1. Kepemimpinan Berbasis
Kecerdasan Emosional
(Emotional Inelligence)
I. PENDAHULUAN
Hasil beberapa penelitian di University of
Vermont mengenai analisis struktur neurologis otak
manusia dan penelitian perilaku oleh LeDoux (1970)
menunjukkan bahwa dalam peristiwa penting kehidupan seseorang, EQ selalu
mendahului intelegensi rasional. EQ yang baik dapat menentukan keberhasilan
individu dalam prestasi belajar membangun kesuksesan karir, mengembangkan
hubungan suami-istri yang harmonis dan dapat mengurangi agresivitas, khususnya
dalam kalangan remaja (Goleman, 2002 : 17). Memang harus diakui bahwa
mereka yang memiliki IQ rendah dan mengalami keterbelakangan mental akan
mengalami kesulitan, bahkan mungkin tidak mampu mengikuti pendidikan formal
yang seharusnya sesuai dengan usia mereka. Namun fenomena yang ada
menunjukan bahwa tidak sedikit orang dengan IQ tinggi yang berprestasi rendah,
dan ada banyak orang dengan IQ sedang yang dapat mengungguli prestasi belajar
orang dengan IQ tinggi. Hal ini menunjukan bahwa IQ tidak selalu dapat
memperkirakan prestasi belajar seseorang.
Kemunculan istilah kecerdasan emosional dalam pendidikan, bagi sebagian
orang mungkin dianggap sebagai jawaban atas kejanggalan tersebut. Teori Daniel
Goleman, sesuai dengan judul bukunya, memberikan definisi baru terhadap kata
cerdas. Walaupun EQ merupakan hal yang relatif baru dibandingkan IQ, namun
beberapa penelitian telah mengisyaratkan bahwa kecerdasan emosional tidak
2. kalah penting dengan IQ (Goleman, 2002:44). Menurut Goleman (2002 : 512),
kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan
emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence);
menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of
emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian
diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.
Menurut Goleman, khusus pada orang-orang yang murni hanya memiliki
kecerdasan akademis tinggi, mereka cenderung memiliki rasa gelisah yang tidak
beralasan, terlalu kritis, rewel, cenderung menarik diri, terkesan dingin dan
cenderung sulit mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara tepat. Bila
didukung dengan rendahnya taraf kecerdasan emosionalnya, maka orang-orang
seperti ini sering menjadi sumber masalah. Karena sifat-sifat di atas, bila
seseorang memiliki IQ tinggi namun taraf kecerdasan emosionalnya rendah maka
cenderung akan terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah
frustrasi, tidak mudah percaya kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi
lingkungan dan cenderung putus asa bila mengalami stress. Kondisi sebaliknya,
dialami oleh orang-orang yang memiliki taraf IQ rata-rata namun memiliki
kecerdasan emosional yang tinggi. Hal ini dikarenakan orang yang ber-IQ tinggi
gagal menjadi pemimpin, sementara orang yang IQ-nya sedang-sedang justru bisa
menjadi pemimpin yang baik dibandingkan pemimpin dengan kecerdasan
emosional yang mencakup keterampilan mengahadapi tekanan, mengenali dan
mengekspresikan emosi, keteguhan hati, empati serta keterampilan berhubungan
dengan orang lain
3. Gaya kepemimpinan yang digunakan kepala sekolah juga penting bagi
motivasi kerja guru. Dalam menjalankan roda kepemimpinan, kepala sekolah
perlu menggunakan strategi disamping taktik atau siasat kepemimpinan yang
tepat. Strategi kepemimpinan ini berisikan iklim dan seni untuk memperoleh dan
memanfaatkan dukungan dalam melaksanakan kebijakan dan mencapai maksud
yang diinginkan, serta berisi patokan yang perlu dipegang untuk mengerjakan
upaya-upaya guna mengejar pencapaian tujuan. Selain itu kepala sekolah juga
harus memahami setiap individu bawahannya serta menyesuaikan dengan situasi,
sifat dan kondisi yang ada agar gaya yang akan digunakan tidak mengakibatkan
hal-hal yang negatif, tetapi harus dapat mendorong dan membangkitkan para guru
agar bekerja lebih sungguh-sungguh sehingga tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan sebelumnya dapat tercapai.
4. II. PEMBAHASAN
A. Defenisi kepemimpinan
Secara sederhana kepemimpinan memiliki definisi adalah kemampuan yang
dimiliki seseorang untuk mempengaruhi orang lain. hal ini mengandung makna
bahwa kepemimpinan merupakan suatu kemampuan seseorang untuk
mempengaruhi orang lain sehingga orang lain tunduk atau mengikuti semua
keinginan seorang pemimpin.
