PNI Baru didirikan pada tahun 1931 sebagai alternatif dari PNI yang dibubarkan. PNI Baru dipimpin oleh Sutan Syahrir dan kemudian Mohammad Hatta dengan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia melalui pendidikan politik rakyat. Namun, upaya PNI Baru ditekan habis-habisan oleh pemerintah kolonial Belanda dengan melarang pers, menangkap pemimpin seperti Hatta dan Syahrir, serta melarang pegawai pemerintah
2. Welcome to FaceHistory.com
www.Face-History.com Google
FaceHistory Indonesian
FaceHistory membantu anda mengenal
Sejarah-sejarah di Negara Indonesia
Hasil Pencarian SEJARAH
NASIONAL INDONESIA IV ,
untuk mengetahui informasi
tersebut klik foto.....
7. Pemerintah Belanda melakukan penggeledahan
dan penangkapan terhadap tokoh-tokoh PNI di
seluruh wilayah Indonesia pada 24 Desember
1929. Akhirnya 4 tokoh teras PNI yaitu:
Ir. Soekarno, R. Gatot Mangkoepradja, Markoen
Soemadiredja, dan Soepiadinata diadili di
Pengadilan Negeri Bandung dan dijatuhi hukuman
penjara pada 20 Desember 1930.
8. Peristiwa ini merupakan pukulan besar bagi
PNI dan atas inisiatif Mr.
Sartono pada Kongres Luar Biasa ke-2 (25
April 1931) PNI dibubarkan.
Ketergantungan pada seorang pemimpin,
dikritik habis oleh mereka yang menentang
perubahan PNI.
9. Mereka menyebut dirinya “Gerakan Merdeka”,
kemudian membentuk partai baru,
yaitu Pendidikan Nasional Indonesia atau PNI
Baru.
Dari sini muncul tokoh baru yaitu Sutan
Syahrir (20 tahun) yang waktu itu masih menjadi
mahasiswa di Amsterdam.
10. Ia pulang ke Indonesia atas permintaan
Moh. Hatta untuk menjadi ketua partai.
Walaupun cita-cita dan haluan kedua partai
itu sama, yaitu kemerdekaan dan
nonkooperasi, tetapi strategi perjuangannya
berbeda. PNI Baru lebih menekankan
pentingnya pendidikan kader.
11. Pada bulan Desember 1931, Sjahrir yang baru saja
pulang dari negeri Belanda membentuk suatu
organisasi tandingan terhadap Partindo.
Organisasi ini adalah Pendidikan Nasional
Indonesia yang dikarenakan huruf-huruf awalnya
maka disebut PNI-Baru.
12. Dalam PNI-Baru ini taktik Soekarno yang bersifat
Radikal Revolusioner ditolak dan menganut
pandangan-pandangan yang lebih sedikit realistis.
Menurut PNI-Baru ketergantungan terhadap
pemimpin saja dapat mengakibatkan lumpuhnya
suatu partai apabila dia ditangkap.
13. Jika dibandingkan, Partindo dan PNI-Baru
tidak memiliki perbedaan yang besar. Kedua
organisasi ini memiliki dasar nasionalisme
Indonesia dan demokrasi.
14. Pembebasan Ir. Soekarno pada tanggal 31
Desember 1931 ini membuat PNI-Baru semakin
berani dan berkembang pesat.
Jumlah anggotanya dan cabangnya meningkat.
PNI-Baru pun berkembang pesat setelah
organisasi ini dipimpin oleh Sutan Syahrir dan
kemudian Mohammad Hatta.
15. Pengujung tahun 1931, Syahrir meninggalkan
kampusnya untuk kembali ke tanah air dan terjun
dalam pergerakan nasional. Syahrir segera
bergabung dalam organisasi Pendidikan Nasional
Indonesia (PNI Baru), yang pada Juni 1932
diketuainya.
