SlideShare a Scribd company logo
1 of 47
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Wilayah Geomorfologi Indonesia secara astronomis terletak antara
21°LU-11°LS dan 92°15’BT-150°48’BT. Wilayah Ini meliputi daerah
Indonesia ditambah Andaman-Nikobar, Filipina, Papua Nugini, Jasirah
Malaka, dan Kepulauan Christmast. Wilayah Negara Indonesia adalah negara
kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari lima pulau besar dan sekitar 300
kelompok kepulauan kecil. Semuanya ada sekitar 13.667 pulau dan pulau
kecil, sekitar 6.000 tidak didiami. Kepulauan terletak di persimpangan antara
dua samudera, yaitu Lautan Pasifik dan Lautan Hindia, dan merupakan
jembatan antara dua benua yaitu Asia dan Australia. Indonesia mempunyai
luas keseluruhan 9,8 juta km2, dimana lebih dari 7,9 juta km2 berupa laut.
Secara fisiografis, Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan dempet dengan
Paparan Sunda dari Benua Asia. Di massa daratan ini kedalaman laut tidak
melebihi 200 meter. Di timur, Pulau Irian dan Aru terletak di Paparan Sahul,
yang merupakan bagian dari Benua Australia. Terletak antara dua paparan
benua ini adalah kelompok Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan
Halmahera. Kepulauan ini dikelilingi oleh laut dalam yang kedalamannya di
beberapa tempat mencapai 5.000 meter.
Indonesia pergerakan kerak bumi cenderung sangat aktif yang ditandai
dengan seringnya terjadi gempa tektonik, vulkanismenya yang cukup aktif,
anomali yang cukup besar, relief yang cukup kasar, dan mempunyai lapisan
Ideogeosinklinal. Geomorfologi Indonesia yang kasar dipengaruhi oleh
proses tenaga endogen (pengangkatan dan penurunan), dan juga disebabkan
oleh tenaga eksogen. Dengan dua proses tersebut keadaan morfologinya
cukup konstan. Keadaan yang sangat kompleks ini, sehingga menarik untuk
diteliti.
Berdasarkan uraian di atas maka dipandang perlu untuk menulis makalah
dengan judul " Geomorfologi Indonesia “. Untuk menambah pembendaharaan
literatur yang berkaitan dengan geomorfologi, serta menambah pengetahuan
para pembaca.

1
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan beberapa rumusan
masalah, antara lain:
1. Bagaimana kondisi Geologi wilayah Indonesia?
2. Bagaimana kondisi Geomorfologi wilayah Indonesia?
3. Bagaimana kondisi Tanah wilayah Indonesia?
4. Bagaimana kondisi Hidrologi wilayah Indonesia?
5. Bagaimana kondisi Iklim di wilayah Indonesia?
1.3. Tujuan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat dirumuskan beberapa tujuan
penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui kondisi Geologi wilayah Indonesia
2. Untuk mengetahui kondisi Geomorfologi wilayah Indonesia
3. Untuk mengetahui kondisi Tanah wilayah Indonesia
4. Untuk mengetahui kondisi Hidrologi wilayah Indonesia
5. Untuk mengetahui kondisi Iklim di wilayah Indonesia

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Kondisi Geologi Indonesia
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari lima
pulau besar dan sekitar 300 kelompok kepulauan kecil. Semuanya ada sekitar
13.667 pulau dan pulau kecil, sekitar 6.000 tidak didiami. Kepulauan terletak
di persimpangan antara dua samudera, yaitu Lautan Pasifik dan Lautan
Hindia, dan merupakan jembatan antara dua benua yaitu Asia dan Australia.
Indonesia mempunyai luas keseluruhan 9,8 juta km2, dimana lebih dari 7,9
juta km2 berupa laut.
Secara fisiografis, Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan dempet dengan
Paparan Sunda dari Benua Asia. Di massa daratan ini kedalaman laut tidak
melebihi 200 meter. Di timur, pulau Irian dan Aru terletak di Paparan Sahul,
yang merupakan bagian dari Benua Australia. Terletak antara dua paparan
benua ini adalah kelompok Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan
Halmahera. Kepulauan ini dikelilingi oleh laut dalam yang kedalamannya di
beberapa tempat mencapai 5.000 meter.
Sekitar 60 basin sedimen Tersier tersebar luas dari Sumatera di barat
sampai Irian di timur telah dikenal di Indonesia. Sebegitu jauh, hanya 38
basin yang telah dieksplorasi dan dibor untuk mencari minyak bumi dan 14 di
antaranya sekarang menghasilkan minyak dan gas bumi. Tujuh puluh tiga
persen dari basin ini terletak di lepas pantai, sekitar sepertiga di antaranya
terletak di laut dalam dengan kedalaman melebihi 200 meter.
2.1.1 Sejarah Penelitian Geologis.
Survei, penelitian dan publikasi geologis intensif dipimpin oleh
pemerintah kolonial Belanda, yang sedikit demi sedikit tersebar luas ke
seluruh Indonesia. Banyak survei dan publikasi berarti/ signifikan dilakukan
dalam tahun-tahun terakhir pada abad 19. Banyak ahli geologi terkenal
bekerja di Indonesia atau mengambil bagian dalam ekspedisi yang
terorganisir dengan baik. Survei geologi di Indonesia mulai dari tahun 1850
sampai 1950, dengan markas besarnya di Bandung dan Biro Pertambangan di

3
Jakarta. Selama tahun tersebut publikasi survei yang teratur adalah Jaarboek
van Mijnwezen yang diterbitkan di Jakarta. Sebagai tambahan, beberapa buku
dan banyak artikel telah dipublikasikan di Eropa tentang Geologi Indonesia.
Sebenarnya segalanya berhenti pada tahun 1941 dengan selesainya Perang
Dunia II.
Banyak ahli geologi Belanda menulis tentang Indonesia. Beberapa
pengarang mensintesiskan pekerjaan sebelumnya dan membuat buku
sebagaimana tercatat di bawah. Kompilasi yang terdahulu dan luas adalah
oleh Brouwer (1925). Rutten memberikan kuliah pada tahun 1927 sampai
1932 dan bukunya menarik perhatian dunia tentang daerah yang menarik di
Asia Tenggara ini. Umbgrove (1949) juga membuat banyak ringkasan
kenampakan menonjol di Indonesia. Akan tetapi, pekerjaan yang menarik dari
van Bemmelen (1949, 1970) dimana Geologi Indonesia dan Asia Tenggara
dikenal dengan baik. Van Bemmelen adalah anggota dari Survei Geologi di
Indonesia sejak 1927, dan mengerjakan naskahnya di Bandung tahun 1941
ketika Jepang diserang. Dia mengungsi selama perang. Naskahnya tidak
didapatkan kembali dan dimulai lagi menulis bukunya sesudah perang dunia.
Juga disebutkan pengukuran gravitasi yang dilakukan oleh Vening Meinesz di
bawah laut K XIII tahun 1927, 1929, dan 1930. Lewat pekerjaannya ini
keunikan alam di palung dalam di Indonesia telah menarik perhatian dunia.
(Vening Meinesz 1954).

4
Gambar 1.1. Peta Peta ak bumi Indonesia (Simandjuntak & Brber,
1966)
Literatur daerah Indonesia kaya dan bervariasi, tetapi bagi kebanyakan
orang van Bemmelen (1970) akan melayani sebagai ringkasannya. Sejak
perang dan kemerdekaan Indonesia, Survei Geologi Indonesia melakukan
langkah maju dalam pengenalan daerah yang luas dan rumit ini. Buku
Hamilton (1979) yang merangkum kebanyakan pekerjaan belakangan, sekarang dikenal luas, dan menginterpretasikan daerah ini dalam teori tektonik
lempeng. Katili adalah ahli Geologi Indonesia yang menulis sejumlah
publikasi, khususnya tentang tektonik daerah ini. Banyak lagi ahli geologi
Indonesia memberikan publikasi yang luar biasa, baik regional maupun
internasional belakangan ini. Assosiasi Geologi Indonesia (didirikan tahun
1960) dan Assosiasi Minyak bumi Indonesia (didirikan tahun 1971)
mempublikasikan konvensi tahunannya dengan makalah teknis, dengan
banyak ahli geologi tertarik.
2.1.2

Kerangka Tektonik Regional
Kepulauan Indonesia terletak di ujung tenggara Lempeng Eurasia.

Berbatasan dengan Lempeng Indo-Australia (Lautan Hindia) di selatan dan
timur serta ke timur dengan Laut Filipina dan Lempeng Pasifik. Batas
lempeng berupa konvergen, dihasilkan oleh konsumsi lempeng sepanjang
zone subduksi, terciptanya busur vulkanik, dan formasi kompressional dan
struktur penggelinciran miring.
Sudah umum diketahui bahwa keadaan fisiografis kepulauan Indonesia
didominasi oleh dua daerah paparan benua. Paparan Sunda (atau Daratan
Sunda menurut beberapa pengarang) terletak di barat, dan Paparan Sahul di
timur, dipisahkan oleh daerah yang secara geologi sangat kompleks dengan
laut dalam dan busur vulkanik.
Kedua daerah paparan tersebut menunjukkan beberapa kesamaan dengan
inti benua yang stabil di separuh bagian timur dan barat kepulauan. Daerah
Paparan Sahul, bagian dari lempeng benua Indo-Australia yang meluas
melalui Irian, Laut Arafura dan bagian selatan dari Laut Timor dan ke selatan
ke arah Benua Australia. Daerah Paparan Sunda mewakili penurunan ke arah

5
tenggara lempeng Benua Eurasia dan terdiri dari Semenanjung Malaka,
Sumatera, Jawa dan Kalimantan, Laut Jawa dan bagian selatan Laut China
Selatan.

Gambar 1.2. Peta Indeks untuk gambar 1.3

Gambar 1.3. Penampang melintang Indonesia Bagian Barat (Katili,
1981)

6
Daerah paparan benua terdiri dari sedimen pra tersier yang mengalami
deformasi intensif, kristal batuan beku dan batuan metamorf, secara tektonik
stabil sejak masa Tersier. Bagian pinggiran yang tidak stabil difokuskan pada
pembentukan pegunungan Tersier dan disertai gerak penurunan, dan sekarang
mencerminkan busur dalam vukanik (busur magmatik) dan pulau-pulau busur
luar yang nonvulkanik (trench-slope break). Busur vulkanik terdiri dari
Sumatera dan Jawa dan perluasannya ke timur ke Nusa Tenggara seperti Bali,
Lombok, Sumbawa, Flores, dan pulau-pulau kecil yang berakhir di Laut
Banda di timur dan timur laut. Busur luar yang nonvulkanik terdiri dari
pulau-pulau di sebelah barat Sumatera dan punggungan bawah laut di selatan
Jawa, dengan Pulau Timor, Tanimbar, Kai, Seram dipercaya merupakan
perluasan ke timur.

Gambar 1.4. Sistem sesar di Indonesia mengilustrasikan urutan
deformasi Kainozoikum. Map ini memperlihatkan fragmen lempeng
yang mengalami shear Barat laut – Tenggara dan perluasannya ke arah
Timurlaut – Barat daya (dimodifikasi dari

Wood, 1985 dalam

Hutchison, 1989)

7
Bagian barat Indonesia terutama daerah pengendapan sedimen Tersier,
sedangkan daerah bagian timur Indonesia merupakan deposenter utama
selama ahir Paleozoikum dan Mesozoikum.
Kepercayaan tentang sambungan struktural Sumatera, Jawa, Busur Banda
(juga dikenal sebagai busur Sunda) dengan dua paparan Benua Sunda dan
Sahul telah diterima luas pada masa lampau, tetapi sekarang nampaknya
bahwa busur ini merupakan hasil kenampakan lama dari lempeng konvergen.
Sesungguhnya, tidak melebihi akhir 1960-an konsep baru diperkenalkan
untuk menjelaskan evolusi geologi kepulauan Indonesia. Ide ini meniadakan
model tektonik yang dikembangkan pada tahun 1930-an dan 1940-an yang
mengikuti konsep beberapa daerah pegunungan membentuk pola busur (atau
konsentrik) sekitar Paparan Sunda yang meluas ke arah Lautan Hindia.
Ketika konsep baru tentang tektonik lempeng global diperkenalkan
tahun 1967, bagian barat Indonesia (seperti Sumatera dan sekitarnya) menjadi
fokus utama perhatian untuk penelitian. Daerah ini dengan palungnya yang
dalam, rangkaian vulkanik, basin sedimen dan daerah benua yang stabil,
terletak di pertemuan dari lempeng Lautan Hindia yang bergerak ke utara
kemudian menunjam di bawah lempeng Benua Eurasia.
Penelitian dilakukan oleh Hatherton dan Dickinson (1969), Fitch (1970),
Hamilton (1970, 1979), dan Katili (1971), tetapi belum sampai tahun 1973 di
mana pertama kali model tektonik lempeng pertama dipublikasikan oleh
Katili. Dalam model ini, zone struktural berikut dicatat sepanjang seksi
Sumatera dan Jawa:
1.

Zone subduksi aktif

2.

Busur magmatik atau vulkanik

3.

Cekungan foreland (back arc)
Zone subduksi secara sistematis semakin menjauh dari benua ke arah

Lautan Hindia. Zone magmatik juga memperlihatkan keteraturan tetapi umur
zone vulkanik dan granitik tidak menjadi lebih muda ke arah lautan. Keadaan
ini menjadi masalah bagi peneliti terdahulu dalam menyusun teori keteraturan
konsentris dari pegunungan tetapi dijelaskan dengan anggapan atau perkiraan
bahwa kemiringan dari zone Benioff bervariasi menurut waktu (Katili, 1980).

8
Penurunan litosfer di bagian barat Indonesia (seperti Sumatera) juga terjadi
selama Perm, Jura, Cretaceous, Miosen, dan Pliosen dan berlanjut hingga
sekarang.
Secara kasar dapat dikatakan palung belakang (foreland basin) terjadi
dalam latar tektonik lempeng menentukan posisi basin Tersier yang
mengandung minyak. Pembagian lebih detail unit-unit struktural dapat
dicatat:
1. Palung (the trench)
2. Busur luar nonvulkanik (nonvolcanic outer island arc)
3. Basin fore-arc (fore-arc basin, di antara palung dan busur)
4. Busur vulkanik atau magmatik (volcanic/magmatic arc)
5. Basin belakang (back-arc basin)
6. Sunda kontinental yang stabil (the Sunda continental craton)
Sekarang diketahui dan ditetapkan produksi minyak bumi terutama
dihasilkan busur belakang (back-arc basin) di Sumatera Utara, Sumatera
Tengah dan Sumatera Selatan, Sunda dan daerah cekungan di Laut Jawa.
Produksi minyak yang signifikan juga di basin Kalimantan Timur. Produksi
tambahan dari Laut Natuna di daerah kraton Sunda di bagian tenggara dari
lempeng kontinen Eurasia.
Daerah Laut Sulawesi – Laut Banda di Indonesia timur nampaknya
merupakan titik fokus (focal point) dari tabrakan antara tiga lempeng: batas
barat lempeng laut Pasifik; batas utara lempeng benua Australia; dan lempeng
benua Eurasia di Utara dan Barat.
Latar geologi yang rumit ini nampaknya memerlukan penelitian lebih
lanjut, khususnya dalam hubungannya dengan perkembangan tektonik dan
pematangan minyak bumi dan sejarah migrasi dalam berbagai basin. Tetapi di
dalam daerah busur Banda yang berbentu U, kenampakan berikut telah
dikenal:
1. Busur dalam (inner ridge), meliputi pulau-pulau vulkanis Bali, Sumbawa,
Flores, Wetar, Damar dan Banda Api.

9
2. Busur luar (outer ridge), meliputi pulau-pulau Sawu, Roti, Timor, Leti,
Babar, Tanimbar, Kai, Watubela, Seram dan Buru yang tersusun
terutama oleh melange subduksi dan kompleks imbrikasi berumur Tersier
3. Basin luar (outer-arc basin), yang meliputi Laut Lombok, Laut Sawu, dan
ke timur ke Laut Weber.
4. Palung (trench), melebihi 6000 m kedalamannya di selatan Bali dan
Sumbawa dan lebih dari 5000 m di sebelah utara Buru, di tempat lain
rata-rata 2000 meter kedalamannya (Hamilton, 1979).
Generasi berikutnya dari daerah yang mempunyai prospek nampaknya
berpusat di beberapa outer-arc basin bersama-sama dengan paparan benua
dalam daerah Arafura. Ini sebagai tambahan perluasan di daratan dan lepas
pantai yang dikenal sebagai Salawati, Bintuni, Aki-meugah, Merauke dan
basin Waropen di Irian Jaya, basin Seram dan basin lepas pantai di daerah
Sulawesi.
Berbeda dengan Indonesia bagian Barat, patahan memutar dengan
berorientasi variasi luas jauh lebih umum di Indonesia bagian Timur. Gaya
atau style berbeda dari perkembangan basin dihasilkan dari kompleks patahan
dan membutuhkan konsep eksplorasi dan strategi yang berbeda.
2..1.3. Stratigrafi Regional
2.1.3.1. Basement
Istilah basement sangat panjang, dapat dipandang sebagai kompleks yang
terutama berbatuan metamorf kristalin yang terletak di bawah cekungan
sedimentasi. Penyederhanaan tentang basement ialah biasanya dianggap
sebagai batuan Pra Tersier yang bermula di lingkungan benua. Kehadiran
tektonik lempeng dan kemajuan belakangan ini yang diperoleh melalui penelitian batuan metamorf di lapangan secara pelan-pelan melenyapkan
anggapan salah tersebut.
Kepulauan Indonesia secara garis besar dibentuk oleh dua massa benua
berhubungan dengan menyatukan Lempeng Eurasia di barat dan Lempeng
Australia di timur secara berturut-turut dan zone tabrakan Tersier di tengah.
Pengangkatan cepat di zone tabrakan Tersier memfasilitasi penelitian
memadai selama dua dekade terakhir, dimana penelitian lain di bagian lain

10
dari massa benua terutama terganggu oleh tutupan yang meluas dari batuan
sedimen Cenozoikum dan batuan vulkanik, dan masalah logistik.
Ada tiga tipe pembentukan pegunungan (orogenies) di Indonesia telah
dikenal:
1. Tipe Sunda, mewakili tipe yang sempit dan dikenal baik, tipe kordilera
Meratus – Karangsambung sepanjang pinggiran tenggara daratan Sunda
berumur Mesozoikum akhir dan pegunungan yang terbentuk pada
Neogen melintasi Sumatera, Jawa dan Nusatenggara. Diduga tumbukan
mikrokontinen terjadi di Meratus – Karangsambung.
2. Tipe Makassar, yang secara keruangan diluar orogen Meratus –
Karangsambung, merupakan orogen Oligosen dan Miosen sebagai hasil
yang bertalian dengan kejadian subduksi – obduksi di lengan timur
Sulawesi dan mengaitkannya dengan asalnya dari mikro kontinen
Australia ke dalam Sulawesi.
3. Tipe Banda, yang dicirikan oleh pengulangan tumbukan obduksi
singkat dari penyebaran pegunungan di pinggiran depan Australia yang
pasif, terjadi dalam Oligosen dan Miosen secara berturut-turut.
Memahami pembentukan pegunungan di Indonesia dari perspektif
geologi dasar belum mencapai masa dewasanya, meskipun kontribusi
signifikan telah didokumentasikan. Dengan memperhatikan keseluruhan
paradigma

tektonik

di

dunia,

penelitian

mendatang,

khususnya

dipersembahkan pada hubungan ofiolit – metamorfisme, selayaknya
mendapat perhatian lebih lanjut.
2.1.3.2. Paleozoikum
Sebagian dari Asia Tenggara memperlihatkan bukti-bukti memiliki kerak
bumi dari masa Paleozoikum atau lebih tua. Termasuk di dalamnya fragmenfragmen kecil di Filipina dan kepulauan Indonesia, Papua Nugini dan paparan
di sekitarnya, dan (daerah utama) massa besar terdiri dari hampir semuanya
daerah utama Asia Tenggara yang kebanyakan di Sumatera, Kalimantan
Barat daya, dan sebagian laut dan perbatasan. Daerah ofiolit, kemungkinan
suture, dan perbedaan geologi melintasi mereka menunjukkan bahwa massa
utama ini merupakan fragmen atau blok berbeda (Staufer, 1983).

11
Rangkaian pegunungan Barisan di Sumatera memiliki bagian sumbu dari
pulau dan tersusun terutama batuan Permo Karboniferous sampai
Mesozoikum. (Gambar 1.5). Mereka mengalami metamorfosis lemah dan
terutama berbatuan asam sampai intermediate dan vukaniklastik, slate, filit,
wackes dan gamping (Page & Young, 1981).
Formasi tertua di Kalimantan yang mengandung fosil dijumpai di barat
laut pulau (Gambar 1.5), terdiri dari Gamping Karbon akhir dan Marmer yang
mengandung Fusulinid. Singkapan ini di daerah yang sempit baik Kalimantan
Barat (Emmichoven, 1939) maupun Sarawak (Sanderson, 1966). Gamping
masa Devon dijumpai oleh Witkamp tahun 1925 dan menyimpulkannya
sebagai bongkahan dalam seksi Perm (Sugiaman & Andria, 1999). Di
Kalimantan, Gamping dan Marmer mengapit unit yang terdiri dari sekis, filit,
dan kuarsit dengan garnet tingkatan sekis hijau. Daerah sempit dengan sekis
yang sama dijumpai di Sarawak (Pimm, 1965). Di Kalimantan batuan
metamorf diintrusi oleh granit biotit, dengan metode K – Ar berumur Perm
sampai Trias ahir (Williams et al, 1989).
Gamping dan basal masa Perm di formasi Maubisse di Timor
mencerminkan sedimentasi selama formasi pematahan dari Laut Tethys lama.
Perbedaan stratigrafi dengan formasi Atahoc berumur Perm awal dan formasi
Cribas berumur Perm ahir sangat sedikit tetapi ada, seperti akumulasi klastik
yang dekat dengan zone patahan dalam jaringan tektonik tetapi dipisahkan
oleh basin. Kerak intrabasinal melengkung dan perluasannya dicerminkan
oleh basal di Maubisse dan antara formasi Atahoc dan Cribas (Bird, 1987 &
Sawyer et al, 1993).
Di Irian Jaya, Formasi Kariem dan Awitagoh yang berumur Paleozoikum
dianggap batuan tertua di pulau ini. Formasi Kariem terdiri dari shale yang
mengalami slaty berwarna abu-abu sampai hitam dan batu lanau (siltstone)
dengan sabak pirillitik ringan dan lapisan kuarsit berbutir halus. Keseluruhan
formasi mengalami silifikasi sementara pirit tersebar umum di seluruh daerah.
Formasi Awigatoh terdiri dari gamping gelap yang mengalami perubahan
besar dan breksi vulkanik. Keseluruhan urutan mengalami silifikasi dan

12
kasifikasi intensif. Kedua formasi ini dikelompokkan sebagai pra Permo –
Karboniferous oleh Wegen (1966).