Setiap manusia merupakan pemimpin, baik pemimpin akan dirinya sendiri
maupun pemimpin akan masyarakat atau pemimpin suatu organisasi. Sikap
kepemimpinan sudah ada didalam diri manusia, namun banyak yang tidak dapat
menggunakan sikap kepemimpinan tersebut dengan baik ataupun manusia
tersebut tidak menyadari akan kemampuan kepemimpinan yang dimiliki oleh
dirinya.
Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang memuat dua hal pokok yaitu:
pemimpin sebagai subjek, dan yang dipimpin sebagai objek. Kata pimpin
mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan
juga menunjukkan ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung
jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari
yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan setiap
orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan ke-pemimpinannya.
Terdapat 3000 lebih penelitian dan definisi kepemimpinan yang telah
diciptakan manusia (Bass & Stogdill'1990) seperti yang dikutip dalam Husaini
usman (2006 : 279). Definisi pemimpin menurut Stogdill (1974) ialah ( l) fokus
5. dari proses kelompok, (2) penerimaan kepribadian seseorang, (3) seni
memengaruhi perilaku, (4) alat untuk memengaruhi perilaku, (5) suatu tindakan
perilaku, (6) bentuk dari ajakan (persuasi), (7) bentuk dari relasi yang kuat, (8)
alat untuk mencapai tujuan, (9) akibat dari interaksi, ( l0) peranan yang
diferensial, dan (ll) pembuat struktur. Menurut Yukl (2001 : 4) seperti yang
dikutip dalam Husaini usman (2006 : 279), beberapa definisi yang dianggap
cukup mewakili selama seperempat abad adalah sebagai berikut :
1. Kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin
aktivitas-aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang ingin dicapai bersama
(shared goal)
2. Kepemimpinan adalah pengaruh antarpribadi yang dijalankan dalam suatu
situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi ke arah pencapaian
satu atau beberapa tujuan tertentu.
3. Kepemimpinan adalah pembentukan awal serta pemeliharaan struktur dalam
harapan dan interaksi.
4. Kepernimpinan adalah peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit pada dan
berada di atas kepatutran mekanis terhadap pengarahan-pengarahan rutin
organisasi.
5. Kepemimpinan adalah proses memengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah
kelompok yang diorganisasi kearah pencapaiantujuan.
6. Kepemimpinan adalah sebuah proses memberikan arti (pengarahan yang
berarti) terhadap usaha kolektif, dan yang mengakibatkan kesediaan untuk
melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran.
6. 7. Para pernimpin adalah mereka yang secara konsisten memberikan kontribusi
yang efektif terhadap orde sosial, serta yang diharapkan dan dipersepsikan
melakukannya.
Kepemimpinan menurut Surat Keputusan Badan Administrasi Kepegawaian
Negara No. 27/KEP/1972 dalam Usman(2006 : 280) ialah kegiatan untuk
meyakinkan orang lain sehingga dapat dibawa turut serta dalam suatu pekerjaan.
Kepemimpinan menurut Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Negara No. 02/SE/1980 ialah kemampuan seorang pegawai negeri sipil untuk
meyakinkan orang lain sehingga dapat dikerahkan secara optimal. Pendapat lain
juga diusampaikan oleh Terry & Rue (1985) dalam Usman (2006 : 280) bahwa
kepemimpinan adalah hubungan yang ada dalam diri seorang pernimpin,
memengaruhi orang lain untuk bekerja sama secara sadar dalarn hubungan tugas
yang diinginkan.
Dari beberapa pengertian kepemimpinan yang telah diuraikan di atas maka
secara lebih khusus akan dibahas kepemimpinan dalam bidang pendidikan.
Kepemimpinan pendidikan khususnya dalam kontek persekolahan lebih
menekankan pada terciptanya hubungan antar personil yang lebih harmonis dalam
melaksanakan pekerjaan. Husna Asmara mengemukakan bahwa: "Kepemimpinan
pendidikan adalah segenap kegiatan dalam usaha mempengaruhi personil di
fingkungan pendidikan pada situasi tertentu agar melalui kerjasama mau bekerja
dengan penuh tanggung jawab dan ikhlas demi tercapainya tujuan pendidikan
yang telah ditentukan."
Kutipan di atas memberikan pandangan kepada kita bahwa kepemimpinan
pendidikan memperlihatkan adanya usaha untuk mempengaruhi semua personil
7. yang terkait dalam lingkup pendidikan yang meliputi unsur-unsur guru, staf tata
usaha, siswa serta unsur lainnya agar mereka mau berbuat dan bekerja sesuai
dengan tugasnya serta penuh rasa tanggung jawab dan ikhlas, maka kerjasama itu
merupakan usaha dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan.
