Jurnal ini membahas perlakuan zakat perusahaan dalam laporan keuangan entitas syariah dari perspektif akuntansi syariah. Terdapat berbagai pendapat para ahli mengenai hal ini, antara lain apakah zakat sebaiknya diperlakukan sebagai biaya atau tidak. Jurnal ini juga membahas berbagai pendekatan akuntansi syariah seperti pragmatis, idealis 1, dan idealis 2 beserta konsep-konsepnya seperti enterprise theory dan shari'ate
1. “PERLAKUAN ZAKAT PERUSAHAAN DALAM LAPORAN
KEUANGAN ENTITAS SYARIAH DARI PERSPEKTIF
AKUNTANSI SYARIAH”
TUGAS MATA KULIAH
SEMINAR AKUNTANSI
Oleh :
Nama: Hasunah
NIM : 110810301139
Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi
Universitas Jember
2014
2. RINGKASAN
Akuntansi syariah di Indonesia mengalami perkembangan yang
cukup pesat. Konsep akuntansi syariah banyak digunakan oleh lembaga
keuangan, perbankan, dan juga instrumen keuangan lainnya. Di mana
prinsip utama dalam konsep keuangan syariah adalah adanya transaksi
keuangan berupa penyimpanan maupun penyaluran dana yang tidak
mengenal prinsip bunga.
Triyuwono (2000) menyatakan bahwa konsep akuntansi syariah
merupakan paradigma baru dalam wacana akuntansi dan sangat terkait
dengan kondisi obyektif yang ada dan melingkupi umat secara khusus dan
masyarakat dunia secara umum. Kondisi ini meliputi norma agama,
kontribusi umat pada masa lalu, sistem ekonomi konvensional yang masih
mendominasi perekonomian dunia, termasuk di sini masih mendominasi
berbagai lembaga keuangan serta instrumen keuangan yang
dikeluarkan. Sedangkan Hameed (2003) mendefinisikan akuntansi syariah
sebagai proses akuntansi yang menyediakan informasi yang sesuai (tidak
hanya terbatas pada data keuangan) kepada stakeholders sebuah entitas
untuk menjamin bahwa institusi tersebut beroperasi secara berkelanjutan
sesuai dengan prinsip syariah dan membawanya kepada tujuan sosio-
ekonomik.
Menurut AAOIFI pada Statement of Financial Accouniting (SFA)
No. 1, akuntansi syariah memiliki dua pendekatan dalam mengembangkan
tujuan akuntansi syariah, yaitu:
1. Pendekatan (pragmatis) memulai dengan tujuan yang dibangun
dalam akuntansi modern, mengujinya dengan syariah Islam,
menerima yang konsisten dengan syariah dan menolak yang tidak.
2. Pendekatan (idealis) membangun tujuan berdasarkan prinsip-prinsip
dan ajaran Islam dan kemudian mempertimbangkan tujuan yang
dibangun ini dalam hubungannya dengan akuntansi modern.
3. Terdapat perbedaan pendapat dalam perspektif akuntansi modern
apakah zakat tepat sebagai biaya atau tidak. Sedangkan untuk akuntansi
syariah pragmatis yang walaupun masih banyak mengadopsi konsep
akuntansi modern, menurut penulis tetap harus terdapat pembeda yang
signifi kan diantaranya. Berikut beberapa pendapat tentang perlakuan zakat
perusahaan dalam laporan keuangan entitas syariah dari prespektif akuntansi
syariah:
1. Triyuwono (2006), Mulawarman (2006), dan Slamet (2001)
beranggapan bahwa penggunaan teori entitas dalam laporan
keuangan menyebabkan informasi akuntansi bersifat egois karena
tujuan pelaporan keuangan hanya untuk pemilik modal saja.
2. AAOIFI dan MASB beranggapan bahwa konsekuensi diterapkannya
konsep entitas (walaupun tidak secara penuh) adalah
diperlakukannya zakat sebagai biaya. Hal ini dikarenakan zakat tidak
dianggap sebagai kepentingan pemilik modal. Perlakuan zakat
sebagai biaya oleh AAOIFI dan MASB menimbulkan kritik dari
pakar akuntansi Islam.
