Teks tersebut membahas tentang peradaban Islam sebelum berdirinya Giri Kedaton di Jawa Timur. Islam diperkenalkan ke wilayah tersebut melalui pedagang-pedagang muslim seperti Fatimah binti Maimun dan Syech Maulana Malik Ibrahim. Mereka menyebarkan ajaran Islam secara halus kepada penduduk lokal melalui perdagangan.
6. Sumber lisan, data diambil lewat wawancara dengan orang-orang yang dianggap mengerti tentang Giri kedaton.
7. Sumber lapangan, data diperoleh dari peninggalan-peninggalan berupa benda, artefak, prasasti, dan sumber data yang lain.
8. Kritik, yaitu melakukan pengujian terhadap data dan sumber, dalam hal ini kritik dibagi dua :
9. Kritik ekstern yaitu pengujian terhadap data, maksudnya data, tersebut relik itu otentik atau tidak. Dengan cara melihat angka tahun, warna kertas dan juga warna tinta.
10.
11.
12.
13. Bab II, menjelaskan tentang keadaan serta wajah peradaban Islam sebelum berdirinya Giri kedaton.
14. Bab III, banyak menjelaskan tentang proses berdirinya, sampai dengan peran Giri kedaton dalam memproses peradaban Islam bagi masyarakat.
15. Bab IV, menganalisa tentang apa-apa yang telah diperankan Giri kedaton dalam proses mengembangkan proses peradaban Islam dari masa lampau sampai masa masyarakat kontemporer.
27. Tahun 495 H (sebagian membaca 475 H). Dia kembali ke rahmat
28.
29. Syech Maulana Ishak, asal Samarkan Rusia, ahli pengobatan, dakwah di Jawa lalu pindah dan wafat di Pasai.
30. Syech Maulana Achmad Jumadil Kubro, asal Mesir, dakwah keliling wafat dan dimakamkan di Troloyo-Trowulan Mojokerto.
31. Syech Maulana Muhammad Al Maghrobi, asal Maghrib - Maroko, dakwah keliling, wafat dan dimakamkan di Jatinom Klaten tahun 1465 masehi.
32. Syech Maulana Malik Isro'il, asal Turki, ahli mengatur negara, di makamkan di gunung santri antara Serang - Merak Banten pada tahun 1435 masehi.
33. Syech Maulana Ali Akbar, asal Persia / Iran, ahli pengobatan, wafat dan dimakamkan di gunung santri antara Serang - Merak Banten 1435 masehi.
34. Syech Maulana Hasanuddin, asal Palestina, dakwah keliling, wafat dan dimakamkan di samping masjid Banten lama, tahun 1462 masehi.
35. Syech Maulana Aliyuddin, asal Palestina, dakwah keliling, wafat dan dimakamkan di samping masjid Banten lama.
36.
37. Peninggalan berupa wujud mangkuk, juga merupakan bukti sejarah yang mewakili Fatimah binti Maimun bin Hibatallah, begitu juga adanya kota kuno Leran yang pada tahunnya menjadi pusat peradaban perdagangan antar bangsa-bangsa dunia.
38.
39. Nuli angendiko Kanjeng sinuhun Prabu Sat Netro : Syukur sewu pepek sanak kulo sedoyo, sami guneman ilmu roso. Apan wus sami tunggal kapti. Sampun wonten parebat ; sampun sami masang semu, sampun mawi tetimbang, sami percoyo ing kapti.
40. Nuli (su) suhunan Bonang beber ilmu ; kang sejati : tegese saliro iku dzat, sifat, af'al. af'al ing yang sukmo nyoto ing qalbu amnyo dzat Allah kang murbo wasesa ing dewek iro.
41. Nuli (su) suhunan Ngadiluwih beber ilmu : Tegese saliro iku sasat jeneng ingsun purbo Allah sukmo sebut jeneng urip sejagad.
42. Nuli (kan)jeng sinuhun Prabu Sat Netro beber ilmu : tegese saliro iku urip tunggal anegerahan budi urip sukmaning sejati.
