1. PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION DALAM
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA
SISWA KELAS III SDN ORO ORO OMBO MADIUN
OLEH :
NURUL RAHMAWATI / PGSD 7D
NPM. 09. 141. 160
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
IKIP PGRI MADIUN
2013
2. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran matematika berfungsi membekali siswa agar siap
beradaptasi dengan kemajuan pengetahuan, ilmu, teknologi, dan dinamika
perubahan masyarakat. Dengan demikian matematika merupakan salah satu
mata pelajaran yang memegang peranan yang sangat penting bagi siswa. Oleh
karena itu, pengetahuan matematika harus dimengerti dan dipahami sedini
mungkin oleh siswa.
Mengingat pentingnya matematika bagi kehidupan, maka matematika
perlu dipelajari sejak di sekolah dasar. Adapun yang menjadi tujuan dari
pembelajaran matematika menurut GBPP (Garis-garis Besar Program
Pengajaran) secara umum yaitu :
1. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi keadaan di dalam
kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang melalui latihan
bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, efektif dan
efisien.
2. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola
pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam mempelajari
berbagai ilmu pengetahuan.
Realitas menunjukkan banyak siswa yang memandang matematika
sebagai mata pelajaran yang sulit, membosankan, menyeramkan, bahkan
menakutkan. Salah satu faktor penyebabnya adalah pola pembelajaran yang
3. kurang mengaitkan materi dengan dunia nyata. Apalagi dengan peserta didik
yang kerja otak kanan lebih dominan dalam aktivitas kesehariannya. Dengan
asumsi seperti ini, maka pelajaran matematika akan menjadi sebuah
penghambat dalam proses pembelajaran bagi sebagian siswa tersebut.
Utomo dan Ruijter (Suparno, 2000:31) memaparkan bahwa pada latihan
pemecahan soal ternyata hanya sebagian kecil siswa yang dapat
mengerjakannya dengan baik, sebagian besar tidak tahu apa yang harus
dikerjakan. Setelah diberi petunjuk pun, mereka masih juga tidak dapat
menyelesaikan soal-soal tersebut, sehingga guru menerangkan seluruh
penyelesaiannya. Menurut Herman (2010:1) salah satu penyebab rendahnya
penguasaan matematika siswa adalah guru tidak memberi kesempatan yang
cukup kepada siswa untuk membangun sendiri pengetahuannya. Matematika
dipelajari oleh kebanyakan siswa secara langsung dalam bentuk yang sudah
jadi (formal), karena matematika dipandang oleh kebanyakan guru sebagai
suatu proses yang prosedural dan mekanistis.
RME adalah pendekatan pembelajaran yang bertolak dari hal-hal yang
„real‟ bagi siswa, menekankan keterampilan „proses of doing mathematics‟,
berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga
mereka dapat menemukan sendiri („student inventing‟ sebagai kebalikan dari
„teacher telling‟) dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk
menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Pada
pendekatan ini peran guru tak lebih dari seorang fasilitator, moderator atau
evaluator sementara siswa berfikir, mengkomunikasikan „reasoning-nya‟,
melatih nuansa demokrasi dengan menghargai pendapat orang lain.
4. Pendekatan ini didasarkan pada konsep Freudenthal yang berpendapat
bahwa matematika merupakan aktivitas manusia. Dengan ide utamanya
adalah bahwa siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali
(reinvent) ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa
(Gravemeijer, 1994). Usaha untuk membangun kembali ide dan konsep
matematika tersebut melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-
persoalan realistik. Realistik dalam pengertian bahwa tidak hanya situasi yang
ada di dunia nyata, tetapi juga dengan masalah yang dapat mereka bayangkan
(Heuvel, 1998).
Dalam pendekatan RME siswa didorong atau ditantang untuk aktif
bekerja, sekaligus dapat mengkonstruksi atau membangun sendiri
pengetahuan yang diperolehnya. Bagi guru, pendekatan RME berangkat dari
persoalan dalam dunia nyata untuk memotivasi siswa terlibat dalam proses
pembelajaran. Dalam pendekatan RME, pembelajaran matematika lebih
memusatkan kegiatan belajar pada siswa dan lingkungan, serta bahan ajar
yang disusun sebaik mungkin, sehingga siswa lebih aktif mengkonstruksi
atau membangun sendiri pengetahuan yang akan diperolehnya.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka masalah yang dapat
diteliti adalah sebagai berikut :
1. Matematika dipandang sebagai mata pelajaran yang membosankan,
monoton, dan menakutkan, sehingga banyak siswa yang berusaha
menghindari mata pelajaran tersebut.
5. 2. Pola pendekatan pembelajaran matematika di kelas masih belum
maksimal, ditandai dengan pembelajaran yang monoton, kurang
demokratis, klasikal, dan memposisikan siswa sebagai objek.
3. Guru tidak memberi kesempatan yang cukup kepada siswa untuk
membangun sendiri pengetahuannya.
4. Pembelajaran yang digunakan oleh guru bersifat konvensional yakni
ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas perlu mengalami perubahan.