3. Akhyar Adnan kurang sependapat jika zakat diperlakukan sebagai
biaya. Menurut beliau pengakuan zakat sebagai biaya sama sekali
tidak sesuai dengan konsep biaya itu sendiri dari perspektif
akuntansi dan sekaligus berseberangan dengan makna hakiki zakat
yang diajarkan oleh Islam karena zakat bukan untuk menghasilkan
pendapatan perusahaan. Ketidakcocokan pengakuan pengeluaran
zakat sebagai biaya akan semakin jelas bila zakat dilihat dari
perspektif Islam. Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 261,
secara tegas Allah memberikan metafora zakat
4. Suwardjono tidak sependapat dengan Akhyar Adnan, menurutnya
perlakuan zakat sebagai biaya sudah tepat.
Terdapat perbedaan pendapat dalam perspektif akuntansi modern
apakah zakat tepat sebagai biaya atau tidak. Pada Kerangka Dasar
Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah terdapat paradigma
4. dasar transaksi syariah: Transaksi syariah berlandasakan pada paradigma
dasar bahwa alam semesta dicipta oleh Tuhan sebagai amanah (kepercayaan
ilahi) dan sarana kebahagian hidup bagi seluruh umat manusia untuk
mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual.
Setelah dibahas tentang berbagai teori di atas Slamet (2001) menilai
bahwa enterprise theory merupakan teori yang paling pas untuk akuntansi
syariah karena mengandung nilai kejujuran, keadilan, kebenaran, amanah,
dan pertanggungjawaban. Harahap dan Slamet, Sudibyo (2002) juga
memandang konsep enterprise yang paling cocok untuk akuntansi keuangan
syariah. Menurutnya, konsep enterprise mengakui sistem ekonomi pasar,
mentolerir kapitalisme dan individualisme, tetapi amat menekankan
sosialisme.
Slamet (2001) menyatakan bahwa enterprise theory dapat diadopsi
dalam akuntansi syariah namun terlebih dahulu harus disesuaikan dengan
nilai-nilai Islam yang pada akhirnya tercetuslah istilah shari’ate enterprise
theory. Dan terdapat konsekuensi dari penggunaan enterprise theory yaitu
digunakannya value added statement sebagai laporan kinerja perusahaan.
Masing-masing pendekatan memiliki nilai lebih dan kurangnya
dalam pengembangan akuntansi syariah. Dalam penelitiannya, Ratmono
(2004) membuktikan akuntansi syariah filosofis teoritis memang ideal
namun belum teruji dalam tataran empiris. Sedangkan akuntansi syari’ah
praktis seperti PSAK 59 dan AAOIFI merupakan akuntansi syariah yang
sudah dipraktikkan namun lemah dalam tataran epistemologisnya.
Rekomendasi Ratmono adalah bahwa PSAK 59 perlu didekonstruksi agar
sifatnya tidak sekedar materi (penyediaan informasi kinerja dan kepatuhan
terhadap prinsip syariah mengenai produk finansialnya namun juga spirit
(akuntabilitas). Informasi pengungkapan tidak hanya untuk direct
stakeholders saja namun juga indirect stakeholders, serta bukan hanya bagi
kepentingan transaksi ekonomi namun sosial dan lingkungan.
5. Berikut adalah perbandingan substansi laporan kinerja keuangan
antara SVAS dengan laporan kinerja lainnya menurut Mulaarman:
Akuntansi
Syariah
Pragmatis
Akuntansi
Syariah Idealis
1
Akuntansi
Syariah Idealis
2
Tujuan Utama Laba sebagai
penentu zakat
VA sebagai
penentu zakat
Zakat sebagai
penentuVA
Laporan
Kinerja
Expended
Income
Statement
VAS zakat
sebagai salah
satu bagiannya
VAS berbasis
zakat
Posisi Laba Setelah
dikurangi zakat
Bagian dari VA Bagian dari VA
dikrangi zakat
Sasaran
Utama
Stakeholders:
stakeholders
addition
Shareholders dan
stakehoders
Shareholders
dan stakehoders
Konsep
Teoritis
Entity Theory Enterprise
Theory
Shari’ate
Enterprise
Theory
Bentuk
Laporan
Kuantitatif Kuantitatif
kualitatif
Kuantitatif
kualitatif
Akuntansi syariah idealis tidak memperlihatkan bagaimana bentuk
persamaan akuntansinya. Bentuk persamaan ini kemudian seharusnya
diturunkan dalam laporan keuangan yang berartikulasi. Dalam akuntansi
modern dikenal istilah artikulasi laporan keuangan. Artikulasi ini
menunjukkan adanya hubungan-hubungan dalam laporan keuangan. Dengan
artikulasi, akan selalu dapat ditunjukkan bahwa laba dalam laporan laba rugi
akan sama dengan laba dalam laporan perubahan ekuitas dan jumlah rupiah
ekuitas akhir dalam laporan perubahan ekuitas akan sama dengan jumlah
ekuitas dalam neraca.
