SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  117
Télécharger pour lire hors ligne
BAB I

                              PENDAHULUAN



1.1    Latar Belakang

       Umumnya negara-negara di dunia memiliki kecenderungan kepada anak

laki-laki termasuk Indonesia. Hal ini dikarenakan anak laki-laki mempunyai nilai

lebih karena berkaitan dengan nilai-nilai kejantanan yang dijunjung tinggi

(Singarimbun, 1990 dalam Al-khusyairi, 2006). Namun diantara suku bangsa di

Indonesia suku Minangkabaulah yang lemah terhadap preferensi anak laki-laki.

Mely Tan dan Budy Soeradji dalam Singarimbun (1990) melakukan penelitian

dengan membandingkan antara jumlah anak laki-laki dan anak perempuan yang

diinginkan pada lima suku bangsa Indonesia yaitu Jawa, Sunda, Batak,

Minangkabau, dan Cina. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa preferensi

terhadap anak laki-laki sangat kuat pada suku-suku tersebut kecuali suku

Minangkabau (Al-khusyairi, 2006). Dengan arti lain suku Minangkabau memiliki

preferensi terhadap anak perempuan.

       Indikasi preferensi terhadap anak perempuan ini juga didukung oleh

pernyataan Tanius (1975) bahwa di Minangkabau terjadi permasalahan dalam

Program Keluarga Berencana yaitu kecenderungan orang-orang Minangkabau

untuk mempunyai anak perempuan dalam jumlah yang relatif besar. Hal ini sangat

berbeda dengan kecenderungan Program Keluarga Berencana yang menganjurkan

jumlah anak perempuan yang relatif sedikit bahkan kalau bisa hanya satu. Hal ini

dikarenakan masyarakat Minangkabau menganut sistem matrilineal seperti yang

dinyatakan oleh Nauly (tesis, 2002) bahwa suku Minangkabau sebagai suku yang



                                                                              1
menganut matrilineal menempatkan perempuan pada posisi yang lebih tinggi

dibandingkan suku yang menganut sistem patrilineal (suku Batak), dan bilateral

(misal suku Jawa).

         Sistem matrilineal berarti sistem kekerabatannya berdasarkan garis

keturunan ibu. Matrilineal sebagai budaya masyarakat Minangkabau mempunyai

pengaruh yang sangat kuat dalam lingkungan masyarakat Minangkabau. Dalam

konteks masyarakat matrilineal Minangkabau, Nancy Tanner dalam tulisannya

Rethinking Matriliny: Decision-Making and Sex Roles in Minangkabau (1985)

dalam artikel Budaya Minangkabau (Afif, 2009), menyebutkan peran penting

perempuan dalam bidang ekonomi, pengambilan keputusan di masyarakat, dan

pola kekuatan ikatan antara saudara peremuan.

         Dalam arti lain implikasi dari prinsip-prinsip matrilineal ini adalah

perempuan mempunyai status yang istimewa dan dapat memainkan peranan yang

cukup signifikan dalam komunitas Minangkabau. Diantara peranan-peranan

penting tersebut meliputi peranan sebagai penerus keturunan, pemilik harta

warisan dan `manajer` keluarga mereka masing-masing. Kaum perempuan

Minangkabau juga turut memainkan peran dalam menentukan sukses dan

gagalnya pelaksanaan keputusan-keputusan yang dibuat oleh kaum lelaki dalam

posisi mereka sebagai mamak (paman dari pihak ibu), dan penghulu (kepala

suku).

         Melihat sangat pentingnya keberadaan perempuan dalam sebuah keluarga

di Minangkabau maka muncul kecenderungan dalam satu keluarga minimal

mempunyai satu anak perempuan karena mempunyai anak perempuan merupakan

salah satu modal mewariskan adat dan budaya. Namun pada masyarakat



                                                                            2
Minangkabau mempunyai anak perempuan juga berarti harus siap menanggung

biaya penjemputan mempelai laki-laki jika si anak menikah nanti hingga

membiayai seluruh acara resepsi pernikahan. Walaupun menanggung beban

seperti itu orangtua dari anak perempuan cenderung puas dengan adanya pesta

untuk anak perempuannya tersebut. Mempunyai anak perempuan juga merupakan

suatu kebanggaan dan kepuasan. Pada kebanyakan orang dapat terlihat pola

bahwa mereka cenderung akan menambah jumlah anak hingga mendapatkan satu

anak laki-laki karena ia hanya mempunyai anak perempuan saja atau menambah

jumlah anak hingga mendapatkan satu anak perempuan karena ia hanya

mempunyai anak laki-laki saja (Hank dan Kohler, 2000).

       Namun beberapa tahun terakhir ini posisi perempuan dalam ekonomi

pembangunan tidak menggembirakan karena posisinya tidak sekuat jika

perempuan dipandang secara adat. Hal ini dapat kita lihat berdasarkan publikasi

BPS Sumatera Barat (2010) yaitu tingkat pengangguran perempuan sebesar

12,21% dari seluruh angkatan kerja perempuan lebih besar daripada tingkat

pengangguran laki-laki yang hanya 9,08% dari seluruh angkatan kerja laki-laki.

Kontribusi yang diberikan perempuanpun dalam pembangunan tidak terlalu

banyak yaitu jumlah angkatan kerja perempuan sebesar 864.677 lebih kecil

daripada laki-laki (1.307.325) pada Agustus 2009, walaupun pada perkembangan

dari tahun ke tahun telah mengalami peningkatan (829.402 pada Agustus 2007,

846.540 pada Agustus 2008, dan 864.677 pada Agustus 2009).

       Beberapa fakta lain yang dapat kita lihat dari pendidikan dan pekerjaan

perempuan yaitu perempuan dengan tingkat pendidikan tinggi dan bekerja lebih

sedikit dari laki-laki. Seperti untuk pendidikan S1 dan bekerja terdapat 5,02%



                                                                             3
perempuan dari seluruh perempuan yang bekerja atau sekitar 47,86% dari seluruh

orang yang bekerja dan berpendidikan S1 pada tahun 2008 di Sumatera Barat

(Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat). Sedangkan untuk tingkat

pendidikannya berdasarkan hasil SUPAS Sumatera Barat ( 2005) dapat dilihat

dari penduduk yang berusia 5 tahun keatas yang masih sekolah dimana persentase

perempuan (24,18% ) juga lebih kecil daripada laki-laki (24,56%). Hal ini berarti

partisipasi laki-laki masih lebih besar juga tergambar di Sumatera Barat.

       Hal lain yang mengkhawatirkan mengenai posisi perempuan di

Minangkabau adalah isu mengenai lunturnya sistem matrilineal yang terdapat di

media massa. Tulisan-tulisan itu antara lain “Pudarnya Matrilineal di Ranah

Minang” (Media Indonesia, 2008) dan “Waspada, Budaya Minang Bisa Luntur!”

(Kompas, 2008). Jika sistem matrilineal sudah luntur maka budaya khas

Minangkabau tentu tidak ada lagi. Dalam arti lain kedudukan perempuan juga

tidak berperan penting dan istimewa lagi di Minangkabau.

       Gambaran yang dipaparkan diatas mengindikasikan kedudukan perempuan

di Minangkabau lebih rendah dalam bidang pendidikan daripada laki-laki. Pola

seperti ini memungkinkan orangtua lebih cenderung memilih anak laki-laki. Lalu

bagaimana    dengan     masyarakat    Minangkabau?      Apakah     mereka   masih

berpreferensi terhadap anak perempuan atau tidak? Dengan gambaran seperti

apakah masyarakat Minangkabau mempunyai kecenderungan untuk anak

perempuan? Sehingga hal inilah yang menjadi perhatian penulis untuk melakukan

penelitian tentang preferensi anak perempuan pada masyarakat Minangkabau serta

faktor-faktor yang memengaruhinya.




                                                                               4
1.2    Identifikasi dan Batasan Masalah

       Eksistensi sistem matrilineal pada masyarakat Minangkabau sangat

menguatkan posisi perempuan dalam masyarakat. Namun secara fisik perempuan

dianggap lebih lemah daripada laki-laki sehingga banyak orang tua di tempat-

tempat lain lebih cenderung memiliki keinginan mempunyai anak laki-laki

sebagai pendukung di masa tua dan mempunyai nilai lebih daripada perempuan.

       Pada realitasnya keberadaan perempuan di masyarakat Minangkabau

sungguh berbeda tapi bukan berarti peran gender perempuan menggantikan laki-

laki melainkan status sosial mereka di masyarakat yang mengharuskan garis

keturunan dari ibu, pemegang harta pusaka, penghuni Rumah Gadang, dan ikut

andil dalam penentuan keputusan yang diambil oleh segolongan kaumlah yang

membuat mereka mempunyai posisi yang tinggi dalam adat.

       Oleh karena itu, keinginan orang tua untuk memiliki anak perempuan pada

masyarakat Minangkabau diduga sangat kuat. Hal ini sangat dimungkinkan karena

preferensi anak laki-laki pada masyarakat Minangkabau tidak berpengaruh kuat

seperti halnya dengan masyarakat Batak, Sunda, dan Jawa.

      Banyak faktor-faktor yang memengaruhi preferensi anak perempuan.

Menurut Syarif, dkk (2007) terdapat faktor sosio-ekonomi, demografi, dan budaya

yang memengaruhi preferensi terhadap anak pada studi di Pakistan. Sedangkan

pada tulisan ini penulis membatasi faktor-faktor yang memengaruhi preferensi

terhadap anak perempuan. Faktor sosial-demografi terdiri dari jenis kelamin,

pendidikan, umur perkawinan pertama, lama perkawinan, adanya akses informasi,

pengalaman tinggal di wilayah perkotaan. Jumlah anak, penentu perkawinan,

struktur keluarga, dan eksistensi sistem matrilineal mewakili faktor kebudayaan.



                                                                              5
Sedangkan faktor ekonomi terdiri dari jenis pekerjaan dan pendapatanperkapita

perbulan.

       Penelitian ini dilakukan di wilayah pedesaan karena untuk melihat suatu

perubahan dapat dilakukan dari level yang paling rendah selain itu dikhawatirkan

bahwa di daerah perkotaan sudah terkontaminasi oleh pengaruh modernisasi.

Penelitian ini dilakukan di Kampung Dalam Nagari Campago Kecamatan V Koto

Kampung Dalam. Kecamatan V Koto Kampung Dalam dipilih dalam penelitian

ini karena wilayah ini mempunyai luas 61,41km2 yang terletak di sebelah barat

tidak jauh dari kota Pariaman. Kecamatan ini juga memiliki jumlah wanita lebih

banyak daripada laki-laki tapi mengalami penurunan dari tahun 2008-2010 yang

dapat dilihat dari sex ratio (90,84 pada tahun 2008; 90,89 pada tahun 2009; dan

99,23 pada tahun 2010).

       Kecamatan V Koto Kampung Dalam mempunyai 2 nagari yaitu Campago

dan Sikucur. Nagari yang menjadi tempat penelitian adalah Nagari Campago.

Pemilihan Nagari Campago dibanding Sikucur karena Nagari Campago

merupakan pusat ibu kota kecamatan. Dan Korong Kampung Dalam dipilih

karena wilayah ini merupakan ibu kecamatannya dan wilayah ini paling padat

yaitu sebanyak 1,624 jiwa per km2 ( Kecamatan V Koto Kampung Dalam Dalam

Angka Tahun 2010).



1.3    Perumusan Masalah

      Berdasarkan uraian identifikasi dan batasan masalah diatas, maka

pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut:




                                                                              6
1. Bagaimana gambaran umum masyarakat Kampung Dalam berdasarkan

         karakteristik dalam faktor sosial-demografi, ekonomi, dan budaya-

         norma masyarakat?

      2. Bagaimana gambaran umum dari masyarakat Kampung Dalam yang

         memiliki preferensi terhadap anak perempuan?

      3. Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dan memengaruhi preferensi

         terhadap anak perempuan pada masyarakat Kampung Dalam?

      4. Berapa besarnya kecenderungan dari faktor-faktor tersebut terhadap

         preferensi anak perempuan pada masyarakat Kampung Dalam?




1.4    Tujuan Penelitian

      Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:

      1. Untuk mengetahui gambaran umum masyarakat Kampung Dalam

         berdasarkan karakteristik dalam faktor sosial-demografi, ekonomi, dan

         budaya-norma masyarakat

      2. Untuk mengetahui gambaran umum dari masyarakat Kampung Dalam

         yang memiliki preferensi terhadap anak perempuan

      3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dan memengaruhi

         preferensi terhadap anak perempuan pada masyarakat Kampung Dalam

      4. Untuk mengetahui besarnya kecenderungan dari faktor-faktor yang

         signifikan dalam preferensi terhadap anak perempuan pada masyarakat

         Kampung Dalam.




                                                                            7
1.5      Manfaat Penelitian

      Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah:

      1. Menambah       referensi bagi penelitian-penelitian untuk perkembangan

           ilmu pengetahuan bahwa ada daerah yang mempunyai preferensi

           terhadap anak perempuan di Indonesia

      2. Bagi BPS, tulisan ini dapat bermanfaat dalam mengamati kebudayaan

           pada daerah Minangkabau dan selanjutnya dapat melakukan analisis

           gender tersendiri pada daerah tersebut

      3. Dapat menambah pengetahuan masyarakat di luar daerah Minangkabau

           bahwa ada daerah yang memiliki sistem kebudayaan yang berbeda dan

           untuk masyarakat Minangkabau tersebut dapat mengetahui besarnya

           pengaruh sistem matrilineal dalam kehidupan bermasyarakat dan

           pengambilan keputusan.



1.6      Sistematika Penulisan

         Penulisan ini ditulis dalam suatu sistematika yang terdiri dari lima bab

yang saling berhubungan, yaitu:

BAB I            PENDAHULUAN, bab ini terdiri dari latar belakang, identifikasi

                 dan batasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

                 manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II           KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR, bab ini terdiri

                 dari kajian teori, penelitian terkait, kerangka pikir, dan hipotesis

                 penelitian yang digunakan dalam penelitian.




                                                                                   8
BAB III   METODOLOGI, bab ini terdiri dari ruang lingkup penelitian,

          metode pengumpulan data, dan metode analisis.

BAB IV    HASIL DAN PEMBAHASAN, bab ini menerangkan tentang

          hasil yang diperoleh melalui analisis yang digunakan secara rinci

          dan jelas beserta interpretasinya.

BAB V     KESIMPULAN DAN SARAN, bab ini berisi tentang kesimpulan

          yang didapat oleh penulis berdasarkan hasil yang dipaparkan pada

          bab IV beserta terdapat saran yang berisi bagi pihak-pihak tertentu

          dan dapat pula dijadikan pertimbangan dalam rangka pengambilan

          keputusan selanjutnya atau menjadi dasar bagi penelitian lanjutan

          dari penelitian ini.




                                                                           9
BAB II

                     KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR



2.1       Kajian Teori


Masyarakat

          Menurut Supriyanto (2009) masyarakat adalah golongan besar atau kecil

terdiri dari beberapa manusia, yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara

golongan dan pengaruh memengaruhi satu sama lain. Sedangkan menurut Ahmadi

(2003) pendefinisian masyarakat adalah kumpulan manusia yang hidup dalam

suatu daerah tertentu, yang telah cukup lama, dan mempunyai aturan-aturan yang

mengatur mereka untuk menuju kepada tujuan yang sama.

      Masyarakat ini terbentuk atas beberapa hal yang melatarbelakanginya.

Menurut Santosa (2009) latar belakang timbulnya suatu kelompok masyarakat

adalah:

      1. Adanya suatu interaksi antar anggota atau individu didalamnya

      2. Adanya norma sosial manusia di dalam masyarakat, diantaranya

          kebudayaan masyarakat sebagai suatu ketergantungan yang normatif,

          norma kemasyarakatan yang historis, perbedaan sosial budaya antara

          lembaga kemasyarakatan dan organisasi sosial

      3. Adanya ketergantungan antara kebudayaan dan masyarakat yang bersifat

          normatif. Demikian juga norma yang ada dalam masyarakat akan

          memberikan batas-batas pada kelakuan anggotanya dan dapat berfungsi

          sebagai   pedoman   bagi   kelompok     untuk   menyumbangkan     sikap

          kebersamaannya dimana mereka berada.


                                                                               10
Intinya keberadaan individu dalam masyarakat tidak luput dari norma-

norma, aturan-aturan bahkan adat istiadat dari daerah dimana mereka hidup dalam

lingkungannya. Tidak dapat dipungkiri pula bahwa keberadaan individu-individu

lain yang membentuk masyarakat itu sendiri akan memengaruhi kehidupan

individu tersebut. Tindakan-tindakan yang diambil oleh individu (seseorang) tentu

akan dipengaruhi pula oleh keberadaannya dalam masyarakat karena mereka

hidup bersama-sama dan saling memandang kewajiban dan hak.

       Dalam suatu teori Determinasi Struktural dinyatakan bahwa dalam melihat

kegiatan manusia lebih berhati-hati dan sistematis dalam memperhatikan kaitan

sosial dan kulturalnya serta kaitan lingkungan pada umumnya dibandingkan

dengan teori Pilihan Rasional yang menitikberatkan suatu pilihan dan keputusan

kepada selera dan kecenderungan individu itu sendiri (Tom, 1987).

       Hal   tersebut   memperkuat     bahwa    manusia    dalam    pengambilan

keputusannya sangat dipengaruhi apa dan bagaimana pandangan orang lain

dimana tempat ia bermasyarakat. Pengambilan keputusan itu juga memengaruhi

preferensi masyarakat dalam segala hal termasuk preferensi terhadap jenis

kelamin anak dimana mereka mempedomani norma-norma yang berlaku.



Sistem Matrilineal dan Perempuan dalam Masyarakat Minangkabau

       Menurut Muslim Kasim (Wakil Gubernur Sumatera Barat) dalam bukunya

Adat dan Budaya Minangkabau (2010) sistem matrilineal adalah sistem yang

mengatur kehidupan dan ketertiban suattu masyarakat yang terikat dalam suatu

jalinan kekerabatan dalam garis ibu. Seorang anak laki-laki atau perempuan

merupakan klan dari perkauman ibu. Ayah tidak dapat memasukkan anaknya



                                                                              11
kedalam klannya sebagaimana yang berlaku dalam sistem patrilineal. Oleh karena

itu, jika ada warisan atau pusaka maka akan diturunkan menurut garis ibu.

       Di Minangkabau, sistem matrilineal tidak sekedar mengambil garis

keturunan ibu, tetapi lebih luas daripada itu. Matrilineal merupakan sistem

kemasyarakatan    yang   mendasari    berbagai   aspek   kehidupan    masyarakat

Minangkabau seperti aspek sosial, politik, ekonomi, dan hukum (Saanin, 1982).

