1. n
Kemungkinan Pemanfaatan Sapi lokal
Bagi Kebutuhan
Bahan Baku Industri olahan
Disampaikan pada
Pertemuan Koordinasi
Penguatan jaringan pemasaran berbasis kawasan
sentra peternakan (komoditi sapi potong)
Hotel The Grand Santhi Bali
22 – 23 Desember 2012
2. Permasalahan
• Daging sapi produksi lokal yang dijual umumnya, belum mengenal misal
vacuum aged beef untuk hotel/restoran, bulk pack meat dengan kadar fat
tertentu untuk industri, juga belum mungkin ditrace back asal - usulnya jika ada
masalah.
• Hasil Sensus Sapi menunjukkan daerah surplus sapi adanya di Jawa Timur,
Bali dan Nusa Tenggara serta Sulawesi Selatan, sementara daerah yang
minus, sehingga terbanyak memakai daging impor adalah Jakarta, Banten dan
Jawa Barat. Ketidaktersediaan transportasi dan cold chain yg memadai masih
akan jadi kendala untuk siapnya dalam jangka waktu pendek, untuk memenuhi
kebutuhan industri olahan maupun hotel/restoran, dengan kata lain jumlah sapi
tersedia namun belum tentu secara teknis dan ekonomis menjadi potensi dan
tersedia di pasar.
• Tidak dikenal standar potongan berdasarkan kegunaan, maupun standar sapi
berdasarkan umur, sehingga juga tidak terjadi diferensiasi harga untuk
potongan tertentu dari sapi berbagai umur. Sebagai akibat untuk industri,
harganya terlalu mahal, sementara untuk kelas atas, seringnya spesfikasinya
tidak memadai, misalnya kurang besar ukurannya, tidak “well aged“, atau
berasal dari sapi yang berusia di atas 3 tahun..
3. Permasalahan ( lanjutan )
• Kenyataan bahwa hampir tidak ada peternakan berskala besar yang
dikelola profesional, akan mempersulit jaminan standar, jaminan kontinuitas
pasokan, di mana ini adalah bagian syarat pasokan ke industri, karena
menjadi bahan baku utama.
• Masih buruknya kondisi RPH dan alat pengangkut, akan membuat shelf life
daging yang rendah.
• Pertambahan berat dari beberapa jenis sapi lokal per hari (ADG, Average
Daily Gain), hanya menghasilkan pertambahan berat badan 500 – 600 gr,
ini harus diperbaiki agar tidak menjadi beban, akibat ketidakefisienannya.
Dapat dijelaskan bahwa untuk sapi bakalan eks Australia bisa mencapai 1.5
kg, sedangkan tipe sapi potong di Australia bisa di atas 2 kg.
4. Syarat sapi untuk kebutuhan Daging
industri
• Harga sapi hidup yang cukup kompetitif : ini mungkin bisa dicapai jika
diperoleh langsung dari peternak, bukan dari pedagang perantara, dan ada
transportasi yang efisien ke RPH.
• Sapi juga harus dari jenis yang memiliki yield total tinggi, idealnya sesuai
Standar Kementerian Pertanian RI, yang membuat standar 40.7% dalam
perhitungan suplai demand di tahun 2012, yaitu dengan rincian 51,57%
konversi dari berat sapi hidup jadi berat karkas, dan 78.95% konversi
karkas ke daging. Jadi dagingnya berjumlah 40.7% dari berat sapi hidup.
5. Definisi HQ , FQ dan FH
• Definisi Hind Quarter (HQ atau paha belakang) dan Fore Quarter (FQ atau
paha depan).
• Daging Hind Quarter adalah diperoleh dari daging yang berasal dari paha
belakang, dan terdiri dari beberapa potongan tertentu dan trimmingnya. Hind
Quarter tidak harus mengandung potongan seperti tender loin, shank dan flank
steak,
spesifikasi khusus yang harus ditentukan : potongan apa saja yang harus ada
apakah termasuk thin flank diapghram termasuk atau tidak intercostal termasuk
atau tidak.
