SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Prevalensi adalah Jumlah keseluruhan orang yang sakit yang menggambarkan
kondisi tertentu yang menimpa sekelompok penduduk tertentu pada titik waktu
tertentu (Point Prevalence), atau pada periode waktu tertentu (Period Prevalence),
tanpa melihat kapan penyakit itu mulai dibagi dengan jumlah penduduk yang
mempunyai resiko tertimpa penyakit pada titik waktu tertentu atau periode waktu
tertentu.
Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber
daya manusia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Indonesia sehat 2010
merupakan visi pembangunan nasional yang ingin dicapai melalui pembangunan
kesehatan. Visi pembangunan gizi adalah mewujudkan keluarga mandiri sadar gizi
untuk mencapai status gizi masyarakat atau keluarga yang optimal (Dinkes Sumatera
Utara, 2006).
Memiliki anak yang sehat dan cerdas adalah dambaan setiap orang tua. Untuk
mewujudkannya tentu saja orang tua harus selalu memperhatikan, mengawasi dan
merawat anak secara seksama. Khususnya memperhatikan pertumbuhan dan
perkembangannya. Meskipun proses tumbuh kembang

anak berlangsung secara

alamiah, proses tersebut sangat bergantung kepada orang tua. Apalagi masa lima
tahun (masa balita) adalah periode penting dalam tumbuh kembang anak dan
merupakan

masa

yang

akan

intelegensinya(Sulistijani, 2001).

menentukan

pembentukan

fisik,

psikis

dan
B.Tujuan Penelitian
Tujuannya adalah untuk menurunkan prevalensi kurang gizi sesuai dengan target
RPJMN 2005-2009 yaitu penurunan prevalensi gizi kurang menjadi 20% dapat
dicapai.
BAB II
PEMBAHASAN
Seorang anak yang sehat dan normal akan tumbuh sesuai dengan potensi
genetik yang dimilikinya. Tetapi pertumbuhan ini juga akan dipengaruhi oleh intake
zat gizi yang dikonsumsi dalam bentuk makanan. Kekurangan atau kelebihan gizi
akan dimanifestasikan dalam bentuk pertumbuhan yang menyimpang dari pola
standar.
Di negara-negara ASEAN pada periode tahun yang hampir sama (1990-1997)
prevalensi gizi buruk pada anak balita hanya berkisar antara 1-5 % (Soekirman,
2000). Di Indonesia prevalensi gizi buruk pada balita menurut BB/U pada tahun 2002
adalah 8,0% dengan jumlah balita 18.369.952 orang dan meningkat pada tahun 2003
yaitu 8,3% dengan jumlah balita 18.608.762 orang (Hayatinur. E, 2006). Data
prevalensi gizi buruk menurut provinsi di Indonesia pada tahun 2003 yang tertinggi
adalah propinsi Gorontalo yaitu sebesar 21,48 % sedangkan prevalensi gizi kurang
tertinggi adalah provinsi NTT yaitu sebesar 25,93 % (Nency, 2005). Berdasarkan
hasil Susenas, di Sumatera Utara prevalensi gizi kurang pada tahun 2000 yaitu
sebesar 17,32 %, tahun 2003 sebesar 18,39 % dan pada tahun 2005 sebesar 18,20 %.
Sedangkan prevalensi gizi buruk pada tahun 2000 yaitu sebesar 9,16 %, pada tahun
2003 sebesar 12,35 % dan pada tahun 2005 sebesar 10,50 % (Dinkes Sumatera Utara,
2006). Pada tahun 2006 di Kabupaten Langkat terdapat 24% anak dengan status gizi
buruk (Siswono, 2007). Data yang diperoleh berdasarkan hasil penilaian status gizi
pada tahun 2011 di kabupaten tabanan

Upaya-upaya yang berkaitan dengan penanggulangan masalah gizi kurang antara
lain penyelenggaraan posyandu, pemberian ASI eksklusif dan MP ASI serta
tatalaksana gizi buruk yang akan dibahas sebagai berikut.
Kunjungan ke Posyandu (D/S)
Cakupan penimbangan balita di Posyandu (D/S) merupakan indikator yang berkaitan
dengan cakupan pelayanan gizi pada balita, cakupan pelayanan kesehatan dasar
khususnya imunisasi serta prevalensi gizi kurang.
Semakin tinggi cakupan D/S, semakin tinggi cakupan vitamin A, semakin tinggi
cakupan imunisasi dan semakin rendah prevalensi gizi kurang
Hasil Riskesdas menunjukan secara nasional cakupan penimbangan balita (anak
pernah ditimbang di Posyandu sekurang-kurangnnya satu kali selama sebulan
terakhir) di posyandu sebesar 74,5%.
Propinsi dan cakupan penimbangan balita di Posyandu

