SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  4
Ballighû ‘Annî Walau Âyah
                                Oleh: Muhsin Hariyanto
       Ballighû ‘annî walau âyah, demikian ungkapan para mubaligh kita dalam
berbagai kesempatan tabligh mereka. Berkali-kali saya mendengar kalimat ini dalam
beberapa kali ceramah pengajian, dan jarang mendengar ungkapan mubaligh yang
mengucapkan hadits yang sangat populer ini dalam bentuk redaksinya yang lengkap
sebagaimana yang pernah saya baca dalam beberapa kitab hadis.
       Berdasarkan telaah saya, ternyata ungkapan di atas merupakan penggalan
dari hadits Nabi s.a.w. yang sangat terkenal yang diriwayatkan – antara lain -- oleh
Imam Ahmad bin Hanbal, Imam al-Bukhari dan Imam at-Tirmidzi dari sahabat
Abdullah bin ‘Amr bin al-’Ash r.a.:
 ‫عن عبد ا بن عمرو أَن النبي صلى ا عليه وسلم قال : بلغوا عني ولو آية وحدثوا عن‬
ْ َ   ُّ َ َ ً َ ْ ََ َّ ُ َّ َ َ                  ّ ِّ ّ     ٍ ْ َ ِ ْ ِ ِ َْ ْ َ
ِ ّ َ ِ ُ َ َ ْ َ ّْ ََََْ ً ّ َ َُ ّ ََ َ َ َ ْ َ َ َ َ َ
 ‫.بني إِسرائيل ، ول َ حرج ، ومن كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار‬
                                                           َ َ ِ َ ْ َِ
“An ‘Abdilllâhibni ‘Amr annan Nabiyya shallallâhu ‘alaihi wa sallama qâla:
ballighû ‘annî walau âyatan wa hadditsû ‘an banî isrâîla, wa lâ haraja, wa man
kadzaba ‘alayya muta’ammidan falyatabawwa’ maq’adahu minan nâri.”
       Pada umumnya, hadits ini diterjemahkan oleh para mubaligh kita dengan
redaksi: “Dari Abdullah bin ‘Amr (dia berkata) bahwa Nabi s.a.w. telah bersabda:
Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat, dan ceritakanlah dari Bani Israil,
dan tidak ada dosa, barangsiapa berdusta atas namaku secara sengaja, maka
hendaklah dia menempati tempat duduknya dari neraka."
        Saya -- yang juga sampai saat ini berperan sebagai salah seorang (dari)
mubaligh kampung di kota Yogyakarta – sering menjelaskan makna hadits ini
dengan redaksi: “Sampaikanlah apa pun yang berasal dari rasulullah s.a.w. meskipun
hanya satu pernyataan saja dari serangkaian sunnah beliau (yang kita pahami)”. Jadi,
sebagai konsekuensi dari tanggung jawab dakwah kita sebagai seorang muslim,
meskipun kita hanya tahu satu ayat al-Qur’an atau satu hadits Nabi shallallâhu
‘alaihi wa sallam atau satu bagian kecil dari syari’at Islam saja, misalnya, maka
wajiblah bagi kita untuk menyampaikan apa yang telah kita ketahui itu kepada orang
lain. Apalagi jika kita mengetahui lebih dari satu. Selanjutnya, apa yang bisa kita
informasikan dari sekian banyak sumber informasi yang berasal dari Bani Israil pun
boleh kita sampaikan kepada siapa pun dengan sikap jujur dan bijak, dan tentu saja
disertai juga dengan sikap kritis. Namun yang perlu kita ingat, bahwa Nabi s.a.w. –
dalam hadits ini -- memberi warning (peringatan dini) kepada diri kita: “jangan
sekali-kali kita pernah sengaja berdusta dengan mengatasnamakan (kebenaran dari)
beliau, karena ‘pasti’ – dengan kesengajaan kita itu -- kita akan menanggung dosa
karenanya, dan ancaman beratnya – dalam pernyataan beliau dalam hadits ini --
adalah ‘azab neraka’.”


