SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  54
BAB I
                                                PENDAHULUAN




                                1.1     Latar belakang masalah
                                      Pada haketnya Perencanaan merupakan suatu
                                rangkaian proses kegiatan menyiapkan keputusan
                               mengenai apa yang diharapkan terjadi sperti
(peristiwa, keadaan, suasana), dan sebagainya. Perencanaan bukanlah masalah
kira-kira, manipulasi atau teoritis tanpa fakta atau data yang kongkrit. Dan
persiapan perencanaan harus dinilai. Bangsa lain yang terkenal perencanaannya
adalah bangsa Amerika Serikat. Perencanaan sangat menentukan keberhasilan dari
suatu program sehingga bangsa Amerika dan bangsa Jepang akan berlama-lama
dalam membahas perencanaan dari pada aplikasinya. Pendidikan akan
mengantarkan masyarakat pada kepada suatu keadaan masyarakat berbasis
pengetahuan (knowledge based society). Pendidikan membawa perubahan dari
masyarakat yang potensi kemanusiaannya kurang berkembang menuju masyarakat
maju dan berkembang yang mengaktualisasikan potensi kemanusiaanya secara
optimal. Potensi kemanusiaan itu ialah (1) afektif yang tercermin dari kualitas
keimanan, ketakwaan , akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian
unggul, dan kompetensi estetis ; (2) potensi kognitif yaitu kapasitas berfikir dan
intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi ; (3) potensi psikomotorik yang dicerminkan pada kemampuan
mengembangkan keterampilan teknis , kecakapan praktis dan kompetensi
kinestetis (Depdiknas, 2007). Wahana yang tepat untuk hal tersebut adalah
pendidikan sebagai proses sistematis untuk meningkatkan martabat manusia
secara holistik yang memungkinkan ketiga dimensi paling elementer di atas dapat
    Lahirnya Undang – undang no 22 tahun 1999 yang direvisi dengan Undang –
undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, telah membawa nuansa
pembaharuan pada sistem pengelolaan pemerintahan, dari sistem sentralistik
menjadi desentralistik. Pemberlakuan desentralistik ini memberi keleluasaan
kepada pemimpin pemerintah daerah kabupaten/kota dalam mengeksplorasi visi



                                                                                1
tanpa dibatasi juknis dan juklak. Hal ini memberikan otonomi yang luas kepada
pemerintah daerah kabupaten / kota yang mempunyai kedudukan yang semakin
kuat dalam menjalankan fungsi – fungsi kepemerintahannya, yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi. Kewenangan
yang dimiliki mencakup semua bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam
politik luar negeri, petahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal dan agama.
“secara operasional sesungguhnya desentralisasi memberikan banyak keuntungan
bagi para pemimpin-pemimpin kreatif untuk mengembangkan lembaganya” (Aan
Komariah dan Cepi Triatna, 2006 : 70). Salah satu bidang yang di
desentralisasikan adalah pendidikan dalam sistem ini pemerintah daerah
kabupaten/ kota memegang peranan yang penting dalam pengelolaan bidang
pendidikan   di   daerahnya   berfungsi   sebagai   perencanaan,   pelaksanaan,
pengawasan, maupun pengendalian dan evaluasi. Desentralisasi dalam bidang
pendidikan diharapkan dapat memperbaiki masalah pokok pendidikan, misalnya
mutu, pemerataan, relevansi, efesiensi, dan manajemen dapat terpecahkan. Jika
sebelumnya manajemen pendidikan merupakan wewenang pusat dengan
paradigma top-down atau sentralistik, maka dengan berlakunya undang – undang
otonomi daerah maka terjadi perubahan paradigma menjadi bottom-up atau
desentalistik. Dalam hal pemberdayaan sekolah sedapat mungkin keputusan
seharusnya dibuat oleh mereka yang berada di garis depan (line staff), yang
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kebijakan, dan terkena akibat secara
langsung, yakni guru dan kepala sekolah, sehingga perlu diterapkan manajemen
sekolah yang dapat mengelola sekolah sesuai dengan prinsip otonomi.
   Model yang paling tepat dalam hal otonomi pendidikan adalah Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS), melalui model ini sekolah memiliki wewenang dalam
pengambilan keputusan yang terkait langsung dengan aspirasi dan kebutuhan –
kebutuhan sekolah. Sejalan dengan Nanang Fatah (2004 : 11) bahwa :
”Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Sebagai terjemahan dari School Based
Management, adalah suatu pendekatan politik yang bertujuan untuk meredesain
pengelolaan sekolah dengan memberikan kekuasaan kepada kepala sekolah dan
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kerja yang
mencakup guru, siswa, orang tua siswa, dan masyarakat”. Tujuan utama



                                                                             2
implementasi manajemen berbasis sekolah adalah meningkatkan efesiensi, mutu,
dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efesiensi diperoleh melalui keleluasaan
mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat, dan penyederhanaan
birokrasi. Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orang tua, keluwesan
pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme pendidik, adanya penghargaan
(reward) dan hukuman (punishment) sebagai kontrol. Secara yuridis model
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) tertuang dalam Undang – undang nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 51 ayat 1 yang menyatakan
: Pengelola satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan
menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip
mamajemen berbasis sekolah/madrasah. Dalam skala nasional penerapan MBS
dimulai tahun 1999, sejak dilaksanakannya Undang – undang nomor 22 dan 25
tentang otonomi daerah dan diikuti oleh penyempurnaan sistem pendidikan
nasional, sedangkan implementasinya pada sekolah – sekolah dimulai pada tahun
pelajaran 2003/2004. Dengan MBS Unsur pokok sekolah (constituent) memegang
kontrol yang lebih besar pada setiap kejadian di sekolah. Unsur pokok sekolah
inilah yang kemudian menjadi lembaga non-struktural yang selanjutnya disebut
“komite sekolah”. Anggota dari komite sekolah terdiri dari : 1). Unsur
masyarakat, seperti orang tua/wali peserta didik, tokoh masyarakat, tokoh
pendidikan, dunia usaha/industri, organisasi profesi tenaga kependidikan, wakil
alumni dan wakil peserta didik. 2). Unsur dewan guru, yayasan/lembaga
penyelenggara pendidikan, badan pertimbangan desa. Salah satu tujuan di
bentuknya komite sekolah adalah untuk mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan
prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dalam program
pendidikan di satuan pendidikan (Kepmen Diknas Nomor : 004/U/2002 tentang
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah). Dengan demikian komite sekolah
adalah wakil dari seluruh unsur tersebut diatas. Seperti yang telah dikemukan
bahwa keberhasilan MBS tidak saja ditentukan oleh kepala sekolah, tetapi juga
komite sekolah. Konsumen yang harus dilayani dan sangat berkepentingan adalah
siswa dan orang tuanya.
   Jika komite sekolah berperan aktif dalam menyalurkan aspirasi siswa, orang
tua dan masyarakat maka hasilnya akan sangat berkualitas. Komite sekolah yang



                                                                             3
merupakan syarat diterapkannya MBS masih belum berperan secara optimal,
pengambilan keputusan lebih banyak diambil oleh pihak sekolah. Berdasarkan
masalah inilah penulis tertarik untuk meneliti secara ilmiah tentang : PERAN
KOMITE         SEKOLAH         DALAM    PELAKSANAAN         MANAJEMEN
BERBASIS SEKOLAH SEBAGAI IMPLEMENTASI PERENCANAAN
PENDIDIKAN BERBASIS SEKOLAH.


1.2 Fokus penelitian
    Sebagai patokan dalam penelitian ini maka penulis membatasi permasalahan
pada penelitian ini hanya terfokus Peran Komite Sekolah Dalam Pelaksanaan
Manajemen Berbasis Sekolah Sebagai Implementasi Perencanaan Pendidikan.


1.3 Rumusan Masalah
    Bagaimana peran Peran Komite Sekolah Dalam Pelaksanaan Manajemen
Berbasis Sekolah Sebagai Implementasi Perencanaan Pendidikan Berbasis
Sekolah?


1.4 Tujuan Penelitian
    Tujuan penelitin ini secara umum adalah untuk mengetahui gambaran yang
objektif dan efektif tentang Peran Komite Sekolah Dalam Pelaksanaan
Manajemen Berbasis Sekolah Sebagai Implementasi Perencanaan Pendidikan
berbasis sekolah di SMA Negeri 2 Tondano. Sedangkan tujuan yang lebih khusus
dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui peran komite sekolah pada SMA Negeri 2 Tondano.
2. Untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan MBS pada SMA Negeri 2 Tondano
3. Untuk menganalisa seberapa besar kontribusi peran komite sekolah dalam
    pelaksanaan MBS sebagai Implementasi Perencanaan Pendidikan berbasis
    sekolah


1.5 Manfaat penelitian




                                                                          4
Penelitian ini diharapkan berguna bagi pihak peneliti maupun bagi
pengembangan ilmu dan pengetahuan. Secara lebih rinci penelitian ini dapat
memberi bermanfaat sebagai beikut :
1. Manfaat Teoritis
   a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi pengembangan
       ilmu dan pengetahuan terutama yang berhubungan dengan dan peran
       komite sekolah terhadap efektivitas implementasi MBS.
   b. Menjadikan bahan masukan untuk kepentingan pengembangan ilmu bagi
       pihak – pihak yang berkepentingan guna menjadikan penelitian lebih
       lanjut terhadap objek sejenis atau aspek lainnya yang belum tercakup
       dalam penelitian ini.
2. Manfaat praktis
   a. Komite Sekolah, agar lebih memahami peran dan fungsinya dalam
       mendukung sekolah serta mampu meningkatkannya sebagai mitra
       sekolah.
   b. Para guru dan kepala sekolah agar bekerja sama dengan komite sekolah
       untuk mengelola sekolah dengan baik.




                                                                         5
BAB II
                           STUDI KEPUSTAKAAN


 2.1 Komite sekolah
 A. Pengertian Komite sekolah
     Sesuai dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap penyelenggara
 pendidikan jalur sekolah semangkin meningkat, maka persatuan orang tua murid
 dan guru (PMOG) pada awal tahun 1974 di bubarkan dan dibentuk suatu badan
 yaitu Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3). Dalam perkembangan
 selanjutnya dengan keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor : 044/U/2002
 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, maka dibentuklah komite
 sekolah. Komite sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta
 masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efesiensi
 pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan baik dari jalur pendidikan
 prasekolah, jalur pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah.
     Berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor : 044/U/2002
 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tanggal 02 april 2002, maka
 pengertian dan nama komite sekolah adalah sebagai berikut :
 1. Komite sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran peran serta
     masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efesiensi
     penelolaan pendidikan di satuan pendidikan.
 2. Nama komite sekolah disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-
     masing satuan pendidikan.
 3. BP3, Komite sekolah dan atau majelis yang sudah ada dapat memperluas
     fungsi, peran, dan keanggotaan sesuai dengan acuan.


     Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap kualitas
pelayanan dan hasil pendidikan yang diberikan oleh sekolah, dan dalam rangka
pencapaian tujuan pendidikan nasional melalui upaya peningkatan mutu,



                                                                           6
pemerataan,    dan   efesiensi   penyelenggaraan   pendidikan,   dan   tercapainya
demokratisasi pendidikan, perlu adanya dukungan dan peran serta masyarakat
untuk bersinergi dalam suatu wadah yang lebih sekedar lembaga pengumpul dana
pendidikan dari orang tua siswa. Kondisi nyata tersebut dalam memasuki era
manajemen berbasis sekolah sekolah perlu di benahi selaras dengan tuntutan
perubahan yang dilandasi kesepakatan, komitmen, kesadaran dan kesiapan
membangun budaya baru dan profesionalisme dalam mewujudkan “ masyrakat
sekolah” yang memiliki loyalitas pada peningkatan mutu sekolah. Untuk
terciptanya suatu masyarakat sekolah yang kompak dan sinergis, maka komite
sekolah merupakan bentuk atau wujud kebersamaan yang dibangun melalui
kesepakatan ( surat Keputusan Mendiknas Nomor :044/U/2002).
     Komite sekolah adalah nama badan yang berkedudukan pada satu satuan
pendidikan, baik jalur sekolah maupun luar sekolah, atau beberapa satuan
pendidikan yang sama di satu komplek yang sama. Nama komite sekolah adalah
satu nama yang generik. Artinya, bahwa nama badan disesuaikan dengan kondisi
dan kebutuhan masing-masing satuan pendidikan, seperti komite sekolah, komite
pendidikan, komite pendidikan luar sekolah, dewan sekolah, majelis sekolah,
majelis madrasah, komite TK, atau nama lain yang disepakati. Dengan demikian,
organisasi yang ada tersebut dapat memperluas fungsi, peran, keanggotaan sesuai
dengan panduan atau melebur menjadi organisasi baru, yang bernama komite
sekolah ( surat Keputusan Mendiknas Nomor : 044/U/2002). Peleburan BP3 atau
bentuk-bentuk organisasi lain yang ada di sekolah kewenangannya berkembang
sesuai kebutuhan dalam wadah komite sekolah. Pembentukan komite sekolah
menjadi lebih kuat dari asfek legilitasnya, karena telah dinyatakan dalam Undang-
undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 56
sebagai berikut :
 1) Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang
     meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui
     dewan pendidikan dan komite sekolah;
 2) Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam
     meningkatkan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan,
     arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan



                                                                                7
pendidikan pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota yang tidak
    mempunyai hubungan hirarkis;
3) Komite     sekolah   sebagai   lembaga      mandiri,   dibentuk   dan   berperan
    dalampeningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberi pertimbangan
    arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan
    pendidikan pada tingkat satuan pendidikan;
4) ketentuan mengenai pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah
    sebagai dimaksud dalam ayat (1) , (2), dan (3) diatur lebih lanjut dengan
    peraturan pemerintah. Komite sekolah merupakan badan ang bersifat mandiri,
    tidak mempunyai hubungan hirarkis dengan satuan pendidikan maupun
    lembaga pemerintah lainnya, Posisi komite sekolah, satuan pendidikan, dan
    lembaga- lembaga pemerintah lainnya mengacu pada kewenangan masing-
    masing berdasarkan ketentuan yang berlaku.


B. Kedudukan Komite sekolah
    Komite sekolah yang ada pada Madrasah Aliyah di Kota Manado
berkedudukan di satuan pendidikan, selain itu terdapat komite sekolah yang
tersebar pada satuan pendidikan dalam berbagai jenjang, jenis, dan jalur
pendidikan ada sekolah tunggal dan ada sekolah yang berada dalam satu
kompleks. Ada sekolah Negeri dan ada sekolah swasta yang didirikan oleh
yayasan penyelenggara pendidikan. Oleh karena itu, maka komite sekolah dapat
dibentuk dengan alternatif sebagai berikut :
    Pertama, komite sekolah yang dibentuk dalam satuan pendidikan. Satuan
pendidikan yang jumlah siswanya banyak, atau sekolah khusus seperti sekolah
luar biasa, termasuk dalam katagori yang dapat membentuk komite sekolah
sendiri. Kedua, komite sekolah yang di bentuk untuk beberapa satuan pendidikan
yang sejenis. Sebagai misal, beberapa Sd yang terletak didalam satu kompleks
atau kawasan yang berdekatan dapat membentuk satu komite sekolah. Ketiga,
komite sekolh yang dibentuk untuk beberapa satuan pendidikan yang berbeda
jenis dan jenjang dan terletak didalam satu kompleks atau kawasan yang
berdekatan. Sebagai misal, ada stu kompleks pendidikan yang terdiri dari satuan
pendidikan TK, SD, SLTP, SLTA dan SMK dapat membentuk satu komite



                                                                                 8
sekolah. Keempat, komite sekolah yang dibentuk untuk beberapa satuan
pendidikan yang berbeda jenis dan jenjeng pendidikan atau dalam pembinaan satu
yayasan penyelenggara pendidikan, misalnya sekolah- sekolah dibawah lembaga
pendidikan Muhammadiyah, Al-washliyah, Al-ittihadiyah, taman siswa, sekolah
katolik, sekolah kristen dan sebagainya.


C. Tujuan Komite sekolah
     Dibentuknya komite sekolah dimaksudkan agar adanya wadah organisasi
masyarakat sekolah yang mempunyai komitmen dan loyalitas serta peduli
terhadap peningkatan kualitas sekolah. Komite sekolah yang dibentuk dapat
dikembangkan secara khas dan berakar dari budaya , demografis, ekologis, nilai
kesepakatan, serta kepercayaan yang dibangun sesuai potensi masyarakat
setempat. Oleh karena itu komite sekolah yang dibangun harus merupakan
pengembangan kekayaan filosofis masyarakat secara kolektif. Artinya, komite
sekolah mengembangkan konsep yang berorientasi kepada penggunaan (client
model), berbagi kewenangan (power sharing and advocacy) dan kemitraan
(patnership model) yang difokuskan pada peningkatan mutu pelayanan
pendidikan. Menurut SK Mendiknas Nomor 044/U/2002, adapun tujuan
dibentuknya komite sekolah sebagai suatu organisasi masyarakat sekolah adalah
sebagai berikut :
1.   Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam
     melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan disatuan
     pendidikan.
2.   Meningkatkan    tanggungjawab         dan   peran   serta   masyarakat   dalam
     penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
3.   Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis
     dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan
     pendidikan.


D. Peran dan Fungsi Komite sekolah
     Peran dan fungsi komite sekolah adalah landasan untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan organisasinya. Komite sekolah memiliki peran sebagai mitra



                                                                                  9
kerja lembaga pendidikan (sekolah), diantaranya adalah sebagai penasehat
sekolah, pendudukung sekolah, pengontrol/pemantau, sebagai penghubung
dengan stakeholders pendidikan. Departemen Pendidikan Nasional (2004: 23)
merinci peran komite sekolah adalah :
1.   Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan
     kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.
2.   Pendukung layanan pendidikan (supporting agency), baik yang berwujud
     finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan
     satuan pendidikan.
3.   Pengontrol (controlling agency) dalam rangka tranparansi dan akuntabelitas
     penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
4.   Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan
     pendidikan.
     Disamping itu pula Departemen Pendidikan Nasional (2004:24) menegaskan
Komite Sekolah memiliki fungsi sebagai berikut :
1.   Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap
     penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
2.   Melakukan kerja sama dengan masyarakat (perorangan/ organisasi/ dunia
     usaha/ dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan
     pendidikan yang bermutu.
3.   Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan
     pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.
4.   Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan
     pendidikan mengenai :
     a. Kebijakan dan program pendidikan.
     b. Rencana Anggran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS).
     c. Kriteria kinerja satuan pendidikan.
     d. Kriteria tenaga pendidikan.
     e. Kriteria fasilitas pendidikan.
     f.   Hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan.
5. Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalan pendidikan guna
     mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan.



                                                                            10
6. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan
     pendidikan disatuan pendidikan.
7. Melakukan      evaluasi   dan   pengawasan    terhadap   kebijakan,   program,
     penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
     Beranjak dari pandangan diatas, peran dan fungsi komite sekolah akan
menjadi suatu wadah yang mewadahi kemitraan antara sekolah dengan
masyarakat. Terjalinnya koordinasi atau kerjasama sekolah dengan masyarakat
merupakan salah satu pendukung keberhasilan penyelenggaraan konsep
manajemen berbasis sekolah. Upaya untuk meningkatkan peran masyarakat,
sekolah harus dapat membina kerjasama dengan orang tua dan masyarakat,
menciptakan suasna kondusif dan menyenangkan bagi peserta didik dan warga
sekolah. Itulah sebabnya maka paradigma MBS mengandung makna sebagai
manajemen partisipasif yang melibatkan partisipasi masyarakat, sehingga semua
kebijakan dan keputusan yang diambil adalah kebijakan dan keputusan bersama,
untuk mencapai keberhasilan bersama.


E. Wewenang dan kegiatan pokok Komite sekolah
1. Wewenang Komite Sekolah
     Dalam Nanang Fattah (2004: 160) dinyatakan bahwa komite sekolah
mempunyai wewenang sebagai berikut :
a. Menetapkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga komite sekolah.
b. Bersama-sama sekolah menetapkan rencana setrategi pengembangan sekolah
c. Bersama-sama sekolah menetapkan standar pelayanan sekolah.
d. Bersama-sama sekolah membahas bentuk kesejahteraan personil sekolah.
e. Bersama-sama sekolah menetapkan RAPBS.
f.   Mengkaji pertanggungjawaban program sekolah.
g. Mengkaji dan menilai kinerja sekolah.
h. Merekomendasikan kepada sekolah atau guru yang berprestasi dan memenuhi
     persyaratan profesionalisme serta administratif secara normatif sesuai dengan
     landasan hukum untuk promosi dan diajukan kepada pihak berwenang, dalam
     hal ini kepala Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten.




                                                                               11
i.   Menerima kepala sekolah dan guru yang dipromosikan oleh sekolah lain
     sesuai denga persyaratan profesionalisme serta administratif secara normatif
     sesuai denga landasan hukum untuk dipromosikan dan ditunjuk oleh pihak
     yang berwenang.
j.   Merekomendasikan kepada sekolah atau guru yang melanggar etika
     profesionalisme serta administratif secara normatif sesuai dengan landasan
     hukum yang berlaku dan diajukan kepada pihak yang berwenang, dalam hal
     ini kepala kantor Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten.
2.   Kegiatan Pokok Komite Sekolah
     Selanjutnya Nanang Fattah (2004;161-162) menyatakan bahwa komite
sekolah mempunyai kegiatan pokok sebagai berikut :
a. Menyelenggarakan rapat-rapat komite sesuai dengan program yang telah
     ditetapkan.
b. Bersama-sama sekolah merumuskan dan menetapkan Visi dan Misi sekolah.
c. Bersama sekolah menyusun standar pelayanan pembelajaran disekolah.
d. Bersama-sama sekolah menyusun rencana strategik pengembangan sekolah.
e. Bersama-sama sekolah menyusun dan menetapkan rencana program tahunan
     sekolah termasuk RAPBS.
f.   Membahas dan turut menetapkan pemberian tambahan kesejahteraan berupa
     uang honororium yang diperoleh dari masyarakat kepada sekolah, tenaga guru
     dan tenaga administratif sekolah.
g. Bersama-sama sekolah mengembangkan potensi unggulan, baik yang bersifat
     akademis maupun non akademis.
h. Menghimpun        dan   menggali      sumber   dana   dari   masyarakat   untuk
     meningkatkan kualotas pelayanan sekolah.
i.   Mengelola kontribusi masyarakat berupa uang yang diberikan kepada sekolah.
j.   Mengelola kontribusi masyarakat yang berupa non material (tenaga, pikiran)
     yang diberikan kepada sekolah.
k. Mengevaluasi program sekolah secara profesional sesuai dengan kesepakatan
     pihak sekolah, meliputi ; pengawasan penggunaan sarana dan prasarana
     sekolah, pengawas keuangan secara berkala dan berkesinambungan.




                                                                               12
l.   Mengidentifikasi berbagai permasalahan dan memecahkannya bersama-sama
     dengan pihak sekolah.
m. Memberikan respon terhadap kurikulum yang dikembangkan secara standar
     nasional maupun lokal.
n. Memberikan motivasi dan penghargaan kepada tenaga pendidik dan
     kependidikan
o. Memberikan otonomi secara profesional kepada guru mata pelajaran dalam
     melaksanakan tugas-tugas kependidkannya sesuai dengan kaidah dan
     kopetensi guru.
p. Membangun jaringan kerjasama dengan pihak luar sekolah yang bertujuan
     untuk meningkatkan kualitas pelayanan proses dan hasil pendidikan di
     sekolah.
q. Memantau kualitas proses pelayanan dan hasil pendidikan di sekolah.
r.   Mengkaji    laporan     pertanggungjawaban   pelaksanaan   program   yang
     dikonsultasikan oleh kepala sekolah.
s.   Menyampaikan usul atau rekomendasi kepada pemerintah daerah untuk
     meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan
     sekolah.


F. Eksestensi Komite sekolah Pasca Diundangkan Peraturan Pemerintah
     Nomor 47 dan 48 Tahun 2008.
     Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib
Belajar dan Nomor 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan, maka semua
pihak perlu membaca secara komprehensif dan menyeluruh atas pasal-pasal yang
tertuang dalam memahami kehadiran kedua Peraturan Pemerintah (PP) tersebut
agar tidak lagi terjadi kesimpangsiuran dalam pelaksanaannya, seperti ungkapan
yang kurang tepat dari hampir semua pemimpin dari mulai gubernur hingga
kepala kantor kementerian pendidikan kabupaten/kota dengan mengkampanyekan
slogan pendidikan gratis yang melahirkan kebijakan “ dilarang melakukan
pungutan sepeserpun dari orang tua murid dengan dalih apapun” dengan dalil
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 Tentang Wajib Belajar, Pasal 9 ayat
(1) yang menyatakan : Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin



                                                                           13
terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar
tanpa memungut biaya”. Melihat fenomena ini kita perlu memperhatikan pasal 10
ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 yang menyatakan, ketentuan
mengenai investasi dan biaya operasional diatur dalam peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang pendanaan pendidikan. Selanjutnya, Pasal 11
ayat (2) menegaskan,”Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin tersedianya
pendidik, tenaga kependidikan, dan biaya operasi untuk setiap satuan pendidikan
pelaksana program wajib belajar dengan pembagian beban tanggungjawab
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
pendanaan pendidikan”.
    Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2008 pasal 9 sudah menjelaskan tidak
boleh memungut biaya. Akan tetapi bukan berarti ruang partisipasi masyarakat
ditutup. Aturan pembiayaan pendidikan merujuk kepada Peraturan Pemerintah
Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, pasal 51 ayat (1)
menyatakan” Pendanaan Pendidikan bersumber dari Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan Masyarakat”, selanjutnya dijelaskan dalam ayat (4) menyatakan :
dana Pendidikan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dapat
bersumber dari : a. anggaran pemerintah; b. bantuan pemerintah daerah; c.
pungutan dari peserta didik atau orangtua/walinya yang dilaksanakan sesuai
peraturan perundang-undangan; d. bantuan dari pemangku kepentingan satuan
pendidikan diluar peserta didik atau orangtua/walinya; e. bantuan dari pihak asing
yang tidak mengikat; dan atau f. sumber lainnya yang sah. Selanjutnya dalam
pasal 13 peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 selengkapnya menyatakan
“(1) masyarakat berhak: a. berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan evaluasi terhadap penyelenggaraan porgram wajib belajar, serta
b. mendapat data dan informasi tentang penyelenggaraan program wajib belajar.
(2) Nasyarakat berkewajiban mendukung penyelenggaraan Program wajib belajar.
(3) Hak dan Kewajiban masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2)
dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan.
    Dengan demikian pasca lahirnya PP 47/2008 tentang wajib belajar dan PP
48/2008 tentang pendanaan pendidikan, maka komite sekolah sebagai badan yang
mewadwhi partisipasi masyarakat sangat diharapkan berperan sebagai pendukung



                                                                               14
baik yang berwujud finansial, pemkiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan
pendidkan di satuan pendidkan. Disamping itu juga komite sekolah berperan
sebagai pengontrol dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan
dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan, serta sebagai mediator antara
pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan. Untuk
menjalankan perannya itu, komite sekolah memiliki fungsi yaitu mendorong
tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggara
pendidikan bermutu. Badan itu juga melekukan kerjasama dengan masyarakat,
baik perorangan maupun organisasi, dunia usaha dan industri dan pemerintah,
berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Fungsi lainnya
adalah menampung dan menganalisis aspirasi, pandangan, tuntutan, dan berbagai
kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat. Disamping itu, komite
sekolah memberikan masukan dan pertimbangan kepada satuan pendidikan
mengenai kebijakan dari program pendidikan; kreteria kinerja satuan pendidikan;
kriteria tenaga kependidikan, khususnya guru dan dan kepala satuan pendidikan;
kriteria fasilitas pendidikan; dan hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan.
Komite sekolah juga berfungsi dalam mendorong orang tua dan masyarakat
berpartisipasi dalam pendidikan dan menggalang dana masyarakat dalam rangka
pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.