Gambar 1.5. Distribusi Singkapan Palaeozoikum dan Mesozoikum di
Indonesia (berdasarkan Sartono, 1974)
2.1.3.3. Mesozoikum
Di Indonesia bagian barat, batuan Mesozoikum umumnya terjadi di
Sumatera, Jawa dan Kalimantan (Gambar 1.5). Gamping Trias dijumpai di
Sumatera Barat di atas gamping Perm. Banyak batuan Granitik di
Kalimantan Barat mengalami foliasi kuat, dan umur Trias akhir diperoleh
dari biotit dalam batuan yang terdahulu. Fosil Jura telah diidentifikasi dari
beberapa lokasi di daerah ini (Easton, 1904). Interval Jura nampaknya
membentuk urutan selaras dengan lapisan Trias. Jauh di sebelah Barat spilit
nampak terletak di atas urutan sedimen Triassik ahir sampai Jura awal, yang
hanya mengalami deformasi sedang. Detritus Jura ahir dekat pantai dan
gamping laut dangkal membentuk fasies tepi di sebelah utara palung yang

13
mengarah ke utara mengandung terutama batu pasir Turbidit berumur
Cretaceous dan batu lumpur Kalkareous. (Williams et al, 1989).
Batuan Mesozoikum tersingkap di beberapa pulau di Indonesia bagian
barat (Gambar 1,5) telah mengalami ciri gerak patahan (rift-drift) dalam
bentuk fragmen benua dengan hanya sebagian berfasies lautan. Di beberapa
contoh mereka menunjukkan kontak tektonik dengan lautan. Batuan
Mesozoikum ini bertemu di pulau Sulawesi, Buton, Banggai – Sula, Buru,
Seram, Timor, Halmahera, Misol, Irian Jaya dan di beberapa pulau-pulau
kecil.
Di Sulawesi, batuan Mesozoikum tersingkap di bagian barat, lengan
tenggara dan timur. Di Barat, batuan bertipe Turbidit dan terletak di atas
batuan Metamorf rendah sampai tinggi yang berasal dari Benua Eurasia.
Daerah benua tersingkap di lengan tenggara menunjukkan batuan sedimen
terestrial, kemungkinan berasal dari Benua Autralia. Daerah ini telah
mengalami underthrusted menjadi ofiolit, terletak di atas karbonat laut
dalam yang terdapat di lengan timur Sulawesi. Batuan ini telah terdorong
kedalam batuan di Banggai – Sula ke arah timur pada Miosen Tengah dan
kedalam batuan metamorf Cretaceous berderajat tinggi ke arah barat.
Batuan Mesozoikum tersingkap di Buton dan Banggai – Sula (Gambar
1.5) di daerah yang sama dengan batuan Mesozoikum yang tersingkap di
lengan tenggara Sulawesi. Di Buton sedimen klastik dan batuan karbonat
ditafsirkan diendapkan di lingkungan laut dangkal sampai dalam. Batuan
Mesozoikum di Banggai – Sula memperlihatkan urutan periode transgressi.
Batuan sedimen terestrial yang mengalami metamorfosis tingkat rendah
pelan-pelan berubah ke transisi ke lingkungan laut dangkal dan klastik
berbutir halus dan karbonat yang bermula dari laut dalam.
Busur Buru – Seram diperkirakan sebagai mikro kontinen yang
berbatasan dengan Laut Banda Selatan. Sedimen Mesozoikum terjadi di
pulau-pulau ini (Gambar 1.5) khususnya flysch klastik marin (endapan
batuan sedimen di lingkungan marin yang berasal dari erosi pegunungan di
sekitarnya) dan karbonat. Batuan ini ditegaskan sebagai Formasi Dalan dan
Formasi Gegan (di Buru) berumur Trias dan juga Formasi Kanikeh dan

14
Manusella (di Seram). Unit ini terletak tidak selaras oleh Lapisan Nief
berumur Jura-Cretaceous (Seram), Formasi Mefa dan Kuma (Buru) secara
berturu-turut. Lapisan Nief dicirikan oleh karbonat laut dalam. Formasi
Mefa terdiri dari vulkanik bawah laut, sementara Formasi Kuma tersusun
oleh klastik halus dan karbonat. Kebanyakan batuan berumur JuraCretaceous di Buru dan Seram diendapkan dalam lingkungan laut dangkal
sampai dalam.
Peristiwa tumbukan di Timor dan pulau-pulau sekitarnya selama
Neogen menghasilkan percampuran batuan Mesozoikum sebelum tumbukan
dari Banda fore-arc dan batuan Mesozoikum dari benua Australia. Urutan
laut dalam para authochthonous dari benua Australia telah didorong
kedalam kompleks metamorf (Kompleks Mutis berumur Cretaceous) dan
lingkungan laut dangkal.
Batuan Mesozoikum di Irian Jaya dan Pulau Misol (Gambar 1.5) terdiri
dari sedimen klastik dan karbonat, granit, ultramafik dan batuan metamorf.
Deposit klastik dan karbonat dimulai dengan lingkungan terestrial. Formasi
beristirahat,

sebagian

selaras

(conformably)

dan

tidak

selaras

(disconformably) di atas fluvio-deltaik dari sedimen Paleozoikum. Berbeda
dengan di pulau Misol, batuan Mesozoikum dimulai dengan tipe deposit
turbidit. Urutan ini terletak secara tidak selaras di atas batuan metamorf
Liga berumur Paleozoikum. Di Irian Jaya, Trias ditetapkan berhubungan
dengan kulminasi dari blok patahan dan pengangkatan tepat sebelum
penyebaran dasar laut. Ini menandai puncak dari siklus regressi. Formasi
Tipuma berumur Trias selaras dengan Kelompok Kambelan berumur JuraCretaceous yang diendapkan di lingkungan laut dangkal.
Singkapan kecil deposit bertipe turbidit dijumpai di Pulau Sumba
(Formasi Praikajelu). Meskipun unit di bawahnya belum diketahui, formasi
Praikajelu di atasnya ekivalen dengan batuan yang tersingkap di Sulawesi
Selatan.
2.1.3.4. Kainozoikum
Lapisan Kainozoikum atau Tersier di Indonesia (Gambar 1.6)
terutama tidak selaras di atas basemen kristalin pra Tersier. Seksi sedimen

15
Tersier sangat bervariasi ketebalannya tidak hanya antar basin tetapi
kadang-kadang dalam basin yang sama. Akumulasi maksimum sebesar
6.000 meter dijumpai di Sumatera Utara dimana basin yang berumur sama
di basin Sumatera Tengah dan Selatan ketebalannya 3.000 dan 4.000
meter. Lebih jauh ke timur, di basin Sunda ketebalan maksimum yang
diketahui dari sedimen Tersier sekitar 3.400 meter. Di Kalimantan Timur,
sumur sedalam 3.500 meter masih di lapisan Miosen atau sedimen yang
lebih muda. Kecuali yang di atas, struktur antiklin di basin Barito
(Tanjung) ketinggian puncaknya menembus 1.200 meter dan di struktur
daratan di basin Jawa Barat dimana tubuh intrusi mencapai 1.500 meter.
Tetapi di daratan dari basin ini, khususnya dalam basin rendah
diperkirakan tebal sedimen Tersier dan vulkanik yang saling memasuki
(interbedded) diperkirakan tebalnya 5.000 meter. Lebih jauh ke utara di
lepas pantai, basemen nampaknya naik dengan tajam dan beberapa sumur
minyak menembus kedalaman hanya 1.500 meter.
Daerah paparan Sunda stabil ke ahir Mesozoikum. Pinggiran paparan
nampaknya telah pecah oleh patahan blok dari basemen. Gerak patahan
nampaknya berlanjut dari awal penurunan basin dan mengontrol
sedimentasi. Gerakan yang sedikit berbeda terjadi pada Tersier akhir, dan
meskipun lapisan sedimen umumnya tidak terpotong, patahan nampaknya
dilokalisir dan dipengaruhi oleh arah patahan. Blok patahan yang
mengalami pengangkatan dicirikan oleh sedimentasi klastik, dimana
endapan karbonat cenderung terjadi lagi dari ketinggian basemen. Kurang
sekali diketahui tentang bagian utara dari Paparan Sunda, meskipun
patahan nampaknya mempengaruhi sejarah sedimentasi juga. Tambahan
data masih dibutuhkan untuk mengevaluasi cekungan minyak di Indonesia
Timur, tetapi patahan tetap merupakan mekanisme pembentukan formasi
basin yang paling memungkinkan.
Di sebelah barat dari back-arc basin Indonesia, sedimentasi yang
cepat terjadi selama Tersier dimana mungkin lebih baik dijelaskan sebagai
lingkungan yang sebagian tertutup (Gambar 1.6). Sedimen ini yang

16
bergantung pelipatan sedang sampai intensif yang diulangi pada ahir
Tersier.
Kebanyakan ladang minyak terletak di basin back-arc ini dan evolusi
basin yang sama dan siklus sedimentasi terjadi di busur basin
(Koesoemadinata, 1969), meskipun perkembangan basin dan waktu
terjadinya tektonik bisa berbeda.
Sedimen Tersier yang pada mulanya diendapkan pada permukaan
yang tererosi, terpotong kedalam lapisan Cretaceous ahir. Patahan, yang
dihasilkan dari perluasan tektonik yang terjadi pada Tersier awal, yang
seumur dengan erosi dan deposisi dan kontrol sedimentasi sepanjang
sebagian besar Tersier. Ini sangat nampak di Sumatera Tengah, Sumatera
Selatan dan cekung-an Laut Jawa. Sama halnya dengan stratigrafi yang
diamati di back-arc basin di Indonesia. Fasies transgressi terletak di atau
dekat pusat, tetapi lebih dahulu di beberapa cekungan oleh aktivitas
vulkanik atau sedimentasi terestris. Pada saat itu, deposisi litoral sampai
neritik membuka jalan bagi deposisi shale batial.
Sedimentasi di back-arc basin nampaknya terus berlanjut sampai
mendekati akhir Tersier ketika regressi terjadi, pada ahirnya mengisi basin
terutama dengan sedimen klastik. Fase regressi ini mungkin didorong oleh
tekanan tektonik, sesudah itu perluasan tektonik sampai awal Tersier mulai
mempengaruhi daerah back-arc basin ini sekitar Miosen Tengah. Basin
Jawa Timur dicirikan oleh kandungan karbonat yang tinggi dan
pengecualian

di

beberapa

tempat.

Dari

data

lebih

belakangan,

meningkatnya jumlah siklus menjadi nampak sebagai satu gerakan ke arah
timur, ke arah Jawa Timur dan Madura (Samuel, 1983).
Di basin sedimen Indonesia Timur, basemen mungkin seumur Perm
tetapi biasanya dianggap termasuk pra Pliosen. Basin prospektif minyak
bumi ini berbeda dengan di Indonesia Barat, lebih muda, sejarah
sedimentasi mulai sejak Miosen Ahir sampai Pleistosen (Gambar 1.6).
Seksi Plio-Pleistosen mendapat perhatian khusus di Timor dan Seram di
mana tidak selaras dengan batuan basement yang mengalami deformasi.
Sifat struktural yang menarik perhatian dari basin ini dan ketebalannya

17
adalah urutan sedimentasi muda menekankan besaran deformasi struktural
dan hasil tingkat sedimentasi tinggi di daerah tektonik ini.

18
2.2. Geomorfologi di Indonesia
Wilayah geomorfologi Indonesia secara astronomis terletak antara 21 LU
- 11 LS dan 92 15’ BT - 150 48’ BT. Wilayah ini meliputi seluruh daerah
Indonesia secara politis atau administratif ditambah dengan AndamanNikobar, Filipina, Papua Nugini, Jazirah Malaka, dan Kepulauan Christmast.
Keadaan geomorfologi Indonesia sangat kompleks dengan ditandai oleh
pengangkatan yang aktif, dengan beberapa daerah stabil seperti Dangkalan
Sunda dan Dangkalan Sahul. Di samping itu juga dikelilingi oleh cekungancekungan laut dalam, seperti basin Laut Cina Selatan, basin Filipina, basin
Carolina, basin Sunda, basin Sulawesi, dan basin Banda.
Kerangka

geomorfologi

Indonesia

dibentuk

oleh

beberapa

sistem

pegunungan, yaitu:
1. Sistem pegunungan Tethys, meliputi:
a. Busur luar, bersifat non volkanik
b. Busur dalam, bersifat volkanik
c. Busur Pegunungan Tertier, bersifat non volkanik.
2. Sistem Busur Tepi Asia Timur, meliputi:
a. Busur luar Kalimantan, bersifat non volkanik
b. Busur dalam Kalimantan, bersifat non volkanik
c. Busur lengan utara Sulawesi, bersifat volkanik
d. Busur Maluku Utara, bersifat volkanik.
3. Sirkum Australis, meliputi:
a. Busur Irian Utara, bersifat volkanik
b. Busur Irian Tengah, bersifat non volkanik.
Gerak kulit bumi di Indonesia tergolong aktif yang ditandai oleh :

19
1. Gempa bumi tektonik yang terjadi di Indonesia dengan intensitas ratarata 500 kali/tahun,
2. Volkanisme juga aktif, yang ditandai oleh banyaknya volkan aktif
sebanyak 177 buah,
3. Anomali gravitasi di Indonesia termasuk besar,
4. Relief Indonesia termasuk kasar, yang ditandai oleh banyaknya palung
laut dan volkan atau pegunungan tinggi,
5. Mempunyai lapisan ideogeosinklinal yang memanjang dari Sumatera
timur, Jawa utara, Kalimantan Timur, lengan selatan Sulawesi, Maluku
Selatan, sampai Papua.

Keadaan morfologi Indonesia yang kasar selain disebabkan proses
endogen (pengangkatan dan penurunan), juga disebabkan oleh proses
eksogen. Proses eksogen tersebut adalah iklim tropis basah yang
mempercepat terjadinya erosi, pelapukan, gerakan massa batuan, maupun
denudasi. Dengan adanya kedua faktor tersebut (proses endogen dan eksogen)
yang terjadi di Indonesia, maka keadaan morfologinya relatif konstan.

Secara garis besar batuan penyusun kulit bumi Indonesia terdiri atas
batuan volkan Pasifis dan Atlantis. Batuan volkan Pasifis adalah batuan yang
asam atau agak asam, dengan kandungan silikat cukup banyak, biasanya
diikuti gas yang eksplosif pada saat erupsi. Contohnya batuan dasit, diorit
yang banyak dijumpai di Sumatera. Sedangkan batuan volkan Atlantis adalah
batuan yang bersifat basa (sedikit silikat), umumnya merupakan hasil
pengangkatan I dan kadang-kadang banyak kapurnya. Contohnya batuan
ophiolith, dan basalt.
Kajian geomorfologi Indonesia secara khusus meliputi:
1. Daerah Sunda

20
2. “Jalur Utara” dari daerah Sunda
3. Sirkum Australis.
Kajian khusus geomorfologi Indonesia itu sendiri, dijabarkan sebagai berikut:
A. Daerah Sunda, meliputi Dangkalan Sunda dengan pulau-pulau kecil
di dalamnya dan pulau-pulau besar di daerah Sunda, yaitu Jawa,
Sumatera, dan Kalimantan.
Daerah Sunda merupakan bagian dari benua Asia yang mengalami
pemerosotan ke arah tenggara, yang dihubungkan oleh Jazirah Malaka dan
tanah genting Kra. Daerah ini meliputi Malaka, Sumatera, Jawa, Kalimantan,
dan laut-laut dangkal di sekitarnya. Daerah Sunda digolongkan menjadi
bagian dari Asia karena adanya argumentasi yang menyatakan bahwa
ditemukannya alur-alur bekas sungai di dasar laut antara Sumatera, Jawa, dan
Kalimantan; adanya fauna air tawar utamanya ikan yang sejenis pada sungaisungai yang ada di Sumatera, Jawa, dan Kalimantan; ditemukan fauna yang
sejenis antara daerah Sumatera, Jawa, dan Kalimantan dengan yang ada di
Asia; dan juga ditemukannya timah aluvial di dasar laut sekitar Pulau
Bangka.
Pembahasan keadaan morfologi di daerah Sunda dimulai dari pulau-pulau
kecil yang ada, antara lain Kepulauan Natuna, Kepulauan Riau, Kepulauan
Lingga, Kepulauan Karimunjawa, dan Pulau Bawean. Asal muasal
terbentuknya pulau-pulau ini berbeda satu sama lain. Ada yang muncul dari
dasar dangkalan dan berada di antara alur-alur dasar laut. Daerahnya telah
mengalami peremajaan yang dibuktikan dengan temuan hasil abrasi pantai
dan merupakan pusat evolusi daerah Sunda. Ada pula yang awalnya
merupakan bagian dari Jazirah Malaka yang kemudian tertutup lapisan laterit
tebal. Selain itu pulau yang ada merupakan kepulauan batu yang tertutup
batuan Pretertier dan lava basa. Juga ada yang tersusun dari sedimen marin
Tertier dan batuan volkanis alkali muda dengan kondisi daerah yang lebih
stabil. Pulau-pulau kecil ini sebagian besar juga merupakan jalur penghasil
hasil bumi khususnya mineral-mineral, diantaranya bijih aluminium dan bijih

21
timah. Dan pada salah satu kepulauan di atas terdapat volkan basalt muda tapi
kondisinya sudah padam.
Pembahasan selanjutnya berkisar pada pulau-pulau besar daerah Sunda,
antara lain Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Pulau Sumatera dan Jawa
memiliki bentuk yang hampir mirip yaitu arahnya memanjang. Hanya saja
bila Pulau Sumatera memanjang ke arah barat laut-tenggara, Pulau Jawa
justru memanjang ke arah barat-timur karena disebabkan oleh arah
pengangkatan dan posisi kelompok volkan yang sama. Bila ditinjau dari
luasnya, Pulau Sumatera tidak sesempit Pulau Jawa. Bahkan dari ketiga pulau
besar yang ada di Dangkalan Sahul, Pulau Kalimantan adalah pulau yang
terluas. Karakteristik ketiganya pun berbeda-beda. Jawa memiliki iklim tropis
basah sehingga tingkat pelapukan, erosi, dan denudasinya besar; aktifitas
volkanik dan tektoniknya besar sehingga selalu terjadi peremajaan sehingga
kondisi reliefnya relatif seimbang atau tidak cepat menjadi datar; zone selatan
merupakan plato kapur yang dibatasi gawir sesar pada sisi utaranya, terdapat
pula depresi yang tertutup dataran aluvial; zone tengahnya berupa depressi
volkanis; sedangkan zone utara merupakan rantai pegunungan lipatan yang
berbentuk perbukitan dan pegunungan rendah yang diselingi kelompok
volkan. Di daerah Sumatera terdapat lereng yang pada umumnya curam
sehingga mengakibatkan jalur pantai barat bergunung-gunung; sisi timurnya
berbukit-bukit dan terdapat pula tanah rendah aluvial; terjadi sedimentasi
besar-besaran di sisi timur pulau dengan hempasan ombak yang kuat juga
sepanjang pesisir. Untuk Kalimantan secara kasar bagan pulaunya sebuah
segitiga dengan tiga semenanjung kecil pada sisi timurnya. Daerah
Kalimantan berbukit-bukit luas dan reliefnya bergunung dengan tinggi yang
kebanyakan tidak lebih dari 1500 m. Kerangka morfologinya tersusun dari
sistem pegunungan yang membujur dengan arah timur-barat dan utaraselatan.
Diantara ketiga pulau besar ini, pulau Kalimantan merupakan pulau yang
paling awal terbentuk, sedangkan untuk pulau Sumatera dan Jawa waktu
terbentuknya hampir sama, dengan dibuktikan masih adanya gunung-gunung

22
aktif di daerah ini. Sedangkan daerah Kalimantan gunung yang ada telah mati
atau padam. Batuan yang berada di daerah Indonesia bagian barat ini
merupakan batuan Pasifis dengan sifat asam karena banyak mengandung
silikat.
B. “Jalur Utara” dari daerah Sunda, meliputi kepulauan di Laut Cina
Selatan, Filipina, Sulawesi, Maluku Utara dan Selatan, Nusa
Tenggara, Busur Luar Jawa, dan Andaman-Nikobar.
Pulau-pulau yang berada di sebelah utara umumnya dikelilingi oleh basin
atau palung-palung dalam. Selain itu terdapat juga rangkaian pegunungan
dengan ketinggian lebih dari 3000 m, yang menunjukkan bahwa prosesproses geologisnya sangat aktif. Batu-batuan yang tersebar di daerah “jalur
utara” ini merupakan batuan volkan Pasifis yang bersifat asam.
Sedangkan pulau-pulau yang berada di sebelah selatan (Nusa Tenggara)
terletak pada dua jalur geantiklinal yang merupakan perluasan busur Banda di
sebelah barat. Punggungan geantiklinal bercabang, dengan salah satu
cabangnya membentuk sebuah ambang yang turun ke arah laut dan berakhir
ke arah punggungan bawah laut di selatan Jawa. Cabang lain merupakan
rantai penghubung dengan busur dalam.
C. Sirkum Australis, terdiri atas Papua, Sahul dan Aru, serta Kepulauan
Christmast.
Kerangka fisiografis dipengaruhi oleh rangkaian pegunungan yang
melewati Australia, yang berupa sistem Bismarck, sistem Melanesia, dan
pegunungan Christmast. Selain itu terdapat pula Sistem Banda yang
merupakan kelanjutan Sistem Sunda.
Salah satu pulau yang berada di sirkum ini merupakan pulau terbesar di
Indonesia. Letaknya juga ada di wilayah Indonesia paling timur. Kondisi
fisiografis dari daerah-daerah yang terletak di sirkum Australis ini beragam,
mulai dari adanya busur dalam yang volkanis dan busur luar yang tidak
volkanis, serta adanya depressi menengah busur luar Banda. Di sebelah utara

23
Papua terdapat bagian Samudera Pasifik yang dalamnya 4000 m. Munculnya
pulau-pulau karang yang terjal dari dasar samudera itu menunjukkan bahwa
bagian samudera ini merupakan block kontinen yang tenggelam. Block
kontinen yang tenggelam di sebelah utara Papua ini dianggap sebagai tanah
batas “Melanesia”. Ke arah selatan, Dangkalan Sahul dan Selat Torres
menghubungkan Papua dengan Australia.
Sedangkan pulau-pulau kecil yang ada di Dataran Sahul umumnya
mempunyai permukaan yang datar dan tidak begitu tinggi diukur dari
permukaan laut. Dangkalan ini merupakan dataran bawah laut Australia.
Bentang alam yang paling karakteristik dari kelompok pulau yang ada di
dangkalan ini, dibentuk oleh kanal-kanal yang dalam seperti selat denggan
sebutan “Sungi” yang keberadaannya memisahkan pulau-pulau tersebut. Ada
juga pulau yang terbentuk oleh volkan bawah laut yang muncul sampai ke
daratan. Munculnya dasar laut ini merupakan sebagian dari punggungan
menengah Sirkum Australia. Pada pulau yang seperti ini, terdapat tebing
terjal (cliff) abrasi pada semua sisinya. Jadi bila dibandingkan dengan pulaupulau yang ada pada Dangkalan Sahul, pulau yang terbentuk dari volkan
bawah laut ini relatif memiliki permukaan daratan yang lebih tinggi. Batuan
yang berada di daerah Indonesia bagian timur ini merupakan batuan Atlantis
dengan sifat batuan yang basa.
2.3. Tanah di Indonesia
2.3.1. Proses Pembentukan Tanah
Proses pembentukan tanah didahului oleh penghancuran dan pelapukan
dan diteruskan dengan perkembangan profil tanah. Pelapukan dibedakan atas
pelapukan fisik atau disintegrasi dan pelapukan kimia atau dekomposisi. Proses
disintegrasi berupa penghancuran batuan secara fisik tanpa merubah susunan
kimia. Dekomposisi adalah perubahan susunan kimia bahan induk. Kedua
proses biasanya berlangsung bersama-sama dan saling mempengaruhi satu
sama lain, sehingga suksar dibedakan hasil pelapukannya. Untuk indonesia
yang ber iklim tropis basah, proses pelapukan kimia lebih berpengaruh
daripada proses fisika. Gaya-gaya disintegrasi menybabkan batuan dan mineral

24
menjadi kecil tanpa merubah susunannya. Pelapukan menyebabkan perubahanperubahan kimia, bahan-bahan larut dihasilkan dan mineral baru tertinggal
sebagai hasil akhir yang tahan pelapuakan. Proses desintegrasi meliputi suhu
(pemuaian dan penciutan), erosi dan pengrndapan oleh air,es dan angin, dan
pengaruh tanaman dan binatang. Proses dekomposisi meliputi hidrolisis,
Oksidasi, pelarutan, hidrasi, dan karbonisasi.
2.3.2. Jenis-Jenis Tanah di Wilayah Indonesia
Asal-usul tanah berasal dari parent rock sebagagai batuan dasar
sebelumdilapukkan sehinngga disebut dbahan induk tanah mineral. Selain itu
batuan induk juga berasal dari bahn organik.
Faktor-faktor pembentuakn tanah diseluruh dunia boleh sama, tetapi pada
setiap wilayah mempunyai perbedaan dominasi atau intensitasnya dalam
melakukan proses pembentukan tanah. Oleh sebab itu kita mengenal istilah
“lithosequence”(dominasi batuan induk, “climosequence” (dominasi oleh
iklim), “toposecquence” (dominasi oleh topografi), “biosecquence” (dominasi
oleh organisme), dan “chronosequence” (dominasi oleh waktu).
Wilayah indonesia masuk ke dalam wilayah yang beriklim tropis. Daerah
tropis merupakan batasan klimatologis terentang pada lintang 23,5°LU23,5°LS dicirikan oleh radiasi matahaari yang intensif, sehingga suhu menjadi
tinggi. Topografi mulai dari landai sampai bergunung, karena banyak daerah
vulkanis dan struktural, sehingga material vulkanis menjadi bad rock dan
parent rock. Vegetasi hutan yang lebat hijau sepanjang masa dengan kehidupan
flora dan fauna didalamnya sangat beragam.
Jenis tanah utama di Indonesia
1. Podzoloik Merah Kuning
Penyebarannya terutama di sepanjang sungai-sungai besar yang terdapat di
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya serta di pelembahanpelembahan dan dataran tinggi. Daerah-daerah dataran dengan kemiringan
kurang dari !%% (0,3%,3-8%,8-15%) di Indonesia seluruhnya berjumlah atau
seluas ± 34,6 juta hektar. Jenis tanah yang paling luas adalah podzolik merah
kuning, yaitu seluas ± 20,9 juta hektar.

