
Bunga Rp 4 juta
Laba sebelum pajak Rp 10 juta Rp 6 juta
Pajak (missal 25%) Rp 2,5 juta Rp 1,5juta
Laba setelah pajak R p 7,5 juta Rp 4,5juta
26. Nilai penghematan pajak bisa dihitung dengan
cara sebagai berikut:
PV penghematan pajak =
…………………………………….
Keterangan:
PV = present value
r =adalah tingkat bunga yang dianggap relevan
karena n = ∞, maka persamaan bisa dituliskan
menjadi:
PV penghematan pajak = Rp 1 juta/ kd
27. Karena itu MM berpendapat bahwa nilai perusahaan yang
menggunakan hutang akan lebih besar daripada nilai perusahaan yang
tidak menggunakan hutang. Selisihnya adalah sebesar present value
penghematan pajak. Secara formal bisa dinyatakan sebagai:
VL = Vu + PV Penghematan pajak
Dalam hal ini VL adalah nilai perusahaan yang menggunakan hutang,
dan Vu adalah nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang.
Karena itu kalu misalkan keu (yaitu PT D yang tidak menggunakan hutang)
adalah 20%, dan
kd = 16%, mak nilai PT E bisa dihitung sebagai berikut:
Vu = Rp 7,50 juta/ 0,20
=Rp 37,5 juta
Penghematan pajak = Rp 1 juta/0,16
= Rp 6,25 juta
Dengan demikian maka,
VL = Rp 37,5 juta + Rp 6,25 juta
= Rp 43,75 juta
Perhatikan bahwa laba yang tersedia untuk pemilik modal sendiri bagi PT D
adalah Rp 7,5 juta. Dengan demikian nilai modal sendiri (S) PT D adalah Rp 37,5
juta, dan karena PT D tidak menggunakan hutang (disebut sebagai unlevered)
maka berarti nilai perusahaan (V) adalah juga Rp 37,5 juta.
28. Keadaan tersebut dapat disajikan sebagai berikut:
PT D PT E
Laba Operasi Rp 10 Rp 10
Bunga Rp 4
Laba sebelum pajak Rp 10 Rp 6
Pajak Rp 2,5 Rp 1,5
Laba setelah pajak Rp 7,5 Rp 4,5
kd _ 0,16
B - Rp 25
ke 0,2 0,24
S Rp 37,5 Rp 18,75
V Rp 37,5 Rp 43,75
ko 0,2 0,1714
29. Apabila kd sebesar 0,16 dan bunga yang dibayar
pertahun adalah Rp 4 juta, maka nilai B = Rp 25
juta. Dari perhitungan ditas diketahui bahwa VL
(yaitu nilai perusahaan E) adalah Rp 43,5 juta.
Dengan demikian maka nilai S = Rp 43,75 juta –
Rp 25 juta = Rp 18,75 juta. Karena laba yang
tersedia bagi pemilik perusahaan adalah Rp 4,5
juta setiap tahunnya, maka ke = 4,5/18,75 = 0,24.
30. Pertama, ko = Laba operasi (1-t)/ V.
dengan demikian maka,
ko = [ 10(1- 0,25)]/43,75 = 0,1714.
Kedua adalah menghitung biaya modal rata-rata
tertimbang atas dasar setelah pajak.
Biaya modal rata-rata tertimbsng (ko) dirumuskan
sebagai:
ko = ke(S/V) + kd (1–t) (B/V)
31. Dalam contoh diatas, PT E membayar bunga Rp 4 juta,
tetapi sebagai akibatnya dapat mengurangi
pembayaran pajak sebesar Rp 1 juta. Karena itu biaya
netonya hanyalah Rp 3 juta. Dengan nilai hutang
sebesar Rp 25 juta maka biaya hutang setelah pajak
(cost of debt after tax) adalah 3/25 = 0,12. Angka yang
sama dapat diperoleh kalau kita nyatakan biaya
hutang setelah pajak = kd = kd (1-t). Dalam contoh kita
kd = 0,16 (1-0,25) = 0,12.
