Buku ini memberikan panduan praktis dalam 14 catatan singkat untuk membantu lembaga-lembaga pembangunan dalam mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam program dan proyek mereka di negara-negara rawan bencana. Buku ini menjelaskan bagaimana mengumpulkan dan menggunakan informasi tentang bahaya alam, merancang program penanggulangan kemiskinan, menyusun program pembangunan nasional, mengelola siklus proyek,
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana dalam Pembangunan
1. Perangkat untuk Mengarusutamakan
Pengurangan Risiko Bencana:
Catatan Panduan bagi Lembaga-Lembaga
yang Bergerak dalam Bidang Pembangunan
Charlotte Benson dan John Twigg dengan Tiziana Rossetto
S E P T E M B E R 2 0 07
3. Pendahuluan
Proses pembangunan tidak dengan sendirinya mengurangi kerentanan terhadap bahaya alam. Sebaliknya, tanpa
disadari pembangunan dapat menciptakan bentuk-bentuk kerentanan baru atau memperburuk kerentanan yang
telah ada, menghambat upaya untuk memerangi kemiskinan dan mendorong pertumbuhan, seringkali dengan
akibat-akibat yang tragis. Oleh karena itu, kita perlu aktif dan sungguh-sungguh mencari pemecahan yang sama-
sama menguntungkan, yakni melaksanakan pembangunan berkelanjutan, mengurangi kemiskinan dan pada
saat yang sama meningkatkan ketangguhan terhadap bahaya, terutama karena perubahan iklim cenderung
meningkatkan kejadian kekeringan dan banjir serta intensitas badai. Pemecahan terbaik biasanya dapat ditemukan
dengan memadukan strategi dan langkah-langkah pengurangan risiko bencana ke dalam keseluruhan kerangka
pembangunan, dengan memandang pengurangan risiko bencana sebagai bagian terpadu dari proses pembangunan
dan bukan sebagai tujuan itu sendiri.
Sejak akhir tahun 1990-an, dunia kian mengakui perlunya “mengarusutamakan” pengurangan risiko bencana ke
dalam pembangunan – yakni, dengan mempertimbangkan dan memperhatikan risiko-risiko bahaya alam dalam
menyusun kerangka strategis dan struktur kelembagaan jangka menengah, strategi dan kebijakan negara dan
sektoral serta dalam perancangan proyek di negara-negara yang rawan bahaya. Sejumlah lembaga yang bergerak
dalam bidang pembangunan telah memulai upaya untuk mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke
dalam kerja mereka dengan melakukan berbagai perubahan kelembagaan, kebijakan dan prosedur terkait serta
menyesuaikan praktik-praktik operasional mereka.
Proyek penyusunan Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana ProVention mendukung
proses ini, dengan menyajikan rangkaian 14 catatan panduan bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang
pembangunan untuk mengadaptasi instrumen-instrumen penyusunan program, penilaian proyek dan evaluasi
yang ada untuk mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam kegiatan-kegiatan pembangunan di
negara-negara yang rawan bahaya. Panduan-panduan ini sengaja dibuat dalam bentuk catatan-catatan pendek
dan praktis untuk melengkapi panduan-panduan penyusunan program, penilaian proyek dan evaluasi yang lebih
umum yang telah ada.
Buku ini menguraikan subyek-subyek berikut: (1) Pengantar buku panduan; (2) Mengumpulkan dan menggunakan
informasi tentang bahaya alam; (3) Strategi-strategi penanggulangan kemiskinan; (4) Penyusunan program di tingkat
negara; (5) Manajemen siklus proyek; (6) Kerangka logis dan kerangka berbasis hasil; (7) Pengkajian lingkungan;
(8) Analisis ekonomi; (9) Analisis kerentanan dan kapasitas; (10) Pendekatan penghidupan berkelanjutan; (11)
Pengkajian dampak sosial; (12) Perancangan konstruksi, standar bangunan dan pemilihan lokasi; (13) Evaluasi
program-program pengurangan risiko bencana; dan (14) Dukungan anggaran.
Buku ini berisi seluruh rangkaian catatan panduan. Versi on-line dari buku ini dalam bahasa Inggris dapat diunduh
dari http://www.proventionconsortium.org/mainstreaming_tools
Proyek ProVention juga tengah mengembangkan Disaster Risk Reduction Monitoring and Evaluation Sourcebook
berbasis web. Buku sumber ini akan selesai dan tersedia tahun 2007 ini juga di http://www.proventionconsortium.
org/M&E_sourcebook.
Pendahuluan
4. Ucapan Terima Kasih
Para pengarang menyampaikan terima kasih kepada Tim Penasihat proyek atas nasihat dan dukungan mereka yang
amat berharga dalam penyusunan rangkaian catatan panduan ini: Margaret Arnold (Bank Dunia), Steve Bender
(Independen), Yuri Chakalall (CIDA), Olivia Coghlan (DFID), Seth Doe Vordzorgbe (Independen), Fenella Frost dari
Program Pembangunan PBB (United Nations Development Programme/UNDP), Niels Holm-Nielsen (Bank Dunia), Kari
Keipi dari Bank Pembangunan antar Amerika (Inter-American Development Bank/IDB), Sarah La Trobe (Tearfund),
Praveen Pardeshi dari Strategi Internasional PBB untuk Pengurangan Bencana (United Nations International
Strategy for Disaster Reduction/UN-ISDR), Cassandra Rogers (IDB), Michael Siebert (Gesellschaft für Technische
Zusammenarbeit - GTZ, Jerman), Clairvair Squires (Carribean Development Bank), Jennifer Worrell (UNDP) dan Roger
Yates (ActionAid).
Ucapan terima kasih secara khusus juga kami haturkan kepada para anggota maupun mantan anggota Sekretariat
Konsorsium ProVention atas dukungan dan dorongan mereka: David Peppiatt (mantan Pimpinan, sekarang bekerja
pada Palang Merah Inggris), Bruno Haghebaert, Ian O’Donnell, Maya Schaerer dan Marianne Gemin.
Keahlian dan nasihat dari sejumlah penilai eksternal dalam mendukung penulisan masing-masing catatan panduan
juga merupakan sesuatu yang sangat berharga dan untuk itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya. Para penilai disebutkan secara orang perorangan di akhir catatan(-catatan) panduan terkait.
Tiziana Rossetto (Dosen dalam Bidang Teknik Kegempaan, University College London) telah menyumbang tulisan
untuk Catatan Panduan 12 (Perancangan konstruksi, standar bangunan dan pemilihan lokasi).
Sue Pfiffner telah mengedit catatan-catatan panduan dan Pascal Vittoz merancang tata letak, keduanya dengan
perhatian sempurna pada hal-hal terinci.
Divisi Konflik, Kemanusiaan dan Keamanan (Conflict, Humanitarian and Security Department/CHASE) dari Departemen
Pembangunan Internasional Inggris (United Kingdom’s Department for International Development/DFID), Badan
Pembangunan Internasional Kanada (Canadian International Development Agency/CIDA), Kementerian Luar Negeri
Kerajaan Norwegia dan Badan Kerjasama Pembangunan Internasional Swedia (Swedish International Development
Cooperatioan Agency/SIDA) telah memberikan dukungan pendanaan untuk mengembangkan rangkaian catatan
panduan ini.
Para pengarang bertanggung jawab sepenuhnya atas semua pandangan yang disajikan di dalam buku ini dan
pandangan-pandangan tersebut tidak dengan sendirinya mencerminkan pandangan Sekretariat ProVention, Tim
Penasihat proyek, para penilai buku atau badan-badan yang mendanai proyek. Semua kesalahan dan kekurangan
juga menjadi tanggung jawab sepenuhnya para pengarang
.
Charlotte Benson dan John Twigg
Januari 2007
cbenson321@aol.com
j.twigg@ucl.ac.uk
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
5. Kata Pengantar Hivos
Hivos adalah sebuah lembaga nonpemerintah Belanda yang terinspirasi oleh nilai-nilai kemanusian. Bersama
dengan organisasi lokal di negara berkembang, Hivos berkontribusi pada terwujudnya dunia yang bebas, adil
dan berkelanjutan. Dunia tempat perempuan dan laki-laki memiliki akses yang setara pada berbagai peluang dan
sumber daya yang akan menentukan masa depan mereka.
Hivos tidak memiliki mandat khusus dalam pengurangan risiko dan penanggulangan bencana. Akan tetapi, dari
pengalaman penanganan bencana di Amerika Tenggah, Asia Selatan maupun di Indonesia Hivos menyadari akan
pentingnya kapasitas tanggap bencana yang memadai sebagai prasyarat kesuksesan Hivos dalam melaksanakan
program mitranya dengan berkelanjutan, akuntabel dan bermutu serta dapat benar-benar menjangkau para
penerima manfaat. Mengingat banyak mitra Hivos di Indonesia bekerja di wilayah-wilayah yang rawan bencana,
Hivos semakin merasa perlu untuk ikut ambil bagian dalam upaya-upaya pengurangan risiko dan penanggulangan
bencana di Indonesia.
Sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan kapasitas organisasi pembangunan dan masyarakat Indonesia
dalam mengarusutamakan pengurangan risiko bencana, maka Hivos berinisiatif menerjemahkan dokumen
berjudul Tools for Mainstreaming Disaster Risk Reduction: Guidance Notes for Development Organisations ke dalam
bahasa Indonesia. Penerjemahan dokumen tersebut dilandasi tujuan agar masyarakat Indonesia dan khususnya
organisasi pembangunan dapat secara utuh memahami langkah-langkah praktis untuk mengurangi risiko bencana.
Lebih jauh lagi, Hivos berharap terbitan ini dapat mendorong upaya untuk membangun ketahanan masyarakat
dalam menghadapi risiko bencana melalui pelatihan, perencanaan dan pengorganisasian.
Hivos mengucapkan terima kasih kepada International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies dan
ProVention Consortium yang telah mengijinkan kami untuk menerjemahkan dokumen sumber milik mereka yang
sangat praktis ini dan juga kepada CIRCLE Indonesia yang telah membuat publikasi ini menjadi kenyataan.
Ben Witjes
Direktur Hivos Kantor Regional Asia Tenggara
Kata Pengantar Hivos
6. Kata Pengantar CIRCLE Indonesia
Langkah Kecil untuk Turut Mewujudkan Gagasan Besar:
Membangun Masyarakat yang Tangguh terhadap Bencana
Tsunami di Aceh dan Sumatera Utara, gempa bumi di Nias, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah, serta
banjir di Jakarta maupun di beberapa kawasan di pulau Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan serta letusan gunung
berapi dan kekeringan di kawasan yang sama merupakan daftar panjang yang menyadarkan kita bahwa tanah air
Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap risiko bencana. Akan tetapi, pengalaman kerja koperasi CIRCLE
Indonesia selama setahun ini di wilayah-wilayah yang terkena dampak bencana seperti Aceh, Nias dan Sumatera
Utara pascatsunami serta DIY dan Jawa Tengah pascagempa menunjukkan bahwa upaya-upaya yang dilakukan
untuk mengurangi risiko bencana masih relatif terbatas.
Namun demikian, perlu dicatat bahwa berbagai bencana yang terjadi selama beberapa tahun terakhir ini telah
membuat Indonesia menjadi negara yang cukup progresif di dalam penanggulangan bencana ke depan. Hal ini
ditandai dengan terbitnya Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana pada bulan Januari 2007 dan
Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana pada bulan April 2007.