       Nancy Tanner dalam tulisannya Rethinking Matriliny: Decision-Making

and Sex Roles in Minangkabau (1985) dalam artikel Budaya Minangkabau (Afif,

2009), menyebutkan sejumlah ciri struktural yang eksis dalam masyarakat

Minangkabau

       “Pertama, secara struktural wanita memainkan peran penting dalam

kegiatan ekonomi, karena sebagian besar kegiatan pertanian dilakukan wanita,

dari proses produksi sampai distribusi (menjual hasil pertanian di pasar). Kedua,

wanita berpartisipasi secara luas dalam pengambilan keputusan. Dan ketiga, pola

kediaman bersifat uksorilokal (anak perempuan yang sudah menikah tetap tinggal

bersama orangtua dan saudara perempuan lainnya) meningkatkan ikatan antara

sanak saudara perempuan. Mereka ini merupakan inti struktural dari kaum kerabat

Minangkabau. Selain itu, gagasan budaya mengenai ibu juga membuktikan

matriokalitas masyarakat Minangkabau bahwa seorang ibu dipersepsi sebagai

piihak yang kuat, bijaksana, dan memberi makan kepada anaknya. Dengan

demikian, kedudukan laki-laki sebagai suami bersifat marginal, baik dalam arti

struktural maupun kediaman. Tidak ada harta benda dan rumah bagi laki-laki

Minangkabau. Dalam masyarakat Minangkabau kaum laki-laki diibaratkan “bak




                                                                                12
pipik jantan indak basarang, pauni suduik rumah urang” (ibarat burung tidak

mempunyai sangkar, tinggal di sudut-sudut rumah orang).”

        Perempuan menempati posisi yang istimewa pada sistem ini. Dalam hal

pewarisan sako dan pusako ia akan mudah mendapatkan haknya tanpa harus

melalui sebuah prosedur begitu pula dengan kewajibannya, karena semua harta

adalah milik perempuan sedangkan laki-laki hanya diberi hak untuk mengatur dan

mempertahankannya. Menurut Beckmann (2000) harta pusako diwariskan pada

kelompok ego (kelompok kaum perempuan pada sistem matrilineal). Harta

warisan dari kelompok persetalian darah akan jatuh pada perempuan walaupun

dalam penentuannya diperlukan keputusan dari mamak dan musyawarah kaum itu

sendiri. Ia mengungkapkan dalam bukunya bahwa keberadaan perempuan dalam

sistem matrilineal itu dianggap istimewa karena jika tidak ada lagi keturunan

peremuan lainnya maka harto pusako tidak akan dengan mudah jatuh pada

keluarga tersebut karena sang pewaris (perempuan) tidak ada. Harta dari sang ibu

juga harus melalui pertimbangan kaum dalam pembagiannya terhadap anak laki-

laki.

        Dalam sistem matrilineal ini perempuan tidak harus lagi melakukan

perjuangan gender seperti yang    ada di daerah lain karena sistem ini sudah

menyediakan semuanya bagi perempuan. Ciri sistem matrilineal ini terus

dipertahankan sampai sekarang bahkan cenderung disempurnakan seiring

penyempurnaan adat. Pada sistem ini harta yang turun temurun adalah harta

bersama/kaum yang diwariskan menurut garis ibu. Adat istiadat ini sudah

berlangsung lama namun tetap bertahan meskipun sistem patrilineal juga

diperkenalkan oleh Islam sebagai sebuah sistem kekerabatan yang lain.



                                                                             13
Sistem matrilineal tidak hanya menjadi aturan semata, tetapi telah menjadi

suatu budaya, way of life (Kasim, 2010). Sampai sekarang setiap laki-laki Minang

cenderung menyerahkan harta pusaka atau warisan dari hasil pencahariannya

sendiri kepada anak perempuannya. Setelah mendapat warisan anak perempuan

itu juga nantinya akan menyerahkan kepada anak perempuannya dan begitu

seterusnya.

        Perempuan dan pewarisan harta pusaka memang tidak bisa dipisahkan

dalam sistem matrilineal. Perempuan memang istimewa dalam sistem matrilineal

namun ini tidak berarti keberadaan laki-laki dianggap lebih rendah daripada

perempuan di Minangkabau. Hal ini ditunjukkan           oleh nilai egaliter dan

kebersamaan yang dijunjung oleh masyarakat Minangkabau. Ungkapan nilai

kebersamaan ini adalah “duduak samo randah, tagak samo tinggi” (duduk sama

rendah, berdiri sama tingginya). Namun fungsi perempuan dan laki-laki berbeda.

Perempuan dalam suatu kaum diperkenankan untuk mempunyai hak milik dari

harta pusaka dan laki-laki memiliki hak pakai. Selain itu laki-laki dalam kaum

juga mempunyai kewajiban membimbing keponakan-keponakannya dari saudara

perempuannya.

       Dalam Minangkabau perempuan juga yang dikenal dengan sebutan Bundo

Kanduang. Pengertian Bundo Kanduang merujuk kepada perempuan utama dalam

suatu kaum atau ibu kandung sendiri. Bundo Kanduang dalam arti perempuan

utama adalah yang memegang kekuasaan tertinggi dalam kaum. Dia berada diatas

penghulu sebagai pemimpin adat. Dia juga melakukan pengawasan dan kontrol

terhadap apa yang dilakukan penghulu.




                                                                              14
Dewasa ini wanita sering menuntut hak untuk penyamarataan derajat

dengan laki-laki atau sering disebut dengan emansipasi wanita. Namun di

Minangkabau emansipasi wanita sudah terwujud dari dulu. Perempuan pada masa

tradisional di Minangkabau sudah dapat dikatakan melakukan modernisasi karena

mereka diakui keberadaannya jika dilakukan permusyawarahan. Mereka sanggup

dan berani berpikir terbalik dari pemikiran lama dan memberikan kemungkinan

lain. Hal ini mungkin diakibatkan dari ciri khas sikap hidup perempuan

Minangkabau terbuka dan selalu berusaha untuk menjadi basis dari kaumnya.



Preferensi Terhadap Anak

       Preferensi berasal dari bahasa Inggris preference yaitu a greater liking for

one alternative over another or others, a thing preferred, favour shown to one

person or thing over another or others, law a prior right or precedence especially

in connection with the payment of debts (Oxford Dictionaries Online, 2001) yang

berarti keinginan yang besar untuk menyukai sesuatu melebihi alternatif-alternatif

lainnya, sesuatu yang lebih diminati, pilihan terhadap seseorang atau benda

melebihi yang lainnya, hak yang lebih dahulu atau yang diutamakan terutama

yang berhubungan dengan pembayaran utang. Preferensi juga berarti (hak untuk)

didahulukan    dan   diutamakan     daripada   yang    lain,   prioritas,   pilihan,

kecenderungan,    kesukaan (Kamus Besar Bahasa Indonesia Dalam Jaringan,

2008). Jadi preferensi terhadap anak perempuan adalah kecenderungan seseorang

untuk lebih memilih mempunyai anak perempuan daripada laki-laki.

       Banyak penelitian mengenai preferensi terhadap jenis kelamin anak di

dunia. Dari penelitian tersebut penulis bisa melihat faktor-faktor apa saja yang



                                                                                 15
memengaruhi preferensi terhadap anak. Menurut Luchmaya dan Baron (2002)

preferensi terhadap anak dalam pandangan sosial dan non-sosial adalah

banyaknya anak, umur ibu, umur ayah, jenis kelamin, dan pendidikan orangtua.

Dalam hasil risetnya dinyatakan bahwa angka LPR (Looking Preference Ratio)

perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Dimana preferensi perempuan

cenderung mengarah ke faktor sosialnya sedangkan laki-laki mengarah ke faktor

non-sosial. Seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 1




               Sumber: Infant Behavior and Development, 2002

               Gambar 1. Nilai LPR menurut Luchmaya dan Baron


      Sedangkan menurut Syarif, dkk (2007) terdapat faktor sosio-ekonomi,

demografi, dan budaya yang memengaruhi preferensi terhadap anak pada studi di

Pakistan. Faktor sosio-ekonomi terdiri dari umur saat menikah, pendidikan,

pekerjaan, pendapatan pebulan, stuktur keluarga, penentu pernikahan (orangtua

atau tidak).

      Riset dari Hank dan Kohler di Eropa (2000) mengungkapkan faktor-faktor

yang memengaruhi preferensi terhadap anak dalam riset tersebut adalah umur

perempuan, umur perempuan pada saat si anak pertama kali berulang tahun,

tempat tinggal perempuan, tempat tumbuh berkembangnya perempuan, dan



                                                                          16
tingkat pendidikan perempuan. Perempuan yang menjadi objek penelitian pada

riset tersebut adalah perempuan yang berumur 25-39 tahun.

      Fuse (2006) pada papernya mengenai preferensi anak perempuan di Jepang

menunjukkan bahwa mulai dari tahun 2003 terlihat bahwa preferensi anak

perempuan mengalami peningkatan padahal sebelumnya di Jepang mempunyai

kecenderungan kepada anak laki-laki. Hal ini disebabkan karena faktor

sosiokultural. Alasan lain juga karena perempuan membutuhkan sedikit biaya,

psikologi, dan waktu investasi daripada laki-laki. Pada penelitiannya dia memakai

dua jenis variabel independen yaitu primary independent variabel (peran gender,

perkawinan, dan keluarga) dan background variabel (jenis kelamin responden,

umur, pendidikan, jenis tempat tinggal yaitu kota atau desa, riwayat pekerjaan,

keberadaan saudara).

      Sedangkan menurut Lee (1995) dalam papernya pada kasus di Korea

menyimpulkan bahwa terdapat faktor-faktor yang memengaruhi preferensi wanita

pernah kawin terhadap anak yaitu proporsi terhadap anak berikutnya, komposisi

jenis kelamin anak sebelumnya, harapan di hari tua, pendidikan, umur

perkawinan, dan tinggal di kota atau desa.

      Menurut Yamamura (2009) dilihat secara ekonomi tradisional fertilitas

ditentukan oleh keputusan perempuan. Ia mengatakan faktor-faktor yang

memengaruhi preferensi anak laki-laki di Jepang adalah faktor ekonomi dan

sosiokultural.   Menurutnya   terdapat   variabel-variabel   yang   memengaruhi

preferensi anak laki-laki yaitu biaya hidup, pendapatan, pekerjaan suami,

pendidikan perempuan dan suami, dan umur perempuan dan suami saat menikah.




                                                                              17
Penelitian Khan dan Khanum (2000) di Bangladesh mengenai pengaruh

preferensi anak laki-laki menyatakan bahwa preferensi itu sendiri dipengaruhi

oleh faktor sosial, demografi dan ekonomi. Variabel-variabel yang mereka

gunakan adalah umur, jumlah anak, tempat tinggal di daerah perkotaan atau

pedesaan, agama, kepemilikan tanah, pendidikan, akses informasi, wanita karir,

dan pembentukan kelompok wanita.

     Hasil penelitian Soeparmanto (1980) menyatakan bahwa umur perkawinan

pertama, lama perkawinan, frekuensi membaca koran dan mendengarkan radio,

pengalaman tinggal di wilayah perkotaan mempunyai pengaruh positif dengan

persepsi terhadap nilai dari anak. Sedangkan pendidikan, pendapatan, dan

pekerjaan mempunyai pengaruh negatif.

     Hampir semua penelitian, observasi maupun jurnal menyimpulkan bahwa

faktor-faktor yang memengaruhi preferensi terhadap anak adalah faktor sosial,

ekonomi, demografi, dan kultural. Dalam penulisan ini faktor-faktor yang

digunakan adalah faktor sosial-demografi, faktor ekonomi, dan faktor budaya atau

norma masyarakat.

     Faktor sosial-demografi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi jenis

kelamin, pendidikan, umur perkawinan pertama, lama perkawinan, adanya akses

informasi, dan pengalaman tinggal di wilayah perkotaan. Disamping itu faktor

budaya atau norma masyarakat diwakili oleh variabel penentu pernikahan, jumlah

anak, struktur keluarga, dan eksistensi sistem matrilineal. Faktor ekonomi

meliputi jenis pekerjaan dan total pendapatan.




                                                                             18
2.2    Penelitian Terkait

       Berdasarkan beberapa penelitian/referensi yang penulis gunakan ada

beberapa cara dalam pengukuran dalam melihat preferensi terhadap anak yang

diantaranya adalah

       1. Menggunakan LPR (Looking Preference Ratio) dari anak laki-laki dan

          perempuan. LPR yang bernilai lebih dari 1 berarti preferensinya

          cenderung kearah sosial sedangkan LPR yang kurang dari 1 lebih

          kearah non-sosial. Jika LPR bernilai 1 maka tidak ada preferensi antara

          kedua stimulus (sosial dan non-sosial). Hasil penelitian ini

          menunjukkan bahwa       bayi   yang    berjenis kelamin perempuan

          mempunyai preferensi kearah sosial dan laki-laki kearah non-sosial

          (Svetlana Lutchmaya dan Simon Baron-Cohen, 2002)

       2. Keinginan untuk memiliki anak lagi. Penelitian ini dilakukan di 17

          negara Eropa. Tiga negara (Czech Republic, Lithuania, dan Portugal)

          memiliki preferensi terhadap anak perempuan, 4 negara (Prancis,

          Jerman, Polandia, Norwegia) tidak memiliki preferensi terhadap jenis

          kelamin anak, sedangkan 10 negara lainnya memiliki preferensi

          campuran yaitu mempunyai satu anak perempuan dan satu anak laki-

          laki (Karsten Hank dan Hans-Peter Kohler, 2000)

       3. Menggunakan Ideal Family Size. Orangtua yang mempunyai

          preferensi yang kuat terhadap jenis kelamin akan meningkatkan jumlah

          keluarga (family size). Sedangkan penelitian ini meneliti hubungan

          antara preferensi anak terhadap penggunan kontrasepsi. Orangtua

          dengan preferensi terhadap anak laki-laki akan lebih memungkinkan



                                                                              19
menggunakan kontrasepsi dibandingkan orangtua dengan preferensi

   anak perempuan. Semakin banyak anak laki-laki semakin tinggi pula

   kecenderungan memakai kontrasepsi namun untuk 4 anak atau lebih

   pemakain kontrasepsi mengalami penurunan (M. Asaduzzaman Khan

   dan Parveen A. Khanum, 2000)

4. Menggunakan sex ratio pada kelahiran anak pertama. Penelitian ini

   juga membahas kemungkinan adanya kaitan antara preferensi anak

   laki-laki dengan pola pernikahan seperti kesenjangan umur pasangan,

   hypergamy (peningkatan jumlah wanita yang menikah), endogamy

   kasta, dan pernikahan sepupu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

   keinginan untuk memiliki anak laki dan penentuan jenis kelaminnya

   sebelum kelahiran sangat menguntungkan masyarakat karena dapat

   meningkatkan status sosial (Lena Edlund, 1999)

5. Dengan melihat tingkah laku fertilitas seseorang (Fertility Behavior)

   apabila mereka tidak mempunyai jenis kelamin anak yang diinginkan

   maka akan berhenti untuk beranak atau malah akan beranak sampai

   mendapatkan jenis kelamin anak yang diinginkan (Sun Yong Lee,

   1995)

6. Menggunakan informasi urutan kelahiran dan jumlah kematian anak

   umur 1-4 tahun. Penelitian ini menunjukkan bahwa preferensi jenis

   kelamin akan menurunkan tingkat pemakaian kontrasepsi sebesar 24%

   dan peningkatan TFR sebesar 6% di Nepal (Tiziana Leone, Zoë

   Matthews, dan Gianpiero Dalla Zuanna, 2003)




                                                                     20
7. Menggunakan Cox proportional hazard models dimana terdapat dua

             analisis, analisis pertama adalah pada covariat mayor adalah anak

             pertama walaupun lahir pertama atau tidak dan analisis kedua adalah

             covariat utama juga adalah anak perempuan walaupun dua anak

             pertama adalah perempuan atau tidak. Pada model ini terdapat kontrol

             yang dapat melihat efek pada kelahiran anak kedua atau ketiga yang

             pada akhirnya terdapat kesimpulan bahwa ada pengaruh pereferensi

             jenis kelamin terhadap resiko kelahiran anak lainnya (Dudley L.

             Poston, Jr, 2001).



2.3       Kerangka Pikir

          Masyarakat Minangkabau sebagai penganut sistem matrilineal dinyatakan

oleh Singarimbun (1990) tidak mempunyai pengaruh kuat dari preferensi anak

laki-laki. Hal tersebut memberikan ide bagi penulis untuk menguji apakah

preferensinya ada pada anak perempuan. Salah satu alasannya karena kedudukan

perempuan pada masyarakat Minangkabau mempunyai posisi yang istimewa.

          Dengan adanya berbagai aturan yang mengutamakan keberadaan

perempuan dalam masyarakat maka kecenderungan masyarakatpun untuk

mempunyai anak perempuan telah ada. Disamping perempuan dalam masyarakat

Minangkabau juga sebagai pewaris suku dan keturunan karena anak dari sebuah

keluarga akan ditarik menuruti garis keturunan ibunya dan masuk dalam kaum

ibunya.

          Dalam preferensi jenis kelamin anak ini ada faktor-faktor yang

memengaruhi selain sistem matrilineal yang telah diuraikan diatas. Adapun



                                                                              21
faktor-faktor itu adalah faktor sosial demografi, ekonomi, dan budaya. Faktor-

faktor ini diduga memengaruhi keputusan individu dalam memutuskan

kecenderungannya memilih jenis kelamin anak. Faktor sosial-demografi terdiri

dari variabel jenis kelamin, pendidikan, umur perkawinan pertama, lama

perkawinan, frekuensi mengakses informasi, dan pengalaman tinggal di wilayah

perkotaan diduga memengaruhi preferensi terhadap anak perempuan pada

masyarakat Minangkabau. Ada juga faktor ekonomi dengan variabelnya adalah

jenis pekerjaan dan total pendapatan juga berpengaruh terhadap pilihan

masyarakat Minangkabau terhadap preferensi anak perempuan. Sedangkan faktor

budaya-norma masyarakat yang terdiri dari variabel penentu perkawinan, jumlah

anak, struktur keluarga, dan eksistensi sistem matrilineal juga ada pengaruhnya

terhadap preferensi anak perempuan. Tiga faktor tersebut bersama-sama

memengaruhi keputusan masyarakat Minangkabau dalam kecenderungannya

terhadap preferensi anak perempuan. Hubungan dari variabel independen (tiga

faktor tersebut) dengan variabel dependen (preferensi terhadap anak perempuan)

dapat digambarkan melalui sebuah diagram kerangka berpikir dibawah ini

(Gambar 2)




                                                                            22
Faktor sosial- demografi

      -    Jenis kelamin
      -    Pedidikan
      -    Umur perkawinan pertama
      -    Lama perkawinan
      -    Adanya akses informasi
      -    Pengalaman tinggal
           diperkotaan



 Faktor ekonomi                                               Preferensi
                                                            terhadap anak
      -    Jenis pekerjaan                                    perempuan
      -    Pendapatan perkapita perbulan




 Faktor budaya-norma masyarakat

      -    Penentu perkawinan
      -    Jumlah anak
      -    Struktur keluarga
      -    Eksistensi sistem matrilineal

Gambar 2. Diagram alur kerangka berpikir



2.4       Hipotesis Penelitian

          Berdasarkan penjabaran diatas yang didasari oleh latar belakang serta

sudah digambarkan dalam bentuk alur pikir diagram konsepsional tersebut dapat

ditentukan hipotesis apa yang akan disampaikan dalam penulisan ini.

          Penelitian ini menggunakan preferensi terhadap anak perempuan sebagai

variabel dependennya. Hal ini didasarkan dugaan terhadap fakta budaya yang

terjadi pada masyarakat Minangkabau serta penelitian yang menyatakan bahwa



                                                                            23
pengaruh preferensi laki-laki tidak kuat pada masayarakat Minangkabau.

Sehingga secara umum dapat disusun hipotesis penelitiannya sebagai berikut

       1. Diduga ada hubungan variabel-variabel independen dalam faktor

          sosial-demografi, ekonomi, dan budaya/norma masyarakat dengan

          preferensi terhadap anak perempuan.