B. Kecerdasan Emosional (Emotional Inelligence)
1. Pengertian Kecerdasan Emosional (Emotional Inelligence)
Kecerdasan emosional atau yang biasa dikenal dengan emotional quotient
adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta
mengontrol emosi dirinya dan oranglain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi
mengacu pada perasaan terhadap informasi akan suatu hubungan. Sedangkan,
kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk memberikan alasan yang
valid akan suatu hubungan. Kecerdasan emosional (EQ) belakangan ini dinilai
tidak kalah penting dengan kecerdasan intelektual (IQ). Sebuah penelitian
mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional dua kali lebih penting daripada
kecerdasan intelektual dalam memberikan kontribusi terhadap kesuksesan
seseorang.
Kecerdasan Emosi atau Emotional Quotation (EQ) meliputi kemampuan
mengungkapkan perasaan, kesadaran serta pemahaman tentang emosi dan
kemampuan untuk mengatur dan mengendalikannya. Kecerdasan emosi dapat
juga diartikan sebagai kemampuan Mental yang membantu kita mengendalikan
dan memahami perasaan-perasaan kita dan orang lain yang menuntun kepada
kemampuan untuk mengatur perasaan-perasaan tersebut. Jadi orang yang cerdas
secara emosi bukan hanya memiliki emosi atau perasaan-perasaan, tetapi juga
8. memahami apa artinya. Dapat melihat diri sendiri seperti orang lain melihat kita,
mampu memahami orang lain seolah-olah apa yang dirasakan orang itu kita
rasakan juga..
2. Unsur – unsur Kecerdasan Emosional (Emotional Inelligence)
Adapun unsur-unsur kecakapan dalam EQ menurut Goleman yang dikutip
menurut Masaong (2011 : 71) sebagaimana yang diadopsi dari model yang
dikembangkan oleh Salovey dan Mayer, mempunyai cakupan lima kemampuan
dasar berikut, yaitu:
a. Mengendalikan Dorongan Hati
Merupakan karakteristik emosi untuk menunda kesenangan sesaat untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik. Hal ini sering juga disebut “menahan diri”.
Orang yang cerdas secara emosi tidak memakai prinsip “harus memiliki segalanya
saat itu juga”. Mengendalikan dorongan hati merupakan salah satu seni bersabar
dan menukar rasa sakit atau kesulitan saat ini dengan kesenangan yang jauh lebih
besar dimasa yang akan datang. Kecerdasan emosi penuh dengan perhitungan.
b. Mengelola Suasana Hati
Merupakan kemampuan emosionil yang meliputi kecakapan untuk tetap
tenang dalam suasana apapun, menghilangkan gelisahan yang timbul, mengatasi
kesedihan atau berdamai dengan sesuatu yang menjengkelkan. Orang yang cerdas
secara emosi tidak berada dibawah kekuasaan emosi. Mereka akan cepat kembali
bersemangat apapun situasi yang menghadang dan tahu cara menenangkan diri.
Mengelola suasana hati bukan berarti menekan perasaan. Salah satu ekspresi
emosi yang bisa timbul bagi setiap orang adalah marah. Menurut Aristoteles,
Marah itu mudah. Tetapi untuk marah kepada orang yang tepat, tingkat yang
9. tepat, waktu, tujuan dan dengan cara yang tepat, hanya bisa dilakukan oleh orang-
orang yang cerdas secara emosi. Ketiga hal tersebut diatas, merupakan
kemampuan untuk memahami dan mengelola emosi-emosi diri sendiri yang harus
dimiliki oleh orang-orang yang dikatakan cerdas secara emosi.
c. Memotivasi Diri
Orang dengan keterampilan ini cenderung sangat produktif dan efektif dalam
hal apapun yang mereka hadapi. Ada banyak cara untuk memotivasi diri sendiri
antra lain dengan banyak membaca buku atau artikel-artikel positif, “selftalk”,
tetap fokus pada impian-impian, evaluasi diri dan sebagainya.
d. Memahami Orang lain
Menyadari dan menghargai perasaan-perasaan orang lain adalah hal
terpenting dalam kecerdasan emosi. Hal ini juga biasa disebut dengan empati.
