1. Oleh Kelompok III :
Adrianus Pandong Deden
Fredyrikus Carlokum Hendranus Suprianto
Irmawati Jessi Yores
Maria Immaculata C.B. Nuzulya Rahmadhani
Sri Nala Yovita Sela Parubang
S1 Keperawatan
STIKES GRAHA EDUKASI MAKASSAR
2012/2013
2. KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan pertolongan-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya.
Makalah ini berisi tentang konsep medis dan konsep keperawatan dari Sistem
Kardiovaskuler. Makalah ini menjelaskan secara terperinci tentang Stenosis.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca
demi penyempurnaan makalah ini kedepan.
Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
khususnya kita selaku Mahasiswa Keperawatan.
Makassar, 10 Juni 2013
Penyusun
3. DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................................................
Daftar Isi..............................................................................................................
Bab I Pendahuluan............................................................................................
1. Latar Belakang.......................................................................................
2. Tujuan .....................................................................................................
Bab II Tinjauan Pustaka ...................................................................................
1. Konsep Medis
1.1. Definisi.........................................................................................
1.2. Etiologi ........................................................................................
1.3. Patofisiologi
1.4. Manifestasi Klinis.......................................................................
1.5. Pemeriksaan Penunjang..........................................................
1.6. Komplikasi dan Penatalaksanaan ..........................................
1.7. Pencegahan...............................................................................
2. Konsep Keperawatan ...........................................................................
2.1. Pengkajian..................................................................................
2.2. Diagnosa Keperawatan ............................................................
2.3. Perencanaan..............................................................................
2.4. Implementasi
2.5. Evaluasi ......................................................................................
Bab III Penutup ..................................................................................................
1. Kesimpulan.............................................................................................
2. Saran.......................................................................................................
Daftar Pustaka ...................................................................................................
4. BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab terbanyak dari kematian
penduduk dunia, salah satunya disebabkan oleh kelainan katup jantung. Penyakit
katup jantung antara lain adalah stenosis (membuka tidak sempurna) dan
insufisiensi (menutup tidak sempurna), ini dapat terjadi baik pada katup
arteroventrikular maupun katup semilunar.
Stenosis Katup Aorta (Aortic Stenosis) adalah penyempitan pada lubang katup
aorta, yang menyebabkan meningkatnya tahanan terhadap aliran darah dari
ventrikel kiri ke aorta.
Di Amerika Utara dan Eropa Barat, stenosis katup aorta merupakan penyakit
utama pada orang tua, yang merupakan akibat dari pembentukan jaringan parut dan
penimbunan kalsium di dalam daun katup. Stenosis katup aorta seperti ini timbul
setelah usia 60 tahun, tetapi biasanya gejalanya baru muncul setelah usia 70-80
tahun. Di wilayah lainnya, kerusakan katup akibat demam rematik masih sering
terjadi.
Untuk mengatasi penyakit ini, medikasi dan pembedahan/ insisi adalah upaya
yang terbaik. Dengan demikian, katup yang mengalami kelainan itu dapat
disembuhkan ataupun dikurangi risiko tinggi semakin parahnya penyakit
2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui konsep medis dari Stenosis berupa :
Definisi
Etiologi
Manifestasi klinis
Pemeriksaan penunjang
6. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Medis Stenosis Aorta
a. Definisi
Stenosis Katup Aorta (Aortic Stenosis) adalah penyempitan pada lubang katup
aorta, yang menyebabkan meningkatnya tahanan terhadap aliran darah dari
ventrikel kiri ke aorta (Stewart WJ and Carabello BA, 2002: 509-516).
Aortic stenosis adalah penyempitan abnormal dari klep (katup) aorta (aortic
valve). Sejumlah dari kondisi-kondisi menyebabkan penyakit yang berakibat pada
penyempitan dari klep aorta. Ketika derajat dari penyempitan menjadi cukup
signifikan untuk menghalangi aliran darah dari bilik kiri ke arteri-arteri, yang
mengakibatkan persoalan-persoalan jantung berkembang. (Otto,CM,Aortic,
2004;25:185-187).
Stenosis Katup Aorta adalah suatu penyempitan atau penyumbatan pada katup
aorta. Penyempitan pada Katup aorta ini mencegah katup aorta membuka secara
maksimal sehingga menghalangi aliran darah mengalir dari jantung menuju aorta.
Dalam keadaan normal, katup aorta terdiri dari 3 kuncup yang akan menutup dan
membuka sehingga darah bisa melewatinya.
Pada stenosis katup aorta, biasanya katup hanya terdiri dari 2 kuncup sehingga
lubangnya lebih sempit dan bisa menghambat aliran darah. Akibatnya ventrikel kiri
harus memompa lebih kuat agar darah bisa melewati katup aorta.
b. Etiologi
Stenosis katup aorta adalah suatu penyempitan katup aorta sehingga
menghalangi darah masuk ke aorta. Penyebab atau etiologi dari stenosisi ini bisa
bermacam-macam. Namun yang paling sering adalah RHD (Rheumatic Heeart
Disease) atau yang biasa kita kenal dengan demam rematik. Berikut etiologi
stenosis katup aorta lebih lengkap :
7. 1. Kelainan kongenital
Tidak banyak bayi lahir dengan kelainan kongenital berupa penyempitan katup
aorta . sedangkan sebagian kecil lainnya dilahirkan dengan katup aorta yang hanya
mempunyai dua daun (normal katup aorta terdiri dari tiga daun). Pada katup aorta
dengan dua daun dapat tidak menimbulkan masalah atauupun gejala yang berarti
sampai ia dewasa dimana katup mengalami kelemahan dan penyempitan sehingga
membutuhkan penanganan medis.
2. Penumpukan kalsium pada daun katup
Seiring usia katup pada jantung dapat mengalami akumulasi kalsium
(kalsifikasi katup aorta). Kalsium merupakan mineral yang dapat ditemukan pada
darah. Seiring dengan aliran darah yang melewati katup aorta maka menimbulkan
akumulasi kalsium pada katup jantung yang kemudian dapat menimbulkan
penyempitan pada katup aorta jantung. Oleh karena itulah stenosis aorta yang
berasla dari proses kalsifikasi banyak terjadi pada lansia di atas 65 tahun, namun
gejalanya beru timbul saat klien berusia 70 tahun.
