SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  112
Télécharger pour lire hors ligne
Analisis Kebutuhan
Personil dan Penataan
Manajemen Kepegawaian
Provinsi
PKP2A III
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
SAMARINDA
SERI ISU-ISU AKTUAL
Daftar Isi
Daftar Isi ...……………………………………………………….……... i
Kata Pengantar ………………………………………………………….. iii
BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………....…....... 1
A. Latar Belakang …………………………………................ 1
B. Tujuan dan Kegunaan ...……………...…………….......... 4
C. Ruang Lingkup …………………………………………..... 4
D. Target/Hasil yang Diharapkan ………………….............. 5
Bab II. PENATAAN SISTEM KEPEGAWAIAN DI INDONESIA …........ 6
A. Pendahuluan ...…………………………………………..... 6
B. Manajemen Kepegawaian di Indonesia ....………..…...... 8
C. Manajemen Kepegawaian Daerah ………………............. 22
D. Permasalahan dalam Sistem Kepegawaian di
Indonesia .….………....................................................... 26
E. Upaya Penataan Sistem Kepegawaian di Indonesia ....... 35
F. Penutup ………………………………………………......... 44
Bab III. PENATAAN MANAJEMEN KEPEGAWAIAN INDONESIA ...... 45
A. Pendahuluan ………………………………………............ 45
B. Aparatur Sebagai Fungsi Manajemen
Ketenagakerjaan .................……………......................... 47
C. Manajemen Kepegawaian Indonesia ……………............ 51
D. Dinamika Perkembangan Lingkungan Kepegawaian ..... 56
E. Penutup .………………………………………………….... 62
BAB IV. ANALISIS KEBUTUHAN PENGEMBANGAN SUMBER
DAYA MANUSIA ........……………………………………....... 65
A. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategis .........……. 65
B. Konsep Pengembangan SDM Strategis ………................ 66
C. Analisis Kebutuhan Pengembangan SDM .......……........ 68
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
I
BABV. POKOK-POKOK PIKIRAN PENATAAN SDM - APARATUR .…. 77
A. Profil SDM Aparatur .............................…………………. 77
B. Implikasi UU NO. 22 Tahun 1999 ………........................ 81
C. Kebijaksaanaan Dasar …..…………………..…............... 82
BABVI. MANAJEMEN SDM BERBASIS KOMPETENSI
Studi Kasus CBHRM PT.TelkomTbk. .........………………........ 85
A. Latar Belakang .....………………………………………… 85
B. HRD Sebagai Competitive Advantage ...…………………. 86
C. CBHRM (Competency Based Human Resources
Management) …………………………............................. 89
D. Penutup .......................................................................... 95
BABVII. MANAJEMEN PERSONALIA PEMERINTAHAN
Studi Kasus Pemerintah Lokal Colorado - Amerika
Serikat dan Singapura ........................................................ 97
A. Manajemen Personalia Pemerintahan Singapura ............ 97
B. Manajemen Personalia Pemerintah Colorado ....………… 100
C. Kesimpulan …………………………………………...…..... 103
BABVIII. PENUTUP ……………………………………………………... 105
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
ii
Kata Pengantar
Tema kepegawaian sipil di Indonesia tidak pernah habis untuk
diperbincangkan. Hampir setiap hari di media massa selalu ditayangkan
informasi yang berkaitan dengan PNS. Ironisnya, masih banyak sorotan
negatif yang ditujukan kepada aparatur/birokrat baik oleh media massa
maupun masyarakat. Terutama dalam membahas soal kinerja pelayanan
publik yang dilakukan oleh pemerintah. Berbagai sorotan yang sering
ditampilkan, seperti pelayanan publik yang lambat, prosedur berbelit-belit,
pungutan liar, proses penerimaan PNS yang sering diwarnai kolusi, kolusi,
dan nepotisme (KKN), kinerja pegawai yang rendah, dan sebagainya.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Kenyataan ini harus bisa menjadi
bahan introspeksi bagi aparatur dan juga para pihak yang berwenang
dalam pengambilan kebijakan di bidang manajemen kepegawaian sipil.
Manajemen PNS diatur dengan UU No. 43 Tahun 1999 sebagai perubahan
atas UU No. 8 Tahun 1974. Selain itu, masih ada beberapa peraturan
pemerintah sebagai turunan dari UU tersebut yang mengatur tentang
kepegawaian sipil.
Manajemen PNS mengatur hal-hal yang berkaitan dengan
perencanaan, pengadaan/rekrutmen, pengembangan kualitas,
penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan dan pemberhentian PNS
di Indonesia. Apabila dibandingkan dengan perusahaan swasta,
peraturan-peraturan mengenai kepegawaian sipil lebih lengkap dan dari
kuantitas lebih banyak. Bahkan perusahaan swasta sering mengadopsi
peraturan-peraturan dari PNS. Namun demikian, kualitas kinerja PNS
masih sering disorot tidak maksimal, dan lebih rendah dibandingkan
dengan kinerja pegawai swasta.
Buku ini berisi kumpulan tulisan yang diangkat dari Workshop
Penyusunan Naskah Akademik Analisis Penataan Kebutuhan Personil dan
Manajemen Kepegawaian Provinsi yang diselenggarakan oleh PKP2A III
LAN Samarinda. Memotret sistem kepegawaian sipil di Indonesia beserta
pemikiran-pemikiran untuk memperbaiki kondisi kepegawaian sipil
tersebut. Dilengkapi pula dengan tulisan tentang manajemen SDM yang
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
iii
diterapkan di perusahaan dan juga manajemen kepegawaian sipil di
beberapa negara lain yang dimaksudkan sebagai pembanding dengan
manajemen PNS di Indonesia.
Setelah membaca buku ini, diharapkan pembaca memiliki
gambaran mengenai kondisi kepegawaian sipil di Indonesia saat ini. Dan
sebagai karya ilmiah, buku ini tentu bukan karya yang sempurna. Untuk
itu masih sangat terbuka saran pemikiran maupun kritik dari para
pembaca untuk diskusi lebih lanjut berkaitan dengan upaya penataan dan
manajemen kepegawaian sipil di Indonesia.
Samarinda, Desember 2007
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Fungsi Pegawai Negeri Sipil adalah memberikan pelayanan
kepada masyarakat sehingga diperlukan piranti agar dapat
menjalankan fungsi tersebut dengan sebaik-baiknya. Manajemen
Pegawai Negeri Sipil dilakukan agar didapat sosok Pegawai Negeri Sipil
yang mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat secara jujur,
adil, merata, efisien dan efektif serta netral dari pengaruh semua
golongan dan partai politik, untuk itu dalam pengembangan karirnya
perlu mendapatkan pembinaan berdasarkan perpaduan sistem prestasi
kerja dan sistem karir yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja.
Tetapi pada kenyataannya di beberapa instansi masih memiliki
jumlah pegawai yang sedikit tetapi dengan beban kerja yang sangat
berat sehingga tidak dapat melakukan kerjanya dengan maksimal
disamping itu juga ditambah dengan sumber daya manusia yang
dimiliki belum sesuai dengan kompetensi yang cocok dalam bidangnya
terutama dengan keahlian yang sesuai sehingga tidak efektif .
Namun di sisi yang lain banyak juga instansi dengan beban
kerja yang ringan tetapi memiliki jumlah pegawai yang banyak sehingga
dapat dilihat banyak pegawai yang hanya datang, tanda tangan daftar
hadir, membaca koran, dan kemudian pulang atau meninggalkan kantor
sehingga tidak efektif dalam melakukan pekerjaan yaitu memberikan
pelayanan kepada masyarakat yang notabene adalah fungsi dari
pegawai negeri sipil.
Ketimpangan tersebut berpotensi menimbulkan rasa iri dan
kecemburuan bagi pegawai yang memiliki beban kerja yang tinggi
karena mereka mendapatkan penghasilan yang sama, tanpa
memperhitungkan prestasi dan beban kerja pegawai yang
bersangkutan. Dan bukan menjadi rahasia lagi di kalangan Pegawai
Negeri Sipil bahwa pegawai yang rajin dan malas berpenghasilan sama
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
1
karena yang diperhitungkan adalah pangkat dan masa kerja. Hal ini
akan berdampak kepada semangat dan kinerja pegawai yang
bersangkutan.
Penelitian yang dilakukan oleh Miftah Thoha,dkk tentang
1
rightsizing di beberapa pemerintah propinsi, kabupaten dan kota di
Indonesia menemukan bahwa masih terjadinya ketidakseimbangan
antara jumlah pegawai dengan unit-unit kerja ada, dengan jumlah
pegawai melebihi kebutuhan organisasi sehingga terjadi pemborosan.
Dan juga seringkali diketemukan ketidaksesuaian penataan unit
organisasi dan kepegawaian dengan visi-misi pemerintah daerah yang
telah dirumuskan. Karena penataan kepegawaian berkaitan dengan
penataan unit-unit organisasi, yang semua itu disusun dengan
mempertimbangakan visi-misi organisasi.
Untuk itu diperlukannya suatu penataan kebutuhan pegawai
dan manajemen pegawai yang nantinya diharapkan dapat
mengkoordinir dari berbagai masukan baik yang berasal dari instansi
pemerintah dalam hal kepegawaian baik itu melakukan penempatan /
mutasi atau penambahan pegawai, yang harus dilihat apakah rasio
jumlah pegawai sesuai dengan beban kerja dari instansi tersebut,
kualifikasi sumber daya manusianya sesuai tidak dengan bidang atau
tempat yang nantinya ditempati dengan maksud pegawai tersebut
dapat bekerja dengan maksimal dan optimal.
Selain melakukan penataan kebutuhan personil pada tiap-tiap
instansi pemerintah agar nantinya tidak terjadi kesalahan yang fatal
akibat tidak sesuainya penempatan sesuai dengan kompetensinya (the
right man on the right job) serta pemenuhan kebutuhan Sumber Daya
Manusia sesuai dengan beban kerjanya.
Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 jo. Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1974 pada pasal 13 menyebutkan bahwa :
“Kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil mencakup
penetapan norma, standar, prosedur, formasi,
1 Rightsizing adalah penataan unit organisasi dengan jumlah pegawai yang tepat untuk keperluan
melaksanakan tugas kewajiban organisasi. Baca Miftah Thoha, Manajemen Kepegawaian Sipil di
Indonesia,Kencana,Jakarta,2005
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
2
pengangkatan, pengembangan kualitas sumber daya
Pegawai Negeri Sipil, pemindahan, gaji, tunjangan,
kesejahteraan, pemberhentian, hak, kewajiban dan
kedudukan hukum”
Kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil tersebut
dilakukan oleh Presiden selaku Kepala Pemerintahan dengan dibantu
oleh Komisi Kepegawaian Negara yang hingga saat ini komisi dimaksud
belum terbentuk namun dalam penyelenggaraannya saat ini dilakukan
oleh Badan Kepegawaian Negara sementara di daerah dibentuk Badan
Kepegawaian Daerah berdasarkan amanat Undang-undang Pokok-
pokok Kepegawaian sebagai perangkat daerah yang bertanggung jawab
untuk menjamin kelancaran pelaksanaan manajemen Pegawai Negeri
Sipil Daerah.
Manajemen Pegawai Negeri Sipil dilakukan agar didapat sosok
Pegawai Negeri Sipil yang ideal yaitu mampu memberikan pelayanan
kepada masyarakat secara jujur, adil dan merata dan netral dari
pengaruh semua golongan dan partai politik, untuk itu dalam
pengembangan karirnya dibina berdasarkan pada perpaduan sistem
prestasi kerja dan sistem karir yang dititikberatkan pada sistem prestasi
kerja.
Salah satu aspek lain yang sangat penting dalam pelaksanaan
kebijaksanaan manajemen pegawai negeri sipil daerah adalah
peningkatan kualitas pendidikan formal dari ijazah yang dimiliki pada
saat rekrutmen dilakukan. Di awal otonomi daerah pengaturannya
hanya semacam surat namun pada tahun 2005 telah ditingkatkan
kapasitas hukumnya menjadi Peraturan Gubernur, di dalam
implementasinya telah dilakukan pengendalian bagi Pegawai Negeri
Sipil Daerah yang berminat dalam izin belajar. Hal ini penting agar
setelah menyelesaikan pendidikannya khususnya izin belajar Pegawai
Negeri Sipil Daerah dapat maksimal melaksanakan tugasnya tanpa
diganggu persoalan administratif.
Selain itu juga kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil
meliputi penetapan norma, standar, prosedur, formasi, pengangkatan,
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
3
pengembangan kualitas sumber daya Pegawai Negeri Sipil,
pemindahan, gaji, tunjangan, kesejahteraan, pemberhentian, hak,
kewajiban dan kedudukan hukum. Pemegang kebijaksanaan ini adalah
Presiden sementara Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah bertugas
untuk menjamin kelancaran pelaksanaan kebijaksanaan manajemen
bagi pegawai negeri sipil daerah masing-masing.
Pengembangan sumber daya Pegawai Negeri Sipil Daerah
sebagai bagian dari kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil
ditujukan agar mampu memberikan pelayananan sesuai dengan
jabatannya masing-masing khususnya jabatan struktural atau jabatan
fungsioanal tertentu.
B. TujuandanKegunaan
Tujuan dan kegunaan dari kegiatan workshop ini adalah
menghasilkan naskah akademik analisis manajemen kepegawaian
Provinsi yang merupakan hasil kajian akademis yang dapat dijadikan
sebagai rekomendasi kebijakan penataan kebutuhan personil dan
manajemen kepegawaian Provinsi yang akan terbentuk dan laporan
hasil workshop ini akan distribusikan / disosialisasikan ke instansi
pemerintahan di tingkat kabupaten, Provinsi maupun pusat serta
instansi-instansi terkait lainnya, guna sebagai bahan acuan dalam
penetapan legal draft yang nantinya akan dibuat oleh Pemerintah
Provinsi yang terbentuk.
C. RuangLingkup
Ruang lingkup kegiatan workshop ini meliputi identifikasi
kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian Provinsi,
identifikasi pentahapan dan prioritas kebutuhan personil dan
manajemen kepegawaian Provinsi, dan identifikasi dimensi-dimensi
kebutuhan personil dan manajemen kepegawaian Provinsi.
Yang akan menjadi peserta dari kegiatan workshop ini adalah
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota di wilayah
Kalimantan. Disamping itu juga kalangan Akademisi dan Praktisi yang
mempunyai kaitan/relevansi dengan permasalahan kebutuhan personil
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
4
dan manajemen kepegawaian. Dan tidak tertutup kemungkinan juga
melibatkan unsur-unsur masyarakat lain yang dipandang perlu dan
relevan, seperti Pers, Ormas, Parpol, LSM, dan lain-lain yang berkaitan
dengan permasalahan manajemen kepegawaian terutama di wilayah
Kalimantan.
D. Target/HasilyangDiharapkan
Target dari kegiatan workshop ini adalah adanya tingkat
kemanfaatan hasil workshop terhadap kebutuhan personil dan
manajemen kepegawaian Provinsi, dimana workshop ini sebagai media
komunikasi dan curah pendapat (brainstorming) antar badan/aparat
penyelenggara pemerintahan mengenai terbentuknya Provinsi dan
manajemen kepegawaiannya, baik di tingkat pusat, Provinsi asal
(Kalimantan Timur) maupun kabupaten/kota yang bergabung dalam
Provinsi serta kalangan akademisi dan elemen-elemen lain yang relevan
mengenai manajemen kepegawaian.
Dengan adanya workshop ini diharapkan juga dapat
menciptakan sinergisitas antara lembaga/instansi pemerintahan dalam
menghadapi dan memecahkan semua persoalan penataan manajemen
kepegawaian dan kebutuhan personil.
Workshop ini juga diharapkan dapat melahirkan solusi-solusi
dan rekomendasi terhadap pembentukan Provinsi oleh pemerintah
daerah terutama yang berkaitan dengan kebutuhan personil dan
manajemen kepegawaian Provinsi.
Sebagai bahan perbandingan, dalam laporan ini ditampilkan
pula gambaran pengelolaan Sumber Daya Manusia yang diterapkan di
perusahaan dan di beberapa negara lain yaitu Singapura dan Amerika
Serikat. Dengan demikian diharapkan bisa diperoleh gambaran tentang
bagaimana pengelolaan sumber daya aparatur yang tepat untuk
diterapkan di daerah.
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
5
BAB II
PENATAAN SISTEM KEPEGAWAIAN
DI INDONESIA
Oleh: Drs. Eris Yustiono, M.Sc.
A. Pendahuluan
Secara epistimologi, manajemen Sumber Daya Manusia (SDM)
terdiri dari dua kata yang masing-masing mempunyai arti tersendiri.
Berdasarkan beberapa literatur, manajemen dapat diartikan sebagai
"suatu proses pengelolaan sumber-sumber daya organisasi dalam upaya
pencapaian tujuan organisasi". Sedangkan Sumber Daya Manusia dapat
diartikan sebagai "keseluruhan individu dalam organisasi yang selain
memberikan kontribusi dalam upaya pencapaian tujuan organisasi juga
mempunyai tujuan individual". Dari kedua kata tersebut, manajemen
sumber daya manusia dapat didefinisikan sebagai "suatu proses yang
dilakukan oleh organisasi dalam mendapatkan, mengelola, dan
memanfaatkan sumber daya terpenting dalam mencapai tujuan baik
tujuan organisasi maupun tujuan individu-individu yang ada di
dalamnya".
Manajemen sumber daya manusia sendiri merupakan suatu
konsep yang dilandasi oleh beberapa penelitian tentang perilaku
manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan manusia
dalam suatu organisasi bukan hanya alat untuk mencapai tujuan
organisasi, tetapi lebih dari itu, yaitu sebagai asset paling berharga
dalam suatu organisasi.
Sekalipun disadari bahwa manusia merupakan asset terpenting,
namun seringkali terjadi, dalam tataran praktik-khususnya di
organisasi pemerintahan - pengelolaan atas SDM tidak mencerminkan
pengelolaan atas suatu asset yang dianggap strategis. Pengelolaan yang
dimaksud di sini bukan semata-mata ketika manusia sudah tergabung
dalam suatu organisasi, akan tetapi jauh sebelum mereka bergabung,
yaitu sejak proses pengadaan, pemenfaatan, hingga berhenti bekerja.
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
6
Pengelolaan yang tidak dilaksanakan dengan baik tentu
berkorelasi positif dengan hasil pengelolaannya. Seringkali Menpan
dalam beberapa kesempatan mengatakan bahwa kinerja PNS kurang
produktif, kalaupun tidak mau dikatakan tidak produktif. Dari sekitar 4
juta PNS yang ada saat ini, menurut Menpan hanya 40% yang dapat
dikategorikan produktif. Dengan kata lain 2,4 juta PNS hanya
merupakan beban negara karena kontribusinya tidak sebanding dengan
pengeluaran negara untuk membiayai mereka.
Sinyalemen Menpan memang belum tentu kebenarannya.
Namun jika dikaitkan dengan banyaknya keluhan masyarakat atas
pelayanan yang diberikan oleh banyak institusi publik, misalnya:
prosedur yang berbelit-belit, biaya tinggi dalam menyelesaikan
kebutuhan masyarakat, perilaku kurang ramah, dan sebagainya,
nampaknya terdapat korelasi positif dengan pernyataan Menpan.
Sekalipun, sekali lagi, hal tersebut hanya merupakan suatu
sinyalemen, namun ketika dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang
dalam pendayagunaan aparatur, tentu hal ini merupakan suatu
pertanyaan besar. Jika memang ternyata apa yang dikatakan oleh
Menpan itu benar, lalu ada apa sebenarnya dengan manajemen
kepegawaian di negara kita? Bukankah para pegawai (baca: PNS)
sebelum mendapat posisi saat ini telah melalui seleksi? Bukankah
mereka telah mengikuti diklat (sekurang-kurangnya diklat Pra Jabatan)
untuk mempersiapkan mereka untuk bekerja? Bukankah mereka telah
mengikuti orientasi sebelum ditempatkan dalam posisi tertentu? Salah
satu faktor yang juga terlibat dalam penatan kepegawaian adalah
adanya pimpinan yang kapabel dalam mengorganisir organisasi dan
SDM yang dipimpinnya. Mengingat banyaknya pertanyaan dan
mungkin masih banyak sederet pertanyaan lain yang dapat
dimunculkan dalam kaitannya dengan manajemen kepegawaian di
negara kita, maka nampaknya upaya analisis atas sistem kepegawaian,
khususnya di institusi pemerintah, menjadi suatu hal yang tidak dapat
dinafikan.
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
7
B. ManajemenKepegawaiandiIndonesia
Manajemen kepegawaian di Indonesia dibangun melalui dasar-
dasar legal formal, yaitu melalui UU dan Peraturan pemerintah serta
beberapa peraturan perundangan teknis lainya yang dikeluarkan oleh
instutusi terait dengan kepegawaian. UU yang menjadi dasar dalam
manajemen kepegawaian di Indonesia adalah UU No. 8 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok Kepegawaian dan UU No. 43 Tahun 1999 tentang
Perubahan atas UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian. Selain kedua UU tersebut, UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah pun merupakan salah satu landasan yang
digunakan, khususnya dalam pengaturan manajemen kepegawaian di
daerah.
Dalam pasal 1 butir 8 UU No. 43 Tahun 1999 dikatakan sebagai
berikut: "Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah keseluruhan upaya-
upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan derajat
profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi, dan kewajiban
kepegawaian, yang meliputi perencanaan, pengadaan,
pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian,
kesejahteraan dan pemberhentian".
Dari bunyi butir tersebut, terlihat bahwa yang dimaksud dengan
Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah upaya menyeluruh dalam
pengelolaan PNS sejak direncanakan, diberdayakan, dikembangkan,
hingga pemberhentian, dimana semuanya ini diarahkan untuk
pencapaian penyelenggaraan tugas secara efisien.
Adapun kedudukan pegawai negeri dinyatakan dalam pasal 3
UU No. 43 Tahun 1999 sebagai berikut :
(1) Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang
bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara
profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas
negara, pemerintahan, dan pembangunan.
(2) Dalam kedudukan dan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), Pegawai Negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan
partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat.
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
8
(3) Untuk menjamin netralitas Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2), Pegawai Negeri dilarang menjadi anggota dan/atau
pengurus partai politik.
Dari bunyi pasal tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
pegawai negeri adalah pelayan masyarakat - hal yang mungkin
seringkali terlupakan oleh kita selaku pegawai negeri - yang berfugsi
memfasilitasi kebutuhan masyarakat sepanjang dalam koridor
ketentuan yang berlaku. Oleh karena pegawai negeri berfungsi
melayani masyarakat, untuk meminimalisir bias dalam pemberian
layanan kepada masyarakat, maka pegawai negeri tidak diperkenankan
menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil (dalam UU No.
8 Tahun 1974 disebut pembinaan) dinyatakan dalam pasal 13 sebagai
berikut :
(1) Kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil mencakup
penetapan norma, standar, prosedur, formasi, pengangkatan,
pengembangan kualitas sumber daya Pegawai Negeri Sipil,
pemindahan, gaji, tunjangan, kesejahteraan, pemberhentian, hak,
kewajiban, dan kedudukan hukum.
(2) Kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), berada pada Presiden selaku Kepala
Pemerintahan.
(3) Untuk membantu Presiden dalam merumuskan kebijaksanaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan memberikan
pertimbangan tertentu, dibentuk Komisi Kepegawaian Negara yang
ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(4) Komisi Kepegawaian Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3), terdiri dari 2 (dua) Anggota Tetap yang berkedudukan sebagai
Ketua dan Sekretaris Komisi, serta 3 (tiga) Anggota Tidak Tetap
yang kesemuanya diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(5) Ketua dan Sekretaris Komisi Kepegawaian Negara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (4), secara ex officio menjabat sebagai Kepala
dan Wakil Kepala Badan Kepegawaian Negara.
(6) Komisi Kepegawaian Negara mengadakan sidang sekurang-
kurangnya sekali dalam satu bulan.
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
9
Sedangkan secara lebih operasional, manajemen diatur dalam
beberapa peraturan pemerintah yang secara singkat akan diuraikan
berikut ini.
1. Formasi PNS
Formasi PNS diatur dalam PP No. 97 Tahun 2000 tentang
Formasi PNS dan PP No. 54 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas PP
No. 97 Tahun 2000 tentang Formasi PNS.
Pada pasal 1 PP No. 54 Thn 2003 dinyatakan sebagai berikut:
Formasi Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut dengan
formasi adalah jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil
yang diperlukan dalam suatu satuan organisasi negara untuk
mampu melaksanakan tugas pokok dalam jangka waktu tertentu.
Secara nasional, formasi Pegawai Negeri Sipil ditetapkan
oleh Menpan seperti tersebut dalam pasal 2 PP No. 54 Tahun 2003
sebagai berikut :
Formasi Pegawai Negeri Sipil secara nasional setiap tahun anggaran
ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang
pendayagunaan aparatur negara, setelah memperhatikan pendapat
Menteri Keuangan dan pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian
Negara.
Sedangkan penetapan formasi Pegawai Negeri Sipil Pusat
dan Daerah diatur dalam pasal 3 PP No. 54 Tahun 2003 ayat (1) dan
(2) sebagai berikut :
(1)Formasi Pegawai Negeri Sipil Pusat untuk masing-masing satuan
organisasi Pemerintah Pusat setiap tahun anggaran ditetapkan
oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan
aparatur negara setelah mendapat pertimbangan dari Kepala
Badan Kepegawaian Negara.
(2)Formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah untuk masing-masing
satuan organisasi Pemerintah Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota
setiap tahun anggaran ditetapkan oleh Kepala Daerah masing-
masing setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri yang
bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara,
berdasarkan pertimbangan dari Kepala Badan Kepegawaian
Negara.
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
10
2. Pengadaan PNS
Pengadaan PNS diatur dalam PP No. 98 Tahun 2000 tentang
Pengadaan PNS dan PP No. 11 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas
PP No. 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan PNS.
Dalam pasal 1 ayat (1) PP No. 98 Tahun 2000 dinyatakan
sebagai berikut :
Pengadaan Pegawai Negeri Sipil adalah kegiatan untuk mengisi
formasi yang lowong.
Sedangkan mengenai pengadaan sampai dengan
pengangkatan, dinyatakan dalam pasal 2 ayat (1) PP No. 98 Tahun
2000 sebagai berikut :
Pengadaan Pegawai Negeri Sipil dilakukan mulai dari perencanaan,
pengumuman, pelamaran, penyaringan, pengangkatan Calon
Pegawai Negeri Sipil sampai dengan pengangkatan menjadi Pegawai
Negeri Sipil.
3. Diklat Jabatan PNS
Diklat Jabatan PNS diatur dalam PP No. 101 Tahun 2000
tentang Diklat Jabatan PNS yang merupakan pengganti PP No. 14
Tahun 1994
Pengertian diklat dinyatakan dalam pasal 1 ayat (1) sebagai
berikut:
Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil yang
selanjutnya disebut Diklat adalah proses penyelenggaraan belajar
mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan Pegawai Negeri
Sipil.
Adapun tujuan diklat dinyatakan dalam pasal 2 sebagai
berikut :
a. meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan sikap
untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional
dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan
kebutuhan instansi;
b. menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu
dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa;
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
11
c. memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi
pada pelayanan, pengayoman dan pemberdayaan masyarakat;
d. menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam
melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan
demi terwujudnya kepemerintahan yang baik.
Sedangkan sasaran diklat dinyatakan dalam pasal 3 sebagai
berikut :
Sasaran Diklat adalah terwujudnya PNS yang memiliki kompetensi
yang sesuai dengan persyaratan jabatan masing-masing.
Adapun mengenai jenis diklat bagi PNS pada dasarnya ada
dua jenis seperti yang dinyatakan dalam pasal 4 yaitu :
1. Diklat Pra Jabatan
Diklat Pra Jabatan merupakan diklat yang merupakan persyaratan
bagi CPNS untuk diangkat menjadi PNS.
Sedangkan tujuannya adalah "untuk memberikan pengetahuan
dalam rangka pembentukan wawasan kebangsaan, kepribadian
dan etika PNS, disamping pengetahuan dasar tentang sistem
penyelenggaraan pemerintahan negara, bidang tugas dan budaya
organisasinya agar mampu melaksanakan tugas dan perannya
sebagai pelayan masyarakat". (Pasal 7)
2. Diklat Dalam Jabatan
Diklat Dalam Jabatan dilaksanakan untuk mengembangkan
pengetahuan, keterampilan dan sikap PNS agar dapat
melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan
dengan sebaik-baiknya.
Adapun jenis diklat dalam jabatan seperti yang dinyatakan dalam
pasal 8 adalah :
a. Diklat Kepemimpinan;
b. Diklat Fungsional;
c. Diklat Teknis
Dalam pasal 9 dinyatakan sebagai berikut :
Diklat Kepemimpinan yang selanjutnya disebut Diklatpim
dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi
kepemimpinan aparatur pemerintah yang sesuai dengan jenjang
jabatan struktural.
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
12
Sedangkan peserta Diklatpim, seperti dinyatakan dalam
pasal 14 ayat (1) adalah adalah PNS yang akan atau telah menduduki
Jabatan Struktural.
4. Pengangkatan PNS
Pengangkatan PNS diatur dalam PP No. 13 Tahun 2002
tentang Perubahan Atas PP No. 100 Tahun 2000 tentang
Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural
Pengertian jabatan struktural dinyatakan dalam pasal 1 ayat
(2) PP No. 100 Tahun 2000 sebagai berikut :
Jabatan struktural adalah suatu kedudukan yang menunjukkan
tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang Pegawai Negeri
Sipil dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi negara.
Dalam kaitannya dengan pengangkatan seorang PNS dalam
suatu jabatan struktural, maka yang bersangkutan harus mengikuti
Dikltapim sesuai dengan jabatan yang akan atau telah didudukinya.
Hal ini diatur dalam pasal 7 PP No. 13 Tahun 2002 sebagai berikut :
(1)Pegawai Negeri Sipil yang akan atau telah menduduki jabatan
struktural harus mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan
kepemimpinan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan untuk
jabatan tersebut.
(2)Pegawai Negeri Sipil yang telah memenuhi persyaratan
kompetensi jabatan struktural tertentu dapat diberikan sertifikat
sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh instansi pembina
dan instansi pengendali serta dianggap telah mengikuti dan lulus
pendidikan dan pelatihan kepemimpinan yang dipersyaratkan
untuk jabatan tersebut.
Pasal ini merupakan perubahan atas pasal 7 PP No. 100
Tahun 2000 yang sebelumnya berbunyi sebagai berikut :
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan struktural belum
mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan kepemimpinan sesuai
dengan tingkat jabatan struktural wajib mengikuti dan lulus
pendidikan dan pelatihan kepemimpinan selambat-lambatnya 12
(dua belas) bulan sejak yang bersangkutan dilantik.
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
13
Agar setiap pejabat lebih fokus pada pekerjaannya, maka
tidak diperkenankan untuk melakukan jabatan rangkap. Hal ini
diatur dalam pasal 8 PP No. 100 Tahun 2000 yang berbunyi sebagai
berikut :
Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural tidak dapat
menduduki jabatan rangkap, baik dengan jabatan struktural
maupun dengan jabatan fungsional.
5. Penilaian Kinerja PNS
Penilaian kinerja merupakan salah satu faktor penting dalam
manajemen SDM. Melalui penilaian ini diharapkan teridentifikasi
kinerja seorang pegawai dalam kurun waktu tertentu sesuai dengan
kriteria yang ditentukan. Dalam lingkungan PNS, penilaian kinerja
diatur melalui PP No. 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 1 PP No. 10 Tahun 1979 menyatakan sebagai berikut:
Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan :
a. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil,
yang selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah in disebut Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan adalah suatu daftar yang
memuat hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan seorang Pegawai
Negeri Sipil dalam jangka waktu 1 (satu) tahun yang dibuat oleh
Pejabat Penilai;
b. Pejabat Penilai adalah atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang
dinilai dengan ketentuan serendah-rendahnya Kepala Urusan
atau pejabat lain yang setingkat dengan itu, kecuali ditentukan
lain oleh Menteri,Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan
Lembaga Tertinggi/Tingggi Negara, Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non Departemen, dan Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I dalam lingkungannya masing-masing.
c. Atasan Pejabat penilai adalah atasan langsung dari Pejabat
Penilai.
Adapun tujuan dilaksanakannya penilaian melalui DP-3
dinyatakan dalam pasal 2 sebagai berikut:
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
14
Tujuan dari Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan adalah untuk
memperoleh bahan-bahan pertimbangan yang obyektif dalam
pembinaan Pegawai Negeri Sipil.
Sedangkan unsur-unsur yang dinilai, tercantum dalam pasal
4 ayat (2) sebagai berikut :
(2)Dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, unsur-unsur yang
dinilai adalah :
a. kesetiaan;
b. prestasi kerja;
c. tanggung jawab;
d. ketaatan;
e. kejujuran;
f. kerjasama;
g. prakarsa;
h. kepemimpinan.
6. Kenaikan Pangkat PNS
Kenaikan Pangkat PNS diatur dalam PP No. 12 Tahun 2002
tentang Perubahan Atas PP No. 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan
Pangkat PNS.
Dalam pasal 1 ayat (1), (2), (3), dan (4) PP No. 99 Tahun
2000 dinyatakan sebagai berikut :
(1)Pangkat adalah kedudukan yang menunjukkan tingkat
seseorang Pegawai Negeri Sipil berdasarkan jabatannya dalam
rangkaian susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar
penggajian.
(2)Kenaikan pangkat adalah penghargaan yang diberikan atas
prestasi kerja dan pengabdian Pegawai Negeri Sipil terhadap
negara.
(3)Kenaikan pangkat reguler adalah penghargaan yang diberikan
kepada Pegawai Negeri Sipil yang telah memenuhi syarat yang
ditentukan tanpa terikat pada jabatan.
(4)Kenaikan pangkat pilihan adalah kepercayaan dan penghargaan
yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil atas prestasi
kerjanya yang tinggi.
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
15