Empati bisa juga berarti melihat dunia dari mata orang lain. Ini berarti juga dapat
membaca dan memahami emosi-emosi orang lain. Memahami perasaan orang lain
tidak harus mendikte tindakan kita. Menjadi pendengar yang baik tidak berarti
harus setuju dengan apapun yang kita dengar. Keuntungan dari memahami orang
lain adalah kita lebih banyak pilihan tentang cara bersikap dan memiliki peluang
lebih baik untuk berkomunikasi dan menjalin hubungan baik dengan orang lain.
e. Kemampuan Sosial
Memiliki perhatian mendasar terhadap orang lain. Orang yang mempunyai
kemampuan sosial dapat bergaul dengan siapa saja, menyenangkan dan tenggang
rasa terhadap orang lain ynag berbeda dengan dirinya. Tingkah laku seperti itu
memerlukan harga diri yang tinggi, yaitu: menerima diri sendiri apa adanya, tidak
perlu membuktikan apapun (baik pada diri sendiri maupun orang lain), bahagia
10. dan puas pada diri sendiri apapun keadaannya. Kemampuan sosial erat
hubungannya dengan keterampilan menjalin hubungan dengan orang lain. Orang
yang cerdas secara emosi mampu menjalin hubungan sosial dengan siapa saja.
Orang-orang senang berada disekitar mereka dan merasa bahwa hubungan ini
berharga dan menyenangkan. Ini berarti kedua belah pihak dapat menjadi diri
mereka sendiri. Orang-orang dengan kecerdasan emosi yang tinggi bisa membuat
orang lain merasa tentram dan nyaman berada didekatnya. Mereka menebar
kehangatan dan keterbukaan atau transparansi dengan cara yang tepat.
3. Indikator penunjang Kecerdasan Emosional (Emotional Inelligence)
Kecerdasan emosional menentukan pontensi kita untuk mempelajari
ketermpilan-keterampilan praktis yang didasarkan pada lima unsur yang ada
maka akan lebih jelas diuraikan indikator – indikator tersebut penunjang
kecerdasan emosional seperti dikutip menurut Masaong (2011 : 72), yaitu sebagai
berikut :
a. Kesadaran Diri
Kepala yang memiliki kompetensi kesadaran diri tinggi memiliki ciri
kepemimpinan yang berorientasi pada pemahaman kecerdasan diri emosional,
mampu menilai diri sendiri secara akurat, dan memiliki kepercayaan diri yang
tinggi. Selain itu, dengan memiliki tanda dalam diri mereka sendiri, mengenali
bagaimana perasaan mereka mempengaruhi diri dan kinerja mereka (Goleman,
1999). Mendengarkan dan menyelaraskan diri dengan nilai-nilai yang
membimbingnya dan seringkali secara naluriah bisa menentukan tindakan yang
terbaik. Kepala sekolah yang sadar diri emosional bisa tegas dan otentik mampu
bicara tentang emosinya dengan kenyakina tentang visi yang membimbingnya.
11. Kepala sekolah yang memiliki penilaian diri yang akurat akan memiliki
kesadaran diri yang tinggi baik kelemahan maupun kelebihannyan tentang
menunjukkan cita rasa humor tentang diri mereka sendiri. Selain itu, menunjukan
pembelajaran yang cerdas tentang apa yang mereka perlu perbaiki serta
menerima kritik dan umpan balik yang membangun. Dengan penilaina diri yang
akurat` membuat mereka mengetahui kapan harus meminta bantuan dan di mana
ia harus memusatkan diri untuk menumbuhkan kekuatan kepemimpina yang baru.
Bagi kepala sekolah yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi akan mengetahui
kemampuannya secara akurat yang memungkinkan mereka untuk menjalankan
kepemimpinannya dengan baik, mereka percaya diri dapat menerima tugas yang
sulit (Goleman, 1999).
b. Penglolaan Diri
Kepala sekolah yang memiliki kompetensi pengelohan diri secara efektif akan
menempilkan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada pengendalian diri,
memiliki transparansi, maupun menyusuaikan diri, berprestasi, dan penuh dengan
inisiatif.
c. Kesadaran Sosial
Kesadaran sosial sebagai salah satu variabel kecerdasan emosional mutlak
dimiliki oleh kepala sekolah dalam mengembangkan iklim sekolah yang kondusif.
Kesadaran sosial mencakup sifat empati, kesadaran terhadap tugas dan tanggung
jawaw di sekolah, serta kompetensi pelayanan tinggi (Goleman, 1999)
d. Pengelolan Relasi
Pengelolan relasi sangat penting dimiliki kepala sekolah dalam mewujudkan
iklim sekolah yang kondusif. Pengelolaan relasi dalam kaitannya dengan
12. kepemimpinan pendidikan mencakup inspirasi, pengaruh, bimbinganuntuk
mengembangkan guru dan staf dituntut bertindak sebagai katalisator perubahan,
serta mampu mengelolah konflik serta menekankan pada kerja tim dan kolaborasi.