G. Komite sekolah dan Partisipasi Masyarakat
    Keterbatasan Pemerintah dalam pengadaan sarana dan prasarana, serta
pembiayaan pendidikan menyebabkan dukungan serta partisipasi masyarakat
menjadi penting, terutama masyarakat yang terkait langsung dengan sekolah yang
bersangkutan. Pendidikan sebagai lembaga sosial akan semakin lancar dan
berhasil melaksanaka tugasnya, serta memperoleh simpati dari masyarakat, jika
dapat menjalin hubungan yang harmonis dan serasi dengan segenap masyarakat
dan lingkungan, melalui manajemen pengembang hubungan sekolah dengan
masyarakat. Hubungan sekolah dan masyarakat pada hakekatnya merupakan
sarana yang sangat berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan
pribadi peserta didik di sekolah. Dalam hal ini, sekolah sebagai sistem sosial
merupakan bagian integral dari sistem sosial yang lebih besar, yaitu masyarakat.



                                                                             15
Sekolah dan masyarakat memiliki hubungan yang sangat erat dalam mencapai
tujuan sekolah atau pendidikan secara efektif dan effisien. Sebaliknya sekolah
juga harus menunjang pencapaian tujuan atau pemenuhan kebutuhan masyarakat ,
khususnya kebutuhan pendidikan. Oleh karena itu, sekoalh berkewajiban
memberikan penerangan tentang tujuan-tujuan, program-program, kebutuhan serta
keadaan sekolah. Sebaliknya, sekolah juga harus mengetahui dengan jelas apa
kebutuhan, harapan, dan tuntutan masyarakat harus dibina dan dikembangkan
suatu hubungan yang harmonis.
    Menumbuhkan partisipasi masyarakat dan lingkungan sekitar sekolah ini
semakin dirasakan pentingnya pada masyarakat yang telah menyadari dan
memahami pentingnya pendidikan. Namu tidak berarti pada masyarakat yang
masih kurang menyadari pentingnya pendidikan, hubungan kerjasama ini tidak
perlu dibina dan dikembangkan. Pada masyarakat yang kurang menyadari akan
pentingnya pendidikan, sekolah dituntut lebih aktif dan kreatif untuk
mengembangkan hubungan kerjasama yang lebih harmonis.
    Hubungan    sekolah   dengan    masyarakat   brjalan   dengan   baik,   rasa
tanggungjawab dan partisifasi masyarakat untuk memajukan sekolah juga baik
dan tinggi. Agar tercipta hubungan dan kerjasama yang baik antara sekolah dan
masyarakat, perlu adanya upaya sekolah menyampaikan gambaran yang jelas
tentang keadaan sekolah, yang diinformasikan kepada sekolah melalui laporan
lisan dan tulisan, dapat berupa laporan kepada orang tua murid dan masyarakat,
dengan media buletin bulanan, penerbitan surat kabar, siaran radio dan televisi,
pameran sekolah, open house, kunjungan kerumah murid dan lain-lain.
Selanjutnya, mengembangkan partisipasi masyarakat dan lingkungan sekitar
sekolah , kepala sekolah dan guru merupakan kunci keberhasilan, yang menaruh
perhatian terhadap apa yang terjadi pada peserta didik disekolah dan apa yang
dipikirkan orang tua dan masyarakat tentang sekolah. Kepala sekolah dituntut
senantiasa berusaha membina dan mengembangkan hubungan kerjasama yang
baik antara sekolah dan masyarakat guna mewujudkan sekolah yang efektif dan
efisien. Hubungan yang harmonis ini akan membentuk 1) saling pengertian antara
sekolah, orangtua, masyarakat, dan lembaga-lembaga lain yang ada pada
masyarakat, termasuk dunia kerja; 2) saling membantu antara sekolah dan



                                                                             16
masyarakat karena mengetahui manfaat, arti pentingnya peran masing-masing; 3)
kerjasama yang erat antara sekolah dengan berbagai pihak yang ada di masyarakat
akan menjadikan mereka merasa bangga dan ikut bertanggungjawab atas
suksesnya pendidikan disekolah.
    Partisipasi masyarakat mengacu pada adanya keikut sertaan masyarakat
secara nyata dalam suatu kegiatan. Partisipasi ini dapat berupa gagasan, kritik
membangun, dukungan dan pelaksanaan pendidikan. Dalam sistem pemerintahan
yang berkebijakannya barsifat top-down, partisipasi masyarakat dalam kebijakan-
kebijakan yang dibuat dan diimplementasikan tidak begitu dipermasalahkan,
namun pada sistem pemerintahan yang bottom-up , tingginya partisipasi
masyarakat dapat dijadiakn tolak ukur keberhasilan kebijakan tersebut.
Koentjaraningrat     dalam   Mulyasa,    (2004:17)   menggolongkan     partisipasi
masyarakat kedalam tipologinya, ialah”Partisipasi kuantitatif menunjuk kepada
frekuensi keikutsertaan masyarakat terhadap implementasi kebijakan, sedangkan
partisipasi kualitatif menunjuk pada tingkat dan derajatnya”. Partisipasi
masyarakat juga dapat dikelompokkan berdasarkan posisi individu dalam
kelompoknya. Pertama, partisipasi masyarakat dalam aktifitas bersama dalam
proyek khusus. Kedua, partisipasi anggota masyarakat sebagai individu dalam
aktivitas bersama pembangunan.
    Partisipasi masyarakat juga dapat dilihat dari cakupannya. Partisipasi secara
luas diartikan sebagai demokratisasi politik, di dalamnya masyarakat menentukan
tjuan,   strategi   dan   perwakilan    dalam   pelaksanaannya,   kebijakan   dan
pembangunan. Secara sempit partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan
masyarakat dalam keseluruhan perubahan dan pengembangan masyarakat sesuai
dengan arti pembangunan sendiri. Sisten desentralisasi dan demokrasi pendidikan,
partisipasi masyarakat sangat di perlukan. Masyarakat harus menjadi patrner
sekolah dalam melaksanakan pendidikan dan pembelajaran, karena kerjasama
antara keduanya sangat penting dalam membentuk pribadi peserta didik. Dalam
susanan yang demikian, sekolah memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai partner
masyarakat, sekolah akan dipengaruhi oleh corak pengalaman seseorang dalam
lingkungan masyarakat, bahan bacaan, tontonan dan kondisi sosial ekonomi.
Sekolah juga harus bertanggungjawab terhadap perubahan masyarakat, yang dapat



                                                                               17
dilakukan melalui fungsi layanan bimbingann dan forum komunikasi antara
sekolah dengan masyarakat. Disisi lain, kesadaran peserta didik untuk
mendayagunakan masyarakat sebagai sumber belajar dipengarruhi oleh kegiatan
dan pengalaman mengajar yang diikuti disekolah.
    Berdasarkan kondisi tersebut, dapat dikemukakan bahwa sekolah dan
masyarakat merupakan patnership dalam berbagai aktivitas yang berkaitan dengan
aspek-aspek pendidikan, diantaranya :
a. Sekolah     dengan     masyarakat     merupaka      satu   keutuhan   dalam
    menyelenggarakan pendidikan dan pembinaan pribadi peserta didik.
b. Sekolah dengan pendidik fan tenaga kependidikan menyadari pentingnya
    kerjasama dengan masyarakat, bukan saja dalam melakukan pembaruan tetapi
    juga dalam menerima berbagai konsekuensi dan dampaknya, serta mencari
    alternatif pemecahannya.
c. Sekolah dengan masyarakat sekitar memiliki andil dan mengambil bagian
    serta bantuan dalam pendidikan di sekolah, untuk mengembangkan berbagai
    potensi secara optimal sesuai dengan harapan peserta didik.


    Kementerian Pendidikan Nasional (1990; 5-19) menguraikan bahwa :
Sekolah dan masyarakat memiliki hubungan rasional, yaitu (1) adanya kesesuaian
antara fungsi pendidikan yang dimainkan oleh sekolah dengan kebutuhan
masyarakat; (2) ketepan sasaran dan target pendidikan yang ditangani oleh
sekolah ditentukan oleh kejelasan perumusan kontrak antara fungsi sebagai
layanan pesanan masyarakat sangat di pengaruhi oleh ikatan objektif antara
sekolah dan masyarakat. Sejalan dengan bergulirnya roda reformasi yang
didorong oleh mahasiswa dan masyarakat pada umumnya, persepsi dan
pemahaman masyarakat akan pentingnya pendidikan menunjukkan adanya
peningkatan. Hal ini, terutama berangkat dari tumbuhnya kesadaran masyarakat
akan pentingnya membekali anaknya dengan berbagai pengetahuan dan tehnologi
sebagai bekal menghadapi berbagai tantangan dimasa depan.
    Kondisi tersebut menunjukkan bahwa manajemen hubungan sekolah dengan
masyarakat perlu senantiasa di kembangkan. Sebagaimana diungkapkan Mulyasa
(2004; 173) bahwa : ” School public relation is process of communiction between



                                                                            18
the scholl and community for purpose of incresing citizen understsnding of
educational needs and practice and encouraging intelligent citizen interest and
cooperation in the work of improving the school’. Hal tersebut menunjukkan
bahwa hubungan sekolah dengan masyarakat merupaka suatu proses komunikasi
untuk meningkatkan pengertian warga masyarakat tentang kebutuhan dan praktek,
sreta mendorong minat, dan kerjasama dalam usaha memperbaiki sekolah, karena
komunikasi ini merupakan lintasan dua arah, yaitu dari arah sekolah ke
masyarakat dan sebaliknya. Hubungan sekolah dengan masyarakat akan tumbuh
jika masyrakat juga merasakan manfaat keikutsertaannya dalam program sekolah.
Manfaat dapat diartikan luas, termasuk rasa diperhatikan dan rasa puas karena
dapat menyumbangkan kemampuannya bagi kepentingan sekolah. Jadi, prinsip
menumbuhkan hubungan sekolah denga masyarakat adalah dapat saling
memberikan kepuasan. Salah satu jalan penting untuk membina hubungan dengan
masyarakat adalah menetapkan komunikasi yang efektif. Melalui adah komite
sekolah tentulah partisipasi masyarakat dan stakeholders lainnya terwadahi.
Sesuai skalanya, Dewan Pendidikan merupakan mitra pemerintah kabupaten/kota.
Sementara komite sekolah merupaka mitra satuan pendidikan.
    Komite Sekolah adalah nama badan yang berkedudukan pada satuan
pendidikan, baik jalur sekolah maupun luar sekolah, atau beberapa satuan
pendidikan yang sama di satu kompleks yang sama. Nama Komite sekolah
merupakan nama generik, artinya, bahwa nama badan disesuaikan dengan kondisi
dan kebutuhan masing-masing satuan pendidikan, seperti Komite Sekolah,
Komite Pendidikan, Komite Pendidikan Luar Sekolah, Dewan Sekolah, Majelis
Sekolah, Majelis Madrasah, Komite TK, atau nama lainnya yang disepakati.
Dengan demikian organisasi yang ada tersebut dapat memperluas fungsi, peran,
dan keanggotaannya sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional,
Nomor : 044/U/2002.
    Pembentukan Komite Sekolah sesuai dengan uraian Kementerian Pendidikan
Nasional (2006:21) diterangkan bahwa : Komite Sekolah dapat dibentuk dengan
alternatif sebagai   berikut : Pertama, Komite Sekolah yang dibentuk di satu
satuan pendidikan, kedua, Komite sekolah yang di bentuk untuk beberapa satuan
pendidikan sekolah yang sejenis. Ketiga, Komite Sekolah yang dibentuk untuk



                                                                            19
beberapa satuan pendidikan yang berbeda jenis dan jenjang pendidikan dan
terletak didalam satu kompleks atau kawasan yang berdekatan. Berdasarkan
uraian diatas, maka jelas bahwa komite sekolah merupakan satu wadah yang dapat
di bentuk secara fleksibel sehingga diharapkan memudahkan untuk di bentuk
disetiap sekolah atau kumpulan sekolah. Kondisi ini penting karena keberadaan
komite sekolah sangat menunjang dalam mewadahi jalinan kerjasama antara
sekolah dan masyarakat. Dalam keadaan seperti itu, maka komite sekolah akan
dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai penunjang dalam pelaksanaan
proses pembelajaran yang sejalan dengan kondisi dan permasalahan di masing-
masing sekolah. Komite sekolah dapat melaksanakan fungsinya sebagai patner
dari kepala sekolah dalam mengadakan sumber-sumber daya pendidikan dalam
rangka melaksanakan pengelolaan yang dapat memberikan fasilitas bagi guru-
guru dan murid untuk belajar sebanyak mungkin, sehingga pembelajaran menjadi
semakin efektif. Komite sekolah bisa ikut serta meneliti berbagai permasalahan
belajar yang dihadapi oleh murid secara kelompok maupun secara individual
sehingga dapat membantu guru-guru untuk menerapkan pendekatan belajar yang
tepat bagi murid-muridnya.


2.2 Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
2.2.1   Konsep Manajemen Berbasis Sekolah
        Dengan mengadopsi ide dasar Edward B. Fiska (1996) Nanang Fatah
menggambarkan konsep manajemen berbasis sekolah yaitu : Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) secara konsepsional akan membawa dampak terhadap
peningkatan kinerja sekolah dalam hal mutu, efisiensi manajemen keuangan,
pemerataan lewat perubahan kebijakan desentralisasi di berbagai aspek seperti
politik, edukatif, administratif dan anggaran pendidikan. MBS selain akan
meningkatkan kualitas belajar mengajar dan efisiensi operasional pendidikan, juga
tujuan politik terutama iklim demokratisasi di sekolah.
        Nanang Fattah mengungkapkan keberhasilan Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) di Spanyol yaitu menciptakan kualitas manajemen dan
pendidikan, sebagai strategi untuk memperbaiki kinerja sekolah yang mampu
meningkatkan kemauan dan kemampuan kepala sekolah untuk memperbaiki



                                                                              20
proses belajar mengajar. Hal ini dipandang sebagai demokrasi di tingkat lokal
sekolah. Nanang Fattah (2004 : 26-27).
A. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah
    Istilah manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan terjemahan dari
“school based management”. Istilah ini pertama sekali muncul di Amerika
Serikat pada tahun 1970-an sebagai alternatif utnuk mereformasi pengelolaan
pendidikan atau sekolah. Reformasi itu diperlukan karena kinerja sekolah selama
puluhan tahun tidak dapat menunjukkan peningkatan yang berarti dalam
memenuhi     tuntutan   perubahan    lingkungan,     ketika   masyarakat   mulai
mempertanyakan     relevansi   pendidikan   dan    tuntutan   dan   perkembangan
masyarakat setempat, sebagaimana penjelasan Nanang Fattah (2004:3) semakin
tingginya kehidupan sosial masyarakat sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan tehnologi, telah semakin meningkat tuntutan kebutuhan sosial
masyarakat. Apad akhirnya tuntutan tersebut bermuara kepada pendidikan, karena
masyarakat meyakini bahwa pendidikan mampu menjawab dan mengantisipasi
berbagai tantangan tersebut.
    Pendidikan merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh sekolah
sebagai institusi tempat masyarakat berharap tentang kehidupan yang lebih baik di
masa yang akan datang pendidikan perlu perubahan yang dapat dilakukan melalui
perubahan dan peningkatan dalam pengelolaan atau manajemen pendidikan di
sekolah. Secara leksikal, manajemen berbasis sekolah (MBS) berasal dari tiga
kata, yaitu manajemen, berbasis dan sekolah. Manajemen adalah proses
menggunakan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis
memiliki kata dasar basis yang berarti dasar atau asas. Sekolah adalah lembaga
untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberikan pelajaran.
    Berdasarkan makna leksikal tersebut maka MBS dapat diartikan sebagai
penggunaan sumber daya yang berasaskan pada sekolah ini sendiri dalam proses
pengajaran atau pembelajaran (Nurkolis, 2003:1). Untuk memahami pengertian
Manajemen Berbasis Sekolah, kita dapat menelaah pendapat para ahli yang telah
menjelaskan defenisi tentang MBS, yakni :
1. Malen, Ogawa, and Kranz (1990 p.1) dalam Ibtisam Abu Duhou, (1999 :
    p.28) menyatakan : “School based management can be viewed conceptually



                                                                              21
as a formal alternation of governance structures, as a form of
   decentralization that identifies the individual school as the primary unit of
   improvement and relies on the redistribusion of decision making authority as
   the primary means through which improvements might be stimulated and
   sustained”. Manajemen berbasis sekolah secara konseptual dapat dilihat
   sebagai    pergantian   struktur   formal    pemerintahan,   sebagai    bentuk
   desentralisasi yang mengidentifikasi kemandirian sekolah sebagai unit utama
   peningkatan dan bertumpu pada redistribusi kewenangan pembuatan
   keputusan sebagaimana sarana utama melalui rangsangan perbaikan dan
   berkelanjutan.
2. Brian J Caldwell (2005:p.1), menyatakan :
   “School based management is the sistematic decentralization to the school
   level of authority and responsibility to make decisions on significant matters
   related to school operations within a centrally determined framework of
   goals, policies, curriculum, standards, and accountability”.Manajemen
   berbasis sekolah adalah desentraliasai yang sistematis untuk kewenangan
   pada tingkat sekolah dan tanggung jawab untuk membuat keputusan tentang
   hal-hal penting yang berkaitan dengan kegiatan sekolah dalam kerangka
   ditentukan dari tujuan, kebijakan, kurikulum, standard dan akuntabilitas.
3. Ogawa dan White (1994:p.53) dalam Rohiat (2009:47) menyatakan : “School
   Based management (SBM) is one of form of restructuring that has gained
   widespread attention. Like others, it seek to change the way school sistem
   conduct business. It is aimed squarely at improving the academic
   performance of school by changing their organizational design. Drawing on
   the experiences of existing programs”. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
   merupakan salah satu bentuk restrukturisasi yang telah mendapatkan
   perhatian luas. Seperti orang lain, berusaha untuk mengubah sistem sekolah
   dengan cara melakukan usaha. Hal ini ditujukan pada meningkatkan prestasi
   akademik     sekolah    dengan     merubah     desain    organisasi    mereka.
   Menggambarkan pada pengalaman program yang ada.
4. Susan Ablers Mohrman, dkk dalam Nanang Fattah (2004:17) menyatakan :
   “Manajemen Berbasis Sekolah sebagai suatu pendekatan politik untuk



                                                                               22
mendesain dan memodifikasi struktur pemerintahan dengan memindahkan
   otoritas ke sekolah, memindahkan keputusan pemerintah pusat ke local
   stakeholders,   dengan    mempertaruhkan    pemberdayaan       sekolah   dalam
   meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Hal tersebut sejalan dengan jiwa
   dan semangat sentralisasi dan otonomi di sektor pendidikan”.
5. Nanang Fattah (2004:17) mengemukakan bahwa : “Manajemen Berbasis
   Sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai wujud dari “reformasi pendidikan”
   yang menginginkan adanya perubahan dari kondisi yang kurang baik menuju
   kondisi yang lebih baik dengan memberikan kewenangan (otorita) kepada
   sekolah untuk memberdayakan dirinya. Manajemen Berbasis Sekolah pada
   prinsipnya menempatkan kewenangan yang bertumpu kepada sekolah dan
   masyarakat, menghindarkan format sentralisasi dan birokratisasi yang dapat
   menyebabkan hilangnya fungsi manajemen sekolah”.
6. Sejalan dengan pendapat tersebut, Tim Teknis BAPPENAS (1999:10)
   menyataka bahwa : Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan
   alternatif sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan yang
   ditandai dengan adanya otonomi luas ditingkat sekolah, partisipasi masyarakat
   yang tinggi dan dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional”.
7. Dari defenisi yang dikemukakan diatas manajemen Berbasis Sekolah dapat
   diartikan sebagai model pengelolaan yang memberikan kewenangan dan
   tanggung jawab yang lebih besar kepada sekolah (otonomi), memberikan
   fleksibilitas atas keluwesan kepada sekolah, mendorong partisipasi secara
   langsung dari warga sekolah (kepala sekolah, guru, karyawan dan siswa) dan
   masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha), untuk
   meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendiidkan nasional serta
   peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan otonomi tersebut,
   sekolah diberikan kewenangan dan tanggungjawab untuk mengambil
   keputusan sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan tuntutan sekolah serta
   masyarakat atau stakeholder yang ada. Dengan demikian dapat diambil
   kesimpulan bahwa MBS merupakan sistem pengelolaan sekolah yang
   memberikan      otonomi   luas   kepada   sekolah   dan   masyarakat     dalam
   menyelenggarakan pendidikan dengan bertumpu pada kebutuhan dan potensi



                                                                               23
local, menawarkan partisipasi langsung kelompok-kelompok yang terkait dan
   juga meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan. Selain itu,
   otonomi sekolah juga berperan dalam menampung consensus umum yang
   menyakini bahwa sedapat mungkin keputusan yang diambil seharusnya dibuat
   oleh mereka yang memiliki akses paling baik terhadap informasi, bertanggung
   jawab dalam pelaksanaan kebijakan dan mereka yang terkena akibat - akibat
   dari pelaksanaan kebijakan tersebut. MBS merupakan paradigm baru
   pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan
   masyarakat) dalam rangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan
   agar sekolah leluasa mengeola sumber adaya dan sumber dana dengan
   mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan serta lebih tanggap
   terhadap kebutuhan setempat. Pelibatan masyarakat secara legal formal
   dituangkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
   Pendidikan Nasional, pasal 8 menyatakan : ”Masyarakat berhak berperan
   serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program
   pendidikan”. Selanjutnya pasal 9, menyatakan : ”Masyarakat berkewajiban
   memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”.
   Pelibatan masyarakat dimaksudkan agar lebih memahami, membantu, dan
   mengontrol pengelolaan pendidikan.


   Dalam pada itu kebijakan nasional yang menjadi prioritas pemerintah harus
pula dilakukan oleh sekolah, yang telah diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor :
19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan, pada point 10, peran
serta masyarakat dan Kemitraan Sekolah /Madrasah :
1) Sekolah/Madrasah      melibatkan    warga    dan    masyarakat    pendukung
   sekolah/madrasah dalam mengelola pendidikan.
2) Warga sekolah/madrasah dilibatkan dalam pengelolaan akademik
3) Masyarakat pendukung sekolah/madrasah dilibatkan dalam pengelolaan non
   akademik.
4) Keterlibatan peranserta warga sekolah/madrasah dan masyarakat dalam
   pengelolaan, dibatasi pada kegiatan tertentu yang ditetapkan.




                                                                             24
5) Setiap sekolah/madrasah menjalin kemitraan dengan lembaga lain yang
    relevan, berkaitan dengan input, proses, output dan pemamfaatan lulusan.
6) Kemitraan sekolah/madrasah dilakukan dengan lembaga pemerintah atau non-
    pemerintah.
7) Kemitraan      SD/MI/SDLB        atau    setara    dilakukan    minimal      dengan
    SMP/MTs/SMPLB atau yang setara, serta dengan TK/RA/BA atau yang
    setara di lingkungannya.
8) Kemitraan SMP/MTs/SMPLB atau yang setara dilakukan minimal dengan
    SMA/SMK/SMALB, MA/MAK, SD/MI atau yang setara, serta dunia usaha
    dan dunia industri.
9) Kemitraan SMA/SMK/SMALB, MA/MAK atau yang setara dilakukan
    minimal dengan perguruan tinggi, SMP/MTs atau yang setara, serta dunia
    usaha dan dunia industri di lingkungannya.
10) Sistem kemitraan sekolah/madrasah ditetapkan dengan perjanjian secara
    tertulis.
    Partisipasi   atau    keterlibatan     warga     sekolah   secara   aktif   dalam
    penyelenggaraan sekolah, akan meningkatkan rasa memiliki (sesnse of
    belonging) terdhadaps ekolah. Peningkatan rasa memiliki ini akan
    menyebabkan peningkatan rasa tanggung jawab (sesnse of responsibility).


    Peningkatan rasa tanggung jawab akan meningkatkan dedikasi warga sekolah
dan masyarakat terhadap sekolah. Sudah saaatnya lembaga pendidikan memiliki
konsep pengembangan organisasi yang menerapkan konsep learning organization.
Artinya lembaga pendidikan memiliki konsep manajemen yang selalu
berkembang dan penuh inovasi untuk menciptakan kualitas ke depan. Hal tersebut
sejalan dengan pandangan Husein Umar (2002:229) yang mengemukakan bahwa :
“learning organization adalah suatu organisasi yang terus menerus memperluasa
kapasitas untuk menciptakan masa depan. Pada tataran praktis, learning
organization merupakan organisasi yang memiliki cirri yang khas, seperti :
willing, to see, to say, to listen; willing to change; willing to learn. Pentingnya
lembaga pendidikan menerapkan konsep ini dilator belakangi oleh adanya
karakteristik pengembangan orgnisasi yang berorientasi pada pemberdayaan



                                                                                   25
sumber daya organisasi sebagaimana yang diungkapkan                Husein Umar
(2002:229), yaitu : Karakteristik - karakteristik utama organisasi yang berpeluang
besar untuk menerapkan learning organization adalah :
a. Adanya dimana setiap anggota didorong untuk senantiasa belajar dan
    mengembangkan seluruh potensinya.
b. Ada perluasan budaya belajar, sehingga proses learning ini diadopsi juga oleh
    para pelanggan, pemasok, stakeholder, dan lainnya.
c. Strategi pengembangan SDM menjadi pusat kebijakan bisnis; dan
d. Terdapat proses transformasi organisasi yang berkesinambungan.


    Selanjutnya bahwa organisasi pendidikan harus dijadikan sebagai sarana yang
mampu mengajarkan kepada organisasi, dari mulai pimpinan sampai kepada
pegawai mengenai bagaimana menghasilkan dan mengoptimalkan keterampilan
sebagai entitas kolektif. Konsep pengembangan organisasi dan manajemen
memberikan inspirasi bagi organisasi pendidikan, dengan harapan mampu
membentuk suatu sistem manajemen organisasi manajemen pendidikan yang
handal. Model Manajemen Berbasis Sekolah merupakan inovasi model
pengelolaan satuan pendidikan menuju kearah tersebut. Masyarakat dan
pemerintah sepakat untuk melakukan reformasi sekolah sebagai suatu kebutuhan
yang mendesak,      terutama   ketika   mayoritas   siswa   merasa   menghadapi
permasalahan serius dalam belajar. Bertitik tolak dari kondisi seperti itu,
dipandang perlu membangun suatu sistem persekolahan yang mampu memberikan
kemampuan dasar (basic skills) bagi siswa. Kebutuhan akan kinerja sekolah yang
lebih baik terus tumbuh dan berkembang akan pentingnya pendidikan untuk masa
depan. Hal tersebut mengakibatkan perlunya menata pengelola sekolah melalui
konsep Manajemen Berbasis Sekolah. Kesadaran tentang pentingnya pendidikan
yang adapat memberikan harapan dan kemungkinan yang lebih baik dimasa yang
akan datang telah mendorong berbagai upaya dan perhatian seluruh lapisan
masyarakat terhadap setiap gerak, langkah dan perkembangan dunia pendidikan.
    Hal tersebut mengakibatkan perlunya peningkatan efektivitas pengelolaan
sekolah yang salah satunya dapat diatau implementasi Manajemen lakukan
melalui penerapan dan implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).