                                             1
Salah seorang sahabat saya – yang lebih serius memelajari hadits-hadits Nabi
s.a.w. -- pernah menjelaskan, bahwa hadits di atas sebenarnya berisi anjuran yang
sangat kuat bagi setiap muslim -- tanpa kecuali -- untuk ikutserta secara aktif --
mengambil bagian -- dalam setiap aktivitas dakwah Islam, yang tentu saja dalam
batas kemampuan masing-masing, dengan penuh tanggung jawab. Dan dalam hal ini
– kata sahabat saya – “tanpa harus dibedakan antara ulama dan bukan ulama, kyai
dan para santrinya, ustadz dan jamaahnya, dan juga guru dan para muridnya.” Setiap
muslim “wajib berdakwah” dengan seluruh kemampuannya, sebagaimana yang bisa
kita pahami dari firman Allah:
ُ‫ولتكن منكم أ ُمة يدعون إِلى الخير ويأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر وأ ُولئك هم‬
  ُ َ َِْ َ ِ َ ُ ْ ِ َ َ ْ َ ََْ ِ ُ ْ َ ْ ِ َ ُ ُ ََْ ِ َْ ْ َ َ ُ ْ َ ٌ ّ ْ ُ ّ ُ ََْ
َ ُ ِْ ُ ْ
 ‫المفلحون‬
“waltakun minkum ummatun yad’ûna ilal khairi wa ya’murûna bil ma’rûfi wa
yanhauna ‘anil munkari, wa ulâika humul muflihûn” (Dan hendaklah ada di antara
kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada
yang ma'ruf [segala perbuatan yang memberi peluang bagi para pelakunya untuk
menjadi semakin dekat kepada Allah] dan mencegah dari yang mungkar [segala
perbuatan yang bisa memberikan dampak negatif bagi para pelakunya untuk
menjadi semakin jauh dari Allah]; merekalah orang-orang yang beruntung).
(QS. Ali ‘Imran 3: 104).
        Ditengarai, bahwa salah satu faktor penyebab yang melatarbelakangi
keengganan banyak kalangan untuk ikutserta secara aktif dalam berdakwah adalah:
“adanya persepsi yang salah bahwa dakwah Islam hanya menjadi kewajiban dan
kewenangan ulama, para kyai dan ustadz yang memiliki kemampuan prima dalam
memahami syari’at Islam, dan juga karena kesalahpahaman mereka juga yang
membatasi makna dan cakupan aktivitas dakwah hanyalah ‘ceramah’ agama saja,
padahal tidak semua orang memiliki kemampuan untuk berceramah. Dan ironisnya,
dari kesalahpahaman itu, ada sebagian orang yang ‘bahkan’ mengharuskan bagi
setiap orang yang hanya ‘tahu’ satu ayat al-Quran dan sepenggal hadits Nabi s.a.w.,
dengan kemampuannya yang sangat terbatas untuk memahami maknanya, karena
keterbatasan ilmunya sekalipun, agar bersedia untuk menyampaikan dan
mendakwahkan yang apa diketahuinya kepada umat Islam dalam bentuk ‘ceramah
agama’.
       Akibatnya, bisa ditebak! Saat ini banyak mubaligh bermunculan di mana-
mana, termasuk di layar kaca, yang – dengan segala keterbatasannya –
menyampaikan pesan-pesan agama dengan sangat percaya diri karena bekal
pemahamannya yang kurang proporsional terhadap (isi) penggalan hadits di atas:
“Ballighû ‘annî walau âyah”.
      Seharusnya, kesadaran untuk berdakwah itu dipupuk secara terus-menerus
dengan ‘semangat’ untuk (juga) memahami materi dakwahnya secara mendalam,


                                           2
dan masing-masing seharusnya ‘tahu-diri’ untuk menyampaikannya kepada umat
dalam batas kemampuannya. Apalagi jika kita sadar bahwa, banyak sekali aspek dan
materi dakwah saat ini yang memang membutuhkan banyak argumen yang tidak
mudah untuk dipahami dan diinformasikan kepada umat oleh setiap mubaligh,
termasuk di dalamnya – misalnya – materi “fikih kontemporer” yang tidak mudah
dijelaskan kecuali oleh para mubaligh yang memiliki pengetahuan yang memadai
pada bidang ‘Ilmu Fikih’ dan perangkat metodologinya.
        Hingga saat ini, setidaknya dalam pengamatan saya, masih banyak
kesalahpahaman yang perlu diluruskan bagi para mubaligh yang termotivasi oleh
hadits di atas, ketika mereka – yang dengan sangat percaya diri – berceramah di
berbagai forum, dengan pemahaman tentang Islam yang sangat minimal. Mereka
seharusnya memilih ‘materi dakwah’ yang benar-benar mereka pahami. Semakin
dalam pemahaman seorang mubaligh terhadap materi dakwah yang (akan) mereka
sampaikan, tentu saja akan menjadi lebih baik dan afdhal dalam dakwahnya. Bukan
saja bagi dirinya, tetapi juga bagi umatnya. Sehingga, sudah seharusnyalah para
mubaligh selalu berupaya untuk meningkatkan pehamaman mereka tentang Islam
yang mereka dakwahkan. Karena, bila mereka – yang berbekal ilmu sangat terbatas
itu – tidak mau menyadari keterbatasannya dan merasa cukup dengan kemampuan
retorika mereka dalam dakwah mereka yang disambut dengan antusiasme yang
sangat tinggi dari para jamaahnya, bahkan seringkali ‘tersanjung’ dengan tepuk-
tangan para jamaahnya, dikhawatirkan ketika para mubaligh itu berbicara tentang
persoalan ‘Islam’ yang membutuhkan kedalaman ilmu, terjebak dalam penjelasan
yang menyimpang dari esensi kebenaran syari’at Islam. Dan – yang lebih
dikhawatirkan – sejumlah penjelasan mereka tentang Islam yang kurang memadai
itu, menjadi serangkaian fatwa yang dianggap benar oleh jamaahnya dan diikuti
dengan sikap taqlîd.
       Akhirnya kita seharusnya semakin ‘sadar diri’, dengan selalu merujuk pada
peringatan Allah dalam firmanNya:
...‫فاسألوا أ َهل الذكر إن كنتم ل َ تعلمون‬
   َ ُ َْ َ ْ ُ ُ ِ ِ ْ ّ َ ْ ْ َُْ َ
“…fas-alû ahladz dzikri in kuntum lâ ta’lamûn [… maka bertanyalah kepada orang
yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.”]
“...maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak
mengetahui.” (QS an-Nahl, 16: 43 dan al-Anbiyâ’, 21: 7). Jangan sekali-kali kita
permainkan agama Islam yang ‘suci’ ini dengan berbagai ulah kurang terpuji,
termasuk di dalamnya dalam bentuk ‘ceramah agama’ yang kurang bertanggung
jawab, karena sikap percaya diri kita yang kurang proporsional, apalagi kita lakukan
dalam rangka mencari ‘sesuatu yang bersifat duniawi’ dengan topeng ‘agama’.
        Sangat naif, tentu saja!