43. Nuli (su) suhunan Qudus beber ilmu : ruh wajib iman cahyo mancur kadi suryo mijil saking perahara mateni lampah nguripi sejagad.
44. Nuli panembahan Maqdum beber ilmu : tegese saliro iku sejatine Allah amurbo wesiso agung luhur purbo awak diri.
46. Nuli (su) suhunan Kalijogo beber ilmu : sejatine saliro iku tunggal ; sukmo diri kang murbo wesiso awak diri langgeng ing urip sejati.
47. Nuli seih Siti Jenar beber ilmu sejati : sembayang iku Allah : semabah sinembah puji pinuji dawak. Sujud ruku' iku Allah .
48. Nuli (kan)jeng sinuhun Prabu Sat Netro beber ilmu malih : kang dihin ; Allah kang purbo angeweruhi. Kapindo ; Nabiyullah. Kaping telu ; Rasulullah. Kaping pat ; dzat-sifat.
50. Nuli sinuhun Prabu Sat Netro angendiko : Eh Siti Adoha Allah parek Allah ; lamun parek aweh pakeniro, lamun adoho meneng pekeniro. Supoyo yen bener : Eh Siti Jenar siro iku jism alus.
51. Nuli Siti Jenar angendiko : jiwo rogo den wicoro, pahesan sun tilar.
52. Nuli poro wali angendiko : Eh ! salah temen Siti Jenar. Pekenira kafir ingda nas (inda nas) Islam ingda (inda) Allah.
53. Siti Jenar angendika : temen mengko ingsun sukmo langgeng ing urip sejati. Apan wus janji rumihin podo ambeber ilmu roso sami podo miyak aling-aling wong semono podo mawi tetimbang ajo ono salah cipto.
54. Nuli (kan)jeng sinuhun Prabu Sat Netro angendiko : Eh Siti Jenar siro iku kamanungsan. Tan perbedo marang sanak pekeniro Eh Siti Jenar ! siro iku kebeneran nora nganggo tetimbang oro nganggo aling-aling menawi akeh-akeh kalugurungan. Ora biso koyo Siti Jenar ; akeh-akeh wong anggegampang, akeh-akeh salah cipto, salah tompo ; dadi akeh-akeh kang wong nora arep ameguru ilmu syareat limang waktu ; dadi oro becik. Lamun bisoho koyo Siti Jenar (iku) luwih utomo ; lamun ora biso dadi kalugurungan.
55. Nuli seih Maulana sami perapto pinarek masjid ageng ; ingkang kari, wali pepitu sami ambener sasatyo: Datan perbedo lawan kang rumihin ; sedoyo sami cunduk.
56. Sami angendiko aji maulana : Eh Siti Jenar jeneng tuang Siti Jenar ngaku Allah.
57. Angendiko Siti Jenar : ora ono Allah amung Siti Jenar ingkang ono. Sirno Siti Jenar ono Allah.
58. Nuli Maulana Maghrib angendiko. Eh kafir adi Siti Jenar. Kafir ingda nas Islam ingda Allah.
59. Nuli matur Seih Maulana Maghrib marang sinuhun Prabu Sat Netra : Eh kanjeng sinuhun sampun : sampun kebeletat. Katah-katah kang winecoro. Temahan masjid dalem suwung. Wonten sholat, wonten boten sholat. Katah-katah kang wong gegampang toto syareat tur dereng kantenan wuniko sejatining ilmu rahsa. Syukur ugo lamun lereso, lah dawek kanjeng sinihun salah leres Siti Jenar penejahan.
60. Nuli Siti Jenar angendiko : lah dawek sampun kelayatan lawang suwargo sampun mengo. Sigera Siti Jenar cinandak qohum papat. Sigera rinompo lajeng jongko kapinasan ; sahabate ingkang kari sami panejahan. Sami nyebut ngaku Allah. Nuli ono rarine Siti Jenar angon wedus wus angrungu Siti Jenar wus ngemasi kasuwur yen ngaku Allah. Sigera-sigera marek ing ajengan, sarto sumbar-sumbar iki ono Allah kari siji katungkul angon wedus.