                                                                               26
B. Tujuan dan Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah
a.   Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah
     Manajemen berbasis sekolah (MBS) yang ditandai dengan adanya otonomi
sekolah dan partisipasi masyarakat yang tinggi tanpa mengabaikan kebijakan
nasional tersebut ditujukan untuk mewujudkan beberapa tujuan pokok. Tujuan
tersebut   menurut   Tim      Teknis   BAPPENAS   (1999:11) adalah untuk :
”Meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan”. Tujuan MBS
menurut Mulyasa (2004:25), MBS merupakan salah satu upaya pemerintah untuk
mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu, tehnologi yang
dinyatakan dalam GBHN. MBS yang ditandai dengan otonomi sekolah dan
pelibatan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, peningkatan mutu,
dan pemerataan pendidikan. Pada bagian lain MBS menurut Nanang Fattah
(2000:20) bertujuan untuk :
1. Membantu sekolah menjelaskan pengelolaan sekarang dan waktu mendatang ;
2. Mendorong adanya keputusan-keputusan (decision making) di tingkat
     sekolah;
3.   Mendorong dan mendukung partisipasi masyarakat:
4. Mendorong terciptanya ketentuan dalam perencanaan dan pelaksanaannya.


     Berdasarkan hal-hal tersebut, maka tujuan Manajemen Berbasis Sekolah
memiliki empat point utama, yaitu efisiensi pendidikan, peningkatan mutu
pendidikan, peningkatan partisipasi masyarakat, dan pemerataan pendidikan.
Upaya untuk mencapai tujuan Manajemen Berbasis Sekolah, maka factor-faktor
yang terlibat dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah sudah selayaknya
mendapat perhatian. Factor-faktor yang perlu diperhatikan tersebut menurut Tim
Teknis BAPPENAS (1999: 12-14), meliputi :
1. Kewajiban sekolah,
2. Kebijakan dan prioritas pemerintah,
3. Peranan orangtua dan masyarakat,
4. Peranan profesionalisme dan manajerial, dan
5. Mengembangkan profesi.



                                                                           27
Berdasarkan prinsip-prinsip di atas, jelas sekali bahwa implementasi
Manajemen Berbasis Sekolah melibatkan seluruh komponen dan oleh karena itu
agar berhasil dengan baik, maka dalam pelaksanaan MBS setiap prinsip tersebut
perlu dikaji, diidentifikasi, diperhatikan dan dijadikan pedoman dalam setiap
kegiatan pelaksanaan MBS.
b. Manfaat manajemen Berbasis Sekolah
     Beberapa manfaat yang dapat dirasakan jika sekolah telah melaksanakan
Manajemen Berbasis Sekolah, sebagaimana yang dinyatakan Mulyasa (2004:27)
menyatakan : ”mamfaat MBS diantaranya memberikan kebebasan dan kekuasaan
yang lebih besar kepada sekolah, disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan
adanya otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan
pengembangan strategi MBS, sekolah dapat meningkatkan kesejahteraan guru
sehingga lebih berkonsentrasi pada tugas. MBS dapat mendorog profesionalisme
guru dan kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan di sekolah. Berdasarkan
mamfaat-mamfaat yang diuraikan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
model Manajemen Berbasis sekolah merupakan solusi yang tepat untuk
menangani masalah pengelolaan pendidikan di tingkat sekolah.


C. Prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
     Teori yang digunakan MBS untuk mengelola sekolah didasarkan pada empat
prinsip yaitu :
1.   Prinsip Ekuifinalitas (Principal of Equifinality)
     Prinsip ini didasarkan pada teori manajemen modern yang berasumsi bahwa
terdapat beberapa cara yang berbeda-beda untuk mencapai suatu tujuan. MBS
menekankan fleksibilitas sehingga sekolah harus dikelola oleh warga sekolah
menurut kondisi mereka masing-masing. Karena kompleknya pekerjaan sekolah
saat ini dan adanya perbedaan yang besar antara sekolah yang satu dengan yang
lain, misalnya perbedaan tingkat akademik siswa dan situasi komunitasnya,
sekolah tak dapat dijalankan dengan struktur yang standar di seluruh kota,
provinsi, apalagi negara. Sekolah harus mampu memecahkan berbagai
permasalahan yang dihadapinya dengan cara yang paling tepat dan sesuai dengan
situasi dan kondisinya. Walaupun sekolah yang berbeda memiliki masalah yang



                                                                          28
sama, cara penanganannya akan berlainan antara sekolah yang satu dengan yang
lain.
2. Prinsip Desentralisasi (Principal of Decentralization)
    Desentralisasi adalah gejala yang penting dalam reformasi manajemen
sekolah modern. Prinsip desentralisasi ini konsisten dengan prinsip ekuifinalitas.
Prinsip desentralisasi dilandasi oleh teori dasar bahwa pengelolaan sekolah dan
aktifitas pengajaran tak dapat dielakkan dari kesulitan dan permasalahan.
Pendidikan adalah masalah yang rumit dan kompleks sehingga memerlukan
desentralisasi dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, sekolah harus diberi
kekuasaan dan tanggung jawab untuk memecahkan masalahnya secara efektif dan
secepat mungkin ketika masalah itu muncul. Dengan kata lain, tujuan prinsip
desentralisasi adalah efisiensi dalam pemecahan masalah, bukan menghindari
masalah.   Oleh    karena   itu   MBS    harus   mampu      menemukan    masalah,
memecahkannya tepat waktu dan memberi sumbangan yang lebih besar terhadap
efektivitas aktivitas pengajaran dan pembelajaran. Tanpa adanya desentralisasi
kewenangan kepada sekolah itu sendiri maka sekolah tidak dapat memecahkan
masalahnya secara cepat, tepat, dan efisiensi.
3. Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri (Principal of Self Managing System)
    Prinsip ini terkait dengan prinsip sebelumnya, yaitu prinsip ekuifinalitas dan
prinsip desentralisasi. Ketika sekolah menghadapi permasalahan maka harus
diselesaikan dengan caranya sendiri. Sekolah dapat menyelesaikan masalahnya
bila telah terjadi pelimpahan wewenang dari birokrasi diatasnya ke tingkat
sekolah. Dengan adanya kewenangan di tingkat sekolah itulah maka sekolah dapat
melakukan sistem pengelolaan mandiri.
4. Prinsip Inisiatif Manusia (Principal of Human Initiative)
    Prinsip ini mengakui bahwa manusia bukanlah sumber daya yang statis,
melainkan dinamis. Oleh karena itu, potensi sumber daya manusia harus selalu
digali, ditemukan, dan kemudian dikembangkan. Sekolah dan lembaga pendidikan
yang lebih luas tidak dapat lagi menggunakan istilah staffing yang konotasinya
hanya mengelola manusia sebagai barang yang statis. Lembaga pendidikan harus
menggunakan pendekatan human recources development yang memiliki konotasi
dinamis dan menganggap serta memperlakukan manusia di sekolah sebagai aset



                                                                               29
yang amat penting dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Nurkolis.(
2003: 52.).


D. Komponen-Komponen Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
    Manajemen sekolah pada hakikatnya mempunyai pengertian yang hampir
sama dengan manajemen pendidikan. Ruang lingkup dan bidang kajian
manajemen sekolah juga merupakan ruang linkup dan bidang kajian manajemen
pendidikan. Namun demikian, manajemen pendidikan mempunyai jangkauan
yang lebih luas daripada manajemen sekolah. Dengan perkataan lain, manajemen
sekolah merupakan bagian dari manajemen pendidikan, atau penerapan
manajemen pendidikan dalam organisasi sekolah sebagai salah satu komponen
dari sistem pendidikan yang berlaku. Manajemen sekolah terbatas pada salah satu
sekolah saja, sedangkan manajemen pendidikan meliputi seluruh komponen
sistem pendidikan, bahkan bisa menjangkau sistem yang lebih luas dan besar
(suprasistem) secara regional, nasional, bahkan internasional. Hal yang paling
penting dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah
manajemen terhadap komponen-komponen sekolah itu sendiri. Sedikitnya
terdapat tujuh komponen sekolah yang harus dikelola dengan baik dalam rangka
MBS, yaitu :
1. Manajemen kurikulum dan program pengajaran
2. Manajemen tenaga kependidikan
3. Manajemen kesiswaan
4. Manajemen keuangan dan pembiayaan
5. Manajemen sarana dan prasarana pendidikan
6. Manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat
7. Manajemen layanan khusus. E. Mulyasa.( 2004: 39.)


E. Strategi Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
    Pada dasarnya, tidak ada strategi khusus yang jitu dan bisa menjamin
keberhasilan implementasi MBS di semua tempat dan kondisi. Oleh karena itu,
strategi implementasi MBS di satu negara ke negara lain bisa berlainan, antara
satu daerah dengan daerah lain juga bisa berbeda, bahkan antar sekolah dalam



                                                                            30
daerah yang samapun bisa berlainan strateginya. Secara umum dapat disimpulkan
bahwa implementasi MBS akan berhasil melalui strategi-strategi berikut ini.
Pertama, sekolah harus memiliki otonomi terhadap empat hal, pertama,
dimilikinya otonomi dalam kekuasaan dan kewenangan, pengembangan
pengetahuan dan keterampilan secara berkesinambungan, akses informasi ke
segala bagian dan pemberian penghargaan kepada setiap pihak yang berhasil.
Kedua, adanya peran serta masyarakat secara aktif dalam hal pembiayaan, proses
pengambilan keputusan terhadap kurikulum dan instruksional serta non
instruksional. Ketiga, adanya kepemimpinan sekolah yang kuat sehingga mampu
menggerakkan dan mendayagunakan setiap sumber daya sekolah secara efektif
terutama kepala sekolah harus menjadi sumber inspirasi atas pembangunan dan
pengembangan sekolah secara umum. Kepala sekolah dalam Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) berperan sebagai designer, motivator, fasilitator dan liaison.
Keempat, adanya proses pengambilan keputusan yang demokratis dalam
kehidupan dewan sekolah yang aktif. Dalam pengambilan keputusan kepala
sekolah harus mengembangkan iklim demokratis dan memperhatikan aspirasi dari
bawah. Kelima, semua pihak harus memahami peran dan tanggung jawabnya
secara sungguh-sungguh. Keenam, adanya guidelines dari Departemen pendidikan
terkait sehingga mampu mendorong proses pendidikan di sekolah secara efisien
dan efektif. Ketujuh, sekolah harus memiliki transparansi dan akuntabilitas yang
minimal diwujudkan dalam laporan pertanggung jawaban setiap tahunnya.
Kedelapan, penerapan MBS harus diarahkan untuk pencapaian kinerja sekolah
dan lebih khusus lagi adalah meningkatkan pencapaian belajar siswa. Kesembilan,
implementasi diawali dengan sosialisasi dari konsep MBS, identifikasi peran
masing-masing, pembangunan kelembagaan (capacity building) mengadakan
pelatihan-pelatihan   terhadap   peran   barunya,   implementasi   pada   proses
pembelajaran, evaluasi atas pelaksanaan di lapangan dan dilakukan perbaikan-
perbaikan. Nurkolis. (2003: 132.) Sedangkan menurut Slamet P.H (2001) karena
pelaksanaan MBS merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus dan
melibatkan semua unsur yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan
pendidikan di sekolah, strategi yang ditempuh adalah sebagai berikut : Pertama,
mensosialisasikan konsep MBS ke seluruh warga sekolah melalui seminar,



                                                                             31
diskusi, forum ilmiah, dan media massa. Kedua, melakukan analisis situasi
sekolah dan luar sekolah yang hasilnya berupa tantangan nyata yang harus
dihadapi oleh sekolah dalam rangka mengubah manajemen berbasis pusat ke
MBS. Ketiga, merumuskan tujuan situasional yang akan dicapai dari pelaksanaan
MBS        berdasarkan   tantangan   nyata   yang     harus   dihadapi.    Keempat,
mengidentifikasi fungsi-fungsi yang perlu dilibatkan untuk mencapai tujuan
situasional dan yang masih perlu untuk diteliti tingkat kesiapannya. Fungsi-fungsi
yang dimaksud antara lain pengembangan kurikulum, pengembangan tenaga
pendidikan dan non kependidikan, pengembangan siswa, pengembangan iklim
akademik sekolah, pengembangan hubungan sekolah, pengembangan hubungan
sekolah dengan masyarakat, fasilitas dan fungsi-fungsi lain. Kelima, menentukan
tingkat kesiapan setiap fungsi dan faktor-faktornya melalui analisis SWOT.
Keenam, memilih langkah-langkah pemecahan persoalan, yakni tindakan yang
diperlukan untuk mengubah fungsi yang tidak siap menjadi fungsi yang siap.
Ketujuh, membuat rencana jangka pendek, menengah, dan panjang beserta
program-programnya       untuk   merealisasikan     rencana   tersebut.   Kedelapan,
melaksanakan program-program untuk merealisasikan rencana jangka pendek
MBS. Kesembilan, melakukan pemantauan terhadap proses dan evaluasi terhadap
hasil MBS. Nurkolis (2003: 135). Dengan demikian strategi implementasi
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat terakit dengan kondisi obyektif yang
ada di sekolah dan stakeholders. Oleh karena itu peluang kepala sekolah dan guru
sebagai tumpuan sekolah ditantang untuk bertindak sekreatif mungkin. Sejalan
dengan hal itu guru dan kepala sekolah dituntut untuk terus meningkatkan
profesionalitasnya sehingga dapat memberdayakan semua sumber daya secara
optimal.


F. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah
    Karakteristik MBS yang dikemukakan oleh Nanang Fattah (2004:20)
menyatakan “Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) akan efektif diterapkan jika
para pengelola pendidikan mampu melibatkan stakeholder terutama peningkatan
peran serta masyarakat dalam menentuan kewenangan, pengadministrasian, dan
inovasi kurikulum yang dilakukan oleh masing-masing sekolah”. Sejalan dengan



                                                                                 32
Mulyasa (2004:29) yaitu : “Bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerja
sekolah, proses pembelajaran, pengelolaan sumber daya manusia, dan pengelolaan
sumber daya adminitrasi”. Oleh karena itu kepala sekolah dan guru sebagai
pelaksana sekolah dintantang untuk bertindak kreatif. Kepala sekolah dituntut
untuk terus meningkatkan profesinalismenya sehingga dapat memberdayakan
semua sumber daya secara optimal. Pada bagian lain Tim Teknis BAPPENAS
(1999 : 16) menyebutkan bahwa karakteristik MBS dapat ditinjau dari tiga segi,
yaitu : “(a) organisasi sekolah, (b) proses belajar mengajar (c) sumber daya
manusia serta administrasi”. Untuk lebih jelasnya, penulis akan menguraikan hal-
hal tersebut, yaitu :
1. Organisasi sekolah. Dalam keorganisasian sekolah, pengimplementasian MBS
    ditandai oleh beberap hal, yaitu menyediakan manajemen organisasi/
    kepemimpinan transformasional dalam mencapai tujuan sekolah, menyusun
    rencana sekolah dan merumuskan kebijakan untuk sekolahnya, mengelola
    kegiatan operasional sekolah, menjamin adanya komunikasi yang efektif
    antara sekolah dan masyarakat terkait, menggerakkan partisipasi masyarakat
    dan menjamin akan terpeliharanya sekolah yang bertanggung jawab kepada
    masyarakat dan pemerintah.
2. Proses Belajar Mengajar. Proses belajar mengajar yang bercirikan MBS
    ditandai oleh beberap hal, yaitu meningkatkan kualitas belajar siswa,
    mengembangkan kurikulum yang cocok dan tanggap terhadap kebutuhan
    siswa dan masyarakat sekolah, menyelenggarakan pengajaran yang efektif
    serta penyediaan program pengembangan yang diperlukan oleh siswa.
3. Sumber daya Manusia. Sumber daya manusia dalam MBS ditandai oleh
    beberapa hal, seperti pemberdayaan staf dan memantapkan personil yang
    dapat melayani keperluan semua siswa, memilih staf yang memiliki wawasan
    MBS, menyediakan kegiatan untuk pengembangan profesi pada semua staf,
    menjamin kesejahteraan staf dan siswa serta menyelenggarakan forum atau
    diskusi untuk membahas kemajuan sekolah.
4. Sumber Daya Administrasi. Sumber daya administrasi ditandai dengan
    adanya beberapa hal, yaitu mengidentifikasi sumber daya yang diperlukan dan
    mengalokasikan sumber daya tersebut sesuai dengan kebutuhan, mengelola



                                                                             33
dana sekolah, menyediakan dukungan administrative dan mengelola serta
    memelihara gedung termasuk sarana yang lainnya.


2.2.2 Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
    Dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah ada beberapa hal yang
berkaitan antara lain :
A. Kemandirian
    MBS memberikan otonomi luas kepada sekolah, disertai seperangkat
tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan tanggung jawab
pengelolaan sumber adaya dan pengembangan strategi sesuai dengan kondisi
setempat, sekolah dapat lebih memberdayakan tenaga pendidik agar lebih
berkonsentrasi pada tugas utamanya mengajar. Sekolah sebagai lembaga
pendidikan diberi kewenangan dan kekuasaan yang luas untuk mengembangkan
program – program kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan peserta didik serta tuntutan masyarakat. Untuk mendukung
keberhasilan program tersebut, sekolah memiliki kekuasaan dan kewenangan
untuk menggali dan mengelola sumber dana sesuai dengan prioritas kebutuhan.
Melalui otonomi yang luas, sekolah dapat meningkatkan kinerja tenaga
kependidikan dengan menawarkan partisipasi aktif mereka dalam pengambilan
keputusan dan tanggung jawab bersama dalam melaksanakan keputusan yang
diambil secara proporsional dan professional. Sekolah memiliki kewenangan
untuk melakukan yang terbaik bagi sekolahnya, sehingga dituntut untuk memiliki
kemampuan dan kesanggupan kerja yang tidak selalu menggantungkan pada
atasan. Upaya untuk menciptakan kemandirian, sekolah harus memiliki sumber
daya yang cukup untuk menjalankan tugasnya.


B. Demokratis
    Sekolah yang menerapkan konsep MBS memiliki karakteristik pelaksanaan
program-program sekolahnya didukung oleh adanya kepemimpinan sekolah yang
demokratis mengutamakan musyawarah untuk mufakat. Kepala sekolah dalam
pengambilan keputusan mengimplementasikan proses “bottom-up” secara
demokratis, sehingga semua pihak memiliki tanggung jawab terhadap keputusan



                                                                           34
yang diambil beserta pelaksanaannya. Kepemimpinan demokratis membiakkan
komitmen warga sekolah dan masyarakat yang luas maupun hubungan-hubungan
horizontal: kepercayaan (trust), toleransi, kerjasama, dan solidaritas untuk
membentuk dan mempengaruhi pencapaian tujuan bersama, yakni pendidikan
bermutu dan pemerataan pendidikan untuk semua anak.


C. Partisipatif
   Sekolah yang menerapkan konsep MBS memiliki karakteristik pelaksnaan
program-program sekolah didukung oleh partisipasi masyarakat dan orangtua
murid yang tinggi. Orangtua peserta didik dan masyarakat tidak hanya
mendukung sekolah melalui bantuan keuangan, tetapi komite sekolah perumusan
dan pengembangan program-program yang dapat meningkatkan kualitas sekolah.
Masyarakat dan orangtua menjalin kerjasama untuk membantu sekolah sebagai
narasumber berbagai kegiatan sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.


D. Transparansi
   Sekolah yang menerapkan konsep MBS memiliki karakteristik keberhasilan
program-program sekolah didukung oleh kinerja team-work yang kompak dan
transparan dari berbagai pihak yang terlibat dalam pendidikan di sekolah. Komite
sekolah bekerjasama dengan harmonis sesuai dengan posisinya masing-masing
untuk mewujudkan “sekolah yang dapat dibanggakan” oleh semua pihak. Mereka
saling menunjukkan kuasa atau paling berjasa, tetapi masing-masing memberi
kontribusi terhadap upaya peningkatan mutu dan kinerja sekolah secara
menyeluruh.


E. Akuntabilitas
   Sekolah yang menerapkan konsep MBS memiliki karakteristik pelaksanaan
program-program perlu disertai dengan pertanggung jawaban atau akuntabilitas.
Sekolah dituntut untuk memiliki akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun
kepada pemerintah. Hal ini merupakan perpaduan antara komitmen terhadap
standar keberhasilan dan harapan atau tuntutan orang tua dan masyarakat.
Pertanggungjawaban (accountability) ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa dana



                                                                             35
masyarakat dan pemerintah dipergunakan sesuai dengan kebijakan yang telah
ditentukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan juga mungkin
untuk menyajikan informasi mengenai apa yang sudah dikerjakan. Untuk itu
setiap   sekolah   harus       memberikan     laporan   pertanggungjawaban     dan
mengkomunikasikannya kepada orangtua, masyarakat dan pemerintah, dan
melaksanakan kaji ulang secara komprehensif terhadap pelaksanaan program
prioritas sekolah dalam proses peningkatan mutu.


2.3 Perencanaan Pendidikan
2.3.1 Konsep Perencanaan Pendidikan
    Adapun defenisi Perencanaan Pendidikan menurut para ahli atau para pakar
manajemen adalah antara lain :
a. Menurut, Prof. Dr. Yusuf Enoch Perencanaan Pendidikan, merupakan suatu
    proses yang yang mempersiapkan seperangkat alternative keputusan bagi
    kegiatan masa depan yang diarahkan kepadanpencapaian tujuan dengan usaha
    yang optimal dan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada di
    bidang ekonomi, sosial budaya serta menyeluruh suatu Negara.
b. Beeby, C.E. Perencanaan Pendidikan merupakan suatu usaha melihat ke masa
    depan ke masa depan dalam hal menentukan kebijaksanaan prioritas, dan
    biaya pendidikan yang mempertimbangkan kenyataan kegiatan yang ada
    dalam bidang ekonomi, social, dan politik untuk mengembangkan potensi
    system pendidikan nasioanal memenuhi kebutuhan bangsa dan anak didik
    yang dilayani oleh system tersebut.
c. Menurut Guruge (1972), Perencanaan Pendidikan merupakan proses
    mempersiapkan kegiatan di masa depan dalam bidang pembangunan
    pendidikan.
d. Menurut Albert Waterson (Don Adam 1975) Perencanaan Pendidikan adalah
    investasi   pendidikan     yang   dapat   dijalankan   oleh   kegiatan-kegiatan
    pembangunan lain yang di dasarkan atas pertimbangan ekonomi dan biaya
    serta keuntungan sosial.
e. Menurut Coombs (1982), Perencanaan pendidikan suatu penerapan yang
    rasional dianalisis sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan



                                                                                36
agar pendidikan itu lebih efektif dan efisien dan efisien serta sesuai dengan
     kebutuhan dan tujuan para peserta didik dan masyarakat.
f.   Menurut Y. Dror (1975), Perencanaan Pendidikan merupakan suatu proses
     mempersiapkan seperangkat keputusan untuk kegiatan-kegiatan di masa
     depan yang di arahkan untuk mencapai tujuan-tujuan dengan cara-cara
     optimal untuk pembangunan ekonomi dan social secara menyeluruh dari suatu
     Negara.
     Jadi, definisi perencanaan pendidikan apabila disimpulkan dari beberapa
pendapat tersebut, adalah suatu proses intelektual yang berkesinambungan dalam
menganalisis, merumuskan, dan menimbang serta memutuskan dengan keputusan
yang diambil harus mempunyai konsistensi (taat asas) internal yang berhubungan
secara sistematis dengan keputusan-keputusan lain, baik dalam bidang-bidang itu
sendiri maupun dalam bidang-bidang lain dalam pembangunan, dan tidak ada
batas waktu untuk satu jenis kegiatan, serta tidak harus selalu satu kegiatan
mendahului dan didahului oleh kegiatan lain.
     Secara konsepsional, bahwa perencanaan pendidikan itu sangat ditentukan
oleh cara, sifat, dan proses pengambilan keputusan, sehingga nampaknya dalam
hal ini terdapat banyak komponen yang ikut memproses di dalamnya. Adapun
komponen-komponen yang ikut serta dalam proses ini adalah :
1. Tujuan pembangunan nasional bangsa yang akan mengambil keputusan dalam
     rangka kebijaksanaan nasional dalam rangka kebijaksanaan nasional dalam
     bidang pendidikan.
2. Masalah strategi adalah termasuk penanganan kebijakan (policy) secara
     operasional yang akan mewarnai proses pelaksanaan dari perencanaan
     pendidikan.


     Maka ketepatan pelaksanaan dari perencanaan pendidikan. Dalam penentuan
kebijakan sampai kepada palaksanaan perencanaan pendidikan ada beberapa hal
yang harus diperhatikan, yaitu : siapa yang memegang kekuasaan, siapa yang
menentukan keputusan, dan faktor-faktor apa saja yang perlu diperhatikan dalam
pengambilan keputusan. Terutama dalam hal pemegang kekuasaan sebagai
sumber lahirnya keputusan, perlu memperoleh perhatian, misalnya mengenai



                                                                               37
system kenegaraan yang merupakan bentuk dan system manajemennya,
bagaimana dan siapa atau kepada siapa dibebankan tugas-tugas yang terkandung
dalam kebijakan itu. Juga masalah bobot untuk jaminan dapat terlaksananya
perencanaan pendidikan. Hal ini dapat diketahui melalui output atau hasil system
dari pelaksanaan perencanaan pendidikan itu sendiri, yaitu dokumen rencana
pendidikan.
    Dari beberapa rumusan tentang perencanaan pendidikan tadi dapat dimaklumi
bahwa masalah yang menonjol adalah suatu proses untuk menyiapkan suatu
konsep keputusan yang akan dilaksanakan di masa depan.
    Dengan demikian, perencanaan pendidikan dalam pelaksanaan tidak dapat
diukur dan dinilai secara cepat, tapi memerlukan waktu yang cukup lama,
khususnya dalam kegiatan atau bidang pendidikan yang bersifat kualitatif, apalagi
dari sudut kepentingan nasional.
A. Tujuan Perencanaan
    Pada dasarnya tujuan perencanaan adalah sebagai pedoman untuk mencapai
sasaran yang telah ditetapkan. Sebagai suatu alat ukur di dalam membandingkan
antara hasil yang dicapai dengan harapan. Dilihat dari pengambilan keputusan
tujuan perencanaan adalah :
    1. Penyajian rancangan keputusan-keputusan atasan untuk disetujui pejabat
        tingkat nasional yang berwenang.
    2. Menyediakan pola kegiatan-kegiatan secara matang bagi berbagai
        bidang/satuan    kerja   yang    bertanggung       jawab   untuk   melakukan
        kebijaksanaan.


B. Fungsi Perencanaan
    Fungsi perencanaan adalah sebagai pedoman pelaksanaan dan pengendalian,
sebagai alat bagi pengembangan quality assurance, menghindari pemborosan
sumber daya, menghindari pemborosan sumber daya, dan sebagai upaya untuk
memenuhi accountability kelembagaan. Jadi yang terpenting di dalam menyusun
suatu rencana, adalah berhubungan dengan masa depan, seperangkat kegiatan,
proses yang sistematis, dan hasil serta tujuan tertentu.




                                                                                 38
C. Proses Perencanaan
    Perencanaan merupakan siklus tertentu dan dan melalui siklus tersebut suatu
perencanaan bias dievaluasi sejak awal persiapan sampai pelaksanaan dan
penyelesaian perencanaan. Dan secara umum, ada beberapa langkah penting yang
perlu diperhatikan di dalam perencanaan yang baik, yaitu :
1. Perencanaan yang efektif dimulai dengan tujuan secara lengkap dan jelas.
2. Adanya rumusan kebijaksanaan, yaitu memperhatikan dan menyesuaikan
    tindakan-tindakan yang akan dilakukan dengan factor-faktor lingkungan
    apabila tujuan itu tercapai.
3. Analisis dan penetapan cara dan sarana untuk mencapai tujuan dalam
    kerangka kebijaksanaan yang telah dirumuskan.
4. Penunjukan orang - orang yang akan menerima tanggung jawab pelaksanaan
    (pimpinan) termasuk juga orang yang akan mengadakan pengawasan.
5. Penentuan system pengendalian yang memungkinkan pengukuran dan
    pembandingan apa yang harus dicapai, dengan apa ya ng telah tercapai,
    berdasarkan criteria yang telah ditetapkan.