                                            3
Penulis adalah Dosen Tetap FAI UM Yogyakarta dan Dosen Tidak Tetap STIKES
’Aisyiyah Yogyakarta




                                    4

Contenu connexe

Tendances

Sejarah Perkembangan Al-Quran
Sejarah Perkembangan Al-QuranSejarah Perkembangan Al-Quran
Sejarah Perkembangan Al-QuranIlliyin Studio
 
Sejarah Penulisan dan Pembukuan al-Quran zaman Sahabat
Sejarah Penulisan dan Pembukuan al-Quran zaman SahabatSejarah Penulisan dan Pembukuan al-Quran zaman Sahabat
Sejarah Penulisan dan Pembukuan al-Quran zaman SahabatNoor Aziah Mamat
 
Pengenalan ulum hadis-HADIS RIWAYAH & HADIS DIRAYAH
Pengenalan ulum hadis-HADIS RIWAYAH & HADIS DIRAYAHPengenalan ulum hadis-HADIS RIWAYAH & HADIS DIRAYAH
Pengenalan ulum hadis-HADIS RIWAYAH & HADIS DIRAYAHFarra Shahirra
 
Hadith Daif
Hadith DaifHadith Daif
Hadith Daifdr2200s
 
Muhkam Mutasyabih
Muhkam MutasyabihMuhkam Mutasyabih
Muhkam Mutasyabihqoida malik
 
pengenalan tarekat
pengenalan tarekatpengenalan tarekat
pengenalan tarekatLela Warni
 
NASIKH MANSUKH POWERPOINT
NASIKH MANSUKH POWERPOINTNASIKH MANSUKH POWERPOINT
NASIKH MANSUKH POWERPOINTJohan Safrijal
 
HUBUNGAN TASAUF DENGAN TAREKAT DAN HUBUNGAN TASAWUF DENGAN SYARI'AT
HUBUNGAN TASAUF DENGAN TAREKAT DAN HUBUNGAN TASAWUF DENGAN SYARI'ATHUBUNGAN TASAUF DENGAN TAREKAT DAN HUBUNGAN TASAWUF DENGAN SYARI'AT
HUBUNGAN TASAUF DENGAN TAREKAT DAN HUBUNGAN TASAWUF DENGAN SYARI'ATMutiara permatasari
 
Perbezaan Qasar dan Jamak
Perbezaan Qasar dan JamakPerbezaan Qasar dan Jamak
Perbezaan Qasar dan Jamakhafizsafiai
 
BAB 1_PENGENALAN KEPADA KOMUNIKASI ANTARABUDAYA.pdf
BAB 1_PENGENALAN KEPADA KOMUNIKASI ANTARABUDAYA.pdfBAB 1_PENGENALAN KEPADA KOMUNIKASI ANTARABUDAYA.pdf
BAB 1_PENGENALAN KEPADA KOMUNIKASI ANTARABUDAYA.pdfzulaikha zubir
 
Kodifikasi al qur’an
Kodifikasi al qur’anKodifikasi al qur’an
Kodifikasi al qur’anmuliajayaabadi
 
Rasulullah zaman kanak kanak (basith, taufiq, mawardi)
Rasulullah zaman kanak kanak (basith, taufiq, mawardi)Rasulullah zaman kanak kanak (basith, taufiq, mawardi)
Rasulullah zaman kanak kanak (basith, taufiq, mawardi)hudhud321
 

Tendances (20)

Sejarah Perkembangan Al-Quran
Sejarah Perkembangan Al-QuranSejarah Perkembangan Al-Quran
Sejarah Perkembangan Al-Quran
 