Biaya modal rata-rata tertimbang untuk contoh
kita diatas adalah,
Ko =0,24 (18,75/43,75) + 0,16 (1-0,25) (25/43,75)
=0.1714
32. Asumsi pasar modal sempurna menyiratkan
bahwa biaya modal sendiri ( ke ) akan mengikuti
rumus,
ke = keu + ( keu – kd) (B/S) (1-t)
Dalam contoh yang kita pergunakan, ini berarti
bahwa ke PT E adalah
ke = 20% + (20% - 16%) (25/18,75) (1-0,25) = 24%
33. Dalam keadaa tidak ada pajak, maka biaya
modal perusahaan ( ko ) akan konstan, berapapun
komposisi hutang yang dipergunakan.
Biaya hutang ( kd ) diasumsikan konstan,
berapapun proporsi hutang yang dipergunakan.
34. MENGAPA TIDAK MEMPERGUNAKAN EXTREME
LEVERAGE?
penggunaan hutang akan menguntungkan karena
sifat tax deducyibility of interest payment.
Apabila pasar modal tidak sempurna, salah satu
kemungkinannya adalah munculnya biaya
kebangkrutan yang cukup tinggi.
Biaya kebangkrutan terdiri antara lain dari:
legal fee ( yaitu biaya yang harus dibayar kepada
para ahli hukum untuk menyelesaikan claim ),
dan
distress price ( kekayaan perusahaan terpaksa
dijual dengan harga murah sewaktu perusahaan
dinyatakan bangkrut).
35. misal, sesuai dengan persamaan biaya modal
sendiri akan menjadi 24% pada saat B/S = 1,33 .
Apabila biaya kebangkrutan dipertimbangkan,
maka bisa terjadi biaya modal modal sendiri akan
lebih besar dari 24%.
penggunaan hutang yang besar, meskipun
memperoleh manfaat dari penghematan pajak,
akhirnya akan di-penalty oleh kenaikan biaya
modal sendiri yang terlalu tajam, sehingga
dampak akhirnya menaikkan ko.
36. Misalkan perusahaan akan menggunakan B/S = 2.
Anggaplah bahwa biaya modal sendiri masih
mengikuti persamaan. Dengan demikian maka,
ke =20% + (20% -16%) (2) (1-0,25)
= 26%
Apabila kd tidak berubah, maka biaya modal
perusahaan akan sebesar,
ko =16% (1-0.25) (2/3) + 26% (1/3)
= 16,67%
Sekarang mislakn ke naik menjadi 30% ( tidak lagi
hanya 26% ). Apa yang terjadi dengan ko?
ko =16% (1-0,25) (2/3) + 30% (1/3)
=18%
Artinya, struktur modal yang menggunakan hutang sampai dua
kali lipat modal sendiri ( yaitu B/S =2 ) dinilai lebih jelek apabila
B/S hanya sebesar 1,33.
37. Misalakan ada seorang pemodal yang memiliki dana ( modal sendiri )
sebesar Rp 1.000 juta. Ia bisa membentuk perusahaan yang berbentuk
PT, dan perusahaan tersebut memerlukan dana Rp 1.000 juta untuk
investasinya. Seandainya ia menanmkan seluruh dananya pada
perusahaannya, maka PT tersebut akan terdiri dari 100% modal sendiri.
Misalkan ia juga bisa membentuk PT tersebut dengan hanya menyetorkan
dana sebesar Rp 100 juta sedangkan sisanya yang Rp 900 juta dibiayai
oleh kreditur. Dengan kata lain rasio hutang terhadap modal sendiri adalah
900%.
Sekarang misalkan investasi yang ia lakukan ternyata salah. Sebagai
akibatnya nilai perusahaannya merosot menjadi hanya Rp 600 juta ( yait
nilai yang terbentuk seandainya perusahaan tersebut dijual ). Seandainya
perusahaan tadi mempunyai 100% modal sendiri, maka kerugian yang
ditanggungnya adalah Rp 400 juta. Seandainya perusahaan tadi
menggunakan hutang senilai Rp 900 juta, maka kerugian yang ia
tanggung hanya sebesar Rp 100 juta ( yaitu maksimum sebesar modal
sendiri yang ia gunakan . Yang Rp 300 juta ditanggung oleh
kreditur, karena itu kreditur akan enggan untuk memberikat kredit ng
terlalu besar, kecuali diberikan jaminan tambahan.