Frekuensi
kunjungan balita ke Posyandu semakin berkurang dengan semakin meningkatnya
umur anak. Sebagai gambaran proporsi anak 6-11 bulan yang ditimbang di Posyandu
91,3%, pada anak usia 12-23 bulan turun menjadi 83,6%, dan pada usia 24-35 bulan
turun menjadi 73,3%.
Masalah yang berkaitan dengan kunjungan Posyandu antara lain tersedianya dana
operasional untuk menggerakkan kegiatan Posyandu, tersedianya sarana dan
prasarana serta bahan penyuluhan belum memadai, pengetahuan kader masih
rendah dan kemampuan petugas dalam pemantauan pertumbuhan serta konseling
masih lemah, masih kurangnya pemahaman keluarga dan masyarakat akan manfaat
Posyandu serta masih terbatasnya pembinaan kader.
Pemberian ASI dan MP-ASI
Cara pemberian makanan pada bayi yang baik dan benar adalah menyusui bayi
secara eksklusif sejak lahir sampai dengan umur 6 bulan dan meneruskan menyusui
anak sampai umur 24 bulan. Mulai umur 6 bulan, bayi mendapat makanan
pendamping ASI yang bergizi sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembangnya.
Kementerian Kesehatan telah menerbitkan surat keputusan Menteri Kesehatan nomor:
450/Menkes/SK/IV/2004 tentang Pemberian ASI secara eksklusif pada bayi di
Indonesia.
Secara nasional cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia berfluktuasi dan
menunjukkan kecenderungan menurun selama 3 tahun terakhir. Pada grafik terlihat
bahwa cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0–6 bulan turun dari 62,2% tahun
2007 menjadi 56,2% pada tahun 2008. Sedangkan cakupan pemberian ASI eksklusif
pada bayi sampai 6 bulan turun dari 28,6% pada tahun 2007 menjadi 24,3% pada
tahun 2008.
Persentase Bayi Umur 0-6 Bulan dan Umur 6 Bulan yang diberi ASI Saja 2004-2008
Sumber: Susenas 2004-2009
Cakupan pemberian ASI eksklusif dipengaruhi beberapa hal, terutama masih sangat
terbatasnya tenaga konselor ASI, belum adanya Peraturan Pemerintah tentang
Pemberian ASI serta belum maksimalnya kegiatan edukasi, sosialisasi, advokasi, dan
kampanye terkait pemberian ASI maupun MP-ASI, masih kurangnya ketersediaan
sarana dan prasarana KIE ASI dan MP-ASI dan belum optimalnya membina
kelompok pendukung ASI dan MP-ASI.
Tatalaksana Balita Gizi Buruk
Gizi buruk terjadi akibat dari kekurangan gizi tingkat berat, yang bila tidak ditangani
secara cepat, tepat dan komprehensif dapat mengakibatkan kematian. Perawatan gizi
buruk dilaksanakan dengan pendekatan tatalaksana anak gizi buruk rawat inap di
Puskesmas Perawatan, Rumah Sakit dan Pusat Pemulihan Gizi (Terapheutic Feeding
Center ) sedangkan Gizi buruk tanpa komplikasi di lakukan perawatan rawat jalan di
Puskesmas, Poskesdes dan Pos pemulihan gizi berbasis masyarakat (Community
Feeding Centre /CFC).
Kenyataan di lapangan, kasus gizi buruk sering ditemukan terlambat dan atau
ditangani tidak tepat. Hal ini terjadi karena belum semua Puskesmas terlatih untuk
melaksanakan tatalaksana gizi buruk. Selain itu kurangnya ketersediaan sarana dan
prasana untuk menyiapkan formula khusus untuk balita gizi buruk, serta kurangnya
tindak lanjut pemantauan setelah balita pulang ke rumah.
A. Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY)
GAKY adalah sekumpulan gejala yang timbul karena tubuh seseorang kurang unsur
Iodium secara terus-menerus dalam jangka waktu lama. Kekurangan Iodium saat ini
tidak terbatas pada gondok dan kretinisme saja, tetapi ternyata kekurangan Iodium
berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia secara luas, meliputi tumbuh
kembang, termasuk perkembangan otak sehingga terjadi penurunan potensi tingkat
kecerdasan (Intelligence Quotient=IQ).
Indikator untuk memantau masalah GAKY saat ini adalah Ekskresi Yodium dalam
Urine (EYU) sebagai refleksi asupan yodium, cakupan rumah tangga mengonsumsi
garam beryodium dan pencapaian 10 indikator manajemen. Bila proporsi penduduk
dengan EYU<100 µg/L dibawah 20% dan cakupan garam beryodium 90% diikuti
dengan tercapainya indikator manajemen maka masalah GAKY di masyarakat
tersebut sudah terkendali.
Hasil Studi Intensifikasi Penanggulangan GAKY (IP-GAKY) tahun 2003, dan hasil
Riskesdas 2007 mendapatkan hasil yang konsisten, bahwa rata-rata EYU sudah
tinggi, dan proporsi EYU<100 µg/L telah dibawah 20%. Direktur Jenderal Bina
Kesmas telah mengeluarkan edaran Nomor: JM.03.03/BV/2195/09 Tanggal 03 Juli
2009 tentang penghentian suplementasi kapsul minyak iodium pada sasaran (WUS,
ibu hamil, ibu menyusui dan anak SD/MI). Disisi lain cakupan Rumah Tangga
dengan garam cukup Iodium rata-rata nasional baru mencapai 62,3%. Terdapat
disparitas antar daerah cukup tinggi dimana persentase cakupan terendah adalah
Provinsi Nusa Tenggara Barat (27,9%), dan tertinggi Provinsi Bangka Belitung
(98,7%).
Masalah penggunaan garam beryodium di masyarakat antara lain karena belum
optimalnya penggerakan masyarakat dan kampanye dalam mengkonsumsi garam
beryodium, serta dukungan regulasi yang belum memadai. Disamping itu masalah
lain adalah belum rutinnya pelaksanaan pemantauan garam beryodium di masyarakat
secara terus menerus.
B. Kurang Vitamin A (KVA)
Vitamin A merupakan salah satu zat gizi penting, berfungsi untuk penglihatan,
pertumbuhan dan dan meningkatkan daya tahan tubuh. Secara nasional masalah
kekurangan vitamin A pada balita secara klinis sudah tidak merupakan masalah
kesehatan masyarakat. Studi masalah gizi mikro di 10 propinsi tahun 2006, diperoleh
gambaran prevalensi xeropthalmia pada balita 0,13% dan indeks serum retinol kurang
dari 20µg/dl adalah 14,6%. Hasil studi tersebut menggambarkan terjadinya
penurunan, jika dibandingkan dengan hasil survei vitamin A pada tahun 1992.
Data Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa cakupan suplementasi vitamin A secara
