1. Hal-hal Yang Membatalkan Puasa
Seperti sudah diketahui dari definisi puasa bahwa puasa adalah:
Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa dari mulai terbit fajar sampai terbenam
matahari dengan berniat.
Oleh karena itu mulai dari terbit fajar shadiq sebagai pertanda masuknya waktu shalat Subuh,
seorang yang berpuasa sudah harus menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya sampai
matahari terbenam di penghujung siang. Jikalau tidak, berarti puasanya batal. Ini berdasarkan
firman Allah Swt.:
لِ يْ ِلَلّْيلا ل ىَ ىإِ مَ ى يماَ ىِصَّي ال ُم اواّ او تِ أَ ى َمّْيثُم رِ جْ ِل فَ ىلْ ِلا نْ ِل مِ دِ اوَ ى سْ ِل ألَ ى ا طِ يْ ِلخَ ى لْ ِلا نْ ِل مِ ضُم يَ ىبْ ِلألَ ى ا طُم يْ ِلخَ ى لْ ِلا َمْ ِل كُملَ ى نَ ى يّْيبَ ىتَ ىيَ ى ت ىّْيحَ ى ب اواُمرَ ى شْ ِل واَ ى َل اواُكمُموَ ى
… dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.
Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam…
Maknanya diizinkan untuk mengkonsumsi makan dan minum sampai terbit fajar dan tidak lagi
diizinkan untuk makan dan minum setelah itu sampai terbenam matahari.
Dan sunnah Rasul Saw.:
: َمَ ى َلّْيسَ ى وَ ى هِ يْ ِلَلَ ىعَ ى َللّْيُم ا َل ىّْيصَ ى َللّْيِ ا لُم س اوُم رَ ى لَ ى قماَ ىَمُمئِ ِصماّْي ال رَ ى طَ ى فْ ِلأَ ى دْ ِل قَ ىفَ ى سُم ُمْ ِل َشّْي ال تِ بَ ىرَ ى غَ ى وَ ى ، نماَ ىهُم هماَ ى نْ ِل مِ رُم هماَ ى نّْيال رَ ى بَ ىدْ ِل أَ ىوَ ى ، نماَ ىهُم هماَ ى نْ ِل مِ لُم يْ ِلَلّْيلا لَ ى بَ ىقْ ِلأَ ى ذاَ ىإِ "
“Rasul Saw. Bersabda; apabila malam sudah datang dari arah sini (timur) dan malam beranjak
dari arah sini, mataharipun tenggelam, maka sudah masuk waktu untuk berbuka bagi orang-
orang yang berpuasa.”
Dalam tulisan ini, mari kita kupas hal- hal yang membatalkan puasa:
1. Makan dan minum.
Umat islam telah bersepakat (ijma`) bahwa apabila ada orang yang makan dan minum dengan
sengaja dan Ia mengetahui bahwa perbuatan itu adalah haram, maka puasanya batal, karena
menahan diri dari makan dan minum adalah faktor esensi dari pelaksanaan ibadah puasa.
Sedangkan perbuatannya bertentangan dengan pelaksanaan puasa tanpa ada udzur. Seperti yang
dipaparkan di dalam Al Qur`an:
لِ يْ ِلَلّْيلا ل ىَ ىإِ مَ ى يماَ ىِصَّي ال ُم اواّ او تِ أَ ى َمّْيثُم رِ جْ ِل فَ ىلْ ِلا نْ ِل مِ دِ اوَ ى سْ ِل ألَ ى ا طِ يْ ِلخَ ى لْ ِلا نْ ِل مِ ضُم يَ ىبْ ِلألَ ى ا طُم يْ ِلخَ ى لْ ِلا َمْ ِل كُملَ ى نَ ى يّْيبَ ىتَ ىيَ ى ت ىّْيحَ ى ب اواُمرَ ى شْ ِل واَ ى َل اواُكمُموَ ى
… dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.
Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam…
Jikalau seandainya ada sisa-sisa makanan di sela-sela gigi, kemudian terkena air ludah tanpa
bermaksud mengkonsumsi sisa-sisa makanan yang ada, puasa tidak batal, dengan syarat apabila
saat itu sulit untuk memisahkan mana air ludah dan mana sisa-sisa makanan yang terkonsumsi.