       2. Diduga ada pengaruh secara simultan dan parsial variabel-variabel

          independen     dalam    faktor    sosial-demografi,    ekonomi,    dan

          budaya/norma     masyarakat      dengan   preferensi   terhadap    anak

          perempuan.

       3. Diduga bahwa model regresi logistik cocok digunakan dalam

          penelitian




                                                                               24
BAB III

                                   METODOLOGI



3.1    Ruang Lingkup Penelitian

       Variabel penelitian adalah variabel independen yang terbagi dalam tiga

faktor yaitu faktor sosial-demografi (yang terdiri dari variabel pendidikan, jenis

kelamin, umur perkawinan pertama, lama perkawinan, akses terhadap informasi,

dan pengalaman tinggal di wilayah perkotaan), faktor ekonomi (yang terdiri dari

variabel jenis pekerjaan dan total pendapatan), dan faktor budaya/norma

masyarakat (yang terdiri dari variabel penentu perkawinan, jumlah anak, struktur

keluarga, dan eksistensi sistem matrilineal).

       Penelitian ini dilakukan di Kampung Dalam Nagari Campago Kecamatan

V Koto Kampung Dalam. Seperti yang telah dijabarkan dalam latar belakang dan

batasan masalah, daerah ini sengaja dijadikan tempat penelitian karena dirasa

cocok dan mewakili untuk penelitian ini. Penelitian ini dilaksananakan pada

tanggal 22 – 29 Maret guna mengumpulkan data yang akan diolah.



3.2    Metode Pengumpulan Data


Sumber Data

       Data yang digunakan ini adalah data primer melalui penelitian yang

merupakan studi kasus pada suatu wilayah. Data dan informasi dikumpulkan

langsung dari responden dengan wawancara. Wawancara dilakukan dengan

menyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam kuesioner sesuai dengan



                                                                               25
tujuan penelitian. Pengumpulan data primer ini adalah kegiatan survei dimana

respondennya adalah sampel atau bagian dari populasi.

         Selain data primer penelitian ini juga menggunakan data sekunder seperti

jumlah keluarga yang terdapat di Kampung Dalam Nagari Campago Kecamatan V

Koto Kampung Dalam sebagai kerangka sampelnya.



Populasi dan Sampel


Populasi

         Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga yang tinggal di

Korong Kampung Dalam. Keluarga terdiri dari pasangan suami istri yang sudah

memiliki anak dan yang belum memiliki anak. Anak yang tinggal bersama adalah

anak yang belum berstatus kawin. Jika anaknya berstatus kawin maka

dikategorikan sebagai keluarga lain, karena yang dianalisis dalam penelitian ini

adalah laki-laki dan perempuan berumur 10 tahun keatas yang berstatus pernah

kawin.



Sampel

         Setelah penentuan populasi maka hal selanjutnya yang harus ditentukan

adalah jumlah sampel yang harus diambil agar mewakili penelitian ini. Unit

sampelnya adalah pasangan suami istri. Sampel dipilih dengan menggunakan

rumus penentuan minimum sampel proporsi



                                     ⁄

                                             ⁄




                                                                              26
Dimana

       n = jumlah sampel minimum

         = tingkat kepercayaan, pada penelitian ini ditentukan        sebesar 5

            persen

       p = proporsi preferensi jenis kelamin perempuan, pada penelitian ini




       N = jumlah populasi keluarga

       d = persentase kelonggaran ketidaktelitian, pada penelitian ini ditentukan

            sebesar 10 persen

       Dalam penelitian ini terdapat 204 pasangan suami istri sebagai populasi

dalam kerangka sampel. Dengan penggunaan rumus di atas diperoleh sampel

minimum sebesar 66 pasangan namun pada penelitian ini sampel yang digunakan

sebanyak 79 pasangan. Unit observasi dan analisisnya adalah sebanyak 158

karena yang menjadi observasi dan analisis dalam penelitian ini adalah laki-laki

dan perempuan berumur 10 tahun keatas yang berstatus pernah kawin.

       Sampel dipilih dengan Systematic Random Sampling. Angka random

pertama ditentukan melalui tanggal/bulan penelitian. Kerangka sampel yang

didapatkan dari kantor Wali Nagari diurutkan berdasarkan abjad. Setelah

diurutkan barulah dilakukan pengambilan sampel. Penarikan sampel secara

sistematik sangat mempermudah peneliti karena hanya menggunakan satu angka

random saja, sedangkan angka random berikutnya akan mengikuti intervalnya.

Interval untuk penetuan angka random berikutnya didapat dengan rumus berikut




                                                                              27
Dimana

       N = jumlah populasi

       n = jumlah sampel

       Penarikan sampel dilakukan secara sistematik sirkuler dengan langkah-

langkah:

       1. Menghitung interval dengan rumus diatas

       2. Menentukan angka random pertama (R1) yang lebih kecil atau sama

           dengan N. angka random selanjutnya adalah

           R2 = R1 + I

           R3 = R1 +2I



           Rn = R1 + (n-1)I

       Apabila angka random melebihi nilai N maka nilai angka random yang

didapat harus dikurangi dengan N untuk menetukan nomor urut berapa yang

menjadi sampel.



Instrumen Penelitian

       Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner. Kuesioner

dirancang sedemikian rupa sehingga variabel-variabel penelitian tercakup

kedalam pertanyaan-pertanyaan yang dapat menjawab tujuan penelitian.

       Kuesioner terdiri dari 6 blok pertanyaan. Masing-masing blok pertanyaan

berisi mengenai variabel penelitian maupun bukan variabel penelitian. Bagian-

bagian kuesioner itu dijabarkan sebagai berikut:


                                                                           28
a. Blok I adalah identitas responden. Blok ini mengenai identitas yang

          mencakup nama, jenis kelamin, umur, suku, dan nomor sampel

          penelitian.

       b. Blok II mengenai pendidikan dan pekerjaan. Blok ini mencakup

          pendidikan tertinggi yang ditamatkan, jenis pekerjaan, dan total

          pendapatan dalam sebulan.

       c. Blok III mengenai sumber informasi. Blok ini mencakup adanya akses

          informasi dan pengalaman tinggal di perkotaan.

       d. Blok IV mengenai perkawinan dan budaya. Blok ini mencakup

          penentu perkawinan umur kawin pertamaa, struktur keluarga, jumlah

          anak yang dimiliki, dan jumlah anak yang diinginkan.

       e. Blok V mengenai sistem matrilineal. Blok ini terdiri dari 6 pernyataan

          mengenai eksistensi sistem matrilineal.

       f. Blok VI adalah preferensi. Blok ini terdiri dari 16 pernyataan

          mengenai preferensi terhadap anak perempuan.

       g. Blok VII adalah blok catatan. Blok ini bisa mencatat hal-hal yang

          mungkin terjadi di luar perkiraan baik catatan dari peneliti maupun

          dari responden.



Uji Validitas

       Validitas menunjukkan sejauh mana skor/nilai/ukuran yang diperoleh

benar-benar menyatakan hasil pengukuran/pengamatan yang ingin diukur. Dalam

pengumpulan data melalui kuesioner terdapat pertanyaan-pertanyaan dimana

pertanyaan-pertanyaan tersebut harus dapat mengukur apa yang ingin di ukur.



                                                                             29
Semakin tinggi validitas data maka semakin sesuai dengan tujuan penelitian

begitu juga sebaliknya.

       Jenis validitas umumnya digolongkan dalam tiga kategori besar, yaitu

validitas isi (content validity), validitas berdasarkan kriteria (criterion-related

validity) dan validitas konstruk. Pada penelitian ini akan dibahas validitas untuk

menguji apakah pertanyaan-pertanyaan itu telah mengukur aspek yang sama.

Untuk itu dipergunakanlah validitas konstruk.

       Uji validitas dilakukan dengan mengukur korelasi antara variabel/item

dengan skor total variabel. Cara mengukur validitas konstruk yaitu dengan

mencari    korelasi   antara   masing-masing    pertanyaan   dengan    skor   total

menggunakan rumus teknik korelasi product moment, sebagai berikut :

                                     ∑         ∑ ∑
                          √ ∑          ∑       √ ∑       ∑

dimana:

               = koefisien korelasi product moment

       X       = skor tiap pertanyaan/item

       Y       = skor total

       n       = jumlah sampel

       Angka yang didapat dari penghitungan tersebut lalu dibandingkan dengan

r tabel dengan derajat bebas (n-2). Apabila:

   1. r > r tabel maka suatu pertanyaan dikatakan valid dan dapat dimasukkan

       kedalam kuesioner. Dengan kata lain pertanyaan tersebut memiliki

       validitas konstruk atau terdapat konsistensi internal dalam pertanyaan-

       pertanyaan tersebut.




                                                                                30
2. Sedangkan jika r < r tabel maka pertanyaan tersebut dikatakan tidak valid

         dan tidak dapat dimasukkan kedalam kuesioner.

         Pada penelitian ini jumlah sampel untuk uji coba adalah 30 pasangan. Dari

tabel r product moment diperoleh nilai korelasi kritis 0,361. Berdasarkan hasil

pengolahan data uji validitas untuk eksistensi matrilineal yang awalnya terdiri dari

14 pernyataan terdapat 6 pernyataan yang valid. Sedangkan uji validitas untuk

preferensi yang awlnya terdiri dari 25 pernyataan terdapat 16 pernyataan yang

valid.



Uji Realibilitas

         Realibilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukur (kuesioner) dapat dipercaya atau dihandalkan. Artinya, setiap alat

pengukur harusnya memberikan hasil yang relatif konsisten dari waktu ke waktu

jika digunakan untuk mengukur gejala yang sama.

         Untuk mengukur realibilitas penulis menggunakan rumus Cronbach’s

Alpha

                                                ∑
                                   [     ][          ]


dimana:

                = realibilitas instrumen (Cronbach’s Alpha ),

         k      = jumlah pertanyaan

         ∑      = jumlah varians masing-masing pertanyaan

                = varians total

         Koefisien korelasi realibilitas dikelompokkan menjadi 3 kriteria

berdasarkan klasifikasi Guilford (Supriadi, 2010) yaitu:


                                                                                 31
1.   0,80 – 1,00 = sangat kuat (sangat tinggi)

       2.   0,60 – 0,80 = kuat (tinggi)

       3.   0,40 – 0,60 = sedang (cukup tinggi)

       4.   0,20 – 0,40 = rendah

       5.   0,00 – 0,20 = tidak berkorelasi – korelasi sangat rendah

       Hasil dari pengujian validitas dalam penelitian ini menunjukkan nilai yang

tinggi yaitu 0,790 untuk eksistensi sistem matrilineal dan 0,903 (sangat tinngi)

untuk preferensi.



Pengkategorian Variabel

       Blok V dan blok VI adalah variabel yang diukur melalui pernyataan-

pernyataan bukan melalui pilihan seperti blok-blok lain. Pernyataan-pernyataan

pada blok V dan VI disusun menggunakan skala likert lima kategori. Skor

diberikan pada masing-masing pernyataan berdasarkan jawaban dari responden.

Semua pernyataan dalam blok ini adalah pernyataan positif sehingga jawaban

yang positif juga diberi skor paling besar. Skala sangat setuju diberi skor 5, setuju

diberi skor 4, netral diberi skor 3, kurang setuju diberi skor 2, dan tidak setuju

diberi skor 1. Pemberian skor ini berarti semakin tinngi nilai total skornya

semakin tinggi pula eksistensi sistem matrilineal dan preferensi masyarakat

terhadap anak perempuan.

       Pengkategorian variabel preferensi anak perempuan dan eksistensi

matrilineal dilakukan dengan metode median instrumen. Hal ini berdasarkan

pembentukan skala yang dikemukakan Liu, Harris, dan Schmidt (2006) yaitu

skor rata-rata untuk kelompok referensi harus dekat titik tengah dari nilai skala



                                                                                  32
atau dengan kata lain disebut dengan median instrumen. Median instrumen

didapat dari nilai tengah skor dikalikan dengan jumlah item pernyataan dari tiap

blok. Penentuan pengkategorian tersebut adalah sebagai berikut:

          Eksistensi sistem matrilineal (median = 18)

           -    Kategori kurang eksis : skor instrumen     median instrumen

           -    Kategori eksis : skor instrumen   median instrumen

          Preferensi anak perempuan (median = 48)

           -    Kategori preferensi anak perempuan       median instrumen

           -    Kategori preferensi lainnya   median instrumen

       Kategori pendidikan dari responden dikelompokkan menjadi 2 yaitu

pendidikan primer yaitu SD dan SMP termasuk yang tidak tamat SD (dibawah

SMA) dan pendidikan sekunder keatas (SMA keatas). Pengkategorian pendidikan

ini didasarkan pada penelitian sebelumnya yang menggunakan variabel yang sama

(Fuse, 2008). Umur perkawinan pertama dikategorikan diatas dan dibawah 30

tahun karena pada umur 30 atau lebih terdapat resiko kehamilan. Sedangkan lama

perkawinan dikategorikan dalam interval 5 tahunan. Awal mula perkawinan

sampai 5 tahun kemudian adalah masa-masa dimana masing-masing pasangan

masih beradaptasi sehingga pengkategorian lama perkawinan dalam penelitian ini

menjadi 3 kelompok yaitu      5 tahun, 6-10 tahun, dan      10 tahun. Pendapatan

perkapita perbulan dikategorikan berdasarkan rata-rata pendapatan perkapita

perbulan pada Korong Kampung Dalam. Sedangkan jumlah anak dikelompokkan

berdasarkan anjuran KB yaitu jumlah anak dikelompokkan menjadi yaitu          2

(jumlah anak yang dianjurkan dalam program KB) dan >2.




                                                                              33
Tabel 1. Daftar variabel dan kategori

 variabel          Nama variable                          kategori
   (1)                  (2)                                 (3)
    Y     Preferensi    terhadap      anak 1 = ya
          perempuan                         0 = tidak
   D1     Jenis kelamin                     1 = laki-laki
                                            0 = perempuan
   D2      Pendidikan                       0 = dibawah SMA
                                            1 = SMA keatas
   D3      Umur perkawinan pertama          1 = 30 tahun
                                            0 = 30 tahun
   D4      Lama perkawinan                  0 = 5 tahun
                                            1 = 6-10 tahun
                                            2 = 10 tahun
   D5      Pernah atau tidak mengakses 1 = pernah
           informasi                        0 = tidak pernah
   D6      Pengalaman       tinggal      di 1 = pernah tinggal
           perkotaan                        0 = tidak
   D7      Jenis pekerjaan                  0 = tidak bekerja/pekerja serabutan
                                            1 = PNS/TNI/karyawan
                                            2 = pedagang
   D8      Pendapatan perkapita perbulan 1 = Rp 425.000;
                                            0 = Rp 425.000;
   D9      Penentu perkawinan               0 = bukan orangtua
                                            1 = orangtua
   D10     Jumlah anak                      0= 2
                                            1= 2
   D11     Struktur keluarga                1 = inti
                                            0 = besar
   D12     Eksistensi sistem matrilineal    1 = eksis
                                            0 = kurang eksis




                                                                              34
Definisi Operasional

     Definisi operasional dari masing-masing variabel adalah

     1. Jenis kelamin

        Ciri-ciri biologis yang tampak pada manusia yang dibedakan menjadi

        laki-laki dan perempuan

     2. Pendidikan

        Pendidikan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendidikan terakhir

        yang ditamatkan oleh responden berdasarkan ijasah/STTB yang

        dimiliki.

     3. Penentu perkawinan

        Penentu perkawinan yang dimaksud adalah orang yang menentukan

        responden akan melakukan perkawinan dengan siapa. Penentu

        perkawinan adalah orangtua dan bukan orangtua

     4. Umur perkawinan pertama

        Umur perkawinan pertama yaitu umur responden pada saat pertama

        kawin

     5. Lama perkawinan

        Lama perkawinan adalah rentang waktu yang ditempuh oleh responden

        mulai dari awal perkawinan sampai dengan waktu penelitian

     6. Jumlah anak

        Jumlah anak adalah jumlah anak yang dilahirkan hidup oleh seorang

        wanita. Karena dalam penelitian ini respondennya adalah laki-laki dan

        wanita pernah kawin maka jumlah anak adalah yang dimiliki dengan

        pasangannya



                                                                            35
7. Struktur keluarga

   Struktur keluarga adalah keadaan/lingkungan keluarga tempat tinggal

   keluarga responden. Struktur keluarga dibagi menjadi keluarga inti dan

   keluarga besar. Keluarga inti adalah yang terdiri dari responden,

   suami/istri, dan anak. Keluarga besar adalah keuarga inti yang tinggal

   bersama anggota keluarga lain seperti orangtua responden dan saudara

   dari responden

8. Eksistensi sistem matrilineal

   Eksistensi sistem matrilineal menunjukkan tentang pemahaman tentang

   adanya sistem matrilineal dan pelaksanaannya bagi masyarakat

   Minangkabau. Pada variabel ini juga diperlihatkan eksistensi sistem

   matrilineal bagi masyarakat Minangkabau dalam kehidupannya terutama

   dalam pengambilan keputusan

9. Adanya akses informasi

   Akses terhadap informasi adalah akses responden mendapatkan

   informasi dari televisi, radio, atau media cetak.

10. Pengalaman tinggal di wilayah perkotaan

   Pengalaman tinggal di wilayah perkotaan yaitu pernah atau tidaknya

   responden tinggal di wilayah perkotaan dalam kurun waktu tertentu

   (dalam tahun). Hal ini digunakan untuk melihat apakah ada pengaruh

   yang dibawa oleh responden selama hidup di wilayah perkotaan

11. Jenis pekerjaan

   Jenis pekerjaan adalah jenis kegiatan dari pekerjaan dimana responden

   bekerja



                                                                      36
12. Pendapatan perkapita perbulan

          Pendapatan perkapita perbulan adalah total pendapatan yang dibagi rata

          dengan jumlah anggota keluarga. Dalam satu keluarga pendapatan

          perkapita perbulannya adalah sama. Total pendapatan adalah banyaknya

          pendapatan yang masuk ke keluarga responden. Total pendapatan

          merupakan kumulatif pendapatan suami, istri, dan anggota keluarga lain

          yang menyumbangkan pendapatannya.

      13. Preferensi terhadap anak perempuan

          Preferensi terhadap anak perempuan adalah persepsi atau pendapat

          responden mengenai kecenderungan untuk memilih/menyukai dan

          mengharapkan anak perempuan.



3.3    Metode Analisis


Analisis Deskriptif

       Analisis deskriptif pada penelitian ini digunakan untuk melihat gambaran

secara umum. Dengan analisis deskriptif rumusan masalah yang pertama dan

kedua dapat dijawab. Untuk penjelasan dalam analisis deskriptif digunakan tabel-

tabel frekuensi, grafik-grafik, maupun tabulasi silang antar variabel. Kemudian

akan dibuat interpretasi berdasarkan hasil yang dipaparkan melalui tabel dan

grafik tersebut.



Uji Independensi

       Uji Chi-square digunakan untuk menguji hipotesis ada tidak hubungan

antara variabel respon dengan variabel penjelas. Masing-masing variabel penjelas


                                                                             37
dirinci menurut kategori dari variabel respon yang dalam penelitian ini ada 3 yaitu

preferensi anak laki-laki, preferensi anak perempuan, dan tidak ada preferensi.