25
Bentuk wilayahnya adalah datar sampai agak melandai, oleh sebab itu sifat
kimia dan fisiknya sangat bervariasi, banyak tergantung kepada bahan induk
dan topografinya.
2. Regosol
Tanah ini penyebarannya terutama di daerah-daerah aliran lahan vulkan
(dari letusan gunung berapi) yang membentuk kipas menyebar, yaitu hampir
menyebar di seluruh kepulauan Indonesia, terutama Jawa, Sematera, dan Nusa
Tenggara. Luas keseluruhan lebih dari ±3 juta hektar. Tanah ini terdapat di
wilayah yang berombak, bergelombang hingga bergunung dengan berbagai
ketinggian, yaitu dari 0 sampai ribuan meter diatas permukaan air laut. Tanah
ini juga terdapat dengan tipe iklim yang bervariasi, sehingga curah hujannya
juga bervariasi.
3. Litosol
Daerah penyebarannya yaitu daerah dengan tipe iklim Afa-Ama (menurut
Koppen, sedang menurut Schmidt & Ferguson pada tipe hujan A,B,C, dengan
curah hujan sebesar 2000-7000 mm/tahun, tanpa mempunyai bulan-bulan
kering yang kurang dari 3 bulan. Tanah ini terdapat di daerah abu,tuf dan fan
vulkan, pada ketinggian 10-10.000 meter di atas permukaan air laut, dengan
bentuk wilayah yang berombak, bergelombang, berbukit hngga gunung.
Daerah penyebaranya terutama di sumatera dan sulawesi, tetapi dalam areal
yang tidak begitu luas di Kalimantan Tengah dan Selatan, Kepulauan Maluku,
Minahasa, Jawa dan Bali. Kebanyakan berasosiasi dengan tanah laterit dan
andosol. Secara kasarluasnya ±16 juta hektar. Tanaman yang bisa
dipergunakan atau di tanam di daerah ini adalah padi (sawah), sayuran-sayuran
dan buah-buahan, palawija, kemudian, kelapa sawit, karet, cengkeh, kopi, lada,
dan lain-lain. Secara keseluruhan mempunyai sifat-sifat fisik yang baik akan
tetapi sifat-sifat kimianya kurang baik.
4. Mediteran Merah Kuning
Penyebarannya terutama di daerah yang beriklim tipe Am-Awa (menurut
Koppen) sedangmenurut Schmid & Ferguson tipe hujan C, D, E yang curah
hujannya berkisar antara 750-2500 mm/tahun dengan jumlah bulan kering
antara 3-7 bulan. Ketinggian bisa bervatiasi sekali, yaitu dari 0-400 meter

26
diatas permukaan air laut, dengan bentuk wilayah yang berombak hingga
berbukit. Daerah penyebarannya di seluruh Indonesia, terutam di daerah
Sulawesi Tenggara dan Utara, Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku, juga
terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Luas seluruhnya Secara kasar ±15,5
juta hektar. Penggunaan tanah adalah persawahan (padi), baik yang tadah hujan
atau pengairan, perkebunan, tegalan dan padang rumput.
5. Podsol
Penyebarannya di daerah tipe Cfa (koppen), sedangkan menurut Schmidt
dan Ferguson dengan tipe hujan A dan B, yang curah hujannya biasanya lebih
besar dari 1500 mm/tahun tanpa mengalami bulan-bulan kering. Ketinggian
tempat sangat bervariasi sekali, yaitu paling tinggi 2000 meter di atas
permukaan air laut, dengan bentuk wilayah yang datar dan tinggi dan dataran
rendah. Tanah inidapat dijumpai di kepulauan di jambi, Bangka, belitung,
Riau, Kalimantan barat dan Irian jaya. Sluruhnya ± 3,5 juta hektar, yang
sebagian tersebar nmasih di hutan primer dan sekunder. Tanaman yang tumbuh
diatas hutan primer, belukar dan padang rumput, di bangka banyak untuk
tanaman lada. Tanah ini di daerah kering berasosiasi dengan tanah podzolik
merah kuning sedangkan di daerah basah berasosiasiasi dengan tanah podzolik
merah kuning, sedangkan didaerah basah berasosiasi dengan glei humus atau
organosol. Produktivitas ini sangat cocok adalah untuk hutan
6. Litosol
Bahan induk terdiri dari batuan beku dan batuan sedimen pejal. Tanah ini
hampir dijumpai di seluruh kepulauan Indonesia, di mana terdapat wilayah
batuan beku dan sedimen pejal. Sering terdapat pula merupakan lapisan induk
dari tanah-tanah yang mengalami proses erosi lanjut. Tanaman penutup tanah
sangat bervariasi sampai tidak ada tumbuhan, sebagian besar dibiarkan atau
tidak ditanami. Sebagian masih dapat di tanami dengan rerumputan untuk
ternak, tegalan dengan palawija atau dengan tanaman keras.
7. Planosol
Tempat penyebaraannya terdapat pada di daerah beriklim Aw-Bw (koppen),
sedangkan menurut Schmidt dan Ferg, sedangkan menurut Schmidt dan
Ferguson tipe C,D,E dan curah hujan tidak lebih dari 2000 mm/tahun,

27
sedangkan bulan keringnya lebih dari dua bulan. Ketinggian tempat
penyebaran kurauson tipe C,D,E dan curah hujan tidak lebih dari 2000
mm/tahun, sedangkan bulan keringnya lebih dari dua bulan. Ketinggian tempat
penyebaran kurang dari 50 m diatas pemukaan air laut, sedangkan bentuk
wilayahnya datar sampai bergeelombang sedikit. Bahan aluvial dari batuan
endapan di dataran rendah merupakan bahan induknya dari tanah. Proses
pembentukan tanah gleisasi. Tanah ini terdapat dibeberapa tempat yang tidak
begitu luas di Lampung, Jawa barat, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara.
Tumbuhan Penutup tanah terdiri dari semak dan hutan tropis. Tanah ini bisa
untuk bahan bangunan, yaitu bahan pembuatan batu bata dan genteng,
sedangkan untuk pertanian bisa dibuka persawahan tadah hujan.
8. Hidromorf Kelabu
Penyebaran penyebaran terdapat di daerah bertipe iklim Af dan Am
(koppen), sedangkan menurut Schmidt dan Ferguson hujan sekurangkurangnya 2000 mm/tahun dengan tidak adanya bulan kering. Terdapat di
daerah dengan bentuk wilayah yang datarhingga bergelombang dengan
ketinggian tempat yang bervariasi. Umumnya drainase jelek, karena jenuh
dengan air. Tuf vulkan asam dan Batu pasir merupakan bahan induknya. Proses
pembentukan tanahnya adalah gleisasi. Tanah ini banyak terdapat di dataran
rendah atau daerah perlembahan dan cekungan-cekungan di Kalimantan,
Sumatra, Sulawesi, Maluku dan Irian. Sering tanah ini berasosiasi dengan
tanah-tanah podzolik merah dan kuning atau tanah aluvial. Tumbuhan penutup
tanah ini umumnya belukar dan hutan tropika. Tetapi bisa juga dipergunakan
untuk persawahan dengan sistem pengairan padi, palawija, dan juda bisa dibuat
batu bata dan genting.
9. Glei Humus Rendah
Tanah ini berkembang di daerah tropis beriklim Aw (koppen), sedangkan
menurut Schmidt dan Ferguson dengan tipe hujan B,C, dan D dengan curah
hujan antara 2000-3000 mm/tahun, dengan bulan paling kering paling tinggi 2
bulan. Ketinggian tempat kurang dari 50 meter di atas permukaan air laut,
dengan demikian terdapat di dataran rendah dan dalam bentuk wilayah yang
datar. Proses pembentukan tanahnya adalah gleisasi dan liksiviasi lemak.

28
Sedangkan bahan induknya adalah bahan endapan. Di Indonesia banyak
terdapat di pantai timur umatera, di daerah pantai kalimantan, Irian Jaya,
Sulawesi dan di Jawa daerah dataran rendahnya. Seiring waktu akan
berasosiasi dengan glei humus dan gambut. Tumbuhan penutupnya terdiri dari
semak-semak dan hutan rawa, biasanya juga persawahan pasang-surut, daerah
rawa perkebunan dan pekarangan.
10. Glei Humus
Tanah ini banyak dijumpai di daerah penyebarannya yaitu di dataran rendah
yang berawa-rawa di sepanjang Pantai Kalimantan Barat dan Selatan, Pantai
Timur Sumatera, Pantai Sulawesi dan Irian serta pantai utara jawa. Bisa juga
didapatkan pada areal yang sempit di dataran tinggi seperti di sumatera utara.
Tanah ini banyak di jumpai berasosiasi dengan tanah glei humus rendah dan
organosol. Menurut sistem koppen, tanah ini terdapat di daerah dengan bertipe
iklim Af dan Aw, sedangkan menurut Schmidt dan Ferguson tipe hujan A,B,C,
dan D dengan curah hujan sekurang-kurangnya 1500 mm/tahun dengan bulan
terkering 3 bulan. Mengenai proses pembentukannya adalah pembentukan
tanah gambut lemah dan gleisasi. Adapun tumbuhan penutup tanah ini
umumnya rumput-rumputan rawadan hutan rawa bisa digunakan untuk
persawahan pasang-surut dan persawahan rawa.
11. Grumosol
Perkembang tanah ini di daerah bertipe iklim Ama-Awa (koppen) dengan
tipe hujan (Schmidt dan Ferguson) C,D, dan E, dengan curah hujan 1000-2750
mm/tahun dan tipe bulan kering lebih dari 4 bulan. Letak daerah ini pada
ketinggian tidak lebih dari 200 meter di atas permukaan laut, dengan bentuk
wilayah melandai, berombak sampai bergelombang. Penyebaran tanahnya di
Indonesia seluas kira-kira satu juta hektar dari barat ke timur, dimulai dari jawa
tengah terus ke jawa timur, pulau madura, Nusa tenggara, dan Maluku.
Tumbuhan penutupnya terdiri dari vegetasinya terdiri padang rumput, stepa
dan savana. Bisa dipergunakan untuk tegalan, perkebunantebu, kapas,
tembakau, persawahan padi, tanaman jagung, kedelai, dan hutan jati.
12. Andosol

29
Menurut Koppen, Tanahini berkembang di tipe Iklim Afa, Cfa, dan Cw
dengan tipe iklim hujan A, B, C (Schmidt dan Ferguson) dan curah hujannya
tinggi sekali, yaitu antara 2500-6500 mm/tahun, dengan paling lama bulan
kering. Ketinggian wilayah 15-2000 meter di atas permukaan air laut. Bentuk
wilayahnya dari datarelombang, berbukit sampai gunung. Di seluruh Indonesia
luasnya kira-kira ada 5 juta ha yang tersebar di Sumatera Utara, Sumatera
Barat, Sumatera Timur, Pulau Jawa, Kalimantan( tidak begitu luas), Bali,
Lombok, Halmahera, Minahasa. Tanah ini banyak di ketemukan di
pegunungan yaitu daerah gunung api(vulkan), seperti di lembang dekat gunung
api Tangkuban Perahu. Proses pembentukannya Alterasi, liksiviasi atau laterasi
lemah, sedangkan vegetasinya adalah huatan tropis. Tanah ini banyak di
gunakan untuk tanaman hortikultura, bunga-bungaan, perkebunan kina, teh,
kopi, sayur-sayuran, untuk kehutanan pinus.
13. Alluvial
Daerah penyebaranya terdapat di berbagai keadaan iklim, dengan
ketinggian, yang beraneka ragam tapi umumnya bentuk wilayahnya datar
sampai pada bergelombang. Tanah ini bisa di temukan di seluruh kepulauan
Indonesia, seluas kurang lebih 165

juta hektar, yang tersebar

di daerah

daratan, pelembahan, daerah cekungan dan sepanjang sungai aliran besar.
Tumbuhan yang tumbuh sangat beraneka ragam, pada umumnya merupakan
daerah pertanian utama dan merupakan pusat penyebaran penduduk. Untuk
pertanian seperti persawahan, perkebunan, sayur-sayuaran, palawija dan untuk
perikanan darat.
14. Organosol
Tanah Organosol juga sering disebut tanah gambut. Tanah ini sebagian
besar sekitar 80% merupakan timbunan bahan organik yang belum lapuk
secara sempurna. Dari sudut pandang kimia tanah

umumnya tanah ini

mengandung unsur hara yang miskin. Dan tanahnya biasanya bersifat asam
kecuali saat tergenang air. Tanah ini banyak tersebar di daerah beriklim Af dan
Cf menurut koppen, sedangkan menurut Schmidt dan Ferguson dengan tipe
hujan A, dengan curah hujan lebih dari 2500 mm/tahun tanpa adanya bulan
kering. Ketinggian biasanya kurang dari 50 meter diatas permukaan air laut,

30
yaitu dataran rendah, tapi bisa juga terdapat pada dataran tinggi >2000 meter di
atas permukaan laut, tapi bentuk wilayahnya datar sampai bergelombang.
Bahan induknya jelas bahan organik dari hutan rawa atau rumput rawang.
Tanah ini bersama dengan tanah lainnya terdapat di daerah pasang surut yaitu
tanah glei humus, glei humus rendah, aluvial, hidromorf, podsol dan podsol air
tanah. Tersebar di pantai Kalimantan Barat dan Selatan, Pantai timur Sumatera
dan pantai selatan, barat, dan utara Irian jaya. Di taksir luas keseluruhannya
mencapai 27 juta hektar. Tumbuhan yang tumbuh adalah hutan rawang, rumput
rawang, dan pakis. Tanah ini tidak baik buat pertanian.
2.4.

Hidrologi wilayah Indonesia
Berdasarkan siklus hidrologi maka hal yang terpenting mengenai kondisi
hidrologi Indonesia adalah sungai dan air tanah. Sungai menurut Wikipedia
ialah jalan air alami dan salah satu bagian dari siklus hidrologi.
Sungai menurut jumlah airnya dibedakan :
1. Sungai Permanen - yaitu sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif
tetap. Contoh sungai jenis ini adalah Sungai Kapuas, Kahayan, Barito dan
Mahakam di Kalimantan. Sungai Musi, Batanghari dan Indragiri di
Sumatera.
2. Sungai Periodik - yaitu sungai yang pada waktu musim hujan airnya
banyak, sedangkan pada musim kemarau airnya kecil. Contoh sungai jenis
ini banyak terdapat di Pulau Jawa, misalnya Sungai Bengawan Solo, dan
Sungai Opak di Jawa Tengah. Sungai Progo dan Sungai Code di Daerah
Istimewa Yogyakarta serta Sungai Brantas di Jawa Timur.
3. Sungai Intermittent atau Sungai Episodik - yaitu sungai yang pada musim
kemarau airnya kering dan pada musim hujan airnya banyak. Contoh
sungai jenis ini adalah Sungai Kalada di Pulau Sumba.
4. Sungai Ephemeral - yaitu sungai yang ada airnya hanya pada saat musim
hujan. Pada hakekatnya sungai jenis ini hampir sama dengan jenis
Episodik, hanya saja pada musim hujan sungai jenis ini airnya belum tentu
banyak.

Sungai menurut genetiknya dibedakan :

31
1. Sungai Konsekwen yaitu sungai yang arah alirannya searah dengan
kemiringan lereng
2. Sungai Subsekwen yaitu sungai yang aliran airnya tegak lurus dengan
Sungai Konsekwen
3. Sungai Obsekwen yaitu anak Sungai Subsekwen yang alirannya
berlawanan arah dengan Sungai Konsekwen
4. Sungai Insekwen yaitu sungai yang alirannya tidak teratur atau terikat oleh
lereng daratan
5. Sungai Resekwen yaitu anak Sungai Subsekwen yang alirannya searah
dengan Sungai Konsekwen
2. Batuan Pembawa Air
Jenis batuan atau lapisan tanah yang dapat berfungsi sebagai lapisan pembawa
air adalah sebagai berikut :
a. Batuan sedimen adalah merupakan lapisan pembawa air yang terbaik yaitu
pada lapisan batuan yang banyak mempunyai ruang antar butir, rekahan
atau rongga batuan seperti endapan batuan vulkanik klastik, endapan
berbutir lepas (pasir, kerikil, dan krakal) dan batu gamping berongga.
Batuan yang mempunyai besar butir makin halus dan kristalin mempunyai
fungsi lapisan pembawa air yang buruk atau batuan yang kedap air.
Contoh batuan ini adalah Lempung, Napal, dan Gamping Kristalin.
b. Batuan beku bukan merupakan lapisan pembawa air yang baik, akan tetapi
jika pada batuan tersebut terdapat rekahan atau

retakan

akan

menyebabkan terdapat akumulasi air tanah. Misalnya endapan Basalt dan
Andesit

bila

tedapat

retakan

atau

rekahan

dapat

menyebabkan

penyimpanan air tanah.
c. Batuan metamorfosa juga merupakan lapisan pembaawa air yang baik.
Kandungan air akan terdapat pada ruang antara rekahan retakan betuan
pada zona pelapukan batuan.
Bila tinjauan dari umur batuan, maka endapan Resen dan Kuarter
mempunyai kandungan air tanah yang baik hingga sedang. Batuan

yang

berumur lebih tua dari endapan Kuarter merupakan lapisan pembawa air yang
buruk hingga sangat buruk.

32
Batuan Kuarter mempunyai kandungan yang tersusun oleh batu pasir
yang tidak masip dapat merupakan tempat menyimpan air yang baik misalnya
batu pasir pada formasi pucangan dan formasi kabuh.
Akumulasi air tanah yang baik terdapat pada daerah morfologi daratan, seperti
cekungan antar gunung api, termasuk dataran di sepanjang sungai dan dataran
pantai tertentu.
1. Cekungan Air Tanah
Cekungan air tanah adalah suatu daerah cakupan luas, tersusun oleh satu
atau lebih akifer yang mempunyai karakteristik yang hampir sama.
Cekungan air tanah dapat terjadi pada daerah antar pegunungan Kipas
Aluvial ataupun daerah antar lembah.
2. Penyebaran Air Tanah
Akumulasi dan penyebaran air tanah ditentukan oleh beberapa faktor antara
lain curah hujan, morfologi, dan geologi.
Curah hujan di Indonesia umumnya tinggi, antara 1000-6000 mm per tahun.
Ada daerah tertentu yang mempunyai curah hujan kurang dari 1000 mm
tetapi penyebarannya sangat terbatas dan hanya merupakan 0,9% dari luas
seluruh tanah air.
Daerah dengan curah hujan antara 1000-1500 mm per tahun hanya
meliputi wilayah kurang dari 4%. Distribusi hujan tidak merata sepanjang
tahun. Di beberapa daerah terutama di Jawa Timur dan Nusa Tenggara variasi
curah hujan musiman sangat besar sehingga pada bulan-bulan kemarau setiap
tahun daerah tersebut mengalami kekeringan. Variasi curah di Indonesia dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
Klasifikasi curah hujan tahunan di Indonesia
Pulau

Sangat

Kering

Lembab

Basah

Sangat

kering/arid (dry)

(moist)

(wet)

Basah

<1000 mm 1000-

1500-3000

3000-

(very wet)

(%)

1500 mm

mm

5000 mm

>5000 mm

Jawa/Bali

<0,1

(%)
6,9

(%)
64,3

(%)
28,1

(%)
0,6

Sumatra

0,0

3,0

65,6

30,7

0,7

33
Kalimantan

0,0

0,0

48,8

51,2

0,0

Sulawesi

0,8

6,3

67,7

25,2

0,0

Ns. Tengara

17,6

23,1

49,0

10,3

0,0

Maluku

1,3

3,7

73,7

21,3

0,0

Irian

0,0

4,2

42,3

42,7

10,9

Total

0,9

3,9

55,5

37,1

2,6

Sumber : R. van der weert, 1991
Dengan curah hujan yang rata-rata tinggi, kemungkinan pengumpulan air
tanah sebagai akibat resapan air dalam tanah akan sangat besar apabila
didukung oleh keadaan morfologi dan geologi. Bentuk permukaan air tanah
akan sangat berpengaruh terhadap peresapan air ke dalam tanah dan
pengumpulannya.
Pada daerah lereng dan dataran yang sangat luas sangat mungkin terdapat
pengumpulan air tanah, namun masih sangat tergantung kepada keadaan
geologi. Umur lapisan batuan dan struktur geologi sangat berpengaruh kepada
akumulasi dan penyebaran air tanah. Batuan berumur geologi yang lebih tua
umumnya bersifat padat dan kedap air, sehingga menyulitkan peresapan atau
pengumpulan air tanah.
Uraian berikut adalah mengenai keadaan geologi yang mempengaruhi
penyebaran maupun akumulasi air tanah.
a.

Batuan berumur Pra-Tersier
Batuan berumur Pra-Tersier tersingkap di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi,
Nusa Tenggara, serta Maluku dan Irian. Daerah Pulau Jawa penyebaran
batuan terbatas.
Sebagian besar batuan Pra-Tersier terdiri dari sekis hablur, batuan malihan
dan batuan beku dalam. Singkapan batuan medan yang berbukit atau
bergunung dan akumulasi air tanah kecil sekali. Akumulasi air tanah
dalam jumlah sangat terbatas mungkin dapat diketemukan di dekat
permukaan, yakni pada bagian yang telah melapuk.

b.

Batuan Berumur Tersier

34
Batu Tersier yang tersusun oleh batuan sedimen kecuali batu gamping,
batuan beku, batuan gunung api breksi (andesit tua) atau batu pasir yang
masip bersifat kurang meneruskan air. Wilayah pegunungan lipatan yang
tersusun oleh batuan tersebut merupakan daerah yang selalu kekurangan
air. Akumulasi air tanah dalam jumlah terbatas dapat dijumpai pada bekas
alur sungai lama, atau di dekat permukaan, yaitu pada batuan yang telah
lama mengalami proses pelapukan.
c. Batu Gamping
Batu gamping menyebar hampir di seluruh Indonesia, tersingkap dalam
bentuk batu gamping berlapis, batu gamping terumbu dan sedikit batu
gamping berkristal.
Batu gamping berumur Pra-Tersier terdapat di Aceh, Sumatra Utara,
Sulawesi dan Indonesia bagian timur (Maluku dan Irian).
Batu gamping berumur Tersier di Pulau Jawa terdapat di bagian selatan
mulai dari Pantai Selatan Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Tiimur. Pada
bagian utara dimulai dari Rembang, Pegunungan Kendeng dan Madura.
Pada daerah lain terdapat di Bali, dan Lombok.
Batu gamping Kuarter berupa batu gamping terumbu koral (coral reef
limestone) terdapat di beberapa pulau pada bagian timur Indonesia, seperti
pantai Ambon, Seram, Buru, Sulawesi Tengah.
Aliran air tanah dalam rekahan dan rongga batu gamping dapat
menimbulkan pelarutan dan pembesaran rongga, sehingga sering
berkembang menjadi sungai bawah tanah, pada daerah batu gamping
sangat umum dijumpai keadaan topografi karstik, yang bercirikan salah
satunya tidak terdapat aliran air atau sungai di permukaan, hanya terdapat
sink holes (lubang-lubang masuknya air kedalam tanah) dan sungai bawah
tanah.
Beberapa contoh air tanah dalam bentuk mata air yang cukup besar di batu
gamping dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Mata air pada batu gamping yang terdapat di Indonesia
Propinsi

Nama Mata Air

Perkiraan Kuantitas

D.I Yogyakarta

Baron

4.500 l/det

35
Jawa Timur

Merakurak
Saranggi

(Tuban), 1.000 l/det
330 l/det

Aceh

Kr. Darau

500 l/det

N.T.T

Camplong

100 l/det

Maluku

Tual

4.500 l/det

Sumber : Dit. Jen. Pengaira
d.

Batuan Endapan Gunung Api
Gunung api di Indonesia sangat penting dalam memberikan tingkat
kesuburan serta sebagai daerah penangkap air hujan. Perbedaan bentuk
morfologi dan susunan litologi dapat dibedakan antara batuan gunung api
muda dan batuan gunung api tua. Batuan gunung api muda mempunyai
bentuk lereng yang halus dan membulat dengan susunan litologi yang
bersifat kurang masip. Keadaan ini berhubungan

erat dengan

pembentukan dan penyebaran air tanah pada daerah wilayah gunung api.
Pada daerah wilayah gunungapi dapat dibagi atas 3 satuan sebagai berikut
yaitu :
Daerah Puncak. Bentuk medan daerah ini berlereng curam sekitar 33°-35°
dengan susunan batuan yang telah mamadai saperti lava dan bongkah
batuan serta bahan piroklastika yang lain. Penyaluran air permukaan lebih
dominan tetapi peresapan air kedalam tanah masih dapat berlangsung
apabila batuan bersifat sarang dan bentuk topografi memungkinkan
Daerah Tubuh Gunung Api. Daerah tubuh gunung api umumnya tersusun
bahan piroklastik yang telah memadat. Bentuk medan mempunyai lereng
antara 10°-20°. Daerah tubuh gunung api merupakan daerah resapan air
tanah dan juga dapat berfungsi sebagai penyalur bawah permukaan.
Pada daerah ini terdapat pula pemunculan mata air akibat terdapat
pergantian lapisan yang berbeda tingkat kelulusan ataupun terdapat
pemotongan aliran air tanah oleh sebab keadaan geologi dan topografi.
Daerah Kaki Gunung Api. Daerah kaki gunung api mempunyai bentuk
mempunyai bentuk medan yang halus dengan kemiringan kurang dari lima
derajat. Batuan penyusun daerah ini terdiri dari batu piroklastika sering

36
ditutupi bahan yang diendapkan secara sekunder oleh angkut air. Bagian
atas daerah kaki gunung api berfungsi sebagian besar daerah peresapan
atau penyaluran bawah permukaan. Akumulasi

air tanah terjadi pada

bagian bawah kaki gunung api pada umumnya di daerah terdapat sebagian
besar butir endapan lapisan batuan yang menyebabkan terbentuk lapisan
pembawa air tertekan.
e.

