Hadits Arbain 35 tentang Sesama Muslim Bersaudara.pptx
Aku bangga menjadi seorang muslim
1. Aku Bangga Menjadi Seorang Muslim
13Agu09
Sejak peristiwa pemboman di hotel JW Marriot dan Ritz Charlton beberapa waktu lalu, pihak
yang berwajib segera melakukan gerak cepat untuk menagkap siapa saia pelaku dibalik
pemboman tersebut. Dari berita-berita yang saya ikuti selama ini, mereka yang dikejar-kejar
sama polisi dan ditangkap polisi konon pemilik ponpes, aktifis masjid, aktif sholat berjamaah
dan pengajian, mantan aktifis rohis sekolah, orang berjenggot, celana diatas mata kaki, dan
kalo wanitanya yang bercadar. Haruskah kita sebagai seorang muslim kemudian takut dengan
aktifitasnya ditengah pemberitaan yang terkadang menyudutkan Islam ?
Berikut saya copy artikel dari blognya mas Ari Wahyudi dari postingan yang berjudul “Jadi
Muslim, kenapa takut?”
Akhir-akhir ini sering kita dengar bahwa orang-orang yang dikejar-kejar oleh aparat akibat
aksi terorisme adalah sosok orang-orang yang rajin ke masjid, mengenakan busana muslimah
(baca: cadar), dan memakai celana/pakaian di atas mata kaki (tidak isbal) sebagaimana yang
dicontohkan oleh Nabi. Ringkasnya, mereka yang terlibat jaringan teroris itu rata-rata adalah
orang yang dianggap punya semangat beragama dan aktif dalam kegiatan agama semacam
sholat berjama‟ah dan pengajian.
Pembaca sekalian, semoga Allah menetapkan kita di atas kebenaran. Sebenarnya Islam yang
diajarkan oleh Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam adalah agama yang indah dan
sempurna. Bagaimana tidak? Islam mengajarkan kepada umatnya untuk beribadah hanya
kepada satu sesembahan yang benar saja yaitu Allah Rabb yang menciptakan dan memelihara
alam semesta. Sementara agama-agama yang lain menyeru manusia untuk beribadah kepada
thaghut/sesembahan selain Allah, sesuatu yang sama sekali tidak menguasai walaupun hanya
setipis kulit ari. Oleh karena itulah, agama segenap Nabi dan Rasul yang diutus oleh Allah di
atas muka bumi ini adalah satu, dan itu tidak lain adalah tauhid. Allah ta‟ala berfirman,
“Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang mengajak: Sembahlah
Allah dan jauhilah thaghut.” (QS. an-Nahl: 36)
Dengan demikian, menjadi seorang muslim yang benar-benar bertauhid adalah cita-cita
semua orang, jika mereka benar-benar ingin meraih kesuksesan hidup di dunia maupun di
akhirat. Kenapa demikian? Sebab tidaklah Allah ta‟ala mengutus para rasul di atas muka
bumi ini melainkan untuk membimbing mereka untuk meraih kesuksesan dan kebahagiaan di
dunia dan di akhirat. Oleh sebab itu Allah mengaitkan antara ketaatan kepada Allah dan rasul
dengan keberuntungan dan kemenangan. Allah ta‟ala berfirman,
“Barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya dia pasti akan
mendapatkan keberuntungan yang sangat besar.” (QS. al-Ahzab: 71)
Maka hakikat orang yang sukses itu adalah yang benar-benar taat kepada Allah dan Rasul-
Nya. Sementara, ketaatan paling agung di dalam Islam itu tidak lain adalah mewujudkan
tauhid dan melenyapkan kemusyrikan dari dalam diri mereka. Dengan tauhid itulah seorang
hamba akan mendapatkan karunia dari Allah berupa surga. Allah ta‟ala berfirman,
2. “Sesungguhnya barang siapa yang mempersekutukan Allah maka sungguh Allah haramkan
atasnya surga dan tempat kembalinya adalah neraka, dan sama sekali tidak ada seorang
penolong pun bagi orang-orang yang zalim/musyrik itu.” (QS. al-Ma‟idah: 72)
Model Islam „Pengecut‟
Apabila kita tengok sejarah umat Islam di masa Nabi dan para sahabat, kita dapati memang
ada sebagian orang yang rajin sholat berjama‟ah di masjid, namun untuk sholat-sholat
tertentu saja yaitu selain sholat Subuh dan „Isyak. Di masa itu belum ada listrik dan
penerangan seperti masa sekarang. Sehingga orang-orang yang tidak menghadiri jama‟ah
sholat Subuh dan „Isyak tidak ketahuan siapa saja, karena keadaan gelap. Mereka itu tidak
lain adalah kaum munafikin, yang jasadnya bersama kaum muslimin namun hati mereka
bersama orang-orang kafir. Orang-orang munafik memang memiliki „program‟ untuk
menebarkan keragu-raguan di tengah barisan umat Islam. Di antara tipu daya mereka adalah
dengan menampakkan kebersamaan di satu sisi, namun di sisi lain mereka menggerogoti
kekuatan kaum muslimin dari dalam. Inilah model Islam „pengecut‟ yang mereka tawarkan.