61. Nuli sinuhun Prabu Sat Netro angendiko : rari iku kudu melu Siti Jenar ojo suwe sandingono Siti Jenar.
64. Prabu Sat Netra berkata : saya muji syukur karena sanak saudara telah datang semua dalam rangka sarasehan ilmu rasa. Sekarang kita telah mempunyai kehendak yang sama. Jangan ada yang repot, menyimpan rahasia, banyak pertimbangan. Percaya saja pada kehendak i'tikat kita bersama. (Selanjutnya pelaksanaan diskusi itu sebagai berikut).
65. Sunan Bonang berbicara ilmu rasa : "anda itu yang sejati dalam dzat, sifat dan af'al. af'al (Allah) masuk dalam roh anda ; yang kenyataannya ada pada hati anda. Maksudnya dzat Allah yang maha kuasa berada pada diri anda.
66. Kemudian susuhunan Ngadiluwih menjelaskan ilmu : "maksudnya, anda itu hanyalah namaKu. Pada masa dahulu, ruh Allah menyebut Nama (Allah) maka timbul kehidupan alam semesta.
67. kemudian kanjeng sinuhun Prabu Sat Netra menjelaskan ilmu rasa, "anda itu dapat beriman merasa bersatu dengan Tuhan karena diberi anugerah pengetahuan kehidupan tentang ruh Tuhan".
68. Kemudian susuhunan Qudus menjelaskan : Ruh wajib iman tentang cahaya yang memancar seperti matahari yang mengeluarkan cahaya. Cahaya itu melalui udara menggerakkan alam seperti membunuh atau menghidupkan alam kehidupan sejagat.
69. Kemudian panembahan Maqdum menjelaskan : "maksudnya, anda adalah hakekat Allah yang Qadim, kuasa, agung dan luhur. Diri hamba itu Qadim".
70. Kemudian pangeran Palembang menjelaskan : yang dimaksud dengan mendapat anugerah adalah melihat jelas kepada Allah.
71. Kemudian susuhunan Kalijaga menjelaskan : sesungguhnya anda itu tunggal. Ruh Allah yang maha kuasa beserta dengan ruh hamba sehingga hamba mengalami kekekalan dalam kehidupan yang sejati.
72. Kemudian Syech Siti Jenar menjelaskan ilmu sejati : "sembayang pada Allah pada hakekatnya adalah menyembah dan memuji dirinya sendiri, sebagaimana arti (makna) dari sujud dan ruku' pada Allah".
73. Kemudian kanjeng sinuhun Prabu Sat Netro menjelaskan ilmu lagi : "pertama, bahwa Allah itu maha mengetahui; kedua Nabiyullah ; ketiga, Rasulullah, keempat dzat sifat.
74. Kemudian para wali berkata : He Siti Jenar, anda adalah penganut Kadiriah (Qodiriyah?) dilihat dari perkataan anda.
75. Kemudian Prabu Sat Netra berkata : "He Siti Jenar ! Allah itu jauh dan juga dekat pada hamba. Jika dekat maka Allah itu memberi sesuatu pada hamba. Jika Allah jauh dari hamba maka hamba itu hanya diam, tak dapat bergerak (mati?). singkat kata yang benar bahwa : "Siti Jenar itu hanyalah jisin halus".
77. Kemudian para wali berkata : "He ! salah amat Siti Jenar. Diri anda telah kafir menurut pandangan manusia (inda nas), tetapi Islam menurut Allah (inda Allah)".
78. Siti Jenar berkata : "nanti rohku akan kekal di alam kehidupan sejati. Hal ini saya ungkapkan sesuai dengan perjanjian terdahulu bahwa kita akan menjelaskan ilmu rasa tanpa aling-aling, tanpa pertimbangan- pertimbangan tekhnis. Semuanya para yang hadir ini jangan salah paham.