Dataran Aluvial
Daerah aluvial menempati daerah pantai, sebagian daerah antar
pegunungan, dan dataran lembah sungai. Daerah aluvial ini tertutup oleh
hasil rombakan dari daerah sekitarnya, daerah hulu ataupun daerah yang
lebih tinggi letaknya. Potensi air tanah pada daerah ini ditentukan oleh
jenis dan tekstur batuan.
Daerah Pantai terdapat cukup luas di pantai timur Pulau Sumatra, pantai
utara Jawa Barat dan Jawa Tengah, pantai selatan serta barat Pulau
Kalimantan, dan Irian Jaya bagian selatan. Air tanah daerah dataran pantai
selalu terdapat dalam sedimen Kuarter dan Resen yang batuannya terdiri
dari pasir, kerikil dan berinteraksi dengan lapisan lempung. Kondisi air
tanah dalam lapisan tersebut sering dalam keadaan tertekan, mempunyai
potensi yang cukup besar, namun masih bergantung pada luas dan
penyebaran lapisan batuan dan selalu mendapat ancaman intrusi air laut,
apabila pengambilan air tanah berlebihan dan tidak terkontrol.
Pada umumnya kota-kota besar dan pusat-pusat industri di Indonesia
terletak pada daerah pantai seperti Pantai Timur Sumatera dan Pantai Utara
Jawa. Limbah perkotaan dan industri menjadi ancaman yang serius pada
air tanah, karena pengaruh pencemaran.
Dataran antar gunung di Pulau Jawa terdapat di Bandung, Garut, Madiun,
Nganjuk, dan Bondowoso. Daerah ini sebagian besar dibatasi oleh kaki
gunung. Lapisan batuan terdiri dari bahan klastika hasil rombakan batuan
gunung api sekitarnya. Pergantian susunan litologi dari butiran-butiran
kasar menjadi halus membentuk suatu kondisi air tanah tertekan.
Cekungan air tanah daerah antar gunung mempunyai potensi yang cukup

37
besar. Potensi air tanah daerah antar gunung di pulau-pulau lain terdapat di
Sulawesi, Sumatra, Bali, dan Lombok.
Dateran Lembah Antar Sungai yang lebar dan luas terdapat pada daerahdaerah aliran Sungai Bengawan Solo, Citanduy, Serayu, Lusi, Musi dan
Batang hari.
Pada umumnya daerah ini tertutup oleh endapan alluvial dan dapat
mempunyai potensi air tanah yang cukup besar.
2.4.1. Lahan Basah Indonesia
Lahan basah didefinisikan sebagai daerah payau, gambut dan perairan
alami maupun buatan, tetap maupun sementara dengan perairannya yang
mengalir atau tergenang, tawar, agak asin maupun asin dan termasuk di
dalamnya wilayah laut yang kedalamannya kurang dari 6 m pada waktu air
surut paling rendah. Ekosistem lahan basah perlu dilesatarikan karena
merupakan lingkungan atau ekosistem paling produktif di dunia serta
merupakan habitat bagi kehidupan berbagai keanekaragaman hayati (flora dan
fauna) termasuk sebagai penyedia air bersih dan gudang plasma nuftah.
Berbagai fungsi dan manfaat penting lainnya ekosistem lahan basah antara lain
sebagai penyedia air bersih (daerah tangkapan air), pelindung banjir dan badai,
penyeimbang daerah pantai dan pelindung erosi, penyaring dan penjernih air
dari sedimentasi, nutrien dan pencemar, penyeimbang kondisi iklim lokal
antara lain curah hujan dan suhu udara, sumber makanan dan pendapatan
(perikanan, produksi kayu dan hasil hutan non kayu, dan pertanian), lokasi
pendidikan dan penelitian, sumber energi serta penunjang transportasi dan
parawisata.
Lahan basah dapat dibedakan berdasarkan tipenya yaitu lahan basah laut
dan pesisir, lahan basah daratan dan lahan basah buatan manusia. Secara umum
lahan basah dapat diklasifikasikan sebagai rawa hutan mangrove, estuaria,
padang lamun, rumput laut, terumbu karang, danau, sungai, sawah dan tambak
(ikan dan garam).
2.4.2 Rawa
Rawa merupakan sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang
penggenangannya dapat bersifat musiman ataupun permanen dan ditumbuhi

38
oleh tumbuhan (vegetasi). Hutan rawa memiliki keanekaragaman hayati yang
sangat kaya. Jenis-jenis floranya antara lain: durian burung (Durio carinatus),
ramin (Gonystylus sp), terentang (Camnosperma sp.), kayu putih (Melaleuca
sp), sagu (Metroxylon sp), rotan, pandan, palem-paleman dan berbagai jenis
liana. Faunanya antara lain : harimau (Panthera tigris), orang utan (Pongo
pygmaeus), rusa (Cervus unicolor), buaya (Crocodylus porosus), babi hutan
(Sus scrofa), badak, gajah, musang air dan berbagai jenis ikan. Indonesia
memiliki lebih dari 23 juta ha rawa.
Jenis-jenis rawa mencakup hutan rawa air tawar, memiliki permukaan
tanah yang kaya akan mineral, biasanya ditumbuhi hutan lebat. Hutan rawa
gambut, terbentuk dari sisa-sisa hewan dan tumbuhan yang proses
penguraiannya sangat lambat sehingga tanah gambut memiliki kandungan
organik yang sangat tinggi. Rawa tanpa hutan, merupakan bagian dari
ekosistem rawa hutan, namun hanya ditumbuhi tumbuhan kecil seperti semak
dan rumput liar.
Manfaat hutan rawa sebagai sumber cadangan air, dapat menyerap dan
menyimpan kelebihan air dari daerah sekitarnya dan akan mengeluarkan
cadangan air tersebut pada saat daerah sekitarnya kering, mencegah terjadinya
banjir, mencegah intrusi air laut ke dalam air tanah dan sungai, sumber energi,
sumber makanan nabati maupun hewani.
Jika hutan rawa hilang maka dapat mengakibatkan kekeringan, terjadinya
intrusi air laut yang masuk jauh ke daratan, terjadi banjir, hilangnya flora dan
fauna yang hidupnya di rawa, berkurangnya sumber mata pencaharian
penduduk sekitar.
2.5. Iklim di Indonesia
Klasifikasi Iklim
•

Iklim Matahari
Iklim matahari merupakan metode klasifikasi iklim berdasarkan
banyaknya radiasi matahari yang diterima oleh permukaan bumi di beberapa
tempat.
Menurut iklim matahari, Indonesia termasuk dalam iklim tropik karena
ditinjau dari letak lintangnya, Indonesia masuk dalam rentangan astronomis

39
lintang iklim tropik. Selain itu ciri-ciri yang ditampilkan pada iklim tropik
sesuai dengan kondisi yang ada di Indonesia, seperti suhu yang selalu tinggi
sepanjang tahun, amplitudo suhu tahunan yang kecil, sehingga permusiman
yang ada berdasarkan perbedaan curah hujan. Dibuktikan dengan hanya ada
dua musim (kemarau dan penghujan) di Indonesia.
•

Iklim Fisis
Dasar pembagian iklim fisis adalah kondisi fisik atau alam yang
mempengaruhi iklim di daerah tertentu. Kondisi fisik yang dimaksud ialah
topografi, arus laut dan jarak suatu daratan terhadap laut. Iklim fisis meliputi
iklim laut, iklim kontinen, iklim ugahari dan pegunungan, dan iklim tundra.
Menurut iklim fisis, Indonesia termasuk dalam iklim laut karena
daerahnya dikelilingi oleh laut atau berdekatan dengan laut. Selain itu ciri yang
sesuai dengan kondisi Indonesia adalah adanya perbedaan suhu antara siang
dan malam yang tidak begitu mencolok dan memiliki curah hujan yang tinggi.

•

Iklim Junghuhn
Junghuhn ini melakukan klasifikasi iklim di Indonesia berdasarkan
ketinggiian tempat dihungkan dengan kehidupan tumbuh-tumbuhan. Iklim ini
dibagi menjadi empat zone atau daerah iklim, yaitu:
1. Zone panas, daerah yang berada pada ketinggian 0 – 600 m dpl, suhu udara
rata-rata di atas 22̊ C, tanaman budidaya yang cocok antara lain tembakau,
kelapa, padi, jagung.
2. Zone sedang, ketinggian antara 600 – 1500 m dpl, suhu udara antara 22̊ C17̊ C, tanaman budidaya yang tumbuh antara lain tembakau, padi, kopi, teh,
coklat, dan sayur-sayuran.
3. Zone sejuk, ketinggian antara 1500 – 2500 m dpl, suhu udara antara 17̊ C11̊ C, tanaman budidaya yang tumbuh antara lain kina, kopi, teh, sayursayuran, pinus.
4. Zone dingin, ketinggian 2500 m dpl ke atas, suhu udara di bawah 11̊ C, dan
tidak ada tanaman budidaya yang tumbuh.

40
Menurut iklim Junghuhn, Indonesia termasuk dalam semua zone iklim.
Alasannya karena daerah di Indonesia memiliki ketinggian yang beragam dan
semuanya ada dan sesuai dengan syarat klasifikasi iklim menurut Junghuhn.
•

Iklim Koeppen
Dasar klasifikasi iklim ini menggunakan data suhu dan curah hujan ratarata bulanan dan tahunan. Batas-batas tipe iklim sesuai dengan batas-batas
vegetasi karena vegetasi dipandang sebagai instrumen klimatologis. Pembagian
tipe ini terdiri dari lima kelompok yang ditandai dengan huruf kapital, yaitu
iklim A, iklim B, iklim C, iklim D, dan iklim E. Namun tipe iklim yang
terdapat di Indonesia yaitu tipe iklim A dan C.
Iklim A, iklim hujan tropis tanpa musim dingi. Wilayah iklim ini
merupakan kawasan tanaman megaterm yang memerlukan suhu tinggi secara
terus menerus dan hujan melimpah. Kelompok iklim A dibagi menjadi:
Af = iklim basah tropis. f: curah hujan pada bulan paling kering ≥60 mm.
Terdapat variasi musiman suhu minimum dan hujan yang tetap tinggi
sepanjang tahun.
Aw = iklim tropis, basah, dan kering. w: musim kering jelas dalam periode
musim dingin. Irama curah hujan musiman jelas, sekurang-kurangnya aitu
bulan ˂60 mm
Am = musim kering singkat, tetapi dengan curah hujan total yang besar.
Menyerupai Af dalam jumlah hujan, dan menyerupai Aw dalam distribusi
musiman.
Iklim C, iklim hujan lintang menengah dengan musim dingin ringan.
Kelompok iklim C dibagi menjadi:
Cf = tidak mempunyai musim kering yang jelas, perbedaan antara bulan-bulan
paling banyak hujan dan paling kering kurang, curah hujan bulan terkering
untuk musim panas ˃30 mm.
Cw = musim dingin yang kering, banyaknya hujan pada bulan terbasah musim
panas sekurangnya 10 kali bulan terkering musim dingin, curah hujan bulan
musim dingin terkering ˂30 mm.

41
Cs = musim panas yang kering, banyaknya hujan pada musim dingin
setidaknya 3 kali banyaknya hujan di musim panas terkering, dan curah hujan
bulan musim panas terkering ˂30 mm.
Menurut iklim Koeppen, Indonesia termasuk dalam iklim Af, Aw, Am,
Bs, Cf, Cw. Semua kategori iklim A sesuai dengan kondisi Indonesia karena
memang pada dasarnya merupakan iklim hujan tropis. Sedangkan untuk Bs, itu
karena adanya steppa atau padang rumput di Indonesia

bagian tengah.

Sedangkan kategori iklim Cf dan Cw terdapat pada Indonesia sebelah timur
yang terletak di tempat-tempat tinggi.
•

Iklim Thornthwaite
Klasifikasi iklim ini berdasarkan pada curah hujan yang sangat penting
untuk tanaman. Untuk menghitung ratio keefektifan curah hujan, digunakan
rumus jumlah curah hujan bulanan dibagi dengan jumlah penguapan bulanan.
Akumulasi dari ratio keefektifan curah hujan selama 12 bulan itu nantinya
berfungsi sebagai indeks keefektifan curah hujan, yang dapat digunakan
sebagai pedoman untuk menentukan golongan kelembapan. Sedangkan
penentuan golongan suhu diperoleh dari akumulasi ratio keefektifan suhu
bulanan selama 12 bulan. Kemudian masing-masing golongan kelembapan dan
golongan suhu di konfirmasikan dengan penyebaran curah hujan musiman.
Menurut iklim Thornthwaite, untuk daerah tropis seperti Indonesia, suhu
sepanjang tahun hampir konstan sehingga variasi dari indeks P-E dari tempat
yang satu ke tempat yang lain praktis hanya bergantung pada presipitasi saja.
Untuk jenis golongan kelembapan yang ada di Indonesia mulai dari A sampai
D. Sedangkan untuk golongan suhu, suhu tropis, mesothermal, dan
microthermal dapat masuk dalam pengklasifikasian wilayah Indonesia.

•

Iklim Mohr
Penentuan golongan iklim ini berdasarkan kriteria derajat kelembapan
dari bulan-bulan sepanjang tahun yang kemudian dicari bulan-bulan kering dan
bulan-bulan basahnya setiap tahun.
Klasifikasi derajat kelembapan, yaitu:
a. Bulan basah, bila curah hujan dalam satu bulan lebih dari 100 mm
b. Bulan kering, bila curah hujan dalam satu bulan kurang dari 60 mm

42
c. Bulan lembab, bila curah hujan dalam satu bulan antara 60 mm dan 100
mm.
Sedangkan 5 golongan iklim Mohr, yaitu:
1. Golongan I

: daerah basah, yaitu daerah yang hampir tidak terdapat

bulan kering
2. Golongan II

: daerah agak basah, yaitu daerah dengan bulan kering 1- 2

bulan
3. Golongan III

: daerah agak kering, yaitu daerah dengan bulan kering 3- 4

bulan
4. Golongan IV
5. Golongan V
•

: daerah kering, yaitu terdapat 5- 6 bulan kering
: daerah sangat kering, dengan bulan kering ˃6 bulan.

Tipe Hujan Schmidt dan Ferguson
Klasifikasi tipe hujan ini juga berdasar pada jumlah bulan kering dan
jumlah bulan basah. Namun perhitungannya jumlah bulan-bulan kering dan
bulan-bulan basah dari tiap tahun diambil rata-ratanya. Kemudian tipe
hujannya ditentukan dengan menggunakan harga quotient (Q).
Wilayah Indonesia tidak tergolong pada klasifikasi iklim yang sangat
basah maupun sangat kering. Karena keberadaan antara bulan basah dengan
bulan kering tidak terlalu mencolok.

•

Tipe Hujan Oldeman
Klasifikasi tipe hujan ini didasarkan pada keberurutan bulan basah dan
bulan kering tanpa memperhitungkan suhu. Ditetapkan bahwa dianggap bulan
basah bila curah hujan lebih besar dari 200 mm, bulan kering bila curah hujan
kurang dari 100 mm, dan bulan lembap bila curah hujan antara 100 - 2000 mm.
Wilayah Indonesia tidak tergolong pada klasifikasi iklim yang sangat
basah maupun sangat kering. Karena keberadaan antara bulan basah dengan
bulan kering tidak terlalu mencolok.

43
44
BAB III
PENUTUP
2.1. Kesimpulan
Wilayah Indonesia merupakan wilayah Kepulauan yang terletak di
ujung tenggara lempeng Eurasia. Berbatasan dengan Lempeng IndoAustralia (Lautan Hindia) di selatan dan timur serta ke timur dengan Laut
Filipina dan Lempeng Pasifik. Batas lempeng berupa konvergen,
dihasilkan oleh konsumsi lempeng sepanjang zone subduksi, terciptanya
busur vulkanik, dan formasi kompressional dan struktur penggelinciran
miring.
Yang secara fisiografis kepulauan Indonesia didominasi oleh dua
daerah paparan benua. Paparan Sunda (atau Daratan Sunda menurut
beberapa pengarang) terletak di barat, dan Paparan Sahul di timur,
dipisahkan oleh daerah yang secara geologi sangat kompleks dengan laut
dalam dan busur vulkanik.
Kedua daerah paparan tersebut menunjukkan beberapa kesamaan
dengan inti benua yang stabil di separuh bagian timur dan barat
kepulauan. Daerah Paparan Sahul, bagian dari lempeng benua IndoAustralia yang meluas melalui Irian, Laut Arafura dan bagian selatan dari
Laut Timor dan ke selatan ke arah benua Australia. Daerah paparan
Sunda mewakili penurunan ke arah tenggara lempeng benua Eurasia dan
terdiri dari Semenanjung Malaka, Sumatera, Jawa dan Kalimantan, Laut
Jawa dan bagian selatan Laut China Selatan.
Dengan gejala pengakatan dan penurunan mengalami bentuk lahan
kasar selain pengaruh pengangkatan dan penurunan juga karena erosi
salah satunya yang mengakibatkan bentuk lahanya menjadi unik dan
beraneka ragam. Misalnya di Pulau Jawa Bagian Selatan yang
merupakan daerah Plato Kapur yang miring ke selatan akibat
terangkatnya dataran nyaris. Sisi utara zona selatan ini dibatasi oleh
gawir sesar, beberapa diantaranya mengalami pengikisan sehingga
platonya hilang.Iklim adalah jalannya keadaan cuaca atau keseluruhan
dari gejala cuaca di daerah tertentu yang cakupannya cukup luas

45
sepanjang tahun atau kreteraturan keadaan udara untuk periode yang
cukup lama.Menurut iklim matahari, Indonesia termasuk dalam iklim
tropik karena ditinjau dari letak lintangnya, Indonesia masuk dalam
rentangan astronomis lintang iklim tropik. Selain itu ciri-ciri yang
ditampilkan pada iklim tropik sesuai dengan kondisi yang ada di
Indonesia, seperti suhu yang selalu tinggi sepanjang tahun, amplitudo
suhu tahunan yang kecil, sehingga permusiman yang ada berdasarkan
perbedaan curah hujan. Dibuktikan dengan hanya ada dua musim
(kemarau dan penghujan) di Indonesia.
Berdasarkan bentuk lahan dan banyaknya curah hujan tersebut
mempengaruhi jenis sungai yang ada di Indonesia. Misalnya di wilayah
Indonesia.
1. sungai permanen - yaitu sungai yang debit airnya sepanjang tahun
relatif tetap. Contohnya adalah sungai Kapuas dan Sungai Musi.
2. sungai periodik - yaitu sungai yang pada waktu musim hujan airnya
banyak, sedangkan pada musim kemarau airnya kecil. Contohnya
Sungai Progo di Jogjakarta.
3. sungai intermittent atau sungai episodik - yaitu sungai yang pada
musim kemarau airnya kering dan pada musim hujan airnya banyak.
Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kalada di pulau Sumba.
4. sungai ephemeral - yaitu sungai yang ada airnya hanya pada saat
musim hujan. Pada hakekatnya sungai jenis ini hampir sama dengan
jenis episodik, hanya saja pada musim hujan sungai jenis ini airnya
belum tentu banyak.
Berdasarkan Batuan Induk dan Faktor yang mempengaruhi batuan
asal tersebut mempengaruhi jenis tanah yang ada di Indonesia. Misalnya,
proses terbentuknya Tanah Organosol ( tanah gambut ). Tanah ini
terbentuk melalui profil yang tersusun dari timbunan-timbunan bahan
organik yang biasa terdapat di hutan yang lebat dengan curah hujan yang
tinggi yang mengakibatkan proses pelapukan yang cukup lama. Biasanya
daerah ini banyak terdapat di Stadia Tua. Di wilayah-wilayah yang
vulkannya sudah mengalami post vulkanik.

46
DAFTAR PUSTAKA
Wikipedia. 2010. Sungai, (online). (http://id.wikipedia.org/wiki/Sungai) diakses
tanggal 20 Pebruari 2010)
Wikipedia.

2010.

Jenis/Macam-macam

Tanah

di

Indonesia,

(online)

(http://organisasi.org/ilmu_pengetahuan/geografi), diakses tanggal 20
Peruari 2010)
Hari, Dwiyono. 2009. Bahan Ajar Meteorologi dan Klimatologi.UM : Malang
Hari, Dwiyono. 2010. Bahan Ajar Geografi Tanah.UM : Malang
Buranda. 2010. Bahan Ajar Geologi Indonesia.UM : Malang
Herlambang, Soedarno. 2010. Bahan Ajar Geomorfologi Indonesia.UM : Malang
Muda, Amas. 1994. Pengembangan Air Tanah Sebagai Subsistim Pengelolaan
Sumber daya Air. Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Pengairan:
Jakarta.

47

More Related Content

What's hot

Konduktor Dua Keping Sejajar dan Konduktor Bola Berongga
Konduktor Dua Keping Sejajar dan Konduktor Bola BeronggaKonduktor Dua Keping Sejajar dan Konduktor Bola Berongga
Konduktor Dua Keping Sejajar dan Konduktor Bola Beronggaanggundiantriana
 
Geologi laut pak yusuf surachman kuliah geologi kelautan-1
Geologi laut   pak yusuf surachman kuliah geologi kelautan-1Geologi laut   pak yusuf surachman kuliah geologi kelautan-1
Geologi laut pak yusuf surachman kuliah geologi kelautan-1Jihad Brahmantyo
 
Fluks Listrik dan Hukum Gauss
Fluks Listrik dan Hukum GaussFluks Listrik dan Hukum Gauss
Fluks Listrik dan Hukum Gaussanggundiantriana
 
Laporan denudasional
Laporan denudasional Laporan denudasional
Laporan denudasional 'Oke Aflatun'
 
228829546 deskripsi-batuan-metamorf
228829546 deskripsi-batuan-metamorf228829546 deskripsi-batuan-metamorf
228829546 deskripsi-batuan-metamorfniaramadanti1
 
Resume Kristalografi
Resume KristalografiResume Kristalografi
Resume Kristalografi'Oke Aflatun'
 
Materi Kuliah Geologi Struktur 9.diskripsi sesar
Materi Kuliah Geologi Struktur 9.diskripsi sesarMateri Kuliah Geologi Struktur 9.diskripsi sesar
Materi Kuliah Geologi Struktur 9.diskripsi sesarMario Yuven
 
Mitigasi dengan role player
Mitigasi dengan role playerMitigasi dengan role player
Mitigasi dengan role playerTuti Lestari
 
Identifikasi batuan beku
Identifikasi batuan bekuIdentifikasi batuan beku
Identifikasi batuan bekuadbel Edwar
 
Proses terbentuknya batuan beku
Proses terbentuknya  batuan bekuProses terbentuknya  batuan beku
Proses terbentuknya batuan bekuIpung Noor
 
Batuan piroklastik
Batuan piroklastikBatuan piroklastik
Batuan piroklastikyadil142
 
2A_11_Nur Azizah_Laporan Akhir Praktikum_Gerak Harmonis Sederhana pada Pegas
2A_11_Nur Azizah_Laporan Akhir Praktikum_Gerak Harmonis Sederhana pada Pegas2A_11_Nur Azizah_Laporan Akhir Praktikum_Gerak Harmonis Sederhana pada Pegas
2A_11_Nur Azizah_Laporan Akhir Praktikum_Gerak Harmonis Sederhana pada PegasNur Azizah
 
Bekerjanya alat berat kelompok 2
Bekerjanya alat berat kelompok 2Bekerjanya alat berat kelompok 2
Bekerjanya alat berat kelompok 2HanifSatriaW
 
153800318 van-zuidam
153800318 van-zuidam153800318 van-zuidam
153800318 van-zuidamStella Putri
 

What's hot (20)

Konduktor Dua Keping Sejajar dan Konduktor Bola Berongga
Konduktor Dua Keping Sejajar dan Konduktor Bola BeronggaKonduktor Dua Keping Sejajar dan Konduktor Bola Berongga
Konduktor Dua Keping Sejajar dan Konduktor Bola Berongga
 
Pert 10 sistem kristal
Pert 10 sistem kristalPert 10 sistem kristal
Pert 10 sistem kristal
 
79309543 solusi-osn-astro-2008
79309543 solusi-osn-astro-200879309543 solusi-osn-astro-2008
79309543 solusi-osn-astro-2008
 
Geologi laut pak yusuf surachman kuliah geologi kelautan-1
Geologi laut   pak yusuf surachman kuliah geologi kelautan-1Geologi laut   pak yusuf surachman kuliah geologi kelautan-1
Geologi laut pak yusuf surachman kuliah geologi kelautan-1
 
Bentuk asal fluvial
Bentuk asal fluvialBentuk asal fluvial
Bentuk asal fluvial
 
Fluks Listrik dan Hukum Gauss
Fluks Listrik dan Hukum GaussFluks Listrik dan Hukum Gauss
Fluks Listrik dan Hukum Gauss
 
Laporan denudasional
Laporan denudasional Laporan denudasional
Laporan denudasional
 
228829546 deskripsi-batuan-metamorf
228829546 deskripsi-batuan-metamorf228829546 deskripsi-batuan-metamorf
228829546 deskripsi-batuan-metamorf
 
Resume Kristalografi
Resume KristalografiResume Kristalografi
Resume Kristalografi
 
Materi Kuliah Geologi Struktur 9.diskripsi sesar
Materi Kuliah Geologi Struktur 9.diskripsi sesarMateri Kuliah Geologi Struktur 9.diskripsi sesar
Materi Kuliah Geologi Struktur 9.diskripsi sesar
 
Mitigasi dengan role player
Mitigasi dengan role playerMitigasi dengan role player
Mitigasi dengan role player
 