Nah, pada jaman kita sekarang ini pun terrnyata model Islam semacam itu masih ada. Mereka
yang mempropagandakan liberalisme Islam, bahwa seorang muslim itu tidak boleh fanatik
kepada ajaran agamanya, seorang muslim tidak boleh menganggap orang di luar Islam
sebagai orang kafir, seorang muslim harus meyakini bahwa kebenaran itu ada pada semua
agama, oleh sebab itu surga –dalam persepsi mereka- itu tidak hanya dihuni oleh orang Islam
saja (baca: pengikut Rasulullah), namun siapa saja berhak masuk surga asalkan mereka
beriman kepada Allah (baca: meyakini adanya Allah) dan hari akhir (baca: masa depan, kata
mereka). Inilah kerancuan pemahaman yang ingin mereka sebar luaskan di tengah-tengah
kaum muslimin, agar kaum muslimin terlepas dari ajaran agamanya sedikit demi sedikit
hingga akhirnya Islam tinggal nama. Maka -harapan mereka- seorang muslim, tak ada lagi
bedanya dengan seorang penyembah berhala. Dia tidak sholat, tidak berjama‟ah di masjid,
tidak mengenakan jilbab, laki-lakinya tidak memelihara jenggot, meniru gaya hidup orang
kafir dan menjadi manusia berwatak binatang yang cita-citanya adalah memuaskan hawa
nafsu perut dan beberapa senti di bawah perut. Inilah yang mereka dambakan siang dan
malam!
Saudara-saudaraku sekalian, semoga Allah memberikan kesabaran kepada kita untuk
menjaga agama ini dari rongrongan musuh Allah dan Rasul-Nya. Seorang muslim bukanlah
sosok pengecut seperti yang mereka serukan. Seorang muslim yang beriman kepada Allah
dan hari akhir akan senantiasa memberikan loyalitasnya kepada Islam dan kaum muslimin.
Bukankah Allah berfirman,
“Tidak akan kamu jumpai orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir itu berkasih
sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan rasul-Nya, meskipun mereka itu
adalah bapak-bapak mereka, anak-anak mereka, saudara-saudara mereka, atau sanak keluarga
mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah ditetapkan keimanan di dalam hati mereka dan
Allah perkuat mereka dengan ruh/pertolongan dari-Nya…” (QS. al-Mujadilah: 22)
Maka orang yang mulia dan dihormati dalam pandangan seorang muslim adalah orang yang
dimuliakan oleh Allah dan Rasul-Nya karena iman dan amal salih mereka. Bukan semata-
mata karena ucapan dan penampilan mereka. Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam
bersabda,
3. “Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat sebagian orang dengan sebab Kitab ini dan
akan menghinakan sebagian orang dengan sebab Kitab ini pula.” (HR. Muslim).
Bukankah Allah ta‟ala juga berfirman,
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah orang yang paling bertakwa
di antara kalian.” (QS. al-Hujurat: 13)
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam pun bersabda,
“Sesungguhnya Allah tidak memperhatikan kepada rupa-rupa kalian, tidak juga kepada harta-
harta kalian, akan tetapi yang diperhatikan oleh Allah adalah hati dan amal-amal kalian.”
(HR. Muslim)
Maka orang-orang Liberal yang menyerukan kepada kaum muslimin untuk menanggalkan
identitas dan karakter keislaman mereka, entah itu berupa busana muslimah, kesetiaan kepada
Sunnah Nabi, dan komitmen kepada tauhid, pada hakikatnya mereka sedang menyeru kaum
muslimin untuk „nyemplung „ (menceburkan diri) ke dalam jurang kehinaan dan kerendahan.