• Daging Fore quarter adalah dibuat dari daging yang berasal dari paha depan,
dan terdiri dari beberapa potongan utama tertentu dan trimmingnya. Tidak
harus mengandung cube roll, chuck tender, shin/shank, tapi harus mengandung
setidaknya dua dari 3 potongan ini, yaitu chuck, neck dan blade. Hal yang harus
disepakati, potongan apa saja yang harus masuk, apakah brisket termasuk,
apakah thin flank termasuk.
• Kalau Fore Hind (FH) adalah gabungan keduanya.
6. Tentang CL (Chemical Lean)
• Manufacturing packs are generally prepared to a specified lean content
specification assessed visually or tested chemically.
• Chemical Lean is defined as total meat minus the fat content determined
chemically and is generally expressed in percentage terms.
• Visual Lean is the visual assessment of total meat minus fat content and
expressed in percentage terms.
• All bulk packed manufacturing meat prepared to a Chemical Lean
specification must conform to Chemical Lean Statements.
• The Chemical Lean Statement must be accurate and must be supported by
an accurate sampling, testing and recording program for determination.
• Chemical Lean is generally specified as a percentage, example: (85% CL).
The method for determination of Chemical Lean content in manufacturing
meat needs to be agreed between buyer and seller
7. Profile Nampa 2009 - 2011
Uraian satuan 2009 2010 2011
Jumlah Perusahaan Unit usaha 18 23 25
Jumlah Tenaga
Kerja
orang 5.217 6.530 7.3-4
Kapasitas ton 77.233 89.026 110.260
Produksi ton 59.099 69.155 86.060
Kenaikan Produksi % 17,01 % 24,44 %
Utilitas % 76.52 % 77.68 % 78.06 %
10. Pengaruh harga sapi dan yield
terhadap harga daging boneless
harga % konv
Sapi ke
karkas
harga
karkas,offal
kulit dll
Nilai
offal,buntut
Kulit dll
Hrg
Karkas
Nett
% konv
karkas
Ke daging
Harga
Daging
boneless
Total
konversi
24.000 48 50.000 5.500 44.500 65 68.462 31.2
24.000 50 48.000 5.500 42,500 70 60.714 35,0
24.000 51.57 46.539 5.500 41.039 78.95 51.981 40.7
26.000 48 54,167 5.500 48.667 65 74.872 31.2
26.000 50 52.000 5.500 46.500 70 66.429 35,0
26.000 51.57 50.417 5.500 44.917 78.96 56.893 40.7
11. Harga daging sapi industri dan hotel
( awal pebruari 2012 )
Daging industri
eks Australia
Harga/kg
Rp.
Daging yg dibeli
sebuah htl
Bintang 3 di JKT
Harga/kg
Rp.
90 CL 48.500 Top side 61.000
85 CL 46.000 Sirloin 75.000
80 CL 43.500 Tenderloin 80.000
75 CL 39.000 Tenderloin import 150.000
65 CL 35.000 Sirloin import 124.000
20 CL 23.000 Rib eye import 111.000
12. Kebutuhan daging impor
Anggota NAMPA
Tahun 2012 ( ton)
Jneis daging Jumlah Persentase
Daging industri 15.799 80.93%
Potongan sekunder 3.053 15.64 %
Offal 496 2.54 %
Daging Variasi 144 0.76 %
Potongan primer 29 0.15 %
13. Syarat sapi untuk industri olahan ::
• Harus berasal dari sapi hidup yang harganya wajar, di mana harus
diperoleh dari peternak langsung dan bukan melalui pedagang antara.