2.3.2 Isu-Isu Perencanaan Pendidikan
A. Perencanaan Pendidikan itu baik yang buruk adalah implementasinya.
    Sebelum kita bahas masalah tersebut, ada baiknya kita pahami terlebih dahulu
pengertian atau definisi dari perencanaan tersebut, ada beberapa pengertian atau
definisi dari perencanaan yaitu : Seperangkat tindakan untuk memecahkan
berbagai permasalahan, khususnya masalah sosial dan ekonomi pada satu periode
rencana, yang berorientasi pada horison waktu „yang akan datang‟, pada jenis dan
tingkatan perencanaan tertentu, di masa yang akan datang (Alden, 1974: 1-2),
    Cara berpikir tentang masalah-masalah sosial dan ekonomi, yang berorientasi
pada waktu yang akan datang, terkonsentrasi pada suatu tujuan dan keputusan
bersama, serta berusaha untuk mewujudkan program dan keputusan bersama
(Friedmann,1964) • Sebuah proses untuk menentukan tindakan-tindakan bagi
masa depan yang diinginkan melalui serangkaian pilihan-pilihan yang logis
(Davidoff,1962 in Faludi, 1983: 11)




                                                                               39
Sebuah proses untuk mengarahkan aktivitas manusia dan kekuatan alam
dengan mengacu pada kondisi masa depan yang diinginkan (Branch, 1998: 2)
Suatu lingkaran proses yang berulang dari serangkaian tahapan-tahapan yang logis
(Meise and Volwahsen, 1980: 3-5) Dari sekian banyak definisi atau pengertian
tentang perencanaan, dapat disarikan sebagai berikut : Perancanaan adalah
seperangkat prosedur untuk memecahkan permasalahan fisik, sosial, dan ekonomi,
yang harus meliputi prinsip-prinsip sebagai berikut:– Seperangkat tindakan –
Upaya untuk memecahkan masalah – Memiliki dimensi waktu dan berorientasi ke
masa yang akan datang – Suatu proses berputar dengan adanya umpan balik –
Melibatkan beberapa alternatif untuk mencari pemecahan.
    Dari definisi atau pengertian tentang perencanaan tersebut, maka dapat kita
simpulkan bahwa perencanaan tersebut disusun agar dapat menuju kearah yang
lebih baik, walaupun demikian tidak semua perencanaan tersebut berjalan sesuai
rencana, terkadang sesuatu yang telah kita perhitungkan dengan matang, tapi pada
kenyataanya kadang kala terdapat masalah yang diluar perkiraan kita, oleh karena
itulah perencanaan tersebut akan terus dievaluasi dalam kurun waktu tertentu agar
tujuan yang ingin dicapai dapat terwujud dan terlaksana dengan baik.
    Berkaitan dengan isu-isu atau pendapat tentang perencanaan pendidikan yang
dikatakan baik, tapi buruk dalam implementasinya, mungkin ada benarnya
pendapat tersebut jika dilihat dari hasil yang terjadi yang berkaitan dengan
perencanaan pendidikan tersebut, salah satu diantara perencanaan pendidikan
yang implementasinya tidak sesuai dengan perencanaan adalah Program Wajib
Belajar 9 tahun misalnya, dimana pada Program Wajib Belajar 9 tahun ini,
pemerintah pusat dalam hal ini Departeman Pendidikan Nasional, untuk
menuntaskan progam wajar 9 tahun ini, pemerintah pusat memberikan bantuan
pendidikan kepada siswa yang dikenal dengan BOS (Bantuan Operasional
Sekolah), harapan dari Pemerintah Pusat dengan adannya program ini, maka
seluruh   anak   bangsa   yang   ada   diseluruh   pelosok   negeri    ini   dapat
menikmati/mengenyam pendidikan minimal pendidikan dasar 9 tahun, tapi
kenyataannya program BOS tersebut, belum menunjukkan hasil yang sangat
signifikan, karena masih banyak siswa-siswa usia sekolah yang belum dapat
menikmati pendidikan sampai 9 tahun tersebut, hal ini mungkin disebabkan oleh



                                                                               40
belum mencukupinya biaya BOS yang digunakan buat siswa dalam melaksanakan
pendidikannya, sehingga siswa masih dibebani biaya lagi untuk menutupi
kekurangan dari dana BOS tersebut, akibatnya banyak siswa-siswa yang putus
sekolah karena tidak sanggup menanggung biaya tambahan tersebut. Mungkin
pemerintah harus memikirkan kembali besaran dana BOS tersebut, hingga dana
tersebut    benar-benar   dapat      digunakan    untuk   mencukupi    siswa   dalam
melaksanakan pendidikan dasar 9 tahun itu.


B. Mutu Pendidikan rendah karena kebijakan yang berganti-ganti.
    Kebijakan yang sering berganti-ganti bukanlah satu-satunya penyebab
rendahnya mutu pendidikan saat ini, ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi
rendahnya mutu pendidikan, diantara faktor-faktor tersebut misalnya adalah
rendahnya kualitas/profesionalisme guru selaku tenaga pendidik, kurangnya
sarana     prasarana   pendidikan,    kurangnya    perhatian   orang   tua/partisipasi
masyarakat juga dapat menyebabkan rendahnya mutu pendidikan.
    Rendahnya kualitas/profesionalisme guru dapat disebabkan karena banyak
sekali guru yang tidak fokus kepada profesinya dikarenakan rendahnya income
yang diperoleh guru tersebut, hingga mereka mengajar hanya untuk memenuhi
kewajiban saja, mereka tidak mempunyai beban moral atau tanggung jawab untuk
mencerdaskan anak didik mereka, karena yang terpenting bagi mereka adalah
bagaimana mereka dapat mencari penghasilan tambahan untuk mencukupi
kebutuhan hidup sehari-hari.
    Kurangnya sarana prasarana juga menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan rendahnya mutu pendidikan, hal ini disebabkan terbatasnya
anggaran pendidikan, hingga saat ini pemerintah belum sanggup untuk
merealisasikan anggaran pendidikan sebesar minimal 20% dari APBN
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang, hingga banyak sekali program-
program yang tidak dapat direalisasikan karena terbatasnya anggaran pendidikan
tersebut.Mungkin salah satu penyebab dari kebijakan pemerintah yang sering
berganti-ganti, hingga menyebabkan rendahnya mutu pendidikan adalah adannya
kebijakan dalam hal kurikulum yang selalu berubah-ubah hingga menyebabkan
ketidakpastian/kebingunan dalam melaksanakan kurikulum tersebut, seringkali



                                                                                   41
guru menjadi bingung dengan adanya kurikulum yang berubah-ubah tersebut,
karena dengan pergantian kurikulum tersebut, secara otomatis guru tersebut harus
menyesuaikan kembali dengan kurikulum yang baru itu, proses penyesuaian ini
memerlukan waktu yang cukup lama, karena guru-guru tersebut harus memahami
isi dari kurikulum tersebut, agar dapat di implementasikan dalam kegiatan belajar
mengajar. Karena itulah perubahan kebijakan yang dilakukan ditengah jalan
sebaiknya seminimal mungkin kalau bisa dihindarkan, hingga tidak menjadikan
salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan.


C. Visi Diknas : Insan Cerdas dan Kompetitif
    Sesuai dengan Renstra Departemen Pendidikan Nasional tahun 2005-2009,
bahwa Depdiknas memiliki Visi yaitu : Terwujudnya Sistem Pendidikan Nasional
sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua
warga negara Indonesia, berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga
mampu dan proaktif menjawab tantangan jaman yang selalu berubah-ubah.
    Dalam pembangunan jangka panjang tahun 2025 telah dicanangkan visi yang
lebih spesifik yaitu : Insan Indonesia yang Cerdas dan Kompetitif. Yang dimaksud
dengan Insan Indonesia Cerdas adalah insan yang cerdas secara komprehensif
yang meliputi :
a. Cerdas    Spiritual,   yang    dapat   diaktualisasikan   melalui   hati   untuk
    menumbuhkan dan memperkuat keimanan, ketaqwaan, akhlak mulia termasuk
    didalamnya budi pekerti yang luhur.
b. Cerdas Emosional, yang dapat diaktualisasikan melalui rasa untuk
    meningkatkan sensitivitas dan apresiatif akan keindahan seni.
c. Cerdas Sosial, dapat diaktualisasikan melalui interaksi sosial untuk membina
    dan memupuk hubungan timbal balik, simpatik, demokratis dan lain-lain.
d. Cerdas Intelektual, dapat diaktualisasikan melalui olah pikir supaya menjadi
    insan kreatif, berpengetahuan dan mempunyai daya imajinatif.
e. Cerdas     Kinetis,    dapat    diaktualisasikan   melalui    olahraga     untuk
    memuwujudkan insan yang sehat, bugar dan berdaya tahan.
Sedangkan makna Kompetitif adalah :
a. Berkepribadian unggul.



                                                                                42
b. Bersemangat tinggi.
c. Mandiri.
d. Pantang Menyerah.
e. Membangun dan membina jejaring.
f.   Bersahabat dengan perubahan.
g. Inovatif dan menjadi agen perubahan.
h. Produktif dan sadar mutu.
i.   Berorientasi global.
j.   Pembelajaran sepanjang hayat.


     Pada dasarnya visi Depdiknas tersebut menekankan pada pendidikan yang
dapat mentransformasikan dari masyarakat yang sedang berkembang menuju ke
masyarakat madani, pendidikan harus terus menerus dilakukan dengan mengikuti
perkembangan dan perubahan jaman.Untuk mewujudkan visinya Departemen
Pendidikan Nasional memiliki 3 pilar pembangunan pendidikan yaitu :1).
Pemerataan dan perluasan akses. 2). Peningkatan mutu dan relevansi serta daya
saing keluaran pendidikan. 3). Peningkatan tata kelola, akuntabilitas dan citra
publik pengelolaan pendidikan.
     Pendidikan yang berkualitas dapat diwujudkan jika ditopang oleh beberapa
faktor yaitu :1). Kurikulum yang berkelanjutan. 2). Kualitas guru yang memadai.
3). Prasarana dan sarana terbangun terjaga dan berkembang terus 4). Manajemen
pengelolaan yang baik, transparan dan akuntabel sehingga menimbulkan
pencitraan publik yang positif.
     Dengan adannya visi dari Depdiknas tentang Insan Cerdas yang Kompetitif,
saya setuju dengan visi tersebut jika dapat dilaksanakan dan di implementasikan
dengan baik, karena visi itu dapat mengarahkan bangsa Indonesia kearah yang
lebih dan memiliki daya saing yang tinggi dengan bangsa lain.




                                                                            43
BAB III
                              METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Pendekatan yang digunakan
    Fokus penelitian ini adalah untuk mengungkap sejauh mana peran aktif
komite sekolah       pada SMA Negeri 2 Tondano. Oleh karena itu untuk
mendapatkan data yang lengkap, mendalam dan memberi jawaban yang tepat
terhadap masalah yang akan diteliti digunakan penelitian kualitatif. Gambaran
karakteristik yang dijelaskan tersebut sesuai dengan maksud dari penelitian ini,
karena yang diamati adalah peran aktif komite sekolah pada SMA Negeri 2
Tondano dalam pelaksanaan MBS sebagai Implementasi perencanaan Pendidikan
berbasis sekolah. Hal ini apabila menggunakan pendekatan kuantitatif kurang
sesuai karena penelitian ini bersifat independent, tidak berintegrasi langsung
dengan subyek sehingga akan sangat sulit sekali diungkapkan proses kegiatan
yang berlangsung. Nasution (1992) mengemukakan bahwa “ Pada hakekatnya
penelitian kualitatif mengamati orang dalam lingkungannya, berinteraksi dengan
mereka dan berusaha memahami bahasa serta tafsiran mereka sendiri tentang
dunia yang ada disekitarnya. Dengan menggunakan metode kulitatif, dapat
ditemukan data yang tidak teramati dan terukur secara kuantitatif, seperti nilai,
sikap mental, kebiasaan, keyakinan dan budaya yang dianut oleh seseorang atau
kelompok dalam lingkungan tertentu. Demikian pula Mc. Cracken (1988) dalam
Julia Brannen (1997) mengemukakan bahwa : “ Di dalam penelirtian kualitatif
konsep dan kategorilah yang dipersoalkan bukan kejadian atau frekuensinya.
Dengan kata lain penelitian kualitatif tidak meneliti suatu lahan kosong, tetapi ia
menggalinya. Dalam hal ini peneliti akan mengumpulkan data dalam situasi yang
wajar, langsung apa adanya tanpa dipengaruhi oleh unsur-unsur lain dari luar
lingkungan. Untuk itu peneliti berhubungan langsung dengan situasi dan sumber
data yang akan diselidiki. Peneliti tidak menggunakan angka-angka, tetapi
mengumpulkan data deskriptif dalam bentuk laporan dan uraian untuk mencari
makna, walaupun tidak menolak angka-angka sebagai penunjang penelitian.
Penelitian   kualitatif   menggunakan   pendekatan     analisis   induktif   dengan




                                                                                44
mengesampingkan hipotesis awal penelitian, tetapi mencari pola , bentuk dan
tema-tema untuk dapat mengungkapkan data secara sistematis.


3.2 Tempat dan waktu penelitian
    Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 Tondano Kabupaten Minahasa
yang teletak di Jalan Kampus UNIMA Tondano, Kecamatan Tataaran II Tondano
Kabupaten Minahasa dengan alasan sebagai salah satu sekolah yang terletak
didalam lingkungan kampus dengan pandangan Orang tua siswa yang sudah
mengalami kemajuan dan mau berperan dalam keanggotaan komite sekolah,
peneliti ingi mengetahui bagaimana efektivitas peran komite sekolah yang
dilakukan di SMA Negeri 2 Tondano Kabupaten Minahasa. Penelitian ini akan
dilaksanakan pada minggu kedua bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012.
Peneliti mengawali penelitian ini dengan observasi langsung dilokasi penelitian di
SMA Negeri 2 Tondano Kabupaten Minahasa. Waktu penelitian sampai dengan
penulisan laporan dilaksanakan selama lima bulan dengan tidak mengganggu
kegiatan belajar mengajar di SMA Negeri 2 Tondano Kabupaten Minahasa.


3.3 Data dan Sumber data
    Informan atau subjek penelitian ada kepala sekolah, pengurus yayasan, dan
pengurus komite sekolah di SMA Negeri 2 Tondano Kabupaten Minahasa.
Peneliti akan berusaha mencermati para informan dengan teliti dengan cara
berupaya menemukan informasi dari informan yang paling mengetahui pokok
masalah yang akan diteliti.


3.4 Teknik Pengumpulan Data
    Metode yang paling umum digunakan dalam penelitian kualitatif adalah
wawancara dan observasi. Kemampuan melakukan wawancara dan observasi
merupakan kemampuan dasar yang perlu dimiliki oleh peneliti kualitatif. Dasar
ketrampilan wawancara dan observasi berperan besar dalam pelaksanaan
metodemetode yang lebih praktis (Poerwandari, 2001, h. 64). Di dalam penelitian
ini, akan digunakan empat macam metode pengumpulan data, yaitu: wawancara,




                                                                               45
observasi, materi audiovisual, dan dokumen. Berikut ini adalah penjelasan dari
masing-masing metode yang akan digunakan dalam penelitian ini.
1.   Wawancara
     Wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk
mencapai tujuan tertentu. Wawancara kualitatif dilakukan bila peneliti bermaksud
untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami
individu berkaitan dengan topik yang diteliti (Poerwandari, 2001, h. 75).
Wawancara pada dasarnya dibagi menjadi tiga, yaitu: wawancara terstruktur,
semi-terstruktur, dan tidak terstruktur. Di dalam penelitian ini, akan digunakan
wawancara dengan bentuk semi-terstruktur. Wawancara untuk penelitian ini akan
dilakukan dengan cara berhadapan langsung dengan subjek penelitian. Di dalam
proses wawancara ada pedoman wawancara yang sangat umum, dengan
mencantumkan hal-hal penting yang harus ditanyakan tanpa menentukan urutan
pertanyaan. Pedoman wawancara ini digunakan untuk mengingatkan mengenai
aspek-aspek yang harus dibahas sekaligus menjadi daftar pengecek aspek relevan
yang perlu dibahas atau ditanyakan (Patton dikutip dalam Poerwandari, 2001, h.
76). Guba dan Lincoln (dikutip dalam Moleong, 2002, h. 137) menyatakan bahwa
untuk penelitian kualitatif sebaiknya digunakan wawancara terbuka. Wawancara
terbuka   maksudnya    adalah   subjek   mengetahui       bahwa   mereka   sedang
diwawancarai dan mengetahui pula apa maksud wawancara tersebut. Di dalam
penelitian ini akan digunakan jenis wawancara tersebut.
2. Observasi
     Observasi dikaitkan dengan kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat
fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam
fenomena tersebut (Poerwandari, 2001, h. 70). Observasi sering dianggap mudah
oleh para peneliti, padahal sebenarnya dibutuhkan latihan agar bisa mahir dalam
observasi. Alat perekam pun tidak sepenuhnya sempurna, karena kadang-kadang
ada proses yang tidak terekam kamera atau tape recorder. Kesulitan ini bisa
diatasi dengan menyediakan lembaran - lembaran khusus untuk dicatat di
lapangan. Memori peneliti sangat terbatas dan mudah terganggu dengan
banyaknya informasi dari luar sehingga perlu untuk dilakukan pencatatan
langsung setelah observasi. Buford Junker (dikutip dalam Moleong, 2002, h. 127)



                                                                              46
Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah.
Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah.
Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah.
Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah.
Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah.
Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah.
Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah.
Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah.

Contenu connexe

Tendances

Tt2 perspektif-sri sulastri-857428482 (1)
Tt2 perspektif-sri sulastri-857428482 (1)Tt2 perspektif-sri sulastri-857428482 (1)
Tt2 perspektif-sri sulastri-857428482 (1)elissugiharti1
 
MODUL-AJAR-MATEMATIKA-KELAS-2-BANGUN-DATAR.ppt
MODUL-AJAR-MATEMATIKA-KELAS-2-BANGUN-DATAR.pptMODUL-AJAR-MATEMATIKA-KELAS-2-BANGUN-DATAR.ppt
MODUL-AJAR-MATEMATIKA-KELAS-2-BANGUN-DATAR.pptIldanurYeni
 
LK. 1.2 Eksplorasi Penyebab Masalah-Ismariyana.docx
LK. 1.2 Eksplorasi Penyebab Masalah-Ismariyana.docxLK. 1.2 Eksplorasi Penyebab Masalah-Ismariyana.docx
LK. 1.2 Eksplorasi Penyebab Masalah-Ismariyana.docxerica233597
 
Laporan praktikum ipa 1. ciri ciri makhluk hidup
Laporan praktikum ipa 1. ciri ciri makhluk hidupLaporan praktikum ipa 1. ciri ciri makhluk hidup
Laporan praktikum ipa 1. ciri ciri makhluk hidupOperator Warnet Vast Raha
 
Bu subari mengajar kelas v di satu sd di daerah pegunungan yang dikelilingi o...
Bu subari mengajar kelas v di satu sd di daerah pegunungan yang dikelilingi o...Bu subari mengajar kelas v di satu sd di daerah pegunungan yang dikelilingi o...
Bu subari mengajar kelas v di satu sd di daerah pegunungan yang dikelilingi o...Aini Sahriza
 
Kuesioner minat belajar mata pelajaran matematika
Kuesioner minat belajar mata pelajaran matematikaKuesioner minat belajar mata pelajaran matematika
Kuesioner minat belajar mata pelajaran matematikaMading KS
 
jurnal pembimbingan supervisor
jurnal pembimbingan supervisor jurnal pembimbingan supervisor
jurnal pembimbingan supervisor Smile Honay
 
LKPD-Perkalian dan Pembagian pada Pecahan
LKPD-Perkalian dan Pembagian pada PecahanLKPD-Perkalian dan Pembagian pada Pecahan
LKPD-Perkalian dan Pembagian pada PecahanAlorka 114114
 
Modul 4. Pengumpulan dan Pengolahan Informasi Hasil Belajar
Modul 4. Pengumpulan dan Pengolahan Informasi Hasil BelajarModul 4. Pengumpulan dan Pengolahan Informasi Hasil Belajar
Modul 4. Pengumpulan dan Pengolahan Informasi Hasil BelajarNaita Novia Sari
 
PERSPEKTIF PEND. SD MODUL 7 DAN 8.pptx
PERSPEKTIF PEND. SD MODUL 7 DAN 8.pptxPERSPEKTIF PEND. SD MODUL 7 DAN 8.pptx
PERSPEKTIF PEND. SD MODUL 7 DAN 8.pptxharishmwddh
 
Lembar Penilaian Sikap Kurikulum 2013 (Matematika)
Lembar Penilaian Sikap Kurikulum 2013 (Matematika)Lembar Penilaian Sikap Kurikulum 2013 (Matematika)
Lembar Penilaian Sikap Kurikulum 2013 (Matematika)Yoshiie Srinita
 
Laporan Observasi Sekolah Dasar
Laporan Observasi Sekolah DasarLaporan Observasi Sekolah Dasar
Laporan Observasi Sekolah Dasaraudiasls
 
Lembar observasi dan angket.anti antika.06081181520009
Lembar observasi dan angket.anti antika.06081181520009Lembar observasi dan angket.anti antika.06081181520009
Lembar observasi dan angket.anti antika.06081181520009antiantika
 
Modul 5. Kualitas Alat Ukur (Instrumen)
Modul 5. Kualitas Alat Ukur (Instrumen)Modul 5. Kualitas Alat Ukur (Instrumen)
Modul 5. Kualitas Alat Ukur (Instrumen)Naita Novia Sari
 
Modul 2. Pengembangan Tes Hasil Belajar
Modul 2. Pengembangan Tes Hasil BelajarModul 2. Pengembangan Tes Hasil Belajar
Modul 2. Pengembangan Tes Hasil BelajarNaita Novia Sari
 

Tendances (20)

Kasus pemebalajarna
Kasus pemebalajarnaKasus pemebalajarna
Kasus pemebalajarna
 
Tt2 perspektif-sri sulastri-857428482 (1)
Tt2 perspektif-sri sulastri-857428482 (1)Tt2 perspektif-sri sulastri-857428482 (1)
Tt2 perspektif-sri sulastri-857428482 (1)
 
MODUL-AJAR-MATEMATIKA-KELAS-2-BANGUN-DATAR.ppt
MODUL-AJAR-MATEMATIKA-KELAS-2-BANGUN-DATAR.pptMODUL-AJAR-MATEMATIKA-KELAS-2-BANGUN-DATAR.ppt
MODUL-AJAR-MATEMATIKA-KELAS-2-BANGUN-DATAR.ppt
 
LK. 1.2 Eksplorasi Penyebab Masalah-Ismariyana.docx
LK. 1.2 Eksplorasi Penyebab Masalah-Ismariyana.docxLK. 1.2 Eksplorasi Penyebab Masalah-Ismariyana.docx
LK. 1.2 Eksplorasi Penyebab Masalah-Ismariyana.docx
 
Laporan praktikum ipa 1. ciri ciri makhluk hidup
Laporan praktikum ipa 1. ciri ciri makhluk hidupLaporan praktikum ipa 1. ciri ciri makhluk hidup
Laporan praktikum ipa 1. ciri ciri makhluk hidup
 
Bu subari mengajar kelas v di satu sd di daerah pegunungan yang dikelilingi o...
Bu subari mengajar kelas v di satu sd di daerah pegunungan yang dikelilingi o...Bu subari mengajar kelas v di satu sd di daerah pegunungan yang dikelilingi o...
Bu subari mengajar kelas v di satu sd di daerah pegunungan yang dikelilingi o...
 