Terbitnya UU No. 24/2007 tersebut menandai babak baru dalam perubahan cara pandang dan pengelolaan
penanggulangan bencana, yakni dari ”reaktif jika terjadi bencana menjadi aktif, siaga dan tanggap terhadap risiko
bencana”, sehingga sebagai konsekuensinya upaya penanggulangan bencana merupakan bagian dari kerja-kerja
pembangunan. Oleh karena itu, sama halnya dengan pembangunan, upaya-upaya untuk penanggulangan bencana,
termasuk di dalamnya upaya pengurangan risiko bencana harus dilakukan secara komprehensif dan sistematis.
Meski begitu, karena hal ini masih relatif baru, kapasitas untuk penanggulangan bencana yang sistematis masih
sangat minim. Pun harus diakui bahwa saat ini pustaka penanggulangan bencana masih terbatas, khususnya dalam
bahasa Indonesia. Oleh karena itu, koperasi CIRCLE Indonesia memberanikan diri menerima kesempatan dan
dukungan yang diberikan oleh HIVOS untuk menerjemahkan buku yang berjudul Tools for Mainstreaming Disaster
Risk Reduction: Guidance Notes for Development Organisations ke dalam bahasa Indonesia. Upaya ini sekaligus juga
menandai pelaksanaan mandat dari koperasi CIRCLE Indonesia guna turut berkontribusi di dalam pemberdayaan
masyarakat sipil, khususnya bagi mereka yang bekerja untuk pembangunan dan upaya-upaya penanggulangan
bencana.
Peran kecil di dalam penerjemahan dan penerbitan buku panduan ini diharapkan bisa memperluas akses organisasi
lokal yang bergerak di bidang pembangunan, dan sekaligus menjadi dorongan bagi berbagai pihak dalam upaya-
upaya mengembangkan kesadaran agar penanggulangan bencana tidak hanya berkembang pada tataran pola pikir
dan kebijakan saja, tetapi akan diikuti dengan praktik-praktik nyata di lapangan oleh semua pihak. Kami dari
CIRCLE Indonesia sungguh berharap bahwa penerjemahan buku ini memberikan manfaat bagi berkurangnya risiko
bencana yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia yang selama ini hidup berdampingan bersama risiko itu.
Buku ini dapat terbit dalam edisi bahasa Indonesia karena komitmen dan kerjasama yang baik dari banyak pihak.
Untuk itu perkenankan dalam kesempatan ini kami sampaikan ungkapan terimakasih kami kepada komunitas-
komunitas yang hidup di wilayah rawan bencana dan telah mengalami bencana, seperti di Aceh, Nias, Kebumen,
Bantul, Sleman, Klaten, dan Nusa Tenggara Timur yang daya juangnya telah memberikan inspirasi dan dorongan
untuk pemajuan penanggulangan bencana. Selanjutnya, terima kasih juga kami nyatakan kepada ProVention yang
mengizinkan untuk menerjemahkan buku edisi bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, dan HIVOS yang telah
memberikan dukungan pendanaan bagi seluruh proses penerjemahan dan penerbitannya.
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
7. Secara khusus terima kasih kami ucapkan kepada Jonathan Lassa, Coordinator - Hivos Aceh Programme yang telah
mendorong CIRCLE Indonesia untuk menerjemahkan buku ini; kepada Theresia Wuryantari untuk mengkoordinasikan
seluruh proses penerjemahan dan penerbitan buku ini, juga kepada ”Kang ET” Eko Teguh Paripurno, Mas Banu
Subagyo, Mbak Laurentia Sumarni, ”Pak Lik” Valentinus Irawan serta Zaki Habibi yang menerjemahkan, mengedit
dan menggarap penyuntingan akhir, serta kawan-kawan Jaran Productions yang menata letak dan mencetak
buku ini hingga siap dibaca. Tanpa kesediaan kerjasama Anda semua, buku ini tentu tidak akan dapat terbit dan
disebarluaskan.
Bila ada kekurangan dalam penerbitan ini, dengan kerendahan hati kami akui sepenuhnya karena kelemahan
kami.
Yogyakarta, September 2007
Retno Winahyu Satyarini
Ketua Pengurus Koperasi CIRCLE Indonesia
Kata Pengantar CI RCLE Indonesia
8. Daftar Isi
Pendahuluan 1
Ucapan Terima Kasih Pengarang 2
Kata Pengantar Hivos 3
Kata Pengantar CIRCLE Indonesia 4
Catatan Panduan 1: Pengantar buku panduan 1
Catatan Panduan 2: Mengumpulkan dan menggunakan informasi tentang bahaya alam 23
Catatan Panduan 3: Strategi penanggulangan kemiskinan 39
Catatan Panduan 4: Penyusunan program di tingkat negara 55
Catatan Panduan 5: Manajemen siklus proyek 71
Catatan Panduan 6: Kerangka logis dan kerangka berbasis hasil 83
Catatan Panduan 7: Pengkajian lingkungan 97
Catatan Panduan 8: Analisis ekonomi 109
Catatan Panduan 9: Analisis kerentanan dan kapasitas 123
Catatan Panduan 10: Pendekatan penghidupan yang berkelanjutan 139
Catatan Panduan 11: Pengkajian dampak sosial 151
Catatan Panduan 12: Perancangan konstruksi, standar bangunan dan pemilihan lokasi 165
Catatan Panduan 13: Mengevaluasi program pengurangan risiko bencana 181
Catatan Panduan 14: Dukungan anggaran 199
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
9. P E R AN G K AT U NTU K M E N GAR U S UTAMAK AN P E N G U R AN GAN R I S I KO B E N CANA
Pengantar Buku Panduan
Catatan Panduan 1
Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana adalah rangkaian 14 catatan panduan yang
disusun bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyempurnakan alat-alat
penyusunan program, penilaian dan evaluasi proyek mereka dalam rangka mengarusutamakan pengurangan risiko
bencana ke dalam program-program pembangunan di negara-negara yang rawan bahaya. Perangkat ini juga berguna
bagi para pemangku kepentingan yang bekerja dalam program-program penyesuaian terhadap perubahan iklim.
Catatan pendahuluan berikut ini menguraikan dengan singkat landasan pemikiran yang mendasari penyusunan
perangkat ini, memperkenalkan panduan dan menjabarkan faktor-faktor penting yang menentukan keberhasilan
upaya pengarusutamaan pengurangan risiko bencana ke dalam kebijakan dan program pembangunan.
1 Pentingnya pengarusutamaan risiko bencana
.
Sejak akhir dekade 1990-an banyak kalangan kian menyadari perlunya “mengarusutamakan” pengurangan risiko
bencana ke dalam pembangunan – yakni memasukkan pertimbangan-pertimbangan risiko bencana alam ke dalam
kerangka strategis jangka menengah dan struktur-struktur kelembagaan, ke dalam kebijakan dan strategi negara
dan sektoral serta ke dalam perancangan proyek di negara-negara rawan bahaya.Upaya pengarusutamaan risiko
bencana harus mencakup analisis bagaimana potensi bahaya dapat mempengaruhi kinerja kebijakan, program dan
proyek, dan analisis bagaimana kebijakan, program dan proyek tersebut berdampak pada kerentanan terhadap
bahaya alam. Analisis ini harus ditindaklanjuti dengan mengambil tindakan yang perlu untuk mengurangi
kerentanan, dengan menempatkan pengurangan risiko sebagai bagian tak terpisahkan dari proses pembangunan
dan bukan sebagai tujuan itu sendiri.
Perubahan dari cara pandang lama yang telah mengakar bahwa bencana adalah sesuatu yang tidak dapat diprediksi
sebelumnya, tak terhindarkan dan harus ditangani oleh para ahli tanggap darurat, sedikit banyak mencerminkan
meningkatnya pemahaman akan bencana sebagai masalah pembangunan yang masih harus diatasi. Program
pembangunan tidak dengan sendirinya mengurangi kerentanan terhadap bahaya alam. Sebaliknya, program
pembangunan tanpa disadari dapat melahirkan bentuk-bentuk kerentanan baru atau memperburuk kerentanan
yang telah ada, terkadang dengan konsekuensi yang tragis (Kotak 1). Peningkatan pemahaman ini berjalan seiring
dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya penanggulangan kemiskinan. Telah lama diakui umum bahwa
salah satu dimensi kemiskinan yang mendasar adalah keterpaparan terhadap risiko dan kemungkinan hilangnya
pendapatan, termasuk yang diakibatkan oleh bahaya alam. Pemahaman akan hal ini telah mendorong adanya
perhatian yang lebih besar pada analisis bentuk-bentuk dan penyebab mendasar kerentanan dan kegiatan-kegiatan
terkait yang dapat memperkuat ketangguhan dalam menghadapi bahaya.
Kotak 1 Mengabaikan bahaya dapat sangat merugikan
Di kota Hue, Vietnam, perluasan pembangunan infrastruktur termasuk jembatan, jalan kereta api dan
jalan-jalan raya, telah menciptakan penghalang di tengah lembah di tempat kota tersebut berdiri.
Akibatnya, air hujan yang berlebih tidak dapat mengalir dengan cepat dan menimbulkan banjir yang
kian lama kian parah.1 Permasalahan yang sama juga dialami beberapa desa di Gujarat, India, setelah
selesainya pembangunan sebuah jalan raya yang dibiayai donor.
Pada tahun 1989, setelah kehancuran hebat yang diakibatkan oleh Badai Hugo, dengan dana bantuan
dibangun sebuah rumah sakit di kaki gunung berapi di Pulau Montserrat yang termasuk gugusan kepulauan
1 IFRC, World Disasters Report: Focus on recovery. Geneva: International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies, 2001.
Catatan Panduan 1
10. Karibia. Pada pertengahan tahun 1995 rumah sakit tersebut hancur diterjang aliran lava setelah gunung
berapi tersebut aktif kembali2.
Setelah kehancuran yang ditimbulkan oleh tsunami Samudera Hindia pada tahun 2004, beberapa
perumahan di Aceh, Indonesia, dibangun di daerah rawan banjir, sehingga banyak keluarga yang menjadi
rentan terhadap bahaya banjir di masa mendatang.
Kian besarnya perhatian pada upaya pengarusutamaan risiko juga dipengaruhi oleh terus meningkatnya kerugian
yang ditimbulkan oleh bencana, yang terutama diakibatkan oleh meningkatnya kerentanan aset ekonomi dan sosial
serta kesejahteraan dan penghidupan masyarakat terhadap bahaya alam. Antara tahun 1950 dan 1990-an, kerugian
nyata yang diakibatkan oleh bencana secara global dilaporkan telah meningkat 15 kali lipat, sementara jumlah
orang yang terkena dampak bencana naik drastis dari 1,6 milyar dalam kurun waktu antara 1984-1993 menjadi
hampir 2,6 milyar orang dalam dasawarsa berikutnya.3 Selama tahun-tahun belakangan ini bencana-bencana besar
terjadi susul-menyusul dan menimbulkan korban jiwa manusia dan kerugian ekonomi yang amat besar, termasuk
tsunami Samudera Hindia pada tahun 2004 dan Badai Katrina serta Badai Rita di Amerika Serikat dan gempa bumi
Asia Selatan yang berpusat di Kashmir pada tahun 2005. Walaupun kerugian ekonomi absolut yang terbesar terjadi
di negara-negara maju, kerugian yang menimpa negara-negara berkembang relatif jauh lebih besar. Menurut Bank
Dunia, kerugian akibat bencana yang diderita negara-negara berkembang, jika dihitung sebagai persentase dari
produk domestik bruto, dapat mencapai 20 kali lebih besar daripada kerugian yang dialami oleh negara-negara
industri, sementara lebih dari 95 persen kematian yang diakibatkan oleh bencana terjadi di negara berkembang.4
Kian lama kian disadari bahwa bencana memang merupakan ancaman yang serius bagi pembangunan berkelanjutan,
upaya penanggulangan kemiskinan dan pencapaian sejumlah tujuan dari Tujuan-tujuan Pembangunan Milenium
(Millenium Development Goals/MDGs).