       Hipotesis yang digunakan adalah

       H0: Tidak ada hubungan antara variabel preferensi terhadap anak

            perempuan dengan variabel penjelas

       H1: Ada hubungan antara variabel preferensi terhadap anak perempuan

            dengan variabel penjelas

Data yang ada disajikan dalam suatu tabel kontingensi yang mempunyai r baris

dan c kolom. Statistik ujinya adalah

                                           (         )
                                   ∑∑


Dimana




           = jumlah observasi yang dikategorikan pada baris ke-i dan kolom ke-j

           = jumlah observasi yang diharapkan dbawah H0 yang dikategorikan

              pada baris ke-I dan kolom ke-j

          = jumlah baris ke-i

          = jumlah kolom ke-j

          = banyak baris

          = banyak kolom

          = jumlah sampel

       Dan H0 akan ditolak apabila




                                                                                  38
Menurut Siegel (1992) penggunaan uji chi-square menuntut frekuensi

harapan (   ) dalam masing-masing sel tidak boleh terlalu kecil. Uji chi-square

dapat digunakan jika kurang dari 20 persen diantara sel-sel itu mempunyai

frekuensi harapan kurang dari 5 dan tidak satu selpun memiliki frekuensi harapan

kurang dari 1. Jika salah satu syarat tersebut tidak terpenuhi maka untuk tabel

kontingensi yang jumlah kolom atau barisnya lebih dari dua (derajat bebas       1)

dapat menggabungkan kategori-kategori yang berdekatan untuk memperbesar

frekuensi harapan yang keci tersebut. Jika tabel kontingensi tersebut sudah

berukuran 2x2 namun frekuensi harapan yang dihasilkan masih kecil maka

Cochran (1954) mengajukan anjuran-anjuran:

   1. Bila n    40, gunakanlah      dengan koreksi kontinyuitas

   2. Kalau n diantara 20 dan 40, tes     boleh dipakai asalkan frekuensi harapan

       dari sel-sel tersebut bernilai lima atau lebih namun jika kurang dari lima

       gunakanlah uji fisher’s exact

   3. Bila n    20, gunakanlah uji fisher’s exact dalam kasus apapun.

   Namun pemakain koreksi kontinyuitas sudah tidak disarankan pemakaiannya

karena menurut Grizzle (1967) pemakaiannya meningkatkan kecenderungan

naiknya kesalahan tipe II (terima H0 padahal H0 salah). Oleh sebab itu uji fisher’s

exact lebih sering digunakan, karena uji ini memperhitungkan distribusi aslinya

(exact distribution) yang tergantung pada nilai marginalnya.

Rumus koreksi kontinyuitas:

                                   (|          |    )




                                                                                39
Rumus uji fisher’s exact:




Dimana:

A = frekuensi sel dari baris pertama dan kolom pertama

B = frekuensi sel dari baris pertama dan kolom kedua

C = frekuensi sel dari baris kedua dan kolom pertama

D = frekuensi sel dari baris kedua dan kolom kedua



Analisis Regresi Logistik

        Regresi logistik merupakan model yang digunakan untuk menganalisis

data kategorik dengan variabel respon berupa data yang berskala biner/dikotomi

dan variabel independennya berupa data kuantitaif dan kualitatif (Hosmer dan

Lemeshow, 1989). Nilai dari variabel respon (Y) adalah 0 dan 1 yang dalam

penelitian ini Y = 0 mewakili preferensi terhadap anak perempuan dan Y = 1

mewakili preferensi jenis kelamin lainnya. Prinsip regresi logistik hampir sama

dengan regresi linear. Dalam regresi linear kita membuat model dengan mencari

nilai rata-rata bersyarat E(Y|x). Hal tersebut juga berlaku dalam regresi logistik,

namun rata-rata bersyarat dalam model ini memiliki nilai antara 0 dan 1

    |         yang dilambangkan dengan          .

        Menurut Agresti (1990), variabel respon dalam analisis regresi logistik

biner merupakan variabel dengan nilai 0 dan 1 yang merupakan random variabel

yang mengikuti sebaran Bernoulli. Bentuk umum dari model peluang regresi

logistik dengan p variabel independen adalah:




                                                                                40
Nilai          menyatakan peluang sukses yaitu peluang preferensi terhadap

anak perempuan atau              | . Model regresi logistik        terlebih dahulu

diubah menjadi fungsi yang linear dalam parameternya dengan transformasi logit

    . Hasil dari transformasinya adalah:




       Jika dari beberapa variabel independen adalah diskrit dan berskala

nominal maka varibel tersebut tidak tepat jika dimasukkan kedalam model karena

angka tersebut hanya sebagai identifikasi saja dan tidak mempunya nilai numerik.

Dalam hal ini diperlukan variabel dummy dan jika satu variabel yang berskala

nominal dengan k kategori maka diperlukan k-1 variabel dummy. Misalkan

variabel ke-j yaitu Xj mempunyai k kategori maka terdapat k-1 variabel dummy

dengan notasi Dj. Model logit untuk p variabel independen dan variabel ke-j

adalah diskrit akan menjadi sebagai berikut:


                                         ∑


       Analogi dalam regresi linear dimana               |        dapat digunakan

juga dalam mengekspresikan variabel respon dalam regresi logistik yaitu



       Disini nilai     diasumsikan mempunyai salah satu kemungkinan dari dua

nilai. Jika y = 1 maka                  dengan peluang        sedangkan jika y = 0




                                                                               41
maka               dengan peluang               Dalam hal ini    mengikuti distribusi

binomial dengan rata-rata nol dan varians                   .



Pendugaan Parameter

         Seperti halnya regresi linear, regresi logistik juga menggunakan metode

Maximum Likelihood untuk menduga parameternya (Hosmer dan Lemeshow,

1989). Dalam regresi logistik variabel responnya mengikuti distribusi Bernoulli

sehingga fungsi kepekatan peluangnya adalah



         Karena observasi dasumsikan saling bebas maka fungsi likelihoodnya

adalah


                                        ∏


         Prinsip dari maximum likelihood adalah mengestimasi parameter dengan

memaksimumkan        fungsi     likelihoodnya    sehingga   yang    dipakai   adalah

loglikelihoodnya yaitu


                   ln           ∑                           ln


         Untuk mendapatkan nilai        maka          harus diturunkan terhadap

dengan syarat             dan            , sehingga akan diperoleh persamaan:


                                ∑




                                                                                  42
Solusi persamaan diatas tidak linear terhadap         sehingga solusi bagi ̂

tidak dapat dituliskan secara eksplisit karena sangat sulit untuk dihitung dengan

manual. Dalam software SPSS penyelesaian          dihitung dengan metode iterasi.



Pengujian Parameter


a. Statistik Uji-G2

       Statistik uji-G2 digunakan untuk melihat pengaruh bersama-sama oleh

seluruh variabel insependen yang ada didalam model (Agresti, 1990). Hipotesis

yang digunakan adalah

       H0 :     1=   2=   … =   p=   0 (tidak ada pengaruh dari variabel independen

              terhadap variabel respon)

       H1 : minimal ada satu           0 (minimal ada satu variabel independen yang

              berpengaruh terhadap variabel respon)

       Dengan statistik uji

       Dimana:

                L0 = likelihood dari model dengan konstanta

                Lk = likelihood dari model penuh

                j = 1,2, …,p

       Tolak H0 jika



b. Statistik Uji Wald

       Umumnya model selalu mencari variabel yang mempunyai keterpautan

yang kuat antara model dengan data yang ada, artinya kita memilih variabel-



                                                                                    43
variabel mana saja yang tepat masuk kedalam model. Hal tersebut dapat dilakukan

dengan pengujian keberartian parsial Wald, dengan hipotesis

        H0 :         0 (tidak ada pengaruh dari variabel ke-j terhadap variabel

               respon)

        H1 :       0 (ada pengaruh dari variabel ke-j terhadap variabel respon)

                                          ̂
        Dengan statistik uji          (          )
                                          ( ̂)


        Dimana

                 ̂ adalah penduga dari

                   ( ̂ ) galat baku dari penduga

                j = 1,2, …,p

        Tolak H0 jika



Pengujian Kecocokan Model

        Pengujian kecocokan model bertujuan untuk melihat sejauh mana model

dapat atau bisa menjelaskan data. Secara umum model akan fit/cocok apabila

jumlah dari jarak y dan ̂ kecil, serta kontribusi dari masing-masing pasangan

(yi, ̂ i) adalah relatif kecil pada error dimana i = 1,2,3,...,n.

        Pada penelitian ini pengujian kecocokan model menggunakan uji Hosmer

dan Lemeshow. Pada uji ini pengelompokkan didasarkan pada nilai etimasi dari

peluang. Dimana J = n, n adalah jumlah kolom berdasarkan n estimasi dari

peluang yang berurutan dari nilai yang paling kecil ke yang paling besar.

Pengelompokkan lebih lanjut didasarkan atas dua dasar yaitu persentil dari

peluang estimasi dan nilai fix dari peluang estimasi.



                                                                                  44
Dengan dasar/metode yang pertama maka digunakan g = 10 kelompok

dimana kelompok pertama berisi            ⁄      nilai terkecil dari peluang estimasi

0,1 dan kelompok terakir berisi           ⁄     nilai terbesar dari peluang estimasi >

0,9. Nilai batas peluang estimasi pada masing-masing grup adalah ⁄                , dimana

k = 1,2,...,10.

        Uji Hosmer dan Lemeshow menggunakan statistik ̂ yang mengikuti

distribusi chi-square dari tabel frekuensi                    dengan derajat bebas (g – 2).

Formula dari statistik ̂ adalah

                                                      ̅
                              ̂   ∑
                                            ̅             ̅

        Dimana


                                            ∑


                                                  ̂
                                  ̅    ∑


Dengan

   = jumlah total subjek pada grup ke-k

   = jumlah dari bentuk kovariat pada desil ke-k

   = jumlah dari variabel respon diantara       kovariat

̅ = rata-rata dari peluang estimasi

        Pada pengujian kecocokan model ini hipotesis yang dipakai adalah

H0 : model telah cukup menjelaskan data/model hasil estimasi signifikan fit

H1 : model tidak cukup menjelaskan data/model hasil estimasi tidak signifikan fit

Tolak H0 jika ̂


                                                                                        45
Odds Ratio

       Odds ratio adalah ukuran yang menyatakan tingkat kecenderungan

mengalami suatu kejadian antara satu kategori dibandingkan dengan kategori

lainnya dalam satu variabel independen dengan notasi . Odds ratio menyatakan

tingkat kecenderungan variabel Xj =1 berapa kali lebih besar dibandingkan

variabel Xj = 0. Untuk variabel independen yang berskala kontinyu, koefisien

menyatakan perubahan log odds untuk setiap perubahan satu unit dalam varibel X.

       Logaritma dari log odds merupakan logit

                                         (       )


       dan

                                         (       )


        Nilai odds pada masing-masing x adalah




       Odds ratio merupakan perbandingan dari nilai odds pada x=1 terhadap

x=0, maka

                                     ⁄


                                     ⁄




                                                                               46
sehingga


                           (         ⁄        )



                           (         ⁄        )




Bentuk lain dari Odds ratio adalah            ( )

           ⁄


           ⁄


               (           )
    [                           ][            ]
                   (           )

    [                  ][                     ]
                                         (   )

        (              )
                                 ( )




                                                    47
BAB IV

                             HASIL DAN PEMBAHASAN



2.1    Gambaran Umum Masyarakat Kampung Dalam yang Memiliki

       Preferensi Anak Perempuan




                                      5%


                                                                lainnya
                                                                perempuan


                              95%




       Gambar 3. Persentase masyarakat berdasarkan preferensinya
                 terhadap jenis kelamin anak



       Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 79 pasangan suami istri

sehingga unit obsevasinya adalah 158 orang. Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa preferensi masyarakat Kampung Dalam lebih banyak pada

anak perempuan yaitu sebesar 95 persen sedangkan preferensi lainnya (preferensi

terhadap anak laki-laki dan tidak ada preferensi) sebesar 5 persen.




                                                                            48
Umur



         Tabel 2. Nilai tengah dari umur masyarakat Kampung Dalam

                  Rata-rata               Median            Modus

                   44,39                    44                35




         Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata responden berumur antara 44 – 45

tahun. Umur tengah dari responden pada penelitian ini adalah               44 tahun.

Sedangkan umur yang paling banyak ditemui pada saat pencacahan adalah 35

tahun.


Jenis Kelamin

         Penelitian ini memiliki sampel 79 pasangan artinya terdapat jumlah wanita

dan laki-laki yang sama sebagai unit obsevasi.



                                  93.7%             96.2%
         100.0%
          90.0%
          80.0%
          70.0%
          60.0%                                                  lainnya
          50.0%
                                                                 perempuan
          40.0%
          30.0%
          20.0%            6.3%              3.8%
          10.0%
            .0%
                           LAKI-LAKI       PEREMPUAN

         Gambar 4. Persentase preferensi masyarakat terhadap anak menurut
                   jenis kelamin




                                                                                 49
Baik laki-laki maupun perempuan sama-sama memiliki kecenderungan

yang tinggi pada preferensi anak perempuan. Hal ini dapat dilihat dari gambar 4.

Laki-laki memiliki preferensi terhadap anak perempuan sebesar 93,7 persen dan

preferensi lainnya sebesar 6,3 persen. Sedangkan wanita memiliki preferensi

terhadap anak perempuan sebesar 96,2 persen dan preferensi lainnya sebesar 3,8

persen.


Pendidikan




                  47%
                                                    53%           <sma
                                                                  >=sma




          Gambar 5. Persentase masyarakat berdasarkan jenjang pendidikan



          Variabel pendidikan dibagi menjadi dua kategori yaitu kurang dari SMA

dan SMA keatas. Pendidikan yang paling banyak ditamatkan oleh masyarakat

Kampung Dalam adalah kurang dari SMA (53 persen). Kelompok masyarakat

yang berpendidikan SMA keatas mempunyai proporsi yang tidak jauh berbeda

dibandingkan yang kurang dari SMA yaitu sebesar 57 persen atau berbeda sebesar

6 persen.




                                                                             50
100%
        100.0%                               89,3%

         80.0%
         60.0%                                               lainnya
         40.0%                                               perempuan
                                       10,7%
         20.0%         0%
            .0%
                       <sma             >=sma

       Gambar 6. Persentase preferensi masyarakat terhadap anak menurut
                 jenjang pendidikan



       Gambar 6 menunjukkan bahwa pendidikan apapun yang ditamatkan oleh

masyarakat Kampung Dalam preferensinya tetap lebih besar pada anak

perempuan. Pada kelompok masyarakat yang pendidikannya kurang dari SMA

semuanya (100 persen) memiliki preferensi pada anak perempuan. Sedangkan

pada mereka yang berpendidikan SMA keatas memiliki proporsi sebesar 89,3

persen untuk preferensi anak perempuan dan 10,7 persen untuk preferensi lainnya.


Umur Perkawinan Pertama




                               8%


                                                                  <=30
                                                                  >30
                                       92%




       Gambar 7. Persentase masyarakat berdasarkan umur perkawinan
                 pertama




                                                                             51
Umur perkawinan pertama dikelompokkan menjadi dua yaitu 30 tahun

kebawah dan lebih dari 30 tahun. Gambar 7 memperlihatkan pola dari masyarakat

Kampung Dalam yang sebagian besar menikah pada saat berumur dibawah 30

tahun yaitu sebesar 92 persen. Sedangkan mereka yang menikah diatas umur 30

tahun adalah 8 persen.



                                95.2%          92.3%
           100.0%

           80.0%

           60.0%                                             lainnya

           40.0%                                             perempuan

           20.0%         4.8%           7.7%

             .0%
                          <=30           >30

       Gambar 8. Persentase preferensi masyarakat terhadap anak menurut
                 umur perkawinan pertama



       Pada kelompok yang umur perkawinan pertamanya kurang dari 30 tahun

dan diatas 30 tahun sama-sama memilki kecenderungan yang tinggi pada

preferensi anak perempuan. Gambar 8 memperlihatkan bahwa 95,2 persen

kelompok yang umur perkawinan pertamanya kurang dari 30 tahun memiliki

preferensi pada anak perempuan dan 4,8 persen untuk preferensi lainnya.

Sedangkan yang umur perkawinan pertamanya diatas 30 tahun sebesar 92,3

persen memiliki preferensi pada anak perempuan dan 7,7 persen untuk preferensi

lainnya.




                                                                           52
Lama Perkawinan



                                  11%

                                            19%
                                                           <=5 tahun
                                                           6-10 tahun
                70%
                                                           >10 tahun




       Gambar 9. Persentase masyarakat berdasarkan lama perkawinan



       Variabel lama perkawinan dibagi dalam 3 kategori yaitu dibawah 5 tahun,

6 sampai 10 tahun, dan lebih dari sepuluh tahun. Sebagian besar masyarakat

Kampung Dalam lama perkawinannya lebih dari 10 tahun (70 persen), sedangkan

untuk kelompok yang usia perkawinannya 6 sampai 10 tahun sebesar 19 persen

dan dibawah 5 tahun sebesar 11 persen.


                                               97.3%
      100.0%          88.9%          90%
       90.0%
       80.0%
       70.0%
       60.0%
                                                              lainnya
       50.0%
                                                              perempuan
       40.0%
       30.0%
       20.0%     11.1%         10%
       10.0%                                2.7%
         .0%
                   <=5          6-10         >10

       Gambar 10. Persentase preferensi masyarakat terhadap anak menurut
                  lama perkawinan




                                                                           53
Pada masing-masing kelompok usia perkawinan kecenderungan preferensi

anak perempuan tetap masih besar. Usia perkawinan dibawah 5 tahun ada

sebanyak 88,9 persen yang memiliki preferensi anak perempuan dan 11,1 persen

persen preferensi lainnya. Kelompok yang usia perkawinannya 6 sampai 10 tahun

memiliki preferensi pada anak perempuan sebesar 90 persen dan 10 persen untuk

preferensi lainnya. Sedangkan kelompok yang usia perkawinannya lebih dari 10

tahun terdapat sebesar 97,3 persen yang berpreferensi pada anak perempuan dan

2,7 persen untuk preferensi lainnya.


Pernah atau Tidaknya Mengakses Informasi




                                   6%


                                                             tdk pernah
                                                             pernah
                           94%




       Gambar 11. Persentase masyarakat berdasarkan pernah atau tidaknya
                  mengakses informasi



       Dari hasil penelitian ini didapat bahwa sebagian besar masyarakat

Kampung Dalam sudah mengakses informasi baik dari televisi, radio, maupun

media cetak. Sebesar 94 persen masyarakat Kampung Dalam sudah mengakses

informasi dan 6 persen tidak pernah mengakses informasi.

       Sumber informasi yang ditanyakan dalam kuesioner ada tiga yaitu televisi,

radio, dan media cetak. Masyarakat Kampung Dalam tidak hanya mengakses


                                                                             54
salah satu dari sumber informasi itu saja melainkan juga mengakses beberapa atau

semua dari sumber informasi tersebut.




                                 2%
                                      6%
                   30%
                                                              tidak ada
                                                              salah satu
                                            62%               2 sumber
                                                              semuanya




       Gambar 12. Persentase masyarakat berdasarkan pilihan sumber
                  informasi



       Kelompok masyarakat yang pernah mengakses informasi dibagi menjadi

tiga yaitu kelompok masyarakat yang hanya mengakses salah satu sumber

informasi saja, mengakses dua sumber informasi, dan mengakses semua sumber

informasi. Kelompok masyarakat yang hanya mengakses dari salah satu sumber

informasi sebesar 62 persen. Sebanyak 30 persen dari masyarakat yang megakses

informasi adalah mereka yang mengakses informasi dari dua sumber. Sedangkan

proporsi paling sedikit adalah mereka yang mengakses semua sumber informasi

yaitu hanya sebanyak 2 persen.