Jurnal piroklastik-ryando-perdana
Jurnal piroklastik-ryando-perdanaJurnal piroklastik-ryando-perdana
Jurnal piroklastik-ryando-perdana
 
Identifikasi batuan beku
Identifikasi batuan bekuIdentifikasi batuan beku
Identifikasi batuan beku
 
Bab 4 proyeksi peta
Bab 4 proyeksi petaBab 4 proyeksi peta
Bab 4 proyeksi peta
 
Analisis ukuran butir fix
Analisis ukuran butir fixAnalisis ukuran butir fix
Analisis ukuran butir fix
 
Proses terbentuknya batuan beku
Proses terbentuknya  batuan bekuProses terbentuknya  batuan beku
Proses terbentuknya batuan beku
 
Batuan piroklastik
Batuan piroklastikBatuan piroklastik
Batuan piroklastik
 
2A_11_Nur Azizah_Laporan Akhir Praktikum_Gerak Harmonis Sederhana pada Pegas
2A_11_Nur Azizah_Laporan Akhir Praktikum_Gerak Harmonis Sederhana pada Pegas2A_11_Nur Azizah_Laporan Akhir Praktikum_Gerak Harmonis Sederhana pada Pegas
2A_11_Nur Azizah_Laporan Akhir Praktikum_Gerak Harmonis Sederhana pada Pegas
 
Bekerjanya alat berat kelompok 2
Bekerjanya alat berat kelompok 2Bekerjanya alat berat kelompok 2
Bekerjanya alat berat kelompok 2
 
153800318 van-zuidam
153800318 van-zuidam153800318 van-zuidam
153800318 van-zuidam
 

Similar to Geomorfologi Indonesia

Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia - Wisnu Sinartejo.pdf
Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia - Wisnu Sinartejo.pdfIndonesia Sebagai Poros Maritim Dunia - Wisnu Sinartejo.pdf
Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia - Wisnu Sinartejo.pdfjohan effendi
 
BA XI 3.1 Kondisi wilayah dan posisi strategis Indonesia sebagai poros mariti...
BA XI 3.1 Kondisi wilayah dan posisi strategis Indonesia sebagai poros mariti...BA XI 3.1 Kondisi wilayah dan posisi strategis Indonesia sebagai poros mariti...
BA XI 3.1 Kondisi wilayah dan posisi strategis Indonesia sebagai poros mariti...MukarobinspdMukarobi
 
Proses terbentuknya kepulauan indonesia
Proses terbentuknya kepulauan indonesiaProses terbentuknya kepulauan indonesia
Proses terbentuknya kepulauan indonesiapapa dedek
 
Kondisi fisik wilayah dan penduduk indonesia
Kondisi fisik wilayah dan penduduk indonesiaKondisi fisik wilayah dan penduduk indonesia
Kondisi fisik wilayah dan penduduk indonesiaRahma Adhalia
 
Indonesia dari sisi geografis
Indonesia dari sisi geografisIndonesia dari sisi geografis
Indonesia dari sisi geografisAprian Hidayat
 
Sejarah terbentuk nya kepulauan indonesia
Sejarah terbentuk nya kepulauan indonesiaSejarah terbentuk nya kepulauan indonesia
Sejarah terbentuk nya kepulauan indonesiaShary Agashya
 
Rencana Strategis INA GOOS
Rencana Strategis INA GOOSRencana Strategis INA GOOS
Rencana Strategis INA GOOSImaPuspitaSari2
 
Buku geologi sulawesi armstrong sompotan
Buku geologi sulawesi armstrong sompotanBuku geologi sulawesi armstrong sompotan
Buku geologi sulawesi armstrong sompotanArmstrong Sompotan
 
Poros maritim
Poros maritimPoros maritim
Poros maritimIisRida
 
Lingkungan fisik wilayah nusantara dan hubungan dengan manusia
Lingkungan fisik wilayah nusantara dan hubungan dengan manusiaLingkungan fisik wilayah nusantara dan hubungan dengan manusia
Lingkungan fisik wilayah nusantara dan hubungan dengan manusiaalfantishindikasari
 
proses terbentuknya bumi
proses terbentuknya bumiproses terbentuknya bumi
proses terbentuknya bumiyuyunalviana
 
3.1 PPT Poros Maritim.pptx
3.1 PPT Poros Maritim.pptx3.1 PPT Poros Maritim.pptx
3.1 PPT Poros Maritim.pptxAchmadAdam4
 

Similar to Geomorfologi Indonesia (20)

Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia - Wisnu Sinartejo.pdf
Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia - Wisnu Sinartejo.pdfIndonesia Sebagai Poros Maritim Dunia - Wisnu Sinartejo.pdf
Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia - Wisnu Sinartejo.pdf
 
BA XI 3.1 Kondisi wilayah dan posisi strategis Indonesia sebagai poros mariti...
BA XI 3.1 Kondisi wilayah dan posisi strategis Indonesia sebagai poros mariti...BA XI 3.1 Kondisi wilayah dan posisi strategis Indonesia sebagai poros mariti...
BA XI 3.1 Kondisi wilayah dan posisi strategis Indonesia sebagai poros mariti...
 
Proses terbentuknya kepulauan indonesia
Proses terbentuknya kepulauan indonesiaProses terbentuknya kepulauan indonesia
Proses terbentuknya kepulauan indonesia
 
Asal mula kepulauan
Asal mula kepulauanAsal mula kepulauan
Asal mula kepulauan
 
bentang alam ips 7.pptx
bentang alam ips 7.pptxbentang alam ips 7.pptx
bentang alam ips 7.pptx
 
Kondisi fisik wilayah dan penduduk indonesia
Kondisi fisik wilayah dan penduduk indonesiaKondisi fisik wilayah dan penduduk indonesia
Kondisi fisik wilayah dan penduduk indonesia
 
Indonesia
IndonesiaIndonesia
Indonesia
 
ppt evolusi 1.pptx
ppt evolusi 1.pptxppt evolusi 1.pptx
ppt evolusi 1.pptx
 
Indonesia dari sisi geografis
Indonesia dari sisi geografisIndonesia dari sisi geografis
Indonesia dari sisi geografis
 
Bab 1.pptx
Bab 1.pptxBab 1.pptx
Bab 1.pptx
 
Indonesiaa
IndonesiaaIndonesiaa
Indonesiaa
 
Potensi Geografis Indonesia
Potensi Geografis IndonesiaPotensi Geografis Indonesia
Potensi Geografis Indonesia
 
Sejarah terbentuk nya kepulauan indonesia
Sejarah terbentuk nya kepulauan indonesiaSejarah terbentuk nya kepulauan indonesia
Sejarah terbentuk nya kepulauan indonesia
 
Rencana Strategis INA GOOS
Rencana Strategis INA GOOSRencana Strategis INA GOOS
Rencana Strategis INA GOOS
 
geografi kelas 8
geografi kelas 8geografi kelas 8
geografi kelas 8
 
Buku geologi sulawesi armstrong sompotan
Buku geologi sulawesi armstrong sompotanBuku geologi sulawesi armstrong sompotan
Buku geologi sulawesi armstrong sompotan
 
Poros maritim
Poros maritimPoros maritim
Poros maritim
 
Lingkungan fisik wilayah nusantara dan hubungan dengan manusia
Lingkungan fisik wilayah nusantara dan hubungan dengan manusiaLingkungan fisik wilayah nusantara dan hubungan dengan manusia
Lingkungan fisik wilayah nusantara dan hubungan dengan manusia
 
proses terbentuknya bumi
proses terbentuknya bumiproses terbentuknya bumi
proses terbentuknya bumi
 