Oleh karenanya, perlu ditemukan penyelesaian yang sama-sama menguntungkan (win-win) untuk mempertahankan
pembangunan berkelanjutan, menanggulangi kemiskinan dan memperkuat ketangguhan terhadap bahaya,
terutama karena perubahan iklim tampaknya akan semakin meningkatkan kejadian kemarau panjang, banjir
dan badai yang besar.5 Cara terbaik untuk mendapatkan penyelesaian semacam ini adalah dengan memadukan
strategi dan program-program pengurangan risiko bencana ke dalam keseluruhan kerangka pembangunan,
dengan melihat pengurangan risiko bencana sebagai bagian terpadu dari proses pembangunan dan bukan tujuan
itu sendiri. Seperti dikatakan dalam laporan yang baru saja diluncurkan Bank Dunia, “…patut diingat bahwa
tidak ada saat di mana kita dapat mengabaikan atau mengesampingkan risiko bencana, terutama bagi kelompok
negara-negara yang sangat rawan terhadap bencana”.6 Sebaliknya, isu-isu yang berhubungan dengan bahaya harus
menjadi bahan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan nasional dan sektoral, penyusunan program di
tingkat negara dan dalam perancangan semua proyek pembangunan di negara-negara yang rawan bahaya. Hal
itu perlu dilakukan demi melindungi investasi pembangunan itu sendiri dari bahaya alam dan demi memperkuat
ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bahaya. Biaya untuk membuat struktur-struktur bangunan yang tahan
bahaya belum tentu mahal.7 Walau angka yang tercatat berbeda-beda, Badan Manajemen Tanggap Darurat Federal
Amerika Serikat (the United States Federal Emergency Management Agency/FEMA),8 misalnya, memperkirakan bahwa
langkah-langkah untuk mengurangi risiko bahaya hanya meningkatkan biaya pembangunan fasilitas baru sebanyak
satu hingga lima persen, sementara keuntungan potensial yang akan diperoleh akan sangat jauh lebih tinggi (Kotak
2). Dengan demikian, perhatian yang besar pada risiko bencana mencerminkan salah satu aspek penting dari upaya
internasional untuk meningkatkan efektivitas bantuan.
2 Clay, E.J. et al. ‘An Evaluation of HMG’s Response to the Montserrat Volcanic Emergency’. 2 Vols. Evaluation Report EV635. London: Department for International Development (UK), 1999.
3 World Bank (2006).
4 http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/TOPICS/EXTURBANDEVELOPMENT/EXTDISMGMT/0,,menuPK:341021~pagePK:149018~piPK:149093~theSitePK:341015,00.html
5 Kajian Stern tahu 2006 yang berkaitan dengan perubahan iklim juga berpandangan bahwa penyesuaian terhadap perubahan iklim, termasuk upaya untuk meningkatkan ketangguhan terhadap
bahaya, harus diarusutamakan ke dalam pembangunan dan kajian ini secara spesifik menekankan bahwa “kunci keberhasilan pengurangan risiko bencana adalah menjamin agar PRB
(Pengurangan Risiko Bencana) dipadukan ke dalam kebijakan dan perencanaan pembangunan dan kegiatan kemanusiaan” (HM Treasury and Cabinet Office (2006) hal. 566).
6 World Bank (2006) hal. 67.
7 Lihat, misalnya, FEMA. Protecting Business Operations: Second Report on Costs and Benefits of Natural Hazard Mitigation. Washington, DC: Federal Emergency Management Agency, 1998; IACNDR.
Inter-American Strategic Plan for Policy on Vulnerability Reduction, Risk Management and Disaster Response. OEA/Ser G. Permanent Council Document 3737/03. Inter-American Committee for
Natural Disaster Reduction, 2003.
8 Lihat catatan kaki 7 (FEMA, 1998).
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
11. Kotak 2 Pengurangan risiko bencana mendatangkan manfaat yang besar
Sebuah program penanaman bakau yang dilaksanakan Palang Merah Vietnam di delapan provinsi di
Vietnam untuk melindungi penduduk yang tinggal di daerah pantai dari topan dan badai menghabiskan
biaya rata-rata 0,13 milyar dolar AS per tahun selama kurun waktu antara tahun 1994 sampai 2001,
tetapi mengurangi biaya tahunan untuk pemeliharaan tanggul sebesar 7,1 juta dolar AS. Program ini juga
membantu menyelamatkan jiwa warga, melindungi penghidupan dan menciptakan peluang-peluang
penghidupan baru.9
Di Karibia, menurut para ahli teknik sipil di wilayah tersebut, tambahan biaya sebesar satu persen dari
seluruh nilai bangunan untuk melaksanakan tindakan-tindakan yang dapat mengurangi kerentanan
bangunan dapat mengurangi kerugian maksimum yang mungkin timbul bila terkena badai sampai sekitar
sepertiganya.10
Menurut sebuah studi tentang dana-dana hibah yang disalurkan oleh FEMA, setiap satu dolar AS yang
dikeluarkan FEMA untuk kegiatan-kegiatan peredaman bahaya (termasuk untuk peremajaan, proyek-
proyek mitigasi struktural, peningkatan kesadaran dan pendidikan publik serta penyusunan aturan-aturan
baku untuk mendirikan bangunan) dapat memberi kemanfaatan di masa yang akan datang rata-rata
sebesar 4 dolar AS.11
Setelah dilanda Badai Ivan pada bulan September 2004, hanya ada dua sekolah yang masih berdiri di
Grenada. Kedua bangunan ini telah diperkuat konstruksinya melalui sebuah program Bank Dunia. Setelah
badai, salah satu sekolah ini dimanfaatkan untuk menampung para warga yang kehilangan tempat
tinggal.12
Antara tanggal 27 Agustus dan 18 September 1995, Badai Luis dan Badai Marilyn menghancurkan 876 unit
perumahan di Dominika, menimbulkan kerugian total sejumlah 4,2 juta dolar AS. Rumah-rumah kayu kecil
yang hancur dulunya dibangun tanpa berpedoman pada aturan-aturan pembangunan setempat yang baku.
Namun, semua bangunan yang konstruksinya telah diperkuat dengan modifikasi-modifikasi sederhana
pada teknik-teknik konstruksi setempat melalui Program Konstruksi yang Lebih Aman dari Proyek Mitigasi
Bencana Karibia yang didukung oleh Badan Amerika Serikat untuk Pembangunan Internasional (United
States Agency for International Development/USAID) tetap berdiri walau diterjang badai.13
Meningkatnya kesadaran akan perlunya mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam pembangunan
diformalisasikan pada bulan Januari tahun 2005 ketika Kerangka Aksi Hyogo 2005–2015 diadopsi oleh Konferensi
Dunia untuk Pengurangan Bencana, dengan ditandatangani oleh 168 negara dan badan-badan multilateral. Kerangka
Aksi Hyogo menitikberatkan tiga sasaran strategis utama, yang pertama adalah “pengintegrasian pertimbangan-
pertimbangan risiko bencana secara lebih efektif ke dalam kebijakan-kebijakan pembangunan berkelanjutan,
perencanaan dan penyusunan program di semua tingkat, dengan penekanan khusus pada pencegahan bencana,
mitigasi, kesiapsiagaan dan pengurangan kerentanan”.14
Kemajuan sampai saat ini: Perubahan kebijakan dan kelembagaan
Dengan latar belakang ini, sejumlah lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan telah memulai upaya
untuk mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam kerja mereka, dengan mengadakan berbagai
perubahan kelembagaan, kebijakan dan prosedur-prosedur yang berkaitan. Dalam hal perubahan kelembagaan,
misalnya, pasca proses pembaruan PBB tahun 1997-1998, tanggung jawab atas mitigasi, kesiapsiagaan dan
pencegahan bencana ‘alam’ dalam sistem PBB dialihkan dari Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan (Office for
the Coordination of Humanitarian Affairs/OCHA), yang tugas pokoknya mencakup tanggap darurat pascabencana,
ke Program Pembangunan PBB (United Nations Development Programme/UNDP), badan PBB yang mengurusi
pembangunan. Pada tahun 1998 Bank Dunia membentuk Fasilitas Manajemen Bencana (Disaster Management
9 IFRC, World Disasters Report: Focus on reducing risk. Geneva: International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies, 2002.
10 World Bank, Managing Catastrophic Risks Using Alternative Risk Financing and Insurance Pooling Mechanisms. Discussion draft. Washington, DC: World Bank, Finance, Private Sector and
Infrastructure Department, Caribbean Country Management Unit, Latin America and Caribbean Region, 2000.
11 MMC/NIBS, Natural Hazard Mitigation Saves: An Independent Study to Assess the Future Savings from Mitigation Activities. Washington, DC: Multi-hazard Mitigation Council of the National Institute of
Building Sciences, 2005.
12 World Bank, Grenada, Hurricane Ivan: Preliminary Assessment of Damages, September 17, 2004. Washington, DC: World Bank, 2004. Dapat diakses di: http://siteresources.worldbank.org/
INTDISMGMT/Resources/grenada_assessment.pdf
13 CDMP, Toolkit: A Manual for Implementation of the Hurricane-resistant Home Improvement Program in the Caribbean. Caribbean Disaster Mitigation Project publication series. Washington, DC:
Organization of American States, 1999. Dapat diakses di: http://www.oas.org/cdmp/document/toolkit/toolkit.htm
14 UN-ISDR (2005) hal. 3.
Catatan Panduan 1
12. Facility), sekarang telah berganti nama menjadi tim Manajemen Risiko Bahaya (Hazard Risk Management), untuk
meningkatkan kerja-kerjanya dalam bidang pencegahan dan peredaman bencana serta tanggap darurat. Tim
Manajemen Risiko Bahaya ini memiliki mandat untuk melakukan tanggap bencana yang lebih strategis dan cepat
dan mendorong pengintegrasian upaya-upaya pencegahan dan peredaman bencana ke dalam kegiatan-kegiatan
pembangunan yang dilaksanakan oleh Bank Dunia. Baik Bank Pembangunan antar-Amerika (Inter-American
Development Bank/IDB) maupun Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) telah menunjuk staf-
staf penanggung jawab manajemen bencana yang baru untuk mendukung pengarusutamaan pengurangan risiko
bencana ke dalam program-program pembangunan lembaga mereka masing-masing.