79. Kemudian kanjeng sinuhun Prabu Sat Netra berkata : "He Siti Jenar ! anda telah menjadi manusia yang tidak berbeda dengan sanak saudaramu. He Siti Jenar ! anda itu sesungguhnya tiada menggunakan pertimbangan, tiada aling-aling jika mengeluarkan isi hati. Tidak semua orang seperti Siti Jenar, karena orang awam akan meremehkan agama karena salah paham dan tidak mengerti. Akibatnya tidak baik karena orang awam tidak bersedia belajar ilmu syari'at seperti shalat lima waktu. Namun jika seseorang dapat melakukan agama seperti Siti Jenar itu lebih utama, namun jika tidak bisa seperti Siti Jenar maka banyak orang yang merugi.
80. Kemudian Syech Maulana Maghrib mengambil tempat di dekat masjid, selainnya yaitu tujuh orang wali sedang membahas ilmu suci dengan para wali sepaham yang berbeda dengan Siti Jenar.
81. Kemudian Aji Maulana berkata : "He Siti Jenar ! nama mu tuan Siti Jenar mengaku Allah
82. Siti Jenar berkata : "Allah tidak ada, yang "ada hanyalah" Siti Jenar, Jika Siti Jenar tiada, maka yang "ada hanyalah" Allah.
83. Kemudian Syech Maulana Maghrib berkata :” He ! anda kafir. Anda telah melampaui batas hai Siti Jenar ! kafir menurut manusia tapi Islam menurut Allah".
84. Kemudian Syech Maulana Maghrib berkata kepada sinuhun Prabu Sat Netra: "He kanjeng sinuhun ! sekarang sudah jelas ! sudah banyak yang dibicarakan yang mengakibatkan masjid ini menjadi kosong karena sebagian orang melaksanakan shalat tapi lainnya tidak shalat, banyak orang yang meremehkan aturan syari'at, dan belum tentu bahwa ilmu rasa darinya (Siti Jenar) itu benar. Syukur jika ilmu rasa itu benar. Nah dengan sendirinya sepantasnya kanjeng sinuhun memutuskan, baik benar atau salah, Siti Jenar itu supaya di hukum bunuh".
85. Kemudian Siti Jenar berkata : "nah sekarang saya telah disini, pintu surga telah terbuka". Dengan gerak cepat, kaum (santri) empat memegangi dan mengapit Siti Jenar, lantas Siti Jenar di pedang. Badan Siti Jenar putus dengan sekali pukulan pedang. Sahabat Siti Jenar juga di bunuh karena mengaku Allah, adiknya Siti Jenar yang pekerjaannya sebagai penggembala kambing sudah tahu bahwa Siti Jenar mengaku Allah, adik Siti Jenar itu segera maju ke depan, serta dengan suara lantang dia mengatakan, ini ada Allah tinggal satu yang pekerjaannya sebagai penggembala kambing.
86. Kemudian sinuhun Prabu Sat Netro berkata : "adiknya (Siti Jenar) harus ikut harus mengikuti Syech Siti Jenar. Cepat dekati Syech Siti Jenar".
87. Kemudian ada suara tanpa rupa dari ruh Siti Jenar yang katanya : "He! anak muda tukang gembala kambing ! jangan jauh-jauh dariku. Anak penggembala kambing itu berkata : "nah ! ikutlah mati ! pintu surga telah terbuka : kemudian anak penggembala kambing itu dipedang dengan sekali pukulan langsung putus badannya. Anak penggembala kambing itu kemudian tersenyum. Setelah tiga hari, badan Siti Jenar utuh kembali.
88.
89. Sunan Giri nuli miyosing pendhapa. Dhasare sing miyos pandhita linuwih, mula swasane paseban tumuli sidhem premanem. Sang pandhita mbageg-ake rawuhe para priyagung, dene para priyagung genti-genten padha ngaturake kasugengan.
90. Sunan Giri paring wejangan : " putra-putra ningsun kabeh, padha ngaturana suka sukur marang Gusti Allah. Dene kang tinitah dadi gedhe lan kang tinitah dadi cilik iku wis pesthine dhewe-dhewe. Dak suwun marang Pangeran, muga-muga putra-putraku kabeh padha nemu basuki. Dumadak'an Sunan Giri mandeng Ki Ageng Pamanahan, kang lungguhe saburine Sultan Adiwijaya, Ki Ageng Pamanahan tumungkul, ora wani ndengangak.