3. Demam rheumatik
Komplikasi dari demam rematik adalah adanya sepsis atau menyebarnya
kuman atau bakteri melalui aliran darah ke seluruh tubuh sehingga menyebabkan
sampainya kuman datau bakteri tersebut ke jantung. Saat kuman tersebut mencapai
katup aorta maka terjadilah kematian jaringan pada katup aorta. Jaringan yang mati
ini dapat menyebabkan penumpukan kalsium yang dikemudian hari dapat
menyebabkan stenosis aorta. Demam reumatik dapat menyebabkan kerusakan
pada lebih dari satu katup jantung dalam berbegai cara. Kerusakan katup jantung
dapat berupa ketidakmampuan katup untuk membuka atau menutup bahkan
keduanya.
8. c. Patofisiologi
Ukuran normal orifisium aorta 2-3 cm2. Stenosis aorta menyebabkan tahanan
dan perbedaan tekanan selama sistolik antara ventrikel kiri dan aorta. Peningkatan
tekanan ventrikel kiri menghasilkan tekanan yang berlebihan pada ventrikel kiri, yang
dicoba diatasi dengan meningkatkan ketebalan dinding ventrikel kiri (hipertrofi
ventrikel kiri). Pelebaran ruang ventrikel kiri terjadi sampai kontraktilitas miokard
menurun. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri meningkat. Kontraksi atrium
menambah volume darah diastolik ventrikel kiri. Hal ini akan mengakibatkan
pembesaran atrium kiri. Akhirnya beban ventrikel kiri yang terus menerus akan
menyebabkan pelebaran ventrikel kiri dan menurunkan kontraktilitas miokard.
Iskemia miokard timbul akibat kurangnya aliran darah koroner ke miokard yang
hipertrofi.
Area katup aorta normal berkisar 2-4cm2,Gradien ventrikel kiri dengan aorta
mulai trlihat bila area katup aorta <1.5cm2. Bila area katup mitral <1cm2,maka
stenosis aorta sudah disebut berat. Kemampuan adaptasi miokard menghadapi
stenosis aorta meyebabkan manifestasi baru muncul bertahun tahun kemudian.
Hambatan aliran darah pada stenosis katup aorta(progressive pressure overload of
left ventricle akibat stenosis aorta) akan merangsang mekanisme RAA(Renin-
Angiotensin-Aldosteron) beserta mekanisme lainnya agar miokard mengalami
hipertrofi.Penambahan massa otot ventrikel kiri ini akan menigkatkan tekanan intra-
ventrikel agar dapat melampaui tahanan stenosis aorta tersebut dan
mempertahankan wall stress yang normal berdasarkan rumus Laplace: Stress=
(pressurexradius): 2x thickness. Namun bila tahanan aorta bertambah, maka
hipertrofi akan berkembang menjadi patologik disertai penambahan jaringan kolagen
dan menyebabkan kekakuan dinding ventrikel, penurunan cadangan diastolic,
penigkatan kebutuhan miokard dan iskemia miokard. Pada akhirnya performa
ventrikel kiri akan tergangu akibat dari asinkroni gerak dinding ventrikel dan after
load mismatch. Gradien trans-valvular menurun,tekanan arteri pulmonalis dan atrium
kiri meningkat menyebabkan sesak nafas.Gejala yang mentolok adalah sinkope,
iskemia sub-endokard yang menghasilkan angina dan berakhir dengan gagal
miokard (gagal jantung kongestif). Angina timbul karena iskemia miokard akibat dari
kebutuhan yang meningkat hipertrofi ventrikel kiri, penurunan suplai oksigen akibat
dari penurunan cadangan koroner, penurunan waktu perfusi miokard akibat dari
tahanan katup aorta.
9. Sinkop umumnya timbul saat aktifitas karena ketidak mampuan jantung
memenuhi peningkatan curah jantung saat aktifitas ditambah dengan reaksi
penurunan resistensi perifer. Aritmia supra maupun ventricular, rangsangan
baroreseptor karena peningkatan tekanan akhir diastolik dapat menimbulkan
hipotensi dan sinkop.
Gangguan fungsi diastolic maupun sistolik ventrikel kiri dapat terjadi pada
stenosis aorta yang dapat diidentifikasi dari pemeriksaan jasmani, foto toraks dan
enongkatan Peptida Natriuretik. Hipertrofi ventrikel akan meningkatkan kekakuan
seluruh dinding jantung. Deposisi kolagen akan menambah kekauan miokard dan
menyebabkan gisfungsi diastolik. Setelah penebalan miokard maksimal, maka wall
stress tidak lagi dinormalisasi sehingga terjadi peninggian tekanan diastolic ventrikel
kiri menghasilkan penurunan fraksi ejeksi dan penurunan curah jantung yang disebut
sebagai disfungsi sistolik
d. Manifestasi klinis
Stenosis katup aorta dapat terjadi dari tahap ringan hingga berat. Tipe gejala
dari stenosis katup aorta berkembang ketika penyempitan katup semakin parah.
Regurgitasi katup aorta terjadi secara bertahap terkadang bahkan tanpa gejala hal
ini dikarenakan jantung telah dapat mengkompensasi penurunan kondisi katup
aorta. Berikut manifestasi klinis dari stenosis katup aorta :
1. Nyeri dada
Nyeri dada adalah gejala pertama pada sepertiga dari pasien-pasien dan
akhirnya pada setengah dari pasien-pasien dengan aortic stenosis. Nyeri dada pada
pasien-pasien dengan aortic stenosis adalah sama dengan nyeri dada (angina) yang
dialami oleh pasien-pasien dengan penyakit arteri koroner (coronary artery disease).
Pada keduanya dari kondisi-kondisi ini, nyeri digambarkan sebagai tekanan
dibahwah tulang dada yang dicetuskan oleh pengerahan tenaga dan dihilangkan
dengan beristirahat. Pada pasien-pasien dengan penyakit arteri koroner, nyeri dada
disebabkan oleh suplai darah yang tidak cukup ke otot-otot jantung karena arteri-
arteri koroner yang menyempit.