nasional pada anak umur 6-59 bulan adalah 71,5%. Masih ada 3 propinsi dengan
cakupan di bawah 60%, 16 propinsi di bawah 70% dan hanya 4 propinsi dapat
mencapai 80%. Berdasarkan laporan dari provinsi tahun 2009, cakupan pemberian
kapsul vitamin A pada anak umur 12-59 bulan sebesar 79,2%. Provinsi dengan
cakupan > 85 % adalah DIY, Jawa Timur, Kepulauan Riau, dan Kalimantan Selatan
sedangkan provinsi Papua Barat, Papua dan Maluku cakupan pemberian kapsul
vitamin A < 60% .
Masalah manajemen dan penyediaan kapsul vitamin A, merupakan masalah yang
dihadapi dalam peningkatan cakupan pemberian kapsul vitamin A. Disamping itu
belum optimal pelaksanaan kampanye bulan kapsul vitamin A di setiap jenjang
administrasi.
C. Anemia Gizi Besi (AGB)
Studi masalah gizi mikro di 10 propinsi tahun 2006 masih dijumpai 26,3% balita yang
menderita anemia gizi besi dengan kadar haemoglobin (Hb) kurang dari 11,0 gr/dl
dan prevalensi tertinggi didapat di Propinsi Maluku sebesar 36%. Sementara itu dari
SKRT 2001, prevalensi ibu hamil yang menderita anemia gizi besi adalah 40,1%.
Keadaan ini mengindikasikan anemia gizi besi masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat.
Penanggulangan masalah anemia gizi besi saat ini terfokus pada pemberian tablet
tambah darah (Fe). Ibu Hamil mendapat tablet tambah darah 90 tablet selama
kehamilannya. Berdasarkan laporan dari provinsi tahun 2009, cakupan pemberian
tablet tambah darah (Fe3) pada ibu hamil pada tahun 2009 rata-rata nasional
68,5%.Beberapa propinsi seperti provinsi Bali, Lampung dan NTB, mempunyai
cakupan diatas 80%, sementara provinsi Papua Barat, Papua dan Sulawesi Tengah
cakupannya dibawah 40%.
Rendahnya cakupan pemberian Fe mungkin disebabkan belum optimalnya koordinasi
dengan lintas program terkait khususnya kegiatan Antenatal Care (ANC). Analisis
cakupan Fe dan Cakupan ANC (lihat gambar ..) menunjukkan adalah kesenjangan
yang besar (missed opportunity) antara cakupan ANC dengan cakupan Fe. Terdapat 8
propinsi yang cakupan ANC dilaporkan diatas 80% tetapi cakupan Fe dibawah 80%.
Terdapat 15 propinsi dengan cakupan ANC diatas 80 %, tetapi hanya 7 propinsi
dengan cakupan Fe diatas 80%. Artinya, cakupan Fe di propinsi tersebut dapat
ditingkatkan dengan meningkatkan intergrasi pelayanan gizi dan pelayanan kesehatan
ibu.
PENDIDIKAN GIZI
 Meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan petugas dalam
memberikan pelayanan dan penanganan gizi yang berkualitas.
 Memberikan informasi dan pendidikan kepada masyarakat terkait upaya
perbaikan gizi
Kegiatan
Pengembangan dan pengadaan materi KIE gizi, advokasi dan sosialisasi peningkatan
pemberian ASI dan MP-ASI, kampanye peningkatan ASI eksklusif, bulan vitamin A,
garam beryodium, dan peningkatan pemberian Tablet Fe
Indikator kinerja yang ingin dicapai adalah:
 Terselenggaranya Kampanye ASI
 Terselenggaranya kampanye bulan vitamin A
 Terselenggaranya kampanye pemberian tablet Fe
 Terselenggaranya kampanye garam beryodium
 Terselenggaranya Kampanye Posyandu
PENANGANAN MASALAH GIZI
Meningkatkan kualitas penanganan dan penanggulangan masalah gizi agar dapat
dikurangi
Kegiatan
Tatalaksana gizi buruk baik rawat inap maupun rawat jalan, pemberian PMT
pemulihan balita gizi kurang dan ibu hamil keluarga miskin / KEK
Indikator kinerja yang ingin dicapai adalah:
 Seluruh Puskesmas terlatih Tatalaksana Anak Gizi Buruk
 Tersedianya PMT-Pemulihan untuk balita gizi kurang dan buruk
 Tersedianya PMT-Pemulihan untuk ibu hamil
 Tersedianya mineral mix di seluruh Puskesmas
PERBAIKAN GIZI MELALUI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Memotivasi, menggerakkan dan melibatkan masyarakat dalam upaya pembinaan gizi
masyarakat.
Kegiatan
Opersional Posyandu melalui Biaya Opersional Kesehatan (BOK), PMT penyuluhan,
pertemuan lintas program dan sektor terkait peningkatan fungsi Posyandu, pembinaan
dan pelatihan ulang kader posyandu, penggerakkan kelompok pendukung ASI dan
MP-ASI dan kelas Ibu.
Indikator kinerja yang ingin dicapai adalah :
 Seluruh Puskesmas memiliki tenaga terlatih pemantauan pertumbuhan.
 Seluruh Puskesmas membina kelompok pendukung ASI.
 Terselenggaranya pembinaan kader di seluruh Posyandu
DUKUNGAN MANAJEMEN
Memfasilitasi dan memperlancar proses mulai dari tahap perencanaan,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program pembinaan gizi masyarakat
Kegiatan
Perencanaan gizi, Penyusunan Norma Standar Prosedur Kriteria (NSPK),
Jaringan info Pangan dan Gizi (JIPG), rapat kerjasama lintas sektor dan lintas
program serta monitoring evaluasi
Indikator kinerja yang ingin dicapai adalah:
 Terselenggaranya fasilitasi dan bimbingan teknis di seluruh propinsi
 Tersedianya materi KIE gizi untuk Puskesmas dan Posyandu
 Tersusunnya NSPK dalam rangka program pembinaan gizi, yang
terdiri dari: PP tentang ASI (mandat UU No. 36, pasal 128-129),
Standar Angka Kecukupan Gizi (1), Standar Mutu Gizi (3), Standar
Pelayanan Gizi (12) dan Standar Tenaga Gizi (1)
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Untuk dapat tercapainya penurunan prevalensi gizi kurang pada
anak balita dari 25,8% menjadi 20,0% diperlukan kerjasama semua
pihak, baik dari pemerintah dalam hal ini dinas kesehatan dan juga
peran serta masyarakat sehingga berprilaku hidup sadar gizi
B. SARAN
Dalam upaya penurunan prevalensi gizi kurang pada anak balita
perlu memerdayakan tenaga medis ke pelosok desa sehingga
dapat menjangkau dan dijangkau seluruh lapisan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.google.com/
http://health.kompas.com 25 Jul 2011
http://kgm.bappenas.go.id
www.gizikia.depkes.go.id 10 Feb 2011
kadri-blog.blogspot.com › Epidemiologi