• Harus memiliki ratio konversi yang tinggi,
Perhitungan harga pokok daging industri,
mengeluarkan Striploin, Tenderloin, cube roll, knuckle, top side ,silver side
dapat dilihat pada tabel dislide berikut
Dengan Asumsi
Harga sapi hidup Rp. 24.000
Berat sapi hidup 350 kg
Konversi sapi jadi karkas 51.57% jadi berat karkas 180 kg
Konversi karkas jadi daging 78.95% jadi berat daging tanpa tulang 143 kg
Konversi total daging ke sapi hidup 40.71%
Harga daging tanpa tulang per kg Rp. 51.981
14.
15. Perincian daging per jenis
Jenis daging Berat ( kg ) %
Potongan primer
Tenderloin
Striploin
Cube roll
Total
3.91
9.98
5.72
19,61 13.7 %
Potongan sekunder
Silverside
Topside
Knuckle
Total
13.28
14.53
8.49
36.3 25.4 %
Daging industri 87.09 60.9
Total daging 143 100 %
16. Dari hitungan pada tabel di atas, maka diperoleh daging industri dengan harga
pokok Rp.42.588, yaitu jika harga sapi hidupnya Rp.24.000 dan konversi totalnya
sesuai standar Kementerian Pertanian RI yaitu 40.71%.
Jika harga sapi nya Rp.26.000 tentu harga dagingindustri menjadi ilebih tinggi
Jika diperkiraan yang dihasilkan adalah 80 CL, maka sebagai pembanding
harga impor untuk 80 CL adalah Rp.43.500.
Tetapi daging eks impor sudah dalam bentuk boxed beef frozen, yaitu dikemas
dalam box karton dan dalam kondisi beku, sementara harga di atas belum
dikemas maupun dibekukan dan masih harga di pemasok.
Perhitungan di atas juga belum termasuk biaya produksi, margin maupun
pengepakan serta pembekuan, sehingga bisa dipastikan jika yield sapi lokal lebih
buruk, apalagi bila harga sapi hidup lebih mahal, akan sangat tidak kompetitif .
17. Jadwal swasembada khusus daging industri
( besaran kebutuhan NAMPA total tidak sampai 10 % kebutuhan nasional shg tidak
perlu menggangu rencana swa sembada nasional)
Kebutu han
untuk Daging
Industri
( ton)
Ekuivalen
Pemotong
Sapi
per tahun
(ekor)
Kenaikan
Kebutuh
a per
tahun
(%)
Pasokan
Lokal
Pertahun i
(ekor)
%
Pemenuh
an dari
pasokan
lokal
jumlah
Pemo
tongan
Perbulan
(ekor)
keteran
gan
2012 15.799 181.597 10.000 5.51 1.667 6 bln
2013 18.169 208.836 15 20.800 9.58 1.667 12 bln
2014 20.894 240.161 15 48.000 19.99 4.000 12 bln
2015 24.028 276.195 15 82.000 29.69 6.833 12 bln
2016 27.632 317.613 15 125.000 39.36 10.417 12 bln
2017 31.777 365.255 15 210.000 57.49 17.500 12 bln
2018 36.544 420.043 15 270.000 64.28 22.500 12 bln
2019 42.025 483.050 15 483.050 100 40.254 12 bln
18. Rincian tindakan pemanfaatan sapi lokal
Untuk Industri anggota NAMPA
• Dengan merperhatikan permasalahan yang ada dalam hal kualitas harga
kesinambungan pasokan dari sapi lokal,maka Nampa menawarkan solusi
peningkatan bertahap pemakaian produk sapi lokal ( sapi yang lahir di Indonesia,
bukan sapi bakalan eks luar negeri )
• Pada slide 17 tampak besaran pemakaian sapi lokal , dimana dimulai untuk tahun
2012 semster 2 sebanyak 5 % dr total 2012 atau sekitar 10 persen dari
kebutuhan semester 2
• Di tahun 2013 juga sebesar 10 persen dr kebutuhan 2013 yang sudah meningkat
dari kebutuhan tahun 2012 sesuai proyeksi perkembangan produksi Nampa, dan
terus meningkat sehingga mencapai 100 % pada tahun 2019
• Dalam perhitungan ini di pakai asumsi kementan dimana dihasilkan daging
sebanyak 79,85 % drkarkas dan 51.57 % karkas dari sapi hidup. Ini masih bisa di
capai mengingat akan dilakukan seleksi dengan spai pilihan yang memnuhi
syarat
• Sapi diperoleh dengan membeli dari peternak lokal langsung bukan liwat blantik.