10. Pada pasien-pasien dengan aortic stenosis, nyeri dada seringkali terjadi tanpa
segala penyempitan dari arteri-arteri koroner yang mendasarinya. Otot jantung yang
menebal harus memompa melawan tekanan yang tinggi untuk mendorong darah
melalui klep aortic yang menyempit. Ini meningkatkan permintaan oksigen otot
jantung yang melebihi suplai yang dikirim dalam darah, menyebabkan nyeri dada
(angina).
Ciri-ciri angina :
Biasanya penderita merasakan angina sebagai rasa tertekan atau rasa sakit di
bawah tulang dada (sternum).
Nyeri juga bisa dirasakan di:
- Bahu kiri atau di lengan kiri sebelah dalam.
- Punggung
- Tenggorokan, rahang atau gigi
- Lengan kanan (kadang-kadang).
Banyak penderita yang menggambarkan perasaan ini sebagai rasa tidak
nyaman dan bukan nyeri.
Yang khas adalah bahwa angina:
- dipicu oleh aktivitas fisik
- berlangsung tidak lebih dari beberapa menit
- akan menghilang jika penderita beristirahat.
Kadang penderita bisa meramalkan akan terjadinya angina setelah melakukan
kegiatan tertentu.
Angina seringkali memburuk jika:
- aktivitas fisik dilakukan setelah makan
- cuaca dingin
- stres emosional.
2. Pingsan (syncope)
Pingsan (syncope) yang berhubungan dengan aortic stenosis biasanya
dihubungkan dengan pengerahan tenaga atau kegembiraan. Kondisi-kondisi ini
menyebabkan relaksasi (pengenduran) dari pembuluh-pembuluh darah tubuh
11. (vasodilation), menurunkan tekanan darah. Pada aortic stenosis, jantung tidak
mampu untuk meningkatkan hasil untuk mengkompensasi jatuhnya tekanan darah.
Oleh karenanya, aliran darah ke otak berkurang, menyebabkan pingsan.
Pingsan dapat juga terjadi ketika cardiac output berkurang oleh suatu denyut
jantung yang tidak teratur (arrhythmia). Tanpa perawatan yang efektif, harapan
hidup rata-rata adalah kurang dari tiga tahun setelah timbulnya nyeri dada atau
gejala-gejala syncope.
3. Sesak napas
Sesak nafas dari gagal jantung adalah tanda yang paling tidak menyenangkan.
Ia mencerminkan kegagalan otot jantung untuk mengkompensasi beban tekanan
yang ekstrim dari aortic stenosis. Sesak napas disebabkan oleh tekanan yang
meningkat pada pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh tekanan
yang meningkat yang diperlukan untuk mengisi ventricle kiri. Awalnya, sesak napas
terjadi hanya sewaktu aktivitas.
Ketika penyakit berlanjut, sesak napas terjadi waktu istirahat. Pasien-pasien
dapat menemukannya sulit untuk berbaring tanpa menjadi sesak napas (orthopnea).
Tanpa perawatan, harapan hidup rata-rata setelah timbulnya gagal jantung yang
disebabkan oleh aortic stenosis adalah antara 6 sampai 24 bulan.
e. Pemeriksaan penunjang
1. Electrocardiogram (EKG)
EKG adalah suatu perekaman dari aktivitas elektrik jantung. Pola-pola
abnormal pada EKG dapat mencerminkan suatu otot jantung yang menebal dan
menyarankan diagnosis dari aortic stenosis. Pada kejadian-kejadian yang jarang,
kelainan konduksi elektrik dapat juga terlihat.
2. Chest x-ray
Chest x-ray (x-ray dada) biasanya menunjukan suatu bayangan jantung yang
normal. Aorta diatas klep aortic seringkali membesar. Jika gagal jantung hadir,
cairan di jaringan paru dan pembuluh-pembuluh darah yang lebih besar di daerah-
daerah paru bagian atas seringkali terlihat.
3. Echocardiography
12. Echocardiography menggunakan gelombang-gelombang ultrasound untuk
memperoleh gambar-gambar (images) dari ruang-ruang jantung, klep-klep, dan
struktur-struktur yang mengelilinginya. Ii adalah suatu alat non-invasive yang
berguna, yang membntu dokter-dokter mendiagnosa penyakit klep aortic. Suatu
echocardiogram dapat menunjukan suatu klep aortic yang menebal dan kalsifikasi
yang membuka dengan buruk. Ia dapat juga menunjukan ukuran dan kefungsian
dari ruang-ruang jantung. Suatu teknik yang disebut Doppler dapat digunakan untuk
menentukan perbedaan tekanan pada setiap sisi dari klep aortic dan untuk menaksir
area klep aortic.
3. Cardiac catheterization
Cardiac catheterization adalah standar emas dalam mengevaluasi aortic
stenosis. Tabung-tabung plastik berongga yang kecil (catheters) dimasukan dibawah
tuntunan x-ray ke klep aortic dan kedalam ventricle kiri. Bersama tekanan-tekanan
diukur pada kedua sisi dari klep aortic. Kecepatan dari aliran darah diseluruh klep
aortic dapat juga diukur menggunakan suatu kateter khusus.
f. Komplikasi dan penatalaksanaan
Komplikasi
1. Gagal jantung
2. Hipertensi sisitemik
3. Nyeri dada (angina pectoris)
4. Sesak nafas
Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan medikamentosa untuk Stenosis Aorta asimtomatik,
tetapi begitu timbul gejala seperti sinkop, angina atau gagal jantung segera harus
dilakukan operasi katup, tergantung pada kemampuan dokter bedah jantung. Dapat
dilakukan reparasi(repair) atau replace(mengganti katup dengan katup artificial).
Penderita asimtomatik perlu dirujuk untuk pemeriksaan Doppler-Ekokardiografi.
Trans-valvular velocity lebih dari 4m/detik dianjurkan untuk menjalani operasi.
