2. BUDAYA LOKAL MASYARAKAT BADUY
Letak Geografis :
Suku baduy terletak di daerah
Banten, secara geografis suku Baduy terletak
pada koordinat 6°27‟27” – 6°30‟0” LS dan
108°3‟9” – 106°4‟55” BT, suku Baduy
bermukim tepatnya di kaki gunung Kendeng
di desa Kanekes, Kecamatan
Leuwidamar, Kabupaten Lebak-
Rangkasbitung, Banten, berjarak sekitar 40
km dari kota Rangkasbitung. Suhu rata- rata
disana adalah 20 °C. Tiga desa utamanya
adalah Cikeusik, Cibeo dan Cikertawana.
3. Dilihat dari segi
geografisnya memang suku
baduy ini jauh dari tempat -
tempat umum dan terletak
dekat gunung sehingga
menyebabkan orang kanekes
lebih menutup diri terhadap
dunia luar seperti tidak mau
belajar baca tulis, mengenal
teknologi, dan hanya berpegang
teguh terhadap kepercayaan
dan adat istiadat yang mereka
anut.
4. Orang kanekes dibagi menjadi 2 yaitu
orang kanekes dalam dan orang kanekes luar.
Orang Kanekes Tangtu (Baduy Dalam) berada
diwilayah
Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisa
gu, Padawaras dan Sirahdayeuh. Sedangkan
orang Kanekes Panamping (Baduy Luar)
tinggal di berbagai kampung yang tersebar
mengelilingi wilayah Kanekes Dalam, seperti
Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisa
gu, dan lain sebagainya.
5. Masyarakat Kanekes
mempunyai moto “Lojor henteu
beunang dipotong, pendek
henteu beunang
disambung”, mereka
menganggap segala hal yang
sudah ada di dunia ini tidak
boleh diubah dalam bentuk
apapun, sehingga mereka tidak
menerima kemajuan dalam
bentuk apapun.
6. Bahasa :
Bahasa yang mereka gunakan adalah
Bahasa Sunda dialek Sunda–Banten. Untuk
berkomunikasi dengan penduduk luar mereka
lancar menggunakan Bahasa
Indonesia, walaupun mereka tidak
mendapatkan pengetahuan tersebut dari
sekolah.
7. Agama atau kepercayaan :
Agama yang dianut masyarakat Baduy
adalah agama Sunda Wiwitan, yakni sebuah
kepercayaan yang dianut masyarakat Sunda
jaman dahulu yang mendapatkan pengaruh
besar dari budaya Hindu. Namun ada juga
sebagian masyarakat Baduy Kanekes yang
memeluk agama Islam dan Budha.
8. Mata Pencaharian :
Mata pencaharian masyarakat Baduy
adalah menjadi petani. Namun seperti
semboyan yang dianutnya, mereka menanam
secara apa adanya, tidak mengubah atau
mengolah tanah. Mereka bertani padi huma.
Selain itu mereka juga mendapatkan
penghasilan tambahan dari menjual buah-
buahan yang mereka dapatkan di hutan
seperti durian dan asam keranji, serta madu
hutan.
9. Ritual :
Suku Baduy memiliki hari raya sendiri
yaitu Hari Raya Seren Taun, atau disebut juga
Kawalu yang lamanya hingga 3 bulan. Saat
perayaan Kawalu, pelancong tidak diizinkan
masuk hingga Baduy Dalam karena disana
digelar upacara adat.
Selain itu adapula Tradisi/ Ritual
Seba, ritual ini adalah bentuk silaturahim
Suku Baduy dengan Kepala Pemerintahan.
10. Terdapat 2 jenis Seba, pertama
adalah Seba kecil yaitu dilakukan di
lingkungan sendiri tanpa perlu
keluar kampung. Kedua, Seba besar
yaitu wajib hukumnya untuk
melakukan pertemuan dengan
pemimpin pemerintahan dengan
membawa hasil bumi, terutama
laksa (intisari padi hasil panen
seluruh masyarakat baduy yang
dikeringkan dan disatukan)
11. Tata Cara Pernikahan :
Orang Baduy menyebutnya perkawinan
sebagai rukun hidup, artinya bahwa
perkawinan harus dilakukan agar tidak
menyalahi kodratnya sebagai manusia.