19. Daging industri diperoleh dari mengambil potongan : Chuck , blade brisket Shin,
Rump Flank Shin dan trimmingnya. Harga yang akan diharapkan adalah harga
sapi langusng eks petani di saat itu, yang bisa berati Rp.15.000 sampai Rp.20.000
lbh mahal dari harga daging industri eks Australia
. Asumsi jumlah sapi dipotong di slide 14 adalah bhw dari satu ekor sapi
berat 350 kg diperoleh 143 kg daging sapi dgn 87 kg diserap oleh Nampa
sbg daging industri. Jika lebih sedikit kandungan daging industrinya ,atau
lebih kecil sapinya , tentu akan di perlukan sapi lebih banyak untuk
memenuhi kebutuhan daging industri Nampa..
• Untuk potongan daging yang tidak di pakai oleh Nampa untuk industri ,
Nampa akan mencarikan pembelinya , misal berkejasama dgn horeka
atau supermarket, atau jual langsung melalui divis I pemasaran anggota
Nampa
• Nampa bersedia membeli dgn harga lebih tinggi dr harga daging
industri eks import, tetapi Nampa tetap meminta spesifikasi yang
sekelas dgn barang impor termasuk di kemas dalam box dan beku dan
terjaminnya hygiene/sanitasi dalam pengolahan
• .
20. • Untuk hal ini NAMPA secara teknis bertugas juga membantu
membimbing pasca panen mulai dsri penentuan spek sapi
peternak lokal yangbisa di beli , pemotongan yang benar
sampai menjadi “box beef “daging industri
• Tapi kelengkapan prasarana spt RPH yg baik dn fasiiliatsnya
seperti tempat penyimpanan dingin , pembekuan dan
pengemasan serta pelatihan kompetensi karyawan RPH nya
jaid tanggung jawab pemerintah.
• Diharapkan dapat di bangun 3 sentra yaitu di Bali , Sulawesi
Selatan dan Jawa ( tengah )erupakan sentra
peternakanrakyat.
• Kelancaran transportasi dari 3 wilayah itu ke daerah industri
juga perlu dapat perhatian dan bantuan pemerintah
21. • Jika pemerintah dapat membantu “ menjodohkan “ proyek ini shg Nampa bisa
bekerjasama dalam satu proyek dengan pemakai produk yan tidak dipakai Nampa
seperti hotel dan restoran dan mungkin supermarket, akan mempermudah tugas
Nampa.
• Syarat utama hal ini bisa berjalan adalah Nampa memperoleh ijin khiusus untuk
impor yang ditujukan langsung peruntukannya bagi anggota nampa, yang bisa
mengimpor sendiri atau menunjuk importir sebagai pelaksananya.. NAMPA siap
diaudit tentang kebutuhan sesungguhnya akan bahn baku daging.
• Dengan demikian peternak lokal di permudah karena di beli seluruh sapinya
dengan harga yangmenarik. , Nampa secara rata rata masih dapat memperoleh
harga daging sapi yang cukup bersaing sehingga tidak merugikan konsumen
• Di jangka menengah panjangnya, seiring dengan meningkatnya jumlah sapi lokal
yang diserap harus ada efisiensi/ penurunan cost di pihak peternak sapi lokal ,
shg tidak memberaakan industri di kemudian hari yg wajib membeli lebih banyak