5. Praktik pembelajaran di sekolah kurang relevan dengan kehidupan nyata
di sekitar siswa dan di luar sekolah.
C. Batasan Masalah
Fokus masalah PTK ini adalah “pendekatan realistic mathematics
education dalam meningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas III
SDN Oro Oro Ombo Madiun.”
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan batasan masalah diatas
maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Pendekatan RME seperti apa yang lebih efektif meningkatkan prestasi
belajar matematika siswa kelas III SDN Oro Oro Ombo Madiun?
6. E. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian adalah :
1. Menemukan pendekatan yang efektif dalam pembelajaran matematika
siswa kelas III SDN Oro Oro Ombo Madiun melalui pendekatan realistic
mathematics education.
2. Mengungkap dampak PMR bagi pengembangan sikap positif siswa
terhadap mata pelajaran matematika dan peningkatan prestasi belajarnya.
F. Manfaat Penelitian
1. Bagi siswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam rangka
menggunakan realitas lingkungan sebagai daya dukung proses
pembelajaran matematika.
2. Bagi guru
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam rangka menentukan
strategi efektif dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan
realistik.
3. Bagi sekolah
Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai bahan informasi dalam upaya
meningkatkan mutu pendidikan.
7. G. Definisi Operasional
1. Pembelajaran disebut efektif jika pelaksanaannya sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai dengan tingkat ketuntasan tertentu.
2. Pendekatan PMR adalah pemanfaatan realitas dan lingkungan yang
dipahami siswa untuk memperlancar proses pembelajaran, sehingga
mencapai tujuan secara lebih baik dari pada yang lalu.
3. Realita adalah hal-hal yang nyata atau konkrit, dapat diamati atau
dipahami siswa dengan cara membayangkan.
4. Realitas lingkungan adalah tempat siswa berada, baik di sekolah, di
lingkungan keluarga, maupun masyarakat yang dapat dipahami siswa.
5. Prestasi belajar adalah hasil belajar kognitif yang dicapai oleh siswa
dibuktikan dengan skor hasil tes.
6. Peningkatan prestasi belajar matematika adalah pertambahan kemampuan
siswa memahami matematika dilihat dari ketetapan dan kecepatan
mengerjakan soal bila dibandingkan sebelumnya, dan menumbuhkan rasa
senang siswa terhadap pelajaran matematika.
8. BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Karakteristik Pembelajaran di Kelas Rendah
Pembelajaran di kelas rendah dilaksanakan berdasarkan rencana pelajaran
(silabus) yang telah dikembangkan oleh guru. Pembelajaran konkrit lebih sesuai
diberikan pada siswa kelas rendah (kelas 1,2,3) di Sekolah Dasar. Proses
pembelajaran ini harus dirancang oleh guru sehingga kemampuan siswa, bahan
ajar, proses belajar dan sistem penilaian sesuai dengan taraf perkembangan siswa.
Hal lain yang harus dipahami yaitu proses belajar harus dikembangkan
secara interaktif. Dalam hal ini, guru memegang peranan penting dalam
menciptakan stimulus-respon agar siswa menyadari kejadian di sekitar
lingkungannya. Sementara itu, siswa kelas rendah di Sekolah Dasar masih
banyak membutuhkan perhatian karena kurang terfokus dalam konsentrasi, serta
kurang memperhatikan kecepatan dan aktivitas belajar sehingga hal ini
memerlukan kegigihan guru untuk menciptakan proses belajar yang lebih
menarik dan efektif.
Banyak strategi yang dapat digunakan dalam proses belajar di kelas rendah
Sekolah Dasar, namun penggunaan atau pemilihan strategi belajar harus
mempertimbangkan variabel-variabel yang terlibat dalam suatu proses belajar
mengajar. Pengembangan sikap ilmiah pada siswa kelas rendah Sekolah Dasar
dapat dilakukan dengan cara menciptakan pembelajaran yang memungkinkan
siswa berani mengemukakan pendapat, memiliki rasa ingin mengetahui, memiliki
sikap jujur terhadap dirinya dan orang lain, dan mampu menjaga kebersihan diri
9. dan lingkungan. Dalam pengembangan kreativitas siswa, proses pembelajaran
dapat diarahkan supaya siswa melakukan kegiatan kreativitas yang sesuai dengan
tingkat perkembangannya, misalnya memecahkan permasalahan melalui
permainan sehari-hari.
Untuk siswa SD kelas rendah, dianjurkan menggunakan pembelajaran
tematik. Pembelajaran tematik adalah strategi pembelajaran untuk memberikan
pengalaman bermakna kepada siswa dengan melibatkan beberapa mata pelajaran.
Prioritas pembelajaran tematik adalah terciptanya pembelajaran bersahabat,
menyenangkan, dan bermakna. Karakteristik pembelajaran tematik pada siswa
adalah fleksibel, tidak ada pemisahan mata pelajaran dan dapat mengembangkan
bakat sesuai dengan minat siswa, menumbuhkembangkan kreativitas siswa,
kemampuan sosial, belajar bertahan lama, dan menumbuhkan kemampuan
memecahkan masalah.
