Newsletter bulanan yang dikelola oleh SekNas Jaringan GUSDURian. Bulan ini, Romo Frans Magnis Suseno menulis tentang Gus Dur dan semangat kebangsaan. Betapa saat ini Indonesia tengah terancam musuh yang menyebabkan disintegrasi bangsa.
Ada juga Tulisan dari Merah Johansyah tentang masyarakat Kalimantan Timur bersekutu untuk melawan penghancur lingkungan. Artikel lainnya berisi Tulisan Gus Dur yang berjudul Islamku, Islam Anda, Islam Kita.
SELASAR bisa di unduh dengan cuma-cuma serta di sebar di komunitas masing-masing untuk kepentingan non profit. Untuk mengunduh SELASAR edisi 01-05 silahkan berkunung ke situs resmi kami di www.gusdurian.net
1. Penanggung jawab:
SekNas JGD
Penasihat:
Alissa QM Wahid
Koordinator:
Tata Khoiriyah
Redaksi:
Nabilah Munyarihah, Zahro en
Lay out:
Fardan
Editor:
Abas Z g.
Kontributor:
GUSDURian di berbagai daerah
Sirkulasi:
SekNas Jaringan GUSDURian
Edisi 6/Agustus 2013
gustus menjadi bulan yang is mewa bagi semua orang. Merayakan
Adua kemenangan yang jarak waktunya dak jauh beda, idul fitri dan
Kemerdekaan RI. Seluruh kru SELASAR dan Keluarga Besar SekNas
Jaringan GUSDURian mengucapkan Selamat Idul Fitri 1434 H sekaligus
Dirgahayu Repyblik Indonesia yang ke 68. Perayaan dua kemenangan ini
patut disyukuri masih bisa kita rasakan di Negara kita yang meskipun karut
marut persoalan yang belum terselesaikan.
Sebuah pepatah mengatakan, bangsa yang besar adalah bangsa yang
menghargai sejarah bangsanya. Sebagai bagian dari sejarah, kemerdekaan
kita bukanlah terjadi begitu saja tanpa mengalami perjuangan. Masihkah kita
bangga menjadi Bangsa Indonesia? Bila kita meyakini kemerdekaan bukan
barang yang bisa didapat begitu saja, ada banyak hal yang perlu dilakukan
oleh generasi muda untuk mengisi kemerdekaan bangsa.
Redaksi menerima tulisan dari pembaca berupa ar kel, opini, berita melalui selasar.redaksi@gmail.com.
Redaksi dak bertanggung jawab atas isi tulisan. Tulisan itu adalah pandangan pribadi penulis.
Newsle er ini adalah produk nonprofit.
“Tidak ada jabatan di dunia ini yang patut dipertahankan dengan
mati-matian”. - K.H. Abdurrahman Wahid
Sekedar Mendahului
2. ilihat dari luar Indonesia bisa berkesan
Dsebuah kemustahilan. Lebih dari seribu
pulau terhuni, ratusan bahasa dan
budaya lokal, ras-ras yang berbeda, serta
kemajemukan agama dan penghayatan di
dalam masing-masing agama. Kok bisa menjadi
satu Indonesia dan yang tetap kokoh!
Kesatuan itu bukan hadiah orang lain.
Penjajah justru mau menggagalkan kesatuan
itu. Namun Belanda gagal total. Kesatuan
Indonesia adalah hasil perjuangan bangsa
Indonesia. Karena itu kebangsaan begitu
berharga bagi orang Indonesia. Ada yang
berkurban dan mati demi Indonesia Merdeka.
Ada dua peristiwa yang teramat
penting bagi kesatuan bangsa: 1928 Sumpah
Pemuda dan 1945 Pancasila.
Dalam Sumpah Pemuda suku terbesar
di Indonesia, suku Jawa, bersedia bahwa
bahasa Melayu dan bukan bahasa Jawalah
yang menjadi bahasa Indonesia. Demi
persatuan bangsa. Supaya jangan terjadi
kesan Indonesia adalah Jawa Raya.
