SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  29
UNDANG-UNDANG
 PEMILU ANGGOTA
 DPR, DPD & DPRD
                     2012


                  Oleh
        Dr. HALILUL KHAIRI, M.Si


Dosen Imlu Pemerintahan IPDN, Kemendagri
Doktor Ilmu Pemerintahan Universitas
 Padjadjaran Bandung (2009)
Email: halilul@yahoo.com
Hp : 0811856657
Pemilihan Umum (Pemilu) adalah
   sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat
         yang dilaksanakan secara
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, & adil
          dalam NKRI berdasarkan
          Pancasila dan UUD 1945
Metamorfosis UU 12/2003 ke 10/2008 dan……




Beberapa Isu-Isu Strategis pada Proses Pembahasan UU
Pemilu di DPR

4.   Keinginan untuk penyederhanaan partai politik peserta pemilu,
5.   Keinginan untuk menaikkan ET (Electoral Threshould),
6.   Keinginan untuk menaikkan PT (Parlementary Threshould),
7.   Syarat Parpol mengikuti Pemilu
Beberapa upaya yang dilakukan dalam penyederhanaan
Partai Politik

Pasal 202 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 menentukan sebagai
berikut: Ayat (1) Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi
ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 2,5% (dua koma
lima perseratus) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan
dalam penentuan perolehan kursi DPR. Sedangkan ayat (2) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam penentuan
perolehan kursi DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. 




                  Usulan di RUU Pemilu 2,5 – 5 %


                  Di setujui pada UU Pemilu 3,5%
UU Pemilu saat ini yang disetujui:
Pasal 208
Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang
batas perolehan suara sekurang-kurangnya 3,5 % (tiga
koma lima perseratus) dari jumlah suara sah secara
nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan
kursi anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota.

Pasal 209, ayat 1
Partai Politik Peserta Pemilu yang tidak memenuhi
ambang batas perolehan suara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 208, tidak disertakan pada penghitungan
perolehan kursi DPR, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota di setiap daerah pemilihan.
Pada UU 10/2008 yang berlaku dipemilu 2009 lalu,
ambang batas tidak dikenal dalam penentuan kursi
DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Jadi, apabila
sebelumnya seorang calon anggota DPRD dapat
memperoleh kursi ketika suaranya memenuhi Bilangan
Pembagi Pemilih (BPP).
Sedangkan pada pemilu 2014 akan berubah. Seorang
caleg DPRD yang memenuhi BPP tidak akan mendapat
kursi apabila perolehan suara nasional partainya tidak
mencapai angka ambang batas yang ditentukan UU.
Urutan nama parpol, nomor urut parpol, jumlah
perolehan suara dan persentasenya, jumlah
perolehan kursi dan persentasenya (Tahun
2009):

1. Partai Demokrat (31) 21.703.137 suara (20,85%) 148 kursi (26,42%)
2. Partai Golkar (23) 15.037.757 suara (14,45%) 108 kursi (19,29%)
3. PDIP (28) 14.600.091 suara (14,03%) 93 kursi (16,61%)
4. PKS (8) 8.206.955 suara (7,88%) 59 kursi (10,54%)
5. PAN (9) 6.254.580 suara (6,01%) 42 kursi (7,50%)
6. PPP (24) 5.533.214 suara (5,32%) 39 kursi (6,96%)
7. PKB (13) 5.146.122 suara (4,94%) 30 kursi (5,36%)
8. Partai Gerindra (5) 4.646.406 suara (4,46%) 26 kursi (4,46%)
9. Partai Hanura (1) 3.922.870 suara (3,77%) 15 kursi (2,68%)
10. PBB (27) 1.864.752 suara atau 1,79%
11. PDS (25) 1.541.592 suara atau 1,48%
12. PKNU (34) 1.527.593 suara atau 1,47%
13. PKPB (2) 1.461.182 suara atau 1,40%
14. PBR (29) 1.264.333 suara atau 1,21%
15. PPRN (4) 1.260.794 suara atau 1,21%
16. PKPI (7) 934.892 suara atau 0,90%
17. PDP (16) 896.660 suara atau 0,86%
18. Partai Barnas (6) 761.086 suara atau 0,73%
19. PPPI (3) 745.625 suara atau 0,72%
20. PDK (20) 671.244 suara atau 0,64%



21. Partai RepublikaN (21) 630.780 suara atau 0,61%
22. PPD (12) 550.581 suara atau 0,53%                 31. PIS (33) 320.665 suara atau 0,31%
23. Partai Patriot (30) 547.351 suara atau 0,53%      32. PNI Marhaenisme (15) 316.752 suara atau 0,30%
24. PNBKI (26) 468.696 suara atau 0,45%               33. Partai Buruh (44) 265.203 suara atau 0,25%
25. Partai Kedaulatan (11) 437.121 suara atau 0,42%   34. PPIB (10) 197.371 suara atau 0,19%
26. PMB (18) 414.750 suara atau 0,40%                 35. PPNUI (42) 146.779 suara atau 0,14%
27. PPI (14) 414.043 suara atau 0,40%                 36. PSI (43) 140.551 suara atau 0,14%
28. PKP (17) 351.440 suara atau 0,34%                 37. PPDI (19) 137.727 suara atau 0,13%
29. Partai Pelopor (22) 342.914 suara atau 0,33%      38. Partai Merdeka (41) 111.623 suara atau 0,11%
30. PKDI (32) 324.553 suara atau 0,31%
Usulan Fraksi-Fraksi       di DPR saat penyusunan
RUU:

•Fraksi Partai Demokrat : 4% (empat perseratus)
4.Fraksi Partai Golkar    : 5% (lima perseratus)
5.Fraksi PDI Perjuangan            : 5% (lima perseratus)
6.Fraksi PKS              : 3-4% (tiga sampai dengan
                            empat perseratus)
5.Fraksi PAN     : 2,5% (dua koma lima perseratus)
6. Fraksi PPP    : 2,5% ((dua koma lima perseratus)
7. Fraksi KB     : 2,5% (dua koma lima perseratus)
8. Gerindra      : 2,5% (dua koma lima perseratus)
9. F Hanura      : 2,5% (dua koma lima perseratus)
Wacana
Alternatif solusi lain, yaitu:

Ambang batas parlemen ganda (parliamentary
threshold), yakni 5 persen untuk partai politik (parpol)
dan 7,5 persen untuk gabungan parpol. Penerapan
ambang batas ganda dianggap sebagai jawaban untuk
menyederhanakan sistem multipartai, sekaligus
meminimalkan suara hilang atau tak terpakai.
     Di antara negara yang menerapkan
         ambang batas ganda adalah
      Rumania, Bulgaria, dan Hungaria.
Besaran Threshold di beberapa negara:

Belanda (0,7 persen),   Denmark (1,6 persen), Italia (2
persen), Austria (2,6   persen), Yunani (3,3 persen),
Norwegia (4 persen),    Swedia (4 persen), Belgia (4,8
persen), Jerman (5       persen), dan Finlandia (5,4
persen).
Alternatif lain
solusi penyederhanaan Parpol di Parlemen

Dengan cara memperkecil jumlah kursi di dapil, bukan
dengan mempertinggi ambang batas parlemen.


       Terkait besaran kursi dapil, RUU Pemilu
       inisiatif DPR mencantumkan 3-10 kursi,
       sementara pemerintah mengusulkan satu
       dapil dialokasikan minimal 3 -6 kursi
Upaya mendorong penyederhanaan partai politik dapat
   dilakukan juga dengan menggunakan sistem distrik.


           Dengan penerapan sistem distrik dapat mendorong ke arah
integrasi partai-partai politik dan mendorong penyederhanaan partai
tanpa harus melakukan paksaan;
           Dalam sistem distrik, teritori sebuah negara dibagi menjadi
sejumlah distrik. Banyaknya jumlah distrik itu sebanyak jumlah
anggota parlemen yang akan dipilih. Setiap distrik akan dipilih satu
wakil rakyat. Oleh karena itu, sistem ini biasa disebut “single-
member constituency.”
           Dalam sistem distrik berlaku prinsip the winner takes
all. Partai minoritas tidak akan pernah mendapatkan wakilnya.
Katakanlah, dalam sebuah distrik ada sepuluh partai yang ikut serta.
Tokoh dari Partai A hanya menang 25%, namun tokoh partai lain
memperoleh suara yang lebih kecil. Walau hanya mendapatkan suara
25% suara, distrik itu akan diwakili oleh tokoh partai A. Sembilan
tokoh lainnya akan tersingkir
Karakteristik Sistem Distrik
a. The first past the post / The winner take all

   Sistem distrik didasarkan atas kesatuan geografis. Setiap kesatuan
   geografis (distrik) mempunyai satu wakil dalam parlemen. Untuk
   keperluan itu negara dibagi dalam sejumlah besar distrik pemilihan
   yang kira-kira sama jumlah penduduknya. Karena satu distrik
   hanya berhak atas satu wakil maka calon yang memperoleh suara
   pluralitas (suara terbanyak) dalam distriknya dapat menang. Hal ini
   dinamakan The first past the post. Suara-suara yang mendukung
   para calon lain yang kalah dianggap hilang dan tidak dapat dihitung
   membantu partainya di distrik lain, betapa kecil pun selisih
   kekalahannya. Sistem distrik ini merangsang partai kecil untuk
   membubarkan diri atau menggabungkan diri dengan partai lain,
   agar menjadi mayoritas.
a. Stembus Accord
   Kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik hanya satu,
   yang kemudian akan mendorong ke arah integrasi partai
   yaitu partai-partai menyisihkan perbedaan-perbedaan
   dan mengadakan kerjasama, sekurang-kurangnya
   menjelang pemilu. Proses kerjasama ini terjadi sebelum
   pemilu melalui apa yang disebut dengan Stembus Accord.
   Dengan berkurangnya partai pada gilirannya akan
   mempermudah terbentuknya pemerintahan yang stabil
   dan meningkatnya stabilitas nasional.
Sedangkan sistem penyederhanaan partai yang
   digunakan saat ini adalah dengan sistem
                proporsional


   Sistem proporsional memiliki mekanisme
   tersendiri untuk menyederhanakan jumlah
   partai politik. Penyederhanaan partai politik
   dalam rangka menghasilkan parlemen dan
   pemerintahan yang efektif, dalam era
   reformasi        ini     perundang-undangan
   menerapkan Electoral         Threshold pada
   Pemilu 1999 dan 2004, dan terbukti dari 48
   partai politik peserta Pemilu 1999 berkurang
   menjadi 24 partai politik pada Pemilu 2004.
Pada pemilu 1999, Indonesia menerapkan electoral
threshold sebesar 2% dari suara sah nasional.
Peserta pemilu yang lolos berdasarkan perolehan suara ada enam
partai. Dengan demikian, hanya keenam partai yang berhak
mengikuti Pemilu 2004, yakni PDI P, Golkar, PKB, PPP, PAN, dan
PBB.

Secara prosedural, partai-partai di luar keenam partai itu tidak
diperkenankan mengikuti Pemilu 2004. Tetapi, dalam praktiknya
tidak demikian, karena partai lama mengubah namanya atau
menambah satu kata di belakang nama partai sebelumnya. Artinya,
partai yang tidak memenuhi electoral threshold tetap ikut pemilu
berikutnya dengan karakter partai serta pengurus partainya tidak
Pemilu 2004 menerapkan angka electoral threshold menjadi
3% dari perolehan suara sah nasional. Hal ini dilakukan untuk
lebih memperketat partai-partai yang mengikuti Pemilu
berikutnya. Semangat dari peningkatan threshold yang
semakin besar yaitu untuk membangun sistem multipartai
sederhana dengan pendekatan yang lebih moderat.
Dengan threshold 3%, partai yang bisa mengikuti Pemilu
2009 hanya tujuh partai, yaitu Golkar, PDI P, PKB, PPP, PAN,
Partai Demokrat, dan PKS.