Contenu connexe

Tendances

Modul 5 kb 1 mutu layanan kesehatan dan kebijakan kesehatan
Modul 5 kb 1 mutu layanan kesehatan dan kebijakan kesehatanModul 5 kb 1 mutu layanan kesehatan dan kebijakan kesehatan
Modul 5 kb 1 mutu layanan kesehatan dan kebijakan kesehatan
Uwes Chaeruman
 
Status Kesehatan Gizi
Status Kesehatan GiziStatus Kesehatan Gizi
Status Kesehatan Gizi
Dewi MuLya
 
Materi pelatihan jabfung nutrisionis
Materi pelatihan jabfung nutrisionisMateri pelatihan jabfung nutrisionis
Materi pelatihan jabfung nutrisionis
may cece
 
Analisis Pengaruh Perilaku Keluarga Sadar Gizi Terhadap Stunting Di Propinsi ...
Analisis Pengaruh Perilaku Keluarga Sadar Gizi Terhadap Stunting Di Propinsi ...Analisis Pengaruh Perilaku Keluarga Sadar Gizi Terhadap Stunting Di Propinsi ...
Analisis Pengaruh Perilaku Keluarga Sadar Gizi Terhadap Stunting Di Propinsi ...
Sii AQyuu
 
Identifikasi masalah gizi kurang dan gizi lebih di Indonesia
Identifikasi masalah gizi kurang dan gizi lebih di IndonesiaIdentifikasi masalah gizi kurang dan gizi lebih di Indonesia
Identifikasi masalah gizi kurang dan gizi lebih di Indonesia
Hilma Ahdiah
 

Tendances (17)

Bab 1 dan 2 distoro
Bab 1 dan 2 distoroBab 1 dan 2 distoro
Bab 1 dan 2 distoro
 
Modul 5 kb 1 mutu layanan kesehatan dan kebijakan kesehatan
Modul 5 kb 1 mutu layanan kesehatan dan kebijakan kesehatanModul 5 kb 1 mutu layanan kesehatan dan kebijakan kesehatan
Modul 5 kb 1 mutu layanan kesehatan dan kebijakan kesehatan
 
Data gizi terbaru rikesdas 2013
Data gizi terbaru rikesdas 2013Data gizi terbaru rikesdas 2013
Data gizi terbaru rikesdas 2013
 
PERILAKU MAKAN BERDASARKAN PRAKTIK BUDAYA SUNDA PADA IBU HAMIL
PERILAKU MAKAN BERDASARKAN PRAKTIK  BUDAYA SUNDA PADA IBU HAMILPERILAKU MAKAN BERDASARKAN PRAKTIK  BUDAYA SUNDA PADA IBU HAMIL
PERILAKU MAKAN BERDASARKAN PRAKTIK BUDAYA SUNDA PADA IBU HAMIL
 
Masalah Kesehatan ibu
Masalah Kesehatan ibuMasalah Kesehatan ibu
Masalah Kesehatan ibu
 
Bab i Pertumbuhan bayi & perkembangan anak
Bab i Pertumbuhan bayi & perkembangan anakBab i Pertumbuhan bayi & perkembangan anak
Bab i Pertumbuhan bayi & perkembangan anak
 
Status Kesehatan Gizi
Status Kesehatan GiziStatus Kesehatan Gizi
Status Kesehatan Gizi
 
Materi pelatihan jabfung nutrisionis
Materi pelatihan jabfung nutrisionisMateri pelatihan jabfung nutrisionis
Materi pelatihan jabfung nutrisionis
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Analisis Pengaruh Perilaku Keluarga Sadar Gizi Terhadap Stunting Di Propinsi ...
Analisis Pengaruh Perilaku Keluarga Sadar Gizi Terhadap Stunting Di Propinsi ...Analisis Pengaruh Perilaku Keluarga Sadar Gizi Terhadap Stunting Di Propinsi ...
Analisis Pengaruh Perilaku Keluarga Sadar Gizi Terhadap Stunting Di Propinsi ...
 
Aanalisis Jurnal Obesitas dan kemiskinan
Aanalisis Jurnal Obesitas dan kemiskinanAanalisis Jurnal Obesitas dan kemiskinan
Aanalisis Jurnal Obesitas dan kemiskinan
 
KTI PENINGKATAN BERAT BADAN BALITA BGM DENGAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN DI...
KTI PENINGKATAN BERAT BADAN BALITA BGM  DENGAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN  DI...KTI PENINGKATAN BERAT BADAN BALITA BGM  DENGAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN  DI...
KTI PENINGKATAN BERAT BADAN BALITA BGM DENGAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN DI...
 
Stunting
StuntingStunting
Stunting
 
Masalah Kesehatan ibu
Masalah Kesehatan ibuMasalah Kesehatan ibu
Masalah Kesehatan ibu
 
Bab Awal AKI
Bab Awal AKIBab Awal AKI
Bab Awal AKI
 
13. bab i
13. bab i13. bab i
13. bab i
 
Identifikasi masalah gizi kurang dan gizi lebih di Indonesia
Identifikasi masalah gizi kurang dan gizi lebih di IndonesiaIdentifikasi masalah gizi kurang dan gizi lebih di Indonesia
Identifikasi masalah gizi kurang dan gizi lebih di Indonesia
 

En vedette

Kritika transpersonální psychologie z pozice tantrického buddhismu
Kritika transpersonální psychologie z pozice tantrického buddhismuKritika transpersonální psychologie z pozice tantrického buddhismu
Kritika transpersonální psychologie z pozice tantrického buddhismu
Divinorum
 
Video game-powerpoint-1195497149396174-5
Video game-powerpoint-1195497149396174-5Video game-powerpoint-1195497149396174-5
Video game-powerpoint-1195497149396174-5
Aigerisimus
 
NCHV Presentation
NCHV PresentationNCHV Presentation
NCHV Presentation
pickens34
 
5 peran dan_kedudukan_instalasi_farmasi_(dir_oblik_perbekkes)
5 peran dan_kedudukan_instalasi_farmasi_(dir_oblik_perbekkes)5 peran dan_kedudukan_instalasi_farmasi_(dir_oblik_perbekkes)
5 peran dan_kedudukan_instalasi_farmasi_(dir_oblik_perbekkes)
Supardiyadnya Yadnya
 
Paul Scrase August 2015 CV
Paul Scrase August 2015 CVPaul Scrase August 2015 CV
Paul Scrase August 2015 CV
Paul Scrase
 
Actividad tarea 3 gestión documental 1
Actividad tarea 3 gestión documental 1Actividad tarea 3 gestión documental 1
Actividad tarea 3 gestión documental 1
neliaesther
 
BusinessPlanningSeminars
BusinessPlanningSeminarsBusinessPlanningSeminars
BusinessPlanningSeminars
Julia Pronin
 