Berkaitan dengan perubahan kebijakan, ADB dan DFID telah menyetujui perubahan mendasar dalam kebijakan-
kebijakan bencana selama beberapa tahun terakhir ini, sementara itu IDB pada bulan-bulan awal tahun 2007
juga akan mengeluarkan suatu Kebijakan Manajemen Risiko Bencana yang baru. Kebijakan ADB yang baru, yang
disetujui tahun 2004, “menggeser penekanan dari hanya memberikan respons pascabencana menjadi dukungan
terhadap kegiatan-kegiatan untuk mengantisipasi dan meredam dampak yang mungkin timbul dari bencana
yang dapat terjadi”.15 Prinsip-prinsip dasarnya antara lain adalah “pengarusutamaan manajemen risiko bencana
sebagai bagian terpadu dari proses pembangunan”.16 Kebijakan pengurangan risiko bencana DFID yang baru,
yang dikeluarkan pada bulan Maret tahun 2006, mempunyai tiga tujuan dasar, yang pertama adalah untuk
“mengintegrasikan dengan lebih baik pengurangan risiko ke dalam kebijakan dan perencanaan pembangunan dan
kegiatan kemanusiaan… [termasuk] integrasi yang lebih baik ke dalam program-program DFID sebagai bagian rutin
dari pendekatan pembangunan berkelanjutan yang dilaksanakan kantor perwakilan DFID di wilayah-wilayah yang
paling rawan risiko bencana”.17 Rancangan Kebijakan Manajemen Risiko Bencana (Disaster Risk Management Policy)
IDB yang baru memiliki dua tujuan yang saling berkaitan, yang pertama adalah “untuk meningkatkan efektivitas
Bank dalam mendukung para peminjam untuk dapat mengelola dengan sistematis risiko-risiko yang berhubungan
dengan bahaya alam melalui pengidentifikasian risiko-risiko ini, pengurangan kerentanan dan dengan mencegah
dan meredam bencana terkait sebelum bencana benar-benar terjadi”.18 Bank Dunia juga sedang merevisi kebijakan
operasionalnya dalam bidang bantuan pemulihan kedaruratan (yang juga mencakup pencegahan dan mitigasi),
antara lain untuk mendukung pengintegrasian prinsip-prinsip pengurangan risiko bencana ke dalam kerja-kerja
pembangunannya. Sebuah evaluasi terbaru dari Bank Dunia juga telah merekomendasikan dikembangkannya
suatu strategi atau rencana aksi untuk bantuan yang berkaitan dengan bencana, yang selain mendukung perbaikan
operasi tanggap darurat juga harus “memuat ketentuan-ketentuan yang memberi perhatian lebih pada bahaya
alam dalam menilai proyek-proyek investasi pada umumnya, dan khususnya dalam mempersiapkan Kertas
Strategi Penanggulangan Kemiskinan (Poverty Reduction Strategy Papers/PRSPs), Strategi Bantuan di tingkat Negara
(Country Assistance Strategies/CASs), dan dokumen-dokumen strategis lainnya”.19 Tim Manajemen Risiko Bahaya
sedang melaksanakan rekomendasi ini dengan menjadikan CAS negara-negara yang sangat rawan sebagai sasaran
dan memberikan bantuan dalam mengarusutamakan manajemen risiko bencana ke dalam dokumen-dokumen
tersebut.
Donor-donor bilateral lainnya yang juga memasukkan pertimbangan-pertimbangan pengurangan risiko bencana ke
dalam kebijakan dan program-program pembangunan mereka antara lain adalah Badan Pembangunan Internasional
Kanada (CIDA), Badan Pembangunan Internasional Denmark (Danish International Development Agency/DANIDA),
Komisi Eropa (European Commission/EC), GTZ Jerman, Kementerian Luar Negeri Kerajaan Norwegia, Badan Kerjasama
Pembangunan Internasional Swedia (SIDA) dan Badan Swiss untuk Pembangunan dan Kerjasama (Swiss Agency for
Development and Cooperation/SDC). Beberapa lembaga non-pemerintah (Lembaga Swadaya Masyarakat/LSM) juga
mengambil langkah-langkah serupa, misalnya, ActionAid, CARE, Christian Aid, Plan International, Practical Action
dan Tearfund.
Pemerintah-pemerintah juga telah menyatakan komitmen mereka terhadap berbagai mandat untuk
mengintegrasikan pengurangan risiko bencana ke dalam pembangunan. Sebagai contoh, Komite antar-Amerika
untuk Pengurangan Bencana Alam (Inter-American Committee for Natural Disaster Reduction/IACNDR)20 melaporkan
bahwa, sampai dengan tahun 2003, negara-negara anggota Organisasi Negara-negara Amerika (Organization of
American States/OAS) secara kolektif telah membuat lebih dari 30 komitmen, baik secara bersama-sama sebagai
anggota kelompok regional atau secara sendiri-sendiri, yang banyak di antaranya memuat pendekatan ini. Banyak
15 ADB (2004) hal. 20.
16 Ibid. hal. 20.
17 DFID (2006) hal. 3.
18 IDB (2006) hal. 2.
19 World Bank (2006) hal. 73.
20 Lihat catatan kaki 7 (IACNDR, 2003).
0 KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
13. negara juga telah menandatangani Kerangka Aksi Hyogo tahun 2005. Lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang
pembangunan telah mendukung pemerintah-pemerintah dalam proses pengarusutamaan ini. Misalnya, Uni Afrika
(African Union /AU)/Kemitraan Baru untuk Pembangunan Afrika (New Partnership for Africa’s Development/NEPAD),
Bank Pembangunan Afrika (African Development Bank/AfDB) dan Strategi Internasional PBB untuk Pengurangan
Bencana (United Nations International Strategy for Disaster Reduction/UN-ISDR) untuk Afrika telah bekerja bersama
sejak awal tahun 2003 untuk mencari cara-cara guna memberikan panduan dan arah strategis bagi para pengambil
keputusan di wilayah itu dalam mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam pembangunan.21
Mewujudkan kebijakan ke dalam praktik
Dari semua kemajuan yang telah dicapai dalam pengarusutamaan pengurangan risiko bencana ke dalam
pembangunan sampai saat ini, banyak yang berkaitan dengan perubahan kebijakan dan kelembagaan. Langkah
penting berikutnya adalah mengubah praktik-praktik pembangunan di negara-negara rawan bahaya. Sudah ada
beberapa prakarsa yang mendukung proses ini, termasuk:
Pengembangan dan penerapan panduan-panduan operasional. Telah ada beberapa upaya awal untuk
mengembangkan panduan-panduan operasional dan perangkat-perangkat terkait untuk mendukung
pengarusutamaan risiko ke dalam penyusunan program dan perancangan proyek di tingkat negara:
Bank Pembangunan Karibia dan Komunitas Karibia (Caribbean Community/ CARICOM) telah mengembangkan
sebuah buku sumber untuk pemaduan bahaya-bahaya alam ke dalam pengkajian dampak lingkungan
(lihat Catatan Panduan 7).
IDB telah mengembangkan sebuah daftar periksa tinjauan manajemen risiko untuk mendukung analisis
dan pengkajian tentang bahaya-bahaya alam dan risiko-risiko terkait dalam program-program pinjamannya
(lihat Catatan Panduan 5, Kotak 2).
Sebagai bagian dari Prakarsa Pengarusutamaan Pengurangan Bencana Global (Global Disaster Reduction
Mainstreaming Innitiative) (lihat bawah), dalam kerjasama dengan UN-ISDR, UNDP telah menghasilkan
sebuah panduan tentang pemaduan pengurangan risiko bencana ke dalam perangkat penyusunan program
PBB di tingkat negara, Pengkajian Bersama Lembaga-lembaga PBB tentang Situasi Negara (Common
Country Assessment/CCA) dan Kerangka Kerja Bantuan Pembangunan Perserikatan Bangsa-bangsa (United
Nations Development Assistance Framework/UNDAF) (lihat Catatan Panduan 4, Kotak 4).
Penyusunan dan penerapan indikator-indikator risiko bencana. Meningkatnya pengakuan akan pentingnya
pengarusutamaan pengurangan risiko bencana ke dalam pembangunan yang lebih luas telah mendorong
beberapa lembaga internasional untuk mengembangkan indikator risiko di tingkat nasional dan sub-nasional,
termasuk Bank Dunia/ProVention, UNDP, IDB dan EC (lihat Catatan Panduan 4, Kotak 2). Indikator-indikator
semacam ini disusun dengan tujuan untuk membantu para praktisi pembangunan guna menilai pentingnya
risiko bencana dalam keputusan-keputusan yang menyangkut penyusunan program dan perancangan proyek
di tingkat negara dan mengambil langkah-langkah yang perlu untuk meresponsnya. Sebagai contoh, dengan
didasarkan pada studi Bank Dunia/ProVention tentang ‘Wilayah-wilayah Rawan (Hotspots)’, situs web Bank Dunia
sekarang dilengkapi dengan sebuah instrumen interaktif berbasis peta yang mengidentifikasi wilayah-wilayah
geografis yang memiliki potensi risiko bencana yang relatif tinggi, untuk membantu para staf Bank Dunia dan
pihak-pihak berkepentingan lainnya dalam menetapkan wilayah mana yang harus mereka prioritaskan dalam
investasi pengurangan risiko bencana dan untuk bisa memberi masukan yang lebih baik pada upaya-upaya
pembangunan.22 Indikator-indikator pengurangan risiko bencana juga menjadi alat kuantifikasi risiko yang
dapat digunakan dalam memantau dan mengevaluasi kinerja program.
Pengembangan dan penyediaan bahan-bahan pelatihan. Berbagai lembaga yang bergerak dalam bidang
pembangunan, termasuk DFID, IDB dan Bank Dunia, saat ini tengah mengembangkan bahan-bahan pelatihan
untuk mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam pembangunan.
Dukungan untuk Pemerintah. Lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan juga aktif mendukung
pemerintah-pemerintah dalam mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam kebijakan, strategi
dan kerja mereka. Misalnya, pada bulan September tahun 2006 Bank Dunia dan UN-ISDR meluncurkan sebuah
program baru, Fasilitas Global untuk Pengurangan Bencana dan Pemulihan (Global Facility for Disaster Reduction
and Recovery /GFDRR), yang memberikan hibah bantuan teknis bagi negara-negara rentan untuk mendukung
upaya peningkatan kapasitas dalam mengurangi dampak bencana serta bagi kemitraan di tingkat global maupun
21 African Union (2004).
22 Lihat http://geohotspots.worldbank.org/hotspot/hotspots/disaster.jsp
Catatan Panduan 1
14. regional yang mendukung program-program di tingkat nasional. UNDP juga tengah menjalankan program
Prakarsa Pengarusutamaan Pengurangan Bencana Global yang bertujuan untuk memadukan pengurangan
risiko bencana ke dalam rencana dan proses-proses kerja UNDP dan para mitra pembangunannya, dengan fokus
khusus pada tingkat negara.
Proyek ProVention dalam pengembangan Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana (Tools
for Mainstreaming Disaster Risk Reduction) turut berperan dalam proses ini, yaitu dengan memperluas kerja yang
tengah dilaksanakan dalam pengembangan dan penerapan panduan-panduan operasional agar bisa menyusun
serangkaian catatan panduan yang dapat digunakan oleh lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang
pembangunan untuk memadukan analisis risiko bencana ke dalam alat-alat penyusunan program, penilaian proyek
dan evaluasi di tingkat negara. Catatan panduan ini merupakan bagian dari perangkat ProVention ini.
Proyek Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana ProVention
Rangkaian catatan panduan ProVention didasarkan pada sejumlah prinsip dasar yang berkaitan dengan hakikat
kerentanan terhadap bahaya alam dan pada temuan-temuan dari kajian-kajian terinci sebelumnya, yang
dilaksanakan sebagai bagian dari proyek ProVention untuk menyusun perangkat standar bagi lembaga-lembaga
pembangunan dalam merancang dan mengevaluasi proyek:23
Kerentanan terhadap bahaya alam adalah sesuatu yang kompleks dan memiliki berbagai aspek, yang
membutuhkan analisis serta solusi yang berperspektif lingkungan hidup, ekonomi, sosial, kelembagaan dan
teknis dan oleh karenanya dibutuhkan alat-alat yang sesuai untuk mencapai ini.
Perangkat alat dan panduan-panduan penyusunan, penilaian dan evaluasi program yang ada saat ini pada
umumnya hanya menilai risiko secara umum (risiko operasional, risiko finansial, risiko politik, dsb.), tetapi
biasanya hanya sedikit sekali mengulas isu-isu khusus yang berkaitan dengan bahaya.