91. Sunan Giri ndangu Sultan Adiwijaya : " putraku sultan abdimu sing lungguh ing mburimu iku sapa ? " lantas di jawab : " punika petinggi ing Matawis, " ature sultan. " naminipun Ki Pamanahan. "
92. Sunan Giri nuliparing dhawuh marang para priyagung kabeh : " putra-putraku para adipati kabeh, wruhanamu, turune Ki pamanahan iki mbesuk uga bakal ngidep marang Mentawis. "
93.
94. Kemudian Sunan Giri memasuki pendapa (ruang tamu). Memang yang datang Sunan Giri (sang pandhita) punya "kelebihan", lantas suasananya menjadi diam, hening penuh dengan wibawa kesejukan. Sunan Giri memberitahukan kedatangan orang-orang besar (penguasa), dan para pembesar pun saling bergantian untuk memberitahukan atas kedatangannya masing-masing.
95. Sunan Giri memberi nasehat : "putra-putra saya semua, supaya semuanya suka merasa bersyukur kepada Allah SWT. Bila berkehendak jadi besar serta berkehendak jadi kecil itu sudah menjadi jalannya sendiri-sendiri. Dengan berterima kasih kepada Tuhan, semoga semua putra-putra saya bertemu dengan kebahagiaan". Secara tiba-tiba Sunan Giri memandang Ki Ageng Pamanahan, yang duduknya di belakang Sultan Adiwijaya, Ki Ageng Pamanahan menunduk, tidak berani menegakkan kepalanya.
96. Sunan Giri bertanya ke Sultan Adiwijaya : "putraku Sultan yang duduk dibelakang kamu itu siapa? "lantas di jawab : "dia itu penguasa di Mataram, "selanjutnya Sultan" namanya Ki Ageng Pamanahan.
97. Sunan Giri kemudian memberikan nasehat kepada para pembesar semua : "putra-putra saya para Adipati semua, ketahuilah bahwa keturunan Ki Pamanahan besok, semua akan tunduk menghadap kepada Mataram".
98.
99. Riseksana semana Ki Senapateya Anulya putusan agelis ing Demak Negara kelawan ing Kalinyamat sak peraptanira cecawis tur mulya mangkat dateng negari Mentawis.
100. Tiyang Jagaraga perasameyo siyaga lawan wong Pajang negari perasamiya siyaga sak kepraboting yuda semana sampun arakit sakehe bala anulya budal sami.
101. Sampun dugi semana bulan Muharram kocapa Ki Senapati sak bala wus mangkat angeluruk ing Brang Wetan kuneng lampahira nanggih ingkang kocapa Negara ing Surawesti.
102. Tur uninga pengalasan suraperingga kelawan wong Mentawis mangke sampun mangkat angaluruga ing Brang Wetan Bupati Surabaya gelis nulya putusan negeri Brang Wetan sami.
103. Negeri Tuban, Sedayu sami putusan Lamongan pan datan kari miwah ing Lumajang ing Malang lan Kertasana, Pasuruan lan Kediri ing Wirasaba, Belitar lawan ing Rawi.
104. Majapura lan ing Peringgabaya ika lawan Lasem sumawis ing Rembang lan Pejangkungan Medura ing utusan gegaman abang winarni ing Surabaya wus mentas tata abaris.
105. Sampun pepek sekehe para adipeteya kersanira anjagani. Sakehing kang bala ing lakune wong Mentaram bekta sak papaning jurit aside ametuka yudane wong ing Mentawis.
106. Sampun perapta wong Mentaram ngepung Japan asedaya bedah wani wadeya bala wetan merepeki ing Japan wus ayuneyunan jurit kuneng ta sira kucapa ing Sunan Giri.
