Teks tersebut membahas perbedaan pandangan antara Kisah Lama dan Kisah Baru terkait ilmu pengetahuan. Kisah Lama memandang alam semesta terdiri dari materi, ruang, dan waktu serta menekankan materialisme. Sedangkan Kisah Baru hadir pada abad ke-20 dengan penemuan teori quantum dan relativitas, yang menganggap peneliti berperan aktif dan mengakui adanya kesadaran dan pikiran manusia sebagai realitas.
1. Revolusi Kisah Baru
(Telaah Pemikiran Augros dan Stanciu)
Oleh Muhammad Abidun
Sejarah ilmu dalam perjalanannya selalu
mengalami perubahan terus menerus menuju
kesempurnaan, meskipun kesempurnaan itu
sendiri tidak mungkin dicapai oleh manusia hanya
dengan mengandalkan ilmu pengetahuannya
semata.
Ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah proses
pencarian terhadap kebenaran atau hakikat yang
diuraikan dalam teori-teori interpretatif-obyektif.
Tujuan utama dalam proses pencarian itu
bukanlah sampai pada suatu keyakinan dalam
ilmu pengetahuan. Karena pengetahuan manusia
tidak lepas dari kesalahan, sehingga pengetahuan
manusia terbuka untuk diragukan dan disalahkan.
Dari sini jelas bahwa antara kebenaran dan
keyakinan tidaklah identik, keduanya mempunyai
makna yang berbeda antara satu dengan yang lain.
Tetapi kekeliruan atau kesalahan sebagai sifat
manusia itu tidak hanya berarti kita selalu
berusaha menghindari kekeliruan, hanya kita tidak
mungkin yakin bahwa kita tidak salah. Tesis-tesis
ini memberikan tafsir terhadap ilmu pengetahuan
sebagi hipotesis belaka (iftirâdhî), yang
menggunakan metode kritis dalam usaha
menghilangkan kesalahan demi mencapai hakikat.
Atas dasar ini, tindakan tambal sulam dalam
sejarah ilmu pengetahuan merupakan suatu
kewajaran, bahkan bisa dikatakan keharusan.
Nanti kita akan melihat bagaimana arah ilmu
pengetahuan dalam Kisah Baru mendobrak
benteng-benteng materialisme yang sudah berabad-
2. abad berdiri kokoh sebagai pandangan hidup
bangsa Barat, kemudian berbalik mengklaim bahwa
di sana tidak hanya ada materialisme semata,
melainkan ada realitas yang namanya Allah, akal,
keindahan dan realitas-realitas yang berada di balik
material. Tentu saja perubahan yang mendasar itu
tidak terjadi begitu saja tanpa sebab.
Batasan Kisah Baru dan Kisah Lama
Kisah Lama atau Kisah Baru sebenarnya bukanlah
sejarah lama atau sejarah baru. Kisah (story) yang
dimaksud di sini adalah suatu perspektif (nazhrah)
peradaban terhadap dunia. Itulah sebabnya buku
The New Story of Science diterjemahkan dalam
bahasa Arab menjadi Al-‘Ilm fî Manzhûrihî Al-Jadîd.
Penafsiran ini juga senada dengan apa yang ditulis
oleh Sir john Eccles dalam pengantar buku
tersebut. Sebab pada kenyataannya di abad ke-20
masih banyak ilmuwan dan filsuf yang memakai
dan mendukung modernisme Barat, yang dalam
konteks sekarang disebut dengan Kisah Lama
(klasik). Di antara tokoh filsafat yang paling gigih
memperjuangkan pandangan Kisah Lama
(modernisme) adalah Y. Habermas. Kita bisa
melihat pertempurannya memperjuangkan
modernisme melawan Adorno dan Foucault. Oleh
karena itu kalau Kisah Lama dan Kisah Baru
diartikan sebagai sejarah lama dan sejarah baru
cakupannya kurang luas dan kurang representatif.
Meskipun begitu, setiap zaman punya sejarah
tersendiri yang berbeda dengan zaman lain. Dari
sini perlu ada batasan-batasan dalam sejarah ilmu
Barat yang bertujuan memudahkan pemahaman.
Sejarah ilmu Barat dilihat dari momentum-
momentum yang sangat berpengaruh dalam segala
3. bidang terutama fisika dan kosmologi dibagi secara
garis besar dalam tiga masa: lama (Aristoteles),
modern (Galileo dan Newton), post modern (M.
Plank dan Einstein). Antara satu masa dengan yang
lain melakukan apa yang disebut dengan ‘la
Rupture Epistemologique’ (al-qathî‘ah al-ma‘rifîyah,
diskontinuitas epistemologis). Dengan begitu Kisah
Lama secara garis besar mempunyai masa tiga
abad yang dimulai pada abad XVII sampai XIX,
sedangkan Kisah Baru dimulai pada abad XX yang
ditandai dengan penemuan Teori Quantum oleh M.
Plank pada tahun 1900 dan lima tahun kemudian
ditemukan Teori Relativitas oleh Einstein.
Nanti kita akan membahas Kisah Lama dan Kisah
Baru dalam tema-tema yang sering dijadikan
rujukan untuk membedakan apakah ini pandangan
Kisah Lama atau pandangan Kisah Baru. Tema-
tema itu antara lain: materi, akal, keindahan, Allah,
manusia dan masyarakat, dunia dan
kesinambungan Kisah Lama dengan Kisah Baru.
Dalam pemaparan nanti penulis tidak akan
menjelaskan satu persatu secara mendetail dari
tema-tema di atas, karena tulisan ini dimaksudkan
sebagai pengantar tentang Kisah Lama dan Kisah
Baru untuk masuk ke pembahasan yang lebih luas
dan dalam.
Pandangan Kisah Lama
Untuk pertama kali kita akan membahas tentang
materi, kemudian disusul dengan poin-poin
berikutnya. Kisah Lama memandang hanya materi
sajalah yang abadi. Titik tolak pandangan tersebut
sebenarnya dirumuskan dalam tiga pertanyaan
yang diajukan oleh Newton dan para pengikutnya,
antara lain:
4. 1. Terdiri dari unsur apakah tubuh alam semesta
ini ?
2. Apa yang disebut perubahan?
3. Bagaimana perubahan-perubahan itu terjadi?
Menjawab pertanyaan pertama, Newton
menegaskan bahwa sebenarnya yang ada di alam
semesta ini ada tiga realitas: materi, ruang, dan
waktu. Materi tersusun atas atom-atom yang
terikat untuk selamanya. Sedangkan ruang dan
waktu adalah absolut, maksudnya meskipun materi
yang ada di alam raya ini rusak, ruang dan waktu
akan tetap ada. Keduanya tidak terbatas , tidak
dapat berubah dan universal.
Untuk pertanyaan kedua, Newton menjelaskan:
perubahan-perubahan yang terjadi hanyalah
perpisahan, penggabungan dan pergerakan baru
dari partikel-partikel tadi dengan berbagai
variasinya.
Sementara untuk pertanyaan ketiga, Newton
menjawab hukum-hukum fisika mengatur gerakan
materi dalam ruang dan waktu yang absolut.
“Rumusan fenomena gerak dalam dua atau tiga
dasar umum, kemudian penjelasan bagaimana
karateristik dan aktivitas materi sesuai dengan
rumus-rumus fisika akan menampilkan langkah
besar dalam lapangan filsafat”, tegas Newton.
Implikasi dari pernyataan ini adalah para ilmuwan
hanyalah seorang penonton yang berada di luar
sistem. Seluruh alam semesta dan materi dapat
dimengerti tanpa harus dihantar oleh pikiran.
Para ilmuwan seperti Faraday, Kelvin, Herschel dan
ilmuwan-ilmuwan lainnya mampu menemukan
inovasi-inovasi dalam bidang listrik, panas dan
cahaya berkat sistem Newton. Dengan begitu
5. materialisme dari sistem Newton—meskipun ia
sendiri bukanlah seorang materialis—menjadi salah
satu metode ilmiah yang berperanan sangat penting
di abad ke-19. Mereka berharap bahwa abad ke-20
akan menjadi abad yang menggenapi sistem tadi.
Kisah Lama memandang sesuatu dari set-up
material; akal hanyalah bagian dari aktivitas
materi, artinya akal bekerja sesuai dengan
kepastian mekanik. Dari sini Kisah Lama
memandang seluruh aktivitas manusia dalm ruang
lingkup naluri seks, fisiologi, fisika dan kimia.
Nikmat kebebasan memilih tidak bisa diterangkan
dalam Kisah Lama. Thomas H. Huxley mengatakan:
“Ide-ide yang aku ucapkan dan respon anda
tentang ide –ide tadi hanyalah perubahan partikel”.
Bahkan lebih ekstrim lagi W. K. Clifford
mengatakan: “Apabila seseorang mengatakan
bahwa hasrat berpengaruh dalam materi
perkataannya bukan sekedar kebohongan tetapi
lebih dari itu adalah omong besar dan tidak tahu
diri”.
Asumsi Kisah Lama mengenai materi hanya dilihat
dari parameter ukuran- ukuran kuantitatif. Karena
Kisah Lama melihat bahwa keindahan tidak
mempunyai ukuran kuantitatif, maka keindahan
bukanlah materi. Keindahan, menurutnya, hanya
sebuah perasaan subyektif yang ada pada si
peneliti ketimbang merupakan kualitas yang ada
pada benda-benda. Asumsi ini sebenarnya sudah
dikembangkan sejak Descartes dan Spinoza di abad
ke-17. Charles Darwin, dua abad kemudian,
mengatakan bahwa rasa keindahan jelas
tergantung pada pikiran dan sama sekali bukan
yang melekat pada obyek. Sedangkan Freud melihat
keindahan tidak lebih dari insting belaka.
Demikian, entomologi hanya akan berbicara
tentang warna warni seekor kupu-kupu sebagai
realitas yang berkaitan dengan enzim-enzim, bukan
6. memberikan penilaian tentang keindahan dari
kupu-kupu tersebut.
Kisah Lama memandang manusia hanyalah materi
semata, tingkah laku manusia tidak lain hanyalah
cara kerja mesin. Pusat tindakan manusia adalah
insting-insting dan hasrat-hasrat (passion).
Sedangkan pikiran berada di luar sistem
pengaturan, bahkan ia adalah produk materi.
Dalam konsep leviathan, masyarakat dianalogikan
sebagai mesin yang tersusun dari bagian-
bagiannya.
Hasrat kodrati dalam diri manusia akan
menimbulkan berbagai konflik yang tidak dapat di
hindarkan. Adanya persaingan untuk mengejar
kekuasaan dan kekayan akan menimbulkan upaya
nafsu untuk mengalahkan, perang dan membunuh.
Dalam kondisi semacam itu jika tidak ada kendali
dari pemerintah, maka masyarakat yang beradab
tidak akan terwujud dalam hidup ini. Oleh karena
itu negara, dalam pandangan Hobbes, haruslah
totaliter.
Sigmund Freud melihat manusia sebagai model
mekanis dan menganggap bahwa insting seks
merupakan kekuatan dalam diri manusia, dan
persetubuhan merupakan puncak kenikmatan
pengalaman manusia. Tujuan hidup merupakan
prinsip untuk mengejar kesenangan, konflik-konflik
manusia satu dengan lainnya pun menjadi tidak
terhindarkan. Untuk menjaga ketentraman dalam
masyarakat dibutuhkan suatu penaklukan dan
pemaksaan hasrat-hasrat dalam diri manusia.
Tentu situasi ini membuat individu- individu lain
menderita. Namun masyarakat primitif dalam
pandangan Freud lebih bahagia karena tidak ada
pembatasan –pembatasan insting.
7. Tentang “kerja indera” (sense of perception)
manusia, Kisah Lama menganggapnya sebagai
perubahan- perubahan materi. Jika rangsangan
dari luar telah menyebabkan suatu respon dalam
organ indera dan respon terserbut dikendalikan
oleh semacam materi, maka organ terbentuk dari
dan tersusun oleh struktur organ. Maka kerja
indera pertama-pertama berkaitan dengan organ
indera dan penyebab dari luar secara tidak
langsung. Hal yang sama berlaku untuk akal
pikiran dan berbagai macam pengetahuan
manusia. Jadi segala indera dan perasaan adalah
suatu perubahan materi. Dari sini ditarik sebuah
kesimpulan bahwa pengetahuan mengenai dunia
adalah suatu yang mustahil.
Kisah Lama tidak memberikan nilai terhadap
sejarah. Sejarah baginya tidak berarti apa-
apa.Bahkan F. Bacon membuat statemen: “Lihatlah
ke belakang anda dengan kemarahan”. Ini adalah
implikasi dari keyakinan mereka bahwa kemajuan
ilmu hanya bisa dicapai lewat eksperimen. Mereka
menganggap masa sebelumnya adalah masa pra
ilmiah karena belum mengenal eksperimen sebagai
proses kerja ilmiyah serta belum memakai alat-alat
canggih.
Pandangan Kisah Baru
Kisah Baru memberikan sebuah gambaran
revolusioner dalam perkembangan sains. Mulai
tahun 1900 ditemukan Teori Quantum yang
dipelopori oleh M. Plank, kemudian disusul dengan
teori relativitas oleh Einstein tahun 1905. Revolusi
senada juga ditemukan oeh Ernest Rutherford
tahun 1911 dalam dunia mikro partikel, yaitu
adanya atom yang tersusun dari nukleus amat kecil
8. yang dikelilingi oleh elektron-elektron. Sifat-sifat
dari partikel terkecil daripada materi itu tidak dapat
ditetapkan lepas dari berbagai pilihan dan tindakan
si peneliti. Peneliti menjadi faktor yang amat
berperan: ia bukan hanya sekedar observor
melainkan partisipator dalam makna yang lebih
aktif. Demikian menurut John Weller. Eugene
Wagner pun berpendapat: adalah sesuatu yang
mustahil untuk merumuskan hukum mekanika
quantum tanpa mengikutsertakan kesadaran. Maka
di samping terdapat realitas dari segala sesuatu
yang ada, terdapat realitas kesadaran yang tidak
boleh dilupakan sebagai kenyataan yang absah.
Keberadaan pikiran manusia sebagai suatu realitas
yang tidak dapat diabaikan, diperkuat lagi dengan
hasil penemuan Charles Sheringthon, seorang
perintis neurofisiologi modern. Menurutnya,
kehidupan merupakan sebuah perkara fisika kimia,
tetapi kegiatan berfikir justru lepas dari proses
fisika kimia. Kehidupan mencakup self-nutrision,
metabolisme sel dan pertumbuhan yang dapat
diterangkan melalui hukum fisika kimia.
Sedangkan fikiran melampau mekanisme fisika
kimia meskipun keduanya diperlukan sebagai
prasyarat.
Ada sebuah ilustrasi tentang realitas fikiran yang
mengubur pandangan Kisah Lama yang
mengabaikan adanya fikiran, yaitu sebuah proses
bagaimana Socrates sampai pada bukti bahwa ia
telah mampu melihat sebauah pohon.
Mula-mula sinar matahari membiaskan pohon yang
kemudian ditangkap oleh mata Socrates dan
melewati lensa serta membentuk gambar mini dari
pohon. Dan terjadilah di sana perubahan-
perubahan reaksi fisika kimia. Bila Socrates belum
sampai pada kesadaran ia belum menerima
9. persepsi apapun, artinya semuanya itu belum bisa
dikatakan proses melihat. Proses melihat masih
membutuhkan banyak keterangan lagi. Sampai
dengan retina yang diaktifkan oleh cahaya dan
kemudian merangsang impuls-impuls ke sistem
saraf optik dan membawanya ke permukaan otak.
Semuanya dapat diterangkan secara fisika kimia.
Tetapi ke manakah warna hijau pohon masuk?
warna otak adalah putih dan abu-abu, bagaiman ia
dapat menerima warna baru tanpa membuat hilang
warna yang lama, dan bagaiman otak Socrates
dapat menangkap cahaya jika otak tersebut
sepenuhnya tertutup oleh cahaya? Semua
persoalan mengenai penerimaan warna, bentuk,
gerakan dan cahaya tidak akan dapat dimengerti
jika semua proses yang dialami Socrates ketika ia
mengarahkan matanya pada pohon, hanya
dipahami sebagai gelombang listrik belaka.
Kisah Baru memandang keindahan sebagai satu
kesatuan dalam alam semesta. Bahkan dalam
lapangan ilmiah keindahan dapat dijadikan
justifikasi kebenaran suatu teori. Hampir semua
ilmuwan pada abad ke-20 sepakat bahwa
keindahan dan kesederhanaan tidak menjadi
monopoli dalam bidang seni, melainkan juga
merupakan dasar utama untuk kebenaran ilmiah.
Hal ini dialami oleh Warner Heisenberg dalam teori
mekanika kuantum dan Einstein dalam teori
relativitas umum yang barang kali merupakan teori
teindah dari teori-teori fisika
Bertentangan dengan Kisah Lama, keindahan
dalam pandangan Kisah Baru bukanlah sebuah
produk yang meliputi perkara emotif dan subyektif
semata, bahkan sebaliknya keindahan
mengisyaratkan adanya tiga unsur obyektif yang
terkandung di dalamnya: kesederhanaan
(simplicity), keselarasan (harmony) dan kecerdasan
10. tinggi (brilliance). Ini sepadan dengan rumusan
yang dibuat oleh Einstein: “Semakin menarik
sebuah teori akan semakin sederhanalah premis-
premisnya dan akan semakin beraneka ragam
keterkaitanya serta semakin luas daya terapannya”.
Kisah Baru juga memandang manusia sebagai
makhluk yang sadar. Manusia berbeda dengan
binatang dan mesin. Manusia adalah makhluk yang
mampu mengalami, mengambil keputusan dan
bertindak, demikian pendapat F. Child dari Yale
University. Pikiran dalam diri manusia
sebagaimana juga manjadi tema sentral dalam
Kisah Baru, merupakan primat dalam psikologi
humanistik.
Psikologi Kisah Baru adalah psikologi yang
memperhatikan bagaimana manusia mengarah
pada sebuah tujuan dan sasaran yang didasarkan
pada nilai-nilai. Carl Roger pun mengatakan, seraya
membela psikologi baru tersebut, bahwa orang
mempunyai kekayaaan yang tersimpan di dalam
dirinya yang selalu diselidiki oleh psikologi baru
tetapi justru diabaikan oleh pengamat behavioris,
yaitu tujuan hidup, nilai-nilai, pilihan, persepsi
terhadap diri sendiri maupun orang lain, persatuan
antara diri pribadi dengan dunia yang sedang kita
bangun sebagai tanggung jawab yang kita terima
maupun yang kita tolak dan segala fenomena yang
terdapat dalam segala individu dalam kaitannya
dengan sistem maknanya.
Psikologi Kisah Baru menerima fikiran dan
kehendak sebagai fakultas tertinggi dalam diri
manusia. Berbeda dengan Freud yang melihat
bahwa pikiran hanyalah sebuah pelarian dan ilusi,
Kisah Baru melihat bahwa pikiran tersebut benar-
benar merupakan sebuah realitas yang utuh.
Dengan demikian, aktifitas dalam bidang sains
11. ataupun tindakan-tindakan yang penuh dengan
keutamaan merupakan aktifitas yang paling
berharga.
Pendasaran Kisah Lama pada material telah
memaksa pandangannya terhadap dunia menjadi
dunia fikiran subyektif dan dunia materi obyektif.
Untuk mengetahui dunia sains harus didasarkan
pada pengalaman khusus. Kisah Baru dengan tegas
menolak pandangan seperti ini. Persepsi inderawi,
walaupun membutuhkan perubahan materi,
tetaplah merupakan sesuatu non-material.
Menginderai adalah semata-mata pasif dan
menerima, tidak menambah sedikitpun pada obyek
yang diinderai. Ini berarti hanya ada satu dunia:
dimana indera-indera kita memberikan pada kita
pengetahuan yang sejati.
Kisah Lama telah menganggaap remeh terhadap
pengalaman umum dengan alasan tidak dapat
dipercaya. Tetapi Kisah Baru menaruh perhatian
besar terhadap pengalaman umum karena ia
berhubungan langsung dengan realita. Pengalaman
umum adalah bahasa semesta. Heisenberg
mengatakan: “Pengakuan terhadap pengalaman
umum mengharuskan kita pada suatu pandangan
yang berbeda dengan pandangan Kisah Lama. Jika
seseorang meletakan subtansi tetap di depan kedua
matanya dalam memahami perkembangan ilmu
alam, maka ia akan melihat—setelah eksperimen
fisika modern—bahwa pandangan kita pada akal,
roh manusia, hidup dan Allah akan berbeda dengan
pandangan abad ke-19”. Hal ini disebabkan
pandangan-pandangan baru berdasar pada bahasa
alam yang berarti berhubungan secara langsung
dengan realita. Akhirnya dalam pandangan baru
orang biasa, ilmuwan ataupun filsuf mampu
mengetahui dunia, dan seorang seniman mampu
mendiskripsikan kesuburan dan kekayaan alam.
12. Ibarat orang miskin yang menjadi kaya secara
mendadak, Kisah Lama tidak mau menengok
sejarah epistemologinya. Kisah Baru tidak menolak
pandangan Kisah Lama secara mutlak; ia masih
memakai apa yang telah ditemukan mengenai
hakekat materi sebagai mana ditegaskan oleh
Heisenberg. Fisika modern tidak merubah teori
klasik tentang mekanik, optik dan panas. Ada satu
unsur yang secara mendasar ditolak oleh Kisah
Baru: yaitu metode materialisme.
Penemuan-penemuan baru dalam perspektif Kisah
Baru tidak meruntuhkan bangunan-bangunan
penemuan yang sudah ada, bahkan suatu revolusi
ilmiah dianggap tetap mampu menjaga kontinuitas
dengan lama. Teori Newton diyakini oleh Einstein
tidak akan mungkin menjadi kedaluwarsa. Teori
Newton akanlah tetap menjadi landasan bagi
konsep-konsep fisika yang terus kita bangun pada
masa sekarang. Teori baru boleh jadi mampu
memberikan hasil yang lebih akurat dibanding teori
lama, tetapi tidak akan pernah memutarbalikkan
sama sekali hasil yang pernah dicapai.
Jika ilmu pengetahuan pada dasarnya tidak
menoleh ke belakang, maka filsfat ilmulah yang
menanggung beban itu dan secara serius
memikirkan jejak langkah ilmu. Filsafat ilmu pada
awalnya memfilsafati ilmu pengetahuan dari dalam,
tetapi pada abad ke-20 (Kisah Baru) banyak
memfokuskan diri pada sejarah ilmu dan
interaksinya dengan bangunan-bagunan peradaban
dan sosial. Realitas perkembangan ini pada
dasarnya adalah komplementasi perspektif ilmu
dari dalam dan perspektif dari luar (perspektif
menyeluruh). Demikian Kisah Baru menemukan
paradigma baru dalam epistemologi ilmiahnya.
13. Setelah kita membaca masing-masing karakter
Kisah Lama dan Kisah Baru, kita dapat
menemukan tiga ciri umum pandangan Kisah Baru
terhadap dunia yaitu: keluasan (vastness), sifat
menggabungkan (unity) dan kecerahan(light).
Kosmologi dan Teologi Kisah Baru
Revolusi ilmiah secara masif telah menimbulkan
pandangan baru pula dalam kosmologi dan teologi.
Situasi masa modern Barat barangkali ada
kesamaan dengan situasi di masa Imam Al-Ghazâlî.
Sifat materialistik dan atheis adalah ciri khusus
masa modern. Mereka lebih percaya pada atom
daripada ayat-ayat injil. Imam Al Ghazali dalam
bukunya Al-Munqidz min Al-Dhalâl membagi kaum
filsuf ke dalam tiga golongan:
Yang pertama adalah Al-Dahrîyûn: kaum ateis yang
mempunyai asumsi bahwa alam semesta ada
dengan sendirinya tanpa pencipta. Landasan
pandangan mereka dari dulu sampai sekarang
berasumsi bahwa hewan berasal dari sperma.
Golongan ini termasuk orang-orang zindiq.
Yang kedua adalah Al-Thabî‘îyûn: yaitu mereka
yang memperbanyak observasi mengenai alam
semesta, dunia hewan dan tumbuh-tumbuhan
lebih khusus lagi ilmu bedah. Setelah mereka
menemukan keteraturan dan keajaiban dalam
tubuh hewan mereka malah ingkar adanya al-ba‘ts,
al-hasyr, surga dan neraka. Golongan ini menurut
Al-Ghazâlî juga termasuk orang-orang zindiq.
Dan yang ketiga adalah Al-Ilâhîyûn: golongan akhir
para filsuf Yunani seperti Socrates, Plato dan
Aristoteles. Golongan ketiga ini menurut Imam Al-
14. Ghazâlî wajib dikafirkan, termasuk para filsuf
muslim seperti Ibn Sînâ dan Al-Fârâbî.
Dari sini, Imam Al-Ghazâlî sebenarnya bukan tidak
setuju dengan sains, melainkan tidak setuju
dengan sikap para filosofis yang ateis dan
materialis, berusaha membuang jauh Allah dalam
pembahasan ilmiah. Kisah Baru justru mengajukan
argumen keberadaan Allah dengan data-data
empiris. Setidaknya ada tiga penemuan dalam
bidang sains yang mendukung keberadaan Allah.
Pertama, Kisah Baru mencatat sebuah penemuan-
penemuan yang oleh Denis Sciasne, seorang ahli
dalam bidang astrofisika, dianggap paling penting
dalam abad ke-20, yaitu munculnya keyakinan
bahwa alam semesta merupakan keseluruhan dan
totalitas tunggal. Dan ini dapat dipertanggung
jawabkan lewat metode fisika ataupun astronomi.
Kenyataan-kenyataan yang bertolak belakang
dengan fisika Newton mendorong penemuan
berbagai alat untuk menyelediki dengan seksama
struktur, asal usul serta nasib dari seluruh alam
semesta ini. Maka tampillah Wiliem de Sifter dan
Alexander Friedman, masing-masing adalah ahli
astronomi dan matematika, yang secara terpisah
menyimpulkan bahwa alam semesta ini sedang
dalam proses mengembang. Hal ini diperkuat
dengan penelitian dari Edwin Hubble pada tahun
1920-an. Dengan memperhatikan cahaya yang
datang dari galaksi jauh, ia melihat bahwa semua
galaksi yang dapat diobservasi ternyata berada
dalam posisi yang saling menjauh satu sama lain.
Ini berarti bahwa dulu semua galaksi sebenarnya
bersatu.
Kedua, hasil penyelidikan fisika nuklir oleh Hans
Bohr dan Carl Van W. bahwa pusat matahari
sebenarnya memproduksi energi dan cahaya lewat
15. peluruhan nuklir unsur-unsur hidrogen yang
berubah menjadi helium, kemudian diketahui
bahwa semua unsur-unsur berat memang
terbentuk dari hidrogen dalam pusat-pusat bintang
(cores of stars). Disini para pakar setuju bahwa
alam semesta pada mulanya terdiri dari hidrogen,
paling tidak hampir seluruhnya.
Ketiga, pada tahun 1948 George Gamow
mendasarkan terjadinya pembulatan pada gerak
yang menjauh dari galaksi-galaksi dan siklus dari
bintang. Ia sampai pada dugaan bahwa alam
semesta ini seharusnya dari hasil pengembangan
sebuah dentuman besar. Kemudian secara
mengejutkan Arnold Penzies dan Robert Wilson,
yang menggunakan sebuah alat raksasa penerima
gelombang mikro, berhasil menemukan sebuah
radiasi sangat lemah yang berasal dari angkasa. Ini
membawa arti bahwa radiasi tadi tidak mungkin
berasal dari matahari ataupun galaksi lainnya.
Maka tinggal satu kemungkinan yang tersisa bahwa
radiasi tersebut berasal dari dentuman besar.
Selanjutnya, menanggapi Kopernikus yang
mengatakan manusia tidaklah mempunyai peranan
sentral dalam alam raya ini, Brandon Carter
berpendapat sebaliknya: bahwa kemajuan dalam
bidang fisika dan kosmologi hanya dapat
diramalkan dengan mendasarkan pada the
anthropic principle. Walaupun manusia bukanlah
pusat fisik dari alam raya ini, namun manusia
mengambil peranan yang sentral dalam tujuan
(purpose) alam semesta ini.
Semua argumen-argumen di atas merupakan
fondasi dasar dalam sains dan problem ketuhanan.
Kisah Baru meyakini adanya pikiran dalam
keteraturan alam semesta menuju sebuah tujuan
akhir, karena materi dirinya sendiri tidak pernah
16. mengarah pada apapun. Pikiran yang dimaksud
diatas biasa kita sebut sebagai Allah.
Sekedar melengkapi tentang tentang materialaisme
ada tiga catatan dari I. M. Bochenski untuk mazhab
ini, antara lain :
1. Materialisme yang ada di akhir abad
sembilanbelas dan awal abad duapuluh pada
dasarnya adalah pandangan filsafat yang telah
ditinggalkan oleh akal Barat sejak masa lalu;
2. Dilihat dari segi bangunan teorinya,
materialisme sangat lemah. Sebagai contoh
apa yang dilakukan oleh Materialis
Dialektisme (Al-Mâdîyah Al-Jadalîyah) tidak
lebih dari apa yang dikatakan oleh para filsuf
dahulu sejak jaman Socrates. Begitu juga
logika positivisme berdiri di atas ontologi
primitif dan hipotesa-hipotesa yang kosong
akan bukti valid;
3. Lebih penting dari itu semua para pengikut
mazhab materialisme bingung dengan problem
umat sekarang. Dalam artian bahwa
problematika yang menjadi maintream abad
XX tidak mereka hadapi secara serius. Tema-
tema semisal rasa sakit, akhlak dan agama
dihadapan mereka bukanlah problem filsafat
(?).
Kalam Akhir
Tidak dapat dipungkiri bahwa revolusi yang terjadi
adalah revolusi hakiki yang mengadakan
perubahan secara besar-besaran. Revolusi yang
terjadi dalam sains diikuti oleh filsafat ilmu dan
filsafat itu sendiri. Masing-masing mengikuti logika
17. yang telah ditemukan oleh sains yaitu meleburnya
subyek-obyek dalam Fisika Quantum dan diikuti
filsafat ilmu: “seorang ilmuwan bukanlah sekedar
penonton, ia sebenarnya juga punya peranan dalam
hukum-hukum fisika”. Kemudian dalam lapangan
filsafat logika yang sama juga kita temukan dalam
fenomenologi yang beranak hermeunetika dan ide-
ide yang diperjuangkan oleh post-modernisme.
Sebenarnya masih banyak tema-tema yang belum
dibahas di sini semisal teori populasi, ilmu
genetika, biologi sosial, antropologi, kesadaran
hewan dan manusia dan tiga dunia. Namun seperti
yang telah penulis katakan sejak awal, tulisan ini
hanyalah sebuah pengantar untuk masuk ke
pembahasan yang lebih mendalam dan luas. Sebab
revolusi ilmiah yang ditulis ini adalah yang terjadi
di Barat. Dengan begitu kita belum masuk pada
sebuah pertanyaan apakah revolusi yang sama juga
terjadi dalam dunia Islam? Dan kalau memang
terjadi seperti apa bentuknya ?
Daftar Pustaka:
1. Al-Imam Al-Ghazâlî, Al-Munqidz min Al-Dhalâl,
Dar Al-Qalam li Al-Turâts.
2. Dr. Ramadhân Basthâwî dalam majalah Al-
Arabî, Y. Habermas Faylasûf Al-Hadâtsah,
edisi Januari 1993.
3. Dr. Muhammad ‘Âbid Al-Jâbirî, Madkhal ilâ
Falsafat Al-‘Ilm, Markaz Dirasat Al-Wihdah Al
–‘Arabîyah.
4. Greg Sutomo, Sains dan Problem Ketuhanan,
Pustaka Filsafat.
18. 5. I. M. Bochenski, La philosophie Contemporaine
en Europe, terj. bahasa Arab Dr. ‘Izzat Qarnî,
Silsilah ‘Âlam Al-Ma’rifah, September 1992.
6. Karl Popper, Bahtsan ‘an ‘Âlam Afdhal, terj.
Ahmad Mustajîr, Maktabah Al-Usrah, 2001.
7. Robert M. Augros dan George N. Stanciu, The
New Story of Sciences (terjemahan), New York,
1985.
8. Yumna Tharif Al-Khûlî, Falsafat Al-‘Ilm fi Al-
Qarn Al-‘Isyrîn, Slsilah ‘Âlam Al-Ma‘rifah