Sebagai akibatnya, bahaya-bahaya alam dan kerentanan yang berkaitan dengan bahaya tersebut jarang menjadi
bahan pertimbangan dalam merancang dan menilai proyek-proyek pembangunan bahkan di daerah-daerah
yang berisiko tinggi, kecuali dalam proyek-proyek yang memang dirancang khusus untuk mengurangi risiko.
Banyak dari alat-alat penyusunan, penilaian dan evaluasi program yang ada dapat dengan mudah disempurnakan
untuk menilai risiko bahaya alam yang dihadapi proyek-proyek di tingkat negara, sektor dan proyek potensial
yang berdiri sendiri, menurunkan informasi terinci tentang sifat dan tingkat risiko serta membantu menjamin
agar diambil langkah-langkah pengurangan risiko yang perlu.
Secara kolektif perangkat-perangkat ini akan membantu para perencana proyek dan program dalam
mengeksplorasi isu-isu bencana dari sudut pandang dan bidang keahlian yang luas, sesuai dengan sifat
kerentanan yang multiaspek.
Pada dasarnya menilai risiko bencana ataupun merancang dan mengevaluasi langkah-langkah untuk mengurangi
risiko sama sekali tidak sulit jika tugas ini didekati dengan seksama, dengan memanfaatkan pengetahuan dan
sumber daya yang memadai.
Oleh karenanya, serangkaian 14 catatan panduan (termasuk catatan panduan ini) dikembangkan bagi lembaga-
lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyesuaikan alat dan panduan-panduan penyusunan
program, penilaian proyek dan evaluasi mereka untuk mendukung pengarusutamaan pengurangan risiko bencana
ke dalam pembangunan. Panduan-panduan ini sengaja disusun dalam bentuk catatan-catatan pendek dan praktis
yang akan melengkapi perangkat-perangkat panduan penyusunan, penilaian dan evaluasi program yang telah ada,
dan bukannya untuk menjadi panduan lengkap dan menyeluruh atas semua aspek yang dibahas dalam setiap
perangkat. Panduan-panduan ini secara khusus akan difokuskan pada di mana dan bagaimana memasukkan
pertimbangan-pertimbangan unsur bahaya ke dalam perangkat-perangkat yang akan dilengkapi, untuk menjamin
agar risiko bencana dan peluang-peluang untuk mengurangi kerentanan yang ada dipertimbangkan secara memadai
dan sistematis di negara-negara yang rawan bahaya.
Seperti telah diuraikan di muka, catatan-catatan panduan ini terutama diperuntukkan bagi lembaga-lembaga yang
bergerak dalam bidang pembangunan. Lingkup, tingkat rincian dan penekanan dari praktik-praktik penyusunan
program, penilaian proyek dan evaluasi tentunya berbeda antara satu lembaga dengan lainnya, tergantung bidang
spesialisasi, pendekatan pembangunan yang dianut dan besarnya bantuan yang mereka berikan. Catatan-catatan
panduan ProVention tidak dibuat secara khusus untuk lembaga pembangunan tertentu dan mungkin tidak akan
23 Benson and Twigg (2004).
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
15. dapat disesuaikan secara tepat dengan prosedur-prosedur khusus tertentu. Walaupun demikian, catatan-catatan
panduan ini dapat disesuaikan berdasarkan kebutuhan.
Rangkaian catatan panduan ini juga dapat digunakan oleh pihak-pihak yang ikut ambil bagian dalam upaya
mengarusutamakan penyesuaian terhadap perubahan iklim ke dalam pembangunan. Seperti dinyatakan oleh
Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD),
“Penyesuaian terhadap perubahan iklim perlu dipadukan ke dalam arus utama kebijakan ekonomi, proyek-proyek
pembangunan dan upaya-upaya bantuan internasional.”24 Catatan-catatan panduan ProVention mengidentifikasi
titik-titik masuk dalam perencanaan dan penyediaan bantuan pembangunan untuk mempertimbangkan dampak
bahaya-bahaya potensial pada pembangunan dan, sebaliknya pula, dampak kegiatan-kegiatan pembangunan
pada kerentanan terhadap bahaya-bahaya alam. Titik-titik masuk ini juga relevan dengan upaya menjamin agar
pembangunan bersifat ramah lingkungan, turut membantu mengurangi emisi rumah kaca, dan agar pembangunan
menjadi lebih tangguh dalam menghadapi dampak-dampak perubahan iklim.
2. Rangkaian catatan panduan ProVention
Bagian berikut ini menguraikan maksud dan lingkup dari setiap catatan panduan dalam rangkaian Perangkat untuk
Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana (yang dikemukakan oleh ProVention).
Gambar 1 menyajikan sebuah skema besar yang menunjukkan bagaimana catatan-catatan panduan saling
melengkapi dan secara kolektif mendukung pengarusutamaan pertimbangan-pertimbangan pengurangan risiko
bencana ke dalam proyek-proyek pembangunan di negara-negara yang rawan bahaya (lihat juga Catatan Panduan
5, Tabel 1).25 Gambar ini juga memperlihatkan pengaruh-pengaruh penting lain yang turut menentukan kualitas
praktik manajemen risiko bencana karena faktanya proyek-proyek pembangunan tidak dirancang dan dilaksanakan
dalam sebuah ruang hampa. Faktor-faktor ini mungkin perlu diperkuat untuk membantu meningkatkan manajemen
risiko bencana (lihat Bagian 3).
Catatan Panduan 1: Pengantar buku panduan. Catatan awal ini menjabarkan pemikiran-pemikiran dasar yang
menjadi landasan rangkaian panduan, memperkenalkan catatan-catatan panduan dan menguraikan faktor-faktor
yang turut menentukan keberhasilan pengarusutamaan pengurangan risiko bencana ke dalam kebijakan dan
praktik pembangunan.
Catatan Panduan 2: Mengumpulkan dan menggunakan informasi tentang bahaya alam. Catatan panduan kedua
difokuskan pada proses-proses dasar untuk mendapatkan dan menggunakan informasi tentang bahaya. Catatan ini
menjadi pilar utama rangkaian catatan panduan, yang membantu lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang
pembangunan untuk mengidentifikasi tingkat keterpaparan terhadap bahaya di suatu negara atau wilayah tertentu
dan untuk menentukan apakah pengarusutamaan risiko bencana diperlukan atau tidak. Catatan panduan kedua
mencakup unsur-unsur dasar informasi tentang bahaya alam, letaknya dalam siklus perencanaan/manajemen
proyek, alat untuk mengumpulkan informasi, para penyedia informasi dan isu-isu yang harus dipertimbangkan
dalam mengumpulkan dan menganalisis data. Karena bahaya alam yang ada sangat beragam dan metode
pengumpulan informasi dan data juga bermacam-macam, catatan ini semata-mata dimaksudkan hanya sebagai
sebuah pengantar ke dalam topik ini.
Catatan Panduan 3: Strategi Penanggulangan kemiskinan. Lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang
pembangunan kian menyesuaikan program-program mereka dengan kebijakan-kebijakan dan tujuan-tujuan
pemerintah negara yang mereka dukung. Sejalan dengan itu, upaya pengarusutamaan perlu dimulai dengan
kebijakan dan strategi-strategi pemerintah. Oleh karena itu, catatan panduan ini memuat pengintegrasian isu-
isu yang berkaitan dengan bahaya ke dalam penyusunan strategi penanggulangan kemiskinan (poverty reduction
strategies/PRSs)) – yang di banyak negara berpendapatan rendah menjadi alat perencanaan pembangunan yang
utama – dan program-program penanggulangan kemiskinan lainnya di negara-negara yang rawan bahaya. Catatan
panduan ini diperuntukkan bagi pemerintah dalam menyusun PRSs dan bagi lembaga-lembaga internasional yang
bergerak dalam bidang pembangunan untuk membantu pemerintah dalam proses ini.
24 OECD (2006) hal. 1. Lihat juga HM Treasury and Cabinet Office (2006).
25 Catatan Panduan 14 (Dukungan anggaran) tidak disertakan di dalam Gambar 1 karena diagram ini difokuskan pada pengarusutamaan pengurangan risiko bencana ke dalam proyek-proyek yang
berdiri sendiri.
Catatan Panduan 1
16. Catatan Panduan 4: Penyusunan program di tingkat negara. Semua lembaga internasional yang bergerak dalam
bidang pembangunan menerapkan sebuah kerangka program di tingkat negara atau wilayah yang digunakan
untuk menganalisis masalah, kebutuhan dan kepentingan-kepentingan, mengidentifikasi fokus sektoral dan bidang
kerja, serta menetapkan tingkat dan komposisi bantuan secara umum. Proses ini merupakan satu kesempatan
penting untuk mempertimbangkan risiko bencana secara strategis dan terkoordinasi, dengan mengeksplorasi
hakikat kerentanan yang kompleks, lintas bidang dan multiaspek serta mengidentifikasi solusi manajemen risiko
yang sesuai dan proaktif. Catatan panduan keempat dalam rangkaian ini mengulas topik ini dengan memberikan
panduan bagaimana menilai dan mempertimbangkan risiko bencana dalam penyusunan program tingkat negara
di negara-negara yang rawan bahaya. Panduan ini dimaksudkan sebagai petunjuk dasar yang umum bagi segala
jenis lembaga internasional yang bergerak dalam bidang pembangunan, untuk melengkapi panduan-panduan
penyusunan program tingkat negara yang sudah ada.
Catatan Panduan 5: Manajemen siklus proyek. Catatan panduan ini menempatkan fokus perhatian pada
tingkat proyek-proyek yang berdiri sendiri dan dimulai dengan membahas beberapa pertanyaan umum tentang
pemaduan isu-isu manajemen risiko bencana ke dalam siklus proyek secara keseluruhan, khususnya pada tahap-
tahap perencanaan. Catatan akan menjelaskan pendekatan siklus proyek, memberikan panduan keseluruhan
untuk pengarusutamaan dan melihat beberapa perangkat terkait yang ada. Perangkat-perangkat semacam ini
melengkapi upaya untuk menyesuaikan perangkat penilaian tertentu yang umumnya digunakan dalam siklus
proyek untuk memasukkan pertimbangan-pertimbangan yang berkaitan dengan bahaya. Catatan panduan ini
terutama diperuntukkan bagi mereka yang bekerja di lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan
terutama dalam hal perancangan dan manajemen proyek, tetapi juga relevan bagi staf kantor-kantor pemerintah
dan lembaga-lembaga swasta.
Catatan Panduan 6: Kerangka logis dan kerangka berbasis hasil. Kerangka logis dan perangkat-perangkat
manajemen berbasis hasil digunakan secara luas untuk keperluan perancangan dan manajemen proyek secara
keseluruhan. Catatan ini memberikan panduan untuk mempertimbangkan secara sistematis isu-isu yang berkaitan
dengan bahaya dalam menerapkan perangkat-perangkat ini pada proyek-proyek di daerah-daerah rawan bahaya.
Catatan ini disusun bagi tim-tim yang bertugas untuk mempersiapkan proyek dan para pelaksana proyek dari
lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan.
Catatan Panduan 7: Pengkajian lingkungan.26 Catatan panduan ini berfokus pada pengkajian lingkungan, salah
satu titik penting dalam perancangan proyek untuk menjajaki bahaya-bahaya alam dan risiko-risiko yang berkaitan.
Bahaya alam sendiri adalah gejala lingkungan yang potensial merusak dan menganggu proyek, sementara itu,
kondisi lingkungan merupakan suatu faktor kunci yang menentukan kerentanan terhadap bahaya alam. Oleh karena
itu, catatan menyediakan panduan dalam menganalisis konsekuensi kerentanan yang dapat ditimbulkan proyek
melalui dampaknya pada lingkungan dan ancaman potensial terhadap proyek yang ditimbulkan bahaya alam.