Ketika itu diberikan dispensasi dan tidak dianggap menyengaja mengkonsumsinya.
Apabila ada yang makan dan minum karena lupa (tanpa sengaja), maka puasanya tidak batal.
Berdasarkan hadits dari Abi Hurairah Ra.
هُقهاَهاسَها وَها َللّهُ ا هُ مَها عَها طَْع أَها مهاَها َنّإهَِنفَها هُ مَها وَْع صَها َمّهتَِنيُلَْعفَها بَها رَِن شَها وَها لَها كَها أَهافَها يَها سَِن َنَها ذاَهاإَِن لَها قهاَها َمَهالّهسَها وَها هَِن يَْعلَهاعَها َللّهُ ا لا ىّهصَها يّ َص بَِنَنّاله نَْع عَها هُ َنْعَعَها َللّهُ ا يَها ضَِن رَها ةَهارَها يَْعرَها هُ بيَِنأَها نَْع عَها
Dari Abu Hurairah Radliallahu ‘Anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Jika seseorang lupa lalu dia makan dan minum (ketika sedang berpuasa) maka hendaklah
dia meneruskan puasanya karena hal itu berarti Allah telah memberinya makan dan minum”
(HR. Bukhari).
1
2. Seolah-olah Allah telah memberinya rizki di bulan Ramadhan kepada orang yang berpuasa. Ini
disebutkan secara redaksional pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi.
2. Memasukkan sesuatu benda ke dalam rongga tubuh melalui lobang yang terbuka.
Benda yang dimaksud adalah setiap benda yang bisa ditangkap oleh indra manusia normal, besar
ataupun kecil, meskipun sesuatu yang biasanya tidak dimakan, seperti benang dan jarum.
Rongga yang dimaksud adalah: bagian otak dan semua bagian organ tubuh yang berada setelah
kerongkongan sampai kepada lambung dan usus-usus. Beda halnya dengan sesuatu yang masuk
ke dalam rongga tidak melalui lobang yang terbuka, seperti melalui pori-pori, dll.
Lobang yang terbuka adalah: mulut, kedua lobang hidung, kedua lobang telinga, qubul
(kemaluan), dubur (anus), dll.
Syarat sesuatu yang dimasukkan itu bias membatalkan puasa adalah, apabila dimasukkan dengan
sengaja, bukan karena terpaksa/tidak bisa dihindari, seperti halnya debu atau lalat yang masuk
tanpa disadari.
Berdasarkan keterangan diatas, maka;
Jikalau ada yang memasukkan sesuatu dari lobang-lobang yang terbuka dengan sengaja dan
tanpa paksaan dari orang lain, maka puasanya batal. Ia wajib mengganti (qadha`) puasa di hari
lain di luar bulan Ramadhan.
Jikalau ada yang mengkonsumsi sesuatu melalui perantara lobang hidung, puasanya batal.
Jikalau ada yang meneteskan sesuatu melalui telinga atau mengorek telinga, maka puasanya
batal.
Jikalau ada yang memakai obat tetes mata, puasanya tidak batal, meskipun ia merasakan adanya
rasa pahit dan semisalnya di dalam rongga. Karena tempat masuknya adalah mata, bukan lobang
yang terbuka.
Jikalau ada yang diinjeksi (suntik) saat berpuasa, puasanya tidak batal, karena suntik tidak
dimasukkan pada lobang terbuka, tapi di tempat yang memang tidak ada lobang yang
menyalurkan ke dalam rongga, yaitu kulit.
Air ludah selama masih berada di dalam mulut meskipun tertelan kembali, tidak menyebabkan
batal puasa. Karena hal tersebut sulit untuk menghindarinya bagi setiap orang yang masih
hidup. Tetapi Jikalau air ludah sudah dikeluarkan dari mulut, kemudian ditelan kembali, maka
puasanya batal. Begitu juga ketika air ludah yang masih ada di dalam mulut tetapi sudah
bercampur dengan najis dan tertelan, seperti ada orang yang gusinya berdarah dan ia tidak
mencucinya atau meludahkannya, maka puasanya batal.