Kuesioner minat belajar mata pelajaran matematika
Kuesioner minat belajar mata pelajaran matematikaKuesioner minat belajar mata pelajaran matematika
Kuesioner minat belajar mata pelajaran matematika
 
jurnal pembimbingan supervisor
jurnal pembimbingan supervisor jurnal pembimbingan supervisor
jurnal pembimbingan supervisor
 
LKPD-Perkalian dan Pembagian pada Pecahan
LKPD-Perkalian dan Pembagian pada PecahanLKPD-Perkalian dan Pembagian pada Pecahan
LKPD-Perkalian dan Pembagian pada Pecahan
 
Modul 4. Pengumpulan dan Pengolahan Informasi Hasil Belajar
Modul 4. Pengumpulan dan Pengolahan Informasi Hasil BelajarModul 4. Pengumpulan dan Pengolahan Informasi Hasil Belajar
Modul 4. Pengumpulan dan Pengolahan Informasi Hasil Belajar
 
PERSPEKTIF PEND. SD MODUL 7 DAN 8.pptx
PERSPEKTIF PEND. SD MODUL 7 DAN 8.pptxPERSPEKTIF PEND. SD MODUL 7 DAN 8.pptx
PERSPEKTIF PEND. SD MODUL 7 DAN 8.pptx
 
Lembar Penilaian Sikap Kurikulum 2013 (Matematika)
Lembar Penilaian Sikap Kurikulum 2013 (Matematika)Lembar Penilaian Sikap Kurikulum 2013 (Matematika)
Lembar Penilaian Sikap Kurikulum 2013 (Matematika)
 
Laporan Observasi Sekolah Dasar
Laporan Observasi Sekolah DasarLaporan Observasi Sekolah Dasar
Laporan Observasi Sekolah Dasar
 
Lembar observasi dan angket.anti antika.06081181520009
Lembar observasi dan angket.anti antika.06081181520009Lembar observasi dan angket.anti antika.06081181520009
Lembar observasi dan angket.anti antika.06081181520009
 
Modul 5. Kualitas Alat Ukur (Instrumen)
Modul 5. Kualitas Alat Ukur (Instrumen)Modul 5. Kualitas Alat Ukur (Instrumen)
Modul 5. Kualitas Alat Ukur (Instrumen)
 
Lembar observasi siswa
Lembar observasi siswaLembar observasi siswa
Lembar observasi siswa
 
Tugas kuliah tap
Tugas kuliah tapTugas kuliah tap
Tugas kuliah tap
 
Modul 2. Pengembangan Tes Hasil Belajar
Modul 2. Pengembangan Tes Hasil BelajarModul 2. Pengembangan Tes Hasil Belajar
Modul 2. Pengembangan Tes Hasil Belajar
 
Tugas tap
Tugas tapTugas tap
Tugas tap
 
Kasus pembelajaran tap
Kasus pembelajaran tapKasus pembelajaran tap
Kasus pembelajaran tap
 

En vedette

Ilmu pengetahuan sosial kls2
Ilmu pengetahuan sosial kls2Ilmu pengetahuan sosial kls2
Ilmu pengetahuan sosial kls2Mif Tah
 
Kepemimpinan dalam manajemen berbasis sekolah
Kepemimpinan dalam manajemen berbasis sekolahKepemimpinan dalam manajemen berbasis sekolah
Kepemimpinan dalam manajemen berbasis sekolahRachma Wati
 
Pendidikan berbasis masyarakat
Pendidikan berbasis masyarakatPendidikan berbasis masyarakat
Pendidikan berbasis masyarakatasnawidm
 
Pendidikan Berbasis Masyarakat
Pendidikan Berbasis MasyarakatPendidikan Berbasis Masyarakat
Pendidikan Berbasis Masyarakatasnawidm
 
Angket Evaluasi Diri Komite Sekolah SMP
Angket Evaluasi Diri Komite Sekolah SMPAngket Evaluasi Diri Komite Sekolah SMP
Angket Evaluasi Diri Komite Sekolah SMPAKHMAD SUDRAJAT
 
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desaPeranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desaOperator Warnet Vast Raha
 
Makalah Manajemen SDM Stratejik Munkidah
Makalah Manajemen SDM Stratejik MunkidahMakalah Manajemen SDM Stratejik Munkidah
Makalah Manajemen SDM Stratejik MunkidahMunkidah ida
 
Ekonomi Manajemen Kelas X
Ekonomi Manajemen Kelas X Ekonomi Manajemen Kelas X
Ekonomi Manajemen Kelas X Luthfi Fadhilah
 
Sk kemendiknas ttg komite
Sk kemendiknas ttg komiteSk kemendiknas ttg komite
Sk kemendiknas ttg komiteSetio Adi
 
Penerapan fungsi manajemen dalam kegiatan sekolah
Penerapan fungsi manajemen dalam kegiatan sekolahPenerapan fungsi manajemen dalam kegiatan sekolah
Penerapan fungsi manajemen dalam kegiatan sekolahMaulariz Kun
 

En vedette (14)

Ilmu pengetahuan sosial kls2
Ilmu pengetahuan sosial kls2Ilmu pengetahuan sosial kls2
Ilmu pengetahuan sosial kls2
 
Kepemimpinan dalam manajemen berbasis sekolah
Kepemimpinan dalam manajemen berbasis sekolahKepemimpinan dalam manajemen berbasis sekolah
Kepemimpinan dalam manajemen berbasis sekolah
 
Pendidikan berbasis masyarakat
Pendidikan berbasis masyarakatPendidikan berbasis masyarakat
Pendidikan berbasis masyarakat
 
Pendidikan Berbasis Masyarakat
Pendidikan Berbasis MasyarakatPendidikan Berbasis Masyarakat
Pendidikan Berbasis Masyarakat
 
Angket Evaluasi Diri Komite Sekolah SMP
Angket Evaluasi Diri Komite Sekolah SMPAngket Evaluasi Diri Komite Sekolah SMP
Angket Evaluasi Diri Komite Sekolah SMP
 
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desaPeranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa
Peranan pemerintah-desa-memberdayakan-masyarakat-di-era-otoda-pada-desa
 
Makalah Manajemen SDM Stratejik Munkidah
Makalah Manajemen SDM Stratejik MunkidahMakalah Manajemen SDM Stratejik Munkidah
Makalah Manajemen SDM Stratejik Munkidah
 
Ekonomi Manajemen Kelas X
Ekonomi Manajemen Kelas X Ekonomi Manajemen Kelas X
Ekonomi Manajemen Kelas X
 
Sk kemendiknas ttg komite
Sk kemendiknas ttg komiteSk kemendiknas ttg komite
Sk kemendiknas ttg komite
 
Penerapan fungsi manajemen dalam kegiatan sekolah
Penerapan fungsi manajemen dalam kegiatan sekolahPenerapan fungsi manajemen dalam kegiatan sekolah
Penerapan fungsi manajemen dalam kegiatan sekolah
 
Ekonomi Manajemen (Kelas 10 SMA)
Ekonomi Manajemen (Kelas 10 SMA)Ekonomi Manajemen (Kelas 10 SMA)
Ekonomi Manajemen (Kelas 10 SMA)
 
Manajemen - Ekonomi Kelas X
Manajemen - Ekonomi Kelas XManajemen - Ekonomi Kelas X
Manajemen - Ekonomi Kelas X
 
PPT MUTU PENDIDIKAN DI MASA DEPAN
PPT MUTU PENDIDIKAN DI MASA DEPANPPT MUTU PENDIDIKAN DI MASA DEPAN
PPT MUTU PENDIDIKAN DI MASA DEPAN
 
Lampiran 3 angket instrumen penelitian
Lampiran 3 angket instrumen penelitianLampiran 3 angket instrumen penelitian
Lampiran 3 angket instrumen penelitian
 

Similaire à Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah.

Makalah pelaksanaan dan kunci keberhasilan mbs
Makalah pelaksanaan dan kunci keberhasilan mbsMakalah pelaksanaan dan kunci keberhasilan mbs
Makalah pelaksanaan dan kunci keberhasilan mbsrinanj
 
243277-implementasi-manajemen-berbasis-sekolah-16cac0ed.pdf
243277-implementasi-manajemen-berbasis-sekolah-16cac0ed.pdf243277-implementasi-manajemen-berbasis-sekolah-16cac0ed.pdf
243277-implementasi-manajemen-berbasis-sekolah-16cac0ed.pdfadhanoorfedy2
 
KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.2.pdf
KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.2.pdfKONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.2.pdf
KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.2.pdfNURLIAFAUZI
 
MBS “Manajemen Berbasis Sekolah
MBS “Manajemen Berbasis SekolahMBS “Manajemen Berbasis Sekolah
MBS “Manajemen Berbasis SekolahKhanifah Inabah
 
429-Article Text-1674-2-10-20220208.pdf
429-Article Text-1674-2-10-20220208.pdf429-Article Text-1674-2-10-20220208.pdf
429-Article Text-1674-2-10-20220208.pdf2205020028
 
Laporan observasi manajemen sekolah di mts nurul ulum mranggen demak
Laporan observasi manajemen sekolah di mts nurul ulum mranggen   demakLaporan observasi manajemen sekolah di mts nurul ulum mranggen   demak
Laporan observasi manajemen sekolah di mts nurul ulum mranggen demakAziz Zindani
 
Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 3.2 .pdf
Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 3.2 .pdfJurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 3.2 .pdf
Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 3.2 .pdfhikmahputrawan12
 
Resume MBS_ Kelompok 11_PM 4B.pptx
Resume MBS_ Kelompok 11_PM 4B.pptxResume MBS_ Kelompok 11_PM 4B.pptx
Resume MBS_ Kelompok 11_PM 4B.pptxfaqihfirman3
 
01. m. erdin hidayat 1810125110015 ( uts manajemen berbasis sekolah )
01. m. erdin hidayat 1810125110015 ( uts manajemen berbasis sekolah )01. m. erdin hidayat 1810125110015 ( uts manajemen berbasis sekolah )
01. m. erdin hidayat 1810125110015 ( uts manajemen berbasis sekolah )ErdinHidayat
 
Bab i pendahuluan
Bab i pendahuluanBab i pendahuluan
Bab i pendahuluankhosiun
 
Managemen Mutu Berbasis Sekolah.ppt
Managemen Mutu Berbasis Sekolah.pptManagemen Mutu Berbasis Sekolah.ppt
Managemen Mutu Berbasis Sekolah.pptAkbarSetia1
 
MANAJEMEN PENDIDIKAN OLEH HELDA VINIASARI UNS
MANAJEMEN PENDIDIKAN OLEH HELDA VINIASARI UNSMANAJEMEN PENDIDIKAN OLEH HELDA VINIASARI UNS
MANAJEMEN PENDIDIKAN OLEH HELDA VINIASARI UNSheldaviniasari23
 
Fungsi Pengawasan Dalam Meningkatkan Mutu Sekolah
Fungsi Pengawasan Dalam Meningkatkan Mutu SekolahFungsi Pengawasan Dalam Meningkatkan Mutu Sekolah
Fungsi Pengawasan Dalam Meningkatkan Mutu SekolahPuspawijaya Putra
 
Strategi sukses impelementasi mbs, Novi Catur Muspita, S. Pd., M. Si
Strategi sukses impelementasi mbs, Novi Catur Muspita, S. Pd., M. SiStrategi sukses impelementasi mbs, Novi Catur Muspita, S. Pd., M. Si
Strategi sukses impelementasi mbs, Novi Catur Muspita, S. Pd., M. SiUniversitas Islam Balitar
 
Prinsip prinsip layanan_bk_bagi_siswa
Prinsip prinsip layanan_bk_bagi_siswaPrinsip prinsip layanan_bk_bagi_siswa
Prinsip prinsip layanan_bk_bagi_siswaiskawia
 
Pemikiran-pemikiran Baru Manajemen Kelas
Pemikiran-pemikiran Baru Manajemen KelasPemikiran-pemikiran Baru Manajemen Kelas
Pemikiran-pemikiran Baru Manajemen KelasHariyatunnisa Ahmad
 

Similaire à Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah. (20)

Makalah pelaksanaan dan kunci keberhasilan mbs
Makalah pelaksanaan dan kunci keberhasilan mbsMakalah pelaksanaan dan kunci keberhasilan mbs
Makalah pelaksanaan dan kunci keberhasilan mbs
 
Makalah manajemen berbasis sekolah
Makalah manajemen berbasis sekolahMakalah manajemen berbasis sekolah
Makalah manajemen berbasis sekolah
 
243277-implementasi-manajemen-berbasis-sekolah-16cac0ed.pdf
243277-implementasi-manajemen-berbasis-sekolah-16cac0ed.pdf243277-implementasi-manajemen-berbasis-sekolah-16cac0ed.pdf
243277-implementasi-manajemen-berbasis-sekolah-16cac0ed.pdf
 
KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.2.pdf
KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.2.pdfKONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.2.pdf
KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.2.pdf
 
Kelompok 3 buku 2
Kelompok 3 buku 2Kelompok 3 buku 2
Kelompok 3 buku 2
 
MBS “Manajemen Berbasis Sekolah
MBS “Manajemen Berbasis SekolahMBS “Manajemen Berbasis Sekolah
MBS “Manajemen Berbasis Sekolah
 
429-Article Text-1674-2-10-20220208.pdf
429-Article Text-1674-2-10-20220208.pdf429-Article Text-1674-2-10-20220208.pdf
429-Article Text-1674-2-10-20220208.pdf
 
Laporan observasi manajemen sekolah di mts nurul ulum mranggen demak
Laporan observasi manajemen sekolah di mts nurul ulum mranggen   demakLaporan observasi manajemen sekolah di mts nurul ulum mranggen   demak
Laporan observasi manajemen sekolah di mts nurul ulum mranggen demak
 
Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 3.2 .pdf
Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 3.2 .pdfJurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 3.2 .pdf
Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 3.2 .pdf
 
Resume MBS_ Kelompok 11_PM 4B.pptx
Resume MBS_ Kelompok 11_PM 4B.pptxResume MBS_ Kelompok 11_PM 4B.pptx
Resume MBS_ Kelompok 11_PM 4B.pptx
 
Makalah
MakalahMakalah
Makalah
 
01. m. erdin hidayat 1810125110015 ( uts manajemen berbasis sekolah )
01. m. erdin hidayat 1810125110015 ( uts manajemen berbasis sekolah )01. m. erdin hidayat 1810125110015 ( uts manajemen berbasis sekolah )
01. m. erdin hidayat 1810125110015 ( uts manajemen berbasis sekolah )
 
Bab i pendahuluan
Bab i pendahuluanBab i pendahuluan
Bab i pendahuluan
 
Managemen Mutu Berbasis Sekolah.ppt
Managemen Mutu Berbasis Sekolah.pptManagemen Mutu Berbasis Sekolah.ppt
Managemen Mutu Berbasis Sekolah.ppt
 
MANAJEMEN PENDIDIKAN OLEH HELDA VINIASARI UNS
MANAJEMEN PENDIDIKAN OLEH HELDA VINIASARI UNSMANAJEMEN PENDIDIKAN OLEH HELDA VINIASARI UNS
MANAJEMEN PENDIDIKAN OLEH HELDA VINIASARI UNS
 
Fungsi Pengawasan Dalam Meningkatkan Mutu Sekolah
Fungsi Pengawasan Dalam Meningkatkan Mutu SekolahFungsi Pengawasan Dalam Meningkatkan Mutu Sekolah
Fungsi Pengawasan Dalam Meningkatkan Mutu Sekolah
 
Strategi sukses impelementasi mbs, Novi Catur Muspita, S. Pd., M. Si
Strategi sukses impelementasi mbs, Novi Catur Muspita, S. Pd., M. SiStrategi sukses impelementasi mbs, Novi Catur Muspita, S. Pd., M. Si
Strategi sukses impelementasi mbs, Novi Catur Muspita, S. Pd., M. Si
 
Strategi sukses impelementasi mbs
Strategi sukses impelementasi mbsStrategi sukses impelementasi mbs
Strategi sukses impelementasi mbs
 
Prinsip prinsip layanan_bk_bagi_siswa
Prinsip prinsip layanan_bk_bagi_siswaPrinsip prinsip layanan_bk_bagi_siswa
Prinsip prinsip layanan_bk_bagi_siswa
 
Pemikiran-pemikiran Baru Manajemen Kelas
Pemikiran-pemikiran Baru Manajemen KelasPemikiran-pemikiran Baru Manajemen Kelas
Pemikiran-pemikiran Baru Manajemen Kelas
 

Plus de Jerry Makawimbang

Pentingnya disiplin bagi pns
Pentingnya disiplin bagi pnsPentingnya disiplin bagi pns
Pentingnya disiplin bagi pnsJerry Makawimbang
 
Teori organisasi dan kepemimpinan
Teori organisasi dan kepemimpinanTeori organisasi dan kepemimpinan
Teori organisasi dan kepemimpinanJerry Makawimbang
 
Teori belajar kuantum pada pendidikan anak usia dini
Teori belajar kuantum pada pendidikan anak usia diniTeori belajar kuantum pada pendidikan anak usia dini
Teori belajar kuantum pada pendidikan anak usia diniJerry Makawimbang
 
Pelaksanaan supervisi dalam rangka efisien dan efektivitas pendidikan
Pelaksanaan supervisi dalam rangka efisien dan efektivitas pendidikanPelaksanaan supervisi dalam rangka efisien dan efektivitas pendidikan
Pelaksanaan supervisi dalam rangka efisien dan efektivitas pendidikanJerry Makawimbang
 
Penerapan teori belajar skiner pada anak sekolah minggu gereja
Penerapan teori belajar skiner pada anak sekolah minggu gerejaPenerapan teori belajar skiner pada anak sekolah minggu gereja
Penerapan teori belajar skiner pada anak sekolah minggu gerejaJerry Makawimbang
 
Moral dan etika pemimpin dalam perspektif alkitab
Moral dan etika pemimpin dalam perspektif alkitabMoral dan etika pemimpin dalam perspektif alkitab
Moral dan etika pemimpin dalam perspektif alkitabJerry Makawimbang
 
Perencanaan pendidikan berbasis sekolah
Perencanaan pendidikan berbasis sekolahPerencanaan pendidikan berbasis sekolah
Perencanaan pendidikan berbasis sekolahJerry Makawimbang
 
Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...
Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...
Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...Jerry Makawimbang
 
Kepemimpinan berbasis kecerdasan emosional
Kepemimpinan berbasis kecerdasan emosionalKepemimpinan berbasis kecerdasan emosional
Kepemimpinan berbasis kecerdasan emosionalJerry Makawimbang
 
Manajemen sekolah bermutu dalam kajian sekolah potensial
Manajemen sekolah bermutu dalam kajian sekolah potensialManajemen sekolah bermutu dalam kajian sekolah potensial
Manajemen sekolah bermutu dalam kajian sekolah potensialJerry Makawimbang
 

Plus de Jerry Makawimbang (20)

Besaran dan satuan
Besaran dan satuanBesaran dan satuan
Besaran dan satuan
 
Materi.pengukuran
Materi.pengukuranMateri.pengukuran
Materi.pengukuran
 
Bahan ajar momentum
Bahan ajar momentumBahan ajar momentum
Bahan ajar momentum
 
Pentingnya disiplin bagi pns
Pentingnya disiplin bagi pnsPentingnya disiplin bagi pns
Pentingnya disiplin bagi pns
 
Kepemimpinan kristen
Kepemimpinan kristenKepemimpinan kristen
Kepemimpinan kristen
 
Teori organisasi dan kepemimpinan
Teori organisasi dan kepemimpinanTeori organisasi dan kepemimpinan
Teori organisasi dan kepemimpinan
 
Teori belajar kuantum pada pendidikan anak usia dini
Teori belajar kuantum pada pendidikan anak usia diniTeori belajar kuantum pada pendidikan anak usia dini
Teori belajar kuantum pada pendidikan anak usia dini
 
Pelaksanaan supervisi dalam rangka efisien dan efektivitas pendidikan
Pelaksanaan supervisi dalam rangka efisien dan efektivitas pendidikanPelaksanaan supervisi dalam rangka efisien dan efektivitas pendidikan
Pelaksanaan supervisi dalam rangka efisien dan efektivitas pendidikan
 
Penerapan teori belajar skiner pada anak sekolah minggu gereja
Penerapan teori belajar skiner pada anak sekolah minggu gerejaPenerapan teori belajar skiner pada anak sekolah minggu gereja
Penerapan teori belajar skiner pada anak sekolah minggu gereja
 
Moral dan etika pemimpin dalam perspektif alkitab
Moral dan etika pemimpin dalam perspektif alkitabMoral dan etika pemimpin dalam perspektif alkitab
Moral dan etika pemimpin dalam perspektif alkitab
 
Motivasi dalam pekerjaan
Motivasi dalam pekerjaanMotivasi dalam pekerjaan
Motivasi dalam pekerjaan
 
Supervisi pendidikan
Supervisi pendidikanSupervisi pendidikan
Supervisi pendidikan
 
Kurikulum pendidikan
Kurikulum pendidikanKurikulum pendidikan
Kurikulum pendidikan
 
Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaranStrategi pembelajaran
Strategi pembelajaran
 
Perencanaan pendidikan berbasis sekolah
Perencanaan pendidikan berbasis sekolahPerencanaan pendidikan berbasis sekolah
Perencanaan pendidikan berbasis sekolah
 
Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...
Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...
Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...
 
Kepemimpinan berbasis kecerdasan emosional
Kepemimpinan berbasis kecerdasan emosionalKepemimpinan berbasis kecerdasan emosional
Kepemimpinan berbasis kecerdasan emosional
 
Model model pembelajaran
Model   model pembelajaranModel   model pembelajaran
Model model pembelajaran
 
Penjumlahan vektor
Penjumlahan vektorPenjumlahan vektor
Penjumlahan vektor
 
Manajemen sekolah bermutu dalam kajian sekolah potensial
Manajemen sekolah bermutu dalam kajian sekolah potensialManajemen sekolah bermutu dalam kajian sekolah potensial
Manajemen sekolah bermutu dalam kajian sekolah potensial
 

Peran komite sekolah dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sebagai implementasi perencanaan pendidikan berbasis sekolah.