Tetapi faktanya di parlemen ada 17 partai. Hal ini yang
mengurangi keefektifan parlemen dalam bekerja karena
lambat. Artinya penerapan Electoral Threshold ternyata tidak
membuat partai mengerucut dan mendukung tata kelola
parlemen yang efektif .
PERHITUNGAN SUARA KURSI

Dalam ilmu pemilu dikenal dua metode:
• pertama, metode kuota (yang punya dua varian,
  yaitu kuota murni dan kuota Droop), dan:
• kedua, metode divisor (yang punya dua varian, yaitu
  divisor D'hont dan divisor Webster).


Sejak Pemilu 1955, pemilu-pemilu Orde Baru, hingga
Pemilu 2009, formula perolehan kursi selalu
menggunakan metode kuota murni
Perhitungan dengan cara kuota

Yaitu dengan membagi perolehan suara masing-masing partai
politik dengan jumlah total suara, lalu dikalikan jumlah kursi yang
tersedia di daerah pemilihan. Hasil bagi dan kali ini biasanya
dalam bentuk pecahan atau desimal. Partai yang memperoleh
angka penuh, berarti dapat kursi penuh. Sedang kursi tersisa,
dibagikan kepada partai yang mempunyai pecahan terbanyak
secara berurutan.

Secara matematika, metode kuota murni ini cenderung
menguntungkan partai menengah dan merugikan partai besar dan
kecil. Suara partai besar tersedot untuk mendapatkan kursi penuh,
sedang sisa suaranya akan dibandingkan dengan suara partai yang
tidak mendapatkan kursi. Sedangkan partai kecil tidak
mendapatkan apa-apa karena sisa suaranya pasti lebih banyak dari
partai menengah.
Lanjutan Kuota Murni….

Dengan kata lain, jika kuota 1 kursi atau BPP adalah 100
suara, partai yang memiliki 160 suara mendapatkan 1
kursi, sama dengan partai yang memiliki 85 suara,
karena sisa suara partai kedua lebih besar daripada sisa
suara partai pertama. Itulah sebabnya metode kuota
murni tidak disukai oleh partai-partai besar.
Kuota Droop…

Sebagai alternatifnya muncul metode kuota Droop. Perbedaan
pokoknya adalah menentukan BPP ditambah jumlah kursi ditambah 1
(m+1), sehingga pada hitungan pertama partai besar tidak terlalu
dirugikan, bahkan malah selalu diuntungkan. Metode Droop ini jarang
digunakan, karena dianggap mencederai prinsip proporsionalitas.


                    Kuota     Kursi dari     Kursi       Total
 Partai   Suara
                    Droop    Kuota Penuh     Sisa        Kursi
   A      42.000     2,94          2           1           3
   B      31.000     2,17          2           0           2
   C      15.000     1,50          1           0           1
   D      12.000     0,84          0           0           0
TOTAL     100.000                  5           1           6
Sebagai alternatif kedua (yang bertujuan tidak terlalu merugikan
partai besar) lahir metode divisor D'hondt dengan bilangan pembagi
pemilih 1, 2, 3, 4 dst. Cara kerja metode ini adalah sebagai berikut:
pertama, membagi perolehan suara setiap partai politik dengan
bilangan 1, 2, 3, 4 dst. Hasil bagi tersebut dirangking, dari yang tinggi
sampai yang rendah.

                                Alokasi D’hondt                Total
 Partai    Suara
                         V/1          V/2          V/3         Kursi
    A      42.000    42.000 (1)   21.000 (3)    14.000 (6)       3
    B      31.000    31.000 (2)   15.500 (4)      10.333         2
   C       15.000    15.000 (5)      7.500                       1
   D       12.000      12.000
  Total    100.000

Secara matematika, metode tsb di atas ternyata menguntungkan
partai besar
Finlandia, Israel, Belanda, Portugis, Spanyol dan Swiss adalah
negara-negara yang menggunakan D’Hondt.
Karena itu muncullah metode divisor St Lague atau Webster. Cara
kerjanya sama dengan metode d'Hont, hanya bilangan
pembaginya saja yang beda. Jika d'Hont bilangan pembaginya 1,
2, 3, 4 dst; Webster menggunakan bilangan pembagi 1, 3, 5, 7, dst.

                          Alokasi St. Lague/Webster             Total
Partai     Suara
                         V/1          V/3           V/5         Kursi
   A       42.000     42.000 (1)   14.000 (4)      8.400           2
   B       31.000     31.000 (2)   10.333 (5)       6200           2
   C       15.000     15.000 (3)     5.000                         1
   D       12.000     12.000 (6)                                   1
 Total     100.000                                                 6

Hasilnya memang lebih fair jika dibandingkan dengan d'Hont. Bahkan jika
dibandingkan dengan kuota murni pun hasilnya lebih fair. Dengan kata lain metode
divisor webster tidak mengandung bias terhadap partai besar maupun partai
menengah kecil. Itulah sebabnya metode ini banyak dipakai di negara-negara dunia
yang menggunakan sistem pemilu proporsional

Denmark, Norwegia dan Swedia adalah negara-negara yang menggunakan
varian St. Lague/Webster.
Dengan mengacu pada pemikiran tersebut dapat
     dikatakan sistem proporsional mempermudah
fragmentasi dan timbulnya partai-partai baru. Sedangkan
 pada sistem distrik mendorong kearah integrasi partai-
   partai politik karena kursi yang diperebutkan dalam
           setiap distrik pemilihan hanya satu.
•   berstatus badan hukum sesuai dengan Undang-Undang tentang
    Partai Politik;
•   memiliki kepengurusan di seluruh provinsi; YL: 2/3
•   memiliki kepengurusan di 75% (tujuh puluh lima perseratus)
    jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan;
•   memiliki kepengurusan di 50% (lima puluh perseratus) jumlah
    kecamatan di kabupaten/kota yang bersangkutan; YL: Tidak
    Ada
•   menyertakan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus)
    keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik
    tingkat pusat;
•   memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) orang
    atau 1/1.000 (satu perseribu) dari jumlah Penduduk pada
    kepengurusan partai politik sebagaimana dimaksud pada huruf
    c yang dibuktikan dengan kepemilikan kartu tanda anggota;
•   mempunyai kantor tetap untuk kepengurusan pada tingkatan
    pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sampai tahapan terakhir
    Pemilu;
•   mengajukan nama dan tanda gambar partai politik kepada KPU;
    dan
•   menyerahkan nomor rekening atas nama partai politik. YL:
    Tidak Ada
UU Pemilu 2012: Penyederhanaan Partai Politik melalui Ambang Batas Perolehan Suara