Dalam Pancasila mayoritas Muslim
menyatakan kesediaannya untuk tidak diberi
kedudukan khusus dalam Republik yang baru
diproklamasikan kemerdekaannya, serta untuk
menjamin bahwa segenap warga Indonesia
sama kedudukannya tanpa membedakan
menurut agama. Karena kesediaan itu seluruh
suku dan etnik di seantero Nusantara bersedia
bersatu dalam satu Republik Indonesia.
Ada yang cukup menarik. Sesudah Pak
Harto 'lengser keprabon', kekhawatiran banyak
orang jangan-jangan negara Republik
Indonesia kena disintegrasi, mengalami nasib
sama dengan Yugoslavia dan Uni Soviet yang
menghilang dari peta bumi, ternyata tanpa
alasan. Memang terjadi banyak tindakan
anarkis, tetapi kesatuan bangsa tidak pernah
terancam. Kekuatan rasa kebangsaan waktu
itu betul-betul membuktikan diri.
Tetapi sekarang kebangsaan
Indonesia terancam. Bukan karena ada musuh
di luar, melainkan dari dalam. Ada dua
ancaman.
Yang satu adalah perangkap
konsumerisme. Orang latah gila hanya ingin
terus beli lebih banyak dari produksi
kapitalisme global gilang cemerlang di mall-
mall sehingga rasa kebangsaan seakan-akan
menguap. Kalau bisa, mereka shopping
sampai ke Singpura atau San Francisco hanya
untuk mengalami kemewahan. Bagi mereka
itu bangsa tidak berarti apa-apa lagi.
Yang satunya adalah fanatisme
agama. Bagi mereka nilai-nilai kemanusiaan,
nilai-nilai kebudayaan, dan nilai-nilai
kebangsaan tidak berarti sama sekali.
Tahunya hanya ajaran agama yang sudah
mereka kerdilkan menjadi sempit penuh
dengki dan agresi. Mereka lupa bahwa
manusia utuh diciptakan Allah dan
ditempatkan di bumi, di keluarga tertentu, di
suku dan budaya tertentu, di bangsa
tertentu, dan di agama tertentu. Maka
semuanya itu harus dihayati kalau Sang
Pencipta mau dihormati.
Yang betul-betul menghayati
keutuhan kemanusiaan adalah Gus Dur. Gus
Dur merangkul semua nilai, yang dibencinya
hanya kepicikan. Ia seorang Muslim yakin,
hatinya penuh rasa kemanusiaan dan ia
seorang nasionalis Indonesia tulen.
Gus Dur tetap contoh dan guru
bangsa. Kita boleh bangga mempunyai guru
bangsa seperti Gus Dur. Harusnya kita bangga
menjadi orang Indonesia!
Menggerakan Tradisi
Oleh: Romo Franz Magnis Suseno
2
GUS DURDAN SEMANGAT KEBANGSAAN
3. MENGGERAKAN TRADISI
emori satu setengah tahun
M yang lalu masih terngiang di
benak saya, ketika kematian
Eza (6) dan Ema (6). Mereka
menyusul 5 bocah lain yang meninggal tragis di
lubang bekas tambang batubara yang tak
ditutup dan tanpa rambu peringatan. Kejadian
itu menjadi salah satu puncak kekesalan warga
Samarinda terhadap pertambangan batubara
yang ugal-ugalan. Pertambangan yang menjadi
komoditas politik para elit untuk mengeruk
keuntungan semata-mata tanpa
memperhatikan aspek sosial dan lingkungan.
Awal Januari 2012, sejumlah simpul
warga korban tambang batubara di Samarinda,
aktivis Mahasiswa dan Organisasi Non
Pemerintah menggabungkan diri dalam
gerakan yang dinamakan Gerakan Samarinda
Menggugat. Tujuan gerakan ini adalah
mendorong kesadaran warga untuk kritis atas
daya rusak operasi pertambangan batubara di
sekitar mereka.
Kondisi lingkungan memburuk. Banjir
pun datang semakin sering dan makin luas
akibat pengupasan lahan untuk pertambangan.
