Peraturan perundang-undangan membahas hakikat hukum, tujuan hukum, wilayah hukum, jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan Indonesia, serta penyusunan dan unsur-unsur peraturan perundang-undangan."
2. HAKIKAT HUKUM
HUKUM ------- Social contract
(perjanjian masyarakat)
Suatu kompromi maximum
mengenai tata nilai atau standar
perilaku dalam rangka tercapainya
tujuan yang diharapkan
Bersifat memaksa, dan memberikan
sanksi bagi orang yang melanggar.
3. TUJUAN HUKUM
Penjamin ketertiban;
Pemberi kepastian mengenai hak dan
kewajiban;
Pemberi kepastian tentang benar dan
salah;
Pemberi perlindungan dari tindakan
amoral, asusila, dan unrechtmatige
4. HAKIKAT HUKUM
HUKUM ------- Social contract
(perjanjian masyarakat)
Suatu kompromi maximum
mengenai tata nilai atau standar
perilaku dalam rangka tercapainya
tujuan yang diharapkan
Bersifat memaksa, dan memberikan
sanksi bagi orang yang melanggar.
5. WILAYAH HUKUM
HUKUM TIDAK BERLAKU PADA FORUM
INTERNUM DAN HANYA BERLAKU PADA FORUM
EKSTERNUM
FORUM INTERNUM HAL YANG BERSIFAT
PRIBADI DAN TIDAK TERKAIT DENGAN ORANG
LAIN
FORUM EKSTERNUM HAL YANG BERSIFAT
PUBLIK ATAU TERKAIT DENGAN ORANG LAIN
BAIK LANGSUNG ATAU TIDAK LANGSUNG
6. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
JENIS DAN HIERARKI PERUNDANG-UNDANGAN RI:
1. UUD Negara RI.Tahun 1945;
2. Undang-Undang/PERPU;
3. Peraturan Pemerintah;
4. Peraturan Presiden;
5. Peraturan Daerah:
– Peraturan Daerah Propinsi
– Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
– Peraturan Desa.
UU 10/2004 Pasal 7
7. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
(4) Jenis Peraturan Perundang-undangan
selain sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), diakui keberadaannya dan
mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang diperintahkan
oleh Peraturan Perundang-undangan
yang lebih tinggi.
(5) Kekuatan hukum Peraturan
Perundang-undangan adalah sesuai
dengan hierarki sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
UU 10/2004 Pasal 7
8. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Materi muatan Undang-Undang berisi:
a. mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang meliputi:
hak-hak asasi manusia;
hak dan kewajiban warga negara;
pelaksanaan dan penegakan kedaulatan
negara serta pembagian kekuasaan negara;
wilayah negara dan pembagian daerah;
kewarganegaraan dan kependudukan;
keuangan negara,
b. diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untuk
diatur dengan Undang-Undang.
9. PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
(1) Materi muatan peraturan perundang-undangan
mengandung asas:
1. pengayoman; 2. kemanusiaan; 3. kebangsaan;
4. kekeluargaan; 5. kenusantaraan; 6. bhinneka
tunggal ika; 7. keadilan; 8. kesamaan kedudukan
dalam hukum dan pemerintahan; 9. ketertiban dan
kepastian hukum; dan/atau 10. keseimbangan,
keserasian, dan keselarasan.
(2) Selain asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat berisi
asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan
Perundang-undangan yang bersangkutan.
Pasal 6
10. PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang sama dengan materi muatan Undang-
Undang.
Pasal 9
Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi
untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana
mestinya.
Pasal 10
Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang
diperintahkan oleh Undang-Undang atau materi untuk
melaksanakan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
11. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Materi muatan Peraturan Daerah adalah
seluruh materi muatan dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
pembantuan, dan menampung kondisi
khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut
Peraturan Perundang-undangan yang lebih
tinggi.
Pasal 12
13. PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Penyusunan rancangan peraturan
perundang-undangan dilakukan sesuai
dengan teknik penyusunan peraturan
perundang-undangan. Pasal 44 ayat (1) UU 10/2004
Tata cara mempersiapkan rancangan
peraturan perundang-undangan
dilakukan sesuai dengan Peraturan
Presiden Nomor 68 tahun 2005
14. PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Teknik penyusunan dan/atau bentuk Keputusan Presiden,
Keputusan Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dan
Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat, Keputusan
Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah, Keputusan Ketua
Mahkamah Agung, Keputusan Ketua Mahkamah Konstitusi,
Keputusan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan, Keputusan
Gubernur Bank Indonesia, Keputusan Menteri, keputusan
kepala badan, lembaga, atau komisi yang setingkat,
Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi, Keputusan Gubernur, Keputusan Pimpinan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Keputusan
Bupati/Walikota, Keputusan Kepala Desa atau yang setingkat
harus berpedoman pada teknik penyusunan dan/atau
bentuk yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Pasal 54
15. MUATAN PERATURAN MENTERI
1. UNTUK MELAKSANAKAN UU,
PP, ATAU PERPRES.