16. Pengalaman mencemplungkan diri
dalam dunia proletar ia praktekkan di tanah air.
Syahrir terjun dalam pergerakan buruh. Ia
memuat banyak tulisannya tentang perburuhan
dalam Daulat Rakyat. Ia juga kerap berbicara perihal
pergerakan buruh dalam forum-forum politik. Mei
1933, Syahrir didaulat menjadi Ketua
Kongres Kaum Buruh Indonesia.
17. Hatta kemudian kembali ke tanah air pada
Agustus 1932, segera pula ia memimpin PNI Baru.
Bersama Hatta, Syahrir mengemudikan PNI Baru
sebagai organisasi pencetak kader-kader
pergerakan. Berdasarkan analisis pemerintahan
kolonial Belanda, gerakan politik Hatta dan
Syahrir dalam PNI Baru justru lebih radikal
tinimbang Soekarno dengan PNI-nya yang
mengandalkan mobilisasi massa.
18. PNI Baru, menurut polisi kolonial, cukup
sebanding dengan
organisasi Barat. Meski tanpa aksi massa dan
agitasi; secara cerdas, lamban namun pasti, PNI
Baru mendidik kader-kader pergerakan yang siap
bergerak ke arah tujuan revolusionernya.
19. Tahun 1932. Ketika saja baru akan mulai turut serta
memelopori mendirikan
PNI-Baru (Pendidikan Nasional Indonesia ), saja menerima
sepucuk surat dari Bung Hatta ditulis dari Rotterdam. Surat itu
panjangnya tiga halaman penuh ditik kerap. Isinya
menasehati saja cara-cara menyusun organisasi yang
mempunyai tujuan politik mencapai cita-cita kemerdekaan
tanah air. Dari seluruh isi surat itu terdapat dua perkataan
yang selalu terkenang sampai sekarang. Katanya, organisasi
hendaknya bersifat paedagogis dan informatoris.
20. Tahun 1933. Sebab itu ketika Pendidikan Nasional Indonesia
mengadakan
kongresnya yang pertama di Bandung dalam mana saudara
syahrir terpilih menjadi ketua Umumnya, maka penjabaran
cita-cita kedaulatan rakyat bertemakan sifat-sifat peedagogis
dan informatoris. Saja kira semua orang akan dapat
memahami bahwa suatu organisasi politik yang
mengutamakan sifat-sifat peedagogis dan informatoris tidak
akan menjadi organisasi massa yang besar.
21. Tahun 1934. Sejarah perjuangan kaum Pendidikan
Nasional Indonesia telah membuktikan
kesanggupannya berkat pembinaan paedagogis dan
informatoris, sehingga para anggota Pimpinan Umum
dapat berganti-ganti setelah yang satu ditangkap dan
dibuang oleh pemerintah Belanda. Bung Hatta sendiri
ditangkap di
Jakarta bersama penulis ini dalam bulan Februari
1934.
22. Pada tahun 1933, PNI Baru telah memiliki 65
cabang. Untuk mempersiapkan masyarakat dalam
mencapai kemerdekaan, PNI Baru melakukan
kegiatan penerangan untuk rakyat dan
penyuluhan koperasi.
23. PNI-Baru Tujuannya adalah kemerdekaan
Indonesia yang dicapai dengan kekuatan sendiri
tanpa bantuan siapapun (self help) dan tidak mau
bekerja sama dengan pemerintah Belanda
(nonkooperasi). PNI Baru dlam mencapai
tujuannya melalui Pendidikan
24. -PPPKI oleh PNI Baru dianggap sebagai “persatean”
bukan persatuan karena anggota-anggotanya memiliki
ideologi yang berbeda-beda.
- Dalam upaya mencapai kemerdekaan, PNI Baru lebih
mengutamakan pendidikan politik dan sosial.
-Tujuan PNI Baru lebih menekankan kepada pendidikan
kader dan massa untuk meningkatkan semangat
kebangsaan dalam perjuangan mencapai kemerdekaan
Indonesia.