Sepanjang 2007-2011, Jaringan Advokasi
Tambang (Jatam) Kaltim mencatat 72 kali
banjir menyerang Samarinda dengan 10 Ribu
warga yang menjadi langganan rendamannya.
Kondisi kesehatan juga suram. Debu
kegiatan tambang meningkatkan jumlah
penderita penyakit saluran pernafasan.
Menurut Dinas Kesehatan Samarinda, ISPA
mencapai 40 % dan mayoritas berada di
wilayah dekat operasi tambang. Ironisnya,
pasca otonomi daerah, para bupati dan
walikota di kalimantan timur malah mengobral
penerbitan Ijin Tambang Batubara.
Kini berbagai Kelompok Masyarakat
mulai bersuara. Hasilnya, sepanjang 2011-2012
sudah 5 Ijin Tambang Batubara dicabut dan
masih tersisa 63 Ijin Tambang lagi. Pemkot
Samarinda pun didesak melakukan evaluasi
tiap bulan serta menyerahkan dan membuka
seluruh dokumen AMDAL kepada masyarakat
yang sebelumnya mereka sembunyikan dengan
dalih rahasia negara.
Gerakan Samarinda Menggugat kini
mengambil langkah lebih jauh dengan
Melayangkan Gugatan Warga Negara kepada 5
Instansi Negara. Mulai dari Kementerian ESDM
hingga Walikota dan Gubernur Kalimantan
Timur. Mereka menandatangani surat kuasa
sebagai penggugat dari gugatan ini. Konsolidasi
pun dibangun dengan mengajak organisasi
lingkungan di level Nasional.
Gusdurian Kalimantan Timur adalah
salah satu dari Anggota Koalisi Gerakan
Samarinda Menggugat. Bahkan salah satu
pengurusnyanya seperti Pastur Yohanes Kopong
Tuan sempat menjadi Koordinator Aksi
Lapangan Gerakan ini. Gusdurian Kaltim sadar
bahwa isu lingkungan dan sumberdaya alam
adalah salah satu pemicu disharmoni sosial.
Warga NU di Kalimantan Timur kini
menghadapi 2 masalah yang mesti dihadapi
secara bersamaan. Pertama, gerakan Islam
Trans-Nasional yang mencuri akidah dan
menggantinya dengan paham Wahabisme.
Kedua, Korporasi Trans-Nasional yang
merampas Tanah untuk kepentingan Investasi
belaka. Karena itulah Gusdurian Kaltim
berpendirian untuk mengawal isu lingkungan di
Kalimantan Timur bersama Gerakan Samarinda
Menggugat.
Gusdurian KaltimBersekutu Melawan Penghancuran Lingkungan Samarinda
43
Oleh : Merah Johansyah
(Gusdurian Kaltim & Koordinator Gerakan Samarinda Menggugat)
4. Untuk menetapkan langkah politik, Gus Dur biasa membuat kalkulasi rasional yang
rumit. Tapi itu bukan satu-satunya pertimbangan. Gus Dur pun biasa mengecek hasil kalkulasinya
dengan nasehat orang-orang waskita, yakni yang diyakininya sebagai golongan muqorrobin.
Diantara yang ia cari dan ia perhatikan nasehatnya adalah Gus Miek, Kiyai Hamim Jazuli.
Suatu kali, disela maraton pengumpulan informasi dan penggalangan menjelang satu
keputusan politik penting, Gus Dur menyempatkan diri menguber Gus Miek yang juga sedang
dalam maraton sema'an mantab.
“Bagaimana Indonesia ini, Gus?” Gus Dur bertanya kepada Gus Miek.
“Oh, insyaallah baik-baik saja, Gus. Semua beres. Tinggal dua yang belum beres!”
Gus Dur bergairah, siap menerima inspirasi jitu.
“Yang belum beres apa?”
“Saya sama sampeyan!”
4
Ma Ketawa
Yang Belum Beres
di Indonesia
Bergerak Lewat Pertanian
Forum
Muhammad Arif Ruba'i
ama Muhammad Arif Ruba'I secara
Nnasional melonjak tajam setelah
keberhasilannya dalam riset pertanian
melon yang menghasilkan varietas honey globe
yang mendapat predikat melon terberat di
dunia. GUSDURian yang satu ini memang
memiliki konsentrasi dibidang pertanian dan
berprinsip menyebarkan dakwah melalui jalur
tersebut.