B. Pembelajaran Matematika SD
Matematika merupakan mata pelajaran yang memiliki ciri-ciri yang
abstrak, berpola pikir deduktif, dan konsisten. Matematika merupakan ilmu
universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran
penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia.
Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini
dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar,
analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan menciptakan
teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini
(Puskur, 2008).
10. Matematika merupakan ilmu pasti dan konsisten yang memiliki peranan
penting dalam meningkatkan daya pikir siswa dan menunjang berbagai disiplin
ilmu pengetahuan lainnya serta aspek-aspek perkembangan kehidupan yang
terkait dengan penguasaan berbagai perkembangan teknologi dan komunikasi.
Oleh karena itu, mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua
siswa mulai dari SD agar siswa memilki kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi
tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh,
mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan
yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Tujuan umum pelajaran matematika adalah mempersiapkan siswa agar
sanggup menghadapi perubahan yang ada di dalam kehidupan dan di dunia yang
selalu berkembang melalui latihan atas dasar pemikiran secara logis, rasional,
kritis, cermat, jujur, dan efektif (Mushlisoh, 1991). Suyatinah dkk. (1999)
Pada buku kurikulum Pendidikan Dasar 1994 (1994:70), tujuan pengajaran
matematika SD adalah sebagai berikut :
1. Menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berhitung menggunakan
bilangan sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari.
2. Menumbuhkan kemampuan siswa, yang dapat dialihgunakan melalui
kegiatan matematika.
3. Mengembangkan pengetahuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih
lanjut di Sekolah Menengah Pertama.
4. Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin.
11. C. Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)
RME tidak dapat dipisahkan dari Institut Freudenthal. Institut ini didirikan
pada tahun 1971, berada di bawah Utrecht University, Belanda. RME atau PMR
merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran matematika yang didasari atas
pandangan bahwa matematika sebagai aktivitas manusia (Gravemeijer, 1994).
Matematika diusahakan dekat dengan kehidupan siswa, harus dikaitkan dengan
kehidupan sehari-hari, dan bila mungkin harus real bagi siswa. Dalam proses
pembelajarannya siswa diberi kesempatan yang leluasa untuk belajar melakukan
aktivitas bekerja matematika, siswa diberi kesempatan mengembangkan strategi
belajarnya dengan berinteraksi serta bernegosiasi baik dengan sesama siswa
maupun dengan guru (Streefland, 1991).
Penerapan RME memberikan harapan untuk meningkatkan prestasi belajar
matematika siswa. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa hasil belajar
siswa dengan menggunakan RME lebih baik daripada hasil belajar siswa dengan
menggunakan metode konvensional ( Trisna, 2005; Hasanah, 2005; Fauzan,
2001).
Menurut De Lange, Treffers, Gravemeijer yang dikutip dalam Darhim
(2004) ada lima karakteristik RME, yaitu:
1. Menggunakan masalah kontekstual. Masalah kontekstual sebagai peluang
bagi aplikasi dan sebagai titik tolak dari mana suatu konep matematika yang
diinginkan muncul.
2. Menggunakan model atau jembatan dengan instrumen vertikal. Perhatian
diarahkan pada pengenalan model, skema, dan simbolisasi daripada
mentransfer rumus atau matematika formal secara langsung.
12. 3. Menggunakan kontribusi siswa. Kontribusi yang besar pada proses
pembelajaran diharapkan datang dari murid sendiri dimana mereka ditutut
dari cara-cara informal ke arah yang formal atau standar.
4. Terjadinya interaktivitas dalam proses pembelajaran. Negosiasi secara
eksplisit, intervensi, kooperasi, dan evaluasi sesama murid dan guru adalah
faktor penting dalam proses pembelajaran secara konstruktif dengan
menggunakan strategi informal murid sebagai jantung untuk mencapai yang
formal.
5. Menggunakan berbagai teori belajar yang relevan, saling terkait, dan
terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya. Pendekatan holistik,
menunjukkan bahwa unit-unit belajar tidak akan dapat dicapai secara terpisah
tetapi keterkaitan dan keintegrasian harus diwujudkan dalam pemecahan
masalah.
Sama halnya dengan yang diuraikan di atas, Reewijk dikutip oleh
Marpaung (2007) merumuskan prinsip RME itu dengan singkat dalam 5 pokok,
(a) Dunia „nyata‟, (b) Produksi bebas dan konstruksi, (c) Matematisasi, (d)
Interaksi dan (e) Aspek pembelajaran secara terintegrasi. Selanjutnya Marpaung
(2007) merumuskan karakteristik Pendidikan Matematika Realistik Indonesia
(PMRI) sebagai berikut:
1. Murid aktif, guru aktif (matematika sebagai aktivitas manusia).
2. Pembelajaran sedapat mungkin dimulai dengan menyajikan masalah
kontekstual/realistik.
3. Guru memberi kesempatan pada siswa menyelesaikan masalah dengan cara
sendiri.
13. 4. Guru menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan.
