MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
Pancasila menurut soekarno
1. PANCASILA MENURUT SOEKARNO
(ANALISIS HERMENEUTIKA DILTHEY PADA PIDATO
“LAHIRNYA PANCASILA” I JUNI 1945)
SKRIPSI
Nama : Leo Budiman
NIM : 0541500450
Program Studi : Ilmu Komunikasi
Peminatan : Public Relations
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS BUDI LUHUR
JAKARTA
2010
2. PANCASILA MENURUT SOEKARNO
(ANALISIS HERMENEUTIKA DILTHEY PADA PIDATO
“LAHIRNYA PANCASILA” I JUNI 1945)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Ilmu Komunikasi (S. I.Kom)
Nama : Leo Budiman
NIM : 0541500450
Program Studi : Ilmu Komunikasi
Peminatan : Public Relations
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS BUDI LUHUR
JAKARTA
2010
3. LEMBAR PERSETUJUAN
Setelah dilakukan bimbingan, maka skripsi dengan judul ” PANCASILA
MENURUT SOEKARNO (ANALISIS HERMENEUTIKA DILTHEY PADA
PIDATO “LAHIRNYA PANCASILA” I JUNI 1945) yang diajukan oleh Leo
Budiman-0541500450 disetujui dan siap untuk dipertanggungjawabkan di
hadapan penguji pada saat sidang skripsi strata satu (S-1), program studi
komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Budi Luhur.
Dosen Pembimbing
(Liza Dwi Ratna Dewi, M.Si)
ii
4. LEMBAR PENGESAHAN
Diterima dan disetujui oleh Tim Penguji Program Studi Ilmu Komunikasi,
Fakultas Ilmu Komunikasi (FIKOM) Universitas Budi Luhur Jakarta, guna
melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar
Sarjana Strata Satu (S-1) program studi ilmu komunikasi.
Jakarta, Desember 2010
Tim Penguji :
1. Rusmulyadi, M.Si
(.................................)
2. Murdiani, M.Si
(.................................)
3. Liza Dwi Ratna Dewi, M.Si
(.................................)
Ketua Program Studi
Ilmu Komunikasi
(Bambang Pujiyono, S.Sos, MM., M.Si.)
iii
6. HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip,
maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Nama : Leo budiman
NIM : 0541500450
Tanda Tangan : ......................
Tanggal : 17 Desember 2010
v
7. ABSTRAK
Nama : Leo Budiman
NIM : 0541500450
Jurusan : Ilmu Komunikasi
Bidang Konsentrasi : Public Relations
Jumlah Halaman : xi + 70 halaman
Jumlah Literatur : 27 Buku, 2 Jurnal dan sumber dari situs internet
Judul : Pancasila Menurut Soekarno
(Analisis Hermeneutika Dilthey pada Pidato
“Lahirnya Pancasila” 1 Juni 1945)
Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia telah mengalir di dalam
darah Bangsa Indonesia sejak dulu kala karena memang berasal dari kebudayaan
bangsa ini. Namun sayangnya, Pancasila yang pertama kali diutarakan oleh Ir.
Soekarno pada rapat BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, yang merupakan hasil
penggalian kembali dari budaya dan nilai-nilai bangsa, mengalami pergeseran
makna pada masa Orde Baru. Proses pendoktrinan Pancasila pada masa Orde
Baru menjadikan keseragaman pemahaman yang sesungguhnya justru berbeda
dengan apa yang dimaksudkan Ir. Soekarno saat menawarkan konsep Pancasila
kepada peserta rapat BPUPKI.
Pasca kejatuhan rezim Orde Baru, banyak tokoh masyarakat yang
menafsirkan Pancasila berbeda-beda dan menawarkannya kembali kepada
masyarakat untuk mendapatkan dukungan dalam panggung politik. Lalu
Bagaimana interpretasi Ir. Soekarno Mengenai Sistem Demokrasi Pancasila
di dalam Pidatonya pada Rapat BPUPKI tanggal 1 Juni 1945? Hal inilah yang
ingin dicari tahu oleh peneliti. Penelitian ini bermaksud untuk memahami konsep
Pancasila yang sesungguhnya seperti yang diinginkan oleh Ir. Soekarno.
Penelitian ini menggunakan metode Hermeneutika Dilthey dengan
tujuan untuk mendapatkan hasil yang terbaik sesuai dengan tujuan dari penelitian.
Metode Hermeneutika Dilthey memahami teks dengan menggunakan autobiografi
dari komunikator agar mendapatkan pandangan yang sesubjektif mungkin dari
komunikator.
Kesimpulan yang peneliti dapatkan dalam penelitian ini adalah bahwa
konsep Pancasila yang ditawarkan oleh Ir. Soekarno merupakan hasil
penggaliannya terhadap kebudayaan Bangsa Indonesia sejak masa kejayaan
Sriwijaya dan Majapahit. Konsep Pancasila yang ditawarkan Ir. Soekarno dapat
kita pahami dengan menyelami autobiografi Ir. Soekarno dan menganalisisnya
dengan menggunakan metode Hermeneutika Dilthey.
v Universitas Budi Luhur
8. KATA PENGANTAR
Salam Sejahtera,
Pertama-tama saya panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang
Maha Esa atas segala rahmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya, lalu kepada
orang tua dan seluruh keluarga saya, yang telah memberikan segalanya dalam
kehidupan ini, sehingga saya bisa menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul
”Pancasila Menurut Soekarno (Analisis Hermeneutika Dilthey Pada Pidato
“Lahirnya Pancasila” 1 Juni 1945)”. Penulisan skripsi ini adalah untuk
memenuhi salah satu syarat menyelesaikan kesarjanaan Strata (S-1) pada program
studi ilmu komunikasi.
Dalam penulisan skripsi ini, saya telah banyak mendapatkan
bimbingan, bantuan serta dorongan baik berupa moril maupun materil dari
berbagai pihak. Karena itu pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Liza Dwi Ratna Dewi, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Budi Luhur Jakarta dan Dosen Pembimbing dalam penelitian
ini. Terima kasih ibu atas kesabarannya selama membimbing saya dalam
penelitian ini.
2. Bambang Pujiyono, S.Sos, MM., M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu
Komunikasi Universitas Budi Luhur Jakarta. Terima kasih atas
kesempatan yang diberikan kepada saya untuk menyusun skripsi ini
walaupun telah memakan waktu yang terlalu lama.
vi Universitas Budi Luhur
9. 3. Ibu Nawiroh Vera dan ibu Riyodina G. Pratikto dan seluruh dosen serta
staf sekretariat FIKOM Univesitas Budi Luhur yang berbaik hati
menyemangati, membuka wacana, dan bimbingan kepada saya selama ini.
4. Keluarga besar KM Universitas Budi Luhur yang selalu bersedia menjadi
teman diskusi dan mengingatkan serta menyemangati saya selama
penyusunan skripsi ini.
5. Ketiga kakak penulis yang dengan senantiasa bersabar mengingatkan
penulis untuk menyelesaikan kuliah secepatnya.
6. Khusus kepada Irwansyah Nuzar, Parlin Siagian, Helsusandra Syam, Tina
Dornauli dan seluruh keluarga KM Jakarta yang telah membuka wacana
saya tentang Pancasila.
7. Rekan-rekan organisasi Ikatan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Indonesia
(IMIKI) dan Himpunan Mahasiswa Komunikasi (HIMAKOM) yang telah
memberikan pengalaman dan pemahaman kepada saya selama ini.
8. Kepada Lisa Andriyani yang telah menjadi pasangan yang setia
menyemangati dan mengerti dengan sabar sifat dan karakter saya.
9. Terakhir kepada semua teman-teman dan pihak yang telah disebutkan
maupun yang tidak disebutk an, terima kasih banyak atas pengertian dan
dukungan kalian selama ini.
Penulis merasa bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna dan
masih banyak kekurangan. Hal ini disebabkan karena terbatasnya pengetahuan
penulis. Namun, hal ini bukanlah penghalang bagi penulis untuk berusaha
menyempurnakan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, dengan penuh
vii Universitas Budi Luhur
10. kerendahan hati penulis akan menerima saran dan kritik yang bersifat membangun
agar segala langkah yang akan datang dapat lebih baik.
Akhir kata, semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak, bagi pihak Universitas Budi Luhur maupun Fakultas Ilmu Komunikasi
(FIKOM). Penulis juga berharap agar penulisan skripsi ini berguna sebagai acuan
dan masukan bagi pembacanya.
viii Universitas Budi Luhur
11. DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan ............................................................................................... ii
Lembar Pengesahan............................................................................................... iii
Lembar Pernyataan Orisinalitas.……...…………………………………………. iv
Abstraksi ................................................................................................................ v
Kata Pengantar ...................................................................................................... vi
Daftar Isi ............................................................................................................... ix
Daftar Gambar ....................................................................................................... xi
Bab I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah .................................................................................. 1
1.2. Permasalahan ……........................................................................................... 5
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 6
1.4. Manfaat Penelitian …...................................................................................... 6
1.5. Sistematika Penulisan ..................................................................................... 7
Bab II Tinjauan Pustaka
2.1. Kajian Teori ………….................................................................................... 9
2.1.1. Komunikasi ……………….......................................................................... 9
2.1.2. Retorika ……….......................................................................................... 12
2.1.3. Demokrasi ….............................................................................................. 15
2.1.4. Hermeneutik................................................................................................ 17
2.2. Tinjauan Penelitian......................................................................................... 22
2.3. Kerangka Pemikiran ...................................................................................... 27
Bab III Metodologi Penelitian
ix Universitas Budi Luhur
12. 3.1. Paradigma Penelitian ..................................................................................... 29
3.2. Pendekatan Penelitian ................................................................................... 31
3.3. Metode Penelitian .......................................................................................... 32
3.4. Objek Penelitian ............................................................................................ 33
3.5. Sumber Data ……………………………………………..………………... 33
3.6. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................ 34
3.7. Teknik Analisis Data ..................................................................................... 35
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.1. Hasil Penelitian …......................................................................................... 38
4.1.1 Sejarah Indonesia ………............................................................................ 38
4.1.2 BPUPKI dan Rapat BPUPKI ….................................................................. 42
4.1.3 Ir. Soekarno …………………………………............................................. 45
4.2. Pembahasan ……………………................................................................... 49
4.2.1. Analisis Dasar Pertama ......……………………………………………… 51
4.2.2. Analisis Dasar Kedua …………………………………………………… 57
4.2.3. Analisis Dasar Ketiga …………………………………………………… 60
4.2.4. Analisis Dasar Keempat ………………………………………………… 63
4.2.5. Analisis Dasar Kelima ……………….………………………………….. 67
Bab V Kesimpulan dan Saran
5.1. Kesimpulan .................................................................................................. 70
5.2. Saran ............................................................................................................ 71
Daftar Pustaka
Lampiran-lampiran
x Universitas Budi Luhur
13. DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian .................................................. 28
2. Gambar 4.1 Hasil Keputusan Kongres Pemuda ............................................ 40
xi Universitas Budi Luhur
14. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia, sebagai mahluk sosial dan mahluk individu, memiliki kebutuhan
untuk hidup bersama dan berinteraksi dengan manusia lainnya. Oleh karena itu,
manusia cenderung hidup berkelompok. Salah satu bentuk pengelompokkan
manusia di dunia adalah bangsa. Manusia di dunia terbagi ke dalam bangsa-
bangsa dimana dia lahir dan membawa nilai-nilai yang dipercaya atau dianut oleh
bangsa tersebut. Bangsa menurut Ernest Renan (1968)1 adalah sekelompok
manusia yang telah mengalami pengalaman historis bersama dalam waktu yang
cukup lama. Setiap bangsa memiliki nilai-nilai yang dipegang dalam menjalani
kehidupan sehari-hari selama berabad-abad. Hal ini termasuk bagaimana seorang
individu memandang individu lain baik di dalam bangsanya ataupun di dalam
bangsa lain, juga termasuk didalamnya bagaimana bangsa tersebut memandang
alam disekitarnya. Nilai-nilai inilah yang disebut juga Philosofisch grondslag2.
