Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Dasar dasar ilmu
1. 1
Dasar-Dasar Ilmu
A. Ontologi
Setelah mengutip beberapa pendapat ahli mengenai pengertian ontologi, Amsal Bakhtiar
menyimpulkan sebagai berikut.
Menurut bahasa, ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu On/Ontos = ada, dan Logos =
Ilmu. Jadi ontologi adalah ilmu tentang yang ada.
Menurut istilah, ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakekat yang ada, yang
merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani (kongkret) maupun rohani (abstrak).
Dalam pemahaman ontologi, ditemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran sebagai
berikut.
1. Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakekat yang berasal dari keseluruhan itu hanyalah satu saja,
tidak mungkin dua. Haruslah satu hakekat saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal
berupa materi ataupun berupa rohani. Istilah monisme oleh Thomas Davidson disebut dengan
block universe. Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua aliran:
a. Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran yang
sering juga disebut dengan naturalisme beranggapan bahwa zat mati merupakan kenyataan
dan satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah materi, yang lainnya (jiwa dan ruh) tidaklah
merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri. Jiwa dan ruh itu hanyalah merupakan akibat
saja dari proses gerakan kebenaran dengan salah satu cara tertentu.
Dalam perkembangannya, sebagai aliran yang paling tua, paham ini timbul tenggelam seiring
roda kehidupan manusia yang selalu diwarnai oleh filsafat dan agama. Alasan mengapa aliran
ini dapat berkembang, sehingga memperkuat dugaan bahwa yang merupakan hakekat adalah:
Pada pikiran yang masih sederhana, apa yang kelihatan yang dapat diraba, biasanya dijadikan
kebenaran terakhir.
Penemuan-penemuan menunjukkan betapa bergantungnya jiwa pada badan. Oleh sebab itu,
peristiwa jiwa selalu dilihat sebagai peristiwa jasmani
Dalam sejarahnya, manusia memang bergantung pada benda seperti padi.
b. Idealisme
Idealisme diambil dari kata “idea” yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini
beranggapan bahwa hakekat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh atau
sejenisnya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang. Alasan aliran ini yang
menyatakan bahwa hakekat benda adalah ruhani, spirit dan sebagainya adalah:
2. 2
Nilai ruh lebih tinggi dari badan, lebih tinggi nilainya dari materi bagi kehidupan manusia.
Ruh itu dianggap sebagai hakekat sebenarnya.
Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia luar dirinya
Materi adalah kumpulan energi yang menempati ruang. Benda tidak ada, yang ada energi itu
saja.
2. Dualisme
Aliran ini memandang bahwa hakekat itu ada dua. Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri
dari dua macam hakekat sebagai asal sumbernya yaitu hakekat materi dan hakekat ruh.
Materi bukan berasal dari ruh, dan ruh bukan berasal dari benda. Keduanya sama-sama
hakekat.
3. Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme
bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata.
Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy and Religion dikatakan sebagai paham yang
menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua
entitas.
4. Nihilisme
Nihilisme berasal dari bahasa latin yang berarti tidak ada. Doktrin tentang nihilisme sudah
ada semenjak zaman Yunani Kuno, yaitu pada pandangan Gorgias yang memberikan tiga
proposisi tentang realitas.
Tidak ada sesuatupun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada.
Bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui.
Sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang
lain.
5. Agnostisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakekat benda, baik itu
hakekat materi maupun hakekat ruhani. Kata agnostosisme berasal dari bahasa Grik Agnostos
yang berarti unknown. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal
dan mampu menerangkan secara kongkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan
dapat kita kenal. Aliran ini dengan tegas menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak yang
bersifat trancendent. Jadi agnostisisme adalah paham pengingkaran atau penyangkalan
terhadap kemampuan manusia mengetahui hakekat benda baik materi maupun ruhani.
B. Epistimologi
3. 3
Epistimologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan dengan hakekat dan
lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya serta
pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Pengetahuan
yang diperoleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri
dalam teori pengetahuan, di antaranya adalah.
1. Metode Induktif
Induksi adalah suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil observasi
disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum.
2. Metode Deduktif
Deduksi adalah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empirik diolah lebih
lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode
deduktif adalah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Ada
penyelidikan bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah teori itu bersifat empiris atau ilmiah,
ada perbandingan dengan teori-teori lain dan ada pengujian teori dengan jalan menerapkan
secara empiris kesimpulan-kesimpulan yang bisa ditarik dari teori tersebut.
3. Metode Positivisme
Metode yang dikeluarkan oleh August Comte ini berpangkal dari apa yang telah diketahui,
yang faktual, yang positif. Ia mengenyampingkan segala uraian atau persoalan di luar yang
ada sebagai fakta. Oleh karena itu, metode ini menolak metafisika. Apa yang diketahui secara
positif, adalah segala yang tampak dan segala gejala.
4. Metode Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh
pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan berbeda-beda harusnya
dikembangkan suatu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi.
5. Metode Dialektis
Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan
filsafat. Kini, dialektika berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-
metode penuturan, juga analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang
terkandung dalam pandangan. Dalam kehidupan sehari-hari, dialektika berarti kecakapan
untuk melakukan perdebatan. Dalam teori pengetahuan, ini merupakan bentuk pemikiran
yang tidak tersusun dari satu pikiran, tetapi pemikiran itu seperti dalam percakapan, bertolak
paling kurang dua kutub.
C. Aksiologi
4. 4
Aksiologi berasal dari perkataan axios yang berarti nilai, dan logos yang berarti teori. Jadi
aksiologi adalah teori tentang nilai. Menurut Suriasumatri, aksiologi adalah teori nilai yang
berkaitan dengan kegunaan dari ilmu pengetahuan yang diperoleh.
Amsal bakhtiar telah mengutip beberapa pendapat ahli mengenai definisi aksiologi dan
menyimpulkan bahwa dalam aksiologi, permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai
yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai
pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu
kepada permasalahan etika dan estetika.
Makna “etika” dipakai dalam dua bentuk arti. Pertama, etika merupakan suatu kumpulan
pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-perbuatan manusia. Kedua, etika
merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan,
atau manusia-manusia yang lain.
Etika menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau dikatakan bahwa objek formal etika
adalah norma-norma kesusilaan manusia. Dapat dikatakan pula bahwa etika mempelajari
tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik di dalam suatu kondisi yang
normatif, yaitu kondisi yang melibatkan norma-norma.
Estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia
terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya. Menurut Kattsoff (2004) estetika
merupakan suatu teori yang meliputi, (1) penyelidikan mengenai yang indah, (2)
penyelidikan mengenai prinsip-prinsip yang mendasari seni, dan (3) pengalaman yang
bertalian dengan seni, termasuk di dalamnya masalah penciptaan seni, penilaian terhadap seni
dan perenungan terhadap seni.
Daftar Rujukan
Jama, Jalius. 2011. Filsafat Ilmu (bahan ajar). Padang. Universitas Negeri Padang.
Kattsoff, Louis O. 2004. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.