  • 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pada haketnya Perencanaan merupakan suatu rangkaian proses kegiatan menyiapkan keputusan mengenai apa yang diharapkan terjadi sperti (peristiwa, keadaan, suasana), dan sebagainya. Perencanaan bukanlah masalah kira-kira, manipulasi atau teoritis tanpa fakta atau data yang kongkrit. Dan persiapan perencanaan harus dinilai. Bangsa lain yang terkenal perencanaannya adalah bangsa Amerika Serikat. Perencanaan sangat menentukan keberhasilan dari suatu program sehingga bangsa Amerika dan bangsa Jepang akan berlama-lama dalam membahas perencanaan dari pada aplikasinya. Pendidikan akan mengantarkan masyarakat pada kepada suatu keadaan masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge based society). Pendidikan membawa perubahan dari masyarakat yang potensi kemanusiaannya kurang berkembang menuju masyarakat maju dan berkembang yang mengaktualisasikan potensi kemanusiaanya secara optimal. Potensi kemanusiaan itu ialah (1) afektif yang tercermin dari kualitas keimanan, ketakwaan , akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis ; (2) potensi kognitif yaitu kapasitas berfikir dan intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi ; (3) potensi psikomotorik yang dicerminkan pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis , kecakapan praktis dan kompetensi kinestetis (Depdiknas, 2007). Wahana yang tepat untuk hal tersebut adalah pendidikan sebagai proses sistematis untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik yang memungkinkan ketiga dimensi paling elementer di atas dapat Lahirnya Undang – undang no 22 tahun 1999 yang direvisi dengan Undang – undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, telah membawa nuansa pembaharuan pada sistem pengelolaan pemerintahan, dari sistem sentralistik menjadi desentralistik. Pemberlakuan desentralistik ini memberi keleluasaan kepada pemimpin pemerintah daerah kabupaten/kota dalam mengeksplorasi visi 1
  • 2. tanpa dibatasi juknis dan juklak. Hal ini memberikan otonomi yang luas kepada pemerintah daerah kabupaten / kota yang mempunyai kedudukan yang semakin kuat dalam menjalankan fungsi – fungsi kepemerintahannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi. Kewenangan yang dimiliki mencakup semua bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam politik luar negeri, petahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal dan agama. “secara operasional sesungguhnya desentralisasi memberikan banyak keuntungan bagi para pemimpin-pemimpin kreatif untuk mengembangkan lembaganya” (Aan Komariah dan Cepi Triatna, 2006 : 70). Salah satu bidang yang di desentralisasikan adalah pendidikan dalam sistem ini pemerintah daerah kabupaten/ kota memegang peranan yang penting dalam pengelolaan bidang pendidikan di daerahnya berfungsi sebagai perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, maupun pengendalian dan evaluasi. Desentralisasi dalam bidang pendidikan diharapkan dapat memperbaiki masalah pokok pendidikan, misalnya mutu, pemerataan, relevansi, efesiensi, dan manajemen dapat terpecahkan. Jika sebelumnya manajemen pendidikan merupakan wewenang pusat dengan paradigma top-down atau sentralistik, maka dengan berlakunya undang – undang otonomi daerah maka terjadi perubahan paradigma menjadi bottom-up atau desentalistik. Dalam hal pemberdayaan sekolah sedapat mungkin keputusan seharusnya dibuat oleh mereka yang berada di garis depan (line staff), yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kebijakan, dan terkena akibat secara langsung, yakni guru dan kepala sekolah, sehingga perlu diterapkan manajemen sekolah yang dapat mengelola sekolah sesuai dengan prinsip otonomi. Model yang paling tepat dalam hal otonomi pendidikan adalah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), melalui model ini sekolah memiliki wewenang dalam pengambilan keputusan yang terkait langsung dengan aspirasi dan kebutuhan – kebutuhan sekolah. Sejalan dengan Nanang Fatah (2004 : 11) bahwa : ”Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Sebagai terjemahan dari School Based Management, adalah suatu pendekatan politik yang bertujuan untuk meredesain pengelolaan sekolah dengan memberikan kekuasaan kepada kepala sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kerja yang mencakup guru, siswa, orang tua siswa, dan masyarakat”. Tujuan utama 2
  • 3. implementasi manajemen berbasis sekolah adalah meningkatkan efesiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efesiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat, dan penyederhanaan birokrasi. Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orang tua, keluwesan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme pendidik, adanya penghargaan (reward) dan hukuman (punishment) sebagai kontrol. Secara yuridis model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) tertuang dalam Undang – undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 51 ayat 1 yang menyatakan : Pengelola satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip mamajemen berbasis sekolah/madrasah. Dalam skala nasional penerapan MBS dimulai tahun 1999, sejak dilaksanakannya Undang – undang nomor 22 dan 25 tentang otonomi daerah dan diikuti oleh penyempurnaan sistem pendidikan nasional, sedangkan implementasinya pada sekolah – sekolah dimulai pada tahun pelajaran 2003/2004. Dengan MBS Unsur pokok sekolah (constituent) memegang kontrol yang lebih besar pada setiap kejadian di sekolah. Unsur pokok sekolah inilah yang kemudian menjadi lembaga non-struktural yang selanjutnya disebut “komite sekolah”. Anggota dari komite sekolah terdiri dari : 1). Unsur masyarakat, seperti orang tua/wali peserta didik, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, dunia usaha/industri, organisasi profesi tenaga kependidikan, wakil alumni dan wakil peserta didik. 2). Unsur dewan guru, yayasan/lembaga penyelenggara pendidikan, badan pertimbangan desa. Salah satu tujuan di bentuknya komite sekolah adalah untuk mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dalam program pendidikan di satuan pendidikan (Kepmen Diknas Nomor : 004/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah). Dengan demikian komite sekolah adalah wakil dari seluruh unsur tersebut diatas. Seperti yang telah dikemukan bahwa keberhasilan MBS tidak saja ditentukan oleh kepala sekolah, tetapi juga komite sekolah. Konsumen yang harus dilayani dan sangat berkepentingan adalah siswa dan orang tuanya. Jika komite sekolah berperan aktif dalam menyalurkan aspirasi siswa, orang tua dan masyarakat maka hasilnya akan sangat berkualitas. Komite sekolah yang 3
  • 4. merupakan syarat diterapkannya MBS masih belum berperan secara optimal, pengambilan keputusan lebih banyak diambil oleh pihak sekolah. Berdasarkan masalah inilah penulis tertarik untuk meneliti secara ilmiah tentang : PERAN KOMITE SEKOLAH DALAM PELAKSANAAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH SEBAGAI IMPLEMENTASI PERENCANAAN PENDIDIKAN BERBASIS SEKOLAH. 1.2 Fokus penelitian Sebagai patokan dalam penelitian ini maka penulis membatasi permasalahan pada penelitian ini hanya terfokus Peran Komite Sekolah Dalam Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah Sebagai Implementasi Perencanaan Pendidikan. 1.3 Rumusan Masalah Bagaimana peran Peran Komite Sekolah Dalam Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah Sebagai Implementasi Perencanaan Pendidikan Berbasis Sekolah? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitin ini secara umum adalah untuk mengetahui gambaran yang objektif dan efektif tentang Peran Komite Sekolah Dalam Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah Sebagai Implementasi Perencanaan Pendidikan berbasis sekolah di SMA Negeri 2 Tondano. Sedangkan tujuan yang lebih khusus dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui peran komite sekolah pada SMA Negeri 2 Tondano. 2. Untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan MBS pada SMA Negeri 2 Tondano 3. Untuk menganalisa seberapa besar kontribusi peran komite sekolah dalam pelaksanaan MBS sebagai Implementasi Perencanaan Pendidikan berbasis sekolah 1.5 Manfaat penelitian 4
  • 5. Penelitian ini diharapkan berguna bagi pihak peneliti maupun bagi pengembangan ilmu dan pengetahuan. Secara lebih rinci penelitian ini dapat memberi bermanfaat sebagai beikut : 1. Manfaat Teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi pengembangan ilmu dan pengetahuan terutama yang berhubungan dengan dan peran komite sekolah terhadap efektivitas implementasi MBS. b. Menjadikan bahan masukan untuk kepentingan pengembangan ilmu bagi pihak – pihak yang berkepentingan guna menjadikan penelitian lebih lanjut terhadap objek sejenis atau aspek lainnya yang belum tercakup dalam penelitian ini. 2. Manfaat praktis a. Komite Sekolah, agar lebih memahami peran dan fungsinya dalam mendukung sekolah serta mampu meningkatkannya sebagai mitra sekolah. b. Para guru dan kepala sekolah agar bekerja sama dengan komite sekolah untuk mengelola sekolah dengan baik. 5
  • 6. BAB II STUDI KEPUSTAKAAN 2.1 Komite sekolah A. Pengertian Komite sekolah Sesuai dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap penyelenggara pendidikan jalur sekolah semangkin meningkat, maka persatuan orang tua murid dan guru (PMOG) pada awal tahun 1974 di bubarkan dan dibentuk suatu badan yaitu Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3). Dalam perkembangan selanjutnya dengan keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor : 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, maka dibentuklah komite sekolah. Komite sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efesiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan baik dari jalur pendidikan prasekolah, jalur pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah. Berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor : 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tanggal 02 april 2002, maka pengertian dan nama komite sekolah adalah sebagai berikut : 1. Komite sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efesiensi penelolaan pendidikan di satuan pendidikan. 2. Nama komite sekolah disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing- masing satuan pendidikan. 3. BP3, Komite sekolah dan atau majelis yang sudah ada dapat memperluas fungsi, peran, dan keanggotaan sesuai dengan acuan. Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan dan hasil pendidikan yang diberikan oleh sekolah, dan dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan nasional melalui upaya peningkatan mutu, 6
  • 7. pemerataan, dan efesiensi penyelenggaraan pendidikan, dan tercapainya demokratisasi pendidikan, perlu adanya dukungan dan peran serta masyarakat untuk bersinergi dalam suatu wadah yang lebih sekedar lembaga pengumpul dana pendidikan dari orang tua siswa. Kondisi nyata tersebut dalam memasuki era manajemen berbasis sekolah sekolah perlu di benahi selaras dengan tuntutan perubahan yang dilandasi kesepakatan, komitmen, kesadaran dan kesiapan membangun budaya baru dan profesionalisme dalam mewujudkan “ masyrakat sekolah” yang memiliki loyalitas pada peningkatan mutu sekolah. Untuk terciptanya suatu masyarakat sekolah yang kompak dan sinergis, maka komite sekolah merupakan bentuk atau wujud kebersamaan yang dibangun melalui kesepakatan ( surat Keputusan Mendiknas Nomor :044/U/2002). Komite sekolah adalah nama badan yang berkedudukan pada satu satuan pendidikan, baik jalur sekolah maupun luar sekolah, atau beberapa satuan pendidikan yang sama di satu komplek yang sama. Nama komite sekolah adalah satu nama yang generik. Artinya, bahwa nama badan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing satuan pendidikan, seperti komite sekolah, komite pendidikan, komite pendidikan luar sekolah, dewan sekolah, majelis sekolah, majelis madrasah, komite TK, atau nama lain yang disepakati. Dengan demikian, organisasi yang ada tersebut dapat memperluas fungsi, peran, keanggotaan sesuai dengan panduan atau melebur menjadi organisasi baru, yang bernama komite sekolah ( surat Keputusan Mendiknas Nomor : 044/U/2002). Peleburan BP3 atau bentuk-bentuk organisasi lain yang ada di sekolah kewenangannya berkembang sesuai kebutuhan dalam wadah komite sekolah. Pembentukan komite sekolah menjadi lebih kuat dari asfek legilitasnya, karena telah dinyatakan dalam Undang- undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 56 sebagai berikut : 1) Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah; 2) Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam meningkatkan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan 7
  • 8. pendidikan pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis; 3) Komite sekolah sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalampeningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberi pertimbangan arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan; 4) ketentuan mengenai pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah sebagai dimaksud dalam ayat (1) , (2), dan (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Komite sekolah merupakan badan ang bersifat mandiri, tidak mempunyai hubungan hirarkis dengan satuan pendidikan maupun lembaga pemerintah lainnya, Posisi komite sekolah, satuan pendidikan, dan lembaga- lembaga pemerintah lainnya mengacu pada kewenangan masing- masing berdasarkan ketentuan yang berlaku. B. Kedudukan Komite sekolah Komite sekolah yang ada pada Madrasah Aliyah di Kota Manado berkedudukan di satuan pendidikan, selain itu terdapat komite sekolah yang tersebar pada satuan pendidikan dalam berbagai jenjang, jenis, dan jalur pendidikan ada sekolah tunggal dan ada sekolah yang berada dalam satu kompleks. Ada sekolah Negeri dan ada sekolah swasta yang didirikan oleh yayasan penyelenggara pendidikan. Oleh karena itu, maka komite sekolah dapat dibentuk dengan alternatif sebagai berikut : Pertama, komite sekolah yang dibentuk dalam satuan pendidikan. Satuan pendidikan yang jumlah siswanya banyak, atau sekolah khusus seperti sekolah luar biasa, termasuk dalam katagori yang dapat membentuk komite sekolah sendiri. Kedua, komite sekolah yang di bentuk untuk beberapa satuan pendidikan yang sejenis. Sebagai misal, beberapa Sd yang terletak didalam satu kompleks atau kawasan yang berdekatan dapat membentuk satu komite sekolah. Ketiga, komite sekolh yang dibentuk untuk beberapa satuan pendidikan yang berbeda jenis dan jenjang dan terletak didalam satu kompleks atau kawasan yang berdekatan. Sebagai misal, ada stu kompleks pendidikan yang terdiri dari satuan pendidikan TK, SD, SLTP, SLTA dan SMK dapat membentuk satu komite 8
  • 9. sekolah. Keempat, komite sekolah yang dibentuk untuk beberapa satuan pendidikan yang berbeda jenis dan jenjeng pendidikan atau dalam pembinaan satu yayasan penyelenggara pendidikan, misalnya sekolah- sekolah dibawah lembaga pendidikan Muhammadiyah, Al-washliyah, Al-ittihadiyah, taman siswa, sekolah katolik, sekolah kristen dan sebagainya. C. Tujuan Komite sekolah Dibentuknya komite sekolah dimaksudkan agar adanya wadah organisasi masyarakat sekolah yang mempunyai komitmen dan loyalitas serta peduli terhadap peningkatan kualitas sekolah. Komite sekolah yang dibentuk dapat dikembangkan secara khas dan berakar dari budaya , demografis, ekologis, nilai kesepakatan, serta kepercayaan yang dibangun sesuai potensi masyarakat setempat. Oleh karena itu komite sekolah yang dibangun harus merupakan pengembangan kekayaan filosofis masyarakat secara kolektif. Artinya, komite sekolah mengembangkan konsep yang berorientasi kepada penggunaan (client model), berbagi kewenangan (power sharing and advocacy) dan kemitraan (patnership model) yang difokuskan pada peningkatan mutu pelayanan pendidikan. Menurut SK Mendiknas Nomor 044/U/2002, adapun tujuan dibentuknya komite sekolah sebagai suatu organisasi masyarakat sekolah adalah sebagai berikut : 1. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan disatuan pendidikan. 2. Meningkatkan tanggungjawab dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan. 3. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan. D. Peran dan Fungsi Komite sekolah Peran dan fungsi komite sekolah adalah landasan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan organisasinya. Komite sekolah memiliki peran sebagai mitra 9
  • 10. kerja lembaga pendidikan (sekolah), diantaranya adalah sebagai penasehat sekolah, pendudukung sekolah, pengontrol/pemantau, sebagai penghubung dengan stakeholders pendidikan. Departemen Pendidikan Nasional (2004: 23) merinci peran komite sekolah adalah : 1. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan. 2. Pendukung layanan pendidikan (supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan satuan pendidikan. 3. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka tranparansi dan akuntabelitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan. 4. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan. Disamping itu pula Departemen Pendidikan Nasional (2004:24) menegaskan Komite Sekolah memiliki fungsi sebagai berikut : 1. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. 2. Melakukan kerja sama dengan masyarakat (perorangan/ organisasi/ dunia usaha/ dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. 3. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat. 4. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai : a. Kebijakan dan program pendidikan. b. Rencana Anggran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). c. Kriteria kinerja satuan pendidikan. d. Kriteria tenaga pendidikan. e. Kriteria fasilitas pendidikan. f. Hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan. 5. Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalan pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan. 10
  • 11. 6. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan disatuan pendidikan. 7. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan. Beranjak dari pandangan diatas, peran dan fungsi komite sekolah akan menjadi suatu wadah yang mewadahi kemitraan antara sekolah dengan masyarakat. Terjalinnya koordinasi atau kerjasama sekolah dengan masyarakat merupakan salah satu pendukung keberhasilan penyelenggaraan konsep manajemen berbasis sekolah. Upaya untuk meningkatkan peran masyarakat, sekolah harus dapat membina kerjasama dengan orang tua dan masyarakat, menciptakan suasna kondusif dan menyenangkan bagi peserta didik dan warga sekolah. Itulah sebabnya maka paradigma MBS mengandung makna sebagai manajemen partisipasif yang melibatkan partisipasi masyarakat, sehingga semua kebijakan dan keputusan yang diambil adalah kebijakan dan keputusan bersama, untuk mencapai keberhasilan bersama. E. Wewenang dan kegiatan pokok Komite sekolah 1. Wewenang Komite Sekolah Dalam Nanang Fattah (2004: 160) dinyatakan bahwa komite sekolah mempunyai wewenang sebagai berikut : a. Menetapkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga komite sekolah. b. Bersama-sama sekolah menetapkan rencana setrategi pengembangan sekolah c. Bersama-sama sekolah menetapkan standar pelayanan sekolah. d. Bersama-sama sekolah membahas bentuk kesejahteraan personil sekolah. e. Bersama-sama sekolah menetapkan RAPBS. f. Mengkaji pertanggungjawaban program sekolah. g. Mengkaji dan menilai kinerja sekolah. h. Merekomendasikan kepada sekolah atau guru yang berprestasi dan memenuhi persyaratan profesionalisme serta administratif secara normatif sesuai dengan landasan hukum untuk promosi dan diajukan kepada pihak berwenang, dalam hal ini kepala Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten. 11
  • 12. i. Menerima kepala sekolah dan guru yang dipromosikan oleh sekolah lain sesuai denga persyaratan profesionalisme serta administratif secara normatif sesuai denga landasan hukum untuk dipromosikan dan ditunjuk oleh pihak yang berwenang. j. Merekomendasikan kepada sekolah atau guru yang melanggar etika profesionalisme serta administratif secara normatif sesuai dengan landasan hukum yang berlaku dan diajukan kepada pihak yang berwenang, dalam hal ini kepala kantor Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten. 2. Kegiatan Pokok Komite Sekolah Selanjutnya Nanang Fattah (2004;161-162) menyatakan bahwa komite sekolah mempunyai kegiatan pokok sebagai berikut : a. Menyelenggarakan rapat-rapat komite sesuai dengan program yang telah ditetapkan. b. Bersama-sama sekolah merumuskan dan menetapkan Visi dan Misi sekolah. c. Bersama sekolah menyusun standar pelayanan pembelajaran disekolah. d. Bersama-sama sekolah menyusun rencana strategik pengembangan sekolah. e. Bersama-sama sekolah menyusun dan menetapkan rencana program tahunan sekolah termasuk RAPBS. f. Membahas dan turut menetapkan pemberian tambahan kesejahteraan berupa uang honororium yang diperoleh dari masyarakat kepada sekolah, tenaga guru dan tenaga administratif sekolah. g. Bersama-sama sekolah mengembangkan potensi unggulan, baik yang bersifat akademis maupun non akademis. h. Menghimpun dan menggali sumber dana dari masyarakat untuk meningkatkan kualotas pelayanan sekolah. i. Mengelola kontribusi masyarakat berupa uang yang diberikan kepada sekolah. j. Mengelola kontribusi masyarakat yang berupa non material (tenaga, pikiran) yang diberikan kepada sekolah. k. Mengevaluasi program sekolah secara profesional sesuai dengan kesepakatan pihak sekolah, meliputi ; pengawasan penggunaan sarana dan prasarana sekolah, pengawas keuangan secara berkala dan berkesinambungan. 12
  • 13. l. Mengidentifikasi berbagai permasalahan dan memecahkannya bersama-sama dengan pihak sekolah. m. Memberikan respon terhadap kurikulum yang dikembangkan secara standar nasional maupun lokal. n. Memberikan motivasi dan penghargaan kepada tenaga pendidik dan kependidikan o. Memberikan otonomi secara profesional kepada guru mata pelajaran dalam melaksanakan tugas-tugas kependidkannya sesuai dengan kaidah dan kopetensi guru. p. Membangun jaringan kerjasama dengan pihak luar sekolah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan proses dan hasil pendidikan di sekolah. q. Memantau kualitas proses pelayanan dan hasil pendidikan di sekolah. r. Mengkaji laporan pertanggungjawaban pelaksanaan program yang dikonsultasikan oleh kepala sekolah. s. Menyampaikan usul atau rekomendasi kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan sekolah. F. Eksestensi Komite sekolah Pasca Diundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 dan 48 Tahun 2008. Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar dan Nomor 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan, maka semua pihak perlu membaca secara komprehensif dan menyeluruh atas pasal-pasal yang tertuang dalam memahami kehadiran kedua Peraturan Pemerintah (PP) tersebut agar tidak lagi terjadi kesimpangsiuran dalam pelaksanaannya, seperti ungkapan yang kurang tepat dari hampir semua pemimpin dari mulai gubernur hingga kepala kantor kementerian pendidikan kabupaten/kota dengan mengkampanyekan slogan pendidikan gratis yang melahirkan kebijakan “ dilarang melakukan pungutan sepeserpun dari orang tua murid dengan dalih apapun” dengan dalil Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 Tentang Wajib Belajar, Pasal 9 ayat (1) yang menyatakan : Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin 13
  • 14. terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya”. Melihat fenomena ini kita perlu memperhatikan pasal 10 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 yang menyatakan, ketentuan mengenai investasi dan biaya operasional diatur dalam peraturan perundang- undangan yang mengatur tentang pendanaan pendidikan. Selanjutnya, Pasal 11 ayat (2) menegaskan,”Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin tersedianya pendidik, tenaga kependidikan, dan biaya operasi untuk setiap satuan pendidikan pelaksana program wajib belajar dengan pembagian beban tanggungjawab sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pendanaan pendidikan”. Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2008 pasal 9 sudah menjelaskan tidak boleh memungut biaya. Akan tetapi bukan berarti ruang partisipasi masyarakat ditutup. Aturan pembiayaan pendidikan merujuk kepada Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, pasal 51 ayat (1) menyatakan” Pendanaan Pendidikan bersumber dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat”, selanjutnya dijelaskan dalam ayat (4) menyatakan : dana Pendidikan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dapat bersumber dari : a. anggaran pemerintah; b. bantuan pemerintah daerah; c. pungutan dari peserta didik atau orangtua/walinya yang dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan; d. bantuan dari pemangku kepentingan satuan pendidikan diluar peserta didik atau orangtua/walinya; e. bantuan dari pihak asing yang tidak mengikat; dan atau f. sumber lainnya yang sah. Selanjutnya dalam pasal 13 peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 selengkapnya menyatakan “(1) masyarakat berhak: a. berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi terhadap penyelenggaraan porgram wajib belajar, serta b. mendapat data dan informasi tentang penyelenggaraan program wajib belajar. (2) Nasyarakat berkewajiban mendukung penyelenggaraan Program wajib belajar. (3) Hak dan Kewajiban masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan. Dengan demikian pasca lahirnya PP 47/2008 tentang wajib belajar dan PP 48/2008 tentang pendanaan pendidikan, maka komite sekolah sebagai badan yang mewadwhi partisipasi masyarakat sangat diharapkan berperan sebagai pendukung 14
  • 15. baik yang berwujud finansial, pemkiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidkan di satuan pendidkan. Disamping itu juga komite sekolah berperan sebagai pengontrol dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan, serta sebagai mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan. Untuk menjalankan perannya itu, komite sekolah memiliki fungsi yaitu mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggara pendidikan bermutu. Badan itu juga melekukan kerjasama dengan masyarakat, baik perorangan maupun organisasi, dunia usaha dan industri dan pemerintah, berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Fungsi lainnya adalah menampung dan menganalisis aspirasi, pandangan, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat. Disamping itu, komite sekolah memberikan masukan dan pertimbangan kepada satuan pendidikan mengenai kebijakan dari program pendidikan; kreteria kinerja satuan pendidikan; kriteria tenaga kependidikan, khususnya guru dan dan kepala satuan pendidikan; kriteria fasilitas pendidikan; dan hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan. Komite sekolah juga berfungsi dalam mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan dan menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan. G. Komite sekolah dan Partisipasi Masyarakat Keterbatasan Pemerintah dalam pengadaan sarana dan prasarana, serta pembiayaan pendidikan menyebabkan dukungan serta partisipasi masyarakat menjadi penting, terutama masyarakat yang terkait langsung dengan sekolah yang bersangkutan. Pendidikan sebagai lembaga sosial akan semakin lancar dan berhasil melaksanaka tugasnya, serta memperoleh simpati dari masyarakat, jika dapat menjalin hubungan yang harmonis dan serasi dengan segenap masyarakat dan lingkungan, melalui manajemen pengembang hubungan sekolah dengan masyarakat. Hubungan sekolah dan masyarakat pada hakekatnya merupakan sarana yang sangat berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah. Dalam hal ini, sekolah sebagai sistem sosial merupakan bagian integral dari sistem sosial yang lebih besar, yaitu masyarakat. 15
  • 16. Sekolah dan masyarakat memiliki hubungan yang sangat erat dalam mencapai tujuan sekolah atau pendidikan secara efektif dan effisien. Sebaliknya sekolah juga harus menunjang pencapaian tujuan atau pemenuhan kebutuhan masyarakat , khususnya kebutuhan pendidikan. Oleh karena itu, sekoalh berkewajiban memberikan penerangan tentang tujuan-tujuan, program-program, kebutuhan serta keadaan sekolah. Sebaliknya, sekolah juga harus mengetahui dengan jelas apa kebutuhan, harapan, dan tuntutan masyarakat harus dibina dan dikembangkan suatu hubungan yang harmonis. Menumbuhkan partisipasi masyarakat dan lingkungan sekitar sekolah ini semakin dirasakan pentingnya pada masyarakat yang telah menyadari dan memahami pentingnya pendidikan. Namu tidak berarti pada masyarakat yang masih kurang menyadari pentingnya pendidikan, hubungan kerjasama ini tidak perlu dibina dan dikembangkan. Pada masyarakat yang kurang menyadari akan pentingnya pendidikan, sekolah dituntut lebih aktif dan kreatif untuk mengembangkan hubungan kerjasama yang lebih harmonis. Hubungan sekolah dengan masyarakat brjalan dengan baik, rasa tanggungjawab dan partisifasi masyarakat untuk memajukan sekolah juga baik dan tinggi. Agar tercipta hubungan dan kerjasama yang baik antara sekolah dan masyarakat, perlu adanya upaya sekolah menyampaikan gambaran yang jelas tentang keadaan sekolah, yang diinformasikan kepada sekolah melalui laporan lisan dan tulisan, dapat berupa laporan kepada orang tua murid dan masyarakat, dengan media buletin bulanan, penerbitan surat kabar, siaran radio dan televisi, pameran sekolah, open house, kunjungan kerumah murid dan lain-lain. Selanjutnya, mengembangkan partisipasi masyarakat dan lingkungan sekitar sekolah , kepala sekolah dan guru merupakan kunci keberhasilan, yang menaruh perhatian terhadap apa yang terjadi pada peserta didik disekolah dan apa yang dipikirkan orang tua dan masyarakat tentang sekolah. Kepala sekolah dituntut senantiasa berusaha membina dan mengembangkan hubungan kerjasama yang baik antara sekolah dan masyarakat guna mewujudkan sekolah yang efektif dan efisien. Hubungan yang harmonis ini akan membentuk 1) saling pengertian antara sekolah, orangtua, masyarakat, dan lembaga-lembaga lain yang ada pada masyarakat, termasuk dunia kerja; 2) saling membantu antara sekolah dan 16