Philosofisch grondslag lahir dari proses pemikiran yang mendalam sebagai upaya
manusia memahami kodratnya berada di dunia ini, yang tentu saja setiap bangsa
memiliki Philosofisch grondslag yang berbeda tergantung pada keadaan yang
dialami oleh bangsa tersebut dalam lahir dan berkembang di dunia ini.
1
Ernest Renan adalah seorang pujangga besar berkebangsaan Perancis. Penjelasan mengenai
bangsa disampaikan oleh Ernest Renan dengan judul : “Qu’est ce qu’une nation ?” di Universitas
Sorbonne (Paris) pada 11 Maret 1882 yang disalin kembali kedalam Bahasa Indonesia oleh Prof.
Sunario S.H
2
Philosaofiche Grondslag (Bahasa Belanda) atau disebut juga Weltanschauung (Jerman) yang
berarti dasar pemikiran, fondasi, dasar falsafah, jiwa, pikiran dan hasrat yang sedalam-dalamnya.
1 Universitas Budi Luhur
15. 2
Bangsa Indonesia, yang dalam sejaranya, pernah mengalami masa
keemasan lama sebelum para penjajah datang bersama VOC. Tercatat dalam
sejarah Bangsa Indonesia, yang menempati wilayah nusantara, pernah ada paling
tidak dua kerajaan besar disamping ratusan kerajaan-kerajaan kecil lainnya.
Terdapat ribuan raja besar yang tercatat dalam sejarah bangsa Indonesia. Kerajaan
Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit termasuk kerajaan yang memiliki wilayah yang
terluas, luas wilayah Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Pulau Sumatera dan
sekitarnya sampai dengan wilayah Malaysia dan Filiphina. Sedangkan Wilayah
Kerajaan Majapahit berpusat di Pulau Jawa sampai dengan pantai barat Afrika.
Nusantara pada masa Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit memiliki wilayah
kekuasaan yang sangat luas hingga meliputi dari kepulauan Nusantara sampai ke
Madagaskar pantai Afrika Timur. Seperti Romawi dan Yunani, bangsa Indonesia
saat itu telah memiliki Philosofisch grondslag sendiri yang merupakan hasil
pemikiran mendalam dari para Empu (filsuf) yang ada. Philosofisch grondslag ini
pertama kali dikemukakan Empu Prapanca dengan sebutan Pancasila yang
disebutkan dalam karya sastra Kakawin Desa Warnnana Uthawi Nagara
Krtagama3. Kemudian seiring dengan berjalannya sejarah bangsa Indonesia yang
jatuh dan bangkit serta terjajah oleh bangsa lain selama berabad-abad,
Philosofisch grondslag ini (Pancasila) digali dan diperkenalkan lagi oleh Ir.
3
Di dalam kitab diceritakan tentang masa kejayaan majapahit yang dipimpin oleh raja Hayam
Wuruk dan dapat memiliki wilayah yang luas berkat patih Gajah mada. Selain itu, diceritakan pula
sejarah raja-raja majapahit dan penyebab kejayaan majapahit di bawah pimpinan hayam wuruk
yang bijaksana.nilai-nilai yang dirumuskan oleh empu prapanca diteruskan secara turun temurun
melalui cerita-cerita rakyat yang sering ditampilkan sebagai hiburan rakyat melalui cerita wayang
Universitas Budi Luhur
16. 3
Soekarno pada Rapat Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Republik
Indonesia (BPUPKI) tanggal 1 Juni 1945.
Pancasila dari kelahirannya kembali dalam Rapat BPUPKI tersebut
mampu merasuk ke dalam jiwa Bangsa Indonesia karena bukan merupakan hal
yang baru bagi Bangsa Indonesia. Pancasila juga mampu bersaing dan bertahan
dari besarnya pengaruh dari dua Philosofisch grondslag yang ada di dunia saat itu
dan Indonesia pada saat Orde Lama di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno
mampu bertahan dari derasnya tekanan bangsa-bangsa lain yang menganut
Kapitalisme dan Sosialisme yang pada saat itu sedang bersaing menanamkan
pengaruh pada negara-negara yang ada di dunia dengan porosnya negara-negara
Eropa Barat dan Amerika untuk Kapitalisme serta Uni Soviet dan China untuk
Sosialisme.
Pancasila, sebagai sebuah pesan yang disampaikan dengan tehnik retorika
yang disampaikan oleh Ir. Soekarno pada rapat BPUPKI tersebut, menjadi sebuah
jawaban bagi upaya untuk mempersatukan Bangsa Indonesia yang terpecah belah
karena politik devide et impera (adu domba) yang dijalankan oleh para penjajah
untuk memecah belah bangsa Indonesia. Negara dan Bangsa Indonesia yang pada
saat itu sudah sangat merindukan kemerdekaan setelah lebih dari 350 tahun
dijajah bangsa lain masih memiliki pertanyaan besar yang harus dijawab para
pemimpin bangsa, yaitu mengenai Dasar Negara Indonesia setelah merdeka, dasar
negara dan bangsa yang bersatu dan merdeka. Dalam pidatonya, Ir. Soekarno
menyampaikan penjelasan yang sangat mendalam mengenai kebutuhan dan
Universitas Budi Luhur
17. 4
tantangan yang akan dihadapi oleh Bangsa Indonesia setelah merdeka, dan Ir.
Soekarno juga menjelaskan bagaimana Pancasila menjadi jawaban atas segala
kebutuhan dan tantangan tersebut.
Dalam pidato tersebut juga dijelaskan bentuk demokrasi yang sesuai
dengan Bangsa Indonesia. Bukan Demokrasi Liberal, juga bukan Demokrasi
Sosialis-Komunis tapi melainkan Demokrasi Pancasila yang berasal dari nilai-
nilai Bangsa Indonesia. Pada saat itu, para tokoh perjuangan yang mewakili
kelompok-kelompoknya4 bangsa percaya dan yakin bahwa Pancasila merupakan
jalan yang paling tepat untuk Bangsa Indonesia sehingga kemudian Pancasila
ditetapkan sebagai Dasar Negara Indonesia Merdeka. Penjelasan lebih rinci
mengenai Pancasila diperjelas lagi oleh Ir. Soekarno pada buku Pancasila Sebagai
Dasar Negara yang ditulis dari kumpulan kuliah umum yang diberikan oleh Ir.
Soekarno pada tahun 1958 sampai tahun 1959.
Namun pada pelaksanaannya selama perjalanan Bangsa Indonesia
Merdeka, Pancasila yang dipercaya sebagai dasar pendirian Bangsa tidak
dijalankan dengan benar. Hal ini disebabkan oleh terjadinya beberapa kali proses
penyeragaman pemahaman tentang Pancasila yang dilakukan oleh pemerintah
sejak kemerdekaan 17 Agustus 1945. Pada masa Orde Lama, proses indoktrinasi
(penyeragaman pemahaman) terhadap Pancasila dilakukan oleh Ir. Soekarno
melalui kuliah umum-kuliah umum yang diadakan di beberapa universitas besar
4
Rapat BPUPKI tanggal 1 juni 1945 dihadiri oleh tokoh-tokoh besar dari kelompok-kelompok
social yang ada di Indonesia saat itu, setidaknya terdapat Soetardjo, Dr. Soekiman, Ki Bagoes
Hadikoesomo, M. Yamin, Ki Hajar Dewantara, Sanoesi, Abi Koesno, Lim Koen Hian, dan
perwakilan dari kerajaan-kerajaan yang ada.
Universitas Budi Luhur
18. 5
di tanah air. Selanjutnya pada masa Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto
sebagai presiden, proses indoktrinasi dilakukan melalui suatu sistem pendidikan
yang kita kenal dengan sebutan P4 (Pendidikan Pelatihan Pengamalan Pancasila)
yang diadakan dengan satu tujuan politis yaitu desoekarnoisasi (penghancuran
citra Soekarno di masyarakat). Pancasila sebagai sebuah dasar negara dan sebagai
sebuah pesan, memberikan ruang interpretasi yang sangat luas bagi siapa saja
untuk menafsirkannya, terutama bagi pemerintah yang memegang kekuasaan. Hal
ini menyebabkan interpretasi dan pemahaman tengtang Pancasila yang sesuai
dengan apa yang dimaksudkan oleh komunikatornya semakin bias.
Pancasila yang disampaikan sebagai sebuah pesan dalam retorika yang
dikomunikasikan oleh Ir. Soekarno pada Rapat BPUPKI tersebut telah sejak lama
dipikirkan olehnya. Pesan tersebut tentunya sangat dipengaruhi oleh perjalanan
hidup dan nilai-nilai yang dipercaya oleh Ir. Soekarno sebagai komunikatornya,
oleh karena itu untuk dapat memahami dengan benar Pancasila dan untuk dapat
menjalankannya dengan tepat di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maka
sebaiknya kita memahami arti Pancasila dari sudut pandang Ir. Soekarno sebagai
komunikator dalam proses komunikasi tersebut.
1.2. Permasalahan
Melihat latar belakang yang peneliti buat, maka peneliti mengangkat
rumusan permasalahan di penelitian ini adalah: Bagaimana Interpretasi Ir.
Soekarno mengenai Pancasila di komunikasikan melalui Pidatonya dalam rapat
BPUPKI 1 Juni 1945?
Universitas Budi Luhur
19. 6
1.3. Tujuan Penelitian
Dari rumusan permasalahan yang peneliti kemukakan di atas, maka tujuan
dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mencari interpretasi Pancasila yang
dimaksudkan oleh Ir. Soekarno dalam pidatonya pada Rapat BPUPKI 1 Juni
1945.
1.4. Manfaat Penelitian
1) Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan
Ilmu Komunikasi khususnya dalam bidang Fenomenologi Komunikasi. Dalam hal
ini memberikan pemahaman tentang Pancasila yang dipresentasikan oleh Ir.
Soekarno melalui retorikanya tanggal 1 Juni 1945 pada Rapat BPUPKI.
2) Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat terhadap wawasan ilmu dan
pengetahuan di bidang Ilmu Komunikasi pada umumnya dan pengetahuan dalam
bidang Hermeneutika Komunikasi pada khususnya. Terutama dalam aplikasinya
terhadap proses interpretasi dan pemahaman terhadap teks sebagai pesan yang
disampaikan pada komunikasi publik, maupun aplikasinya secara pribadi. Serta
untuk menggali dan mengenalkan kembali nilai-nilai luhur bangsa yang terdapat
di dalam Pancasila kepada masyarakat luas khususnya kaum muda intelektual
yang menjadi penentu perubahan dan kemajuan bangsa ini.
Universitas Budi Luhur
20. 7
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini mempunyai tujuan memberikan gambaran
kepada pembaca mengenai uraian yang akan dibahas, sehingga pembaca akan
mudah memahami isi dari karya tulis ini. Penulisan karya tulis ini terdiri dari lima
bab, yaitu:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini peneliti menjelaskan secara singkat mengenai
latar belakang masalah, rumusan permasalahan, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan
penelitian.
BAB II : KERANGKA TEORI
Dalam bab ini peneliti menjabarkan teori-teori yang digunakan
sebagai landasan berfikir untuk memahami permasalahan yang
diangkat dalam penelitian ini.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini peneliti menjelaskan tentang Paradigma
Penelitian, Pendekatan Penelitian, Metode Penelitian, Objek
Penelitian, Sumber Data, Teknik Pemilihan Informan, Teknik
Pengumpulan Data, dan Teknik Analisis Data.
Universitas Budi Luhur
21. 8
BAB IV : PEMBAHASAN
Dalam bab ini peneliti menjelaskan hasil penelitian
berdasarkan data yang diperoleh serta pembahasan hasil
analisis penelitian.