5. Siswa dapat menyelesaikan masalah dalam kelompok (kecil atau besar).
6. Pembelajaran tidak selalu di kelas (bisa di luar kelas, duduk di lantai, pergi ke
luar sekolah untuk mengamati atau mengumpulkan data).
7. Guru mendorong terjadinya interaksi dan negosiasi, baik antara siswa dan
siswa, juga antara siswa dan guru.
8. Siswa bebas memilih modus representasi yang sesuai dengan struktur
kognitifnya sewaktu menyelesaikan suatu masalah (menggunakan model).
9. Guru bertindak sebagai fasilitator (Tut Wuri Handayani).
10. Kalau siswa membuat kesalahan dalam menyelesaikan masalah jangan
dimarahi tetapi dibantu melalui pertanyaan-pertanyaan (santun,
terbuka,komunikatif dan menghargai pendapat siswa).
Ciri Pembelajaran yang Berorientasi RME diantaranya :
1. Pemberian perhatian yang cukup besar pada “reinvention” yakni siswa
diharapkan membangun konsep dan struktur matematika bermula dari intuisi
mereka masing-masing;
2. Pengenalan konsep dan abstraksi melalui hal yang konkrit; diawali dari
pengalaman siswa serta berasal dari lingkungan sekitar siswa; diharapkan
siswa tertarik terhadap aktivitas matematika tersebut; siswa belajar dari
pengalamannya sendiri bukan pengalaman gurunya;
3. Pembelajaran didesain dan diawali dari pemecahan masalah terhadap masalah
kontekstual yang ada di sekitar siswa atau yang dapat dipikirkan siswa;
4. Selama proses matematisasi, diharapkan siswa mengkonstruksi gagasannya
sendiri, menemukan solusi suatu masalah, dan membangun atau memperoleh
14. suatu konsep secara mandiri, tidak perlu sama antar siswa satu dengan siswa
lainnya bahkan dengan gurunya sekalipun;
5. Pembelajaran matematika tidak hanya memberi penekanan pada komputasi,
serta mementingkan langkah prosedural (algoritmis) serta drill;
6. Penekanan lebih pada pemahaman yang mendalam pada konsep dan
pemecahan masalah; dengan penyelesaian masalah yang tidak rutin dan
mungkin jawabannya tidak tunggal;
7. Siswa belajar matematika dengan pemahaman, membangun secara aktif
pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan awal;
8. Terdapat interaksi yang kuat antara siswa dengan siswa lainnya, menyangkut
hasil pemikiran para siswa yang dikonfrontir dengan siswa lainnya.
D. PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan)
PAKEM merupakan strategi dalam proses pembelajaran yang bertujuan
untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih interaktif serta dapat
mengembangkan keterampilan, kreativitas, pengetahuan, dan sikap yang
dibutuhkan siswa dalam kehidupan dalam kehidupan sehari-hari. PAKEM
membantu guru agar dapat mengajar secara variatif sehingga tercipta suasana
belajar yang tidak membosankan dan juga tepat sasaran. Siswa pun dapat lebih
memahami materi yang diberikan, memiliki motivasi belajar, dan lebih
berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Dalam menerapkan PAKEM, ada
hal yang harus diperhatikan oleh seorang guru, diantaranya sebagai berikut :
1. Memahami sifat yang dimiliki anak
2. Mengenal anak secara perorangan
15. 3. Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar
4. Mengembangkan kemampuan berfikir kritis, kreatif, dan kemampuan
memecahkan masalah
5. Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik
6. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar
7. Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar
8. Membedakan antara aktif fisik dan aktif mental.
Apabila digambarkan dalam bentuk skema maka proses belajarnya adalah
sebagai berikut:
Proses Kompetensi
Siswa pembelajaran lulusan
PAKEM
Keterangan bagan di atas :
Dalam proses pembelajaran, guru menerapkan model PAKEM agar siswa aktif
dan kreatif sehingga pembelajaran menjadi efektif dan menyenangkan. Dengan
demikian, diharapkan kompetensi kelulusan dapat tercapai.
Sesuai dengan namanya PAKEM memuat empat karakteristik utama yakni:
a. Pembelajaran Aktif
Pembelajaran aktif maksudnya adalah sebuah proses aktif
membangun makna, pemahaman, informasi, ilmu pengetahuan maupun
pengalaman oleh peserta didik sendiri. Dalam proses belajar peserta didik
tidak semestinya dianggap seperti bejana kosong yang pasif yang hanya
menerima kucuran ceramah sang guru tentang ilmu pengetahuan atau
informasi. Karena itu, dalam proses pembelajaran guru dituntut mampu
16. menciptakan suasana yang memungkinkan peserta didik secara aktif
menemukan, memproses dan mengkonstruksi ilmu pengetahuan dan
keterampilan baru (Ismail, 2008 : 46).
Pembelajaran dikatakan aktif jika dalam proses pembelajaran guru
dapat menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa bebas bertanya
dan mengemukakan gagasan. Peran aktif siswa sangat penting dalam rangka
pembentukan generasi yang kreatif (Umi Supraptiningsih, 2005 : 7).