Temuan-temuan dari analisis ini akan dimasukkan ke dalam bentuk-bentuk penilaian dan rancangan perekayasaan
yang relevan. Catatan panduan ini pertama-tama diperuntukkan bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam
bidang pembangunan, tetapi juga relevan bagi staf-staf pemerintah dan lembaga-lembaga swasta yang terlibat
dalam perancangan proyek.
Catatan Panduan 8: Analisis ekonomi. Lembaga-lembaga peminjaman multilateral rutin mengadakan beberapa
bentuk analisis ekonomi sebagai bagian dari proses penilaian proyek mereka. Catatan panduan ini menguraikan
bagaimana menganalisis risiko bencana dan pilihan-pilihan yang ada untuk mengurangi kerentanan di negara-
negara yang rawan bahaya dengan menggunakan perspektif ini, dan untuk menjamin agar risiko bencana dan
pilihan-pilihan ini dipertimbangkan dengan memadai dan sistematis sesuai kebutuhan. Catatan panduan ini
diperuntukkan bagi para ahli ekonomi di lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan, untuk
melengkapi panduan-panduan analisis ekonomi yang mereka miliki. Catatan ini juga semakin luas digunakan untuk
membantu mendukung pengembangan sekumpulan bukti yang meyakinkan tentang manfaat ekonomis nyata dari
pengurangan risiko bencana. Miskinnya bukti-bukti semacam itu sekarang ini telah menjadi penghambat besar
dalam menggalang ketertarikan dan komitmen terhadap pengurangan risiko bencana karena tidak banyak yang
menyadari keuntungan ekonomis dari investasi semacam ini.
Catatan Panduan 9: Analisis kerentanan dan kapasitas. Catatan panduan ini merupakan yang pertama dari tiga
perangkat yang merupakan bagian berbagai macam perangkat untuk menilai proyek dari sudut pandang sosial yang
26 Catatan panduan ini disusun bersama oleh Konsorsium ProVention dan Bank Pembangunan Karibia (CDB). Bagian 2 disusun berdasarkan Sekretariat CDB dan CARICOM (2004).
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
17. Gambar 1 Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam proyek-proyek
pembangunan di negara-negara yang rawan bahaya
Pembangunan
Perencanaan
Nasional
Strategi penanggulangan kemiskinan (CP 3) dan perangkat-perangkat perencanaan pembangunan lainnya
Analisis risiko bencana dipadukan ke
dalam kerja-kerja negara dan sektor Informasi tentang Bahaya (CP 2)
Penyusunan program
di tingkat negara
Analisis pemangku kepentingan
Kebijakan, strategi dan
yang mencakup isu-isu PRB
program-program PRB pemerintah
Strategi di tingkat
Kebijakan-kebijakan PRB lembaga- negara (CP 4)
lembaga yang bergerak dalam Strategi dan program-program PRB
bidang pembangunan lembaga-lembaga pembangunan lain
Pelajaran-pelajaran yang dapat
dipetik dari PRB sebelumnya
Informasi tentang Bahaya (CP 2) Analisis ekonomi yang mengandung
pertimbangan-pertimbangan
Pemaduan pertimbangan-pertimbangan PRB (CP 8)
PRB ke dalam siklus proyek secara
keseluruhan (CP 5) Analisis sosial yang mengandung
pertimbangan-pertimbangan PRB
Penilaian Proyek
kerangka logis/analisis manajemen (CP 9, 10 dan 11)
berbasis hasil yang mengandung
pertimbangan-pertimbangan PRB (CP 6) Perancangan konstruksi dan pemilihan
Identifikasi, perancangan lokasi yang mengandung pertimbangan-
Analisis lingkungan yang dan penilaian proyek pertimbangan PRB (CP 12)
mengandung pertimbangan-
pertimbangan PRB (CP 7) Program-program PRB lembaga-lembaga
pembangunan lain dan pemerintah
Perangkat hukum terkait PRB dan kapa-
sitas implementasi negara penerima Pelajaran-pelajaran yang dapat
(misalnya standar bangunan, dipetik dari PRB sebelumnya
zonasi penggunaan lahan)
Anggaran Proyek
Pemantauan risiko bencana
Penegakan aturan standar bangunan dan
Pelaksanaan
pemantauan standar-standar konstruksi
Pengkajian dan penyesuaian Pelaksanaan
kegiatan-kegiatan dan tujuan-tujuan
proyek jika terjadi bencana Melanjutkan konsultasi-konsultasi antar
para pemangku kepentingan dalam PRB
Analisis dampak kejadian bencana Analisis pemangku kepentingan
pada kinerja proyek maupun lingkungan atas aspek PRB dari proyek
tempat proyek dilaksanakan
Evaluasi
Evaluasi (CP 13) Analisis manfaat dan pencapaian-
pencapaian dari komponen PRB
Analisis keberlanjutan jangka panjang
proyek dihadapkan pada risiko bencana Dampak dari proyek pada keren-
tanan terhadap bahaya-bahaya alam
Catatan Panduan 1
18. biasa digunakan oleh lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan. Perangkat pertama ini memuat
penilaian dan analisis kerentantan dan kapasitas (vulnerability and capacity analysis/VCA), yang memperkenalkan
pendekatan-pendekatan dasar, menjelaskan bagaimana VCA dapat diintegrasikan ke dalam proses perencanaan
proyek dan, sebaliknya pula, memperlihatkan bagaimana bahaya dan bencana alam dapat diperhitungkan dalam
VCA. Isu kerentanan dan kapasitas warga dalam konteks bahaya alam merupakan suatu hal yang sangat penting
dalam memahami dampak potensial kerentanan dan kapasitas serta dalam membuat pilihan-pilihan intervensi
pembangunan. Catatan panduan ini menekankan penggunaan VCA dalam proyek-proyek pembangunan, tetapi
pendekatan ini dapat juga digunakan dalam pengurangan risiko bencana dan pemulihan pascabencana. Catatan
ini diperuntukkan bagi staf dari berbagai disiplin.
Catatan Panduan 10: Pendekatan penghidupan yang berkelanjutan. Pemikiran dan metode-metode penghidupan
yang berkelanjutan (Sustainable Livelihoods/SL) menawarkan perangkat analisis sosial kedua untuk mendukung
pemaduan bahaya alam dan risiko bencana yang berkaitan ke dalam perencanaan proyek pembangunan. Dengan
memberi penekanan pada kerentanan dan guncangan dari luar sebagai hal penting yang turut mempengaruhi
penghidupan, pendekatan SL memberi peluang yang baik untuk memasukkan kesadaran akan bahaya dan
bencana ke dalam perencanaan proyek. Catatan panduan ini akan secara ringkas memperkenalkan pemikiran SL
dan menjelaskan penerapannya pada proyek-proyek dan program, dengan penekanan khusus pada keterkaitannya
dengan bahaya dan bencana. Catatan akan meninjau metode-metode yang digunakan dalam pendekatan SL
untuk menilai bahaya, kerentanan dan risiko, dan membahas faktor-faktor lain dalam menerapkan SL ke dalam
manajemen siklus proyek.
Catatan Panduan 11: Pengkajian dampak sosial. Catatan panduan ketiga yang berkaitan dengan perangkat
penilaian sosial mengulas pengkajian dampak sosial (social impact assessment/SIA). SIA membantu mengidentifikasi
akibat-akibat sosial langsung maupun tak langsung dari risiko bencana dan memfasilitasi pengembangan mekanisme
mitigasi yang sesuai dan efektif yang memanfaatkan sumber-sumber daya komunitas dan menghargai reaksi mereka
terhadap kejadian-kejadian yang menimpa, dengan memberi pemahaman akan komunitas dan proses-proses sosial
mereka. Catatan panduan ini menguraikan pendekatan-pendekatan dan metode-metode utama yang digunakan
dalam SIA dan mengidentifikasi titik-titik masuk untuk memperkenalkan bahaya-bahaya alam dan risiko-risiko yang
berkaitan. Catatan ini diperuntukkan bagi para perencana dan manajer proyek di lembaga-lembaga pembangunan
multilateral dan bilateral, departemen pemerintah di tingkat nasional maupun daerah, LSM dan lembaga-lembaga
swasta. Para pengguna termasuk juga mereka yang mengelola atau melaksanakan SIA, yang akan terbantu dalam
memasukkan risiko bencana ke dalam penilaian sosial mereka. Catatan panduan ini juga dapat dimanfaatkan
oleh mereka yang melakukan pengkajian-pengkajian risiko bencana untuk memahami bagaimana teknik SIA dapat
membantu pengkajian dan mitigasi risiko bencana.
Catatan Panduan 12: Perancangan konstruksi, standar bangunan dan pemilihan lokasi. Hilangnya nyawa dan
kerugian ekonomi langsung yang ditimbulkan bencana alam sebagian besar diakibatkan secara langsung oleh
hancurnya bangunan; dan ini mencerminkan perancangan bangunan yang buruk dan seringkali juga penggunaan
lahan yang tidak semestinya. Catatan panduan ini berfokus pada perancangan konstruksi, standar bangunan dan
pemilihan lokasi, dan peran hal-hal ini dalam mengurangi risiko. Catatan memberi panduan umum untuk para
perancang bangunan profesional dan lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan dalam hal
konstruksi infrastruktur baru, penguatan infrastruktur yang sudah ada dan rekonstruksi pascabencana di negara-
negara rawan bahaya.
Catatan Panduan 13: Mengevaluasi program pengurangan risiko bencana. Berbeda dengan catatan-catatan
panduan sebelumnya yang lebih bersifat sebagai perangkat penilaian proyek, catatan panduan ini merupakan
perangkat untuk mengevaluasi kegiatan-kegiatan pengurangan risiko bencana. Tugas evaluasi merupakan sesuatu
yang menantang karena keberhasilan upaya pengurangan risiko bencana pada akhirnya diukur berdasarkan sesuatu
– terjadinya sebuah bencana atau tingkat kerugian yang ditimbulkan oleh sebuah bencana – yang sebenarnya
tidak terjadi. Catatan panduan ini menguraikan langkah-langkah utama dalam merencanakan evaluasi semacam
itu, mengumpulkan dan menganalisis data serta menggunakan hasilnya, dan membahas isu-isu pokok berkaitan
dengan kegiatan-kegiatan ini. Catatan panduan ini diperuntukkan bagi para manajer program dan pengambil
keputusan di lembaga-lembaga yang terlibat dalam segala bentuk kegiatan pengurangan risiko bencana, baik yang
berdiri sendiri maupun dalam konteks program-program pembangunan atau pemulihan pascabencana. (Lihat juga
Kotak 3)
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
19. Kotak 3 Buku Sumber ProVention untuk Pemantauan dan Evaluasi Pengurangan
Risiko
Proyek penyusunan Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana juga telah
mengembangkan sebuah buku sumber berjudul Disaster Risk Reduction Monitoring and Evaluation Sourcebok
berbasis web. Buku Sumber ini melengkapi dan merinci lebih lanjut Catatan Panduan 13 tentang pemantauan
dan evaluasi, dengan memberi banyak contoh praktis pemantauan dan evaluasi serta rujukan ke bahan-bahan
acuan on-line yang berguna dan sebuah daftar pustaka publikasi-publikasi cetak yang berkaitan dengan topik
ini. Buku Sumber menguraikan latar belakang dari tujuan dan pendekatan-pendekatan umum pemantauan
dan evaluasi. Buku ini secara khusus juga memaparkan bagaimana pemantauan dan evaluasi program
pengurangan risiko bencana berbeda dari pemantauan dan evaluasi ‘normal’, termasuk sering diabaikannya
pemantauan dan evaluasi dalam banyak proyek pengurangan risiko bencana dan logika terbalik dalam
mengukur dampak dan manfaat pengurangan risiko bencana.
