Gerebek teroris berani, kenapa tidak dengan maksiat
1. 06/01/14
KALAM-UPI.ORG: Gerebek Teroris Berani, Kenapa Tidak Dengan Maksiat?
GEREBEK TERORIS BERANI, KENAPA TIDAK
DE NGAN MAK SIAT?
No c o mment y et
Oleh : Far h an Akb ar Mu ttaq i, Ak tivis KALAM UPI, W artawan T abloid Media Umat Biro Jawa
Barat
T AT KALA sebagian warga hanyut merayakan malam tahun baru, langit ciputat malam itu
nampak berbeda. T ak banyak yang mengira, akan ada suara desingan peluru yang
dihempaskan, bersahutan menembus dingin udara, dan menewaskan enam orang anak
manusia.
Malam itu, Densus 88 yang memakai senjata lengkap datang untuk menumpas orang orang
yang dikatakan sebagai ‘terduga teroris’.Penggerebekan yang berlangsung di salah satu
rumah kontrakan di Ciputat tersebut dilakukan selama sekitar 8 jam.
Densus menduga, mereka y ang tinggal ditempat tersebut saat itu adalah pelaku
peny erangan polisi beberapa waktu y ang lalu.
T ak dapat dipungkiri, untuk urusan tangkap menangkap T eroris, Densus sebagai
satuan khusus y ang dibentuk POLRI ini memang terkenal kuat dan cepat dalam
bertindak. Densus selalu sigap dalam melumpuhkan apa y ang mereka sebut T eroris,
kendati mereka y ang disebut baru sebatas terduga.
Seolah tanpa rasa belas kasihan dan tanpa banyak pertimbangan. Membunuh tanpa ampun
kendati belum sampai bukti bukti yang nyata. Bukti kerap dicari belakangan, setelah terduga
ditembak duluan.
www.kalam-upi.org/2014/01/gerebek-teroris-berani-kenapa-tidak.html
1/3
2. 06/01/14
KALAM-UPI.ORG: Gerebek Teroris Berani, Kenapa Tidak Dengan Maksiat?
Par ad o ks Ne g ar a
Beda Ciputat, beda lagi di tempat lainnya. Malam itu menjadi ajang untuk melakukan hura hura.
Di berbagai titik, diadakan beragam pesta. Acara hiburan yang diisi artis artis menjadi pusat
perhatian warga. Mereka berjoged, menyanyi, dan banyak lagi. Di kota maupun di desa,
keadaan tak berbeda.
Di luar tempat tempat pesta, anak anak muda mengisi malam dengan sesuatu yang lain.
Mereka yang memiliki modal, membooking hotel hotel. Mulai dari kelas melati hingga kelas
tinggi. Mereka berzina untuk merayakan tahun baru yang mungkin mereka tunggu. Adapula
diantara mereka yang menghabiskan malam dengan mabuk mabukan. Karenanya, tak
mengherankan bila pada pagi harinya angka kecelakaan mendadak tinggi. Entah apa
sebabnya; mungkin mengantuk karena puas maksiat semalam suntuk, atau linglung karena
efek mabuk.
Kendati memprihatinkan, apa yang dilakukan dimalam tahun baru tersebut bukannya tanpa
perhatian. Sebelum malam tahun baru tiba, sudah banyak pihak yang mengingatkan agar
Pemerintah melarang warganya melakukan beragam aktivitas hura hura yang penuh maksiat di
malam tersebut. Banyak diberitakan, Majlis Ulama Indonesia di berbagai daerah mengingatkan
masalah ini. Begitupula dengan berbagai Ormas Ormas yang peduli. T entu bukan karena
mereka sok suci, tapi karena menyayangi warga Indonesia, terlebih karena mayoritas mereka
adalah muslim.
T api, bagaimana yang terjadi di malam tersebut? Mereka yang menaruh perhatian pada
masalah tersebut pantas kecewa. Pasalnya, tak ada upaya sesigap dan setaktis layaknya yang
dilakukan Densus 88 pada para terduga teroris. Padahal, mereka bukan lagi para terduga
maksiat, mereka sudah benar benar tersangka maksiat. T entu, mestinya masalah kemaksiatan
ini tak disikapi dengan sepele. Pasalnya, dampak yang ditimbulkan kemaksiatan dengan pelaku
jutaan orang ini boleh jadi menimbulkan bencana yang lebih besar ketimbang apa yang akan
dilakukan oleh beberapa orang terduga teroris.