PRESENTACIÓN FINAL PROYECTO JOALTY
PRESENTACIÓN FINAL PROYECTO JOALTY PRESENTACIÓN FINAL PROYECTO JOALTY
PRESENTACIÓN FINAL PROYECTO JOALTY
Nicol Vanegas
 

En vedette (20)

Kritika transpersonální psychologie z pozice tantrického buddhismu
Kritika transpersonální psychologie z pozice tantrického buddhismuKritika transpersonální psychologie z pozice tantrického buddhismu
Kritika transpersonální psychologie z pozice tantrického buddhismu
 
Standar pelayanan-rumah-sakit
Standar pelayanan-rumah-sakitStandar pelayanan-rumah-sakit
Standar pelayanan-rumah-sakit
 
Umění stopařství
Umění stopařstvíUmění stopařství
Umění stopařství
 
Video game-powerpoint-1195497149396174-5
Video game-powerpoint-1195497149396174-5Video game-powerpoint-1195497149396174-5
Video game-powerpoint-1195497149396174-5
 
ORDENADOR
ORDENADORORDENADOR
ORDENADOR
 
NCHV Presentation
NCHV PresentationNCHV Presentation
NCHV Presentation
 
5 peran dan_kedudukan_instalasi_farmasi_(dir_oblik_perbekkes)
5 peran dan_kedudukan_instalasi_farmasi_(dir_oblik_perbekkes)5 peran dan_kedudukan_instalasi_farmasi_(dir_oblik_perbekkes)
5 peran dan_kedudukan_instalasi_farmasi_(dir_oblik_perbekkes)
 
Paul Scrase August 2015 CV
Paul Scrase August 2015 CVPaul Scrase August 2015 CV
Paul Scrase August 2015 CV
 
Resume1.docx
Resume1.docxResume1.docx
Resume1.docx
 
Actividad tarea 3 gestión documental 1
Actividad tarea 3 gestión documental 1Actividad tarea 3 gestión documental 1
Actividad tarea 3 gestión documental 1
 
Paola algodon-121121165616-phpapp01
Paola algodon-121121165616-phpapp01Paola algodon-121121165616-phpapp01
Paola algodon-121121165616-phpapp01
 
30 12 2013 - Ceremonia Conmemorativa del 124 Aniversario del natalicio de Don...
30 12 2013 - Ceremonia Conmemorativa del 124 Aniversario del natalicio de Don...30 12 2013 - Ceremonia Conmemorativa del 124 Aniversario del natalicio de Don...
30 12 2013 - Ceremonia Conmemorativa del 124 Aniversario del natalicio de Don...
 
Movie Maker
Movie  MakerMovie  Maker
Movie Maker
 
Actividad 2C. Enunciado 6.
Actividad 2C. Enunciado 6.Actividad 2C. Enunciado 6.
Actividad 2C. Enunciado 6.
 
Black Friday Imop
Black Friday ImopBlack Friday Imop
Black Friday Imop
 
Temas de fondo
Temas de fondoTemas de fondo
Temas de fondo
 
Practica 3
Practica 3Practica 3
Practica 3
 
BusinessPlanningSeminars
BusinessPlanningSeminarsBusinessPlanningSeminars
BusinessPlanningSeminars
 
PRESENTACIÓN FINAL PROYECTO JOALTY
PRESENTACIÓN FINAL PROYECTO JOALTY PRESENTACIÓN FINAL PROYECTO JOALTY
PRESENTACIÓN FINAL PROYECTO JOALTY
 
Παναγία Εικοσιφοίνισσα, Κλάψας
Παναγία Εικοσιφοίνισσα, ΚλάψαςΠαναγία Εικοσιφοίνισσα, Κλάψας
Παναγία Εικοσιφοίνισσα, Κλάψας
 

Similaire à Paper pak patra

makalah pos gizi 2022 nila.docx
makalah pos gizi 2022 nila.docxmakalah pos gizi 2022 nila.docx
makalah pos gizi 2022 nila.docx
ElsisRosari
 
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN STUNTING..pptx
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN STUNTING..pptxPENCEGAHAN DAN PENANGANAN STUNTING..pptx
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN STUNTING..pptx
RidaNengsih
 
Warta-Kesmas-Edisi-02-2018_1136.pdf
Warta-Kesmas-Edisi-02-2018_1136.pdfWarta-Kesmas-Edisi-02-2018_1136.pdf
Warta-Kesmas-Edisi-02-2018_1136.pdf
rasya_wirayudha
 

Similaire à Paper pak patra (20)

makalah pos gizi 2022 nila.docx
makalah pos gizi 2022 nila.docxmakalah pos gizi 2022 nila.docx
makalah pos gizi 2022 nila.docx
 
Triple Burden of Malnutrition.pdf
Triple Burden of Malnutrition.pdfTriple Burden of Malnutrition.pdf
Triple Burden of Malnutrition.pdf
 
stunting.pptx
stunting.pptxstunting.pptx
stunting.pptx
 
stunting.pptx
stunting.pptxstunting.pptx
stunting.pptx
 
BAB I gizi
BAB I giziBAB I gizi
BAB I gizi
 
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN STUNTING..pptx
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN STUNTING..pptxPENCEGAHAN DAN PENANGANAN STUNTING..pptx
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN STUNTING..pptx
 
Kejadian stunting
Kejadian stuntingKejadian stunting
Kejadian stunting
 
Kejadian stunting
Kejadian stuntingKejadian stunting
Kejadian stunting
 
progker stunting 080.pptx
progker stunting 080.pptxprogker stunting 080.pptx
progker stunting 080.pptx
 
Warta-Kesmas-Edisi-02-2018_1136.pdf
Warta-Kesmas-Edisi-02-2018_1136.pdfWarta-Kesmas-Edisi-02-2018_1136.pdf
Warta-Kesmas-Edisi-02-2018_1136.pdf
 
Warta-Kesmas-Edisi-02-2018_1136(1).pdf
Warta-Kesmas-Edisi-02-2018_1136(1).pdfWarta-Kesmas-Edisi-02-2018_1136(1).pdf
Warta-Kesmas-Edisi-02-2018_1136(1).pdf
 
Sumberdaya dalam Intervensi
Sumberdaya dalam IntervensiSumberdaya dalam Intervensi
Sumberdaya dalam Intervensi
 