Topik-topik khusus yang diulas dalam buku sumber meliputi:
Definisi dan peristilahan
Tipologi program dan proyek-proyek pengurangan risiko bencana
Ketersediaan sumber daya dan lingkup pemantauan dan evaluasi
Pendekatan-pendekatan dan metode-metode spesifik dalam pengurangan risiko bencana, termasuk
pendekatan alternatif untuk mengukur pengurangan risiko bencana
Pemilihan pendekatan dan indikator-indikator pengukuran
Metode-metode pengumpulan data kualitatif dan kuantitatif
Pemrosesan dan analisis data
Penulisan laporan dan presentasi hasil
Ringkasan studi-studi kasus pemantauan dan evaluasi pengurangan risiko bencana
Buku Sumber dapat diakses di http://www.proventionconsortium.org/ME_sourcebook
Catatan Panduan 14: Dukungan Anggaran. Catatan panduan terakhir membahas topik dukungan anggaran. Saat
ini tengah berlangsung pergeseran dari dukungan anggaran berbasis proyek ke arah dukungan anggaran yang
umum dan berbasis sektor. Pergeseran ini menawarkan peluang besar untuk mendukung pemerintah-pemerintah
dalam memperkuat ketangguhan negara mereka terhadap bahaya alam. Catatan ini memberi panduan tentang
bagaimana menjamin agar risiko bencana dikaji dengan memadai dan sistematis dalam pengembangan program-
program dukungan anggaran di negara-negara rawan bahaya dan agar pemerintah-pemerintah didorong dan
didukung dalam mengelola risiko bencana dengan sebaik mungkin dan dalam mengurangi kerentanan. Catatan
ini ditujukan bagi para staf lembaga-lembaga pembangunan yang terlibat dalam perancangan, pelaksanaan dan
evaluasi dukungan anggaran.
3. Faktor-faktor yang menentukan keberhasilan
Pengembangan panduan-panduan praktis untuk memadukan pertimbangan-pertimbangan risiko bencana ke dalam
program-program di tingkat negara, perancangan dan evaluasi proyek dari lembaga-lembaga yang bergerak dalam
bidang pembangunan hanyalah merupakan salah satu langkah dari rangkaian langkah yang dibutuhkan untuk
menjamin pengarusutamaan di negara-negara yang rawan bahaya. Seperti telah disebutkan di muka, beberapa
kegiatan tertentu lainnya juga tengah dipersiapkan. Kegiatan-kegiatan ini dan beberapa langkah penting lebih
lanjut akan diuraikan berikut ini dan ringkasannya disajikan pada Gambar 2. Pada Gambar 2 kegiatan-kegiatan
tersebut disajikan sebagai langkah-langkah berurutan, walau pada praktiknya antara satu tahap dengan tahap
lainnya seringkali saling tumpang tindih.
Langkah 1. Peningkatan kesadaran
Penghargaan dan pemahaman akan keterkaitan antara pengurangan risiko bencana dan pembangunan
berkelanjutan. Peningkatan kesadaran akan pentingnya mengkaji dan bila perlu memusatkan perhatian pada
risiko bencana adalah sesuatu yang penting, baik bagi pemerintah maupun lembaga-lembaga yang bergerak
Catatan Panduan 1
20. dalam bidang pembangunan, dalam memperjuangkan pembangunan berkelanjutan dan penanggulangan
kemiskinan.
Akuntabilitas. Di atas segalanya, yang terpenting adalah bahwa lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang
pembangunan dan pemerintah-pemerintah perlu lebih bertanggung gugat atas hilangnya jiwa manusia serta
kerugian-kerugian fisik dan ekonomi yang ditimbulkan oleh bencana. Kerugian-kerugian semacam ini lebih
menjadi tanggung jawab negara dan pemerintah daripada lembaga-lembaga pembangunan. Walaupun begitu,
lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan bertanggung gugat untuk menjaga agar sumber-
sumber daya mereka dimanfaatkan dengan efektif dan bertanggung jawab. Sementara itu, pemerintah perlu
lebih bertanggung jawab atas kerentanan negara dan warga mereka dan perlu aktif mengupayakan pengurangan
risiko.
Gambar 2 Langkah-langkah menuju pengarusutamaan yang berhasil
1 Peningkatan kesadaran
2 Lingkungan yang mendukung
Pelajaran-pelajaran yang dapat dipetik
3 Pengembangan alat-alat
4 Pelatihan dan dukungan teknis
5 Perubahan dalam praktik operasional
6 Pengukuran kemajuan
7 Pembelajaran dan berbagi pengalaman
Langkah 2. Lingkungan yang mendukung
Kebijakan-kebijakan, strategi dan kapasitas kelembagaan yang memadai dari lembaga yang bergerak dalam bidang
pembangunan. Kebijakan-kebijakan dan strategi besar dari lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang
pembangunan perlu sungguh-sungguh memperhatikan pengurangan risiko bencana, memperlakukannya sebagai
sebuah isu pembangunan dan bukan semata memandang hal tersebut sebagai tanggung jawab departemen
urusan kemanusiaan saja. Kebijakan-kebijakan dan strategi-strategi yang telah diperbaiki perlu dicerminkan
lebih lanjut dalam pengaturan kelembagaan yang sesuai.
Pemrioritasan pengurangan risiko bencana oleh pemerintah. Sejalan dengan kian disesuaikannya maksud dan
tujuan-tujuan lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan dengan strategi-strategi pembangunan
nasional dan penanggulangan kemiskinan, pemerintah sendiri harus memprioritaskan pengurangan risiko
sebagai suatu tantangan pembangunan utama di negara-negara yang rawan bahaya dan mengembangkan
kebijakan-kebijakan, kemampuan serta pengaturan hukum dan kelembagaan yang relevan. Lembaga-lembaga
yang bergerak dalam bidang pembangunan perlu menjajaki insentif-insentif untuk mendorong pemerintah-
pemerintah ke arah ini.
Langkah 3. Pengembangan perangkat-perangkat
Perangkat penyusunan, penilaian dan evaluasi program dibutuhkan untuk mengkaji proyek-proyek di tingkat
negara, sektor dan proyek individual yang menghadapi risiko bahaya alam, untuk menyajikan informasi terinci
tentang sifat dan tingkat risiko serta untuk menjamin agar diambil langkah-langkah pengurangan risiko yang
sesuai.
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
21. Langkah 4. Pelatihan dan dukungan teknis
Lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan perlu menyediakan pelatihan dan dukungan
teknis internal untuk membantu pemaduan pertimbangan-pertimbangan risiko ke dalam pembangunan.
Langkah 5. Perubahan dalam praktik operasional
Penilaian awal. Isu-isu yang berkaitan dengan bahaya perlu dipertimbangkan mulai dari tahap-tahap sangat awal
dari penyusunan program dan perancangan proyek di tingkat negara sehingga dapat diperhitungkan dengan
menyeluruh dan sistematis serta dapat diatasi sesuai kebutuhan. Strategi-strategi di tingkat negara dan analisis-
analisis lingkungan yang terkait (lihat Catatan Panduan 4) harus menunjukkan negara-negara mana saja yang
membutuhkan pengarusutamaan.
Informasi pendukung yang memadai. Untuk dapat memperoleh gambaran risiko bencana yang lengkap dan
akurat serta solusinya yang sesuai, dibutuhkan informasi yang cukup. Negara-negara sasaran program perlu
didukung dalam memperkuat basis informasi mereka – misalnya saja, dalam meningkatkan pengumpulan dan
analisis data yang berkaitan dengan bahaya (lihat Catatan Panduan 2).
Minimalisasi biaya. Analisis risiko bencana harus diintegrasikan ke dalam penyusunan program dan perancangan
proyek di tingkat negara dengan biaya seekonomis mungkin. Dalam hal ini, pemusatan informasi yang relevan
dan analisis terkait di dalam komunitas-komunitas yang bergerak dalam bidang pembangunan dan di dalam
pemerintah sendiri dapat membantu.
Perlakuan atas risiko-risiko yang kemungkinan terjadinya rendah, tetapi dapat berdampak tinggi. Bahaya-bahaya
yang berkaitan dengan iklim kemungkinan besar akan diidentifikasi sebagai risiko yang potensial karena bahaya-
bahaya semacam ini dapat terjadi berulang-ulang dalam kurun waktu yang singkat. Bahaya-bahaya seperti ini
memiliki peluang terjadi yang lebih tinggi selama pelaksanaan proyek atau strategi di tingkat negara. Sebaliknya,
risiko-risiko yang berasal dari bahaya gempa bumi dan kegiatan gunung berapi, yang kurun waktu berulangnya
lebih panjang, mungkin menjadi kurang begitu dipertimbangkan. Namun demikian, bahkan bila perhitungan
ekonomi diabaikan, sangat penting untuk menjaga agar risiko-risiko gempa bumi dan gunung berapi tetap
diperhitungkan dengan memadai dari segi keamanan, mengingat semua manusia memiliki hak asasi atas
keamanan dan perlindungan.
Konsultasi yang transparan, melibatkan semua pihak terkait dan bertanggung gugat. Proses konsultasi harus
memberdayakan kaum miskin dan kelompok-kelompok marjinal, yang seringkali merupakan juga kelompok
yang paling rentan terhadap bahaya alam, dan harus menjamin agar kepentingan mereka dipertimbangkan
dengan memadai dan hak-hak mereka dilindungi.
Melindungi dan memelihara investasi pembangunan dengan memadai. Agar tingkat ketahanan terhadap bahaya
dari investasi-investasi pembangunan tetap dapat dipertahankan sesuai rancangan awal, perlu ada mekanisme
untuk menjamin agar investasi pembangunan dilindungi dengan memadai dan selalu berada dalam kondisi
yang baik.
Langkah 6. Pengukuran kemajuan
Sasaran-sasaran pengurangan bencana yang telah disepakati secara internasional atau pertimbangan-
pertimbangan pengurangan risiko bencana harus secara eksplisit dimasukkan ke dalam Tujuan-tujuan
Pembangunan Milenium (MDGs), untuk memberikan arah dasar yang sama bagi lembaga-lembaga yang
bergerak dalam bidang pembangunan dan pemerintah-pemerintah untuk mengukur kemajuan upaya-upaya
pengarusutamaan pengurangan risiko bencana.
Langkah 7. Pembelajaran dan berbagi pengalaman
Mereka yang bergerak dalam bidang pembangunan beserta para pemangku kepentingan lainnya harus
mengusahakan adanya upaya terpadu untuk memantau, saling berbagi dan belajar dari pengalaman mereka
dalam mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam pembangunan.
Kotak 5 Peristilahan dalam bidang bahaya dan kebencanaan
Mereka yang telah lama bergerak dalam bidang kebencanaan umumnya mengakui bahwa penggunaan istilah
dalam bidang bahaya dan kebencanaan seringkali tidak konsisten, sesuatu yang mencerminkan bahwa bidang
ini melibatkan para praktisi dan peneliti yang berasal dari berbagai disiplin ilmu. Rangkaian Catatan Panduan
ini menggunakan istilah-istilah kunci di bawah ini:
Catatan Panduan 1
22. Bahaya alam adalah suatu kejadian geofisik, atmosferik (berkaitan dengan atmosfer) atau hidrologis (misalnya,
gempa bumi, tanah longsor, tsunami, angin ribut, ombak atau gelombang pasang, banjir atau kekeringan)
yang berpotensi menimbulkan kerusakan atau kerugian.