BAB V : PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan hasil penelitian dan saran–saran
yang diberikan peneliti untuk dijadikan sebagai bahan
masukan.
Universitas Budi Luhur
22. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Mengacu pada pokok permasalahan yang telah dijelaskan sebelumnya,
peneliti menggunakan beberapa tinjauan pustaka sebagai landasan pemikiran
dalam melakukan penelitian sebagai berikut:
2.1.1 Komunikasi
Komunikasi dapat diartikan oleh J. B Wahyudi (1986:19) sebagai:
Proses komunikasi yaitu bila seseorang atau kelompok melempar
lambang atau ide yang ditunjukkan kepada orang lain atau kelompok
lain, dengan tujuan agar terjadi persamaan pendapat diantara yang
terlibat komunikasi, di dalam mengartikan lambang atau ide itu.
Komunikasi ini dapat dilakukan secara langsung dengan atau tanpa
media, dan dapat pula berlangsung secara rutin tetapi dapat pula
secara tidak rutin.
Bernard Berelson dan Gary Steiner menyatakan bahwa komunikasi
adalah “Transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan, dan sebagainya
dengan menggunakan simbol-simbol, kata-kata, gambar, figur, grafik dan
sebagainya. Tindakan atau proses transmisi itulah yang biasanya disebut
dengan komunikasi.”(dalam Mulyana, 2000:54)
Menurut Everret M. Rogers dan D. Lawrence Kincaid, komunikasi
adalah “Suatu proses di mana dua orang atau lebih membentuk atau
melakukan pertukaran informasi antara satu sama lain, yang pada gilirannya
terjadi pengertian yang mendalam.”(Cangara, 2005:19)
9 Universitas Budi Luhur
23. 10
Jane Pauley (1999) memberikan definisi khusus atas komunikasi. Dia
berkata “Komunikasi merupakan: (1) transmisi informasi; (2) transmisi
pengertian; yang (3) menggunakan simbol-simbol yang sama. Jadi, kalau satu
komponen kurang maka komunikasi tidak akan terjadi.”(Liliweri, 2007:7)
Komunikasi memiliki beberapa tipe atau bentuk yang telah di
kelompok-kelompokan oleh para pakar. Pengelompokan tersebut berdasarkan
pada sudut pandang masing-masing pakar menurut pengalaman dan bidang
studi para pakar, dan masing-masing pihak memiliki sumber yang cukup
beralasan.
Dengan memperhatikan pandangan para pakar, Hafid Cangara,
(2005:34) dalam bukunya Pengantar Ilmu Komunikasi membagi komunikasi
ke dalam empat tipe, yakni komunikasi dengan diri sendiri, komunikasi
antarpribadi, komunikasi publik dan komunikasi massa.
Peneliti di sini hanya akan menjelaskan mengenai komunikasi publik
yang berhubungan dengan penelitian ini.
Komunikasi publik biasa disebut komunikasi pidato, komunikasi
kolektif, komunikasi retorika, public speaking, dan komunikasi
khalayak (audience communication). Apa pun namanya, komunikasi
publik menunjukan suatu proses komunikasi di mana pesan-pesan
disampaikan oleh pembicara dalam situasi tatap muka di depan
khalayak yang lebih besar. (Cangara, 2005:34)
Universitas Budi Luhur
24. 11
Berdasarkan penjelasan mengenai komunikasi publik yang diutarakan
oleh Hafid Cangara, dapat disimpulkan bahwa komunikasi publik, pada
umumnya, ditemui dalam berbagai aktifitas seperti kuliah umum, khotbah,
rapat akbar, pengarahan, ceramah, dan sebagainya.
Lebih lanjut Hafid Cangara mengatakan,
Ada kalangan tertentu menilai bahwa komunikasi publik bisa
digolongkan komunikasi massa bila melihat pesannya yang terbuka
Tetapi terdapat beberapa kasus tertentu di mana pesan yang
disampaikan itu terbatas pada segmen khalayak tertentu, misalnya
pada rapat anggota, diskusi panel, seminar, dan pengarahan. Karena
itu komunikasi publik dapat juga dikatakan sebagai komunikasi
kelompok jika dilihat dari segi tempat dan situasi (Cangara, 2005:34)
Melihat dari keterbukaan pesan yang disampaikan dalam komunikasi
publik, maka hal ini dapat juga digolongkan ke dalam komunikasi massa,
namun pada beberapa keadaan, komunikasi publik tidak dapat dikategorikan
ke dalam komunikasi massa bila khalayaknya terbatas pada segmen tertentu.
Dari beberapa definisi dan penjelasan mengenai komunikasi publik
yang telah disampaikan, peneliti menyimpulkan, bahwa komunikasi adalah
proses antara dua orang atau lebih dalam melakukan transmisi informasi, ide,
atau gagasan melalui simbol-simbol yang dapat berupa bahasa, gambar,
grafik, figur, dan sebagainya, guna mencapai pengertian yang mendalam di
antara mereka, baik secara langsung atau pun menggunakan media perantara.
Universitas Budi Luhur
25. 12
2.1.2 Retorika
“Craig membagi dunia komunikasi ke dalam tujuh tradisi pemikiran:
(1) Semiotik; (2) Fenomenologis; (3) Sibernetika; (4) Sosiopsikologis; (5)
Sosiokultural; (6) Kritis; (7) Retoris.”(Litlejohn, 2009:53)
Craig meletakkan retorika sebagai tradisi pemikiran dalam ilmu
komunikasi, namun Aristoteles mendefinisikan retorika sebagai:
Someone who is always able to see what is persuasive.
Correspondingly, rhetoric is defined as the ability to see what is
possibly persuasive in every given case. This is not to say that the
rhetorician will be able to convince under all circumstances. Rather
he is in a situation similar to that of the physician: the latter has a
complete grasp of his art only if he neglects nothing that might heal
his patient, though he is not able to heal every patient. Similarly, the
rhetorician has a complete grasp of his method, if he discovers the
available means of persuasion, though he is not able to convince
everybody.(www.plato.stanford.edu, 2002)
Jadi dapat dikatakan bahwa retorika adalah kemampuan untuk
berkomunikasi secara persuasif. Seorang retoris harus mampu memahami dan
menempatkan dirinya baik sebagai komunikator atau pun sebagai komunikan
untuk dapat menjadi persuasif sehingga dapat mempengaruhi lawan
bicaranya.
Retorika dalam perkembangannya, mengalami banyak perubahan
penggunaan yang mengakibatkan berubahnya definisi retorika mengikuti
penggunaannya dalam setiap periode sejarah peradaban manusia. Hal ini
disebabkan karena perbedaan penggunaan retorika pada setiap periodenya.
Oleh karena itu muncul keragaman dalam tradisi retorika antara lain : Periode
Universitas Budi Luhur
26. 13
Klasik, Periode Pertengahan, Periode Renaissance, Periode Pencerahan,
Periode Kontemporer, dan Periode Post-Modern.
Saat ini, retorika sering mengalami penyempitan makna--kosong atau
kata-kata ornamen yang berlawanan dengan tindakan. Kajian retorika
secara umum didefinisikan sebagai simbol yang digunakan manusia.
Pada awalnya ilmu ini berhubungan dengan persuasi, sehingga
retorika adalah seni penyusunan argumen dan pembuatan naskah
pidato. Kemudian, berkembang sampai meliputi proses “adjusting
ideas to people and people to ideas” dalam segala jenis
pesan.(Littlejohn, 2009:73)
Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss dalam bukunya Theories of
Human Communication (2009:74-76), menjelaskan Retorika dari sejarah
penggunaannya dari masa ke masa. Penulis merangkum penuturan sejarah
retorika sebagai berikut:
1. Retorika di zaman klasik (abad ke-5 sampai abad ke-1 sebelum masehi),
didominasi oleh usaha-usaha untuk mendefinisikan dan menyusun
peraturan dari seni retorika. Instruksi retorika paling awal diajarkan oleh
para guru-guru pengembara, Sophist, dengan mengajarkan seni berdebat di
kedua sisi pada sebuah kasus.
2. Pada Zaman pertengahan (400-1400 Masehi) retorika berfokus pada
permasalahan penyusunan dan gaya. Secara pragmatis, kegunaan retorika
pada zaman pertengahan adalah untuk penulisan surat karena pada abad ini
banyak keputusan yang dibuat secara pribadi dalam dekrit dan surat.
Sedangkan permasalahan tentang gaya ditekankan dalam pengajaran
mengadaptasi pelapisan, bahasa, dan format untuk audiensi khusus.
3. Pada Zaman Renaissance (1300-1600 Masehi) disokong oleh Zaman
Pertengahan, memandang kembali retorika sebagai filosofi seni. Yang
menjadi tren pada zaman ini adalah Rasionalisme, sehingga para pemikir
seperti Rene Descartes mencoba untuk menentukan apa yang dapat
diketahui secara absolut dan objektif oleh pikiran manusia. zada zaman ini
pun, logika atau pengetahuan juga terpisah dari bahasa dan retorika hanya
menjadi cara untuk menyampaikan kebenaran ketika kebenaran tersebut
diketahui.
4. Zaman Pencerahan (1600-1800 Masehi), retorika dibatasi karena gayanya,
sehingga memunculkan pergerakan belles lettres-yang arti harfiahnya
surat-surat indah atau menarik. Dengan adanya ketertarikan dalam gaya,
selera, dan estetika tidak mengherankan jika sebuah gerakan seni
Universitas Budi Luhur
27. 14
deklamasi mengajarkan pelafalan serta sistem gerak tubuh dan gerakan
pembicara juga muncul ke permukaan.
5. Retorika Kontemporer (beriringan pada abad ke-20), dimana abad ini
pengaruh simbol-simbol meningkat sehingga retorika bergeser fokusnya
dari pidato ke semua jenis penggunaan simbol. Dengan kata lain secara
harfiah, tidak ada bentuk penggunaan simbol yang tidak dapat diteliti oleh
para akademisi retorika. Selain itu, hal yang paling penting pada periode
ini adalah adanya sebuah pemahaman mengenai retorika sebagai
epistemika – sebagai sebuah cara untuk mengetahui dunia, bukan hanya
sebuah cara untuk menyampaikan sesuatu tentang dunia.
6. Retorika post-modern (akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21). Retorika
zaman ini mengistimewakan pendirian akan ras, kelas, gender, dan
seksualitas ketika mereka masuk ke dalam pengalaman kehidupan khusus
seseorang daripada mencari teori-teori yang luas dan penjelasan-
penjelasan mengenai retorika.
Berdasarkan kutipan penggunaan retorika dalam beberapa periode
sejarah, dapat disimpulkan bahwa secara umum retorika ialah seni
manipulatif atau teknik persuasi politik yang bersifat transaksional dengan
menggunakan lambang untuk mengidentifikasi pembicara dengan pendengar
melalui pidato.
“Selanjutnya, retorika jauh berbeda dengan tanpa arti, kosong, atau
pembicaraan ornamental. Hal ini merupakan seni dasar dan praktik
komunikasi manusia.” (Littlejohn, 2009:76)
Dari kutipan di atas, maka dalam keberagaman konteks komunikasi
yang ada, tradisi retorika tidak memiliki bagian tersendiri karena teori-teori
retorika banyak yang tercakup dalam tradisi lain yang sesuai. Dengan ini, ada
perbedaan antara retorika klasik dan praktek kontemporer dari retorika yang
termasuk analisa atas teks tertulis dan visual.
Universitas Budi Luhur
28. 15
Berdasarkan pada penjelasan yang telah disampaikan, peneliti menarik
kesimpulan bahwa retorika adalah seni berbicara secara manipulatif atau
teknik persuasi politik yang bersifat transaksional dengan menggunakan
lambang untuk mengidentifikasi pembicara dengan pendengar melalui pidato,
dengan tujuan membuat orang lain memiliki pandangan dan pemikiran yang
sama dengan kita sehingga bertindak sesuai dengan apa yang kita harapkan.