Adapun sistem yang digunakan dalam kenaikan pangkat
dinyatakan dalam pasal 3 PP No. 99 Tahun 2000 sebagai berikut :
Kenaikan pangkat dilaksanakan berdasarkan sistem kenaikan
pangkat reguler dan sistem kenaikan pangkat pilihan.
Sedangkan masa kenaikan pangkat diatur dalam pasal 4 PP
No. 12 Tahun 2002 sebagai berikut :
Periode kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil ditetapkan pada
tanggal 1 April dan 1 Oktober setiap tahun, kecuali ditentukan lain
dalam Peraturan Pemerintah ini.
Pasal ini merupakan perubahan atas pasal 4 PP No. 99 Tahun
2000 yang sebelumnya berbunyi sebagai berikut :
Kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil ditetapkan pada tanggal 1
Januari, 1 April, 1 Juli, dan 1 Oktober setiap bulan, kecuali ditentukan
lain dalam Peraturan Pemerintah ini.
Pada dasarnya, secara formal, pemerinah telah berusaha
untuk memberikan penghargaan kepada PNS yang mempunyai
kinerja sangat baik, hal ini dinyatakan dalam pasal 15 PP No. 99
Tahun 2000 sebagai berikut :
Pegawai Negeri Sipil yang menunjukkan prestasi kerja luar biasa
baiknya selama 1 (satu) tahun terakhir, dinaikkan pangkatnya
setingkat lebih tinggi tanpa terikat pada jenjang pangkat, apabila:
a. sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam pangkat terakhir;
dan
b. setiap unsur penilaian prestasi kerja bernilai amat baik dalam 1
(satu) tahun terakhir.
Penghargaan yang sama diberikan kepada PNS yang
menemukan penemuan baru, yang dianggap bermanfaat bagi
negara. Hal ini dinyatakan dalam pasal 16 PP No. 99 Tahun 2000
sebagai berikut :
(1)Pegawai Negeri Sipil yang menemukan penemuan baru yang
bermanfaat bagi negara, dinaikkan pangkatnya setingkat lebih
tinggi tanpa terikat dengan jenjang pangkat.
(2)Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diberikan pada saat yang bersangkutan telah 1 (satu) tahun
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
16
dalam pangkat terakhir dan penilaian prestasi kerja dalam 1
(satu) tahun terakhir rata-rata bernilai baik.
7. Penggajian PNS
Penggajian PNS diatur dalam PP No. 11 Tahun 2003 tentang
Peraturan Gaji PNS dan Keppres No. 64 Tahun 2003 tentang
Penyesuaian Gaji Pokok PNS.
Secara formal, pengggajian PNS diatur dalam PP No. 11
Tahun 2003 yang merupakan perubahan atas PP No. 7 Tahun 1977
tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil yang telah beberapa kali
diubah dimana perubahan terakhir adalah PP No. 26 Tahun 2001.
Mengingat tuntuan kebutuhan yang terus berubah, maka
pemerintah pun berupaya menyesuaikan pemberian gaji pokok bagi
PNS. Hal ini datur dalam Keppres No. 64 Tahun 2003 tentang
Penyesuaian Gaji Pokok PNS.
Dalam Pasal 1 ayat (1) Keppres No. 64 Tahun 2003
dinyatakan sebagai berikut :
Gaji pokok Pegawai Negeri Sipil menurut golongan ruang dan masa
kerja golongan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan
Pemerintah Nomor 26 Tahun 2001, terhitung mulai tanggal 1 Januari
2003 disesuaikan dengan gaji pokok menurut golongan ruang dan
masa kerja golongan sebagaimana tercantum dalam Lampiran PP
No. 11 Tahun 2003.
Adapun penetapan mengenai penyesuaian gaji pokok
tersebut dinyatakan dalam pasal 2 Keppres No. 64 Tahun 2003
sebagai berikut :
Penyesuaian gaji pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1,
ditetapkan dengan surat keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian
dalam lingkungan masing-masing sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
8. Jabatan Fungsional PNS
Jabatan Fungsional PNS diatur dalam PP No. 16 Tahun 1994
tentang Jabatan Fungsional PNS
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
17
Pengertian jabatan fungsional dinyatakan dalam pasal 1 ayat
(1) sebagai berikut :
Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya dalam
Peraturan Pemerintah ini disebut jabatan fungsional adalah
kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang
dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan
organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada
keahlian dan/atau ketrampilan tertentu serta bersifat mandiri.
Sedangkan ketentuan mengenai pengangkatan ke dalam
jabatan fungsional dinyatakan dalam pasal 7 sebagai berikut :
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil kedalam jabatan fungsional pada
instansi pemerintah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai
formasi yang telah ditetapkan.
Dalam kaitannya dengan karir, seorang PNS yang menduduki
jabatan fungsional dapat berpindah ke jabatan fungsional yang lain
atau ke dalam jabatan struktural. Hal ini dinyatakan dalam pasal 10
sebagai berikut :
Perpindahan Pegawai Negeri Sipil antar jabatan fungsional atau
antar jabatan fungsional dengan jabatan struktural dimungkinkan
sepanjang memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk masing-
masing jabatan tersebut.
Sedangkan ketentuan mengenai pembinaan jabatan
fungsional tercantum dalam pasal 11 sebagai berikut :
1. Pembinaan jabatan fungsional dilakukan oleh instansi pembina
jabatan fungsional.
2. Penetapan instansi pembina jabatan fungsional sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan penetapan rumpun jabatan
fungsional ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
9. Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian PNS
Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian
PNS diatur dalam PP No. 9 Tahun 2003 tentang Wewenang
Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian PNS yang
merupakan penyempurnaan dari Peraturan Pemerintah No. 96 Tahun
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
18
2000 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.
Sebagai norma dan standarisasi dalam prosedur
pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri
Sipil, Peraturan Pemerintah ini memberikan kewenangan kepada
Presiden, Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat, Pejabat Pembina
Kepegawaian Daerah Propinsi dan Pejabat Pembina Kepegawaian
Daerah Kabupaten/Kota.
Pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Negeri
Sipil Pusat kewenangan diberikan kepada Pejabat Pembina
Kepegawaian Pusat. Bagi Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah
kewenangan ada pada Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah
Propinsi atau Kabupaten/Kota. Keduanya dapat pula
mendelegasikan atau memberikan kuasa kepada Pejabat lain di
lingkungannya. Sedangkan bagi Calon Pegawai Negeri Sipil Pusat
dan Daerah yang tewas atau cacat karena dinas, kewenangan
pengangkatan dilakukan oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Atas permintaan dan persetujuan dari instansi yang
bersangkutan, Kepala Badan Kepegawaian Negara memiliki
kewenangan untuk menetapkan pemindahan Pegawai Negeri Sipil
Pusat antar Departemen/Lembaga, Pegawai Negeri Sipil Pusat dan
Daerah antara Propinsi/Kabupaten/Kota dan Departemen/Lembaga,
Pegawai Negeri Sipil Daerah antara Daerah Propinsi dan Pegawai
Negeri Sipil Daerah antara Daerah Kabupaten/Kota dan Daerah
Kabupaten/Kota Propinsi lainnya.
Pejabat Kepala Badan Kepegawaian Negara menurut
Undang-Undang ini dapat mendelegasikan kewenangannya atau
memberikan kuasa kepada Pejabat lain di lingkungannya.
Dalam hal pemberhentian sementara dari jabatan Negeri,
Presiden memiliki kewenangan untuk menetapkan Pegawai Negeri
Sipil yang menduduki jabatan struktural Eselon I, jabatan
fungsional Jenjang Utama atau jabatan lainnya yang diangkat oleh
Presiden.
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
19
Bagi Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat, Daerah Propinsi
dan Daerah Kabupaten/Kota memiliki kewenangan untuk
menetapkan pemberhentian sementara dari jabatan negeri terhadap
Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural Eselon II, III
dan IV ke bawah di lingkungannya.
10.Pengangkatan Tenaga Honorer
Pengangkatan Tenaga Honorer diatur dalam PP No. 43 Tahun
2007 tentang Perubahan Atas PP No. 48 Tahun 2005 tentang
Pengangkatan Tenaga Honorer
Peraturan Pemerintah ini merupakan pengaturan khusus dan
mengecualikan beberapa pasal dalam PP No. 98 Tahun 2000 tentang
Pengadaan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan
PP No. 11 Tahun 2002.
Dalam pasal 1 ayat (1) PP No. 48 Tahun 2005 dinyatakan
sebagai berikut :
Tenaga honorer adalah seseorang yang diangkat oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan untuk
melaksanakan tugas tertentu pada instansi pemerintah atau yang
penghasilannya menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD).
Pada prinsipnya pengangkatan tenaga honorer untuk
menjadi CPNS ditentukan berdasarkan prioritas tertentu. Adapun
yang mengatur mengenai prioritas tersebut adalah pasal 3 PP No. 43
Tahun 2007 sebagai berikut :
(1)Pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil
diprioritaskan bagi yang melaksanakan tugas sebagai :
a. guru;
b. tenaga kesehatan pada sarana pelayanan kesehatan;
c. tenaga penyuluh di bidang pertanian, perikanan, peternakan;
dan
d. tenaga teknis lainnya yang sangat dibutuhkan pemerintah.
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
20
(2)Pengangkatan tenaga honorer sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) didasarkan pada :
a. usia paling tinggi 46 (empat puluh enam) tahun dan paling
rendah 19 (sembilan belas) tahun; dan
b. masa kerja sebagai tenaga honorer paling sedikit 1 (satu)
tahun secara terus menerus.
(3)Masa kerja terus menerus sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b tidak berlaku bagi dokter yang telah selesai menjalani
masa bakti sebagai pegawai tidak tetap.
Sedangkan prioritas penentuan pengangkatan tenaga
honorer menjadi CPNS dinyatakan dalam pasal 4 PP No. 43 Tahun
2007 sebagai berikut:
(1)Pengangkatan tenaga honorer sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3, dilakukan melalui pemeriksaan kelengkapan
administrasi.
(2)Pengangkatan tenaga honorer yang memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diutamakan bagi tenaga
honorer yang mempunyai masa kerja lebih lama atau yang
usianya menjelang 46 (empat puluh enam) tahun.
Pasal 4, khususnya ayat (2) menegaskan bahwa pada
prinsipnya pengangkatan tenaga honorer diprioritaskan bagi yang
berusia paling tinggi dan/atau mempunyai masa kerja lebih lama.
Dengan adanya PP tentang pengangkatan tenaga honorer ini,
maka tidak ada lagi pengangkatan tenaga honorer kecuali
pemerinah menentukan lain. Hal ini ditegaskan dalam pasal 8 PP
No. 48 Tahun 2005 sebagai berikut:
Sejak ditetapkannya peraturan pemerintah ini, semua
Pejabat Pembina Kepegawaian dan pejabat lain di lingkungan
instansi, dilarang mengangkat tenaga honorer atau yang sejenis,
kecuali ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Selain beberapa peraturan pemerintah yang telah disebutkan
sebelumnya, terdapat beberapa peraturan yang berkaitan dengan
kepegawaian negeri sipil. Salah satu diantaranya adalah PP No. 21
Tahun 2002 tentang Pengalihan Status Anggota TNI dan Polri.
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
21
PP ini, yang merupakan perubahan atas PP No. 4 Tahun 2002
tentang Pengalihan Status Anggota TNI dan Polri tentang Perubahan
Atas PP No. 15 Tahun 2001, mengatur institusi-institusi mana saja
yang jabatan strukturalnya dapat diduduki oleh anggota TNI atau
Polri.
Hal tersebut dinyatakan dalam pasal 9 PP No. 21 Tahun 2002
sebagai berikut :
Selain oleh Pegawai Negeri Sipil, jabatan struktural tertentu
pada instansi sipil :
a. Kantor Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan;
b. Departemen Pertahanan;
c. Sekretariat Militer Presiden;
d. Badan Intelijen Negara;
e. Lembaga Sandi Negara;
f. Lembaga Ketahanan Nasional;
g. Dewan Ketahanan Nasional;
h. Badan S.A.R Nasional;
i. Badan Narkotika Nasional,
dapat diduduki oleh Anggota Tentara Nasional Indonesia dan
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tanpa dialihkan
statusnya menjadi Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan
Pemerintah ini.”
Perbedaan PP ini dengan PP yang diubahnya, yaitu PP No. 4
Tahun 2002 adalah adanya tambahan satu institusi yang jabatan
strukturalnya dapat diduduki oleh anggota TNI atau Polri, yaitu
Kantor Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (pasal 9
butir 'a').
C. Manajemen Kepegawaian Daerah
Perubahan sistem pemerintahan daerah yang diawali dengan
UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian
diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
membawa perubahan pada sistem kepegawaian di daerah. Adapun
pasal-pasal yang berkaitan dengan kepegawaian daerah adalah pasal
129 s.d. pasal 135.
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
22
Sekalipun daerah mempunyai kewenangan dalam hal
manajemen kepegawaian daerah, namun hal tersebut harus merupakan
satu kesatuan dalam kerangka manajemen kepegawaian secara
nasional. Kemudian secara umum, manajemen kepegawaian di daerah
meliputi penetapan formasi, pengadaan, pengangkatan, pemindahan,
pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan, kesejahteraan, hak
dan kewajiban kedudukan hukum, pengembangan kompetensi, dan
pengendalian jumlah. Hal ini tercantum dalam pasal 119 sebagai
berikut :
(1)Pemerintah melaksanakan pembinaan manajemen pegawai negeri
sipil daerah dalam satu kesatuan penyelenggaraan manajemen
pegawai negeri sipil secara nasional.
(2)Manajemen pegawai negeri sipil daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi penetapan formasi, pengadaan, pengangkatan,
pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan,
kesejahteraan, hak dan kewajiban kedudukan hukum,
pengembangan kompetensi, dan pengendalian jumlah.
Pemberlakuan UU No. 32 Tahun 2004 nampaknya memberikan
kewenangan yang lebih besar kepada Gubernur - dibandingkan dengan
UU No. 22 tahun 1999 - dalam hal pengangkatan, pemindahan, dan
pemberhentian jabatan. Kewenangan yang lebih besar di sini khususnya
dalam hal pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dari dan
dalam jabatan eselon II pada pemerintah daerah kabupaten/kota,
dimana peran Gubernur sebagai pihak yang harus dimintai
pertimbangan. Hal ini dinyatakan dalam pasal 130 sebagai berikut :
(1)Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dari dan
dalam jabatan eselon II pada pemerintah daerah provinsi ditetapkan
oleh Gubernur.
(2)Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dari dan dala
jabatan eselon II pada pemerintah daerah kabupaten/kota
ditetapkan oleh Bupati/Walikota setelah berkonsultasi kepada
Gubernur.
Peran Gubernur tidak hanya pada pada perpindahan pegawai
dari dan dalam jabatan eselon II, akan tetapi juga perpindahan PNS
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
23
antar kabupaten/kota dalam daerah propinsi yang dipimpinnya.
Sedangkan apabila perpindahan pegawai tersebut lintas provinsi, atau
perpindahan PNS tersebut dari provinsi/kabupaten/kota ke
departemen/LPND atau sebaliknya, maka penetapannya dilakukan oleh
Mendagri setelah mendapat pertimbangan dari Kepala BKN. Hal-hal
yang berkaitan dengan perpindahan pegawai ini dinyatakan dalam
pasal 131 sebagai berikut :
(1)Perpindahan pegawai negeri sipil antar kabupaten/kota dalam satu
provinsi ditetapkan oleh Gubernur setelah memperoleh
pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara.
(2)Perpindahan pegawai negeri sipil antar kabupaten/kota antar
provinsi, dan antar provinsi ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri
setelah memperoleh pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian
Negara.
(3)Perpindahan pegawai negeri sipil provinsi/kabupaten/kota ke
departemen/lembaga pemerintah non departemen atau sebaliknya,
ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setelah memperoleh
pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Peran Gubernur juga terasa pada saat penetapan formasi, baik di
daerah provinsi, kabupaten, maupun kota, dimana Gubernur
mempunyai hak untuk mengusulkan formasi PNS untuk ditetapkan
oleh Menpan. Hal inidinyatakan dalam pasal 132 sebagai berikut :
Penetapan formasi pegawai negeri sipil daerah
provinsi/kabupaten/kota setiap tahun anggaran dilaksanakan oleh
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara atas usul Gubernur.
Peran lain Gubernur dalam manajemen kepegawaian daerah
adalah sebagai koordinator dalam pembinaan dan pengawasan
manajemen PNS daerah. Hal ini tercantum dalam pasal 135 sebagai
berikut :
(1)Pembinaan dan pengawasan manajemen pegawai negeri sipil daerah
dikoordinasikan pada tingkat nasional oleh Menteri Dalam Negeri
dan pada tingkat daerah oleh Gubernur.
(2)Standar, norma, dan prosedur pembinaan dan pengawasan
manajemen pegawai negeri sipil daerah diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
24
Selain beberapa PP tersebut, terdapat pula peraturan
perundangan yang berkaitan dengan kepegawaian, khususnya
kepegawaian negeri sipil di daerah. Salah satu diantaranya adalah
Keppres No. 159 Tahun 2000 tentang Pembentukan BKD.
BKD merupakan perangkat daerah yang melaksanakan
manajemen Pegawai Negeri Sipil Daerah. Karena merupakan
perangkat daerah, maka BKD merupakan suatu institusi yang berada
di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui
Sekretaris Daerah (pasal 2). Adapun tugas pokok BKD tercantum
dalam pasal 3 sebagai berikut :
BKD mempunyai tugas pokok membantu Pejabat Pembina
Kepegawaian Daerah dalam melaksanakan Manajemen Pegawai
Negeri Sipil Daerah.
Sedangkan fungsi BKD dalam rangka melaksanakan
manajemen PNS daerah, cukup banyak dan semuanya tertuang
dalam pasal 4 sebagai berikut :
a. penyiapan penyusunan peraturan perundang-undangan daerah
di bidang kepegawaian sesuai dengan norma, standar, dan
prosedur yang ditetapkan Pemerintah;
b. perencanaan dan pengembangan kepegawaian daerah;
c. penyiapan kebijakan teknis pengembangan kepegawaian daerah
d. penyiapan dan pelaksanaan pengangkatan, kenaikan pangkat,
pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Daerah
sesuai dengan norma, standar, dan prosedur yang ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan
e. pelayanan administrasi kepegawaian dalam pengangkatan,
pemindahan, dan pemberhentian dalam dan dari jabatan
struktural atau fungsional sesuai dengan norma, standar, dan
prosedur yang ditetapkan dengan peraturan perundang-
undangan;
f. penyiapan dan penetapan pensiun Pegawai Negeri Sipil Daerah
sesuai dengan norma, standar, dan prosedur yang ditetapkan
dengan peraturan perundang-undangan;
g. penyiapan penetapan gaji, tunjangan, dan kesejahteraan Pegawai
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
25
Negeri Sipil Daerah sesuai dengan norma, standar, dan prosedur
yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan;
h. penyelenggaraan administrasi Pegawai Negeri Sipil Daerah;
i. pengelolaan sistem informasi kepegawaian daerah; dan
j. penyampaian informasi kepegawaian daerah kepada Badan
Kepegawaian Negara.
Mengingat perannya yang cukup penting dalam penataan
manajemen Pegawai Negeri Sipil Daerah, maka peraturan perundangan
mengharuskan setiap daerah membentuk BKD. Hal tersebut dinyatakan
dalam pasal 5 ayat (1).
D. PermasalahandalamSistemKepegawaiandiIndonesia
Seperti telah dinyatakan sebelumnya dan diyakini oleh banyak
pihak, bahwa mengingat SDM merupakan asset organisasi yang paling
berharga, mengingat segala kelebihannya dibandingkan dengan asset
yang lain, maka seharusnya pengelolaannya mendapat perhatian yang
serius. Namun demikian, dari pengalaman empiris, masih cukup
banyak permasalahan yang membelit manajemen kepegawaian di
Indonesia. Beberapa permasalahan justru menunjukkan permasalahan
yang mendasar dalam suatu manajemen kepegawaian/SDM. Beberapa
masalah lain berkaitan dengan upaya pemanfaatan dan/atau
pengembangan. Berikut akan disampaikan beberapa permasalahan
yang berkaitan dengan manajemen kepegawaian dan beberapa
alternatif solusi yang diharapkan dapat meminimalisir permasalahan
yang ada.
1. Permasalahan yang Berkaitan dengan Penerimaan Pegawai
Pengadaaan pegawai merupakan langkah pertama dalam
suatu siklus kepegawaian. Tahapan ini didahului dengan upaya
untuk menganalisis kebutuhan pegawai, baik secara kuantitas
maupun kualitas, dalam arti kebutuhan akan calon pegawai yang
mempunyai kompetensi yang dibutuhkan. Upaya identifikasi atas
kuantitas dapat dilakukan dengan jalan melakukan analisis atas
beban kerja yang seharusnya diemban oleh para pegawai
dibandingkan dengan para pegawai yang tersedia. Sedangkan
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
26
identifiaksi atas kualitas dapat dilihat dari persyaratan jabatan
untuk setiap posisi yang dibutuhkan. Dengan demikian, jika kedua
hal ini dapat dilakukan dengan benar, maka peluang kegagalan
untuk mendapatkan calon pegawai yang diharapkan dapat
diminimalisir.
Namun, berdasaran pengalaman, nampaknya hal ini tidak
terlalu sungguh-sungguh diperhatikan. Sekalipun masih terlalu
sumir untuk dibuktikan, namun pengalaman praktik menunjukkan
banyaknya pegawai yang ditempatkan tidak sesuai dengan
kompetensinya, misalnya dengan latar belakang pendidikan yang
dimiliki. Memang tidak ada jaminan bahwa kesesuaian latar
belakang pendidikan dengan posisi/jabatan akan menjamin
efektivitas kerja, namun jika yang sesuai saja tidak ada jaminan,
bagaimana pula dengan yang tidak sesuai ?
Contoh terkini adalah rekrutmen CPNS yang berasal dari
tenaga honorer. Seperti diketahui bahwa pengangkatan tersebut
dilandasi oleh PP No. 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga
Honorer dan PP No. 43 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas PP No. 48
Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer. Prinsip
pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS adalah usia dan masa
kerja.
Dalam PP 48 Tahun 2005, bahkan ditegaskan prioritas
pengangkatan didasarkan berdasarkan usia dan masa kerja, yang
secara formal dicantumkan dalam pasal 3 ayat (2) sebagai berikut :
Pengangkatan tenaga honorer sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didasarkan pada usia dan masa kerja sebagai berikut :
a. Tenaga honorer yang bekerja paling tinggi 46 (empat puluh enam)
tahun dan mempunyai masa kerja 20 (dua puluh) tahun atau
lebih secara terus-menerus.
b. Tenaga honorer yang berusia paling tinggi 46 (empat puluh enam)
tahun dan mempunyai masa kerja 10 (sepuluh) tahun atau lebih
sampai dengan kurang dari 20 (dua puluh) tahun secara terus-
menerus.
c. Tenaga honorer yang berusia paling tinggi 40 (empat puluh) tahun
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
27
dan mempunyai masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih sampai
dengan kurang dari 10 (sepuluh) tahun secara terus-menerus.
d. Tenaga honorer yang berusia paling tinggi 35 (tiga puluh lima)
tahun dan mempunyai masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih
sampai dengan kurang dari 5 (lima) tahun secara terus-menerus.
Sekalipun kemudian pasal 3 ayat (2) ini direvisi, namun
pasal penggantinya pun tidak memberikan perubahan yang
signifikan, dimana isi pasal tersebut, yaitu pasal 3 ayat (2) PP No. 43
Tahun 2007 adalah sebagai berikut :
(2)Pengangkatan tenaga honorer sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) didasarkan pada :
a. usia paling tinggi 46 (empat puluh enam) tahun dan paling rendah
19 (sembilan belas) tahun; dan
b. masa kerja sebagai tenaga honorer paling sedikit 1 (satu) tahun
secara terus menerus.
Yang dimaksud dengan tidak adanya perubahan dalam hal
ini adalah bahwa pengangkatan tersebut tidak mensyaratkan
kompetensi tertentu untuk dapat diterima sebagai CPNS, melainkan
hanya usia dan masa kerja. Bahkan usia merupakan salah satu
faktor penentu prioritas dalam pengangkatan tersebut. Hal ini
ditegaskan dalam pasal 4 sebagai berikut :
(1)Pengangkatan tenaga honorer sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3, dilakukan melalui pemeriksaan kelengkapan
administrasi.
(2)Pengangkatan tenaga honorer yang memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diutamakan bagi tenaga
honorer yang mempunyai masa kerja lebih lama atau yang
usianya menjelang 46 (empat puluh enam) tahun.
Hal tersebut tentu bertentangan dengan semangat untuk
mendapatkan pegawai yang mempunyai kompetensi yang
disyaratkan agar peran PNS sebagai abdi masyarakat dapat berjalan
dengan lebih baik.
Sebelum ada kesalahpahaman mengenai pengangkatan
tenaga honorer ini, dalam hal ini penulis tidak mengatakan
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
28
ketidaksetujuan terhadap pengangkatan tenaga honorer menjadi
CPNS, namun yang perlu diperhatikan di sini adalah persyaratan
kompetensi sehingga mereka yang kemudian terseleksi adalah yang
benar-benar mempunyai kompetensi yang disyaratkan.
2. Permasalahan yang Berkaitan dengan Pengembangan Pegawai
Pengembangan pegawai merupakan upaya untuk
meningkatkan kompetensi pegawai untuk menutup kesenjangan
antara kompetensi yang dimiliki dengan kompetensi yang
diharapkan, sesuai dengan posisi yang ditempati. Jadi esensi suatu
kegiatan pengembangan pegawai adalah pemenuhan kompetensi
yang disyaratkan, bukan sekedar mengikuti suatu kegiatan
pengembangan. Dengan kata lain, suatu kegiatan diklat seharusnya
diikuti oleh orang yang memang mempunyai kesenjangan
kompetensi atau belum memiliki kompetensi yang diperlukan untuk
melaksanakan pekerjaannya. Jenis pengembangan SDM yang
seringkali dilakukan adalah pelatihan (yang dalam konteks
keseharian kehidupan PNS dikenal dengan istilah diklat).
Berdasarkan pengalaman, banyak kegiatan diklat yang
diikuti oleh peserta yang pekerjaannya tidak mempunyai relevansi
dengan materi/fokus diklat. Kondisi seperti ini tentu merupakan
biaya tinggi, baik bagi instansi pengirim peserta mauupun
penyelenggara. Biaya tinggi dalam hal ini tidak semata-mata
berkaitan dengan finansial saja, akan tetapi waktu yang terbuang
selama mengikuti diklat dibandingkan dengan pemanfatan keahlian
yang diperoleh di tempat kerja.
Diklat-diklat yang diikuti oleh peserta yang ssebetulnya
tidak sesuai banyak dijumpai di kegiatan-kegiatan yang merupakan
"proyek" (dibiayai oleh negara dan harus dikerjakan dengan jumlah
peserta sesuai dengan rencana). Tidak jarang peserta yang sama
sekali tidak berkaitan dengan materi/fokus diklat dimasukkan
sebagai peserta semata-mata untuk memenui kuota peserta sesuai
pagu anggaran.
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
29
Esensi dari uraian tersebut adalah, program diklat yang
diselenggarakan tidak disertai dengan analisis kebutuhan diklat.
Padahal seperti diketahui, analisis kebutuhan diklat adalah
landasan logis dalam suatu penyelenggaraan diklat. Melalui analisis
kebutuhan diklat yang dilakukan dengan baik, akan teridentifikasi
kompetensi apa yang masih dibutuhkan dan siapa yang harus
mengikuti kegiatan diklat yang direncanakan.
Hal lain yang menurut penulis menjadi salah satu masalah
adalah pelaksanaan diklat struktural. Dalam peraturan
perundangan diklat struktural dikenal dengan istilah Diklatpim
yang wajib diikuti oleh pegawai yang menduduki jabatan struktural.
Dalam pasal 14 ayat (1) PP 101 Tahun 2000 dinyatakan sebagai
berikut :
Peserta Diklatpim adalah PNS yang akan atau telah menduduki
Jabatan Struktural.
Dari pernyataan tersebut jelas terlihat bahwa diklat jenis ini
dapat diikuti oleh pegawai yang akan menduduki suatu jabatan
struktural atau oleh pegawai yang telah menduduki suatu jabatan
struktural tertentu. Dampak dari ketentuan ini adalah berbondong-
bondongnya pegawai untuk mengikuti diklatpim. Sebagian pegawai
bahkan rela membayar sendiri untuk mengikuti diklatpim dengan
asumsi jika telah mengikuti Diklatpim, maka tiket untuk menduduki
jabatan struktural telah dimiliki dan tinggal menunggu waktu saja.
Perlu dipahami bahwa Diklatpim diharapkan sebagai ajang
pembentukan kompetensi kepemimpinan sesuai dengan
tingkatannya. Selain itu, Diklatpim pun berkorelasi dengan formasi
yang ada. Jika pola-pola penyelenggaraan Diklatpim dilakukan
seperti kebanyakan saat ini, maka dikhawatirkan esensi diklatpim
yang sesungguhnya tidak tercapai karena orientasi peserta tidak lagi
pada pemenuhan kompetensi yang seharusnya dimiliki sebagai
pemimpin, tapi keinginan untuk mendapatkan posisi struktural.
Dikaitkan dengan formasi, sudah bukan rahasia jika masih
banyak alumni Diklatpim yang belum juga menduduki jabatan
struktural. Hal ini tentu merupakan suatu kesia-siaan. Jikapun
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
30
beberapa tahun kemudian para alumni ini menduduki jabatan
struktural, maka sangat mungkin mereka tidak lagi memiliki
kompetensi yang disyaratkan untuk menduduki jabatan tersebut.
Masalah lain yang berkaitan dengan diklat adalah tidak
adanya mekanisme dan implementasi yang jelas yang berkaitan
dengan evaluasi hasil suatu kegiatan diklat. Pada umumnya satu
kegiatan diklat diakhiri dengan evaluasi, yang secara akademis
dikenal dengan istilah reaction level.
Reaction level merupakan jenis evaluasi yang mengukur apa
yang peserta pelatihan rasakan mengenai pelatihan yang telah
mereka ikuti. Evaluasi ini dilakukan melalui instrumen kuesioner
dimana peserta diminta untuk memberikan umpan balik dan apa
yang mereka rasakan mengenai diklat yang baru saja mereka ikuti.
Item-item pertanyaan biasanya berkisar seputar penyelenggaraan
diklat, penyediaan fasilitas, kapasitas widyaiswara, pelayanan
panitia, dsb, yang tidak berkaitan dengan evaluasi terhadap hasil
pelatihan.
Jenis evaluasi seperti uraian di atas, hanya sebagian dari
evaluasi yang harus dilakukan, namun belum menyentuh esensi
evaluasi. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa reaction level
tidak memberikan gambaran yang jelas mengenai apakah pelatihan
yang diberikan mencapai tujuan yang diinginkan atau tidak atau apa
yang telah didapat dari pelatihan, atau bagaimana pengaruhnya
terhadap kinerja pegawai/organisasi.
3. Permasalahan yang Berkaitan dengan Karir Pegawai
Karir merupakan perjalanan kehidupan pekerjaan seseorang.
Suatu organisasi yang baik seharusnya mempunyai pola karir yang
jelas dengan segala persyaratannya sehingga setiap anggota
organisasi dapat memprediksi arah karir mana yang akan dituju.
Dalam sistem kepegawaian PNS, nampaknya manajemen
karir belum mendapatkan porsi yang seharusnya. Bukan hal yang
aneh jika seorang PNS tidak dapat meraba kemana perjalanan
karirnya kemudian. Hal ini sedkit berbeda dengan pola karir di
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
31
kalangan militer atau kepolisian yang nampaknya mempunyai pola
karir yang relatif lebih baik.
Pola karir yang dimaksudkan di sini tidak hanya berupa
rangkaian karir, tapi juga pembinaan karir yang sebaiknya
melibatkan pegawai. Dalam praktiknya, perjalanan karir seorang
pegawai cenderung ditentukan oleh organisasi tanpa atau dengan
sedikit memberikan ruang kepada pegawai untuk terlibat dalam
penentuan karirnya.
Dalam konteks jabatan, memang tersedia jabatan yang
disebut dengan jabatan fungsional. Akan tetapi sudah bukan rahasia
umum bahwa jabatan ini kurang diminati. Miskin struktur kaya
fungsi yang seringkali digembar-gemborkan nampaknya hanya
merupakan jargon semata, belum mencapai tataran praktik.
Berdasarkan prediksi, hanya sedikit pegawai yang mempunyai
minat untuk berkarir pada jabatan fungsional. Dengan kata lain
kecenderungan yang dibidik adalah jabatan struktural. Jabatan
fungsional seringkali dijadikan pilihan manakala masa jabatan
sturktural sudah tidak memunginkan. Salah satu penyebabnya
adalah karena hal ini secara legal memang dimungkinkan. Hal ini
tercantum dalam pasal 10 PP No. 16 Tahun 1994 sebagai berikut :
Perpindahan Pegawai Negeri Sipil antar jabatan fungsional
atau antar jabatan fungsional dengan jabatan struktural
dimungkinkan sepanjang memenuhi persyaratan yang ditetapkan
untuk masing-masing jabatan tersebut.
4. Permasalahan yang Berkaitan dengan Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja merupakan upaya untuk mengidentifikasi
kinerja pegawai dalam kurun waktu tertentu. Hasil penilaian kinerja
dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, misalnya pemberian
umpan balik kepada pegawai, penentuan kompensasi, pertimbangan
dalam pengangkatan dalam jabatan, mutasi, pelatihan, dan
sebagainya. Kondisi ini dapat diwujudkan jika instrumen yang
digunakan dalam penilaian kinerja valid dan reliabel.
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
32
Dari beberapa literatur (Cascio, 2003 dan Noe et al, 2003)
instrumen penilaian kinerja yang efektif paling tidak mempunyai
karakteristik sebagai berikut :
1. Relevan (relevance)
Relevan mempunyai makna (1) terdapat kaitan yang erat antara
standar untuk pelerjaan tertentu dengan tujuan organisasi, dan
(2) terdapat keterkaitan yang jelas antara elemen-elemen kritis
suatu pekerjaan yang telah diidentifikasi melalui analisis jabatan
dengan dimensi-dimensi yang akan dinilai dalam form penilaian.
2. Sensitivitas (sensitivity)
Sensitivitas berarti adanya kemampuan sistem penilaian kinerja
dalam membedakan pegawai yang efektif dan pegawai yang tidak
efektif.
3. Reliabilitas (reliability)
Reliabilitas dalam konteks ini berarti konsistensi penilaian.
Dengan kata lain sekalipun instrumen tersebut digunakan oleh
dua orang yang berbeda dalam menilai seorang pegawai, hasil
penilaiannya akan cenderung sama.
4. Akseptabilitas (acceptability)
Akseptabilitas berarti bahwa pengukuran kinerja yang dirancang
dapat diterima oleh pihak-pihak yang menggunakannya.
5. Praktis (practicality)
Praktis berarti bahwa instrumen penilaian yang disepakati mudah
dimenegerti oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses penilaian
tersebut.
Jika karakteristik tersebut dibandingkan dengan DP-3 yang