Kerentanan adalah potensi untuk tertimpa kerusakan atau kerugian, yang berkaitan dengan kapasitas untuk
mengantisipasi suatu bahaya, mengatasi bahaya, mencegah bahaya dan memulihkan diri dari dampak
bahaya. Baik kerentanan maupun lawannya, ketangguhan, ditentukan oleh faktor-faktor fisik, lingkungan
sosial, politik, budaya dan kelembagaan.
Bencana adalah berlangsungnya suatu kejadian bahaya yang luar biasa yang menimbulkan dampak pada
komunitas-komunitas rentan dan mengakibatkan kerusakan, gangguan dan korban yang besar, serta membuat
kehidupan komunitas yang terkena dampak tidak dapat berjalan dengan normal tanpa bantuan dari pihak
luar.
Risiko bencana adalah gabungan dari karakteristik dan frekuensi bahaya yang dialami di suatu tempat tertentu,
sifat dari unsur-unsur yang menghadapi risiko, dan tingkat kerentanan atau ketangguhan yang dimiliki unsur-
unsur tersebut.27
Mitigasi adalah segala bentuk langkah struktural (fisik) atau nonstruktural (misalnya, perencanaan penggunaan
lahan, pendidikan publik) yang dilaksanakan untuk meminimalkan dampak merugikan dari kejadian-kejadian
bahaya alam yang potensial timbul.
Kesiapsiagaan adalah kegiatan-kegiatan dan langkah-langkah yang dilakukan sebelum terjadinya bahaya-
bahaya alam untuk meramalkan dan mengingatkan orang akan kemungkinan adanya kejadian bahaya
tersebut, mengevakuasi orang dan harta benda jika mereka terancam dan untuk memastikan respons yang
efektif (misalnya dengan menumpuk bahan pangan).
Bantuan kemanusiaan, rehabilitasi dan rekonstruksi adalah segala bentuk kegiatan yang dilaksanakan setelah
terjadinya bencana untuk, secara berurut, menyelamatkan nyawa manusia dan memenuhi kebutuhan
kemanusiaan yang mendesak, memulihkan kegiatan normal dan memulihkan infrastruktur fisik serta
pelayanan masyarakat.
Perubahan iklim adalah suatu perubahan statistik yang signifikan pada pengukuran keadaan rata-rata atau
ketidakkonsistenan iklim di suatu tempat atau daerah selama periode waktu yang panjang, yang diakibatkan
baik secara langsung maupun tidak langsung oleh dampak kegiatan manusia pada komposisi atmosfer global
atau oleh ketidakkonsistenan alam.
Bacaan lebih lanjut
ADB. Disaster and Emergency Assistance Policy. R-paper. Manila: Asian Development Bank, 2004. Dapat diakses di: http://www.
adb.org/Documents/Policies/Disaster_ Emergency/default.asp#contents
African Union. Programme of Action for the Implementation of the Africa Regional Strategy for Disaster Risk Reduction. Addis
Ababa: African Union, 2004. Dapat diakses di http://www.africa-union.org/Agriculture/Disaster_Risk_Reduction/Programme_of_
Action.doc
Benson, C. and Twigg, J. Measuring Mitigation: Methodologies for assessing natural hazard risks and the net benefits of mitigation.
Geneva: ProVention Consortium, 2004. Dapat diakses di: http://www.proventionconsortium.org/mainstreaming_tools.
CDB and CARICOM Secretariat. Sourcebook on the Integration of Natural Hazards into Environmental Impact Assessment (EIA):
NHIA-EIA Sourcebook. Bridgetown, Barbados: Caribbean Development Bank and Caribbean Community Secretariat, 2004. Dapat
diakses di http://www.caribank.org/Projects.nsf/NHIA/$File/NHIA-EIA_Newsletter.pdf?OpenElement
DFID. Reducing the Risk of Disasters – Helping to Achieve Sustainable Poverty Reduction in a Vulnerable World: A Policy Paper.
London: Department for International Development (UK), 2006. Dapat diakses di: http://www.dfid.gov.uk/pubs/files/disaster-
riskreduction-policy.pdf
27 Rangkaian catatan panduan ini menggunakan istilah ‘risiko bencana’ sebagai pengganti istilah ‘risiko bahaya’ yang sebenarnya lebih tepat karena istilah ‘risiko bencana’ adalah istilah yang lebih
umum digunakan oleh pihak-pihak yang berkecimpung dalam bidang pengurangan risiko.
0 KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana
25. P E R AN G K AT U NTU K M E N GAR U S UTAMAK AN P E N G U R AN GAN R I S I KO B E N CANA
Mengumpulkan dan Menggunakan
Informasi tentang Bahaya-Bahaya Alam
Catatan Panduan 2
Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana adalah rangkaian 14 catatan panduan yang
disusun bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyempurnakan alat-alat
penyusunan program, penilaian dan evaluasi proyek mereka dalam rangka mengarusutamakan pengurangan risiko
bencana ke dalam program-program pembangunan di negara-negara yang rawan bahaya. Perangkat ini juga berguna
bagi para pemangku kepentingan yang bekerja dalam program-program penyesuaian terhadap perubahan iklim.
Pengumpulan dan pemanfaatan informasi tentang bahaya merupakan bagian dari banyak alat perencanaan proyek
dan program. Catatan panduan ini menguraikan proses-proses dasar untuk memperoleh dan menggunakan informasi
semacam itu. Catatan ini mencakup unsur-unsur penting dari informasi tentang bahaya-bahaya alam, letaknya dalam
perencanaan/siklus manajemen proyek, alat-alat untuk mengumpulkan informasi, pihak-pihak yang menyediakan
informasi dan isu-isu yang perlu dipertimbangkan dalam mengumpulkan dan menganalisis data. Catatan ini hanya
akan menjadi semacam pengantar karena beragamnya bencana alam dan jenis-jenis metode pengumpulan data dan
informasi yang berkaitan dengan masing-masing bencana alam ini, (lihat Bacaan lebih lanjut).
1 Pengantar
.
Berbagai bahaya alam mengancam kehidupan dan pembangunan (lihat Tabel 1). Dengan memahami dan
mengantisipasi kejadian-kejadian bahaya di masa mendatang, masyarakat, pemerintah dan lembaga-lembaga
yang bergerak dalam bidang pembangunan dapat mengurangi risiko bencana. Kegagalan dalam memahami dan
mengantisipasi bahaya dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi program-program dan proyek-
proyek pembangunan (lihat Kotak 1). Namun, para perencana pembangunan seringkali tidak mempertimbangkan
bahaya alam dengan memadai, dan manajemen risiko bencana seringkali dilaksanakan secara terpisah dari kegiatan
pembangunan. Bahkan jika pun aspek bahaya menjadi sesuatu yang diperhitungkan, pengkajian tentang bahaya
yang sungguh-sungguh sering dianggap terlalu memakan biaya dan menghabiskan waktu.
Para perencana dan pengelola program dan proyek harus memahami sifat, lokasi, frekuensi dan besarnya bahaya
serta dampak potensial bahaya pada harta benda dan jiwa manusia. Mereka harus memahami bahaya mana
saja yang dapat menimbulkan risiko di wilayah kerja mereka dan sifat utama dari bahaya-bahaya tersebut. Para
perencana dan penngelola program tidak perlu menjadi ahli dalam bidang bahaya, walau mungkin suatu ketika
akan perlu bekerja sama dengan para ahli dalam bidang ini dan, oleh karenanya, harus mengetahui bagaimana
mengidentifikasi dan berhubungan dengan para ahli dalam bidang ini.
Tabel 1 Jenis-jenis bahaya alam
Jenis Uraian Contoh
Hidro-meteorologis Proses-proses alam atau gejala-gejala Banjir, aliran debu dan lumpur
yang berkaitan dengan atmosfer, air, Topan tropis, badai, angin, hujan dan
laut atau cuaca bentuk-bentuk badai yang besar, badai
salju, petir
Kekeringan, meluasnya gurun, kebakaran
hutan, suhu udara yang ekstrem, badai
pasir atau debu
Guguran salju
Catatan Panduan 2
26. Geologis Proses-proses atau gejala-gejala Gempa bumi, tsunami
bumi yang alamiah Kegiatan dan letusan gunungapi
Pergerakan tanah, tanah longsor, batuan
longsor, liquefaksi, pergeseran bawah
laut
Runtuhnya permukaan tanah, kegiatan
patahan geologis
Biologis Proses-proses yang dipicu oleh Merebaknya wabah penyakit, penularan
organisme atau yang dibawa oleh atau hama meluas yang disebabkan oleh
vektor-vektor biologis, termasuk tumbuhan atau hewan
keterpaparan pada kuman yang
membawa penyakit, racun dan
bahan-bahan bioaktif
Sumber: Dimodifikasi dari UN-ISDR (2004), hal. 39.
Kotak 1 Beberapa dampak penggunaan dan pengabaian informasi tentang bahaya
dalam perencanaan pembangunan
Sebuah penelitian pada tahun 2003 mengamati faktor-faktor yang mempengaruhi erosi pantai sepanjang 60
kilometer garis pantai La Union di Filipina. Data yang ekstensif dikumpulkan tentang pengaruh gelombang
dan angin (termasuk topan), kemiringan lereng, gempa bumi dan penurunan permukaan tanah terkait, lapisan
bawah pantai, ada dan tidak adanya penyangga alam seperti hutan bakau dan terumbu karang, pergeseran
posisi muara sungai, penambangan dan penggunaan lahan untuk keperluan lain, serta struktur perlindungan
pantai. Sebagai tindak lanjut dari temuan-temuan penelitian ini, pemerintah memutuskan untuk merelokasi
permukiman dan sekolah-sekolah, merancang ulang struktur pantai dan merehabilitasi hutan bakau.
Pada tahun 1987 sebuah laporan yang disusun untuk pemerintah Montserrat di pulau Karibia mengingatkan
akan risiko-risiko yang ditimbulkan gunungapi Soufrière Hills terhadap ibukota, Plymouth, dan banyak
fasilitas lain yang terletak di bagian selatan pulau. Laporan tersebut diabaikan dan pembangunan dilanjutkan,
walaupun luasnya kehancuran bangunan-bangunan akibat Badai Hugo pada tahun 1989 memberikan
kesempatan untuk mengadakan perubahan. Serangkaian letusan yang dimulai pada tahun 1995 menimpa
wilayah-wilayah di bagian selatan pulau. Sebagian besar wilayah ibukota hancur dan banyak fasilitas lain,
termasuk bandar udara, tidak dapat digunakan lagi. Tiga perempat dari penduduk yang tersisa, dan sebagian
besar fasilitas penting, harus direlokasi secara permanen. Lebih dari 60 persen wilayah daratan dari pulau
tersebut sekarang secara resmi ditetapkan sebagai daerah yang tidak aman untuk tempat tinggal atau kegiatan
manusia.
Sumber: Berdin, R. et al. ‘Coastal erosion vulnerability mapping along the Southern coast of La Union, Philippines’. Dalam Konsorsium
ProVention, Applied Research Grants for Disaster Risk Reduction: Global Symposium for Hazard Risk Reduction, July 26-28 2004. Geneva:
ProVention Consortium, 2004, hal 51–68. Dapat diakses di: http://www.proventionconsortium.org/themes/default/ pdfs/AG/berdin.pdf;
Siringan, F.P. et al. ‘A challenge for coastal management: large and rapid shoreline movements in the Philippines’. Dalam UN-ISDR, Know
Risk. Jenewa: United Nations International Strategy for Disaster Reduction, 2005, hal. 218–219; Clay, E. et al. An Evaluation of HMG’s Response
to the Montserrat Volcanic Emergency. 2 vols. London: Department of International Development (UK), 1999.
KO N S O R S I U M P R OVE NTI O N – Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana