SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  300
Télécharger pour lire hors ligne
Mencari Asal Usul Kitab Suci
(The Bible Came from Arabia)


       Kamal Salibi, PhD.

           April 1985
ii
Daftar Isi

1 Pendahuluan                                5

2 Dunia Yahudi Kuno                         13

3 Masalah Metode                            41

4 Tanah Asir                                57

5 Mencari Gerar                             65

6 Non-Temuan di Tanah Palestina             83

7 Bermula Dari Tehom                       101

8 Masalah Yordan                           111

9 Yudah Arabia                             131

10 Yerusalem dan Kota Daud                 151

11 Israil dan Samaria                      169

12 Rencana Perjalanan Ekspedisi Sheshonk   181

                          iii
iv                                                DAFTAR ISI

13 Melchizedek: Petunjuk-Petunjuk Pada Sebuah Pan-
   teon                                           193

14 Orang-Orang Ibrani Hutan Asir                           205

15 Orang-orang Filistin Arabia                             213

16 Tanah Harapan                                           225

17 Kunjungan Ke Eden                                       235

18 Nyanyian Dari Pegunungan Jizan                          243

19 Epilog                                                         255
   19.1 Catatan Kaki: . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 266
        19.1.1 DUNIA YAHUDI KUNO . . . . . . . . . . . 266
        19.1.2 MASALAH METODE . . . . . . . . . . . . . 273
        19.1.3 TANAH ASIR . . . . . . . . . . . . . . . . . 276
        19.1.4 MENCARI GERAR . . . . . . . . . . . . . . 277
        19.1.5 BERMULA DARI TEHOM . . . . . . . . . . 277
        19.1.6 MASALAH YORDAN . . . . . . . . . . . . . 279
        19.1.7 YUDAH ARABIA . . . . . . . . . . . . . . . 282
        19.1.8 YERUSALEM DAN KOTA DAUD . . . . . . 283
        19.1.9 ISRAIL DAN SAMARIA . . . . . . . . . . . 285
        19.1.10 RENCANA PERJALANAN EKSPEDISI SHESHONK285
        19.1.11 MELCHIZEDEK: PETUNJUK-PETUNJUK
                PADA SEBUAH PANTEON . . . . . . . . . 288
        19.1.12 ORANG-ORANG IBRANI HUTAN ASIR . . 288
        19.1.13 ORANG-ORANG FILISTIN ARABIA . . . . 289
        19.1.14 TANAH HARAPAN . . . . . . . . . . . . . . 290
        19.1.15 KUNJUNGAN KE EDEN . . . . . . . . . . . 290
        19.1.16 NYANYIAN DARI PEGUNUNGAN JIZAN 291
Daftar Gambar




          v
vi   DAFTAR GAMBAR
Kata Pengantar

Ketika mula-mula saya mengira bahwa tempat asal Kitab Bibel itu
Arabia Barat dan bukan Palestina, saya merasa memerlukan dukun-
gan untuk memperdalam penyelidikan ini, atau lebih tepat lagi un-
tuk memberanikan menulis sebuah buku tentang ini. Dukungan ini
diberikan oleh sejumlah teman dan rekan saya, dan saya bangga
menyatakan bahwa saya berutang budi kepada mereka. Di antara
mereka, Dr. Wolfgang Koehler dan Prof. Gernot Rotter yang telah
memberi kesempatan pertama kepada saya untuk mengemukakan
penemuan-penemuan saya yang awal kepada para pendengar yang
amat kritis di Deutche Orient Institut di Beirut. Prof. Rotter ju-
galah yang membawa hasil penelitian saya kepada penerbit-penerbit
Jerman. Merekalah yang kemudian mempersiapkan penerjemahan
buku ini, yang aslinya ditulis dalam bahasa Inggris, ke dalam be-
berapa bahasa. Joseph Munro, Profesor Sastra Inggris di American
University of Beirut, banyak membantu saya sejak awal berjalan-
nya penyelidikan ini. Dia pula yang mempersiapkan naskah saya
untuk diterbitkan, serta melonggarkan jalan pemikiran saya yang
terkadang sangat ingin menonjolkan keilmuan. Ia pun memperlem-
but sifat tegas saya yang sering dogmatis dengan bentuk-bentuk
perumpamaan. Rasa gembira karena penemuan ini memaksa saya
untuk mengabaikan sikap berhati-hati.

Sebagai pendatang baru dalam bidang studi Semit dan Keinjilan,

                                1
2                                               DAFTAR GAMBAR

dalam tahap-tahap awal penyelidikan ini saya mendapatkan bimbin-
gan dari dua orang rekan saya, Ramzi Baalbaki, yang membantu
saya dalam memperlancar bahasa Ibrani saya, dan William Ward,
yang menyisihkan waktunya untuk memperkenalkan saya pada liter-
atur bidang keilmuan yang relevan dan memperingatkan saya akan
adanya ke sulitan-kesulitan yang akan saya hadapi. Yang seorang
rekan lagi, yaitu Charles Abu Chaar, yang telah memberi pengara-
han kepada saya dalam hal-hal yang berkenaan dengan kehidupan
flora Arabia. Profesor Otto Jastrow dari the University of Erlan-
gen, sangat berbaik hati terhadap saya dalam memberi dukungan
dan pengarahan mengenai studi ini, dan secara khusus saya mengu-
capkan terima kasih kepadanya. Ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya juga saya tujukan kepada Volkhard Windfuhr dari Der
Spiegel, atas perhatiannya yang besar terhadap buku saya ini, dari
awal sampai akhir. Peta-peta di dalam buku ini digambar oleh Ah-
mad Shah Durranai, Dr. Elfried Soker dan Klaus Carstens, sedan-
gkan naskah terakhir yang diketik dipersiapkan oleh Mufida Yacoub,
Sayidah Ni’mah, Leila Salibi dan Margo Matta.
Karena studi yang saya lakukan ini bersifat revolusioner, saya yakin
segenap penasihat saya akan gembira mendengar bahwa saya mem-
bebaskan mereka dari segala tanggung jawab dan dari apa pun ke-
salahan serta kesalahpahaman yang didapati oleh para pembaca kri-
tis. Meskipun demikian, saya menghargai dukungan mereka selama
buku ini ditulis. Saya hanya dapat berharap antusiasme mereka
yang tak kunjung padam itu telah diterjemahkan menjadi sebuah
buku yang patut mendapatkan kerjasama yang begitu besar itu dari
mereka.
Akhirnya, saya harus berterima kasih kepada sumber-sumber infor-
masi yang tercetak yang menjadi studi saya ini sangat bergantung.
Selain sebuah versi standar dari teks konsonan Injil Ibrani, saya telah
memanfaatkan katalog nama-nama tempat Arabia yang diterbitkan
oleh Sheikh Hamad al-Jasir dari Riyad, Arab Saudi, yang berjudul
Al-Mu’jam al-Jiughrafi li’l-Bilad’l ’Arbiyyah as-Sa’udiyyah (Riyad,
1977). Selain itu, saya telah memanfaatkan juga beberapa peta
DAFTAR GAMBAR                                                    3

Jazirah Arabia yang lain: ’Atiq al-Baladi Mu’jam Ma’alim’l-Hijaz
(Taif, 1978). Muhammad al-’Aqili: Al-Almu’jam al-Jiughrafi li’l-
Bilad’l ’Arabiyyah as-Sa’udiyyah; Muqata’at Jizan (Riyad, 1979);
’Ali ibn Salih as-Siluk az-Zahrani, Al-Mu’jam al-Jiughrafi ...; Bi-
lad Ghamid wa Zahran (Riyad, 1978); Hamad al-Jasir, Mu’jam,
Qaba’il’l-Mamlakah al ’Arabiyyah as-Sa’udiyyah (Riyad, 1981); ’Atiq
al-Baladi, Mu’jam Qaba’il’l-Hijaz (Mekah, 1979). Karya-karya ahli
ilmu bumi Arab klasik, terutama Mu’jam’l-Buldan karya Yaqut dan
Sifat Jazirat’l-Arab karya al-Hamdani, juga membantu saya. Se-
bagian besar sumber-sumber lain tempat saya mendapatkan segala
keterangan itu tertera dalam catatan teks.
Guna membantu pembaca yang bukan spesialis, saya telah, menye-
diakan beberapa catatan mengenai transliterasi Ibrani dan Arab,
dan mengenai perubahan bentuk konsonan yang sering dijumpai an-
tara kedua bahasa itu, yang terdapat tepat sebelum kata pengantar
ini.
Beirut
24 April 1985
Kamal Salibi
4   DAFTAR GAMBAR
Bab 1

Pendahuluan

Saya akan berbicara langsung mengenai pokok persoalan. Saya
yakin bahwa saya telah mendapatkan suatu penemuan penting yang
seharusnya akan dapat mengubah pengertian kita tentang Bibel
Ibrani, atau apa yang disebut oleh kebanyakan orang sebagai Perjan-
jian Lama. Penemuan ini berupa dugaan kuat bahwa Kitab Bibel
itu berasal dari Arabia Barat, dan bukan dari Palestina, seperti
yang sampai kini diduga oleh para ahli, berdasarkan pada perki-
raan geografis. Bukti yang saya dapati untuk menentang perny-
ataan ini akan dibahas pada bab-bab yang berikut. Dugaan saya
ini didasarkan pada analisa linguistik dari nama-nama tempat yang
tertera di dalam Kitab Bibel, yang menurut pendapat saya sam-
pai sekarang terus menerus telah diterjemahkan secara tidak be-
nar. Prosedur ini secara teknis disebut analisa onomastik, atau
barangkali lebih tepat analisa toponimik. Saya terus-terang men-
gakui bahwa penemuan ini masih bersifat teoritis, sebelum diperkuat
oleh penyelidikan-penyelidikan arkeologis. Akan tetapi bukti-bukti
yang saya dapati sangatlah besar sehingga hanya akan disangsikan
oleh orang-orang kolot saja, dan saya yakin kesangsian itu pun akan

                                5
6                                     BAB 1. PENDAHULUAN

lenyap setelah adanya dukungan selanjutnya oleh para ahli.
Tidak mengherankan, dalam membuka jalan baru, jika saya melakukan
beberapa kesalahan yang mungkin akan dijadikan kesempatan oleh
para kritikus untuk menodai hasil-hasil penemuan saya ini. Tetapi
saya yakin bahwa kesalahan itu tidak akan begitu besar sehingga
dapat mempengaruhi hasil penemuan ini. Tidak diragukan lagi,
banyak orang akan mengeluh bahwa referensi saya terhadap kepus-
takaan yang luas mengenai geografi Bibel Ibrani itu hanya sepintas
saja. Jawaban yang akan saya berikan singkat saja, yaitu bahwa
saya samasekali tidak setuju dengan apa yang telah tertulis dan
merasa tidak perlu membebani para pembaca dengan sanggahan-
sanggahan mengenai penemuan-penemuan yang lalu satu persatu.
Sebenarnya saya khawatir juga bahwa daftar nama-nama tempat
yang menjadi dasar pokok argumentasi buku ini akan menimbulkan
kesulitan kepada pembaca yang tidak begitu biasa dengan translit-
erasi abjad Ibrani dan Arab. Sementara saya harapkan para spe-
sialis akan ikut bersabar bersama saya, saya sarankan pembaca bi-
asa melewati saja bagian-bagian itu, dan memusatkan perhatian
pada kesimpulan yang telah saya usahakan seringkas dan sejelas
mungkin, dengan harapan hal ini dapat saya kemukakan dengan
sebaik-baiknya.
Untuk membantu pembaca umum, beberapa pengetahuan dasar baik
mengenai bahasa dalam Bibel Ibrani ataupun perbandingannya se-
cara linguistik yang berhubungan dengan bahasa-bahasa Semit, barangkali
masih diperlukan. Ringkasnya, Kitab Bibel Ibrani kanonik itu terdiri
dari tiga puluh sembilan kitab yang dahulunya disusun dalam dua
puluh empat buah gulungan. Lima kitab pertama, yaitu Pentateuch
(atau Torah dalam bahasa Ibrani, yang berarti ’pelajaran’) terdiri
dari Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan. Selanjut-
nya, dua puluh satu kitab Kisah para Rasul: empat karya bersejarah
Yosua, Hakim-hakim, Samuel (2 kitab), Raja-raja (2 kitab); kitab-
kitab Tiga Rasul utama Yesaya, Yeremia dan Yehezkiel; kemudian
dua belas kitab mengenai para nabi-nabi, yaitu: Hosea, Yoel, Amos,
Obaja, Yunus, Mikha, Nahum, Habakuk, Zefanya, Hagai, Zakharia
7

dan Maleakhi. Dan akhirnya tiga belas kitab puisi-puisi keaga-
maan dan kesusastraan mengenai kebijaksanaan, Tulisan-tulisan,
yang terdiri dari Mazmur, Amsal, Yob, Kidung Agung, Rut, Rata-
pan, Pengkhotbah, Ester, Daniel, Ezra, Nehemia dan Tawarikh (2
kitab). Kecuali bagian-bagian Aramaik dari kitab Daniel (2:4b -
7:28) dan kitab Ezra (4:8 - 6:18), semua karangan orisinalnya yang
sampai kepada kita tertulis dalam bahasa Ibrani.

Hal-hal yang bersangkutan dengan penanggalan dan penyusunan
kitab-kitab Bibel Ibrani itu terlalu rumit untuk dibahas secara rinci,
dan tidaklah penting dalam argumentasi saya ini. Sejumlah kitab-
kitab itu, misalnya, sudah dapat dipastikan sebagai karya-karya baru
yang disusun berdasarkan naskah-naskah yang lebih tua, sehingga
dapat diperkirakan baru tersusun pada sekitar abad ke-4 S.M., sete-
lah runtuhnya kerajaan Israil kuno.

Yang sudah pasti ialah bahwa bahasa Ibrani dalam Bibel secara ke-
seluruhan mempunyai bentuk bahasa sehari-hari, tidak seperti hal-
nya bahasa Ibrani yang dipakai oleh para rabbi (pendeta Yahudi)
yang berfungsi khusus sebagai bahasa kesarjanaan. Dengan kata
lain, naskah-naskah Bibel Ibrani yang kita kenal telah ada sebelum
abad ke-5 S.M., pada waktu Kerajaan Israil kuno mengalami kehan-
curannya dan sewaktu bahasa Ibrani dan berbagai bentuk bahasa
Kanaan sudah tidak dipakai lagi. Ini berarti kita dapat memper-
gunakan Bibel Ibrani itu, paling tidak dalam penelitian ini, sebagai
dokumen yang berhubungan langsung dengan sejarah Israil, lepas
dari soal-soal penanggalan, komposisi, atau siapa penulisnya.

Karena hampir seluruh argumentasi ini dititikberatkan pada perki-
raan saya bahwa Bibel Ibrani terus-menerus diterjemahkan dengan
tidak benar, maka patut diadakan suatu pembetulan. Singkatnya,
seperti yang akan saya jelaskan secara lebih mendalam pada Bab
2, bahasa Ibrani itu tidak lagi dipergunakan sebagai bahasa sehari-
hari pada sekitar abad ke-5 atau ke-6 S.M. Oleh sebab itu, jika
ingin memahami Bibel Ibrani kita harus memilih satu di antara
dua metode. Cara yang pertama ialah menerima saja terjema-
8                                       BAB 1. PENDAHULUAN

han naskah-naskah yang diterjemahkan secara tradisional itu dalam
bahasa Ibrani, atau menyelidiki bahasa-bahasa Semit yang masih
berhubungan erat dengan bahasa Ibrani, seperti bahasa Arab dan
bahasa Suryani. Bahasa Suryani merupakan peninggalan dari suatu
bentuk bahasa Aram kuno. Saya tidak menggunakan penterjema-
han secara tradisional dalam bahasa Ibrani, karena para ahli Yahudi
yang menterjemahkan dan memberi bunyi vokal pada Bibel Ibrani
antara abad ke-6 dan ke-10 M. itu tidak dapat berbahasa Ibrani
secara lisan dan mungkin mendasarkan rekonstruksi mereka pada
dugaan-dugaan saja. Jika memakai metode kedua, untuk menaf-
sirkan bahasa Ibrani yang dipergunakan di dalam Bibel Ibrani, kita
harus melakukannya berkenaan dengan fonologi dan morfologi per-
bandingan dari bahasa-bahasa Semit. Mengingat banyak pembaca
yang belum terbiasa dengan hal-hal seperti ini, sekali lagi saya akan
memberikan informasi dasar mengenai hal ini.

Bahasa Semit pada umumnya dianggap sebagai anggota keluarga be-
sar bahasa-bahasa Afro-Asia yang meliputi bahasa Mesir kuno dan
bahasa Berber serta Hausa modern. Dari bahasa-bahasa ini, yang
termasuk dalam cabang bahasa Semit ialah bahasa Akkadia (ba-
hasa kuno Babilonia dan Asiria), bahasa Kanaan (bahasa Funisia
kuno dan bahasa Ibrani kuno adalah suatu varian dari bahasa ini),
bahasa Aram (bahasa Suryani) dan bahasa Arab. Salah satu ciri
khas yang dimiliki bahasa-bahasa ini adalah sistem mendapatkan
akar suatu kata yang biasanya terdiri dari tiga konsonan. Akar-akar
kata ini biasanya dipahami sebagai kata kerja, dan ada seperangkat
pola asal mula kata kerja ini yang telah membentuk kata kerja lain,
dan juga kata benda dan kata sifat yang beraneka ragam. Ini meli-
batkan beberapa cara pemberian tanda vokal pada akar kata dengan
menambahkan huruf-huruf hidup, dan juga penambahan satu atau
lebih konsonan pada akar kata yang asli. Dalam kamus-kamus stan-
dar bahasa-bahasa Semit, kita biasanya mencari akar kata tertentu,
yang kemudian diikuti oleh serangkaian kata jadian yang berasal
dari akar kata itu. Sejumlah akar kata yang sama terdapat di be-
berapa bahasa Semit, dengan arti yang sama atau dengan arti yang
9

berdekatan. Kalau kita telah menguasai sebuah bahasa Semit, akan
lebih mudah mempelajari yang lain.

Terkadang, sebuah akar kata yang ada pada dua atau lebih bahasa
Semit tidak mudah dikenali sebagai akar kata yang sama oleh seseo-
rang yang tidak berbahasa Semit sebagai bahasa ibu. Ini disebabkan
karena satu atau lebih konsonan dalam akar kata itu dapat berubah
dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Dalam bahasa Ibrani, con-
tohnya, akar kata yang berarti ’mendiami’ adalah hsr, sedangkan
dalam bahasa Arab akar kata itu adalah hdr. Penjelasannya adalah
bahwa pemakai bahasa Semit secara naluriah mengenai hubungan
fonologis antara pelbagai konsonan, yang dapat ditukar tempatnya
di antara berbagai bahasa-bahasa Semit. Misalnya, ’g’ di dalam
satu bahasa atau dialek (yang dapat diucapkan seperti huruf ’g’
atau sebagai huruf ’j’) dapat berubah menjadi huruf ’q’ (qaf) atau
’g’ (ghayn) dalam bahasa atau dialek yang lain. Maka kata Negeb
dalam bahasa Ibrani (sebagai sebuah nama tempat) berubah men-
jadi Naqab atau Nagab dalam bahasa Arab.

Perubahan konsonan di antara bahasa-bahasa Semit ini nampaknya
mengikuti peraturan-peraturan tertentu, dan untuk mudahnya saya
telah tabulasikan perubahan-perubahan tersebut dari bahasa Ibrani
ke bahasa Arab di bagian tepat sebelum Kata Pengantar buku ini.
Ada pula masalah metatesis, atau perubahan dalam penempatan
konsonan-konsonan dalam akar kata yang sama antara pelbagai ba-
hasa Semit, misalnya akar kata acb, dapat berubah menjadi cab atau
bca. Metatesis bukanlah suatu fenomena linguistik yang hanya dite-
mui dalam bahasa-bahasa Semit. Kita dapat juga menjumpainya
dalam bahasa-bahasa yang lain , walaupun metatesis sangat biasa
terjadi di antara bahasa-bahasa Semit yang sama. Dalam sebuah
dialek Arab, contohnya, zwg (diucapkan zawj), yang berarti ’sepa-
sang’ dapat berubah menjadi gwz (diucapkan jawz), yang terakhir
adalah bentuk yang biasa terdapat pada dialek Libanon yang saya
pakai.

Sama pentingnya, kalau tidak lebih, untuk mengingat bahwa bahasa-
10                                      BAB 1. PENDAHULUAN

bahasa Semit ditulis dalam bentuk konsonan tanpa huruf hidup. Na-
mun, pada terjemahan-terjemahan Kitab Bibel dalam bahasa Ing-
gris dan dalam bahasa-bahasa lainnya, nama-nama menurut Bibel
itu dikemukakan dalam bentuk yang telah diberi huruf vokal, yang
berasal dari penyuaraan kaum ’Masoret’ atau dari tradisi Kitab
Bibel Ibrani, yang seperti telah saya katakan, mungkin salah, sepa-
njang ahli-ahli Masoret itu perlu menyusun kembali bahasa Ibrani,
yang sudah dipergunakan lagi secara umum. Agar membantu para
pembaca, yang telah saya lakukan adalah memberikan baik kata
Ibrani yang diberi vokal secara tradisional maupun yang belum diberi
vokal, dan saya berusaha untuk menunjukkan bagaimana kata yang
sama itu, jika diberi vokal dengan cara yang berbeda, dapat mem-
punyai arti selain yang telah ditentukan menurut tradisi kaum Ma-
soret. Mengenai kata-kata –terutama nama-nama tempat yang be-
rasal dari catatan-catatan kuno Mesir, mustahil untuk mengetahui
bagaimana semua itu disuarakan. Maka dari itu, apa yang telah
saya lakukan dalam contoh-contoh yang seperti itu adalah menge-
mukakannya dalam bentuk konsonan mereka dan juga membuat
agar mereka dapat dibandingkan dengan bentuk-bentuk konsonan
Ibrani. Seperti itu pula, jika saya mengutip kalimat-kalimat lengkap
dari Bibel Ibrani, saya telah menuliskan kata-kata Ibrani yang tidak
diberi vokal ke dalam bentuk Latin yang belum diberi tanda vokal
pula. Ini agaknya tidak banyak membantu dalam pembacaannya,
tetapi berkenaan dengan argumentasi saya, saya tidak melihat adanya
alternatif lain yang lebih baik.

Untuk meringkaskan: apa yang sama dalam perbendaharaan kata
dari berbagai bahasa Semit adalah sejumlah besar akar kata konso-
nan dan bentuk-bentuk kata yang berasal dari situ; yang terakhir ini
tidak mempunyai perbedaan yang besar antara satu bahasa dengan
bahasa yang lain. Guna membandingkan kata-kata dalam berbagai
bahasa Semit, kita perlu mengeja kata-kata itu hanya dalam bentuk
konsonannya, kalau tidak demikian maka seluruh maknanya akan
hilang. Maka dari itu saya harus memohon kepada pembaca agar
mereka bersabar jika terdapat perbandingan-perbandingan seperti
11

itu, dan agar mereka percaya bahwa perbandingan-perbandingan
ini dibuat menurut peraturan yang pantas bagi ilmu bahasa per-
bandingan.
Berpaling pada metodologi, karena alasan-alasan yang kini telah
jelas, saya mendasarkan studi saya ini pada teks konsonan Bibel
Ibrani, membanding-bandingkan sebutan tertentu dengan nama-nama
tempat di Arabia Barat guna memberikan alternatif bagi penter-
jemah tradisional. Kita tidak perlu membahasnya lebih jauh dari
itu, karena masalah-masalah yang seperti ini akan saya bahas dalam
Bab 2. Namun, saya hanya ingin menambahkan bahwa selain meneli-
ti buku-buku dan peta-peta, saya telah pula melakukan sebuah per-
jalanan ke Arabia Barat, yang saya yakin adalah tanah asal Kitab
Bibel, guna menjadi lebih akrab dengan lokasi-lokasi utama yang
disebutkan di dalam studi ini dan secara langsung mengamati bagaimana
pelbagai lokasi yang telah saya sebutkan tadi itu berhubungan, baik
secara geografis maupun secara topografis.
Di atas dasar-dasar inilah argumentasi buku saya ini berdiri. Apakah
saya berhasil atau tidak meyakinkan para ahli Bibel Ibrani itu masih
harus disangsikan dahulu. Yang dapat saya katakan adalah bahwa
saya yakin sepenuhnya atas hasil-hasil penemuan yang dihasilkan
oleh analisa toponimis saya, dan saya menanti-nanti datangnya saat
para arkeolog menggali beberapa tempat peninggalan zaman pur-
bakala yang telah saya sebutkan, dan semoga menghasilkan bukti-
bukti yang lebih lanjut bahwa tanah asal Kitab Bibel Ibrani adalah
Arabia, Barat, bukan Palestina.
12   BAB 1. PENDAHULUAN
Bab 2

Dunia Yahudi Kuno

Asal mula penyelidikan ini datang secara tidak sengaja. Pada su-
atu hari saya menerima sebuah copy cetakan indeks ilmu bumi Arab
Saudi, diterbitkan di Riyad pada tahun 1977, dan ketika saya sedang
memeriksanya untuk nama-nama tempat yang tidak berasal dari ba-
hasa Arab yang terletak di Arabia Barat, ketika itulah saya menyadari
bahwa nama-nama tempat di Arabia Barat juga merupakan nama-
nama tempat yang tertera di dalam Kitab Perjanjian Lama, atau
yang saya sebut Bibel Ibrani. Pada mulanya saya meragukan per-
samaan ini, tetapi setelah bukti-bukti yang memperkuat itu terkumpul,
saya merasa yakin bahwa persamaan antara nama-nama itu bukan-
lah suatu kebetulan belaka. Hampir semua nama tempat kuno
yang saya dapati di dalam Bibel berpusat pada daerah dengan pan-
jang sekitar 600 kilometer dan selebar 200 kilometer, yang pada
zaman ini meliputi Asir (bahasa Arabnya ’Asir) dan bagian sela-
tan Hijaz (al-Higaz). Semua koordinat tempat-tempat yang dise-
butkan di dalam Kitab Bibel Ibrani dapat dicocokkan dengan se-
buah tempat di wilayah ini, suatu fakta yang sangat penting, sedan-
gkan belum ada bukti-bukti yang mencocokkan koordinat-koordinat

                                13
14                              BAB 2. DUNIA YAHUDI KUNO

tersebut dengan lokasi tempat-tempat di Palestina, tempat yang
diduga sebagai tanah asal Kitab Bibel. Saya tidak menemukan
sekelompok nama tempat kuno, dalam bentuk Ibraninya yang masih
asli di daerah-daerah lain di Timur Dekat. Saya merasa berkewa-
jiban untuk memikirkan adanya sebuah kemungkinan yang sangat
menakjubkan: yaitu bahwa Yudaisme bukan berasal dari Palesti-
na, melainkan dari Arabia Barat, dan bahwa seluruh sejarah bangsa
Israil kuno berlangsung di daerah ini, bukan di tempat lain.
Sudah tentu, jika menganggap bahwa dugaan saya ini benar, bukan
berarti bahwa tidak ada orang Yahudi yang tinggal menetap di
Palestina pada zaman Bibel itu atau di negara lain di luar wilayah
ini. Yang dimaksud ialah bahwa Kitab Bibel Ibrani itu pada dasarnya
ialah suatu catatan mengenai sejarah pengalaman bangsa Yahudi
di Arabia Barat. Sayangnya tidak ada catatan sejarah yang dap-
at menjelaskan bagaimana Yudaisme dapat didirikan di Palestina
pada zaman dahulu itu. Tetapi kita dapat saja memberikan suatu
perkiraan berdasarkan bukti-bukti yang ada.
Di antara agama-agama Timur Dekat yang diketahui, agama Yahu-
di berada dalam golongan tersendiri; belum ada usaha-usaha yang
berhasil menjelaskan asal usulnya dalam pengertian agama-agama
kuno Mesopotamia, Suria atau Mesir, kecuali dalam tingkat bayan-
gan mitos-mitos. Salah satu contoh yang demikian ini ialah kisah
air bah, yang mungkin juga terdapat dalam kitab ’Epik Gilgamesh’
dari mesopotamia kuno, dan mitos-mitos kuno lainnya, bahkan salah
satu di antaranya berasal dari Cina. Walaupun dengan adanya
contoh-contoh ini, kita tidak dapat memastikan asal-mulanya mitos-
mitos ini serta apa yang dibawa dan dari siapa. Tetapi, seperti yang
akan kita lihat dalam Bab 12, sangat masuk di akal untuk men-
gandaikan bahwasanya asal mula agama Yahudi mungkin terbentuk
karena adanya kecenderungan terhadap monoteisme di Asir kuno
tempat sejumlah dewa-dewa gunung seperti Yahweh, El Sabaoth, El
Shalom, El Shaddai, El Elyon dan yang lain entah bagaimana yang
akhirnya diakui sebagai dewa tertinggi, mungkin dengan adanya
pembauran di antara suku-suku setempat. Karena kemudian di-
15

adopsi oleh suku Israil, sebuah suku lokal, monoteisme dasar Ara-
bia Barat ini lambat-laun berkembang menjadi sebuah agama den-
gan jalan pemikiran yang tinggi, yang mempunyai sebuah kitab
keagamaan tetap, yang mengandung gagasan yang rumit tentang
sifat ketuhanan dan mempunyai tema kemasyarakatan dan etika
tersendiri. Agama itu dengan mudah menarik peminat-peminat dari
luar daerah asalnya, khususnya dari daerah-daerah yang telah men-
genal ketatasusilaan dan yang telah mempunyai tingkat pemikiran
yang cukup tinggi. Karena agama itu mempunyai kitab dan dikem-
bangkan oleh orang-orang yang dapat menulis dan membaca, agama
itu mudah untuk disebarluaskan.
Bahasa yang dipakai dalam kitab-kitab Yahudi ini biasanya disebut
Ibrani, dan agaknya merupakan dialek sebuah bahasa Semit yang
dahulunya merupakan bahasa sehari-hari yang dipakai di pelbagai
daerah di Arabia Selatan, Barat dan Suria (termasuk Palestina).1
Seseorang dapat menyimpulkan hal ini melalui penyelidikan etimol-
ogis dan dari nama-nama tempat di wilayah Timur Dekat, memper-
timbangkan pula distribusi geografis mereka. Karena memerlukan
kata yang lebih tepat, maka bahasa kuno ini kini disebut bahasa
Kanaan, menurut nama sebuah bangsa menurut Bibel yang meng-
gunakan bahasa ini.2
Di samping bahasa Kanaan, ada satu lagi bahasa yang dipakai di
jazirah Arab dan Suria, bahasa ini adalah bahasa Aram, diberi nama
ini menurut nama bangsa Aram dari Bibel. Tanpa memperdulikan
siapa itu sebenarnya bangsa Kanaan dan Aram, suatu topik yang
   1 Istilah ’Semit’, dipakai untuk menggambarkan bangsa yang berhubungan

dengan bangsa Ibrani dan bahasa-bahasa mereka, pertama kali diperkenalkan
oleh A. L. Schlozer dalam tahun 1781. Istilah ini berasal dari kata Shem (sm)
dalam Bibel, putra Nabi Nuh dan yang dianggap sebagai leluhur orang-orang
Israil dan bangsa-bangsa lain menurut Bibel. Bibel Ibrani berbicara mengenai
bangsa-bangsa keturunan Shem tanpa menggambarkan mereka sebagai orang-
orang ’Semit’.
   2 Bahasa tersebut mungkin disebut dengan nama ini pada masa silam. Sebuah

sebutan Bibel, yaitu Yesaya 19:18, menyebutkan ’bahasa Kanaan’ (spt kn’n),
agaknya berarti bahasa Ibrani.
16                                     BAB 2. DUNIA YAHUDI KUNO

akan saya bicarakan dalam Bab 4,3 dapat dipastikan bahwa bahasa
Kanaan (atau bahasa Ibrani) dan bahasa Aram pernah dalam wak-
tu yang bersamaan digunakan oleh berbagai masyarakat Arab dari
wilayah Barat, seperti halnya di Suria. Sebuah ayat pendek dari
Kitab Bibel, jika dilihat kembali dari segi nama-nama tempat di
Arabia Barat yang masih ada sejak dari zaman kuno, jelas men-
gungkapkan hal ini.
Sebutan ini adalah Kejadian 31:47-49. Di sini dapat kita baca
mengenai sebuah timbunan tanah yang disebut ’timbunan batu’,
didirikan untuk menjadi saksi atas persetujuan antara Yakub, se-
orang Yahudi, dengan paman dari pihak ibunya, seorang bangsa
Aram dan ayah mertuanya, yaitu Laban. Laban menyebutnya ’Yegar-
sahadutha’ (dalam bahasa Aram adalah ygr shdwt’), tetapi Yakub
   3 Kemudian akan ditunjukkan melalui analisa toponimis bahwa tanah Kanaan

menurut Bibel terletak di sisi maritim Asir, bukan di Palestina dan pesisir Suria,
seperti yang biasanya diduga. Mendasarkan hampir sebagian besar argumentasi
mereka pada bukti-bukti dalam Bibel, yang ditafsirkan dengan salah, para ahli
telah menganggap bahwa bangsa Aramaea (Aram) pada mulanya merupakan
penghuni daerah Suria bagian utara di sebelah barat sungai Efrat. Namun, se-
buah penelitian kembali atas bukti-bukti menurut Bibel menunjukkan kepada
kita bahwa yang disebut oleh Bibel Ibrani sebagai Aram (konsonan ’rm) sebe-
narnya adalah Arabia Barat. Aram Naharim (’rm nhrym, Kejadian 28:2 dan
sebagainya), contohnya, jelas bukan Mesopotamia, tetapi merupakan Naharin
(nhryn) kini di dekat Taif (al-Ta’if), di Hijaz bagian selatan. Maka dari itu,
kita harus menyimpulkan bahwa Paddan-aram (pdn ’rm, Kejadian 28:2 dan se-
bagainya) adalah Dafinah (dpn) di dekatnya, di daerah sekitar Mekah, bukan
Mesopotamia. Begitu pula beberapa nama yang lain yang oleh Bibel Ibrani dia-
sosiasikan dengan Aram Beth-rehob, Aram Zobah dan bahkan Damaskus (Dha
Misk di Arabia Barat, atau d msk, bandingkan dengan kata Ibrani dmsq) -
mungkin kini dapat ditemui namanya di Hijaz dan Asir. Wadi Waram (wrm)
juga memakai nama Aram kuno di sana. Kebetulan juga, Iram (’rm, Qur’an
89:7) di dalam Qur’an, sebagai nama tempat, secara konsonan sama dengan
Aram dalam Bibel, yang juga adalah ’rm. Qur’an menghubungkan tempat ini
dengan Dhat al-’Imad. Al-’Imad kini merupakan sebuah desa di dataran tinggi
Zahran (Zahran), sebuah daerah di sebelah selatan Taif, dan di sini sebuah daer-
ah Aram setempat bertahan sebagai desa Aryamah (’rym). Terus-terang saja,
kita tidak dapat mengatakan dengan pasti sampai seberapa jauh luas tanah di
Arabia Barat menurut Bibel itu, tetapi tanah ini jelas mencakup daerah-daerah
selatan Hijaz.
17

menyebutnya ’Galed’ (dalam bahasa Ibraninya gl’d) dan ’Mizpah’
(Ibraninya hmsph), yang berarti menara penjagaan. Ketiga nama
ini kini masih dipakai oleh tiga buah desa yang tidak begitu terke-
nal, yang letaknya berdekatan, di daerah maritim Asir, di kawasan
Rijal Alma’ (Rigal Alma’), di sebelah barat Abha (Abha). Nama-
namanya adalah: Far’at Al-Shahda (’l shd’), yang berarti ’Tuhan
adalah saksi’ atau ’Tuhan dari saksi’, dalam bahasa Arabnya pr’t
atau pr’h, yang berarti bukit atau timbunan, sama artinya dengan
kata Aram ygr; al-Ja’d (’l-g’d), yang merupakan sebuah metatesis
yang telah diarabkan dari kata gl’d; dan al-Madhaf (mdp; band-
ingkan dengan msph).

Begitulah persamaan antara pemakai bahasa Kanaan dengan pe-
makai bahasa Aram di Arabia Barat menurut Bibel, sehingga menu-
rut hemat saya orang-orang Israil itu bingung dari kelompok mana
mereka berasal. Walau mereka menganggap sebagai bangsa Ibrani
(lihat Bab 13), tetapi menurut Ulangan 26:5 leluhur mereka adalah
seorang yang berasal dari suku Aram. Pertentangan ini telah lama
membingungkan para ahli, tetapi jika anggapan saya benar, hal itu
memang masuk akal.

Kemungkinan besar awal tersebarnya agama Yahudi dari tanah asal-
nya di Arabia Barat ke Palestina dan ke daerah-daerah lain itu ialah
dengan mengikuti jalur (route) kafilah perdagangan antar Arabia.
Pada zaman kuno, wilayah Asir di Arabia Barat merupakan tem-
pat pertemuan kafilah-kafilah yang membawa barang-barang dagan-
gan dari berbagai negara di kawasan teluk Samudera Hindia seper-
ti India, Arabia Selatan serta Afrika Timur, dari satu arah, dan
dari Persia-Mesopotamia, dan negara-negara di Laut Tengah bagian
Timur, terutama Suria, Mesir dan dunia Aegea, dari arah yang lain
(lihat Peta 1).

Palestina, yang terletak di sudut Selatan Suria, dekat Mesir, meru-
pakan ujung penghabisan dari jalur perdagangan kuno Arabia Barat
pertama yang bertolak menuju arah ini. Penduduk Yahudi yang per-
tama mestinya adalah pedagang-pedagang dan kafilah-kafilah dari
18                                  BAB 2. DUNIA YAHUDI KUNO

Arabi Barat yang terlibat dalam perdagangan ini. Penduduk baru
ini kemudian dengan mudah menarik penduduk lokal untuk mema-
suki agama mereka, yang dalam hal kecanggihan intelektualnya jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan cara-cara pemujaan setempat dan
bahkan agama-agama tinggi kerajaan Mesir dan Mesopotamia. Cara
yang persis seperti inilah yang dipergunakan oleh pedagang-pedagang
Islam di berbagai tempat di Asia dan Afrika Timur pada waktu-
waktu yang kemudian. Mereka menarik umat baru untuk memeluk
agama Islam di mana pun mereka singgah di antara penduduk itu
yang memandang agama Islam sebagai suatu agama yang lebih baik
daripada agama mereka sendiri.

Bukan maksud saya untuk mengatakan bahwa orang-orang Yahudi
itulah yang merupakan penduduk pertama Arabia Barat di Palesti-
na. Mestinya bangsa Filistin yang menurut Bibel (lihat Bab 14)
dari Arabia Barat itulah yang terlebih dahulu menetap di daerah
itu sebelum mereka, mengingat bahwa merekalah yang memberi na-
ma kepada negara ini. Begitupun halnya dengan bangsa Kanaan
dari Arabia Barat (lihat catatan 3) yang tampaknya telah ’terse-
bar’ (Kejadian 10:18) sejak dahulu, dan memberi nama pada tanah
Kanaan (kn’n) yang terletak di sepanjang pantai Suria, di sebelah
utara Palestina. Daerah ini disebut Phoenicia oleh bangsa Yunani
(mengenai Faniqa atau ’Phoenicia’ di Asir, lihat Bab 14 ). Bah-
wasanya Phoenicia sebenarnya disebut Kanaan oleh penduduknya
dapat diketahui dari sekeping uang logam Yunani dari Beirut yang
menceritakan dalam bahasa Funisia (Phoenicia), bahwa kota ini ter-
letak ’di Kanaan’ (b-kn’n), dan dalam bahasa Yunani bahwa kota
ini terletak ’di Phoenicia’.4 Menulis mengenai ’bangsa Phoenicia’
dan ’bangsa Suria dari Palestina’ pada abad ke-5 S.M., sejarawan
Yunani Herodotus yakin bahwa mereka berasal dari Arabia Barat.

   4 Zellig S. Harris, A Grammar of the Phoenician Language (New Haven,

Conn., 1936), halaman 7, catatan 29. Harris menyebutkan bukti-bukti selan-
jutnya yang menandakan bahwa bangsa Funisia (Phoenicia), di sepanjang pan-
tai Suria dan di tempat-tempat lain, sebenarnya menyebut diri mereka bangsa
Kanaan.
19

Ia menulis tentang kedua bangsa itu: ’Negara ini, menurut cerita
mereka sendiri, dahulunya terletak di Laut Merah, tetapi dari sana
mereka menyeberang dan menetapkan diri di pesisir Suria, dan di
sana mereka masih menetap’ (7:89; lihat juga ibid. 1:1).5
Berapa pun umurnya perkampungan orang-orang dari Arabia Barat
yang tertua di daerah pesisir Suria,6 migrasi orang-orang Filistin
dan Kanaan ke sana mestinya bertambah besar. Menurut kitab-
kitab dalam Bibel Ibrani, kerajaan Israil sudah dipastikan berdiri
di Arabia Barat, yang dihuni antara lain oleh bangsa Filistin dan
Kanaan, antara akhir abad ke-11 dan awal abad ke-10 S.M., yang se-
bagian besar merugikan bangsa Filistin dan Kanaan. Karena patah
semangat dan berturut-turut dikalahkan oleh bangsa Israil, maka
orang-orang Filistin dan Kanaan ini kemungkinan memperderas arus
migrasi mereka ke daerah pesisir Suria pada waktu yang sama. Di
Palestina, nampaknya bangsa Filistin menamakan perkampungan-
perkampungan mereka (seperti Gaza dan Askalon) menurut kota-
kota di Arabia Barat yang mereka tinggalkan. Dusun Bayt Da-
jan di Palestina (’kuil’ dgn, atau ’dagon’) di Palestina, dekat Jaffa,
masih memakai nama dewa agama yang mereka anut sewaktu di
Arabia Barat (lihat Bab 14). Di sebelah utara Palestina, bangsa
Kanaan juga memberi nama-nama yang berasal dari Arabia Barat
kepada perkampungan-perkampungan mereka - nama-nama seperti
Sur (Tyre), Sidon, Gebal (dalam bahasa Yunani = Byblos), Arwad
(dalam bahasa Yunani = Arados), atau Libanon.7 Pada saat orang-
   5 Bukti Herodotus mengenai hal ini, seperti mengenai hal-hal lain yang berke-

naan dengan sejarah Timur Dekat kuno, biasanya tidak ditanggapi dan dianggap
tidak berharga oleh para sejarawan dan para ahli purbakala modern di daerah
itu. Tentunya mereka secara sombong memperlakukannya dengan demikian,
karena bukti-bukti ini tidak cocok dengan anggapan-anggapan mereka yang se-
bagian besar berdasarkan pada penafsiran yang salah atas bahan-bahan geografis
dan topografis Bibel Ibrani. Gagasan bahwa Laut Merah Herodotus bukanlah
Laut Merah, melainkan Teluk Parsi tidak perlu dipercaya, karena hanya sedikit
sekali bukti yang ada guna mendukungnya.
   6 Herodotus (2:44) melaporkan, mengenai kekuasaan pendeta-pendeta kota

Funisia Tyre pada zamannya, bahwa kota ini didirikan 2.300 tahun sebelumnya.
   7 Tyre menurut Bibel (bahasa Ibrani sr) bukanlah sebuah kota di tepi ’laut’
20                                    BAB 2. DUNIA YAHUDI KUNO

orang Israil dari Arabia Barat (dan mungkin kaum Yahudi dari Ara-
bia Barat lainnya) memulai migrasi mereka ke arah Utara untuk
menetap di Palestina, yang tak dapat ditentukan tahunnya, mere-
ka juga memberikan nama-nama yang berasal dari daerah mereka
yang dahulu kepada tempat-tempat pemukiman mereka atau kepa-
da tempat-tempat pemujaan penduduk setempat yang diambil alih
oleh mereka dan menggabungkannya dengan kuil-kuil Yahudi mere-
ka. Di antara yang paling kentara dan yang paling terkenal adalah:
Yerusalem (yrwslm, lihat Bab 9), Bethlehem (byt lhm, lihat Bab
8), Hebron (hbrwn, lihat Bab 13? Carmel (krml),8 dan kemungk-


(bahasa Ibrani ym), tetapi apa yang kini merupakan oase utama Zur (zr), yang
bernama Zur al-Wadi’ah, di wilayah Najran, berdiri di ujung daerah Yam (ym),
berbatasan dengan gurun Arabia Tengah. ’Kapal-kapal’-nya (bahasa Ibraninya
ialah ’wnywt) sebenarnya adalah kafilah-kafilah binatang beban (bahasa Arab-
nya ’nyt, ’kantung-kantung pelana’), dan tempat-tempat mereka berdagang da-
pat dikenali melalui nama-nama mereka di pelbagai bagian Arabia. Kitab Bibel
berbicara mengenai Raja Hiram (hyrm) dari sr, atau ’Tyre’; tidak ada raja kuno
dengan nama ini yang diakui untuk kota Tyre di Libanon, karena nama Phoeni-
cia Ahiram (hrm bukan hyrm) adalah seorang raja Byblos, yang merupakan
tempat yang lain samasekali Gebal (gbl atau qbl) termasuk dalam nama-nama
tempat yang sering dipakai di Arabia Barat, sebuah Gebal tertentu, dekat Tyre
Bibel, adalah Al-Qabil (qbl), di wilayah Najran. Arwad di Arabia Barat kini
adalah Riwad (rwd), di dataran tinggi Asir; Sidon dalam Bibel dibahas dalam
Bab 4. Menurut para ahli Geografi Arab, Lubaynan (lbynn, tanpa vokal lbnn,
atau ’Libanon’) adalah nama dataran tinggi yang kini berada di tengah-tengah
perbatasan antara Asir dan Yaman. Di kaki perbukitan pantai daerah ini, se-
buah desa yang bernama Lubayni (lbyny) masih tetap ada. Pohon-pohon araz
(cedar) Libanon yang tertulis dalam Bibel mestinya adalah tumbuhan jenever
raksasa Lubaynan di Arabia Barat, dan salju Libanon yang dikatakan dalam
Kitab itu, tidak disangkal lagi adalah salju setempat (lihat Bab 2).
    8 Carmel di Arabia Barat adalah Kirmil (juga krml), yang disebutkan dalam

kamus geografi Arab Yaqut (4:448) sebagai sebuah punggung bukit pesisir di
ujung selatan Asir, berbatasan dengan Yaman, sehingga terletak tepat di sebelah
barat Libanon Arabia Barat (lihat Catatan 7). Ini menjelaskan mengapa Gu-
nung Carmel kadang-kadang disebutkan sehubungan dengan Gunung Libanon
dalam teks-teks Bibel, salah satu di antaranya yang tidak terduga adalah Yesaya
29:17, sb lbnwn l-krml, yang dianggap berarti ’Libanon akan diubah menja-
di ladang yang subur’, tetapi sebenarnya berarti ’Libanon akan berubah (atau
kembali) menjadi Carmel’.
21

inan Galilee (glyl),9 Hermon (hrmwn)10 dan Yordan (h-yrdn, lihat
Bab 7), semuanya membenarkan hal ini. Di kebanyakan tempat di
dunia, pada suatu waktu, imigran-imigran yang rindu sering mena-
makan kota-kota, daerah-daerah, pegunungan, sungai-sungai, atau
bahkan suatu negara atau pulau-pulau dengan nama-nama yang
mereka bawa dari tanah yang mereka tinggalkan. Mengingat pa-
da zaman dahulu bahasa yang dipergunakan di daerah Suria dan
Arabia Barat adalah sama, kita tidak dapat meniadakan adanya
kemungkinan besar bahwa beberapa tempat di kedua wilayah itu
dahulunya mempunyai nama-nama yang sama, terutama jika berke-
naan dengan ciri-ciri topografis, hidrologis atau ekologis tertentu,
atau berkenaan dengan pemujaan terhadap dewa yang sama. Dalam
corak kebudayaan tradisional, seperti dalam halnya bahasa, Suria
dan Palestina tidak pernah jauh berbeda.
Dalam setiap tahap, emigrasi dari Arabia Barat menuju Suria dan
Palestina (dan mungkin juga daerah-daerah lain) didukung oleh
faktor-faktor luar. Sebagai daerah yang kaya akan bahan baku alam,
dan lagi pula sebagai daerah yang menguasai salah satu bandar
perdagangan pada zaman kuno (lihat Bab 3), Arabia Barat sudah
semestinya merupakan sebuah target untuk penjajahan ke kerajaan
sejak masa lampau. Dalam Bab 11, akan dibuktikan, melalu bukti-
bukti toponimik, bahwa ekspedisi yang dilakukan oleh raja Mesir
Sheshonk I terhadap Yudah, pada akhir abad ke-10 S.M., seper-
ti yang dikisahkan dalam Bibel Ibrani dan didukung oleh bukti-
bukti dari catatan-catatan kuno Mesir, ditujukan kepada Arabia
Barat, bukan terhadap Suria dan Palestina seperti yang sampai kini
diperkirakan. Sebuah penyelidikan yang dilakukan secara mendalam
atas sebuah lagi ekspedisi kerajaan Mesir yang disebut dalam Bibel
Ibrani, yaitu ekspedisi Raja Necho II pada akhir abad ke-7 S.M.,
   9 Nama-nama tempat yang sepadan dengan kata Ibrani glyl (berarti ’lerengan

yang berteras-teras’) adalah biasa di dataran tinggi Arabia Barat. Salah satu di
antaranya adalah Wadi Jalil (glyl) di Hijaz Selatan, di sebelah Tenggara Taif.
  10 Hrmwn dalam Bibel (dalam metatesis dari hrmn atau hmrn) bertahan seba-

gai nama tidak kurang dari lima tempat di Hijaz bagian selatan dan Asir yang
bernama Hamran atau Khamran.
22                                     BAB 2. DUNIA YAHUDI KUNO

mengungkapkan bahwa ekspedisi yang melibatkan seorang Raja Yu-
dah dan orang-orang Babilonia, juga diarahkan ke Arabia Barat.
Pertempuran Karchemis (krkmys, Tawarikh 2 - 35:20; Yesaya 10:9;
Yeremia 46:2), antara pasukan Mesir dan Babilonia, terjadi di dekat
Taif, di sebelah Selatan Hijaz, di tempat itu dua buah pedesaan yang
berdekatan, Qarr (qr) dan Qamashah (qms), masih berdiri.
Dengan demikian, saya yakin ’Karchemis’ yang tertulis dalam Bibel
itu bukanlah Kargamesa bangsa Hittit, yang sekarang merupakan
Jerablus di tepi sungai Furat (Efrat) seperti yang sampai kini diperki-
rakan.11
  11 Wadi Adam, yang bersumber di dataran tinggi mengalir ke arah Laut Mer-

ah, kadang-kadang disebut di dalam Bibel Ibrani sebagai nhr prt, yang mem-
buatnya mudah dikelirukan dengan Furat (Efrat) Mesopotamia. Kebingungan
ini diperbesar oleh deskripsi nhr prt sebagai h-nhr h-gdwl, ’sungai besar’ dalam
Kitab Bibel, dan Wadi Adam merupakan salah satu wadi yang mengalir ke laut
yang terbesar di Arabia Barat. Sebenarnya nama menurut Bibel Wadi ini berasal
dari nama desa yang kini adalah Firt (prt), di wilayah yang sama. Seperti halnya
pertempuran Karchemis, pertempuran Karkara (atau lebih tepatnya Qarqara),
yang dilakukan oleh bangsa Assyria melawan raja-raja Amat dan Imerisu dan
sekutu mereka Gindibu’ dari Aribi dan Ahab dari Israil (Ahabu Sir’ila) di perten-
gahan abad kesembilan S.M., sebenarnya terjadi di Arabia Barat, bukan di sepa-
njang sungai Orontes di Suria seperti yang biasanya diduga. Amat, yang hingga
kini dianggap merupakan sebuah referensi kepada Hamah di lembah Orontes, di
utara Suria, sebenarnya kini adalah desa Amt (’mt), dekat Taif, dan tidak jauh
dari Karchemis dalam Bibel. Imerisu bukanlah Damaskus Suria, seperti yang
diduga tanpa berdasarkan pada alasan apa pun. Di antara beberapa alternatif
lainnya di Arabia Barat, diperkirakan Marasha (mrs), di dataran tinggi selatan
Asir lah (wilayah Dhahran al-Janub, lihat Bab 3) yang paling besar kemungk-
inannya. Gindibu’ dari Aribi biasanya dianggap sebagai seorang kepala suku
Arab dari gurun pasir Suria. Sebenarnya sebuah suku yang bernama Banu Jun-
dub (gndb) masih menempati dataran tinggi Asir Tengah, dan Aribi mestinya
kini merupakan ’Arabah (’rbh), sebuah desa di dataran tinggi tempat Banu Jun-
dub masih dapat dijumpai. Karkara sendiri, dalam hal ini, mestinya adalah Qar-
qarah atau Qarqara (qrqr) masa ini, di pesisir Asir, di pedalaman Qunfudhah, di
sebelah Selatan Lith. Ada tiga tempat lainnya yang bernama Qarqar (qrqr) juga
di Arabia Barat, dan tidak satu pun yang terletak di wilayah Orontes di Suria.
Jika ada kesangsian sehubungan dengan onomastics (ilmu asal kata dan nama)
yang berkenaan dengan Pertempuran Karkara, seperti yang telah ditafsirkan
secara geografis, lihat catatan-catatan dalam James B. Pritchard, ed., Ancient
Near Eastern Texts Relating to the Old Testament (Princeton, 1969; dari sini
23

Ekspedisi-ekspedisi militer pertama kerajaan Mesir sejak 2000 tahun
S.M., yang selama ini diketahui sebagai penyerangan terhadap Suria
dan Palestina, jika kita teliti kembali melalui catatan-catatan kuno
Mesir dengan bantuan nama-nama tempat dari Arabia Barat yang
masih terdapat di sana12 , akan terlihat bahwa tindakan-tindakan
militer itu lebih cenderung ditujukan kepada Arabia Barat. Seba-
gai bangsa kerajaan, orang-orang Mesir kuno benar-benar tertarik
untuk menguasai Arabia Barat dan jalur-jalur perdagangannya,13
seperti halnya bangsa Assyria dan Babilonia pada masa kejayaan
mereka. Mestinya, setelah setiap penjajahan kerajaan atas tanah
mereka, dari arah mana pun, sebuah gelombang migrasi baru berto-
lak dari Arabia Barat ke daerah-daerah seperti Palestina.
Persis pada saat kerajaan Mesir menyudahi masa penghematan an-
tara akhir abad ke-11 dan awal abad ke-10 S.M., kerajaan Israil
berdiri di bukit-bukit daerah pesisir Asir (lihat Bab 8-10), di bawah
pimpinan Saul, kemudian dikembangkan oleh Daud dan mencapai
puncak kejayaan dan kemakmurannya di bawah raja Sulaiman (Salo-
mo). Andaikata Daud dan Sulaiman pada masa mereka benar-benar
memimpin sebuah kerajaan Suria yang menguasai daerah strategis
yang memisahkan Mesir dan Mesopotamia, seperti yang diduga (li-
hat 1 Raja-raja 4:21 dalam terjemahan standar mana pun), maka
catatan-catatan Mesir dan Mesopotamia sudah semestinya paling
disebut Pritchard), hal 278-279.
  12 Penterjemahan catatan-catatan Mesir (seperti catatan-catatan dalam

Pritchard) membingungkan masalah ini dengan jalan mengenali secara tidak
teliti nama-nama yang disebutkan dengan nama-nama tempat Palestina dan
Suria yang telah diketahui, dan bukan menterjemahkan aslinya, seperti yang
seharusnya dilakukan. Sama halnya (seperti dalam Pritchard) dengan catatan-
catatan Mesopotamia dan yang lain-lain. Pencarian tempat-tempat yang
dibicarakan harus dilakukan dengan bantuan catatan-catatan asli, bukan ter-
jemahannya.
  13 Bangsa Mesir juga tertarik untuk menggunakan kayu jenever Asir (bukan

kayu jenis cemara (cedar) Libanon) sebagai bahan bangunan, dan guna mem-
bangun kapal-kapal mereka, karena kayu cemara (cedar) tidak begitu cocok un-
tuk pekerjaan ini. Untuk melihat kebingungan antara cedar dan jenever, lihat
sebutan-sebutan yang relevan dalam Alessandra Nibbi, Ancient Egypt and Some
Eastern Neighbours (ParkRidge, N.J. 1981).
24                                  BAB 2. DUNIA YAHUDI KUNO

tidak menyinggung nama-nama mereka, tetapi hal ini tidak terlihat.
Sewaktu kerajaan Mesir bangkit kembali pada abad ke-10, intervensi
baru yang dilakukannya di Arabia Barat menyebabkan terpecahnya
kerajaan Israil menjadi dinasti ’Yudah’ dan dinasti ’Israil’ yang sal-
ing bersaingan (lihat Bab 10). Perang saudara antara Israil ini,
yang berkobar pada dasawarsa terakhir abad itu, kemungkinan be-
sar mengakibatkan migrasi secara besar-besaran yang pertama ke
negara-negara lain, terutama Palestina. Penjajahan yang dilang-
sungkan oleh bangsa Mesopotamia atas Arabia Barat antara abad
ke-9 dan ke-6 S.M., pertama-tama oleh bangsa Assyria dan kemudi-
an oleh orang-orang Babilonia (yang sudah merupakan bangsa Neo-
Babilonia), hanya memperbesar arus migrasi ini.
Pada tahun 721 S.M. kerajaan ’Israil’ di Arabia Barat itu dihan-
curkan oleh Raja Assyria, Sargon II, yang menduduki ibukotanya,
yaitu Samaria, (smrwn, yang kini masih berdiri dengan nama Shim-
ran, lihat Bab 10) dan membawa penduduk terkemukanya ke Persia
sebagai tawanan.14 Kemudian, pada tahun 586 S.M., penguasa Ba-
bilonia, Nebuchadnezzar, memusnahkan kerajaan ’Yudah’ di Ara-
bia Barat dan membawa ribuan penduduknya kembali ke Babilonia
sebagai tawanan. Begitu besar hasrat orang-orang Babilonia un-
tuk menjaga kekuasaan mereka atas Arabia Barat dan untuk mem-
pertahankan tanah jajahan mereka itu dari usaha-usaha perebutan
kembali kekuasaan atas koloni itu oleh kerajaan Mesir (seperti yang
pernah dicoba oleh Necho II, seperempat abad sebelumnya), sampai-
sampai pengganti Nebuchadnezzar, yaitu Nabodinus, memindahkan
ibukotanya dari Babilonia ke Teima (Tayma’) di Hijaz Utara dan
seperti yang kita ketahui, ia lebih lama menjalankan pemerintahan-
nya di daerah itu.
Sampai pada waktu itu, kemungkinan kehadiran orang-orang Yahu-
di di Palestina telah bersifat permanen. Keadaan orang-orang Israil
  14 Perlu dicatat di sini bahwa para sejarawan Arab pada zaman permulaan