Makalah taqlid
Makalah taqlidMakalah taqlid
Makalah taqlid
 
Sejarah Penulisan dan Pembukuan al-Quran zaman Sahabat
Sejarah Penulisan dan Pembukuan al-Quran zaman SahabatSejarah Penulisan dan Pembukuan al-Quran zaman Sahabat
Sejarah Penulisan dan Pembukuan al-Quran zaman Sahabat
 
Pengenalan ulum hadis-HADIS RIWAYAH & HADIS DIRAYAH
Pengenalan ulum hadis-HADIS RIWAYAH & HADIS DIRAYAHPengenalan ulum hadis-HADIS RIWAYAH & HADIS DIRAYAH
Pengenalan ulum hadis-HADIS RIWAYAH & HADIS DIRAYAH
 
Sifat Solat Nabi SAW
Sifat Solat Nabi SAWSifat Solat Nabi SAW
Sifat Solat Nabi SAW
 
Ushul Fiqh
Ushul FiqhUshul Fiqh
Ushul Fiqh
 
Hadith Daif
Hadith DaifHadith Daif
Hadith Daif
 
Hadis dhaif
Hadis dhaifHadis dhaif
Hadis dhaif
 
Muhkam Mutasyabih
Muhkam MutasyabihMuhkam Mutasyabih
Muhkam Mutasyabih
 
pengenalan tarekat
pengenalan tarekatpengenalan tarekat
pengenalan tarekat
 
NASIKH MANSUKH POWERPOINT
NASIKH MANSUKH POWERPOINTNASIKH MANSUKH POWERPOINT
NASIKH MANSUKH POWERPOINT
 
Slide definisi personaliti
Slide definisi personalitiSlide definisi personaliti
Slide definisi personaliti
 
HUBUNGAN TASAUF DENGAN TAREKAT DAN HUBUNGAN TASAWUF DENGAN SYARI'AT
HUBUNGAN TASAUF DENGAN TAREKAT DAN HUBUNGAN TASAWUF DENGAN SYARI'ATHUBUNGAN TASAUF DENGAN TAREKAT DAN HUBUNGAN TASAWUF DENGAN SYARI'AT
HUBUNGAN TASAUF DENGAN TAREKAT DAN HUBUNGAN TASAWUF DENGAN SYARI'AT
 
Perbezaan Qasar dan Jamak
Perbezaan Qasar dan JamakPerbezaan Qasar dan Jamak
Perbezaan Qasar dan Jamak
 
Kepribadian ulul albab dalam Al-Quran
Kepribadian ulul albab dalam Al-QuranKepribadian ulul albab dalam Al-Quran
Kepribadian ulul albab dalam Al-Quran
 
Kemukjizatan al qur'an
Kemukjizatan al qur'anKemukjizatan al qur'an
Kemukjizatan al qur'an
 
BAB 1_PENGENALAN KEPADA KOMUNIKASI ANTARABUDAYA.pdf
BAB 1_PENGENALAN KEPADA KOMUNIKASI ANTARABUDAYA.pdfBAB 1_PENGENALAN KEPADA KOMUNIKASI ANTARABUDAYA.pdf
BAB 1_PENGENALAN KEPADA KOMUNIKASI ANTARABUDAYA.pdf
 
Kodifikasi al qur’an
Kodifikasi al qur’anKodifikasi al qur’an
Kodifikasi al qur’an
 
Takhrij Hadits
Takhrij HaditsTakhrij Hadits
Takhrij Hadits
 
Rasulullah zaman kanak kanak (basith, taufiq, mawardi)
Rasulullah zaman kanak kanak (basith, taufiq, mawardi)Rasulullah zaman kanak kanak (basith, taufiq, mawardi)
Rasulullah zaman kanak kanak (basith, taufiq, mawardi)
 

Similaire à MENGUPAS HADIS BALLIGHU 'ANNÎ WALAU ÂYAH

Nukhbatul fikr ringkasan ilmu hadist
Nukhbatul fikr ringkasan ilmu hadistNukhbatul fikr ringkasan ilmu hadist
Nukhbatul fikr ringkasan ilmu hadistRachardy Andriyanto
 
Ensiklopedi fatwa-albani
Ensiklopedi fatwa-albaniEnsiklopedi fatwa-albani
Ensiklopedi fatwa-albaniyanuar2201
 
Pendidikan Ensiklopedi Albani (Kumpulan Fatwa)
Pendidikan Ensiklopedi Albani (Kumpulan Fatwa)Pendidikan Ensiklopedi Albani (Kumpulan Fatwa)
Pendidikan Ensiklopedi Albani (Kumpulan Fatwa)MTs.N Cirebon II
 