Bagi pria kelahiran Semarang, 2
Februari 1976 ini, dakwah akan lebih efektif
apabila diikuti pula dengan pemberdayaan
masyarakat. Jawa Tengah khususnya dan
Indonesia pada umumnya merupakan negara
berbasis agraris sebagian besar. “Kami
bergerak melalui Jankar Muda Nusantara dan
Yayasan Obor Tani dan lembaga lainnya,”
katanya.
Aktivis mahasiswa 1998 ini
menambahkan, hasil riset yang dilakukan
dalam bidang pertanian, digunakan untuk
pemberdayaan masyarakat. Secara psikologis
social, masyarakat yang telah diberdayakan
akan lebih mudah diberikan pendalaman
kajian tentang apapun, termasuk materi
dakwah. “Kami memberdayakan masyarakat
desa dengan pengembangan teknologi
pertanian,” kata pria yang juga Ketua KMNU
ini.
Sistemnya, melalui bengkel riset yang
diadakan, pria berkumis ini melakukan
pengkaderan aktivis muda dalam bidang
pertanian. Selanjutnya, masing-masing disebar
di daerahnya untuk mengembangkan pola itu.
“Kami juga bekerja sama dengan beberapa
Pemkab untuk pengembangan pertanian,”
terangnya
Warga Wonokerso, Kabupaten
Semarang ini menilai, hal serupa juga perlu
dilakukan, tidak hanya dibidang pertanian.
Bidang-bidang lainnya juga perlu
dikembangkan untuk menjadi sarana dakwah.
“Misalnya pendidikan, social dan ekonomi atau
bidang entrepreneur lainnya,” tandas alumni
STAIN Salatiga ini. (red)
5. 4
GUS DUR BERTUTUR
radisionalisme agama, pada umumnya,
Tmengambil pola ini dan hal itulah yang
dimaksudkan oleh Marshall McLuhan seorang
pakar komunikasi dengan istilah “happening”. Ini bisa
dilihat, misalnya, dalam setiap tahun para pemain
rebana selalu memperagakan kebolehan mereka di
arena Masjid Raya Pasuruan, tanpa ada yang
mengundang. Kebanyakan mereka datang
mengendarai truk ke kota tersebut dengan
mengenakan seragam masing-masing, yang dibeli dari
hasil keringat sendiri, serta tak lupa membawa
makanan sendiri dari rumah. Setelah bermain rebana
selama lima sampai sepuluh menit, mereka pun lalu
pulang tanpa mendengarkan pagelaran rebana orang-
rombongan lain.
Hal yang sama juga terjadi dalam
haul/peringatan kematian Sunan Bonang di Tuban
dalam setiap tahunnya. Tanpa diumumkankan, orang
datang berduyun-duyun ke alun-alun Tuban,
membawa tikar/koran dan minuman sendiri, untuk
sekedar mendengarkan uraian para penceramah
tentang diri beliau. Di sini, pihak panitia hanya
cukup mengundang para penceramah itu,
memberitahukan Muspida dan menyediakan meja-
kursi ala kadarnya demi sopan santunnya kepada
para undangan. Tidak penting benar, adakah Sunan
Bonang pernah hidup? Dalam pikiran pengunjung
memang demikian, dan itu adalah kenyataan —yang
dalam pandangan mereka “tidak terbantahkan”.
Nah, “kebenaran” yang diperoleh seperti ini adalah
sesuatu yang didasarkan pada keyakinan, bukan dari
sebuah pengalaman. Hal inilah yang oleh penulis
disebutkan sebagai “Islam Anda”, yang kadar
penghormatan terhadapnya ditentukan oleh
banyaknya orang yang melakukannya
sebagai keharusan dan kebenaran.