Selama katup aorta masih dalam tingkatan perkembangan, sulit memberikan nasihat
operasi yang dapat dipertanggung jawabkan.
13. Komisurotomi sederhana biasanya kurang menolong. Penyempitan katup
bawaan begitu keras, sehingga dengan melebarkan saja tidak dapat diharapkan
hasil yang memuaskan. Penggantian katup harus dipertimbangkan. Disinilah letak
kesukarannya untuk penggantian katup dengan profesa masih sangat mengerikan.
Hal ini merupakan salah satu alasan mengapa indikasi operasi pada anak dan
remaja jika terdapat perbedaan tekanan lebih dari 70 mmHg pada katup yang
menyempit. Dari pihak lain tantangan terhadp anggapan tersebut bahwa stenosis
aorta membahayakan kehidupan. Pembatasan aktifitas serta larangan berolahraga
terpaksa diharuskan, tetapi kemudian akan mengakibatkan hal-hal yang tidak
diinginkan dalam proses perkembangan rohani dan jasmani. Pada saat ini masih
masih tidak diketahui dengan pasti nasib katup buatan tersebut. Lebih mudah
menentukan sikap pada kelainan stenosis subvalvular dari pada membran murni,
yaitu dengan membelah membran diperoleh hasil optimal. Lebih sukar lagi dari pada
stenosis supavalvular yang mortalitas tinggi.
Sekarang terdapat teknik baru, yakni melebarkan daerah yang menyempit
dengan kateter yang dilengkapi dengan balon. Cara ini dilaporkan cukup efektif,
meskipun kemungkinan terjadinya penyempitan kembali sering.
Berikut beberapa cara penatalaksanaan yang dapat dilakukan antara lain:
1. Teknik nonsurgical (tanpa tindakan operatif)
2. Balloon Valvuloplasty (valvulotomy).
Seringnya tindakan yang bertujuan untuk membenarkan kembali katup tanpa
menggantinya merupakan tindakan yang paling sering digunakan. Balloon
valvuloplasty dilakukan dengan kateter tipis dan lembut yang ujungnya diberi balon
yang dapat dikembangkan ketika mencapai katup. Balon yang mengembang
tersebut akan menekan katup yang menyempit sehingga dapat terbuka kembali dan
memungkinkan darah dapat mengalir dengan normal kembali. Balon valvuloplasty
merupakan salah satu cara untuk menyembuhkan stenosis katup aorta beserta
manifestasi klinis yang timbul karenanya terutama efektif pada infant dan anak-anak.
Bagaimanapun juga pada dewasa metode ini tidak selalu berhasil karena stenosis
dapat muncul kembali setelah dilakukan balon valvuloplasty. Oleh karena alasan di
atas, untuk penyembuhan stenosis katup aorta pada dewasa jarang dilakukan balon
14. valvuloplasty terkecuali pada klien yang tidak memungkinkan untuk dilakukan
operasi penggantian katup atau valvuloplasty.
1. Percutaneous aortic valve replacement.
Percutaneous aortic valve replacement atau Penempatan kembali katup aorta
percutan merupakan penatalaksanaan yang tersering yang dilakukan pada klien
dengan stenosis katup aorta. Pendekatan terbaru dengan metode ini memungkinkan
untuk melakukan metode ini dengan menggunakan kateter. Metode ini dilakukan jika
terjadi pada klien dengan resiko tinggi timbulnya komplikasi dari stenosis katup aorta
Pembedahan katup aorta dilakukan dengan beberapa metode antara lain :
1. Penempatan kembali katup aorta.
Metode ini merupakan metode primer untuk menangani kasus stenosis katup
aorta. Pembedahan dilakukan dengan mengambil katup yang rusak dengan katup
mekanik baru atau bagian dari jaringan katup. Katup mekanik terbuat dari metal,
dapat bertahan lama tetapi dapat pula menyebabkan resiko penggumpalan darah
pada katup atau daerah yang dekat dengan katup. Oleh karena itu untuk
mengatasinya klien harus mengkonsumsi obat anti koagulan seperti warfarin
(caumadin) seumur hidup untuk untuk mencegah penggumpalan darah. Sedangkan
penggantian dengan katup jaringan ini dapat diambil dari babi, sapi atau berasal dari
cadaver manusia. Tipe lainnya menggunakan jaringan katup yang berasal dari katup
pulmonary klien itu sendiri jika dimungkinkan.
2. Valvuloplasty.
Dalam kasus yang jarang ditemui penggunaan metode valvuloplasty lebih baik
untuk dilakukan daripada penggunaan metode balon valvuloplasty. Seperti pada
bayi yang baru lahir yang mengalami kelainan dimana daun katup aorta menyatu.
Dengan menggunakan cara operasi bedah cardiac pada katup aorta untuk
memisahkan daun katup yang menyatu dan meningkatkan kembali aliran darah
yang melewati katup. Atau cara lain dengan memperbaiki katup yaitu menghilangkan
kalsium berlebih yang terdapat pada daerah sekitar katup.
15. g. Pencegahan
Stenosis katup dapat dicegah hanya dengan mencegah terjadinya demam
rematik, yaitu penyakit pada masa kanak-kanak yang kadang terjadi setelah strep
throat (infeksi tenggorokan oleh streptokokus) yang tidak diobati.
3. Konsep Medis Stenosis Mitral
1. Definisi
Secara definisi maka stenosis mitral dapat diartikan sebagai blok aliran darah
pada tingkat katup mitral, akibat adanya perubahan struktur mitral leafleats, yang
menyebabkan tidak membukanya katup mitral secara sempurna pada saat diastolik.
(Arjanto Tjoknegoro. 1996).
Stenosis Katup Mitral merupakan penyempitan pada lubang katup mitral yang akan
menyebabkan meningkatnya tahanan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri.
2. Etiologi
Stenosis katup mitral hampir selalu disebabkan oleh demam rematik, yang
pada saat ini sudah jarang ditemukan di Amerika Utara dan Eropa Barat. Karena itu
di wilayah tersebut, stenosis katup mitral terjadi terutama pada orang tua yang
pernah menderita demam rematik pada masa kanak-kanak dan mereka tidak
Mendapatkan antibiotik.