107. Sunan Giri sampun ngaturan wuninga kelawan ing wong Mentawis perapta angepung Japan Tiyang Agung Brang Wetan asedaya tulung ajurit wewantening Japan Ayunayunan perasami.
108. Jeng Sunan Giri Arga aputusan duta qahum sedesi lungaha Maring Japan pan gawanen surat ing wang qahum sedasa Wotsari lampahe kebat datan kawarna ing margi.
109. Perapting Japan kang duta qahum sedasa anulya mundak para sami wong agung Brang Wetan nulya sameya ngaturan kalih wong-wong agung Mentawis sami ngaturan pan dene qahum ing Giri.
110. Sampun perapta wong agung wetan sedaya lan wong agung ing Mentawis kalih sampun perapta pan sami tata angenggah pepek kang para Bupati qahum sedaya nulya wecana manis.
111. Lah! Wong Agung Mentaram wong Agung Wetan Manira pan dinut iki dening jeng Sesunan kinen marang pakenira dinuta dawuh ken tulis lah pir sakena andikane ing Sang Yogi.
112. Den winaca penget wong agung Mentaram lan wong agung Surawesti wong agung sedaya wiyose ingkang serat kaperiye polahe niki alawan-lawanan arebut jeneng sira iki.
113. Balik sira lah rembuga uga dipun patuh ta sira iki perandene yen ana pamiyake ing pangeran kang agung lawan kang alit lahta sabarena pan durung mangsa ing mangke.
114.
115. Setelah melalui proses peradaban oleh kaum pedagang yang telah membentuk masyarakat muslim. Kemudian terbentuknya peradaban Islam (pemerintah) Giri Kedaton. Berawal dari berdirinya sebuah pesantren (sekolah) dengan berbasiskan santri dan kalangan-kalangan elit yang memberikan pengakuan (legitimasi) pendirian pemerintahan ulama' Giri Kedaton.
116. Peran sebagai pemerintah Giri Kedaton, mengatur (membuat aturan) serta mempunyai kekuatan sebagai penguasa. Dan juga peran sebagai mediator pengakuan (legitimasi) disertai peran untuk mengembangkan peradaban Islam melalui kebijakan-kebijakannya dalam sifat pemerintahan ulama' di Giri Kedaton.
117. Saran.Jika di lihat dari akar sejarah manusia. Tulisan dalam skripsi ini banyak kekurangan-kekurangan, dengan begitu di perlukan adanya kepedulian dari berbagai pihak dan masyarakat akademik. Terlebih lagi pemerintah sebagai pemegang kebijakan-kebijakan untuk merawat, memelihara dan meneliti situs, prasasti, manuskrip, babad, lontar dan bukti-bukti data lain semuanya harus dilakukan secara berkesinambungan. Seperti yang dilakukan oleh lembaga-lembaga perguruan tinggi eropa maupun oleh negara-negara lain yang suka dan cinta pada perjalanan panjang sejarah peradaban umat manusia di bumi.<br />[1] Tim penulis Fakultas adab IAIN Sunan Kalijaga, sejarah peradaban Islam dari masa klasik hingga modern, (Yogyakarta: Lesfi bekerjasama fakultas adab IAIN Sunan Kalijaga 2003) hal, 10<br />[2] Kuntowijoyo, metodologi sejarah, (Yogyakarta : tiara wacana, 1994), hal, 111<br />[3] Ibid, hal, 113<br />[4] Soerjono Soekanto, sosiologi suatu pengantar (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2002) hal, 243<br />[5] Sartono Kartodirjo, pendekatan ilmu sosial dalam metodologi sejarah (Jakarta, PT Gramedia Pustaka, 1993) hal, 8<br />[6] Tim peneliti IAIN Sunan Ampel, peradaban Islam dari kota kuno Giri kedaton Gresik Jawa Timur, (Surabaya, lembaga penelitian IAIN Sunan Ampel, 2002), tidak diterbitkan.