merupakan insrumen penilaian kinerja PNS, nampaknya juah
panggang dari api. Seperti diketahui DP-3 berlaku untuk semua
pegawai, tanpa memperhatikan golongan, pangkat, atau jenis
pekerjaan. Dengan kata lain, DP-3 tidak mengukur apa yang
seharusnya diukur, yaitu kinerja pegawai.
Unsur-unsur penilaian yang ada dalam DP-3 relatif sulit
untuk diukur sehingga berpotensi menimbulkan bias penilaian.
Berikut contoh kinerja yang harus diukur dalam DP-3 dan skala
penilaiannya.
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
33
Unsur yang
Dinilai
Uraian Nilai
Kesetiaan Selalu berusaha dengan sungguh -
pengetahuannya tentang Pancasila dan Undang - Undang
Dasar 1945, serta selalu berusaha mempelajari Haluan Negara,
Politik Pemerintah, dan rencana - rencana pemerintah dengan
tujuan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara berdaya guna
dan berhasil guna.
sungguh memperdalam 91 -
(Amat
Baik)
100
Kalau ada dorongan baru mau berusaha
sungguh mempelajari dan memperdalam pengetahuannya
tentang Pancasila dan Undang 1945, serta selalu berusaha
mempelajari Haluan Negara, Politik Pemerintah, dan rencana -
rencana pemerintah sesuai dengan bidang tugasnya.
dengan sungguh -
-
76 -
(Baik)
90
Kurang berusaha mempelajari dan memperdalam
pengetahuannya tentang Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945, serta selalu berusaha mempelajari Haluan
Negara, Politik Pemerintah, dan rencana-rencana pemerintah
sesuai dengan bidang tugasnya.
61 -
(Cukup)
75
Prestasi
Kerja
Mempunyai keterampilan yang
melaksanakan tugasnya.
sangat baik dalam 91 -
(Amat
Baik)
100
Mempunyai keterampilan yang
tugasnya.
baik dalam melaksanakan 76 -
(Baik)
90
Mempunyai keterampilan yang
tugasnya.
cukup dalam melaksanakan 61 - 75
(Cukup)
Dalam kaitannya dengan contoh untuk menilai kesetiaan,
terlihat betapa sulitnya seorang atasan menilai bawahannya dalam
kurun waktu satu tahun dimana atasan tersebut harus
memperhatikan apakah para bawahannya dalam kurun waktu satu
tahun itu Selalu berusaha dengan sungguh-sungguh, Kalau ada
dorongan baru mau berusaha dengan sungguh-sungguh, atau
Kurang berusaha mempelajari dan memperdalam pengetahuannya
tentang Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan hal-hal lain
yang diminta dalam penilaian. Kemudian, dalam contoh menilai
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
34
prestasi kerja, makna Sangat Baik, Baik, Cukup sangat bias karena
tidak mempunyai ukuran yang pasti. Penilaian semacam ini akan
sangat tergantung pada bagaimana si atasan menginterpretasi
makna Sangat Baik, Baik, dan Cukup tersebut, yang mungkin sangat
subyektif.
Dua hal di atas hanyalah contoh yang menunjukkan
kurangnya efektivitas penilaian kinerja dengan menggunakan DP-3.
Oleh karena itu bukan rahasia jika penilaian kinerja PNS yang
dilakukan setahun sekali lebih mengandalkan nilai DP-3 pegawai
yang bersangkutan sebagai dasar dalam penilaian kinerja
selanjutnya, tanpa memberhatikan kinerja riilnya.
E. Upaya PenataanSistemKepegawaiandiIndonesia
Penataan sistem kepegawaian bukanlah merupakan hal yang
sederhana. Dalam tulisan singkat ini akan dibahas beberapa hal yang
kiranya dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam melakukan
pembenahan.
1. Penekanan pada Analisis Beban Kerja dan Analisis Jabatan
Penerimaan pegawai merupakan langkah awal dalam suatu
siklus manajemen SDM. Penerimaan merupakan upaya
mendapatkan pegawai yang tepat, baik secara kuantitas maupun
kualitas sesuai dengan posisi yang tersedia dalam organisasi.
Mengingat pentingnya tahapan ini, maka perlu dipersiapkan terlebih
dahulu kepastian mengenai kualifikasi pegawai seperti apa yang
dibutuhkan dan berapa jumlah yang tepat. Dengan demikian,
pembicaraan ini berkaitan dengan upaya untuk menentukan jumlah
beban kerja yang seharusnya ditanggung oleh suau organisasi.
Dalam konteks ini, maka analisis beban kerja memainkan peranan
yang sangat penting.
Analisis beban kerja merupakan upaya untuk
mengidentifikasi seberapa besar beban kerja yang ditanggung oleh
suatu organisasi dan berapa jumlah pegawai - dengan kualitas
tertentu - yang dibutuhkan untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan
tersebut. Kuantitas dan kualifikasi pegawai yang dibutuhkan dapat
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
35
diidentifikasi apabila organisasi memiliki data yang dapat dijadikan
sebagai salah satu dasar dalam pengambilan keputusan. Aktivitas
yang hasilnya dapat memberikan informasi mengenai berbagai jenis
pekerjaan dan kualifikasi minimum yang dibutuhkan untuk
mengerjakan berbagai pekejaan tersebut adalah analisis jabatan.
Hasil analisis jabatan tidak hanya berguna sebagai landasan
analisis beban kerja, akan tetapi lebih dari itu. Hasil analisis jabatan
juga bermanfaat dalam melaksanakan rekrutmen, seleksi, mutasi,
pengembangan SDM, pemberian kompensasi, mutasi, penilaian
kinerja, bahkan pemberhentian. Hal ini menjadi logis mengingat
analisis jabatan yang benar sekurang-kurangnya akan
menghasilkan dua jenis informasi. Pertama, analisis jabatan akan
memberikan informasi mengenai berbagai jenis pekerjaan yang
harus dilakukan dalam suatu organisasi, baik pekerjaan teknis,
manajerial, atau fungsional. Kedua, analisis jabatan akan
memberikan informasi mengenai kualifikasi minimum yang
dibutuhkan untuk dapat mengerjakan masing-masing pekerjaan
agar mendapatkan hasil yang optimal. Kualifikasi minimum dalam
hal ini dapat berupa pengetahuan, keahlian, sikap, bakat, motif, dsb.
Dengan kata lain, salah satu hasil analisis jabatan akan berkaitan
dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang agar dapat
mengerjakan pekerjaannya dengan baik.
Contoh keterkaitan analisis jabatan misalnya dengan
pelatihan. Pelatihan merupakan upaya untuk meminimalisir
kesenjangan kompetensi yang seharusnya dimiliki dengan
kompetensi yang saat ini dimiliki oleh seseorang. Analisis jabatan
akan memberikan informasi mengenai kompetensi apa yang
seharusnya dimiliki oleh seorang pemegang posisi tertentu. Dengan
demikian, jika pemegang jabatan yang bersangkutan tidak mampu
mengerjakan pekerjaannya dengan baik, maka dapat diidentifikasi
kompetensi apa yang mungkin belum terpenuhi oleh yang
bersangkutan.
Contoh lain adalah manfaat analisis jabatan dalam
melakukan rekrutmen. Rekrutmen merupakan upaya untuk menarik
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
36
minat calon pegawai agar memberikan respon terhadap lowongan
yang ditawarkan oleh organisasi. Baik calon pegawai maupun
organisasi akan mudah melakukan upaya upaya pelamaran dan atau
seleksi awal jika pada saat menginformasikan lowongan disertai
dengan informasi mengenai kualifikasi minimum yang harus
dimiliki oleh si pelamar. Informasi tersebut dapat diperoleh dari hasil
analisis jabatan.
Secara umum, dalam bentuk bagan, rangkaian manajemen
SDM dan/atau kepegawaian dapat dilihat berikut ini.
Rekrutmen dan
Seleksi
Mutasi/
Penempatan
Penilaian Kinerja
Pemberian
Kompensasi
Pengembangan
Pemberhentian
Analisis
Jabatan
Oleh karena itu, nampaknya perlu ada suatu
kebijakan/peraturan perundangan yang mewajibkan setiap institusi
pemerintah melakukan analisis jabatan yang hasilnya kemudian
dilaporkan kepada institusi terkait dengan pendayagunaan dan
pengembangan pegawai. Untuk menghindari adanya "perkeliruan"
dalam analisis yang dilakukan, maka hasil tersebut perlu diverifikasi
oleh pihak yang independen.
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
37
Hasil analisis jabatan dari setiap institusi publik ini
kemudian disimpan dalam database, yang secara kontinyu di-up
date, dan sebaiknya dapat diakses oleh masyarakat. Usulan untuk
dapat diakses oleh masyarakat adalah upaya untuk menciptakan
salah satu prinsip Good Governance, yaitu adanya transparansi.
2. Rekrutmen dan Seleksi Pegawai
Rekrutmen dan seleksi merupakan tahap mendasar untuk
memperoleh pegawai yang khususnya secara kualitas, sesuai
dengan kebutuhan organisasi. Persoalannya adalah ternyata
disinyalir, proses rekrutmen dan seleksi PNS banyak dipenuhi oleh
hal-hal yang seharusnya tidak terjadi dalam suatu proses rekrutmen
dan seleksi. Nuansa kolusi dan nepotisme masih terasa dalam
hampir setiap proses rekrutmend an seleksi.
Oleh karena itu, untuk meminimalisir bias seleksi, sebaiknya
proses ini dilakukan oleh pihak-pihak yang independen, misalnya
konsultan rekrutmen dan seleksi. Jika memungkinkan, proses
rekrutmen dan seleksi untuk seluruh CPNS dilakukan oleh konsultan
rekrutmen dan seleksi. Seandainya tidak memungkinkan,
keterlibatan konsultan independen ini dapat dilakukan untuk posisi-
posisi strategis.
Hanya saja, konsekuensi yang ditanggung cukup berat,
terutama dari sisi anggaran. Namun demikian, tentu pengeluaan ini
akan seimbang bila hasilnya sesuai dengan yang diharapkan.
3. Penyesuaian Sistem Diklat Aparatur
Diklat merupakan proses penyelenggaraan belajar mengajar
dalam rangka meningkatkan kemampuan seseorang. Dalam
peraturan perundangan yang berlaku, dikatakan bahwa sasaran
diklat adalah terwujudnya PNS yang memiliki kompetensi yang
sesuai dengan persyaratan jabatan masing-masing. Dari sasaran
tersebut terlihat adanya kata kompetensi yang menjadi tujuan, yang
diharapkan dapat dipenuhi/dicapai oleh peserta diklat setelah
mengikuti kegiatan diklat dimaksud.
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
38
Persoalannya adalah masih banyak posisi/jabatan yang tidak
jelas standar kompetensinya. Ketidakjelasan standar kompetensi
tentu akan berdampak pada penyelenggaraan suatu kegiatan diklat,
sebab diklat dilaksankan agar peserta memenuhi standar
kompetensi sesuai posisi/jabatan/pekerjaannya. Dengan kata lain,
jika kompetensi suatu posisi/jabatan/pekerjaannya tidak jelas, apa
yang akan dicapai melalui kegiatan diklat?
Oleh karena itu, nampaknya upaya yang perlu dilakukan
adalah adanya penetapan kompetensi yang dibutuhkan untuk setiap
posisi. Dengan adanya kejelasan standar kompetensi, disain suatu
kegiatan pelatihan akan relatif lebih mudah karena diarahkan pada
kompetensi yang telah disusun tersebut. Kejelasan standar
kompetensi juga akan memudahkan dalam melakukan evaluasi
pasca diklat karena semua item dalam instrumen evaluasi dapat
diarahkan pada standar yang telah ditentukan.
Selain perlunya penetapan standar kompetensi untuk setiap
posisi/pekerjaan/jabatan, nampaknya perlu adanya perubahan
dalam ketentuan perundangan yang berlaku saat ini, khususnya
yang berkaitan dengan Diklatpim. Pasal 14 ayat (1) PP No. 101 Tahun
2000 menyatakan sebagai berikut :
Peserta Diklatpim adalah PNS yang akan atau telah
menduduki Jabatan Struktural.
Jika dikaitkan dengan penempatan, maka bunyi pasal ini
sangat kontradiktif dengan tujuan penempatan pegawai. Perlu
diingat bahwa pegawai yang ditempatkan adalah pegawai yang
seharusnya sudah mempunyai kompetensi yang disyaratkan untuk
menduduki jabatan yang disediakan. Jika penempatan pegawai pada
jabatan struktural diberikan pada orang yang tidak mempunyai
kapabilitas kepemimpinan yang memadai, dapat dibayangkan
bagaimana hasil kerjanya.
Oleh karena itu, sebaiknya rumusan pasal 14 PP No.101
Tahun 2000 dikembalikan seperti semula, seperti yang tercantum
dalam pasal 7 PP No. 14 Tahun 1999, dimana dalam pasal tersebut
dinyatakan bahwa Diklat Struktural adalah pendidikan dan
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
39
pelatihan yang dipersyaratkan bagi Pegawai Negeri Sipil yang akan
diangkat dalam jabatan struktural. Alasan pengembalian rumusan
tersebut dilandasi oleh dua pemikiran: (1) diklat sudah selayaknya
diberikan kepada mereka yang masih memiliki kesenjangan
kompetensi untuk jabatan yang akan didudukinya; (2) jika
kesempatan diklatpim hanya diberikan kepada pegawai yang benar-
benar akan menduduki jabatan struktural, maka fenomena
berbondong-bondongnya pegawai untuk mengikuti diklatpim dapat
diminimalisir. Hal ini tentunya tidak akan berjalan dengan baik
tanpa didukung oleh hal lain. Salah satu dukungan yang sangat
berarti adalah adanya jaminan bahwa pegawai yang diikutsertakan
dalam diklatpim adalah benar-benar pegawai yang diproyeksikan
mengisi posisi struktural dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama
sejak diklatpim berakhir.
4. Penyesuaian Sistem Karir
Secara ideal, semua instusi pemerintah sudah mempunyai
peta karir dan jalur karir yang matang yang dapat diinformasikan
kepada semua pegawai secara transparan. Peta karir dan pola karir
ini sebetulnya dapat dibangun berdasarkan hasil analisis jabatan.
Dengan peta karir dan pola karir yang jelas, pegawai akan relatif
mudah menentukan arah karirnya.
Hal lain yang nampaknya perlu dilakukan pembenahan
adalah perpindahan jabatan dari jabatan struktural ke jabatan
fungsional. Seperti telah disampaikan sebelumnya bahwa
perpindahan ini secara legal memang dimungkinkan. Namun
demikian, dalam tataran praktik, jabatan fungsional lebih banyak
dimanfaatkan oleh para mantan pejabat struktural untuk berkarir
lebih lama dalam status yang berbeda.
Jika memang jabatan fungsional dibutuhkan dalam suatu
institusi, seharusnya pengelolannya mendapat perhatian yang lebih
serius dan dijadikan tujuan karir seorang pegawai. Hal ini perlu
menjadi penekanan karena keberadaan jabatan fungsional di suatu
institusi adalah karena jabatan tersebut diperlukan untuk
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
40
melaksanakan tugas-tugas tertentu yang memerlukan kemandirian.
Dengan demikian, jabatan fungsional tersebut memang diperlukan
oleh karena keberadaanya perlu ditata dengan lebih serius.
Salah satu upaya penataannya adalah dengan menjadikan
jabatan fungsional suatu pilihan karir bagi pegawai. Dengan kata
lain, dalam kurun waktu beberapa tahun setelah seseorang
bergabung dalam suatu institusi, kepada yang bersangkutan
ditawarkan untuk memilih atau tidak memilih jabatan fungsional
yang tersedia sesuai formasi yang ada. Selain itu, nampaknya perlu
adanya pelarangan perpindahan dari suatu jabatan struktural ke
dalam jabatan fungsional. Dengan kata lain, sebaiknya isi pasal 10
PP No. 16 Tahun 1994 diubah dari diperkankan untuk berpindah
menjadi tidak diperkenankan untuk berpindah jabatan. Dengan
adanya pelarangan perpindahan ini, maka keberadaann jabatan
fungsional akan lebih dapat diperhitungkan sebagai suatu jabatan
karir bagi seorang PNS.
5. Penyesuaian Sistem Penilaian Kinerja
Esensi suatu penilaian kinerja adalah mengidentifikasi hasil
dari suatu pekerjaan dalam kurun waktu tertentu dimana hasilnya
dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan terkait dengan
kepegawaian. Hasil suatu penilaian yang obyektif sangat tergantung
pada instrumen yang digunakan.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, sistem penilaian
kinerja yang saat ini dilakukan nampaknya belum mengarah pada
hal yang diinginkan. Padahal hasil penilaian kinerja akan sangat
berpengaruh terhadap pembinaan seorang PNS. Hal ini bahkan
dengan jelas ditegaskan dalam undang-undang. Pasal 12 ayat (2) UU
No. 43 Tahun 1999 menyatakan sebagai berikut :
Untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas
pemerintahan dan pembangunan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), diperlukan Pegawai Negeri
Sipil yang profesional, bertanggung jawab, jujur, dan adil
melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
41
sistem prestasi kerja dan sistem karier yang
dititikberatkan pada sistem prestasi kerja.
Pegasan yang sama, dalam kaitannya dengan pengangkatan
dalam jabatan dan kenaikan pangkat dinyatakan dalam pasal 20 UU
No. 43 Tahun 1999 sebagai berikut :
U n t u k l e b i h m e n j a m i n o b y e k t i v i t a s d a l a m
mempertimbangkan pengangkatan dalam jabatan dan kenaikan
pangkat diadakan penilaian prestasi kerja.
Oleh karena itu, nampaknya penyusunan instrumen
penilaian kinerja yang berorientasi pada kinerja menjadi suatu
keharusan. Penilaian ini dapat didisain sedemikian rupa, dimana
penyusunan penilaian kinerja PNS dapat dititikberatkan pada
beberapa hal sebagai berikut :
1. Berorientasi pada pekerjaan yang dikerjakan oleh pegawai
2. Penentuan tim penilai (tidak hanya atasan langsung pegawai
yang bersangkutan, akan tetapi ditambah dengan rekan sekerja
pegawai yang bersangkutan)
3. Waktu penilaian (tidak hanya setahun sekali, akan tetapi dapat
diubah, misalnya per triwulan atau per semester)
4. Alat kerja yang digunakan (karena hal ini akan mempengaruhi
hasil kerja seseorang)
Hal ini sebetulnya mempunyai korelasi yang erat dengan
usulan mengenai penentuan standar untuk setiap pekerjaan.
6. Sistem Kontrak dalam Manajemen Kepegawaian Negeri Sipil
Menurut pengamatan, salah satu alasan banyak orang
menjadi seorang PNS adalah jaminan "keamanan" dalam arti
mendapatkan pensiun pada saat purna bakti. Seperti terlihat dalam
praktik, sekali seseorang menjadi PNS, maka tidak mudah dia
dikeluarkan dari statusnya sebagai PNS kecuali melanggar
ketentuan-ketentuan yang berlaku; itupun sepanjang peraturan
disiplin diberlakukan dengan konsisten. Dalam bahasa penulis,
sekali menjadi PNS maka yang bersangkutan akan "abadi" menjadi
PNS hingga masa pensiun. Dikatakan abadi karena seperti dikatakan
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
42
sebelumnya, sangat sulit mengeluarkan seorang PNS dari statusnya
sekalipun kinerjanya tidak mencapai yang diharapkan. Hal ini yang
jika dilihat dari satu sisi nampaknya menjadi salah satu faktor
kelemahan dalam penataan sistem kepegawaian di Indonesia.
Oleh karena itu, nampaknya pemikiran untuk membatasi
masa kerja PNS berdasarkan "kontrak" dapat menjadi alternatif
solusi dalam penataan kepegawaian negeri sipil. Sistem kontrak
yang dimaksud di sini adalah adanya pembatasan status seorang
PNS sejak yang bersangkutan diangkat menjadi PNS. Dalam hal ini
total masa kerja dapat menyesuaikan dengan peraturan
perundangan yang berlaku, namun dalam rentang masa kerja ini
akan dilakukan evaluasi atas kinerja pegawai yang bersangkutan
untuk dapat diberikan perpanjangan masa kerja.
Salah satu hal yang perlu dipikirkan dengan matang adalah
waktu ideal yang ditentukan untuk melakukan kontrak ini, misalnya
10 tahun. Untuk melaksanakan sistem ini tentu dibutuhkan
dukungan faktor-faktor lain, diantaranya ketentuan mengenai
tingkat kesejahteraan yang memadai dan instrumen penilaian
kinerja yang valid dan reliabel serta dilaksanakan dengan obyektif.
Instrumen penilaian yang valid, reliabel, dan dilaksanakan
secara obyektif akan menjadi salah satu instrumen penting dalam
pelaksanaan sistem kontrak ini, karena sistem kontrak ini berbasis
kinerja. Hasil penilaian kinerja akan menjadi salah satu sumber
informasi yang penting dalam penentuan keberlanjutan kontrak
kerja PNS yang bersangkutan. Jika pegawai yang bersangkutan
dapat memenuhi ketentuan/kinerja yang disyaratkan dalam kurun
waktu tertentu, maka yang bersangkutan akan mendapatkan
perpanjangan masa kerja, jika tidak maka secara alamiah akan
tersingkir.
Sisi baik sistem ini adalah akan menciptakan iklim kompetisi
yang sehat dan pegawai akan terpacu untuk menghasilkan kinerja
yang baik untuk kelangsungan statusnya. Kemudian, pemerintah
akan mempunyai alasan yang kuat untuk memberhentikan pegawai
yang memang dinilai tidak produktif.
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
43
Namun demikian, nampaknya terdapat juga kelemahan
sistem ini. Mengingat kepemimpinan Kepala Daerah berasal dari
parai politik, yang sarat dengan berbagai kepentingan, maka
instrumen ini dapat dijadikan alat untuk mendepak para pegawai
yang tidak mempunyai haluan yang sama.
F. Penutup
Penataan ulang manajemen kepegawaian negeri sipil
nampaknya sudah menjadi suatu keharusan. Hal ini diperlukan
mengingat posisi PNS sebagai ujung tombak pelayanan kepada
masyarakat sesuai dengan fungsinya seperti tercantum dalam
peraturan perundangan yang berlaku.
Namun demikian, penataan atas manajemen kepegawaian
negeri sipil bukan merupakan hal yang mudah, namun tentu saja bukan
hal yang musykil untuk dilaksanakan. Penataan ini mungkin akan
berdampak pada banyak hal yang tadinya sudah dianggap mapan.
Namun keinginan untuk menjadikan PNS sebagai golongan yang lebih
bermanfaat bagi masyarakat, sebagai pihak yang dilayani tentu harus
pula diperhatikan.
Dalam beberapa usulan yang dikemukakan sebelumnya,
nampaknya akan menimbulkan banyak pertentangan. Namun memang,
diperlukan keberanian untuk mengubah tatanan yang selama ini
dioperasionalkan.
Salah satu faktor yang tidak terlibat langsung dalam sistem
kepegawaian adalah adanya pimpinan yang mau dan mampu untuk
menjadi agen perubahan. Karena pimpinan yang berkompeten, dalam
arti mempunyai kompetensi yang diandalkan dan goodwill ke arah yang
lebih baik, akan membuat penataan menajdi relatif mudah.
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
44
BAB III
PENATAAN MANAJEMEN KEPEGAWAIAN
INDONESIA
Oleh: Hari Nugroho, SE, MPM
A. Pendahuluan
Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu unsur
paling penting dan sangat menentukan keberhasilan sebuah organisasi
dalam mencapai tujuannya. Dengan demikian upaya peningkatan
kualitas SDM aparatur sangat penting untuk selalu dilaksanakan secara
berkesinambungan karena SDM aparatur yang berkualitas turut
berperan dalam menentukan kinerja instansi pemerintah.
Aparatur negara merupakan salah satu pilar dalam
mewujudkan Kepemerintahan Yang Baik (Good Governance) bersama
dengan dunia usaha (corporate governance) dan masyarakat (civil
society). Ketiga unsur tersebut harus berjalan selaras dan serasi dengan
peran dan tanggungjawab masing-masing. Aparatur Negara sebagai
penyelenggara negara dan pemerintahan diberikan tanggungjawab
untuk merumuskan langkah-langkah strategis dan upaya-upya kreatif
guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara adil, demokratis
dan bermartabat. Dunia usaha juga dituntut untuk mengembangkan
semangat kewirausahaan dalam upaya menggerakkan sektor riil yang
menyentuh kebutuhan hidup masyarakat dengan manajemen yang
profesional. Sedangkan masyarakat sipil selain harus berperan aktif
menjaga harmonisasi sosial, juga harus selalu dinamis menumbuhkan
karya dan karsa sesuai dengan keahlian masing-masing.
Dalam era sekarang ini, perlu dicatat bahwa partisipasi publik
sebagai wujud demokratisasi kehidupan berbangsa dan bermasyarakat
memang harus ditumbuhkan dalam perumusan dan pelaksanaan
kebijakan pemerintah agar lebih menyentuh sendi-sendi sosial. Di sisi
yang lain, akuntabilitas kinerja setiap penyelenggara negara dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya juga harus dilakukan
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
45
sehingga terjadi sinkronisasi antara perencanaan ideal yang
dicanangkan dengan manfaat dan keluaran yang dihasilkan.
Selanjutnya ketika reformasi menggelora di negeri kita, segenap
komponen bangsa terpacu untuk memperbaiki dan mengembangkan
sistem, tata kerja dan upaya-upaya lainnya ke arah kemajuan.
Semangat itu pula yang menguatkan dorongan betapa pentingnya
melakukan upaya-upaya sistematis untuk mendayagunakan aparatur
negara guna mewujudkan masyarakat madani yang dicita-citakan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa aparatur negara yang ideal merupakan
suatu yang hakiki bagi keberlangsungan pembangunan nasional.
Pendayagunaan aparatur negara adalah upaya terencana dan
sistematis untuk meningikatkan kinerja Aparatur Pemerintah. Sesuai
dengan tugasnya, maka kinerja Aparatur tadi difokuskan dalam
memberikan pelayanan publik. Hal ini dilakukan melalui pembinaan,
penertiban, penyempurnaan, dan perbaikan serta pengawasan dan
pengendalian, agar tercapai efisiensi, efektivitas, dan produktivitas
aparatur dalam menjalankan tugas. Dalam perjalanannya,
pendayagunaan aparatur negara ini sewajarnyalah akan meliputi aspek
kelembagaan, sumberdaya manusia aparatur, tatalaksana,
akuntabilitas, dan pelayanan publik.
MENPAN dalam ceramahnya yang diberikan pada Diklat
Kepemimpinan Tingkat II Angkatan XIX Kelas E Bandung, mencermati
bahwa permasalahan bidang aparatur negara yang menonjol sementara
ini adalah: kelembagaan pemerintah pusat dan daerah yang besar,
kualitas SDM aparatur yang rendah, manajemen pemerintahan
(tatalaksana) tidak teratur. Selain itu pelayanan publik yang belum
prima dan terkesan asal-asalan, akuntabilitas aparatur yang rendah,
pengawasan kurang terkoordinasi dan hasil pengawasan yang tidak
ditindaklanjuti. Bahkan yang paling fatal ungkap beliau adalah budaya
organisasi aparatur (corporate culture) yang belum terbangun, sehingga
terkesan pegawai bekerja seadanya serta pemanfaatam teknologi
informasi yang belum optimal.
Secara keseluruhan, sistem kepegawaian yang ada belum
mampu mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang profesional,
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
46
bertanggung jawab, jujur, dan adil melalui pembinaan yang
dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang
dititik beratkan pada sistem prestasi kerja (Undang-Undang Nomor 43
Tahun 1999 Pasal 12, ayat (2)). Kondisi demikian diindikasikan dengan
berbagai keluhan masyarakat terhadap kinerja birokrasi kelembagaan
seperti :
1. Rendahnya kepuasan masyarakat terhadap pelayanan birokrasi;
2. Kurang berdayanya regulasi kepegawaian sebagai mekanisme
pengaturan kepegawaian (termasuk norma, standar dan prosedur
teknis pelaksanaannya);
3. Belum tertatanya birokrasi baik sumber daya aparaturnya maupun
kelembagaannya.
Meskipun peraturan perundangundangan di bidang
kepegawaian telah mengamanatkan terwujudnya Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana diharapkan oleh masyarakat, namun demikian
kenyataannya Pegawai Negeri Sipil masih belum mampu memenuhi
harapan tersebut.
B. AparaturSebagaiFungsiManajemenKetenagakerjaan
Sumber Daya Aparatur dalam pengamatannya tidak luput dari
pembahasan mengenai ketenagakerjaan secara keseluruhan. Berbagai
perilaku pengaturan ketenagakerjaan (manajemen tenaga kerja) akan
mewarnai perkembangan SDM Aparatur. Dalam manajemen
ketenagakerjaan, menurut DR. B. Siswanto S. (Manajemen Tenaga Kerja
Indonesia, 2002), arti manajemen sendiri seperti diketahui adalah
merupakan suatu seni dan ilmu dalam perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, pemotivasian, dan pengendalian terhadap orang dan
mekanisme kerja untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam
hal ini, definisi tersebut mempunyai beberapa pokok, yaitu terkait
dengan sifat, fungsi, sasaran, dan tujuan. Keempat pokok tadi
merupakan rangkaian yang tidak bisa dipisahkan dan menjadi ciri khas
dari manajemen. Manajemen ketenagakerjaan terkait dengan faktor
produksi manusia dengan segala aktivitasnya, baik dalam usaha
perorangan, badan usaha, perusahaan, lembaga maupun instansi,
sehingga tenaga kerja tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna.
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
47
Sementara itu, dalam definisi ketenagakerjaan disebutkan
Undang-undang No. 3 Tahun 1992 yang mengatur jaminan sosial
tenaga kerja, mendefinisikan tenaga kerja dalam pasal 1 sebagai
berikut: "Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna
menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat". Selanjutnya Payaman Simanjuntak (Ekonomi Sumber
Daya Manusia, Jakarta, 1998), tenaga kerja atau man power adalah
mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang
mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah
dan mengurus rumah tangga. Tiga golongan yang disebut terakhir
(pencari kerja, bersekolah, dan mengurus rumah tangga) walaupun
tidak bekerja mereka dianggap secara fisik mampu dan sewaktu-waktu
dapat ikut bekerja. Berikutnya dalam bukunya dikatakan bahwa Tenaga
Kerja (man power) terdiri dari angkatan kerja (labour force) dan bukan
angkatan kerja (potential labour force). Angkatan kerja terdiri dari (1)
golongan yang bekerja, dan (2) golongan yang menganggur dan mencari
pekerjaan. Sementara itu kelompok bukan angkatan tenaga kerja terdiri
dari (1) golongan orang yang bersekolah, (2) golongan yang mengurus
rumah tangga, dan (3) golongan penerima pendapatan.
Tenaga kerja merupakan istilah yang identik dengan personalia,
didalamnya meliputi buruh, karyawan, dan pegawai. Secara deskrtiptif
perbedaan antara buruh, karyawan, dan pegawai adalah sebagai
berikut :
1. Buruh, adalah mereka yang bekerja pada usaha perorangan dan
diberikan imbalan kerja secara harian maupun borongan sesuai
dengan kesepakatan keduabelah pihak, baik lisan maupaun tertulis,
yang biasanya imbalan kerja tersebut diberikan secara harian.
2. Karyawan, adalah mereka yang bekerja pada suatu badan usaha atau
perusahaan, baik swasta maupun pemerintah, dan diberikan
imbalan kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, bak yang bersifat harisn, mingguan, maupun bulanan.
3. Pegawai (Pegawai Negeri), adalah mereka yang telah memenuhi
syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
48
berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas
jabatan negeri atau tugas negara yang ditetapkan berdasarkan
peraturan perundang-undangan dan digaji menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Manajemen tenaga kerja merupakan pendayagunaan,
pembinaan, pengaturan, pengurusan, pengembangan unsur tenaga
kerja, baik yang berstatus sebagai buruh, karyawan, maupun pegawai
untuk memenuhi harapan dan tujuan organisasi atau perusahaan.
Secara umum, tenaga kerja adalah bagian dari penduduk yang mengisi
satu negara, yang ditetapkan secara hukum satu negara sebagai usia
kerja. Terinformasi dalam pola kependudukan sebagai berikut:
Gambar 1.
Penduduk dan Tenaga Kerja
Sumber: Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, 1998.
Dari gambar diatas, maka aparatur adalah termasuk bagian dari
tenaga kerja (man power) yang secara acuannya masuk kedalam
kategori angkatan kerja (labour force). Flippo, 1976:5 seperti yang
dikutip dalam "Ekonomi Ketenagakerjaan" (Don Bellante dan Mark
Jackson, 1990), menyatakan bahwa manajemen tenaga kerja adalah
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian dari
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
49
pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, integrasi, dan
pemeliharaan tenaga kerja untuk tujuan membantu/menunjang tujuan
organisasi, individu dan sosial.
Dalam batasan berikutnya, maka terkandung fungsi pokok
manajemen, fungsi administrative, dan fungsi operasional manajemen
tenaga kerja, sebagai berikut :
1. Fugsi pokok manajemen tenaga kerja meliputi :
a. Perencanaan;
b. Pengorganisasian;
c. Pengarahan;
d. Pemotivasian; dan
e. Pengendalian.
2. Fungsi administratif manajemen tenaga kerja meliputi :
a. Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja;
b. Penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan;
c. Pendaftaran organisasi pekerja;
d. Pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan;
e. Jaminan sosial tenaga kerja; dan
f. Perlindungan tenaga kerja.
3. Fungsi operasional manajemen tenaga kerja meliputi :
a. Analisis pekerjaan;
b. Perekrutan;
c. Seleksi;
d. Penempatan;
e. Induksi dan orientasi;
f. Pemberian kompensasi;
g. Pendidikan dan pelatihan;
h. Penilaian kinerja;
i. Mutasi;
j. Promosi;
k. Motivasi;
l. Pembimbingan moral kerja;
m. Pembinaan disiplin kerja;
n. Penyelia; dan
o. Pemutusan hubungan kerja.
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
50
Ketiga fungsi pokok manajemen ketenagakerjaan diatas tidak
bisa dilepaskan dari manajemen kepegawaian di Indonesia. SDM
Aparatur sebagai pejabat publik yang tentunya dalam optimalisasi
fungsinya harus memperhatikan hal tersebut diatas.
C. ManajemenKepegawaianIndonesia
Secara umum, manajemen kepegawaian Indonesia telah diatur
dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian. Dalam Bab I pasal 1 dikemukakan bahwa Manajemen
Pegawai Negeri Sipil adalah keseluruhan upaya-upaya untuk
meningkatkan efisiensi, efektivitas dan derajat profesionalisme
penyelenggaraan tugas, fungsi dan kewajiban kepegawaian, yang
meliputi perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas,
penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan dan pemberhentian.
Selanjutnya dalam Bab II pasal 2, dikatakan bahwa Pegawai
Negeri sebagai salah satu unsur Sumber Daya Manusia dalam
penyelengaraan sistem administrasi negara, terbagi dalam tiga bentuk,
yaitu: (1) Pegawai Negeri Sipil; (2) Anggota Tentara Nasional Indonesia;
(3) Anggota Kepolisian Republik Indonesia. Selanjutnya menurut Pasal
2 ayat (2) undang-undang Nomor 43 tahun 1999, Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana maksud diatas dapat dikelompokkan dalam dua, yaitu: (1)
PNS Pusat, (2) PNS Daerah. Menurut penjelasan pasal tersebut
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan PNS Pusat adalah PNS yang
didanai oleh APBN, sedangkan PNS Daerah adalah PNS yang didanai
oleh APBD. Kemudian dalam SANKRI (2003:247), dijelaskan bahwa
yang dimaksud dengan PNS adalah mereka yang bekerja pada
departemen, lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), Sekretariat
Lembaga Negara, Instansi vertical di daerah Propinsi, Kabupaten, Kota,
Kepaniteraan Pengadilan, Instansi TNI dan Kepolisian.
Jadi berdasarkan batasan-batasan yang dikemukaan dalam
sistem kepegawaian Indonesia, dapat dikatakan bahwa PNS pada
dasarnya meliputi keseluruhan pegawai negara yang bekerja untuk
negara yang diwadahi oleh masing-masing institusi negara, baik di
Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi
51
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi
Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi

Contenu connexe

Tendances

Skp bagian keuangan
Skp bagian keuanganSkp bagian keuangan
Skp bagian keuanganpamuaralabuh
 
Jawaban 2.c laporan hasil sosialisasi zi 2018 1
Jawaban 2.c laporan hasil sosialisasi zi 2018 1Jawaban 2.c laporan hasil sosialisasi zi 2018 1
Jawaban 2.c laporan hasil sosialisasi zi 2018 1Imam Pirdaus
 
Pedoman penataan pegawai
Pedoman penataan pegawaiPedoman penataan pegawai
Pedoman penataan pegawaiharis5782
 
Salinan Peraturan LAN 10 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan LAN 1 Ta...
Salinan Peraturan LAN 10 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan LAN 1 Ta...Salinan Peraturan LAN 10 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan LAN 1 Ta...
Salinan Peraturan LAN 10 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan LAN 1 Ta...Coach RFIRMANS
 
Contoh Laporan Tata Usaha
Contoh Laporan Tata UsahaContoh Laporan Tata Usaha
Contoh Laporan Tata UsahaKutsiyatinMSi
 
PPT ZOOM 1 Peran dan Tugas Formasi Jabatan Fungsional Kepegawaian.pdf
PPT ZOOM 1 Peran dan Tugas Formasi Jabatan Fungsional Kepegawaian.pdfPPT ZOOM 1 Peran dan Tugas Formasi Jabatan Fungsional Kepegawaian.pdf
PPT ZOOM 1 Peran dan Tugas Formasi Jabatan Fungsional Kepegawaian.pdfYemimaGraceTangke
 
Aktualisasi Nilai-Nilai Dasar Profesi PNS
Aktualisasi Nilai-Nilai Dasar Profesi PNSAktualisasi Nilai-Nilai Dasar Profesi PNS
Aktualisasi Nilai-Nilai Dasar Profesi PNSMokh Afifuddin
 
IMPLEMENTASI PELAKSANAAN PERATURAN BKN NO 3 TAHUN 2023.pdf
IMPLEMENTASI PELAKSANAAN PERATURAN BKN NO 3 TAHUN 2023.pdfIMPLEMENTASI PELAKSANAAN PERATURAN BKN NO 3 TAHUN 2023.pdf
IMPLEMENTASI PELAKSANAAN PERATURAN BKN NO 3 TAHUN 2023.pdfAndiMulyaAlfarabi1
 
Kajian Penataan Pola Karier PNS Pada Pemerintah Daerah di Kalimantan.
Kajian Penataan Pola Karier PNS Pada Pemerintah Daerah di Kalimantan.Kajian Penataan Pola Karier PNS Pada Pemerintah Daerah di Kalimantan.
Kajian Penataan Pola Karier PNS Pada Pemerintah Daerah di Kalimantan.Tri Widodo W. UTOMO
 
Perban 3 Tahun 2023 teknis.pdf
Perban 3 Tahun 2023 teknis.pdfPerban 3 Tahun 2023 teknis.pdf
Perban 3 Tahun 2023 teknis.pdfdanawanbimantoro
 

Tendances (20)

Format dp3
Format dp3Format dp3
Format dp3
 
Manajemen asn
Manajemen asnManajemen asn
Manajemen asn
 
Skp bendahara
Skp bendaharaSkp bendahara
Skp bendahara
 
Skp bagian keuangan
Skp bagian keuanganSkp bagian keuangan
Skp bagian keuangan
 
Jawaban 2.c laporan hasil sosialisasi zi 2018 1
Jawaban 2.c laporan hasil sosialisasi zi 2018 1Jawaban 2.c laporan hasil sosialisasi zi 2018 1
Jawaban 2.c laporan hasil sosialisasi zi 2018 1
 
Uraian tugas penyesuaian
Uraian tugas penyesuaianUraian tugas penyesuaian
Uraian tugas penyesuaian
 
Pedoman penataan pegawai
Pedoman penataan pegawaiPedoman penataan pegawai
Pedoman penataan pegawai
 
Salinan Peraturan LAN 10 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan LAN 1 Ta...
Salinan Peraturan LAN 10 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan LAN 1 Ta...Salinan Peraturan LAN 10 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan LAN 1 Ta...
Salinan Peraturan LAN 10 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan LAN 1 Ta...
 
Mutasi asn ke pusat 2019 ACHMAD AVANDI
Mutasi asn ke pusat 2019 ACHMAD AVANDIMutasi asn ke pusat 2019 ACHMAD AVANDI
Mutasi asn ke pusat 2019 ACHMAD AVANDI
 
Contoh Laporan Tata Usaha
Contoh Laporan Tata UsahaContoh Laporan Tata Usaha
Contoh Laporan Tata Usaha
 
PPT ZOOM 1 Peran dan Tugas Formasi Jabatan Fungsional Kepegawaian.pdf
PPT ZOOM 1 Peran dan Tugas Formasi Jabatan Fungsional Kepegawaian.pdfPPT ZOOM 1 Peran dan Tugas Formasi Jabatan Fungsional Kepegawaian.pdf
PPT ZOOM 1 Peran dan Tugas Formasi Jabatan Fungsional Kepegawaian.pdf
 
Aktualisasi Nilai-Nilai Dasar Profesi PNS
Aktualisasi Nilai-Nilai Dasar Profesi PNSAktualisasi Nilai-Nilai Dasar Profesi PNS
Aktualisasi Nilai-Nilai Dasar Profesi PNS
 
IMPLEMENTASI PELAKSANAAN PERATURAN BKN NO 3 TAHUN 2023.pdf
IMPLEMENTASI PELAKSANAAN PERATURAN BKN NO 3 TAHUN 2023.pdfIMPLEMENTASI PELAKSANAAN PERATURAN BKN NO 3 TAHUN 2023.pdf
IMPLEMENTASI PELAKSANAAN PERATURAN BKN NO 3 TAHUN 2023.pdf
 
Manajemen ASN
Manajemen ASNManajemen ASN
Manajemen ASN
 
Kajian Penataan Pola Karier PNS Pada Pemerintah Daerah di Kalimantan.
Kajian Penataan Pola Karier PNS Pada Pemerintah Daerah di Kalimantan.Kajian Penataan Pola Karier PNS Pada Pemerintah Daerah di Kalimantan.
Kajian Penataan Pola Karier PNS Pada Pemerintah Daerah di Kalimantan.
 
Skp kepegawaian
Skp kepegawaianSkp kepegawaian
Skp kepegawaian
 
Skp bagian umum
Skp bagian umumSkp bagian umum
Skp bagian umum
 
Manajemen talenta ASN arah model birokrasi 2020 2024
Manajemen talenta ASN arah model birokrasi 2020 2024Manajemen talenta ASN arah model birokrasi 2020 2024
Manajemen talenta ASN arah model birokrasi 2020 2024
 
Perban 3 Tahun 2023 teknis.pdf
Perban 3 Tahun 2023 teknis.pdfPerban 3 Tahun 2023 teknis.pdf
Perban 3 Tahun 2023 teknis.pdf
 
Surat pernyataan tidak sedang dalam hukuman disiplin
Surat pernyataan tidak sedang dalam hukuman disiplinSurat pernyataan tidak sedang dalam hukuman disiplin
Surat pernyataan tidak sedang dalam hukuman disiplin
 

En vedette

Telaah staff permohonan komputer
Telaah staff permohonan komputerTelaah staff permohonan komputer
Telaah staff permohonan komputerSisca Yoliza
 
Surat permohonan dan permintaan
Surat permohonan dan permintaanSurat permohonan dan permintaan
Surat permohonan dan permintaanblewly
 
evaluasi kinerja pemprov dalam penyelenggaraan kewenangann dekonsentrasi
evaluasi kinerja pemprov dalam penyelenggaraan kewenangann dekonsentrasievaluasi kinerja pemprov dalam penyelenggaraan kewenangann dekonsentrasi
evaluasi kinerja pemprov dalam penyelenggaraan kewenangann dekonsentrasiBidang ANDROIDA-Puslatbang KDOD LAN
 
Prospek penyelenggaraan pemerintahan daerah pasca PP 38 dan PP 41 tahun 2007
Prospek penyelenggaraan pemerintahan daerah pasca PP 38 dan PP 41 tahun 2007Prospek penyelenggaraan pemerintahan daerah pasca PP 38 dan PP 41 tahun 2007
Prospek penyelenggaraan pemerintahan daerah pasca PP 38 dan PP 41 tahun 2007Bidang ANDROIDA-Puslatbang KDOD LAN
 
Sistem kepegawaian
Sistem kepegawaianSistem kepegawaian
Sistem kepegawaianAmri Syam
 
Sistem kepegawaian
Sistem kepegawaianSistem kepegawaian
Sistem kepegawaianAmri Syam
 
PERDA Satpol pp new
PERDA Satpol pp newPERDA Satpol pp new
PERDA Satpol pp newJhon Blora
 
Penegakan Hukum Tinjauan Terhadap Tugas dan Fungsi SatPol PP
Penegakan Hukum Tinjauan Terhadap Tugas dan Fungsi SatPol PPPenegakan Hukum Tinjauan Terhadap Tugas dan Fungsi SatPol PP
Penegakan Hukum Tinjauan Terhadap Tugas dan Fungsi SatPol PPSidiq Rohmadi
 
Regresso à escola em segurança
Regresso à escola em segurançaRegresso à escola em segurança
Regresso à escola em segurançaaasf
 
Kebijakan Diklat Aparatur_ Pelatihan MANAGEMENT of TRAINING_ ALPEKSI Jakarta
Kebijakan Diklat Aparatur_ Pelatihan MANAGEMENT of TRAINING_ ALPEKSI JakartaKebijakan Diklat Aparatur_ Pelatihan MANAGEMENT of TRAINING_ ALPEKSI Jakarta
Kebijakan Diklat Aparatur_ Pelatihan MANAGEMENT of TRAINING_ ALPEKSI JakartaKanaidi ken
 
Administrasi bidang garapan personalia pendidikan
Administrasi bidang garapan personalia pendidikanAdministrasi bidang garapan personalia pendidikan
Administrasi bidang garapan personalia pendidikanmivtahul kasana
 
Perspektif Manajemen Sumber Daya Manusia
Perspektif Manajemen Sumber Daya ManusiaPerspektif Manajemen Sumber Daya Manusia
Perspektif Manajemen Sumber Daya Manusianitalulu
 
Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2012 - 2016
Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2012 - 2016Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2012 - 2016
Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2012 - 2016Muh Saleh
 
Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan
Manajemen Sumber Daya Manusia PendidikanManajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan
Manajemen Sumber Daya Manusia PendidikanIndependent
 

En vedette (20)

Telaah staff permohonan komputer
Telaah staff permohonan komputerTelaah staff permohonan komputer
Telaah staff permohonan komputer
 
TELAAHAN STAF TENTANG PAKTA INTEGRITAS
TELAAHAN STAF TENTANG PAKTA INTEGRITASTELAAHAN STAF TENTANG PAKTA INTEGRITAS
TELAAHAN STAF TENTANG PAKTA INTEGRITAS
 
Bkn
BknBkn
Bkn
 
Surat permohonan dan permintaan
Surat permohonan dan permintaanSurat permohonan dan permintaan
Surat permohonan dan permintaan
 
evaluasi kinerja pemprov dalam penyelenggaraan kewenangann dekonsentrasi
evaluasi kinerja pemprov dalam penyelenggaraan kewenangann dekonsentrasievaluasi kinerja pemprov dalam penyelenggaraan kewenangann dekonsentrasi
evaluasi kinerja pemprov dalam penyelenggaraan kewenangann dekonsentrasi
 