25. Makin meningkatnya perjuangan PNI Baru ini
menimbulkan rasa khawatir di kalangan pemerintah
Belanda . Kemudian dibuatlah berbagai macam peraturan
yang bermaksud hendak mengekang perkembangannya.
Tindakan pertama yang dilakukan oleh Gubernur Jenderal
de Jonge adalah dengan dikeluarkannya ordonansi
pengekangan pers. Sejak berlakunya ordonansi ini tahun
1931 sampai tahun 1936 (selama pemerintahan de
Jonge) sebanyak 27 surat kabar menjadi korban.
(Marwati Djoened Poesponegoro, 2008: 376).
26. Usaha pemerintah untuk mematikan PNI-baru
tidak hanya dengan cara tersebut. Untuk
mengurangi jumlah anggota, dikeluarkan larangan
terhadap para pegawai pemerintah untuk
memasuki kedua partai tersebut.
27. Tindakan pemerintah yang lain untuk menekan
kedua partai itu ialah dengan dilaksanakan
exorbitant rechten yaitu hak luar biasa yang
dimiliki oleh Gubernur Jenderal untuk
mengasingkan seseorang yang dianggap
membahayakan ketentraman umum. Mereka
yang dianggap berbahaya diasingkan ke Boven
Digul di Irian Jaya.
28. Hak luar biasa gubernur jenderal tersebut
menimpa pemimpin-pemimpin Partindo dan PNI-
Baru. Ir. Soekarno yang baru dibebaskan dari
penjara pada akhir tahun 1931, pada bulan Juli
1933 ditangkap lagi. Tanpa diasili kemudian ia
diasingkan oleh pemerintah pendudukan Jepang
pada tahun 1942.
29. Korban lainnya dari PNI-Baru antara lain
Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir yang
ditangkap pada bulan Februari 1934. Hatta dan
Syahrir dibuang ke Boven Digul dan dari sana
kemudian pada bulan Desember 1935
dipinndahkan ke Bandanaira. (Marwati Djoened
Poesponegoro, 2008: 367-377).
30. Pada tahun 1933, PNI Baru telah memiliki 65
cabang. Untuk mempersiapkan masyarakat dalam
mencapai kemerdekaan, PNI Baru melakukan
kegiatan penerangan untuk rakyat dan
penyuluhan koperasi. Kegiatan-kegiatan PNI Baru
tersebut dan ditambah dengan sikapnya yang
non-kooperatif dianggap oleh pemerintah
kolonial membahayakan.
31. Oleh karena itu, pada bulan Februari 1934 Bung
Hatta, Sutan Syahir, Maskun, Burhanuddin,
Murwoto, dan Bondan ditangkap pemerintah
kolonial. Bung Hatta diasingkan ke hulu Sungai
Digul, Papua.
32. Bung Hatta diasingkan ke hulu Sungai Digul,
Papua.
Kemudian dipindahkan ke Banda Neira
pada tahun 1936 dan akhirnya ke Sukabumi
pada tahun 1942. Dengan demikian, hanya partai-
partai yang bersikap kooperatif saja yang
dibiarkan hidup oleh pemerintah kolonial
Belanda.
33. Sifat perjuangan PNI Baru adalah nonkooperatif.
Drs. Moh. Hatta dan Sutan Syahrir ditahan selama
11 bulan. Pada awalnya, kedua tokoh tersebut
diasingkan ke Boven, Digul, kemudian
dipindahkan ke Sukabumi. Mereka dibebaskan
pada saat pendudukan Jepang.
34. Karena pemerintah Belanda mengadakan
penekanan dan menangkap para pemimpinnya,
perjuangan PNI Baru tidak banyak membawa
hasil. Akibat tindakan keras Gubernur Jenderal de
Jonge, PNI Baru pada tahun 1936 tidak berdaya
dan mengalami kelumpuhan.