Untuk itu, persuader dan yang dipersuasi saling bekerja sama dalam
merumuskan nilai, kepercayaan dan pengharapan mereka. Retorika dapat
dilakukan pada komunikasi kelompok dan juga komunikasi antarpribadi
melalui komunikasi langsung ataupun menggunakan media.
2.1.3 Demokrasi
Demokrasi, sebuah kosakata politik yang begitu sering digunakan dan
diperdengarkan dalam wacana sosial politik kenegaraan. Demokrasi yang
dijalankan oleh negara-negara di dunia sangatlah beragam jenisnya, ada
demokrasi liberal, demokrasi sosialis, demokrasi komunis, demokrasi rakyat,
demokrasi terpimpin, dan lain sebagainya.
“Demokrasi secara etimologis berasal dari dua kata yang berasal dari
bahasa Yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat atau penduduk setempat
dan “creatain” atau “cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan
rakyat.”(www.hminews.com) Dengan bahasa lain demokrasi adalah
pemerintahan rakyat: pemerintahan yang diikuti oleh rakyat secara suka rela
dan bukan karena takut atau paksa.
Universitas Budi Luhur
29. 16
Jadi, dalam demokrasi, rakyat adalah sumber legislasi dan sumber
kekuasaan (source of legislation and authority). Dalam demokrasi
kebebasan harus diwujudkan bagi setiap individu rakyats. Ada 4 jenis
kebebasan yang dianut: (1) kebebasan beragama (freedom of religion),
(2) kebebasan berpendapat (freedom of speech), (3) kebebasan
kepemilikan (freedom of ownership), dan (4) kebebasan berperilaku
(personal freedom).(www.hminews.com)
Demokrasi dalam konteks kontemporer, Harris Soche, “Demokrasi
adalah pemerintahan rakyat karena itu kekuasaan melekat
pada rakyat.” (Elvani, 2007)
Dapat disimpulkan demokrasi mengakui kehendak rakyat sebagai
landasan bagi legitimasi dan kewenangan pemerintahan (kedaulatan rakyat)
dan kehendak itu akan dinyatakan dalam sebuah iklim politik yang terbuka
melalui pemilihan umum yang bebas dan berkala.
Sedangkan menurut C.F. Strong (seperti yang di kutip oleh Malkian
Elvani, 2007) , “Demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan dalam mana
mayoritas anggota dewan dari masyarakat politik ikut serta atas dasar sistem
perwakilan yang menjamin bahwa pemerintah akhirnya
mempertanggungjawabkan tindakan-tindakan kepada mayoritas itu.”
Menurut Henry B. Mayo, system politik demokratis adalah
menunjukkan kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-
wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat, dan didasarkan atas kesamaan
politik dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. (Elvani, 2007)
Universitas Budi Luhur
30. 17
International Commision for Jurist, merumuskan “Demokrasi adalah
suatu bentuk pemerintahan untuk membuat keputusan politik diseleng-
garakan oleh wakil wakil yang dipilih dan bertanggung jawab kepada mereka
melalui pemilihan yang bebas.” (Elvani, 2007)
Sedangkan, Samuel Huntington, “system politik sebagai demokratis
sejauh para pembuat keputusan kolektif yang paling kuat dalam system itu
dipilih melalui pemilihan umum yang adil, jujur, dan semua orang dewasa
mempunyai hak yang sama memberikan suara.” (Elvani, 2007)
Maka dapat disimpulkan, Sistem Demokrasi adalah sistem
pemerintahan suatu negara yang berdasarkan kedaulatan rakyat yang
sepenuhnya dan seutuhnya baik melalui sistem perwakilan ataupun secara
langsung. Sebuah sistem demokrasi bertujuan untuk mensejahterakan
rakyatnya.
2.1.4 Hermeneutik
Engkus Kuswarno (2008:25) dalam bukunya Etnografi Komunikasi
mengatakan “Hermeneutik adalah cabang filsafat yang menguji teori tentang
pemahaman dan penafsiran.” Selanjutnya, beliau juga mengatakan “Sebuah
proses dipandang sebagai sesuatu yang sirkuler, jadi orang hanya dapat
memahami sesuatu dalam kaitannya dengan bagian-bagiannya. Namun
bagian-bagian tersebut juga hanya dapat dipahami dari keseluruhannya.”
Universitas Budi Luhur
31. 18
“Secara etimologis, Hermeneutik berasal dari kata Yunani
Hermeneuein yang berarti menafsirkan, kata bendanya Hermenia dapat
diartikan sebagai penafsiran atau interpretasi.”(Steve JM, 2008:3)
Dalam mitologi Yunani, kata hermeneutik sering dikaitkan dengan
tokoh bernama Hermes, seorang utusan yang mempunyai tugas
menyampaikan pesan Jupiter kepada manusia. Tugas menyampaikan
pesan berarti juga mengalihbahasakan ucapan para dewa ke dalam
bahasa yang dapat dimengerti manusia. Pengalihbahasaan
sesungguhnya identik dengan penafsiran. Dari situ kemudian
pengertian kata Hermeneutika memiliki kaitan dengan sebuah
penafsiran atau interpretasi.(Saidi, 2008)
Ada banyak tokoh dalam Hermeneutika. Sebut saja, misalnya,
Friedrich Ernst Schleiermacher, Wilhelm Dilthey, Martin Heidegger, Hans
George Gadamer, Jurgen Habermas, dan Paul Ricoeur. Peneliti tidak akan
menjelaskan pemikiran Hermeneutik semua tokoh tersebut. Dalam penulisan
penelitian ini, penjelasan Hermeneutika yang akan disarikan adalah yang
dikemukakan oleh Wilhelm Dilthey.
2.1.4.1 Hermeneutik Wilhelm Dilthey
Wilhelm Dilthey adalah seorang filsuf Jerman. Ia terkenal dengan riset
historisnya dalam bidang hermeneutik. “Ia berambisi menyusun dasar
epistemologis baru bagi pertimbangan sejarah tentang pemahaman yang
memandang dunia sebagai wajah interior dan eksterior.” (Steve JM, 2008:8)
Ia sangat tertarik pada karya-karya Schleiermacher dan kehidupan
intelektualnya, tertanam pada kemampuan intelektualnya dalam
menggabungkan teologi dan kesusastraan dengan karya-karya
kefilsafatan, serta kagum pada karya terjemahaan dan interpretasinya
atas dialog Plato. (Steve JM, 2008:8)
Universitas Budi Luhur
32. 19
Pemikiran Dithey banyak dipengaruhi oleh pemikiran Plato dan
Schleiermacher. Dia memandang hidup dan kehidupan adalah “sebuah proses
yang sedang berlangsung, suatu entitas yang secara kodrat mengalir
(Bergson). Sejarah tidak dapat dipahami kecuali melalui teori-teori dan
sebaliknya teori juga tidak dapat dipahami kecuali melalui sejarah.” (Steve
JM, 2008:11)
Menurut Dilthey, “Hermenuetik sendiri pada dasarnya bersifat
menyejarah. Ini berarti bahwa makna itu sendiri tidak pernah ‘berhenti pada
satu masa’ saja, tetapi selalu berubah menurut modifikasi sejarah.” (Steve
JM, 2008:11)
Dilthey mengatakan bahwa peristiwa sejarah dapat dipahami dalam
tiga proses:
• Memahami sudut pandang atau gagasan para pelaku asli.
• Memahami arti atau makna kegiatan-kegiatan mereka pada hal-hal
yang secara langsung berhubungan dengan peristiwa sejarah.
• Menilai peristiwa-peristiwa tersebut berdasarkan gagasan yang
berlaku pada saat sejarahwan itu hidup.
Menurut Dilthey, “memahami berarti menggabungkan semua daya
pikiran kita dalam pengertian.” (Steve JM, 2008:11). Dapat dikatakan bahwa
dalam memahami kita mengikuti proses mulai dari sistem keseluruhan yang
kita terima dalam pengalamana hidup sehingga kita dapat mengerti, sampai
ke pemahaman tentang diri sendiri.
Universitas Budi Luhur
33. 20
Proses pemahaman terdiri dari dua bagian; pertama, pengalaman yang
hidup menimbulkan ungkapannya dan kedua, rekosntruksi berbagai
peristiwa. Tentang sistem penyebaban, Dilthey membagi menjadi dua
jenis Kausalzusammenhang (nexus sebab dan akibat yang bersifat
mekanis) dan Wirkungszusanmmenhang (sistem dinamis).
Pemikiran filsafat Dilthey dikenal dengan ’filsafat hidup’ karena ia
berupaya untuk menganalisis proses pemahaman yang membuat kita dapat
mengetahui kehidupan pikiran (kejiwaan) kita sendiri dan kejiwaan orang
lain. Tugas hermeneutika menurut Dilthey adalah untuk melengkapi teori
pembuktian validitas universal interpretasi agar mutu sejarah tidak tercemari
oleh pandangan yang tidak dapat dipertanggung-jawabkan.
Interpretasi nampaknya niscaya berupa suatu proses yang melingkar,
yaitu setiap bagian dari suatu karya sastra misalnya dapat ditangkap lewat
keseluruhannya, adapun sebaliknya keseluruhannya hanya dapat ditangkap
lewat bagian-bagiannya. Dengan demikian kita dihadapkan pada suatu
lingkaran logis. Lingkaran yang sama juga dijumpai manakala kita mencoba
memahami pengaruh-pengaruhnya yang dialami oleh pengarang atas suatu
karyanya. Kita dapat memahami situasi apa yang terdapat di benaknya hanya
jikalau kita telah mengetahui apa yang sudah dipikirkan. Lingkaran tersebut
secara logis berpautan, tidak terpecahkan, akan tetapi dalam praktek dapat
kita pecahkan setiap saat kita memahaminya.
Proses hermeneutika selanjutnya bahwa arti suatu karya dapat
terungkap secara lebih penuh lewat karya-karya lain si pengarang, dan arti
karya-karya lain tersebut dapat dibaca lewat hidup dan watak si pengarang.
Dari pengertian inilah dapat diperoleh suatu pemahaman keadaan-keadaannya
Universitas Budi Luhur
34. 21
sewaktu dia masih hidup, kemudian dipahami tulisan-tulisannya sebagai
suatu kejadian dalam suatu proses sejarah budaya atau sejarah sosial yang
jauh melampaui dirinya dan merupakan suatu bagian besar kisah umat
manusia. (Kaelan, 1998: 190-193)
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Dilthey memperlakukan
teks tertulis dalam sebuah karya sastra di hadapannya sebagai sebuah objek
interpretasi. Ia melihat teks sebagai ekspresi dari si pengarang dan interpretasi
adalah sebuah upaya untuk memahami maksud dari pengarang tersebut. Ia
percaya bahwa dengan menyelami teks kita dapat menemukan intensi dari
pengarang tersebut, dan dapat ditemukan metode untuk menyelami teks
tersebut.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa rekonstruksi makna
adalah hal yang mungkin dalam kehidupan kita. Bagi Dilthey, pemahaman
akan ungkapan orang lain mengikuti logika yang sama sebagaimana
seseorang memahami kegiatan dalam autobiografinya sendiri. Autobiografi
merupakan alat yang paling baik dalam memahami hidup dan kejadian dalam
hidup kita
Penjelasan Autobiografi menurut Dilthey:
Autobiography is the roots of all historical comprehension.
Autobiography is all about understanding one’s self and the meaning
of events in one’s own life. We understand how events and meanings
are related in our own lives through reflection on our
autobiographies. We understand why we did this or said that because
we know the history that led up to those events and the consequences
that arose as a result of them.
Universitas Budi Luhur
35. 22
Autobiografi mencerminkan akar dari semua pemahaman sejarah.