40 Hadits Seputar Pendidikan Anak - edisi parenting
40 Hadits Seputar Pendidikan Anak - edisi parenting40 Hadits Seputar Pendidikan Anak - edisi parenting
40 Hadits Seputar Pendidikan Anak - edisi parentingMenuntut Ilmu
 
Bila amman enggan menutupkan topengnya
Bila amman enggan menutupkan topengnyaBila amman enggan menutupkan topengnya
Bila amman enggan menutupkan topengnyaArdian DP
 
Al quran, sumur yang tak pernah kering
Al quran, sumur yang tak pernah keringAl quran, sumur yang tak pernah kering
Al quran, sumur yang tak pernah keringMuhsin Hariyanto
 
Ensiklopedi fatwa-albani
Ensiklopedi fatwa-albaniEnsiklopedi fatwa-albani
Ensiklopedi fatwa-albaniAbdul H-u
 
Bagaimana menyentuh hati (Abbas As-Sisi)
Bagaimana menyentuh hati (Abbas As-Sisi)Bagaimana menyentuh hati (Abbas As-Sisi)
Bagaimana menyentuh hati (Abbas As-Sisi)Mohd Shukri Mat Nor
 
Menghapal al quran
Menghapal al quranMenghapal al quran
Menghapal al quransavitrir
 
Tabligh, dakwah, dan khutbah
Tabligh, dakwah, dan khutbahTabligh, dakwah, dan khutbah
Tabligh, dakwah, dan khutbahMuhammad Ananta
 
Ulama–ulama pembela da’wah salafiyah dahulu hingga sekarang
Ulama–ulama pembela da’wah salafiyah dahulu hingga sekarangUlama–ulama pembela da’wah salafiyah dahulu hingga sekarang
Ulama–ulama pembela da’wah salafiyah dahulu hingga sekarangTURAHYO82
 
Teks Pidato: Santri Indonesia sebagai Perdamaian Dunia
Teks Pidato: Santri Indonesia sebagai Perdamaian DuniaTeks Pidato: Santri Indonesia sebagai Perdamaian Dunia
Teks Pidato: Santri Indonesia sebagai Perdamaian DuniaFakhriyah Elita
 
Sekalai lagi menyikapi fenomena ruwaibidhah
Sekalai lagi menyikapi fenomena ruwaibidhahSekalai lagi menyikapi fenomena ruwaibidhah
Sekalai lagi menyikapi fenomena ruwaibidhahMuhsin Hariyanto
 
Bagaimana menyentuh hati (da'wah)
Bagaimana menyentuh hati (da'wah)  Bagaimana menyentuh hati (da'wah)
Bagaimana menyentuh hati (da'wah) Devi Risnawati
 
Langkah Awal Mengetahui Kedudukan Hadits
Langkah Awal Mengetahui Kedudukan HaditsLangkah Awal Mengetahui Kedudukan Hadits
Langkah Awal Mengetahui Kedudukan Haditszaki009
 
[Abbas as siisi] bagaimana menyentuh hati (at-thariq ilal quluub)
[Abbas as siisi] bagaimana menyentuh hati (at-thariq ilal quluub)[Abbas as siisi] bagaimana menyentuh hati (at-thariq ilal quluub)
[Abbas as siisi] bagaimana menyentuh hati (at-thariq ilal quluub)Irfan Dadi
 

Similaire à MENGUPAS HADIS BALLIGHU 'ANNÎ WALAU ÂYAH (20)

Nukhbatul fikr ringkasan ilmu hadist
Nukhbatul fikr ringkasan ilmu hadistNukhbatul fikr ringkasan ilmu hadist
Nukhbatul fikr ringkasan ilmu hadist
 
Ensiklopedi fatwa-albani
Ensiklopedi fatwa-albaniEnsiklopedi fatwa-albani
Ensiklopedi fatwa-albani
 
Pendidikan Ensiklopedi Albani (Kumpulan Fatwa)
Pendidikan Ensiklopedi Albani (Kumpulan Fatwa)Pendidikan Ensiklopedi Albani (Kumpulan Fatwa)
Pendidikan Ensiklopedi Albani (Kumpulan Fatwa)
 
40 Hadits Seputar Pendidikan Anak - edisi parenting
40 Hadits Seputar Pendidikan Anak - edisi parenting40 Hadits Seputar Pendidikan Anak - edisi parenting
40 Hadits Seputar Pendidikan Anak - edisi parenting
 
Bila amman enggan menutupkan topengnya
Bila amman enggan menutupkan topengnyaBila amman enggan menutupkan topengnya
Bila amman enggan menutupkan topengnya
 
Makalah merelasasikan agama
Makalah merelasasikan agama Makalah merelasasikan agama
Makalah merelasasikan agama
 
Al quran, sumur yang tak pernah kering
Al quran, sumur yang tak pernah keringAl quran, sumur yang tak pernah kering
Al quran, sumur yang tak pernah kering
 
Ensiklopedi fatwa-albani
Ensiklopedi fatwa-albaniEnsiklopedi fatwa-albani
Ensiklopedi fatwa-albani
 