C. Gaya Kepemimpian Berbasis Kecerdasan Emosional
Penelitian yang dilakukan oleh goleman dan dipublikasikan pada tahun 1999
mengubah paradigma berpikir setiap orang tentang kecerdasan. Temuan tersebut
menegaskan eksistensi kecerdasan emosional terhadap seorang pemimpin jauh
lebih berpengaruh terhadap keberhasilan seseorang dibandingkan kecerdasan
intelektualnya. Berdasarkan temuan tersebut Goleman (2004) seperti yang dikutip
menurut Masaong (2011 : 171) mengemukakan gaya kepemimpinan yang efektif
berdasarkan kecerdasan emosional, yaitu :
1. Gaya Kepemimpian Visioner
Langkah awal yang harus dilakukan oleh kepala sekolah dengan
kepemimipinan visioner adalah mengajak warga sekolah bersama stakeholder
menganalisis dan mengkaji kondisi internal dan eksternal sekolah. Kepala sekolah
menjelaskan harapan-harapan atau visi yang ingin diwujudkan dalam menjalankan
tugas kepimpinannya, kemudian meminta masukan dari warga sekolah dan
stakeholder lainnya. Tujuannya, adalah untuk memperoleh dukungan dan simpati
dari stafnya tentang masa depan mereka. Selain itu, membangun inisiatif pada staf
serta kenyakinan bahwa keberhasilan mewujudkan tujuan sekolah dan tujuan
individu berada diri mereka sendiri (Goleman, dkk, 2004).
13. 2. Gaya Kepemimpinan Pembimbing
Kepala sekolah yang menganut gaya kepemimpinan pembimbing akan
berusaha melakukan perbincangkan mendalam dengan seorang pegawai,
membahas hal-hal yang lebih dari sekedar persoalan tugas sehari-hari menjelajahi
kehidupan staf, termasuk impian-impiannya, tujuan hidupnya, dan harapan
kariernya. Meskipun ada keyakinan umum bahwa setiap kepala sekolah perlu
menjadi seorang pembimbing yang baik, akan tetapi kenyataannya jarang sekali
menunjukkan gaya pembimbing yang sebenarnya (Ogilvy dalam Golemen, 2004.
Pada saat-saat penuh tekanan, kepala sekolah kerap berkata bahwa mereka “tidak
mempunyai waktu” untuk melakukan pembimbingan, tetapi dengan mengabaikan
gaya ini, mereka kehilangan alat yang sangat powerful, meskipun gaya
pembimbingan ini lebih berfokus pada individu, bukan pada pencapaian tujuan,
tetapi umumnya, gaya ini memprediksi adanya respon emosi yang positif dan
hasil yang lebih baik. Dengan memastikan bahwa ia melakukan perbincangan
pribadi dengan para stafnya, kepala sekolah mengkomunikasikan minat yang
ditulus kepada stafnya, dan bukan Cuma memandang mereka sebagai alat untuk
meyelesaikan pekerjaan. Oleh karena itu, gaya pembimbing akan menciptakan
percakapan yang berkelanjutan yang memungkinkan staf untuk mendengarkan
umpan balik kinerja mereka dengan terbuka, melihatnya sebagai penunjang
inspirasi mereka sendiri, dan bukan hanya untuk kepentingan kepala sekolah
(Goleman, dkk, 2004).
3. Gaya Kepimpinan Alifiatif
Saling membagi emosi terbuka merupakan salah satu ciri gaya alifiatif.
Kepala sekolah dengan ngaya ini menghargai perasaan stafnya, tidak terlalu
14. menekankan pencapaian hasil dan tujuan, tetapi lebih menekankan kebutuhan
emosi pada staf. Mereka berusaha membuat staf senang, menciptakan harmoni
untuk membangun resonansi tim (Goleman, dkk, 2004)
Gaya afiliatif ini cocok untuk membangun resonansi pada semua situasi,
tetapi terutama perlu diterapkan ketika kepala sekolah berusaha meninggikan tim,
meningkatkan moral, memperbaiki komunikasi atau memperbaiki kepercayaan
yang pernah putus. Banyak budaya yang sangat mengahargai ikatan pribadi yang
kuat, menjadikan pembangunan relasi yang kuat. Langkah ini akan muncul secara
alami bagi kepala sekolah yang menunjukan gaya afiliatif.
4. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya in akan sangat baik jika kepala sekolah menginginkan persetujuan,
membangun rasa hormat, dan membangun komitmen. Dengan meluangkan waktu
untuk mendengarkan kepedulian staf terhadap tujuan sekolah akan meningkatkan
moral kepala sekolah dan dampaknya menghasilkan iklim emosi yang positif bagi
sekolah. Kepala sek olah yang memilki visi yang kuat, gaya demokratis akan
sangat bermanfaat untuk memancing ide-ide tentang cara terbaik menerapkan visi
tersebut (Gerstner dalam Goleman, 2004).
5. Gaya Kepemimpinan Penentu Kecepatan
Kepala sekolah dalam menggunakan gaya ini harus ekstra hati-hati dan
menerapkannya cukup sekali-sekali saja. Ciri gaya ini memang kelihatannya
bagus tetapi jika salah dalam menerapkan sangat beresiko terhadap kinerja
seseorang. Kepala sekolah dengan gaya ini bersikap : (1) memegang teguh dan
melaksanakan standar kinerja yang tinggi, (2) bersikap obsesif bahwa segala
sesuatu bisa dilakukan dengan lebih baik, lebih cepat sehingga meminta hal yang
15. sama pada semua stafnya, (3) cepat menunjuk staf yang kinerjanya buruk dan
menuntut lebih banyak dari mereka, dan (4) jika staf tidak melakukannya dia
sendiri yang akan melakukan pekerjaan itu.
6. Gaya Kepemimpinan Memerintah (Otoriter)
Kepala sekolah yang menganut gaya kepemimpinannyiini bersifa direktif
(memerintah) bersifat otoriter. Gaya ini menuntut stafnya mematuhi langsung
perintahnya, tetapi tidak mau repot-repot menjelaskan alasan yang ada dibalik
perintah itu (Goleman, 2004).
Gaya ini merupakan gaya yang paling tidak efektif dari segala situasi
(Gerstner dalam Goleman, 2004). Oleh karena emosi menular dengan cepat dari
atas ke bawah, maka kepala sekolah yang dingin dan mengintimkan akan
mengotori suasana hati setiap staf, dan kualitas iklim emosi secara keseluruhan
akan berspiral ke bawah.
D. Peran kepemimpinan berkaitan dengan dimensi kecerdasan emosional
Penerapan gaya kepemimpinan berbasis kecerdasan emosional yang baru
diterapkan akan rentang timbulnya pertentangan bahkan sampai menimbulkan
konflik, oleh karena itu seorang pemimpim harus memiliki peran khusus. Kepala
sekolah sebagai pemimpin pendidikan menurut gorton (1976) berperan sebagai :
manajer, pemimpin pengajaran, fasilitator hubungan masyarakat, agen perubahan,
mediator konflik, dan penegak disiplin. Dalam kaitan kecerdasan emosional,
berikut penulis kemukakan peran kepala sekolah dalam rangka efektivitasnya
kepemimpinan dibidang pendidikan.
16. 1. Manajer
Sebagai manajer kepala sekolah diharapkan dapat mengorganisasi dan
mengkoordinasi manusia dan sarana prasarana lainnya sehingga tujuan sekolah
dapat tercapai secara efektif. Dalam tugas sebagai manajer pemimpin pendidikan,
kepala sekolah perlu kecerdasan emosional seperti ketrampilan sosial,
kemampuan berkomunikasi dengan efektif, dapat mengorganisir bawahan dan
mempengaruhinya untuk mencapai tujuan organisasi dan untuk memahami
karakteristik dan sifat bawahan, keterampitan empati perlu dikembangkan sesara
optimal, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai,
2. Pemimpin pengajaran
Kepala sekolah berperan untuk rnemperbaiki pengajaran terutama guru yang
masih rnembutuhkan bimbingan, selain sebagai administrator. Sebagai pemimpin
pengajaran, keterampilan sosial seperti kemampuan berkomunikasi dengan efektif
mutlak dibutuhkan untuk melakukan transfer pengetahuan . Hal yang tak kalah
pentingnya adalah integrasi dan komitrnen sebagai kompetensi personal dari
kecerdasan emosi harus dimiliki seorang kepala sekolah untuk rnencapai tujuan
organisasi sekolah.
3. Fasilitator hubungan masyarakat
Kepala sekolah harus memiliki hubungan baik dengan masyarakat, sehingga
kompetensi sosial yang berupa rnemiliki empati berupa bisa memahami
keberadaan orang lain dengan, dapat menangkap bahasa tubuh dan ekspresi non
verbal dan kemampuan rnenjalln hubungan dengan orang lain dengan melihat
berbagai latar belakang budaya. Etnis dan lain lain merupakan kunci kecerdasan
emosi yang terperrting dalam berltubungan dengan masyarakat
17. 4. Agen perubahan
Peranan administrator sebagai agen perubahan yaitu : a) mendiagnostik
kebutuhan untuk perubahan, b) mengembangkan atau menyeleksi suatu inovasi
mengorientasikan semua target terhadap perubahan yang diusulkan, d)
mengantisipasi masalah dan daya tahan terhadap perubahan yang diusulkan.