Autobiografi berkaitan dengan pemahaman diri seseorang dan makna
berkaitan dengan hidup kita sendiri melalui refleksi atas autobiografi
kita. Kita dapat mengerti mengapa kita melakukan sesuatu karena kita
tahu dari sejarah yang menuntun kita pada kejadian-kejadian tersebut.
(Radford, 2005:163)
Berdasarkan penjelasan di atas, maka yang menjadi objek interpretasi
dalam penelitian ini adalah teks tertulis yang merupakan transkrip dari sebuah
pidato yang disampaikan dalam sebuah rapat. Untuk menerjemahkan dan
menginterpretasikan aspek-aspek tersebut, peneliti harus menginduksi
autobiografi si retoris. Jadi, kegunaan hermeneutik atau interpretasi dalam
penelitian ini adalah untuk memahami obyek dalam konteks ruang dan waktu
dimana obyek tersebut berada, terkait di dalamnya keseluruhan aspek kondisi
sosial, ekonomi, budaya, pandangan hidup maupun sejarahnya.
2.2 Tinjauan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti turut memberikan beberapa penelitian
pendahulu yang memiliki kesamaan baik metodologi, metode, teori, ataupun
objek penelitian. Beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian ini antara
lain:
2.2.1 Konstruksi Argumentasi dalam Retorika Soekarno (Kasus: Pidato
Soekarno pada 1 Juni 1945 di depan BPUPKI)
Oleh Liza Dwi Ratna Dewi dalam Tesis S2 Universitas Indonesia tahun 2007
Di dalam penelitian ini, peneliti (Liza Dwi Ratna) meneliti dan
menjelaskan mengenai proses penyusunan bahasa dan kata-kata yang
digunakan oleh Ir. Soekarno dalam pidatonya di Rapat BPUPKI tanggal 1
Universitas Budi Luhur
36. 23
Juni 1945. Peneliti beranggapan bahwa penyusunan bahasa dan kata-kata
yang disampaikan sebagai pesan oleh Ir. Soekarno saat itu dilakukan
dengan penuh pertimbangan dan maksud. Berdasarkan pada teori bahasa
Bakhtin, terdapat dua objek yang dituju oleh seorang komunikator dalam
mengeluarkan pesannya, objek yang nyata disebut addressee dan objek
yang abstrak adalah supperaddressee. Lebih jauh, peneliti menjelaskan
bahwa yang dimaksud addressee adalah orang yang dituju dari proses
komunikasi yang dilakukan (komunikan) sedangkan supperaddressee
adalah latar belakang komunikan seperti ideologi, pendidikan, paradigm,
nilai-nilai budaya, dll. yang mempengaruhi respon komunikan dalam
menerima dan menginterpretasikan pesan yang disampaikan dalam proses
komunikasi.
Peneliti mengambil pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945
sebagai penelitiannya karena Ir. Soekarno sangat terkenal dengan
kemampuannya dalam berpidato. Selain itu, peneliti juga berpendapat
bahwa pidato tanggal 1 Juni 1945 mempunyai isu yang dimainkan dengan
piawai oleh Ir. Soekarno karena pada saat itu sedang dilakukan
pembahasan mengenai Dasar Negara Indonesia Merdeka dan dihadiri oleh
tokoh-tokoh pemimpin pergerakkan kemerdekaan yang berasal dari latar
belakang yang berbeda-beda.
Untuk memahami dan mencapai tujuan penelitian, peneliti
menggunakan paradigma konstruktivis yang memandang bahwa realitas
Universitas Budi Luhur
37. 24
kehidupan sosial bukanlah realitas yang netral, tetapi hasil dari konstruksi.
Peneliti juga menggunakan pendekatan kualitatif yang memahami realitas
yang diteliti secara menyeluruh dan berfokus pada hubungan-hubungan
antara bagian-bagian yang terpisah. Selain itu peneliti juga menggunakan
metode Hermeneutika Wilhelm Dilthey yang mengatakan bahwa individu
membentuk ddan dibentuk oleh konteks budaya di mana dia hidup.
2.2.2 Kedai Tiga Nyonya Sebagai Representasi Budaya Peranakan Cina-
Jawa
Oleh Lisa Andriani dalam Skripsi S1 FIKOM Universitas Budi Luhur tahun 2009
Proses percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu
dan saling mempengaruhi disebut akulturasi (acculturation). Salah satu
akibat dari proses akulturasi adalah hibriditas. Hibriditas budaya (budaya
peranakan) adalah budaya baru yang dihasilkan melalui proses perkawinan
silang dari dua jenis budaya yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk
melihat dan menggambarkan salah satu jenis hibriditas budaya di Indonesia,
yaitu budaya peranakan Cina-Jawa yang terwujud dalam Kedai Tiga
Nyonya.
Kedai Tiga Nyonya bisa dikatakan sebagai pemain kuliner pertama
di Jakarta yang merangkul makanan Cina peranakan. Dengan demikian,
yang dikaji dalam penelitian ini adalah “Kedai Tiga Nyonya Sebagai
Representasi Budaya Peranakan Cina-Jawa”.
Universitas Budi Luhur
38. 25
Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme yang
memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap socially
meaningful action melalui pengamatan langsung. Teori representasi yang
digunakan untuk menginterpretasikan data penelitian ini adalah
Hermeneutika Wilhelm Dilthey. Pendekatan dari penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif, karena secara umum digunakan untuk memperoleh
hasil penelitian yang bersifat deskriptif berupa kata-kata dari suatu objek
penelitian. Metodologi penelitian ini adalah metode etnografi, karena
metode ini dapat menggambarkan, menjelaskan dan membangun hubungan
dari kategori-kategori dan data yang ditemukan. Selain itu, ciri khas
penelitian lapangan etnografi adalah bersifat holistik, integratif, thick
description, dan analisis kualitatif untuk mendapatkan native’s point of
view.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Kedai Tiga Nyonya
merepresentasikan budaya peranakan Cina-Jawa. Budaya peranakan Cina-
Jawa yang terwujud dalam Kedai Tiga Nyonya, ditampilkan dan diartikan
sesuai latar belakang atau riwayat hidup dari pemilik Kedai. Kedai Tiga
Nyonya selain menjadi bangunan secara utuh, juga berperan pada
pembentukan ruang-ruang sosial dan simbolik, sebuah “ruang” menjadi
cerminan dari perancang dan masyarakat yang tinggal di dalamnya. Pendek
kata, Kedai Tiga Nyonya menjadi cerminan budaya dari pemilik Kedai -
Paul B. Nio yaitu budaya Peranakan Cina-Jawa (Semarang).
Universitas Budi Luhur
39. 26
2.2.3 Wacana feminism dalam Novel Ayu Manda (Studi Analisis
Hermeneutika)
Oleh Fitria Lestari dalam Skripsi S1 FIKOM Universitas Budi Luhur tahun 2010
Novel merupakan salah satu media massa cetak yang dapat member
banyak inspirasi bagi para pembacanya. Alur cerita dalam sebuah novel dapat
membentuk sebuah imajinasi dan menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda
dari masing-masing pembaca. Oleh karena itu, teks bersifat polisemis, yaitu dapat
mengandung dan menimbulkan banyak makna. Dalam novel ini, diangkatnya
tema feminism membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian.
Permasalahan yang terdapat dalam novel ini berkaitan dengan feminism adalah
masalah poligami, posisi perempuan dalam budaya Bali, seperti dalam hal hokum
waris dan dalam struktur kasta, serta budaya patriarki dalam kaitannya dengan
ketidaksetaraan gender.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana wacana
feminism ditampilkan dalam novel Ayu Manda.
Metodologi penelitian yang digunakan adalah hermeneutika dari Paul
Ricouer. Metode hermeneutika dilakukan melalui sebuah proses interpretasi untuk
mengetahui makna dari sebuah makna. Ada berbagai segi yang diperhatikan
dalam meneliti suatu teks yaitu dari segi bahasa, segi latar belakang penulis, segi
lingkungan teks, segi kaitan dengan teks lain, serta “dialog” dengan pembaca.
Dalam hermeneutika, pembaca secara sengaja dan hati-hati melakukan interpretasi
serta penafsiran tentang apa yang dibacanya, dalam hal ini teks novel Ayu Manda.
Universitas Budi Luhur
40. 27
Hasil penelitian yang diperoleh yaitu mengenai bagaimana masalah
poligami dalam perspektif dua orang tokoh perempuan dalam novel ini, yaitu
sebagai istri pertama dan istri kedua. Selain itu novel ini juga menggambarkan
bagaimana budaya patriarki telah melahirkan ketidakadilan gender terhadap
perempuan serta posisi perempuan dalam kebudayaan Bali yang direpresentasikan
lewat seorang tokoh utama dalam novel ini yaitu Ayu Manda.
Kesimpulan yang penulis buat berdasarkan hasil penelitian di atas adalah
tentang budaya patriarki yang sangat erat kaitannya dengan lahirnya sebuah
gerakan feminism. Patriarki dianggap sebagai sumber dimana perempuan
ditempatkan tidak sejajar dalam tatanan masyarakat. Kemudian saran yang dapat
penulis sampaikan adalah ditujukan kepada seluruh perempuan Indonesia agar
terus berjuang menunjukan eksistensi dirinya dengan semangat feminism.
2.3 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan pada penjelasan landasan teori yang telah peneliti
jelaskan di atas, maka kerangka pemikiran peneliti dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
Universitas Budi Luhur
41. 28
Konsep ide Pancasila Ir. Soekarno
Pada Rapat BPUPKI
(Tanggal 1 Juni 1945)
Hermeneutika
Wilhelm Dilthey
Interpretasi
Sistem Demokrasi Pancasila
GAMBAR 2.1 KERANGKA PEMIKIRAN
Gambar 2.1 menunjukan bahwa penelitian ini akan menjelaskan
interpretasi dari Sistem Demokrasi Pancasila yang berdasarkan pada teks
retorika Ir. Soekarno pada Rapat BPUPKI tanggal 1 Juni 1945.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan Sistem Demokrasi
Pancasila yang sebenarnya menurut Ir. Soekarno dengan mendeskripsikan
dan menganalisis tanda-tanda verbal maupun non verbal dari naskah retorika
Ir. Soekarno pada rapat BPUPKI tanggal 1 Juni 1945. Perspektif teori yang
digunakan untuk menginterpretasikan data yang diperoleh dalam penelitian
ini adalah teori interpretasi Hermeneutika Wilhelm Dilthey yakni dengan cara
menginduksi autobiografi Ir. Soekarno dan menganalisa teks retorika Ir.
Soekarno pada Rapat BPUPKI tanggal 1 Juni 1945.
Universitas Budi Luhur
42. BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Sejarah Indonesia
Pra Kolonial
Bangsa Indonesia yang telah menetap di wilayah kepulauan
nusantara selama beribu-ribu tahun, hal ini ditandai dengan ditemukannya
fosil manusia tertua di dunia yang di kenal dengan sebutan paleo javanicus5,
mempunyai kebudayaan dan peradaban yang tinggi.
Bangsa Indonesia sejak dahulu telah memiliki sistem pemerintahan
dengan bukti adanya kerajaan-kerajaan yang tersebar di seluruh wilayah
nusantara. Kerajaan yang tertua adalah Kerajaan Kutai yang berada di Pulau
Kalimantan. Selain itu juga dikenal banyak kerajaan-kerajaan lainnya seperti
Singosari, Samudra Pasai, Sriwijaya, Mataram, Demak, Majapahit dan lain
sebagainya. Dua kerajaan yang memiliki wilayah kekuasaan terbesar adalah
kerajaan Sriwijaya dan Majapahit yang juga dikenal dengan sebutan Kerajaan
Nusantara.
5
Berasal dari bahasa latin yang artinya Manusia Jawa
38 Universitas Budi Luhur
43. 39
Kerajaan-kerajaan nusantara sangat membuka diri dengan bangsa
lain dalam semangat perdagangan. Banyak pedagang bangsa lain yang dating
dan kemudian menetap di wilayah nusantara seperti China, India, Arab, dan
Eropa.
Jaman Kolonial
Bangsa Asing yang pertama kali menjajah nusantara adalah
Belanda. Belanda atau lebih tepatnya VOC6 pertama kali datang ke Indonesia
pada abad ke 16 di Semenanjung Malaka. Setelah itu VOC langsung
memonopoli perdagangan dan menjajah Bangsa Indonesia selama kurang
lebih tiga setengah abad lamanya. VOC bangkrut pada abad ke 18, dan
setelah pemerintahan kolonial Inggris yang pendek, Belanda mengambil alih
kembali penjajahan atas Indonesia. Penjajahan Belanda atas Indoensia
berangsung dengan banyak pasang surut, dengan banyaknya perlawanan di
setiap daerah dan beberapa kali terjadi pergantian gubernur jendral.7
Kebangkitan Nasional
Bangsa Indonesia di bawah kolonialisme Belanda sangatlah
menderita. Terdapat banyak pembatasan yang diberlakukan oleh
pemerintahan kolonialisme. Salah satunya adalah pembatasan pendidikan
dimana hanya keturunan para raja dan priyai saja yang dapat memperoleh
6
VOC (Verenigde Oostindische Compagnie) merupakan sebuah kamar dagang atau perusahaan
pemerintah Belanda. Diberikan hak untuk memonopoli perdagangan dan aktivitas kolonial oleh
parlemen Belanda pada tahun 1602. Bermarkas di Batavia yang sekarang bernama Jakarta
7
Gubernur Jendral adalah sebutan untuk pimpinan tertinggi pemerintah kolonial di daerah
jajahannya yang merupakan perwakilan langsung dari Ratu Belanda.
Universitas Budi Luhur
44. 40
pendidikan formal. Selain itu Bangsa Indonesia juga dilarang untuk berserikat
dan berkumpul. Namun pada tanggal 2 Mei 19088, berdiri serikat pertama
yang bernama Boedi Oetomo yang dideklarasikan oleh tiga orang yang
dikenal sebagai Tiga Serangkai. Organisasi Boedi Oetomo bergerak dalam
dunia pendidikan terutama untuk rakyat kecil yang tidak dapat masuk ke
dalam sekolah-sekolah buatan belanda.
Setelah itu, kejadian besar yang perlu disoroti dalam garis sejarah
Bangsa Indonesia adalah Kongres Pemuda9 yang menjadi tanda dari
persatuan perjuangan kemerdekaan di seluruh wilayah nusantara. Kongres
Pemuda ini lalu mengeluarkan keputusan yang dikenal dengan Sumpah
Pemuda.
Gambar 4.1 Hasil Keputusan Kongres Pemuda pada tanggal 28 Oktober
1928 di Jakarta.
8
Kini diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
9Sumpah Pemuda, (28 Oktober 1928) deklarasi yang di gagas oleh para pemuda Indonesia untuk
bersatu dalam perjuangan memerdekakan Bangsa Indoensia dari penjajahan. Di tandai dengan
pembacaan sumpah untuk mengakui Tanah air, kebangsaan, dan Bahasa yang digunakan.
Universitas Budi Luhur
45. 41
Selanjutnya perjuangan kemerdekaan berlangsung terus menerus
disetiap daerah dengan semangat yang baru, bukan lagi semangat kedaerah
melainkan semangat persatuan se Indonesia.
Pada tahun 1942, bangsa Jepang yang ingin menaklukan negara-
negara sekutu berhasil menghancurkan pangkalan militer Amerika di Pearl
Harbour. Kejayaan Bangsa Jepang saat itu sampai ke Indonesia dengan
memukul mundur Belanda dari Nusantara. Namun hal ini tidak menjadikan
Bangsa Indonesia merdeka melainkan mendapat penjajah baru yaitu Bangsa
Jepang. Pada awal penjajahannya, Bangsa Jepang begitu baik sehingga para
pejuang kemerdekaan menjadi kooperatif. Bangsa Jepang menjanjikan
kemerdekaan Bangsa Indonesia jika membantu peperangan melawan sekutu
pada perang dunia kedua. Pada tahun 1945 pemerintahan kolonial Jepang
membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. BPUPKI yang
hanya berumur beberapa bulan saja lalu digantikan oleh Panitia persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Pada pertengahan tahun 1945 Amerika membom atom kota
Hiroshima dan Nagasaki yang menyebabkan Jepang menyerah tanpa syarat
ke[ada sekutu dan mengakhiri perang. Dengan kekalahan Jepang dari sekutu,
maka terjadi kekosongan pemerintahan kolonial di Indonesia, hal inilah yang
dimanfaatkan oleh para pemuda Indonesia untuk mendesak Ir. Soekarno dan
Mohammad Hatta yang pada saat itu merupakan tokoh sentral perjuangan
Universitas Budi Luhur
46. 42
kemerdekaan untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Para
pemuda menculik ke dua tokoh tersebut dan membawanya ke daerah Rengas
Dengklok dengan tujuan agar tidak mendapat pengaruh dari pihak-pihak yang
dapat menghalangi usaha kemerdekaan.
4.1.2 BPUPKI dan Rapat BPUPKI
Mulai tahun 1944, tentara Jepang mulai kalah dalam melawan
tentara Sekutu. Untuk menarik simpati bangsa Indonesia agar bersedia
membantu Jepang dalam melawan tentara Sekutu, Jepang memberikan janji
kemerdekaan di kelak kemudian hari. Janji ini diucapkan oleh Perdana
Menteri Kaiso pada tanggal 7 September 1944. Oleh karena terus menerus
terdesak, maka pada tanggal 29 April 1945 Jepang memberikan janji
kemerdekaan yang kedua kepada bangsa Indonesia, yaitu janji kemerdekaan
tanpa syarat yang dituangkan dalam Maklumat Gunseikan (Pembesar
Tertinggi Sipil dari Pemerintah Militer Jepang di Jawa dan Madura) No. 23.
Dalam maklumat itu sekaligus dimuat dasar pembentukan Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Tugas badan ini adalah menyelidiki dan mengumpulkan usul-usul untuk
selanjutnya dikemukakan kepada pemerintah Jepang untuk dapat
dipertimbangkan bagi kemerdekaan Indonesia.
Universitas Budi Luhur
47. 43
Keanggotaan badan ini dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, dan
mengadakan sidang pertama pada tanggal 29 Mei 1945 - 1 Juni 1945. Dalam
sidang pertama ini yang dibicarakan khusus mengenai calon dasar negara
untuk Indonesia merdeka nanti. Pada sidang pertama itu, banyak anggota
yang berbicara dan menyampaikan pandangannya mengenai pendirian Negara
Indonesia Merdeka namun kemudian pada tahun 1984, Lembaga Soekarno –
Hatta menerbitkan buku Sejarah Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945 dan
Pancasila, yang mengatakan bahwa hari lahirnya Pancasila 1 Juni 1945 tidak
bisa dilepaskan dari Soekarno. Sebab Soekarno adalah satu-satunya orang
yang mengemukakan Pancasila sebagai dasar negara di depan sidang
BPUPKI 29 Mei - 1 Juni 1945.
Pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno mengajukan usul mengenai
calon dasar negara yang terdiri atas lima hal, yaitu: (1) Nasionalisme
(Kebangsaan Indonesia), (2) Internasionalisme (Perikemanusiaan), (3)
Mufakat atau Demokrasi, (4) Kesejahteraan Sosial, dan (5) Ketuhanan yang
Berkebudayaan.
Kelima hal ini oleh Bung Karno diberi nama Pancasila. Lebih
lanjut Bung Karno mengemukakan bahwa kelima sila tersebut dapat diperas
menjadi Trisila, yaitu: 1. Sosio-nasionalisme, 2. Sosio-demokrasi, 3.
Ketuhanan. Berikutnya tiga hal ini menurutnya juga dapat diperas menjadi
Ekasila yaitu Gotong Royong.
Universitas Budi Luhur
48. 44
Selesai sidang pertama, pada tanggal 1 Juni 1945 para anggota
BPUPKI sepakat untuk membentuk sebuah panitia kecil yang tugasnya
adalah menampung usul-usul yang masuk dan memeriksanya serta
melaporkan kepada sidang pleno BPUPKI. Tiap-tiap anggota diberi
kesempatan mengajukan usul secara tertulis paling lambat sampai dengan
tanggal 20 Juni 1945. Adapun anggota panitia kecil ini terdiri atas delapan
orang, yaitu Ir. Soekarno, Ki Bagus Hadikusumo, K.H. Wachid Hasjim, Mr.
Muh. Yamin, M. Sutardjo Kartohadikusumo, Mr. A.A. Maramis, R. Otto
Iskandar Dinata, dan Drs. Muh. Hatta.
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat gabungan antara Panitia
Kecil, dengan para anggota BPUPKI yang berdomisili di Jakarta. Hasil yang
dicapai antara lain disetujuinya dibentuknya sebuah Panitia Kecil Penyelidik
Usul-Usul/Perumus Dasar Negara, yang terdiri atas sembilan orang, yaitu: Ir.
Soekarno, Drs. Muh. Hatta, Mr. A.A. Maramis, K.H. Wachid Hasyim, Abdul
Kahar Muzakkir, Abikusno Tjokrosujoso, H. Agus Salim, Mr. Ahmad
Subardjo, dan Mr. Muh. Yamin.
Panitia Kecil yang beranggotakan sembilan orang ini pada tanggal
itu juga melanjutkan sidang dan berhasil merumuskan calon Mukadimah
Hukum Dasar, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan “Piagam
Jakarta”. Dalam sidang BPUPKI kedua, tanggal 10-16 Juli 1945, hasil yang
dicapai adalah merumuskan rancangan Hukum Dasar. Sejarah berjalan terus.
Pada tanggal 9 Agustus dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Universitas Budi Luhur
49. 45
(PPKI). Pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada
Sekutu, dan sejak saat itu Indonesia kosong dari kekuasaan. Keadaan tersebut
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh para pemimpin bangsa Indonesia,
yaitu dengan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17
Agustus 1945. Sehari setelah proklamasi kemerdekaan PPKI mengadakan
sidang, dengan acara utama (1) mengesahkan rancangan Hukum Dasar
dengan preambulnya (Pembukaannya) dan (2) memilih Presiden dan Wakil
Presiden.
4.1.3 Ir. Soekarno
Penjelasan tentang Ir. Soekarno pada sub bab ini merupakan
ringkasan peneliti dari berbagai sumber yang didapat seperti buku Soekarno
Penjambung Lidah Rakjat Indonesia tulisan Cindi Adams yang ditulis dari
hasil wawancaranya dengan Ir. Soekarno. Wawancara yang dilakukan
merupakan permintaan langsung dari Ir. Soekarno untuk menuliskan riwayat
hidupnya pada masa akhir hidup Soekarno. Selain buku tersebut ada pula
beberapa sumber lain yang digunakan oleh peneliti dengan upaya untuk
benar-benar dapat memahami alam pikiran Ir. Soekarno semasa ia hidup.
Ir. Soekarno lahir di Blitar, Jawa Timur, pada tanggal 6 Juni 1901
dan wafat di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun. Beliau adalah
Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945 - 1966. Ia
memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari
penjajahan Belanda. Ia adalah menggali kembali Pancasila dari sari pati
Universitas Budi Luhur
50. 46
Bangsa Indonesia. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia bersama
dengan Mohammad Hatta yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945.
Soekarno semenjak kecil sudah sangat cerdas dan mempunyai
kemampuan memimpin yang terbawa sejak lahir. Kedua orang tuanya sangat
percaya bahwa dia akan menjadi seorang pemimpin besar karena dilahirkan
pada saat fajar tiba. Sejak keccil ayahnya sudah merencanakan pendidikan
yang akan diberikan kepada Soekarno agar ia dapat menjadi orang besar.