Pembelajaran ini menitik beratkan pada siswa aktif artinya aktif
membangun konsep, aktif bertanya, aktif mengemukakan gagasan, aktif
mempertanyakan gagasan dan aktif melakukan kegiatan. Untuk itu, guru
harus juga aktif artinya membantu kegiatan belajar siswa, memberi umpan
balik, mengajukan pertanyaan yang menantang, dan mempertanyakan
gagasan siswa (Subiyanto dan Susiati, 2008 : 1.12).
Menurut Depdiknas (dalam suwartiningsih, 2009 : 8) aktif diartikan
peserta didik maupun guru berinteraksi untuk menunjang pembelajaran. Guru
harus menciptakan suasanan peserta didik aktif dalam pembelajaran baik aktif
bertanya, memberi tanggapan, mengungkapkan ide maupun
mendemonstrasikan gagasan. Namun demikian menurut Joel Wein (1997:1),
keterlibatan aktif guru disini hanya dalam perannya sebagai seorang pelatih,
pengarah, dan penolong; bukan pihak yang mendominasi proses
pembelajaran. Siswalah yang berada dalam posisi pengajaran diri mereka
sendiri.
Pembelajaran aktif melibatkan pembelajaran yang terjadi ketika siswa
bersemangat, siap secara mental, dan bisa memahami pengalaman yang
17. dialami. Beberapa contoh pembelajaran aktif yang bisa meningkatkan
pembelajaran di kelas adalah mengacu pada tujuan, melibatkan siswa,
menggunakan seni, gerakan dan indra, serta meragamkan langkah kegiatan
(Pat Hollingsworth, 2008 : viii-ix).
Beberapa contoh pembelajaran aktif seperti pembelajaran berpasang-
pasangan, berdiskusi, bermain peran, debat, studi kasus, terlibat aktif dalam
kerja kelompok, atau membuat laporan singkat dan sebagainya. Disarankan
agar guru menjadi pemandu sepanjang tahap awal pembelajaran, kemudian
biarkan anak melakukan praktik keterampilan baru, selanjutnya berikan
informasi-informasi baru yang belum diketahui siswa selama pembelajaran.
Caranya bermacam-macam, misalnya mengajak mengungkapkan pengalaman
mereka membantu orang tua di rumah. Dengan cara seperti ini, siswa akan
terdorong untuk secara aktif mengeksplorasi pengalaman hidupnya untuk
kemudian diungkapkan dalam berbagai bentuk, seperti cerita lisan, tulisan
atau gambar.
b. Pembelajaran kreatif
Pembelajaran kreatif adalah pembelajaran yang mampu menghasilkan
sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain (Umi Supraptiningsih,
2005:7). Pembelajaran ini menitik beratkan pada siswa kreatif, artinya kreatif
merancang/membuat sesuatu. Untuk itu, guru harus juga kreatif, artinya
mengembangkan kegiatan yang menarik dan beragam, membuat alat bantu
belajar, dan memanfaatkan lingkungan (Subiyanto dan Susiati, 2008 : 1.13).
18. Menurut Anang Santoso (2009 : 2) “ pembelajaran kreatif adalah
pembelajaran yang pelaksanaannya banyak diwarnai penciptaan-penciptaan
baru“.
Depdiknas (dalam Suwartiningsih, 2009 : 8) berpendapat bahwa
kretaif dapat diartikan guru memberikan variasi dalam kegiatan belajar
mengajar dan membuat alat bantu belajar, menciptakan teknik-teknik
mengajar tertentu sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik dan tujuan
belajarnya.
Pembelajaran yang kreatif mengandung arti bahwa seorang guru harus
dapat menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi
berbagai tingkat kemampuan siswa. Di sini guru perlu memahami perbedaan
tingkat kemampuan tiap siswa dan tiap kelasnya. Siswa kelas 1 tentu
memiliki kemampuan yang berbeda dengan siswa kelas 6. Siswa kelas 6
relatif sudah mahir menulis sehingga aktivitas seperti ini tidak akan
menimbulkan masalah.
Bardasarkan pemahaman seperti digambarkan di atas, seorang guru
tidak hanya dituntut kreatif tetapi juga inovatif dalam menciptakan aktivitas
belajar yang berbeda dari satu kelas ke kelas yang lain, dari satu kelompok
siswa ke kelompok siswa yang lain. Kreativitas guru juga berkaitan dengan
pemanfaatan media belajar yang sesuai untuk menjelaskan suatu materi
kepada para siswa. Seorang guru dituntut untuk kreatif dan memiliki
kepekaan terhadap berbagai media yang ada di sekitarnya yang dapat dipakai
untuk proses belajar di kelas. Guru juga dapat memanfaatkan media belajar
19. yang berbasiskan teknologi informasi komunikasi (Information and
Communication Technology) yang saat ini tengah berkembang pesat.
Teknologi seperti komputer, handphone, dan internet dapat dipakai
sebagai media untuk memberikan pengetahuan atau keterampilan kepada
siswa. Namun yang perlu diingat bahwa media belajar tidak perlu sesuatu
yang mahal. Media belajar dapat dirancang dari benda atau sesuatu yang
sederhana yang ada di lingkungan sekitar, misalnya dari barang-barang bekas
atau dari aktivitas masyarakat di sekitar seperti bertani, berdagang, dan
sebagainya. Dengan strategi dan media belajar yang kreatif seperti itu, siswa
tentu akan semakin terdorong untuk juga berkreasi dengan kemampuan dan
pengetahuan yang dimilikinya.
c. Pembelajaran efektif
Pembelajaran efektif adalah proses pembelajaran yang berhasil atau
yang mencapai tujuan sebagaimana ditetapkan dengan mendayagunakan
sumber daya pembelajaran yang ada. Guru menggunakan kemampuan
profesionalnya untuk menggerakkan sumber daya pembelajaran sehingga
tercapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan (Syafaruddin dan Irwan
Nasution, 2006 : 212).
Menurut Depdiknas (dalam Suwartiningsih, 2009 : 8) efektif diartikan
sebagai ketercapaian suatu tujuan atau kompetensi yang merupakan pijakan
utama suatu rancangan pembelajaran.
Pembelajaran yang efektif berkaitan dengan pertanyaan: “sejauh mana
proses belajar yang dijalankan mampu membawa siswa mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan”. Situasi belajar yang aktif dan menyenangkan
20. tidaklah cukup jika proses pembelajaran tersebut tidak efektif, yaitu tidak
menghasilkan apa yang seharusnya dikuasai siswa setelah proses
pembelajaran berlangsung. Menurut Suparlan, M.Ed (2009) jika
pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka
pembelajaran tersebut tak ubahnya sebagai sebuah permainan biasa.
Oleh karena itu, hal yang krusial dari seorang guru adalah
mempersiapkan dan merancang aktivitas belajar yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Dalam tahapan ini, guru perlu bertanya pada diri sendiri
apakah aktivitas yang dirancangnya dapat membantu siswa mencapai
kompetensi yang diharapkan atau sebaliknya tidak akan memberi dampak
apa-apa bagi mereka.
Setiap alternatif pilihan aktivitas pembelajaran sedapat mungkin
dipertimbangkan efektifitasnya. Hal ini antara lain berarti bahwa seorang
guru tidak perlu memaksakan sebuah aktivitas yang rumit apabila indikator
atau tujuan pembelajarannya hanya memerlukan aktivitas pembelajaran yang
sederhana. Sebaliknya, seorang guru pun tidak sepantasnya menyederhanakan
aktivitas pembelajaran jika indikatornya menuntut aktivitas yang lebih
banyak atau rumit.
Berkenaan dengan itu, lesson plan atau Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang biasa dibuat oleh seorang guru hendaknnya tidak
dibuat seadanya tetapi benar-benar dipikirkan dengan matang apakah dapat
diterapkan dan efektif menjadi tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
21. d. Pembelajaran menyenangkan
Pembelajaran menyenangkan menitik beratkan pada siswa yang
merasa senang melakukan kegiatan pembelajaran, artinya senang mencoba
atau berbuat, senang bertanya, senang mengemukakan pendapat, senang
mempertanyakan gagasan orang lain. Pembelajaran ini tidak membuat anak
takut, artinya takut salah, takut ditertawakan, takut dianggap sepele. Dalam
hal ini guru juga ikut senang dalam melaksanakan pembelajaran (Subiyanto
dan Susiati, 2008 : 1.14).
Menurut Depdiknas (dalam Suwartiningsih, 2009 : 8) menyenangkan
diartikan sebagai suasana belajar mengajar yang “hidup” semarak, terkondisi
untuk terus berlanjut, ekspresif dan mendorong pemusatan peserta didik
terhadap pembelajaran.
Pembelajaran yang menyenangkan berkaitan dengan penciptaan
suasana belajar yang aman, menyenangkan, dan menarik bagi siswa sehingga
mereka tergerak untuk terlibat dan memusatkan perhatiannya secara penuh
pada kegiatan tersebut. Menurut hasil penelitian, besarnya perhatian yang
diberikan seorang siswa terhadap pembelajaran terbukti meningkatkan hasil
belajar siswa tersebut (Suparlan 2009). Oleh karena itu, sangat penting bagi
guru untuk menciptakan suasana belajar yang dapat menarik perhatian para
siswa sehingga mereka akhirnya tergerak untuk memusatkan perhatian pada
kegiatan belajar yang telah direncanakan oleh guru. Suasana belajar yang
dimaksud antara lain adalah suasana belajar yang menyenangkan dan
didukung oleh lingkungan yang aman dan bahan ajar yang relevan.
22. Kegiatan pembelajaran harus menyenangkan karena siswa-siswa pada
usia SD umumnya berada pada usia bermain sehingga ketertarikan mereka
terhadap aktivitas belajar akan tumbuh jika mereka merasa aktivitas tersebut
menyenangkan seperti yang mereka rasakan saat bermain. Untuk itu guru,
harus merancang aktivitas belajar yang sedemikian rupa sehingga siswa tidak
merasakan sebagai beban tetapi layaknya sebuah permainan dimana di
dalamnya ada kegembiraan, interaksi sosial, interaksi dengan alam, namun
dengan sejumlah aturan.
Suasana belajar yang menyenangkan biasanya terjadi ketika
dilaksanakan bersama orang lain misalnya dalam bentuk diskusi, kerja
kelompok, bermain peran, bereksperimen, dan sebagainya. Selain
memyenangkan, melalui bentuk aktivitas seperti ini, para siswa sebenarnya
diarahkan untuk membangun pengetahuan secara bersama karena pada
dasarnya pengetahuan bukan milik perseorangan melainkan tersebar dalam
berbagai bentuk dan kondisi sebagai kekayaan kolektif.
Melalui aktivitas bersama, para siswa akan berbagi pengetahuan dan
keterampilan yang memungkinkan mereka saling belajar untuk membentuk
kompetensi diri masing-masing ke arah yang lebih baik. Pengaturan kelas
juga menjadi hal yang perlu diperhatikan oleh guru untuk membantu para
siswa belajar dengan senang dan mau berbagi pengetahuan dan keterampilan
kepada yang lain. Misalnya, tempat duduk siswa tidak harus selalu
menggunakan pola berjejer kebelakang dengan guru berada dibagian paling
depan. Tempat duduk dapat dirancang dengan berbagai pola sesuai kebutuhan
belajar. Selain itu pembelajaran yang menyenangkan juga dapat diciptakan
23. guru melalui berbagai cara yang sederhana, misalnya menggunakan mimik
dan bahasa tubuh dalam menjelaskan suatu materi, memberikan selingan
humor, menggunakan alat peraga, serta memberi waktu istirahat dan jeda
yang teratur. Dengan cara pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan
menyenangkan seperti yang telah disebutkan diatas, kita yakin siswa akan
merasa belajar sebagai sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi. Dalam dirinya
akan tumbuh kecintaan terhadap aktivitas belajar seumur hidupnya (life- long
education).
E. Prestasi Belajar
Dalam pendidikan, prestasi belajar merupakan faktor yang sangat penting
dan sering dijadikan pokok pembicaraan atau permasalahan antar pendidik,
karena prestasi belajar mencerminkan kemampuan siswa dalam mempelajari
suatu materi pelajaran.
Prestasi belajar terdiri dari dua kata yang mempunyai pengertian sendiri-
sendiri yakni prestasi dan belajar, tetapi dalam pembahasan ini kedua kata sangan
berhubungan.
Berikut ini diberikan pengertian prestasi dan pengertian belajar menurut
beberapa para ahli :
1. Suharsini Arikunto (1998:5) berpendapat bahwa prestasi adalah tingkatan-
tingkatan sejauh mana siswa telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2. Nana Sudjana (1998:5) menyebutkan bahwa belajar adalah suatu proses yang
ditandai adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan proses hasil
belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan
24. pengetahuan, penalaran, sikap, tingkah laku, keterampilan, kecakapan,
kebiasaan, serta aspek-aspek lain yang ada pada diri individu yang sedang
belajar.
3. Gozali (dalam Suhito, 1989:4) mengemukakan bahwa prestasi adalah hasil
kerja suatu lapangan yang telah dicapai dengan sangat mengagumkan.
4. Oemar Hamalik (dalam Suhito, 1989:4) mengemukakan prestasi adalah hasil
interaksi baik dari dalam diri individu maupun dari luar individu yang
bersangkutan.
Dari pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar
adalah tingkatan-tingkatan sejauh mana siswa telah mencapai tujuan yang telah
ditetapkan yang ditandai adanya perubahan dalam berbagai bentuk seperti
perubahan pengetahuan, penalaran, sikap, tingkah laku, keterampilan, kecakapan,
kebiasaan, serta aspek-aspek lain yang ada pada diri individu yang sedang
belajar.
25. BAB III
METODE PENELITIAN
A. Hipotesis Tindakan
Peneraan pendekatan realistik dalam pembelajaran matematika di kelas III
sekolah dasar efektif untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat penelitian
Penelitian ini akan diadakan pada kelas III SDN Oro Oro Ombo Madiun.
Alasan mengambil mata pelajaran dan kelas ini, karena sesuai dengan
tuntutan kurikulum yang berlaku.
2. Waktu penelitian
Waktu penelitian yaitu selama dua bulan, yaitu pada bulan awal November
sampai akhir bulan Desember tahun ajaran 2012/2013.
C. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam 0
penelitian ini adalah desain putaran spiral. Kegiatan
penelitian dimulai dengan perencanaan, tindakan, ?4
?3 ?1
pengamatan, dan refleksi, seperti disajikan pada
?2 0
gambar.
?4
?3 ?1
?2
26. Siklus I : (1) Perencanaan I, (2) Tindakan I, (3) Observasi I, dan
(4) Refleksi I.