Seorang kepala sekolah sebagai agen perubahan harus memiliki sikap terbuka
untuk menerima perubahan sebagai dimensi dari kompetensi sosial dan tidak
harus taat pada aturan dan status quo. Hal yang penting bagi kepala sekolah
sebagai agen perubahan, yaitu harus memiliki inisiatif terutama jika manajemen
berbasis sekolah telah diterapkan.
5. Mediator konflik
Peranan kepala sekolah sebagai mediator konflik dewasa ini sangat penting
karena kecenderungan konflik dan variasinya semakin meningkat. Dalam
menyelesaikan perselisihan, kepala sekolah pada dasarnya bertindak sebagai
penengah/perantara. Keterampilan empati berupa memahami latar belakang
konflik terjadi dan keterampilan soal berupa penanganan manajemen konflik
meliputi langkah negosiasi dan menyelesaikan ketidak sepkatan sangat berperanan
dan membantu dalam mereduksi konflik yang terjadi antara sesama guru, guru
dengan orang tua dan guru dengan siswa
6. Penegak disiplin
Kepala sekolah perlu untuk menegakkan disiplin, walaupun memiliki konotasi
yang negatif. Narnun dernikian konsep 'disiplin yang modern tidak harus
rnenghukum, tetapi lebih menekankan pada pendekatan yang positif yang berupa
pentingnya pendekatan manusiawi dalam metakukan fungsi penegak disiplin,
18. kepala sekolah lebih menekankan pada pendekata kemanusiaan (human relation)
dari pada pendekatan kekuasaan dalam pelaksaan peran kepemimpinan yang
berkaitan dengan kecerdasan emosional
E. Karakteristik pemimpin yang memiliki kecerdasan emosional
Pemimpin besar mempunyai legalitas yang jauh lebih bagus dari pada yang
dimiliki orang yang dipimpin. Ketrampilan pemimpin besar menyertakan
kecerdasan emosional memiliki karakteristik tertentu dalam melaksanakan
kepemimpinannya. Adapun karakteristik pemimpin yang memiliki kecerdasan
emosional menurut Patton (2011 : 32) adalah sebagai berikut.
1. Penyingkapan diri
Penyikapan diri berarti mengetahui bagaimana mempresentasikan pandangan
anda yang yang positif dan cerah. Pemimpin yang dapat melakukan penyingkapan
diri sering membuat orang yang disekitarnya merasa nyaman mengungkapkan
perasaan diri sendiri. Penyingkapan diri dapat menciptakan persahabatan yang
produktif, kemitraan, dan penyelesaian masalah.
2. Wawasan.
Wawasan pribadi adalah mengenali pola orang lain, maksudnya sebagai
seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan emosional harus berwawasan akan
pola dalam emosi dan reaksi orang lain sehingga dapat mengenali kecenderungan
tertentu, baik positif maupun negatif. Wawasan juga dapat mempermudah
menangani kebutuhan emosi orang lain dan mengetahui bagaimana memecahkan
permasalahan.
19. 3. Tanggung jawab pribadi
Banyak pemimpin sekarang mengaharapkan perubahan dan menuntut hasil
tetapi tidak berpartisipasi dalam usaha perubahan tersebut guna keberhasilan
organisasi. Pemimpin yang memiliki kecerdasan emosional selalu terlibat aktif
dan bertanggung jawab terhadap proses pengembangan dan implementasi
biasanya selalu memperoleh hasil yang positif.
4. Agen perubahan
Menjadi agen perubahan berarti memacu berbagai gagasan, perasaan, dan
informasi guna peningkatan produktifitas kerja. Dengan demikian tidak ada
konsekuensi negatif untuk berbicara jujur. Pemimpin yang memiliki kecerdasan
emosional menijinkan para bawahan mengungkapkan pernyataan yang jujur
kepada orang lain.
5. Pengembang
Pengembang adalah pembuat konsensus dan pemerjelas pemahaman.
Pengembang tahu kapan mendengarkan, empati, berbicara, dan memberikan
pengarahan. Pengembang mempunyai kombinasi yang seimbang antara asertif dan
ketenangan, mereka percaya bahwa setiap orang punya hak mengungkapkan
pendapat dan perbedaan merupakan kualitas positif suatu organisasi.