Ayahnya menggunnakan haknya sebagai keturunan dari keluarga raja untuk
memasukan Soekarno ke sekolah untuk anak-anak Belanda, karena hanya
dari sekolah itulah Soekarno dapat melajutkan pendidikan formalnya sampai
ke perguruan tinggi seperti yang direncanakan oleh ayahnya.
Pekerjaan ayahnya sebagai seorang guru menjadikan Soekarno
sangat dekat dengan ruang pendidikan dan menganggap bahwa pendidikan
sangatlah penting untuk menjadi sukses dalam hidup. Hal ini mempengaruhi
Soekarno sehingga ia sangat gemar membaca dan mendengarkan orang
berdiskusi, ia juga sangat gemar belajar dan lebih meluangkan waktunya
semasa remaja untuk belajar.
Latar belakang dan pendidikan
Soekarno dilahirkan dengan nama Kusno Sosrodihardjo. Ayahnya
bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo, seorang guru di Surabaya, Jawa.
Ibunya bernama Ida Ayu Nyoman Rai berasal dari Buleleng, Bali. Ketika
kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya di Tulungagung, Jawa Timur. Pada
Universitas Budi Luhur
51. 47
usia 14 tahun, seorang kawan dari ayahnya yang bernama Oemar Said
Tjokroaminoto mengajak Soekarno tinggal di Surabaya dan disekolahkan ke
Hoogere Burger School (H.B.S.) di sana sambil mengaji di tempat
Tjokroaminoto. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para
pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu.
Soekarno kemudian bergabung dengan organisasi Jong Java (Pemuda Jawa).
Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School
(sekarang ITB) di Bandung, dan tamat pada tahun 1925. Saat di Bandung,
Soekarno berinteraksi dengan Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes
Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische
Partij10.
Semasa kecilnya, Soekarno sangat gemar dengan pertunjukan
wayang. Dengan tinggal bersama dengan kakeknya, Soekarno kecil sering
diajak untuk ikut menonton pertunjukan wayang. Soekarno kecil dengan
kecerdasannya dapat memahami inti dari cerita wayang yang ia tonton.
Di usia muda, Soekarno dititipkan kepada Tjokroaminoto yang saat
itu sangat aktif dalam Serikat Islam (SI). Soekarno mendapatkan pemahaman
tentang Islam yang lebih mendalam dari Tjokroaminoto dan teman-temannya
di SI. Selain mendapatkan pengetahuan tentang Islam, Soekarno juga
mendapatkan kemudahan dalam membaca buku-buku pengetahuan yang
dimiliki oleh Tjokroaminoto, terutama yang menjadi kesukaannya adalah
buku-buku tentang filsafat.
10
Partai Nasional Indonesia (Bahasa Belanda)
Universitas Budi Luhur
52. 48
Selanjutnya Soekarno meneruskan sekolahnya di TBS di Bandung.
Di sana dia tinggal di rumah temannya Tjokroaminoto. Ketika bersekolah di
TBS, Soekarno memulai aktifitas pergerakan politiknya untuk menentang
penjajah. Ia mulai menulis artikel-artikel perlawanan, selain aktif dalam
kelompok-kelompok diskusi. Salah satu tulisannya yang terkenal berjudul
Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme yang di muat dalam Suluh
Indonesia. Sedangkan kelompok diskusi yang ia buat berkembang menjadi
Partai Nasional Indonesia (PNI).
Karena aktifitas politiknya, Soekarno ditangkap dan diadili oleh
Pemerintah Kolonial Belanda. Pada saat itulah Soekarno menyampaikan
pledoinya yang terkenal dengan judul Indonesia Menggugat di hadapan
hakim dari Belanda. Berdasarkan keputusan pengadilan, Soekarno pun di
penjara di rumah tahanan di Bandung. selain di penjara, Soekarno juga
beberapa kali diasingkan, namun semua hal itu tidak menurunkan semangat
Soekarno untuk memerdekakan bangsanya dari penjajahan.
Soekarno juga memimpin organisasi Putera pada masa penjajahan
Jepang. Hal ini karena janji Perdana Mentri Jepang yang akan memberikan
kemerdekaan kepada Bangsa Indonesia di kemudian hari jika bersedia
membantu Jepang dalam perang. Namun pada saat Jepang mengalami
kekalahan perang, para pemuda Indonesia segera menemui dan
mengamankan Soekarno dan Hatta dengan membawa mereka ke Rengas
Dengklok. Di sana, para pemuda Indonesia mendesak Soekarno untuk segera
Universitas Budi Luhur
53. 49
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Keesokan harinya pada tanggal
17 Agustus 1945, Soekarno bersama Hatta memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia dan tidak lama setelah itu mereka berdua di tetapkan sebagai
Presiden dan Wakil Presiden Indonesia yang pertama.
4.2 Pembahasan
Dalam penelitian ini, hasil penelitian dan pembahasan merupakan
hasil dari interpretasi yang penulis lakukan terhadap teks-teks dalam pidato Ir.
Soekarno tanggal 1 Juni 1945. Ada beberapa alasan mengapa penulis memilih
teks-teks yang akan diteliti kemudian adalah yaitu pertama adalah karena teks
ini merupakan sebuah momen sejarah yang sangat penting karena dikenal
juga sebagai Kelahiran Pancasila. Kedua, pidato ini disampaikan dan menjadi
jawaban dalam rapat BPUPKI yang pada saat itu sedang membahas persoalan
bangsa mengenai Dasar Indonesia Merdeka.
Proses pemaknaan tersebut menggunakan metode hermeneutika
Wilhelm Dilthey. Berikut ini adalah hasil penelitian dan pembahasan untuk
mengetahui seperti apa pemahaman Pancasila yang dimaksud oleh Ir.
Soekarno.
Ir. Soekarno memberikan lima dasar yang disebut Pancasila untuk
menjadi Dasar Negara Indonesia Merdeka, kelima dasar itu adalah:
1. Kebangsaan,
2. Internasionalisme,
Universitas Budi Luhur
54. 50
3. Musyawarah mufakat, perwakilan,
4. Keadilan sosial, dan
5. Ketuhanan Yang Maha Esa
Penjelasan makna kelima dasar di atas adalah sebagai berikut:
1. Nasionalisme, yang memiliki pemahaman bahwa perlu adanya
kecintaan Bangsa Indonesia terhadap tanah airnya yang meliputi
seluruh wilayah nusantara dari utara Pulau Sumatera sampai
selatan Pulau Irian dan rasa persatuan dengan memahami bahwa
semua suku di dalamnya merupakan satu bangsa yang sama yaitu
Bangsa Indonesia. Dasar ini di kemudian hari kita kenal sebagai
sila Persatuan Indonesia.
2. Peri Kemanusiaan atau Internasionalisme, dasar ini memiliki
pemahaman bahwa perlu adanya perilaku menghargai bangsa lain
dan menghindari pemahaman yang meninggikan bangsa sendiri di
atas bangsa lain, memahami bahwasannya setiap bangsa setara
dan sejajar kedudukannya. Dasar ini kita kenal sebagai sila
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
3. Permusyawaratan perwakilan, dasar ini dapat dipahami sebagai
demokrasi yang dalam mengambil keputusan lebih
mengedepankan musyawarah untuk mufakat dan dengan
persamaan hak untuk setiap golongan untuk memberikan
perwakilan-perwakilannya di lembaga parlemen yang ada. Dasar
Universitas Budi Luhur
55. 51
ini kita kenal sebagai sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan.
4. Keadilan Sosial, dasar ini melengkapi dan menyempurnakan sistem
demokrasi Indonesia yang dapat dipahami bahwa demokrasi
Indonesia bukan hanya memberikan keadilan dalam politik tetapi
juga menjamin keadilan dalam ekonomi. Demokrasi yang
menjamin akan terciptanya kesejahteraan seluruh rakyat
Indonesia. Dasar ini kemudian kita kenal sebagai sila Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Ketuhanan Yang Maha Esa, dasar ini dapat kita pahami bahwa
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang ber-Tuhan, tetapi Tuhan
yang berkebudayaan. Ketuhanan yang saling menghargai
perbedaan pendapat dan keyakinan dalam semangat persatuan
Kebangsaan Indonesia. Ketuhanan yang saling menghormati dan
saling menghargai antar umat beragama.
4.2.1 Analisis Dasar Pertama
Di bawah ini merupakan teks yang memberikan gambaran
mengenai dasar pertama Pancasila yaitu dasar Kebangsaan yang di
maksudkan oleh Ir. Soekarno pada pidato di dalam rapat BPUPKI tanggal 1
Juni 1945:
Universitas Budi Luhur
56. 52
… itu bukan berarti satu kebangsaan dalam arti yang
sempit, tetapi saya menghendaki satu nationale staat11, seperti
yang saya katakan dalam rapat di Taman Raden Saleh beberapa
hari yang lalu. Satu Nationale Staat Indonesia bukan berarti staat
yang sempit. Sebagai Saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo katakan
kemarin, maka Tuan adalah orang bangsa Indonesia, bapak Tuan
pun adalah orang Indonesia, nenek Tuan pun bangsa Indonesia,
datuk datuk Tuan, nenek moyang Tuan pun bangsa Indonesia. Di
atas satu kebangsaan Indonesia, dalam arti yang dimaksudkan
oleh Saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo itulah, kita dasarkan
Negara Indonesia…(Lahirnya Pancasila)
Dalam kutipan di atas, Ir. Soekarno menghendaki adanya rasa
Kebangsaan di antara seluruh rakyat Indonesia. Kebangsaan dalam arti yang
luas yaitu yang telah terjalin sejak masa leluhur kita. Lebih lanjut, Ir.
Soekarno mengatakan:
Tempat itu yaitu tanah air. Tanah air itu adalah satu
kesatuan. Allah s.w.t. membuat peta dunia, menyusun peta dunia.
Kalau kita melihat peta dunia, kita dapat menunjukkan di mana
“kesatuan kesatuan” di situ. Seorang anak kecil pun – jikalau ia
melihat peta dunia – ia dapat menunjukkan bahwa kepulauan
Indonesia merupakan satu kesatuan. Pada peta itu dapat
ditunjukkan satu kesatuan gerombolan pulau pulau di antara 2
lautan yang besar, Lautan Pacific dan Lautan Hindia, dan di
antara 2 benua, yaitu Benua Asia dan Benua Australia. Seorang
anak kecil dapat mengatakan, bahwa pulau pulau Jawa,
Sumatera, Borneo, Selebes, Halmahera, Kepulauan Sunda Kecil,
Maluku, dan lain lain pulau kecil di antaranya, adalah satu
kesatuan.(Lahirnya Pancasila)
Di sini disampaikan dan ditekankan bahwa kesatuan Bangsa
Indonesia dan merupakan tanah air Bangsa Indonesia sejak jaman leluhur
yang mencakup seluruh Kepulauan Nusantara, dari ujung utara Sumatera
sampai ujung selatan Irian, merupakan sebuah kesatuan yang telah
11
Nationale staat, berasal dari Bahasa Belanda yang artinya Negara Nasional
Universitas Budi Luhur
57. 53
ditakdirkan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya perkataan di atas
diperkuat lagi dengan logika ilmiah dari ilmu Geopolitik melaui perkataan:
Maka manakah yang dinamakan tanah tumpah darah kita,
tanah air kita? Menurut geopolitik, maka Indonesia lah tanah air
kita. Indonesia yang bulat – bukan Jawa saja, bukan Sumatera
saja, atau Borneo saja, atau Selebes saja, atau Ambon saja, atau
Maluku saja, tetapi segenap kepulauan yang ditunjuk oleh Allah
s.w.t. menjadi suatu kesatuan antara dua benua dan dua samudera
– itulah tanah air kita!(Lahirnya Pancasila)
Penekanan selanjutnya untuk menegaskan maksud maksud di atas
disampaikan melaui kalimat:
Pendek kata, bangsa Indonesia – Natie Indonesia –
bukanlah sekadar satu golongan orang yang hidup dengan “le
desir d’etre ensemble”12 di atas daerah yang kecil seperti
Minangkabau, atau Madura, atau Yogya, atau Sunda, atau Bugis,
tetapi bangsa Indonesia ialah seluruh manusia manusia yang,
menurut geopolitik yang telah ditentukan oleh Allah s.w.t., tinggal
di kesatuannya semua pulau pulau Indonesia dari ujung Utara
Sumatera sampai ke Irian! Seluruhnya!(Lahirnya Pancasila)
Perkataan selanjutnya yang menerangkan mengenai maksud dari
dasar kebangsaan yang diinginkan oleh Ir. Soekarno adalah:
Nationale staat hanya Indonesia seluruhnya, yang telah
berdiri di zaman Sriwijaya dan Majapahit dan yang kini pula kita
harus dirikan bersama sama. Karena itu, jikalau Tuan tuan
terima baik, marilah kita mengambil sebagai dasar Negara yang
pertama: Kebangsaan Indonesia. Kebangsaan Indonesia yang
bulat! Bukan kebangsaan Jawa, bukan kebangsaan Sumatera,
bukan kebangsaan Borneo, Sulawesi, Bali, atau lain lain, tetapi
kebangsaan Indonesia, yang bersama sama menjadi dasar satu
nationale staat.(Lahirnya Pancasila)
12
le desir d’etre ensemble atau l’ame et le desir, bahasa Perancis yang berarti persatuan jiwa dan
kehendak
Universitas Budi Luhur
58. 54
Kalimat di atas menegaskan bahwa Negara Indonesia harus
dibangun bersama-sama oleh seluruh Bangsa Indonesia, bukan hanya
penduduk Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali atau pun suku bangsa lainnya
tetapi keseluruhan penduduk kepulauan nusantara seperti yang pernah
dibangun oleh leluhur bangsa pada masa Sriwijaya dan Majapahit.
Selanjutnya, untuk merangkul pula rakyat Indonesia yang merupakan
keturunan Tionghoa, pada rapat itu diwakili oleh Liem Koen Hian, Ir.
Soekarno menyampaikan:
Saya mengaku, pada waktu saya berumur 16 tahun, duduk
di bangku sekolah HBS di Surabaya, saya dipengaruhi oleh
seorang sosialis yang bernama A. Baars, yang memberi pelajaran
kepada saya. Katanya: “Jangan berpaham kebangsaan, tetapi
berpahamlah rasa kemanusiaan sedunia, jangan mempunyai rasa
kebangsaan sedikitpun”. Itu terjadi pada tahun ’17. Tetapi pada
tahun 1918, alhamdulillah, ada orang lain yang memperingatkan
saya, ialah Dr. Sun Yat Sen! Di dalam tulisannya, San Min Chu I
atau The Three People’s Principles, saya mendapat pelajaran yang
membongkar kosmopolitisme yang diajarkan oleh Baars itu.
Dalam hati saya sejak itu tertanamlah rasa kebangsaan, oleh
pengaruh The Three People’s Principles itu. Maka oleh karena itu,
jikalau seluruh bangsa Tionghoa menganggap Dr. Sun Yat Sen
sebagai penganjurnya, yakinlah, bahwa Bung Karno juga seorang
Indonesia yang dengan perasaan hormat sehormat hormatnya
merasa berterima kasih kepada Dr. Sun Yat Sen, sampai masuk
ke lobang kubur.(Lahirnya Pancasila)
Kutipan di atas dimaksudkan untuk merangkul rakyat Indonesia
keturunan Tionghoa yang sejak lama menjadi bagian dari Bangsa Indonesia.
Pada teks di atas juga menerangkan bahwa paham kebangsaan yang dimaksud
oleh Ir. Soekarno sama seperti yang dimaksudkan oleh Sun Yat Sen di dalam
Universitas Budi Luhur
59. 55
prinsipnya yang terkenal sebagai San Min Chu I atau The Three People’s
Principles13.
Keseluruhan kutipan pidato di atas yang peneliti sajikan
menjelaskan dasar pertama dari Pancasila yaitu dasar Kebangsaan atau
Nasionalisme. Nasionalisme yang dimaksud adalah rasa cinta, rasa memiliki,
serta rasa persatuan terhadap tanah air yang ada di hati seluruh rakyat
Indonesia dari utara Sumatera sampai selatan Irian. Bukan lagi terpisah-pisah
berdasarkan kerajaan-kerajaan atau suku-suku bangsa. Melainkan
keseluruhan kepulauan Nusantara seperti yang terjadi pada masa Sriwijaya
dan majapahit. Selain itu Ir. Soekarno juga menekankan perlunya dan
pentingnya rasa persatuan dan persamaan tanah air di antara setiap suku
bangsa dan golongan yang ada di Indonesia untuk membangun Negara
Indonesia Merdeka.
Metode analisa Hermeneutika Dilthey menggunakan autobiografi
komunikator sebagai dasar analisis, dalam penelitian ini peneliti
menggunakan autobiografi Ir. Soekarno. Berikut ini adalah kutipan dari buku
autobiografinya yang ditulis oleh Cindy Adams.
… Aku adalah anak dari seorang ibu kelahiran Bali dari
kasta Brahmana. Ibuku, Idaju, asalnja dari keturunan bangsawan.
Radja Singaradja jang terachir adalah paman ibu. Bapakku
berasal dari Djawa. Nama lengkapnja Raden Sukemi
Sosrodihardjo. Dan bapak berasal~dari kieturunan Sultan Kediri
….
13
San Min Chu I atau The Three People’s Principles adalah tiga prinsip yang dibuat oleh Dr. Sun
Yat Sen untuk membentuk Negara China yang demokratis (Taiwan). Berisi tiga pedoman yaitu
Nasionalisme, Demokrasi, dan Sosialisme.
Universitas Budi Luhur
60. 56
Kutipan berikutnya dari buku yang sama yang menguatkan
pandangannya mengenai dasar pertama ini adalah:
… Mengapa nasib kita tidak berobah djika rakjat kita
telah berdjoang melawan sistim ini sedjak berabad-abad ?”
“Karena pahlawan-pahlawan kita selalu berdjoang sendiri-
sendiri. Masing-masing berperang dengan pengikut jang ketjil
didaerah jang terbatas," Alimin mendjawab. “0., mereka kalah
karena tidak bersatu," kataku …
Maka pendapat Ir. Soekarno mengenai dasar pertama ini dapat
dimengerti dengan mengingat bahwa dia merupakan anak dari perkawinan
campuran antara dua suku yang berbeda yaitu Suku Jawa dan Suku Bali.
Selain itu, jika kita ingat bahwa dia seringkali diasingkan ke pulau
terpencil oleh Pemerintah Kolonial, Ir. Soekarno selalu diterima dengan baik
oleh penduduk setempat tanpa memandang dari suku apa dia berasal. Lalu
dapat kita lihat juga melalui tulisannya yang berjudul Nasionalisme,
Islamisme, dan Marxisme yang dia buat di atas keprihatinannya terhadap
keadaan perjuangan kemerdekaan Indonesia yang pada saat itu terpecah belah
di dalam tiga golongan yaitu golongan nasionalis, islamis dan komunis. Ir.
Soekarno menginginkan persatuan di ketiga golongan karena ia berpendapat
bahwa hanya dengan bersatulah Indonesia merdeka dapat tercapai karena
dengan tidak adanya persatuan maka setiap perlawanan menjadi lemah dan
situasi itulah yang diinginkan oleh Penjajah agar Bangsa Indonesia tetap
terpecah belah.
Universitas Budi Luhur
61. 57
4.2.2 Analisis Dasar Kedua
Dasar Kebangsaan yang dijadikan dasar pertama oleh Ir. Soekarno
memiliki kelemahan yang disadari olehnya, oleh karena itu Ir. Soekarno
menjadikan Internasionalisme atau Kemanusiaan sebagai dasar kedua untuk
mengimbangi dan menyempurnakan dasar yang pertama. Hal ini dijelaskan
dalam pidato yang sama, seperti yang dikutip oleh peneiti di bawah ini:
Saudara saudara. Tetapi........ tetapi........... memang
prinsip kebangsaan ini ada bahayanya! Bahayanya ialah mungkin
orang meruncingkan nasionalisme menjadi chauvinisme14,
sehingga berfaham “Indonesia uber Alles15". Inilah bahayanya!
Kita cinta tanah air yang satu, merasa berbangsa yang satu,
mempunyai bahasa yang satu. Tetapi Tanah Air kita Indonesia
hanya satu bahagian kecil saja dari pada dunia! Ingatlah akan hal
ini!(Lahirnya Pancasila)
Selanjutnya Ir. Soekarno juga menambahkan penjelasan:
Kebangsaan yang kita anjurkan bukan kebangsaan yang
menyendiri, bukan chauvinisme, sebagai dikobar kobarkan orang
di Eropah, yang mengatakan “Deutschland uber Alles", tidak ada
yang setinggi Jermania, yang katanya, bangsanya minulyo,
berambut jagung dan bermata biru bangsa Aria yang
dianggapnya tertinggi di atas dunia, sedang bangsa lain lain
tidak ada harganya. Jangan kita berdiri di atas azas demikian,
Tuan tuan, jangan berkata, bahwa bangsa Indonesialah yang
terbagus dan termulya, serta meremehkan bangsa lain. Kita harus
menuju persatuan dunia, persaudaraan dunia.(Lahirnya
Pancasila)
Dalam kutipan pidato di atas, Ir. Soekarno menjelaskan bahwa
sebagai sebuah bangsa kita tidak boleh memandang bangsa kita yang tertinggi
karena pada dasarnya semua bangsa terlahir sejajar dan setara, tidak ada yang
14
Chauvinisme berarti rasa cinta tanah air yang berlebihan
15
Berarti Indonesia berada di atas semua bangsa
Universitas Budi Luhur
62. 58
lebih tinggi dan tidak ada yang lebih rendah. Lalu ia memberikan penegasan
kembali dengan mengatakan:
Kita bukan saja harus mendirikan negara Indonesia
Merdeka, tetapi kita harus menuju pula kepada kekeluargaan
bangsa bangsa.
Justru inilah prinsip saya yang kedua. Inilah filosofisch
princiep yang nomor dua, yang saya usulkan kepada Tuan tuan,
yang boleh saya namakan “internasionalisme". Tetapi jikalau saya
katakan internasionalisme, bukanlah saya bermaksud
kosmopolitisme, yang tidak mau adanya kebangsaan, yang
mengatakan tidak ada Indonesia, tidak ada Nippon, tidak ada
Birma, tidak ada Inggris, tidak ada Amerika, dan lain lainnya.
Internasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak
berakar di dalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat
hidup subur, kalau tidak hidup dalam taman sarinya
internasionalisme. Jadi, dua hal ini, saudara saudara, prinsip 1
dan prinsip 2, yang pertama tama saya usulkan kepada
tuan tuan sekalian, adalah bergandengan erat satu sama
lain.(Lahirnya Pancasila)
Kalimat-kalimat di atas sangat menegaskan bentuk kebangsaan
yang dimaksud pada dasar pertama dan bentuk paham kemanusiaan sebagai
dasar kedua yang diinginkan Ir. Soekarno sebagai dasar Negara Indonesia
Merdeka. Dia menginginkan Bangsa Indonesia yang nasionalis tapi tidak
berlebihan, dengan pengertian, tetap menganggap semua bangsa sejajar
martabatnya. Ir. Soekarno menginginkan Bangsa Indonesia tergabung dalam
kekeluargaan bangsa-bangsa di dunia untuk menjaga perdamaian dunia.
Universitas Budi Luhur