6. Penulis melihat laporan keuangan yang diusulkan pendekatan
idealis, yaitu shari’ate value added, tidak berartikulasi. Penulis hanya
mendapatkan sisi artikulasi dari neraca yang berdasar current value dengan
memisahkan aset yang terkena zakat dan tidak kemudian dapat dihitung
jumlah zakatnya (Boydoun dan Willet, 2000). Akan tetapi, dalam
menentukan bagi hasil/dividen kepada pemilik/partner, belum dapat
dirumuskan. Shari’ate Value Added Statement yang diusulkan pendekatan
idealis ini tidak menerangkan dari mana angka-angka selain angka zakat
didapat. Jika Triyuwono mengatakan laporan laba rugi seharusnya
digantikan dengan SVAS dengan alasan laba merupakan simbol ketamakan
pemilik,akan tetapi, menurut penulis, ketika laporan/laba rugi digantikan
dengan SVAS kita akan kesulitan menghitung bagi hasil/dividen kepada
pihak yang bersyirkah/pemegang saham karena dalam SVAS laba tersebut
tidak nampak.
Menurut penulis, tidak ada salahnya dengan laba jika laba bukan
merupakan tujuan akhir dari bisnis asalkan laba tersebut dihitung sesuai
prinsip syariah. Hal senada disampaikan Arwani (2008) bahwa bisnis
dilakukan dengan peranan untuk mencapai laba sebagai alat mencapai
tujuan bukan “akhir suatu tujuan”. Dengan pernyataan lain, laba bukanlah
tujuan akhir dari suatu aktivitas bisnis, akan tetapi bisnis dilakukan untuk
memperluas kesejahteraan sosial.
Kajian mengenai shari’ate enterprise theory sepertinya masih sangat
terbuka luas. Ada hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam setiap konsep
yang diambil. Apakah ketika menggantikan sesuatu konsep dengan konsep
lainnya akan menyebabkan hilangnya suatu manfaat dari informasi atau
tidak. Pengembangan akuntansi syariah idealis memang benar-benar harus
dimulai dari tujuan akuntansi syariah, akan tetapi jangan dilupakan dalam
kaitannya dengan relevansi dalam praktik. Jangan sampai sudah membuat
suatu konsep/teori yang sangat baik tetapi tidak dapat diaplikasikan dalam
dunia nyata.
7. CRITCAL REVIEW
Berdasarkan yang diungkapkan dalam jurnal di atas mengenai
perlakuan zakat perushaan dalam laporan keuangan entitas syariah dari
prespektif akuntansi syariah, jurnal tersebut telah memberikan gambaran
mengenai perlakuan zakat pada laporan keuangan entitas syariah dengan
berbagai pendekatan, konsep dan dengan berbagai pendapat para ahli
akuntansi syariah. Di mana hal itu sangat memperkuat tentang pendapat
penulis bahwa masih diperlukannya berbagai penelitian dan pengembangan
mengenai berbagai teori yang disebutkan di atas. Khususnya untuk teori
yang paling mendekati dengan konsep syariah yaitu shari’ate enterprise
theory di mana teori ini masih sangat terbuka luas untuk dilakuakn
penelitian dan dikaji ulang mengenai kaidahnya dalam akuntansi syariah
yaitu pada perlakuan zakat suatu entitas dalam laporan syariah.
Jadi jurnal ini sangat bermanfaat karena di dalam jurnal ini
meberikan celah-celah bagi mahasiswa maupun para akademisi untuk
melakukan penelitian terhadap berbagai teori-teori maupun konsep yang
diungkapkan di atas. Khususnya konsep shari’ate enterprise theory yang
paling relevan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menghasilkan
fakta baru maupun ilmu pengetahuan yang baru sehingga dapat
diaplikasikan dan dapat dimanfaatkan.
Namun jurnal ini juga memiliki beberapa kelemahan, di mana dalam
jurnal hanya menyampaikan mengenai pendapat dari berbagai tokoh/para
ahli tanpa memeberikan kejelasan yang tepat mengenai teori maupun
konsep mana yang sebaiknya diterapkan. Sehingga pembaca mengalami
kebingungan tentang apa yang sebenarnya ingin disampaikan penulis.
Penulis hanya memberikan gambaran bahwa teori-teori maupun konsep
pada jurnal di atas dapat dilakukan penelitian dan hanya menyampaikan
tentang pendapat para tokoh/para ahli.