Sungguh akhlak yang sangat-sangat tercela! Adakah orang yang lebih pengecut daripada
mereka yang mengatasnamakan intelektualisme Islam untuk memurtadkan umat Islam dari
agamanya? Mereka itulah orang-orang yang rela menjual agamanya demi kenikmatan dunia
yang tiada artinya di sisi Allah, seharga sayap nyamuk pun tidak!
Model Islam „Robin Hood‟
Pembaca sekalian mungkin masih ingat sosok bernama Robin Hood yang konon katanya
pahlawan pembela rakyat kecil, namun menempuh perjuangannya dengan cara mencuri alias
maling. Nah, ternyata di antara kaum muslimin pun ada orang-orang yang bertindak
sebagaimana si Robin Hood tokoh yang jelas tidak layak untuk diteladani. Sebagian orang
yang memiliki semangat membara di dalam dadanya untuk menyelamatkan umat Islam dari
penjajahan pemikiran yang dilakukan oleh barat (baca: orang kafir) beserta antek-anteknya
(di antaranya adalah penganut ajaran Liberal) berusaha untuk menumpas orang-orang kafir
tanpa pandang bulu.
Mereka tidak peduli, yang penting mereka ingin menghancurkan orang kafir di mana saja dan
dengan cara apa saja. Dalam hal ini mereka sangat jelas tampak tidak memiliki bekal ilmu
dalam menempuh perjuangannya. Maka muncullah berbagai aksi bom bunuh diri,
pengeboman, pembajakan pesawat, dan pemberontakan kepada penguasa muslim yang ada,
atau yang populer dengan istilah teror. Sehingga hal itu menimbulkan terjadinya kekacauan
di tengah-tengah masyarakat Islam. Saling curiga pun terjadi dan rasa aman tercabut. Orang-
orang -terutama para pejabat negara dan orang asing- menjadi khawatir akan keselamatan diri
mereka. Padahal Islam tidak membenarkan terjadinya pertumpahan darah kecuali ada alasan
yang benar seperti dalam situasi perang dengan orang kafir. Apalagi jika yang terbunuh/ikut
menjadi korban itu adalah orang muslim, maka dosanya jauh lebih besar dan lebih berat.
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda,
“Terbunuhnya seorang mukmin itu jauh lebih ringan daripada hilangnya dunia.” (HR. Nasa‟i)
4. Demikian pula, membunuh orang kafir tanpa hak adalah sebuah dosa besar. Rasulullah
shallallahu „alaihi wa sallam bersabda,
“Barang siapa yang membunuh orang kafir yang terikat perjanjian -dengan individu atau
pemerintah muslim- maka dia tidak akan mencium baunya surga. Sesungguhnya bau surga
itu bisa tercium dari jarak perjalanan empat puluh tahun.” (HR. Bukhari)
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam juga bersabda,
“Barang siapa bunuh diri dengan suatu alat/cara maka dia akan disiksa dengan cara itu pula di
hari kiamat kelak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Pembaca sekalian, alangkah bodohnya orang yang menganggap bahwa dakwah Islam adalah
dakwah yang tidak mengenal kasih sayang. Tidakkah kita ingat bahwa tujuan dakwah Islam
adalah mengentaskan umat manusia dari pemujaan kepada thaghut dan berbagai bentuk
kemusyrikan yang ada? Dakwah tauhid adalah dakwah yang penuh dengan kasih sayang
kepada umat manusia, bahkan kepada orang kafir sekalipun Rasulullah shallallahu „alaihi wa
sallam berbuat adil dan tidak menzalimi mereka. Sebelum mengobarkan perang, maka
terlebih dulu beliau memerintahkan kepada pasukannya untuk mengajak orang-orang kafir
agar masuk ke dalam Islam dan memeluk ajaran tauhid yang suci ini. Kalau mereka enggan
maka masih ada alternatif bagi mereka untuk tetap hidup di bawah pemerintahan Islam
dengan cara membayarkan jizyah kepada pemerintah. Nabi juga melarang membunuh anak-
anak dan perempuan. Maka di manakah letak keadilan ketika darah manusia sudah tidak
dihargai, nyawa mereka dilenyapkan begitu saja tanpa pandang bulu, gedung-gedung
diledakkan dan harta serta fasilitas publik menjadi rusak dan tidak berfungsi? Di manakah
letak keadilan pada aksi teror yang menghalalkan darah orang kafir tanpa alasan yang
dibenarkan oleh syari‟at? Kalau mereka ingin menegakkan keadilan dengan cara semacam itu
lalu di manakah letak keadilannya? Pikirkanlah wahai orang-orang yang berakal…
Perang yang dilakukan oleh Nabi shallallahu „alaihi wa sallam dan para sahabat adalah
peperangan suci yang tidak dikotori oleh kezaliman dan cara-cara kotor ala teroris. Ketika
umat Islam berada dalam kondisi lemah bahkan jihad secara fisik itu tidak disyari‟atkan,
karena akan mendatangkan mafsadat/kerusakan yang lebih besar bagi kaum muslimin sendiri.