Contenu connexe

En vedette

En vedette (19)

Ud1
Ud1Ud1
Ud1
 
TODA A VERDADE SOBRE A LINHAÇA
TODA A VERDADE SOBRE A LINHAÇATODA A VERDADE SOBRE A LINHAÇA
TODA A VERDADE SOBRE A LINHAÇA
 
Xckj 8 B116 A双机互联的安装使用说明
Xckj 8 B116 A双机互联的安装使用说明Xckj 8 B116 A双机互联的安装使用说明
Xckj 8 B116 A双机互联的安装使用说明
 
Apostila php
Apostila phpApostila php
Apostila php
 
Próba1
Próba1Próba1
Próba1
 
Elevpresentasjon om ombudet
Elevpresentasjon om ombudetElevpresentasjon om ombudet
Elevpresentasjon om ombudet
 
TURN8 Program Presentation
TURN8 Program Presentation TURN8 Program Presentation
TURN8 Program Presentation
 
Employment allowance explained
Employment allowance explainedEmployment allowance explained
Employment allowance explained
 
Lisa Barnes PHC6946 Internship Paper
Lisa Barnes PHC6946 Internship PaperLisa Barnes PHC6946 Internship Paper
Lisa Barnes PHC6946 Internship Paper
 
B.S TRADING PROFILE
B.S TRADING PROFILEB.S TRADING PROFILE
B.S TRADING PROFILE
 
Painel3 4.manuel gomes
Painel3 4.manuel gomesPainel3 4.manuel gomes
Painel3 4.manuel gomes
 
w00t! T Mobile Case Study
w00t! T Mobile Case Studyw00t! T Mobile Case Study
w00t! T Mobile Case Study
 
развитие творческих способностей (презентация проекта)
развитие творческих способностей (презентация проекта)развитие творческих способностей (презентация проекта)
развитие творческих способностей (презентация проекта)
 
Stadsgids brugge2015(new look)
Stadsgids brugge2015(new look)Stadsgids brugge2015(new look)
Stadsgids brugge2015(new look)
 
Mail form SAP CRM
Mail form SAP CRMMail form SAP CRM
Mail form SAP CRM
 
Speaker: Gustavo Murillo Lopez, Mexico
Speaker: Gustavo Murillo Lopez, MexicoSpeaker: Gustavo Murillo Lopez, Mexico
Speaker: Gustavo Murillo Lopez, Mexico
 
Pictures Of Japanese Fisherman
Pictures Of Japanese FishermanPictures Of Japanese Fisherman
Pictures Of Japanese Fisherman
 
Presentación Redes Sociales
Presentación Redes SocialesPresentación Redes Sociales
Presentación Redes Sociales
 
Ma mama11(2)
Ma mama11(2)Ma mama11(2)
Ma mama11(2)
 

Similaire à UU Pemilu 2012: Penyederhanaan Partai Politik melalui Ambang Batas Perolehan Suara

FS-SISTEM-PEMILU-MARUN.pdf
FS-SISTEM-PEMILU-MARUN.pdfFS-SISTEM-PEMILU-MARUN.pdf
FS-SISTEM-PEMILU-MARUN.pdfFatihBirri
 
Sesi 4 sistem pemilu di indonesia
Sesi 4 sistem pemilu di indonesiaSesi 4 sistem pemilu di indonesia
Sesi 4 sistem pemilu di indonesiaSukrinTaib
 
Rilis Survei LSI "Pro-Kontra Pilkada Langsung"
Rilis Survei LSI "Pro-Kontra Pilkada Langsung"Rilis Survei LSI "Pro-Kontra Pilkada Langsung"
Rilis Survei LSI "Pro-Kontra Pilkada Langsung"threeandra MLC
 
Perbandingan sistem pemilu di indonesia
Perbandingan sistem pemilu di indonesiaPerbandingan sistem pemilu di indonesia
Perbandingan sistem pemilu di indonesiaElection Commision
 
Perlindungan suara pemilih
Perlindungan suara pemilihPerlindungan suara pemilih
Perlindungan suara pemilihAhsanul Minan
 
sistem pemilu mekanis dan sistem pemilu organis
sistem pemilu mekanis dan sistem pemilu organissistem pemilu mekanis dan sistem pemilu organis
sistem pemilu mekanis dan sistem pemilu organisNasria Ika
 
DATA PEMILU 2014 Puskapol.pdf
DATA PEMILU 2014 Puskapol.pdfDATA PEMILU 2014 Puskapol.pdf
DATA PEMILU 2014 Puskapol.pdfidarasahan1
 
Essay hukum tata negara
Essay hukum tata negaraEssay hukum tata negara
Essay hukum tata negaraNasria Ika
 
Sistem Pemilu dan Pemilukada.ppt
Sistem Pemilu dan Pemilukada.pptSistem Pemilu dan Pemilukada.ppt
Sistem Pemilu dan Pemilukada.ppthendra800194
 
Kesetaraan gender (26 feb 2008)
Kesetaraan gender (26 feb 2008)Kesetaraan gender (26 feb 2008)
Kesetaraan gender (26 feb 2008)apotek agam farma
 
Permasalahan Pemilu 2009
Permasalahan Pemilu 2009Permasalahan Pemilu 2009
Permasalahan Pemilu 2009Fuji Lestari
 