Prospek penyelenggaraan pemerintahan daerah pasca PP 38 dan PP 41 tahun 2007
Prospek penyelenggaraan pemerintahan daerah pasca PP 38 dan PP 41 tahun 2007Prospek penyelenggaraan pemerintahan daerah pasca PP 38 dan PP 41 tahun 2007
Prospek penyelenggaraan pemerintahan daerah pasca PP 38 dan PP 41 tahun 2007
 
Sistem kepegawaian
Sistem kepegawaianSistem kepegawaian
Sistem kepegawaian
 
Sistem kepegawaian
Sistem kepegawaianSistem kepegawaian
Sistem kepegawaian
 
PERDA Satpol pp new
PERDA Satpol pp newPERDA Satpol pp new
PERDA Satpol pp new
 
Penegakan Hukum Tinjauan Terhadap Tugas dan Fungsi SatPol PP
Penegakan Hukum Tinjauan Terhadap Tugas dan Fungsi SatPol PPPenegakan Hukum Tinjauan Terhadap Tugas dan Fungsi SatPol PP
Penegakan Hukum Tinjauan Terhadap Tugas dan Fungsi SatPol PP
 
Regresso à escola em segurança
Regresso à escola em segurançaRegresso à escola em segurança
Regresso à escola em segurança
 
Kebijakan Diklat Aparatur_ Pelatihan MANAGEMENT of TRAINING_ ALPEKSI Jakarta
Kebijakan Diklat Aparatur_ Pelatihan MANAGEMENT of TRAINING_ ALPEKSI JakartaKebijakan Diklat Aparatur_ Pelatihan MANAGEMENT of TRAINING_ ALPEKSI Jakarta
Kebijakan Diklat Aparatur_ Pelatihan MANAGEMENT of TRAINING_ ALPEKSI Jakarta
 
Efektivitas Penempatan Aparatur
Efektivitas Penempatan AparaturEfektivitas Penempatan Aparatur
Efektivitas Penempatan Aparatur
 
Administrasi bidang garapan personalia pendidikan
Administrasi bidang garapan personalia pendidikanAdministrasi bidang garapan personalia pendidikan
Administrasi bidang garapan personalia pendidikan
 
Perspektif Manajemen Sumber Daya Manusia
Perspektif Manajemen Sumber Daya ManusiaPerspektif Manajemen Sumber Daya Manusia
Perspektif Manajemen Sumber Daya Manusia
 
Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2012 - 2016
Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2012 - 2016Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2012 - 2016
Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2012 - 2016
 
Macam macam proyek
Macam macam proyekMacam macam proyek
Macam macam proyek
 
Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan
Manajemen Sumber Daya Manusia PendidikanManajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan
Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan
 
Telaahan tambahan penghasilan kab paser
Telaahan tambahan penghasilan kab paserTelaahan tambahan penghasilan kab paser
Telaahan tambahan penghasilan kab paser
 
Telaahan TPP Kaltim 2016
Telaahan TPP Kaltim 2016Telaahan TPP Kaltim 2016
Telaahan TPP Kaltim 2016
 

Similaire à Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi

Bahan Materi Forum Skpd Badiklat Dan Kepegawaian
Bahan Materi Forum Skpd Badiklat Dan KepegawaianBahan Materi Forum Skpd Badiklat Dan Kepegawaian
Bahan Materi Forum Skpd Badiklat Dan KepegawaianHadiHartono Berkata
 
ANALISIS FAKTOR MOTIVASI KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) DI KANTOR SUKU DINA...
ANALISIS FAKTOR MOTIVASI KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) DI KANTOR SUKU DINA...ANALISIS FAKTOR MOTIVASI KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) DI KANTOR SUKU DINA...
ANALISIS FAKTOR MOTIVASI KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) DI KANTOR SUKU DINA...Uofa_Unsada
 
Manajemen ASN 4 des.pdf
Manajemen ASN 4 des.pdfManajemen ASN 4 des.pdf
Manajemen ASN 4 des.pdfDediWahyudi41
 
dinamika pembinaan manajemen PNSD
dinamika pembinaan manajemen PNSDdinamika pembinaan manajemen PNSD
dinamika pembinaan manajemen PNSDRustan Amarullah
 
Bab i irman
Bab i irmanBab i irman
Bab i irmanuyeeeman
 
Pemantapan Kompetensi Kinerja Sumber Daya Aparatur Daerah di Wilayah Kalimantan
Pemantapan Kompetensi Kinerja Sumber Daya Aparatur Daerah di Wilayah KalimantanPemantapan Kompetensi Kinerja Sumber Daya Aparatur Daerah di Wilayah Kalimantan
Pemantapan Kompetensi Kinerja Sumber Daya Aparatur Daerah di Wilayah KalimantanTri Widodo W. UTOMO
 
Modul manajemen asn cetak
Modul manajemen asn cetakModul manajemen asn cetak
Modul manajemen asn cetakHarun Surya
 
2. Manajemen ASN.pdf
2. Manajemen ASN.pdf2. Manajemen ASN.pdf
2. Manajemen ASN.pdfNagaTanggar
 
Manajemen Sumberdaya Aparatur - pembinaan dan kedisiplinan kerja pegawai
Manajemen Sumberdaya Aparatur - pembinaan dan kedisiplinan kerja pegawaiManajemen Sumberdaya Aparatur - pembinaan dan kedisiplinan kerja pegawai
Manajemen Sumberdaya Aparatur - pembinaan dan kedisiplinan kerja pegawai067nuryani
 
018005403 nur awaluddin tugas 1 administrasi kepegawaian
018005403 nur awaluddin tugas 1 administrasi kepegawaian018005403 nur awaluddin tugas 1 administrasi kepegawaian
018005403 nur awaluddin tugas 1 administrasi kepegawaianTrisnie Dwie Ariyatie
 
HUBUNGAN PARTISIPASI TERHADAP KINERJA
HUBUNGAN PARTISIPASI TERHADAP KINERJAHUBUNGAN PARTISIPASI TERHADAP KINERJA
HUBUNGAN PARTISIPASI TERHADAP KINERJAAbby Lee
 
Makalah pengaruh motivasi pegawai terhadap disiplin kerja pada kantor kecamat...
Makalah pengaruh motivasi pegawai terhadap disiplin kerja pada kantor kecamat...Makalah pengaruh motivasi pegawai terhadap disiplin kerja pada kantor kecamat...
Makalah pengaruh motivasi pegawai terhadap disiplin kerja pada kantor kecamat...dulkamad
 
Perencanaan Sumber Daya Manusia pada Organisasi Publik
Perencanaan Sumber Daya Manusia pada Organisasi PublikPerencanaan Sumber Daya Manusia pada Organisasi Publik
Perencanaan Sumber Daya Manusia pada Organisasi PublikSansan Santika Rizki
 
Makalah perencanaan sumber daya manusia
Makalah perencanaan sumber daya manusiaMakalah perencanaan sumber daya manusia
Makalah perencanaan sumber daya manusiasemua unduh
 

Similaire à Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi (20)

Bahan Materi Forum Skpd Badiklat Dan Kepegawaian
Bahan Materi Forum Skpd Badiklat Dan KepegawaianBahan Materi Forum Skpd Badiklat Dan Kepegawaian
Bahan Materi Forum Skpd Badiklat Dan Kepegawaian
 
ANALISIS FAKTOR MOTIVASI KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) DI KANTOR SUKU DINA...
ANALISIS FAKTOR MOTIVASI KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) DI KANTOR SUKU DINA...ANALISIS FAKTOR MOTIVASI KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) DI KANTOR SUKU DINA...
ANALISIS FAKTOR MOTIVASI KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) DI KANTOR SUKU DINA...
 
Manajemen ASN 4 des.pdf
Manajemen ASN 4 des.pdfManajemen ASN 4 des.pdf
Manajemen ASN 4 des.pdf
 
Manajemen ASN
Manajemen ASNManajemen ASN
Manajemen ASN
 
dinamika pembinaan manajemen PNSD
dinamika pembinaan manajemen PNSDdinamika pembinaan manajemen PNSD
dinamika pembinaan manajemen PNSD
 
Sdm sambutan sosialisasi
Sdm sambutan sosialisasiSdm sambutan sosialisasi
Sdm sambutan sosialisasi
 
Bab i irman
Bab i irmanBab i irman
Bab i irman
 
Pemantapan Kompetensi Kinerja Sumber Daya Aparatur Daerah di Wilayah Kalimantan
Pemantapan Kompetensi Kinerja Sumber Daya Aparatur Daerah di Wilayah KalimantanPemantapan Kompetensi Kinerja Sumber Daya Aparatur Daerah di Wilayah Kalimantan
Pemantapan Kompetensi Kinerja Sumber Daya Aparatur Daerah di Wilayah Kalimantan
 
Modul manajemen asn cetak
Modul manajemen asn cetakModul manajemen asn cetak
Modul manajemen asn cetak
 
2. Manajemen ASN.pdf
2. Manajemen ASN.pdf2. Manajemen ASN.pdf
2. Manajemen ASN.pdf
 
Jurnal msdm
Jurnal msdmJurnal msdm
Jurnal msdm
 
Penilaian kinerja pegawai
Penilaian kinerja pegawaiPenilaian kinerja pegawai
Penilaian kinerja pegawai
 
Manajemen Sumberdaya Aparatur - pembinaan dan kedisiplinan kerja pegawai
Manajemen Sumberdaya Aparatur - pembinaan dan kedisiplinan kerja pegawaiManajemen Sumberdaya Aparatur - pembinaan dan kedisiplinan kerja pegawai
Manajemen Sumberdaya Aparatur - pembinaan dan kedisiplinan kerja pegawai
 
018005403 nur awaluddin tugas 1 administrasi kepegawaian
018005403 nur awaluddin tugas 1 administrasi kepegawaian018005403 nur awaluddin tugas 1 administrasi kepegawaian
018005403 nur awaluddin tugas 1 administrasi kepegawaian
 
Raniii
RaniiiRaniii
Raniii
 
HUBUNGAN PARTISIPASI TERHADAP KINERJA
HUBUNGAN PARTISIPASI TERHADAP KINERJAHUBUNGAN PARTISIPASI TERHADAP KINERJA
HUBUNGAN PARTISIPASI TERHADAP KINERJA
 
Makalah pengaruh motivasi pegawai terhadap disiplin kerja pada kantor kecamat...
Makalah pengaruh motivasi pegawai terhadap disiplin kerja pada kantor kecamat...Makalah pengaruh motivasi pegawai terhadap disiplin kerja pada kantor kecamat...
Makalah pengaruh motivasi pegawai terhadap disiplin kerja pada kantor kecamat...
 
Sdm birokrasi-lokal
Sdm birokrasi-lokalSdm birokrasi-lokal
Sdm birokrasi-lokal
 
Perencanaan Sumber Daya Manusia pada Organisasi Publik
Perencanaan Sumber Daya Manusia pada Organisasi PublikPerencanaan Sumber Daya Manusia pada Organisasi Publik
Perencanaan Sumber Daya Manusia pada Organisasi Publik
 
Makalah perencanaan sumber daya manusia
Makalah perencanaan sumber daya manusiaMakalah perencanaan sumber daya manusia
Makalah perencanaan sumber daya manusia
 

Plus de Bidang ANDROIDA-Puslatbang KDOD LAN

Policy Paper Strategi Kebijakan Penguatan Pelayanan Investasi di Daerah Tahun...
Policy Paper Strategi Kebijakan Penguatan Pelayanan Investasi di Daerah Tahun...Policy Paper Strategi Kebijakan Penguatan Pelayanan Investasi di Daerah Tahun...
Policy Paper Strategi Kebijakan Penguatan Pelayanan Investasi di Daerah Tahun...Bidang ANDROIDA-Puslatbang KDOD LAN
 
Policy Paper: Strategi Kebijakan Pengembangan ASN Daerah Penyangga/ Mitra IKN
Policy Paper: Strategi Kebijakan Pengembangan ASN Daerah Penyangga/ Mitra IKNPolicy Paper: Strategi Kebijakan Pengembangan ASN Daerah Penyangga/ Mitra IKN
Policy Paper: Strategi Kebijakan Pengembangan ASN Daerah Penyangga/ Mitra IKNBidang ANDROIDA-Puslatbang KDOD LAN
 
Buku Policy Brief-Telaah Isu Strategis-Penyederhanaan Birokrasi (final) 2022.pdf
Buku Policy Brief-Telaah Isu Strategis-Penyederhanaan Birokrasi (final) 2022.pdfBuku Policy Brief-Telaah Isu Strategis-Penyederhanaan Birokrasi (final) 2022.pdf
Buku Policy Brief-Telaah Isu Strategis-Penyederhanaan Birokrasi (final) 2022.pdfBidang ANDROIDA-Puslatbang KDOD LAN
 
Konsep Perhitungan Tunjangan Transport atau Tunjangan Mobilitas Kerja Sebagai...
Konsep Perhitungan Tunjangan Transport atau Tunjangan Mobilitas Kerja Sebagai...Konsep Perhitungan Tunjangan Transport atau Tunjangan Mobilitas Kerja Sebagai...
Konsep Perhitungan Tunjangan Transport atau Tunjangan Mobilitas Kerja Sebagai...Bidang ANDROIDA-Puslatbang KDOD LAN
 

Plus de Bidang ANDROIDA-Puslatbang KDOD LAN (20)

Policy Paper Strategi Kebijakan Penguatan Pelayanan Investasi di Daerah Tahun...
Policy Paper Strategi Kebijakan Penguatan Pelayanan Investasi di Daerah Tahun...Policy Paper Strategi Kebijakan Penguatan Pelayanan Investasi di Daerah Tahun...
Policy Paper Strategi Kebijakan Penguatan Pelayanan Investasi di Daerah Tahun...
 
Policy Paper: Strategi Kebijakan Pengembangan ASN Daerah Penyangga/ Mitra IKN
Policy Paper: Strategi Kebijakan Pengembangan ASN Daerah Penyangga/ Mitra IKNPolicy Paper: Strategi Kebijakan Pengembangan ASN Daerah Penyangga/ Mitra IKN
Policy Paper: Strategi Kebijakan Pengembangan ASN Daerah Penyangga/ Mitra IKN
 
Buku Policy Brief-Telaah Isu Strategis-Penyederhanaan Birokrasi (final) 2022.pdf
Buku Policy Brief-Telaah Isu Strategis-Penyederhanaan Birokrasi (final) 2022.pdfBuku Policy Brief-Telaah Isu Strategis-Penyederhanaan Birokrasi (final) 2022.pdf
Buku Policy Brief-Telaah Isu Strategis-Penyederhanaan Birokrasi (final) 2022.pdf
 
Penguatan Daerah Penyangga Ibu Kota Negara (IKN)
Penguatan Daerah Penyangga Ibu Kota Negara (IKN)Penguatan Daerah Penyangga Ibu Kota Negara (IKN)
Penguatan Daerah Penyangga Ibu Kota Negara (IKN)
 
Pengenalan Pengelolaan Jurnal Borneo Administrator-2020
Pengenalan Pengelolaan Jurnal Borneo Administrator-2020Pengenalan Pengelolaan Jurnal Borneo Administrator-2020
Pengenalan Pengelolaan Jurnal Borneo Administrator-2020
 
Kajian penguatan daerah penyangga dalam mendukung IKN 2020
Kajian penguatan daerah penyangga dalam mendukung IKN 2020Kajian penguatan daerah penyangga dalam mendukung IKN 2020
Kajian penguatan daerah penyangga dalam mendukung IKN 2020
 
Konsep Perhitungan Tunjangan Transport atau Tunjangan Mobilitas Kerja Sebagai...
Konsep Perhitungan Tunjangan Transport atau Tunjangan Mobilitas Kerja Sebagai...Konsep Perhitungan Tunjangan Transport atau Tunjangan Mobilitas Kerja Sebagai...
Konsep Perhitungan Tunjangan Transport atau Tunjangan Mobilitas Kerja Sebagai...
 
survey kepuasan masyarakat & survey kepuasan pegawai 2020
survey kepuasan masyarakat & survey kepuasan pegawai 2020survey kepuasan masyarakat & survey kepuasan pegawai 2020
survey kepuasan masyarakat & survey kepuasan pegawai 2020
 
Daftar berita inovasi melawan corona (jilid 1)
Daftar berita inovasi melawan corona (jilid 1)Daftar berita inovasi melawan corona (jilid 1)
Daftar berita inovasi melawan corona (jilid 1)
 
Ekspose Kajian Kepemimpinan Kewirausahaan Daerah 2019
Ekspose Kajian Kepemimpinan Kewirausahaan Daerah 2019Ekspose Kajian Kepemimpinan Kewirausahaan Daerah 2019
Ekspose Kajian Kepemimpinan Kewirausahaan Daerah 2019
 
Policy Brief Optimalisasi Pengawasan Netralitas ASN
Policy Brief Optimalisasi Pengawasan Netralitas ASNPolicy Brief Optimalisasi Pengawasan Netralitas ASN
Policy Brief Optimalisasi Pengawasan Netralitas ASN
 
Policy Brief Pelaksanaan Kebijakan Netralitas ASN
Policy Brief Pelaksanaan Kebijakan Netralitas ASNPolicy Brief Pelaksanaan Kebijakan Netralitas ASN
Policy Brief Pelaksanaan Kebijakan Netralitas ASN
 
Kajian aktualisasi revolusi mental-PKP2A III LAN 2017
Kajian aktualisasi revolusi mental-PKP2A III LAN 2017Kajian aktualisasi revolusi mental-PKP2A III LAN 2017
Kajian aktualisasi revolusi mental-PKP2A III LAN 2017
 
Kajian pemetaan kemanfaatan proyek perubahan pasca diklatpim
Kajian pemetaan kemanfaatan proyek perubahan pasca diklatpimKajian pemetaan kemanfaatan proyek perubahan pasca diklatpim
Kajian pemetaan kemanfaatan proyek perubahan pasca diklatpim
 
Policy Brief 2016 (Diskresi)
Policy Brief 2016 (Diskresi)Policy Brief 2016 (Diskresi)
Policy Brief 2016 (Diskresi)
 
Policy Brief 2016 (Potensi SDM)
Policy Brief 2016 (Potensi SDM)Policy Brief 2016 (Potensi SDM)
Policy Brief 2016 (Potensi SDM)
 
Policy Brief 2016 (Peningkatan Kapasitas Desa)
Policy Brief 2016 (Peningkatan Kapasitas Desa)Policy Brief 2016 (Peningkatan Kapasitas Desa)
Policy Brief 2016 (Peningkatan Kapasitas Desa)
 
Policy Brief 2016 (kapasitas desa)
Policy Brief 2016 (kapasitas desa)Policy Brief 2016 (kapasitas desa)
Policy Brief 2016 (kapasitas desa)
 
Presentasi potensi SDM sebatik/ Perbatasan
Presentasi potensi SDM sebatik/ PerbatasanPresentasi potensi SDM sebatik/ Perbatasan
Presentasi potensi SDM sebatik/ Perbatasan
 
Kajian pengelolaan potensi SDA sebatik
Kajian pengelolaan potensi SDA sebatikKajian pengelolaan potensi SDA sebatik
Kajian pengelolaan potensi SDA sebatik
 