                                                                             55
2%




                                                                  tv saja
                                                                  radio saja
                                      98%




       Gambar 13. Persentase masyarakat berdasarkan akses informasi
                  hanya dari salah satu sumber



       Gambar 13 menunjukkan persentase dari masyarakat yang mengakses

informasi dari salah satu sumber saja. Terdapat 98 persen masyarakat yang

mengakses televisi saja dan 2 persen yang mengakses radio saja. Mereka yang

mengakses media cetak saja tidak ada, hal ini disebabkan karena mereka yang

mengakses media cetak selalu diikuti dengan mengakses sumber lainnya.



                            4%
                                  17%

                                                       tv+radio
                                                       tv+media cetak
                      79%                              media cetak+radio




       Gambar 14. Persentase masyarakat berdasarkan akses informasi dari
                  dua sumber



       Masyarakat yang mengakses informasi dari dua sumber terbagi menjadi

tiga kelompok yaitu mereka yang mengakses televisi dan radio, televisi dan media


                                                                               56
cetak, serta media cetak dan radio. Kombinasi dari dua sumber informasi yang

paling banyak diakses adalah televisi dan media cetak yaitu sebanyak 79 persen.

Urutan kedua adalah mereka yang mengakses informasi dari televisi dan radio

yaitu sebanyak 17 persen. Sedangkan yang mengakses dari radio dan media cetak

hanya 4 persen saja.



                                              95.9%
          100.0%
                              80%
           80.0%

           60.0%                                             lainnya

           40.0%                                             perempuan
                        20%
           20.0%                       4.1%
             .0%
                       tdk pernah       pernah

       Gambar 15. Persentase preferensi masyarakat terhadap anak menurut
                  pernah atau tidaknya mengakses informasi



       Preferensi terhadap anak perempuan yang besar terlihat pada kedua

kelompok tersebut. Preferensi anak perempuan pada masyarkat yang pernah

mengakses informasi sebesar 95,9 persen dan 4,1 persen untuk preferensi lainnya.

Sedangkan mereka yang tidak mengakses informasi memiliki preferensi pada

anak perempuan yaitu sebanyak 80 persen dan 20 persen untuk preferensi lainnya.




                                                                             57
Pengalaman Tinggal di Wilayah Perkotaan




                                             39%

                                                            tidak
              61%
                                                            pernah tinggal




       Gambar 16. Persentase masyarakat berdasarkan pengalaman tinggal
                  di wilayah perkotaan


       Variabel pengalaman tinggal di wilayah perkotaan ini dibagi dua kategori

yaitu pernah tinggal dan tidak pernah tinggal di wilayah perkotaan. Gambar 16

memperlihatkan proporsi masyarakat Kampung Dalam yang pernah tinggal di

wilayah perkotaan sebesar 61 persen sedangkan yang tidak pernah tinggal di

wilayah perkotaan sebesar 39 persen.

       Masyarakat yang pernah tinggal di wilayah perkotaan terbagi menjadi dua

kategori yaitu wilayah perkotaan di Sumatera Barat dan wilayah perkotaan di luar

Sumatera Barat atau disebut juga merantau.




                                       39%

                                                    dalam sumatera barat
            61%
                                                    luar sumatera barat




      Gambar 17. Persentase masyarakat berdasarkan kategori pernah tinggal di
                 wilayah perkotaan



                                                                             58
Gambar 17 memperlihatkan persentase wilayah perkotaan yang pernah

ditinggali oleh masyarakat Kampung Dalam. Terdapat sebanyak 61 persen

masyarakat yang pernah tinggal di wilayah perkotaan luar Sumatera Barat atau

disebut juga merantau. Hal ini sejalan dengan budaya Minangkabau yang sering

merantau. Sedangkan masyarakat yang pernah tinggal di wilayah perkotaan

namun masih di Sumatera Barat adalah sebanyak 39 persen.



                               96.7%            93.8%
          100.0%

           80.0%

           60.0%                                              lainnya
                                                              perempuan
           40.0%

           20.0%       3.3%              6.2%

             .0%
                            tidak      pernah tinggal

       Gambar 18. Persentase preferensi masyarakat terhadap anak menurut
                  pengalaman tinggal di wilayah perkotaan



       Kedua kelompok masyarakat Kampung Dalam yang pernah tinggal

maupun yang tidak pernah tinggal di wilayah perkotaan memiliki kecenderungan

yang besar pada preferensi anak perempuan. Mereka yang pernah tinggal di

wilayah perkotaan memilki preferensi pada anak perempuan sebesar 93,8 persen

dan 6,2 persen untuk preferensi lainnya. Sedangkan proporsi preferensi anak

perempuan pada mereka yang tidak pernah tinggal di wilayah perkotaan jauh

lebih besar daripada yang pernah tinggal yaitu sebesar 96,7 persen dan 3,3 persen

untuk preferensi lainnya.




                                                                              59
Jenis Pekerjaan



                         16%
                                                                         tdk bekerja/pekerja
           19%                                                           serabutan

                                                        65%              PNS/TNI/karyawan

                                                                         pedagang




       Gambar 19. Persentase masyarakat berdasarkan jenis pekerjaan



       Jenis pekerjaan dibagi menjadi tiga kategori yaitu tidak bekerja/pekerja

serabutan, PNS//TNI/karyawan, dan pedagang. Hal ini berdasarkan data yang

tersedia sewaktu survei. Proporsi terbesar adalah kategori tidak bekerja/pekerja

serabutan sebesar 65 persen. Hal ini disebabkan oleh observasi yang setengahnya

adalah perempuan yang berstatus istri yang sebagian besarnya adalah ibu rumah

tangga. PNS/TNI/karyawan mempunyai persentase 19 persen. Sedangkan jenis

pekerjaan pedagang sebesar 16 persen yang berbeda 3 persen dari kategori

PNS/TNI/karyawan.


                           97.1%             90.0%               92.3%
        100.0%


         50.0%
                    2.9%              10.0%              7.7%
                                                                                      lainnya
           .0%                                                                        perempuan
                                       PNS/TNI/karyaw




                                                              pedagang
                    bekerja/pekerja
                      serabutan
                          tdk




                                            an




       Gambar 20. Persentase preferensi masyarakat terhadap anak menurut
                  jenis pekerjaan


                                                                                                  60
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada ketiga kategori jenis

pekerjaan preferensi anak perempuan tetap memiliki kecenderungan yang paling

besar. Masyarakat yang tidak bekerjapun memiliki preferensi pada anak

perempuan yang sangat besar yaitu 97,1 persen dan 2,9 persen untuk preferensi

lainnya. PNS/TNI/karyawan memiliki preferensi pada anak perempuan sebesar 90

persen dan 10 persen untuk preferensi lainnya. Mereka yang bekerja sebagai

pedagangpun tidak kalah besar proporsinya dalam preferensi pada anak

perempuan yaitu sebesar 92,3 persen dan 7,7 persen untuk preferensi lainnya. Hal

ini menunjukkan apapun jenis pekerjaan yang digeluti oleh masyarakat Kampung

Dalam preferensi mereka tetap berada pada anak berjenis kelamin perempuan.


Pendapatan Perkapita Perbulan




                 49%
                                               51%
                                                             <=425000
                                                             >425000




       Gambar 21. Persentase masyarakat berdasarkan pendapatan
                  perkapita perbulan



       Kategori pendapatan perkapita perbulan dibagi menjadi dua berdasarkan

rata-rata pendapatan perkapita perbulan seluruh responden yaitu dibawah Rp

425.000 dan diatas Rp 425.000. Proporsi kelompok masyarakat yang pendapatan

perkapitanya dibawah Rp 425.000 adalah 51 persen sedangkan mereka yang



                                                                             61
pendapatan perkapitanya berada diatas Rp 425.000 berada 2 persen dibawah

kategori pertama yaitu sebesar 49 persen.


                                98.8%
                                                   90.9%
          100.0%

           80.0%

           60.0%                                                    lainnya

           40.0%                                                    perempuan

           20.0%                            9.1%
                         1.2%
             .0%
                        <=425000            >425000

       Gambar 22. Persentase preferensi masyarakat terhadap anak menurut
                  pendapatan perkapita perbulan


       Gambar 22 menunjukkan bahwa pendapatan dibawah ataupun diatas Rp

425.000 tetap memiliki kecederungan pada preferensi anak perempuan yang lebih

besar. Masyarakat yang pendapatan perkapitanya kurang dari Rp 425.000

memiliki proporsi preferensi pada anak perempuan sebesar 98,8 persen dan 1,2

persen untuk       preferensi    lainnya.   Sedangkan      mereka   yang      pendapatan

perkapitanya lebih dari Rp 425.000 adalah sebesar 90,9 persen untuk preferensi

anak perempuan dan 9,1 persen untuk preferensi lainnya.




                                                                                     62
Penentu Perkawinan




                                          30%

                                                              bkn ortu
                   70%                                        ortu




       Gambar 23. Persentase masyarakat berdasarkan penentu perkawinan



       Penentu perkawinan terdiri dari dua kategori yaitu perkawinan yang

ditentukan oleh orangtua dan bukan orangtua. Perkawinan yang ditentukan atau

dijodohkan oleh orangtua mempunyai proporsi yang besar pada masyarakat

Kampung Dalam sebesar 70 persen sedangkan yang ditentukan oleh bukan

orangtua adalah sebesar 30 persen.


                                             99.1%
          100.0%              85.4%

           80.0%

           60.0%                                           lainnya

           40.0%                                           perempuan
                         14.6%
           20.0%
                                      0.9%
             .0%
                         bkn ortu       ortu

       Gambar 24. Persentase preferensi masyarakat terhadap anak menurut
                  penentu perkawinan




                                                                           63
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penentu perkawinan oleh orangtua

maupun bukan orangtua lebih besar preferensinya pada anak perempuan daripada

preferensi lainnya. Perkawinan yang ditentukan oleh orangtua memiliki proporsi

yang sangat besar untuk preferensi anak perempuan yaitu sebesar 99,1 persen dan

0,9 persen untuk preferensi lainnya. Sedangkan perkawinan yang ditentukan

bukan oleh orangtua memiliki proporsi sebesar 85,4 persen untuk preferensi anak

perempuan dan 14,6 persen untuk preferensi lainnya.


Jumlah Anak




                                                34%


                                                                   <=2
                 66%                                               >2




       Gambar 25. Persentase masyarakat berdasarkan jumlah anak



       Variabel jumlah anak terdiri dari dua kategori yaitu jumlah anak 2

kebawah dan diatas 2. Jumlah anak yang paling banyak dimiliki oleh masyarakat

Kampung Dalam adalah frekuensi diatas 2 dengan proporsi yaitu sebesar 66

persen. Sedangkan jumlah anak yang lebih dari 2 adalah sebesar 34 persen.

       Pada kuesioner didapat informasi tambahan mengenai anak disamping

jumlah anak yang dimiliki yaitu jumlah anak yang diinginkan.




                                                                            64
48%
              52%                                     tidak ada batasan
                                                      ada batasan




       Gambar 26. Persentase masyarakat berdasarkan jumlah anak yang
                  diinginkan



       Kelompok masyarakat berdasarkan jumlah anak yang diinginkan dibagi

menjadi dua kategori yaitu kelompok masyarakat yang tidak membatasi jumlah

anak yang akan dimiliki dan kelompok masyarakat yang mempunyai target

(membatasi) jumlah anak. Kelompok masyarakat yang tidak membatasi jumlah

anaknya adalah 48 persen, sedangkan mereka yang mempunyai target adalah 52

persen. Pada kelompok masyarakat yang memiliki target jumlah anak, target

mereka bukan target KB atau jumlah anaknya dua melainkan rata-rata dari

kelompok ini menargetkan jumlah anak mereka antara 3 sampai 4.



                            96,3%             94,2%
        100.0%

         80.0%

         60.0%                                               lainnya
                                                             perempuan
         40.0%

         20.0%       3,7%             5,8%

           .0%
                       <=2               >2

       Gambar 27. Persentase preferensi masyarakat terhadap anak menurut
                  jumlah anak


                                                                           65
Preferensi anak perempuan masih menjadi pilihan pada setiap kategori

kepemilikan anak. Kelompok masyarakat yang jumlah anaknya 2 kebawah

memiliki proporsi 96,3 persen untuk preferensi anak perempuan dan 3,7 persen

untuk preferensi lainnya. Proporsi preferensi anak perempuan pada kelompok

yang jumlah anaknya lebih dari 2 adalah 94,2 persen dan 5,8 persen untuk

preferensi lainnya.


Struktur Keluarga




                                               43%

                  57%                                           BESAR
                                                                INTI




       Gambar 28. Persentase masyarakat berdasarkan struktur keluarga



       Struktur keluarga pada penelitian ini dibagi menjadi dua kategori yaitu

keluarga inti dan keluarga besar. Keluarga inti atau keluarga yang tinggal hanya

satu keluarga saja memiliki proporsi yang paling besar yaitu 57 persen.

Sedangkan keluarga besar yaitu keluarga yang tinggal bersama dengan keluarga

lainnya berbeda cukup jauh yaitu 14 persen dari proporsi keluarga inti dengan

kata lain proporsi keluarga besar adalah sebesar 43 persen.




                                                                             66
94.1%               95.6%
         100.0%

          80.0%

          60.0%                                              lainnya
                                                             perempuan
          40.0%

          20.0%        5.9%                4.4%
            .0%
                       BESAR                INTI

       Gambar 29. Persentase preferensi masyarakat terhadap anak menurut
                  struktur keluarga



       Gambar 29 menunjukkan kecenderungan yang besar pada anak perempuan

pada kedua kategori. Pada kelompok masyarakat yang struktur keluarganya

adalah keluarga besar terdapat sebesar 94,1 persen untuk preferensi anak

perempuan dan 5,9 persen untuk preferensi lainnya. Sedangkan kelompok yang

struktur keluarganya adalah keluarga inti proporsi untuk preferensi anak

perempuan adalah sebesar 95,6 persen dan 4,4 persen untuk preferensi lainnya.


Eksistensi Sistem Matrilineal




                                      8%


                                                            kurang eksis
                                                            eksis
                         92%




       Gambar 30. Persentase masyarakat berdasarkan eksistensi sistem
                  matrilineal



                                                                                67
Eksistensi matrilineal dibedakan atas dua ktegori yaitu eksis dan kurang

eksis. Gambar 30 menunjukkan bahwa mayarakat yang sistem matrilinealnya

eksis 92 persen, sedangkan sistem matrilinealnya yang kurang eksis adalah

sebesar 8 persen dimana kekurangeksisan ini merupakan sumbangan dari

masyarakat luar Minangkabau yang juga tinggal di Minangkabau.


                                               97.2%
         100.0%

          80.0%             69.2%

          60.0%                                                lainnya

          40.0%       30.8%                                    perempuan

          20.0%                         2.8%
            .0%
                     kurang eksis         eksis

       Gambar 31. Persentase preferensi masyarakat terhadap anak menurut
                  eksistensi sistem matrilineal



       Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok masyarakat yang kurang

eksis dalam keberadaan sistem matrilinealnya sudah mulai menunjukkan

preferensinya kearah jenis kelamin laki-laki/tidak berpreferensi yang cukup tinggi

(30,8 persen) daripada mereka yang eksis (2,8 persen). Hal ini menunjukkan

betapa pentingnya peranan keeksisan sistem matrilineal dalam penentuan

preferensi jenis kelamin anak pada masyarakat Minangkabau.




                                                                               68
4.2    Hubungan antara Preferensi Anak Perempuan dengan Variabel-

       Variabel penjelas

       Sebelum melakukan pengujian pengaruh variabel-variabel penjelas

terhadap preferensi anak perempuan terlebih dahulu dilakukan pengujian

independensi dari masing-masing variabel-variabel penjelas terhadap preferensi

anak perempuan. Pengujian independensi ini menggunakan chi-square test

sebagai alat analisisnya. Melalui test ini dapat diketahui variabel-variabel penjelas

mana yang mempunyai yang mempunyai hubungan dengan preferensi anak

perempuan. Namun karena pada tabulasi silang 2 2 semua variabel mempunyai

nilai harapan yang kurang dari 5 melebihi 20 persen maka digunakan uji fisher’s

exact sedangkan untuk variabel lainnya yang mempunyai tabulasi silang 3 2

tetap memakai uji chi-square. Variabel-variabel penjelas yang digunakan adalah

umur, jenis kelamin, pendidikan, umur perkawinan pertama, lama perkawinan,

adanya akses informasi, pengalaman tinggal di perkotaan, jenis pekerjaan,

pendapatan perkapita, penentu perkawinan, jumlah anak, struktur keluarga,

eksistensi sistem matrilineal. Pengujian ini menggunakan tingkat kepercayaan 95

persen. Hasil rangkuman pengujian ini adalah sebagai berikut:




                                                                                  69
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni
Skripsi weni

Contenu connexe

Tendances

Pemuda dalam tantangan global
Pemuda dalam tantangan globalPemuda dalam tantangan global
Pemuda dalam tantangan globalAgus Ariyanto
 
Psi koran solidaritas 08
Psi koran solidaritas 08Psi koran solidaritas 08
Psi koran solidaritas 08GSaroso PSid
 
Penduduk, Demografi, dan Pemilu
Penduduk, Demografi, dan PemiluPenduduk, Demografi, dan Pemilu
Penduduk, Demografi, dan PemiluTeguh Andoria
 
Hak Politik Perempuan Skala Global
Hak Politik Perempuan Skala GlobalHak Politik Perempuan Skala Global
Hak Politik Perempuan Skala GlobalNarulitaMD
 
Perempuan & politik
Perempuan & politikPerempuan & politik
Perempuan & politikTion Camang
 
Indonesiamdgbigoal3 20081122001221__518
Indonesiamdgbigoal3  20081122001221__518Indonesiamdgbigoal3  20081122001221__518
Indonesiamdgbigoal3 20081122001221__518apotek agam farma
 
Generasi y, generasi z dan bonus demografi
Generasi y, generasi z dan bonus demografiGenerasi y, generasi z dan bonus demografi
Generasi y, generasi z dan bonus demografiLeonard Merari Situmeang
 
Gender, Perempuan Dan Pembangunan
Gender, Perempuan Dan PembangunanGender, Perempuan Dan Pembangunan
Gender, Perempuan Dan Pembangunanendang_lestari3003
 

Tendances (9)

Pemuda dalam tantangan global
Pemuda dalam tantangan globalPemuda dalam tantangan global
Pemuda dalam tantangan global
 
3. kesetaraan gender
3. kesetaraan gender3. kesetaraan gender
3. kesetaraan gender
 
Psi koran solidaritas 08
Psi koran solidaritas 08Psi koran solidaritas 08
Psi koran solidaritas 08
 
Penduduk, Demografi, dan Pemilu
Penduduk, Demografi, dan PemiluPenduduk, Demografi, dan Pemilu
Penduduk, Demografi, dan Pemilu
 
Hak Politik Perempuan Skala Global
Hak Politik Perempuan Skala GlobalHak Politik Perempuan Skala Global
Hak Politik Perempuan Skala Global
 
Perempuan & politik
Perempuan & politikPerempuan & politik
Perempuan & politik
 
Indonesiamdgbigoal3 20081122001221__518
Indonesiamdgbigoal3  20081122001221__518Indonesiamdgbigoal3  20081122001221__518
Indonesiamdgbigoal3 20081122001221__518
 
Generasi y, generasi z dan bonus demografi
Generasi y, generasi z dan bonus demografiGenerasi y, generasi z dan bonus demografi
Generasi y, generasi z dan bonus demografi
 