Sebagai akibat dari pertimbangan tersebut, kita mungkin jarang melihat
perusahaan yang menggunakan laverage yang ekstrem. Hal tersebut
dikarenakan kreditur enggan untuk memberikan kredit yang terlalu besar.
38. PERSONAL TAX
Dalam keadaan tarif personal tax sama untuk
capital gains maupun dividen, para pemegang
saham dapat menunda pembayaran pajak mereka
apabila mereka memutuskan untuk tidak
membagikan dividen. Penundaan ini dilakukan
untuk pembayaran bunga.
Yang menyukai penundaan pembayaran pajak
adalah para pemodal yang sudah berada pada tarif
pajak yang tinggi. Sebagai misal, di Indonesia tariff
pajak adalah 15%, 25%, dan 35%. Mereka yang sudah
berada dalam tariff pajak 35%, akan lebih beruntung
kalau dapat menunda pembayaran pajak mereka.
39. PECKING ORDER THEORY
Berbagai faktor, seperti adanya corporate tax,
biaya kebangkrutan, dan personal tax, telah
dipertimbangkan untuk menjelaskan mengapa
suatu perusahan akhirnya memilih struktur modal
tertentu. Penjelasan tersebut termasuk dalam
lingkup balancing theories.
Esensi balancing theories adalah menyeimbangkan
manfaat dan pengorbanan yang timbul sebagai
akibat penggunaan hutang.
40. Disebut sebagai pecking order karena teori ni
menjelaskan mengapa perusahaan akan
menentukan hiraarki sumber dana yang paling
disukai.
Teori ini mendasarkan diri atas informasi
asimetrik (asymmetryc information), sutau istilah
yang menunjukkan bahwa manajemen mempunyai
informasi yang lebih banyak (tentang prosfek,
risiko dan nilai perusahaan) daripada pemodal
Publik.
41. Informasi asimetrik ini mempengaruhi palihan antara sumber dana
internal (yaitu dana dari hasil opersai perusahaan) ataukah eksternal,
dan antara penerbitan hutang baru ataukah ekuitas Baru.
Secara ringkas teori order pecking tersebut menyatakan sebagai
berikut (Brealey and Myers, 1966, p.500)
Perusahaan lebih menyukai pendanaan internal.
Perusahaan akan berusahamenyesuaikan rasio pembagian dividen
dengan kesempatan investasi yang dihadapi, dan berupaya untuk tidak
melakukan perubahan pembayaran dividen yang terlalu besar.
Pembayaran dividen yang cenderung konstan dan fluktuasi laba yang
diperoleh mengakibatkan dana internal kadang-kadang berlebih ataupun
kurang untuk investasi.
Apabila pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan
menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dahulu. Penerbitan
sekuritas akan dimulai dari penerbitan obligasi, kemudian obligasi yang
dapat dikonversikan menjadi modal sendiri, baru akhirnya menerbitkan
saham baru.
Sesuai dengan teori ini, tidak ada target rasio hutang, karena ada dua
jenis modal sendiri yang preferensinya berbeda. Yaitu laba ditahan
(dipilih lebih dulu) dan penerbitan saham baru (dipilih paling akhir).
Rasio hutang setiap perusahaan akan dipengaruhi oleh kebutuhan dana
untuk investasi.
42. PEMBELANJAAN EKSPANSI
Ekspansi itu dimaksudkan sebagai perluasan
modal, baik perluasan modal secara kerja
saja, atau modal kerja dan modal tetap, yang
digunakan secara tetap dan terus-menerus di
dalam perusahaan. Apabila ekspansi suatu
perusahaan didsarkan pada pertimbangan untuk
memperbesar atau menstabilisir laba yang
diperoleh, maka ekspansi itu adalah didsarkan
pada motif ekonomi hal ini terjadi misalnya karena
semakin besarnta permintaan terhadap barang
atau jasa yang diproduksi oleh suatu perusahaan.
43. Makin luasnya pasar bagi produknya mendorong
perusahaan tersebut untuk memperbesar
produksinya untuk mengimbangi tambahan
permintaan atau tambahan luasnya pasar bagi
produknya. Makin besarnya jumlah produksi yang
dapat dijual, berarti makin besar kemungkinan
untuk mendapatkan laba yang lebih besar,
sehingga dengan demikian setiap pimpinan
perusahaan mempunyai harapan dan keinginan
untuk dapat selalu mengembangkan dan
meluaskan perusahaannya.