Sebelum lamaran pertama
diajukan, pu‟un/kepala suku harus
mengetahui dan menyetujui rencana
pernikahan ini. Pu‟un juga ikut menentukan
hari yang baik untuk menikah. Dalam
setahun, setiap pu‟un hanya bisa menikahkan
sampai enam pasang. Jika permintaan
pernikahan lebih dari enam pada tahun
itu, pasangan yang terakhir harus menunggu
tahun berikutnya.
12. Cara Pemakaman:
Jenazah Suku Baduy akan dikuburkan di
tempat tertentu, setelah 7 hari 7 malam
kuburan tersebut dapat digunakan kembali
untuk berladang. Oleh sebab itu, kita tidak
akan pernah menemukan kuburan di Suku
Baduy.
13. Struktur masyarakat :
Pemerintahan yang digunakan di Kanekes
ada dua macam, yakni sistem adat dan sistem
nasional. Setiap Desa di Kanekes dipimpin
oleh kepala desa yang dalam budaya Kanekes
disebut jaro pamarentah. Namun dalam
sistem adat, seluruh masyarakat Baduy
dipimpin oleh seorang pemimpin adat tertinggi
yang disebut sebagai pu‟un.
14. Jabatan pu‟un tidak dibatasi oleh waktu
sehingga jabatan ini ditempati oleh orang yang
dianggap memiliki kharisma tinggi sebagai
pemimpin serta orang harus memiliki
kemampuan untuk bertahan selama mungkin
dalam jabatan tersebut. Dibawah pu‟un ada
jaro yang secara tidak langsung dapat juga
disebut sebagai bawahan pu‟un. Oleh karena
itu jika ada acara nasional, yang harus
mengikuti acara tersebut bukan pu‟un tapi
jaro pamarentah atau kepala desa.
15. BUDAYA LOKAL MASYARAKAT TENGGER
Letak Geografis :
Luas daerah Tengger kurang lebih 40km
dari utara ke selatan dan 20-30 km dari timur
ke barat, di atas ketinggian antara 1000 m -
3675 m. Daerah Tengger teletak pada bagian
dari empat kabupaten, yaitu :
Probolinggo, Pasuruan, Malang dan
Lumajang. Tipe permukaan tanahnya
bergunung-gunung dengan tebing-tebing yang
curam. Kaldera Tengger adalah lautan pasir
yang terluas, terletak pada ketinggian 2300
m, dengan panjang 5-10 km. Kawah Gunung
Bromo, dengan ketinggian 2392 m, dan masih
aktif. Di sebelah selatan menjulang puncak
Gunung Semeru dengan ketinggian 3676 m.
16. Agama atau kepercayaan :
Masyarakat Suku Tengger menganut empat
agama, yaitu Hindu, Islam, Kristen dan Budha.
Namun sistem religi masyarakat Tengger di
Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura,
Kabupaten Probolinggo mayoritas beragama
Hindu.
17. Mata Pencaharian :
Warga Tengger pada umumnya bermata
pencaharian sebagai petani sayuran karena
kesuburan tanahnya yang tak lepas dari 2
gunung yang masih aktif. Hasil pertanian dari
Suku Tengger terkenal dengan kualitasnya
yang tahan lama dibandingkan hasil
pertanian daerah lain. Selain bertani, ada
sebagian masyarakat Suku Tengger yang
berprofesi menjadi pemandu wisatawan di
Bromo dan juga sebagian menjadi supir jeep.