Analisis kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian provinsi

  • 1. Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi PKP2A III LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA SAMARINDA SERI ISU-ISU AKTUAL
  • 2. Daftar Isi Daftar Isi ...……………………………………………………….……... i Kata Pengantar ………………………………………………………….. iii BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………....…....... 1 A. Latar Belakang …………………………………................ 1 B. Tujuan dan Kegunaan ...……………...…………….......... 4 C. Ruang Lingkup …………………………………………..... 4 D. Target/Hasil yang Diharapkan ………………….............. 5 Bab II. PENATAAN SISTEM KEPEGAWAIAN DI INDONESIA …........ 6 A. Pendahuluan ...…………………………………………..... 6 B. Manajemen Kepegawaian di Indonesia ....………..…...... 8 C. Manajemen Kepegawaian Daerah ………………............. 22 D. Permasalahan dalam Sistem Kepegawaian di Indonesia .….………....................................................... 26 E. Upaya Penataan Sistem Kepegawaian di Indonesia ....... 35 F. Penutup ………………………………………………......... 44 Bab III. PENATAAN MANAJEMEN KEPEGAWAIAN INDONESIA ...... 45 A. Pendahuluan ………………………………………............ 45 B. Aparatur Sebagai Fungsi Manajemen Ketenagakerjaan .................……………......................... 47 C. Manajemen Kepegawaian Indonesia ……………............ 51 D. Dinamika Perkembangan Lingkungan Kepegawaian ..... 56 E. Penutup .………………………………………………….... 62 BAB IV. ANALISIS KEBUTUHAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA ........……………………………………....... 65 A. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategis .........……. 65 B. Konsep Pengembangan SDM Strategis ………................ 66 C. Analisis Kebutuhan Pengembangan SDM .......……........ 68 Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi I
  • 3. BABV. POKOK-POKOK PIKIRAN PENATAAN SDM - APARATUR .…. 77 A. Profil SDM Aparatur .............................…………………. 77 B. Implikasi UU NO. 22 Tahun 1999 ………........................ 81 C. Kebijaksaanaan Dasar …..…………………..…............... 82 BABVI. MANAJEMEN SDM BERBASIS KOMPETENSI Studi Kasus CBHRM PT.TelkomTbk. .........………………........ 85 A. Latar Belakang .....………………………………………… 85 B. HRD Sebagai Competitive Advantage ...…………………. 86 C. CBHRM (Competency Based Human Resources Management) …………………………............................. 89 D. Penutup .......................................................................... 95 BABVII. MANAJEMEN PERSONALIA PEMERINTAHAN Studi Kasus Pemerintah Lokal Colorado - Amerika Serikat dan Singapura ........................................................ 97 A. Manajemen Personalia Pemerintahan Singapura ............ 97 B. Manajemen Personalia Pemerintah Colorado ....………… 100 C. Kesimpulan …………………………………………...…..... 103 BABVIII. PENUTUP ……………………………………………………... 105 Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi ii
  • 4. Kata Pengantar Tema kepegawaian sipil di Indonesia tidak pernah habis untuk diperbincangkan. Hampir setiap hari di media massa selalu ditayangkan informasi yang berkaitan dengan PNS. Ironisnya, masih banyak sorotan negatif yang ditujukan kepada aparatur/birokrat baik oleh media massa maupun masyarakat. Terutama dalam membahas soal kinerja pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah. Berbagai sorotan yang sering ditampilkan, seperti pelayanan publik yang lambat, prosedur berbelit-belit, pungutan liar, proses penerimaan PNS yang sering diwarnai kolusi, kolusi, dan nepotisme (KKN), kinerja pegawai yang rendah, dan sebagainya. Mengapa hal ini bisa terjadi? Kenyataan ini harus bisa menjadi bahan introspeksi bagi aparatur dan juga para pihak yang berwenang dalam pengambilan kebijakan di bidang manajemen kepegawaian sipil. Manajemen PNS diatur dengan UU No. 43 Tahun 1999 sebagai perubahan atas UU No. 8 Tahun 1974. Selain itu, masih ada beberapa peraturan pemerintah sebagai turunan dari UU tersebut yang mengatur tentang kepegawaian sipil. Manajemen PNS mengatur hal-hal yang berkaitan dengan perencanaan, pengadaan/rekrutmen, pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan dan pemberhentian PNS di Indonesia. Apabila dibandingkan dengan perusahaan swasta, peraturan-peraturan mengenai kepegawaian sipil lebih lengkap dan dari kuantitas lebih banyak. Bahkan perusahaan swasta sering mengadopsi peraturan-peraturan dari PNS. Namun demikian, kualitas kinerja PNS masih sering disorot tidak maksimal, dan lebih rendah dibandingkan dengan kinerja pegawai swasta. Buku ini berisi kumpulan tulisan yang diangkat dari Workshop Penyusunan Naskah Akademik Analisis Penataan Kebutuhan Personil dan Manajemen Kepegawaian Provinsi yang diselenggarakan oleh PKP2A III LAN Samarinda. Memotret sistem kepegawaian sipil di Indonesia beserta pemikiran-pemikiran untuk memperbaiki kondisi kepegawaian sipil tersebut. Dilengkapi pula dengan tulisan tentang manajemen SDM yang Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi iii
  • 5. diterapkan di perusahaan dan juga manajemen kepegawaian sipil di beberapa negara lain yang dimaksudkan sebagai pembanding dengan manajemen PNS di Indonesia. Setelah membaca buku ini, diharapkan pembaca memiliki gambaran mengenai kondisi kepegawaian sipil di Indonesia saat ini. Dan sebagai karya ilmiah, buku ini tentu bukan karya yang sempurna. Untuk itu masih sangat terbuka saran pemikiran maupun kritik dari para pembaca untuk diskusi lebih lanjut berkaitan dengan upaya penataan dan manajemen kepegawaian sipil di Indonesia. Samarinda, Desember 2007 Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi iv
  • 6. BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Fungsi Pegawai Negeri Sipil adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat sehingga diperlukan piranti agar dapat menjalankan fungsi tersebut dengan sebaik-baiknya. Manajemen Pegawai Negeri Sipil dilakukan agar didapat sosok Pegawai Negeri Sipil yang mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat secara jujur, adil, merata, efisien dan efektif serta netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik, untuk itu dalam pengembangan karirnya perlu mendapatkan pembinaan berdasarkan perpaduan sistem prestasi kerja dan sistem karir yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja. Tetapi pada kenyataannya di beberapa instansi masih memiliki jumlah pegawai yang sedikit tetapi dengan beban kerja yang sangat berat sehingga tidak dapat melakukan kerjanya dengan maksimal disamping itu juga ditambah dengan sumber daya manusia yang dimiliki belum sesuai dengan kompetensi yang cocok dalam bidangnya terutama dengan keahlian yang sesuai sehingga tidak efektif . Namun di sisi yang lain banyak juga instansi dengan beban kerja yang ringan tetapi memiliki jumlah pegawai yang banyak sehingga dapat dilihat banyak pegawai yang hanya datang, tanda tangan daftar hadir, membaca koran, dan kemudian pulang atau meninggalkan kantor sehingga tidak efektif dalam melakukan pekerjaan yaitu memberikan pelayanan kepada masyarakat yang notabene adalah fungsi dari pegawai negeri sipil. Ketimpangan tersebut berpotensi menimbulkan rasa iri dan kecemburuan bagi pegawai yang memiliki beban kerja yang tinggi karena mereka mendapatkan penghasilan yang sama, tanpa memperhitungkan prestasi dan beban kerja pegawai yang bersangkutan. Dan bukan menjadi rahasia lagi di kalangan Pegawai Negeri Sipil bahwa pegawai yang rajin dan malas berpenghasilan sama Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 1
  • 7. karena yang diperhitungkan adalah pangkat dan masa kerja. Hal ini akan berdampak kepada semangat dan kinerja pegawai yang bersangkutan. Penelitian yang dilakukan oleh Miftah Thoha,dkk tentang 1 rightsizing di beberapa pemerintah propinsi, kabupaten dan kota di Indonesia menemukan bahwa masih terjadinya ketidakseimbangan antara jumlah pegawai dengan unit-unit kerja ada, dengan jumlah pegawai melebihi kebutuhan organisasi sehingga terjadi pemborosan. Dan juga seringkali diketemukan ketidaksesuaian penataan unit organisasi dan kepegawaian dengan visi-misi pemerintah daerah yang telah dirumuskan. Karena penataan kepegawaian berkaitan dengan penataan unit-unit organisasi, yang semua itu disusun dengan mempertimbangakan visi-misi organisasi. Untuk itu diperlukannya suatu penataan kebutuhan pegawai dan manajemen pegawai yang nantinya diharapkan dapat mengkoordinir dari berbagai masukan baik yang berasal dari instansi pemerintah dalam hal kepegawaian baik itu melakukan penempatan / mutasi atau penambahan pegawai, yang harus dilihat apakah rasio jumlah pegawai sesuai dengan beban kerja dari instansi tersebut, kualifikasi sumber daya manusianya sesuai tidak dengan bidang atau tempat yang nantinya ditempati dengan maksud pegawai tersebut dapat bekerja dengan maksimal dan optimal. Selain melakukan penataan kebutuhan personil pada tiap-tiap instansi pemerintah agar nantinya tidak terjadi kesalahan yang fatal akibat tidak sesuainya penempatan sesuai dengan kompetensinya (the right man on the right job) serta pemenuhan kebutuhan Sumber Daya Manusia sesuai dengan beban kerjanya. Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 jo. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 pada pasal 13 menyebutkan bahwa : “Kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil mencakup penetapan norma, standar, prosedur, formasi, 1 Rightsizing adalah penataan unit organisasi dengan jumlah pegawai yang tepat untuk keperluan melaksanakan tugas kewajiban organisasi. Baca Miftah Thoha, Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia,Kencana,Jakarta,2005 Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 2
  • 8. pengangkatan, pengembangan kualitas sumber daya Pegawai Negeri Sipil, pemindahan, gaji, tunjangan, kesejahteraan, pemberhentian, hak, kewajiban dan kedudukan hukum” Kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil tersebut dilakukan oleh Presiden selaku Kepala Pemerintahan dengan dibantu oleh Komisi Kepegawaian Negara yang hingga saat ini komisi dimaksud belum terbentuk namun dalam penyelenggaraannya saat ini dilakukan oleh Badan Kepegawaian Negara sementara di daerah dibentuk Badan Kepegawaian Daerah berdasarkan amanat Undang-undang Pokok- pokok Kepegawaian sebagai perangkat daerah yang bertanggung jawab untuk menjamin kelancaran pelaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil Daerah. Manajemen Pegawai Negeri Sipil dilakukan agar didapat sosok Pegawai Negeri Sipil yang ideal yaitu mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat secara jujur, adil dan merata dan netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik, untuk itu dalam pengembangan karirnya dibina berdasarkan pada perpaduan sistem prestasi kerja dan sistem karir yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja. Salah satu aspek lain yang sangat penting dalam pelaksanaan kebijaksanaan manajemen pegawai negeri sipil daerah adalah peningkatan kualitas pendidikan formal dari ijazah yang dimiliki pada saat rekrutmen dilakukan. Di awal otonomi daerah pengaturannya hanya semacam surat namun pada tahun 2005 telah ditingkatkan kapasitas hukumnya menjadi Peraturan Gubernur, di dalam implementasinya telah dilakukan pengendalian bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah yang berminat dalam izin belajar. Hal ini penting agar setelah menyelesaikan pendidikannya khususnya izin belajar Pegawai Negeri Sipil Daerah dapat maksimal melaksanakan tugasnya tanpa diganggu persoalan administratif. Selain itu juga kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil meliputi penetapan norma, standar, prosedur, formasi, pengangkatan, Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 3
  • 9. pengembangan kualitas sumber daya Pegawai Negeri Sipil, pemindahan, gaji, tunjangan, kesejahteraan, pemberhentian, hak, kewajiban dan kedudukan hukum. Pemegang kebijaksanaan ini adalah Presiden sementara Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah bertugas untuk menjamin kelancaran pelaksanaan kebijaksanaan manajemen bagi pegawai negeri sipil daerah masing-masing. Pengembangan sumber daya Pegawai Negeri Sipil Daerah sebagai bagian dari kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil ditujukan agar mampu memberikan pelayananan sesuai dengan jabatannya masing-masing khususnya jabatan struktural atau jabatan fungsioanal tertentu. B. TujuandanKegunaan Tujuan dan kegunaan dari kegiatan workshop ini adalah menghasilkan naskah akademik analisis manajemen kepegawaian Provinsi yang merupakan hasil kajian akademis yang dapat dijadikan sebagai rekomendasi kebijakan penataan kebutuhan personil dan manajemen kepegawaian Provinsi yang akan terbentuk dan laporan hasil workshop ini akan distribusikan / disosialisasikan ke instansi pemerintahan di tingkat kabupaten, Provinsi maupun pusat serta instansi-instansi terkait lainnya, guna sebagai bahan acuan dalam penetapan legal draft yang nantinya akan dibuat oleh Pemerintah Provinsi yang terbentuk. C. RuangLingkup Ruang lingkup kegiatan workshop ini meliputi identifikasi kebutuhan personil dan penataan manajemen kepegawaian Provinsi, identifikasi pentahapan dan prioritas kebutuhan personil dan manajemen kepegawaian Provinsi, dan identifikasi dimensi-dimensi kebutuhan personil dan manajemen kepegawaian Provinsi. Yang akan menjadi peserta dari kegiatan workshop ini adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota di wilayah Kalimantan. Disamping itu juga kalangan Akademisi dan Praktisi yang mempunyai kaitan/relevansi dengan permasalahan kebutuhan personil Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 4
  • 10. dan manajemen kepegawaian. Dan tidak tertutup kemungkinan juga melibatkan unsur-unsur masyarakat lain yang dipandang perlu dan relevan, seperti Pers, Ormas, Parpol, LSM, dan lain-lain yang berkaitan dengan permasalahan manajemen kepegawaian terutama di wilayah Kalimantan. D. Target/HasilyangDiharapkan Target dari kegiatan workshop ini adalah adanya tingkat kemanfaatan hasil workshop terhadap kebutuhan personil dan manajemen kepegawaian Provinsi, dimana workshop ini sebagai media komunikasi dan curah pendapat (brainstorming) antar badan/aparat penyelenggara pemerintahan mengenai terbentuknya Provinsi dan manajemen kepegawaiannya, baik di tingkat pusat, Provinsi asal (Kalimantan Timur) maupun kabupaten/kota yang bergabung dalam Provinsi serta kalangan akademisi dan elemen-elemen lain yang relevan mengenai manajemen kepegawaian. Dengan adanya workshop ini diharapkan juga dapat menciptakan sinergisitas antara lembaga/instansi pemerintahan dalam menghadapi dan memecahkan semua persoalan penataan manajemen kepegawaian dan kebutuhan personil. Workshop ini juga diharapkan dapat melahirkan solusi-solusi dan rekomendasi terhadap pembentukan Provinsi oleh pemerintah daerah terutama yang berkaitan dengan kebutuhan personil dan manajemen kepegawaian Provinsi. Sebagai bahan perbandingan, dalam laporan ini ditampilkan pula gambaran pengelolaan Sumber Daya Manusia yang diterapkan di perusahaan dan di beberapa negara lain yaitu Singapura dan Amerika Serikat. Dengan demikian diharapkan bisa diperoleh gambaran tentang bagaimana pengelolaan sumber daya aparatur yang tepat untuk diterapkan di daerah. Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 5
  • 11. BAB II PENATAAN SISTEM KEPEGAWAIAN DI INDONESIA Oleh: Drs. Eris Yustiono, M.Sc. A. Pendahuluan Secara epistimologi, manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) terdiri dari dua kata yang masing-masing mempunyai arti tersendiri. Berdasarkan beberapa literatur, manajemen dapat diartikan sebagai "suatu proses pengelolaan sumber-sumber daya organisasi dalam upaya pencapaian tujuan organisasi". Sedangkan Sumber Daya Manusia dapat diartikan sebagai "keseluruhan individu dalam organisasi yang selain memberikan kontribusi dalam upaya pencapaian tujuan organisasi juga mempunyai tujuan individual". Dari kedua kata tersebut, manajemen sumber daya manusia dapat didefinisikan sebagai "suatu proses yang dilakukan oleh organisasi dalam mendapatkan, mengelola, dan memanfaatkan sumber daya terpenting dalam mencapai tujuan baik tujuan organisasi maupun tujuan individu-individu yang ada di dalamnya". Manajemen sumber daya manusia sendiri merupakan suatu konsep yang dilandasi oleh beberapa penelitian tentang perilaku manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan manusia dalam suatu organisasi bukan hanya alat untuk mencapai tujuan organisasi, tetapi lebih dari itu, yaitu sebagai asset paling berharga dalam suatu organisasi. Sekalipun disadari bahwa manusia merupakan asset terpenting, namun seringkali terjadi, dalam tataran praktik-khususnya di organisasi pemerintahan - pengelolaan atas SDM tidak mencerminkan pengelolaan atas suatu asset yang dianggap strategis. Pengelolaan yang dimaksud di sini bukan semata-mata ketika manusia sudah tergabung dalam suatu organisasi, akan tetapi jauh sebelum mereka bergabung, yaitu sejak proses pengadaan, pemenfaatan, hingga berhenti bekerja. Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 6
  • 12. Pengelolaan yang tidak dilaksanakan dengan baik tentu berkorelasi positif dengan hasil pengelolaannya. Seringkali Menpan dalam beberapa kesempatan mengatakan bahwa kinerja PNS kurang produktif, kalaupun tidak mau dikatakan tidak produktif. Dari sekitar 4 juta PNS yang ada saat ini, menurut Menpan hanya 40% yang dapat dikategorikan produktif. Dengan kata lain 2,4 juta PNS hanya merupakan beban negara karena kontribusinya tidak sebanding dengan pengeluaran negara untuk membiayai mereka. Sinyalemen Menpan memang belum tentu kebenarannya. Namun jika dikaitkan dengan banyaknya keluhan masyarakat atas pelayanan yang diberikan oleh banyak institusi publik, misalnya: prosedur yang berbelit-belit, biaya tinggi dalam menyelesaikan kebutuhan masyarakat, perilaku kurang ramah, dan sebagainya, nampaknya terdapat korelasi positif dengan pernyataan Menpan. Sekalipun, sekali lagi, hal tersebut hanya merupakan suatu sinyalemen, namun ketika dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dalam pendayagunaan aparatur, tentu hal ini merupakan suatu pertanyaan besar. Jika memang ternyata apa yang dikatakan oleh Menpan itu benar, lalu ada apa sebenarnya dengan manajemen kepegawaian di negara kita? Bukankah para pegawai (baca: PNS) sebelum mendapat posisi saat ini telah melalui seleksi? Bukankah mereka telah mengikuti diklat (sekurang-kurangnya diklat Pra Jabatan) untuk mempersiapkan mereka untuk bekerja? Bukankah mereka telah mengikuti orientasi sebelum ditempatkan dalam posisi tertentu? Salah satu faktor yang juga terlibat dalam penatan kepegawaian adalah adanya pimpinan yang kapabel dalam mengorganisir organisasi dan SDM yang dipimpinnya. Mengingat banyaknya pertanyaan dan mungkin masih banyak sederet pertanyaan lain yang dapat dimunculkan dalam kaitannya dengan manajemen kepegawaian di negara kita, maka nampaknya upaya analisis atas sistem kepegawaian, khususnya di institusi pemerintah, menjadi suatu hal yang tidak dapat dinafikan. Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 7
  • 13. B. ManajemenKepegawaiandiIndonesia Manajemen kepegawaian di Indonesia dibangun melalui dasar- dasar legal formal, yaitu melalui UU dan Peraturan pemerintah serta beberapa peraturan perundangan teknis lainya yang dikeluarkan oleh instutusi terait dengan kepegawaian. UU yang menjadi dasar dalam manajemen kepegawaian di Indonesia adalah UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian dan UU No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Selain kedua UU tersebut, UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pun merupakan salah satu landasan yang digunakan, khususnya dalam pengaturan manajemen kepegawaian di daerah. Dalam pasal 1 butir 8 UU No. 43 Tahun 1999 dikatakan sebagai berikut: "Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah keseluruhan upaya- upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi, dan kewajiban kepegawaian, yang meliputi perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan dan pemberhentian". Dari bunyi butir tersebut, terlihat bahwa yang dimaksud dengan Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah upaya menyeluruh dalam pengelolaan PNS sejak direncanakan, diberdayakan, dikembangkan, hingga pemberhentian, dimana semuanya ini diarahkan untuk pencapaian penyelenggaraan tugas secara efisien. Adapun kedudukan pegawai negeri dinyatakan dalam pasal 3 UU No. 43 Tahun 1999 sebagai berikut : (1) Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan. (2) Dalam kedudukan dan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pegawai Negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 8
  • 14. (3) Untuk menjamin netralitas Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pegawai Negeri dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Dari bunyi pasal tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pegawai negeri adalah pelayan masyarakat - hal yang mungkin seringkali terlupakan oleh kita selaku pegawai negeri - yang berfugsi memfasilitasi kebutuhan masyarakat sepanjang dalam koridor ketentuan yang berlaku. Oleh karena pegawai negeri berfungsi melayani masyarakat, untuk meminimalisir bias dalam pemberian layanan kepada masyarakat, maka pegawai negeri tidak diperkenankan menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil (dalam UU No. 8 Tahun 1974 disebut pembinaan) dinyatakan dalam pasal 13 sebagai berikut : (1) Kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil mencakup penetapan norma, standar, prosedur, formasi, pengangkatan, pengembangan kualitas sumber daya Pegawai Negeri Sipil, pemindahan, gaji, tunjangan, kesejahteraan, pemberhentian, hak, kewajiban, dan kedudukan hukum. (2) Kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berada pada Presiden selaku Kepala Pemerintahan. (3) Untuk membantu Presiden dalam merumuskan kebijaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan memberikan pertimbangan tertentu, dibentuk Komisi Kepegawaian Negara yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden. (4) Komisi Kepegawaian Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), terdiri dari 2 (dua) Anggota Tetap yang berkedudukan sebagai Ketua dan Sekretaris Komisi, serta 3 (tiga) Anggota Tidak Tetap yang kesemuanya diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. (5) Ketua dan Sekretaris Komisi Kepegawaian Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), secara ex officio menjabat sebagai Kepala dan Wakil Kepala Badan Kepegawaian Negara. (6) Komisi Kepegawaian Negara mengadakan sidang sekurang- kurangnya sekali dalam satu bulan. Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 9
  • 15. Sedangkan secara lebih operasional, manajemen diatur dalam beberapa peraturan pemerintah yang secara singkat akan diuraikan berikut ini. 1. Formasi PNS Formasi PNS diatur dalam PP No. 97 Tahun 2000 tentang Formasi PNS dan PP No. 54 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas PP No. 97 Tahun 2000 tentang Formasi PNS. Pada pasal 1 PP No. 54 Thn 2003 dinyatakan sebagai berikut: Formasi Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut dengan formasi adalah jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan dalam suatu satuan organisasi negara untuk mampu melaksanakan tugas pokok dalam jangka waktu tertentu. Secara nasional, formasi Pegawai Negeri Sipil ditetapkan oleh Menpan seperti tersebut dalam pasal 2 PP No. 54 Tahun 2003 sebagai berikut : Formasi Pegawai Negeri Sipil secara nasional setiap tahun anggaran ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara, setelah memperhatikan pendapat Menteri Keuangan dan pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara. Sedangkan penetapan formasi Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Daerah diatur dalam pasal 3 PP No. 54 Tahun 2003 ayat (1) dan (2) sebagai berikut : (1)Formasi Pegawai Negeri Sipil Pusat untuk masing-masing satuan organisasi Pemerintah Pusat setiap tahun anggaran ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara setelah mendapat pertimbangan dari Kepala Badan Kepegawaian Negara. (2)Formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah untuk masing-masing satuan organisasi Pemerintah Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota setiap tahun anggaran ditetapkan oleh Kepala Daerah masing- masing setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara, berdasarkan pertimbangan dari Kepala Badan Kepegawaian Negara. Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 10
  • 16. 2. Pengadaan PNS Pengadaan PNS diatur dalam PP No. 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan PNS dan PP No. 11 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas PP No. 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan PNS. Dalam pasal 1 ayat (1) PP No. 98 Tahun 2000 dinyatakan sebagai berikut : Pengadaan Pegawai Negeri Sipil adalah kegiatan untuk mengisi formasi yang lowong. Sedangkan mengenai pengadaan sampai dengan pengangkatan, dinyatakan dalam pasal 2 ayat (1) PP No. 98 Tahun 2000 sebagai berikut : Pengadaan Pegawai Negeri Sipil dilakukan mulai dari perencanaan, pengumuman, pelamaran, penyaringan, pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil sampai dengan pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil. 3. Diklat Jabatan PNS Diklat Jabatan PNS diatur dalam PP No. 101 Tahun 2000 tentang Diklat Jabatan PNS yang merupakan pengganti PP No. 14 Tahun 1994 Pengertian diklat dinyatakan dalam pasal 1 ayat (1) sebagai berikut: Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut Diklat adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan Pegawai Negeri Sipil. Adapun tujuan diklat dinyatakan dalam pasal 2 sebagai berikut : a. meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan instansi; b. menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa; Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 11
  • 17. c. memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman dan pemberdayaan masyarakat; d. menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya kepemerintahan yang baik. Sedangkan sasaran diklat dinyatakan dalam pasal 3 sebagai berikut : Sasaran Diklat adalah terwujudnya PNS yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan persyaratan jabatan masing-masing. Adapun mengenai jenis diklat bagi PNS pada dasarnya ada dua jenis seperti yang dinyatakan dalam pasal 4 yaitu : 1. Diklat Pra Jabatan Diklat Pra Jabatan merupakan diklat yang merupakan persyaratan bagi CPNS untuk diangkat menjadi PNS. Sedangkan tujuannya adalah "untuk memberikan pengetahuan dalam rangka pembentukan wawasan kebangsaan, kepribadian dan etika PNS, disamping pengetahuan dasar tentang sistem penyelenggaraan pemerintahan negara, bidang tugas dan budaya organisasinya agar mampu melaksanakan tugas dan perannya sebagai pelayan masyarakat". (Pasal 7) 2. Diklat Dalam Jabatan Diklat Dalam Jabatan dilaksanakan untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap PNS agar dapat melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan dengan sebaik-baiknya. Adapun jenis diklat dalam jabatan seperti yang dinyatakan dalam pasal 8 adalah : a. Diklat Kepemimpinan; b. Diklat Fungsional; c. Diklat Teknis Dalam pasal 9 dinyatakan sebagai berikut : Diklat Kepemimpinan yang selanjutnya disebut Diklatpim dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi kepemimpinan aparatur pemerintah yang sesuai dengan jenjang jabatan struktural. Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 12
  • 18. Sedangkan peserta Diklatpim, seperti dinyatakan dalam pasal 14 ayat (1) adalah adalah PNS yang akan atau telah menduduki Jabatan Struktural. 4. Pengangkatan PNS Pengangkatan PNS diatur dalam PP No. 13 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas PP No. 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural Pengertian jabatan struktural dinyatakan dalam pasal 1 ayat (2) PP No. 100 Tahun 2000 sebagai berikut : Jabatan struktural adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi negara. Dalam kaitannya dengan pengangkatan seorang PNS dalam suatu jabatan struktural, maka yang bersangkutan harus mengikuti Dikltapim sesuai dengan jabatan yang akan atau telah didudukinya. Hal ini diatur dalam pasal 7 PP No. 13 Tahun 2002 sebagai berikut : (1)Pegawai Negeri Sipil yang akan atau telah menduduki jabatan struktural harus mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan kepemimpinan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan untuk jabatan tersebut. (2)Pegawai Negeri Sipil yang telah memenuhi persyaratan kompetensi jabatan struktural tertentu dapat diberikan sertifikat sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh instansi pembina dan instansi pengendali serta dianggap telah mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan kepemimpinan yang dipersyaratkan untuk jabatan tersebut. Pasal ini merupakan perubahan atas pasal 7 PP No. 100 Tahun 2000 yang sebelumnya berbunyi sebagai berikut : Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan struktural belum mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan kepemimpinan sesuai dengan tingkat jabatan struktural wajib mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan kepemimpinan selambat-lambatnya 12 (dua belas) bulan sejak yang bersangkutan dilantik. Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 13
  • 19. Agar setiap pejabat lebih fokus pada pekerjaannya, maka tidak diperkenankan untuk melakukan jabatan rangkap. Hal ini diatur dalam pasal 8 PP No. 100 Tahun 2000 yang berbunyi sebagai berikut : Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural tidak dapat menduduki jabatan rangkap, baik dengan jabatan struktural maupun dengan jabatan fungsional. 5. Penilaian Kinerja PNS Penilaian kinerja merupakan salah satu faktor penting dalam manajemen SDM. Melalui penilaian ini diharapkan teridentifikasi kinerja seorang pegawai dalam kurun waktu tertentu sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Dalam lingkungan PNS, penilaian kinerja diatur melalui PP No. 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil. Pasal 1 PP No. 10 Tahun 1979 menyatakan sebagai berikut: Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan : a. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah in disebut Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan adalah suatu daftar yang memuat hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan seorang Pegawai Negeri Sipil dalam jangka waktu 1 (satu) tahun yang dibuat oleh Pejabat Penilai; b. Pejabat Penilai adalah atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang dinilai dengan ketentuan serendah-rendahnya Kepala Urusan atau pejabat lain yang setingkat dengan itu, kecuali ditentukan lain oleh Menteri,Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tingggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dalam lingkungannya masing-masing. c. Atasan Pejabat penilai adalah atasan langsung dari Pejabat Penilai. Adapun tujuan dilaksanakannya penilaian melalui DP-3 dinyatakan dalam pasal 2 sebagai berikut: Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 14
  • 20. Tujuan dari Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan adalah untuk memperoleh bahan-bahan pertimbangan yang obyektif dalam pembinaan Pegawai Negeri Sipil. Sedangkan unsur-unsur yang dinilai, tercantum dalam pasal 4 ayat (2) sebagai berikut : (2)Dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, unsur-unsur yang dinilai adalah : a. kesetiaan; b. prestasi kerja; c. tanggung jawab; d. ketaatan; e. kejujuran; f. kerjasama; g. prakarsa; h. kepemimpinan. 6. Kenaikan Pangkat PNS Kenaikan Pangkat PNS diatur dalam PP No. 12 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas PP No. 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat PNS. Dalam pasal 1 ayat (1), (2), (3), dan (4) PP No. 99 Tahun 2000 dinyatakan sebagai berikut : (1)Pangkat adalah kedudukan yang menunjukkan tingkat seseorang Pegawai Negeri Sipil berdasarkan jabatannya dalam rangkaian susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian. (2)Kenaikan pangkat adalah penghargaan yang diberikan atas prestasi kerja dan pengabdian Pegawai Negeri Sipil terhadap negara. (3)Kenaikan pangkat reguler adalah penghargaan yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang telah memenuhi syarat yang ditentukan tanpa terikat pada jabatan. (4)Kenaikan pangkat pilihan adalah kepercayaan dan penghargaan yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil atas prestasi kerjanya yang tinggi. Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 15