Dinamika sistem pemilu di indonesia
Dinamika sistem pemilu di indonesiaDinamika sistem pemilu di indonesia
Dinamika sistem pemilu di indonesiaAhsanul Minan
 

Similaire à UU Pemilu 2012: Penyederhanaan Partai Politik melalui Ambang Batas Perolehan Suara (20)

Pkn (pemilu 2009)
Pkn (pemilu 2009)Pkn (pemilu 2009)
Pkn (pemilu 2009)
 
FS-SISTEM-PEMILU-MARUN.pdf
FS-SISTEM-PEMILU-MARUN.pdfFS-SISTEM-PEMILU-MARUN.pdf
FS-SISTEM-PEMILU-MARUN.pdf
 
Sesi 4 sistem pemilu di indonesia
Sesi 4 sistem pemilu di indonesiaSesi 4 sistem pemilu di indonesia
Sesi 4 sistem pemilu di indonesia
 
Rational voter ver1
Rational voter ver1Rational voter ver1
Rational voter ver1
 
SISTEM PEMILU.pptx
SISTEM PEMILU.pptxSISTEM PEMILU.pptx
SISTEM PEMILU.pptx
 
Rilis Survei LSI "Pro-Kontra Pilkada Langsung"
Rilis Survei LSI "Pro-Kontra Pilkada Langsung"Rilis Survei LSI "Pro-Kontra Pilkada Langsung"
Rilis Survei LSI "Pro-Kontra Pilkada Langsung"
 
Perbandingan sistem pemilu di indonesia
Perbandingan sistem pemilu di indonesiaPerbandingan sistem pemilu di indonesia
Perbandingan sistem pemilu di indonesia
 
Perlindungan suara pemilih
Perlindungan suara pemilihPerlindungan suara pemilih
Perlindungan suara pemilih
 
Hukum_Tata_Negara.ppt
Hukum_Tata_Negara.pptHukum_Tata_Negara.ppt
Hukum_Tata_Negara.ppt
 
sistem pemilu mekanis dan sistem pemilu organis
sistem pemilu mekanis dan sistem pemilu organissistem pemilu mekanis dan sistem pemilu organis
sistem pemilu mekanis dan sistem pemilu organis
 
Pemilu 2004
Pemilu 2004Pemilu 2004
Pemilu 2004
 
Sistem pemilu
Sistem pemiluSistem pemilu
Sistem pemilu
 
DATA PEMILU 2014 Puskapol.pdf
DATA PEMILU 2014 Puskapol.pdfDATA PEMILU 2014 Puskapol.pdf
DATA PEMILU 2014 Puskapol.pdf
 
Essay hukum tata negara
Essay hukum tata negaraEssay hukum tata negara
Essay hukum tata negara
 
Sistem Pemilu dan Pemilukada.ppt
Sistem Pemilu dan Pemilukada.pptSistem Pemilu dan Pemilukada.ppt
Sistem Pemilu dan Pemilukada.ppt
 
Sistem Pemilu dan Pemilukada.ppt
Sistem Pemilu dan Pemilukada.pptSistem Pemilu dan Pemilukada.ppt
Sistem Pemilu dan Pemilukada.ppt
 
Kesetaraan gender (26 feb 2008)
Kesetaraan gender (26 feb 2008)Kesetaraan gender (26 feb 2008)
Kesetaraan gender (26 feb 2008)
 
Permasalahan Pemilu 2009
Permasalahan Pemilu 2009Permasalahan Pemilu 2009
Permasalahan Pemilu 2009
 
Sistem Pemilu
Sistem PemiluSistem Pemilu
Sistem Pemilu
 
Dinamika sistem pemilu di indonesia
Dinamika sistem pemilu di indonesiaDinamika sistem pemilu di indonesia
Dinamika sistem pemilu di indonesia
 

Plus de apotek agam farma (20)

Tugas pak dr.agus stat
Tugas pak dr.agus statTugas pak dr.agus stat
Tugas pak dr.agus stat
 
Tugas beda kbk degan k 1994
Tugas beda kbk degan k 1994Tugas beda kbk degan k 1994
Tugas beda kbk degan k 1994
 
Tugas analisis kurikulum ppt
Tugas analisis kurikulum pptTugas analisis kurikulum ppt
Tugas analisis kurikulum ppt
 
Proposal tesis bab 1,2,3
Proposal tesis bab 1,2,3Proposal tesis bab 1,2,3
Proposal tesis bab 1,2,3
 
Manajemen pendidikan karakter santri
Manajemen pendidikan karakter santriManajemen pendidikan karakter santri
Manajemen pendidikan karakter santri
 
Makalah kurikulum ppt
Makalah kurikulum pptMakalah kurikulum ppt
Makalah kurikulum ppt
 
Makalah kurikulum ppt
Makalah kurikulum pptMakalah kurikulum ppt
Makalah kurikulum ppt
 
Makalah kurikulum kbk
Makalah kurikulum kbkMakalah kurikulum kbk
Makalah kurikulum kbk
 
Jurnal kurikulum
Jurnal kurikulumJurnal kurikulum
Jurnal kurikulum
 
Beda kurikulum 1994 dengan kbk
Beda kurikulum 1994 dengan kbkBeda kurikulum 1994 dengan kbk
Beda kurikulum 1994 dengan kbk
 
Analisis kurikulum
Analisis  kurikulumAnalisis  kurikulum
Analisis kurikulum
 
Tugas dr.hendri
Tugas dr.hendriTugas dr.hendri
Tugas dr.hendri
 
Presentasi manajemen organisasi
Presentasi manajemen organisasiPresentasi manajemen organisasi
Presentasi manajemen organisasi
 
Tugas analisis kurikulum ppt
Tugas analisis kurikulum pptTugas analisis kurikulum ppt
Tugas analisis kurikulum ppt
 
Makalah kurikulum ppt
Makalah kurikulum pptMakalah kurikulum ppt
Makalah kurikulum ppt
 
Jurnal kurikulum
Jurnal kurikulumJurnal kurikulum
Jurnal kurikulum
 
Analisis kurikulum
Analisis  kurikulumAnalisis  kurikulum
Analisis kurikulum
 
Korelasi
KorelasiKorelasi
Korelasi
 
Latihan 1 statistika
Latihan 1 statistikaLatihan 1 statistika
Latihan 1 statistika
 
Regresi
RegresiRegresi
Regresi
 

UU Pemilu 2012: Penyederhanaan Partai Politik melalui Ambang Batas Perolehan Suara

  • 1. UNDANG-UNDANG PEMILU ANGGOTA DPR, DPD & DPRD 2012 Oleh Dr. HALILUL KHAIRI, M.Si Dosen Imlu Pemerintahan IPDN, Kemendagri Doktor Ilmu Pemerintahan Universitas Padjadjaran Bandung (2009) Email: halilul@yahoo.com Hp : 0811856657
  • 2. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, & adil dalam NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
  • 3. Metamorfosis UU 12/2003 ke 10/2008 dan…… Beberapa Isu-Isu Strategis pada Proses Pembahasan UU Pemilu di DPR 4. Keinginan untuk penyederhanaan partai politik peserta pemilu, 5. Keinginan untuk menaikkan ET (Electoral Threshould), 6. Keinginan untuk menaikkan PT (Parlementary Threshould), 7. Syarat Parpol mengikuti Pemilu
  • 4. Beberapa upaya yang dilakukan dalam penyederhanaan Partai Politik Pasal 202 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 menentukan sebagai berikut: Ayat (1) Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 2,5% (dua koma lima perseratus) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi DPR. Sedangkan ayat (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam penentuan perolehan kursi DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.  Usulan di RUU Pemilu 2,5 – 5 % Di setujui pada UU Pemilu 3,5%
  • 5. UU Pemilu saat ini yang disetujui: Pasal 208 Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 3,5 % (tiga koma lima perseratus) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Pasal 209, ayat 1 Partai Politik Peserta Pemilu yang tidak memenuhi ambang batas perolehan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 208, tidak disertakan pada penghitungan perolehan kursi DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota di setiap daerah pemilihan.
  • 6. Pada UU 10/2008 yang berlaku dipemilu 2009 lalu, ambang batas tidak dikenal dalam penentuan kursi DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Jadi, apabila sebelumnya seorang calon anggota DPRD dapat memperoleh kursi ketika suaranya memenuhi Bilangan Pembagi Pemilih (BPP). Sedangkan pada pemilu 2014 akan berubah. Seorang caleg DPRD yang memenuhi BPP tidak akan mendapat kursi apabila perolehan suara nasional partainya tidak mencapai angka ambang batas yang ditentukan UU.
  • 7. Urutan nama parpol, nomor urut parpol, jumlah perolehan suara dan persentasenya, jumlah perolehan kursi dan persentasenya (Tahun 2009): 1. Partai Demokrat (31) 21.703.137 suara (20,85%) 148 kursi (26,42%) 2. Partai Golkar (23) 15.037.757 suara (14,45%) 108 kursi (19,29%) 3. PDIP (28) 14.600.091 suara (14,03%) 93 kursi (16,61%) 4. PKS (8) 8.206.955 suara (7,88%) 59 kursi (10,54%) 5. PAN (9) 6.254.580 suara (6,01%) 42 kursi (7,50%) 6. PPP (24) 5.533.214 suara (5,32%) 39 kursi (6,96%) 7. PKB (13) 5.146.122 suara (4,94%) 30 kursi (5,36%) 8. Partai Gerindra (5) 4.646.406 suara (4,46%) 26 kursi (4,46%) 9. Partai Hanura (1) 3.922.870 suara (3,77%) 15 kursi (2,68%)
  • 8. 10. PBB (27) 1.864.752 suara atau 1,79% 11. PDS (25) 1.541.592 suara atau 1,48% 12. PKNU (34) 1.527.593 suara atau 1,47% 13. PKPB (2) 1.461.182 suara atau 1,40% 14. PBR (29) 1.264.333 suara atau 1,21% 15. PPRN (4) 1.260.794 suara atau 1,21% 16. PKPI (7) 934.892 suara atau 0,90% 17. PDP (16) 896.660 suara atau 0,86% 18. Partai Barnas (6) 761.086 suara atau 0,73% 19. PPPI (3) 745.625 suara atau 0,72% 20. PDK (20) 671.244 suara atau 0,64% 21. Partai RepublikaN (21) 630.780 suara atau 0,61% 22. PPD (12) 550.581 suara atau 0,53% 31. PIS (33) 320.665 suara atau 0,31% 23. Partai Patriot (30) 547.351 suara atau 0,53% 32. PNI Marhaenisme (15) 316.752 suara atau 0,30% 24. PNBKI (26) 468.696 suara atau 0,45% 33. Partai Buruh (44) 265.203 suara atau 0,25% 25. Partai Kedaulatan (11) 437.121 suara atau 0,42% 34. PPIB (10) 197.371 suara atau 0,19% 26. PMB (18) 414.750 suara atau 0,40% 35. PPNUI (42) 146.779 suara atau 0,14% 27. PPI (14) 414.043 suara atau 0,40% 36. PSI (43) 140.551 suara atau 0,14% 28. PKP (17) 351.440 suara atau 0,34% 37. PPDI (19) 137.727 suara atau 0,13% 29. Partai Pelopor (22) 342.914 suara atau 0,33% 38. Partai Merdeka (41) 111.623 suara atau 0,11% 30. PKDI (32) 324.553 suara atau 0,31%
  • 9. Usulan Fraksi-Fraksi di DPR saat penyusunan RUU: •Fraksi Partai Demokrat : 4% (empat perseratus) 4.Fraksi Partai Golkar : 5% (lima perseratus) 5.Fraksi PDI Perjuangan : 5% (lima perseratus) 6.Fraksi PKS : 3-4% (tiga sampai dengan empat perseratus) 5.Fraksi PAN : 2,5% (dua koma lima perseratus) 6. Fraksi PPP : 2,5% ((dua koma lima perseratus) 7. Fraksi KB : 2,5% (dua koma lima perseratus) 8. Gerindra : 2,5% (dua koma lima perseratus) 9. F Hanura : 2,5% (dua koma lima perseratus)