Ppt stunting niken
Ppt stunting nikenPpt stunting niken
Ppt stunting niken
 
pptstunting.pdf
pptstunting.pdfpptstunting.pdf
pptstunting.pdf
 
Makalah ph sebagian
Makalah ph sebagianMakalah ph sebagian
Makalah ph sebagian
 
BAB 2 masalah stunting.docx
BAB 2 masalah stunting.docxBAB 2 masalah stunting.docx
BAB 2 masalah stunting.docx
 
Materi dasar rev-15 feb-2013
Materi dasar rev-15 feb-2013Materi dasar rev-15 feb-2013
Materi dasar rev-15 feb-2013
 
Cegah Stunting itu Penting!.pptx
Cegah Stunting itu Penting!.pptxCegah Stunting itu Penting!.pptx
Cegah Stunting itu Penting!.pptx
 
Materi stunting kelurahan pakistaji.pptx
Materi stunting kelurahan pakistaji.pptxMateri stunting kelurahan pakistaji.pptx
Materi stunting kelurahan pakistaji.pptx
 
1. Masalah Gizi di Indonesia.pptx
1. Masalah Gizi di Indonesia.pptx1. Masalah Gizi di Indonesia.pptx
1. Masalah Gizi di Indonesia.pptx
 

Paper pak patra

  • 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Prevalensi adalah Jumlah keseluruhan orang yang sakit yang menggambarkan kondisi tertentu yang menimpa sekelompok penduduk tertentu pada titik waktu tertentu (Point Prevalence), atau pada periode waktu tertentu (Period Prevalence), tanpa melihat kapan penyakit itu mulai dibagi dengan jumlah penduduk yang mempunyai resiko tertimpa penyakit pada titik waktu tertentu atau periode waktu tertentu. Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Indonesia sehat 2010 merupakan visi pembangunan nasional yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan. Visi pembangunan gizi adalah mewujudkan keluarga mandiri sadar gizi untuk mencapai status gizi masyarakat atau keluarga yang optimal (Dinkes Sumatera Utara, 2006). Memiliki anak yang sehat dan cerdas adalah dambaan setiap orang tua. Untuk mewujudkannya tentu saja orang tua harus selalu memperhatikan, mengawasi dan merawat anak secara seksama. Khususnya memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya. Meskipun proses tumbuh kembang anak berlangsung secara alamiah, proses tersebut sangat bergantung kepada orang tua. Apalagi masa lima tahun (masa balita) adalah periode penting dalam tumbuh kembang anak dan merupakan masa yang akan intelegensinya(Sulistijani, 2001). menentukan pembentukan fisik, psikis dan
  • 2. B.Tujuan Penelitian Tujuannya adalah untuk menurunkan prevalensi kurang gizi sesuai dengan target RPJMN 2005-2009 yaitu penurunan prevalensi gizi kurang menjadi 20% dapat dicapai. BAB II PEMBAHASAN Seorang anak yang sehat dan normal akan tumbuh sesuai dengan potensi genetik yang dimilikinya. Tetapi pertumbuhan ini juga akan dipengaruhi oleh intake zat gizi yang dikonsumsi dalam bentuk makanan. Kekurangan atau kelebihan gizi akan dimanifestasikan dalam bentuk pertumbuhan yang menyimpang dari pola standar. Di negara-negara ASEAN pada periode tahun yang hampir sama (1990-1997) prevalensi gizi buruk pada anak balita hanya berkisar antara 1-5 % (Soekirman, 2000). Di Indonesia prevalensi gizi buruk pada balita menurut BB/U pada tahun 2002 adalah 8,0% dengan jumlah balita 18.369.952 orang dan meningkat pada tahun 2003 yaitu 8,3% dengan jumlah balita 18.608.762 orang (Hayatinur. E, 2006). Data prevalensi gizi buruk menurut provinsi di Indonesia pada tahun 2003 yang tertinggi adalah propinsi Gorontalo yaitu sebesar 21,48 % sedangkan prevalensi gizi kurang tertinggi adalah provinsi NTT yaitu sebesar 25,93 % (Nency, 2005). Berdasarkan hasil Susenas, di Sumatera Utara prevalensi gizi kurang pada tahun 2000 yaitu sebesar 17,32 %, tahun 2003 sebesar 18,39 % dan pada tahun 2005 sebesar 18,20 %. Sedangkan prevalensi gizi buruk pada tahun 2000 yaitu sebesar 9,16 %, pada tahun 2003 sebesar 12,35 % dan pada tahun 2005 sebesar 10,50 % (Dinkes Sumatera Utara, 2006). Pada tahun 2006 di Kabupaten Langkat terdapat 24% anak dengan status gizi
  • 3. buruk (Siswono, 2007). Data yang diperoleh berdasarkan hasil penilaian status gizi pada tahun 2011 di kabupaten tabanan Upaya-upaya yang berkaitan dengan penanggulangan masalah gizi kurang antara lain penyelenggaraan posyandu, pemberian ASI eksklusif dan MP ASI serta tatalaksana gizi buruk yang akan dibahas sebagai berikut. Kunjungan ke Posyandu (D/S) Cakupan penimbangan balita di Posyandu (D/S) merupakan indikator yang berkaitan dengan cakupan pelayanan gizi pada balita, cakupan pelayanan kesehatan dasar khususnya imunisasi serta prevalensi gizi kurang. Semakin tinggi cakupan D/S, semakin tinggi cakupan vitamin A, semakin tinggi cakupan imunisasi dan semakin rendah prevalensi gizi kurang Hasil Riskesdas menunjukan secara nasional cakupan penimbangan balita (anak pernah ditimbang di Posyandu sekurang-kurangnnya satu kali selama sebulan terakhir) di posyandu sebesar 74,5%. Propinsi dan cakupan penimbangan balita di Posyandu Frekuensi kunjungan balita ke Posyandu semakin berkurang dengan semakin meningkatnya umur anak. Sebagai gambaran proporsi anak 6-11 bulan yang ditimbang di Posyandu