Seseorang yang berwudhu` boleh untuk berkumur-kumur dan memasukkan air ke hidungnya di
siang hari, akan tetapi tidak boleh sampai ke pangkal hidung, apalagi masuk ke dalam. Jikalau Ia
memasukkan air sampai ke pangkal hidung dan air masuk ke dalam atau berkumur-kumur
sehingga air masuk ke dalam kerongkongan, puasanya batal.
Jikalau ada orang yang menyuntikkan sesuatu melalui dubur (anus), kadarnya sedikit atapun
banyak, maka itu membatalkan puasanya. Karena ia telah memasukkan suatu benda ke dalam
lobang yang terbuka dengan sengaja, meskipun zat yang dimasukkan tidak sampai ke usus dan
lambung.
2
3. Jikalau ada perempuan yang meneteskan sesuatu ke dalam lobang air seni atau kemaluannya
meskipun tidak sampai ke kantong kemih, maka puasanya batal, karena Ia telah memasukkan
suatu benda ke dalam lobang yang terbuka dengan sengaja.Termasuk meskipun ia cuma
memasukkan jari tangan ke dalam lobang kemaluannya.
3. Muntah disengaja.
Jikalau seseorang memasukkan tangannya atau memasukkan sesuatu ke dalam kerongkongannya
yang menyebabkan ia merasa mual dan muntah, maka puasanya batal.
Jikalau tidak disengaja, tapi ia tidak sanggup menahan muntah; karena pusing, karena kecapean,
karena bau yang tidak menyenangkan, karena perjalanan, dll..maka puasanya tidak batal.
َموسل عليه ال صلى لّهِ ىلص ا لُ سلوُ رَ لَ قلاَ : لَ قلاَ عنه تعلالى ال رضي ةَرَ يَْررَ هُ بيِ ىلصأَ نَْر عَ ):
نَْر مَ
ءُ يَْر قَلَْرا هُ عَ رَ ذَءَ قلاَتَسَْر ا نَْر مَ وَ ، هِ ىلص يَْرلَعَ ءَ ضلاَ قَ فالَءُ ضلاَ قَلَْرا هِ ىلص يَْرلَعَفَ
“Orang-orang yang tidak sanggup menahan muntahan, maka ia tidak wajib mengqadha
puasanya dan orang –orang yang sengaja menyebabkant muntah, maka ia mesti mengqadha
puasanya.”
Karena muntahan kalau sudah naik dari lambung, maka ia akan turun naik di dalam rongga, atau
ada bagian dari muntahan yang kembali ke dalam lambung. Itu artinya ada benda yang masuk ke
dalam rongga melalui lobang yang terbuka.
Jikalaupun muntahan keluar semuanya tidak ada lagi yang masuk kembali, maka puasanya tetap
batal sebagaimana yang dijelaskan oleh hadits.
4. Berhubungan badan suami-istri dengan sengaja.
Berhubungan badan suami istri pada siang hari membatalkan puasa, meskipun pergaulan itu
tidak menyebabkan keluarnya sperma. Kepada pasangan suami-istri dibolehkan melakukannya di
malam hari, tanpa berpengaruh terhadap puasa mereka selama dilakukan sampai sebelum terbit
fajar. Sebagaimana yang dijelaskan oleh ayat:
مْ كُْم ئِكسئاَئا نِك ل ىَئاإِك ثُْم فَئاَرَّف ال مِكيئاَئاِصَّي ال ةَئا لَئايْلَئا مْ كُْم لَئا َلَّف حِك أُْم
“Dihalalkan bagi kalian pada malam hari berpuasa untuk bergaul dengan istri-istri kalian”.
Para ahli tafsir mengartikan kalimat rafats di dalam ayat dengan jima` (pergaulan suami istri)
Di dalam ayat yang sama dijelaskan:
َنَّف هُْم َرهوُْم شِك بئاَئا نَئا لَْئا فئاَئا
“Maka sekarang gaulilah mereka (istri-istri kalian)”
Di dalam ayat yang sama juga dijelaskan:
دِكجِك سئاَئا مَئا لْا ف يِك نَئا فنوُْمكِك عئاَئا مْ تُْمنْأَئاهوَئا َنَّف هُْم َرهوُْم شِك بئاَئاتُْم لَئا هوَئا َلِك يْلَّفلا ل ىَئاإِك مَئايئاَئاِصَّي ال منواّ او تِكأَئا مَّفثُْم
“Kemudian sempurnakanlah puasa kalian sampai malam dan jangan kalian gauli mereka di
saat kalian sedang beri`tikaf di masjid-masjid”
3
4. Mubasyarah bermakna: bergaul suami-istri.
Berdasarkan penjelasan ayat maka dipahami bahwa bergaul suami-istri secara hubungan badan
(seksual) membatalkan puasa. Jikalau bermesraan dengan istri tidak pada kemaluan (hubungan
seks) atau sekedar mencumbui istri tapi menyebabkan keluar sperma, maka puasanya batal.