44. ASPEK-ASPEK EKONOMI DARI EKSPANSI:
Adanya produksi yang ekonomis
Pembelian dan penjualan yang ekonomis
Manajemen yang ekonomis
Pembelanjaan yang ekonomis
46. REORGANISASI
Reorganisasi dalam aspek finansial
dilakukan untuk memperkecil beban
finansial yang tetap sifatnya. Dengan
demikian asumsinya adalah bahwa
perusahaan masih mempunyai
kemampuan profesional yang baik. Ini
berarti bahwa kegiatan operasi masih
mampu menutup biaya-biaya operasi.
47. Perusahaan perlu melakukan reorganisasi operasional.
Ini berarti bahwa perusahaan perlu mengganti mesin-
mesin dengan jenis yang lebih efisien, mengurangi
tenaga kerja, dan memotong berbagai biaya yang
mungkin dipotong.
Sayangnya, keputusan-keputusan tersebut akan
mengakibatkan timbulnya dana yang cukup besar pada
tahap-tahap awal. Seringkali dana pihak ketiga
diperlukan, atau perlu tambahan modal sendiri
48. Kebutuhan dana yang cukup besar tersebut akan dipergunakan
untuk, mengganti mesin lama dengan mesin baru yang lebih
efisien (mesin lama mungkin terpaksa dijual dengan harga
yang sangat murah, apabila dinilai oleh kalangan bisnis sebagai
mesin yang tidak efisien). Pengurangan tenaga kerja akan
memerlukan dana untuk uang pesangon
49. Tentusaja dalam analisis investasi tersebut tidak dapat
dilepaskan unsur risiko. Meskipun analisisi terhadap
rencana tersebut misalnya dinilai menguntungkan,
dalam pelaksanaannya dapat saja terjadi penyimpangan
(misal muncul pesaing, muncul mesin dengan tekhnologi
lebih baik lagi, pemerintah menentukan upah minimum
yang lebih tinggi, dan sebagainya). Apabila
penyimpangan ternyata mengakibatkan penurunan
manfaat, maka investasi yang dimaksud untuk
memperbaiki situasi dapat berubah bahkan
memperburuk situasi.
50. Dengan demikian masalah sebenarnya adalah (1) kalau
kita tidak melakukan tindakan apa-apa , hampir dapat
dipastikan kondisi perubahan akan makin memburuk, (2)
sedangkan kalau kita mencoba memperbaiki efisiensi,
ada kemungkinan bahwa situasi perusahaan akan
tekhnologi, meskipun tidak tertutup kemungkinan bahwa
perusahaan justru akan makin buruk kondisinya.
Sedangkan perusahan melakukan reorganisasi finansial
apabila dinilai bahwa prospek perusaan masih baik,
sehingga dapat tertolong. Untuk menyelamatkan
perusahaan, diperlukan pengorbanan semua pihak, -
pemilik, kreditur, karyawan, supplier, pemerintah,-
meskipun pemiliklah yang bertanggung jawab terakhir
51. Dalam melakukan reorganisasi finansial, ada tiga langkah
yang perlu ditempuh.
Pertama, menaksir nilai perusahaan.
Kedua, menentukan struktur pendanaan yang dipandang
cukup aman. Dan
ketiga, menentukan nilai sekuritas–sekuritas yang baru.
52. Dalam reorganisasifinansial sering diberi dengan
konsolidasi, yaitu membuat perusahaan jadi lebih
“ramping” secara operasional. Reorganisasi dan
konsolidasi dilakukan dengan cara:
Melakukan penghematan biaya. Pengeluran yang tidak
perlu, ditunda atau dibatalkan.
Menjual aktiva-aktiva yang tidak dipelukan.
Divisi (unit bisnis) yang tidak menguntungkan dihilangkan
atau digabung.
Menunda secara ekspansi sampai situasi dinilai telah
menguntungkan.
Memanfaatkan kas yang ada, tidak menambah
hutang(kalau dapat dikurangi dari hasil penjualan aktiva
yang tidak diperlukan), dan menjaga likuiditas. Dalam
jangka pendek mungkin sekali profitabilitas dikorbankan
(profitabilitas terpaksa negatif).