3.1 PPT Poros Maritim.pptx
3.1 PPT Poros Maritim.pptx3.1 PPT Poros Maritim.pptx
3.1 PPT Poros Maritim.pptx
 

Geomorfologi Indonesia

  • 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Geomorfologi Indonesia secara astronomis terletak antara 21°LU-11°LS dan 92°15’BT-150°48’BT. Wilayah Ini meliputi daerah Indonesia ditambah Andaman-Nikobar, Filipina, Papua Nugini, Jasirah Malaka, dan Kepulauan Christmast. Wilayah Negara Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari lima pulau besar dan sekitar 300 kelompok kepulauan kecil. Semuanya ada sekitar 13.667 pulau dan pulau kecil, sekitar 6.000 tidak didiami. Kepulauan terletak di persimpangan antara dua samudera, yaitu Lautan Pasifik dan Lautan Hindia, dan merupakan jembatan antara dua benua yaitu Asia dan Australia. Indonesia mempunyai luas keseluruhan 9,8 juta km2, dimana lebih dari 7,9 juta km2 berupa laut. Secara fisiografis, Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan dempet dengan Paparan Sunda dari Benua Asia. Di massa daratan ini kedalaman laut tidak melebihi 200 meter. Di timur, Pulau Irian dan Aru terletak di Paparan Sahul, yang merupakan bagian dari Benua Australia. Terletak antara dua paparan benua ini adalah kelompok Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Halmahera. Kepulauan ini dikelilingi oleh laut dalam yang kedalamannya di beberapa tempat mencapai 5.000 meter. Indonesia pergerakan kerak bumi cenderung sangat aktif yang ditandai dengan seringnya terjadi gempa tektonik, vulkanismenya yang cukup aktif, anomali yang cukup besar, relief yang cukup kasar, dan mempunyai lapisan Ideogeosinklinal. Geomorfologi Indonesia yang kasar dipengaruhi oleh proses tenaga endogen (pengangkatan dan penurunan), dan juga disebabkan oleh tenaga eksogen. Dengan dua proses tersebut keadaan morfologinya cukup konstan. Keadaan yang sangat kompleks ini, sehingga menarik untuk diteliti. Berdasarkan uraian di atas maka dipandang perlu untuk menulis makalah dengan judul " Geomorfologi Indonesia “. Untuk menambah pembendaharaan literatur yang berkaitan dengan geomorfologi, serta menambah pengetahuan para pembaca. 1
  • 2. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah, antara lain: 1. Bagaimana kondisi Geologi wilayah Indonesia? 2. Bagaimana kondisi Geomorfologi wilayah Indonesia? 3. Bagaimana kondisi Tanah wilayah Indonesia? 4. Bagaimana kondisi Hidrologi wilayah Indonesia? 5. Bagaimana kondisi Iklim di wilayah Indonesia? 1.3. Tujuan Makalah Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat dirumuskan beberapa tujuan penulisan makalah ini adalah: 1. Untuk mengetahui kondisi Geologi wilayah Indonesia 2. Untuk mengetahui kondisi Geomorfologi wilayah Indonesia 3. Untuk mengetahui kondisi Tanah wilayah Indonesia 4. Untuk mengetahui kondisi Hidrologi wilayah Indonesia 5. Untuk mengetahui kondisi Iklim di wilayah Indonesia 2
  • 3. BAB II PEMBAHASAN 2.1. Kondisi Geologi Indonesia Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari lima pulau besar dan sekitar 300 kelompok kepulauan kecil. Semuanya ada sekitar 13.667 pulau dan pulau kecil, sekitar 6.000 tidak didiami. Kepulauan terletak di persimpangan antara dua samudera, yaitu Lautan Pasifik dan Lautan Hindia, dan merupakan jembatan antara dua benua yaitu Asia dan Australia. Indonesia mempunyai luas keseluruhan 9,8 juta km2, dimana lebih dari 7,9 juta km2 berupa laut. Secara fisiografis, Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan dempet dengan Paparan Sunda dari Benua Asia. Di massa daratan ini kedalaman laut tidak melebihi 200 meter. Di timur, pulau Irian dan Aru terletak di Paparan Sahul, yang merupakan bagian dari Benua Australia. Terletak antara dua paparan benua ini adalah kelompok Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Halmahera. Kepulauan ini dikelilingi oleh laut dalam yang kedalamannya di beberapa tempat mencapai 5.000 meter. Sekitar 60 basin sedimen Tersier tersebar luas dari Sumatera di barat sampai Irian di timur telah dikenal di Indonesia. Sebegitu jauh, hanya 38 basin yang telah dieksplorasi dan dibor untuk mencari minyak bumi dan 14 di antaranya sekarang menghasilkan minyak dan gas bumi. Tujuh puluh tiga persen dari basin ini terletak di lepas pantai, sekitar sepertiga di antaranya terletak di laut dalam dengan kedalaman melebihi 200 meter. 2.1.1 Sejarah Penelitian Geologis. Survei, penelitian dan publikasi geologis intensif dipimpin oleh pemerintah kolonial Belanda, yang sedikit demi sedikit tersebar luas ke seluruh Indonesia. Banyak survei dan publikasi berarti/ signifikan dilakukan dalam tahun-tahun terakhir pada abad 19. Banyak ahli geologi terkenal bekerja di Indonesia atau mengambil bagian dalam ekspedisi yang terorganisir dengan baik. Survei geologi di Indonesia mulai dari tahun 1850 sampai 1950, dengan markas besarnya di Bandung dan Biro Pertambangan di 3
  • 4. Jakarta. Selama tahun tersebut publikasi survei yang teratur adalah Jaarboek van Mijnwezen yang diterbitkan di Jakarta. Sebagai tambahan, beberapa buku dan banyak artikel telah dipublikasikan di Eropa tentang Geologi Indonesia. Sebenarnya segalanya berhenti pada tahun 1941 dengan selesainya Perang Dunia II. Banyak ahli geologi Belanda menulis tentang Indonesia. Beberapa pengarang mensintesiskan pekerjaan sebelumnya dan membuat buku sebagaimana tercatat di bawah. Kompilasi yang terdahulu dan luas adalah oleh Brouwer (1925). Rutten memberikan kuliah pada tahun 1927 sampai 1932 dan bukunya menarik perhatian dunia tentang daerah yang menarik di Asia Tenggara ini. Umbgrove (1949) juga membuat banyak ringkasan kenampakan menonjol di Indonesia. Akan tetapi, pekerjaan yang menarik dari van Bemmelen (1949, 1970) dimana Geologi Indonesia dan Asia Tenggara dikenal dengan baik. Van Bemmelen adalah anggota dari Survei Geologi di Indonesia sejak 1927, dan mengerjakan naskahnya di Bandung tahun 1941 ketika Jepang diserang. Dia mengungsi selama perang. Naskahnya tidak didapatkan kembali dan dimulai lagi menulis bukunya sesudah perang dunia. Juga disebutkan pengukuran gravitasi yang dilakukan oleh Vening Meinesz di bawah laut K XIII tahun 1927, 1929, dan 1930. Lewat pekerjaannya ini keunikan alam di palung dalam di Indonesia telah menarik perhatian dunia. (Vening Meinesz 1954). 4
  • 5. Gambar 1.1. Peta Peta ak bumi Indonesia (Simandjuntak & Brber, 1966) Literatur daerah Indonesia kaya dan bervariasi, tetapi bagi kebanyakan orang van Bemmelen (1970) akan melayani sebagai ringkasannya. Sejak perang dan kemerdekaan Indonesia, Survei Geologi Indonesia melakukan langkah maju dalam pengenalan daerah yang luas dan rumit ini. Buku Hamilton (1979) yang merangkum kebanyakan pekerjaan belakangan, sekarang dikenal luas, dan menginterpretasikan daerah ini dalam teori tektonik lempeng. Katili adalah ahli Geologi Indonesia yang menulis sejumlah publikasi, khususnya tentang tektonik daerah ini. Banyak lagi ahli geologi Indonesia memberikan publikasi yang luar biasa, baik regional maupun internasional belakangan ini. Assosiasi Geologi Indonesia (didirikan tahun 1960) dan Assosiasi Minyak bumi Indonesia (didirikan tahun 1971) mempublikasikan konvensi tahunannya dengan makalah teknis, dengan banyak ahli geologi tertarik. 2.1.2 Kerangka Tektonik Regional Kepulauan Indonesia terletak di ujung tenggara Lempeng Eurasia. Berbatasan dengan Lempeng Indo-Australia (Lautan Hindia) di selatan dan timur serta ke timur dengan Laut Filipina dan Lempeng Pasifik. Batas lempeng berupa konvergen, dihasilkan oleh konsumsi lempeng sepanjang zone subduksi, terciptanya busur vulkanik, dan formasi kompressional dan struktur penggelinciran miring. Sudah umum diketahui bahwa keadaan fisiografis kepulauan Indonesia didominasi oleh dua daerah paparan benua. Paparan Sunda (atau Daratan Sunda menurut beberapa pengarang) terletak di barat, dan Paparan Sahul di timur, dipisahkan oleh daerah yang secara geologi sangat kompleks dengan laut dalam dan busur vulkanik. Kedua daerah paparan tersebut menunjukkan beberapa kesamaan dengan inti benua yang stabil di separuh bagian timur dan barat kepulauan. Daerah Paparan Sahul, bagian dari lempeng benua Indo-Australia yang meluas melalui Irian, Laut Arafura dan bagian selatan dari Laut Timor dan ke selatan ke arah Benua Australia. Daerah Paparan Sunda mewakili penurunan ke arah 5
  • 6. tenggara lempeng Benua Eurasia dan terdiri dari Semenanjung Malaka, Sumatera, Jawa dan Kalimantan, Laut Jawa dan bagian selatan Laut China Selatan. Gambar 1.2. Peta Indeks untuk gambar 1.3 Gambar 1.3. Penampang melintang Indonesia Bagian Barat (Katili, 1981) 6
  • 7. Daerah paparan benua terdiri dari sedimen pra tersier yang mengalami deformasi intensif, kristal batuan beku dan batuan metamorf, secara tektonik stabil sejak masa Tersier. Bagian pinggiran yang tidak stabil difokuskan pada pembentukan pegunungan Tersier dan disertai gerak penurunan, dan sekarang mencerminkan busur dalam vukanik (busur magmatik) dan pulau-pulau busur luar yang nonvulkanik (trench-slope break). Busur vulkanik terdiri dari Sumatera dan Jawa dan perluasannya ke timur ke Nusa Tenggara seperti Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, dan pulau-pulau kecil yang berakhir di Laut Banda di timur dan timur laut. Busur luar yang nonvulkanik terdiri dari pulau-pulau di sebelah barat Sumatera dan punggungan bawah laut di selatan Jawa, dengan Pulau Timor, Tanimbar, Kai, Seram dipercaya merupakan perluasan ke timur. Gambar 1.4. Sistem sesar di Indonesia mengilustrasikan urutan deformasi Kainozoikum. Map ini memperlihatkan fragmen lempeng yang mengalami shear Barat laut – Tenggara dan perluasannya ke arah Timurlaut – Barat daya (dimodifikasi dari Wood, 1985 dalam Hutchison, 1989) 7
  • 8. Bagian barat Indonesia terutama daerah pengendapan sedimen Tersier, sedangkan daerah bagian timur Indonesia merupakan deposenter utama selama ahir Paleozoikum dan Mesozoikum. Kepercayaan tentang sambungan struktural Sumatera, Jawa, Busur Banda (juga dikenal sebagai busur Sunda) dengan dua paparan Benua Sunda dan Sahul telah diterima luas pada masa lampau, tetapi sekarang nampaknya bahwa busur ini merupakan hasil kenampakan lama dari lempeng konvergen. Sesungguhnya, tidak melebihi akhir 1960-an konsep baru diperkenalkan untuk menjelaskan evolusi geologi kepulauan Indonesia. Ide ini meniadakan model tektonik yang dikembangkan pada tahun 1930-an dan 1940-an yang mengikuti konsep beberapa daerah pegunungan membentuk pola busur (atau konsentrik) sekitar Paparan Sunda yang meluas ke arah Lautan Hindia. Ketika konsep baru tentang tektonik lempeng global diperkenalkan tahun 1967, bagian barat Indonesia (seperti Sumatera dan sekitarnya) menjadi fokus utama perhatian untuk penelitian. Daerah ini dengan palungnya yang dalam, rangkaian vulkanik, basin sedimen dan daerah benua yang stabil, terletak di pertemuan dari lempeng Lautan Hindia yang bergerak ke utara kemudian menunjam di bawah lempeng Benua Eurasia. Penelitian dilakukan oleh Hatherton dan Dickinson (1969), Fitch (1970), Hamilton (1970, 1979), dan Katili (1971), tetapi belum sampai tahun 1973 di mana pertama kali model tektonik lempeng pertama dipublikasikan oleh Katili. Dalam model ini, zone struktural berikut dicatat sepanjang seksi Sumatera dan Jawa: 1. Zone subduksi aktif 2. Busur magmatik atau vulkanik 3. Cekungan foreland (back arc) Zone subduksi secara sistematis semakin menjauh dari benua ke arah Lautan Hindia. Zone magmatik juga memperlihatkan keteraturan tetapi umur zone vulkanik dan granitik tidak menjadi lebih muda ke arah lautan. Keadaan ini menjadi masalah bagi peneliti terdahulu dalam menyusun teori keteraturan konsentris dari pegunungan tetapi dijelaskan dengan anggapan atau perkiraan bahwa kemiringan dari zone Benioff bervariasi menurut waktu (Katili, 1980). 8
  • 9. Penurunan litosfer di bagian barat Indonesia (seperti Sumatera) juga terjadi selama Perm, Jura, Cretaceous, Miosen, dan Pliosen dan berlanjut hingga sekarang. Secara kasar dapat dikatakan palung belakang (foreland basin) terjadi dalam latar tektonik lempeng menentukan posisi basin Tersier yang mengandung minyak. Pembagian lebih detail unit-unit struktural dapat dicatat: 1. Palung (the trench) 2. Busur luar nonvulkanik (nonvolcanic outer island arc) 3. Basin fore-arc (fore-arc basin, di antara palung dan busur) 4. Busur vulkanik atau magmatik (volcanic/magmatic arc) 5. Basin belakang (back-arc basin) 6. Sunda kontinental yang stabil (the Sunda continental craton) Sekarang diketahui dan ditetapkan produksi minyak bumi terutama dihasilkan busur belakang (back-arc basin) di Sumatera Utara, Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan, Sunda dan daerah cekungan di Laut Jawa. Produksi minyak yang signifikan juga di basin Kalimantan Timur. Produksi tambahan dari Laut Natuna di daerah kraton Sunda di bagian tenggara dari lempeng kontinen Eurasia. Daerah Laut Sulawesi – Laut Banda di Indonesia timur nampaknya merupakan titik fokus (focal point) dari tabrakan antara tiga lempeng: batas barat lempeng laut Pasifik; batas utara lempeng benua Australia; dan lempeng benua Eurasia di Utara dan Barat. Latar geologi yang rumit ini nampaknya memerlukan penelitian lebih lanjut, khususnya dalam hubungannya dengan perkembangan tektonik dan pematangan minyak bumi dan sejarah migrasi dalam berbagai basin. Tetapi di dalam daerah busur Banda yang berbentu U, kenampakan berikut telah dikenal: 1. Busur dalam (inner ridge), meliputi pulau-pulau vulkanis Bali, Sumbawa, Flores, Wetar, Damar dan Banda Api. 9
  • 10. 2. Busur luar (outer ridge), meliputi pulau-pulau Sawu, Roti, Timor, Leti, Babar, Tanimbar, Kai, Watubela, Seram dan Buru yang tersusun terutama oleh melange subduksi dan kompleks imbrikasi berumur Tersier 3. Basin luar (outer-arc basin), yang meliputi Laut Lombok, Laut Sawu, dan ke timur ke Laut Weber. 4. Palung (trench), melebihi 6000 m kedalamannya di selatan Bali dan Sumbawa dan lebih dari 5000 m di sebelah utara Buru, di tempat lain rata-rata 2000 meter kedalamannya (Hamilton, 1979). Generasi berikutnya dari daerah yang mempunyai prospek nampaknya berpusat di beberapa outer-arc basin bersama-sama dengan paparan benua dalam daerah Arafura. Ini sebagai tambahan perluasan di daratan dan lepas pantai yang dikenal sebagai Salawati, Bintuni, Aki-meugah, Merauke dan basin Waropen di Irian Jaya, basin Seram dan basin lepas pantai di daerah Sulawesi. Berbeda dengan Indonesia bagian Barat, patahan memutar dengan berorientasi variasi luas jauh lebih umum di Indonesia bagian Timur. Gaya atau style berbeda dari perkembangan basin dihasilkan dari kompleks patahan dan membutuhkan konsep eksplorasi dan strategi yang berbeda. 2..1.3. Stratigrafi Regional 2.1.3.1. Basement Istilah basement sangat panjang, dapat dipandang sebagai kompleks yang terutama berbatuan metamorf kristalin yang terletak di bawah cekungan sedimentasi. Penyederhanaan tentang basement ialah biasanya dianggap sebagai batuan Pra Tersier yang bermula di lingkungan benua. Kehadiran tektonik lempeng dan kemajuan belakangan ini yang diperoleh melalui penelitian batuan metamorf di lapangan secara pelan-pelan melenyapkan anggapan salah tersebut. Kepulauan Indonesia secara garis besar dibentuk oleh dua massa benua berhubungan dengan menyatukan Lempeng Eurasia di barat dan Lempeng Australia di timur secara berturut-turut dan zone tabrakan Tersier di tengah. Pengangkatan cepat di zone tabrakan Tersier memfasilitasi penelitian memadai selama dua dekade terakhir, dimana penelitian lain di bagian lain 10
  • 11. dari massa benua terutama terganggu oleh tutupan yang meluas dari batuan sedimen Cenozoikum dan batuan vulkanik, dan masalah logistik. Ada tiga tipe pembentukan pegunungan (orogenies) di Indonesia telah dikenal: 1. Tipe Sunda, mewakili tipe yang sempit dan dikenal baik, tipe kordilera Meratus – Karangsambung sepanjang pinggiran tenggara daratan Sunda berumur Mesozoikum akhir dan pegunungan yang terbentuk pada Neogen melintasi Sumatera, Jawa dan Nusatenggara. Diduga tumbukan mikrokontinen terjadi di Meratus – Karangsambung. 2. Tipe Makassar, yang secara keruangan diluar orogen Meratus – Karangsambung, merupakan orogen Oligosen dan Miosen sebagai hasil yang bertalian dengan kejadian subduksi – obduksi di lengan timur Sulawesi dan mengaitkannya dengan asalnya dari mikro kontinen Australia ke dalam Sulawesi. 3. Tipe Banda, yang dicirikan oleh pengulangan tumbukan obduksi singkat dari penyebaran pegunungan di pinggiran depan Australia yang pasif, terjadi dalam Oligosen dan Miosen secara berturut-turut. Memahami pembentukan pegunungan di Indonesia dari perspektif geologi dasar belum mencapai masa dewasanya, meskipun kontribusi signifikan telah didokumentasikan. Dengan memperhatikan keseluruhan paradigma tektonik di dunia, penelitian mendatang, khususnya dipersembahkan pada hubungan ofiolit – metamorfisme, selayaknya mendapat perhatian lebih lanjut. 2.1.3.2. Paleozoikum Sebagian dari Asia Tenggara memperlihatkan bukti-bukti memiliki kerak bumi dari masa Paleozoikum atau lebih tua. Termasuk di dalamnya fragmenfragmen kecil di Filipina dan kepulauan Indonesia, Papua Nugini dan paparan di sekitarnya, dan (daerah utama) massa besar terdiri dari hampir semuanya daerah utama Asia Tenggara yang kebanyakan di Sumatera, Kalimantan Barat daya, dan sebagian laut dan perbatasan. Daerah ofiolit, kemungkinan suture, dan perbedaan geologi melintasi mereka menunjukkan bahwa massa utama ini merupakan fragmen atau blok berbeda (Staufer, 1983). 11
  • 12. Rangkaian pegunungan Barisan di Sumatera memiliki bagian sumbu dari pulau dan tersusun terutama batuan Permo Karboniferous sampai Mesozoikum. (Gambar 1.5). Mereka mengalami metamorfosis lemah dan terutama berbatuan asam sampai intermediate dan vukaniklastik, slate, filit, wackes dan gamping (Page & Young, 1981). Formasi tertua di Kalimantan yang mengandung fosil dijumpai di barat laut pulau (Gambar 1.5), terdiri dari Gamping Karbon akhir dan Marmer yang mengandung Fusulinid. Singkapan ini di daerah yang sempit baik Kalimantan Barat (Emmichoven, 1939) maupun Sarawak (Sanderson, 1966). Gamping masa Devon dijumpai oleh Witkamp tahun 1925 dan menyimpulkannya sebagai bongkahan dalam seksi Perm (Sugiaman & Andria, 1999). Di Kalimantan, Gamping dan Marmer mengapit unit yang terdiri dari sekis, filit, dan kuarsit dengan garnet tingkatan sekis hijau. Daerah sempit dengan sekis yang sama dijumpai di Sarawak (Pimm, 1965). Di Kalimantan batuan metamorf diintrusi oleh granit biotit, dengan metode K – Ar berumur Perm sampai Trias ahir (Williams et al, 1989). Gamping dan basal masa Perm di formasi Maubisse di Timor mencerminkan sedimentasi selama formasi pematahan dari Laut Tethys lama. Perbedaan stratigrafi dengan formasi Atahoc berumur Perm awal dan formasi Cribas berumur Perm ahir sangat sedikit tetapi ada, seperti akumulasi klastik yang dekat dengan zone patahan dalam jaringan tektonik tetapi dipisahkan oleh basin. Kerak intrabasinal melengkung dan perluasannya dicerminkan oleh basal di Maubisse dan antara formasi Atahoc dan Cribas (Bird, 1987 & Sawyer et al, 1993). Di Irian Jaya, Formasi Kariem dan Awitagoh yang berumur Paleozoikum dianggap batuan tertua di pulau ini. Formasi Kariem terdiri dari shale yang mengalami slaty berwarna abu-abu sampai hitam dan batu lanau (siltstone) dengan sabak pirillitik ringan dan lapisan kuarsit berbutir halus. Keseluruhan formasi mengalami silifikasi sementara pirit tersebar umum di seluruh daerah. Formasi Awigatoh terdiri dari gamping gelap yang mengalami perubahan besar dan breksi vulkanik. Keseluruhan urutan mengalami silifikasi dan 12
  • 13. kasifikasi intensif. Kedua formasi ini dikelompokkan sebagai pra Permo – Karboniferous oleh Wegen (1966). Gambar 1.5. Distribusi Singkapan Palaeozoikum dan Mesozoikum di Indonesia (berdasarkan Sartono, 1974) 2.1.3.3. Mesozoikum Di Indonesia bagian barat, batuan Mesozoikum umumnya terjadi di Sumatera, Jawa dan Kalimantan (Gambar 1.5). Gamping Trias dijumpai di Sumatera Barat di atas gamping Perm. Banyak batuan Granitik di Kalimantan Barat mengalami foliasi kuat, dan umur Trias akhir diperoleh dari biotit dalam batuan yang terdahulu. Fosil Jura telah diidentifikasi dari beberapa lokasi di daerah ini (Easton, 1904). Interval Jura nampaknya membentuk urutan selaras dengan lapisan Trias. Jauh di sebelah Barat spilit nampak terletak di atas urutan sedimen Triassik ahir sampai Jura awal, yang hanya mengalami deformasi sedang. Detritus Jura ahir dekat pantai dan gamping laut dangkal membentuk fasies tepi di sebelah utara palung yang 13
  • 14. mengarah ke utara mengandung terutama batu pasir Turbidit berumur Cretaceous dan batu lumpur Kalkareous. (Williams et al, 1989). Batuan Mesozoikum tersingkap di beberapa pulau di Indonesia bagian barat (Gambar 1,5) telah mengalami ciri gerak patahan (rift-drift) dalam bentuk fragmen benua dengan hanya sebagian berfasies lautan. Di beberapa contoh mereka menunjukkan kontak tektonik dengan lautan. Batuan Mesozoikum ini bertemu di pulau Sulawesi, Buton, Banggai – Sula, Buru, Seram, Timor, Halmahera, Misol, Irian Jaya dan di beberapa pulau-pulau kecil. Di Sulawesi, batuan Mesozoikum tersingkap di bagian barat, lengan tenggara dan timur. Di Barat, batuan bertipe Turbidit dan terletak di atas batuan Metamorf rendah sampai tinggi yang berasal dari Benua Eurasia. Daerah benua tersingkap di lengan tenggara menunjukkan batuan sedimen terestrial, kemungkinan berasal dari Benua Autralia. Daerah ini telah mengalami underthrusted menjadi ofiolit, terletak di atas karbonat laut dalam yang terdapat di lengan timur Sulawesi. Batuan ini telah terdorong kedalam batuan di Banggai – Sula ke arah timur pada Miosen Tengah dan kedalam batuan metamorf Cretaceous berderajat tinggi ke arah barat. Batuan Mesozoikum tersingkap di Buton dan Banggai – Sula (Gambar 1.5) di daerah yang sama dengan batuan Mesozoikum yang tersingkap di lengan tenggara Sulawesi. Di Buton sedimen klastik dan batuan karbonat ditafsirkan diendapkan di lingkungan laut dangkal sampai dalam. Batuan Mesozoikum di Banggai – Sula memperlihatkan urutan periode transgressi. Batuan sedimen terestrial yang mengalami metamorfosis tingkat rendah pelan-pelan berubah ke transisi ke lingkungan laut dangkal dan klastik berbutir halus dan karbonat yang bermula dari laut dalam. Busur Buru – Seram diperkirakan sebagai mikro kontinen yang berbatasan dengan Laut Banda Selatan. Sedimen Mesozoikum terjadi di pulau-pulau ini (Gambar 1.5) khususnya flysch klastik marin (endapan batuan sedimen di lingkungan marin yang berasal dari erosi pegunungan di sekitarnya) dan karbonat. Batuan ini ditegaskan sebagai Formasi Dalan dan Formasi Gegan (di Buru) berumur Trias dan juga Formasi Kanikeh dan 14
  • 15. Manusella (di Seram). Unit ini terletak tidak selaras oleh Lapisan Nief berumur Jura-Cretaceous (Seram), Formasi Mefa dan Kuma (Buru) secara berturu-turut. Lapisan Nief dicirikan oleh karbonat laut dalam. Formasi Mefa terdiri dari vulkanik bawah laut, sementara Formasi Kuma tersusun oleh klastik halus dan karbonat. Kebanyakan batuan berumur JuraCretaceous di Buru dan Seram diendapkan dalam lingkungan laut dangkal sampai dalam. Peristiwa tumbukan di Timor dan pulau-pulau sekitarnya selama Neogen menghasilkan percampuran batuan Mesozoikum sebelum tumbukan dari Banda fore-arc dan batuan Mesozoikum dari benua Australia. Urutan laut dalam para authochthonous dari benua Australia telah didorong kedalam kompleks metamorf (Kompleks Mutis berumur Cretaceous) dan lingkungan laut dangkal. Batuan Mesozoikum di Irian Jaya dan Pulau Misol (Gambar 1.5) terdiri dari sedimen klastik dan karbonat, granit, ultramafik dan batuan metamorf. Deposit klastik dan karbonat dimulai dengan lingkungan terestrial. Formasi beristirahat, sebagian selaras (conformably) dan tidak selaras (disconformably) di atas fluvio-deltaik dari sedimen Paleozoikum. Berbeda dengan di pulau Misol, batuan Mesozoikum dimulai dengan tipe deposit turbidit. Urutan ini terletak secara tidak selaras di atas batuan metamorf Liga berumur Paleozoikum. Di Irian Jaya, Trias ditetapkan berhubungan dengan kulminasi dari blok patahan dan pengangkatan tepat sebelum penyebaran dasar laut. Ini menandai puncak dari siklus regressi. Formasi Tipuma berumur Trias selaras dengan Kelompok Kambelan berumur JuraCretaceous yang diendapkan di lingkungan laut dangkal. Singkapan kecil deposit bertipe turbidit dijumpai di Pulau Sumba (Formasi Praikajelu). Meskipun unit di bawahnya belum diketahui, formasi Praikajelu di atasnya ekivalen dengan batuan yang tersingkap di Sulawesi Selatan. 2.1.3.4. Kainozoikum Lapisan Kainozoikum atau Tersier di Indonesia (Gambar 1.6) terutama tidak selaras di atas basemen kristalin pra Tersier. Seksi sedimen 15
  • 16. Tersier sangat bervariasi ketebalannya tidak hanya antar basin tetapi kadang-kadang dalam basin yang sama. Akumulasi maksimum sebesar 6.000 meter dijumpai di Sumatera Utara dimana basin yang berumur sama di basin Sumatera Tengah dan Selatan ketebalannya 3.000 dan 4.000 meter. Lebih jauh ke timur, di basin Sunda ketebalan maksimum yang diketahui dari sedimen Tersier sekitar 3.400 meter. Di Kalimantan Timur, sumur sedalam 3.500 meter masih di lapisan Miosen atau sedimen yang lebih muda. Kecuali yang di atas, struktur antiklin di basin Barito (Tanjung) ketinggian puncaknya menembus 1.200 meter dan di struktur daratan di basin Jawa Barat dimana tubuh intrusi mencapai 1.500 meter. Tetapi di daratan dari basin ini, khususnya dalam basin rendah diperkirakan tebal sedimen Tersier dan vulkanik yang saling memasuki (interbedded) diperkirakan tebalnya 5.000 meter. Lebih jauh ke utara di lepas pantai, basemen nampaknya naik dengan tajam dan beberapa sumur minyak menembus kedalaman hanya 1.500 meter. Daerah paparan Sunda stabil ke ahir Mesozoikum. Pinggiran paparan nampaknya telah pecah oleh patahan blok dari basemen. Gerak patahan nampaknya berlanjut dari awal penurunan basin dan mengontrol sedimentasi. Gerakan yang sedikit berbeda terjadi pada Tersier akhir, dan meskipun lapisan sedimen umumnya tidak terpotong, patahan nampaknya dilokalisir dan dipengaruhi oleh arah patahan. Blok patahan yang mengalami pengangkatan dicirikan oleh sedimentasi klastik, dimana endapan karbonat cenderung terjadi lagi dari ketinggian basemen. Kurang sekali diketahui tentang bagian utara dari Paparan Sunda, meskipun patahan nampaknya mempengaruhi sejarah sedimentasi juga. Tambahan data masih dibutuhkan untuk mengevaluasi cekungan minyak di Indonesia Timur, tetapi patahan tetap merupakan mekanisme pembentukan formasi basin yang paling memungkinkan. Di sebelah barat dari back-arc basin Indonesia, sedimentasi yang cepat terjadi selama Tersier dimana mungkin lebih baik dijelaskan sebagai lingkungan yang sebagian tertutup (Gambar 1.6). Sedimen ini yang 16