  • 17. masyarakat karena mengetahui manfaat, arti pentingnya peran masing-masing; 3) kerjasama yang erat antara sekolah dengan berbagai pihak yang ada di masyarakat akan menjadikan mereka merasa bangga dan ikut bertanggungjawab atas suksesnya pendidikan disekolah. Partisipasi masyarakat mengacu pada adanya keikut sertaan masyarakat secara nyata dalam suatu kegiatan. Partisipasi ini dapat berupa gagasan, kritik membangun, dukungan dan pelaksanaan pendidikan. Dalam sistem pemerintahan yang berkebijakannya barsifat top-down, partisipasi masyarakat dalam kebijakan- kebijakan yang dibuat dan diimplementasikan tidak begitu dipermasalahkan, namun pada sistem pemerintahan yang bottom-up , tingginya partisipasi masyarakat dapat dijadiakn tolak ukur keberhasilan kebijakan tersebut. Koentjaraningrat dalam Mulyasa, (2004:17) menggolongkan partisipasi masyarakat kedalam tipologinya, ialah”Partisipasi kuantitatif menunjuk kepada frekuensi keikutsertaan masyarakat terhadap implementasi kebijakan, sedangkan partisipasi kualitatif menunjuk pada tingkat dan derajatnya”. Partisipasi masyarakat juga dapat dikelompokkan berdasarkan posisi individu dalam kelompoknya. Pertama, partisipasi masyarakat dalam aktifitas bersama dalam proyek khusus. Kedua, partisipasi anggota masyarakat sebagai individu dalam aktivitas bersama pembangunan. Partisipasi masyarakat juga dapat dilihat dari cakupannya. Partisipasi secara luas diartikan sebagai demokratisasi politik, di dalamnya masyarakat menentukan tjuan, strategi dan perwakilan dalam pelaksanaannya, kebijakan dan pembangunan. Secara sempit partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan masyarakat dalam keseluruhan perubahan dan pengembangan masyarakat sesuai dengan arti pembangunan sendiri. Sisten desentralisasi dan demokrasi pendidikan, partisipasi masyarakat sangat di perlukan. Masyarakat harus menjadi patrner sekolah dalam melaksanakan pendidikan dan pembelajaran, karena kerjasama antara keduanya sangat penting dalam membentuk pribadi peserta didik. Dalam susanan yang demikian, sekolah memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai partner masyarakat, sekolah akan dipengaruhi oleh corak pengalaman seseorang dalam lingkungan masyarakat, bahan bacaan, tontonan dan kondisi sosial ekonomi. Sekolah juga harus bertanggungjawab terhadap perubahan masyarakat, yang dapat 17
  • 18. dilakukan melalui fungsi layanan bimbingann dan forum komunikasi antara sekolah dengan masyarakat. Disisi lain, kesadaran peserta didik untuk mendayagunakan masyarakat sebagai sumber belajar dipengarruhi oleh kegiatan dan pengalaman mengajar yang diikuti disekolah. Berdasarkan kondisi tersebut, dapat dikemukakan bahwa sekolah dan masyarakat merupakan patnership dalam berbagai aktivitas yang berkaitan dengan aspek-aspek pendidikan, diantaranya : a. Sekolah dengan masyarakat merupaka satu keutuhan dalam menyelenggarakan pendidikan dan pembinaan pribadi peserta didik. b. Sekolah dengan pendidik fan tenaga kependidikan menyadari pentingnya kerjasama dengan masyarakat, bukan saja dalam melakukan pembaruan tetapi juga dalam menerima berbagai konsekuensi dan dampaknya, serta mencari alternatif pemecahannya. c. Sekolah dengan masyarakat sekitar memiliki andil dan mengambil bagian serta bantuan dalam pendidikan di sekolah, untuk mengembangkan berbagai potensi secara optimal sesuai dengan harapan peserta didik. Kementerian Pendidikan Nasional (1990; 5-19) menguraikan bahwa : Sekolah dan masyarakat memiliki hubungan rasional, yaitu (1) adanya kesesuaian antara fungsi pendidikan yang dimainkan oleh sekolah dengan kebutuhan masyarakat; (2) ketepan sasaran dan target pendidikan yang ditangani oleh sekolah ditentukan oleh kejelasan perumusan kontrak antara fungsi sebagai layanan pesanan masyarakat sangat di pengaruhi oleh ikatan objektif antara sekolah dan masyarakat. Sejalan dengan bergulirnya roda reformasi yang didorong oleh mahasiswa dan masyarakat pada umumnya, persepsi dan pemahaman masyarakat akan pentingnya pendidikan menunjukkan adanya peningkatan. Hal ini, terutama berangkat dari tumbuhnya kesadaran masyarakat akan pentingnya membekali anaknya dengan berbagai pengetahuan dan tehnologi sebagai bekal menghadapi berbagai tantangan dimasa depan. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat perlu senantiasa di kembangkan. Sebagaimana diungkapkan Mulyasa (2004; 173) bahwa : ” School public relation is process of communiction between 18
  • 19. the scholl and community for purpose of incresing citizen understsnding of educational needs and practice and encouraging intelligent citizen interest and cooperation in the work of improving the school’. Hal tersebut menunjukkan bahwa hubungan sekolah dengan masyarakat merupaka suatu proses komunikasi untuk meningkatkan pengertian warga masyarakat tentang kebutuhan dan praktek, sreta mendorong minat, dan kerjasama dalam usaha memperbaiki sekolah, karena komunikasi ini merupakan lintasan dua arah, yaitu dari arah sekolah ke masyarakat dan sebaliknya. Hubungan sekolah dengan masyarakat akan tumbuh jika masyrakat juga merasakan manfaat keikutsertaannya dalam program sekolah. Manfaat dapat diartikan luas, termasuk rasa diperhatikan dan rasa puas karena dapat menyumbangkan kemampuannya bagi kepentingan sekolah. Jadi, prinsip menumbuhkan hubungan sekolah denga masyarakat adalah dapat saling memberikan kepuasan. Salah satu jalan penting untuk membina hubungan dengan masyarakat adalah menetapkan komunikasi yang efektif. Melalui adah komite sekolah tentulah partisipasi masyarakat dan stakeholders lainnya terwadahi. Sesuai skalanya, Dewan Pendidikan merupakan mitra pemerintah kabupaten/kota. Sementara komite sekolah merupaka mitra satuan pendidikan. Komite Sekolah adalah nama badan yang berkedudukan pada satuan pendidikan, baik jalur sekolah maupun luar sekolah, atau beberapa satuan pendidikan yang sama di satu kompleks yang sama. Nama Komite sekolah merupakan nama generik, artinya, bahwa nama badan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing satuan pendidikan, seperti Komite Sekolah, Komite Pendidikan, Komite Pendidikan Luar Sekolah, Dewan Sekolah, Majelis Sekolah, Majelis Madrasah, Komite TK, atau nama lainnya yang disepakati. Dengan demikian organisasi yang ada tersebut dapat memperluas fungsi, peran, dan keanggotaannya sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, Nomor : 044/U/2002. Pembentukan Komite Sekolah sesuai dengan uraian Kementerian Pendidikan Nasional (2006:21) diterangkan bahwa : Komite Sekolah dapat dibentuk dengan alternatif sebagai berikut : Pertama, Komite Sekolah yang dibentuk di satu satuan pendidikan, kedua, Komite sekolah yang di bentuk untuk beberapa satuan pendidikan sekolah yang sejenis. Ketiga, Komite Sekolah yang dibentuk untuk 19
  • 20. beberapa satuan pendidikan yang berbeda jenis dan jenjang pendidikan dan terletak didalam satu kompleks atau kawasan yang berdekatan. Berdasarkan uraian diatas, maka jelas bahwa komite sekolah merupakan satu wadah yang dapat di bentuk secara fleksibel sehingga diharapkan memudahkan untuk di bentuk disetiap sekolah atau kumpulan sekolah. Kondisi ini penting karena keberadaan komite sekolah sangat menunjang dalam mewadahi jalinan kerjasama antara sekolah dan masyarakat. Dalam keadaan seperti itu, maka komite sekolah akan dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai penunjang dalam pelaksanaan proses pembelajaran yang sejalan dengan kondisi dan permasalahan di masing- masing sekolah. Komite sekolah dapat melaksanakan fungsinya sebagai patner dari kepala sekolah dalam mengadakan sumber-sumber daya pendidikan dalam rangka melaksanakan pengelolaan yang dapat memberikan fasilitas bagi guru- guru dan murid untuk belajar sebanyak mungkin, sehingga pembelajaran menjadi semakin efektif. Komite sekolah bisa ikut serta meneliti berbagai permasalahan belajar yang dihadapi oleh murid secara kelompok maupun secara individual sehingga dapat membantu guru-guru untuk menerapkan pendekatan belajar yang tepat bagi murid-muridnya. 2.2 Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) 2.2.1 Konsep Manajemen Berbasis Sekolah Dengan mengadopsi ide dasar Edward B. Fiska (1996) Nanang Fatah menggambarkan konsep manajemen berbasis sekolah yaitu : Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) secara konsepsional akan membawa dampak terhadap peningkatan kinerja sekolah dalam hal mutu, efisiensi manajemen keuangan, pemerataan lewat perubahan kebijakan desentralisasi di berbagai aspek seperti politik, edukatif, administratif dan anggaran pendidikan. MBS selain akan meningkatkan kualitas belajar mengajar dan efisiensi operasional pendidikan, juga tujuan politik terutama iklim demokratisasi di sekolah. Nanang Fattah mengungkapkan keberhasilan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di Spanyol yaitu menciptakan kualitas manajemen dan pendidikan, sebagai strategi untuk memperbaiki kinerja sekolah yang mampu meningkatkan kemauan dan kemampuan kepala sekolah untuk memperbaiki 20
  • 21. proses belajar mengajar. Hal ini dipandang sebagai demokrasi di tingkat lokal sekolah. Nanang Fattah (2004 : 26-27). A. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah Istilah manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan terjemahan dari “school based management”. Istilah ini pertama sekali muncul di Amerika Serikat pada tahun 1970-an sebagai alternatif utnuk mereformasi pengelolaan pendidikan atau sekolah. Reformasi itu diperlukan karena kinerja sekolah selama puluhan tahun tidak dapat menunjukkan peningkatan yang berarti dalam memenuhi tuntutan perubahan lingkungan, ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat, sebagaimana penjelasan Nanang Fattah (2004:3) semakin tingginya kehidupan sosial masyarakat sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi, telah semakin meningkat tuntutan kebutuhan sosial masyarakat. Apad akhirnya tuntutan tersebut bermuara kepada pendidikan, karena masyarakat meyakini bahwa pendidikan mampu menjawab dan mengantisipasi berbagai tantangan tersebut. Pendidikan merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh sekolah sebagai institusi tempat masyarakat berharap tentang kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang pendidikan perlu perubahan yang dapat dilakukan melalui perubahan dan peningkatan dalam pengelolaan atau manajemen pendidikan di sekolah. Secara leksikal, manajemen berbasis sekolah (MBS) berasal dari tiga kata, yaitu manajemen, berbasis dan sekolah. Manajemen adalah proses menggunakan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis memiliki kata dasar basis yang berarti dasar atau asas. Sekolah adalah lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberikan pelajaran. Berdasarkan makna leksikal tersebut maka MBS dapat diartikan sebagai penggunaan sumber daya yang berasaskan pada sekolah ini sendiri dalam proses pengajaran atau pembelajaran (Nurkolis, 2003:1). Untuk memahami pengertian Manajemen Berbasis Sekolah, kita dapat menelaah pendapat para ahli yang telah menjelaskan defenisi tentang MBS, yakni : 1. Malen, Ogawa, and Kranz (1990 p.1) dalam Ibtisam Abu Duhou, (1999 : p.28) menyatakan : “School based management can be viewed conceptually 21
  • 22. as a formal alternation of governance structures, as a form of decentralization that identifies the individual school as the primary unit of improvement and relies on the redistribusion of decision making authority as the primary means through which improvements might be stimulated and sustained”. Manajemen berbasis sekolah secara konseptual dapat dilihat sebagai pergantian struktur formal pemerintahan, sebagai bentuk desentralisasi yang mengidentifikasi kemandirian sekolah sebagai unit utama peningkatan dan bertumpu pada redistribusi kewenangan pembuatan keputusan sebagaimana sarana utama melalui rangsangan perbaikan dan berkelanjutan. 2. Brian J Caldwell (2005:p.1), menyatakan : “School based management is the sistematic decentralization to the school level of authority and responsibility to make decisions on significant matters related to school operations within a centrally determined framework of goals, policies, curriculum, standards, and accountability”.Manajemen berbasis sekolah adalah desentraliasai yang sistematis untuk kewenangan pada tingkat sekolah dan tanggung jawab untuk membuat keputusan tentang hal-hal penting yang berkaitan dengan kegiatan sekolah dalam kerangka ditentukan dari tujuan, kebijakan, kurikulum, standard dan akuntabilitas. 3. Ogawa dan White (1994:p.53) dalam Rohiat (2009:47) menyatakan : “School Based management (SBM) is one of form of restructuring that has gained widespread attention. Like others, it seek to change the way school sistem conduct business. It is aimed squarely at improving the academic performance of school by changing their organizational design. Drawing on the experiences of existing programs”. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan salah satu bentuk restrukturisasi yang telah mendapatkan perhatian luas. Seperti orang lain, berusaha untuk mengubah sistem sekolah dengan cara melakukan usaha. Hal ini ditujukan pada meningkatkan prestasi akademik sekolah dengan merubah desain organisasi mereka. Menggambarkan pada pengalaman program yang ada. 4. Susan Ablers Mohrman, dkk dalam Nanang Fattah (2004:17) menyatakan : “Manajemen Berbasis Sekolah sebagai suatu pendekatan politik untuk 22
  • 23. mendesain dan memodifikasi struktur pemerintahan dengan memindahkan otoritas ke sekolah, memindahkan keputusan pemerintah pusat ke local stakeholders, dengan mempertaruhkan pemberdayaan sekolah dalam meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Hal tersebut sejalan dengan jiwa dan semangat sentralisasi dan otonomi di sektor pendidikan”. 5. Nanang Fattah (2004:17) mengemukakan bahwa : “Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai wujud dari “reformasi pendidikan” yang menginginkan adanya perubahan dari kondisi yang kurang baik menuju kondisi yang lebih baik dengan memberikan kewenangan (otorita) kepada sekolah untuk memberdayakan dirinya. Manajemen Berbasis Sekolah pada prinsipnya menempatkan kewenangan yang bertumpu kepada sekolah dan masyarakat, menghindarkan format sentralisasi dan birokratisasi yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi manajemen sekolah”. 6. Sejalan dengan pendapat tersebut, Tim Teknis BAPPENAS (1999:10) menyataka bahwa : Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan alternatif sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan yang ditandai dengan adanya otonomi luas ditingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang tinggi dan dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional”. 7. Dari defenisi yang dikemukakan diatas manajemen Berbasis Sekolah dapat diartikan sebagai model pengelolaan yang memberikan kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar kepada sekolah (otonomi), memberikan fleksibilitas atas keluwesan kepada sekolah, mendorong partisipasi secara langsung dari warga sekolah (kepala sekolah, guru, karyawan dan siswa) dan masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha), untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendiidkan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan otonomi tersebut, sekolah diberikan kewenangan dan tanggungjawab untuk mengambil keputusan sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan tuntutan sekolah serta masyarakat atau stakeholder yang ada. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa MBS merupakan sistem pengelolaan sekolah yang memberikan otonomi luas kepada sekolah dan masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan dengan bertumpu pada kebutuhan dan potensi 23
  • 24. local, menawarkan partisipasi langsung kelompok-kelompok yang terkait dan juga meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan. Selain itu, otonomi sekolah juga berperan dalam menampung consensus umum yang menyakini bahwa sedapat mungkin keputusan yang diambil seharusnya dibuat oleh mereka yang memiliki akses paling baik terhadap informasi, bertanggung jawab dalam pelaksanaan kebijakan dan mereka yang terkena akibat - akibat dari pelaksanaan kebijakan tersebut. MBS merupakan paradigm baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam rangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengeola sumber adaya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Pelibatan masyarakat secara legal formal dituangkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 8 menyatakan : ”Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan”. Selanjutnya pasal 9, menyatakan : ”Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”. Pelibatan masyarakat dimaksudkan agar lebih memahami, membantu, dan mengontrol pengelolaan pendidikan. Dalam pada itu kebijakan nasional yang menjadi prioritas pemerintah harus pula dilakukan oleh sekolah, yang telah diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor : 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan, pada point 10, peran serta masyarakat dan Kemitraan Sekolah /Madrasah : 1) Sekolah/Madrasah melibatkan warga dan masyarakat pendukung sekolah/madrasah dalam mengelola pendidikan. 2) Warga sekolah/madrasah dilibatkan dalam pengelolaan akademik 3) Masyarakat pendukung sekolah/madrasah dilibatkan dalam pengelolaan non akademik. 4) Keterlibatan peranserta warga sekolah/madrasah dan masyarakat dalam pengelolaan, dibatasi pada kegiatan tertentu yang ditetapkan. 24
  • 25. 5) Setiap sekolah/madrasah menjalin kemitraan dengan lembaga lain yang relevan, berkaitan dengan input, proses, output dan pemamfaatan lulusan. 6) Kemitraan sekolah/madrasah dilakukan dengan lembaga pemerintah atau non- pemerintah. 7) Kemitraan SD/MI/SDLB atau setara dilakukan minimal dengan SMP/MTs/SMPLB atau yang setara, serta dengan TK/RA/BA atau yang setara di lingkungannya. 8) Kemitraan SMP/MTs/SMPLB atau yang setara dilakukan minimal dengan SMA/SMK/SMALB, MA/MAK, SD/MI atau yang setara, serta dunia usaha dan dunia industri. 9) Kemitraan SMA/SMK/SMALB, MA/MAK atau yang setara dilakukan minimal dengan perguruan tinggi, SMP/MTs atau yang setara, serta dunia usaha dan dunia industri di lingkungannya. 10) Sistem kemitraan sekolah/madrasah ditetapkan dengan perjanjian secara tertulis. Partisipasi atau keterlibatan warga sekolah secara aktif dalam penyelenggaraan sekolah, akan meningkatkan rasa memiliki (sesnse of belonging) terdhadaps ekolah. Peningkatan rasa memiliki ini akan menyebabkan peningkatan rasa tanggung jawab (sesnse of responsibility). Peningkatan rasa tanggung jawab akan meningkatkan dedikasi warga sekolah dan masyarakat terhadap sekolah. Sudah saaatnya lembaga pendidikan memiliki konsep pengembangan organisasi yang menerapkan konsep learning organization. Artinya lembaga pendidikan memiliki konsep manajemen yang selalu berkembang dan penuh inovasi untuk menciptakan kualitas ke depan. Hal tersebut sejalan dengan pandangan Husein Umar (2002:229) yang mengemukakan bahwa : “learning organization adalah suatu organisasi yang terus menerus memperluasa kapasitas untuk menciptakan masa depan. Pada tataran praktis, learning organization merupakan organisasi yang memiliki cirri yang khas, seperti : willing, to see, to say, to listen; willing to change; willing to learn. Pentingnya lembaga pendidikan menerapkan konsep ini dilator belakangi oleh adanya karakteristik pengembangan orgnisasi yang berorientasi pada pemberdayaan 25
  • 26. sumber daya organisasi sebagaimana yang diungkapkan Husein Umar (2002:229), yaitu : Karakteristik - karakteristik utama organisasi yang berpeluang besar untuk menerapkan learning organization adalah : a. Adanya dimana setiap anggota didorong untuk senantiasa belajar dan mengembangkan seluruh potensinya. b. Ada perluasan budaya belajar, sehingga proses learning ini diadopsi juga oleh para pelanggan, pemasok, stakeholder, dan lainnya. c. Strategi pengembangan SDM menjadi pusat kebijakan bisnis; dan d. Terdapat proses transformasi organisasi yang berkesinambungan. Selanjutnya bahwa organisasi pendidikan harus dijadikan sebagai sarana yang mampu mengajarkan kepada organisasi, dari mulai pimpinan sampai kepada pegawai mengenai bagaimana menghasilkan dan mengoptimalkan keterampilan sebagai entitas kolektif. Konsep pengembangan organisasi dan manajemen memberikan inspirasi bagi organisasi pendidikan, dengan harapan mampu membentuk suatu sistem manajemen organisasi manajemen pendidikan yang handal. Model Manajemen Berbasis Sekolah merupakan inovasi model pengelolaan satuan pendidikan menuju kearah tersebut. Masyarakat dan pemerintah sepakat untuk melakukan reformasi sekolah sebagai suatu kebutuhan yang mendesak, terutama ketika mayoritas siswa merasa menghadapi permasalahan serius dalam belajar. Bertitik tolak dari kondisi seperti itu, dipandang perlu membangun suatu sistem persekolahan yang mampu memberikan kemampuan dasar (basic skills) bagi siswa. Kebutuhan akan kinerja sekolah yang lebih baik terus tumbuh dan berkembang akan pentingnya pendidikan untuk masa depan. Hal tersebut mengakibatkan perlunya menata pengelola sekolah melalui konsep Manajemen Berbasis Sekolah. Kesadaran tentang pentingnya pendidikan yang adapat memberikan harapan dan kemungkinan yang lebih baik dimasa yang akan datang telah mendorong berbagai upaya dan perhatian seluruh lapisan masyarakat terhadap setiap gerak, langkah dan perkembangan dunia pendidikan. Hal tersebut mengakibatkan perlunya peningkatan efektivitas pengelolaan sekolah yang salah satunya dapat diatau implementasi Manajemen lakukan melalui penerapan dan implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). 26
  • 27. B. Tujuan dan Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah a. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah Manajemen berbasis sekolah (MBS) yang ditandai dengan adanya otonomi sekolah dan partisipasi masyarakat yang tinggi tanpa mengabaikan kebijakan nasional tersebut ditujukan untuk mewujudkan beberapa tujuan pokok. Tujuan tersebut menurut Tim Teknis BAPPENAS (1999:11) adalah untuk : ”Meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan”. Tujuan MBS menurut Mulyasa (2004:25), MBS merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu, tehnologi yang dinyatakan dalam GBHN. MBS yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, peningkatan mutu, dan pemerataan pendidikan. Pada bagian lain MBS menurut Nanang Fattah (2000:20) bertujuan untuk : 1. Membantu sekolah menjelaskan pengelolaan sekarang dan waktu mendatang ; 2. Mendorong adanya keputusan-keputusan (decision making) di tingkat sekolah; 3. Mendorong dan mendukung partisipasi masyarakat: 4. Mendorong terciptanya ketentuan dalam perencanaan dan pelaksanaannya. Berdasarkan hal-hal tersebut, maka tujuan Manajemen Berbasis Sekolah memiliki empat point utama, yaitu efisiensi pendidikan, peningkatan mutu pendidikan, peningkatan partisipasi masyarakat, dan pemerataan pendidikan. Upaya untuk mencapai tujuan Manajemen Berbasis Sekolah, maka factor-faktor yang terlibat dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah sudah selayaknya mendapat perhatian. Factor-faktor yang perlu diperhatikan tersebut menurut Tim Teknis BAPPENAS (1999: 12-14), meliputi : 1. Kewajiban sekolah, 2. Kebijakan dan prioritas pemerintah, 3. Peranan orangtua dan masyarakat, 4. Peranan profesionalisme dan manajerial, dan 5. Mengembangkan profesi. 27
  • 28. Berdasarkan prinsip-prinsip di atas, jelas sekali bahwa implementasi Manajemen Berbasis Sekolah melibatkan seluruh komponen dan oleh karena itu agar berhasil dengan baik, maka dalam pelaksanaan MBS setiap prinsip tersebut perlu dikaji, diidentifikasi, diperhatikan dan dijadikan pedoman dalam setiap kegiatan pelaksanaan MBS. b. Manfaat manajemen Berbasis Sekolah Beberapa manfaat yang dapat dirasakan jika sekolah telah melaksanakan Manajemen Berbasis Sekolah, sebagaimana yang dinyatakan Mulyasa (2004:27) menyatakan : ”mamfaat MBS diantaranya memberikan kebebasan dan kekuasaan yang lebih besar kepada sekolah, disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi MBS, sekolah dapat meningkatkan kesejahteraan guru sehingga lebih berkonsentrasi pada tugas. MBS dapat mendorog profesionalisme guru dan kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan di sekolah. Berdasarkan mamfaat-mamfaat yang diuraikan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model Manajemen Berbasis sekolah merupakan solusi yang tepat untuk menangani masalah pengelolaan pendidikan di tingkat sekolah. C. Prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Teori yang digunakan MBS untuk mengelola sekolah didasarkan pada empat prinsip yaitu : 1. Prinsip Ekuifinalitas (Principal of Equifinality) Prinsip ini didasarkan pada teori manajemen modern yang berasumsi bahwa terdapat beberapa cara yang berbeda-beda untuk mencapai suatu tujuan. MBS menekankan fleksibilitas sehingga sekolah harus dikelola oleh warga sekolah menurut kondisi mereka masing-masing. Karena kompleknya pekerjaan sekolah saat ini dan adanya perbedaan yang besar antara sekolah yang satu dengan yang lain, misalnya perbedaan tingkat akademik siswa dan situasi komunitasnya, sekolah tak dapat dijalankan dengan struktur yang standar di seluruh kota, provinsi, apalagi negara. Sekolah harus mampu memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapinya dengan cara yang paling tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisinya. Walaupun sekolah yang berbeda memiliki masalah yang 28
  • 29. sama, cara penanganannya akan berlainan antara sekolah yang satu dengan yang lain. 2. Prinsip Desentralisasi (Principal of Decentralization) Desentralisasi adalah gejala yang penting dalam reformasi manajemen sekolah modern. Prinsip desentralisasi ini konsisten dengan prinsip ekuifinalitas. Prinsip desentralisasi dilandasi oleh teori dasar bahwa pengelolaan sekolah dan aktifitas pengajaran tak dapat dielakkan dari kesulitan dan permasalahan. Pendidikan adalah masalah yang rumit dan kompleks sehingga memerlukan desentralisasi dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, sekolah harus diberi kekuasaan dan tanggung jawab untuk memecahkan masalahnya secara efektif dan secepat mungkin ketika masalah itu muncul. Dengan kata lain, tujuan prinsip desentralisasi adalah efisiensi dalam pemecahan masalah, bukan menghindari masalah. Oleh karena itu MBS harus mampu menemukan masalah, memecahkannya tepat waktu dan memberi sumbangan yang lebih besar terhadap efektivitas aktivitas pengajaran dan pembelajaran. Tanpa adanya desentralisasi kewenangan kepada sekolah itu sendiri maka sekolah tidak dapat memecahkan masalahnya secara cepat, tepat, dan efisiensi. 3. Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri (Principal of Self Managing System) Prinsip ini terkait dengan prinsip sebelumnya, yaitu prinsip ekuifinalitas dan prinsip desentralisasi. Ketika sekolah menghadapi permasalahan maka harus diselesaikan dengan caranya sendiri. Sekolah dapat menyelesaikan masalahnya bila telah terjadi pelimpahan wewenang dari birokrasi diatasnya ke tingkat sekolah. Dengan adanya kewenangan di tingkat sekolah itulah maka sekolah dapat melakukan sistem pengelolaan mandiri. 4. Prinsip Inisiatif Manusia (Principal of Human Initiative) Prinsip ini mengakui bahwa manusia bukanlah sumber daya yang statis, melainkan dinamis. Oleh karena itu, potensi sumber daya manusia harus selalu digali, ditemukan, dan kemudian dikembangkan. Sekolah dan lembaga pendidikan yang lebih luas tidak dapat lagi menggunakan istilah staffing yang konotasinya hanya mengelola manusia sebagai barang yang statis. Lembaga pendidikan harus menggunakan pendekatan human recources development yang memiliki konotasi dinamis dan menganggap serta memperlakukan manusia di sekolah sebagai aset 29
  • 30. yang amat penting dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Nurkolis.( 2003: 52.). D. Komponen-Komponen Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Manajemen sekolah pada hakikatnya mempunyai pengertian yang hampir sama dengan manajemen pendidikan. Ruang lingkup dan bidang kajian manajemen sekolah juga merupakan ruang linkup dan bidang kajian manajemen pendidikan. Namun demikian, manajemen pendidikan mempunyai jangkauan yang lebih luas daripada manajemen sekolah. Dengan perkataan lain, manajemen sekolah merupakan bagian dari manajemen pendidikan, atau penerapan manajemen pendidikan dalam organisasi sekolah sebagai salah satu komponen dari sistem pendidikan yang berlaku. Manajemen sekolah terbatas pada salah satu sekolah saja, sedangkan manajemen pendidikan meliputi seluruh komponen sistem pendidikan, bahkan bisa menjangkau sistem yang lebih luas dan besar (suprasistem) secara regional, nasional, bahkan internasional. Hal yang paling penting dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah manajemen terhadap komponen-komponen sekolah itu sendiri. Sedikitnya terdapat tujuh komponen sekolah yang harus dikelola dengan baik dalam rangka MBS, yaitu : 1. Manajemen kurikulum dan program pengajaran 2. Manajemen tenaga kependidikan 3. Manajemen kesiswaan 4. Manajemen keuangan dan pembiayaan 5. Manajemen sarana dan prasarana pendidikan 6. Manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat 7. Manajemen layanan khusus. E. Mulyasa.( 2004: 39.) E. Strategi Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Pada dasarnya, tidak ada strategi khusus yang jitu dan bisa menjamin keberhasilan implementasi MBS di semua tempat dan kondisi. Oleh karena itu, strategi implementasi MBS di satu negara ke negara lain bisa berlainan, antara satu daerah dengan daerah lain juga bisa berbeda, bahkan antar sekolah dalam 30
  • 31. daerah yang samapun bisa berlainan strateginya. Secara umum dapat disimpulkan bahwa implementasi MBS akan berhasil melalui strategi-strategi berikut ini. Pertama, sekolah harus memiliki otonomi terhadap empat hal, pertama, dimilikinya otonomi dalam kekuasaan dan kewenangan, pengembangan pengetahuan dan keterampilan secara berkesinambungan, akses informasi ke segala bagian dan pemberian penghargaan kepada setiap pihak yang berhasil. Kedua, adanya peran serta masyarakat secara aktif dalam hal pembiayaan, proses pengambilan keputusan terhadap kurikulum dan instruksional serta non instruksional. Ketiga, adanya kepemimpinan sekolah yang kuat sehingga mampu menggerakkan dan mendayagunakan setiap sumber daya sekolah secara efektif terutama kepala sekolah harus menjadi sumber inspirasi atas pembangunan dan pengembangan sekolah secara umum. Kepala sekolah dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berperan sebagai designer, motivator, fasilitator dan liaison. Keempat, adanya proses pengambilan keputusan yang demokratis dalam kehidupan dewan sekolah yang aktif. Dalam pengambilan keputusan kepala sekolah harus mengembangkan iklim demokratis dan memperhatikan aspirasi dari bawah. Kelima, semua pihak harus memahami peran dan tanggung jawabnya secara sungguh-sungguh. Keenam, adanya guidelines dari Departemen pendidikan terkait sehingga mampu mendorong proses pendidikan di sekolah secara efisien dan efektif. Ketujuh, sekolah harus memiliki transparansi dan akuntabilitas yang minimal diwujudkan dalam laporan pertanggung jawaban setiap tahunnya. Kedelapan, penerapan MBS harus diarahkan untuk pencapaian kinerja sekolah dan lebih khusus lagi adalah meningkatkan pencapaian belajar siswa. Kesembilan, implementasi diawali dengan sosialisasi dari konsep MBS, identifikasi peran masing-masing, pembangunan kelembagaan (capacity building) mengadakan pelatihan-pelatihan terhadap peran barunya, implementasi pada proses pembelajaran, evaluasi atas pelaksanaan di lapangan dan dilakukan perbaikan- perbaikan. Nurkolis. (2003: 132.) Sedangkan menurut Slamet P.H (2001) karena pelaksanaan MBS merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus dan melibatkan semua unsur yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, strategi yang ditempuh adalah sebagai berikut : Pertama, mensosialisasikan konsep MBS ke seluruh warga sekolah melalui seminar, 31