2. SELARAS DENGAN VISI, MISI,
TUJUAN, DAN TUGAS POKOK
DAN FUNGSI KEMENTERIAN.
16. VISI KEMENTERIAN AGAMA
“ Terwujudnya Masyarakat
Indonesia Taat Beragama,
Rukun, Cerdas, Mandiri dan
Sejahtera Lahir Batin ”
16
17. MISI KEMENTERIAN AGAMA
1. Meningkatkan kualitas kehidupan beragama.
2. Meningkatkan kualitas kerukunan umat
beragama.
3. Meningkatkan kualitas raudhatul athfal,
madrasah, perguruan tinggi agama, pendidikan
agama, & pendidikan keagamaan.
4. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan
ibadah haji.
5. Mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang
bersih dan berwibawa.
17
18. TUGAS KEMENTERIAN AGAMA
1. Mendorong dan menfasilitasi warganegara
untuk menjadi pemeluk agama yang baik
(menjalankan ajaran agamanya)
2. Mendorong terwujudnya keharmonisan
warganegara pemeluk agama dalam
kerangka NKRI
3. Menyediakan layanan pendidikan agama
dan keagamaan dalam upaya meningkatkan
keimanan dan kecerdasan kehidupan
bangsa
18
19. Kualitas
Kualitas Pemahaman
Penyeleng- Pengamalan
garaan Agama
Haji
VISI
Kualitas
Pendidikan Kerukunan
Agama dan Umat
Keagamaan Beragama
20. MUATAN PERATURAN MENTERI
1. Menjabarkan amanat UU, PP, atau
Perpres dalam pengaturan yang ditail.
2. Memberikan kepastian hukum;
Hak dan kewajiban
Kewenangan
Persyaratan dan Prosedur
Pembiayaan
Sanksi administrative
21. KEWENANGAN
ATRIBUTIF
-> Diberikan oleh Peraturan Per-undang2an
KEWENANGAN DELEGATIF
-> Pelimpahan dan Pemilik Kewenangan
MANDAT
-> Kekuasaan melakukan untuk atas nama
Pemnilik Kewenangan
22. PROSEDUR
DIATUR DALAM PERUNDANG-UNDANGAN
-> Hukum Acara di Pengadilan
-> Penetapan Hukuman Disiplin
DISKRESIONER
-> Sesuai dengan Asas-asas umum
Pemerintahan yang baik
23. KERANGKA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
A. JUDUL
B. PEMBUKAAN
1. Frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
2. Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan
3. Konsiderans
4. Dasar Hukum
5. Diktum
C. BATANG TUBUH
1. Ketentuan Umum
2. Materi Pokok yang Diatur
3. Ketentuan Pidana (jika diperlukan)
4. Ketentuan Peralihan (jika diperlukan )
5. Ketentuan Penutup
D. PENUTUP
E. PENJELASAN (jika diperlukan)
F. LAMPIRAN (jika diperlukan)
23
24. HAL-HAL KHUSUS
PENDELEGASIAN KEWENANGAN
PENYIDIKAN
PENCABUTAN
PERUBAHAN PERATURAN PERUNDANG–
UNDANGAN
PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH
PENGGANTI UNDANG–UNDANG MENJADI
UNDANG–UNDANG
PENGESAHAN PERJANJIAN INTERNASIONAL
24
25. JUDUL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
1. Judul Peraturan Perundang–undangan memuat
keterangan mengenai jenis, nomor, tahun
pengundangan atau penetapan, dan nama
Peraturan Perundang–undangan.
2. Nama Peraturan Perundang–undangan dibuat
secara singkat dan mencerminkan isi Peraturan
Perundang–undangan.
3. Judul ditulis seluruhnya dengan huruf kapital
yang diletakkan di tengah marjin tanpa diakhiri
tanda baca.
25
27. BATANG TUBUH
Batang tubuh memuat semua substansi
Peraturan Perundang-undangan yang
dirumuskan dalam pasal-pasal.
Pada umumnya dikelompokkan ke dalam:
Ketentuan Umum;
Materi Pokok yang Diatur;
Ketentuan Pidana (jika diperlukan);
Ketentuan Peralihan (jika diperlukan);
Ketentuan Penutup.
27
28. PENUTUP
Penutup merupakan bagian akhir Peraturan
Perundang-undangan dan memuat:
1.rumusan perintah pengundangan dan
penempatan Peraturan Perundang-undangan
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia,
Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran
Daerah, atau Berita Daerah;
2. penandatanganan pengesahan atau penetapan
Peraturan Perundang-undangan;
3. Pengundangan Peraturan Perundang-undangan;
dan
4. akhir bagian penutup. 28
29. PENJELASAN
a. Setiap Undang-Undang perlu diberi
penjelasan.
b. Peraturan Perundang-undangan di bawah
Undang-Undang dapat diberi penjelasan,
jika diperlukan.
29
30. LAMPIRAN
Jika Peraturan Perundang-undangan
memerlukan lampiran:
1. harus dinyatakan dalam batang tubuh dan
dinyatakan bahwa lampiran tersebut
merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Perundang-undangan yang
bersangkutan.