Sementara itu, dalam
menelaah nasib Islam di kemudian hari,
kita sampai pada keharusan-keharusan
rasional untuk dilaksanakan ataupun
dijauhi, jika kita ingin dianggap sebagai
“muslim yang baik”. Kesantrian, dalam
arti pelaksanaan ajaran Islam oleh
seseorang, tidak menentukan
“kebaikan” seperti itu. Banyak santri
tidak memperoleh predikat “muslim
yang baik”, karena ia tidak pernah
memikirkan masa depan Islam.
Sedangkan santri yang kurang sempurna
dalam menjalankan ajaran agama
sering dianggap sebagai “muslim yang
baik”, hanya karena ia menyatakan
pikiran-pikiran tentang masa depan
Islam.
Pandangan seperti ini, yang
mementingkan masa depan Islam,
sering juga disebut “Islam Kita”. Ia
dirumuskan, karena perumusnya
merasa prihatin dengan masa depan
agama tersebut, sehingga keprihatinan
itu sendiri mengacu kepada
kepentingan bersama kaum muslimin.
Suatu kesimpulan dalam “Islam Kita”
ini mencakup “Islamku” dan “Islam
Anda”, karena ia berwatak umum dan
menyangkut nasib kaum muslimin
seluruhnya, di manapun mereka
berada.
ISLAMKU,ISLAMANDA,ISLAMKITA
<BagianII>
5
6. Pergulatan
“Tidak ada jabatan di dunia
ini yang patut
dipertahankan dengan mati-
matian”
(Gus Dur)
Tumpah darah di Kairo yang terjadi belakangan ini
membuat kita bersyukur pernah memiliki
pemimpin seperti Gus Dur yang meletakkan nilai
kemanusiaan sebagai dasar sikap. Kekuasaan
politik tidak semestinya berdiri di atas darah yang
mengalir.
Kekuasaan pemerintah dan 'kekuasaan' tokoh
masyarakat tidak semestinya bertahan dengan
melawan 'liyan' yang minor. Terlalu banyak energi
dilepaskan untuk curiga, kuatir, dan terancam.
Sebagai rakyat, kita tegas menolak kekuasaan yang
dipertahankan dengan kekerasan. Tidak seorang
pun di negeri ini pantas mengungsi karena konflik
sosial politik. Pulangkan!
KEKUASAAN
Agenda
Temanggung | 27 Agustus |
Perayaan HUT RI 68 lintas agama|
Halaman GKI Temanggung | Gra s &
Umum
Jogja | 30 Agustus | Syawalan forum
GUSDURian | lokasi dalam
konfirmasi | Gra s & Umum | CP
082141232345
Nganjuk | 31 Agustus | Syawalan
Komunitas GUSDURian Se-JaTim |
Lokasi dalam konfirmasi | Gra s &
Umum .
Jakarta | 6 September | Syawalan
forum GUSDURian Jakarta & Forum
Jumat Pertama| Aula Wahid Ins tute
| Gra s & Umum | CP
082141232345
Kesulitan dalam merumuskan
pandangan “Islam Kita” itu jelas tampak nyata
di depan mata. Bukankah pengalaman yang
membentuk “Islamku” itu berbeda isi dan
bentuknya dari “Islam Anda”, yang membuat
sulitnya merumuskan “Islam Kita”? Di sini,
terdapat kecenderungan “Islam Kita” yang
hendak dipaksakan oleh sementara orang,
dengan wewenang menafsirkan segala sesuatu
dipegang mereka. Jelas, pemaksaan kehendak
dalam bentuk pemaksaan tafsiran itu
bertentangan dengan demokrasi. Dan dengan
sendirinya, hal itu ditolak oleh mayoritas
bangsa. Nah, pemaksaan kehendak itu sering
diwujudkan dalam apa yang dinamakan
“ideologi-lslam”, yang oleh orang-orang
tersebut hendak dipaksakan sebagai ideologi
negeri ini. Karenanya, kalau kita ingin
melestarikan “Islamku” maupun “Islam Anda”,
yang harus dikerjakan adalah menolak Islam
yang dijadikan ideology negara melalui Piagam
Jakarta dan yang sejenisnya. Bisakah hal-hal
esensial yang menjadi keprihatinan kaum
muslimin, melalui proses yang sangat sukar,
akhirnya diterima sebagai “Islam Kita”,
dengan penerimaan suka rela yang tidak
bersifat pemaksaan pandangan? Cukup jelas,
bukan?
GUS DUR BERTUTUR
46
7. Staramuda,
Belajar Hak Perempuan dari film
Staramuda selalu mempunyai cara
untuk menyedot animo anak muda Jombang
untuk menyampaikan visi
misi mereka, salah satunya
dengan bedah film. Film-film
yang dibedah tidak
sembarangan, tetapi
mempunyai pesan yang
dapat diterima dan
disebarkan melalui anak
muda. Minggu, 30 Juni 2013,
Staramuda mengadakan
bedah film “Perempuan
Punya Cerita” (PPP) yang menceritakan
tentang sangat ketidakberdayaan perempuan.
PPP adalah kumpulan 4 film pendek
yang dibuat tahun 2008 yang masing
menceritakan tentang seks bebas, perkosaan,
trafficking, perdagangan anak dibawah umur
dan HIV/AIDS. Ujung dari empat sekuel
tersebut adalah tentang kurangnya keberanian
dan pengetahuan. Sesi diskusi bersama Aan
Anshor, Koordinator GUSDURian Jawa Timur
berangsung cukup seru. “Saya pikir jika
perempuan korban-korban
tersebut pintar dan berani,
tentu hal seperti ini tidak
akan terjadi. Akan sangat
mungkin ketika perempuan
diberi kebebasan untuk
menuntut dan berjuang
oleh pemerintah sendiri,
mereka tidak akan
terpuruk seperti ini.
Disinilah letak dimana HAK
perempuan dan laki-laki dibedakan”. Ujar Aan
Anshori.
(Enni, anggota Staramuda Jombang)
KONGKOW
Diskusi GUSDURian di Paris
Bulan lalu (13/7), salah satu pegiat Jaringan GUSDURian, Nabilah Munsyarihah,
berkesempatan untuk memperkenalkan GUSDURian di Paris. Melalui sebuah diskusi kecil, Nabilah
dijembatani oleh pegiat GUSDURian yang tengah mengeyam program master di Paris, Muhammad
Al-Fayyadl, bertatap muka dengan mahasiswa dan aktivis baik yang berasal dari Indonesia
maupun Perancis.
“Tentu banyak orang tertarik untuk menggunakan nama Gus Dur untuk berbagai
kepentingan,” kelakar Arnaud, seorang Perancis yang pernah tinggal di Indonesia. Lantas
beberapa orang juga mempertanyakan apakah GUSDURian akan berkembang menjadi partai
politik. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini, Nabila menegaskan bahwa Jaringan GUSDURian
adalah kumpulan murid Gus Dur yang ingin melanjutkan perjuangan dan pemikiran Gus Dur
diwilayah kultural.
Indonesia Membutuhkan
Kepemimpinan
Sederhana
Untuk menghadapi berbagai konflik
antargolongan di Indonesia, yang sibutuhkan
sebenarnya adalah kepemimpinan yang tegas.
"Pemimpin yang diharapkan Indonesia hari ini
adalah sederhana dan tegas, dan tidak
terlampau rumit. Meskipun persoalannya
begitu rumit, tetapi kerumitan itu dikeluarkan
dalam komposisi sederhana, dalam pengertian
filosofis dan perilaku sederhana," kata Kholiq
Arif, Bupati Wonosobo.
Pernyataan tersebut terlontar dalam
diskusi bertajuk “Minoritas di Asia Tenggara:
Perspektif Akademisi, Aktivis, dan Agamawan”.
Diskusi ini digelar sebagai puncak acara ulang
tahun pertama Aburrahman Wahid Center di
Perpustakaan Universitas Indonesia pada 18
Juli 2013 pukul 14.00 WIB. H. Kholiq Arif
merupakan kepala daerah yang dianggap
berhasil dalam membina harmoni di antara
masyarakat yang beragam di Kabupaten
Wonosobo. Kepedulian terhadap keharmonis
antar masyarakat yang beragam inilah yang
saat ini dibutuhkan dalam memimpin bangsa
ini.
7