Gender, Perempuan Dan Pembangunan
Gender, Perempuan Dan PembangunanGender, Perempuan Dan Pembangunan
Gender, Perempuan Dan Pembangunan
 

Similaire à Skripsi weni

JDraf urnal Nur Ikhsan Pemulung Perempuan ind.docx
JDraf urnal Nur Ikhsan Pemulung Perempuan ind.docxJDraf urnal Nur Ikhsan Pemulung Perempuan ind.docx
JDraf urnal Nur Ikhsan Pemulung Perempuan ind.docxHimawanBismar
 
2. BULETIN LENTERA PANRITA Edisi 2.pdf
2. BULETIN LENTERA PANRITA Edisi 2.pdf2. BULETIN LENTERA PANRITA Edisi 2.pdf
2. BULETIN LENTERA PANRITA Edisi 2.pdfsahrir4
 
PERMASALAHAN KESETARAAN GENDER DALAM SISTIM SOSIAL BUDAYA INDONESIA
PERMASALAHAN KESETARAAN GENDER DALAM SISTIM SOSIAL BUDAYA INDONESIAPERMASALAHAN KESETARAAN GENDER DALAM SISTIM SOSIAL BUDAYA INDONESIA
PERMASALAHAN KESETARAAN GENDER DALAM SISTIM SOSIAL BUDAYA INDONESIATri Chairani
 
11-19-erniyati-maria-kosat-revisi-ly-1.pdf
11-19-erniyati-maria-kosat-revisi-ly-1.pdf11-19-erniyati-maria-kosat-revisi-ly-1.pdf
11-19-erniyati-maria-kosat-revisi-ly-1.pdfmarsibani2
 
KTI BK SMP Perilaku Seks Pranikah
KTI BK SMP Perilaku Seks PranikahKTI BK SMP Perilaku Seks Pranikah
KTI BK SMP Perilaku Seks PranikahLidya Ardiyan
 
11 penelitian partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan publik dan pe...
11 penelitian partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan publik dan pe...11 penelitian partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan publik dan pe...
11 penelitian partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan publik dan pe...Farid Athar
 
Buku-Saya-Perempuan-Antikorupsi-SPAK.pdf
Buku-Saya-Perempuan-Antikorupsi-SPAK.pdfBuku-Saya-Perempuan-Antikorupsi-SPAK.pdf
Buku-Saya-Perempuan-Antikorupsi-SPAK.pdfMegaSilvia39
 
96367675 makalah-kesetaraan-dan-keadilan-gender
96367675 makalah-kesetaraan-dan-keadilan-gender96367675 makalah-kesetaraan-dan-keadilan-gender
96367675 makalah-kesetaraan-dan-keadilan-genderOperator Warnet Vast Raha
 
96367675 makalah-kesetaraan-dan-keadilan-gender
96367675 makalah-kesetaraan-dan-keadilan-gender96367675 makalah-kesetaraan-dan-keadilan-gender
96367675 makalah-kesetaraan-dan-keadilan-genderOperator Warnet Vast Raha
 
96367675 makalah-kesetaraan-dan-keadilan-gender
96367675 makalah-kesetaraan-dan-keadilan-gender96367675 makalah-kesetaraan-dan-keadilan-gender
96367675 makalah-kesetaraan-dan-keadilan-genderOperator Warnet Vast Raha
 
96367675 makalah-kesetaraan-dan-keadilan-gender
96367675 makalah-kesetaraan-dan-keadilan-gender96367675 makalah-kesetaraan-dan-keadilan-gender
96367675 makalah-kesetaraan-dan-keadilan-genderOperator Warnet Vast Raha
 
Materi Dari Bu Kepi
Materi Dari Bu KepiMateri Dari Bu Kepi
Materi Dari Bu Kepiyulestian
 
PPT_PENDIDIKAN dan KESETARAAN GENDER.pptx
PPT_PENDIDIKAN dan KESETARAAN GENDER.pptxPPT_PENDIDIKAN dan KESETARAAN GENDER.pptx
PPT_PENDIDIKAN dan KESETARAAN GENDER.pptxZizahWildan
 

Similaire à Skripsi weni (20)

JDraf urnal Nur Ikhsan Pemulung Perempuan ind.docx
JDraf urnal Nur Ikhsan Pemulung Perempuan ind.docxJDraf urnal Nur Ikhsan Pemulung Perempuan ind.docx
JDraf urnal Nur Ikhsan Pemulung Perempuan ind.docx
 
2. BULETIN LENTERA PANRITA Edisi 2.pdf
2. BULETIN LENTERA PANRITA Edisi 2.pdf2. BULETIN LENTERA PANRITA Edisi 2.pdf
2. BULETIN LENTERA PANRITA Edisi 2.pdf
 
PERMASALAHAN KESETARAAN GENDER DALAM SISTIM SOSIAL BUDAYA INDONESIA
PERMASALAHAN KESETARAAN GENDER DALAM SISTIM SOSIAL BUDAYA INDONESIAPERMASALAHAN KESETARAAN GENDER DALAM SISTIM SOSIAL BUDAYA INDONESIA
PERMASALAHAN KESETARAAN GENDER DALAM SISTIM SOSIAL BUDAYA INDONESIA
 
11-19-erniyati-maria-kosat-revisi-ly-1.pdf
11-19-erniyati-maria-kosat-revisi-ly-1.pdf11-19-erniyati-maria-kosat-revisi-ly-1.pdf
11-19-erniyati-maria-kosat-revisi-ly-1.pdf
 
PHDR GENDER Papua
PHDR GENDER PapuaPHDR GENDER Papua
PHDR GENDER Papua
 
yuli
yuliyuli
yuli
 
KTI BK SMP Perilaku Seks Pranikah
KTI BK SMP Perilaku Seks PranikahKTI BK SMP Perilaku Seks Pranikah
KTI BK SMP Perilaku Seks Pranikah
 
11 penelitian partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan publik dan pe...
11 penelitian partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan publik dan pe...11 penelitian partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan publik dan pe...
11 penelitian partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan publik dan pe...
 
Buku-Saya-Perempuan-Antikorupsi-SPAK.pdf
Buku-Saya-Perempuan-Antikorupsi-SPAK.pdfBuku-Saya-Perempuan-Antikorupsi-SPAK.pdf
Buku-Saya-Perempuan-Antikorupsi-SPAK.pdf
 
96367675 makalah-kesetaraan-dan-keadilan-gender
96367675 makalah-kesetaraan-dan-keadilan-gender96367675 makalah-kesetaraan-dan-keadilan-gender
96367675 makalah-kesetaraan-dan-keadilan-gender
 
96367675 makalah-kesetaraan-dan-keadilan-gender
96367675 makalah-kesetaraan-dan-keadilan-gender96367675 makalah-kesetaraan-dan-keadilan-gender
96367675 makalah-kesetaraan-dan-keadilan-gender
 
96367675 makalah-kesetaraan-dan-keadilan-gender
96367675 makalah-kesetaraan-dan-keadilan-gender96367675 makalah-kesetaraan-dan-keadilan-gender
96367675 makalah-kesetaraan-dan-keadilan-gender
 
96367675 makalah-kesetaraan-dan-keadilan-gender
96367675 makalah-kesetaraan-dan-keadilan-gender96367675 makalah-kesetaraan-dan-keadilan-gender
96367675 makalah-kesetaraan-dan-keadilan-gender
 
Materi Dari Bu Kepi
Materi Dari Bu KepiMateri Dari Bu Kepi
Materi Dari Bu Kepi
 
Gender slide
Gender slideGender slide
Gender slide
 
Paparan pug sanimas
Paparan pug sanimasPaparan pug sanimas
Paparan pug sanimas
 
Bab ii
Bab iiBab ii
Bab ii
 
Bab ii
Bab iiBab ii
Bab ii
 
Dari Desa ke Desa
Dari Desa ke DesaDari Desa ke Desa
Dari Desa ke Desa
 
PPT_PENDIDIKAN dan KESETARAAN GENDER.pptx
PPT_PENDIDIKAN dan KESETARAAN GENDER.pptxPPT_PENDIDIKAN dan KESETARAAN GENDER.pptx
PPT_PENDIDIKAN dan KESETARAAN GENDER.pptx
 