  • 21. Adapun sistem yang digunakan dalam kenaikan pangkat dinyatakan dalam pasal 3 PP No. 99 Tahun 2000 sebagai berikut : Kenaikan pangkat dilaksanakan berdasarkan sistem kenaikan pangkat reguler dan sistem kenaikan pangkat pilihan. Sedangkan masa kenaikan pangkat diatur dalam pasal 4 PP No. 12 Tahun 2002 sebagai berikut : Periode kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil ditetapkan pada tanggal 1 April dan 1 Oktober setiap tahun, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini. Pasal ini merupakan perubahan atas pasal 4 PP No. 99 Tahun 2000 yang sebelumnya berbunyi sebagai berikut : Kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil ditetapkan pada tanggal 1 Januari, 1 April, 1 Juli, dan 1 Oktober setiap bulan, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini. Pada dasarnya, secara formal, pemerinah telah berusaha untuk memberikan penghargaan kepada PNS yang mempunyai kinerja sangat baik, hal ini dinyatakan dalam pasal 15 PP No. 99 Tahun 2000 sebagai berikut : Pegawai Negeri Sipil yang menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya selama 1 (satu) tahun terakhir, dinaikkan pangkatnya setingkat lebih tinggi tanpa terikat pada jenjang pangkat, apabila: a. sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam pangkat terakhir; dan b. setiap unsur penilaian prestasi kerja bernilai amat baik dalam 1 (satu) tahun terakhir. Penghargaan yang sama diberikan kepada PNS yang menemukan penemuan baru, yang dianggap bermanfaat bagi negara. Hal ini dinyatakan dalam pasal 16 PP No. 99 Tahun 2000 sebagai berikut : (1)Pegawai Negeri Sipil yang menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara, dinaikkan pangkatnya setingkat lebih tinggi tanpa terikat dengan jenjang pangkat. (2)Kenaikan pangkat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan pada saat yang bersangkutan telah 1 (satu) tahun Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 16
  • 22. dalam pangkat terakhir dan penilaian prestasi kerja dalam 1 (satu) tahun terakhir rata-rata bernilai baik. 7. Penggajian PNS Penggajian PNS diatur dalam PP No. 11 Tahun 2003 tentang Peraturan Gaji PNS dan Keppres No. 64 Tahun 2003 tentang Penyesuaian Gaji Pokok PNS. Secara formal, pengggajian PNS diatur dalam PP No. 11 Tahun 2003 yang merupakan perubahan atas PP No. 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil yang telah beberapa kali diubah dimana perubahan terakhir adalah PP No. 26 Tahun 2001. Mengingat tuntuan kebutuhan yang terus berubah, maka pemerintah pun berupaya menyesuaikan pemberian gaji pokok bagi PNS. Hal ini datur dalam Keppres No. 64 Tahun 2003 tentang Penyesuaian Gaji Pokok PNS. Dalam Pasal 1 ayat (1) Keppres No. 64 Tahun 2003 dinyatakan sebagai berikut : Gaji pokok Pegawai Negeri Sipil menurut golongan ruang dan masa kerja golongan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2001, terhitung mulai tanggal 1 Januari 2003 disesuaikan dengan gaji pokok menurut golongan ruang dan masa kerja golongan sebagaimana tercantum dalam Lampiran PP No. 11 Tahun 2003. Adapun penetapan mengenai penyesuaian gaji pokok tersebut dinyatakan dalam pasal 2 Keppres No. 64 Tahun 2003 sebagai berikut : Penyesuaian gaji pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, ditetapkan dengan surat keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian dalam lingkungan masing-masing sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 8. Jabatan Fungsional PNS Jabatan Fungsional PNS diatur dalam PP No. 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional PNS Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 17
  • 23. Pengertian jabatan fungsional dinyatakan dalam pasal 1 ayat (1) sebagai berikut : Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau ketrampilan tertentu serta bersifat mandiri. Sedangkan ketentuan mengenai pengangkatan ke dalam jabatan fungsional dinyatakan dalam pasal 7 sebagai berikut : Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil kedalam jabatan fungsional pada instansi pemerintah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai formasi yang telah ditetapkan. Dalam kaitannya dengan karir, seorang PNS yang menduduki jabatan fungsional dapat berpindah ke jabatan fungsional yang lain atau ke dalam jabatan struktural. Hal ini dinyatakan dalam pasal 10 sebagai berikut : Perpindahan Pegawai Negeri Sipil antar jabatan fungsional atau antar jabatan fungsional dengan jabatan struktural dimungkinkan sepanjang memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk masing- masing jabatan tersebut. Sedangkan ketentuan mengenai pembinaan jabatan fungsional tercantum dalam pasal 11 sebagai berikut : 1. Pembinaan jabatan fungsional dilakukan oleh instansi pembina jabatan fungsional. 2. Penetapan instansi pembina jabatan fungsional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan penetapan rumpun jabatan fungsional ditetapkan dengan Keputusan Presiden. 9. Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian PNS Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian PNS diatur dalam PP No. 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian PNS yang merupakan penyempurnaan dari Peraturan Pemerintah No. 96 Tahun Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 18
  • 24. 2000 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. Sebagai norma dan standarisasi dalam prosedur pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, Peraturan Pemerintah ini memberikan kewenangan kepada Presiden, Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat, Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi dan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota. Pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Negeri Sipil Pusat kewenangan diberikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat. Bagi Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah kewenangan ada pada Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi atau Kabupaten/Kota. Keduanya dapat pula mendelegasikan atau memberikan kuasa kepada Pejabat lain di lingkungannya. Sedangkan bagi Calon Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Daerah yang tewas atau cacat karena dinas, kewenangan pengangkatan dilakukan oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara. Atas permintaan dan persetujuan dari instansi yang bersangkutan, Kepala Badan Kepegawaian Negara memiliki kewenangan untuk menetapkan pemindahan Pegawai Negeri Sipil Pusat antar Departemen/Lembaga, Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Daerah antara Propinsi/Kabupaten/Kota dan Departemen/Lembaga, Pegawai Negeri Sipil Daerah antara Daerah Propinsi dan Pegawai Negeri Sipil Daerah antara Daerah Kabupaten/Kota dan Daerah Kabupaten/Kota Propinsi lainnya. Pejabat Kepala Badan Kepegawaian Negara menurut Undang-Undang ini dapat mendelegasikan kewenangannya atau memberikan kuasa kepada Pejabat lain di lingkungannya. Dalam hal pemberhentian sementara dari jabatan Negeri, Presiden memiliki kewenangan untuk menetapkan Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural Eselon I, jabatan fungsional Jenjang Utama atau jabatan lainnya yang diangkat oleh Presiden. Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 19
  • 25. Bagi Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat, Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota memiliki kewenangan untuk menetapkan pemberhentian sementara dari jabatan negeri terhadap Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural Eselon II, III dan IV ke bawah di lingkungannya. 10.Pengangkatan Tenaga Honorer Pengangkatan Tenaga Honorer diatur dalam PP No. 43 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas PP No. 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Peraturan Pemerintah ini merupakan pengaturan khusus dan mengecualikan beberapa pasal dalam PP No. 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan PP No. 11 Tahun 2002. Dalam pasal 1 ayat (1) PP No. 48 Tahun 2005 dinyatakan sebagai berikut : Tenaga honorer adalah seseorang yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas tertentu pada instansi pemerintah atau yang penghasilannya menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pada prinsipnya pengangkatan tenaga honorer untuk menjadi CPNS ditentukan berdasarkan prioritas tertentu. Adapun yang mengatur mengenai prioritas tersebut adalah pasal 3 PP No. 43 Tahun 2007 sebagai berikut : (1)Pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil diprioritaskan bagi yang melaksanakan tugas sebagai : a. guru; b. tenaga kesehatan pada sarana pelayanan kesehatan; c. tenaga penyuluh di bidang pertanian, perikanan, peternakan; dan d. tenaga teknis lainnya yang sangat dibutuhkan pemerintah. Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 20
  • 26. (2)Pengangkatan tenaga honorer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada : a. usia paling tinggi 46 (empat puluh enam) tahun dan paling rendah 19 (sembilan belas) tahun; dan b. masa kerja sebagai tenaga honorer paling sedikit 1 (satu) tahun secara terus menerus. (3)Masa kerja terus menerus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tidak berlaku bagi dokter yang telah selesai menjalani masa bakti sebagai pegawai tidak tetap. Sedangkan prioritas penentuan pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS dinyatakan dalam pasal 4 PP No. 43 Tahun 2007 sebagai berikut: (1)Pengangkatan tenaga honorer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dilakukan melalui pemeriksaan kelengkapan administrasi. (2)Pengangkatan tenaga honorer yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diutamakan bagi tenaga honorer yang mempunyai masa kerja lebih lama atau yang usianya menjelang 46 (empat puluh enam) tahun. Pasal 4, khususnya ayat (2) menegaskan bahwa pada prinsipnya pengangkatan tenaga honorer diprioritaskan bagi yang berusia paling tinggi dan/atau mempunyai masa kerja lebih lama. Dengan adanya PP tentang pengangkatan tenaga honorer ini, maka tidak ada lagi pengangkatan tenaga honorer kecuali pemerinah menentukan lain. Hal ini ditegaskan dalam pasal 8 PP No. 48 Tahun 2005 sebagai berikut: Sejak ditetapkannya peraturan pemerintah ini, semua Pejabat Pembina Kepegawaian dan pejabat lain di lingkungan instansi, dilarang mengangkat tenaga honorer atau yang sejenis, kecuali ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Selain beberapa peraturan pemerintah yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat beberapa peraturan yang berkaitan dengan kepegawaian negeri sipil. Salah satu diantaranya adalah PP No. 21 Tahun 2002 tentang Pengalihan Status Anggota TNI dan Polri. Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 21
  • 27. PP ini, yang merupakan perubahan atas PP No. 4 Tahun 2002 tentang Pengalihan Status Anggota TNI dan Polri tentang Perubahan Atas PP No. 15 Tahun 2001, mengatur institusi-institusi mana saja yang jabatan strukturalnya dapat diduduki oleh anggota TNI atau Polri. Hal tersebut dinyatakan dalam pasal 9 PP No. 21 Tahun 2002 sebagai berikut : Selain oleh Pegawai Negeri Sipil, jabatan struktural tertentu pada instansi sipil : a. Kantor Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan; b. Departemen Pertahanan; c. Sekretariat Militer Presiden; d. Badan Intelijen Negara; e. Lembaga Sandi Negara; f. Lembaga Ketahanan Nasional; g. Dewan Ketahanan Nasional; h. Badan S.A.R Nasional; i. Badan Narkotika Nasional, dapat diduduki oleh Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tanpa dialihkan statusnya menjadi Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.” Perbedaan PP ini dengan PP yang diubahnya, yaitu PP No. 4 Tahun 2002 adalah adanya tambahan satu institusi yang jabatan strukturalnya dapat diduduki oleh anggota TNI atau Polri, yaitu Kantor Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (pasal 9 butir 'a'). C. Manajemen Kepegawaian Daerah Perubahan sistem pemerintahan daerah yang diawali dengan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, membawa perubahan pada sistem kepegawaian di daerah. Adapun pasal-pasal yang berkaitan dengan kepegawaian daerah adalah pasal 129 s.d. pasal 135. Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 22
  • 28. Sekalipun daerah mempunyai kewenangan dalam hal manajemen kepegawaian daerah, namun hal tersebut harus merupakan satu kesatuan dalam kerangka manajemen kepegawaian secara nasional. Kemudian secara umum, manajemen kepegawaian di daerah meliputi penetapan formasi, pengadaan, pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan, kesejahteraan, hak dan kewajiban kedudukan hukum, pengembangan kompetensi, dan pengendalian jumlah. Hal ini tercantum dalam pasal 119 sebagai berikut : (1)Pemerintah melaksanakan pembinaan manajemen pegawai negeri sipil daerah dalam satu kesatuan penyelenggaraan manajemen pegawai negeri sipil secara nasional. (2)Manajemen pegawai negeri sipil daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penetapan formasi, pengadaan, pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan, kesejahteraan, hak dan kewajiban kedudukan hukum, pengembangan kompetensi, dan pengendalian jumlah. Pemberlakuan UU No. 32 Tahun 2004 nampaknya memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Gubernur - dibandingkan dengan UU No. 22 tahun 1999 - dalam hal pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian jabatan. Kewenangan yang lebih besar di sini khususnya dalam hal pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dari dan dalam jabatan eselon II pada pemerintah daerah kabupaten/kota, dimana peran Gubernur sebagai pihak yang harus dimintai pertimbangan. Hal ini dinyatakan dalam pasal 130 sebagai berikut : (1)Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dari dan dalam jabatan eselon II pada pemerintah daerah provinsi ditetapkan oleh Gubernur. (2)Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dari dan dala jabatan eselon II pada pemerintah daerah kabupaten/kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota setelah berkonsultasi kepada Gubernur. Peran Gubernur tidak hanya pada pada perpindahan pegawai dari dan dalam jabatan eselon II, akan tetapi juga perpindahan PNS Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 23
  • 29. antar kabupaten/kota dalam daerah propinsi yang dipimpinnya. Sedangkan apabila perpindahan pegawai tersebut lintas provinsi, atau perpindahan PNS tersebut dari provinsi/kabupaten/kota ke departemen/LPND atau sebaliknya, maka penetapannya dilakukan oleh Mendagri setelah mendapat pertimbangan dari Kepala BKN. Hal-hal yang berkaitan dengan perpindahan pegawai ini dinyatakan dalam pasal 131 sebagai berikut : (1)Perpindahan pegawai negeri sipil antar kabupaten/kota dalam satu provinsi ditetapkan oleh Gubernur setelah memperoleh pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara. (2)Perpindahan pegawai negeri sipil antar kabupaten/kota antar provinsi, dan antar provinsi ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setelah memperoleh pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara. (3)Perpindahan pegawai negeri sipil provinsi/kabupaten/kota ke departemen/lembaga pemerintah non departemen atau sebaliknya, ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setelah memperoleh pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara. Peran Gubernur juga terasa pada saat penetapan formasi, baik di daerah provinsi, kabupaten, maupun kota, dimana Gubernur mempunyai hak untuk mengusulkan formasi PNS untuk ditetapkan oleh Menpan. Hal inidinyatakan dalam pasal 132 sebagai berikut : Penetapan formasi pegawai negeri sipil daerah provinsi/kabupaten/kota setiap tahun anggaran dilaksanakan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara atas usul Gubernur. Peran lain Gubernur dalam manajemen kepegawaian daerah adalah sebagai koordinator dalam pembinaan dan pengawasan manajemen PNS daerah. Hal ini tercantum dalam pasal 135 sebagai berikut : (1)Pembinaan dan pengawasan manajemen pegawai negeri sipil daerah dikoordinasikan pada tingkat nasional oleh Menteri Dalam Negeri dan pada tingkat daerah oleh Gubernur. (2)Standar, norma, dan prosedur pembinaan dan pengawasan manajemen pegawai negeri sipil daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 24
  • 30. Selain beberapa PP tersebut, terdapat pula peraturan perundangan yang berkaitan dengan kepegawaian, khususnya kepegawaian negeri sipil di daerah. Salah satu diantaranya adalah Keppres No. 159 Tahun 2000 tentang Pembentukan BKD. BKD merupakan perangkat daerah yang melaksanakan manajemen Pegawai Negeri Sipil Daerah. Karena merupakan perangkat daerah, maka BKD merupakan suatu institusi yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah (pasal 2). Adapun tugas pokok BKD tercantum dalam pasal 3 sebagai berikut : BKD mempunyai tugas pokok membantu Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah dalam melaksanakan Manajemen Pegawai Negeri Sipil Daerah. Sedangkan fungsi BKD dalam rangka melaksanakan manajemen PNS daerah, cukup banyak dan semuanya tertuang dalam pasal 4 sebagai berikut : a. penyiapan penyusunan peraturan perundang-undangan daerah di bidang kepegawaian sesuai dengan norma, standar, dan prosedur yang ditetapkan Pemerintah; b. perencanaan dan pengembangan kepegawaian daerah; c. penyiapan kebijakan teknis pengembangan kepegawaian daerah d. penyiapan dan pelaksanaan pengangkatan, kenaikan pangkat, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Daerah sesuai dengan norma, standar, dan prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan e. pelayanan administrasi kepegawaian dalam pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural atau fungsional sesuai dengan norma, standar, dan prosedur yang ditetapkan dengan peraturan perundang- undangan; f. penyiapan dan penetapan pensiun Pegawai Negeri Sipil Daerah sesuai dengan norma, standar, dan prosedur yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan; g. penyiapan penetapan gaji, tunjangan, dan kesejahteraan Pegawai Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 25
  • 31. Negeri Sipil Daerah sesuai dengan norma, standar, dan prosedur yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan; h. penyelenggaraan administrasi Pegawai Negeri Sipil Daerah; i. pengelolaan sistem informasi kepegawaian daerah; dan j. penyampaian informasi kepegawaian daerah kepada Badan Kepegawaian Negara. Mengingat perannya yang cukup penting dalam penataan manajemen Pegawai Negeri Sipil Daerah, maka peraturan perundangan mengharuskan setiap daerah membentuk BKD. Hal tersebut dinyatakan dalam pasal 5 ayat (1). D. PermasalahandalamSistemKepegawaiandiIndonesia Seperti telah dinyatakan sebelumnya dan diyakini oleh banyak pihak, bahwa mengingat SDM merupakan asset organisasi yang paling berharga, mengingat segala kelebihannya dibandingkan dengan asset yang lain, maka seharusnya pengelolaannya mendapat perhatian yang serius. Namun demikian, dari pengalaman empiris, masih cukup banyak permasalahan yang membelit manajemen kepegawaian di Indonesia. Beberapa permasalahan justru menunjukkan permasalahan yang mendasar dalam suatu manajemen kepegawaian/SDM. Beberapa masalah lain berkaitan dengan upaya pemanfaatan dan/atau pengembangan. Berikut akan disampaikan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan manajemen kepegawaian dan beberapa alternatif solusi yang diharapkan dapat meminimalisir permasalahan yang ada. 1. Permasalahan yang Berkaitan dengan Penerimaan Pegawai Pengadaaan pegawai merupakan langkah pertama dalam suatu siklus kepegawaian. Tahapan ini didahului dengan upaya untuk menganalisis kebutuhan pegawai, baik secara kuantitas maupun kualitas, dalam arti kebutuhan akan calon pegawai yang mempunyai kompetensi yang dibutuhkan. Upaya identifikasi atas kuantitas dapat dilakukan dengan jalan melakukan analisis atas beban kerja yang seharusnya diemban oleh para pegawai dibandingkan dengan para pegawai yang tersedia. Sedangkan Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 26
  • 32. identifiaksi atas kualitas dapat dilihat dari persyaratan jabatan untuk setiap posisi yang dibutuhkan. Dengan demikian, jika kedua hal ini dapat dilakukan dengan benar, maka peluang kegagalan untuk mendapatkan calon pegawai yang diharapkan dapat diminimalisir. Namun, berdasaran pengalaman, nampaknya hal ini tidak terlalu sungguh-sungguh diperhatikan. Sekalipun masih terlalu sumir untuk dibuktikan, namun pengalaman praktik menunjukkan banyaknya pegawai yang ditempatkan tidak sesuai dengan kompetensinya, misalnya dengan latar belakang pendidikan yang dimiliki. Memang tidak ada jaminan bahwa kesesuaian latar belakang pendidikan dengan posisi/jabatan akan menjamin efektivitas kerja, namun jika yang sesuai saja tidak ada jaminan, bagaimana pula dengan yang tidak sesuai ? Contoh terkini adalah rekrutmen CPNS yang berasal dari tenaga honorer. Seperti diketahui bahwa pengangkatan tersebut dilandasi oleh PP No. 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer dan PP No. 43 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas PP No. 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer. Prinsip pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS adalah usia dan masa kerja. Dalam PP 48 Tahun 2005, bahkan ditegaskan prioritas pengangkatan didasarkan berdasarkan usia dan masa kerja, yang secara formal dicantumkan dalam pasal 3 ayat (2) sebagai berikut : Pengangkatan tenaga honorer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada usia dan masa kerja sebagai berikut : a. Tenaga honorer yang bekerja paling tinggi 46 (empat puluh enam) tahun dan mempunyai masa kerja 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara terus-menerus. b. Tenaga honorer yang berusia paling tinggi 46 (empat puluh enam) tahun dan mempunyai masa kerja 10 (sepuluh) tahun atau lebih sampai dengan kurang dari 20 (dua puluh) tahun secara terus- menerus. c. Tenaga honorer yang berusia paling tinggi 40 (empat puluh) tahun Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 27
  • 33. dan mempunyai masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih sampai dengan kurang dari 10 (sepuluh) tahun secara terus-menerus. d. Tenaga honorer yang berusia paling tinggi 35 (tiga puluh lima) tahun dan mempunyai masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih sampai dengan kurang dari 5 (lima) tahun secara terus-menerus. Sekalipun kemudian pasal 3 ayat (2) ini direvisi, namun pasal penggantinya pun tidak memberikan perubahan yang signifikan, dimana isi pasal tersebut, yaitu pasal 3 ayat (2) PP No. 43 Tahun 2007 adalah sebagai berikut : (2)Pengangkatan tenaga honorer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada : a. usia paling tinggi 46 (empat puluh enam) tahun dan paling rendah 19 (sembilan belas) tahun; dan b. masa kerja sebagai tenaga honorer paling sedikit 1 (satu) tahun secara terus menerus. Yang dimaksud dengan tidak adanya perubahan dalam hal ini adalah bahwa pengangkatan tersebut tidak mensyaratkan kompetensi tertentu untuk dapat diterima sebagai CPNS, melainkan hanya usia dan masa kerja. Bahkan usia merupakan salah satu faktor penentu prioritas dalam pengangkatan tersebut. Hal ini ditegaskan dalam pasal 4 sebagai berikut : (1)Pengangkatan tenaga honorer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dilakukan melalui pemeriksaan kelengkapan administrasi. (2)Pengangkatan tenaga honorer yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diutamakan bagi tenaga honorer yang mempunyai masa kerja lebih lama atau yang usianya menjelang 46 (empat puluh enam) tahun. Hal tersebut tentu bertentangan dengan semangat untuk mendapatkan pegawai yang mempunyai kompetensi yang disyaratkan agar peran PNS sebagai abdi masyarakat dapat berjalan dengan lebih baik. Sebelum ada kesalahpahaman mengenai pengangkatan tenaga honorer ini, dalam hal ini penulis tidak mengatakan Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 28
  • 34. ketidaksetujuan terhadap pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS, namun yang perlu diperhatikan di sini adalah persyaratan kompetensi sehingga mereka yang kemudian terseleksi adalah yang benar-benar mempunyai kompetensi yang disyaratkan. 2. Permasalahan yang Berkaitan dengan Pengembangan Pegawai Pengembangan pegawai merupakan upaya untuk meningkatkan kompetensi pegawai untuk menutup kesenjangan antara kompetensi yang dimiliki dengan kompetensi yang diharapkan, sesuai dengan posisi yang ditempati. Jadi esensi suatu kegiatan pengembangan pegawai adalah pemenuhan kompetensi yang disyaratkan, bukan sekedar mengikuti suatu kegiatan pengembangan. Dengan kata lain, suatu kegiatan diklat seharusnya diikuti oleh orang yang memang mempunyai kesenjangan kompetensi atau belum memiliki kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaannya. Jenis pengembangan SDM yang seringkali dilakukan adalah pelatihan (yang dalam konteks keseharian kehidupan PNS dikenal dengan istilah diklat). Berdasarkan pengalaman, banyak kegiatan diklat yang diikuti oleh peserta yang pekerjaannya tidak mempunyai relevansi dengan materi/fokus diklat. Kondisi seperti ini tentu merupakan biaya tinggi, baik bagi instansi pengirim peserta mauupun penyelenggara. Biaya tinggi dalam hal ini tidak semata-mata berkaitan dengan finansial saja, akan tetapi waktu yang terbuang selama mengikuti diklat dibandingkan dengan pemanfatan keahlian yang diperoleh di tempat kerja. Diklat-diklat yang diikuti oleh peserta yang ssebetulnya tidak sesuai banyak dijumpai di kegiatan-kegiatan yang merupakan "proyek" (dibiayai oleh negara dan harus dikerjakan dengan jumlah peserta sesuai dengan rencana). Tidak jarang peserta yang sama sekali tidak berkaitan dengan materi/fokus diklat dimasukkan sebagai peserta semata-mata untuk memenui kuota peserta sesuai pagu anggaran. Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 29
  • 35. Esensi dari uraian tersebut adalah, program diklat yang diselenggarakan tidak disertai dengan analisis kebutuhan diklat. Padahal seperti diketahui, analisis kebutuhan diklat adalah landasan logis dalam suatu penyelenggaraan diklat. Melalui analisis kebutuhan diklat yang dilakukan dengan baik, akan teridentifikasi kompetensi apa yang masih dibutuhkan dan siapa yang harus mengikuti kegiatan diklat yang direncanakan. Hal lain yang menurut penulis menjadi salah satu masalah adalah pelaksanaan diklat struktural. Dalam peraturan perundangan diklat struktural dikenal dengan istilah Diklatpim yang wajib diikuti oleh pegawai yang menduduki jabatan struktural. Dalam pasal 14 ayat (1) PP 101 Tahun 2000 dinyatakan sebagai berikut : Peserta Diklatpim adalah PNS yang akan atau telah menduduki Jabatan Struktural. Dari pernyataan tersebut jelas terlihat bahwa diklat jenis ini dapat diikuti oleh pegawai yang akan menduduki suatu jabatan struktural atau oleh pegawai yang telah menduduki suatu jabatan struktural tertentu. Dampak dari ketentuan ini adalah berbondong- bondongnya pegawai untuk mengikuti diklatpim. Sebagian pegawai bahkan rela membayar sendiri untuk mengikuti diklatpim dengan asumsi jika telah mengikuti Diklatpim, maka tiket untuk menduduki jabatan struktural telah dimiliki dan tinggal menunggu waktu saja. Perlu dipahami bahwa Diklatpim diharapkan sebagai ajang pembentukan kompetensi kepemimpinan sesuai dengan tingkatannya. Selain itu, Diklatpim pun berkorelasi dengan formasi yang ada. Jika pola-pola penyelenggaraan Diklatpim dilakukan seperti kebanyakan saat ini, maka dikhawatirkan esensi diklatpim yang sesungguhnya tidak tercapai karena orientasi peserta tidak lagi pada pemenuhan kompetensi yang seharusnya dimiliki sebagai pemimpin, tapi keinginan untuk mendapatkan posisi struktural. Dikaitkan dengan formasi, sudah bukan rahasia jika masih banyak alumni Diklatpim yang belum juga menduduki jabatan struktural. Hal ini tentu merupakan suatu kesia-siaan. Jikapun Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 30
  • 36. beberapa tahun kemudian para alumni ini menduduki jabatan struktural, maka sangat mungkin mereka tidak lagi memiliki kompetensi yang disyaratkan untuk menduduki jabatan tersebut. Masalah lain yang berkaitan dengan diklat adalah tidak adanya mekanisme dan implementasi yang jelas yang berkaitan dengan evaluasi hasil suatu kegiatan diklat. Pada umumnya satu kegiatan diklat diakhiri dengan evaluasi, yang secara akademis dikenal dengan istilah reaction level. Reaction level merupakan jenis evaluasi yang mengukur apa yang peserta pelatihan rasakan mengenai pelatihan yang telah mereka ikuti. Evaluasi ini dilakukan melalui instrumen kuesioner dimana peserta diminta untuk memberikan umpan balik dan apa yang mereka rasakan mengenai diklat yang baru saja mereka ikuti. Item-item pertanyaan biasanya berkisar seputar penyelenggaraan diklat, penyediaan fasilitas, kapasitas widyaiswara, pelayanan panitia, dsb, yang tidak berkaitan dengan evaluasi terhadap hasil pelatihan. Jenis evaluasi seperti uraian di atas, hanya sebagian dari evaluasi yang harus dilakukan, namun belum menyentuh esensi evaluasi. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa reaction level tidak memberikan gambaran yang jelas mengenai apakah pelatihan yang diberikan mencapai tujuan yang diinginkan atau tidak atau apa yang telah didapat dari pelatihan, atau bagaimana pengaruhnya terhadap kinerja pegawai/organisasi. 3. Permasalahan yang Berkaitan dengan Karir Pegawai Karir merupakan perjalanan kehidupan pekerjaan seseorang. Suatu organisasi yang baik seharusnya mempunyai pola karir yang jelas dengan segala persyaratannya sehingga setiap anggota organisasi dapat memprediksi arah karir mana yang akan dituju. Dalam sistem kepegawaian PNS, nampaknya manajemen karir belum mendapatkan porsi yang seharusnya. Bukan hal yang aneh jika seorang PNS tidak dapat meraba kemana perjalanan karirnya kemudian. Hal ini sedkit berbeda dengan pola karir di Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 31
  • 37. kalangan militer atau kepolisian yang nampaknya mempunyai pola karir yang relatif lebih baik. Pola karir yang dimaksudkan di sini tidak hanya berupa rangkaian karir, tapi juga pembinaan karir yang sebaiknya melibatkan pegawai. Dalam praktiknya, perjalanan karir seorang pegawai cenderung ditentukan oleh organisasi tanpa atau dengan sedikit memberikan ruang kepada pegawai untuk terlibat dalam penentuan karirnya. Dalam konteks jabatan, memang tersedia jabatan yang disebut dengan jabatan fungsional. Akan tetapi sudah bukan rahasia umum bahwa jabatan ini kurang diminati. Miskin struktur kaya fungsi yang seringkali digembar-gemborkan nampaknya hanya merupakan jargon semata, belum mencapai tataran praktik. Berdasarkan prediksi, hanya sedikit pegawai yang mempunyai minat untuk berkarir pada jabatan fungsional. Dengan kata lain kecenderungan yang dibidik adalah jabatan struktural. Jabatan fungsional seringkali dijadikan pilihan manakala masa jabatan sturktural sudah tidak memunginkan. Salah satu penyebabnya adalah karena hal ini secara legal memang dimungkinkan. Hal ini tercantum dalam pasal 10 PP No. 16 Tahun 1994 sebagai berikut : Perpindahan Pegawai Negeri Sipil antar jabatan fungsional atau antar jabatan fungsional dengan jabatan struktural dimungkinkan sepanjang memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk masing-masing jabatan tersebut. 4. Permasalahan yang Berkaitan dengan Penilaian Kinerja Penilaian kinerja merupakan upaya untuk mengidentifikasi kinerja pegawai dalam kurun waktu tertentu. Hasil penilaian kinerja dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, misalnya pemberian umpan balik kepada pegawai, penentuan kompensasi, pertimbangan dalam pengangkatan dalam jabatan, mutasi, pelatihan, dan sebagainya. Kondisi ini dapat diwujudkan jika instrumen yang digunakan dalam penilaian kinerja valid dan reliabel. Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 32
  • 38. Dari beberapa literatur (Cascio, 2003 dan Noe et al, 2003) instrumen penilaian kinerja yang efektif paling tidak mempunyai karakteristik sebagai berikut : 1. Relevan (relevance) Relevan mempunyai makna (1) terdapat kaitan yang erat antara standar untuk pelerjaan tertentu dengan tujuan organisasi, dan (2) terdapat keterkaitan yang jelas antara elemen-elemen kritis suatu pekerjaan yang telah diidentifikasi melalui analisis jabatan dengan dimensi-dimensi yang akan dinilai dalam form penilaian. 2. Sensitivitas (sensitivity) Sensitivitas berarti adanya kemampuan sistem penilaian kinerja dalam membedakan pegawai yang efektif dan pegawai yang tidak efektif. 3. Reliabilitas (reliability) Reliabilitas dalam konteks ini berarti konsistensi penilaian. Dengan kata lain sekalipun instrumen tersebut digunakan oleh dua orang yang berbeda dalam menilai seorang pegawai, hasil penilaiannya akan cenderung sama. 4. Akseptabilitas (acceptability) Akseptabilitas berarti bahwa pengukuran kinerja yang dirancang dapat diterima oleh pihak-pihak yang menggunakannya. 5. Praktis (practicality) Praktis berarti bahwa instrumen penilaian yang disepakati mudah dimenegerti oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses penilaian tersebut. Jika karakteristik tersebut dibandingkan dengan DP-3 yang merupakan insrumen penilaian kinerja PNS, nampaknya juah panggang dari api. Seperti diketahui DP-3 berlaku untuk semua pegawai, tanpa memperhatikan golongan, pangkat, atau jenis pekerjaan. Dengan kata lain, DP-3 tidak mengukur apa yang seharusnya diukur, yaitu kinerja pegawai. Unsur-unsur penilaian yang ada dalam DP-3 relatif sulit untuk diukur sehingga berpotensi menimbulkan bias penilaian. Berikut contoh kinerja yang harus diukur dalam DP-3 dan skala penilaiannya. Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 33