  • 4. 91,3%, pada anak usia 12-23 bulan turun menjadi 83,6%, dan pada usia 24-35 bulan turun menjadi 73,3%. Masalah yang berkaitan dengan kunjungan Posyandu antara lain tersedianya dana operasional untuk menggerakkan kegiatan Posyandu, tersedianya sarana dan prasarana serta bahan penyuluhan belum memadai, pengetahuan kader masih rendah dan kemampuan petugas dalam pemantauan pertumbuhan serta konseling masih lemah, masih kurangnya pemahaman keluarga dan masyarakat akan manfaat Posyandu serta masih terbatasnya pembinaan kader. Pemberian ASI dan MP-ASI Cara pemberian makanan pada bayi yang baik dan benar adalah menyusui bayi secara eksklusif sejak lahir sampai dengan umur 6 bulan dan meneruskan menyusui anak sampai umur 24 bulan. Mulai umur 6 bulan, bayi mendapat makanan pendamping ASI yang bergizi sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembangnya. Kementerian Kesehatan telah menerbitkan surat keputusan Menteri Kesehatan nomor: 450/Menkes/SK/IV/2004 tentang Pemberian ASI secara eksklusif pada bayi di Indonesia. Secara nasional cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia berfluktuasi dan menunjukkan kecenderungan menurun selama 3 tahun terakhir. Pada grafik terlihat bahwa cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0–6 bulan turun dari 62,2% tahun 2007 menjadi 56,2% pada tahun 2008. Sedangkan cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai 6 bulan turun dari 28,6% pada tahun 2007 menjadi 24,3% pada tahun 2008. Persentase Bayi Umur 0-6 Bulan dan Umur 6 Bulan yang diberi ASI Saja 2004-2008
  • 5. Sumber: Susenas 2004-2009 Cakupan pemberian ASI eksklusif dipengaruhi beberapa hal, terutama masih sangat terbatasnya tenaga konselor ASI, belum adanya Peraturan Pemerintah tentang Pemberian ASI serta belum maksimalnya kegiatan edukasi, sosialisasi, advokasi, dan kampanye terkait pemberian ASI maupun MP-ASI, masih kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana KIE ASI dan MP-ASI dan belum optimalnya membina kelompok pendukung ASI dan MP-ASI. Tatalaksana Balita Gizi Buruk Gizi buruk terjadi akibat dari kekurangan gizi tingkat berat, yang bila tidak ditangani secara cepat, tepat dan komprehensif dapat mengakibatkan kematian. Perawatan gizi buruk dilaksanakan dengan pendekatan tatalaksana anak gizi buruk rawat inap di Puskesmas Perawatan, Rumah Sakit dan Pusat Pemulihan Gizi (Terapheutic Feeding Center ) sedangkan Gizi buruk tanpa komplikasi di lakukan perawatan rawat jalan di Puskesmas, Poskesdes dan Pos pemulihan gizi berbasis masyarakat (Community Feeding Centre /CFC).
  • 6. Kenyataan di lapangan, kasus gizi buruk sering ditemukan terlambat dan atau ditangani tidak tepat. Hal ini terjadi karena belum semua Puskesmas terlatih untuk melaksanakan tatalaksana gizi buruk. Selain itu kurangnya ketersediaan sarana dan prasana untuk menyiapkan formula khusus untuk balita gizi buruk, serta kurangnya tindak lanjut pemantauan setelah balita pulang ke rumah. A. Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY) GAKY adalah sekumpulan gejala yang timbul karena tubuh seseorang kurang unsur Iodium secara terus-menerus dalam jangka waktu lama. Kekurangan Iodium saat ini tidak terbatas pada gondok dan kretinisme saja, tetapi ternyata kekurangan Iodium berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia secara luas, meliputi tumbuh kembang, termasuk perkembangan otak sehingga terjadi penurunan potensi tingkat kecerdasan (Intelligence Quotient=IQ). Indikator untuk memantau masalah GAKY saat ini adalah Ekskresi Yodium dalam Urine (EYU) sebagai refleksi asupan yodium, cakupan rumah tangga mengonsumsi garam beryodium dan pencapaian 10 indikator manajemen. Bila proporsi penduduk dengan EYU<100 µg/L dibawah 20% dan cakupan garam beryodium 90% diikuti dengan tercapainya indikator manajemen maka masalah GAKY di masyarakat tersebut sudah terkendali. Hasil Studi Intensifikasi Penanggulangan GAKY (IP-GAKY) tahun 2003, dan hasil Riskesdas 2007 mendapatkan hasil yang konsisten, bahwa rata-rata EYU sudah tinggi, dan proporsi EYU<100 µg/L telah dibawah 20%. Direktur Jenderal Bina Kesmas telah mengeluarkan edaran Nomor: JM.03.03/BV/2195/09 Tanggal 03 Juli 2009 tentang penghentian suplementasi kapsul minyak iodium pada sasaran (WUS,
  • 7. ibu hamil, ibu menyusui dan anak SD/MI). Disisi lain cakupan Rumah Tangga dengan garam cukup Iodium rata-rata nasional baru mencapai 62,3%. Terdapat disparitas antar daerah cukup tinggi dimana persentase cakupan terendah adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat (27,9%), dan tertinggi Provinsi Bangka Belitung (98,7%). Masalah penggunaan garam beryodium di masyarakat antara lain karena belum optimalnya penggerakan masyarakat dan kampanye dalam mengkonsumsi garam beryodium, serta dukungan regulasi yang belum memadai. Disamping itu masalah lain adalah belum rutinnya pelaksanaan pemantauan garam beryodium di masyarakat secara terus menerus. B. Kurang Vitamin A (KVA) Vitamin A merupakan salah satu zat gizi penting, berfungsi untuk penglihatan, pertumbuhan dan dan meningkatkan daya tahan tubuh. Secara nasional masalah kekurangan vitamin A pada balita secara klinis sudah tidak merupakan masalah kesehatan masyarakat. Studi masalah gizi mikro di 10 propinsi tahun 2006, diperoleh gambaran prevalensi xeropthalmia pada balita 0,13% dan indeks serum retinol kurang dari 20µg/dl adalah 14,6%. Hasil studi tersebut menggambarkan terjadinya penurunan, jika dibandingkan dengan hasil survei vitamin A pada tahun 1992. Data Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa cakupan suplementasi vitamin A secara nasional pada anak umur 6-59 bulan adalah 71,5%. Masih ada 3 propinsi dengan cakupan di bawah 60%, 16 propinsi di bawah 70% dan hanya 4 propinsi dapat mencapai 80%. Berdasarkan laporan dari provinsi tahun 2009, cakupan pemberian kapsul vitamin A pada anak umur 12-59 bulan sebesar 79,2%. Provinsi dengan