2. Pada akhir lampiran harus dicantumkan
nama dan tanda tangan pejabat yang
mengesahkan/menetapkan Peraturan
Perundang-undangan yang bersangkutan.
30
31. BAHASA PERUNDANG-UNDANGAN
Prinsip:
1. Bahasa yang digunakan dalam Peraturan
Perundang-undangan adalah Bahasa
Indonesia. Jika diperlukan menggunakan kata
atau istilah dalam bahasa asing, harus dicetak
miring.
2. Dirumuskan dalam suatu kalimat yang tegas,
jelas, singkat, dan mudah dimengerti.
3. Kata, frasa atau susunan kalimat yang yang
digunakan tidak memiliki pengertian lain.
31
32. PILIHAN KATA
1. Untuk menyatakan maksimum atau minimum, gunakan
kata “paling”;
2. Untuk menyatakan tidak termasuk, gunaka kata
”kecuali”;
3. Untuk menyatakan makna termasuk, guakan kata
“selain”;
4. Untuk menyatakan pengandaian atau kemungkinan,
gunakan kata “jika, apabila, atau dalam hal”;
5. Untuk menyatakan kumulatif, gunakan kata “dan”;
6. Untuk menyatakan sifat deskresioner dari suatu
kewenangan , gunakan kata “dapat”;
7. Untuk menyatakan adanya kewajiban, gunakan kata
“wajib”; dan
8. Untuk menyatakan pemenuhan suatu kondisi atau
persyaratan, gunaka kata “harus”. 32
33. BEBERAPA TEKNIK PENGACUAN
1. Untuk menunjuk pasal gunakan frasa
“sebagaimana dimaksud dalam Pasal ….;
2. Untuk menunjuk ayat gunakan frasa
“sebagaimana dimaksud pada ayat …. ”;
3. Pengacuan dua atau lebih Pasal atau ayat, gunakan
frasa “sampai dengan”;
4. Pengacuan dua atau lebih Pasal/ayat yg berurutan,
tetapi terdapat pasal/ayat yg dikecualikan, gunakan
kata “kecuali”;
5. Untuk menyatakan bahwa berbagai ketentuan dalam
suatu Peraturan Perundang-undangan masih
berlaku, gunakan frasa “berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan yg diatur
dalam Undang-Undang ini. 33
34. Substansi Perundang-undangan
Jika Peraturan Perundang-undangan yang dinyatakan
masih tetap berlaku hanya sebagian dari ketentuan
peraturan perundang–undangan tersebut, gunakan frase
tetap berlaku, kecuali ….
Contoh :
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, Peraturan
Pemerintah Nomor … Tahun … (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun … Nomor … , Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor ........)
tetap berlaku, kecuali Pasal 5 sampai dengan Pasal 10.
34
35. prolegnas
DPR
PROLEGNAS
PRIORITAS
TAHUNAN
LIMA TAHUNAN
PEMERINTAH
36. PROSES PEMBAHASAN RUU INISIATIP PEMERINTAH
PEMBAHASAN
DIM RUU
6 7
PANSUS/PANJA PANJA
5
DPR PRESIDEN
1
2
PEMRAKARSA MENTERI HUKUM
37. PROSES PEMBAHASAN RUU INISIATIP DPR
PEMBAHASAN
RUU DIM
5 5
PANSUS/PANJA PANJA
1
DPR PRESIDEN
4
2
3 2
MENTERI TEKNIS MENTERI HUKUM
38. PROSES PENYUSUNAN INTERNAL PEMERINTAH
PERPU PENETAPAN
Membentuk Tim PERPRES
KEPRES Didahului presentasi
Melakukan Penyusunan MenteriPemrakarsa
HARMONISASI
Dikordinasi Depkum HAM
PEMRAKARSA INTERDEPT PRESIDEN
39. PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
YANG DISIAPKAN OLEH PEMRAKARSA
1. MEMBENTUK TIM
2. MENGAJUKAN IZIN PRAKARSA KEPADA
PRESIDEN
2. MEMBUAT DRAFT RUU DAN NASKAH AKADEMIK
3. MENYAMPAIKAN KEPADA DEP. HUKUM DAN
HAM UNTUK DIHARMONISASI
4. MENGAJUKAN KEPADA PRESIDEN UNTUK
DIAJUKAN KE DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
(UNDANG-UNDANG) ATAU UNTUK DITETAPKAN
(PERATURAN PEMERINTAH).
40. PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI
LINGKUNGAN DEPARTEMEN AGAMA
MENTERI AGAMA
ESELON I / SEKRETARIS
PEMRAKARSA JENDERAL
KARO HUKUM & KLN
1. Membentuk Tim;
2. Membahas Pasal per Pasal;
KABAG SUNCANG
3. Harmonisasi
4. Draft final
KASUBBAG
PERANCANGAN
Proses pengusulan
Proses pembahasan
Proses penetapan