18. Ritual :
Kasada
Kasada merupakan perayaan terbesar dan
merupakan hari raya khusus masyarakat
Tengger. Upacara kasada diperingati pada
bulan ke 12 dalam kalender Jawa. Tujuan
dari kasada adalah untuk sedekah bumi yaitu
hasil pertanian dan peternakan. Fungsi dari
upacara tersebut adalah untuk mengucap
syukur kepada Tuhan. Waktu pelaksanaan
Kasada dimulai jam 12 malam. Upacara
Kasada juga disebut sebagai Upacara labuh
Sesaji.
19. Upacara Galungan
Merupakan upacara adat yang dilakukan oleh
masyarakat Tengger dengan cara membawa berbagai
macam makanan yang kemudian dibawa ke Sanggar
dan bersembahyang bersama, setelah itu makanan
tersebut dimakan bersama.
Upacara Kuningan
Kuningan sejenis upacara sembahyang hari besar
sebelum kasada. Yang bertujuan untuk menyelamati
warga. Biasanya dilaksanakan pada Rabu Agung.
Upacara Karo
Upacara tersebut biasanya dilaksanakan pada
hari lebaran, yang tujuanya bersilaturahmi dengan
tetangga dan agar manusia kembali pada kesucian
untuk memperingati Sang Hyang Widhi. Upacara ini
disebut juga satya yoga, di lakukan setahun sekali
selama 120 hari.
Upacara Sadoran
Dilakukan untuk memperingati kelahiran
manusia dahulu kala. Dalam upacara ini terdapat
prosesi pemanggilan roh-roh halus.
20. Prosesi Kelahiran atau Sesayut
Dalam masyarakat Tengger ada beberapa
prosesi yang hanya dilakukan oleh orang-orang
tertentu, diantaranya adalah 7 bulanan yaitu
selamatan yang diadakan ketika usia
kandungan berumur 7 bulan. Selain itu ketika
bayi berusia 44 hari maka dilaksanakan acara
lek-lekan (adat Jawa) berupa nasi tumpeng.
Setelah itu upacara Turun Tanah atau biasa
disebut “Ngrosoki”. Ketika bayi beranjak dewasa
diadakan Selamatan yang disebut “Indung”.
Ada juga upacara “Potong-Tugel Kuncung” yaitu
prosesi potong rambut seperti halnya pada
sinkretisme masyarakat Jawa.
21. Perkawinan
Ada beberapa tahapan yang harus
dilakukan tercapainya suatu pernikahan.
Yang pertama adalah menanyakan hari dan
tanggal kepada kepala desa, dilakukan
mempelai pria. Yang kedua mencocokan
tanggal dan hari kepada dukun adat untuk
disesuakan dengan weton Jawa. Yang ketiga
lamaran dilakukan oleh orang tua pria.
Tata cara perkawinan ada dua yaitu
pawilahan atau ijab Kabul. Yang kedua
Walagara, atau temu manten. Upacara
perkawinan ini biasanya disebut dengan
upacara Praswata Gara.
22. Kematian
Masyarakat tengger mempunyai kawasan
dengan agama Islam di Jawa yaitu
dimakamkan dengan mengenakan kain kafan
tetapi dengan badan menghadap ke atas atau
terlentang dengan kepala diposisi selatan
menghadap kawah Gunung Bromo. Sesudah
dimakamkan dibuatkan boneka yang terbuat
dari daun-daun tertentu dan pelepah pisang
kemudian dibakar di Danyang atau pepunden.
Adapun tujuanya yaitu untuk penghapusan
dosa.
23. Struktur masyarakat :
Struktur masyarakat Tengger bersifat
abstrak. Mereka memiliki keunikan pola
kehidupan sosial budaya terkait dengan
perilaku positif masyarakatnya dalam
tindakan pemanfaatan ruang dan adaptasi
terhadap lingkungan di sekitarnya. Pola
kehidupan sosial budaya masyarakat Suku
Tengger bersumber dari nilai budaya, religi
dan adat-istiadat setempat yang kemudian
membentuk nilai-nilai kearifan lokal, salah
satunya dalam pemanfaatan ruang dan upaya
pemeliharaan lingkungan.