Di bagian dunia lainnya, demam rematik sering terjadi dan menyebabkan
stenosis katup mitral pada dewasa, remaja dan kadang pada anak-anak.
Yang khas adalah jika penyebabnya demam rematik, daun katup mitral sebagian
bergabung menjadi satu.
Pada fase penyembuhan demam reumatik terjadi fibrosis dan fusi komisura
katup mitral, sehingga terbentuk sekat jaringan ikat tanpa pengapuran yang
mengakibatkan lubang katup mitral pada waktu diastolik lebih kecil dari normal.
Stenosis katup mitral juga bisa merupakan suatu kelainan bawaan.
Bayi yang lahir dengan kelainan ini jarang bisa bertahan hidup lebih dari 2 tahun,
kecuali jika telah menjalani pembedahan.
Beberapa keadaan juga dapat menimbulkan obstruksi aliran darah ke ventrikel
kiri seperti Cor triatrium, Miksoma (tumor jinak di atrium kiri) atau bekuan darah
(trombus) dapat menyumbat aliran darah ketika melewati katup mitral dan
menyebabkan efek yang sama seperti stenosis katup mitral.
3. Patofisiologi
Bakteri Streptococcus Beta Hemolitikus Group A dapat menyebabkan
terjadinya demam reuma. Selain itu, oleh tubuh dia dianggap antigen yang membuat
16. tubuh membuat antibodinya.Hanya saja, strukturnya ternyata mirip dengan katup
mitral yang membuat kadangkala antibodi tersebut malah menyerang katup mitral
jantung.Hal ini dapat membuat kerusakan pada katup mitral tersebut. Pada proses
perbaikannya, maka akan terdapat jaringan fibrosis pada katup tersebut yang lama
kelamaan akan membuatnya menjadi kaku. Pada saat terbuka dan tertutup akan
terdengar bunyi yang tidak normal seperti bunyi S1 mengeras, bunyi S2 tunggal, dan
opening snap, juga akan terdengar bising jantung ketika darah mengalir. Apabila
kekakuan ini dibiarkan, maka aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri akan
terganggu. Ini membuat tekanan pada atrium kanan meningkat yang membuat
terjadi pembesaran atrium kanan.Keregangan otot-otot atrium ini akanmenyebabkan
terjadinya fibrilasi atrium.
Kegagalan atrium kiri memompakan darah ke ventrikel kiri menyebabakan
terjadi aliran darah balik, yaitu dari atrium kiri kembali ke vena pulminalis,
selanjutnya menuju ke pembuluh darah paru-paru. Meningkatnya volume darah
pada pembuluh darah paru-paru ini akan membuat tekanan hidrostatiknya
meningkat dan tekanan onkotiknya menurun. Hal ini akan menyebabkan
perpindahan cairan keluar yang akan menyebabkan udem paru. Ini bisa kemuadian
menyebabkan sesak napas pada penderita
4. Manifestasi Klinis
Jika stenosisnya berat, tekanan darah di dalam atrium kiri dan tekanan darah di
dalam vena paru-paru meningkat, sehingga terjadi gagal jantung, dimana cairan
tertimbun di dalam paru-paru (edema pulmoner).Jika seorang wanita dengan
stenosis katup mitral yang berat hamil, gagal jantung akan berkembang dengan
cepat.
Penderita yang mengalami gagal jantung akan mudah merasakan lelah dan
sesak nafas.Pada awalnya, sesak nafas terjadi hanya sewaktu melakukan aktivitas,
tetapi lama-lama sesak juga akan timbul dalam keadaan istirahat.Sebagian
penderita akan merasa lebih nyaman jika berbaring dengan disangga oleh beberapa
buah bantal atau duduk tegak.
Warna semu kemerahan di pipi menunjukkan bahwa seseorang menderita
stenosis katup mitral.Tekanan tinggi pada vena paru-paru dapat menyebabkan vena
atau kapiler pecah dan terjadi perdarahan ringan atau berat ke dalam paru-paru.
Pembesaran atrium kiri bisa mengakibatkan fibrilasi atrium, dimana denyut jantung
menjadi cepat dan tidak teratur.
5. Pemeriksaan Penunjang
1. Kateterisasi jantung : Gradien tekanan (pada distole) antara atrium kiri dan
ventrikel kiri melewati katup mitral, penurunan orivisium katup (1,2 cm), peninggian
17. tekanan atrium kiri, arteri pulmunal, dan ventrikel kanan ; penurunan curah jantung.
2. Ventrikulografi kiri : Digunakan untuk mendemontrasikan prolaps katup mitral.
3. ECG : Pembesaran atrium kiri ( P mitral berupa takik), hipertropi ventrikel kanan,
fibrilasi atrium kronis.
4. Sinar X dada : Pembesaran ventrikel kanan dan atrium kiri, peningkatan vaskular,
tanda-tanda kongesti/edema pulmunal.
5. Ekokardiogram : Dua dimensi dan ekokardiografi doppler dapat memastikan
masalah katup. Pada stenosis mitral pembesaran atrium kiri, perubahan gerakan
daun-daun katup.
6. Komplikasi dan Penatalaksanaan
Komplikasi
Komplikasi dapat berat atau mengancam jiwa. Mitral stenosis biasanya dapat
dikontrol dengan pengobatan dan membaik dengan valvuloplasty atau pembedahan.
Tingkat mortalitas post operatif pada mitral commisurotomy adalah 1-2% dan pada
mitral valve replacement adalah 2-5%. (7,9)
PROLAPS KATUP MITRAL (Mitral Valve Prolapse (MVP)
Regurgitasi mitral dapat terjadi pada pasien dengan penyakit jantung rematik,
penyakit jantung iskemik, atau gagal jantung kongestif. Namun, penyebab
terseringnya adalah prolaps katup mitral. Sekitar 2-5% dari populasi mengalami
prolaps katup mitral. Sebagian besar ditemuka pada usia 20 sampai 40 tahun dan
lebih sering mengnai perempuan. Pada Prolaps Katup Mitral (Mitral Valve Prolapse
(MVP)), selama ventrikel berkontraksi, daun katup menonjol ke dalam atrium kiri,
kadang-kadang memungkinkan terjadinya kebocoran (regurgitasi) sejumlah kecil
darah ke dalam atrium. Penyakit ini ditandai dengan penimbunan substansi dasar
longgar di dalam daun dan korda katup mitral, yang menyebabkan katup menjadi
“floopy” dan inkompeten saat sistol. Prolaps katup mitral jarang menyebabkan
masalah jantung yang serius. Namun, bisa menjadi penyulit sindrom Marfan atau
penyakit jaringan ikat serupa, dan pernah dilaporkan sebagai penyakit dominan
autosomal yang berkaitan dnegan kromosom 16p. Sebagian besar timbul sebagai
kasus yang sporadik.
Penatalaksanaan
1. Pengobatan
Prinsip dasar penatalaksanaan adalah melebarkan lubang katup mitral yang
menyempit , tetapi indikasi ini hanya untuk pasien kelas fungsional III (NYHA)
keatas.Pengobatan farmakologis hanya diberikan bila ada tanda-tanda gagal
jantung, aritmia ataupun reaktifitas reuma.
18. Obat-obatan sperti beta-blocker,digoxin dan verapamil dapat memperlambat
denyut jantung dan membantu mengendalikan fibrilasi atrium.Jika terjadi gagal
jantung,digoxin juga akan memperkuat denyut jantung.
Pada keadaan fibrilasi atrium pemakaian digitalis merupakan indikasi dapat
dikombinaskan penyehat beta atau antagonis kalsium.
Diuretic dapat mengurangi tekanan darah dalam paru-paru dengan cara
mengurangi volume sirkulasi darah untuk mengurangi kongesti.
Antikoagulan warfarin sebaiknya dipakai pada stenosis mitral dengan fibrilasi atrium
atau irama sinus dengan kecenderungan pembentukan thrombus untuk mencegah
fenomena tromboemboli.
Jika terapi obat tidak dapat mengurangi gejala secara memuaskan ,mungkin
perlu dilakukan perbaikan atau penggantian katup.
Intervensi bedah,reparasi atau ganti katup :
a. Closed mitral commisurotomy
b. Open mitral valvotomy
c. Mitral valve replacement.
Pada prosedur valvulopasti balon,lubang katup diregangkan.Kateter yang pada
ujungnya terpasang balon,dimasukan melalui vena ke jantung.ketika berada didalam
katup balon digelembungkan dan akan memisahkan daun katup yang
menyatu.pemisahan daun katup yang menyatu juda bisa dilakukan melalui
pembedahan.Jika kerusakan katupnya terlalu parah,bisa diganti dengan katup
mekanik atau katup yang sebagian dibuat dari katup babi.
Sebelum menjalani berbagai tindakan gigi atau pembedahan,kepada penderita
diberikan antibiotic pencegahan untuk mengurangi resiko terjadiinya infeksi katup
jantung.
7. Pencegahan
Stenosis katup mitral dapat dicegah hanya dengan mencegah terjadinya
demam rematik yaitu penyakit pada masa kanak-kanak yang kadang terjadi setelah
strep throath (infeksi) tenggorokan oleh streptokokkus yang tidak
diobati.Pencegahan eksaservasi demam rematik dapat dengan :
a. Benzatin penisilin 6,12 juta µ IM setiap 4 minggu sampai umur 40 tahun.
b. Eritromisin 2x250 mg/hari
Profilaksis reuma harus diberikan sampai umur 25 tahun walaupun sudah
dilakukan intervensi.Bila sudah berumur 25 tahun lebih masih terdapat tanda-tanda
reaktivitasi,maka profilaksis dilanjutkan 5 tahun lagi.Pencegahan terhadap
endokarditis infektif diberikan pada setiap tindakan operasi misalnya pencabutan
gigi,luka dan sebagainya.
19. 3. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data Subyektif
1) Riwayat penyakit sekarang
a. Dyspnea atau orthopnea
b. Kelemahan fisik (lelah)
2) Riwayat medis
Adakah riwayat penyakit demam rematik/infeksi saluran pernafasan atas.
Data Obyektif
1) Gangguan mental : lemas, gelisah, tidak berdaya, lemah dan capek.
2) Gangguan perfusi perifer : Kulit pucat, lembab, sianosis, diaporesis.
3) Gangguan hemodenamik : tachycardia, bising mediastolik yang kasar, dan
bunyi jantung satu yang mengeras, terdengar bunyi opening snap, mur-mur/S3,
bunyi jantung dua dapat mengeras disertai bising sistole karena adanya
hipertensi pulmunal, bunyi bising sistole dini dari katup pulmunal dapat
terdengar jika sudah terjadi insufisiensi pulmunal, CVP, PAP, PCWP dapat
meningkat, gambaran EKG dapat terlihat P mitral, fibrilasi artrial dan takikardia
ventrikal.
4) Gangguan fungsi pulmunary : hyperpnea, orthopnea, crackles pada basal.
2. Penyimpangan KDM
Stenosis
↓
Hambatan aliran darah → Kongestif pulmonal
↓ ↓
Perpindahan tekanan ← Pembekuan fase distolik Suplai O2 kejaringan
meningkat →
↓↓↓
Penufunan perfusi organ
Energi yang dihasilkan sedikit
Peningkatan retensi natrium
Peningkatan tekanan hisdrostatik Penurunan sirkulasi darah Kelemahan
↓
Penghentain aliran arteri
Penurunan curah
jantung ↓
Intilen aktivitas
Resiko kelebihan
cairan
20. Kebutuhan O2 meningkat
↓
Berkurangnya O2ke otak dan jaringan Perubahan membrane kapiler ↓
←
3. Diagnosa Keperawatan Utama Yang Akan Dibahas
a. Penurunan curah jantung b/d adanya hambatan aliran darah dari atrium kiri ke
ventrikel kiri, adanya takikardi ventrikel, pemendekan fase distolik
b. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian
aliran arteri-vena; penurunan aktifitas.
c. Intoleran aktifitas b/d adanya penurunan curah jantung, kongestif pulmunal.
d. Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan pada
kongestif vena pulmonal; Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan retensi
natrium/air; peningakatn tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma
(menyerap cairan dalam area interstitial/jaringan).
e. Resiko kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolus
(perpindahan cairan ke dalam area interstitial/alveoli).
4. Rencana Intervensi dan Rasional
a. Penurunan curah jantung b/d adanya hambatan aliran darah dari atrium kiri
ke ventrikel kiri, adanya takikardi ventrikel, pemendekan fase distolik.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, penurunan
curah jantung dapat diminimalkan.
Kriteria hasil: Vital sign dalam batas normal, Gambaran ECG normal, bebas gejala
gagal jantung, urine output adekuat 0,5-2 ml/kgBB, klien ikut serta dalam aktifitas
yang mengurangi beban kerja jantung.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
Kaji frekuensi nadi, RR, TD
secara teratur setiap 4 jam.
Catat bunyi jantung.
o Memonitor adanya perubahan
sirkulasi jantung sedini
mungkin.
o Mengetahui adanya perubahan
Gangguan perfusi
jaringan
Resiko pertukaran
gas
21. Kaji perubahan warna kulit
terhadap sianosis dan
pucat.
Pantau intake dan output
setiap 24 jam.
Batasi aktifitas secara
adekuat.
Berikan kondisi psikologis
lingkungan yang tenang.
irama jantung.
o Pucat menunjukkan adanya
penurunan perfusi perifer
terhadap tidak adekuatnya
curah jantung. Sianosis terjadi
sebagai akibat adanya
obstruksi aliran darah pada
ventrikel.
o Ginjal berespon untuk
menurunkna curah jantung
dengan menahan produksi
cairan dan natrium.
o Istirahat memadai diperlukan
untuk memperbaiki efisiensi
kontraksi jantung dan
menurunkan komsumsi O2 dan
kerja berlebihan.
Stres emosi menghasilkan
vasokontriksi yang
meningkatkan TD dan
meningkatkan kerja jantung.
b. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian
aliran arteri-vena; penurunan aktifitas.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari perfusi jaringan
adekuat.
Kriteria hasil: vital sign dalam batas yang dapat diterima, intake output seimbang,
akral teraba hangat, sianosis (-), nadi perifer kuat, pasien sadar/terorientasi, tidak
ada oedem, bebas nyeri/ketidaknyamanan.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
Monitor perubahan tiba-tiba
atau gangguan mental kontinu
Perfusi serebral secara langsung
berhubungan dengan curah
22. (camas, bingung, letargi,
pingsan).
Observasi adanya pucat,
sianosis, belang, kulit
dingin/lembab, catat
kekuatan nadi perifer.
Kaji tanda Homan (nyeri pada
betis dengan posisi
dorsofleksi), eritema, edema.
Dorong latihan kaki aktif/pasif.
Pantau pernafasan.
Kaji fungsi GI, catat anoreksia,
penurunan bising usus,
mual/muntah, distensi
abdomen, konstipasi.
Pantau masukan dan
perubahan keluaran urine.
jantung, dipengaruhi oleh
elektrolit/variasi asam basa,
hipoksia atau emboli sistemik.
Vasokonstriksi sistemik
diakibatkan oleh penurunan curah
jantung mungkin dibuktikan oleh
penurunan perfusi kulit dan
penurunan nadi.
Indikator adanya trombosis
vena dalam.
Menurunkan stasis vena,
meningkatkan aliran balik
vena dan menurunkan resiko
tromboplebitis.
Pompa jantung gagal dapat
mencetuskan distres
pernafasan. Namun dispnea
tiba-tiba/berlanjut
menunjukkan komplikasi
tromboemboli paru.
Penurunan aliran darah ke
mesentrika dapat
mengakibatkan disfungsi GI,
contoh kehilangan peristaltik.
Penurunan pemasukan/mual
terus-menerus dapat
mengakibatkan penurunan
volume sirkulasi, yang
berdampak negatif pada
perfusi dan organ.
23. c. Intoleran aktifitas b/d adanya penurunan curah jantung, kongestif pulmunal
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, klien dapat
beraktifitas sesuai batas toleransi yang dapat diukur.
Kriteria hasil: menunjukkan peningaktan dalam beraktifitas, dengan frekuensi
jantung/irama dan TD dalam batas normal, kulit hangat, merah muda dan kering.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
Kaji toleransi pasien
terhadap aktifitas
menggunakan parameter
berikut: nadi 20/mnt di atas
frek nadi istirahat, catat
peningaktan TD, dispnea,
nyeri dada, kelelahan berat,
kelemahan, berkeringat,
pusing atau pinsan.
Tingkatkan istirahat dan
batasi aktifitas.
Batasi pengunjung atau
kunjungan oleh pasien.
Kaji kesiapan untuk
meningaktkan aktifitas
contoh: penurunan
kelemahan/kelelahan, TD
stabil/frek nadi,
peningaktan perhatian
pada aktifitas dan
Parameter menunjukkan
respon fisiologis pasien
terhadap stres aktifitas dan
indikator derajat penagruh
kelebihan kerja jnatung.
o Menghindari terjadinya
takikardi dan pemendekan
fase distole.
o Pembicaraan yang panjang
sangat mempengaruhi
pasien, naum periode
kunjungan yang tenang
bersifat terapeutik.
o Stabilitas fisiologis pada
istirahat penting untuk
menunjukkan tingkat
aktifitas individu.
24. perawatan diri.
Dorong memajukan
aktifitas/toleransi
perawatan diri.
Berikan bantuan sesuai
kebutuhan (makan, mandi,
berpakaian, eleminasi).
Anjurkan pasien
menghindari peningkatan
tekanan abdomen,
mnegejan saat defekasi.