Islam, yang karya-karya mereka mengabadikan tradisi-tradisi Arab yang berhak
menerima perhatian serius, menegaskan bahwa Nebuchadnezzar adalah pe-
nakluk Arabia dan menceritakan kisah-kisah penaklukannya di sana.
25

yang menyedihkan di Arabia Barat mungkin mendatangkan hara-
pan kaum Yahudi di sana akan hidup lebih baik di koloni Yahu-
di yang baru - di ’putri Zion’ dan ’putri Yerusalem’ (dengan kata
lain, Zion dan Yerusalem baru di Arabia Barat, lihat Bab 9) seperti
halnya orang-orang Eropa yang pada abad ke-17 dan ke-18 kece-
wa akan kehidupan mereka di daratan Eropa, dan mengharapkan
akan kehidupan yang lebih baik di koloni mereka yang baru, yaitu
Amerika. Pengharapan orang-orang Eropa pada waktu itu dike-
mukakan oleh Goethe dalam kalimat-kalimatnya yang sering dikutip:
Amerika, engkau memiliki yang lebih baik Daripada yang dimiliki
benua kami, yang lama. Jauh sebelumnya, mungkin orang-orang
Yahudi di Arabia Barat menyuarakan pengharapan yang serupa,
pada suatu waktu antara abad ke-8 dan ke-5 S.M., membicarakan,
barangkali, tentang dunia baru mereka di Palestina, seperti yang
berikut ini: Dan engkau, wahai Menara Kawanan Domba, Hai Bukit
putri Zion, Kepadamu akan datang Dan akan kembali pemerintahan
Yang dahulu, Kerajaan putri Yerusalem. (Mikha 4:9)15 Dan juga
dalam kata-kata ini: Putri gadis Zion Membencimu,16 memperolok-
olokkan engkau Dan putri Yerusalem Menggeleng-gelengkan kepala
di belakangmu Dan orang-orang yang terluput di antara kaum Yu-
dah Yaitu orang-orang yang tertinggal, Akan berakar ke bawah,
Dan menghasilkan buah ke atas; Sebab dari Yerusalem akan kelu-
ar orang-orang yang tertinggal, Dan dari Gunung Zion orang-orang
yang terluput; Semangat Penguasa Sabaoth,17 akan melakukan hal
ini. (Yesaya 37:22b, 31-32; juga 2 Raja-raja 19:21b, 30-31) Dan
mungkin dalam ini pula: Bergembiralah, wahai putri Zion; Bersorak-
soraklah dengan nyaring, hai putri Yerusalem Lihat, rajamu datang
kepadamu; Ia jaya dan menang, Ia rendah hati dan mengendarai
  15 Dinilai melalui Mikha 1:1, ungkapan harapan di ’putri Yerusalem’ bertang-

galkan abad kedelapan S.M. Sampai kini, ahli-ahli Bibel telah menganggap
ungkapan-ungkapan puitis pada Zion dan Yerusalem, sehingga meniadakan ke-
harusan adanya informasi bersejarah yang lebih jauh lagi.
  16 Kata-kata itu ditujukan kepada Sennacherib, raja Assyria (704-681 S.M.).
  17 Mengenai Sabaoth menurut Bibel sebagai kuil pemujaan Yahweh utama di

dataran tinggi Asir (kini desa al-Sabayat, bandingkan dengan ’lhy sb’wt atau
yhwh sb’wt dalam bahasa Ibrani), lihat Bab 12.
26                                    BAB 2. DUNIA YAHUDI KUNO

seekor keledai, Seekor keledai beban yang muda.18 (Zakharia 9:9)
Jika ada harapan yang tertinggal untuk mendirikan kembali sebuah
pemerintahan Israil yang mampu bertahan seusainya penjajahan
oleh bangsa-bangsa Assyria dan Babilonia, maka harapan ini pudar
secara tidak langsung dengan munculnya kerajaan Persia, Achaemenes,
pada akhir abad ke-6 S.M. Pada tahun 538 S.M., bangsa Persia
menaklukkan Babilonia; dan pada tahun 525, mereka telah men-
galahkan Suria dan menduduki Mesir dan untuk pertama kalinya
mempersatukan semua negara yang terletak di kawasan Timur Dekat
kuno, di bawah sebuah pemerintahan kekerajaan yang efisien. Kekuasaan
bangsa Persia ini juga kemudian meliputi hampir seluruh, bahkan
mungkin semua, daerah Semenanjung Arabia, tetapi aksi-aksi penja-
jahan mereka di Utara sangat merugikan perdagangan kafilah antar-
Arabia yang merupakan aliran utama komunitas Israil dan komunitas-
komunitas kuno lainnya di Arabia Barat. Jalan-jalan besar yang
diawasi, dibuat oleh Achaemenes guna menghubungkan Persia dan
Mesopotamia dengan Mesir melalui Suria, berakibatkan secara lang-
sung tergesernya jalur-jalur utama perdagangan menjauhi Arabia,
hingga menyebabkan kemacetan ekonomi wilayah Jazirah Arab be-
serta jaringan perdagangannya. Pada awal abad berikutnya, didirikan-
nya sebuah terusan oleh orang-orang Persia guna menghubungkan

  18 Karir kenabian Zakaria bertepatan dengan awal kekuasaan raja Achaemenid

Darius I (522-486 S.M.), ini jelas diketahui dengan disebutnya Darius dan tahun-
tahun kekuasaannya dalam teks ramalan-ramalan Zakaria. Karena Zakaria 9:13
berbicara mengenai ywn, yang dianggap sebagai suatu referensi pada Yunani
(bahasa Yunani laones), bab ini dan bab-bab berikutnya dalam Zakaria di-
hubungkan oleh para kritikus dengan seorang penulis lain dari zaman yang lebih
baru (akhir zaman Achaemenid atau awal zaman Hellenis). Sebenarnya, kata
Ibrani ywn hanya dapat merupakan sebuah referensi pada Yunani dalam Daniel.
Di tempat lain dalam Bibel Ibrani, kata ini berkenaan dengan apa yang kini
adalah desa-desa Yanah (yn), dekat Taif, di sebelah selatan Hijaz. atau desa
Waynah (wyn) di lereng barat Asir, di wilayah Bani Shahr. Zakaria tampaknya
adalah salah seorang Israil yang kembali dari Persia atau Babilon ke Arabia
Barat pada awal zaman Achaemenid (lihat teks). Kecewa dengan apa yang
ia temukan di sana, mungkin menyebabkan ia mengalihkan perhatiannya dari
Zion dan Yerusalem lama di Arabia Barat ke suatu impian sebuah Zion dan
Yerusalem yang baru di Palestina yang lebih menguntungkan.
27

Laut Merah dengan sungai Nil, membantu perdagangan maritim
secara merugikan perdagangan kafilah Arabia yang menuju ke arah
sana. Akibat kesemuanya ini, secara menyeluruh, berkenaan dengan
Arabia Barat, mestinya sangat merusak.
Agaknya bangsa Persia sama sekali tidak bersifat memusuhi kaum
Yahudi; malah kita mengetahui bahwa mereka membela kaum itu.
Maka dari itu, dengan mendapatkan izin dari pemerintah Persia,
sekitar 40.000 orang keturunan tawanan-tawanan Israil di Persia
dan Mesopotamia kembali ke Arabia Barat dengan membawa per-
abot rumah tangga mereka, dengan tujuan untuk membangun kem-
bali perkampungan mereka di sana. Tetapi malang bagi mereka,
orang-orang Israil ini kecewa dengan apa yang mereka temukan di
sana, di mana-mana sekeliling mereka terdapat kemiskinan dan ke-
hancuran yang menyedihkan. Yang terjadi selanjutnya hanya dapat
menurut perkiraan saja, karena sampai di sini Kitab Bibel Ibrani
itu tidak melanjutkan lagi kisah-kisah yang bersejarah. Tetapi ada
suatu hal yang dapat dipastikan, yaitu belum ada perkampungan
Israil yang berhasil didirikan kembali di tanah asal mereka di Ara-
bia Barat, meskipun agama Yahudi tetap ada di sana dan di Ara-
bia Selatan, bahkan sampai kini. Sebagian besar orang-orang Israil
yang kembali pada periode Achaemenid mestinya berhasil kembali
ke Mesopotamia dan Suria, atau berpencar. Sejak saat itu sampai
dengan dihancurkannya Yerusalem di Palestina oleh bangsa Rumawi
pada tahun 70 M., arus utama sejarah kaum Yahudi terpusatkan di
sekitar Palestina. Mengenai asal mulanya Yudaisme di Arabia Barat
agaknya telah dilupakan.
Kemungkinan besar terhapusnya kenangan mengenai sejarah mereka
di Arabia Barat dalam jangka waktu yang relatif singkat –mungkin
tak lebih dari dua atau tiga abad– disebabkan oleh adanya suatu pe-
rubahan bahasa, yang pada abad ke-6 S.M. telah menguasai Arabia,
Suria dan Mesopotamia. Seperti kita ketahui, dialek-dialek bahasa
Kanaan sebagai bahasa Bibel Ibrani, telah banyak dipakai di Ara-
bia Barat dan Suria masa itu bersama-sama dengan dialek-dialek
bahasa Aram. Kitab-kitab suci Yahudi, kecuali beberapa bagian
28                                     BAB 2. DUNIA YAHUDI KUNO

kitab-kitab karangan nabi-nabi yang kemudian, ditulis dalam ba-
hasa Ibrani, bukan bahasa Aram. Tetapi, setelah kira-kira tahun 500
S.M., bahasa Kanaan telah jarang dipergunakan, bahkan mungkin
telah punah di Arabia dan Suria; tergeser oleh ballasa Aram yang
telah menyebar sampai ke Mesopotamia. Di bawah Achaemenes ba-
hasa Aram bahasa resmi pemerintahan kerajaan Persia dan menjadi
lingua franca wilayah Timur Dekat. Pergantian bahasa di kawasan
ini terus berlanjut sampai pada abad-abad berikutnya, yang sebe-
gitu jauh sebagai logat bahasa Semit yang mulai bersaing dengan
bahasa Aram di berbagai kawasan di Timur Dekat.19 Sampai pa-
da abad-abad permulaan zaman penyebaran agama Nasrani, bahasa
Arab, yang pada mulanya merupakan bahasa suku-suku penggem-
bala padang pasir Syro-Arabia, telah menggantikan bahasa Aram di
sebagian besar Arabia dan Suria serta Mesopotamia, dan pada abad
ke-7 atau ke-8 M. hanya tinggal beberapa tempat saja yang masih
memakai bahasa di daerah itu. Di Arabia Barat kedua penggeseran
bahasa itu dapat dilihat melalui beberapa nama tempat, terutama
kota kuno Zeboiim (sbym atau sbyym, bentuk jamak sby, dalam
bahasa Ibrani, yang berarti ’gazelle’ (semacam kijang), tergantung
pada penyuaraannya). Kota Zeboiim, seperti yang akan dibahas
pada Bab 4, menandakan dua kota kembar di daerah pesisir Jizan
(Gizan) di daerah pantai sebelah Asir selatan. Kedua kota ini kini
masih ada dengan nama Sabya (sby) dan Al-Zabyah (zby). Sabya
adalah bentuk bahasa Aram yang telah ditambah akhiran. Sedan-
  19 Pergeseran bahasa yang berturut-turut, yang mempengaruhi negara-negara
di Timur Dekat yang mengelilingi gurun Suria-Arabia yang luas itu, mestinya
berhubungan dengan serangkaian gelombang pendudukan oleh suku-suku
pengembara dari gurun tengah di daerah-daerah tetap di sekelilingnya. Ba-
hasa Kanaan, tampaknya, adalah bahasa populasi kesukuan dan tetap yang asli
di dataran tinggi Barat di tepian gurun Suria-Arabia, di Suria, seperti halnya di
Arabia. Penduduk baru gurun, sejak dahulu, memperkenalkan bahasa Aram di
sana, dan juga di Mesopotamia. Perkampungan-perkampungan yang menyusul
di daerah-daerah sama yang didirikan oleh berbagai suku gurun yang berba-
hasa Arab memperkenalkan bahasa Arab. Sebagai sebuah bentuk bahasa induk
Semit, bahasa Kanaan, bahasa Aram dan bahasa Arab dapat dipandang seba-
gai bahasa-bahasa yang sama tuanya, walaupun secara linguistik bahasa Arab
dipandang sebagai yang tertua di antara ketiganya.
29

gkan Al-Zabyah adalah bentuk bahasa Arab dari kata yang sama
(sby) dengan kata sandang tertentu bahasa Arab yang telah diberi
akhiran. Dengan demikian itulah nama-nama tempat itu menghen-
tikan segala proses sejarah.
Suatu hal yang sama pentingnya dengan kesimpulan yang telah saya
tarik mengenai identitas nama-nama tempat di Arabia Barat dan di
negeri-negeri yang dijangkau Bibel ialah dengan punahnya bahasa
Bibel Ibrani sebagai bahasa lisan maka pembacaan kitab-kitab su-
ci Yahudi itu menjadi suatu problema. Bahasa Ibrani, seperti ke-
banyakan bahasa Semit, ditulis dalam bentuk konsonan dan harus
diberi tanda-tanda vokal jika kita hendak memahaminya, seperti
sudah saya sebutkan. Suatu kekecualian adalah bahasa Akkadia,
yaitu bahasa Mesopotamia kuno, yang tulisan kuneiformnya ditulis
menurut suku kata bukan menurut alfabet. Perlu diingatkan bah-
wa bahasa Ibrani kuno harus dimengerti terlebih dahulu sebelum
diberi vokal menggunakan tanda-tanda vokal yang tepat dan den-
gan menggunakan konsonan-konsonan ganda. Oleh sebab itu, pada
permulaan era Achaemenid orang-orang Yahudi Palestina dan Ba-
bilonia, karena mereka tidak mengetahui bagaimana tulisan-tulisan
Ibrani itu seharusnya dibaca, tampaknya mereka mendasarkan be-
berapa penambahan vokal terhadap tulisan-tulisan itu kepada ba-
hasa Aram yang mereka pakai.20 Di dalam teks-teks yang mere-
ka akui terdapat banyak nama tempat yang berhubungan dengan
lokasi-lokasi di Arabia Barat yang asing bagi mereka. Terlebih lagi,
di Arabia Barat sendiri, kaum Yahudi pada sekitar tahun 500 S.M.
telah mengalami kemunduran, sehingga tidak ada lagi orang-orang
yang cukup terpelajar di antara mereka untuk membenarkan sesama
kaum Yahudi dari Palestina dan Babilonia dalam tafsiran geografis
  20 Sebuah tanda dari ini (di samping bunyi-bunyi vokal) adalah pemakaian

pelunakan dari k tidak bersuara dalam bahasa Aram, jika didahului oleh sebuah
vokal, menjadi bunyi desahan h (dgn topi bawah) tidak bersuara, yang tidak
pernah diakui kebenarannya oleh penyuaraan yang sebenarnya dari nama-nama
tempat menurut Bibel di Arabia Barat yang bertahan, yang menempatkan h
(dgn topi bawah) selalu merupakan suatu pengucapan alternatif dari bunyi de-
sahan yang lain, yaitu h (dgn titik bawah).
30                                   BAB 2. DUNIA YAHUDI KUNO

mereka. Pula, orang-orang Yahudi dari Arabia Barat ini hanya be-
ragama Yahudi saja dan tidak merupakan kelompok etnis ataupun
mempunyai pandangan politik orang-orang Israil; dan mereka tidak
lagi berbahasa Ibrani kuno, dan dalam waktu yang singkat bahasa
mereka berubah menjadi bahasa Arab. Sudah pasti orang-orang
Yahudi di Arabia Barat masih mempunyai kenangan mengenai ke-
hidupan mereka yang dahulu sebagai bangsa Israil; 21 akan tetapi
menjelang akhir era Achaemenid, hubungan mereka dengan kaum
Yahudi lainnya di luar Arabia tidak teratur dan mereka mengala-
mi kesulitan dalam menyampaikan secara efisien apa yang mere-
ka ingat. Pada waktu umat-umat Yahudi Palestina dan Babilonia
menetapkan bentuk-bentuk pembacaan Kitab Bibel Ibrani dengan
mempergunakan tanda-tanda vokal, yang dimulai pada sekitar abad
ke-16 M. (lihat Bab 2), telah lama orang meninggalkan pemakaian
bahasa Ibrani atau dialek-dialek bahasa Kanaan lainnya, dan asal
mula Yudaisme di Arabia pun telah lama dilupakan.

Faktor lain yang mungkin menyebabkan kaum Yahudi melupakan
sejarah mereka di Arabia Barat bersangkutan dengan perkemban-
gan politik di Arabia Barat dan juga di Palestina setelah runtuh-
nya kerajaan Israil kuno. Di Arabia Barat, kemunduran yang di-
alami kerajaan Achaemenid yang sudah mulai terlihat pada tahun
400 S.M., mendorong munculnya perkumpulan-perkumpulan poli-
tik baru, terutama perkumpulan politik bangsa Minaean (Ma’in), di
daerah tempat kerajaan Israil pernah berjaya. Karena tersebar di
antara perkumpulan-perkumpulan politik baru ini, yang beberapa di
antaranya dibentuk secara politis sebagai kerajaan-kerajaan, kaum-
kaum Yahudi Arabia Barat kehilangan sifat nasionalisme mereka.
  21 Sejumlah suku Arabia Barat, yang kini bukan merupakan kaum Yahudi,

menegaskan bahwa kemungkinan kecil mereka pada mulanya merupakan orang-
orang Yahudi, dan ada keyakinan setempat bahwa tanah Bibel para nabi terletak
di sana. Adat dan pengetahuan kesukuan Arab mengingatkan bahwa kaum
Yahudi menempati pegunungan Hijaz (sic) sewaktu bangsa Arab masih berada
di gurun pasir, dan bahwa kaum Yahudi-lah yang pertama kali memelihara unta.
Lihat Alois Musil, The Manners and Customs of the Rwala Bedouins (New York,
1928), hal. 329-330.
31

Perkembangan di Palestina agaknya berbeda dengan yang terjadi di
Arabia Barat. Sampai pada tahun 330 S.M., penjajahan Alexan-
der Agung telah menghancurkan kerajaan Persia; setelah wafat-
nya Alexander panglima-panglimanya mendirikan kerajaan-kerajaan
baru di daerah yang dahulunya merupakan wilayah-wilayah kekuasaan
kerajaan Achaemenid. Salah satu dari kerajaan Hellenis ini adalah
kerajaan Ptolemi dengan pusatnya di Mesir yang beribukotakan
Alexandria. Satu lagi kerajaan yang terbentuk adalah kerajaan Se-
leucid, yang akhirnya berpusatkan di daerah Suria dan ibukotanya
di Antioch. Penguasaan atas Palestina pada mulanya diperebutkan
antara, kerajaan Ptolemi dan Seleucid, dan akhirnya jatuh ke tangan
kerajaan Seleucid; akan tetapi kerajaan Ptolemi tidak putus hara-
pan dalam tekadnya untuk menguasai kembali atau mempengaruhi
negara itu. Pada abad ke-2 S.M., orang-orang Yahudi Palestina
mempergunakan kesempatan yang ada selagi adanya pertikaian atas
tanah mereka, dan mereka mengadakan suatu pemberontakan (yang
dimulai pada tahun 167 S.M.) dan berhasil memerdekakan negara
mereka dari kekuasaan pemerintahan kerajaan Seleucid pada tahun
142 atau 141 S.M. Para pemimpin pemberontakan ini, yang berasal
dari perkumpulan kependetaan Hasmonia (Hasmonaean), mengam-
bil alih kekuasaan atas Yerusalem Palestina; di tempat ini terdapat
kuil yang pada waktu itu mungkin sudah dianggap kaum Yahudi
sedunia sebagai tempat perlindungan yang tersuci. Dengan berg-
erak melalui serangkaian aksi-aksi militer yang sukses, orang-orang
Hasmonia ini juga memperluas wilayah kekuasaan kaum Yahudi di
Palestina, sehingga akhirnya tidak hanya seluruh negeri itu saja yang
dikuasainya, bahkan juga bagian Selatan Galilee di Utara dan daer-
ah perbukitan sebelah Timur sungai Yordan dan Laut Mati.

Orang-orang Hasmonia ini, pada era mereka, menganggap diri mere-
ka sebagai keturunan sah bangsa Israil kuno, dan kerajaan mere-
ka bertahan sampai pada kedatangan bangsa Rumawi pada tahun
37 S.M., yang menyusun kembali daerah kekuasaan mereka seba-
gai ’client-kingdomnya’ kerajaan Rumawi dengan nama ’Judaea’
yang artinya ’tanah kaum Yahudi’, dengan Herod Agung (wafat
32                              BAB 2. DUNIA YAHUDI KUNO

pada tahun 4 S.M.) sebagai raja. Herod ini kemudian memper-
baiki kuil Yerusalem Palestina, yang kemudian dihancurkan oleh
bangsa Rumawi sewaktu mereka merampok kota itu pada tahun 70
M., dan mengakibatkan tersebarnya penduduk Judaea. Tak lama
kemudian, bangsa Rumawi, di bawah pimpinan Hadrian, memban-
gun kembali kota ini dan menamakannya Aelia Capitolina, nama
Aelius diambil dari salah satu nama Hadrian. Akan tetapi ada pu-
la kemungkinan bahwa nama ini adalah bentuk Semit dari nama
Aelia, yang merupakan nama asli tempat ini sebelum diberi nama
Yerusalem, untuk mengingatkan kembali pada kota Yerusalem di
Arabia Barat. Aelia, dalam bentuk Semit aslinya dapat berarti
’benteng’ (bandingkan dengan kata ’yl dalam bahasa Ibrani, yang
berarti kekuatan), walaupun ini belum dapat dipastikan. Namun,
yang dapat dipastikan adalah bahwa orang-orang Arab pada zaman
dahulu mengenal kota ini bukan dengan nama Yerusalem, melainkan
Iliya (’yly’) sebelum mereka memanggilnya ’tempat suci’, Bayt al-
Muqqadas, Bayt al-Maqdis ataupun hanya al-Quds.
Tanpa mempermasalahkan nama asli kota Yerusalem Palestina, ko-
ta ini kemudian telah dikenal sebagai kota Yerusalem Daud dan
Sulaiman yang asli pada era Hasmonia dan bahkan mungkin jauh
sebelumnya. Sama halnya dengan Palestina yang pada waktu yang
sama telah dikenal sebagai tanah asal Bibel Ibrani. Dan pada saat
itu pun sudah ada anggapan yang kuat bahwa lokasi-lokasi geografis
dari cerita-cerita bersejarah dalam Kitab Bibel sebagian besar hanya
mencakup bagian Utara dari daerah Timur Dekat, yaitu Mesopotamia
Suria dan Mesir, bukan Arabia Barat.
Ada kemungkinan sebuah kerajaan Yahudi di Arabia pada era orang-
orang Hasmonia, yaitu kerajaan Himyar di Yaman yang mengalami
kemakmuran dari tahun 115 S.M. sampai abad ke-6 M. Dua orang
raja Himyar terakhir diketahui sebagai penganut-penganut agama
Yahudi, tetapi kesalahan mereka sampai kini belum dapat dijelaskan
secara meyakinkan. Tidak ada bukti-bukti bahwa mereka adalah
umat Yahudi, seperti apa yang dikatakan oleh tradisi kuno Arab.
Sejarawan Flavius Josephus, akan kita bicarakan nanti, sadar akan
33

adanya orang-orang Yahudi kuno di Arabia, tetapi ia tidak memberi
penjelasan mengenai hal ini. Orang-orang Hasmonia mungkin senga-
ja menafsirkan kembali lokasi-lokasi geografis dalam Bibel berkenaan
dengan Palestina guna mengesahkan status mereka sebagai orang
Yahudi, jika status mereka diragukan oleh para raja Yahudi Ara-
bia di Himyar. Tentu saja ini hanya merupakan sebuah dugaan
saja, akan tetapi berkenaan dengan argumentasi saya, hal ini sangat
mungkin terjadi.
Apakah adanya sebuah kerajaan Yahudi di Yaman atau tidak, bukan-
lah hal yang amat penting, tetapi dari kitab Septuaginta, yaitu ter-
jemahan kitab-kitab Yahudi ke dalam bahasa Yunani yang dibuat
pada era kerajaan Yunani Kuno dan pada awal era kerajaan Ru-
mawi, jelas terbukli bahwa pada zaman Hasmonia itu Arabia Barat
tidak lagi dipandang sebagai tanah asal Kitab Bibel Ibrani. Ini je-
las terlihat dalam bagaimana nama-nama topografis Arabia Barat
seperti ksdym, nhrym, prt dan msrym, berubah masing-masing men-
jadi Kaldia (Chaldaean), Mesopotamia, Efrat dan Mesir. 22 Lebih
lagi, kita dapat mendapatkan bukti-bukti tambahan untuk mem-
perkuat dugaan ini melalui gulungan-gulungan kertas dari Laut Mati
(Dead Sea scrolls). Di sini kita menemukan suatu karya orang
Aram yang mendetil dari sebuah tulisan di dalam Kitab Bibel yang
menyebutkan nama-nama tempat di sebelah Utara daerah Timur
Dekat.
Karena begitu besar kesuksesan politik kaum Yahudi di Palestina,
yang berlangsung selama 200 tahun, maka dalam waktu yang singkat
saja telah terhapus semua kenangan mengenai tanah Arabia Barat
sebagai tanah asal Israil. Josephus, dalam karyanya The Antiqui-
ties of the Jews –yang merupakan bangsanya sendiri– tidak lama
setelah tahun 70 M., menganggap Palestina adalah tanah asal mere-
ka, dan sejak waktu itu tidak ada yang menyimpang dari dugaan
   22 Mengenai nhrym dan prt, lihat di atas, Catatan 3 dan 11. Mengenai ksdym,

lihat Bab 13. Walaupun msrym dalam Bibel kadang-kadang menunjukkan Mesir,
lebih sering kata ini menandakan sebuah kota atau wilayah di Arabia Barat, di
pedalaman Asir, lihat Bab 4, 13 dan 14.
34                                   BAB 2. DUNIA YAHUDI KUNO

ini yang agaknya memang masuk akal. Berabad-abad kaum Yahu-
di dan Kristen yang berziarah mengikuti jejak pengembaraan para
nabi dan nenek moyang Israil mereka melintasi tanah bagian Utara
Timur Dekat, antara sungai Furat dan sungai Nil, dan mengenali
lokasi-lokasi bersejarah menurut Bibel dengan kota-kota atau rerun-
tuhan di Palestina. Saat ini arkeologi Bibel didasarkan pada daerah
yang sama, dan para sejarawan masih melanjutkan penelitian mere-
ka terhadap sejarah dunia Bibel pada zaman Bibel –yang bertentan-
gan dengan sejarah kaum Yahudi, di Palestina dan bukan di Arabia
Barat.
Sebagai akibat, jika seseorang meneliti kembali kepustakaan yang
telah dibuat oleh para sarjana dan ahli-ahli purbakala dalam 100
tahun belakangan ini, kita sadar akan adanya suatu ironi: bebera-
pa teks Bibel Ibrani tetap diperdebatkan, namun geografinya tidak
diganggu gugat lagi. Jadi kenyataannya, biarpun daerah Utara
wilayah Timur Dekat telah diselidiki dengan seksama oleh serangka-
ian generasi ahli-ahli purbakala, dan setelah adanya penemuan, peneli-
tian dan penanggalan atas peninggalan-peninggalan dari berbagai
peradaban yang telah dilupakan, belum ada bukti yang jelas yang
diketemukan yang berhubungan langsung dengan sejarah dunia Bibel.23
Lagi pula dari ribuan nama tempat yang tertera dalam Kitab Bibel
Ibrani, hanya beberapa di antaranya yang secara linguistik dapat
diidentifikasikan. Ini sangatlah luar biasa, mengingat nama-nama
tempat di sana, seperti di seluruh Suria, selama sebagian besar
zaman kuno adalah dalam bentuk bahasa Kanaan dan Aram dan
bukan dalam bentuk bahasa Arab. Bahkan dalam beberapa kasus
tempat-tempat di Palestina memakai nama-nama menurut Bibel,
koordinat tempat-tempat tersebut menurut perhitungan jarak atau
  23 Pekerjaan para ahli purbakala Keinjilan di Palestina sebenarnya menjadi

sasaran kecaman-kecaman keras. Menulis pada tahun 1965, Frederick V. Winnet
mengatakan bahwa ’fondasi dari beberapa gedung besar yang didirikan oleh para
sarjana Perjanjian Lama baru-baru ini ... berada dalam keadaan yang buruk
dan memerlukan reparasi yang ekstensif’. (Journal of Biblical Literature, 84
(1965); halaman 1-19). Pandangan Profesor Winnet didukung oleh beberapa
ahli Keinjilan ternama lainnya seperti J. Maxwell Miller dan H.J. Franken.
35

letaknya pun tidak cocok dengan lokasi-lokasi di Palestina. Sebuah
kejadian yang patut diperhatikan berkenaan dengan Beersheba di
Palestina (lihat Bab 4), sebuah kota yang namanya terkemuka di
dalam kisah-kisah kitab Kejadian, dan karena itu asal mula kota
ini mestinya paling tidak dari akhir Zaman Perunggu, tempat peng-
galian arkeologis menemukan persis di tempat itu barang-barang
kuno yang bertanggal paling tidak dari akhir periode kerajaan Ru-
mawi.

Karena seluruh sejarah Timur Dekat kuno sebagian besar diselidiki
berhubungan dengan penelitian atas Bibel Ibrani, maka sejarah ini
sampai sekarang masih banyak mengandung ketidakpastian, seperti
halnya dengan ’Ilmu Pengetahuan Bibel’ modern. Catatan-catatan
kuno Mesir dan Mesopotamia, jika dibaca dengan bantuan teks-teks
Kitab Bibel yang kiasan-kiasan topografisnya dianggap berhubun-
gan dengan Palestina, Suria, Mesir atau Mesopotamia, telah se-
cara teliti disesuaikan dengan prasangka-prasangka para ahli sejarah
Kitab Bibel. Cara yang sama seperti itu juga diterapkan dalam
penterjemahan catatan-catatan kuno (seperti catatan-catatan kuno
dari Ibla, di sebelah utara Suria), yang oleh para arkeolog masih
ditemukan di negara-negara di Timur Dekat. Bangsa-bangsa kuno
Timur Dekat seperti bangsa Filistin, bangsa Kanaan, bangsa Aram,
bangsa Amorite, bangsa Horite, bangsa Hittit (berbeda dengan bangsa
kuno dari Suria Utara dengan nama yang sama) dan bangsa-bangsa
lainnya, tanpa adanya bukti-bukti yang kuat telah ditentukan se-
cara geografis pada daerah-daerah yang bukan merupakan wilayah-
wilayah mereka. Lebih lagi, sejumlah bangsa ini, yang namanya
berasal dari teks-teks Bibel, di tentukan secara tidak benar sebagai
pemakai bahasa-bahasa yang sebenarnya tidak mereka pakai, atau
sebaliknya. Sarjana-sarjana modern tetap bersikeras, misalnya, bah-
wa bangsa Filistin dalam Bibel merupakan orang-orang laut ’non-
Semit’ yang misterius, dan hal ini sangatlah aneh mengingat bahwa
nama-nama kepala suku dan bahwa dewa mereka, Dagon, (dgn, yang
berarti ’jagung, padi’) di dalam teks-teks Bibel adalah nama-nama
’Semit’ (yang jelas merupakan nama-nama Ibrani).
36                                   BAB 2. DUNIA YAHUDI KUNO

Walaupun banyak masalah seperti di atas yang masih kurang jelas
dan masih dapat diperdebatkan, namun ada dua hal yang sudah da-
pat dipastikan. Pertama, belum diketemukan bukti-bukti mengenai
asal mulanya orang-orang Iberani di Mesopotamia dan dugaan men-
genai adanya migrasi orang-orang ini dari Mesopotamia menuju ke
Palestina dengan jalan melewati Suria Utara. Kedua, sampai kini
belum ada tanda-tanda yang ditemukan mengenai adanya tawanan
orang-orang Israil di Mesir, walaupun pernah adanya dalam sejarah,
suatu emigrasi besar-besaran orang-orang Israil dari Mesir.24 Kita
juga dapat mencatat, secara sepintas, bahwa para ahli Bibel itu
masih memperdebatkan masalah keluarnya kaum Israil dari Mesir
menuju ke Palestina melewati Sinai yang belum terbukti secara
memuaskan (mengenai hal ini, lihat observasi terhadap Gunung Horeb,
Bab 2).
Dengan penemuan-penemuan yang telah saya dapati, ini bukan-
lah suatu hal yang mengagetkan. Para ahli Bibel telah mencari
bukti-bukti di tempat yang salah. Mereka menganggap geografi
Bibel Ibrani benar dan meragukan kebenarannya sebagai kitab se-
jarah. Menurut hemat saya, cara yang lebih produktif ialah den-
gan membenarkan isi sejarah Bibel Ibrani dan meragukan isi ge-
ografinya, seperti yang telah saya lakukan pada halaman-halaman
yang berikut. Di antara golongan-golongan orang Timur Dekat,
nampaknya hanya kaum Israil saja yang mempunyai kesadaran ta-
jam akan sejarah, atau setidak-tidaknya merupakan satu-satunya
yang memahami dan menceritakan sejarah mereka secara lengkap
   24 Goshen (gsn), Pithon (ptm), dan Raamses (r’mss) yang disebut dalam kitab

Kejadian dan kitab Keluaran sehubungan dengan menetapnya masyarakat Israil
di tanah msrym belum pernah ditempatkan secara memuaskan di Mesir (lihat
catatan dalam J. Simons, The Geographical annd Topographical Texts of the Old
Testament... (Leiden, 1959; seterusnya disebut Simons), yang melakukan beber-
apa pengenalan percobaan). Ada dua kemungkinan untuk Goshen (Ghatan,
gtn, dan Qashanin, qsnn, jamak dari qsn), sebuah Pithom (Al Futaymah, ptym,
tanpa vokal ptm) dan sebuah Raamses (Masas, mss) masih dapat dijumpai di
pedalaman Asir, di wilayah msrym Arabia Barat. R’ yang pertama dalam r’mss
(Raamses) mungkin adalah nama seorang dewa. Dalam bentuk Ra’ atau Ra’i,
r’ itu tampil sebagai bagian pertama dari sejumlah nama tempat Arabia Barat.
37

dan mudah dimengerti. Kitab-kitab suci mereka, pada hakekatnya
merupakan potret diri bersejarah yang digambarkan secara jelas dan
mendetil. Memang benar bahwa kisah-kisah dalam kitab Kejadian
lebih bersifat proto-historikal daripada historikal, dan lebih meru-
pakan catatan-catatan tentang orang Israil dan anggapan mereka
sebagai bangsa itu daripada tentang asal mula mereka. Tapi tidak-
lah mustahil bahwa leluhur Ibrani orang-orang Israil itu pada suatu
waktu berasal dari sebuah suku yang terperangkap dan dipaksa kerja
di suatu tempat yang bernama msrym –yang mungkin bukan Mesir;
kalau mereka mengadakan migrasi besar-besaran dari tempat itu, di
bawah seorang pemimpin yang bernama Musa yang mengatur mere-
ka dalam suatu kelompok keagamaan dan memberi mereka hukum-
hukum yang harus diperhatikan oleh mereka; kalau mereka melintasi
sebuah tempat yang bernama h-yrdn –yang mungkin bukan sungai
Yordan– di bawah pimpinan seseorang yang bernama Yosua, un-
tuk menetap di suatu tempat dan di situ mereka akhirnya mencapai
suatu penguasaan politik atas daerah itu; kalau mereka tinggal di
sana untuk beberapa waktu sebagai suatu konfederasi yang longgar
dari suku-suku di bawah pimpinan kepala-kepala suku yang dise-
but ’Hakim-hakim’, dan terus menerus berperang dengan suku-suku
dan kelompok-kelompok lain yang tinggal di antara mereka, kalau
mereka pada akhirnya tersusun secara politis menjadi sebuah ’ker-
ajaan’ di bawah pimpinan Saul; kalau kerajaan ini dikembangkan
dan diberi suatu penyusunan dasar oleh Daud, yang selain seorang
prajurit yang ulung juga merupakan seorang penyair, dan mencapai
puncak kejayaannya di bawah Sulaiman anak Daud, seseorang yang
terkenal akan kearifan dan kepandaiannya. Memang semestinya jika
tidak ada orang yang meragukan bahwa seluruh sejarah Israil, sete-
lah wafatnya Sulaiman, berjalan seperti yang tertulis dalam Kitab
Bibel Ibrani. Tetapi jika kita menganggap bahwa segenap kejadian
dalam sejarah ini berlangsung di Palestina, dan mempelajari Bibel
menurut anggapan ini, maka akan timbul kebingungan dan sejum-
lah pertanyaan yang tak mampu terjawab akan tak terhitung lagi
banyaknya. Kalau saja kita menggeser geografi dalam Bibel dari
Palestina ke Arabia Barat, maka tidak banyak kesukaran yang akan
38                                    BAB 2. DUNIA YAHUDI KUNO

tersisa. Kalau kita menimbang kembali catatan-catatan kuno Mesir,
Babilonia dan Suria menurut konteks geografi ini, maka semuanya
akan cocok pada tempat mereka. Panorama sejarah dalam Bibel
Ibrani yang sendirinya menceritakan kisah lengkap sebuah bangsa
Timur Dekat, menjadi petunjuk terhadap penyelesaian teka-teki ru-
mit sejarah Timur Dekat kuno,25 dan bukan panorama sejarah itu
sendiri yang merupakan sebuah teka teki yang rumit.

Seluruh argumentasi dalam bab pengenalan ini berpusat pada dalil
yang menyatakan bahwa tanah asal Israil dan tanah kelahiran Yu-
daisme adalah Arabia Barat, bukan Palestina. Dalam buku ini con-
toh teks-teks dari Kitab Bibel akan diuraikan dengan cara menye-
lidiki nama-nama tempat secara toponimis guna membuktikan kebe-
naran dalil ini –suatu fakta yang semoga sewaktu-waktu akan dap-
at diperkuat oleh penemuan-penemuan arkeologis pada lokasi-lokasi
tersebut. Secara ideal, seluruh teks Bibel Ibrani seharusnya diu-
raikan dengan cara yang sama seperti di atas, akan tetapi ini memer-
lukan jangka waktu yang sangat lama sekali. Andaikata para pem-
baca bingung dengan apa yang dikatakan oleh buku ini, perlu dije-
laskan bahwa walaupun Bibel Ibrani menceritakan sejarah orang-
orang Israil kuno di Arabia Barat, bukan berarti agama Yahudi
tidak mempunyai dasarnya di Palestina, karena sebenarnya dasarnya
adalah di sana. Kitab Bibel Ibrani yang ditulis di Arabia Barat lebih
banyak berkenaan dengan urusan-urusan kaum Israil di daerah itu,
dan bukan dengan kaum Yahudi di tempat-tempat lain.

Seperti yang telah dikatakan tadi, ada petunjuk-petunjuk dari Kitab
Bibel mengenai tumbuhnya sebuah pemukiman Yahudi yang kuat
di Palestina yang dimulai pada sekitar abad ke-10 S.M. Ada pu-
  25 Lain dari Bibel Ibrani, yang mengisahkan cerita lengkap kaum Israil kuno

dari asal mulanya yang legendaris sampai pada abad ke-5 S.M., catatan-
catatan bersejarah lainnya dari pelbagai negara di Timur Dekat hanya menceri-
takan potongan-potongan sejarah –daftar-daftar para raja, kisah-kisah ekspedisi
militer tertentu, perjanjian-perjanjian perdamaian dan hal-hal yang seperti itu–
dan tak pernah mengisahkan cerita-cerita lengkap mengenai suatu bangsa, ne-
gara atau kerajaan tertentu.
39

la bukti-bukti yang berupa dokumentasi-dokumentasi yang didapat
dari luar Bibel Ibrani yang membuktikan adanya orang-orang Yahu-
di di negara-negara Timur Dekat –seperti daerah Utara Mesir26 –
sejak zaman kuno. Teks-teks kanonik Bibel Ibrani, yang mereka
membicarakan cukup mendetil tentang orang-orang Yahudi di luar
Arabia Barat, hanya melakukannya sehubungan dengan penawanan
orang-orang Israil oleh kerajaan Babilonia. Rekonstruksi sejarah
Yahudi yang mula-mula di Palestina tidak mungkin didapat melalui
teks-teks ini, ataupun melalui catatan-catatan lain yang ada sampai
sekarang.




  26 Lihat terjemahan papirus-papirus Aram dari abad ke-5 S.M. yang berkenaan

dengan masyarakat Yahudi Elephantine (nampaknya sebuah koloni militer dari
zaman Achaemenid) dalam Pritchard, hal. 491-493, 548-549. Sejumlah papirus
tersebut menyinggung masalah orang-orang Yahudi yang berbahasa Aram yang
menetap di sana pada zaman purbakala. Yang menarik adalah bahwasanya
papirus-papirus ini berbicara mengenai orang-orang Yahudi, bukan orang-orang
Israil.
40   BAB 2. DUNIA YAHUDI KUNO
Bab 3

Masalah Metode

Dalam mempelajari sesuatu kita harus belajar melupakan; didalam
bidang penyelidikan Kitab Bibel ini sangat mutlak. Karena bahasa
yang dipakai dalam Bibel Ibrani telah lama tidak dipergunakan la-
gi, beberapa waktu setelah abad ke-6 atau ke-5 S.M., maka tidak
mungkin kita mengetahui pengucapan serta pemberian tanda vokal
aslinya seperti yang dipergunakan orang-orang dahulu itu. Kita pun
tidak mengetahui apa-apa tentang orthografi, tatabahasa, sintaksis
serta langgam suaranya. Perbendaharaan kata di Kitab Bibel Ibrani
yang kita ketahui sangat terbatas pada kata-kata yang tertera dalam
teks-teks Kitab Bibel itu.
Memang benar, bahasa Ibrani para rabbi (pendeta Yahudi) telah
memperlengkapi kita dengan perbendaharaan kata dari Bibel Ibrani
yang sebagian didasarkan pada perbendaharaan kata kuno Kitab
Bibel dan sebagian lagi dipinjam dari bahasa Aram dan bahasa-
bahasa lain. Akan tetapi kita harus mengingat bahwa bahasa Ibrani
para rabbi Yahudi itu bukanlah suatu bahasa lisan; bahasa ini meru-
pakan suatu bahasa kesarjanaan saja. Lagi pula, banyak kata di
dalam Kitab Bibel yang hanya timbul sekali atau dua kali saja se-

                                41
42                                       BAB 3. MASALAH METODE

hingga arti kata-kata itu masih dapat diperdebatkan.1 Oleh sebab
itu, untuk membaca dan mengerti Bibel Ibrani kita harus melakukan-
nya menurut tradisi para pendeta Yahudi atau dengan cara mem-
pelajari bahasa-bahasa Semit lainnya yang masih dipakai. Saya
telah memakai cara yang kedua, mendasarkan penafsiran saya pada
bahasa Arab, dan dalam beberapa hal pada bahasa Suryani, yang
merupakan bentuk modern bahasa Aram kuno. Pendeknya, saya
telah memperlakukan bahasa Ibrani sebagai bahasa yang sebenarnya
sudah tak dikenal lagi dan yang perlu diungkapkan kembali, bukan
lagi sebagai bahasa yang teka-teki dasarnya telah dipecahkan.

Berkat kejujuran kesarjanaan kaum Masoret atau tradisional Yahu-
di, teks-teks dalam bentuk konsonan Bibel Ibrani itu telah ditu-
runkan kepada kita dari zaman kuno dalam keadaan yang hampir
dalam keadaan utuh. Sayang, sarjana-sarjana modern jarang yang
menghargai hal ini. Seringkali, bila mereka gagal dalam memaha-
mi sebuah kutipan dari Kitab Bibel, karena prasangka-prasangka
terhadap konteks geografisnya, mereka dengan salah menganggap
bahwa teks-teks itu telah diubah, seperti halnya seorang pekerja
yang tidak terampil menyalahkan alat-alatnya. Memang benar, be-
berapa kitab dalam Bibel Ibrani itu merupakan kumpulan sumber
naskah yang lebih tua dan yang telah disusun kembali. Ini tidak di-
ragukan lagi. Tetapi mungkin saja berbagai kitab teks Bibel kanon-
ik yang ada pada kita, telah dalam bentuknya yang sekarang ini se-
     1 Slg
        dalam Bibel contohnya, yang timbul tidak kurang dari 18 kali dalam
pelbagai teks Bibel, biasanya dianggap berarti ’salju’, kecuali dalam Ayub 9:30,
kata ini tidak jarang diterjemahkan sebagai bahan pembersih atau obat pe-
mutih, mungkin sejenis tanaman (soapwort). Yang terakhir ini kemungkinan
adalah konotasi dari slg dalam sebutan-sebutan Bibel yang lain, terutama dalam
Mazmur 51:9. Dalam konteks ini, ’Bersihkanlah aku dengan Hyssop, dan aku
akan menjadi lebih putih dari salju (tkbsny w-m-slg ’lbyn)’ mungkin seharus-
nya secara lebih tepat diterjemahkan menjadi: ’Engkau akan membersihkan aku
dengan hyssop, dan aku akan menjadi bersih; engkau akan memandikan aku,
dan dari tanaman ’soapwort’ aku akan menjadi putih’. Dua buah pembersih
–pembersih hyssop dan akar-akar pencuci dari tanaman ’soapwort’– jelas adalah
apa yang dibicarakan baris ini. Mengenai tanaman ’soapwort’ Arab, lihat di
bawah.
43

belum runtuhnya kerajaan Israil, yaitu paling lambat pada abad ke-5
atau ke-6 S.M. Dugaan ini timbul dengan adanya kenyataan bahwa
Bibel Ibrani telah diterjemahkan secara keseluruhan ke dalam ba-
hasa Aram (kitab-kitab Targum) pada zaman Achaemenid, dan ke
dalam bahasa Yunani (kitab Septuaginta) pada awal periode Helle-
nis. Gulungan kertas Laut Mati, yang telah begitu banyak menarik
perhatian dalam dasawarsa belakangan ini, jauh lebih muda diband-
ingkan dengan kedua terjemahan itu. Oleh sebab itu gulungan ker-
tas Laut Mati mungkin dapat berguna dalam studi mengenai aga-
ma Yahudi Palestina pada zaman Rumawi; akan tetapi tidak akan
dapat banyak menolong dalam pemecahan teka-teki Kitab Bibel
Ibrani.
Kita kini mengetahui bahwa Bibel Ibrani yang mula-mula ditulis
dalam bentuk konsonan. Kemudian diberi vokal, dengan memper-
gunakan tanda-tanda vokal khusus, oleh kaum Masoret Palestina
dan Babilonia antara abad ke-6 dan ke-9 atau ke-10 tahun Masehi.
Dengan kata lain, mereka yang melakukan ini sebenarnya menyusun
kembali sebuah bahasa yang telah tidak dipergunakan lagi sela-
ma seribu tahun atau lebih. Kaum Masoret ini apakah mereka
berbahasa Aram atau tidak, melakukan tugas mereka dengan selu-
ruh pengetahuan yang mereka miliki. Karena mereka menghor-
mati Bibel sebagai kitab suci, maka dapat dipastikan bahwa mereka
berhati-hati agar tidak mengubahnya, dan membiarkan teks kon-
sonannya seperti apa adanya, sekalipun mereka menemukan sebuah
kutipan yang menurut mereka tidak masuk akal. Mereka hanya men-
catat bilamana ada atau sepertinya ada kejanggalan-kejanggalan
dalam ejaan atau tata bahasa, dan tampaknya tidak ada usaha-
usaha yang disengaja untuk membetulkan kejanggalan-kejanggalan
itu. Ironisnya, jika para ahli Bibel modern berhati-hati seperti hal-
nya para leluhur Masoret mereka, maka Ilmu Pengetahuan Bibel
modern tidak akan membingungkan seperti sekarang ini, dan proses
mempelajari yang sebenarnya bidang ini tidak perlu begitu banyak
melupakan apa yang telah diketahui.
Teks-teks suci, pada umumnya, dipelihara dalam bentuk aslinya
44                                 BAB 3. MASALAH METODE

oleh mereka yang taat dan setia dalam agama apa pun, sehingga
hampir tidak berubah. Diturunkan melalui tradisi, seperti halnya
teks-teks suci, nama-nama tempat juga jarang berubah, paling tidak
dalam struktur dasarnya, beberapa pun lamanya proses penurunan
ini berlangsung. Jarang sekali nama-nama itu diubah, akan tetapi
jika ini terjadi, nama-nama tua itu tetap dikenang oleh masyarakat,
dan lebih sering dipergunakan kembali pada suatu saat.
Bertahannya nama-nama tempat inilah yang memungkinkan saya
untuk melakukan suatu analisa toponimis, dan terkadang memberi
lebih banyak informasi mengenai geografi Bibel Ibrani daripada yang
dapat kita peroleh melalui arkeologi. Dalam hal-hal tertentu, studi
mengenai nama-nama tempat dan arkeologi mempunyai tujuan yang
sama kecuali dalam satu perbedaan yang penting. Kalau penemuan-
penemuan arkeologis itu bisu, jika terdapat inskripsi-inskripsi apa
pun adanya, maka nama-nama tempat dapat berbicara dengan jelas.
Maksud saya, bukan hanya memberitahu kita apa sebenarnya nama-
nama tempat itu, bagaimana diucapkan, apa arti dan dari bahasa
atau jenis bahasa mana asalnya. Tanpa adanya inskripsi, penemuan-
penemuan arkeologi sangatlah sulit untuk ditafsirkan, begitu sulit-
nya sampai-sampai pertengkaran di antara para arkeolog, mengenai
arti sejarah suatu penemuan tertentu, seringkali memburuk menja-
di permusuhan pribadi. Walaupun nama-nama tempat tidak mem-
berikan informasi sebanyak yang dihasilkan oleh penggalian-penggalian
arkeologis, namun apa yang diberikan paling tidak merupakan suatu
kepastian yang relatif atau mutlak.
Saya akan mengemukakan sebuah contoh. Kalau seseorang mene-
mukan sekelompok nama-nama tempat di Arabia Barat yang be-
rasal dari sebuah bahasa yang bentuk konsonannya sama dengan
bahasa Yahudi yang dipakai dalam Bibel atau bahasa Aram yang
dipakai dalam Bibel, maka orang itu dapat menyimpulkan bahwa
bahasa-bahasa yang sama atau serupa dengan bahasa Aram atau
Yahudi Bibel pernah dipergunakan di Arabia Barat, meskipun ba-
hasa Arablah yang merupakan bahasa sehari-hari di sana selama
2000 tahun. Kalau dapat lebih jauh lagi dibuktikan bahwa nama-
45

nama tempat menurut Bibel, apa pun asal linguistiknya, terdapat
pula di Arabia Barat yang sampai kini masih ada, sedangkan hanya
sedikit yang tertinggal di Palestina, maka dapat dimaklumi jika kita
bertanya: apakah Bibel Ibrani lebih merupakan catatan mengenai
perkembangan sejarah di Arabia Barat daripada di Palestina?
Dalam suatu usaha untuk menjawab pertanyaan itu, strategi yang
saya pergunakan pada halaman-halaman berikutnya adalah dengan
membandingkan sekelompok nama-nama tempat Semit kuno, yang
dalam Kitab Bibel ditulis dalam ejaan Ibrani, dengan nama-nama
tempat yang benar-benar ada di Asir dan selatan Hijaz, yang oleh
kamus-kamus geografi Arab Saudi modern ditulis dalam ejaan Arab.
Kira-kira sudah 3000 tahun waktu yang memisahkan bentuk Bibel
itu dari nama-nama tempat ini dengan persamaannya yang kini
masih ada. Ini merupakan jangka waktu yang sangat lama, lebih
dari satu pergeseran bahasa yang mestinya terjadi di daerah-daerah
di Timur Dekat, apalagi dengan adanya peralihan dialek-dialek pada
setiap tahap. Maka dari itu, bagi saya yang mengherankan adalah
bukan kenyataan bahwa nama-nama tempat menurut Bibel telah
mengalami perubahan; tetapi bahwasanya nama-nama itu tetap ada
dalam bentuk Arab yang mudah dikenali.
Adalah wajar jika nama-nama tempat menurut Bibel di Arabia
Barat telah mengalami perubahan pada fonologi dan morfologinya,
setelah hampir 3000 tahun. Pada awal buku ini, sebuah catatan yang
berjudul ’Perubahan bentuk Konsonan, menunjukkan bagaimana
konsonan-konsonan tertentu dalam bahasa Ibrani dapat menjadi
konsonan-konsonan lain dalam bahasa Arab dan sebaliknya. Catatan
yang sama memperlihatkan pula seringnya terjadi metatesis (pin-
dahnya huruf-huruf konsonan dalam suatu kata) antara bahasa-bahasa
Semit dan bahkan antara dialek-dialek dalam bahasa yang sama.
Sebagai tambahan dari perubahan yang disebabkan oleh peralihan-
peralihan bahasa dan dialek-dialek ini, kita perlu memperhatikan
pula distorsi yang disebabkan oleh ditulisnya nama-nama tempat
tersebut dalam bahasa Ibrani Bibel dan dalam bahasa Arab mod-
ern.
46                                 BAB 3. MASALAH METODE

Bahasa tulisan (dengan cara menggunakan huruf-huruf abjad atau
dengan cara lain) hanya dapat mengira-ngira saja fonetik dari se-
buah percakapan saja. Inilah sebabnya mengapa para ahli bahasa
berpaling pada penggunaan begitu banyak simbol-simbol yang bukan
abjad dalam pekerjaan mereka, karena mereka tahu benar bahwa
simbol-simbol yang ruwet ini pun tidak dapat mewakili dengan aku-
rat bunyi-bunyi yang sebenarnya.

Bagaimana nama-nama tempat, yang ada dalam bab ini dan ditem-
pat lain sebenarnya diucapkan pada zaman Bibel, tidak dapat dike-
tahui. Untuk mengetahui persis bagaimana diucapkan sekarang akan
memerlukan penelitian lapangan yang sangat luas. Akan tetapi
dalam memperbandingkan bentuk-bentuk tertulis nama-nama ini,
baik dalam bahasa Ibrani Bibel maupun dalam bahasa Arab mod-
ern, kita harus mengingat tabiat abjad Semit itu. Pada mulanya
abjad ini mengenal tidak lebih dari 22 konsonan (termasuk glottal
stop yang menurut bahasa-bahasa Semit merupakan sebuah konso-
nan, dan dua buah semi-vokal, yaitu w dan y), walaupun bahasa
lisan Semit yang sebenarnya sejak dahulu memakai lebih dari ini.
Dalam bahasa Ibrani yang dipakai para rabbi Yahudi, sebuah konso-
nan tambahan ditambahkan pada abjad aslinya dengan cara mem-
beri titik pada huruf sin, yang dapat disuarakan sebagai s atau s
(dengan topi atas). Maka (s) mewakili huruf s, dan v menandakan
s (dengan topi atas). Bahasa Arab, yang meminjam tulisannya dari
bahasa Semit lainnya, menggunakan 22 abjad dasar mereka, pa-
da awalnya. Tetapi lama kelamaan enam huruf lagi ditambahkan
pada huruf-huruf yang telah ada. Maka t (ta’) diberi satu lagi
titik menjadi huruf t (tsa’); h (ha) diberi titik menjadi huruf h
(kho’); d (dal) diberi titik menjadi huruf d (dzal); s (shod) diberi
titik menjadi huruf s (dlod); t (tho’) diberi titik menjadi huruf z
(dho’); dan ’ayn (ain) diberi titik menjadi huruf g (ghoin) (lihat
’Kunci Transliterasi bahasa Ibrani dan Arab’ pada awal buku ini).
Dalam keenam contoh di atas, huruf-huruf baru yang ditambahkan
ini mewakili konsonan-konsonan yang secara fonologis berhubun-
gan dengan konsonan-konsonan yang diwakili oleh huruf-huruf yang
47

lama.

Maka, dalam bahasa Arab, seperti yang tertulis aslinya, tidak se-
mua konsonan yang terdengar dalam percakapan mempunyai huruf
tersendiri dalam abjad untuk mewakili mereka. Saya yakin bah-
wa begitu juga halnya dengan bahasa Ibrani Bibel, yang dalam ba-
hasa lisan dalam berbagai dialeknya mestinya terdapat konsonan-
konsonan yang dalam tulisan diwakili oleh huruf-huruf yang mewak-
ili konsonan lain. Contohnya, tidak ada alasan untuk mengang-
gap pemakai bahasa Ibrani di Arabia Barat atau ditempat lain un-
tuk tidak mengucapkan h maupun h yang masih saling berhubun-
gan, sambil menggunakan h untuk mewakili kedua konsonan itu
di dalam tulisan. Dalam pengucapan bahasa Ibrani rabbi (yang
mencerminkan pengaruh bahasa Aram), b dapat diucapkan sebagai
b dan v; g sebagai g dan g (dengan titik di atas); k sebagai k dan
h; sebagai p dan p (atau f); t sebagai t dan t. Ada kemungkinan
besar para pemakai bahasa Ibrani kuno (paling tidak dalam bebera-
pa dialek) juga mengucapkan konsonan-konsonan seperti d, d dan z
yang tidak mempunyai huruf-huruf yang mewakili mereka dalam ab-
jad Ibrani. Bagaimana pemakai-pemakai bahasa Ibrani kuno dapat
membedakan dalam percakapan antara s (s, atau sin) dan s (j, atau
samek) adalah suatu pernyataan yang bagus sekali. Kemungkinan,
s mewakili sebuah gabungan bunyi s, s dan z.

Mengingat semua ini, persamaan antara pengucapan nama-nama
tempat di Arabia Barat dalam bahasa Ibrani kuno dan bentuk Arab
modern mungkin lebih dekat daripada yang kita duga. Sebuah studi
lapangan secara mendalam mengenai bagaimana nama-nama Arab
itu sebenarnya diucapkan sekarang ini pasti akan dapat membantu
memecahkan persoalan ini. Namun yang sudah pasti ialah bahwa
abjad Arab, dengan enam buah huruf tambahannya, telah diper-
lengkapi untuk menghasilkan perkiraan yang lebih dekat kepada ben-
tuk asli konsonan nama-nama itu daripada abjad Ibrani.

Sudah tentu, suatu persesuaian yang dapat diperlihatkan antara
nama-nama tempat Bibel dengan nama-nama tempat di Arabia sendiri
48                                        BAB 3. MASALAH METODE

tidak akan cukup untuk membuktikan bahwa Arabia Barat adalah
tanah asal Kitab Bibel Ibrani. Pertama-tama kita harus memastikan
bahwa persetujuan toponimis yang sama tidak terdapat di daerah-
daerah lain di jazirah Arabia atau di bagian-bagian lain di Timur
Dekat. Kalau hal ini sudah dapat dipastikan, kita harus mencoba
untuk mengetahui benar tidaknya koordinat-koordinat dalam Bibel
yang diberikan kepada tempat-tempat yang kini masih ada, atau
yang sepertinya masih ada di Arabia, cocok dengan tempat-tempat
pasangannya di Arabia Barat. Dengan kata lain, jika kita menge-
nali sebuah tempat di Arabia Barat yang namanya sepertinya cocok
dengan Beer-lahai-roi (b’r lhy r’y) dalam Bibel, kita harus kemu-
dian menentukan apakah tempat ini terletak di sebuah jalan yang
menuju ke suatu tempat yang bernama Shur (swr), antara sebuah
tempat yang bernama Kadesh (qds) dan sebuah lagi yang bernama
Bered (brd) (lihat Kejadian 16:7, 14).2 Dari sini, kita dapat meny-
erahkan prosedur selanjutnya pada arkeologi, yang akan mencoba
untuk menentukan apakah lokasi di Arabia Barat yang namanya di-
ambil dari Kitab Bibel itu mungkin dihuni pada periode Bibel itu
layak, dan dengan kebudayaan materi apa tempat ini diasosiasikan.
Karya yang sekarang ini hampir seluruhnya berdasarkan toponimik.