  • 10. Wacana Alternatif solusi lain, yaitu: Ambang batas parlemen ganda (parliamentary threshold), yakni 5 persen untuk partai politik (parpol) dan 7,5 persen untuk gabungan parpol. Penerapan ambang batas ganda dianggap sebagai jawaban untuk menyederhanakan sistem multipartai, sekaligus meminimalkan suara hilang atau tak terpakai. Di antara negara yang menerapkan ambang batas ganda adalah Rumania, Bulgaria, dan Hungaria.
  • 11. Besaran Threshold di beberapa negara: Belanda (0,7 persen), Denmark (1,6 persen), Italia (2 persen), Austria (2,6 persen), Yunani (3,3 persen), Norwegia (4 persen), Swedia (4 persen), Belgia (4,8 persen), Jerman (5 persen), dan Finlandia (5,4 persen).
  • 12. Alternatif lain solusi penyederhanaan Parpol di Parlemen Dengan cara memperkecil jumlah kursi di dapil, bukan dengan mempertinggi ambang batas parlemen. Terkait besaran kursi dapil, RUU Pemilu inisiatif DPR mencantumkan 3-10 kursi, sementara pemerintah mengusulkan satu dapil dialokasikan minimal 3 -6 kursi
  • 13. Upaya mendorong penyederhanaan partai politik dapat dilakukan juga dengan menggunakan sistem distrik. Dengan penerapan sistem distrik dapat mendorong ke arah integrasi partai-partai politik dan mendorong penyederhanaan partai tanpa harus melakukan paksaan; Dalam sistem distrik, teritori sebuah negara dibagi menjadi sejumlah distrik. Banyaknya jumlah distrik itu sebanyak jumlah anggota parlemen yang akan dipilih. Setiap distrik akan dipilih satu wakil rakyat. Oleh karena itu, sistem ini biasa disebut “single- member constituency.” Dalam sistem distrik berlaku prinsip the winner takes all. Partai minoritas tidak akan pernah mendapatkan wakilnya. Katakanlah, dalam sebuah distrik ada sepuluh partai yang ikut serta. Tokoh dari Partai A hanya menang 25%, namun tokoh partai lain memperoleh suara yang lebih kecil. Walau hanya mendapatkan suara 25% suara, distrik itu akan diwakili oleh tokoh partai A. Sembilan tokoh lainnya akan tersingkir
  • 14. Karakteristik Sistem Distrik a. The first past the post / The winner take all Sistem distrik didasarkan atas kesatuan geografis. Setiap kesatuan geografis (distrik) mempunyai satu wakil dalam parlemen. Untuk keperluan itu negara dibagi dalam sejumlah besar distrik pemilihan yang kira-kira sama jumlah penduduknya. Karena satu distrik hanya berhak atas satu wakil maka calon yang memperoleh suara pluralitas (suara terbanyak) dalam distriknya dapat menang. Hal ini dinamakan The first past the post. Suara-suara yang mendukung para calon lain yang kalah dianggap hilang dan tidak dapat dihitung membantu partainya di distrik lain, betapa kecil pun selisih kekalahannya. Sistem distrik ini merangsang partai kecil untuk membubarkan diri atau menggabungkan diri dengan partai lain, agar menjadi mayoritas.
  • 15. a. Stembus Accord Kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik hanya satu, yang kemudian akan mendorong ke arah integrasi partai yaitu partai-partai menyisihkan perbedaan-perbedaan dan mengadakan kerjasama, sekurang-kurangnya menjelang pemilu. Proses kerjasama ini terjadi sebelum pemilu melalui apa yang disebut dengan Stembus Accord. Dengan berkurangnya partai pada gilirannya akan mempermudah terbentuknya pemerintahan yang stabil dan meningkatnya stabilitas nasional.
  • 16. Sedangkan sistem penyederhanaan partai yang digunakan saat ini adalah dengan sistem proporsional Sistem proporsional memiliki mekanisme tersendiri untuk menyederhanakan jumlah partai politik. Penyederhanaan partai politik dalam rangka menghasilkan parlemen dan pemerintahan yang efektif, dalam era reformasi ini perundang-undangan menerapkan Electoral Threshold pada Pemilu 1999 dan 2004, dan terbukti dari 48 partai politik peserta Pemilu 1999 berkurang menjadi 24 partai politik pada Pemilu 2004.
  • 17. Pada pemilu 1999, Indonesia menerapkan electoral threshold sebesar 2% dari suara sah nasional. Peserta pemilu yang lolos berdasarkan perolehan suara ada enam partai. Dengan demikian, hanya keenam partai yang berhak mengikuti Pemilu 2004, yakni PDI P, Golkar, PKB, PPP, PAN, dan PBB. Secara prosedural, partai-partai di luar keenam partai itu tidak diperkenankan mengikuti Pemilu 2004. Tetapi, dalam praktiknya tidak demikian, karena partai lama mengubah namanya atau menambah satu kata di belakang nama partai sebelumnya. Artinya, partai yang tidak memenuhi electoral threshold tetap ikut pemilu berikutnya dengan karakter partai serta pengurus partainya tidak
  • 18. Pemilu 2004 menerapkan angka electoral threshold menjadi 3% dari perolehan suara sah nasional. Hal ini dilakukan untuk lebih memperketat partai-partai yang mengikuti Pemilu berikutnya. Semangat dari peningkatan threshold yang semakin besar yaitu untuk membangun sistem multipartai sederhana dengan pendekatan yang lebih moderat. Dengan threshold 3%, partai yang bisa mengikuti Pemilu 2009 hanya tujuh partai, yaitu Golkar, PDI P, PKB, PPP, PAN, Partai Demokrat, dan PKS. Tetapi faktanya di parlemen ada 17 partai. Hal ini yang mengurangi keefektifan parlemen dalam bekerja karena lambat. Artinya penerapan Electoral Threshold ternyata tidak membuat partai mengerucut dan mendukung tata kelola parlemen yang efektif .