Jelaskan pola peningkatan
bertahap dari aktifitas,
contoh: posisi duduk
ditempat tidur bila tidak
pusing dan tidak ada nyeri,
bangun dari tempat tidur,
belajar berdiri dst.
o Konsumsi oksigen miokardia
selama berbagai aktifitas dapat
meningkatkan jumlah oksigen
yang ada. Kemajuan aktifitas
bertahap mencegah
peningkatan tiba-tiba pada kerja
jantung.
o Teknik penghematan energi
menurunkan penggunaan energi
dan membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen.
o Aktifitas yang memerlukan
menahan nafas dan menunduk
(manuver valsava) dapat
mengakibatkan bradikardia,
menurunkan curah jantung,
takikardia dengan peningaktan
TD.
o Aktifitas yang maju
memberikan kontrol jantung,
meningaktkan regangan dan
mencegah aktifitas berlebihan.
d. Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan pada
kongestif vena pulmonal, Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan retensi
natrium/air; peningakatn tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma
(menyerap cairan dalam area interstitial/jaringan).
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari kelebihan volume
cairan tidak terjadi.
25. Kriteria hasil: balance cairan masuk dan keluar, vital sign dalam batas yang dapat
diterima, tanda-tanda edema tidak ada, suara nafas bersih.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
Auskultasi bunyi nafas
untuk adanya krekels.
Catat adanya DVJ, adanya
edema dependen.
Ukur masukan/keluaran,
catat penurunan
pengeluaran, sifat
konsentrasi. Hitung
keseimbnagan cairan.
Pertahankan pemasukan
total cairan 2000 cc/24 jam
dalam toleransi
kardiovaskuler.
Berikan diet rendah
natrium/garam.
Delegatif pemberian
diiretik.
o Mengindikaiskan edema paru
skunder akibat dekompensasi
jantung.
o Dicurigai adanya gagal jantung
kongestif.kelebihan volume
cairan.
o Penurunan curah jantung
mengakibatkan gangguan
perfusi ginjal, retensi
cairan/Na, dan penurunan
keluaran urine. Keseimbangan
cairan positif berulang pada
adanya gejala lain
menunjukkan klebihan
volume/gagal jantung.
o Memenuhi kebutuhan cairan
tubuh orang dewasa tetapi
memerlukan pembatasan pada
adanya dekompensasi jantung.
o Na meningkatkan retensi
cairan dan harus dibatasi.
Mungkin perlu untuk
memperbaiki kelebihan cairan.
e. Resiko kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolus
(perpindahan cairan ke dalam area interstitial/alveoli).
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari pertukaran gas
adekuat.
26. Kriteria hasil: sianosis tidak ada, edema tidak ada, vital sign dalam batas dapat
diterima, akral hangat, suara nafas bersih, oksimetri dalam rentang normal.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
Auskultasi bunyi nafas,
catat krekels, mengii.
Anjurkan pasien batuk
efektif, nafas dalam.
Dorong perubahan posisi
sering.
Pertahankan posisi
semifowler, sokong tangan
dengan bantal.
Pantau GDA (kolaborasi
tim medis), nadi oksimetri.
Berikan oksigen tambahan
sesuai indikasi.
Delegatif pemberian
diuretik.
o Menyatakan adanya
kongesti
paru/pengumpulan sekret
menunjukkan kebutuhan untuk
intervensi lanjut.
Membersihkan jalan nafas
dan memudahkan aliran
oksigen.
o Membtau mencegah
atelektasis dan pneumonia.
o Menurunkan komsumsi
oksigen/kebutuhan dan
meningkatkan ekspansi paru
maksimal.
Hipoksemia dapat menjadi
berat selama edema paru.
o Meningkatkan konsentrasi
oksigen alveolar, yang dapat
memperbaiki/menurunkan
hipoksemia jaringan.
Menurunkan kongesti
alveolar, meningkatkan
pertukaran gas.
27. 5. Evaluasi
a. Tidak terjadi penurunan curah jantung
b. Perfusi jaringan adekuat.
c. Klien dapat beraktifitas sesuai batas toleransi yang dapat diukur
d. Kelebihan volume cairan tidak terjadi.
e. Pertukaran gas adekuat.
28. BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari tiori diatas dapat disimpulkan bahwa stenosis merupakan penebalan
progresif dan pengerutan bilah-bilah katup mitral yang menyebabkan penyempitan
lumen dan sumbatan progresif aliran darah. Secara normal, pembukaan katup
adalah selebar tiga jari. Pada kasus stenosis berat terjadi penyempitan lumen sampi
selebar pensil ,penyebab stenosis (katup) yang paling sering adalah endokarditis
rematik dan yang lebih jarang adalah tumor, pertumbuhan bakteri, klasifikasi, serta
trombus
2. Saran
Kami yakin dalam penyusunan makalah dan askep (asuhan
keperawatan) ini belum begitu sempurna karena kami dalam tahap belajar,
maka dari itu kami berharap bagi kawan-kawan semua bisa memberi saran
dan usul serta kritikan yang baik dan membangun sehingga, makalah ini
menjadi sederhana dan bermanfaat. Dan apabila ada kesalahan dan
kejanggalan kami mohon maaf karena kami hanyalah memiliki ilmu dan
kemampuan yang terbatas. Semoga askep ini dapat pula menambah
wawasan bagi mahasiswa lain.
29. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Kardiovaskuler stenosis. Diakses pada 10 Juni 2013, 18.26 pm
file:///D:/Sistem%20Kardivaskuler/Data/Informasi%20Stenosis%20Katup%20Mitral%20(pen
yempitan%20katup%20mitral).htm
Nuzulul, 2012. Askep mitral stenosis. Diakses pada 10 Juni 2013, 18.36 pm
http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35443-Kep%20Kardiovaskuler-
Askep%20Mitral%20Stenosis.html
Nuzulul, 2012. Asuhan Keperawatan pada klien stenosis. Diakses pada 11 Juni 2013, 19.12
pm
http://infokomaccess.blogspot.com/2012/09/asuhan-keperawatan-pada-klien-stenosis.html
file:///D:/Sistem%20Kardivaskuler/Data/NUZULUL%20ZULKARNAIN%20HAQ.htm
Muhammad, Ridzwan, 2013 Askep Stenosis Mitralis. Diakses pada 01 Juli 2012, 14.07pm
file:///D:/Sistem%20Kardivaskuler/Data/askep%20faringitis%20%20askep%20stenosis%20mitralis%2
0KDM.htm