Sebagaimana halnya ketika berada di Mekah –sebelum hijrah-, Rasulullah shallallahu „alaihi
wa sallam bersama para sahabatnya tidak melakukan aksi-aksi militer dan penyerangan
secara fisik. Mereka mencukupkan diri dengan jihad dengan ilmu, jihad dengan al-Qur‟an,
bukan dengan pedang dan tombak.
Dua jenis „tetangga‟ yang berbahaya
Maka kaum muslimin sekalian –semoga Allah merahmati kami dan anda- di masa sekarang
ini kita hidup di antara orang-orang yang memiliki kecenderungan kepada salah satu di antara
dua model manusia di atas. Dua jenis tetangga berbahaya yang harus kita waspadai. Yang
pertama, orang-orang yang menganut pemikiran liberal dan menganggap semua agama sama,
orang-orang yang bercita-cita untuk melepaskan kaum muslimin dari segala karakter dan
kepribadian mereka. Yang kedua, orang-orang yang terseret dalam aliran menyimpang
namun berpenampilan layaknya muslim dan muslimah yang taat. Mereka ingin membela
Islam namun dengan cara-cara yang tidak benar. Inilah realita umat yang kita hadapi
sekarang ini.
5. Tidak ada jalan keluar bagi kita dalam mengatasi persoalan ini kecuali dengan
mengembalikan kepada al-Qur‟an dan as-Sunnah dengan pemahaman salafus shalih,
menegakkan tauhid pada diri kita dan keluarga kita serta berpegang teguh dengan Sunnah
Nabi shallallahu „alaihi wa sallam. Menjauhi syirik dan bid‟ah yang telah merajalela di tubuh
umat ini. Itulah tugas kita bersama. Belum lagi, kita masih harus bekerja ekstra keras guna
membersihkan umat ini dari segala penyimpangan akhlak dan moral yang banyak menimpa
generasi mudanya.
Allah ta‟ala berfirman,
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai mereka mengubah apa
yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. ar-Ra‟d: 11)
Allah ta‟ala berfirman,
“Kemudian apabila kalian berselisih tentang suatu perkara maka kembalikanlah kepada Allah
dan Rasul jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhir, hal itu lebih baik dan lebih bagus
hasilnya.” (QS. an-Nisaa‟: 59)
Allah ta‟ala berfirman,
“Barang siapa yang menentang rasul setelah jelas baginya petunjuk dan mengikuti selain
jalan orang-orang yang beriman maka Kami akan membiarkannya terombang-ambing di
dalam kesesatannya, dan Kami akan memasukkannya ke dalam Jahannam, dan sesungguhnya
Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. an-Nisaa‟: 115)
Abdullah bin Mas‟ud radhiyallahu‟anhu berkata, “Ikutilah tuntunan, jangan kalian mengada-
adakan sesuatu yang tidak ada ajarannya. Sebab kalian telah dicukupkan.”
Imam Malik rahimahullah mengatakan, “Tidak akan baik keadaan akhir umat ini kecuali
dengan sesuatu yang menyebabkan baik generasi awalnya.”
al-Auza‟i rahimahullah berkata, “Wajib atasmu untuk mengikuti jejak orang-orang yang
terdahulu (para sahabat) dan jauhilah pendapat pikiran orang-orang itu meskipun mereka
menghias-hiasinya dengan ucapan indah di hadapanmu.”
Apabila hari-hari ini kita bersedih dengan teror fisik yang dilakukan oleh jenis „tetangga‟
yang „suka ribut-ribut dan berbau kematian‟ (istilahnya Imam Samudera) maka sudah
sepatutnya pula kita prihatin dengan teror pemikiran yang dilakukan oleh jenis „tetangga‟
yang sok intelek dan dianggap sebagai reformis yang ternyata berpikiran liberal. Apabila
teror yang pertama melenyapkan nyawa tak bersalah dan menelan korban yang salah jalan,
maka teror yang kedua mencabut kaum muslimin dari ruh dan jiwa keberagamaan mereka.
Wallahul musta‟an (Allah sajalah tempat kita meminta pertolongan)
Aduhai, di manakah posisi kalian wahai kaum muslimin?
6. Anelka Bangga Menjadi Muslim
Ahad, 24 Mei 2009, 13:27 WIB
LONDON--Striker Chelsea itu membeberkan pengalaman religiusnya sebagai seorang
muslim.
Nicolas Anelka termasuk sebagai pesepakbola papan atas dunia. Memperkuat Chelsea, dia
menjadi salah satu pemain utama jika tidak sedang dibebat cedera.
Di lini depan The Blues, Anelka dikenal sebagai pemain yang kalem dalam bersikap, namun
garang di depan lawan. Anelka juga terbilang pemain yang tenang dan tidak emosional.
Pemain asal Prancis itu pun membeberkan alasan yang melatarbelakangi sikap tenang di atas
lapangan itu. Menurutnya, agama Islam menuntunnya untuk tetap menuntunnya bersikap arif.
"Saya menjadi seorang muslim sejak saya berusia 16 tahun," curhatnya dalam wawancara
dengan majalah Arab, Super Magazine.
Sebelum menjadi seorang muslim, lanjut Anelka, dia adalah orang yang tidak memiliki
agama alias atheis, bukannya Kristiani seperti yang diperkirakan oleh sebagian orang.
Menganut Islam diakui Anelka banyak membawa perubahan positif dalam hidupnya. "Islam
banyak membantu saya untuk bisa bersikap tenang dan berkonsentrasi dan memiliki
semangat tinggi."
"Saya senang menjadi seorang Muslim, sebuah agama yang tenang dan saya banyak belajar
dari Islam," tutur pria yang mendapat panggilan Abd Al Salam bilal Anelka dari orang Arab
itu.
Adapun Anelka bukan satu-satunya pesepakbola modern yang menganut Islam. Franck
Ribery [memiliki panggilan nama Arab Bilal Ribery] dan Lilian Thuram juga tercatat sebagai
seorang muslim. Baru-baru ini, Al Jazeera juga mendapat klarifikasi dari Thiery Henry
dirinya ingin menjadi seorang muslim.goal/com/kem
7. Kecintaan DR. Yusuf Al-Qaradhawi Untuk Umat Islam Indonesia
29 Januari 2007 (11:51)| Hits: 7.009
Author:Ulis Tofa, Lc
Untuk yang keenam kalinya Ulama besar, Syaikh DR. Yusuf Al-Qaradhawi yang juga Ketua
Ulama Islam Internasional berkunjung ke Indonesia. Bumi Allah yang selalu dicintainya,
dirindukannya, dan harapan besar beliau akan peranan Indonesia yang lebih besar dalam
percaturan umat dunia. Berikut wujud kecintaan beliau terhadap umat Islam Indonesia yang
dituangkan dalam nasihat yang disampaikan di Masjid Istiqlal pada hari Jum‟at, 12 Januari
2007, yang diterjemahkan oleh Ust. H.M. Anis Matta:
Salam penghormatan dan kedamaian Islam dari pribadi saya, dari saudara-saudara Islam di
Qatar dan saudara-saudara Islam dari seluruh negeri Arab. As-salamu‟alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Setiap kali saya berkunjung ke Indonesia, selalu saya dapati bahwa Indonesia selalu makin
baik dari pada sebelumnya. Saya mendapati fakta bahwa Indonesia selalu lebih baik dari pada
hari-hari sebelumnya. Ini adalah negeri yang paling saya cintai, negeri yang menempati hati
saya, dan karena itu saya selalu berdoa agar negeri Indonesia ini atas izin Allah swt akan
memainkan peran yang lebih penting dari pada sebelumnya.
Pada kunjungan saya terakhir, saat masa Presiden Habibie, saya menyaksikan langsung
fenomena kebangkitan dan semangat kembali kepada Islam, dan fakta yang saya saksikan
sekarang ini jauh lebih baik dari saat itu insya Allah.
Bangga Menjadi Muslim
Sesungguhnya Allah memberikan kepada kita nikmat yang luar biasa dan karunia yang tak
terhitung jumlahnya. “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, pasti kamu tidak sanggup
menghitungnya.” (An-Nahl: 18)
Di antara nikmat yang tidak terhitung itu adalah ni‟matul wujud atau nikmat kehidupan.
Bahwa kita dijadikan salah satu makhluk-Nya yang hidup di alam raya ini. Kehidupan ini
memberikan kepada kita hak-hak yang lain setelah Allah swt memberikan eksistensi kita
dalam kehidupan.