  • 19.
  • 20. PERHITUNGAN SUARA KURSI Dalam ilmu pemilu dikenal dua metode: • pertama, metode kuota (yang punya dua varian, yaitu kuota murni dan kuota Droop), dan: • kedua, metode divisor (yang punya dua varian, yaitu divisor D'hont dan divisor Webster). Sejak Pemilu 1955, pemilu-pemilu Orde Baru, hingga Pemilu 2009, formula perolehan kursi selalu menggunakan metode kuota murni
  • 21. Perhitungan dengan cara kuota Yaitu dengan membagi perolehan suara masing-masing partai politik dengan jumlah total suara, lalu dikalikan jumlah kursi yang tersedia di daerah pemilihan. Hasil bagi dan kali ini biasanya dalam bentuk pecahan atau desimal. Partai yang memperoleh angka penuh, berarti dapat kursi penuh. Sedang kursi tersisa, dibagikan kepada partai yang mempunyai pecahan terbanyak secara berurutan. Secara matematika, metode kuota murni ini cenderung menguntungkan partai menengah dan merugikan partai besar dan kecil. Suara partai besar tersedot untuk mendapatkan kursi penuh, sedang sisa suaranya akan dibandingkan dengan suara partai yang tidak mendapatkan kursi. Sedangkan partai kecil tidak mendapatkan apa-apa karena sisa suaranya pasti lebih banyak dari partai menengah.
  • 22. Lanjutan Kuota Murni…. Dengan kata lain, jika kuota 1 kursi atau BPP adalah 100 suara, partai yang memiliki 160 suara mendapatkan 1 kursi, sama dengan partai yang memiliki 85 suara, karena sisa suara partai kedua lebih besar daripada sisa suara partai pertama. Itulah sebabnya metode kuota murni tidak disukai oleh partai-partai besar.
  • 23. Kuota Droop… Sebagai alternatifnya muncul metode kuota Droop. Perbedaan pokoknya adalah menentukan BPP ditambah jumlah kursi ditambah 1 (m+1), sehingga pada hitungan pertama partai besar tidak terlalu dirugikan, bahkan malah selalu diuntungkan. Metode Droop ini jarang digunakan, karena dianggap mencederai prinsip proporsionalitas. Kuota Kursi dari Kursi Total Partai Suara Droop Kuota Penuh Sisa Kursi A 42.000 2,94 2 1 3 B 31.000 2,17 2 0 2 C 15.000 1,50 1 0 1 D 12.000 0,84 0 0 0 TOTAL 100.000 5 1 6
  • 24. Sebagai alternatif kedua (yang bertujuan tidak terlalu merugikan partai besar) lahir metode divisor D'hondt dengan bilangan pembagi pemilih 1, 2, 3, 4 dst. Cara kerja metode ini adalah sebagai berikut: pertama, membagi perolehan suara setiap partai politik dengan bilangan 1, 2, 3, 4 dst. Hasil bagi tersebut dirangking, dari yang tinggi sampai yang rendah. Alokasi D’hondt Total Partai Suara V/1 V/2 V/3 Kursi A 42.000 42.000 (1) 21.000 (3) 14.000 (6) 3 B 31.000 31.000 (2) 15.500 (4) 10.333 2 C 15.000 15.000 (5) 7.500 1 D 12.000 12.000 Total 100.000 Secara matematika, metode tsb di atas ternyata menguntungkan partai besar Finlandia, Israel, Belanda, Portugis, Spanyol dan Swiss adalah negara-negara yang menggunakan D’Hondt.
  • 25. Karena itu muncullah metode divisor St Lague atau Webster. Cara kerjanya sama dengan metode d'Hont, hanya bilangan pembaginya saja yang beda. Jika d'Hont bilangan pembaginya 1, 2, 3, 4 dst; Webster menggunakan bilangan pembagi 1, 3, 5, 7, dst. Alokasi St. Lague/Webster Total Partai Suara V/1 V/3 V/5 Kursi A 42.000 42.000 (1) 14.000 (4) 8.400 2 B 31.000 31.000 (2) 10.333 (5) 6200 2 C 15.000 15.000 (3) 5.000 1 D 12.000 12.000 (6) 1 Total 100.000 6 Hasilnya memang lebih fair jika dibandingkan dengan d'Hont. Bahkan jika dibandingkan dengan kuota murni pun hasilnya lebih fair. Dengan kata lain metode divisor webster tidak mengandung bias terhadap partai besar maupun partai menengah kecil. Itulah sebabnya metode ini banyak dipakai di negara-negara dunia yang menggunakan sistem pemilu proporsional Denmark, Norwegia dan Swedia adalah negara-negara yang menggunakan varian St. Lague/Webster.
  • 26.
  • 27. Dengan mengacu pada pemikiran tersebut dapat dikatakan sistem proporsional mempermudah fragmentasi dan timbulnya partai-partai baru. Sedangkan pada sistem distrik mendorong kearah integrasi partai- partai politik karena kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu.
  • 28. berstatus badan hukum sesuai dengan Undang-Undang tentang Partai Politik; • memiliki kepengurusan di seluruh provinsi; YL: 2/3 • memiliki kepengurusan di 75% (tujuh puluh lima perseratus) jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan; • memiliki kepengurusan di 50% (lima puluh perseratus) jumlah kecamatan di kabupaten/kota yang bersangkutan; YL: Tidak Ada • menyertakan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat; • memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) orang atau 1/1.000 (satu perseribu) dari jumlah Penduduk pada kepengurusan partai politik sebagaimana dimaksud pada huruf c yang dibuktikan dengan kepemilikan kartu tanda anggota; • mempunyai kantor tetap untuk kepengurusan pada tingkatan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sampai tahapan terakhir Pemilu; • mengajukan nama dan tanda gambar partai politik kepada KPU; dan • menyerahkan nomor rekening atas nama partai politik. YL: Tidak Ada