Bagaimana menyentuh hati (Abbas As-Sisi)
Bagaimana menyentuh hati (Abbas As-Sisi)Bagaimana menyentuh hati (Abbas As-Sisi)
Bagaimana menyentuh hati (Abbas As-Sisi)
 
Menghapal al quran
Menghapal al quranMenghapal al quran
Menghapal al quran
 
Menghapal al quran
Menghapal al quranMenghapal al quran
Menghapal al quran
 
Tabligh, dakwah, dan khutbah
Tabligh, dakwah, dan khutbahTabligh, dakwah, dan khutbah
Tabligh, dakwah, dan khutbah
 
Ulama–ulama pembela da’wah salafiyah dahulu hingga sekarang
Ulama–ulama pembela da’wah salafiyah dahulu hingga sekarangUlama–ulama pembela da’wah salafiyah dahulu hingga sekarang
Ulama–ulama pembela da’wah salafiyah dahulu hingga sekarang
 
Teks Pidato: Santri Indonesia sebagai Perdamaian Dunia
Teks Pidato: Santri Indonesia sebagai Perdamaian DuniaTeks Pidato: Santri Indonesia sebagai Perdamaian Dunia
Teks Pidato: Santri Indonesia sebagai Perdamaian Dunia
 
Sekalai lagi menyikapi fenomena ruwaibidhah
Sekalai lagi menyikapi fenomena ruwaibidhahSekalai lagi menyikapi fenomena ruwaibidhah
Sekalai lagi menyikapi fenomena ruwaibidhah
 
Modern
ModernModern
Modern
 
Bagaimana menyentuh hati (da'wah)
Bagaimana menyentuh hati (da'wah)  Bagaimana menyentuh hati (da'wah)
Bagaimana menyentuh hati (da'wah)
 
Fiqh Dakwah PPT
Fiqh Dakwah PPTFiqh Dakwah PPT
Fiqh Dakwah PPT
 
Langkah Awal Mengetahui Kedudukan Hadits
Langkah Awal Mengetahui Kedudukan HaditsLangkah Awal Mengetahui Kedudukan Hadits
Langkah Awal Mengetahui Kedudukan Hadits
 
[Abbas as siisi] bagaimana menyentuh hati (at-thariq ilal quluub)
[Abbas as siisi] bagaimana menyentuh hati (at-thariq ilal quluub)[Abbas as siisi] bagaimana menyentuh hati (at-thariq ilal quluub)
[Abbas as siisi] bagaimana menyentuh hati (at-thariq ilal quluub)
 

Plus de Muhsin Hariyanto

Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahMuhsin Hariyanto
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Muhsin Hariyanto
 
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanIstighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanMuhsin Hariyanto
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMuhsin Hariyanto
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Muhsin Hariyanto
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabulMuhsin Hariyanto
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamMuhsin Hariyanto
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifMuhsin Hariyanto
 

Plus de Muhsin Hariyanto (20)

Khutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 hKhutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 h
 
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
 
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanIstighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
 
Etika dalam berdoa
Etika dalam berdoaEtika dalam berdoa
Etika dalam berdoa
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul
 
Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)
 
Strategi dakwah
Strategi dakwahStrategi dakwah
Strategi dakwah
 
Sukses karena kerja keras
Sukses karena kerja kerasSukses karena kerja keras
Sukses karena kerja keras
 
Opini dul
Opini   dulOpini   dul
Opini dul
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayam
 
Tentang diri saya
Tentang diri sayaTentang diri saya
Tentang diri saya
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
 
Ketika kita gagal
Ketika kita gagalKetika kita gagal
Ketika kita gagal
 
Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!
 