Karunia kedua, ni‟matul insan, fakta bahwa kita adalah manusia yang ditetapkan sebagai
makhluk yang memiliki kelebihan dibanding makhluk-makhluk lainnya. Karunia ketiga,
ni‟matul aql atau karunia akal. Allah swt memberi kepada kita kemampuan membaca dan
menulis, kemampuan untuk menjelaskan, kekuatan untuk memahami fenomena di alam raya
ini.
Lain dari pada itu, ada karunia yang jauh lebih besar. Adalah ni‟matul hidayah ilal Islam,
karunia petunjuk menjadi seorang muslim. Inilah nikmat yang paling mulia. Dan ini tidak
Allah berikan kepada semua manusia, melainkan hanya kepada kita. Karena itu nikmat ini
haruslah kita syukuri. Inilah jalan satu-satunya yang Allah berikan kepada kita agar kita
mendapat kebaikan di dunia dan di akhirat.
8. “Jika kamu mensyukuri nikmat-Ku, pasti akan Aku tambah. Tapi jika kamu mengingkari
nikmat-Ku, ketahuilah bahwa adzab-Ku pasti pedih.” (Ibrahim: 7)
Mensyukuri nikmat hidayah Islam itu dengan beberapa cara. Pertama, syukuri nikmat ini
dengan menumbuhkan perasaan bahwa kita bangga dan mulia dengan beragama Islam. Kita
harus merasa bangga, percaya diri bahwa kita adalah orang Islam. Katakan kepada semua
orang dengan penuh kebanggaan, ”Saya adalah orang Islam. Saya adalah umat tauhid. Saya
adalah umat Al-Qur‟an. Saya adalah umat Muhammad saw.”
Dahulu para sahabat sangat bangga menjadi muslim. Mereka mengatakan, ”Ayahku adalah
Islam. Tiada lagi selain Islam. Apabila orang bangga dengan suku mereka, tapi aku bangga
nasabku adalah Islam. Suatu ketika Salman Al-Farisi radhiyallahu anhu ditanya, ”Keturunan
siapa Kamu?” Salman yang membanggakan keislamannya, tidak mengatakan dirinya
keturunan Persia, tapi ia mengatakan dengan lantang, ”Saya putera Islam.” inilah sebabnya
Rasulullah saw mendeklarasikan bahwa, ”Salman adalah bagian dari keluarga kami –ahlul
bait-, bagian dari keluarga Muhammad saw.”
Kita harus bangga bahwa kita adalah muslim. Karena faktanya bahwa Islam itu diturunkan
sebagai misi dimana Muhammad saw sebagai Rasulnya, juga diturunkan ke muka bumi
dengan tujuan menyebarkan kasih sayang. Karena itu kita haruslah bangga, karena kitalah
yang dinanti-nanti oleh umat manusia. Kita rahmat bagi alam semesta ini. Kita bagaikan air
yang dirindukan oleh orang yang haus dahaga. Kita adalah makanan yang sedang
dimimpikan oleh orang yang lapar.
Fakta lain, kiat harus bangga menjadi muslim, adalah bahwa kita mempunyai kitab suci. Al-
Qur‟an sendiri telah menjamin bahwa kitab ini tidak mungkin ternodai. Tidak satu huruf atau
titik pun yang akan merubah kesucian Al-Qur‟an yang sudah pasti di pelihara oleh Allah.
Karena itu kebenaran Al-Qur‟an akan tetap abadi. Al-Qur‟an yang ada di Indonesia adalah
Al-Qur‟an yang ada dan dibaca oleh saudara-saudara kita di muka bumi lain. Al-Qur‟an yang
dicetak di Indonesia, Arab Saudi, Mesir adalah Al-Qur‟an yang dicetak di seluruh dunia.
Oleh karena itu, kita mempunyai alasan yang sangat kuat bahwa kitalah pihak yang paling
berhak menyampaikan kebenaran dari Allah kepada seluruh umat manusia.
Kita adalah rahmat untuk seluruh umat manusia. Rahmat bagi yang jauh dan dekat. Rahmat
dalam keadaan damai dan keadaan perang. Rahmat untuk muslimin dan muslimat. Rahmat
untuk manusia dan binatang. Rahmat untuk muslim dan non-muslim. Karena Rasulullah saw
dalam peri hidupnya memiliki sikap kasih sayang. Demikianlah Allah swt memuliakan kita
dengan Al-Qur‟an dan Rasul-Nya.
Cobalah perhatikan, pernah dalam suatu pertempuran Rasulullah saw menyaksikan ada
seorang perempuan yang ikut terbunuh. Lalu beliau mengatakan kepada para sahabatnya,
”Tidak mungkin perempuan ini ikut berperang sehingga ia tidak layak di bunuh.” Demikian
rahmat Islam dalam peperangan. Rasulullah saw melarang umatnya untuk membunuh
perempuan, anak-anak, orang tua, para pendeta, merusak tempat ibadah, memotong mohon.
Perang adalah perkara yang sangat dibenci dalam Islam meskipun perang itu sebagai
kenyataan yang dipaksakan dalam kehidupan. Itulah sebabnya Islam menjelaskan bahwa kita
adalah rahmat untuk manusia sekalipun kita berperang.
Tidak ada manusia yang mencintai perang. Tidak ada manusia yang senang dengan
pertumpahan darah. Oleh karena itu, ketika Rasulullah saw ada kesempatan untuk membunuh
9. lawan-lawannya dalam peristiwa Fathu Makkah, tapi itu tidak pernah dilakukan oleh beliau.
Ketika seluruh orang Quraisy berkumpul di sekeliling masjidil Haram sebagai pihak yang
kalah, Rasulullah saw bertanya kepada mereka, ”Apa yang kalian duga yang akan saya
lakukan kepada kalian?” orang-orang Quraisy itu tertunduk dengan mengatakan, ”Kami
menduga engkau pasti akan melakukan sesuatu yang baik bagi kami karena engkau adalah
saudara kami yang mulia,” Kemudian Rasulullah saw mengatakan kepada mereka, ”idzhabu
faantum thulaqa‟. Hari ini tidak ada dendam. Hari ini kalian bebas semuanya. Pergilah
semuanya, kalian bebas.”
Lihatlah bagaimana Rasulullah memperlihatkan kasih sayang, ketulusan dan kecintaannya.
Bandingkan dengan karikatur yang digambarkan oleh orang-orang Denmark tentang
Rasulullah dengan kartun yang menggambarkan Rasulullah dikelilingi perempuan sambil
menghunus pedang. Itu sangat berlawanan dengan kemuliaan dan kasih sayang Rasulullah
saw. Karena ternyata fakta sejarah menunjukkan Rasulullah saw justru mampu memunculkan
rasa kasih sayang hingga dalam situasi beliau mampu melakukan apa saja terhadap musuh-
musuhnya.
Bila kewajiban kita adalah mensyukuri nikmat Islam, maka kita harus bangga dengan Islam,
dan itu artinya kita harus istiqamah dan konsisten dengan ajaran Islam. Tidak cukup dengan
kata-kata bahwa kita adalah muslim, tapi kita harus mengamalkan apa yang diajarkan oleh
Islam. Islam harus mewarnai kehidupan kita, dalam cara berpikir, bersikap, merasa, dan
dalam seluruh gaya hidup kita semuanya. Islam sebagai pengarah tunggal dalam kehidupan
kita semua.
Solidaritas Islam
Setelah kita mensyukuri nikmat Allah, bahwa kita sebagai muslim, yaitu dengan
mengamalkan Islam dengan penuh konsisten, saya ingin agar setiap muslim menumbuhkan
dan memiliki solidaritas dengan sesama Muslim yang lain. Bukan hanya untuk sesama
muslim yang berada di Indonesia tapi juga bagi seluruh saudara-saudara muslim di seluruh
muka bumi. Seorang muslim tidak boleh hidup untuk dirinya sendiri sehingga tidak peduli
dengan kehidupan saudara-saudaranya kaum muslimin yang lain. Tapi setiap muslim ketika
melakukan shalat, ia mengatakan, ”Iyyaka na‟budu waiyyaka nastai‟in..” Kepada-Mu lah
kami menyembah dan kepada-Mu lah kami meminta pertolongan..”
Mengapa ayat Al-Qur‟an menggunakan lafazh “kami” dalam ayat tersebut, karena kita
tidaklah sendiri melainkan kita adalah satu kelompok besar manusia, kita adalah satu umat.
Begitu juga Allah swt tidak menyeru dengan menggunakan lafazh “Yaa ayyyuhal mukmin,
wahai orang beriman, melainkan dengan panggilan, “Yaa ayyuhal ladzina amanu, wahai
orang-orang yang beriman, yakni dengan menggunakan lafadz jamak yang berarti banyak.