24. BUDAYA LOKAL MASYARAKAT JAWA
Letak geografis :
Suku Jawa merupakan suku bangsa
terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa
Tengah, Jawa Timur dan Yogyakarta.
Setidaknya 41,7% penduduk Indonesia
merupakan etnis Jawa. Selain di ketiga
propinsi tersebut, suku Jawa banyak
bermukim
di Lampung, Banten, Jakarta, dan Sumatera
Utara. Letak geografis pulau jawa 132.000
km², berbatasan dengan Laut Jawa di
utara, Jawa Tengah di timur, Samudera
Hindia di selatan, serta Banten dan DKI
Jakarta di barat.
25. Bahasa :
Suku bangsa Jawa sebagian besar
menggunakan bahasa Jawa dalam bertutur
sehari-hari.
Kehidupan keagamaan/kepercayaan :
Orang Jawa sebagian besar menganut
agama Islam. Ada juga yang menganut agama
Protestan, Katolik, Budha dan Hindu. Tapi ada
orang suku jawa yang mempercayai agama
Kejawen. Kejawen merupakan sebuah
kepercayaan yang dianut di pulai Jawa oleh suku
Jawa dan suku bangsa lainnya yang menetap di
Jawa.
26. Mata pencaharian :
Mayoritas orang Jawa berprofesi sebagai
petani, namun di perkotaan mereka
mendominasi pegawai negeri
sipil, BUMN, anggota DPR/DPRD, pejabat
eksekutif, pejabat legislatif, pejabat
kementerian dan militer. Orang Jawa adalah
etnis paling banyak di dunia artis dan model.
Orang Jawa juga banyak yang bekerja di luar
negeri, sebagai buruh kasar dan pembantu
rumah tangga.
27. Adat Istiadat atau Kebiasaan :
Selapanan
Selapanan, yaitu upacara pemberian
nama pada bayi yang baru lahir. Upacara itu
diadakan pada hari ke-35 setelah
kelahirannya. Upacara Selapanan bertujuan
memohon keselamatan bagi si bayi.
Tedhak Siten
Tedhak Siten, upacara ini diperuntukkan
bagi bayi yang berusia antara 5-6 bulan pada
saat pertama kali turun ke tanah.
28. Pernikahan :
Serah-Serahan
Dalam kesempatan ini pihak keluarga calon
mempelai putra menyerahkan barang-barang tertentu
kepada calon mempelai putri.
Pingitan
Saat-saat menjelang perkawinan, bagi calon
mempelai putri dilakukan 'pingitan„ selama lima atau
hanya cukup tiga hari saja. Selama itu calon mempelai
putri dilarang keluar rumah dan tidak boleh bertemu
dengan calon mempelai putra.
Pasang Bleketepe/ Tarup
Diawali dengan pemasangan 'bleketepe' (anyaman
daun kelapa) yang dilakukan oleh orangtua calon
mempelai putri, yang ditandai pula dengan pengadaan
sesajen.
Siraman
Makna upacara ini, secara simbolis merupakan
persiapan dan pembersihan diri lahir batin kedua calon
mempelai yang dilakukan dirumah masing-masing.
Juga merupakan media permohonan doa restu dari
para pinisepuh.
29. Paes/ Ngerik
Paes pada tahap 'ngalub-alubi'
(pendahuluan), sebagai lambang upaya memperindah
diri secara lahir dan batin.
Dodol Dawet
Dalam upacara ini, ibu calon mempelai putri
bertindak sebagai penjual dawet, didampingi dan
dipayungi oleh bapak calon mempelai putri. Keluarga
dan kerabat adalah pembeli dengan pembayaran
'kreweng' (pecahan genteng)
Midodareni
Ini adalah malam terakhir bagi kedua calon
mempelai sebagai bujang dan dara sebelum
melangsungkan pernikahan keesokan harinya.