Tetapi jikalau tidak menyebabkan keluar sperma, maka puasa mereka tidak batal.
Adapun orang-orang-orang yang masih dalam keadaan junub sampai masuknya waktu fajar;
karena malam hari melakukan hubungan suami-istri atau malamnya mimpi basah, maka puasa
mereka tidak batal. Mereka bisa mandi junub setelah fajar terbit dan menyempurnakan shaum
mereka.
5. Istimna (berupaya mengeluarkan mani)
Yang dimaksud dengan istimna` adalah perbuatan yang sengaja mengeluarkan sperma tanpa
melakukan hubungan badan. Seperti bercumbu, onani dengan tangan sendiri atau dengan tangan
istri, atau dengan sentuhan pada kemaluan. Semua perbuatan itu membatalkan, karena ada upaya
mengeluarkannya dengan sengaja.
Adapun jikalau sperma keluar bukan karena keinginan, seperti karena mimpi, berfantasi sesuatu
yang indah atau melihat lawan jenis yang menarik, sehingga menyebabkan keluarnya sperma
tanpa menyentuh kemaluan, maka puasanya tidak batal. Karena Ia tidak berupaya mengeluarkan
sperma dengan sengaja secara langsung dari kemaluannya.
Adapun jikalau sekedar berciuman suami istri di saat berpuasa, tidak menyebabkan batalnya
puasa. Hanya saja makruh hukumnya berciuman jikalau berciuman itu dapat membangkitkan
syahwat, karena akan dapat menyebabkan seseorang sulit mengendalikan diri dan bisa
membatalkan puasanya. Sebaiknya tidak melakukannya sama sekali di saat berpuasa.
هِ بِ رِْهِب لِ ِ مِْهِب كُْم كَُك لَُكمِْهِب أَُك نَُك كناَُك وَُك مٌ وئِ صناَُك وَُك هُْم وَُك رُْم شِ بناَُكيُْموَُك لُْم بّ ُلقَُكيُْم - وسلم عليه ال صلى - ُيّ - بِ َنّالِب نَُك كناَُك
“Nabi Saw mencium dan bermesraan (bukan pada kemaluan) dengan istri beliau di saat beliau
sedang berpuasa dan beliau adalah orang yang paling kuat mengendalikan syahwat”
6. Haid dan nifas.
Jikalau seorang perempuan dari pagi hari dalam keadaan suci, kemudian di siang hari Ia mulai
haid atau nifas, maka puasanya langsung batal. Ketika itu Ia mesti langsung membatalkan
puasanya, karena Ia tidak lagi menjadi mukallaf untuk berpuasa. Dan ia justru berdosa jikalau
menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa jikalau berniat berpuasa. Karena diantara
syarat sahnya puasa adalah bersih dari haid dan nifas.
Puasa yang dibatalkannya tadi wajib diqadha` (diganti) di luar bulan Ramadhan, sedangkan
shalatnya selama masa haid dan naifas tidak wajib di qadha`.
7. Hilang akal dan murtad (keluar dari agama islam).
Apabila seseorang hilang akal, karena gila, dll. atau keluar dari agama islam di siang hari, maka
puasanya batal. Karena mereka ketika itu tidak lagi dihitung sebagai ahli ibadah, tidak lagi sah
pelaksanaan ibadah dari mereka, termasuk puasa. Karena syarat orang-orang yang dituntut untuk
berpuasa adalah berakal dan beragama islam. Sedangkan kedua syarat itu; berakal dan dalam
keadaan islam tidak terpenuhi oleh seorang yang gila dan seorang yang murtad.
Inilah hal-hal yang menyebabkan membatalkan puasa, yang mesti dihindari oleh seorang yang
sedang berpuasa.
4