6. Pemegang saham
Pemimpin dengan sikap pemegang saham memberikan karyawan peluang
berbagi rasa dalam kesuksesan dan tantangan organisasi. Karyawan diberikan
saham beban untuk merealisasikan misi organisasi dan bertanggung jawab
terhadap apa yang mereka lakukan.
7. Ketrampilan mengatasi stres
20. Banyaknya tugas dan pekerjaan dapat membuat seorang pemimpin seringkali
tak mampu mengendalikan luapan energi dan emosi sehingga meluapkan pada
hal-hal negatif. Kecerdasan emosional memampukan seorang pemimpin
mengatasi luapan emosi yang berakibatkan stres dalam melaksanakan kerja.
8. Ekspresi
Ekspresi atau suatu tindakan yang dilakukan oleh seorang pemimpin dapat
menjadi faktor penentu sukses atau gagalnya dalam menghadapi situasi sulit.
Tindakan nyata yang dilakukan seorang pemimpin dapat memotivasi bawahan
dalam melaksanakan tugasnya. Ucapan yang singkat dan tulus atas darma bakti
bawahan yang disampaikan seorang pemimpin dapat memotivasi bawahan
sehingga terkesan dalam hatinya bahwa dia sangat diperhatikan.
9. Menjinakkan anomi organisasi/perusahan
Anomi dalam organisasi diukur dengan indikator licik yang menunjukan
bahwa ada cacat tujuan, identitas, nilai, dan kondisi yang menyebabkan
kekurangan atau kegagalan dalam menjalankan tugas. Anomi mungki terkesan
seperti zona perang dan perlu dijinakan agar tidak dapat menyebabkan kegagalan
suatu organisasi.
10. Harmoni
Menciptakan harmoni ditempat kerja merupakan tugas yang paling sulit
dicapai karena adanya perbedaan agenda, kepribadian, kebutuhan, dan
tantangan. Pemimpin yang memiliki kecerdasan emosional mampu
menciptakan atmosfir yang harmonis dalam lingkungan kerja dimana seorang
pemimpin menyatukan berbagai keragaman guna menggapai kebaikan
bersama.
21. III. KESIMPULAN
Kecerdasan emosional atau yang biasa dikenal dengan emotional quotient
adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta
mengontrol emosi dirinya dan oranglain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi
mengacu pada perasaan terhadap informasi akan suatu hubungan. Sedangkan,
kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk memberikan alasan yang
valid akan suatu hubungan. Kecerdasan emosional (EQ) belakangan ini dinilai
tidak kalah penting dengan kecerdasan intelektual (IQ). Sebuah penelitian
mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional dua kali lebih penting daripada
kecerdasan intelektual dalam memberikan kontribusi terhadap kesuksesan
seseorang.
Kecerdasan Emosi atau Emotional Quotation (EQ) meliputi kemampuan
mengungkapkan perasaan, kesadaran serta pemahaman tentang emosi dan
kemampuan untuk mengatur dan mengendalikannya. Kecerdasan emosi dapat
juga diartikan sebagai kemampuan Mental yang membantu kita mengendalikan
dan memahami perasaan-perasaan kita dan orang lain yang menuntun kepada
kemampuan untuk mengatur perasaan-perasaan tersebut. Jadi orang yang cerdas
secara emosi bukan hanya memiliki emosi atau perasaan-perasaan, tetapi juga
memahami apa artinya. Dapat melihat diri sendiri seperti orang lain melihat kita,
mampu memahami orang lain seolah-olah apa yang dirasakan orang itu kita
rasakan juga..
Gaya kepemimpinan berbasis kecerdasan emosional sangatlah baik jika diterapkan
oleh pemimpin pendidikan, karena seorang pemimpin pendidikan dalam tugasnya sebagai
manajer, pemimpin pengajaran, fasilitator hubungan masyarakat, agen perubahan,
22. mediator konflik, dan penegak disiplin hasrus memiliki kecerdasan emosional yang baik
sehingga dapat tercapainya tujuan pendidikan.
Faktor kepemimpinan kepala sekolah ini memang perlu memperoleh
perhatian yang serius. Di antara sekolah ada terdapat kepala sekolah yang
memimpin dengan gaya yang otoriter dan seenaknya. Dalam kepemimpinannya
kepala sekolah sering menerapkan kebijakan yang lebih pro pada kepentingan
pribadi ketimbangan pada kepentingan guru. Memang ada kepala sekolah dengan
gaya kepemimpinan yang sesuai dengan harapan guru, akan tetapi mereka juga
tidak dapat berbuat banyak.