   2 Nama b’r lhy r’y dalam Bibel berarti ’sumur jurang r’y’, bukan ’sumur dia

yang hidup yang melihatku’ (l-hy r’y), seperti nama ini biasanya ditafsirkan.
Walaupun lhy dalam nama itu dibaca l-hy, ini akan berarti ’kepada dia yang
hidup’, bukan ’dia yang hidup’ Sebenarnya lhy dalam bentuk bahasa Arab yang
diberi vokal, yaitu lahi, berarti ’jurang’. Nama jurang yang dibicarakan tersebut
adalah r’y; diberi vokal sehingga terbaca seperti kata bahasa Arab rawi (rwy),
kata ini akan mempunyai arti ’dia yang diairi’, bukan ’dia yang melihat’ ataupun
’yang melihatku’, yaitu arti yang diberikan oleh bentuk bahasa Ibrani dari ka-
ta tersebut. Rwy ini mungkin adalah tidak lain dari apa yang kini merupakan
oase Rawiyyah (rwy) di Wadi Bishah (Bishah), di pedalaman Asir. Oase yang
memakai nama ini sebenarnya terletak di sepanjang jalan yang menuju ke Shur
–Al Abu Thawr (twr, bandingkan dengan twr dalam bahasa Ibrani). Oase ini
juga terletak di antara satu dari dua buah tempat yang bernama Kadas (kds,
bandingkan dengan kata Ibrani qds) di lerengan barat Asir, dan sebuah oase
Wadi Bishah lagi yang bernama al-Baridah (brd). Mengenai usaha yang di-
paksakan guna menempatkan Beerlahai-roi di Palestina Selatan, lihat Simons,
alinea 367, 368; juga Kraeling, hal. 69-70.
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci
Mencari Asal Usul Kitab Suci

Contenu connexe

En vedette

Como puedo desarrollar mis talentos
Como puedo desarrollar mis talentosComo puedo desarrollar mis talentos
Como puedo desarrollar mis talentosNixon Estrada
 
GSMP_ SMRP_BOK_Training_Catalog_march 2016
GSMP_ SMRP_BOK_Training_Catalog_march 2016GSMP_ SMRP_BOK_Training_Catalog_march 2016
GSMP_ SMRP_BOK_Training_Catalog_march 2016DEEPAK SAHOO
 
Capacity Development to Support National Drought
Capacity Development to Support National DroughtCapacity Development to Support National Drought
Capacity Development to Support National Droughtwalled ashwah
 
Kamus Filsafat Lorens Bagus
Kamus Filsafat Lorens BagusKamus Filsafat Lorens Bagus
Kamus Filsafat Lorens BagusFalaqie Nila
 
The Ethics (Spinoza)
The Ethics (Spinoza)The Ethics (Spinoza)
The Ethics (Spinoza)Falaqie Nila
 
Arrelic-Careers-EN
Arrelic-Careers-ENArrelic-Careers-EN
Arrelic-Careers-ENDEEPAK SAHOO
 

En vedette (7)

Como puedo desarrollar mis talentos
Como puedo desarrollar mis talentosComo puedo desarrollar mis talentos
Como puedo desarrollar mis talentos
 
GSMP_ SMRP_BOK_Training_Catalog_march 2016
GSMP_ SMRP_BOK_Training_Catalog_march 2016GSMP_ SMRP_BOK_Training_Catalog_march 2016
GSMP_ SMRP_BOK_Training_Catalog_march 2016
 
Capacity Development to Support National Drought
Capacity Development to Support National DroughtCapacity Development to Support National Drought
Capacity Development to Support National Drought
 
Kamus Filsafat Lorens Bagus
Kamus Filsafat Lorens BagusKamus Filsafat Lorens Bagus
Kamus Filsafat Lorens Bagus
 
The Ethics (Spinoza)
The Ethics (Spinoza)The Ethics (Spinoza)
The Ethics (Spinoza)
 
Arrelic-Careers-EN
Arrelic-Careers-ENArrelic-Careers-EN
Arrelic-Careers-EN
 
Newton
NewtonNewton
Newton
 

Dernier

Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatArfiGraphy
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptxMiftahunnajahTVIBS
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxmawan5982
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarankeicapmaniez
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptxGiftaJewela
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptxHendryJulistiyanto
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 

Dernier (20)

Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 

Mencari Asal Usul Kitab Suci

  • 1. Mencari Asal Usul Kitab Suci (The Bible Came from Arabia) Kamal Salibi, PhD. April 1985
  • 2. ii
  • 3. Daftar Isi 1 Pendahuluan 5 2 Dunia Yahudi Kuno 13 3 Masalah Metode 41 4 Tanah Asir 57 5 Mencari Gerar 65 6 Non-Temuan di Tanah Palestina 83 7 Bermula Dari Tehom 101 8 Masalah Yordan 111 9 Yudah Arabia 131 10 Yerusalem dan Kota Daud 151 11 Israil dan Samaria 169 12 Rencana Perjalanan Ekspedisi Sheshonk 181 iii
  • 4. iv DAFTAR ISI 13 Melchizedek: Petunjuk-Petunjuk Pada Sebuah Pan- teon 193 14 Orang-Orang Ibrani Hutan Asir 205 15 Orang-orang Filistin Arabia 213 16 Tanah Harapan 225 17 Kunjungan Ke Eden 235 18 Nyanyian Dari Pegunungan Jizan 243 19 Epilog 255 19.1 Catatan Kaki: . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 266 19.1.1 DUNIA YAHUDI KUNO . . . . . . . . . . . 266 19.1.2 MASALAH METODE . . . . . . . . . . . . . 273 19.1.3 TANAH ASIR . . . . . . . . . . . . . . . . . 276 19.1.4 MENCARI GERAR . . . . . . . . . . . . . . 277 19.1.5 BERMULA DARI TEHOM . . . . . . . . . . 277 19.1.6 MASALAH YORDAN . . . . . . . . . . . . . 279 19.1.7 YUDAH ARABIA . . . . . . . . . . . . . . . 282 19.1.8 YERUSALEM DAN KOTA DAUD . . . . . . 283 19.1.9 ISRAIL DAN SAMARIA . . . . . . . . . . . 285 19.1.10 RENCANA PERJALANAN EKSPEDISI SHESHONK285 19.1.11 MELCHIZEDEK: PETUNJUK-PETUNJUK PADA SEBUAH PANTEON . . . . . . . . . 288 19.1.12 ORANG-ORANG IBRANI HUTAN ASIR . . 288 19.1.13 ORANG-ORANG FILISTIN ARABIA . . . . 289 19.1.14 TANAH HARAPAN . . . . . . . . . . . . . . 290 19.1.15 KUNJUNGAN KE EDEN . . . . . . . . . . . 290 19.1.16 NYANYIAN DARI PEGUNUNGAN JIZAN 291
  • 6. vi DAFTAR GAMBAR
  • 7. Kata Pengantar Ketika mula-mula saya mengira bahwa tempat asal Kitab Bibel itu Arabia Barat dan bukan Palestina, saya merasa memerlukan dukun- gan untuk memperdalam penyelidikan ini, atau lebih tepat lagi un- tuk memberanikan menulis sebuah buku tentang ini. Dukungan ini diberikan oleh sejumlah teman dan rekan saya, dan saya bangga menyatakan bahwa saya berutang budi kepada mereka. Di antara mereka, Dr. Wolfgang Koehler dan Prof. Gernot Rotter yang telah memberi kesempatan pertama kepada saya untuk mengemukakan penemuan-penemuan saya yang awal kepada para pendengar yang amat kritis di Deutche Orient Institut di Beirut. Prof. Rotter ju- galah yang membawa hasil penelitian saya kepada penerbit-penerbit Jerman. Merekalah yang kemudian mempersiapkan penerjemahan buku ini, yang aslinya ditulis dalam bahasa Inggris, ke dalam be- berapa bahasa. Joseph Munro, Profesor Sastra Inggris di American University of Beirut, banyak membantu saya sejak awal berjalan- nya penyelidikan ini. Dia pula yang mempersiapkan naskah saya untuk diterbitkan, serta melonggarkan jalan pemikiran saya yang terkadang sangat ingin menonjolkan keilmuan. Ia pun memperlem- but sifat tegas saya yang sering dogmatis dengan bentuk-bentuk perumpamaan. Rasa gembira karena penemuan ini memaksa saya untuk mengabaikan sikap berhati-hati. Sebagai pendatang baru dalam bidang studi Semit dan Keinjilan, 1
  • 8. 2 DAFTAR GAMBAR dalam tahap-tahap awal penyelidikan ini saya mendapatkan bimbin- gan dari dua orang rekan saya, Ramzi Baalbaki, yang membantu saya dalam memperlancar bahasa Ibrani saya, dan William Ward, yang menyisihkan waktunya untuk memperkenalkan saya pada liter- atur bidang keilmuan yang relevan dan memperingatkan saya akan adanya ke sulitan-kesulitan yang akan saya hadapi. Yang seorang rekan lagi, yaitu Charles Abu Chaar, yang telah memberi pengara- han kepada saya dalam hal-hal yang berkenaan dengan kehidupan flora Arabia. Profesor Otto Jastrow dari the University of Erlan- gen, sangat berbaik hati terhadap saya dalam memberi dukungan dan pengarahan mengenai studi ini, dan secara khusus saya mengu- capkan terima kasih kepadanya. Ucapan terima kasih yang sebesar- besarnya juga saya tujukan kepada Volkhard Windfuhr dari Der Spiegel, atas perhatiannya yang besar terhadap buku saya ini, dari awal sampai akhir. Peta-peta di dalam buku ini digambar oleh Ah- mad Shah Durranai, Dr. Elfried Soker dan Klaus Carstens, sedan- gkan naskah terakhir yang diketik dipersiapkan oleh Mufida Yacoub, Sayidah Ni’mah, Leila Salibi dan Margo Matta. Karena studi yang saya lakukan ini bersifat revolusioner, saya yakin segenap penasihat saya akan gembira mendengar bahwa saya mem- bebaskan mereka dari segala tanggung jawab dan dari apa pun ke- salahan serta kesalahpahaman yang didapati oleh para pembaca kri- tis. Meskipun demikian, saya menghargai dukungan mereka selama buku ini ditulis. Saya hanya dapat berharap antusiasme mereka yang tak kunjung padam itu telah diterjemahkan menjadi sebuah buku yang patut mendapatkan kerjasama yang begitu besar itu dari mereka. Akhirnya, saya harus berterima kasih kepada sumber-sumber infor- masi yang tercetak yang menjadi studi saya ini sangat bergantung. Selain sebuah versi standar dari teks konsonan Injil Ibrani, saya telah memanfaatkan katalog nama-nama tempat Arabia yang diterbitkan oleh Sheikh Hamad al-Jasir dari Riyad, Arab Saudi, yang berjudul Al-Mu’jam al-Jiughrafi li’l-Bilad’l ’Arbiyyah as-Sa’udiyyah (Riyad, 1977). Selain itu, saya telah memanfaatkan juga beberapa peta
  • 9. DAFTAR GAMBAR 3 Jazirah Arabia yang lain: ’Atiq al-Baladi Mu’jam Ma’alim’l-Hijaz (Taif, 1978). Muhammad al-’Aqili: Al-Almu’jam al-Jiughrafi li’l- Bilad’l ’Arabiyyah as-Sa’udiyyah; Muqata’at Jizan (Riyad, 1979); ’Ali ibn Salih as-Siluk az-Zahrani, Al-Mu’jam al-Jiughrafi ...; Bi- lad Ghamid wa Zahran (Riyad, 1978); Hamad al-Jasir, Mu’jam, Qaba’il’l-Mamlakah al ’Arabiyyah as-Sa’udiyyah (Riyad, 1981); ’Atiq al-Baladi, Mu’jam Qaba’il’l-Hijaz (Mekah, 1979). Karya-karya ahli ilmu bumi Arab klasik, terutama Mu’jam’l-Buldan karya Yaqut dan Sifat Jazirat’l-Arab karya al-Hamdani, juga membantu saya. Se- bagian besar sumber-sumber lain tempat saya mendapatkan segala keterangan itu tertera dalam catatan teks. Guna membantu pembaca yang bukan spesialis, saya telah, menye- diakan beberapa catatan mengenai transliterasi Ibrani dan Arab, dan mengenai perubahan bentuk konsonan yang sering dijumpai an- tara kedua bahasa itu, yang terdapat tepat sebelum kata pengantar ini. Beirut 24 April 1985 Kamal Salibi
  • 10. 4 DAFTAR GAMBAR
  • 11. Bab 1 Pendahuluan Saya akan berbicara langsung mengenai pokok persoalan. Saya yakin bahwa saya telah mendapatkan suatu penemuan penting yang seharusnya akan dapat mengubah pengertian kita tentang Bibel Ibrani, atau apa yang disebut oleh kebanyakan orang sebagai Perjan- jian Lama. Penemuan ini berupa dugaan kuat bahwa Kitab Bibel itu berasal dari Arabia Barat, dan bukan dari Palestina, seperti yang sampai kini diduga oleh para ahli, berdasarkan pada perki- raan geografis. Bukti yang saya dapati untuk menentang perny- ataan ini akan dibahas pada bab-bab yang berikut. Dugaan saya ini didasarkan pada analisa linguistik dari nama-nama tempat yang tertera di dalam Kitab Bibel, yang menurut pendapat saya sam- pai sekarang terus menerus telah diterjemahkan secara tidak be- nar. Prosedur ini secara teknis disebut analisa onomastik, atau barangkali lebih tepat analisa toponimik. Saya terus-terang men- gakui bahwa penemuan ini masih bersifat teoritis, sebelum diperkuat oleh penyelidikan-penyelidikan arkeologis. Akan tetapi bukti-bukti yang saya dapati sangatlah besar sehingga hanya akan disangsikan oleh orang-orang kolot saja, dan saya yakin kesangsian itu pun akan 5
  • 12. 6 BAB 1. PENDAHULUAN lenyap setelah adanya dukungan selanjutnya oleh para ahli. Tidak mengherankan, dalam membuka jalan baru, jika saya melakukan beberapa kesalahan yang mungkin akan dijadikan kesempatan oleh para kritikus untuk menodai hasil-hasil penemuan saya ini. Tetapi saya yakin bahwa kesalahan itu tidak akan begitu besar sehingga dapat mempengaruhi hasil penemuan ini. Tidak diragukan lagi, banyak orang akan mengeluh bahwa referensi saya terhadap kepus- takaan yang luas mengenai geografi Bibel Ibrani itu hanya sepintas saja. Jawaban yang akan saya berikan singkat saja, yaitu bahwa saya samasekali tidak setuju dengan apa yang telah tertulis dan merasa tidak perlu membebani para pembaca dengan sanggahan- sanggahan mengenai penemuan-penemuan yang lalu satu persatu. Sebenarnya saya khawatir juga bahwa daftar nama-nama tempat yang menjadi dasar pokok argumentasi buku ini akan menimbulkan kesulitan kepada pembaca yang tidak begitu biasa dengan translit- erasi abjad Ibrani dan Arab. Sementara saya harapkan para spe- sialis akan ikut bersabar bersama saya, saya sarankan pembaca bi- asa melewati saja bagian-bagian itu, dan memusatkan perhatian pada kesimpulan yang telah saya usahakan seringkas dan sejelas mungkin, dengan harapan hal ini dapat saya kemukakan dengan sebaik-baiknya. Untuk membantu pembaca umum, beberapa pengetahuan dasar baik mengenai bahasa dalam Bibel Ibrani ataupun perbandingannya se- cara linguistik yang berhubungan dengan bahasa-bahasa Semit, barangkali masih diperlukan. Ringkasnya, Kitab Bibel Ibrani kanonik itu terdiri dari tiga puluh sembilan kitab yang dahulunya disusun dalam dua puluh empat buah gulungan. Lima kitab pertama, yaitu Pentateuch (atau Torah dalam bahasa Ibrani, yang berarti ’pelajaran’) terdiri dari Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan. Selanjut- nya, dua puluh satu kitab Kisah para Rasul: empat karya bersejarah Yosua, Hakim-hakim, Samuel (2 kitab), Raja-raja (2 kitab); kitab- kitab Tiga Rasul utama Yesaya, Yeremia dan Yehezkiel; kemudian dua belas kitab mengenai para nabi-nabi, yaitu: Hosea, Yoel, Amos, Obaja, Yunus, Mikha, Nahum, Habakuk, Zefanya, Hagai, Zakharia
  • 13. 7 dan Maleakhi. Dan akhirnya tiga belas kitab puisi-puisi keaga- maan dan kesusastraan mengenai kebijaksanaan, Tulisan-tulisan, yang terdiri dari Mazmur, Amsal, Yob, Kidung Agung, Rut, Rata- pan, Pengkhotbah, Ester, Daniel, Ezra, Nehemia dan Tawarikh (2 kitab). Kecuali bagian-bagian Aramaik dari kitab Daniel (2:4b - 7:28) dan kitab Ezra (4:8 - 6:18), semua karangan orisinalnya yang sampai kepada kita tertulis dalam bahasa Ibrani. Hal-hal yang bersangkutan dengan penanggalan dan penyusunan kitab-kitab Bibel Ibrani itu terlalu rumit untuk dibahas secara rinci, dan tidaklah penting dalam argumentasi saya ini. Sejumlah kitab- kitab itu, misalnya, sudah dapat dipastikan sebagai karya-karya baru yang disusun berdasarkan naskah-naskah yang lebih tua, sehingga dapat diperkirakan baru tersusun pada sekitar abad ke-4 S.M., sete- lah runtuhnya kerajaan Israil kuno. Yang sudah pasti ialah bahwa bahasa Ibrani dalam Bibel secara ke- seluruhan mempunyai bentuk bahasa sehari-hari, tidak seperti hal- nya bahasa Ibrani yang dipakai oleh para rabbi (pendeta Yahudi) yang berfungsi khusus sebagai bahasa kesarjanaan. Dengan kata lain, naskah-naskah Bibel Ibrani yang kita kenal telah ada sebelum abad ke-5 S.M., pada waktu Kerajaan Israil kuno mengalami kehan- curannya dan sewaktu bahasa Ibrani dan berbagai bentuk bahasa Kanaan sudah tidak dipakai lagi. Ini berarti kita dapat memper- gunakan Bibel Ibrani itu, paling tidak dalam penelitian ini, sebagai dokumen yang berhubungan langsung dengan sejarah Israil, lepas dari soal-soal penanggalan, komposisi, atau siapa penulisnya. Karena hampir seluruh argumentasi ini dititikberatkan pada perki- raan saya bahwa Bibel Ibrani terus-menerus diterjemahkan dengan tidak benar, maka patut diadakan suatu pembetulan. Singkatnya, seperti yang akan saya jelaskan secara lebih mendalam pada Bab 2, bahasa Ibrani itu tidak lagi dipergunakan sebagai bahasa sehari- hari pada sekitar abad ke-5 atau ke-6 S.M. Oleh sebab itu, jika ingin memahami Bibel Ibrani kita harus memilih satu di antara dua metode. Cara yang pertama ialah menerima saja terjema-
  • 14. 8 BAB 1. PENDAHULUAN han naskah-naskah yang diterjemahkan secara tradisional itu dalam bahasa Ibrani, atau menyelidiki bahasa-bahasa Semit yang masih berhubungan erat dengan bahasa Ibrani, seperti bahasa Arab dan bahasa Suryani. Bahasa Suryani merupakan peninggalan dari suatu bentuk bahasa Aram kuno. Saya tidak menggunakan penterjema- han secara tradisional dalam bahasa Ibrani, karena para ahli Yahudi yang menterjemahkan dan memberi bunyi vokal pada Bibel Ibrani antara abad ke-6 dan ke-10 M. itu tidak dapat berbahasa Ibrani secara lisan dan mungkin mendasarkan rekonstruksi mereka pada dugaan-dugaan saja. Jika memakai metode kedua, untuk menaf- sirkan bahasa Ibrani yang dipergunakan di dalam Bibel Ibrani, kita harus melakukannya berkenaan dengan fonologi dan morfologi per- bandingan dari bahasa-bahasa Semit. Mengingat banyak pembaca yang belum terbiasa dengan hal-hal seperti ini, sekali lagi saya akan memberikan informasi dasar mengenai hal ini. Bahasa Semit pada umumnya dianggap sebagai anggota keluarga be- sar bahasa-bahasa Afro-Asia yang meliputi bahasa Mesir kuno dan bahasa Berber serta Hausa modern. Dari bahasa-bahasa ini, yang termasuk dalam cabang bahasa Semit ialah bahasa Akkadia (ba- hasa kuno Babilonia dan Asiria), bahasa Kanaan (bahasa Funisia kuno dan bahasa Ibrani kuno adalah suatu varian dari bahasa ini), bahasa Aram (bahasa Suryani) dan bahasa Arab. Salah satu ciri khas yang dimiliki bahasa-bahasa ini adalah sistem mendapatkan akar suatu kata yang biasanya terdiri dari tiga konsonan. Akar-akar kata ini biasanya dipahami sebagai kata kerja, dan ada seperangkat pola asal mula kata kerja ini yang telah membentuk kata kerja lain, dan juga kata benda dan kata sifat yang beraneka ragam. Ini meli- batkan beberapa cara pemberian tanda vokal pada akar kata dengan menambahkan huruf-huruf hidup, dan juga penambahan satu atau lebih konsonan pada akar kata yang asli. Dalam kamus-kamus stan- dar bahasa-bahasa Semit, kita biasanya mencari akar kata tertentu, yang kemudian diikuti oleh serangkaian kata jadian yang berasal dari akar kata itu. Sejumlah akar kata yang sama terdapat di be- berapa bahasa Semit, dengan arti yang sama atau dengan arti yang
  • 15. 9 berdekatan. Kalau kita telah menguasai sebuah bahasa Semit, akan lebih mudah mempelajari yang lain. Terkadang, sebuah akar kata yang ada pada dua atau lebih bahasa Semit tidak mudah dikenali sebagai akar kata yang sama oleh seseo- rang yang tidak berbahasa Semit sebagai bahasa ibu. Ini disebabkan karena satu atau lebih konsonan dalam akar kata itu dapat berubah dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Dalam bahasa Ibrani, con- tohnya, akar kata yang berarti ’mendiami’ adalah hsr, sedangkan dalam bahasa Arab akar kata itu adalah hdr. Penjelasannya adalah bahwa pemakai bahasa Semit secara naluriah mengenai hubungan fonologis antara pelbagai konsonan, yang dapat ditukar tempatnya di antara berbagai bahasa-bahasa Semit. Misalnya, ’g’ di dalam satu bahasa atau dialek (yang dapat diucapkan seperti huruf ’g’ atau sebagai huruf ’j’) dapat berubah menjadi huruf ’q’ (qaf) atau ’g’ (ghayn) dalam bahasa atau dialek yang lain. Maka kata Negeb dalam bahasa Ibrani (sebagai sebuah nama tempat) berubah men- jadi Naqab atau Nagab dalam bahasa Arab. Perubahan konsonan di antara bahasa-bahasa Semit ini nampaknya mengikuti peraturan-peraturan tertentu, dan untuk mudahnya saya telah tabulasikan perubahan-perubahan tersebut dari bahasa Ibrani ke bahasa Arab di bagian tepat sebelum Kata Pengantar buku ini. Ada pula masalah metatesis, atau perubahan dalam penempatan konsonan-konsonan dalam akar kata yang sama antara pelbagai ba- hasa Semit, misalnya akar kata acb, dapat berubah menjadi cab atau bca. Metatesis bukanlah suatu fenomena linguistik yang hanya dite- mui dalam bahasa-bahasa Semit. Kita dapat juga menjumpainya dalam bahasa-bahasa yang lain , walaupun metatesis sangat biasa terjadi di antara bahasa-bahasa Semit yang sama. Dalam sebuah dialek Arab, contohnya, zwg (diucapkan zawj), yang berarti ’sepa- sang’ dapat berubah menjadi gwz (diucapkan jawz), yang terakhir adalah bentuk yang biasa terdapat pada dialek Libanon yang saya pakai. Sama pentingnya, kalau tidak lebih, untuk mengingat bahwa bahasa-
  • 16. 10 BAB 1. PENDAHULUAN bahasa Semit ditulis dalam bentuk konsonan tanpa huruf hidup. Na- mun, pada terjemahan-terjemahan Kitab Bibel dalam bahasa Ing- gris dan dalam bahasa-bahasa lainnya, nama-nama menurut Bibel itu dikemukakan dalam bentuk yang telah diberi huruf vokal, yang berasal dari penyuaraan kaum ’Masoret’ atau dari tradisi Kitab Bibel Ibrani, yang seperti telah saya katakan, mungkin salah, sepa- njang ahli-ahli Masoret itu perlu menyusun kembali bahasa Ibrani, yang sudah dipergunakan lagi secara umum. Agar membantu para pembaca, yang telah saya lakukan adalah memberikan baik kata Ibrani yang diberi vokal secara tradisional maupun yang belum diberi vokal, dan saya berusaha untuk menunjukkan bagaimana kata yang sama itu, jika diberi vokal dengan cara yang berbeda, dapat mem- punyai arti selain yang telah ditentukan menurut tradisi kaum Ma- soret. Mengenai kata-kata –terutama nama-nama tempat yang be- rasal dari catatan-catatan kuno Mesir, mustahil untuk mengetahui bagaimana semua itu disuarakan. Maka dari itu, apa yang telah saya lakukan dalam contoh-contoh yang seperti itu adalah menge- mukakannya dalam bentuk konsonan mereka dan juga membuat agar mereka dapat dibandingkan dengan bentuk-bentuk konsonan Ibrani. Seperti itu pula, jika saya mengutip kalimat-kalimat lengkap dari Bibel Ibrani, saya telah menuliskan kata-kata Ibrani yang tidak diberi vokal ke dalam bentuk Latin yang belum diberi tanda vokal pula. Ini agaknya tidak banyak membantu dalam pembacaannya, tetapi berkenaan dengan argumentasi saya, saya tidak melihat adanya alternatif lain yang lebih baik. Untuk meringkaskan: apa yang sama dalam perbendaharaan kata dari berbagai bahasa Semit adalah sejumlah besar akar kata konso- nan dan bentuk-bentuk kata yang berasal dari situ; yang terakhir ini tidak mempunyai perbedaan yang besar antara satu bahasa dengan bahasa yang lain. Guna membandingkan kata-kata dalam berbagai bahasa Semit, kita perlu mengeja kata-kata itu hanya dalam bentuk konsonannya, kalau tidak demikian maka seluruh maknanya akan hilang. Maka dari itu saya harus memohon kepada pembaca agar mereka bersabar jika terdapat perbandingan-perbandingan seperti
  • 17. 11 itu, dan agar mereka percaya bahwa perbandingan-perbandingan ini dibuat menurut peraturan yang pantas bagi ilmu bahasa per- bandingan. Berpaling pada metodologi, karena alasan-alasan yang kini telah jelas, saya mendasarkan studi saya ini pada teks konsonan Bibel Ibrani, membanding-bandingkan sebutan tertentu dengan nama-nama tempat di Arabia Barat guna memberikan alternatif bagi penter- jemah tradisional. Kita tidak perlu membahasnya lebih jauh dari itu, karena masalah-masalah yang seperti ini akan saya bahas dalam Bab 2. Namun, saya hanya ingin menambahkan bahwa selain meneli- ti buku-buku dan peta-peta, saya telah pula melakukan sebuah per- jalanan ke Arabia Barat, yang saya yakin adalah tanah asal Kitab Bibel, guna menjadi lebih akrab dengan lokasi-lokasi utama yang disebutkan di dalam studi ini dan secara langsung mengamati bagaimana pelbagai lokasi yang telah saya sebutkan tadi itu berhubungan, baik secara geografis maupun secara topografis. Di atas dasar-dasar inilah argumentasi buku saya ini berdiri. Apakah saya berhasil atau tidak meyakinkan para ahli Bibel Ibrani itu masih harus disangsikan dahulu. Yang dapat saya katakan adalah bahwa saya yakin sepenuhnya atas hasil-hasil penemuan yang dihasilkan oleh analisa toponimis saya, dan saya menanti-nanti datangnya saat para arkeolog menggali beberapa tempat peninggalan zaman pur- bakala yang telah saya sebutkan, dan semoga menghasilkan bukti- bukti yang lebih lanjut bahwa tanah asal Kitab Bibel Ibrani adalah Arabia, Barat, bukan Palestina.
  • 18. 12 BAB 1. PENDAHULUAN
  • 19. Bab 2 Dunia Yahudi Kuno Asal mula penyelidikan ini datang secara tidak sengaja. Pada su- atu hari saya menerima sebuah copy cetakan indeks ilmu bumi Arab Saudi, diterbitkan di Riyad pada tahun 1977, dan ketika saya sedang memeriksanya untuk nama-nama tempat yang tidak berasal dari ba- hasa Arab yang terletak di Arabia Barat, ketika itulah saya menyadari bahwa nama-nama tempat di Arabia Barat juga merupakan nama- nama tempat yang tertera di dalam Kitab Perjanjian Lama, atau yang saya sebut Bibel Ibrani. Pada mulanya saya meragukan per- samaan ini, tetapi setelah bukti-bukti yang memperkuat itu terkumpul, saya merasa yakin bahwa persamaan antara nama-nama itu bukan- lah suatu kebetulan belaka. Hampir semua nama tempat kuno yang saya dapati di dalam Bibel berpusat pada daerah dengan pan- jang sekitar 600 kilometer dan selebar 200 kilometer, yang pada zaman ini meliputi Asir (bahasa Arabnya ’Asir) dan bagian sela- tan Hijaz (al-Higaz). Semua koordinat tempat-tempat yang dise- butkan di dalam Kitab Bibel Ibrani dapat dicocokkan dengan se- buah tempat di wilayah ini, suatu fakta yang sangat penting, sedan- gkan belum ada bukti-bukti yang mencocokkan koordinat-koordinat 13
  • 20. 14 BAB 2. DUNIA YAHUDI KUNO tersebut dengan lokasi tempat-tempat di Palestina, tempat yang diduga sebagai tanah asal Kitab Bibel. Saya tidak menemukan sekelompok nama tempat kuno, dalam bentuk Ibraninya yang masih asli di daerah-daerah lain di Timur Dekat. Saya merasa berkewa- jiban untuk memikirkan adanya sebuah kemungkinan yang sangat menakjubkan: yaitu bahwa Yudaisme bukan berasal dari Palesti- na, melainkan dari Arabia Barat, dan bahwa seluruh sejarah bangsa Israil kuno berlangsung di daerah ini, bukan di tempat lain. Sudah tentu, jika menganggap bahwa dugaan saya ini benar, bukan berarti bahwa tidak ada orang Yahudi yang tinggal menetap di Palestina pada zaman Bibel itu atau di negara lain di luar wilayah ini. Yang dimaksud ialah bahwa Kitab Bibel Ibrani itu pada dasarnya ialah suatu catatan mengenai sejarah pengalaman bangsa Yahudi di Arabia Barat. Sayangnya tidak ada catatan sejarah yang dap- at menjelaskan bagaimana Yudaisme dapat didirikan di Palestina pada zaman dahulu itu. Tetapi kita dapat saja memberikan suatu perkiraan berdasarkan bukti-bukti yang ada. Di antara agama-agama Timur Dekat yang diketahui, agama Yahu- di berada dalam golongan tersendiri; belum ada usaha-usaha yang berhasil menjelaskan asal usulnya dalam pengertian agama-agama kuno Mesopotamia, Suria atau Mesir, kecuali dalam tingkat bayan- gan mitos-mitos. Salah satu contoh yang demikian ini ialah kisah air bah, yang mungkin juga terdapat dalam kitab ’Epik Gilgamesh’ dari mesopotamia kuno, dan mitos-mitos kuno lainnya, bahkan salah satu di antaranya berasal dari Cina. Walaupun dengan adanya contoh-contoh ini, kita tidak dapat memastikan asal-mulanya mitos- mitos ini serta apa yang dibawa dan dari siapa. Tetapi, seperti yang akan kita lihat dalam Bab 12, sangat masuk di akal untuk men- gandaikan bahwasanya asal mula agama Yahudi mungkin terbentuk karena adanya kecenderungan terhadap monoteisme di Asir kuno tempat sejumlah dewa-dewa gunung seperti Yahweh, El Sabaoth, El Shalom, El Shaddai, El Elyon dan yang lain entah bagaimana yang akhirnya diakui sebagai dewa tertinggi, mungkin dengan adanya pembauran di antara suku-suku setempat. Karena kemudian di-
  • 21. 15 adopsi oleh suku Israil, sebuah suku lokal, monoteisme dasar Ara- bia Barat ini lambat-laun berkembang menjadi sebuah agama den- gan jalan pemikiran yang tinggi, yang mempunyai sebuah kitab keagamaan tetap, yang mengandung gagasan yang rumit tentang sifat ketuhanan dan mempunyai tema kemasyarakatan dan etika tersendiri. Agama itu dengan mudah menarik peminat-peminat dari luar daerah asalnya, khususnya dari daerah-daerah yang telah men- genal ketatasusilaan dan yang telah mempunyai tingkat pemikiran yang cukup tinggi. Karena agama itu mempunyai kitab dan dikem- bangkan oleh orang-orang yang dapat menulis dan membaca, agama itu mudah untuk disebarluaskan. Bahasa yang dipakai dalam kitab-kitab Yahudi ini biasanya disebut Ibrani, dan agaknya merupakan dialek sebuah bahasa Semit yang dahulunya merupakan bahasa sehari-hari yang dipakai di pelbagai daerah di Arabia Selatan, Barat dan Suria (termasuk Palestina).1 Seseorang dapat menyimpulkan hal ini melalui penyelidikan etimol- ogis dan dari nama-nama tempat di wilayah Timur Dekat, memper- timbangkan pula distribusi geografis mereka. Karena memerlukan kata yang lebih tepat, maka bahasa kuno ini kini disebut bahasa Kanaan, menurut nama sebuah bangsa menurut Bibel yang meng- gunakan bahasa ini.2 Di samping bahasa Kanaan, ada satu lagi bahasa yang dipakai di jazirah Arab dan Suria, bahasa ini adalah bahasa Aram, diberi nama ini menurut nama bangsa Aram dari Bibel. Tanpa memperdulikan siapa itu sebenarnya bangsa Kanaan dan Aram, suatu topik yang 1 Istilah ’Semit’, dipakai untuk menggambarkan bangsa yang berhubungan dengan bangsa Ibrani dan bahasa-bahasa mereka, pertama kali diperkenalkan oleh A. L. Schlozer dalam tahun 1781. Istilah ini berasal dari kata Shem (sm) dalam Bibel, putra Nabi Nuh dan yang dianggap sebagai leluhur orang-orang Israil dan bangsa-bangsa lain menurut Bibel. Bibel Ibrani berbicara mengenai bangsa-bangsa keturunan Shem tanpa menggambarkan mereka sebagai orang- orang ’Semit’. 2 Bahasa tersebut mungkin disebut dengan nama ini pada masa silam. Sebuah sebutan Bibel, yaitu Yesaya 19:18, menyebutkan ’bahasa Kanaan’ (spt kn’n), agaknya berarti bahasa Ibrani.
  • 22. 16 BAB 2. DUNIA YAHUDI KUNO akan saya bicarakan dalam Bab 4,3 dapat dipastikan bahwa bahasa Kanaan (atau bahasa Ibrani) dan bahasa Aram pernah dalam wak- tu yang bersamaan digunakan oleh berbagai masyarakat Arab dari wilayah Barat, seperti halnya di Suria. Sebuah ayat pendek dari Kitab Bibel, jika dilihat kembali dari segi nama-nama tempat di Arabia Barat yang masih ada sejak dari zaman kuno, jelas men- gungkapkan hal ini. Sebutan ini adalah Kejadian 31:47-49. Di sini dapat kita baca mengenai sebuah timbunan tanah yang disebut ’timbunan batu’, didirikan untuk menjadi saksi atas persetujuan antara Yakub, se- orang Yahudi, dengan paman dari pihak ibunya, seorang bangsa Aram dan ayah mertuanya, yaitu Laban. Laban menyebutnya ’Yegar- sahadutha’ (dalam bahasa Aram adalah ygr shdwt’), tetapi Yakub 3 Kemudian akan ditunjukkan melalui analisa toponimis bahwa tanah Kanaan menurut Bibel terletak di sisi maritim Asir, bukan di Palestina dan pesisir Suria, seperti yang biasanya diduga. Mendasarkan hampir sebagian besar argumentasi mereka pada bukti-bukti dalam Bibel, yang ditafsirkan dengan salah, para ahli telah menganggap bahwa bangsa Aramaea (Aram) pada mulanya merupakan penghuni daerah Suria bagian utara di sebelah barat sungai Efrat. Namun, se- buah penelitian kembali atas bukti-bukti menurut Bibel menunjukkan kepada kita bahwa yang disebut oleh Bibel Ibrani sebagai Aram (konsonan ’rm) sebe- narnya adalah Arabia Barat. Aram Naharim (’rm nhrym, Kejadian 28:2 dan sebagainya), contohnya, jelas bukan Mesopotamia, tetapi merupakan Naharin (nhryn) kini di dekat Taif (al-Ta’if), di Hijaz bagian selatan. Maka dari itu, kita harus menyimpulkan bahwa Paddan-aram (pdn ’rm, Kejadian 28:2 dan se- bagainya) adalah Dafinah (dpn) di dekatnya, di daerah sekitar Mekah, bukan Mesopotamia. Begitu pula beberapa nama yang lain yang oleh Bibel Ibrani dia- sosiasikan dengan Aram Beth-rehob, Aram Zobah dan bahkan Damaskus (Dha Misk di Arabia Barat, atau d msk, bandingkan dengan kata Ibrani dmsq) - mungkin kini dapat ditemui namanya di Hijaz dan Asir. Wadi Waram (wrm) juga memakai nama Aram kuno di sana. Kebetulan juga, Iram (’rm, Qur’an 89:7) di dalam Qur’an, sebagai nama tempat, secara konsonan sama dengan Aram dalam Bibel, yang juga adalah ’rm. Qur’an menghubungkan tempat ini dengan Dhat al-’Imad. Al-’Imad kini merupakan sebuah desa di dataran tinggi Zahran (Zahran), sebuah daerah di sebelah selatan Taif, dan di sini sebuah daer- ah Aram setempat bertahan sebagai desa Aryamah (’rym). Terus-terang saja, kita tidak dapat mengatakan dengan pasti sampai seberapa jauh luas tanah di Arabia Barat menurut Bibel itu, tetapi tanah ini jelas mencakup daerah-daerah selatan Hijaz.
  • 23. 17 menyebutnya ’Galed’ (dalam bahasa Ibraninya gl’d) dan ’Mizpah’ (Ibraninya hmsph), yang berarti menara penjagaan. Ketiga nama ini kini masih dipakai oleh tiga buah desa yang tidak begitu terke- nal, yang letaknya berdekatan, di daerah maritim Asir, di kawasan Rijal Alma’ (Rigal Alma’), di sebelah barat Abha (Abha). Nama- namanya adalah: Far’at Al-Shahda (’l shd’), yang berarti ’Tuhan adalah saksi’ atau ’Tuhan dari saksi’, dalam bahasa Arabnya pr’t atau pr’h, yang berarti bukit atau timbunan, sama artinya dengan kata Aram ygr; al-Ja’d (’l-g’d), yang merupakan sebuah metatesis yang telah diarabkan dari kata gl’d; dan al-Madhaf (mdp; band- ingkan dengan msph). Begitulah persamaan antara pemakai bahasa Kanaan dengan pe- makai bahasa Aram di Arabia Barat menurut Bibel, sehingga menu- rut hemat saya orang-orang Israil itu bingung dari kelompok mana mereka berasal. Walau mereka menganggap sebagai bangsa Ibrani (lihat Bab 13), tetapi menurut Ulangan 26:5 leluhur mereka adalah seorang yang berasal dari suku Aram. Pertentangan ini telah lama membingungkan para ahli, tetapi jika anggapan saya benar, hal itu memang masuk akal. Kemungkinan besar awal tersebarnya agama Yahudi dari tanah asal- nya di Arabia Barat ke Palestina dan ke daerah-daerah lain itu ialah dengan mengikuti jalur (route) kafilah perdagangan antar Arabia. Pada zaman kuno, wilayah Asir di Arabia Barat merupakan tem- pat pertemuan kafilah-kafilah yang membawa barang-barang dagan- gan dari berbagai negara di kawasan teluk Samudera Hindia seper- ti India, Arabia Selatan serta Afrika Timur, dari satu arah, dan dari Persia-Mesopotamia, dan negara-negara di Laut Tengah bagian Timur, terutama Suria, Mesir dan dunia Aegea, dari arah yang lain (lihat Peta 1). Palestina, yang terletak di sudut Selatan Suria, dekat Mesir, meru- pakan ujung penghabisan dari jalur perdagangan kuno Arabia Barat pertama yang bertolak menuju arah ini. Penduduk Yahudi yang per- tama mestinya adalah pedagang-pedagang dan kafilah-kafilah dari
  • 24. 18 BAB 2. DUNIA YAHUDI KUNO Arabi Barat yang terlibat dalam perdagangan ini. Penduduk baru ini kemudian dengan mudah menarik penduduk lokal untuk mema- suki agama mereka, yang dalam hal kecanggihan intelektualnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan cara-cara pemujaan setempat dan bahkan agama-agama tinggi kerajaan Mesir dan Mesopotamia. Cara yang persis seperti inilah yang dipergunakan oleh pedagang-pedagang Islam di berbagai tempat di Asia dan Afrika Timur pada waktu- waktu yang kemudian. Mereka menarik umat baru untuk memeluk agama Islam di mana pun mereka singgah di antara penduduk itu yang memandang agama Islam sebagai suatu agama yang lebih baik daripada agama mereka sendiri. Bukan maksud saya untuk mengatakan bahwa orang-orang Yahudi itulah yang merupakan penduduk pertama Arabia Barat di Palesti- na. Mestinya bangsa Filistin yang menurut Bibel (lihat Bab 14) dari Arabia Barat itulah yang terlebih dahulu menetap di daerah itu sebelum mereka, mengingat bahwa merekalah yang memberi na- ma kepada negara ini. Begitupun halnya dengan bangsa Kanaan dari Arabia Barat (lihat catatan 3) yang tampaknya telah ’terse- bar’ (Kejadian 10:18) sejak dahulu, dan memberi nama pada tanah Kanaan (kn’n) yang terletak di sepanjang pantai Suria, di sebelah utara Palestina. Daerah ini disebut Phoenicia oleh bangsa Yunani (mengenai Faniqa atau ’Phoenicia’ di Asir, lihat Bab 14 ). Bah- wasanya Phoenicia sebenarnya disebut Kanaan oleh penduduknya dapat diketahui dari sekeping uang logam Yunani dari Beirut yang menceritakan dalam bahasa Funisia (Phoenicia), bahwa kota ini ter- letak ’di Kanaan’ (b-kn’n), dan dalam bahasa Yunani bahwa kota ini terletak ’di Phoenicia’.4 Menulis mengenai ’bangsa Phoenicia’ dan ’bangsa Suria dari Palestina’ pada abad ke-5 S.M., sejarawan Yunani Herodotus yakin bahwa mereka berasal dari Arabia Barat. 4 Zellig S. Harris, A Grammar of the Phoenician Language (New Haven, Conn., 1936), halaman 7, catatan 29. Harris menyebutkan bukti-bukti selan- jutnya yang menandakan bahwa bangsa Funisia (Phoenicia), di sepanjang pan- tai Suria dan di tempat-tempat lain, sebenarnya menyebut diri mereka bangsa Kanaan.