Siklus II : (1) Revisi Rencana I, (2) Tindakan II, (3) Observasi II, dan
(4) Refleksi II.
Penelitian ini direncanakan dua siklus. Namun demikian, jika hasilnya
belum optimal, akan dilakukan siklus 3. Kegiatan pada masing-masing siklus
terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
Perencanaan, meliputi penetapan materi pembelajaran matematika kelas III
dan penetapan alokasi waktu pelaksanaannya yaitu bulan November-Desember
2012. Tindakan, meliputi proses pembelajaran melalui PMR kelas III semester 1.
Observasi, dilaksanakan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Refleksi,
meliputi kegiatan analisis hasil pembelajaran dan sekaligus menyusun rencana
perbaikan pada siklus berikutnya.
D. Subjek dan Objek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah kelas III SDN Oro Oro Ombo Madiun,
dengan jumlah siswa 30 orang. Obyek penelitian ini adalah pembelajaran
matematika dengan PMR dalam meningkatkan prestasi belajar matematika siswa
kelas III SDN Oro Oro Ombo Madiun.
E. Setting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester I tahun ajaran 2012-2013 di SDN
Oro Oro Ombo madiun, dimulai pada awal November 2012, Minggu I, II, III,
dan IV. Setting penelitian ini adalah lingkungan kelas tempat subjek melakukan
27. kegiatan pembelajaran, dan lingkungan secara umum pada kelas III SDN Oro
Oro Ombo Madiun.
F. Metode Pengumpulan Data
Data penelitian dikumpulkan melalui tes, observasi, dan catatan lapangan.
Data penelitian ini bersumber dari interaksi peneliti dan siswa, dalam
pembelajaran matematika pada siswa kelas III SDN Oro Oro Ombo Madiun.
Peningkatan prestasi belajar berupa data tindakan belajar atau hasil belajar.
Metode pengumpulan data yaitu observasi, tes, dan catatan lapangan.
Instrumen yang dipakai adalah pedoman observasi, soal tes, dan lembar
catatan. Pedoman observasi yang digunakan memuat garis besar sejauh mana
minat dan sikap positif serta partisipasi siswa dalam proses pembelajaran
matematika. Lembar pengamatan digunakan untuk memperoleh data sebelum
tindakan, baik dari guru maupun pengamat langsung di lapangan. Lembar soal tes
digunakan untuk menguji kemampuan dan prestasi belajar siswa.
G. Teknik Analisis Data
Analisis data dimulai sejak awal sampai akhir pengumpulan data. Data
yang diperoleh dari perhitungan persentasi dari hasil penilaian observasi pada
saat tindakan dilakukan. Hasil observasi tersebut kemudian dianalisis dan
dikaitkan dengan peningkatan prestasi belajar matematika dengan pendekatan
realistic.
Data penelitian diperoleh mulai observasi langsung pada objek penelitian
untuk mengungkap sejauh mana peningkatan minat dan prestasi belajar siswa
28. dalam bidang studi matematika. Observasi langsung dilaksanakan pada kondisi
awal pembelajaran di dalam kelas dan pada saat digunakan tindakan kelas berupa
penggunaan RME. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis deskriptif teknik persentase.
H. Jadwal Penelitian
WAKTU
November Desember
No. KEGIATAN
(minggu ke) (minggu ke)
1 2 3 4 1 2 3 4
1. Perencanaan √
2. Proses pembelajaran √ √ √ √ √
3. Evaluasi proses pembelajaran √ √ √ √ √
4. Evaluasi hasil pembelajaran √ √
5. Pengumplan data PTK √ √ √ √ √
6. Analisis data PTK √ √
7. Penyusunan hasil PTK √
8. Pelaporan hasil PTK √
29. DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarwan. 2010. Karya Tulis Inovatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Sugiono. 2006. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R & D. Bandung : Alfabeta
Suharsimi Arikunto. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta
Walle, J. A. 2008. Matematika Pengembangan Pengajaran. Jakarta : Erlangga
http://p4tkmatematika.org/2008/09/rme-salah-satu-pendekatan-pembelajaran-yang-
menyenangkan/
http://ayahalby.wordpress.com/2011/02/22/matematika-realistik/
30. LAMPIRAN
1. Lembar observasi terhadap keaktifan siswa kelas III pada saat proses belajar
mengajar matematika berlangsung
Aspek yang Diamati
Nama Bertanya Menjawab Mengemukakan memecahkan
No.
Siswa kepada guru pertanyaan pendapat masalah
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1.
2.
3.
4.
dst
Persentase
2. Lembar observasi
No. Pernyataan Ya Tidak
1. Siswa memperhatikan dengan sungguh-sungguh
2. Siswa mengindahkan perintah guru
3. Siswa bergairah dalam mengikuti proses pembelajaran
4. Siswa serius memperhatikan penjelasan guru
5. Siswa serius belajar kelompok
6. Siswa serius belajar matematika secara individu
7. Siswa dengan senang belajar matematika secara individu
8. Siswa semangat saat diberikan soal jajakan
9. Siswa bergairah dalam mengerjakan soal latihan
dst