Pe r sp e ktif Islam
Dalam perspektif Islam, penguasa memiliki fungsi sebagai junnah [tameng]. T ugasnya
melindungi dan mengatur kehidupan rakyatnya agar terjaga hak haknya. Dalam konteks ini,
Syekh T aqiyuddin An-Nabhani (2001;52) menuturkan bahwa ada delapan hal mesti di jaga oleh
Negara. Antara lain; eksistensi manusia, akal, kehormatan, jiwa, kepemilikan individu, agama,
kemanan dan negara.
Pada dasarnya, memberantas terorisme adalah tugas Negara sebagai bagian penjagaan atas
rakyat yang berhak mendapatkan kemananan. Lewat kepanjangan tangannya, Negara dapat
melenyapkan unsur unsur yang mengganggu. Hanya dalam Islam, patut didefinsikan terlebih
dahulu; siapa yang layak di sebut teroris dan mengganggu itu . Demikian pula dengan
mekanisme memberantasnya. T ak dibenarkan Negara membunuh warganya hanya karena
diduga melakukan tindak kriminal. Mesti ada bukti yang nyata dan dapat dipertanggung
jawabkan sebelum memberi sanksi atas rakyatnya.
T entu saja, dalam konteks ini yang dilakukan oleh Densus 88 yang membunuh para terduga
adalah kesalahan. Bahkan boleh dikatakan sebagai pembunuhan tanpa alasan yang haq.
www.kalam-upi.org/2014/01/gerebek-teroris-berani-kenapa-tidak.html
2/3
3. 06/01/14
KALAM-UPI.ORG: Gerebek Teroris Berani, Kenapa Tidak Dengan Maksiat?
Padahal, aktivitas tersebut merupakan dosa besar. “Sesungguhnya barang siapa yang
membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan
karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia
seluruhnya”.[T QS Al-Mâidah:32]
Di sisi lain, dalam Islam tugas Negara tak hanya menjaga keamanan. Negarapun mesti
melakukan penjagaan agama yang dianut rakyat yang dipimpinnya. T ak dibenarkan Negara
membiarkan bahkan memfasilitasi beragam hal yang dapat mengantarkan rakyatnya untuk
melakukan tindakan dosa. Sikap tak sungguh sungguh Negara dalam melakukan penjagaan
terhadap aktivitas beragama rakyatnya akan menuai keburukan dihadapan Allah SWT . “Setiap
kalian adalah ra’in (penanggung jawab), dan masing-masing akan ditanya tentang
tanggungjawabnya. Penguasa adalah penanggung jawab atas rakyatnya, dan akan ditanya
tentangnya. Suami menjadi penanggung jawab dalam keluarganya, dan akan ditanya
tentangnya.” (Muttafaq ‘Alaih)
Walhasil, Negara mestinya tak pilih pilih dalam menjaga kedelapan hak rakyat yang disebutkan
sebelumnya. Semua adalah tanggung jawab yang harus disikapi serius. T ermasuk masalah
keamanan dan agama yang dibicarakan dalam tulisan ini.
Hanya sungguh disayangkan, fakta yang ada Negara sepertinya masih pilih pilih dalam
menjaga hak rakyat. Ini boleh jadi karena penerapan sistem politik Demokrasi yang sarat politik
uang telah membuka celah bagi Korporasi untuk menjadi penguasa bayangan dalam panggung
pemerintahan. Pada gilirannya, kebijakan Negara dapat ditekan sesuai arahan dan
kepentingan mereka . T ak heran akhirnya delapan hak rakyat yang mesti dijaga tersebut dapat
diabaikan bila ternyata merugikan Korporasi.
Memang tak dapat disangsikan, Negara membutuhkan sistem politik alternatif yang lebih baik
dan dapat memberikan jaminan penjagaan yang sempurna atas seluruh kepentingan rakyatnya.
Sistem tersebut tak lain adalah sistem Khilafah Islam, yang secara empiris maupun historis
mampu memberikan penjagaan tanpa pandang bulu. []
www.kalam-upi.org/2014/01/gerebek-teroris-berani-kenapa-tidak.html
3/3