<br />[7] Nugroho noto susanto, masalah penelitian sejarah kontemporer, (Jakarta, yayasan Indayu, 1978), hal, 11<br />[8] Ibid, hal, 38-39.<br />[9] Drs. Badri yatim, MA, Historiografi Islam, (Jakarta, Logos, 1997), hal, 3<br />[10]. Dukut Imam Widodo dan kawan - kawan, (Gresik, pemerintah kabupaten Gresik, 2004), Grisee Tempo doeloe hal, 104<br />[11] Wawancara di warkop dengan Bapak Achmad Jayadi.<br />[12] Ibid, Grisee Tempo doeloe, hal, 104<br />[13] Soekarman. B.Sc, Babad Gresik I terjemahan, (Radya Pustaka, Surakarta, 1990), hal, 1<br />[14] Situs internet, www.jawapalace.org<br />[15] Ibid, situs internet www.jawapalace.org<br />[16] Azyumardi Azra, Jaringan global dan lokal Islam nusantara, (Bandung, Mizan, 2002), hal, 29<br />[17] Wawancara dengan Mas Muchlas Sidomukti<br />[18] Sigar : di pisah atau di belah yang menunjuk pada benda atau suatu tempat.<br />[19] Wawancara dengan Bapak Achmad Jayadi, perangkat desa Leran<br />[20] DR. Hiroko Horikoshi, (penj : Umar Basalim dan Andi Muarly Sunrawa) Kyai dan perubahan sosial, (P3M, Jakarta, 1987), hal, 239, 240, 241, 246<br />[21] Umar Hasyim, Sunan Giri (Menara Kudus, Kudus, 1979) hal, 32-33<br />[22] Kementrian agama, Sejarah hidup K.H.A. Wakhid Hasyim (Panitia buku peringatan Alm. K.H.A. Wakhid Hasyim, Jakarta), hal, 21<br />[23] Ibid, Grisee Tempo doeloe. Hal, 14, 15, 16.<br />[24] Hasil Laporan balai pelestarian peninggalan purbakala Trowulan wilayah kerja propinsi Jawa Timur dengan dinas pendidikan dan kebudayaan pemerintah kabupaten Gresik tahun 2004, hal 93 tidak dterbitkan.<br />[25] Drs. Masyhudi. M.Ag, Tasawuf aliran kiri dalam naskah kuno dari Kedaton Giri, (Surabaya, laporan penelitian individu,1990), hal, 47-51. tidak di terbitkan.<br />[26] Ibid, hal, 52, 53.<br />[27] Wawancara dengan Bapak Ismail, juru Kunci makam.<br />[28] Soekarman. B Sc, Babad Gresik II terjemahan, (Radya Pustaka, Surakarta, 1990), hal 7<br />[29] Sugiarta sriwibawa, babad tanah jawa, (pustaka jaya, Jakarta, 1976), hal, 75-76.<br />[30] Tim peneliti (Lembaga penelitian IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2004). Manuskrip Islam pesantren di pondok Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan Jawa Timur, hal 79-82. tidak di terbitkan<br />[31] Ibid, hal, 83<br />[32] ibid, hal, 93-94<br />[33] Grisee tempo doeloe hal, 46<br />[34] Ibid, hal 52<br />[35] Ibid, hal, 115<br />[36] Tim peneliti (Lembaga penelitian IAIN Sunan Ampel, Surabaya). Manuskrip Islam pesantren di pondok Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan Jawa Timur, hal 77. tidak diterbitkan<br />[37] Sebuah artikel quot;
Lain NU Lain PKB quot;
www.gusdur.net<br />[38] Ibid, Grissee tempo doeloe, hal, 44-45<br />[39] Ibid, Grissee tempo doeloe. Hal, 448 - 453<br />[40] Ibid, Grissee tempo doeloe, hal, 456 - 457 - 458<br />[41] Iskandar P. Nugroho dan Retno Prabandari, Sejarah Peradaban manusia zaman Mataram kuna, (PT Gita Karya, Jakarta, 1989) hal, 2<br />[42] Samuel.P. Huntington (penj, M. Sadat Ismail), benturan antar peradaban (Qalam, Yogyakarta, 2002) hal, 37 dan 54<br />[43] Ibid. hal, 55<br />