Skripsi weni

  • 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Umumnya negara-negara di dunia memiliki kecenderungan kepada anak laki-laki termasuk Indonesia. Hal ini dikarenakan anak laki-laki mempunyai nilai lebih karena berkaitan dengan nilai-nilai kejantanan yang dijunjung tinggi (Singarimbun, 1990 dalam Al-khusyairi, 2006). Namun diantara suku bangsa di Indonesia suku Minangkabaulah yang lemah terhadap preferensi anak laki-laki. Mely Tan dan Budy Soeradji dalam Singarimbun (1990) melakukan penelitian dengan membandingkan antara jumlah anak laki-laki dan anak perempuan yang diinginkan pada lima suku bangsa Indonesia yaitu Jawa, Sunda, Batak, Minangkabau, dan Cina. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa preferensi terhadap anak laki-laki sangat kuat pada suku-suku tersebut kecuali suku Minangkabau (Al-khusyairi, 2006). Dengan arti lain suku Minangkabau memiliki preferensi terhadap anak perempuan. Indikasi preferensi terhadap anak perempuan ini juga didukung oleh pernyataan Tanius (1975) bahwa di Minangkabau terjadi permasalahan dalam Program Keluarga Berencana yaitu kecenderungan orang-orang Minangkabau untuk mempunyai anak perempuan dalam jumlah yang relatif besar. Hal ini sangat berbeda dengan kecenderungan Program Keluarga Berencana yang menganjurkan jumlah anak perempuan yang relatif sedikit bahkan kalau bisa hanya satu. Hal ini dikarenakan masyarakat Minangkabau menganut sistem matrilineal seperti yang dinyatakan oleh Nauly (tesis, 2002) bahwa suku Minangkabau sebagai suku yang 1
  • 2. menganut matrilineal menempatkan perempuan pada posisi yang lebih tinggi dibandingkan suku yang menganut sistem patrilineal (suku Batak), dan bilateral (misal suku Jawa). Sistem matrilineal berarti sistem kekerabatannya berdasarkan garis keturunan ibu. Matrilineal sebagai budaya masyarakat Minangkabau mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam lingkungan masyarakat Minangkabau. Dalam konteks masyarakat matrilineal Minangkabau, Nancy Tanner dalam tulisannya Rethinking Matriliny: Decision-Making and Sex Roles in Minangkabau (1985) dalam artikel Budaya Minangkabau (Afif, 2009), menyebutkan peran penting perempuan dalam bidang ekonomi, pengambilan keputusan di masyarakat, dan pola kekuatan ikatan antara saudara peremuan. Dalam arti lain implikasi dari prinsip-prinsip matrilineal ini adalah perempuan mempunyai status yang istimewa dan dapat memainkan peranan yang cukup signifikan dalam komunitas Minangkabau. Diantara peranan-peranan penting tersebut meliputi peranan sebagai penerus keturunan, pemilik harta warisan dan `manajer` keluarga mereka masing-masing. Kaum perempuan Minangkabau juga turut memainkan peran dalam menentukan sukses dan gagalnya pelaksanaan keputusan-keputusan yang dibuat oleh kaum lelaki dalam posisi mereka sebagai mamak (paman dari pihak ibu), dan penghulu (kepala suku). Melihat sangat pentingnya keberadaan perempuan dalam sebuah keluarga di Minangkabau maka muncul kecenderungan dalam satu keluarga minimal mempunyai satu anak perempuan karena mempunyai anak perempuan merupakan salah satu modal mewariskan adat dan budaya. Namun pada masyarakat 2
  • 3. Minangkabau mempunyai anak perempuan juga berarti harus siap menanggung biaya penjemputan mempelai laki-laki jika si anak menikah nanti hingga membiayai seluruh acara resepsi pernikahan. Walaupun menanggung beban seperti itu orangtua dari anak perempuan cenderung puas dengan adanya pesta untuk anak perempuannya tersebut. Mempunyai anak perempuan juga merupakan suatu kebanggaan dan kepuasan. Pada kebanyakan orang dapat terlihat pola bahwa mereka cenderung akan menambah jumlah anak hingga mendapatkan satu anak laki-laki karena ia hanya mempunyai anak perempuan saja atau menambah jumlah anak hingga mendapatkan satu anak perempuan karena ia hanya mempunyai anak laki-laki saja (Hank dan Kohler, 2000). Namun beberapa tahun terakhir ini posisi perempuan dalam ekonomi pembangunan tidak menggembirakan karena posisinya tidak sekuat jika perempuan dipandang secara adat. Hal ini dapat kita lihat berdasarkan publikasi BPS Sumatera Barat (2010) yaitu tingkat pengangguran perempuan sebesar 12,21% dari seluruh angkatan kerja perempuan lebih besar daripada tingkat pengangguran laki-laki yang hanya 9,08% dari seluruh angkatan kerja laki-laki. Kontribusi yang diberikan perempuanpun dalam pembangunan tidak terlalu banyak yaitu jumlah angkatan kerja perempuan sebesar 864.677 lebih kecil daripada laki-laki (1.307.325) pada Agustus 2009, walaupun pada perkembangan dari tahun ke tahun telah mengalami peningkatan (829.402 pada Agustus 2007, 846.540 pada Agustus 2008, dan 864.677 pada Agustus 2009). Beberapa fakta lain yang dapat kita lihat dari pendidikan dan pekerjaan perempuan yaitu perempuan dengan tingkat pendidikan tinggi dan bekerja lebih sedikit dari laki-laki. Seperti untuk pendidikan S1 dan bekerja terdapat 5,02% 3
  • 4. perempuan dari seluruh perempuan yang bekerja atau sekitar 47,86% dari seluruh orang yang bekerja dan berpendidikan S1 pada tahun 2008 di Sumatera Barat (Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat). Sedangkan untuk tingkat pendidikannya berdasarkan hasil SUPAS Sumatera Barat ( 2005) dapat dilihat dari penduduk yang berusia 5 tahun keatas yang masih sekolah dimana persentase perempuan (24,18% ) juga lebih kecil daripada laki-laki (24,56%). Hal ini berarti partisipasi laki-laki masih lebih besar juga tergambar di Sumatera Barat. Hal lain yang mengkhawatirkan mengenai posisi perempuan di Minangkabau adalah isu mengenai lunturnya sistem matrilineal yang terdapat di media massa. Tulisan-tulisan itu antara lain “Pudarnya Matrilineal di Ranah Minang” (Media Indonesia, 2008) dan “Waspada, Budaya Minang Bisa Luntur!” (Kompas, 2008). Jika sistem matrilineal sudah luntur maka budaya khas Minangkabau tentu tidak ada lagi. Dalam arti lain kedudukan perempuan juga tidak berperan penting dan istimewa lagi di Minangkabau. Gambaran yang dipaparkan diatas mengindikasikan kedudukan perempuan di Minangkabau lebih rendah dalam bidang pendidikan daripada laki-laki. Pola seperti ini memungkinkan orangtua lebih cenderung memilih anak laki-laki. Lalu bagaimana dengan masyarakat Minangkabau? Apakah mereka masih berpreferensi terhadap anak perempuan atau tidak? Dengan gambaran seperti apakah masyarakat Minangkabau mempunyai kecenderungan untuk anak perempuan? Sehingga hal inilah yang menjadi perhatian penulis untuk melakukan penelitian tentang preferensi anak perempuan pada masyarakat Minangkabau serta faktor-faktor yang memengaruhinya. 4
  • 5. 1.2 Identifikasi dan Batasan Masalah Eksistensi sistem matrilineal pada masyarakat Minangkabau sangat menguatkan posisi perempuan dalam masyarakat. Namun secara fisik perempuan dianggap lebih lemah daripada laki-laki sehingga banyak orang tua di tempat- tempat lain lebih cenderung memiliki keinginan mempunyai anak laki-laki sebagai pendukung di masa tua dan mempunyai nilai lebih daripada perempuan. Pada realitasnya keberadaan perempuan di masyarakat Minangkabau sungguh berbeda tapi bukan berarti peran gender perempuan menggantikan laki- laki melainkan status sosial mereka di masyarakat yang mengharuskan garis keturunan dari ibu, pemegang harta pusaka, penghuni Rumah Gadang, dan ikut andil dalam penentuan keputusan yang diambil oleh segolongan kaumlah yang membuat mereka mempunyai posisi yang tinggi dalam adat. Oleh karena itu, keinginan orang tua untuk memiliki anak perempuan pada masyarakat Minangkabau diduga sangat kuat. Hal ini sangat dimungkinkan karena preferensi anak laki-laki pada masyarakat Minangkabau tidak berpengaruh kuat seperti halnya dengan masyarakat Batak, Sunda, dan Jawa. Banyak faktor-faktor yang memengaruhi preferensi anak perempuan. Menurut Syarif, dkk (2007) terdapat faktor sosio-ekonomi, demografi, dan budaya yang memengaruhi preferensi terhadap anak pada studi di Pakistan. Sedangkan pada tulisan ini penulis membatasi faktor-faktor yang memengaruhi preferensi terhadap anak perempuan. Faktor sosial-demografi terdiri dari jenis kelamin, pendidikan, umur perkawinan pertama, lama perkawinan, adanya akses informasi, pengalaman tinggal di wilayah perkotaan. Jumlah anak, penentu perkawinan, struktur keluarga, dan eksistensi sistem matrilineal mewakili faktor kebudayaan. 5
  • 6. Sedangkan faktor ekonomi terdiri dari jenis pekerjaan dan pendapatanperkapita perbulan. Penelitian ini dilakukan di wilayah pedesaan karena untuk melihat suatu perubahan dapat dilakukan dari level yang paling rendah selain itu dikhawatirkan bahwa di daerah perkotaan sudah terkontaminasi oleh pengaruh modernisasi. Penelitian ini dilakukan di Kampung Dalam Nagari Campago Kecamatan V Koto Kampung Dalam. Kecamatan V Koto Kampung Dalam dipilih dalam penelitian ini karena wilayah ini mempunyai luas 61,41km2 yang terletak di sebelah barat tidak jauh dari kota Pariaman. Kecamatan ini juga memiliki jumlah wanita lebih banyak daripada laki-laki tapi mengalami penurunan dari tahun 2008-2010 yang dapat dilihat dari sex ratio (90,84 pada tahun 2008; 90,89 pada tahun 2009; dan 99,23 pada tahun 2010). Kecamatan V Koto Kampung Dalam mempunyai 2 nagari yaitu Campago dan Sikucur. Nagari yang menjadi tempat penelitian adalah Nagari Campago. Pemilihan Nagari Campago dibanding Sikucur karena Nagari Campago merupakan pusat ibu kota kecamatan. Dan Korong Kampung Dalam dipilih karena wilayah ini merupakan ibu kecamatannya dan wilayah ini paling padat yaitu sebanyak 1,624 jiwa per km2 ( Kecamatan V Koto Kampung Dalam Dalam Angka Tahun 2010). 1.3 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian identifikasi dan batasan masalah diatas, maka pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 6
  • 7. 1. Bagaimana gambaran umum masyarakat Kampung Dalam berdasarkan karakteristik dalam faktor sosial-demografi, ekonomi, dan budaya- norma masyarakat? 2. Bagaimana gambaran umum dari masyarakat Kampung Dalam yang memiliki preferensi terhadap anak perempuan? 3. Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dan memengaruhi preferensi terhadap anak perempuan pada masyarakat Kampung Dalam? 4. Berapa besarnya kecenderungan dari faktor-faktor tersebut terhadap preferensi anak perempuan pada masyarakat Kampung Dalam? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu: 1. Untuk mengetahui gambaran umum masyarakat Kampung Dalam berdasarkan karakteristik dalam faktor sosial-demografi, ekonomi, dan budaya-norma masyarakat 2. Untuk mengetahui gambaran umum dari masyarakat Kampung Dalam yang memiliki preferensi terhadap anak perempuan 3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dan memengaruhi preferensi terhadap anak perempuan pada masyarakat Kampung Dalam 4. Untuk mengetahui besarnya kecenderungan dari faktor-faktor yang signifikan dalam preferensi terhadap anak perempuan pada masyarakat Kampung Dalam. 7
  • 8. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Menambah referensi bagi penelitian-penelitian untuk perkembangan ilmu pengetahuan bahwa ada daerah yang mempunyai preferensi terhadap anak perempuan di Indonesia 2. Bagi BPS, tulisan ini dapat bermanfaat dalam mengamati kebudayaan pada daerah Minangkabau dan selanjutnya dapat melakukan analisis gender tersendiri pada daerah tersebut 3. Dapat menambah pengetahuan masyarakat di luar daerah Minangkabau bahwa ada daerah yang memiliki sistem kebudayaan yang berbeda dan untuk masyarakat Minangkabau tersebut dapat mengetahui besarnya pengaruh sistem matrilineal dalam kehidupan bermasyarakat dan pengambilan keputusan. 1.6 Sistematika Penulisan Penulisan ini ditulis dalam suatu sistematika yang terdiri dari lima bab yang saling berhubungan, yaitu: BAB I PENDAHULUAN, bab ini terdiri dari latar belakang, identifikasi dan batasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR, bab ini terdiri dari kajian teori, penelitian terkait, kerangka pikir, dan hipotesis penelitian yang digunakan dalam penelitian. 8
  • 9. BAB III METODOLOGI, bab ini terdiri dari ruang lingkup penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN, bab ini menerangkan tentang hasil yang diperoleh melalui analisis yang digunakan secara rinci dan jelas beserta interpretasinya. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN, bab ini berisi tentang kesimpulan yang didapat oleh penulis berdasarkan hasil yang dipaparkan pada bab IV beserta terdapat saran yang berisi bagi pihak-pihak tertentu dan dapat pula dijadikan pertimbangan dalam rangka pengambilan keputusan selanjutnya atau menjadi dasar bagi penelitian lanjutan dari penelitian ini. 9
  • 10. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 2.1 Kajian Teori Masyarakat Menurut Supriyanto (2009) masyarakat adalah golongan besar atau kecil terdiri dari beberapa manusia, yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara golongan dan pengaruh memengaruhi satu sama lain. Sedangkan menurut Ahmadi (2003) pendefinisian masyarakat adalah kumpulan manusia yang hidup dalam suatu daerah tertentu, yang telah cukup lama, dan mempunyai aturan-aturan yang mengatur mereka untuk menuju kepada tujuan yang sama. Masyarakat ini terbentuk atas beberapa hal yang melatarbelakanginya. Menurut Santosa (2009) latar belakang timbulnya suatu kelompok masyarakat adalah: 1. Adanya suatu interaksi antar anggota atau individu didalamnya 2. Adanya norma sosial manusia di dalam masyarakat, diantaranya kebudayaan masyarakat sebagai suatu ketergantungan yang normatif, norma kemasyarakatan yang historis, perbedaan sosial budaya antara lembaga kemasyarakatan dan organisasi sosial 3. Adanya ketergantungan antara kebudayaan dan masyarakat yang bersifat normatif. Demikian juga norma yang ada dalam masyarakat akan memberikan batas-batas pada kelakuan anggotanya dan dapat berfungsi sebagai pedoman bagi kelompok untuk menyumbangkan sikap kebersamaannya dimana mereka berada. 10
  • 11. Intinya keberadaan individu dalam masyarakat tidak luput dari norma- norma, aturan-aturan bahkan adat istiadat dari daerah dimana mereka hidup dalam lingkungannya. Tidak dapat dipungkiri pula bahwa keberadaan individu-individu lain yang membentuk masyarakat itu sendiri akan memengaruhi kehidupan individu tersebut. Tindakan-tindakan yang diambil oleh individu (seseorang) tentu akan dipengaruhi pula oleh keberadaannya dalam masyarakat karena mereka hidup bersama-sama dan saling memandang kewajiban dan hak. Dalam suatu teori Determinasi Struktural dinyatakan bahwa dalam melihat kegiatan manusia lebih berhati-hati dan sistematis dalam memperhatikan kaitan sosial dan kulturalnya serta kaitan lingkungan pada umumnya dibandingkan dengan teori Pilihan Rasional yang menitikberatkan suatu pilihan dan keputusan kepada selera dan kecenderungan individu itu sendiri (Tom, 1987). Hal tersebut memperkuat bahwa manusia dalam pengambilan keputusannya sangat dipengaruhi apa dan bagaimana pandangan orang lain dimana tempat ia bermasyarakat. Pengambilan keputusan itu juga memengaruhi preferensi masyarakat dalam segala hal termasuk preferensi terhadap jenis kelamin anak dimana mereka mempedomani norma-norma yang berlaku. Sistem Matrilineal dan Perempuan dalam Masyarakat Minangkabau Menurut Muslim Kasim (Wakil Gubernur Sumatera Barat) dalam bukunya Adat dan Budaya Minangkabau (2010) sistem matrilineal adalah sistem yang mengatur kehidupan dan ketertiban suattu masyarakat yang terikat dalam suatu jalinan kekerabatan dalam garis ibu. Seorang anak laki-laki atau perempuan merupakan klan dari perkauman ibu. Ayah tidak dapat memasukkan anaknya 11
  • 12. kedalam klannya sebagaimana yang berlaku dalam sistem patrilineal. Oleh karena itu, jika ada warisan atau pusaka maka akan diturunkan menurut garis ibu. Di Minangkabau, sistem matrilineal tidak sekedar mengambil garis keturunan ibu, tetapi lebih luas daripada itu. Matrilineal merupakan sistem kemasyarakatan yang mendasari berbagai aspek kehidupan masyarakat Minangkabau seperti aspek sosial, politik, ekonomi, dan hukum (Saanin, 1982). Nancy Tanner dalam tulisannya Rethinking Matriliny: Decision-Making and Sex Roles in Minangkabau (1985) dalam artikel Budaya Minangkabau (Afif, 2009), menyebutkan sejumlah ciri struktural yang eksis dalam masyarakat Minangkabau “Pertama, secara struktural wanita memainkan peran penting dalam kegiatan ekonomi, karena sebagian besar kegiatan pertanian dilakukan wanita, dari proses produksi sampai distribusi (menjual hasil pertanian di pasar). Kedua, wanita berpartisipasi secara luas dalam pengambilan keputusan. Dan ketiga, pola kediaman bersifat uksorilokal (anak perempuan yang sudah menikah tetap tinggal bersama orangtua dan saudara perempuan lainnya) meningkatkan ikatan antara sanak saudara perempuan. Mereka ini merupakan inti struktural dari kaum kerabat Minangkabau. Selain itu, gagasan budaya mengenai ibu juga membuktikan matriokalitas masyarakat Minangkabau bahwa seorang ibu dipersepsi sebagai piihak yang kuat, bijaksana, dan memberi makan kepada anaknya. Dengan demikian, kedudukan laki-laki sebagai suami bersifat marginal, baik dalam arti struktural maupun kediaman. Tidak ada harta benda dan rumah bagi laki-laki Minangkabau. Dalam masyarakat Minangkabau kaum laki-laki diibaratkan “bak 12
  • 13. pipik jantan indak basarang, pauni suduik rumah urang” (ibarat burung tidak mempunyai sangkar, tinggal di sudut-sudut rumah orang).” Perempuan menempati posisi yang istimewa pada sistem ini. Dalam hal pewarisan sako dan pusako ia akan mudah mendapatkan haknya tanpa harus melalui sebuah prosedur begitu pula dengan kewajibannya, karena semua harta adalah milik perempuan sedangkan laki-laki hanya diberi hak untuk mengatur dan mempertahankannya. Menurut Beckmann (2000) harta pusako diwariskan pada kelompok ego (kelompok kaum perempuan pada sistem matrilineal). Harta warisan dari kelompok persetalian darah akan jatuh pada perempuan walaupun dalam penentuannya diperlukan keputusan dari mamak dan musyawarah kaum itu sendiri. Ia mengungkapkan dalam bukunya bahwa keberadaan perempuan dalam sistem matrilineal itu dianggap istimewa karena jika tidak ada lagi keturunan peremuan lainnya maka harto pusako tidak akan dengan mudah jatuh pada keluarga tersebut karena sang pewaris (perempuan) tidak ada. Harta dari sang ibu juga harus melalui pertimbangan kaum dalam pembagiannya terhadap anak laki- laki. Dalam sistem matrilineal ini perempuan tidak harus lagi melakukan perjuangan gender seperti yang ada di daerah lain karena sistem ini sudah menyediakan semuanya bagi perempuan. Ciri sistem matrilineal ini terus dipertahankan sampai sekarang bahkan cenderung disempurnakan seiring penyempurnaan adat. Pada sistem ini harta yang turun temurun adalah harta bersama/kaum yang diwariskan menurut garis ibu. Adat istiadat ini sudah berlangsung lama namun tetap bertahan meskipun sistem patrilineal juga diperkenalkan oleh Islam sebagai sebuah sistem kekerabatan yang lain. 13
  • 14. Sistem matrilineal tidak hanya menjadi aturan semata, tetapi telah menjadi suatu budaya, way of life (Kasim, 2010). Sampai sekarang setiap laki-laki Minang cenderung menyerahkan harta pusaka atau warisan dari hasil pencahariannya sendiri kepada anak perempuannya. Setelah mendapat warisan anak perempuan itu juga nantinya akan menyerahkan kepada anak perempuannya dan begitu seterusnya. Perempuan dan pewarisan harta pusaka memang tidak bisa dipisahkan dalam sistem matrilineal. Perempuan memang istimewa dalam sistem matrilineal namun ini tidak berarti keberadaan laki-laki dianggap lebih rendah daripada perempuan di Minangkabau. Hal ini ditunjukkan oleh nilai egaliter dan kebersamaan yang dijunjung oleh masyarakat Minangkabau. Ungkapan nilai kebersamaan ini adalah “duduak samo randah, tagak samo tinggi” (duduk sama rendah, berdiri sama tingginya). Namun fungsi perempuan dan laki-laki berbeda. Perempuan dalam suatu kaum diperkenankan untuk mempunyai hak milik dari harta pusaka dan laki-laki memiliki hak pakai. Selain itu laki-laki dalam kaum juga mempunyai kewajiban membimbing keponakan-keponakannya dari saudara perempuannya. Dalam Minangkabau perempuan juga yang dikenal dengan sebutan Bundo Kanduang. Pengertian Bundo Kanduang merujuk kepada perempuan utama dalam suatu kaum atau ibu kandung sendiri. Bundo Kanduang dalam arti perempuan utama adalah yang memegang kekuasaan tertinggi dalam kaum. Dia berada diatas penghulu sebagai pemimpin adat. Dia juga melakukan pengawasan dan kontrol terhadap apa yang dilakukan penghulu. 14
  • 15. Dewasa ini wanita sering menuntut hak untuk penyamarataan derajat dengan laki-laki atau sering disebut dengan emansipasi wanita. Namun di Minangkabau emansipasi wanita sudah terwujud dari dulu. Perempuan pada masa tradisional di Minangkabau sudah dapat dikatakan melakukan modernisasi karena mereka diakui keberadaannya jika dilakukan permusyawarahan. Mereka sanggup dan berani berpikir terbalik dari pemikiran lama dan memberikan kemungkinan lain. Hal ini mungkin diakibatkan dari ciri khas sikap hidup perempuan Minangkabau terbuka dan selalu berusaha untuk menjadi basis dari kaumnya. Preferensi Terhadap Anak Preferensi berasal dari bahasa Inggris preference yaitu a greater liking for one alternative over another or others, a thing preferred, favour shown to one person or thing over another or others, law a prior right or precedence especially in connection with the payment of debts (Oxford Dictionaries Online, 2001) yang berarti keinginan yang besar untuk menyukai sesuatu melebihi alternatif-alternatif lainnya, sesuatu yang lebih diminati, pilihan terhadap seseorang atau benda melebihi yang lainnya, hak yang lebih dahulu atau yang diutamakan terutama yang berhubungan dengan pembayaran utang. Preferensi juga berarti (hak untuk) didahulukan dan diutamakan daripada yang lain, prioritas, pilihan, kecenderungan, kesukaan (Kamus Besar Bahasa Indonesia Dalam Jaringan, 2008). Jadi preferensi terhadap anak perempuan adalah kecenderungan seseorang untuk lebih memilih mempunyai anak perempuan daripada laki-laki. Banyak penelitian mengenai preferensi terhadap jenis kelamin anak di dunia. Dari penelitian tersebut penulis bisa melihat faktor-faktor apa saja yang 15