  • 8. cakupan > 85 % adalah DIY, Jawa Timur, Kepulauan Riau, dan Kalimantan Selatan sedangkan provinsi Papua Barat, Papua dan Maluku cakupan pemberian kapsul vitamin A < 60% . Masalah manajemen dan penyediaan kapsul vitamin A, merupakan masalah yang dihadapi dalam peningkatan cakupan pemberian kapsul vitamin A. Disamping itu belum optimal pelaksanaan kampanye bulan kapsul vitamin A di setiap jenjang administrasi. C. Anemia Gizi Besi (AGB) Studi masalah gizi mikro di 10 propinsi tahun 2006 masih dijumpai 26,3% balita yang menderita anemia gizi besi dengan kadar haemoglobin (Hb) kurang dari 11,0 gr/dl dan prevalensi tertinggi didapat di Propinsi Maluku sebesar 36%. Sementara itu dari SKRT 2001, prevalensi ibu hamil yang menderita anemia gizi besi adalah 40,1%. Keadaan ini mengindikasikan anemia gizi besi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Penanggulangan masalah anemia gizi besi saat ini terfokus pada pemberian tablet tambah darah (Fe). Ibu Hamil mendapat tablet tambah darah 90 tablet selama kehamilannya. Berdasarkan laporan dari provinsi tahun 2009, cakupan pemberian tablet tambah darah (Fe3) pada ibu hamil pada tahun 2009 rata-rata nasional 68,5%.Beberapa propinsi seperti provinsi Bali, Lampung dan NTB, mempunyai cakupan diatas 80%, sementara provinsi Papua Barat, Papua dan Sulawesi Tengah cakupannya dibawah 40%. Rendahnya cakupan pemberian Fe mungkin disebabkan belum optimalnya koordinasi dengan lintas program terkait khususnya kegiatan Antenatal Care (ANC). Analisis
  • 9. cakupan Fe dan Cakupan ANC (lihat gambar ..) menunjukkan adalah kesenjangan yang besar (missed opportunity) antara cakupan ANC dengan cakupan Fe. Terdapat 8 propinsi yang cakupan ANC dilaporkan diatas 80% tetapi cakupan Fe dibawah 80%. Terdapat 15 propinsi dengan cakupan ANC diatas 80 %, tetapi hanya 7 propinsi dengan cakupan Fe diatas 80%. Artinya, cakupan Fe di propinsi tersebut dapat ditingkatkan dengan meningkatkan intergrasi pelayanan gizi dan pelayanan kesehatan ibu. PENDIDIKAN GIZI  Meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan petugas dalam memberikan pelayanan dan penanganan gizi yang berkualitas.  Memberikan informasi dan pendidikan kepada masyarakat terkait upaya perbaikan gizi Kegiatan Pengembangan dan pengadaan materi KIE gizi, advokasi dan sosialisasi peningkatan pemberian ASI dan MP-ASI, kampanye peningkatan ASI eksklusif, bulan vitamin A, garam beryodium, dan peningkatan pemberian Tablet Fe Indikator kinerja yang ingin dicapai adalah:  Terselenggaranya Kampanye ASI  Terselenggaranya kampanye bulan vitamin A  Terselenggaranya kampanye pemberian tablet Fe  Terselenggaranya kampanye garam beryodium  Terselenggaranya Kampanye Posyandu
  • 10. PENANGANAN MASALAH GIZI Meningkatkan kualitas penanganan dan penanggulangan masalah gizi agar dapat dikurangi Kegiatan Tatalaksana gizi buruk baik rawat inap maupun rawat jalan, pemberian PMT pemulihan balita gizi kurang dan ibu hamil keluarga miskin / KEK Indikator kinerja yang ingin dicapai adalah:  Seluruh Puskesmas terlatih Tatalaksana Anak Gizi Buruk  Tersedianya PMT-Pemulihan untuk balita gizi kurang dan buruk  Tersedianya PMT-Pemulihan untuk ibu hamil  Tersedianya mineral mix di seluruh Puskesmas PERBAIKAN GIZI MELALUI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Memotivasi, menggerakkan dan melibatkan masyarakat dalam upaya pembinaan gizi masyarakat. Kegiatan Opersional Posyandu melalui Biaya Opersional Kesehatan (BOK), PMT penyuluhan, pertemuan lintas program dan sektor terkait peningkatan fungsi Posyandu, pembinaan dan pelatihan ulang kader posyandu, penggerakkan kelompok pendukung ASI dan MP-ASI dan kelas Ibu. Indikator kinerja yang ingin dicapai adalah :
  • 11.  Seluruh Puskesmas memiliki tenaga terlatih pemantauan pertumbuhan.  Seluruh Puskesmas membina kelompok pendukung ASI.  Terselenggaranya pembinaan kader di seluruh Posyandu DUKUNGAN MANAJEMEN Memfasilitasi dan memperlancar proses mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program pembinaan gizi masyarakat Kegiatan Perencanaan gizi, Penyusunan Norma Standar Prosedur Kriteria (NSPK), Jaringan info Pangan dan Gizi (JIPG), rapat kerjasama lintas sektor dan lintas program serta monitoring evaluasi Indikator kinerja yang ingin dicapai adalah:  Terselenggaranya fasilitasi dan bimbingan teknis di seluruh propinsi  Tersedianya materi KIE gizi untuk Puskesmas dan Posyandu  Tersusunnya NSPK dalam rangka program pembinaan gizi, yang terdiri dari: PP tentang ASI (mandat UU No. 36, pasal 128-129), Standar Angka Kecukupan Gizi (1), Standar Mutu Gizi (3), Standar Pelayanan Gizi (12) dan Standar Tenaga Gizi (1)
  • 12. BAB III KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Untuk dapat tercapainya penurunan prevalensi gizi kurang pada anak balita dari 25,8% menjadi 20,0% diperlukan kerjasama semua pihak, baik dari pemerintah dalam hal ini dinas kesehatan dan juga peran serta masyarakat sehingga berprilaku hidup sadar gizi B. SARAN Dalam upaya penurunan prevalensi gizi kurang pada anak balita perlu memerdayakan tenaga medis ke pelosok desa sehingga dapat menjangkau dan dijangkau seluruh lapisan masyarakat.
  • 13. DAFTAR PUSTAKA http://www.google.com/ http://health.kompas.com 25 Jul 2011 http://kgm.bappenas.go.id www.gizikia.depkes.go.id 10 Feb 2011 kadri-blog.blogspot.com › Epidemiologi