Gatotkaca winisuda
Gatotkaca winisudaGatotkaca winisuda
Gatotkaca winisuda
 

MENGUPAS HADIS BALLIGHU 'ANNÎ WALAU ÂYAH

  • 1. Ballighû ‘Annî Walau Âyah Oleh: Muhsin Hariyanto Ballighû ‘annî walau âyah, demikian ungkapan para mubaligh kita dalam berbagai kesempatan tabligh mereka. Berkali-kali saya mendengar kalimat ini dalam beberapa kali ceramah pengajian, dan jarang mendengar ungkapan mubaligh yang mengucapkan hadits yang sangat populer ini dalam bentuk redaksinya yang lengkap sebagaimana yang pernah saya baca dalam beberapa kitab hadis. Berdasarkan telaah saya, ternyata ungkapan di atas merupakan penggalan dari hadits Nabi s.a.w. yang sangat terkenal yang diriwayatkan – antara lain -- oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Imam al-Bukhari dan Imam at-Tirmidzi dari sahabat Abdullah bin ‘Amr bin al-’Ash r.a.: ‫عن عبد ا بن عمرو أَن النبي صلى ا عليه وسلم قال : بلغوا عني ولو آية وحدثوا عن‬ ْ َ ُّ َ َ ً َ ْ ََ َّ ُ َّ َ َ ّ ِّ ّ ٍ ْ َ ِ ْ ِ ِ َْ ْ َ ِ ّ َ ِ ُ َ َ ْ َ ّْ ََََْ ً ّ َ َُ ّ ََ َ َ َ ْ َ َ َ َ َ ‫.بني إِسرائيل ، ول َ حرج ، ومن كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار‬ َ َ ِ َ ْ َِ “An ‘Abdilllâhibni ‘Amr annan Nabiyya shallallâhu ‘alaihi wa sallama qâla: ballighû ‘annî walau âyatan wa hadditsû ‘an banî isrâîla, wa lâ haraja, wa man kadzaba ‘alayya muta’ammidan falyatabawwa’ maq’adahu minan nâri.” Pada umumnya, hadits ini diterjemahkan oleh para mubaligh kita dengan redaksi: “Dari Abdullah bin ‘Amr (dia berkata) bahwa Nabi s.a.w. telah bersabda: Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat, dan ceritakanlah dari Bani Israil, dan tidak ada dosa, barangsiapa berdusta atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya dari neraka." Saya -- yang juga sampai saat ini berperan sebagai salah seorang (dari) mubaligh kampung di kota Yogyakarta – sering menjelaskan makna hadits ini dengan redaksi: “Sampaikanlah apa pun yang berasal dari rasulullah s.a.w. meskipun hanya satu pernyataan saja dari serangkaian sunnah beliau (yang kita pahami)”. Jadi, sebagai konsekuensi dari tanggung jawab dakwah kita sebagai seorang muslim, meskipun kita hanya tahu satu ayat al-Qur’an atau satu hadits Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam atau satu bagian kecil dari syari’at Islam saja, misalnya, maka wajiblah bagi kita untuk menyampaikan apa yang telah kita ketahui itu kepada orang lain. Apalagi jika kita mengetahui lebih dari satu. Selanjutnya, apa yang bisa kita informasikan dari sekian banyak sumber informasi yang berasal dari Bani Israil pun boleh kita sampaikan kepada siapa pun dengan sikap jujur dan bijak, dan tentu saja disertai juga dengan sikap kritis. Namun yang perlu kita ingat, bahwa Nabi s.a.w. – dalam hadits ini -- memberi warning (peringatan dini) kepada diri kita: “jangan sekali-kali kita pernah sengaja berdusta dengan mengatasnamakan (kebenaran dari) beliau, karena ‘pasti’ – dengan kesengajaan kita itu -- kita akan menanggung dosa karenanya, dan ancaman beratnya – dalam pernyataan beliau dalam hadits ini -- adalah ‘azab neraka’.” 1
  • 2. Salah seorang sahabat saya – yang lebih serius memelajari hadits-hadits Nabi s.a.w. -- pernah menjelaskan, bahwa hadits di atas sebenarnya berisi anjuran yang sangat kuat bagi setiap muslim -- tanpa kecuali -- untuk ikutserta secara aktif -- mengambil bagian -- dalam setiap aktivitas dakwah Islam, yang tentu saja dalam batas kemampuan masing-masing, dengan penuh tanggung jawab. Dan dalam hal ini – kata sahabat saya – “tanpa harus dibedakan antara ulama dan bukan ulama, kyai dan para santrinya, ustadz dan jamaahnya, dan juga guru dan para muridnya.” Setiap muslim “wajib berdakwah” dengan seluruh kemampuannya, sebagaimana yang bisa kita pahami dari firman Allah: ُ‫ولتكن منكم أ ُمة يدعون إِلى الخير ويأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر وأ ُولئك هم‬ ُ َ َِْ َ ِ َ ُ ْ ِ َ َ ْ َ ََْ ِ ُ ْ َ ْ ِ َ ُ ُ ََْ ِ َْ ْ َ َ ُ ْ َ ٌ ّ ْ ُ ّ ُ ََْ َ ُ ِْ ُ ْ ‫المفلحون‬ “waltakun minkum ummatun yad’ûna ilal khairi wa ya’murûna bil ma’rûfi wa yanhauna ‘anil munkari, wa ulâika humul muflihûn” (Dan hendaklah ada di antara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf [segala perbuatan yang memberi peluang bagi para pelakunya untuk menjadi semakin dekat kepada Allah] dan mencegah dari yang mungkar [segala perbuatan yang bisa