  • 25. 19 Ia menulis tentang kedua bangsa itu: ’Negara ini, menurut cerita mereka sendiri, dahulunya terletak di Laut Merah, tetapi dari sana mereka menyeberang dan menetapkan diri di pesisir Suria, dan di sana mereka masih menetap’ (7:89; lihat juga ibid. 1:1).5 Berapa pun umurnya perkampungan orang-orang dari Arabia Barat yang tertua di daerah pesisir Suria,6 migrasi orang-orang Filistin dan Kanaan ke sana mestinya bertambah besar. Menurut kitab- kitab dalam Bibel Ibrani, kerajaan Israil sudah dipastikan berdiri di Arabia Barat, yang dihuni antara lain oleh bangsa Filistin dan Kanaan, antara akhir abad ke-11 dan awal abad ke-10 S.M., yang se- bagian besar merugikan bangsa Filistin dan Kanaan. Karena patah semangat dan berturut-turut dikalahkan oleh bangsa Israil, maka orang-orang Filistin dan Kanaan ini kemungkinan memperderas arus migrasi mereka ke daerah pesisir Suria pada waktu yang sama. Di Palestina, nampaknya bangsa Filistin menamakan perkampungan- perkampungan mereka (seperti Gaza dan Askalon) menurut kota- kota di Arabia Barat yang mereka tinggalkan. Dusun Bayt Da- jan di Palestina (’kuil’ dgn, atau ’dagon’) di Palestina, dekat Jaffa, masih memakai nama dewa agama yang mereka anut sewaktu di Arabia Barat (lihat Bab 14). Di sebelah utara Palestina, bangsa Kanaan juga memberi nama-nama yang berasal dari Arabia Barat kepada perkampungan-perkampungan mereka - nama-nama seperti Sur (Tyre), Sidon, Gebal (dalam bahasa Yunani = Byblos), Arwad (dalam bahasa Yunani = Arados), atau Libanon.7 Pada saat orang- 5 Bukti Herodotus mengenai hal ini, seperti mengenai hal-hal lain yang berke- naan dengan sejarah Timur Dekat kuno, biasanya tidak ditanggapi dan dianggap tidak berharga oleh para sejarawan dan para ahli purbakala modern di daerah itu. Tentunya mereka secara sombong memperlakukannya dengan demikian, karena bukti-bukti ini tidak cocok dengan anggapan-anggapan mereka yang se- bagian besar berdasarkan pada penafsiran yang salah atas bahan-bahan geografis dan topografis Bibel Ibrani. Gagasan bahwa Laut Merah Herodotus bukanlah Laut Merah, melainkan Teluk Parsi tidak perlu dipercaya, karena hanya sedikit sekali bukti yang ada guna mendukungnya. 6 Herodotus (2:44) melaporkan, mengenai kekuasaan pendeta-pendeta kota Funisia Tyre pada zamannya, bahwa kota ini didirikan 2.300 tahun sebelumnya. 7 Tyre menurut Bibel (bahasa Ibrani sr) bukanlah sebuah kota di tepi ’laut’
  • 26. 20 BAB 2. DUNIA YAHUDI KUNO orang Israil dari Arabia Barat (dan mungkin kaum Yahudi dari Ara- bia Barat lainnya) memulai migrasi mereka ke arah Utara untuk menetap di Palestina, yang tak dapat ditentukan tahunnya, mere- ka juga memberikan nama-nama yang berasal dari daerah mereka yang dahulu kepada tempat-tempat pemukiman mereka atau kepa- da tempat-tempat pemujaan penduduk setempat yang diambil alih oleh mereka dan menggabungkannya dengan kuil-kuil Yahudi mere- ka. Di antara yang paling kentara dan yang paling terkenal adalah: Yerusalem (yrwslm, lihat Bab 9), Bethlehem (byt lhm, lihat Bab 8), Hebron (hbrwn, lihat Bab 13? Carmel (krml),8 dan kemungk- (bahasa Ibrani ym), tetapi apa yang kini merupakan oase utama Zur (zr), yang bernama Zur al-Wadi’ah, di wilayah Najran, berdiri di ujung daerah Yam (ym), berbatasan dengan gurun Arabia Tengah. ’Kapal-kapal’-nya (bahasa Ibraninya ialah ’wnywt) sebenarnya adalah kafilah-kafilah binatang beban (bahasa Arab- nya ’nyt, ’kantung-kantung pelana’), dan tempat-tempat mereka berdagang da- pat dikenali melalui nama-nama mereka di pelbagai bagian Arabia. Kitab Bibel berbicara mengenai Raja Hiram (hyrm) dari sr, atau ’Tyre’; tidak ada raja kuno dengan nama ini yang diakui untuk kota Tyre di Libanon, karena nama Phoeni- cia Ahiram (hrm bukan hyrm) adalah seorang raja Byblos, yang merupakan tempat yang lain samasekali Gebal (gbl atau qbl) termasuk dalam nama-nama tempat yang sering dipakai di Arabia Barat, sebuah Gebal tertentu, dekat Tyre Bibel, adalah Al-Qabil (qbl), di wilayah Najran. Arwad di Arabia Barat kini adalah Riwad (rwd), di dataran tinggi Asir; Sidon dalam Bibel dibahas dalam Bab 4. Menurut para ahli Geografi Arab, Lubaynan (lbynn, tanpa vokal lbnn, atau ’Libanon’) adalah nama dataran tinggi yang kini berada di tengah-tengah perbatasan antara Asir dan Yaman. Di kaki perbukitan pantai daerah ini, se- buah desa yang bernama Lubayni (lbyny) masih tetap ada. Pohon-pohon araz (cedar) Libanon yang tertulis dalam Bibel mestinya adalah tumbuhan jenever raksasa Lubaynan di Arabia Barat, dan salju Libanon yang dikatakan dalam Kitab itu, tidak disangkal lagi adalah salju setempat (lihat Bab 2). 8 Carmel di Arabia Barat adalah Kirmil (juga krml), yang disebutkan dalam kamus geografi Arab Yaqut (4:448) sebagai sebuah punggung bukit pesisir di ujung selatan Asir, berbatasan dengan Yaman, sehingga terletak tepat di sebelah barat Libanon Arabia Barat (lihat Catatan 7). Ini menjelaskan mengapa Gu- nung Carmel kadang-kadang disebutkan sehubungan dengan Gunung Libanon dalam teks-teks Bibel, salah satu di antaranya yang tidak terduga adalah Yesaya 29:17, sb lbnwn l-krml, yang dianggap berarti ’Libanon akan diubah menja- di ladang yang subur’, tetapi sebenarnya berarti ’Libanon akan berubah (atau kembali) menjadi Carmel’.
  • 27. 21 inan Galilee (glyl),9 Hermon (hrmwn)10 dan Yordan (h-yrdn, lihat Bab 7), semuanya membenarkan hal ini. Di kebanyakan tempat di dunia, pada suatu waktu, imigran-imigran yang rindu sering mena- makan kota-kota, daerah-daerah, pegunungan, sungai-sungai, atau bahkan suatu negara atau pulau-pulau dengan nama-nama yang mereka bawa dari tanah yang mereka tinggalkan. Mengingat pa- da zaman dahulu bahasa yang dipergunakan di daerah Suria dan Arabia Barat adalah sama, kita tidak dapat meniadakan adanya kemungkinan besar bahwa beberapa tempat di kedua wilayah itu dahulunya mempunyai nama-nama yang sama, terutama jika berke- naan dengan ciri-ciri topografis, hidrologis atau ekologis tertentu, atau berkenaan dengan pemujaan terhadap dewa yang sama. Dalam corak kebudayaan tradisional, seperti dalam halnya bahasa, Suria dan Palestina tidak pernah jauh berbeda. Dalam setiap tahap, emigrasi dari Arabia Barat menuju Suria dan Palestina (dan mungkin juga daerah-daerah lain) didukung oleh faktor-faktor luar. Sebagai daerah yang kaya akan bahan baku alam, dan lagi pula sebagai daerah yang menguasai salah satu bandar perdagangan pada zaman kuno (lihat Bab 3), Arabia Barat sudah semestinya merupakan sebuah target untuk penjajahan ke kerajaan sejak masa lampau. Dalam Bab 11, akan dibuktikan, melalu bukti- bukti toponimik, bahwa ekspedisi yang dilakukan oleh raja Mesir Sheshonk I terhadap Yudah, pada akhir abad ke-10 S.M., seper- ti yang dikisahkan dalam Bibel Ibrani dan didukung oleh bukti- bukti dari catatan-catatan kuno Mesir, ditujukan kepada Arabia Barat, bukan terhadap Suria dan Palestina seperti yang sampai kini diperkirakan. Sebuah penyelidikan yang dilakukan secara mendalam atas sebuah lagi ekspedisi kerajaan Mesir yang disebut dalam Bibel Ibrani, yaitu ekspedisi Raja Necho II pada akhir abad ke-7 S.M., 9 Nama-nama tempat yang sepadan dengan kata Ibrani glyl (berarti ’lerengan yang berteras-teras’) adalah biasa di dataran tinggi Arabia Barat. Salah satu di antaranya adalah Wadi Jalil (glyl) di Hijaz Selatan, di sebelah Tenggara Taif. 10 Hrmwn dalam Bibel (dalam metatesis dari hrmn atau hmrn) bertahan seba- gai nama tidak kurang dari lima tempat di Hijaz bagian selatan dan Asir yang bernama Hamran atau Khamran.
  • 28. 22 BAB 2. DUNIA YAHUDI KUNO mengungkapkan bahwa ekspedisi yang melibatkan seorang Raja Yu- dah dan orang-orang Babilonia, juga diarahkan ke Arabia Barat. Pertempuran Karchemis (krkmys, Tawarikh 2 - 35:20; Yesaya 10:9; Yeremia 46:2), antara pasukan Mesir dan Babilonia, terjadi di dekat Taif, di sebelah Selatan Hijaz, di tempat itu dua buah pedesaan yang berdekatan, Qarr (qr) dan Qamashah (qms), masih berdiri. Dengan demikian, saya yakin ’Karchemis’ yang tertulis dalam Bibel itu bukanlah Kargamesa bangsa Hittit, yang sekarang merupakan Jerablus di tepi sungai Furat (Efrat) seperti yang sampai kini diperki- rakan.11 11 Wadi Adam, yang bersumber di dataran tinggi mengalir ke arah Laut Mer- ah, kadang-kadang disebut di dalam Bibel Ibrani sebagai nhr prt, yang mem- buatnya mudah dikelirukan dengan Furat (Efrat) Mesopotamia. Kebingungan ini diperbesar oleh deskripsi nhr prt sebagai h-nhr h-gdwl, ’sungai besar’ dalam Kitab Bibel, dan Wadi Adam merupakan salah satu wadi yang mengalir ke laut yang terbesar di Arabia Barat. Sebenarnya nama menurut Bibel Wadi ini berasal dari nama desa yang kini adalah Firt (prt), di wilayah yang sama. Seperti halnya pertempuran Karchemis, pertempuran Karkara (atau lebih tepatnya Qarqara), yang dilakukan oleh bangsa Assyria melawan raja-raja Amat dan Imerisu dan sekutu mereka Gindibu’ dari Aribi dan Ahab dari Israil (Ahabu Sir’ila) di perten- gahan abad kesembilan S.M., sebenarnya terjadi di Arabia Barat, bukan di sepa- njang sungai Orontes di Suria seperti yang biasanya diduga. Amat, yang hingga kini dianggap merupakan sebuah referensi kepada Hamah di lembah Orontes, di utara Suria, sebenarnya kini adalah desa Amt (’mt), dekat Taif, dan tidak jauh dari Karchemis dalam Bibel. Imerisu bukanlah Damaskus Suria, seperti yang diduga tanpa berdasarkan pada alasan apa pun. Di antara beberapa alternatif lainnya di Arabia Barat, diperkirakan Marasha (mrs), di dataran tinggi selatan Asir lah (wilayah Dhahran al-Janub, lihat Bab 3) yang paling besar kemungk- inannya. Gindibu’ dari Aribi biasanya dianggap sebagai seorang kepala suku Arab dari gurun pasir Suria. Sebenarnya sebuah suku yang bernama Banu Jun- dub (gndb) masih menempati dataran tinggi Asir Tengah, dan Aribi mestinya kini merupakan ’Arabah (’rbh), sebuah desa di dataran tinggi tempat Banu Jun- dub masih dapat dijumpai. Karkara sendiri, dalam hal ini, mestinya adalah Qar- qarah atau Qarqara (qrqr) masa ini, di pesisir Asir, di pedalaman Qunfudhah, di sebelah Selatan Lith. Ada tiga tempat lainnya yang bernama Qarqar (qrqr) juga di Arabia Barat, dan tidak satu pun yang terletak di wilayah Orontes di Suria. Jika ada kesangsian sehubungan dengan onomastics (ilmu asal kata dan nama) yang berkenaan dengan Pertempuran Karkara, seperti yang telah ditafsirkan secara geografis, lihat catatan-catatan dalam James B. Pritchard, ed., Ancient Near Eastern Texts Relating to the Old Testament (Princeton, 1969; dari sini
  • 29. 23 Ekspedisi-ekspedisi militer pertama kerajaan Mesir sejak 2000 tahun S.M., yang selama ini diketahui sebagai penyerangan terhadap Suria dan Palestina, jika kita teliti kembali melalui catatan-catatan kuno Mesir dengan bantuan nama-nama tempat dari Arabia Barat yang masih terdapat di sana12 , akan terlihat bahwa tindakan-tindakan militer itu lebih cenderung ditujukan kepada Arabia Barat. Seba- gai bangsa kerajaan, orang-orang Mesir kuno benar-benar tertarik untuk menguasai Arabia Barat dan jalur-jalur perdagangannya,13 seperti halnya bangsa Assyria dan Babilonia pada masa kejayaan mereka. Mestinya, setelah setiap penjajahan kerajaan atas tanah mereka, dari arah mana pun, sebuah gelombang migrasi baru berto- lak dari Arabia Barat ke daerah-daerah seperti Palestina. Persis pada saat kerajaan Mesir menyudahi masa penghematan an- tara akhir abad ke-11 dan awal abad ke-10 S.M., kerajaan Israil berdiri di bukit-bukit daerah pesisir Asir (lihat Bab 8-10), di bawah pimpinan Saul, kemudian dikembangkan oleh Daud dan mencapai puncak kejayaan dan kemakmurannya di bawah raja Sulaiman (Salo- mo). Andaikata Daud dan Sulaiman pada masa mereka benar-benar memimpin sebuah kerajaan Suria yang menguasai daerah strategis yang memisahkan Mesir dan Mesopotamia, seperti yang diduga (li- hat 1 Raja-raja 4:21 dalam terjemahan standar mana pun), maka catatan-catatan Mesir dan Mesopotamia sudah semestinya paling disebut Pritchard), hal 278-279. 12 Penterjemahan catatan-catatan Mesir (seperti catatan-catatan dalam Pritchard) membingungkan masalah ini dengan jalan mengenali secara tidak teliti nama-nama yang disebutkan dengan nama-nama tempat Palestina dan Suria yang telah diketahui, dan bukan menterjemahkan aslinya, seperti yang seharusnya dilakukan. Sama halnya (seperti dalam Pritchard) dengan catatan- catatan Mesopotamia dan yang lain-lain. Pencarian tempat-tempat yang dibicarakan harus dilakukan dengan bantuan catatan-catatan asli, bukan ter- jemahannya. 13 Bangsa Mesir juga tertarik untuk menggunakan kayu jenever Asir (bukan kayu jenis cemara (cedar) Libanon) sebagai bahan bangunan, dan guna mem- bangun kapal-kapal mereka, karena kayu cemara (cedar) tidak begitu cocok un- tuk pekerjaan ini. Untuk melihat kebingungan antara cedar dan jenever, lihat sebutan-sebutan yang relevan dalam Alessandra Nibbi, Ancient Egypt and Some Eastern Neighbours (ParkRidge, N.J. 1981).
  • 30. 24 BAB 2. DUNIA YAHUDI KUNO tidak menyinggung nama-nama mereka, tetapi hal ini tidak terlihat. Sewaktu kerajaan Mesir bangkit kembali pada abad ke-10, intervensi baru yang dilakukannya di Arabia Barat menyebabkan terpecahnya kerajaan Israil menjadi dinasti ’Yudah’ dan dinasti ’Israil’ yang sal- ing bersaingan (lihat Bab 10). Perang saudara antara Israil ini, yang berkobar pada dasawarsa terakhir abad itu, kemungkinan be- sar mengakibatkan migrasi secara besar-besaran yang pertama ke negara-negara lain, terutama Palestina. Penjajahan yang dilang- sungkan oleh bangsa Mesopotamia atas Arabia Barat antara abad ke-9 dan ke-6 S.M., pertama-tama oleh bangsa Assyria dan kemudi- an oleh orang-orang Babilonia (yang sudah merupakan bangsa Neo- Babilonia), hanya memperbesar arus migrasi ini. Pada tahun 721 S.M. kerajaan ’Israil’ di Arabia Barat itu dihan- curkan oleh Raja Assyria, Sargon II, yang menduduki ibukotanya, yaitu Samaria, (smrwn, yang kini masih berdiri dengan nama Shim- ran, lihat Bab 10) dan membawa penduduk terkemukanya ke Persia sebagai tawanan.14 Kemudian, pada tahun 586 S.M., penguasa Ba- bilonia, Nebuchadnezzar, memusnahkan kerajaan ’Yudah’ di Ara- bia Barat dan membawa ribuan penduduknya kembali ke Babilonia sebagai tawanan. Begitu besar hasrat orang-orang Babilonia un- tuk menjaga kekuasaan mereka atas Arabia Barat dan untuk mem- pertahankan tanah jajahan mereka itu dari usaha-usaha perebutan kembali kekuasaan atas koloni itu oleh kerajaan Mesir (seperti yang pernah dicoba oleh Necho II, seperempat abad sebelumnya), sampai- sampai pengganti Nebuchadnezzar, yaitu Nabodinus, memindahkan ibukotanya dari Babilonia ke Teima (Tayma’) di Hijaz Utara dan seperti yang kita ketahui, ia lebih lama menjalankan pemerintahan- nya di daerah itu. Sampai pada waktu itu, kemungkinan kehadiran orang-orang Yahu- di di Palestina telah bersifat permanen. Keadaan orang-orang Israil 14 Perlu dicatat di sini bahwa para sejarawan Arab pada zaman permulaan Islam, yang karya-karya mereka mengabadikan tradisi-tradisi Arab yang berhak menerima perhatian serius, menegaskan bahwa Nebuchadnezzar adalah pe- nakluk Arabia dan menceritakan kisah-kisah penaklukannya di sana.
  • 31. 25 yang menyedihkan di Arabia Barat mungkin mendatangkan hara- pan kaum Yahudi di sana akan hidup lebih baik di koloni Yahu- di yang baru - di ’putri Zion’ dan ’putri Yerusalem’ (dengan kata lain, Zion dan Yerusalem baru di Arabia Barat, lihat Bab 9) seperti halnya orang-orang Eropa yang pada abad ke-17 dan ke-18 kece- wa akan kehidupan mereka di daratan Eropa, dan mengharapkan akan kehidupan yang lebih baik di koloni mereka yang baru, yaitu Amerika. Pengharapan orang-orang Eropa pada waktu itu dike- mukakan oleh Goethe dalam kalimat-kalimatnya yang sering dikutip: Amerika, engkau memiliki yang lebih baik Daripada yang dimiliki benua kami, yang lama. Jauh sebelumnya, mungkin orang-orang Yahudi di Arabia Barat menyuarakan pengharapan yang serupa, pada suatu waktu antara abad ke-8 dan ke-5 S.M., membicarakan, barangkali, tentang dunia baru mereka di Palestina, seperti yang berikut ini: Dan engkau, wahai Menara Kawanan Domba, Hai Bukit putri Zion, Kepadamu akan datang Dan akan kembali pemerintahan Yang dahulu, Kerajaan putri Yerusalem. (Mikha 4:9)15 Dan juga dalam kata-kata ini: Putri gadis Zion Membencimu,16 memperolok- olokkan engkau Dan putri Yerusalem Menggeleng-gelengkan kepala di belakangmu Dan orang-orang yang terluput di antara kaum Yu- dah Yaitu orang-orang yang tertinggal, Akan berakar ke bawah, Dan menghasilkan buah ke atas; Sebab dari Yerusalem akan kelu- ar orang-orang yang tertinggal, Dan dari Gunung Zion orang-orang yang terluput; Semangat Penguasa Sabaoth,17 akan melakukan hal ini. (Yesaya 37:22b, 31-32; juga 2 Raja-raja 19:21b, 30-31) Dan mungkin dalam ini pula: Bergembiralah, wahai putri Zion; Bersorak- soraklah dengan nyaring, hai putri Yerusalem Lihat, rajamu datang kepadamu; Ia jaya dan menang, Ia rendah hati dan mengendarai 15 Dinilai melalui Mikha 1:1, ungkapan harapan di ’putri Yerusalem’ bertang- galkan abad kedelapan S.M. Sampai kini, ahli-ahli Bibel telah menganggap ungkapan-ungkapan puitis pada Zion dan Yerusalem, sehingga meniadakan ke- harusan adanya informasi bersejarah yang lebih jauh lagi. 16 Kata-kata itu ditujukan kepada Sennacherib, raja Assyria (704-681 S.M.). 17 Mengenai Sabaoth menurut Bibel sebagai kuil pemujaan Yahweh utama di dataran tinggi Asir (kini desa al-Sabayat, bandingkan dengan ’lhy sb’wt atau yhwh sb’wt dalam bahasa Ibrani), lihat Bab 12.
  • 32. 26 BAB 2. DUNIA YAHUDI KUNO seekor keledai, Seekor keledai beban yang muda.18 (Zakharia 9:9) Jika ada harapan yang tertinggal untuk mendirikan kembali sebuah pemerintahan Israil yang mampu bertahan seusainya penjajahan oleh bangsa-bangsa Assyria dan Babilonia, maka harapan ini pudar secara tidak langsung dengan munculnya kerajaan Persia, Achaemenes, pada akhir abad ke-6 S.M. Pada tahun 538 S.M., bangsa Persia menaklukkan Babilonia; dan pada tahun 525, mereka telah men- galahkan Suria dan menduduki Mesir dan untuk pertama kalinya mempersatukan semua negara yang terletak di kawasan Timur Dekat kuno, di bawah sebuah pemerintahan kekerajaan yang efisien. Kekuasaan bangsa Persia ini juga kemudian meliputi hampir seluruh, bahkan mungkin semua, daerah Semenanjung Arabia, tetapi aksi-aksi penja- jahan mereka di Utara sangat merugikan perdagangan kafilah antar- Arabia yang merupakan aliran utama komunitas Israil dan komunitas- komunitas kuno lainnya di Arabia Barat. Jalan-jalan besar yang diawasi, dibuat oleh Achaemenes guna menghubungkan Persia dan Mesopotamia dengan Mesir melalui Suria, berakibatkan secara lang- sung tergesernya jalur-jalur utama perdagangan menjauhi Arabia, hingga menyebabkan kemacetan ekonomi wilayah Jazirah Arab be- serta jaringan perdagangannya. Pada awal abad berikutnya, didirikan- nya sebuah terusan oleh orang-orang Persia guna menghubungkan 18 Karir kenabian Zakaria bertepatan dengan awal kekuasaan raja Achaemenid Darius I (522-486 S.M.), ini jelas diketahui dengan disebutnya Darius dan tahun- tahun kekuasaannya dalam teks ramalan-ramalan Zakaria. Karena Zakaria 9:13 berbicara mengenai ywn, yang dianggap sebagai suatu referensi pada Yunani (bahasa Yunani laones), bab ini dan bab-bab berikutnya dalam Zakaria di- hubungkan oleh para kritikus dengan seorang penulis lain dari zaman yang lebih baru (akhir zaman Achaemenid atau awal zaman Hellenis). Sebenarnya, kata Ibrani ywn hanya dapat merupakan sebuah referensi pada Yunani dalam Daniel. Di tempat lain dalam Bibel Ibrani, kata ini berkenaan dengan apa yang kini adalah desa-desa Yanah (yn), dekat Taif, di sebelah selatan Hijaz. atau desa Waynah (wyn) di lereng barat Asir, di wilayah Bani Shahr. Zakaria tampaknya adalah salah seorang Israil yang kembali dari Persia atau Babilon ke Arabia Barat pada awal zaman Achaemenid (lihat teks). Kecewa dengan apa yang ia temukan di sana, mungkin menyebabkan ia mengalihkan perhatiannya dari Zion dan Yerusalem lama di Arabia Barat ke suatu impian sebuah Zion dan Yerusalem yang baru di Palestina yang lebih menguntungkan.
  • 33. 27 Laut Merah dengan sungai Nil, membantu perdagangan maritim secara merugikan perdagangan kafilah Arabia yang menuju ke arah sana. Akibat kesemuanya ini, secara menyeluruh, berkenaan dengan Arabia Barat, mestinya sangat merusak. Agaknya bangsa Persia sama sekali tidak bersifat memusuhi kaum Yahudi; malah kita mengetahui bahwa mereka membela kaum itu. Maka dari itu, dengan mendapatkan izin dari pemerintah Persia, sekitar 40.000 orang keturunan tawanan-tawanan Israil di Persia dan Mesopotamia kembali ke Arabia Barat dengan membawa per- abot rumah tangga mereka, dengan tujuan untuk membangun kem- bali perkampungan mereka di sana. Tetapi malang bagi mereka, orang-orang Israil ini kecewa dengan apa yang mereka temukan di sana, di mana-mana sekeliling mereka terdapat kemiskinan dan ke- hancuran yang menyedihkan. Yang terjadi selanjutnya hanya dapat menurut perkiraan saja, karena sampai di sini Kitab Bibel Ibrani itu tidak melanjutkan lagi kisah-kisah yang bersejarah. Tetapi ada suatu hal yang dapat dipastikan, yaitu belum ada perkampungan Israil yang berhasil didirikan kembali di tanah asal mereka di Ara- bia Barat, meskipun agama Yahudi tetap ada di sana dan di Ara- bia Selatan, bahkan sampai kini. Sebagian besar orang-orang Israil yang kembali pada periode Achaemenid mestinya berhasil kembali ke Mesopotamia dan Suria, atau berpencar. Sejak saat itu sampai dengan dihancurkannya Yerusalem di Palestina oleh bangsa Rumawi pada tahun 70 M., arus utama sejarah kaum Yahudi terpusatkan di sekitar Palestina. Mengenai asal mulanya Yudaisme di Arabia Barat agaknya telah dilupakan. Kemungkinan besar terhapusnya kenangan mengenai sejarah mereka di Arabia Barat dalam jangka waktu yang relatif singkat –mungkin tak lebih dari dua atau tiga abad– disebabkan oleh adanya suatu pe- rubahan bahasa, yang pada abad ke-6 S.M. telah menguasai Arabia, Suria dan Mesopotamia. Seperti kita ketahui, dialek-dialek bahasa Kanaan sebagai bahasa Bibel Ibrani, telah banyak dipakai di Ara- bia Barat dan Suria masa itu bersama-sama dengan dialek-dialek bahasa Aram. Kitab-kitab suci Yahudi, kecuali beberapa bagian
  • 34. 28 BAB 2. DUNIA YAHUDI KUNO kitab-kitab karangan nabi-nabi yang kemudian, ditulis dalam ba- hasa Ibrani, bukan bahasa Aram. Tetapi, setelah kira-kira tahun 500 S.M., bahasa Kanaan telah jarang dipergunakan, bahkan mungkin telah punah di Arabia dan Suria; tergeser oleh ballasa Aram yang telah menyebar sampai ke Mesopotamia. Di bawah Achaemenes ba- hasa Aram bahasa resmi pemerintahan kerajaan Persia dan menjadi lingua franca wilayah Timur Dekat. Pergantian bahasa di kawasan ini terus berlanjut sampai pada abad-abad berikutnya, yang sebe- gitu jauh sebagai logat bahasa Semit yang mulai bersaing dengan bahasa Aram di berbagai kawasan di Timur Dekat.19 Sampai pa- da abad-abad permulaan zaman penyebaran agama Nasrani, bahasa Arab, yang pada mulanya merupakan bahasa suku-suku penggem- bala padang pasir Syro-Arabia, telah menggantikan bahasa Aram di sebagian besar Arabia dan Suria serta Mesopotamia, dan pada abad ke-7 atau ke-8 M. hanya tinggal beberapa tempat saja yang masih memakai bahasa di daerah itu. Di Arabia Barat kedua penggeseran bahasa itu dapat dilihat melalui beberapa nama tempat, terutama kota kuno Zeboiim (sbym atau sbyym, bentuk jamak sby, dalam bahasa Ibrani, yang berarti ’gazelle’ (semacam kijang), tergantung pada penyuaraannya). Kota Zeboiim, seperti yang akan dibahas pada Bab 4, menandakan dua kota kembar di daerah pesisir Jizan (Gizan) di daerah pantai sebelah Asir selatan. Kedua kota ini kini masih ada dengan nama Sabya (sby) dan Al-Zabyah (zby). Sabya adalah bentuk bahasa Aram yang telah ditambah akhiran. Sedan- 19 Pergeseran bahasa yang berturut-turut, yang mempengaruhi negara-negara di Timur Dekat yang mengelilingi gurun Suria-Arabia yang luas itu, mestinya berhubungan dengan serangkaian gelombang pendudukan oleh suku-suku pengembara dari gurun tengah di daerah-daerah tetap di sekelilingnya. Ba- hasa Kanaan, tampaknya, adalah bahasa populasi kesukuan dan tetap yang asli di dataran tinggi Barat di tepian gurun Suria-Arabia, di Suria, seperti halnya di Arabia. Penduduk baru gurun, sejak dahulu, memperkenalkan bahasa Aram di sana, dan juga di Mesopotamia. Perkampungan-perkampungan yang menyusul di daerah-daerah sama yang didirikan oleh berbagai suku gurun yang berba- hasa Arab memperkenalkan bahasa Arab. Sebagai sebuah bentuk bahasa induk Semit, bahasa Kanaan, bahasa Aram dan bahasa Arab dapat dipandang seba- gai bahasa-bahasa yang sama tuanya, walaupun secara linguistik bahasa Arab dipandang sebagai yang tertua di antara ketiganya.
  • 35. 29 gkan Al-Zabyah adalah bentuk bahasa Arab dari kata yang sama (sby) dengan kata sandang tertentu bahasa Arab yang telah diberi akhiran. Dengan demikian itulah nama-nama tempat itu menghen- tikan segala proses sejarah. Suatu hal yang sama pentingnya dengan kesimpulan yang telah saya tarik mengenai identitas nama-nama tempat di Arabia Barat dan di negeri-negeri yang dijangkau Bibel ialah dengan punahnya bahasa Bibel Ibrani sebagai bahasa lisan maka pembacaan kitab-kitab su- ci Yahudi itu menjadi suatu problema. Bahasa Ibrani, seperti ke- banyakan bahasa Semit, ditulis dalam bentuk konsonan dan harus diberi tanda-tanda vokal jika kita hendak memahaminya, seperti sudah saya sebutkan. Suatu kekecualian adalah bahasa Akkadia, yaitu bahasa Mesopotamia kuno, yang tulisan kuneiformnya ditulis menurut suku kata bukan menurut alfabet. Perlu diingatkan bah- wa bahasa Ibrani kuno harus dimengerti terlebih dahulu sebelum diberi vokal menggunakan tanda-tanda vokal yang tepat dan den- gan menggunakan konsonan-konsonan ganda. Oleh sebab itu, pada permulaan era Achaemenid orang-orang Yahudi Palestina dan Ba- bilonia, karena mereka tidak mengetahui bagaimana tulisan-tulisan Ibrani itu seharusnya dibaca, tampaknya mereka mendasarkan be- berapa penambahan vokal terhadap tulisan-tulisan itu kepada ba- hasa Aram yang mereka pakai.20 Di dalam teks-teks yang mere- ka akui terdapat banyak nama tempat yang berhubungan dengan lokasi-lokasi di Arabia Barat yang asing bagi mereka. Terlebih lagi, di Arabia Barat sendiri, kaum Yahudi pada sekitar tahun 500 S.M. telah mengalami kemunduran, sehingga tidak ada lagi orang-orang yang cukup terpelajar di antara mereka untuk membenarkan sesama kaum Yahudi dari Palestina dan Babilonia dalam tafsiran geografis 20 Sebuah tanda dari ini (di samping bunyi-bunyi vokal) adalah pemakaian pelunakan dari k tidak bersuara dalam bahasa Aram, jika didahului oleh sebuah vokal, menjadi bunyi desahan h (dgn topi bawah) tidak bersuara, yang tidak pernah diakui kebenarannya oleh penyuaraan yang sebenarnya dari nama-nama tempat menurut Bibel di Arabia Barat yang bertahan, yang menempatkan h (dgn topi bawah) selalu merupakan suatu pengucapan alternatif dari bunyi de- sahan yang lain, yaitu h (dgn titik bawah).
  • 36. 30 BAB 2. DUNIA YAHUDI KUNO mereka. Pula, orang-orang Yahudi dari Arabia Barat ini hanya be- ragama Yahudi saja dan tidak merupakan kelompok etnis ataupun mempunyai pandangan politik orang-orang Israil; dan mereka tidak lagi berbahasa Ibrani kuno, dan dalam waktu yang singkat bahasa mereka berubah menjadi bahasa Arab. Sudah pasti orang-orang Yahudi di Arabia Barat masih mempunyai kenangan mengenai ke- hidupan mereka yang dahulu sebagai bangsa Israil; 21 akan tetapi menjelang akhir era Achaemenid, hubungan mereka dengan kaum Yahudi lainnya di luar Arabia tidak teratur dan mereka mengala- mi kesulitan dalam menyampaikan secara efisien apa yang mere- ka ingat. Pada waktu umat-umat Yahudi Palestina dan Babilonia menetapkan bentuk-bentuk pembacaan Kitab Bibel Ibrani dengan mempergunakan tanda-tanda vokal, yang dimulai pada sekitar abad ke-16 M. (lihat Bab 2), telah lama orang meninggalkan pemakaian bahasa Ibrani atau dialek-dialek bahasa Kanaan lainnya, dan asal mula Yudaisme di Arabia pun telah lama dilupakan. Faktor lain yang mungkin menyebabkan kaum Yahudi melupakan sejarah mereka di Arabia Barat bersangkutan dengan perkemban- gan politik di Arabia Barat dan juga di Palestina setelah runtuh- nya kerajaan Israil kuno. Di Arabia Barat, kemunduran yang di- alami kerajaan Achaemenid yang sudah mulai terlihat pada tahun 400 S.M., mendorong munculnya perkumpulan-perkumpulan poli- tik baru, terutama perkumpulan politik bangsa Minaean (Ma’in), di daerah tempat kerajaan Israil pernah berjaya. Karena tersebar di antara perkumpulan-perkumpulan politik baru ini, yang beberapa di antaranya dibentuk secara politis sebagai kerajaan-kerajaan, kaum- kaum Yahudi Arabia Barat kehilangan sifat nasionalisme mereka. 21 Sejumlah suku Arabia Barat, yang kini bukan merupakan kaum Yahudi, menegaskan bahwa kemungkinan kecil mereka pada mulanya merupakan orang- orang Yahudi, dan ada keyakinan setempat bahwa tanah Bibel para nabi terletak di sana. Adat dan pengetahuan kesukuan Arab mengingatkan bahwa kaum Yahudi menempati pegunungan Hijaz (sic) sewaktu bangsa Arab masih berada di gurun pasir, dan bahwa kaum Yahudi-lah yang pertama kali memelihara unta. Lihat Alois Musil, The Manners and Customs of the Rwala Bedouins (New York, 1928), hal. 329-330.
  • 37. 31 Perkembangan di Palestina agaknya berbeda dengan yang terjadi di Arabia Barat. Sampai pada tahun 330 S.M., penjajahan Alexan- der Agung telah menghancurkan kerajaan Persia; setelah wafat- nya Alexander panglima-panglimanya mendirikan kerajaan-kerajaan baru di daerah yang dahulunya merupakan wilayah-wilayah kekuasaan kerajaan Achaemenid. Salah satu dari kerajaan Hellenis ini adalah kerajaan Ptolemi dengan pusatnya di Mesir yang beribukotakan Alexandria. Satu lagi kerajaan yang terbentuk adalah kerajaan Se- leucid, yang akhirnya berpusatkan di daerah Suria dan ibukotanya di Antioch. Penguasaan atas Palestina pada mulanya diperebutkan antara, kerajaan Ptolemi dan Seleucid, dan akhirnya jatuh ke tangan kerajaan Seleucid; akan tetapi kerajaan Ptolemi tidak putus hara- pan dalam tekadnya untuk menguasai kembali atau mempengaruhi negara itu. Pada abad ke-2 S.M., orang-orang Yahudi Palestina mempergunakan kesempatan yang ada selagi adanya pertikaian atas tanah mereka, dan mereka mengadakan suatu pemberontakan (yang dimulai pada tahun 167 S.M.) dan berhasil memerdekakan negara mereka dari kekuasaan pemerintahan kerajaan Seleucid pada tahun 142 atau 141 S.M. Para pemimpin pemberontakan ini, yang berasal dari perkumpulan kependetaan Hasmonia (Hasmonaean), mengam- bil alih kekuasaan atas Yerusalem Palestina; di tempat ini terdapat kuil yang pada waktu itu mungkin sudah dianggap kaum Yahudi sedunia sebagai tempat perlindungan yang tersuci. Dengan berg- erak melalui serangkaian aksi-aksi militer yang sukses, orang-orang Hasmonia ini juga memperluas wilayah kekuasaan kaum Yahudi di Palestina, sehingga akhirnya tidak hanya seluruh negeri itu saja yang dikuasainya, bahkan juga bagian Selatan Galilee di Utara dan daer- ah perbukitan sebelah Timur sungai Yordan dan Laut Mati. Orang-orang Hasmonia ini, pada era mereka, menganggap diri mere- ka sebagai keturunan sah bangsa Israil kuno, dan kerajaan mere- ka bertahan sampai pada kedatangan bangsa Rumawi pada tahun 37 S.M., yang menyusun kembali daerah kekuasaan mereka seba- gai ’client-kingdomnya’ kerajaan Rumawi dengan nama ’Judaea’ yang artinya ’tanah kaum Yahudi’, dengan Herod Agung (wafat
  • 38. 32 BAB 2. DUNIA YAHUDI KUNO pada tahun 4 S.M.) sebagai raja. Herod ini kemudian memper- baiki kuil Yerusalem Palestina, yang kemudian dihancurkan oleh bangsa Rumawi sewaktu mereka merampok kota itu pada tahun 70 M., dan mengakibatkan tersebarnya penduduk Judaea. Tak lama kemudian, bangsa Rumawi, di bawah pimpinan Hadrian, memban- gun kembali kota ini dan menamakannya Aelia Capitolina, nama Aelius diambil dari salah satu nama Hadrian. Akan tetapi ada pu- la kemungkinan bahwa nama ini adalah bentuk Semit dari nama Aelia, yang merupakan nama asli tempat ini sebelum diberi nama Yerusalem, untuk mengingatkan kembali pada kota Yerusalem di Arabia Barat. Aelia, dalam bentuk Semit aslinya dapat berarti ’benteng’ (bandingkan dengan kata ’yl dalam bahasa Ibrani, yang berarti kekuatan), walaupun ini belum dapat dipastikan. Namun, yang dapat dipastikan adalah bahwa orang-orang Arab pada zaman dahulu mengenal kota ini bukan dengan nama Yerusalem, melainkan Iliya (’yly’) sebelum mereka memanggilnya ’tempat suci’, Bayt al- Muqqadas, Bayt al-Maqdis ataupun hanya al-Quds. Tanpa mempermasalahkan nama asli kota Yerusalem Palestina, ko- ta ini kemudian telah dikenal sebagai kota Yerusalem Daud dan Sulaiman yang asli pada era Hasmonia dan bahkan mungkin jauh sebelumnya. Sama halnya dengan Palestina yang pada waktu yang sama telah dikenal sebagai tanah asal Bibel Ibrani. Dan pada saat itu pun sudah ada anggapan yang kuat bahwa lokasi-lokasi geografis dari cerita-cerita bersejarah dalam Kitab Bibel sebagian besar hanya mencakup bagian Utara dari daerah Timur Dekat, yaitu Mesopotamia Suria dan Mesir, bukan Arabia Barat. Ada kemungkinan sebuah kerajaan Yahudi di Arabia pada era orang- orang Hasmonia, yaitu kerajaan Himyar di Yaman yang mengalami kemakmuran dari tahun 115 S.M. sampai abad ke-6 M. Dua orang raja Himyar terakhir diketahui sebagai penganut-penganut agama Yahudi, tetapi kesalahan mereka sampai kini belum dapat dijelaskan secara meyakinkan. Tidak ada bukti-bukti bahwa mereka adalah umat Yahudi, seperti apa yang dikatakan oleh tradisi kuno Arab. Sejarawan Flavius Josephus, akan kita bicarakan nanti, sadar akan