  • 39. Unsur yang Dinilai Uraian Nilai Kesetiaan Selalu berusaha dengan sungguh - pengetahuannya tentang Pancasila dan Undang - Undang Dasar 1945, serta selalu berusaha mempelajari Haluan Negara, Politik Pemerintah, dan rencana - rencana pemerintah dengan tujuan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara berdaya guna dan berhasil guna. sungguh memperdalam 91 - (Amat Baik) 100 Kalau ada dorongan baru mau berusaha sungguh mempelajari dan memperdalam pengetahuannya tentang Pancasila dan Undang 1945, serta selalu berusaha mempelajari Haluan Negara, Politik Pemerintah, dan rencana - rencana pemerintah sesuai dengan bidang tugasnya. dengan sungguh - - 76 - (Baik) 90 Kurang berusaha mempelajari dan memperdalam pengetahuannya tentang Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta selalu berusaha mempelajari Haluan Negara, Politik Pemerintah, dan rencana-rencana pemerintah sesuai dengan bidang tugasnya. 61 - (Cukup) 75 Prestasi Kerja Mempunyai keterampilan yang melaksanakan tugasnya. sangat baik dalam 91 - (Amat Baik) 100 Mempunyai keterampilan yang tugasnya. baik dalam melaksanakan 76 - (Baik) 90 Mempunyai keterampilan yang tugasnya. cukup dalam melaksanakan 61 - 75 (Cukup) Dalam kaitannya dengan contoh untuk menilai kesetiaan, terlihat betapa sulitnya seorang atasan menilai bawahannya dalam kurun waktu satu tahun dimana atasan tersebut harus memperhatikan apakah para bawahannya dalam kurun waktu satu tahun itu Selalu berusaha dengan sungguh-sungguh, Kalau ada dorongan baru mau berusaha dengan sungguh-sungguh, atau Kurang berusaha mempelajari dan memperdalam pengetahuannya tentang Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan hal-hal lain yang diminta dalam penilaian. Kemudian, dalam contoh menilai Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 34
  • 40. prestasi kerja, makna Sangat Baik, Baik, Cukup sangat bias karena tidak mempunyai ukuran yang pasti. Penilaian semacam ini akan sangat tergantung pada bagaimana si atasan menginterpretasi makna Sangat Baik, Baik, dan Cukup tersebut, yang mungkin sangat subyektif. Dua hal di atas hanyalah contoh yang menunjukkan kurangnya efektivitas penilaian kinerja dengan menggunakan DP-3. Oleh karena itu bukan rahasia jika penilaian kinerja PNS yang dilakukan setahun sekali lebih mengandalkan nilai DP-3 pegawai yang bersangkutan sebagai dasar dalam penilaian kinerja selanjutnya, tanpa memberhatikan kinerja riilnya. E. Upaya PenataanSistemKepegawaiandiIndonesia Penataan sistem kepegawaian bukanlah merupakan hal yang sederhana. Dalam tulisan singkat ini akan dibahas beberapa hal yang kiranya dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam melakukan pembenahan. 1. Penekanan pada Analisis Beban Kerja dan Analisis Jabatan Penerimaan pegawai merupakan langkah awal dalam suatu siklus manajemen SDM. Penerimaan merupakan upaya mendapatkan pegawai yang tepat, baik secara kuantitas maupun kualitas sesuai dengan posisi yang tersedia dalam organisasi. Mengingat pentingnya tahapan ini, maka perlu dipersiapkan terlebih dahulu kepastian mengenai kualifikasi pegawai seperti apa yang dibutuhkan dan berapa jumlah yang tepat. Dengan demikian, pembicaraan ini berkaitan dengan upaya untuk menentukan jumlah beban kerja yang seharusnya ditanggung oleh suau organisasi. Dalam konteks ini, maka analisis beban kerja memainkan peranan yang sangat penting. Analisis beban kerja merupakan upaya untuk mengidentifikasi seberapa besar beban kerja yang ditanggung oleh suatu organisasi dan berapa jumlah pegawai - dengan kualitas tertentu - yang dibutuhkan untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan tersebut. Kuantitas dan kualifikasi pegawai yang dibutuhkan dapat Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 35
  • 41. diidentifikasi apabila organisasi memiliki data yang dapat dijadikan sebagai salah satu dasar dalam pengambilan keputusan. Aktivitas yang hasilnya dapat memberikan informasi mengenai berbagai jenis pekerjaan dan kualifikasi minimum yang dibutuhkan untuk mengerjakan berbagai pekejaan tersebut adalah analisis jabatan. Hasil analisis jabatan tidak hanya berguna sebagai landasan analisis beban kerja, akan tetapi lebih dari itu. Hasil analisis jabatan juga bermanfaat dalam melaksanakan rekrutmen, seleksi, mutasi, pengembangan SDM, pemberian kompensasi, mutasi, penilaian kinerja, bahkan pemberhentian. Hal ini menjadi logis mengingat analisis jabatan yang benar sekurang-kurangnya akan menghasilkan dua jenis informasi. Pertama, analisis jabatan akan memberikan informasi mengenai berbagai jenis pekerjaan yang harus dilakukan dalam suatu organisasi, baik pekerjaan teknis, manajerial, atau fungsional. Kedua, analisis jabatan akan memberikan informasi mengenai kualifikasi minimum yang dibutuhkan untuk dapat mengerjakan masing-masing pekerjaan agar mendapatkan hasil yang optimal. Kualifikasi minimum dalam hal ini dapat berupa pengetahuan, keahlian, sikap, bakat, motif, dsb. Dengan kata lain, salah satu hasil analisis jabatan akan berkaitan dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang agar dapat mengerjakan pekerjaannya dengan baik. Contoh keterkaitan analisis jabatan misalnya dengan pelatihan. Pelatihan merupakan upaya untuk meminimalisir kesenjangan kompetensi yang seharusnya dimiliki dengan kompetensi yang saat ini dimiliki oleh seseorang. Analisis jabatan akan memberikan informasi mengenai kompetensi apa yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemegang posisi tertentu. Dengan demikian, jika pemegang jabatan yang bersangkutan tidak mampu mengerjakan pekerjaannya dengan baik, maka dapat diidentifikasi kompetensi apa yang mungkin belum terpenuhi oleh yang bersangkutan. Contoh lain adalah manfaat analisis jabatan dalam melakukan rekrutmen. Rekrutmen merupakan upaya untuk menarik Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 36
  • 42. minat calon pegawai agar memberikan respon terhadap lowongan yang ditawarkan oleh organisasi. Baik calon pegawai maupun organisasi akan mudah melakukan upaya upaya pelamaran dan atau seleksi awal jika pada saat menginformasikan lowongan disertai dengan informasi mengenai kualifikasi minimum yang harus dimiliki oleh si pelamar. Informasi tersebut dapat diperoleh dari hasil analisis jabatan. Secara umum, dalam bentuk bagan, rangkaian manajemen SDM dan/atau kepegawaian dapat dilihat berikut ini. Rekrutmen dan Seleksi Mutasi/ Penempatan Penilaian Kinerja Pemberian Kompensasi Pengembangan Pemberhentian Analisis Jabatan Oleh karena itu, nampaknya perlu ada suatu kebijakan/peraturan perundangan yang mewajibkan setiap institusi pemerintah melakukan analisis jabatan yang hasilnya kemudian dilaporkan kepada institusi terkait dengan pendayagunaan dan pengembangan pegawai. Untuk menghindari adanya "perkeliruan" dalam analisis yang dilakukan, maka hasil tersebut perlu diverifikasi oleh pihak yang independen. Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 37
  • 43. Hasil analisis jabatan dari setiap institusi publik ini kemudian disimpan dalam database, yang secara kontinyu di-up date, dan sebaiknya dapat diakses oleh masyarakat. Usulan untuk dapat diakses oleh masyarakat adalah upaya untuk menciptakan salah satu prinsip Good Governance, yaitu adanya transparansi. 2. Rekrutmen dan Seleksi Pegawai Rekrutmen dan seleksi merupakan tahap mendasar untuk memperoleh pegawai yang khususnya secara kualitas, sesuai dengan kebutuhan organisasi. Persoalannya adalah ternyata disinyalir, proses rekrutmen dan seleksi PNS banyak dipenuhi oleh hal-hal yang seharusnya tidak terjadi dalam suatu proses rekrutmen dan seleksi. Nuansa kolusi dan nepotisme masih terasa dalam hampir setiap proses rekrutmend an seleksi. Oleh karena itu, untuk meminimalisir bias seleksi, sebaiknya proses ini dilakukan oleh pihak-pihak yang independen, misalnya konsultan rekrutmen dan seleksi. Jika memungkinkan, proses rekrutmen dan seleksi untuk seluruh CPNS dilakukan oleh konsultan rekrutmen dan seleksi. Seandainya tidak memungkinkan, keterlibatan konsultan independen ini dapat dilakukan untuk posisi- posisi strategis. Hanya saja, konsekuensi yang ditanggung cukup berat, terutama dari sisi anggaran. Namun demikian, tentu pengeluaan ini akan seimbang bila hasilnya sesuai dengan yang diharapkan. 3. Penyesuaian Sistem Diklat Aparatur Diklat merupakan proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan seseorang. Dalam peraturan perundangan yang berlaku, dikatakan bahwa sasaran diklat adalah terwujudnya PNS yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan persyaratan jabatan masing-masing. Dari sasaran tersebut terlihat adanya kata kompetensi yang menjadi tujuan, yang diharapkan dapat dipenuhi/dicapai oleh peserta diklat setelah mengikuti kegiatan diklat dimaksud. Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 38
  • 44. Persoalannya adalah masih banyak posisi/jabatan yang tidak jelas standar kompetensinya. Ketidakjelasan standar kompetensi tentu akan berdampak pada penyelenggaraan suatu kegiatan diklat, sebab diklat dilaksankan agar peserta memenuhi standar kompetensi sesuai posisi/jabatan/pekerjaannya. Dengan kata lain, jika kompetensi suatu posisi/jabatan/pekerjaannya tidak jelas, apa yang akan dicapai melalui kegiatan diklat? Oleh karena itu, nampaknya upaya yang perlu dilakukan adalah adanya penetapan kompetensi yang dibutuhkan untuk setiap posisi. Dengan adanya kejelasan standar kompetensi, disain suatu kegiatan pelatihan akan relatif lebih mudah karena diarahkan pada kompetensi yang telah disusun tersebut. Kejelasan standar kompetensi juga akan memudahkan dalam melakukan evaluasi pasca diklat karena semua item dalam instrumen evaluasi dapat diarahkan pada standar yang telah ditentukan. Selain perlunya penetapan standar kompetensi untuk setiap posisi/pekerjaan/jabatan, nampaknya perlu adanya perubahan dalam ketentuan perundangan yang berlaku saat ini, khususnya yang berkaitan dengan Diklatpim. Pasal 14 ayat (1) PP No. 101 Tahun 2000 menyatakan sebagai berikut : Peserta Diklatpim adalah PNS yang akan atau telah menduduki Jabatan Struktural. Jika dikaitkan dengan penempatan, maka bunyi pasal ini sangat kontradiktif dengan tujuan penempatan pegawai. Perlu diingat bahwa pegawai yang ditempatkan adalah pegawai yang seharusnya sudah mempunyai kompetensi yang disyaratkan untuk menduduki jabatan yang disediakan. Jika penempatan pegawai pada jabatan struktural diberikan pada orang yang tidak mempunyai kapabilitas kepemimpinan yang memadai, dapat dibayangkan bagaimana hasil kerjanya. Oleh karena itu, sebaiknya rumusan pasal 14 PP No.101 Tahun 2000 dikembalikan seperti semula, seperti yang tercantum dalam pasal 7 PP No. 14 Tahun 1999, dimana dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa Diklat Struktural adalah pendidikan dan Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 39
  • 45. pelatihan yang dipersyaratkan bagi Pegawai Negeri Sipil yang akan diangkat dalam jabatan struktural. Alasan pengembalian rumusan tersebut dilandasi oleh dua pemikiran: (1) diklat sudah selayaknya diberikan kepada mereka yang masih memiliki kesenjangan kompetensi untuk jabatan yang akan didudukinya; (2) jika kesempatan diklatpim hanya diberikan kepada pegawai yang benar- benar akan menduduki jabatan struktural, maka fenomena berbondong-bondongnya pegawai untuk mengikuti diklatpim dapat diminimalisir. Hal ini tentunya tidak akan berjalan dengan baik tanpa didukung oleh hal lain. Salah satu dukungan yang sangat berarti adalah adanya jaminan bahwa pegawai yang diikutsertakan dalam diklatpim adalah benar-benar pegawai yang diproyeksikan mengisi posisi struktural dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama sejak diklatpim berakhir. 4. Penyesuaian Sistem Karir Secara ideal, semua instusi pemerintah sudah mempunyai peta karir dan jalur karir yang matang yang dapat diinformasikan kepada semua pegawai secara transparan. Peta karir dan pola karir ini sebetulnya dapat dibangun berdasarkan hasil analisis jabatan. Dengan peta karir dan pola karir yang jelas, pegawai akan relatif mudah menentukan arah karirnya. Hal lain yang nampaknya perlu dilakukan pembenahan adalah perpindahan jabatan dari jabatan struktural ke jabatan fungsional. Seperti telah disampaikan sebelumnya bahwa perpindahan ini secara legal memang dimungkinkan. Namun demikian, dalam tataran praktik, jabatan fungsional lebih banyak dimanfaatkan oleh para mantan pejabat struktural untuk berkarir lebih lama dalam status yang berbeda. Jika memang jabatan fungsional dibutuhkan dalam suatu institusi, seharusnya pengelolannya mendapat perhatian yang lebih serius dan dijadikan tujuan karir seorang pegawai. Hal ini perlu menjadi penekanan karena keberadaan jabatan fungsional di suatu institusi adalah karena jabatan tersebut diperlukan untuk Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 40
  • 46. melaksanakan tugas-tugas tertentu yang memerlukan kemandirian. Dengan demikian, jabatan fungsional tersebut memang diperlukan oleh karena keberadaanya perlu ditata dengan lebih serius. Salah satu upaya penataannya adalah dengan menjadikan jabatan fungsional suatu pilihan karir bagi pegawai. Dengan kata lain, dalam kurun waktu beberapa tahun setelah seseorang bergabung dalam suatu institusi, kepada yang bersangkutan ditawarkan untuk memilih atau tidak memilih jabatan fungsional yang tersedia sesuai formasi yang ada. Selain itu, nampaknya perlu adanya pelarangan perpindahan dari suatu jabatan struktural ke dalam jabatan fungsional. Dengan kata lain, sebaiknya isi pasal 10 PP No. 16 Tahun 1994 diubah dari diperkankan untuk berpindah menjadi tidak diperkenankan untuk berpindah jabatan. Dengan adanya pelarangan perpindahan ini, maka keberadaann jabatan fungsional akan lebih dapat diperhitungkan sebagai suatu jabatan karir bagi seorang PNS. 5. Penyesuaian Sistem Penilaian Kinerja Esensi suatu penilaian kinerja adalah mengidentifikasi hasil dari suatu pekerjaan dalam kurun waktu tertentu dimana hasilnya dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan terkait dengan kepegawaian. Hasil suatu penilaian yang obyektif sangat tergantung pada instrumen yang digunakan. Seperti telah disebutkan sebelumnya, sistem penilaian kinerja yang saat ini dilakukan nampaknya belum mengarah pada hal yang diinginkan. Padahal hasil penilaian kinerja akan sangat berpengaruh terhadap pembinaan seorang PNS. Hal ini bahkan dengan jelas ditegaskan dalam undang-undang. Pasal 12 ayat (2) UU No. 43 Tahun 1999 menyatakan sebagai berikut : Untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang profesional, bertanggung jawab, jujur, dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 41
  • 47. sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja. Pegasan yang sama, dalam kaitannya dengan pengangkatan dalam jabatan dan kenaikan pangkat dinyatakan dalam pasal 20 UU No. 43 Tahun 1999 sebagai berikut : U n t u k l e b i h m e n j a m i n o b y e k t i v i t a s d a l a m mempertimbangkan pengangkatan dalam jabatan dan kenaikan pangkat diadakan penilaian prestasi kerja. Oleh karena itu, nampaknya penyusunan instrumen penilaian kinerja yang berorientasi pada kinerja menjadi suatu keharusan. Penilaian ini dapat didisain sedemikian rupa, dimana penyusunan penilaian kinerja PNS dapat dititikberatkan pada beberapa hal sebagai berikut : 1. Berorientasi pada pekerjaan yang dikerjakan oleh pegawai 2. Penentuan tim penilai (tidak hanya atasan langsung pegawai yang bersangkutan, akan tetapi ditambah dengan rekan sekerja pegawai yang bersangkutan) 3. Waktu penilaian (tidak hanya setahun sekali, akan tetapi dapat diubah, misalnya per triwulan atau per semester) 4. Alat kerja yang digunakan (karena hal ini akan mempengaruhi hasil kerja seseorang) Hal ini sebetulnya mempunyai korelasi yang erat dengan usulan mengenai penentuan standar untuk setiap pekerjaan. 6. Sistem Kontrak dalam Manajemen Kepegawaian Negeri Sipil Menurut pengamatan, salah satu alasan banyak orang menjadi seorang PNS adalah jaminan "keamanan" dalam arti mendapatkan pensiun pada saat purna bakti. Seperti terlihat dalam praktik, sekali seseorang menjadi PNS, maka tidak mudah dia dikeluarkan dari statusnya sebagai PNS kecuali melanggar ketentuan-ketentuan yang berlaku; itupun sepanjang peraturan disiplin diberlakukan dengan konsisten. Dalam bahasa penulis, sekali menjadi PNS maka yang bersangkutan akan "abadi" menjadi PNS hingga masa pensiun. Dikatakan abadi karena seperti dikatakan Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 42
  • 48. sebelumnya, sangat sulit mengeluarkan seorang PNS dari statusnya sekalipun kinerjanya tidak mencapai yang diharapkan. Hal ini yang jika dilihat dari satu sisi nampaknya menjadi salah satu faktor kelemahan dalam penataan sistem kepegawaian di Indonesia. Oleh karena itu, nampaknya pemikiran untuk membatasi masa kerja PNS berdasarkan "kontrak" dapat menjadi alternatif solusi dalam penataan kepegawaian negeri sipil. Sistem kontrak yang dimaksud di sini adalah adanya pembatasan status seorang PNS sejak yang bersangkutan diangkat menjadi PNS. Dalam hal ini total masa kerja dapat menyesuaikan dengan peraturan perundangan yang berlaku, namun dalam rentang masa kerja ini akan dilakukan evaluasi atas kinerja pegawai yang bersangkutan untuk dapat diberikan perpanjangan masa kerja. Salah satu hal yang perlu dipikirkan dengan matang adalah waktu ideal yang ditentukan untuk melakukan kontrak ini, misalnya 10 tahun. Untuk melaksanakan sistem ini tentu dibutuhkan dukungan faktor-faktor lain, diantaranya ketentuan mengenai tingkat kesejahteraan yang memadai dan instrumen penilaian kinerja yang valid dan reliabel serta dilaksanakan dengan obyektif. Instrumen penilaian yang valid, reliabel, dan dilaksanakan secara obyektif akan menjadi salah satu instrumen penting dalam pelaksanaan sistem kontrak ini, karena sistem kontrak ini berbasis kinerja. Hasil penilaian kinerja akan menjadi salah satu sumber informasi yang penting dalam penentuan keberlanjutan kontrak kerja PNS yang bersangkutan. Jika pegawai yang bersangkutan dapat memenuhi ketentuan/kinerja yang disyaratkan dalam kurun waktu tertentu, maka yang bersangkutan akan mendapatkan perpanjangan masa kerja, jika tidak maka secara alamiah akan tersingkir. Sisi baik sistem ini adalah akan menciptakan iklim kompetisi yang sehat dan pegawai akan terpacu untuk menghasilkan kinerja yang baik untuk kelangsungan statusnya. Kemudian, pemerintah akan mempunyai alasan yang kuat untuk memberhentikan pegawai yang memang dinilai tidak produktif. Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 43
  • 49. Namun demikian, nampaknya terdapat juga kelemahan sistem ini. Mengingat kepemimpinan Kepala Daerah berasal dari parai politik, yang sarat dengan berbagai kepentingan, maka instrumen ini dapat dijadikan alat untuk mendepak para pegawai yang tidak mempunyai haluan yang sama. F. Penutup Penataan ulang manajemen kepegawaian negeri sipil nampaknya sudah menjadi suatu keharusan. Hal ini diperlukan mengingat posisi PNS sebagai ujung tombak pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan fungsinya seperti tercantum dalam peraturan perundangan yang berlaku. Namun demikian, penataan atas manajemen kepegawaian negeri sipil bukan merupakan hal yang mudah, namun tentu saja bukan hal yang musykil untuk dilaksanakan. Penataan ini mungkin akan berdampak pada banyak hal yang tadinya sudah dianggap mapan. Namun keinginan untuk menjadikan PNS sebagai golongan yang lebih bermanfaat bagi masyarakat, sebagai pihak yang dilayani tentu harus pula diperhatikan. Dalam beberapa usulan yang dikemukakan sebelumnya, nampaknya akan menimbulkan banyak pertentangan. Namun memang, diperlukan keberanian untuk mengubah tatanan yang selama ini dioperasionalkan. Salah satu faktor yang tidak terlibat langsung dalam sistem kepegawaian adalah adanya pimpinan yang mau dan mampu untuk menjadi agen perubahan. Karena pimpinan yang berkompeten, dalam arti mempunyai kompetensi yang diandalkan dan goodwill ke arah yang lebih baik, akan membuat penataan menajdi relatif mudah. Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 44
  • 50. BAB III PENATAAN MANAJEMEN KEPEGAWAIAN INDONESIA Oleh: Hari Nugroho, SE, MPM A. Pendahuluan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu unsur paling penting dan sangat menentukan keberhasilan sebuah organisasi dalam mencapai tujuannya. Dengan demikian upaya peningkatan kualitas SDM aparatur sangat penting untuk selalu dilaksanakan secara berkesinambungan karena SDM aparatur yang berkualitas turut berperan dalam menentukan kinerja instansi pemerintah. Aparatur negara merupakan salah satu pilar dalam mewujudkan Kepemerintahan Yang Baik (Good Governance) bersama dengan dunia usaha (corporate governance) dan masyarakat (civil society). Ketiga unsur tersebut harus berjalan selaras dan serasi dengan peran dan tanggungjawab masing-masing. Aparatur Negara sebagai penyelenggara negara dan pemerintahan diberikan tanggungjawab untuk merumuskan langkah-langkah strategis dan upaya-upya kreatif guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara adil, demokratis dan bermartabat. Dunia usaha juga dituntut untuk mengembangkan semangat kewirausahaan dalam upaya menggerakkan sektor riil yang menyentuh kebutuhan hidup masyarakat dengan manajemen yang profesional. Sedangkan masyarakat sipil selain harus berperan aktif menjaga harmonisasi sosial, juga harus selalu dinamis menumbuhkan karya dan karsa sesuai dengan keahlian masing-masing. Dalam era sekarang ini, perlu dicatat bahwa partisipasi publik sebagai wujud demokratisasi kehidupan berbangsa dan bermasyarakat memang harus ditumbuhkan dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan pemerintah agar lebih menyentuh sendi-sendi sosial. Di sisi yang lain, akuntabilitas kinerja setiap penyelenggara negara dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya juga harus dilakukan Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 45
  • 51. sehingga terjadi sinkronisasi antara perencanaan ideal yang dicanangkan dengan manfaat dan keluaran yang dihasilkan. Selanjutnya ketika reformasi menggelora di negeri kita, segenap komponen bangsa terpacu untuk memperbaiki dan mengembangkan sistem, tata kerja dan upaya-upaya lainnya ke arah kemajuan. Semangat itu pula yang menguatkan dorongan betapa pentingnya melakukan upaya-upaya sistematis untuk mendayagunakan aparatur negara guna mewujudkan masyarakat madani yang dicita-citakan. Tidak dapat dipungkiri bahwa aparatur negara yang ideal merupakan suatu yang hakiki bagi keberlangsungan pembangunan nasional. Pendayagunaan aparatur negara adalah upaya terencana dan sistematis untuk meningikatkan kinerja Aparatur Pemerintah. Sesuai dengan tugasnya, maka kinerja Aparatur tadi difokuskan dalam memberikan pelayanan publik. Hal ini dilakukan melalui pembinaan, penertiban, penyempurnaan, dan perbaikan serta pengawasan dan pengendalian, agar tercapai efisiensi, efektivitas, dan produktivitas aparatur dalam menjalankan tugas. Dalam perjalanannya, pendayagunaan aparatur negara ini sewajarnyalah akan meliputi aspek kelembagaan, sumberdaya manusia aparatur, tatalaksana, akuntabilitas, dan pelayanan publik. MENPAN dalam ceramahnya yang diberikan pada Diklat Kepemimpinan Tingkat II Angkatan XIX Kelas E Bandung, mencermati bahwa permasalahan bidang aparatur negara yang menonjol sementara ini adalah: kelembagaan pemerintah pusat dan daerah yang besar, kualitas SDM aparatur yang rendah, manajemen pemerintahan (tatalaksana) tidak teratur. Selain itu pelayanan publik yang belum prima dan terkesan asal-asalan, akuntabilitas aparatur yang rendah, pengawasan kurang terkoordinasi dan hasil pengawasan yang tidak ditindaklanjuti. Bahkan yang paling fatal ungkap beliau adalah budaya organisasi aparatur (corporate culture) yang belum terbangun, sehingga terkesan pegawai bekerja seadanya serta pemanfaatam teknologi informasi yang belum optimal. Secara keseluruhan, sistem kepegawaian yang ada belum mampu mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang profesional, Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 46
  • 52. bertanggung jawab, jujur, dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititik beratkan pada sistem prestasi kerja (Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Pasal 12, ayat (2)). Kondisi demikian diindikasikan dengan berbagai keluhan masyarakat terhadap kinerja birokrasi kelembagaan seperti : 1. Rendahnya kepuasan masyarakat terhadap pelayanan birokrasi; 2. Kurang berdayanya regulasi kepegawaian sebagai mekanisme pengaturan kepegawaian (termasuk norma, standar dan prosedur teknis pelaksanaannya); 3. Belum tertatanya birokrasi baik sumber daya aparaturnya maupun kelembagaannya. Meskipun peraturan perundangundangan di bidang kepegawaian telah mengamanatkan terwujudnya Pegawai Negeri Sipil sebagaimana diharapkan oleh masyarakat, namun demikian kenyataannya Pegawai Negeri Sipil masih belum mampu memenuhi harapan tersebut. B. AparaturSebagaiFungsiManajemenKetenagakerjaan Sumber Daya Aparatur dalam pengamatannya tidak luput dari pembahasan mengenai ketenagakerjaan secara keseluruhan. Berbagai perilaku pengaturan ketenagakerjaan (manajemen tenaga kerja) akan mewarnai perkembangan SDM Aparatur. Dalam manajemen ketenagakerjaan, menurut DR. B. Siswanto S. (Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, 2002), arti manajemen sendiri seperti diketahui adalah merupakan suatu seni dan ilmu dalam perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pemotivasian, dan pengendalian terhadap orang dan mekanisme kerja untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, definisi tersebut mempunyai beberapa pokok, yaitu terkait dengan sifat, fungsi, sasaran, dan tujuan. Keempat pokok tadi merupakan rangkaian yang tidak bisa dipisahkan dan menjadi ciri khas dari manajemen. Manajemen ketenagakerjaan terkait dengan faktor produksi manusia dengan segala aktivitasnya, baik dalam usaha perorangan, badan usaha, perusahaan, lembaga maupun instansi, sehingga tenaga kerja tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna. Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 47
  • 53. Sementara itu, dalam definisi ketenagakerjaan disebutkan Undang-undang No. 3 Tahun 1992 yang mengatur jaminan sosial tenaga kerja, mendefinisikan tenaga kerja dalam pasal 1 sebagai berikut: "Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat". Selanjutnya Payaman Simanjuntak (Ekonomi Sumber Daya Manusia, Jakarta, 1998), tenaga kerja atau man power adalah mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Tiga golongan yang disebut terakhir (pencari kerja, bersekolah, dan mengurus rumah tangga) walaupun tidak bekerja mereka dianggap secara fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja. Berikutnya dalam bukunya dikatakan bahwa Tenaga Kerja (man power) terdiri dari angkatan kerja (labour force) dan bukan angkatan kerja (potential labour force). Angkatan kerja terdiri dari (1) golongan yang bekerja, dan (2) golongan yang menganggur dan mencari pekerjaan. Sementara itu kelompok bukan angkatan tenaga kerja terdiri dari (1) golongan orang yang bersekolah, (2) golongan yang mengurus rumah tangga, dan (3) golongan penerima pendapatan. Tenaga kerja merupakan istilah yang identik dengan personalia, didalamnya meliputi buruh, karyawan, dan pegawai. Secara deskrtiptif perbedaan antara buruh, karyawan, dan pegawai adalah sebagai berikut : 1. Buruh, adalah mereka yang bekerja pada usaha perorangan dan diberikan imbalan kerja secara harian maupun borongan sesuai dengan kesepakatan keduabelah pihak, baik lisan maupaun tertulis, yang biasanya imbalan kerja tersebut diberikan secara harian. 2. Karyawan, adalah mereka yang bekerja pada suatu badan usaha atau perusahaan, baik swasta maupun pemerintah, dan diberikan imbalan kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bak yang bersifat harisn, mingguan, maupun bulanan. 3. Pegawai (Pegawai Negeri), adalah mereka yang telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 48
  • 54. berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas jabatan negeri atau tugas negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Manajemen tenaga kerja merupakan pendayagunaan, pembinaan, pengaturan, pengurusan, pengembangan unsur tenaga kerja, baik yang berstatus sebagai buruh, karyawan, maupun pegawai untuk memenuhi harapan dan tujuan organisasi atau perusahaan. Secara umum, tenaga kerja adalah bagian dari penduduk yang mengisi satu negara, yang ditetapkan secara hukum satu negara sebagai usia kerja. Terinformasi dalam pola kependudukan sebagai berikut: Gambar 1. Penduduk dan Tenaga Kerja Sumber: Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, 1998. Dari gambar diatas, maka aparatur adalah termasuk bagian dari tenaga kerja (man power) yang secara acuannya masuk kedalam kategori angkatan kerja (labour force). Flippo, 1976:5 seperti yang dikutip dalam "Ekonomi Ketenagakerjaan" (Don Bellante dan Mark Jackson, 1990), menyatakan bahwa manajemen tenaga kerja adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian dari Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 49
  • 55. pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, integrasi, dan pemeliharaan tenaga kerja untuk tujuan membantu/menunjang tujuan organisasi, individu dan sosial. Dalam batasan berikutnya, maka terkandung fungsi pokok manajemen, fungsi administrative, dan fungsi operasional manajemen tenaga kerja, sebagai berikut : 1. Fugsi pokok manajemen tenaga kerja meliputi : a. Perencanaan; b. Pengorganisasian; c. Pengarahan; d. Pemotivasian; dan e. Pengendalian. 2. Fungsi administratif manajemen tenaga kerja meliputi : a. Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja; b. Penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan; c. Pendaftaran organisasi pekerja; d. Pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan; e. Jaminan sosial tenaga kerja; dan f. Perlindungan tenaga kerja. 3. Fungsi operasional manajemen tenaga kerja meliputi : a. Analisis pekerjaan; b. Perekrutan; c. Seleksi; d. Penempatan; e. Induksi dan orientasi; f. Pemberian kompensasi; g. Pendidikan dan pelatihan; h. Penilaian kinerja; i. Mutasi; j. Promosi; k. Motivasi; l. Pembimbingan moral kerja; m. Pembinaan disiplin kerja; n. Penyelia; dan o. Pemutusan hubungan kerja. Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 50
  • 56. Ketiga fungsi pokok manajemen ketenagakerjaan diatas tidak bisa dilepaskan dari manajemen kepegawaian di Indonesia. SDM Aparatur sebagai pejabat publik yang tentunya dalam optimalisasi fungsinya harus memperhatikan hal tersebut diatas. C. ManajemenKepegawaianIndonesia Secara umum, manajemen kepegawaian Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Dalam Bab I pasal 1 dikemukakan bahwa Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah keseluruhan upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi dan kewajiban kepegawaian, yang meliputi perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan dan pemberhentian. Selanjutnya dalam Bab II pasal 2, dikatakan bahwa Pegawai Negeri sebagai salah satu unsur Sumber Daya Manusia dalam penyelengaraan sistem administrasi negara, terbagi dalam tiga bentuk, yaitu: (1) Pegawai Negeri Sipil; (2) Anggota Tentara Nasional Indonesia; (3) Anggota Kepolisian Republik Indonesia. Selanjutnya menurut Pasal 2 ayat (2) undang-undang Nomor 43 tahun 1999, Pegawai Negeri Sipil sebagaimana maksud diatas dapat dikelompokkan dalam dua, yaitu: (1) PNS Pusat, (2) PNS Daerah. Menurut penjelasan pasal tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan PNS Pusat adalah PNS yang didanai oleh APBN, sedangkan PNS Daerah adalah PNS yang didanai oleh APBD. Kemudian dalam SANKRI (2003:247), dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan PNS adalah mereka yang bekerja pada departemen, lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), Sekretariat Lembaga Negara, Instansi vertical di daerah Propinsi, Kabupaten, Kota, Kepaniteraan Pengadilan, Instansi TNI dan Kepolisian. Jadi berdasarkan batasan-batasan yang dikemukaan dalam sistem kepegawaian Indonesia, dapat dikatakan bahwa PNS pada dasarnya meliputi keseluruhan pegawai negara yang bekerja untuk negara yang diwadahi oleh masing-masing institusi negara, baik di Analisis Kebutuhan Personil dan Penataan Manajemen Kepegawaian Provinsi 51