  • 17. bergantung pelipatan sedang sampai intensif yang diulangi pada ahir Tersier. Kebanyakan ladang minyak terletak di basin back-arc ini dan evolusi basin yang sama dan siklus sedimentasi terjadi di busur basin (Koesoemadinata, 1969), meskipun perkembangan basin dan waktu terjadinya tektonik bisa berbeda. Sedimen Tersier yang pada mulanya diendapkan pada permukaan yang tererosi, terpotong kedalam lapisan Cretaceous ahir. Patahan, yang dihasilkan dari perluasan tektonik yang terjadi pada Tersier awal, yang seumur dengan erosi dan deposisi dan kontrol sedimentasi sepanjang sebagian besar Tersier. Ini sangat nampak di Sumatera Tengah, Sumatera Selatan dan cekung-an Laut Jawa. Sama halnya dengan stratigrafi yang diamati di back-arc basin di Indonesia. Fasies transgressi terletak di atau dekat pusat, tetapi lebih dahulu di beberapa cekungan oleh aktivitas vulkanik atau sedimentasi terestris. Pada saat itu, deposisi litoral sampai neritik membuka jalan bagi deposisi shale batial. Sedimentasi di back-arc basin nampaknya terus berlanjut sampai mendekati akhir Tersier ketika regressi terjadi, pada ahirnya mengisi basin terutama dengan sedimen klastik. Fase regressi ini mungkin didorong oleh tekanan tektonik, sesudah itu perluasan tektonik sampai awal Tersier mulai mempengaruhi daerah back-arc basin ini sekitar Miosen Tengah. Basin Jawa Timur dicirikan oleh kandungan karbonat yang tinggi dan pengecualian di beberapa tempat. Dari data lebih belakangan, meningkatnya jumlah siklus menjadi nampak sebagai satu gerakan ke arah timur, ke arah Jawa Timur dan Madura (Samuel, 1983). Di basin sedimen Indonesia Timur, basemen mungkin seumur Perm tetapi biasanya dianggap termasuk pra Pliosen. Basin prospektif minyak bumi ini berbeda dengan di Indonesia Barat, lebih muda, sejarah sedimentasi mulai sejak Miosen Ahir sampai Pleistosen (Gambar 1.6). Seksi Plio-Pleistosen mendapat perhatian khusus di Timor dan Seram di mana tidak selaras dengan batuan basement yang mengalami deformasi. Sifat struktural yang menarik perhatian dari basin ini dan ketebalannya 17
  • 18. adalah urutan sedimentasi muda menekankan besaran deformasi struktural dan hasil tingkat sedimentasi tinggi di daerah tektonik ini. 18
  • 19. 2.2. Geomorfologi di Indonesia Wilayah geomorfologi Indonesia secara astronomis terletak antara 21 LU - 11 LS dan 92 15’ BT - 150 48’ BT. Wilayah ini meliputi seluruh daerah Indonesia secara politis atau administratif ditambah dengan AndamanNikobar, Filipina, Papua Nugini, Jazirah Malaka, dan Kepulauan Christmast. Keadaan geomorfologi Indonesia sangat kompleks dengan ditandai oleh pengangkatan yang aktif, dengan beberapa daerah stabil seperti Dangkalan Sunda dan Dangkalan Sahul. Di samping itu juga dikelilingi oleh cekungancekungan laut dalam, seperti basin Laut Cina Selatan, basin Filipina, basin Carolina, basin Sunda, basin Sulawesi, dan basin Banda. Kerangka geomorfologi Indonesia dibentuk oleh beberapa sistem pegunungan, yaitu: 1. Sistem pegunungan Tethys, meliputi: a. Busur luar, bersifat non volkanik b. Busur dalam, bersifat volkanik c. Busur Pegunungan Tertier, bersifat non volkanik. 2. Sistem Busur Tepi Asia Timur, meliputi: a. Busur luar Kalimantan, bersifat non volkanik b. Busur dalam Kalimantan, bersifat non volkanik c. Busur lengan utara Sulawesi, bersifat volkanik d. Busur Maluku Utara, bersifat volkanik. 3. Sirkum Australis, meliputi: a. Busur Irian Utara, bersifat volkanik b. Busur Irian Tengah, bersifat non volkanik. Gerak kulit bumi di Indonesia tergolong aktif yang ditandai oleh : 19
  • 20. 1. Gempa bumi tektonik yang terjadi di Indonesia dengan intensitas ratarata 500 kali/tahun, 2. Volkanisme juga aktif, yang ditandai oleh banyaknya volkan aktif sebanyak 177 buah, 3. Anomali gravitasi di Indonesia termasuk besar, 4. Relief Indonesia termasuk kasar, yang ditandai oleh banyaknya palung laut dan volkan atau pegunungan tinggi, 5. Mempunyai lapisan ideogeosinklinal yang memanjang dari Sumatera timur, Jawa utara, Kalimantan Timur, lengan selatan Sulawesi, Maluku Selatan, sampai Papua. Keadaan morfologi Indonesia yang kasar selain disebabkan proses endogen (pengangkatan dan penurunan), juga disebabkan oleh proses eksogen. Proses eksogen tersebut adalah iklim tropis basah yang mempercepat terjadinya erosi, pelapukan, gerakan massa batuan, maupun denudasi. Dengan adanya kedua faktor tersebut (proses endogen dan eksogen) yang terjadi di Indonesia, maka keadaan morfologinya relatif konstan. Secara garis besar batuan penyusun kulit bumi Indonesia terdiri atas batuan volkan Pasifis dan Atlantis. Batuan volkan Pasifis adalah batuan yang asam atau agak asam, dengan kandungan silikat cukup banyak, biasanya diikuti gas yang eksplosif pada saat erupsi. Contohnya batuan dasit, diorit yang banyak dijumpai di Sumatera. Sedangkan batuan volkan Atlantis adalah batuan yang bersifat basa (sedikit silikat), umumnya merupakan hasil pengangkatan I dan kadang-kadang banyak kapurnya. Contohnya batuan ophiolith, dan basalt. Kajian geomorfologi Indonesia secara khusus meliputi: 1. Daerah Sunda 20
  • 21. 2. “Jalur Utara” dari daerah Sunda 3. Sirkum Australis. Kajian khusus geomorfologi Indonesia itu sendiri, dijabarkan sebagai berikut: A. Daerah Sunda, meliputi Dangkalan Sunda dengan pulau-pulau kecil di dalamnya dan pulau-pulau besar di daerah Sunda, yaitu Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Daerah Sunda merupakan bagian dari benua Asia yang mengalami pemerosotan ke arah tenggara, yang dihubungkan oleh Jazirah Malaka dan tanah genting Kra. Daerah ini meliputi Malaka, Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan laut-laut dangkal di sekitarnya. Daerah Sunda digolongkan menjadi bagian dari Asia karena adanya argumentasi yang menyatakan bahwa ditemukannya alur-alur bekas sungai di dasar laut antara Sumatera, Jawa, dan Kalimantan; adanya fauna air tawar utamanya ikan yang sejenis pada sungaisungai yang ada di Sumatera, Jawa, dan Kalimantan; ditemukan fauna yang sejenis antara daerah Sumatera, Jawa, dan Kalimantan dengan yang ada di Asia; dan juga ditemukannya timah aluvial di dasar laut sekitar Pulau Bangka. Pembahasan keadaan morfologi di daerah Sunda dimulai dari pulau-pulau kecil yang ada, antara lain Kepulauan Natuna, Kepulauan Riau, Kepulauan Lingga, Kepulauan Karimunjawa, dan Pulau Bawean. Asal muasal terbentuknya pulau-pulau ini berbeda satu sama lain. Ada yang muncul dari dasar dangkalan dan berada di antara alur-alur dasar laut. Daerahnya telah mengalami peremajaan yang dibuktikan dengan temuan hasil abrasi pantai dan merupakan pusat evolusi daerah Sunda. Ada pula yang awalnya merupakan bagian dari Jazirah Malaka yang kemudian tertutup lapisan laterit tebal. Selain itu pulau yang ada merupakan kepulauan batu yang tertutup batuan Pretertier dan lava basa. Juga ada yang tersusun dari sedimen marin Tertier dan batuan volkanis alkali muda dengan kondisi daerah yang lebih stabil. Pulau-pulau kecil ini sebagian besar juga merupakan jalur penghasil hasil bumi khususnya mineral-mineral, diantaranya bijih aluminium dan bijih 21
  • 22. timah. Dan pada salah satu kepulauan di atas terdapat volkan basalt muda tapi kondisinya sudah padam. Pembahasan selanjutnya berkisar pada pulau-pulau besar daerah Sunda, antara lain Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Pulau Sumatera dan Jawa memiliki bentuk yang hampir mirip yaitu arahnya memanjang. Hanya saja bila Pulau Sumatera memanjang ke arah barat laut-tenggara, Pulau Jawa justru memanjang ke arah barat-timur karena disebabkan oleh arah pengangkatan dan posisi kelompok volkan yang sama. Bila ditinjau dari luasnya, Pulau Sumatera tidak sesempit Pulau Jawa. Bahkan dari ketiga pulau besar yang ada di Dangkalan Sahul, Pulau Kalimantan adalah pulau yang terluas. Karakteristik ketiganya pun berbeda-beda. Jawa memiliki iklim tropis basah sehingga tingkat pelapukan, erosi, dan denudasinya besar; aktifitas volkanik dan tektoniknya besar sehingga selalu terjadi peremajaan sehingga kondisi reliefnya relatif seimbang atau tidak cepat menjadi datar; zone selatan merupakan plato kapur yang dibatasi gawir sesar pada sisi utaranya, terdapat pula depresi yang tertutup dataran aluvial; zone tengahnya berupa depressi volkanis; sedangkan zone utara merupakan rantai pegunungan lipatan yang berbentuk perbukitan dan pegunungan rendah yang diselingi kelompok volkan. Di daerah Sumatera terdapat lereng yang pada umumnya curam sehingga mengakibatkan jalur pantai barat bergunung-gunung; sisi timurnya berbukit-bukit dan terdapat pula tanah rendah aluvial; terjadi sedimentasi besar-besaran di sisi timur pulau dengan hempasan ombak yang kuat juga sepanjang pesisir. Untuk Kalimantan secara kasar bagan pulaunya sebuah segitiga dengan tiga semenanjung kecil pada sisi timurnya. Daerah Kalimantan berbukit-bukit luas dan reliefnya bergunung dengan tinggi yang kebanyakan tidak lebih dari 1500 m. Kerangka morfologinya tersusun dari sistem pegunungan yang membujur dengan arah timur-barat dan utaraselatan. Diantara ketiga pulau besar ini, pulau Kalimantan merupakan pulau yang paling awal terbentuk, sedangkan untuk pulau Sumatera dan Jawa waktu terbentuknya hampir sama, dengan dibuktikan masih adanya gunung-gunung 22
  • 23. aktif di daerah ini. Sedangkan daerah Kalimantan gunung yang ada telah mati atau padam. Batuan yang berada di daerah Indonesia bagian barat ini merupakan batuan Pasifis dengan sifat asam karena banyak mengandung silikat. B. “Jalur Utara” dari daerah Sunda, meliputi kepulauan di Laut Cina Selatan, Filipina, Sulawesi, Maluku Utara dan Selatan, Nusa Tenggara, Busur Luar Jawa, dan Andaman-Nikobar. Pulau-pulau yang berada di sebelah utara umumnya dikelilingi oleh basin atau palung-palung dalam. Selain itu terdapat juga rangkaian pegunungan dengan ketinggian lebih dari 3000 m, yang menunjukkan bahwa prosesproses geologisnya sangat aktif. Batu-batuan yang tersebar di daerah “jalur utara” ini merupakan batuan volkan Pasifis yang bersifat asam. Sedangkan pulau-pulau yang berada di sebelah selatan (Nusa Tenggara) terletak pada dua jalur geantiklinal yang merupakan perluasan busur Banda di sebelah barat. Punggungan geantiklinal bercabang, dengan salah satu cabangnya membentuk sebuah ambang yang turun ke arah laut dan berakhir ke arah punggungan bawah laut di selatan Jawa. Cabang lain merupakan rantai penghubung dengan busur dalam. C. Sirkum Australis, terdiri atas Papua, Sahul dan Aru, serta Kepulauan Christmast. Kerangka fisiografis dipengaruhi oleh rangkaian pegunungan yang melewati Australia, yang berupa sistem Bismarck, sistem Melanesia, dan pegunungan Christmast. Selain itu terdapat pula Sistem Banda yang merupakan kelanjutan Sistem Sunda. Salah satu pulau yang berada di sirkum ini merupakan pulau terbesar di Indonesia. Letaknya juga ada di wilayah Indonesia paling timur. Kondisi fisiografis dari daerah-daerah yang terletak di sirkum Australis ini beragam, mulai dari adanya busur dalam yang volkanis dan busur luar yang tidak volkanis, serta adanya depressi menengah busur luar Banda. Di sebelah utara 23
  • 24. Papua terdapat bagian Samudera Pasifik yang dalamnya 4000 m. Munculnya pulau-pulau karang yang terjal dari dasar samudera itu menunjukkan bahwa bagian samudera ini merupakan block kontinen yang tenggelam. Block kontinen yang tenggelam di sebelah utara Papua ini dianggap sebagai tanah batas “Melanesia”. Ke arah selatan, Dangkalan Sahul dan Selat Torres menghubungkan Papua dengan Australia. Sedangkan pulau-pulau kecil yang ada di Dataran Sahul umumnya mempunyai permukaan yang datar dan tidak begitu tinggi diukur dari permukaan laut. Dangkalan ini merupakan dataran bawah laut Australia. Bentang alam yang paling karakteristik dari kelompok pulau yang ada di dangkalan ini, dibentuk oleh kanal-kanal yang dalam seperti selat denggan sebutan “Sungi” yang keberadaannya memisahkan pulau-pulau tersebut. Ada juga pulau yang terbentuk oleh volkan bawah laut yang muncul sampai ke daratan. Munculnya dasar laut ini merupakan sebagian dari punggungan menengah Sirkum Australia. Pada pulau yang seperti ini, terdapat tebing terjal (cliff) abrasi pada semua sisinya. Jadi bila dibandingkan dengan pulaupulau yang ada pada Dangkalan Sahul, pulau yang terbentuk dari volkan bawah laut ini relatif memiliki permukaan daratan yang lebih tinggi. Batuan yang berada di daerah Indonesia bagian timur ini merupakan batuan Atlantis dengan sifat batuan yang basa. 2.3. Tanah di Indonesia 2.3.1. Proses Pembentukan Tanah Proses pembentukan tanah didahului oleh penghancuran dan pelapukan dan diteruskan dengan perkembangan profil tanah. Pelapukan dibedakan atas pelapukan fisik atau disintegrasi dan pelapukan kimia atau dekomposisi. Proses disintegrasi berupa penghancuran batuan secara fisik tanpa merubah susunan kimia. Dekomposisi adalah perubahan susunan kimia bahan induk. Kedua proses biasanya berlangsung bersama-sama dan saling mempengaruhi satu sama lain, sehingga suksar dibedakan hasil pelapukannya. Untuk indonesia yang ber iklim tropis basah, proses pelapukan kimia lebih berpengaruh daripada proses fisika. Gaya-gaya disintegrasi menybabkan batuan dan mineral 24
  • 25. menjadi kecil tanpa merubah susunannya. Pelapukan menyebabkan perubahanperubahan kimia, bahan-bahan larut dihasilkan dan mineral baru tertinggal sebagai hasil akhir yang tahan pelapuakan. Proses desintegrasi meliputi suhu (pemuaian dan penciutan), erosi dan pengrndapan oleh air,es dan angin, dan pengaruh tanaman dan binatang. Proses dekomposisi meliputi hidrolisis, Oksidasi, pelarutan, hidrasi, dan karbonisasi. 2.3.2. Jenis-Jenis Tanah di Wilayah Indonesia Asal-usul tanah berasal dari parent rock sebagagai batuan dasar sebelumdilapukkan sehinngga disebut dbahan induk tanah mineral. Selain itu batuan induk juga berasal dari bahn organik. Faktor-faktor pembentuakn tanah diseluruh dunia boleh sama, tetapi pada setiap wilayah mempunyai perbedaan dominasi atau intensitasnya dalam melakukan proses pembentukan tanah. Oleh sebab itu kita mengenal istilah “lithosequence”(dominasi batuan induk, “climosequence” (dominasi oleh iklim), “toposecquence” (dominasi oleh topografi), “biosecquence” (dominasi oleh organisme), dan “chronosequence” (dominasi oleh waktu). Wilayah indonesia masuk ke dalam wilayah yang beriklim tropis. Daerah tropis merupakan batasan klimatologis terentang pada lintang 23,5°LU23,5°LS dicirikan oleh radiasi matahaari yang intensif, sehingga suhu menjadi tinggi. Topografi mulai dari landai sampai bergunung, karena banyak daerah vulkanis dan struktural, sehingga material vulkanis menjadi bad rock dan parent rock. Vegetasi hutan yang lebat hijau sepanjang masa dengan kehidupan flora dan fauna didalamnya sangat beragam. Jenis tanah utama di Indonesia 1. Podzoloik Merah Kuning Penyebarannya terutama di sepanjang sungai-sungai besar yang terdapat di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya serta di pelembahanpelembahan dan dataran tinggi. Daerah-daerah dataran dengan kemiringan kurang dari !%% (0,3%,3-8%,8-15%) di Indonesia seluruhnya berjumlah atau seluas ± 34,6 juta hektar. Jenis tanah yang paling luas adalah podzolik merah kuning, yaitu seluas ± 20,9 juta hektar. 25
  • 26. Bentuk wilayahnya adalah datar sampai agak melandai, oleh sebab itu sifat kimia dan fisiknya sangat bervariasi, banyak tergantung kepada bahan induk dan topografinya. 2. Regosol Tanah ini penyebarannya terutama di daerah-daerah aliran lahan vulkan (dari letusan gunung berapi) yang membentuk kipas menyebar, yaitu hampir menyebar di seluruh kepulauan Indonesia, terutama Jawa, Sematera, dan Nusa Tenggara. Luas keseluruhan lebih dari ±3 juta hektar. Tanah ini terdapat di wilayah yang berombak, bergelombang hingga bergunung dengan berbagai ketinggian, yaitu dari 0 sampai ribuan meter diatas permukaan air laut. Tanah ini juga terdapat dengan tipe iklim yang bervariasi, sehingga curah hujannya juga bervariasi. 3. Litosol Daerah penyebarannya yaitu daerah dengan tipe iklim Afa-Ama (menurut Koppen, sedang menurut Schmidt & Ferguson pada tipe hujan A,B,C, dengan curah hujan sebesar 2000-7000 mm/tahun, tanpa mempunyai bulan-bulan kering yang kurang dari 3 bulan. Tanah ini terdapat di daerah abu,tuf dan fan vulkan, pada ketinggian 10-10.000 meter di atas permukaan air laut, dengan bentuk wilayah yang berombak, bergelombang, berbukit hngga gunung. Daerah penyebaranya terutama di sumatera dan sulawesi, tetapi dalam areal yang tidak begitu luas di Kalimantan Tengah dan Selatan, Kepulauan Maluku, Minahasa, Jawa dan Bali. Kebanyakan berasosiasi dengan tanah laterit dan andosol. Secara kasarluasnya ±16 juta hektar. Tanaman yang bisa dipergunakan atau di tanam di daerah ini adalah padi (sawah), sayuran-sayuran dan buah-buahan, palawija, kemudian, kelapa sawit, karet, cengkeh, kopi, lada, dan lain-lain. Secara keseluruhan mempunyai sifat-sifat fisik yang baik akan tetapi sifat-sifat kimianya kurang baik. 4. Mediteran Merah Kuning Penyebarannya terutama di daerah yang beriklim tipe Am-Awa (menurut Koppen) sedangmenurut Schmid & Ferguson tipe hujan C, D, E yang curah hujannya berkisar antara 750-2500 mm/tahun dengan jumlah bulan kering antara 3-7 bulan. Ketinggian bisa bervatiasi sekali, yaitu dari 0-400 meter 26
  • 27. diatas permukaan air laut, dengan bentuk wilayah yang berombak hingga berbukit. Daerah penyebarannya di seluruh Indonesia, terutam di daerah Sulawesi Tenggara dan Utara, Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku, juga terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Luas seluruhnya Secara kasar ±15,5 juta hektar. Penggunaan tanah adalah persawahan (padi), baik yang tadah hujan atau pengairan, perkebunan, tegalan dan padang rumput. 5. Podsol Penyebarannya di daerah tipe Cfa (koppen), sedangkan menurut Schmidt dan Ferguson dengan tipe hujan A dan B, yang curah hujannya biasanya lebih besar dari 1500 mm/tahun tanpa mengalami bulan-bulan kering. Ketinggian tempat sangat bervariasi sekali, yaitu paling tinggi 2000 meter di atas permukaan air laut, dengan bentuk wilayah yang datar dan tinggi dan dataran rendah. Tanah inidapat dijumpai di kepulauan di jambi, Bangka, belitung, Riau, Kalimantan barat dan Irian jaya. Sluruhnya ± 3,5 juta hektar, yang sebagian tersebar nmasih di hutan primer dan sekunder. Tanaman yang tumbuh diatas hutan primer, belukar dan padang rumput, di bangka banyak untuk tanaman lada. Tanah ini di daerah kering berasosiasi dengan tanah podzolik merah kuning sedangkan di daerah basah berasosiasiasi dengan tanah podzolik merah kuning, sedangkan didaerah basah berasosiasi dengan glei humus atau organosol. Produktivitas ini sangat cocok adalah untuk hutan 6. Litosol Bahan induk terdiri dari batuan beku dan batuan sedimen pejal. Tanah ini hampir dijumpai di seluruh kepulauan Indonesia, di mana terdapat wilayah batuan beku dan sedimen pejal. Sering terdapat pula merupakan lapisan induk dari tanah-tanah yang mengalami proses erosi lanjut. Tanaman penutup tanah sangat bervariasi sampai tidak ada tumbuhan, sebagian besar dibiarkan atau tidak ditanami. Sebagian masih dapat di tanami dengan rerumputan untuk ternak, tegalan dengan palawija atau dengan tanaman keras. 7. Planosol Tempat penyebaraannya terdapat pada di daerah beriklim Aw-Bw (koppen), sedangkan menurut Schmidt dan Ferg, sedangkan menurut Schmidt dan Ferguson tipe C,D,E dan curah hujan tidak lebih dari 2000 mm/tahun, 27
  • 28. sedangkan bulan keringnya lebih dari dua bulan. Ketinggian tempat penyebaran kurauson tipe C,D,E dan curah hujan tidak lebih dari 2000 mm/tahun, sedangkan bulan keringnya lebih dari dua bulan. Ketinggian tempat penyebaran kurang dari 50 m diatas pemukaan air laut, sedangkan bentuk wilayahnya datar sampai bergeelombang sedikit. Bahan aluvial dari batuan endapan di dataran rendah merupakan bahan induknya dari tanah. Proses pembentukan tanah gleisasi. Tanah ini terdapat dibeberapa tempat yang tidak begitu luas di Lampung, Jawa barat, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara. Tumbuhan Penutup tanah terdiri dari semak dan hutan tropis. Tanah ini bisa untuk bahan bangunan, yaitu bahan pembuatan batu bata dan genteng, sedangkan untuk pertanian bisa dibuka persawahan tadah hujan. 8. Hidromorf Kelabu Penyebaran penyebaran terdapat di daerah bertipe iklim Af dan Am (koppen), sedangkan menurut Schmidt dan Ferguson hujan sekurangkurangnya 2000 mm/tahun dengan tidak adanya bulan kering. Terdapat di daerah dengan bentuk wilayah yang datarhingga bergelombang dengan ketinggian tempat yang bervariasi. Umumnya drainase jelek, karena jenuh dengan air. Tuf vulkan asam dan Batu pasir merupakan bahan induknya. Proses pembentukan tanahnya adalah gleisasi. Tanah ini banyak terdapat di dataran rendah atau daerah perlembahan dan cekungan-cekungan di Kalimantan, Sumatra, Sulawesi, Maluku dan Irian. Sering tanah ini berasosiasi dengan tanah-tanah podzolik merah dan kuning atau tanah aluvial. Tumbuhan penutup tanah ini umumnya belukar dan hutan tropika. Tetapi bisa juga dipergunakan untuk persawahan dengan sistem pengairan padi, palawija, dan juda bisa dibuat batu bata dan genting. 9. Glei Humus Rendah Tanah ini berkembang di daerah tropis beriklim Aw (koppen), sedangkan menurut Schmidt dan Ferguson dengan tipe hujan B,C, dan D dengan curah hujan antara 2000-3000 mm/tahun, dengan bulan paling kering paling tinggi 2 bulan. Ketinggian tempat kurang dari 50 meter di atas permukaan air laut, dengan demikian terdapat di dataran rendah dan dalam bentuk wilayah yang datar. Proses pembentukan tanahnya adalah gleisasi dan liksiviasi lemak. 28
  • 29. Sedangkan bahan induknya adalah bahan endapan. Di Indonesia banyak terdapat di pantai timur umatera, di daerah pantai kalimantan, Irian Jaya, Sulawesi dan di Jawa daerah dataran rendahnya. Seiring waktu akan berasosiasi dengan glei humus dan gambut. Tumbuhan penutupnya terdiri dari semak-semak dan hutan rawa, biasanya juga persawahan pasang-surut, daerah rawa perkebunan dan pekarangan. 10. Glei Humus Tanah ini banyak dijumpai di daerah penyebarannya yaitu di dataran rendah yang berawa-rawa di sepanjang Pantai Kalimantan Barat dan Selatan, Pantai Timur Sumatera, Pantai Sulawesi dan Irian serta pantai utara jawa. Bisa juga didapatkan pada areal yang sempit di dataran tinggi seperti di sumatera utara. Tanah ini banyak di jumpai berasosiasi dengan tanah glei humus rendah dan organosol. Menurut sistem koppen, tanah ini terdapat di daerah dengan bertipe iklim Af dan Aw, sedangkan menurut Schmidt dan Ferguson tipe hujan A,B,C, dan D dengan curah hujan sekurang-kurangnya 1500 mm/tahun dengan bulan terkering 3 bulan. Mengenai proses pembentukannya adalah pembentukan tanah gambut lemah dan gleisasi. Adapun tumbuhan penutup tanah ini umumnya rumput-rumputan rawadan hutan rawa bisa digunakan untuk persawahan pasang-surut dan persawahan rawa. 11. Grumosol Perkembang tanah ini di daerah bertipe iklim Ama-Awa (koppen) dengan tipe hujan (Schmidt dan Ferguson) C,D, dan E, dengan curah hujan 1000-2750 mm/tahun dan tipe bulan kering lebih dari 4 bulan. Letak daerah ini pada ketinggian tidak lebih dari 200 meter di atas permukaan laut, dengan bentuk wilayah melandai, berombak sampai bergelombang. Penyebaran tanahnya di Indonesia seluas kira-kira satu juta hektar dari barat ke timur, dimulai dari jawa tengah terus ke jawa timur, pulau madura, Nusa tenggara, dan Maluku. Tumbuhan penutupnya terdiri dari vegetasinya terdiri padang rumput, stepa dan savana. Bisa dipergunakan untuk tegalan, perkebunantebu, kapas, tembakau, persawahan padi, tanaman jagung, kedelai, dan hutan jati. 12. Andosol 29
  • 30. Menurut Koppen, Tanahini berkembang di tipe Iklim Afa, Cfa, dan Cw dengan tipe iklim hujan A, B, C (Schmidt dan Ferguson) dan curah hujannya tinggi sekali, yaitu antara 2500-6500 mm/tahun, dengan paling lama bulan kering. Ketinggian wilayah 15-2000 meter di atas permukaan air laut. Bentuk wilayahnya dari datarelombang, berbukit sampai gunung. Di seluruh Indonesia luasnya kira-kira ada 5 juta ha yang tersebar di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Timur, Pulau Jawa, Kalimantan( tidak begitu luas), Bali, Lombok, Halmahera, Minahasa. Tanah ini banyak di ketemukan di pegunungan yaitu daerah gunung api(vulkan), seperti di lembang dekat gunung api Tangkuban Perahu. Proses pembentukannya Alterasi, liksiviasi atau laterasi lemah, sedangkan vegetasinya adalah huatan tropis. Tanah ini banyak di gunakan untuk tanaman hortikultura, bunga-bungaan, perkebunan kina, teh, kopi, sayur-sayuran, untuk kehutanan pinus. 13. Alluvial Daerah penyebaranya terdapat di berbagai keadaan iklim, dengan ketinggian, yang beraneka ragam tapi umumnya bentuk wilayahnya datar sampai pada bergelombang. Tanah ini bisa di temukan di seluruh kepulauan Indonesia, seluas kurang lebih 165 juta hektar, yang tersebar di daerah daratan, pelembahan, daerah cekungan dan sepanjang sungai aliran besar. Tumbuhan yang tumbuh sangat beraneka ragam, pada umumnya merupakan daerah pertanian utama dan merupakan pusat penyebaran penduduk. Untuk pertanian seperti persawahan, perkebunan, sayur-sayuaran, palawija dan untuk perikanan darat. 14. Organosol Tanah Organosol juga sering disebut tanah gambut. Tanah ini sebagian besar sekitar 80% merupakan timbunan bahan organik yang belum lapuk secara sempurna. Dari sudut pandang kimia tanah umumnya tanah ini mengandung unsur hara yang miskin. Dan tanahnya biasanya bersifat asam kecuali saat tergenang air. Tanah ini banyak tersebar di daerah beriklim Af dan Cf menurut koppen, sedangkan menurut Schmidt dan Ferguson dengan tipe hujan A, dengan curah hujan lebih dari 2500 mm/tahun tanpa adanya bulan kering. Ketinggian biasanya kurang dari 50 meter diatas permukaan air laut, 30
  • 31. yaitu dataran rendah, tapi bisa juga terdapat pada dataran tinggi >2000 meter di atas permukaan laut, tapi bentuk wilayahnya datar sampai bergelombang. Bahan induknya jelas bahan organik dari hutan rawa atau rumput rawang. Tanah ini bersama dengan tanah lainnya terdapat di daerah pasang surut yaitu tanah glei humus, glei humus rendah, aluvial, hidromorf, podsol dan podsol air tanah. Tersebar di pantai Kalimantan Barat dan Selatan, Pantai timur Sumatera dan pantai selatan, barat, dan utara Irian jaya. Di taksir luas keseluruhannya mencapai 27 juta hektar. Tumbuhan yang tumbuh adalah hutan rawang, rumput rawang, dan pakis. Tanah ini tidak baik buat pertanian. 2.4. Hidrologi wilayah Indonesia Berdasarkan siklus hidrologi maka hal yang terpenting mengenai kondisi hidrologi Indonesia adalah sungai dan air tanah. Sungai menurut Wikipedia ialah jalan air alami dan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Sungai menurut jumlah airnya dibedakan : 1. Sungai Permanen - yaitu sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif tetap. Contoh sungai jenis ini adalah Sungai Kapuas, Kahayan, Barito dan Mahakam di Kalimantan. Sungai Musi, Batanghari dan Indragiri di Sumatera. 2. Sungai Periodik - yaitu sungai yang pada waktu musim hujan airnya banyak, sedangkan pada musim kemarau airnya kecil. Contoh sungai jenis ini banyak terdapat di Pulau Jawa, misalnya Sungai Bengawan Solo, dan Sungai Opak di Jawa Tengah. Sungai Progo dan Sungai Code di Daerah Istimewa Yogyakarta serta Sungai Brantas di Jawa Timur. 3. Sungai Intermittent atau Sungai Episodik - yaitu sungai yang pada musim kemarau airnya kering dan pada musim hujan airnya banyak. Contoh sungai jenis ini adalah Sungai Kalada di Pulau Sumba. 4. Sungai Ephemeral - yaitu sungai yang ada airnya hanya pada saat musim hujan. Pada hakekatnya sungai jenis ini hampir sama dengan jenis Episodik, hanya saja pada musim hujan sungai jenis ini airnya belum tentu banyak. Sungai menurut genetiknya dibedakan : 31