  • 32. diskusi, forum ilmiah, dan media massa. Kedua, melakukan analisis situasi sekolah dan luar sekolah yang hasilnya berupa tantangan nyata yang harus dihadapi oleh sekolah dalam rangka mengubah manajemen berbasis pusat ke MBS. Ketiga, merumuskan tujuan situasional yang akan dicapai dari pelaksanaan MBS berdasarkan tantangan nyata yang harus dihadapi. Keempat, mengidentifikasi fungsi-fungsi yang perlu dilibatkan untuk mencapai tujuan situasional dan yang masih perlu untuk diteliti tingkat kesiapannya. Fungsi-fungsi yang dimaksud antara lain pengembangan kurikulum, pengembangan tenaga pendidikan dan non kependidikan, pengembangan siswa, pengembangan iklim akademik sekolah, pengembangan hubungan sekolah, pengembangan hubungan sekolah dengan masyarakat, fasilitas dan fungsi-fungsi lain. Kelima, menentukan tingkat kesiapan setiap fungsi dan faktor-faktornya melalui analisis SWOT. Keenam, memilih langkah-langkah pemecahan persoalan, yakni tindakan yang diperlukan untuk mengubah fungsi yang tidak siap menjadi fungsi yang siap. Ketujuh, membuat rencana jangka pendek, menengah, dan panjang beserta program-programnya untuk merealisasikan rencana tersebut. Kedelapan, melaksanakan program-program untuk merealisasikan rencana jangka pendek MBS. Kesembilan, melakukan pemantauan terhadap proses dan evaluasi terhadap hasil MBS. Nurkolis (2003: 135). Dengan demikian strategi implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat terakit dengan kondisi obyektif yang ada di sekolah dan stakeholders. Oleh karena itu peluang kepala sekolah dan guru sebagai tumpuan sekolah ditantang untuk bertindak sekreatif mungkin. Sejalan dengan hal itu guru dan kepala sekolah dituntut untuk terus meningkatkan profesionalitasnya sehingga dapat memberdayakan semua sumber daya secara optimal. F. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah Karakteristik MBS yang dikemukakan oleh Nanang Fattah (2004:20) menyatakan “Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) akan efektif diterapkan jika para pengelola pendidikan mampu melibatkan stakeholder terutama peningkatan peran serta masyarakat dalam menentuan kewenangan, pengadministrasian, dan inovasi kurikulum yang dilakukan oleh masing-masing sekolah”. Sejalan dengan 32
  • 33. Mulyasa (2004:29) yaitu : “Bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerja sekolah, proses pembelajaran, pengelolaan sumber daya manusia, dan pengelolaan sumber daya adminitrasi”. Oleh karena itu kepala sekolah dan guru sebagai pelaksana sekolah dintantang untuk bertindak kreatif. Kepala sekolah dituntut untuk terus meningkatkan profesinalismenya sehingga dapat memberdayakan semua sumber daya secara optimal. Pada bagian lain Tim Teknis BAPPENAS (1999 : 16) menyebutkan bahwa karakteristik MBS dapat ditinjau dari tiga segi, yaitu : “(a) organisasi sekolah, (b) proses belajar mengajar (c) sumber daya manusia serta administrasi”. Untuk lebih jelasnya, penulis akan menguraikan hal- hal tersebut, yaitu : 1. Organisasi sekolah. Dalam keorganisasian sekolah, pengimplementasian MBS ditandai oleh beberap hal, yaitu menyediakan manajemen organisasi/ kepemimpinan transformasional dalam mencapai tujuan sekolah, menyusun rencana sekolah dan merumuskan kebijakan untuk sekolahnya, mengelola kegiatan operasional sekolah, menjamin adanya komunikasi yang efektif antara sekolah dan masyarakat terkait, menggerakkan partisipasi masyarakat dan menjamin akan terpeliharanya sekolah yang bertanggung jawab kepada masyarakat dan pemerintah. 2. Proses Belajar Mengajar. Proses belajar mengajar yang bercirikan MBS ditandai oleh beberap hal, yaitu meningkatkan kualitas belajar siswa, mengembangkan kurikulum yang cocok dan tanggap terhadap kebutuhan siswa dan masyarakat sekolah, menyelenggarakan pengajaran yang efektif serta penyediaan program pengembangan yang diperlukan oleh siswa. 3. Sumber daya Manusia. Sumber daya manusia dalam MBS ditandai oleh beberapa hal, seperti pemberdayaan staf dan memantapkan personil yang dapat melayani keperluan semua siswa, memilih staf yang memiliki wawasan MBS, menyediakan kegiatan untuk pengembangan profesi pada semua staf, menjamin kesejahteraan staf dan siswa serta menyelenggarakan forum atau diskusi untuk membahas kemajuan sekolah. 4. Sumber Daya Administrasi. Sumber daya administrasi ditandai dengan adanya beberapa hal, yaitu mengidentifikasi sumber daya yang diperlukan dan mengalokasikan sumber daya tersebut sesuai dengan kebutuhan, mengelola 33
  • 34. dana sekolah, menyediakan dukungan administrative dan mengelola serta memelihara gedung termasuk sarana yang lainnya. 2.2.2 Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah Dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah ada beberapa hal yang berkaitan antara lain : A. Kemandirian MBS memberikan otonomi luas kepada sekolah, disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber adaya dan pengembangan strategi sesuai dengan kondisi setempat, sekolah dapat lebih memberdayakan tenaga pendidik agar lebih berkonsentrasi pada tugas utamanya mengajar. Sekolah sebagai lembaga pendidikan diberi kewenangan dan kekuasaan yang luas untuk mengembangkan program – program kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik serta tuntutan masyarakat. Untuk mendukung keberhasilan program tersebut, sekolah memiliki kekuasaan dan kewenangan untuk menggali dan mengelola sumber dana sesuai dengan prioritas kebutuhan. Melalui otonomi yang luas, sekolah dapat meningkatkan kinerja tenaga kependidikan dengan menawarkan partisipasi aktif mereka dalam pengambilan keputusan dan tanggung jawab bersama dalam melaksanakan keputusan yang diambil secara proporsional dan professional. Sekolah memiliki kewenangan untuk melakukan yang terbaik bagi sekolahnya, sehingga dituntut untuk memiliki kemampuan dan kesanggupan kerja yang tidak selalu menggantungkan pada atasan. Upaya untuk menciptakan kemandirian, sekolah harus memiliki sumber daya yang cukup untuk menjalankan tugasnya. B. Demokratis Sekolah yang menerapkan konsep MBS memiliki karakteristik pelaksanaan program-program sekolahnya didukung oleh adanya kepemimpinan sekolah yang demokratis mengutamakan musyawarah untuk mufakat. Kepala sekolah dalam pengambilan keputusan mengimplementasikan proses “bottom-up” secara demokratis, sehingga semua pihak memiliki tanggung jawab terhadap keputusan 34
  • 35. yang diambil beserta pelaksanaannya. Kepemimpinan demokratis membiakkan komitmen warga sekolah dan masyarakat yang luas maupun hubungan-hubungan horizontal: kepercayaan (trust), toleransi, kerjasama, dan solidaritas untuk membentuk dan mempengaruhi pencapaian tujuan bersama, yakni pendidikan bermutu dan pemerataan pendidikan untuk semua anak. C. Partisipatif Sekolah yang menerapkan konsep MBS memiliki karakteristik pelaksnaan program-program sekolah didukung oleh partisipasi masyarakat dan orangtua murid yang tinggi. Orangtua peserta didik dan masyarakat tidak hanya mendukung sekolah melalui bantuan keuangan, tetapi komite sekolah perumusan dan pengembangan program-program yang dapat meningkatkan kualitas sekolah. Masyarakat dan orangtua menjalin kerjasama untuk membantu sekolah sebagai narasumber berbagai kegiatan sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. D. Transparansi Sekolah yang menerapkan konsep MBS memiliki karakteristik keberhasilan program-program sekolah didukung oleh kinerja team-work yang kompak dan transparan dari berbagai pihak yang terlibat dalam pendidikan di sekolah. Komite sekolah bekerjasama dengan harmonis sesuai dengan posisinya masing-masing untuk mewujudkan “sekolah yang dapat dibanggakan” oleh semua pihak. Mereka saling menunjukkan kuasa atau paling berjasa, tetapi masing-masing memberi kontribusi terhadap upaya peningkatan mutu dan kinerja sekolah secara menyeluruh. E. Akuntabilitas Sekolah yang menerapkan konsep MBS memiliki karakteristik pelaksanaan program-program perlu disertai dengan pertanggung jawaban atau akuntabilitas. Sekolah dituntut untuk memiliki akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun kepada pemerintah. Hal ini merupakan perpaduan antara komitmen terhadap standar keberhasilan dan harapan atau tuntutan orang tua dan masyarakat. Pertanggungjawaban (accountability) ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa dana 35
  • 36. masyarakat dan pemerintah dipergunakan sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan juga mungkin untuk menyajikan informasi mengenai apa yang sudah dikerjakan. Untuk itu setiap sekolah harus memberikan laporan pertanggungjawaban dan mengkomunikasikannya kepada orangtua, masyarakat dan pemerintah, dan melaksanakan kaji ulang secara komprehensif terhadap pelaksanaan program prioritas sekolah dalam proses peningkatan mutu. 2.3 Perencanaan Pendidikan 2.3.1 Konsep Perencanaan Pendidikan Adapun defenisi Perencanaan Pendidikan menurut para ahli atau para pakar manajemen adalah antara lain : a. Menurut, Prof. Dr. Yusuf Enoch Perencanaan Pendidikan, merupakan suatu proses yang yang mempersiapkan seperangkat alternative keputusan bagi kegiatan masa depan yang diarahkan kepadanpencapaian tujuan dengan usaha yang optimal dan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada di bidang ekonomi, sosial budaya serta menyeluruh suatu Negara. b. Beeby, C.E. Perencanaan Pendidikan merupakan suatu usaha melihat ke masa depan ke masa depan dalam hal menentukan kebijaksanaan prioritas, dan biaya pendidikan yang mempertimbangkan kenyataan kegiatan yang ada dalam bidang ekonomi, social, dan politik untuk mengembangkan potensi system pendidikan nasioanal memenuhi kebutuhan bangsa dan anak didik yang dilayani oleh system tersebut. c. Menurut Guruge (1972), Perencanaan Pendidikan merupakan proses mempersiapkan kegiatan di masa depan dalam bidang pembangunan pendidikan. d. Menurut Albert Waterson (Don Adam 1975) Perencanaan Pendidikan adalah investasi pendidikan yang dapat dijalankan oleh kegiatan-kegiatan pembangunan lain yang di dasarkan atas pertimbangan ekonomi dan biaya serta keuntungan sosial. e. Menurut Coombs (1982), Perencanaan pendidikan suatu penerapan yang rasional dianalisis sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan 36
  • 37. agar pendidikan itu lebih efektif dan efisien dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para peserta didik dan masyarakat. f. Menurut Y. Dror (1975), Perencanaan Pendidikan merupakan suatu proses mempersiapkan seperangkat keputusan untuk kegiatan-kegiatan di masa depan yang di arahkan untuk mencapai tujuan-tujuan dengan cara-cara optimal untuk pembangunan ekonomi dan social secara menyeluruh dari suatu Negara. Jadi, definisi perencanaan pendidikan apabila disimpulkan dari beberapa pendapat tersebut, adalah suatu proses intelektual yang berkesinambungan dalam menganalisis, merumuskan, dan menimbang serta memutuskan dengan keputusan yang diambil harus mempunyai konsistensi (taat asas) internal yang berhubungan secara sistematis dengan keputusan-keputusan lain, baik dalam bidang-bidang itu sendiri maupun dalam bidang-bidang lain dalam pembangunan, dan tidak ada batas waktu untuk satu jenis kegiatan, serta tidak harus selalu satu kegiatan mendahului dan didahului oleh kegiatan lain. Secara konsepsional, bahwa perencanaan pendidikan itu sangat ditentukan oleh cara, sifat, dan proses pengambilan keputusan, sehingga nampaknya dalam hal ini terdapat banyak komponen yang ikut memproses di dalamnya. Adapun komponen-komponen yang ikut serta dalam proses ini adalah : 1. Tujuan pembangunan nasional bangsa yang akan mengambil keputusan dalam rangka kebijaksanaan nasional dalam rangka kebijaksanaan nasional dalam bidang pendidikan. 2. Masalah strategi adalah termasuk penanganan kebijakan (policy) secara operasional yang akan mewarnai proses pelaksanaan dari perencanaan pendidikan. Maka ketepatan pelaksanaan dari perencanaan pendidikan. Dalam penentuan kebijakan sampai kepada palaksanaan perencanaan pendidikan ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu : siapa yang memegang kekuasaan, siapa yang menentukan keputusan, dan faktor-faktor apa saja yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan. Terutama dalam hal pemegang kekuasaan sebagai sumber lahirnya keputusan, perlu memperoleh perhatian, misalnya mengenai 37
  • 38. system kenegaraan yang merupakan bentuk dan system manajemennya, bagaimana dan siapa atau kepada siapa dibebankan tugas-tugas yang terkandung dalam kebijakan itu. Juga masalah bobot untuk jaminan dapat terlaksananya perencanaan pendidikan. Hal ini dapat diketahui melalui output atau hasil system dari pelaksanaan perencanaan pendidikan itu sendiri, yaitu dokumen rencana pendidikan. Dari beberapa rumusan tentang perencanaan pendidikan tadi dapat dimaklumi bahwa masalah yang menonjol adalah suatu proses untuk menyiapkan suatu konsep keputusan yang akan dilaksanakan di masa depan. Dengan demikian, perencanaan pendidikan dalam pelaksanaan tidak dapat diukur dan dinilai secara cepat, tapi memerlukan waktu yang cukup lama, khususnya dalam kegiatan atau bidang pendidikan yang bersifat kualitatif, apalagi dari sudut kepentingan nasional. A. Tujuan Perencanaan Pada dasarnya tujuan perencanaan adalah sebagai pedoman untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Sebagai suatu alat ukur di dalam membandingkan antara hasil yang dicapai dengan harapan. Dilihat dari pengambilan keputusan tujuan perencanaan adalah : 1. Penyajian rancangan keputusan-keputusan atasan untuk disetujui pejabat tingkat nasional yang berwenang. 2. Menyediakan pola kegiatan-kegiatan secara matang bagi berbagai bidang/satuan kerja yang bertanggung jawab untuk melakukan kebijaksanaan. B. Fungsi Perencanaan Fungsi perencanaan adalah sebagai pedoman pelaksanaan dan pengendalian, sebagai alat bagi pengembangan quality assurance, menghindari pemborosan sumber daya, menghindari pemborosan sumber daya, dan sebagai upaya untuk memenuhi accountability kelembagaan. Jadi yang terpenting di dalam menyusun suatu rencana, adalah berhubungan dengan masa depan, seperangkat kegiatan, proses yang sistematis, dan hasil serta tujuan tertentu. 38
  • 39. C. Proses Perencanaan Perencanaan merupakan siklus tertentu dan dan melalui siklus tersebut suatu perencanaan bias dievaluasi sejak awal persiapan sampai pelaksanaan dan penyelesaian perencanaan. Dan secara umum, ada beberapa langkah penting yang perlu diperhatikan di dalam perencanaan yang baik, yaitu : 1. Perencanaan yang efektif dimulai dengan tujuan secara lengkap dan jelas. 2. Adanya rumusan kebijaksanaan, yaitu memperhatikan dan menyesuaikan tindakan-tindakan yang akan dilakukan dengan factor-faktor lingkungan apabila tujuan itu tercapai. 3. Analisis dan penetapan cara dan sarana untuk mencapai tujuan dalam kerangka kebijaksanaan yang telah dirumuskan. 4. Penunjukan orang - orang yang akan menerima tanggung jawab pelaksanaan (pimpinan) termasuk juga orang yang akan mengadakan pengawasan. 5. Penentuan system pengendalian yang memungkinkan pengukuran dan pembandingan apa yang harus dicapai, dengan apa ya ng telah tercapai, berdasarkan criteria yang telah ditetapkan. 2.3.2 Isu-Isu Perencanaan Pendidikan A. Perencanaan Pendidikan itu baik yang buruk adalah implementasinya. Sebelum kita bahas masalah tersebut, ada baiknya kita pahami terlebih dahulu pengertian atau definisi dari perencanaan tersebut, ada beberapa pengertian atau definisi dari perencanaan yaitu : Seperangkat tindakan untuk memecahkan berbagai permasalahan, khususnya masalah sosial dan ekonomi pada satu periode rencana, yang berorientasi pada horison waktu „yang akan datang‟, pada jenis dan tingkatan perencanaan tertentu, di masa yang akan datang (Alden, 1974: 1-2), Cara berpikir tentang masalah-masalah sosial dan ekonomi, yang berorientasi pada waktu yang akan datang, terkonsentrasi pada suatu tujuan dan keputusan bersama, serta berusaha untuk mewujudkan program dan keputusan bersama (Friedmann,1964) • Sebuah proses untuk menentukan tindakan-tindakan bagi masa depan yang diinginkan melalui serangkaian pilihan-pilihan yang logis (Davidoff,1962 in Faludi, 1983: 11) 39
  • 40. Sebuah proses untuk mengarahkan aktivitas manusia dan kekuatan alam dengan mengacu pada kondisi masa depan yang diinginkan (Branch, 1998: 2) Suatu lingkaran proses yang berulang dari serangkaian tahapan-tahapan yang logis (Meise and Volwahsen, 1980: 3-5) Dari sekian banyak definisi atau pengertian tentang perencanaan, dapat disarikan sebagai berikut : Perancanaan adalah seperangkat prosedur untuk memecahkan permasalahan fisik, sosial, dan ekonomi, yang harus meliputi prinsip-prinsip sebagai berikut:– Seperangkat tindakan – Upaya untuk memecahkan masalah – Memiliki dimensi waktu dan berorientasi ke masa yang akan datang – Suatu proses berputar dengan adanya umpan balik – Melibatkan beberapa alternatif untuk mencari pemecahan. Dari definisi atau pengertian tentang perencanaan tersebut, maka dapat kita simpulkan bahwa perencanaan tersebut disusun agar dapat menuju kearah yang lebih baik, walaupun demikian tidak semua perencanaan tersebut berjalan sesuai rencana, terkadang sesuatu yang telah kita perhitungkan dengan matang, tapi pada kenyataanya kadang kala terdapat masalah yang diluar perkiraan kita, oleh karena itulah perencanaan tersebut akan terus dievaluasi dalam kurun waktu tertentu agar tujuan yang ingin dicapai dapat terwujud dan terlaksana dengan baik. Berkaitan dengan isu-isu atau pendapat tentang perencanaan pendidikan yang dikatakan baik, tapi buruk dalam implementasinya, mungkin ada benarnya pendapat tersebut jika dilihat dari hasil yang terjadi yang berkaitan dengan perencanaan pendidikan tersebut, salah satu diantara perencanaan pendidikan yang implementasinya tidak sesuai dengan perencanaan adalah Program Wajib Belajar 9 tahun misalnya, dimana pada Program Wajib Belajar 9 tahun ini, pemerintah pusat dalam hal ini Departeman Pendidikan Nasional, untuk menuntaskan progam wajar 9 tahun ini, pemerintah pusat memberikan bantuan pendidikan kepada siswa yang dikenal dengan BOS (Bantuan Operasional Sekolah), harapan dari Pemerintah Pusat dengan adannya program ini, maka seluruh anak bangsa yang ada diseluruh pelosok negeri ini dapat menikmati/mengenyam pendidikan minimal pendidikan dasar 9 tahun, tapi kenyataannya program BOS tersebut, belum menunjukkan hasil yang sangat signifikan, karena masih banyak siswa-siswa usia sekolah yang belum dapat menikmati pendidikan sampai 9 tahun tersebut, hal ini mungkin disebabkan oleh 40
  • 41. belum mencukupinya biaya BOS yang digunakan buat siswa dalam melaksanakan pendidikannya, sehingga siswa masih dibebani biaya lagi untuk menutupi kekurangan dari dana BOS tersebut, akibatnya banyak siswa-siswa yang putus sekolah karena tidak sanggup menanggung biaya tambahan tersebut. Mungkin pemerintah harus memikirkan kembali besaran dana BOS tersebut, hingga dana tersebut benar-benar dapat digunakan untuk mencukupi siswa dalam melaksanakan pendidikan dasar 9 tahun itu. B. Mutu Pendidikan rendah karena kebijakan yang berganti-ganti. Kebijakan yang sering berganti-ganti bukanlah satu-satunya penyebab rendahnya mutu pendidikan saat ini, ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi rendahnya mutu pendidikan, diantara faktor-faktor tersebut misalnya adalah rendahnya kualitas/profesionalisme guru selaku tenaga pendidik, kurangnya sarana prasarana pendidikan, kurangnya perhatian orang tua/partisipasi masyarakat juga dapat menyebabkan rendahnya mutu pendidikan. Rendahnya kualitas/profesionalisme guru dapat disebabkan karena banyak sekali guru yang tidak fokus kepada profesinya dikarenakan rendahnya income yang diperoleh guru tersebut, hingga mereka mengajar hanya untuk memenuhi kewajiban saja, mereka tidak mempunyai beban moral atau tanggung jawab untuk mencerdaskan anak didik mereka, karena yang terpenting bagi mereka adalah bagaimana mereka dapat mencari penghasilan tambahan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Kurangnya sarana prasarana juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan, hal ini disebabkan terbatasnya anggaran pendidikan, hingga saat ini pemerintah belum sanggup untuk merealisasikan anggaran pendidikan sebesar minimal 20% dari APBN sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang, hingga banyak sekali program- program yang tidak dapat direalisasikan karena terbatasnya anggaran pendidikan tersebut.Mungkin salah satu penyebab dari kebijakan pemerintah yang sering berganti-ganti, hingga menyebabkan rendahnya mutu pendidikan adalah adannya kebijakan dalam hal kurikulum yang selalu berubah-ubah hingga menyebabkan ketidakpastian/kebingunan dalam melaksanakan kurikulum tersebut, seringkali 41
  • 42. guru menjadi bingung dengan adanya kurikulum yang berubah-ubah tersebut, karena dengan pergantian kurikulum tersebut, secara otomatis guru tersebut harus menyesuaikan kembali dengan kurikulum yang baru itu, proses penyesuaian ini memerlukan waktu yang cukup lama, karena guru-guru tersebut harus memahami isi dari kurikulum tersebut, agar dapat di implementasikan dalam kegiatan belajar mengajar. Karena itulah perubahan kebijakan yang dilakukan ditengah jalan sebaiknya seminimal mungkin kalau bisa dihindarkan, hingga tidak menjadikan salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan. C. Visi Diknas : Insan Cerdas dan Kompetitif Sesuai dengan Renstra Departemen Pendidikan Nasional tahun 2005-2009, bahwa Depdiknas memiliki Visi yaitu : Terwujudnya Sistem Pendidikan Nasional sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia, berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan jaman yang selalu berubah-ubah. Dalam pembangunan jangka panjang tahun 2025 telah dicanangkan visi yang lebih spesifik yaitu : Insan Indonesia yang Cerdas dan Kompetitif. Yang dimaksud dengan Insan Indonesia Cerdas adalah insan yang cerdas secara komprehensif yang meliputi : a. Cerdas Spiritual, yang dapat diaktualisasikan melalui hati untuk menumbuhkan dan memperkuat keimanan, ketaqwaan, akhlak mulia termasuk didalamnya budi pekerti yang luhur. b. Cerdas Emosional, yang dapat diaktualisasikan melalui rasa untuk meningkatkan sensitivitas dan apresiatif akan keindahan seni. c. Cerdas Sosial, dapat diaktualisasikan melalui interaksi sosial untuk membina dan memupuk hubungan timbal balik, simpatik, demokratis dan lain-lain. d. Cerdas Intelektual, dapat diaktualisasikan melalui olah pikir supaya menjadi insan kreatif, berpengetahuan dan mempunyai daya imajinatif. e. Cerdas Kinetis, dapat diaktualisasikan melalui olahraga untuk memuwujudkan insan yang sehat, bugar dan berdaya tahan. Sedangkan makna Kompetitif adalah : a. Berkepribadian unggul. 42
  • 43. b. Bersemangat tinggi. c. Mandiri. d. Pantang Menyerah. e. Membangun dan membina jejaring. f. Bersahabat dengan perubahan. g. Inovatif dan menjadi agen perubahan. h. Produktif dan sadar mutu. i. Berorientasi global. j. Pembelajaran sepanjang hayat. Pada dasarnya visi Depdiknas tersebut menekankan pada pendidikan yang dapat mentransformasikan dari masyarakat yang sedang berkembang menuju ke masyarakat madani, pendidikan harus terus menerus dilakukan dengan mengikuti perkembangan dan perubahan jaman.Untuk mewujudkan visinya Departemen Pendidikan Nasional memiliki 3 pilar pembangunan pendidikan yaitu :1). Pemerataan dan perluasan akses. 2). Peningkatan mutu dan relevansi serta daya saing keluaran pendidikan. 3). Peningkatan tata kelola, akuntabilitas dan citra publik pengelolaan pendidikan. Pendidikan yang berkualitas dapat diwujudkan jika ditopang oleh beberapa faktor yaitu :1). Kurikulum yang berkelanjutan. 2). Kualitas guru yang memadai. 3). Prasarana dan sarana terbangun terjaga dan berkembang terus 4). Manajemen pengelolaan yang baik, transparan dan akuntabel sehingga menimbulkan pencitraan publik yang positif. Dengan adannya visi dari Depdiknas tentang Insan Cerdas yang Kompetitif, saya setuju dengan visi tersebut jika dapat dilaksanakan dan di implementasikan dengan baik, karena visi itu dapat mengarahkan bangsa Indonesia kearah yang lebih dan memiliki daya saing yang tinggi dengan bangsa lain. 43
  • 44. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan yang digunakan Fokus penelitian ini adalah untuk mengungkap sejauh mana peran aktif komite sekolah pada SMA Negeri 2 Tondano. Oleh karena itu untuk mendapatkan data yang lengkap, mendalam dan memberi jawaban yang tepat terhadap masalah yang akan diteliti digunakan penelitian kualitatif. Gambaran karakteristik yang dijelaskan tersebut sesuai dengan maksud dari penelitian ini, karena yang diamati adalah peran aktif komite sekolah pada SMA Negeri 2 Tondano dalam pelaksanaan MBS sebagai Implementasi perencanaan Pendidikan berbasis sekolah. Hal ini apabila menggunakan pendekatan kuantitatif kurang sesuai karena penelitian ini bersifat independent, tidak berintegrasi langsung dengan subyek sehingga akan sangat sulit sekali diungkapkan proses kegiatan yang berlangsung. Nasution (1992) mengemukakan bahwa “ Pada hakekatnya penelitian kualitatif mengamati orang dalam lingkungannya, berinteraksi dengan mereka dan berusaha memahami bahasa serta tafsiran mereka sendiri tentang dunia yang ada disekitarnya. Dengan menggunakan metode kulitatif, dapat ditemukan data yang tidak teramati dan terukur secara kuantitatif, seperti nilai, sikap mental, kebiasaan, keyakinan dan budaya yang dianut oleh seseorang atau kelompok dalam lingkungan tertentu. Demikian pula Mc. Cracken (1988) dalam Julia Brannen (1997) mengemukakan bahwa : “ Di dalam penelirtian kualitatif konsep dan kategorilah yang dipersoalkan bukan kejadian atau frekuensinya. Dengan kata lain penelitian kualitatif tidak meneliti suatu lahan kosong, tetapi ia menggalinya. Dalam hal ini peneliti akan mengumpulkan data dalam situasi yang wajar, langsung apa adanya tanpa dipengaruhi oleh unsur-unsur lain dari luar lingkungan. Untuk itu peneliti berhubungan langsung dengan situasi dan sumber data yang akan diselidiki. Peneliti tidak menggunakan angka-angka, tetapi mengumpulkan data deskriptif dalam bentuk laporan dan uraian untuk mencari makna, walaupun tidak menolak angka-angka sebagai penunjang penelitian. Penelitian kualitatif menggunakan pendekatan analisis induktif dengan 44
  • 45. mengesampingkan hipotesis awal penelitian, tetapi mencari pola , bentuk dan tema-tema untuk dapat mengungkapkan data secara sistematis. 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 Tondano Kabupaten Minahasa yang teletak di Jalan Kampus UNIMA Tondano, Kecamatan Tataaran II Tondano Kabupaten Minahasa dengan alasan sebagai salah satu sekolah yang terletak didalam lingkungan kampus dengan pandangan Orang tua siswa yang sudah mengalami kemajuan dan mau berperan dalam keanggotaan komite sekolah, peneliti ingi mengetahui bagaimana efektivitas peran komite sekolah yang dilakukan di SMA Negeri 2 Tondano Kabupaten Minahasa. Penelitian ini akan dilaksanakan pada minggu kedua bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012. Peneliti mengawali penelitian ini dengan observasi langsung dilokasi penelitian di SMA Negeri 2 Tondano Kabupaten Minahasa. Waktu penelitian sampai dengan penulisan laporan dilaksanakan selama lima bulan dengan tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar di SMA Negeri 2 Tondano Kabupaten Minahasa. 3.3 Data dan Sumber data Informan atau subjek penelitian ada kepala sekolah, pengurus yayasan, dan pengurus komite sekolah di SMA Negeri 2 Tondano Kabupaten Minahasa. Peneliti akan berusaha mencermati para informan dengan teliti dengan cara berupaya menemukan informasi dari informan yang paling mengetahui pokok masalah yang akan diteliti. 3.4 Teknik Pengumpulan Data Metode yang paling umum digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara dan observasi. Kemampuan melakukan wawancara dan observasi merupakan kemampuan dasar yang perlu dimiliki oleh peneliti kualitatif. Dasar ketrampilan wawancara dan observasi berperan besar dalam pelaksanaan metodemetode yang lebih praktis (Poerwandari, 2001, h. 64). Di dalam penelitian ini, akan digunakan empat macam metode pengumpulan data, yaitu: wawancara, 45
  • 46. observasi, materi audiovisual, dan dokumen. Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing metode yang akan digunakan dalam penelitian ini. 1. Wawancara Wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Wawancara kualitatif dilakukan bila peneliti bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu berkaitan dengan topik yang diteliti (Poerwandari, 2001, h. 75). Wawancara pada dasarnya dibagi menjadi tiga, yaitu: wawancara terstruktur, semi-terstruktur, dan tidak terstruktur. Di dalam penelitian ini, akan digunakan wawancara dengan bentuk semi-terstruktur. Wawancara untuk penelitian ini akan dilakukan dengan cara berhadapan langsung dengan subjek penelitian. Di dalam proses wawancara ada pedoman wawancara yang sangat umum, dengan mencantumkan hal-hal penting yang harus ditanyakan tanpa menentukan urutan pertanyaan. Pedoman wawancara ini digunakan untuk mengingatkan mengenai aspek-aspek yang harus dibahas sekaligus menjadi daftar pengecek aspek relevan yang perlu dibahas atau ditanyakan (Patton dikutip dalam Poerwandari, 2001, h. 76). Guba dan Lincoln (dikutip dalam Moleong, 2002, h. 137) menyatakan bahwa untuk penelitian kualitatif sebaiknya digunakan wawancara terbuka. Wawancara terbuka maksudnya adalah subjek mengetahui bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula apa maksud wawancara tersebut. Di dalam penelitian ini akan digunakan jenis wawancara tersebut. 2. Observasi Observasi dikaitkan dengan kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut (Poerwandari, 2001, h. 70). Observasi sering dianggap mudah oleh para peneliti, padahal sebenarnya dibutuhkan latihan agar bisa mahir dalam observasi. Alat perekam pun tidak sepenuhnya sempurna, karena kadang-kadang ada proses yang tidak terekam kamera atau tape recorder. Kesulitan ini bisa diatasi dengan menyediakan lembaran - lembaran khusus untuk dicatat di lapangan. Memori peneliti sangat terbatas dan mudah terganggu dengan banyaknya informasi dari luar sehingga perlu untuk dilakukan pencatatan langsung setelah observasi. Buford Junker (dikutip dalam Moleong, 2002, h. 127) 46