Pernikahan
Pernikahan, merupakan upacara puncak yang
dilakukan menurut keyakinan agama si calon
mempelai.
Panggih (Temu)
Panggih' atau 'temu' adalah dipertemukannya
mempelai putri dan mempelai putra.
30. Pemakaman :
Tradisi Mendhak
Upacara tradisional ini dilaksanakan tiga kali dalam
seribu hari setelah hari kematian. Pertama disebut
Mendhak Pisan, upacara untuk memperingati satu tahun
kematian (365 hari). Kedua disebut Mendhak Pindho
sebagai upacara peringatan dua tahun kematian. Ketiga
disebut sebagai Mendhak Telu atau Pungkasan atau
Nyewu Dina, yang dilaksanakan pada hari ke seribu
setelah kematian.
Kematian surtanah
Tradisi ini bertujuan agar arwah atau roh orang mati
mendapat tempat yang layak di sisi Sang Maujud Agung.
Upacara nyewu dina
Inti dari upacara ini memohon pengampunan kepada
Tuhan.
Upacara Brobosan
Upacara Brobosan ini bertujuan untuk
menunjukkan penghormatan dari sanak keluarga kepada
orang tua dan leluhur mereka yang telah meninggal dunia.
Upacara Brobosan diselenggarakan di halaman rumah
orang yang meninggal, sebelum dimakamkan, dan
dipimpin oleh anggota keluarga yang paling tua.
31. Struktur masyarakat :
Pada dasarnya, struktur masyarakat
Jawa terbagi dalam 4 masa, antara lain yakni
feodalisme, kolonialisme, kemerdekaan, dan
kekinian. Masing-masing bagian memiliki
karakteristik berbeda yang membahas
mengenai system masyarakat yang ada di
dalamnya.
Feodalisme merupakan suatu
masa, dimana pada saat itu raja ditetapkan
sebagai pemilik kekuasaan tertinggi.
32. Pada masa kolonial, terdapat pembedaan
masyarakat ke dalam kelas-kelas
sosial, antara lain yakni Eropa yang terdiri
dari golongan para penjajah dan cenderung
memiliki kekuasaan tertinggi. Yang kedua
adalah kelompok Timur Asing yang terdiri dari
para pedagang dari bangsa Arab dan bangsa
China, kelompok ini merupakan kelompok
yang memiliki kekuasaan pertengahan. Dan
kelompok ketiga yaitu kelompok
pribumi, terdiri dari kalangan masyarakat asli
Indonesia yang mayoritas merupakan sebagai
budak.
33. Pada masa kemerdekaan hingga
kini, Indonesia sudah terlepas dari kaum
penjajah. Tidak ada pihak yang dominan yang
menjadi penguasa, dan tidak ada pula pihak
minoritas yang terjajah. Dalam sistem
kemasyarakatan mengenai status
sosial, dalam masyarakat ini masih berada
pada tataran yang wajar.
34. BUDAYA LOKAL MASYARAKAT SUNDA
Letak geografis :
Suku Sunda berdiam di wilayah Jawa
Barat dengan luas 46.300 km. Wilayah Jawa
Barat ini sering di sebut tanah Pasundan atau
Tatar Sunda. Daerahnya berbatasan dengan
Laut Jawa dan DKI Jakarta di sebelah utara,
Samudera Hindia di sebelah selatan, Selat
Sunda di sebelah barat dan Provinsi Jawa
Tengah di sebelah timur.
35. Bahasa :
Suku Sunda memakai bahasa Sunda
sebagai alat komunikasi. Bahasa Sunda
menunjukkan tingkatan-tingkatan yaitu
bahasa halus, kasar dan sedang. Di daerah
utara, bahasa Sunda sudah banyak yang
bercampur dengan bahasa Jawa, demikian
pula di daerah perbatasan Jawa Barat dengan
Jawa Tengah.