  • 32. 1. Sungai Konsekwen yaitu sungai yang arah alirannya searah dengan kemiringan lereng 2. Sungai Subsekwen yaitu sungai yang aliran airnya tegak lurus dengan Sungai Konsekwen 3. Sungai Obsekwen yaitu anak Sungai Subsekwen yang alirannya berlawanan arah dengan Sungai Konsekwen 4. Sungai Insekwen yaitu sungai yang alirannya tidak teratur atau terikat oleh lereng daratan 5. Sungai Resekwen yaitu anak Sungai Subsekwen yang alirannya searah dengan Sungai Konsekwen 2. Batuan Pembawa Air Jenis batuan atau lapisan tanah yang dapat berfungsi sebagai lapisan pembawa air adalah sebagai berikut : a. Batuan sedimen adalah merupakan lapisan pembawa air yang terbaik yaitu pada lapisan batuan yang banyak mempunyai ruang antar butir, rekahan atau rongga batuan seperti endapan batuan vulkanik klastik, endapan berbutir lepas (pasir, kerikil, dan krakal) dan batu gamping berongga. Batuan yang mempunyai besar butir makin halus dan kristalin mempunyai fungsi lapisan pembawa air yang buruk atau batuan yang kedap air. Contoh batuan ini adalah Lempung, Napal, dan Gamping Kristalin. b. Batuan beku bukan merupakan lapisan pembawa air yang baik, akan tetapi jika pada batuan tersebut terdapat rekahan atau retakan akan menyebabkan terdapat akumulasi air tanah. Misalnya endapan Basalt dan Andesit bila tedapat retakan atau rekahan dapat menyebabkan penyimpanan air tanah. c. Batuan metamorfosa juga merupakan lapisan pembaawa air yang baik. Kandungan air akan terdapat pada ruang antara rekahan retakan betuan pada zona pelapukan batuan. Bila tinjauan dari umur batuan, maka endapan Resen dan Kuarter mempunyai kandungan air tanah yang baik hingga sedang. Batuan yang berumur lebih tua dari endapan Kuarter merupakan lapisan pembawa air yang buruk hingga sangat buruk. 32
  • 33. Batuan Kuarter mempunyai kandungan yang tersusun oleh batu pasir yang tidak masip dapat merupakan tempat menyimpan air yang baik misalnya batu pasir pada formasi pucangan dan formasi kabuh. Akumulasi air tanah yang baik terdapat pada daerah morfologi daratan, seperti cekungan antar gunung api, termasuk dataran di sepanjang sungai dan dataran pantai tertentu. 1. Cekungan Air Tanah Cekungan air tanah adalah suatu daerah cakupan luas, tersusun oleh satu atau lebih akifer yang mempunyai karakteristik yang hampir sama. Cekungan air tanah dapat terjadi pada daerah antar pegunungan Kipas Aluvial ataupun daerah antar lembah. 2. Penyebaran Air Tanah Akumulasi dan penyebaran air tanah ditentukan oleh beberapa faktor antara lain curah hujan, morfologi, dan geologi. Curah hujan di Indonesia umumnya tinggi, antara 1000-6000 mm per tahun. Ada daerah tertentu yang mempunyai curah hujan kurang dari 1000 mm tetapi penyebarannya sangat terbatas dan hanya merupakan 0,9% dari luas seluruh tanah air. Daerah dengan curah hujan antara 1000-1500 mm per tahun hanya meliputi wilayah kurang dari 4%. Distribusi hujan tidak merata sepanjang tahun. Di beberapa daerah terutama di Jawa Timur dan Nusa Tenggara variasi curah hujan musiman sangat besar sehingga pada bulan-bulan kemarau setiap tahun daerah tersebut mengalami kekeringan. Variasi curah di Indonesia dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Klasifikasi curah hujan tahunan di Indonesia Pulau Sangat Kering Lembab Basah Sangat kering/arid (dry) (moist) (wet) Basah <1000 mm 1000- 1500-3000 3000- (very wet) (%) 1500 mm mm 5000 mm >5000 mm Jawa/Bali <0,1 (%) 6,9 (%) 64,3 (%) 28,1 (%) 0,6 Sumatra 0,0 3,0 65,6 30,7 0,7 33
  • 34. Kalimantan 0,0 0,0 48,8 51,2 0,0 Sulawesi 0,8 6,3 67,7 25,2 0,0 Ns. Tengara 17,6 23,1 49,0 10,3 0,0 Maluku 1,3 3,7 73,7 21,3 0,0 Irian 0,0 4,2 42,3 42,7 10,9 Total 0,9 3,9 55,5 37,1 2,6 Sumber : R. van der weert, 1991 Dengan curah hujan yang rata-rata tinggi, kemungkinan pengumpulan air tanah sebagai akibat resapan air dalam tanah akan sangat besar apabila didukung oleh keadaan morfologi dan geologi. Bentuk permukaan air tanah akan sangat berpengaruh terhadap peresapan air ke dalam tanah dan pengumpulannya. Pada daerah lereng dan dataran yang sangat luas sangat mungkin terdapat pengumpulan air tanah, namun masih sangat tergantung kepada keadaan geologi. Umur lapisan batuan dan struktur geologi sangat berpengaruh kepada akumulasi dan penyebaran air tanah. Batuan berumur geologi yang lebih tua umumnya bersifat padat dan kedap air, sehingga menyulitkan peresapan atau pengumpulan air tanah. Uraian berikut adalah mengenai keadaan geologi yang mempengaruhi penyebaran maupun akumulasi air tanah. a. Batuan berumur Pra-Tersier Batuan berumur Pra-Tersier tersingkap di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, serta Maluku dan Irian. Daerah Pulau Jawa penyebaran batuan terbatas. Sebagian besar batuan Pra-Tersier terdiri dari sekis hablur, batuan malihan dan batuan beku dalam. Singkapan batuan medan yang berbukit atau bergunung dan akumulasi air tanah kecil sekali. Akumulasi air tanah dalam jumlah sangat terbatas mungkin dapat diketemukan di dekat permukaan, yakni pada bagian yang telah melapuk. b. Batuan Berumur Tersier 34
  • 35. Batu Tersier yang tersusun oleh batuan sedimen kecuali batu gamping, batuan beku, batuan gunung api breksi (andesit tua) atau batu pasir yang masip bersifat kurang meneruskan air. Wilayah pegunungan lipatan yang tersusun oleh batuan tersebut merupakan daerah yang selalu kekurangan air. Akumulasi air tanah dalam jumlah terbatas dapat dijumpai pada bekas alur sungai lama, atau di dekat permukaan, yaitu pada batuan yang telah lama mengalami proses pelapukan. c. Batu Gamping Batu gamping menyebar hampir di seluruh Indonesia, tersingkap dalam bentuk batu gamping berlapis, batu gamping terumbu dan sedikit batu gamping berkristal. Batu gamping berumur Pra-Tersier terdapat di Aceh, Sumatra Utara, Sulawesi dan Indonesia bagian timur (Maluku dan Irian). Batu gamping berumur Tersier di Pulau Jawa terdapat di bagian selatan mulai dari Pantai Selatan Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Tiimur. Pada bagian utara dimulai dari Rembang, Pegunungan Kendeng dan Madura. Pada daerah lain terdapat di Bali, dan Lombok. Batu gamping Kuarter berupa batu gamping terumbu koral (coral reef limestone) terdapat di beberapa pulau pada bagian timur Indonesia, seperti pantai Ambon, Seram, Buru, Sulawesi Tengah. Aliran air tanah dalam rekahan dan rongga batu gamping dapat menimbulkan pelarutan dan pembesaran rongga, sehingga sering berkembang menjadi sungai bawah tanah, pada daerah batu gamping sangat umum dijumpai keadaan topografi karstik, yang bercirikan salah satunya tidak terdapat aliran air atau sungai di permukaan, hanya terdapat sink holes (lubang-lubang masuknya air kedalam tanah) dan sungai bawah tanah. Beberapa contoh air tanah dalam bentuk mata air yang cukup besar di batu gamping dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Mata air pada batu gamping yang terdapat di Indonesia Propinsi Nama Mata Air Perkiraan Kuantitas D.I Yogyakarta Baron 4.500 l/det 35
  • 36. Jawa Timur Merakurak Saranggi (Tuban), 1.000 l/det 330 l/det Aceh Kr. Darau 500 l/det N.T.T Camplong 100 l/det Maluku Tual 4.500 l/det Sumber : Dit. Jen. Pengaira d. Batuan Endapan Gunung Api Gunung api di Indonesia sangat penting dalam memberikan tingkat kesuburan serta sebagai daerah penangkap air hujan. Perbedaan bentuk morfologi dan susunan litologi dapat dibedakan antara batuan gunung api muda dan batuan gunung api tua. Batuan gunung api muda mempunyai bentuk lereng yang halus dan membulat dengan susunan litologi yang bersifat kurang masip. Keadaan ini berhubungan erat dengan pembentukan dan penyebaran air tanah pada daerah wilayah gunung api. Pada daerah wilayah gunungapi dapat dibagi atas 3 satuan sebagai berikut yaitu : Daerah Puncak. Bentuk medan daerah ini berlereng curam sekitar 33°-35° dengan susunan batuan yang telah mamadai saperti lava dan bongkah batuan serta bahan piroklastika yang lain. Penyaluran air permukaan lebih dominan tetapi peresapan air kedalam tanah masih dapat berlangsung apabila batuan bersifat sarang dan bentuk topografi memungkinkan Daerah Tubuh Gunung Api. Daerah tubuh gunung api umumnya tersusun bahan piroklastik yang telah memadat. Bentuk medan mempunyai lereng antara 10°-20°. Daerah tubuh gunung api merupakan daerah resapan air tanah dan juga dapat berfungsi sebagai penyalur bawah permukaan. Pada daerah ini terdapat pula pemunculan mata air akibat terdapat pergantian lapisan yang berbeda tingkat kelulusan ataupun terdapat pemotongan aliran air tanah oleh sebab keadaan geologi dan topografi. Daerah Kaki Gunung Api. Daerah kaki gunung api mempunyai bentuk mempunyai bentuk medan yang halus dengan kemiringan kurang dari lima derajat. Batuan penyusun daerah ini terdiri dari batu piroklastika sering 36
  • 37. ditutupi bahan yang diendapkan secara sekunder oleh angkut air. Bagian atas daerah kaki gunung api berfungsi sebagian besar daerah peresapan atau penyaluran bawah permukaan. Akumulasi air tanah terjadi pada bagian bawah kaki gunung api pada umumnya di daerah terdapat sebagian besar butir endapan lapisan batuan yang menyebabkan terbentuk lapisan pembawa air tertekan. e. Dataran Aluvial Daerah aluvial menempati daerah pantai, sebagian daerah antar pegunungan, dan dataran lembah sungai. Daerah aluvial ini tertutup oleh hasil rombakan dari daerah sekitarnya, daerah hulu ataupun daerah yang lebih tinggi letaknya. Potensi air tanah pada daerah ini ditentukan oleh jenis dan tekstur batuan. Daerah Pantai terdapat cukup luas di pantai timur Pulau Sumatra, pantai utara Jawa Barat dan Jawa Tengah, pantai selatan serta barat Pulau Kalimantan, dan Irian Jaya bagian selatan. Air tanah daerah dataran pantai selalu terdapat dalam sedimen Kuarter dan Resen yang batuannya terdiri dari pasir, kerikil dan berinteraksi dengan lapisan lempung. Kondisi air tanah dalam lapisan tersebut sering dalam keadaan tertekan, mempunyai potensi yang cukup besar, namun masih bergantung pada luas dan penyebaran lapisan batuan dan selalu mendapat ancaman intrusi air laut, apabila pengambilan air tanah berlebihan dan tidak terkontrol. Pada umumnya kota-kota besar dan pusat-pusat industri di Indonesia terletak pada daerah pantai seperti Pantai Timur Sumatera dan Pantai Utara Jawa. Limbah perkotaan dan industri menjadi ancaman yang serius pada air tanah, karena pengaruh pencemaran. Dataran antar gunung di Pulau Jawa terdapat di Bandung, Garut, Madiun, Nganjuk, dan Bondowoso. Daerah ini sebagian besar dibatasi oleh kaki gunung. Lapisan batuan terdiri dari bahan klastika hasil rombakan batuan gunung api sekitarnya. Pergantian susunan litologi dari butiran-butiran kasar menjadi halus membentuk suatu kondisi air tanah tertekan. Cekungan air tanah daerah antar gunung mempunyai potensi yang cukup 37
  • 38. besar. Potensi air tanah daerah antar gunung di pulau-pulau lain terdapat di Sulawesi, Sumatra, Bali, dan Lombok. Dateran Lembah Antar Sungai yang lebar dan luas terdapat pada daerahdaerah aliran Sungai Bengawan Solo, Citanduy, Serayu, Lusi, Musi dan Batang hari. Pada umumnya daerah ini tertutup oleh endapan alluvial dan dapat mempunyai potensi air tanah yang cukup besar. 2.4.1. Lahan Basah Indonesia Lahan basah didefinisikan sebagai daerah payau, gambut dan perairan alami maupun buatan, tetap maupun sementara dengan perairannya yang mengalir atau tergenang, tawar, agak asin maupun asin dan termasuk di dalamnya wilayah laut yang kedalamannya kurang dari 6 m pada waktu air surut paling rendah. Ekosistem lahan basah perlu dilesatarikan karena merupakan lingkungan atau ekosistem paling produktif di dunia serta merupakan habitat bagi kehidupan berbagai keanekaragaman hayati (flora dan fauna) termasuk sebagai penyedia air bersih dan gudang plasma nuftah. Berbagai fungsi dan manfaat penting lainnya ekosistem lahan basah antara lain sebagai penyedia air bersih (daerah tangkapan air), pelindung banjir dan badai, penyeimbang daerah pantai dan pelindung erosi, penyaring dan penjernih air dari sedimentasi, nutrien dan pencemar, penyeimbang kondisi iklim lokal antara lain curah hujan dan suhu udara, sumber makanan dan pendapatan (perikanan, produksi kayu dan hasil hutan non kayu, dan pertanian), lokasi pendidikan dan penelitian, sumber energi serta penunjang transportasi dan parawisata. Lahan basah dapat dibedakan berdasarkan tipenya yaitu lahan basah laut dan pesisir, lahan basah daratan dan lahan basah buatan manusia. Secara umum lahan basah dapat diklasifikasikan sebagai rawa hutan mangrove, estuaria, padang lamun, rumput laut, terumbu karang, danau, sungai, sawah dan tambak (ikan dan garam). 2.4.2 Rawa Rawa merupakan sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang penggenangannya dapat bersifat musiman ataupun permanen dan ditumbuhi 38
  • 39. oleh tumbuhan (vegetasi). Hutan rawa memiliki keanekaragaman hayati yang sangat kaya. Jenis-jenis floranya antara lain: durian burung (Durio carinatus), ramin (Gonystylus sp), terentang (Camnosperma sp.), kayu putih (Melaleuca sp), sagu (Metroxylon sp), rotan, pandan, palem-paleman dan berbagai jenis liana. Faunanya antara lain : harimau (Panthera tigris), orang utan (Pongo pygmaeus), rusa (Cervus unicolor), buaya (Crocodylus porosus), babi hutan (Sus scrofa), badak, gajah, musang air dan berbagai jenis ikan. Indonesia memiliki lebih dari 23 juta ha rawa. Jenis-jenis rawa mencakup hutan rawa air tawar, memiliki permukaan tanah yang kaya akan mineral, biasanya ditumbuhi hutan lebat. Hutan rawa gambut, terbentuk dari sisa-sisa hewan dan tumbuhan yang proses penguraiannya sangat lambat sehingga tanah gambut memiliki kandungan organik yang sangat tinggi. Rawa tanpa hutan, merupakan bagian dari ekosistem rawa hutan, namun hanya ditumbuhi tumbuhan kecil seperti semak dan rumput liar. Manfaat hutan rawa sebagai sumber cadangan air, dapat menyerap dan menyimpan kelebihan air dari daerah sekitarnya dan akan mengeluarkan cadangan air tersebut pada saat daerah sekitarnya kering, mencegah terjadinya banjir, mencegah intrusi air laut ke dalam air tanah dan sungai, sumber energi, sumber makanan nabati maupun hewani. Jika hutan rawa hilang maka dapat mengakibatkan kekeringan, terjadinya intrusi air laut yang masuk jauh ke daratan, terjadi banjir, hilangnya flora dan fauna yang hidupnya di rawa, berkurangnya sumber mata pencaharian penduduk sekitar. 2.5. Iklim di Indonesia Klasifikasi Iklim • Iklim Matahari Iklim matahari merupakan metode klasifikasi iklim berdasarkan banyaknya radiasi matahari yang diterima oleh permukaan bumi di beberapa tempat. Menurut iklim matahari, Indonesia termasuk dalam iklim tropik karena ditinjau dari letak lintangnya, Indonesia masuk dalam rentangan astronomis 39
  • 40. lintang iklim tropik. Selain itu ciri-ciri yang ditampilkan pada iklim tropik sesuai dengan kondisi yang ada di Indonesia, seperti suhu yang selalu tinggi sepanjang tahun, amplitudo suhu tahunan yang kecil, sehingga permusiman yang ada berdasarkan perbedaan curah hujan. Dibuktikan dengan hanya ada dua musim (kemarau dan penghujan) di Indonesia. • Iklim Fisis Dasar pembagian iklim fisis adalah kondisi fisik atau alam yang mempengaruhi iklim di daerah tertentu. Kondisi fisik yang dimaksud ialah topografi, arus laut dan jarak suatu daratan terhadap laut. Iklim fisis meliputi iklim laut, iklim kontinen, iklim ugahari dan pegunungan, dan iklim tundra. Menurut iklim fisis, Indonesia termasuk dalam iklim laut karena daerahnya dikelilingi oleh laut atau berdekatan dengan laut. Selain itu ciri yang sesuai dengan kondisi Indonesia adalah adanya perbedaan suhu antara siang dan malam yang tidak begitu mencolok dan memiliki curah hujan yang tinggi. • Iklim Junghuhn Junghuhn ini melakukan klasifikasi iklim di Indonesia berdasarkan ketinggiian tempat dihungkan dengan kehidupan tumbuh-tumbuhan. Iklim ini dibagi menjadi empat zone atau daerah iklim, yaitu: 1. Zone panas, daerah yang berada pada ketinggian 0 – 600 m dpl, suhu udara rata-rata di atas 22̊ C, tanaman budidaya yang cocok antara lain tembakau, kelapa, padi, jagung. 2. Zone sedang, ketinggian antara 600 – 1500 m dpl, suhu udara antara 22̊ C17̊ C, tanaman budidaya yang tumbuh antara lain tembakau, padi, kopi, teh, coklat, dan sayur-sayuran. 3. Zone sejuk, ketinggian antara 1500 – 2500 m dpl, suhu udara antara 17̊ C11̊ C, tanaman budidaya yang tumbuh antara lain kina, kopi, teh, sayursayuran, pinus. 4. Zone dingin, ketinggian 2500 m dpl ke atas, suhu udara di bawah 11̊ C, dan tidak ada tanaman budidaya yang tumbuh. 40
  • 41. Menurut iklim Junghuhn, Indonesia termasuk dalam semua zone iklim. Alasannya karena daerah di Indonesia memiliki ketinggian yang beragam dan semuanya ada dan sesuai dengan syarat klasifikasi iklim menurut Junghuhn. • Iklim Koeppen Dasar klasifikasi iklim ini menggunakan data suhu dan curah hujan ratarata bulanan dan tahunan. Batas-batas tipe iklim sesuai dengan batas-batas vegetasi karena vegetasi dipandang sebagai instrumen klimatologis. Pembagian tipe ini terdiri dari lima kelompok yang ditandai dengan huruf kapital, yaitu iklim A, iklim B, iklim C, iklim D, dan iklim E. Namun tipe iklim yang terdapat di Indonesia yaitu tipe iklim A dan C. Iklim A, iklim hujan tropis tanpa musim dingi. Wilayah iklim ini merupakan kawasan tanaman megaterm yang memerlukan suhu tinggi secara terus menerus dan hujan melimpah. Kelompok iklim A dibagi menjadi: Af = iklim basah tropis. f: curah hujan pada bulan paling kering ≥60 mm. Terdapat variasi musiman suhu minimum dan hujan yang tetap tinggi sepanjang tahun. Aw = iklim tropis, basah, dan kering. w: musim kering jelas dalam periode musim dingin. Irama curah hujan musiman jelas, sekurang-kurangnya aitu bulan ˂60 mm Am = musim kering singkat, tetapi dengan curah hujan total yang besar. Menyerupai Af dalam jumlah hujan, dan menyerupai Aw dalam distribusi musiman. Iklim C, iklim hujan lintang menengah dengan musim dingin ringan. Kelompok iklim C dibagi menjadi: Cf = tidak mempunyai musim kering yang jelas, perbedaan antara bulan-bulan paling banyak hujan dan paling kering kurang, curah hujan bulan terkering untuk musim panas ˃30 mm. Cw = musim dingin yang kering, banyaknya hujan pada bulan terbasah musim panas sekurangnya 10 kali bulan terkering musim dingin, curah hujan bulan musim dingin terkering ˂30 mm. 41
  • 42. Cs = musim panas yang kering, banyaknya hujan pada musim dingin setidaknya 3 kali banyaknya hujan di musim panas terkering, dan curah hujan bulan musim panas terkering ˂30 mm. Menurut iklim Koeppen, Indonesia termasuk dalam iklim Af, Aw, Am, Bs, Cf, Cw. Semua kategori iklim A sesuai dengan kondisi Indonesia karena memang pada dasarnya merupakan iklim hujan tropis. Sedangkan untuk Bs, itu karena adanya steppa atau padang rumput di Indonesia bagian tengah. Sedangkan kategori iklim Cf dan Cw terdapat pada Indonesia sebelah timur yang terletak di tempat-tempat tinggi. • Iklim Thornthwaite Klasifikasi iklim ini berdasarkan pada curah hujan yang sangat penting untuk tanaman. Untuk menghitung ratio keefektifan curah hujan, digunakan rumus jumlah curah hujan bulanan dibagi dengan jumlah penguapan bulanan. Akumulasi dari ratio keefektifan curah hujan selama 12 bulan itu nantinya berfungsi sebagai indeks keefektifan curah hujan, yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk menentukan golongan kelembapan. Sedangkan penentuan golongan suhu diperoleh dari akumulasi ratio keefektifan suhu bulanan selama 12 bulan. Kemudian masing-masing golongan kelembapan dan golongan suhu di konfirmasikan dengan penyebaran curah hujan musiman. Menurut iklim Thornthwaite, untuk daerah tropis seperti Indonesia, suhu sepanjang tahun hampir konstan sehingga variasi dari indeks P-E dari tempat yang satu ke tempat yang lain praktis hanya bergantung pada presipitasi saja. Untuk jenis golongan kelembapan yang ada di Indonesia mulai dari A sampai D. Sedangkan untuk golongan suhu, suhu tropis, mesothermal, dan microthermal dapat masuk dalam pengklasifikasian wilayah Indonesia. • Iklim Mohr Penentuan golongan iklim ini berdasarkan kriteria derajat kelembapan dari bulan-bulan sepanjang tahun yang kemudian dicari bulan-bulan kering dan bulan-bulan basahnya setiap tahun. Klasifikasi derajat kelembapan, yaitu: a. Bulan basah, bila curah hujan dalam satu bulan lebih dari 100 mm b. Bulan kering, bila curah hujan dalam satu bulan kurang dari 60 mm 42
  • 43. c. Bulan lembab, bila curah hujan dalam satu bulan antara 60 mm dan 100 mm. Sedangkan 5 golongan iklim Mohr, yaitu: 1. Golongan I : daerah basah, yaitu daerah yang hampir tidak terdapat bulan kering 2. Golongan II : daerah agak basah, yaitu daerah dengan bulan kering 1- 2 bulan 3. Golongan III : daerah agak kering, yaitu daerah dengan bulan kering 3- 4 bulan 4. Golongan IV 5. Golongan V • : daerah kering, yaitu terdapat 5- 6 bulan kering : daerah sangat kering, dengan bulan kering ˃6 bulan. Tipe Hujan Schmidt dan Ferguson Klasifikasi tipe hujan ini juga berdasar pada jumlah bulan kering dan jumlah bulan basah. Namun perhitungannya jumlah bulan-bulan kering dan bulan-bulan basah dari tiap tahun diambil rata-ratanya. Kemudian tipe hujannya ditentukan dengan menggunakan harga quotient (Q). Wilayah Indonesia tidak tergolong pada klasifikasi iklim yang sangat basah maupun sangat kering. Karena keberadaan antara bulan basah dengan bulan kering tidak terlalu mencolok. • Tipe Hujan Oldeman Klasifikasi tipe hujan ini didasarkan pada keberurutan bulan basah dan bulan kering tanpa memperhitungkan suhu. Ditetapkan bahwa dianggap bulan basah bila curah hujan lebih besar dari 200 mm, bulan kering bila curah hujan kurang dari 100 mm, dan bulan lembap bila curah hujan antara 100 - 2000 mm. Wilayah Indonesia tidak tergolong pada klasifikasi iklim yang sangat basah maupun sangat kering. Karena keberadaan antara bulan basah dengan bulan kering tidak terlalu mencolok. 43
  • 44. 44
  • 45. BAB III PENUTUP 2.1. Kesimpulan Wilayah Indonesia merupakan wilayah Kepulauan yang terletak di ujung tenggara lempeng Eurasia. Berbatasan dengan Lempeng IndoAustralia (Lautan Hindia) di selatan dan timur serta ke timur dengan Laut Filipina dan Lempeng Pasifik. Batas lempeng berupa konvergen, dihasilkan oleh konsumsi lempeng sepanjang zone subduksi, terciptanya busur vulkanik, dan formasi kompressional dan struktur penggelinciran miring. Yang secara fisiografis kepulauan Indonesia didominasi oleh dua daerah paparan benua. Paparan Sunda (atau Daratan Sunda menurut beberapa pengarang) terletak di barat, dan Paparan Sahul di timur, dipisahkan oleh daerah yang secara geologi sangat kompleks dengan laut dalam dan busur vulkanik. Kedua daerah paparan tersebut menunjukkan beberapa kesamaan dengan inti benua yang stabil di separuh bagian timur dan barat kepulauan. Daerah Paparan Sahul, bagian dari lempeng benua IndoAustralia yang meluas melalui Irian, Laut Arafura dan bagian selatan dari Laut Timor dan ke selatan ke arah benua Australia. Daerah paparan Sunda mewakili penurunan ke arah tenggara lempeng benua Eurasia dan terdiri dari Semenanjung Malaka, Sumatera, Jawa dan Kalimantan, Laut Jawa dan bagian selatan Laut China Selatan. Dengan gejala pengakatan dan penurunan mengalami bentuk lahan kasar selain pengaruh pengangkatan dan penurunan juga karena erosi salah satunya yang mengakibatkan bentuk lahanya menjadi unik dan beraneka ragam. Misalnya di Pulau Jawa Bagian Selatan yang merupakan daerah Plato Kapur yang miring ke selatan akibat terangkatnya dataran nyaris. Sisi utara zona selatan ini dibatasi oleh gawir sesar, beberapa diantaranya mengalami pengikisan sehingga platonya hilang.Iklim adalah jalannya keadaan cuaca atau keseluruhan dari gejala cuaca di daerah tertentu yang cakupannya cukup luas 45
  • 46. sepanjang tahun atau kreteraturan keadaan udara untuk periode yang cukup lama.Menurut iklim matahari, Indonesia termasuk dalam iklim tropik karena ditinjau dari letak lintangnya, Indonesia masuk dalam rentangan astronomis lintang iklim tropik. Selain itu ciri-ciri yang ditampilkan pada iklim tropik sesuai dengan kondisi yang ada di Indonesia, seperti suhu yang selalu tinggi sepanjang tahun, amplitudo suhu tahunan yang kecil, sehingga permusiman yang ada berdasarkan perbedaan curah hujan. Dibuktikan dengan hanya ada dua musim (kemarau dan penghujan) di Indonesia. Berdasarkan bentuk lahan dan banyaknya curah hujan tersebut mempengaruhi jenis sungai yang ada di Indonesia. Misalnya di wilayah Indonesia. 1. sungai permanen - yaitu sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif tetap. Contohnya adalah sungai Kapuas dan Sungai Musi. 2. sungai periodik - yaitu sungai yang pada waktu musim hujan airnya banyak, sedangkan pada musim kemarau airnya kecil. Contohnya Sungai Progo di Jogjakarta. 3. sungai intermittent atau sungai episodik - yaitu sungai yang pada musim kemarau airnya kering dan pada musim hujan airnya banyak. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kalada di pulau Sumba. 4. sungai ephemeral - yaitu sungai yang ada airnya hanya pada saat musim hujan. Pada hakekatnya sungai jenis ini hampir sama dengan jenis episodik, hanya saja pada musim hujan sungai jenis ini airnya belum tentu banyak. Berdasarkan Batuan Induk dan Faktor yang mempengaruhi batuan asal tersebut mempengaruhi jenis tanah yang ada di Indonesia. Misalnya, proses terbentuknya Tanah Organosol ( tanah gambut ). Tanah ini terbentuk melalui profil yang tersusun dari timbunan-timbunan bahan organik yang biasa terdapat di hutan yang lebat dengan curah hujan yang tinggi yang mengakibatkan proses pelapukan yang cukup lama. Biasanya daerah ini banyak terdapat di Stadia Tua. Di wilayah-wilayah yang vulkannya sudah mengalami post vulkanik. 46
  • 47. DAFTAR PUSTAKA Wikipedia. 2010. Sungai, (online). (http://id.wikipedia.org/wiki/Sungai) diakses tanggal 20 Pebruari 2010) Wikipedia. 2010. Jenis/Macam-macam Tanah di Indonesia, (online) (http://organisasi.org/ilmu_pengetahuan/geografi), diakses tanggal 20 Peruari 2010) Hari, Dwiyono. 2009. Bahan Ajar Meteorologi dan Klimatologi.UM : Malang Hari, Dwiyono. 2010. Bahan Ajar Geografi Tanah.UM : Malang Buranda. 2010. Bahan Ajar Geologi Indonesia.UM : Malang Herlambang, Soedarno. 2010. Bahan Ajar Geomorfologi Indonesia.UM : Malang Muda, Amas. 1994. Pengembangan Air Tanah Sebagai Subsistim Pengelolaan Sumber daya Air. Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Pengairan: Jakarta. 47