memberikan dampak negatif bagi para pelakunya untuk menjadi semakin jauh dari Allah]; merekalah orang-orang yang beruntung). (QS. Ali ‘Imran 3: 104). Ditengarai, bahwa salah satu faktor penyebab yang melatarbelakangi keengganan banyak kalangan untuk ikutserta secara aktif dalam berdakwah adalah: “adanya persepsi yang salah bahwa dakwah Islam hanya menjadi kewajiban dan kewenangan ulama, para kyai dan ustadz yang memiliki kemampuan prima dalam memahami syari’at Islam, dan juga karena kesalahpahaman mereka juga yang membatasi makna dan cakupan aktivitas dakwah hanyalah ‘ceramah’ agama saja, padahal tidak semua orang memiliki kemampuan untuk berceramah. Dan ironisnya, dari kesalahpahaman itu, ada sebagian orang yang ‘bahkan’ mengharuskan bagi setiap orang yang hanya ‘tahu’ satu ayat al-Quran dan sepenggal hadits Nabi s.a.w., dengan kemampuannya yang sangat terbatas untuk memahami maknanya, karena keterbatasan ilmunya sekalipun, agar bersedia untuk menyampaikan dan mendakwahkan yang apa diketahuinya kepada umat Islam dalam bentuk ‘ceramah agama’. Akibatnya, bisa ditebak! Saat ini banyak mubaligh bermunculan di mana- mana, termasuk di layar kaca, yang – dengan segala keterbatasannya – menyampaikan pesan-pesan agama dengan sangat percaya diri karena bekal pemahamannya yang kurang proporsional terhadap (isi) penggalan hadits di atas: “Ballighû ‘annî walau âyah”. Seharusnya, kesadaran untuk berdakwah itu dipupuk secara terus-menerus dengan ‘semangat’ untuk (juga) memahami materi dakwahnya secara mendalam, 2
  • 3. dan masing-masing seharusnya ‘tahu-diri’ untuk menyampaikannya kepada umat dalam batas kemampuannya. Apalagi jika kita sadar bahwa, banyak sekali aspek dan materi dakwah saat ini yang memang membutuhkan banyak argumen yang tidak mudah untuk dipahami dan diinformasikan kepada umat oleh setiap mubaligh, termasuk di dalamnya – misalnya – materi “fikih kontemporer” yang tidak mudah dijelaskan kecuali oleh para mubaligh yang memiliki pengetahuan yang memadai pada bidang ‘Ilmu Fikih’ dan perangkat metodologinya. Hingga saat ini, setidaknya dalam pengamatan saya, masih banyak kesalahpahaman yang perlu diluruskan bagi para mubaligh yang termotivasi oleh hadits di atas, ketika mereka – yang dengan sangat percaya diri – berceramah di berbagai forum, dengan pemahaman tentang Islam yang sangat minimal. Mereka seharusnya memilih ‘materi dakwah’ yang benar-benar mereka pahami. Semakin dalam pemahaman seorang mubaligh terhadap materi dakwah yang (akan) mereka sampaikan, tentu saja akan menjadi lebih baik dan afdhal dalam dakwahnya. Bukan saja bagi dirinya, tetapi juga bagi umatnya. Sehingga, sudah seharusnyalah para mubaligh selalu berupaya untuk meningkatkan pehamaman mereka tentang Islam yang mereka dakwahkan. Karena, bila mereka – yang berbekal ilmu sangat terbatas itu – tidak mau menyadari keterbatasannya dan merasa cukup dengan kemampuan retorika mereka dalam dakwah mereka yang disambut dengan antusiasme yang sangat tinggi dari para jamaahnya, bahkan seringkali ‘tersanjung’ dengan tepuk- tangan para jamaahnya, dikhawatirkan ketika para mubaligh itu berbicara tentang persoalan ‘Islam’ yang membutuhkan kedalaman ilmu, terjebak dalam penjelasan yang menyimpang dari esensi kebenaran syari’at Islam. Dan – yang lebih dikhawatirkan – sejumlah penjelasan mereka tentang Islam yang kurang memadai itu, menjadi serangkaian fatwa yang dianggap benar oleh jamaahnya dan diikuti dengan sikap taqlîd. Akhirnya kita seharusnya semakin ‘sadar diri’, dengan selalu merujuk pada peringatan Allah dalam firmanNya: ...‫فاسألوا أ َهل الذكر إن كنتم ل َ تعلمون‬ َ ُ َْ َ ْ ُ ُ ِ ِ ْ ّ َ ْ ْ َُْ َ “…fas-alû ahladz dzikri in kuntum lâ ta’lamûn [… maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.”] “...maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (QS an-Nahl, 16: 43 dan al-Anbiyâ’, 21: 7). Jangan sekali-kali kita permainkan agama Islam yang ‘suci’ ini dengan berbagai ulah kurang terpuji, termasuk di dalamnya dalam bentuk ‘ceramah agama’ yang kurang bertanggung jawab, karena sikap percaya diri kita yang kurang proporsional, apalagi kita lakukan dalam rangka mencari ‘sesuatu yang bersifat duniawi’ dengan topeng ‘agama’. Sangat naif, tentu saja! 3
  • 4. Penulis adalah Dosen Tetap FAI UM Yogyakarta dan Dosen Tidak Tetap STIKES ’Aisyiyah Yogyakarta 4