36. Mata pencaharian :
Mata pencaharian utama masyarakat
Sunda adalah bertani. Perkebunan banyak
terdapat di daerah ini karena tanahnya subur
dan iklimnya yang menguntungkan. Di daerah
ini terdapat perkebunan teh, karet, tebu dan
kelapa sawit. Selain pertanian dan
perkebunan, masyarakatnya juga berdagang.
37. Adat Istiadat atau Kebiasaan :
Kehamilan
Upacara kehamilan yang dilakukan :
Upacara satu bulanan
Upacara dua bulanan
Upacara tiga bulanan atau madeking
Upacara lima bulanan
Upacara enam bulanan
Upacara delapan bulanan
Upacara Sembilan bulanan
38. Pernikahan
Pertama, tahap Nendeun Omong. Tahap
ini adalah pembicaraan orang tua kedua
pihak mempelai atau siapapun yang dipercaya
jadi utusan pihak pria yang punya rencana
mempersunting seorang gadis sunda. Orang
tua atau sang utusan datang bersilaturahmi
dan menyimpan pesan bahwa kelak sang
gadis akan dilamar.
Kedua, tahap Lamaran. Tahap melamar
atau meminang ini sebagai tindak lanjut dari
tahap pertama. Proses ini dilakukan orang tua
calon pengantin keluarga sunda dan keluarga
dekat.
39. Ketiga, tahap Tunangan. Tahap ini adalah
prosesi ‘patuker beubeur tameuh’, yaitu
dilakukan penyerahan ikat pinggang warna
pelangi atau polos kepada si gadis.
Keempat, tahap Seserahan (3 – 7 hari
sebelum pernikahan). Calon pengantin pria
membawa uang, pakaian, perabot rumah
tangga, perabot dapur, makanan, dan lain-
lain.
Kelima, tahap Ngeuyeuk seureuh
(opsional, jika ngeuyeuk seureuh tidak
dilakukan, maka seserahan dilaksanakan
sesaat sebelum akad nikah).
40. Keenam, tahap Membuat Lungkun. Dua
lembar sirih bertangkai saling dihadapkan.
Digulung menjadi satu memanjang. Diikat
dengan benang kanteh. Diikuti kedua orang
tua dan para tamu yang hadir.
Maknanya, agar kelak rejeki yang diperoleh
bila berlebihan dapat dibagikan kepada
saudara dan handai taulan.
Ketujuh, tahap berebut uang di bawah
tikar sambil disawer. Melambangkan
berlomba mencari rejeki dan disayang
keluarga.
Kedepalan, tahap Upacara Prosesi
Pernikahan
41. Upacara Adat Kematian
Pada garis besarnya rangkaian upacara adat
kematian dapat digambarkan sebagai berikut:
memandikan mayat, mengkafani
mayat, menyolatkan mayat, menguburkan
mayat, menyusur tanah dan tahlilan, yaitu
pembacaan do‟a dan zikir kepada Allah swt. Agar
arwah orang yang baru meninggal dunia itu
diampuni segala dosanya dan diterima amal
ibadahnya, juga mendo‟akan agar keluarga yang
ditinggalkannya tetap tabah dan beriman dalam
menghadapi cobaan. Tahlilan dilaksanakan di
rumahnya, biasanya sore/malam hari. Pada hari
pertama wafatnya (poena), tiluna (tiga
harinya), tujuhna (tujuh harinya), matangpuluh
(empat puluh harinya), natus (seratus
hari), mendak taun (satu tahunnya), dan newu
(seribu harinya).
42. Kehidupan keagamaan/kepercayaan :
Mayoritas orang Sunda beragama
Islam, akan tetapi ada juga sebagian kecil yang
beragama Kristen, Hindu dan Sunda
Wiwitan/Jati Sunda. Agama Sunda
Wiwitan masih bertahan di beberapa komunitas
pedesaan suku Sunda, seperti di Kuningan dan
masyarakat Suku Baduy di Lebak Banten yang
berkerabat dekat dan dapat dikategorikan
sebagai suku Sunda.