Oleh karena itu kaum Muslimin harus hidup bahu membahu. Yang kuat mengayomi yang
lemah. Yang kaya membantu yang miskin. Kita adalah umat yang satu, yang saling
membantu. Ukhuwah adalah pelajaran Islam yang paling penting. Ukhuwahlah yang bisa
membangkitkan dan menyatukan umat saat ini. Sebab meskipun kita memiliki jumlah umat
yang besar dan jumlah harta yang banyak, tetapi ketika kita menyaksikan ukhuwah itu hilang,
maka kita menjadi kelompok paling lemah di antara kelompok umat manusia.
Rasulullah saw mengilustrasikan seorang muslim dengan muslim lainnya ibarat sebuah
bangunan yang saling menguatkan. Dalam hadits yang lain, Rasulullah saw menjelaskan
10. dengan merapatkan jari jemari dari dua tangannya sebagai visualisasi kedekatan, kekerabatan
dan kekuatan satu sama lain dalam tubuh umat ini. Bahkan dalam kesempatan yang lain,
beliau mengatakan muslim satu dengan muslim yang lain ibarat satu tubuh, dimana jika satu
organ tubuh sakit, maka yang lainnya akan merasakan sakit pula. Hanya dengan inilah umat
Islam menjadi kuat di mata umat lainnya. Maka apa yang membuat saudara-saudara kita
menangis di tempat lain, itu pun seharusnya membuat kita menangis di sini, meskipun kita
tidak bersama dengan mereka. Bila saudara kita di belahan bumi lainnya mendapatkan
kesenangan dan tertawa gembira, itu juga yang membuat kita tertawa bahagia di sini.
Dalam sebuah syair disebutkan, ”Sesungguhnya musibah menyatukan kita,” Dan saat
sekarang ini kita menyaksikan begitu berat kondisi saudara-saudara kita di berbagai belahan
bumi Allah swt. Lihatlah bagaimana kondisi saudara-saudara kita di Palestina, Afghanistan,
Irak, Somalia, dan berbagai tempat lainnya. Umat Islam sekarang melewati fase krisis yang
sangat berat, melebihi krisis yang pernah dilewatinya dalam sejarah. Begitu banyak jiwa
melayang di sana, begitu banyak darah yang mengalir di negeri-negeri itu.
Di Palestina, mereka menyulut api fitnah untuk memecah barisan perlawanan kaum muslimin
terhadap penjajah Zionis Israel. Mereka ingin pecah perang saudara, antara sesama anak
bangsa Palestina. Saya katakan, tidak boleh, haram, terlarang saling membunuh sesama
saudara. Begitu juga di Irak, api fitnah berkobar-kobar antara pengikut Sunni dan Syiah.
Padahal sebelumnya mereka bisa hidup berdampingan. Saya berulang kali mengatakan dalam
khutbah saya, dilarang saling bunuh sesama umat Islam. Saya katakan kepada saudara-
saudara di Palestina, antara Hamas dan Fatah, bahwa mereka tidak boleh menumpahkan
darah satu orang pun dari rakyat Palestina. Saya juga katakan kepada saudara-saudara warga
Syiah di Irak, karena merekalah yang lebih bertanggung jawab atas apa yang kini terjadi di
sana. Itu karena mereka memiliki kekuatan yang lebih besar, memiliki referensi agama yang
kuat, dimana bila mereka katakan, ”Hentikan pembunuhan atas Muslim Sunni…” maka
pertumpahan darah pun bisa berhenti.
Saudara-saudara muslim di Indonesia mempunyai kewajiban untuk memainkan peran lebih
besar untuk mendinginkan konflik di dunia Islam. Itu yang saya sampaikan saat saya bertemu
dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Indonesia negeri muslim terbesar di dunia.
Indonesia tidak memiliki masalah dengan negara-negara Islam lainnya. Oleh karena itu, jika
Indonesia memainkan perannya, itu akan lebih mudah didengar dan diikuti. Indonesia
mempunyai kesempatan dan kekuatan untuk bertindak sebagai mediator dalam masalah
konflik di berbagai negeri Islam.
Alangkah perlunya kita saat ini untuk peran-peran itu, sehingga kita bisa menyatukan langkah
dan arah ke depan. Hanya dengan persatuan seperti ini lah kita bisa menjadi kuat sebagai
sebuah umat. Dan hanya dengan persatuan inilah kita bisa mengembalikan izzul Islam wal
muslimin. Allahu a’lam