  • 39. 33 adanya orang-orang Yahudi kuno di Arabia, tetapi ia tidak memberi penjelasan mengenai hal ini. Orang-orang Hasmonia mungkin senga- ja menafsirkan kembali lokasi-lokasi geografis dalam Bibel berkenaan dengan Palestina guna mengesahkan status mereka sebagai orang Yahudi, jika status mereka diragukan oleh para raja Yahudi Ara- bia di Himyar. Tentu saja ini hanya merupakan sebuah dugaan saja, akan tetapi berkenaan dengan argumentasi saya, hal ini sangat mungkin terjadi. Apakah adanya sebuah kerajaan Yahudi di Yaman atau tidak, bukan- lah hal yang amat penting, tetapi dari kitab Septuaginta, yaitu ter- jemahan kitab-kitab Yahudi ke dalam bahasa Yunani yang dibuat pada era kerajaan Yunani Kuno dan pada awal era kerajaan Ru- mawi, jelas terbukli bahwa pada zaman Hasmonia itu Arabia Barat tidak lagi dipandang sebagai tanah asal Kitab Bibel Ibrani. Ini je- las terlihat dalam bagaimana nama-nama topografis Arabia Barat seperti ksdym, nhrym, prt dan msrym, berubah masing-masing men- jadi Kaldia (Chaldaean), Mesopotamia, Efrat dan Mesir. 22 Lebih lagi, kita dapat mendapatkan bukti-bukti tambahan untuk mem- perkuat dugaan ini melalui gulungan-gulungan kertas dari Laut Mati (Dead Sea scrolls). Di sini kita menemukan suatu karya orang Aram yang mendetil dari sebuah tulisan di dalam Kitab Bibel yang menyebutkan nama-nama tempat di sebelah Utara daerah Timur Dekat. Karena begitu besar kesuksesan politik kaum Yahudi di Palestina, yang berlangsung selama 200 tahun, maka dalam waktu yang singkat saja telah terhapus semua kenangan mengenai tanah Arabia Barat sebagai tanah asal Israil. Josephus, dalam karyanya The Antiqui- ties of the Jews –yang merupakan bangsanya sendiri– tidak lama setelah tahun 70 M., menganggap Palestina adalah tanah asal mere- ka, dan sejak waktu itu tidak ada yang menyimpang dari dugaan 22 Mengenai nhrym dan prt, lihat di atas, Catatan 3 dan 11. Mengenai ksdym, lihat Bab 13. Walaupun msrym dalam Bibel kadang-kadang menunjukkan Mesir, lebih sering kata ini menandakan sebuah kota atau wilayah di Arabia Barat, di pedalaman Asir, lihat Bab 4, 13 dan 14.
  • 40. 34 BAB 2. DUNIA YAHUDI KUNO ini yang agaknya memang masuk akal. Berabad-abad kaum Yahu- di dan Kristen yang berziarah mengikuti jejak pengembaraan para nabi dan nenek moyang Israil mereka melintasi tanah bagian Utara Timur Dekat, antara sungai Furat dan sungai Nil, dan mengenali lokasi-lokasi bersejarah menurut Bibel dengan kota-kota atau rerun- tuhan di Palestina. Saat ini arkeologi Bibel didasarkan pada daerah yang sama, dan para sejarawan masih melanjutkan penelitian mere- ka terhadap sejarah dunia Bibel pada zaman Bibel –yang bertentan- gan dengan sejarah kaum Yahudi, di Palestina dan bukan di Arabia Barat. Sebagai akibat, jika seseorang meneliti kembali kepustakaan yang telah dibuat oleh para sarjana dan ahli-ahli purbakala dalam 100 tahun belakangan ini, kita sadar akan adanya suatu ironi: bebera- pa teks Bibel Ibrani tetap diperdebatkan, namun geografinya tidak diganggu gugat lagi. Jadi kenyataannya, biarpun daerah Utara wilayah Timur Dekat telah diselidiki dengan seksama oleh serangka- ian generasi ahli-ahli purbakala, dan setelah adanya penemuan, peneli- tian dan penanggalan atas peninggalan-peninggalan dari berbagai peradaban yang telah dilupakan, belum ada bukti yang jelas yang diketemukan yang berhubungan langsung dengan sejarah dunia Bibel.23 Lagi pula dari ribuan nama tempat yang tertera dalam Kitab Bibel Ibrani, hanya beberapa di antaranya yang secara linguistik dapat diidentifikasikan. Ini sangatlah luar biasa, mengingat nama-nama tempat di sana, seperti di seluruh Suria, selama sebagian besar zaman kuno adalah dalam bentuk bahasa Kanaan dan Aram dan bukan dalam bentuk bahasa Arab. Bahkan dalam beberapa kasus tempat-tempat di Palestina memakai nama-nama menurut Bibel, koordinat tempat-tempat tersebut menurut perhitungan jarak atau 23 Pekerjaan para ahli purbakala Keinjilan di Palestina sebenarnya menjadi sasaran kecaman-kecaman keras. Menulis pada tahun 1965, Frederick V. Winnet mengatakan bahwa ’fondasi dari beberapa gedung besar yang didirikan oleh para sarjana Perjanjian Lama baru-baru ini ... berada dalam keadaan yang buruk dan memerlukan reparasi yang ekstensif’. (Journal of Biblical Literature, 84 (1965); halaman 1-19). Pandangan Profesor Winnet didukung oleh beberapa ahli Keinjilan ternama lainnya seperti J. Maxwell Miller dan H.J. Franken.
  • 41. 35 letaknya pun tidak cocok dengan lokasi-lokasi di Palestina. Sebuah kejadian yang patut diperhatikan berkenaan dengan Beersheba di Palestina (lihat Bab 4), sebuah kota yang namanya terkemuka di dalam kisah-kisah kitab Kejadian, dan karena itu asal mula kota ini mestinya paling tidak dari akhir Zaman Perunggu, tempat peng- galian arkeologis menemukan persis di tempat itu barang-barang kuno yang bertanggal paling tidak dari akhir periode kerajaan Ru- mawi. Karena seluruh sejarah Timur Dekat kuno sebagian besar diselidiki berhubungan dengan penelitian atas Bibel Ibrani, maka sejarah ini sampai sekarang masih banyak mengandung ketidakpastian, seperti halnya dengan ’Ilmu Pengetahuan Bibel’ modern. Catatan-catatan kuno Mesir dan Mesopotamia, jika dibaca dengan bantuan teks-teks Kitab Bibel yang kiasan-kiasan topografisnya dianggap berhubun- gan dengan Palestina, Suria, Mesir atau Mesopotamia, telah se- cara teliti disesuaikan dengan prasangka-prasangka para ahli sejarah Kitab Bibel. Cara yang sama seperti itu juga diterapkan dalam penterjemahan catatan-catatan kuno (seperti catatan-catatan kuno dari Ibla, di sebelah utara Suria), yang oleh para arkeolog masih ditemukan di negara-negara di Timur Dekat. Bangsa-bangsa kuno Timur Dekat seperti bangsa Filistin, bangsa Kanaan, bangsa Aram, bangsa Amorite, bangsa Horite, bangsa Hittit (berbeda dengan bangsa kuno dari Suria Utara dengan nama yang sama) dan bangsa-bangsa lainnya, tanpa adanya bukti-bukti yang kuat telah ditentukan se- cara geografis pada daerah-daerah yang bukan merupakan wilayah- wilayah mereka. Lebih lagi, sejumlah bangsa ini, yang namanya berasal dari teks-teks Bibel, di tentukan secara tidak benar sebagai pemakai bahasa-bahasa yang sebenarnya tidak mereka pakai, atau sebaliknya. Sarjana-sarjana modern tetap bersikeras, misalnya, bah- wa bangsa Filistin dalam Bibel merupakan orang-orang laut ’non- Semit’ yang misterius, dan hal ini sangatlah aneh mengingat bahwa nama-nama kepala suku dan bahwa dewa mereka, Dagon, (dgn, yang berarti ’jagung, padi’) di dalam teks-teks Bibel adalah nama-nama ’Semit’ (yang jelas merupakan nama-nama Ibrani).
  • 42. 36 BAB 2. DUNIA YAHUDI KUNO Walaupun banyak masalah seperti di atas yang masih kurang jelas dan masih dapat diperdebatkan, namun ada dua hal yang sudah da- pat dipastikan. Pertama, belum diketemukan bukti-bukti mengenai asal mulanya orang-orang Iberani di Mesopotamia dan dugaan men- genai adanya migrasi orang-orang ini dari Mesopotamia menuju ke Palestina dengan jalan melewati Suria Utara. Kedua, sampai kini belum ada tanda-tanda yang ditemukan mengenai adanya tawanan orang-orang Israil di Mesir, walaupun pernah adanya dalam sejarah, suatu emigrasi besar-besaran orang-orang Israil dari Mesir.24 Kita juga dapat mencatat, secara sepintas, bahwa para ahli Bibel itu masih memperdebatkan masalah keluarnya kaum Israil dari Mesir menuju ke Palestina melewati Sinai yang belum terbukti secara memuaskan (mengenai hal ini, lihat observasi terhadap Gunung Horeb, Bab 2). Dengan penemuan-penemuan yang telah saya dapati, ini bukan- lah suatu hal yang mengagetkan. Para ahli Bibel telah mencari bukti-bukti di tempat yang salah. Mereka menganggap geografi Bibel Ibrani benar dan meragukan kebenarannya sebagai kitab se- jarah. Menurut hemat saya, cara yang lebih produktif ialah den- gan membenarkan isi sejarah Bibel Ibrani dan meragukan isi ge- ografinya, seperti yang telah saya lakukan pada halaman-halaman yang berikut. Di antara golongan-golongan orang Timur Dekat, nampaknya hanya kaum Israil saja yang mempunyai kesadaran ta- jam akan sejarah, atau setidak-tidaknya merupakan satu-satunya yang memahami dan menceritakan sejarah mereka secara lengkap 24 Goshen (gsn), Pithon (ptm), dan Raamses (r’mss) yang disebut dalam kitab Kejadian dan kitab Keluaran sehubungan dengan menetapnya masyarakat Israil di tanah msrym belum pernah ditempatkan secara memuaskan di Mesir (lihat catatan dalam J. Simons, The Geographical annd Topographical Texts of the Old Testament... (Leiden, 1959; seterusnya disebut Simons), yang melakukan beber- apa pengenalan percobaan). Ada dua kemungkinan untuk Goshen (Ghatan, gtn, dan Qashanin, qsnn, jamak dari qsn), sebuah Pithom (Al Futaymah, ptym, tanpa vokal ptm) dan sebuah Raamses (Masas, mss) masih dapat dijumpai di pedalaman Asir, di wilayah msrym Arabia Barat. R’ yang pertama dalam r’mss (Raamses) mungkin adalah nama seorang dewa. Dalam bentuk Ra’ atau Ra’i, r’ itu tampil sebagai bagian pertama dari sejumlah nama tempat Arabia Barat.
  • 43. 37 dan mudah dimengerti. Kitab-kitab suci mereka, pada hakekatnya merupakan potret diri bersejarah yang digambarkan secara jelas dan mendetil. Memang benar bahwa kisah-kisah dalam kitab Kejadian lebih bersifat proto-historikal daripada historikal, dan lebih meru- pakan catatan-catatan tentang orang Israil dan anggapan mereka sebagai bangsa itu daripada tentang asal mula mereka. Tapi tidak- lah mustahil bahwa leluhur Ibrani orang-orang Israil itu pada suatu waktu berasal dari sebuah suku yang terperangkap dan dipaksa kerja di suatu tempat yang bernama msrym –yang mungkin bukan Mesir; kalau mereka mengadakan migrasi besar-besaran dari tempat itu, di bawah seorang pemimpin yang bernama Musa yang mengatur mere- ka dalam suatu kelompok keagamaan dan memberi mereka hukum- hukum yang harus diperhatikan oleh mereka; kalau mereka melintasi sebuah tempat yang bernama h-yrdn –yang mungkin bukan sungai Yordan– di bawah pimpinan seseorang yang bernama Yosua, un- tuk menetap di suatu tempat dan di situ mereka akhirnya mencapai suatu penguasaan politik atas daerah itu; kalau mereka tinggal di sana untuk beberapa waktu sebagai suatu konfederasi yang longgar dari suku-suku di bawah pimpinan kepala-kepala suku yang dise- but ’Hakim-hakim’, dan terus menerus berperang dengan suku-suku dan kelompok-kelompok lain yang tinggal di antara mereka, kalau mereka pada akhirnya tersusun secara politis menjadi sebuah ’ker- ajaan’ di bawah pimpinan Saul; kalau kerajaan ini dikembangkan dan diberi suatu penyusunan dasar oleh Daud, yang selain seorang prajurit yang ulung juga merupakan seorang penyair, dan mencapai puncak kejayaannya di bawah Sulaiman anak Daud, seseorang yang terkenal akan kearifan dan kepandaiannya. Memang semestinya jika tidak ada orang yang meragukan bahwa seluruh sejarah Israil, sete- lah wafatnya Sulaiman, berjalan seperti yang tertulis dalam Kitab Bibel Ibrani. Tetapi jika kita menganggap bahwa segenap kejadian dalam sejarah ini berlangsung di Palestina, dan mempelajari Bibel menurut anggapan ini, maka akan timbul kebingungan dan sejum- lah pertanyaan yang tak mampu terjawab akan tak terhitung lagi banyaknya. Kalau saja kita menggeser geografi dalam Bibel dari Palestina ke Arabia Barat, maka tidak banyak kesukaran yang akan
  • 44. 38 BAB 2. DUNIA YAHUDI KUNO tersisa. Kalau kita menimbang kembali catatan-catatan kuno Mesir, Babilonia dan Suria menurut konteks geografi ini, maka semuanya akan cocok pada tempat mereka. Panorama sejarah dalam Bibel Ibrani yang sendirinya menceritakan kisah lengkap sebuah bangsa Timur Dekat, menjadi petunjuk terhadap penyelesaian teka-teki ru- mit sejarah Timur Dekat kuno,25 dan bukan panorama sejarah itu sendiri yang merupakan sebuah teka teki yang rumit. Seluruh argumentasi dalam bab pengenalan ini berpusat pada dalil yang menyatakan bahwa tanah asal Israil dan tanah kelahiran Yu- daisme adalah Arabia Barat, bukan Palestina. Dalam buku ini con- toh teks-teks dari Kitab Bibel akan diuraikan dengan cara menye- lidiki nama-nama tempat secara toponimis guna membuktikan kebe- naran dalil ini –suatu fakta yang semoga sewaktu-waktu akan dap- at diperkuat oleh penemuan-penemuan arkeologis pada lokasi-lokasi tersebut. Secara ideal, seluruh teks Bibel Ibrani seharusnya diu- raikan dengan cara yang sama seperti di atas, akan tetapi ini memer- lukan jangka waktu yang sangat lama sekali. Andaikata para pem- baca bingung dengan apa yang dikatakan oleh buku ini, perlu dije- laskan bahwa walaupun Bibel Ibrani menceritakan sejarah orang- orang Israil kuno di Arabia Barat, bukan berarti agama Yahudi tidak mempunyai dasarnya di Palestina, karena sebenarnya dasarnya adalah di sana. Kitab Bibel Ibrani yang ditulis di Arabia Barat lebih banyak berkenaan dengan urusan-urusan kaum Israil di daerah itu, dan bukan dengan kaum Yahudi di tempat-tempat lain. Seperti yang telah dikatakan tadi, ada petunjuk-petunjuk dari Kitab Bibel mengenai tumbuhnya sebuah pemukiman Yahudi yang kuat di Palestina yang dimulai pada sekitar abad ke-10 S.M. Ada pu- 25 Lain dari Bibel Ibrani, yang mengisahkan cerita lengkap kaum Israil kuno dari asal mulanya yang legendaris sampai pada abad ke-5 S.M., catatan- catatan bersejarah lainnya dari pelbagai negara di Timur Dekat hanya menceri- takan potongan-potongan sejarah –daftar-daftar para raja, kisah-kisah ekspedisi militer tertentu, perjanjian-perjanjian perdamaian dan hal-hal yang seperti itu– dan tak pernah mengisahkan cerita-cerita lengkap mengenai suatu bangsa, ne- gara atau kerajaan tertentu.
  • 45. 39 la bukti-bukti yang berupa dokumentasi-dokumentasi yang didapat dari luar Bibel Ibrani yang membuktikan adanya orang-orang Yahu- di di negara-negara Timur Dekat –seperti daerah Utara Mesir26 – sejak zaman kuno. Teks-teks kanonik Bibel Ibrani, yang mereka membicarakan cukup mendetil tentang orang-orang Yahudi di luar Arabia Barat, hanya melakukannya sehubungan dengan penawanan orang-orang Israil oleh kerajaan Babilonia. Rekonstruksi sejarah Yahudi yang mula-mula di Palestina tidak mungkin didapat melalui teks-teks ini, ataupun melalui catatan-catatan lain yang ada sampai sekarang. 26 Lihat terjemahan papirus-papirus Aram dari abad ke-5 S.M. yang berkenaan dengan masyarakat Yahudi Elephantine (nampaknya sebuah koloni militer dari zaman Achaemenid) dalam Pritchard, hal. 491-493, 548-549. Sejumlah papirus tersebut menyinggung masalah orang-orang Yahudi yang berbahasa Aram yang menetap di sana pada zaman purbakala. Yang menarik adalah bahwasanya papirus-papirus ini berbicara mengenai orang-orang Yahudi, bukan orang-orang Israil.
  • 46. 40 BAB 2. DUNIA YAHUDI KUNO
  • 47. Bab 3 Masalah Metode Dalam mempelajari sesuatu kita harus belajar melupakan; didalam bidang penyelidikan Kitab Bibel ini sangat mutlak. Karena bahasa yang dipakai dalam Bibel Ibrani telah lama tidak dipergunakan la- gi, beberapa waktu setelah abad ke-6 atau ke-5 S.M., maka tidak mungkin kita mengetahui pengucapan serta pemberian tanda vokal aslinya seperti yang dipergunakan orang-orang dahulu itu. Kita pun tidak mengetahui apa-apa tentang orthografi, tatabahasa, sintaksis serta langgam suaranya. Perbendaharaan kata di Kitab Bibel Ibrani yang kita ketahui sangat terbatas pada kata-kata yang tertera dalam teks-teks Kitab Bibel itu. Memang benar, bahasa Ibrani para rabbi (pendeta Yahudi) telah memperlengkapi kita dengan perbendaharaan kata dari Bibel Ibrani yang sebagian didasarkan pada perbendaharaan kata kuno Kitab Bibel dan sebagian lagi dipinjam dari bahasa Aram dan bahasa- bahasa lain. Akan tetapi kita harus mengingat bahwa bahasa Ibrani para rabbi Yahudi itu bukanlah suatu bahasa lisan; bahasa ini meru- pakan suatu bahasa kesarjanaan saja. Lagi pula, banyak kata di dalam Kitab Bibel yang hanya timbul sekali atau dua kali saja se- 41
  • 48. 42 BAB 3. MASALAH METODE hingga arti kata-kata itu masih dapat diperdebatkan.1 Oleh sebab itu, untuk membaca dan mengerti Bibel Ibrani kita harus melakukan- nya menurut tradisi para pendeta Yahudi atau dengan cara mem- pelajari bahasa-bahasa Semit lainnya yang masih dipakai. Saya telah memakai cara yang kedua, mendasarkan penafsiran saya pada bahasa Arab, dan dalam beberapa hal pada bahasa Suryani, yang merupakan bentuk modern bahasa Aram kuno. Pendeknya, saya telah memperlakukan bahasa Ibrani sebagai bahasa yang sebenarnya sudah tak dikenal lagi dan yang perlu diungkapkan kembali, bukan lagi sebagai bahasa yang teka-teki dasarnya telah dipecahkan. Berkat kejujuran kesarjanaan kaum Masoret atau tradisional Yahu- di, teks-teks dalam bentuk konsonan Bibel Ibrani itu telah ditu- runkan kepada kita dari zaman kuno dalam keadaan yang hampir dalam keadaan utuh. Sayang, sarjana-sarjana modern jarang yang menghargai hal ini. Seringkali, bila mereka gagal dalam memaha- mi sebuah kutipan dari Kitab Bibel, karena prasangka-prasangka terhadap konteks geografisnya, mereka dengan salah menganggap bahwa teks-teks itu telah diubah, seperti halnya seorang pekerja yang tidak terampil menyalahkan alat-alatnya. Memang benar, be- berapa kitab dalam Bibel Ibrani itu merupakan kumpulan sumber naskah yang lebih tua dan yang telah disusun kembali. Ini tidak di- ragukan lagi. Tetapi mungkin saja berbagai kitab teks Bibel kanon- ik yang ada pada kita, telah dalam bentuknya yang sekarang ini se- 1 Slg dalam Bibel contohnya, yang timbul tidak kurang dari 18 kali dalam pelbagai teks Bibel, biasanya dianggap berarti ’salju’, kecuali dalam Ayub 9:30, kata ini tidak jarang diterjemahkan sebagai bahan pembersih atau obat pe- mutih, mungkin sejenis tanaman (soapwort). Yang terakhir ini kemungkinan adalah konotasi dari slg dalam sebutan-sebutan Bibel yang lain, terutama dalam Mazmur 51:9. Dalam konteks ini, ’Bersihkanlah aku dengan Hyssop, dan aku akan menjadi lebih putih dari salju (tkbsny w-m-slg ’lbyn)’ mungkin seharus- nya secara lebih tepat diterjemahkan menjadi: ’Engkau akan membersihkan aku dengan hyssop, dan aku akan menjadi bersih; engkau akan memandikan aku, dan dari tanaman ’soapwort’ aku akan menjadi putih’. Dua buah pembersih –pembersih hyssop dan akar-akar pencuci dari tanaman ’soapwort’– jelas adalah apa yang dibicarakan baris ini. Mengenai tanaman ’soapwort’ Arab, lihat di bawah.
  • 49. 43 belum runtuhnya kerajaan Israil, yaitu paling lambat pada abad ke-5 atau ke-6 S.M. Dugaan ini timbul dengan adanya kenyataan bahwa Bibel Ibrani telah diterjemahkan secara keseluruhan ke dalam ba- hasa Aram (kitab-kitab Targum) pada zaman Achaemenid, dan ke dalam bahasa Yunani (kitab Septuaginta) pada awal periode Helle- nis. Gulungan kertas Laut Mati, yang telah begitu banyak menarik perhatian dalam dasawarsa belakangan ini, jauh lebih muda diband- ingkan dengan kedua terjemahan itu. Oleh sebab itu gulungan ker- tas Laut Mati mungkin dapat berguna dalam studi mengenai aga- ma Yahudi Palestina pada zaman Rumawi; akan tetapi tidak akan dapat banyak menolong dalam pemecahan teka-teki Kitab Bibel Ibrani. Kita kini mengetahui bahwa Bibel Ibrani yang mula-mula ditulis dalam bentuk konsonan. Kemudian diberi vokal, dengan memper- gunakan tanda-tanda vokal khusus, oleh kaum Masoret Palestina dan Babilonia antara abad ke-6 dan ke-9 atau ke-10 tahun Masehi. Dengan kata lain, mereka yang melakukan ini sebenarnya menyusun kembali sebuah bahasa yang telah tidak dipergunakan lagi sela- ma seribu tahun atau lebih. Kaum Masoret ini apakah mereka berbahasa Aram atau tidak, melakukan tugas mereka dengan selu- ruh pengetahuan yang mereka miliki. Karena mereka menghor- mati Bibel sebagai kitab suci, maka dapat dipastikan bahwa mereka berhati-hati agar tidak mengubahnya, dan membiarkan teks kon- sonannya seperti apa adanya, sekalipun mereka menemukan sebuah kutipan yang menurut mereka tidak masuk akal. Mereka hanya men- catat bilamana ada atau sepertinya ada kejanggalan-kejanggalan dalam ejaan atau tata bahasa, dan tampaknya tidak ada usaha- usaha yang disengaja untuk membetulkan kejanggalan-kejanggalan itu. Ironisnya, jika para ahli Bibel modern berhati-hati seperti hal- nya para leluhur Masoret mereka, maka Ilmu Pengetahuan Bibel modern tidak akan membingungkan seperti sekarang ini, dan proses mempelajari yang sebenarnya bidang ini tidak perlu begitu banyak melupakan apa yang telah diketahui. Teks-teks suci, pada umumnya, dipelihara dalam bentuk aslinya
  • 50. 44 BAB 3. MASALAH METODE oleh mereka yang taat dan setia dalam agama apa pun, sehingga hampir tidak berubah. Diturunkan melalui tradisi, seperti halnya teks-teks suci, nama-nama tempat juga jarang berubah, paling tidak dalam struktur dasarnya, beberapa pun lamanya proses penurunan ini berlangsung. Jarang sekali nama-nama itu diubah, akan tetapi jika ini terjadi, nama-nama tua itu tetap dikenang oleh masyarakat, dan lebih sering dipergunakan kembali pada suatu saat. Bertahannya nama-nama tempat inilah yang memungkinkan saya untuk melakukan suatu analisa toponimis, dan terkadang memberi lebih banyak informasi mengenai geografi Bibel Ibrani daripada yang dapat kita peroleh melalui arkeologi. Dalam hal-hal tertentu, studi mengenai nama-nama tempat dan arkeologi mempunyai tujuan yang sama kecuali dalam satu perbedaan yang penting. Kalau penemuan- penemuan arkeologis itu bisu, jika terdapat inskripsi-inskripsi apa pun adanya, maka nama-nama tempat dapat berbicara dengan jelas. Maksud saya, bukan hanya memberitahu kita apa sebenarnya nama- nama tempat itu, bagaimana diucapkan, apa arti dan dari bahasa atau jenis bahasa mana asalnya. Tanpa adanya inskripsi, penemuan- penemuan arkeologi sangatlah sulit untuk ditafsirkan, begitu sulit- nya sampai-sampai pertengkaran di antara para arkeolog, mengenai arti sejarah suatu penemuan tertentu, seringkali memburuk menja- di permusuhan pribadi. Walaupun nama-nama tempat tidak mem- berikan informasi sebanyak yang dihasilkan oleh penggalian-penggalian arkeologis, namun apa yang diberikan paling tidak merupakan suatu kepastian yang relatif atau mutlak. Saya akan mengemukakan sebuah contoh. Kalau seseorang mene- mukan sekelompok nama-nama tempat di Arabia Barat yang be- rasal dari sebuah bahasa yang bentuk konsonannya sama dengan bahasa Yahudi yang dipakai dalam Bibel atau bahasa Aram yang dipakai dalam Bibel, maka orang itu dapat menyimpulkan bahwa bahasa-bahasa yang sama atau serupa dengan bahasa Aram atau Yahudi Bibel pernah dipergunakan di Arabia Barat, meskipun ba- hasa Arablah yang merupakan bahasa sehari-hari di sana selama 2000 tahun. Kalau dapat lebih jauh lagi dibuktikan bahwa nama-
  • 51. 45 nama tempat menurut Bibel, apa pun asal linguistiknya, terdapat pula di Arabia Barat yang sampai kini masih ada, sedangkan hanya sedikit yang tertinggal di Palestina, maka dapat dimaklumi jika kita bertanya: apakah Bibel Ibrani lebih merupakan catatan mengenai perkembangan sejarah di Arabia Barat daripada di Palestina? Dalam suatu usaha untuk menjawab pertanyaan itu, strategi yang saya pergunakan pada halaman-halaman berikutnya adalah dengan membandingkan sekelompok nama-nama tempat Semit kuno, yang dalam Kitab Bibel ditulis dalam ejaan Ibrani, dengan nama-nama tempat yang benar-benar ada di Asir dan selatan Hijaz, yang oleh kamus-kamus geografi Arab Saudi modern ditulis dalam ejaan Arab. Kira-kira sudah 3000 tahun waktu yang memisahkan bentuk Bibel itu dari nama-nama tempat ini dengan persamaannya yang kini masih ada. Ini merupakan jangka waktu yang sangat lama, lebih dari satu pergeseran bahasa yang mestinya terjadi di daerah-daerah di Timur Dekat, apalagi dengan adanya peralihan dialek-dialek pada setiap tahap. Maka dari itu, bagi saya yang mengherankan adalah bukan kenyataan bahwa nama-nama tempat menurut Bibel telah mengalami perubahan; tetapi bahwasanya nama-nama itu tetap ada dalam bentuk Arab yang mudah dikenali. Adalah wajar jika nama-nama tempat menurut Bibel di Arabia Barat telah mengalami perubahan pada fonologi dan morfologinya, setelah hampir 3000 tahun. Pada awal buku ini, sebuah catatan yang berjudul ’Perubahan bentuk Konsonan, menunjukkan bagaimana konsonan-konsonan tertentu dalam bahasa Ibrani dapat menjadi konsonan-konsonan lain dalam bahasa Arab dan sebaliknya. Catatan yang sama memperlihatkan pula seringnya terjadi metatesis (pin- dahnya huruf-huruf konsonan dalam suatu kata) antara bahasa-bahasa Semit dan bahkan antara dialek-dialek dalam bahasa yang sama. Sebagai tambahan dari perubahan yang disebabkan oleh peralihan- peralihan bahasa dan dialek-dialek ini, kita perlu memperhatikan pula distorsi yang disebabkan oleh ditulisnya nama-nama tempat tersebut dalam bahasa Ibrani Bibel dan dalam bahasa Arab mod- ern.
  • 52. 46 BAB 3. MASALAH METODE Bahasa tulisan (dengan cara menggunakan huruf-huruf abjad atau dengan cara lain) hanya dapat mengira-ngira saja fonetik dari se- buah percakapan saja. Inilah sebabnya mengapa para ahli bahasa berpaling pada penggunaan begitu banyak simbol-simbol yang bukan abjad dalam pekerjaan mereka, karena mereka tahu benar bahwa simbol-simbol yang ruwet ini pun tidak dapat mewakili dengan aku- rat bunyi-bunyi yang sebenarnya. Bagaimana nama-nama tempat, yang ada dalam bab ini dan ditem- pat lain sebenarnya diucapkan pada zaman Bibel, tidak dapat dike- tahui. Untuk mengetahui persis bagaimana diucapkan sekarang akan memerlukan penelitian lapangan yang sangat luas. Akan tetapi dalam memperbandingkan bentuk-bentuk tertulis nama-nama ini, baik dalam bahasa Ibrani Bibel maupun dalam bahasa Arab mod- ern, kita harus mengingat tabiat abjad Semit itu. Pada mulanya abjad ini mengenal tidak lebih dari 22 konsonan (termasuk glottal stop yang menurut bahasa-bahasa Semit merupakan sebuah konso- nan, dan dua buah semi-vokal, yaitu w dan y), walaupun bahasa lisan Semit yang sebenarnya sejak dahulu memakai lebih dari ini. Dalam bahasa Ibrani yang dipakai para rabbi Yahudi, sebuah konso- nan tambahan ditambahkan pada abjad aslinya dengan cara mem- beri titik pada huruf sin, yang dapat disuarakan sebagai s atau s (dengan topi atas). Maka (s) mewakili huruf s, dan v menandakan s (dengan topi atas). Bahasa Arab, yang meminjam tulisannya dari bahasa Semit lainnya, menggunakan 22 abjad dasar mereka, pa- da awalnya. Tetapi lama kelamaan enam huruf lagi ditambahkan pada huruf-huruf yang telah ada. Maka t (ta’) diberi satu lagi titik menjadi huruf t (tsa’); h (ha) diberi titik menjadi huruf h (kho’); d (dal) diberi titik menjadi huruf d (dzal); s (shod) diberi titik menjadi huruf s (dlod); t (tho’) diberi titik menjadi huruf z (dho’); dan ’ayn (ain) diberi titik menjadi huruf g (ghoin) (lihat ’Kunci Transliterasi bahasa Ibrani dan Arab’ pada awal buku ini). Dalam keenam contoh di atas, huruf-huruf baru yang ditambahkan ini mewakili konsonan-konsonan yang secara fonologis berhubun- gan dengan konsonan-konsonan yang diwakili oleh huruf-huruf yang
  • 53. 47 lama. Maka, dalam bahasa Arab, seperti yang tertulis aslinya, tidak se- mua konsonan yang terdengar dalam percakapan mempunyai huruf tersendiri dalam abjad untuk mewakili mereka. Saya yakin bah- wa begitu juga halnya dengan bahasa Ibrani Bibel, yang dalam ba- hasa lisan dalam berbagai dialeknya mestinya terdapat konsonan- konsonan yang dalam tulisan diwakili oleh huruf-huruf yang mewak- ili konsonan lain. Contohnya, tidak ada alasan untuk mengang- gap pemakai bahasa Ibrani di Arabia Barat atau ditempat lain un- tuk tidak mengucapkan h maupun h yang masih saling berhubun- gan, sambil menggunakan h untuk mewakili kedua konsonan itu di dalam tulisan. Dalam pengucapan bahasa Ibrani rabbi (yang mencerminkan pengaruh bahasa Aram), b dapat diucapkan sebagai b dan v; g sebagai g dan g (dengan titik di atas); k sebagai k dan h; sebagai p dan p (atau f); t sebagai t dan t. Ada kemungkinan besar para pemakai bahasa Ibrani kuno (paling tidak dalam bebera- pa dialek) juga mengucapkan konsonan-konsonan seperti d, d dan z yang tidak mempunyai huruf-huruf yang mewakili mereka dalam ab- jad Ibrani. Bagaimana pemakai-pemakai bahasa Ibrani kuno dapat membedakan dalam percakapan antara s (s, atau sin) dan s (j, atau samek) adalah suatu pernyataan yang bagus sekali. Kemungkinan, s mewakili sebuah gabungan bunyi s, s dan z. Mengingat semua ini, persamaan antara pengucapan nama-nama tempat di Arabia Barat dalam bahasa Ibrani kuno dan bentuk Arab modern mungkin lebih dekat daripada yang kita duga. Sebuah studi lapangan secara mendalam mengenai bagaimana nama-nama Arab itu sebenarnya diucapkan sekarang ini pasti akan dapat membantu memecahkan persoalan ini. Namun yang sudah pasti ialah bahwa abjad Arab, dengan enam buah huruf tambahannya, telah diper- lengkapi untuk menghasilkan perkiraan yang lebih dekat kepada ben- tuk asli konsonan nama-nama itu daripada abjad Ibrani. Sudah tentu, suatu persesuaian yang dapat diperlihatkan antara nama-nama tempat Bibel dengan nama-nama tempat di Arabia sendiri
  • 54. 48 BAB 3. MASALAH METODE tidak akan cukup untuk membuktikan bahwa Arabia Barat adalah tanah asal Kitab Bibel Ibrani. Pertama-tama kita harus memastikan bahwa persetujuan toponimis yang sama tidak terdapat di daerah- daerah lain di jazirah Arabia atau di bagian-bagian lain di Timur Dekat. Kalau hal ini sudah dapat dipastikan, kita harus mencoba untuk mengetahui benar tidaknya koordinat-koordinat dalam Bibel yang diberikan kepada tempat-tempat yang kini masih ada, atau yang sepertinya masih ada di Arabia, cocok dengan tempat-tempat pasangannya di Arabia Barat. Dengan kata lain, jika kita menge- nali sebuah tempat di Arabia Barat yang namanya sepertinya cocok dengan Beer-lahai-roi (b’r lhy r’y) dalam Bibel, kita harus kemu- dian menentukan apakah tempat ini terletak di sebuah jalan yang menuju ke suatu tempat yang bernama Shur (swr), antara sebuah tempat yang bernama Kadesh (qds) dan sebuah lagi yang bernama Bered (brd) (lihat Kejadian 16:7, 14).2 Dari sini, kita dapat meny- erahkan prosedur selanjutnya pada arkeologi, yang akan mencoba untuk menentukan apakah lokasi di Arabia Barat yang namanya di- ambil dari Kitab Bibel itu mungkin dihuni pada periode Bibel itu layak, dan dengan kebudayaan materi apa tempat ini diasosiasikan. Karya yang sekarang ini hampir seluruhnya berdasarkan toponimik. 2 Nama b’r lhy r’y dalam Bibel berarti ’sumur jurang r’y’, bukan ’sumur dia yang hidup yang melihatku’ (l-hy r’y), seperti nama ini biasanya ditafsirkan. Walaupun lhy dalam nama itu dibaca l-hy, ini akan berarti ’kepada dia yang hidup’, bukan ’dia yang hidup’ Sebenarnya lhy dalam bentuk bahasa Arab yang diberi vokal, yaitu lahi, berarti ’jurang’. Nama jurang yang dibicarakan tersebut adalah r’y; diberi vokal sehingga terbaca seperti kata bahasa Arab rawi (rwy), kata ini akan mempunyai arti ’dia yang diairi’, bukan ’dia yang melihat’ ataupun ’yang melihatku’, yaitu arti yang diberikan oleh bentuk bahasa Ibrani dari ka- ta tersebut. Rwy ini mungkin adalah tidak lain dari apa yang kini merupakan oase Rawiyyah (rwy) di Wadi Bishah (Bishah), di pedalaman Asir. Oase yang memakai nama ini sebenarnya terletak di sepanjang jalan yang menuju ke Shur –Al Abu Thawr (twr, bandingkan dengan twr dalam bahasa Ibrani). Oase ini juga terletak di antara satu dari dua buah tempat yang bernama Kadas (kds, bandingkan dengan kata Ibrani qds) di lerengan barat Asir, dan sebuah oase Wadi Bishah lagi yang bernama al-Baridah (brd). Mengenai usaha yang di- paksakan guna menempatkan Beerlahai-roi di Palestina Selatan, lihat Simons, alinea 367, 368; juga Kraeling, hal. 69-70.