  • 16. memengaruhi preferensi terhadap anak. Menurut Luchmaya dan Baron (2002) preferensi terhadap anak dalam pandangan sosial dan non-sosial adalah banyaknya anak, umur ibu, umur ayah, jenis kelamin, dan pendidikan orangtua. Dalam hasil risetnya dinyatakan bahwa angka LPR (Looking Preference Ratio) perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Dimana preferensi perempuan cenderung mengarah ke faktor sosialnya sedangkan laki-laki mengarah ke faktor non-sosial. Seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 1 Sumber: Infant Behavior and Development, 2002 Gambar 1. Nilai LPR menurut Luchmaya dan Baron Sedangkan menurut Syarif, dkk (2007) terdapat faktor sosio-ekonomi, demografi, dan budaya yang memengaruhi preferensi terhadap anak pada studi di Pakistan. Faktor sosio-ekonomi terdiri dari umur saat menikah, pendidikan, pekerjaan, pendapatan pebulan, stuktur keluarga, penentu pernikahan (orangtua atau tidak). Riset dari Hank dan Kohler di Eropa (2000) mengungkapkan faktor-faktor yang memengaruhi preferensi terhadap anak dalam riset tersebut adalah umur perempuan, umur perempuan pada saat si anak pertama kali berulang tahun, tempat tinggal perempuan, tempat tumbuh berkembangnya perempuan, dan 16
  • 17. tingkat pendidikan perempuan. Perempuan yang menjadi objek penelitian pada riset tersebut adalah perempuan yang berumur 25-39 tahun. Fuse (2006) pada papernya mengenai preferensi anak perempuan di Jepang menunjukkan bahwa mulai dari tahun 2003 terlihat bahwa preferensi anak perempuan mengalami peningkatan padahal sebelumnya di Jepang mempunyai kecenderungan kepada anak laki-laki. Hal ini disebabkan karena faktor sosiokultural. Alasan lain juga karena perempuan membutuhkan sedikit biaya, psikologi, dan waktu investasi daripada laki-laki. Pada penelitiannya dia memakai dua jenis variabel independen yaitu primary independent variabel (peran gender, perkawinan, dan keluarga) dan background variabel (jenis kelamin responden, umur, pendidikan, jenis tempat tinggal yaitu kota atau desa, riwayat pekerjaan, keberadaan saudara). Sedangkan menurut Lee (1995) dalam papernya pada kasus di Korea menyimpulkan bahwa terdapat faktor-faktor yang memengaruhi preferensi wanita pernah kawin terhadap anak yaitu proporsi terhadap anak berikutnya, komposisi jenis kelamin anak sebelumnya, harapan di hari tua, pendidikan, umur perkawinan, dan tinggal di kota atau desa. Menurut Yamamura (2009) dilihat secara ekonomi tradisional fertilitas ditentukan oleh keputusan perempuan. Ia mengatakan faktor-faktor yang memengaruhi preferensi anak laki-laki di Jepang adalah faktor ekonomi dan sosiokultural. Menurutnya terdapat variabel-variabel yang memengaruhi preferensi anak laki-laki yaitu biaya hidup, pendapatan, pekerjaan suami, pendidikan perempuan dan suami, dan umur perempuan dan suami saat menikah. 17
  • 18. Penelitian Khan dan Khanum (2000) di Bangladesh mengenai pengaruh preferensi anak laki-laki menyatakan bahwa preferensi itu sendiri dipengaruhi oleh faktor sosial, demografi dan ekonomi. Variabel-variabel yang mereka gunakan adalah umur, jumlah anak, tempat tinggal di daerah perkotaan atau pedesaan, agama, kepemilikan tanah, pendidikan, akses informasi, wanita karir, dan pembentukan kelompok wanita. Hasil penelitian Soeparmanto (1980) menyatakan bahwa umur perkawinan pertama, lama perkawinan, frekuensi membaca koran dan mendengarkan radio, pengalaman tinggal di wilayah perkotaan mempunyai pengaruh positif dengan persepsi terhadap nilai dari anak. Sedangkan pendidikan, pendapatan, dan pekerjaan mempunyai pengaruh negatif. Hampir semua penelitian, observasi maupun jurnal menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi preferensi terhadap anak adalah faktor sosial, ekonomi, demografi, dan kultural. Dalam penulisan ini faktor-faktor yang digunakan adalah faktor sosial-demografi, faktor ekonomi, dan faktor budaya atau norma masyarakat. Faktor sosial-demografi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, pendidikan, umur perkawinan pertama, lama perkawinan, adanya akses informasi, dan pengalaman tinggal di wilayah perkotaan. Disamping itu faktor budaya atau norma masyarakat diwakili oleh variabel penentu pernikahan, jumlah anak, struktur keluarga, dan eksistensi sistem matrilineal. Faktor ekonomi meliputi jenis pekerjaan dan total pendapatan. 18
  • 19. 2.2 Penelitian Terkait Berdasarkan beberapa penelitian/referensi yang penulis gunakan ada beberapa cara dalam pengukuran dalam melihat preferensi terhadap anak yang diantaranya adalah 1. Menggunakan LPR (Looking Preference Ratio) dari anak laki-laki dan perempuan. LPR yang bernilai lebih dari 1 berarti preferensinya cenderung kearah sosial sedangkan LPR yang kurang dari 1 lebih kearah non-sosial. Jika LPR bernilai 1 maka tidak ada preferensi antara kedua stimulus (sosial dan non-sosial). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bayi yang berjenis kelamin perempuan mempunyai preferensi kearah sosial dan laki-laki kearah non-sosial (Svetlana Lutchmaya dan Simon Baron-Cohen, 2002) 2. Keinginan untuk memiliki anak lagi. Penelitian ini dilakukan di 17 negara Eropa. Tiga negara (Czech Republic, Lithuania, dan Portugal) memiliki preferensi terhadap anak perempuan, 4 negara (Prancis, Jerman, Polandia, Norwegia) tidak memiliki preferensi terhadap jenis kelamin anak, sedangkan 10 negara lainnya memiliki preferensi campuran yaitu mempunyai satu anak perempuan dan satu anak laki- laki (Karsten Hank dan Hans-Peter Kohler, 2000) 3. Menggunakan Ideal Family Size. Orangtua yang mempunyai preferensi yang kuat terhadap jenis kelamin akan meningkatkan jumlah keluarga (family size). Sedangkan penelitian ini meneliti hubungan antara preferensi anak terhadap penggunan kontrasepsi. Orangtua dengan preferensi terhadap anak laki-laki akan lebih memungkinkan 19
  • 20. menggunakan kontrasepsi dibandingkan orangtua dengan preferensi anak perempuan. Semakin banyak anak laki-laki semakin tinggi pula kecenderungan memakai kontrasepsi namun untuk 4 anak atau lebih pemakain kontrasepsi mengalami penurunan (M. Asaduzzaman Khan dan Parveen A. Khanum, 2000) 4. Menggunakan sex ratio pada kelahiran anak pertama. Penelitian ini juga membahas kemungkinan adanya kaitan antara preferensi anak laki-laki dengan pola pernikahan seperti kesenjangan umur pasangan, hypergamy (peningkatan jumlah wanita yang menikah), endogamy kasta, dan pernikahan sepupu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keinginan untuk memiliki anak laki dan penentuan jenis kelaminnya sebelum kelahiran sangat menguntungkan masyarakat karena dapat meningkatkan status sosial (Lena Edlund, 1999) 5. Dengan melihat tingkah laku fertilitas seseorang (Fertility Behavior) apabila mereka tidak mempunyai jenis kelamin anak yang diinginkan maka akan berhenti untuk beranak atau malah akan beranak sampai mendapatkan jenis kelamin anak yang diinginkan (Sun Yong Lee, 1995) 6. Menggunakan informasi urutan kelahiran dan jumlah kematian anak umur 1-4 tahun. Penelitian ini menunjukkan bahwa preferensi jenis kelamin akan menurunkan tingkat pemakaian kontrasepsi sebesar 24% dan peningkatan TFR sebesar 6% di Nepal (Tiziana Leone, Zoë Matthews, dan Gianpiero Dalla Zuanna, 2003) 20
  • 21. 7. Menggunakan Cox proportional hazard models dimana terdapat dua analisis, analisis pertama adalah pada covariat mayor adalah anak pertama walaupun lahir pertama atau tidak dan analisis kedua adalah covariat utama juga adalah anak perempuan walaupun dua anak pertama adalah perempuan atau tidak. Pada model ini terdapat kontrol yang dapat melihat efek pada kelahiran anak kedua atau ketiga yang pada akhirnya terdapat kesimpulan bahwa ada pengaruh pereferensi jenis kelamin terhadap resiko kelahiran anak lainnya (Dudley L. Poston, Jr, 2001). 2.3 Kerangka Pikir Masyarakat Minangkabau sebagai penganut sistem matrilineal dinyatakan oleh Singarimbun (1990) tidak mempunyai pengaruh kuat dari preferensi anak laki-laki. Hal tersebut memberikan ide bagi penulis untuk menguji apakah preferensinya ada pada anak perempuan. Salah satu alasannya karena kedudukan perempuan pada masyarakat Minangkabau mempunyai posisi yang istimewa. Dengan adanya berbagai aturan yang mengutamakan keberadaan perempuan dalam masyarakat maka kecenderungan masyarakatpun untuk mempunyai anak perempuan telah ada. Disamping perempuan dalam masyarakat Minangkabau juga sebagai pewaris suku dan keturunan karena anak dari sebuah keluarga akan ditarik menuruti garis keturunan ibunya dan masuk dalam kaum ibunya. Dalam preferensi jenis kelamin anak ini ada faktor-faktor yang memengaruhi selain sistem matrilineal yang telah diuraikan diatas. Adapun 21
  • 22. faktor-faktor itu adalah faktor sosial demografi, ekonomi, dan budaya. Faktor- faktor ini diduga memengaruhi keputusan individu dalam memutuskan kecenderungannya memilih jenis kelamin anak. Faktor sosial-demografi terdiri dari variabel jenis kelamin, pendidikan, umur perkawinan pertama, lama perkawinan, frekuensi mengakses informasi, dan pengalaman tinggal di wilayah perkotaan diduga memengaruhi preferensi terhadap anak perempuan pada masyarakat Minangkabau. Ada juga faktor ekonomi dengan variabelnya adalah jenis pekerjaan dan total pendapatan juga berpengaruh terhadap pilihan masyarakat Minangkabau terhadap preferensi anak perempuan. Sedangkan faktor budaya-norma masyarakat yang terdiri dari variabel penentu perkawinan, jumlah anak, struktur keluarga, dan eksistensi sistem matrilineal juga ada pengaruhnya terhadap preferensi anak perempuan. Tiga faktor tersebut bersama-sama memengaruhi keputusan masyarakat Minangkabau dalam kecenderungannya terhadap preferensi anak perempuan. Hubungan dari variabel independen (tiga faktor tersebut) dengan variabel dependen (preferensi terhadap anak perempuan) dapat digambarkan melalui sebuah diagram kerangka berpikir dibawah ini (Gambar 2) 22
  • 23. Faktor sosial- demografi - Jenis kelamin - Pedidikan - Umur perkawinan pertama - Lama perkawinan - Adanya akses informasi - Pengalaman tinggal diperkotaan Faktor ekonomi Preferensi terhadap anak - Jenis pekerjaan perempuan - Pendapatan perkapita perbulan Faktor budaya-norma masyarakat - Penentu perkawinan - Jumlah anak - Struktur keluarga - Eksistensi sistem matrilineal Gambar 2. Diagram alur kerangka berpikir 2.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan penjabaran diatas yang didasari oleh latar belakang serta sudah digambarkan dalam bentuk alur pikir diagram konsepsional tersebut dapat ditentukan hipotesis apa yang akan disampaikan dalam penulisan ini. Penelitian ini menggunakan preferensi terhadap anak perempuan sebagai variabel dependennya. Hal ini didasarkan dugaan terhadap fakta budaya yang terjadi pada masyarakat Minangkabau serta penelitian yang menyatakan bahwa 23
  • 24. pengaruh preferensi laki-laki tidak kuat pada masayarakat Minangkabau. Sehingga secara umum dapat disusun hipotesis penelitiannya sebagai berikut 1. Diduga ada hubungan variabel-variabel independen dalam faktor sosial-demografi, ekonomi, dan budaya/norma masyarakat dengan preferensi terhadap anak perempuan. 2. Diduga ada pengaruh secara simultan dan parsial variabel-variabel independen dalam faktor sosial-demografi, ekonomi, dan budaya/norma masyarakat dengan preferensi terhadap anak perempuan. 3. Diduga bahwa model regresi logistik cocok digunakan dalam penelitian 24
  • 25. BAB III METODOLOGI 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Variabel penelitian adalah variabel independen yang terbagi dalam tiga faktor yaitu faktor sosial-demografi (yang terdiri dari variabel pendidikan, jenis kelamin, umur perkawinan pertama, lama perkawinan, akses terhadap informasi, dan pengalaman tinggal di wilayah perkotaan), faktor ekonomi (yang terdiri dari variabel jenis pekerjaan dan total pendapatan), dan faktor budaya/norma masyarakat (yang terdiri dari variabel penentu perkawinan, jumlah anak, struktur keluarga, dan eksistensi sistem matrilineal). Penelitian ini dilakukan di Kampung Dalam Nagari Campago Kecamatan V Koto Kampung Dalam. Seperti yang telah dijabarkan dalam latar belakang dan batasan masalah, daerah ini sengaja dijadikan tempat penelitian karena dirasa cocok dan mewakili untuk penelitian ini. Penelitian ini dilaksananakan pada tanggal 22 – 29 Maret guna mengumpulkan data yang akan diolah. 3.2 Metode Pengumpulan Data Sumber Data Data yang digunakan ini adalah data primer melalui penelitian yang merupakan studi kasus pada suatu wilayah. Data dan informasi dikumpulkan langsung dari responden dengan wawancara. Wawancara dilakukan dengan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam kuesioner sesuai dengan 25
  • 26. tujuan penelitian. Pengumpulan data primer ini adalah kegiatan survei dimana respondennya adalah sampel atau bagian dari populasi. Selain data primer penelitian ini juga menggunakan data sekunder seperti jumlah keluarga yang terdapat di Kampung Dalam Nagari Campago Kecamatan V Koto Kampung Dalam sebagai kerangka sampelnya. Populasi dan Sampel Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga yang tinggal di Korong Kampung Dalam. Keluarga terdiri dari pasangan suami istri yang sudah memiliki anak dan yang belum memiliki anak. Anak yang tinggal bersama adalah anak yang belum berstatus kawin. Jika anaknya berstatus kawin maka dikategorikan sebagai keluarga lain, karena yang dianalisis dalam penelitian ini adalah laki-laki dan perempuan berumur 10 tahun keatas yang berstatus pernah kawin. Sampel Setelah penentuan populasi maka hal selanjutnya yang harus ditentukan adalah jumlah sampel yang harus diambil agar mewakili penelitian ini. Unit sampelnya adalah pasangan suami istri. Sampel dipilih dengan menggunakan rumus penentuan minimum sampel proporsi ⁄ ⁄ 26
  • 27. Dimana n = jumlah sampel minimum = tingkat kepercayaan, pada penelitian ini ditentukan sebesar 5 persen p = proporsi preferensi jenis kelamin perempuan, pada penelitian ini N = jumlah populasi keluarga d = persentase kelonggaran ketidaktelitian, pada penelitian ini ditentukan sebesar 10 persen Dalam penelitian ini terdapat 204 pasangan suami istri sebagai populasi dalam kerangka sampel. Dengan penggunaan rumus di atas diperoleh sampel minimum sebesar 66 pasangan namun pada penelitian ini sampel yang digunakan sebanyak 79 pasangan. Unit observasi dan analisisnya adalah sebanyak 158 karena yang menjadi observasi dan analisis dalam penelitian ini adalah laki-laki dan perempuan berumur 10 tahun keatas yang berstatus pernah kawin. Sampel dipilih dengan Systematic Random Sampling. Angka random pertama ditentukan melalui tanggal/bulan penelitian. Kerangka sampel yang didapatkan dari kantor Wali Nagari diurutkan berdasarkan abjad. Setelah diurutkan barulah dilakukan pengambilan sampel. Penarikan sampel secara sistematik sangat mempermudah peneliti karena hanya menggunakan satu angka random saja, sedangkan angka random berikutnya akan mengikuti intervalnya. Interval untuk penetuan angka random berikutnya didapat dengan rumus berikut 27
  • 28. Dimana N = jumlah populasi n = jumlah sampel Penarikan sampel dilakukan secara sistematik sirkuler dengan langkah- langkah: 1. Menghitung interval dengan rumus diatas 2. Menentukan angka random pertama (R1) yang lebih kecil atau sama dengan N. angka random selanjutnya adalah R2 = R1 + I R3 = R1 +2I Rn = R1 + (n-1)I Apabila angka random melebihi nilai N maka nilai angka random yang didapat harus dikurangi dengan N untuk menetukan nomor urut berapa yang menjadi sampel. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner. Kuesioner dirancang sedemikian rupa sehingga variabel-variabel penelitian tercakup kedalam pertanyaan-pertanyaan yang dapat menjawab tujuan penelitian. Kuesioner terdiri dari 6 blok pertanyaan. Masing-masing blok pertanyaan berisi mengenai variabel penelitian maupun bukan variabel penelitian. Bagian- bagian kuesioner itu dijabarkan sebagai berikut: 28
  • 29. a. Blok I adalah identitas responden. Blok ini mengenai identitas yang mencakup nama, jenis kelamin, umur, suku, dan nomor sampel penelitian. b. Blok II mengenai pendidikan dan pekerjaan. Blok ini mencakup pendidikan tertinggi yang ditamatkan, jenis pekerjaan, dan total pendapatan dalam sebulan. c. Blok III mengenai sumber informasi. Blok ini mencakup adanya akses informasi dan pengalaman tinggal di perkotaan. d. Blok IV mengenai perkawinan dan budaya. Blok ini mencakup penentu perkawinan umur kawin pertamaa, struktur keluarga, jumlah anak yang dimiliki, dan jumlah anak yang diinginkan. e. Blok V mengenai sistem matrilineal. Blok ini terdiri dari 6 pernyataan mengenai eksistensi sistem matrilineal. f. Blok VI adalah preferensi. Blok ini terdiri dari 16 pernyataan mengenai preferensi terhadap anak perempuan. g. Blok VII adalah blok catatan. Blok ini bisa mencatat hal-hal yang mungkin terjadi di luar perkiraan baik catatan dari peneliti maupun dari responden. Uji Validitas Validitas menunjukkan sejauh mana skor/nilai/ukuran yang diperoleh benar-benar menyatakan hasil pengukuran/pengamatan yang ingin diukur. Dalam pengumpulan data melalui kuesioner terdapat pertanyaan-pertanyaan dimana pertanyaan-pertanyaan tersebut harus dapat mengukur apa yang ingin di ukur. 29
  • 30. Semakin tinggi validitas data maka semakin sesuai dengan tujuan penelitian begitu juga sebaliknya. Jenis validitas umumnya digolongkan dalam tiga kategori besar, yaitu validitas isi (content validity), validitas berdasarkan kriteria (criterion-related validity) dan validitas konstruk. Pada penelitian ini akan dibahas validitas untuk menguji apakah pertanyaan-pertanyaan itu telah mengukur aspek yang sama. Untuk itu dipergunakanlah validitas konstruk. Uji validitas dilakukan dengan mengukur korelasi antara variabel/item dengan skor total variabel. Cara mengukur validitas konstruk yaitu dengan mencari korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan skor total menggunakan rumus teknik korelasi product moment, sebagai berikut : ∑ ∑ ∑ √ ∑ ∑ √ ∑ ∑ dimana: = koefisien korelasi product moment X = skor tiap pertanyaan/item Y = skor total n = jumlah sampel Angka yang didapat dari penghitungan tersebut lalu dibandingkan dengan r tabel dengan derajat bebas (n-2). Apabila: 1. r > r tabel maka suatu pertanyaan dikatakan valid dan dapat dimasukkan kedalam kuesioner. Dengan kata lain pertanyaan tersebut memiliki validitas konstruk atau terdapat konsistensi internal dalam pertanyaan- pertanyaan tersebut. 30
  • 31. 2. Sedangkan jika r < r tabel maka pertanyaan tersebut dikatakan tidak valid dan tidak dapat dimasukkan kedalam kuesioner. Pada penelitian ini jumlah sampel untuk uji coba adalah 30 pasangan. Dari tabel r product moment diperoleh nilai korelasi kritis 0,361. Berdasarkan hasil pengolahan data uji validitas untuk eksistensi matrilineal yang awalnya terdiri dari 14 pernyataan terdapat 6 pernyataan yang valid. Sedangkan uji validitas untuk preferensi yang awlnya terdiri dari 25 pernyataan terdapat 16 pernyataan yang valid. Uji Realibilitas Realibilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur (kuesioner) dapat dipercaya atau dihandalkan. Artinya, setiap alat pengukur harusnya memberikan hasil yang relatif konsisten dari waktu ke waktu jika digunakan untuk mengukur gejala yang sama. Untuk mengukur realibilitas penulis menggunakan rumus Cronbach’s Alpha ∑ [ ][ ] dimana: = realibilitas instrumen (Cronbach’s Alpha ), k = jumlah pertanyaan ∑ = jumlah varians masing-masing pertanyaan = varians total Koefisien korelasi realibilitas dikelompokkan menjadi 3 kriteria berdasarkan klasifikasi Guilford (Supriadi, 2010) yaitu: 31
  • 32. 1. 0,80 – 1,00 = sangat kuat (sangat tinggi) 2. 0,60 – 0,80 = kuat (tinggi) 3. 0,40 – 0,60 = sedang (cukup tinggi) 4. 0,20 – 0,40 = rendah 5. 0,00 – 0,20 = tidak berkorelasi – korelasi sangat rendah Hasil dari pengujian validitas dalam penelitian ini menunjukkan nilai yang tinggi yaitu 0,790 untuk eksistensi sistem matrilineal dan 0,903 (sangat tinngi) untuk preferensi. Pengkategorian Variabel Blok V dan blok VI adalah variabel yang diukur melalui pernyataan- pernyataan bukan melalui pilihan seperti blok-blok lain. Pernyataan-pernyataan pada blok V dan VI disusun menggunakan skala likert lima kategori. Skor diberikan pada masing-masing pernyataan berdasarkan jawaban dari responden. Semua pernyataan dalam blok ini adalah pernyataan positif sehingga jawaban yang positif juga diberi skor paling besar. Skala sangat setuju diberi skor 5, setuju diberi skor 4, netral diberi skor 3, kurang setuju diberi skor 2, dan tidak setuju diberi skor 1. Pemberian skor ini berarti semakin tinngi nilai total skornya semakin tinggi pula eksistensi sistem matrilineal dan preferensi masyarakat terhadap anak perempuan. Pengkategorian variabel preferensi anak perempuan dan eksistensi matrilineal dilakukan dengan metode median instrumen. Hal ini berdasarkan pembentukan skala yang dikemukakan Liu, Harris, dan Schmidt (2006) yaitu skor rata-rata untuk kelompok referensi harus dekat titik tengah dari nilai skala 32
  • 33. atau dengan kata lain disebut dengan median instrumen. Median instrumen didapat dari nilai tengah skor dikalikan dengan jumlah item pernyataan dari tiap blok. Penentuan pengkategorian tersebut adalah sebagai berikut:  Eksistensi sistem matrilineal (median = 18) - Kategori kurang eksis : skor instrumen median instrumen - Kategori eksis : skor instrumen median instrumen  Preferensi anak perempuan (median = 48) - Kategori preferensi anak perempuan median instrumen - Kategori preferensi lainnya median instrumen Kategori pendidikan dari responden dikelompokkan menjadi 2 yaitu pendidikan primer yaitu SD dan SMP termasuk yang tidak tamat SD (dibawah SMA) dan pendidikan sekunder keatas (SMA keatas). Pengkategorian pendidikan ini didasarkan pada penelitian sebelumnya yang menggunakan variabel yang sama (Fuse, 2008). Umur perkawinan pertama dikategorikan diatas dan dibawah 30 tahun karena pada umur 30 atau lebih terdapat resiko kehamilan. Sedangkan lama perkawinan dikategorikan dalam interval 5 tahunan. Awal mula perkawinan sampai 5 tahun kemudian adalah masa-masa dimana masing-masing pasangan masih beradaptasi sehingga pengkategorian lama perkawinan dalam penelitian ini menjadi 3 kelompok yaitu 5 tahun, 6-10 tahun, dan 10 tahun. Pendapatan perkapita perbulan dikategorikan berdasarkan rata-rata pendapatan perkapita perbulan pada Korong Kampung Dalam. Sedangkan jumlah anak dikelompokkan berdasarkan anjuran KB yaitu jumlah anak dikelompokkan menjadi yaitu 2 (jumlah anak yang dianjurkan dalam program KB) dan >2. 33
  • 34. Tabel 1. Daftar variabel dan kategori variabel Nama variable kategori (1) (2) (3) Y Preferensi terhadap anak 1 = ya perempuan 0 = tidak D1 Jenis kelamin 1 = laki-laki 0 = perempuan D2 Pendidikan 0 = dibawah SMA 1 = SMA keatas D3 Umur perkawinan pertama 1 = 30 tahun 0 = 30 tahun D4 Lama perkawinan 0 = 5 tahun 1 = 6-10 tahun 2 = 10 tahun D5 Pernah atau tidak mengakses 1 = pernah informasi 0 = tidak pernah D6 Pengalaman tinggal di 1 = pernah tinggal perkotaan 0 = tidak D7 Jenis pekerjaan 0 = tidak bekerja/pekerja serabutan 1 = PNS/TNI/karyawan 2 = pedagang D8 Pendapatan perkapita perbulan 1 = Rp 425.000; 0 = Rp 425.000; D9 Penentu perkawinan 0 = bukan orangtua 1 = orangtua D10 Jumlah anak 0= 2 1= 2 D11 Struktur keluarga 1 = inti 0 = besar D12 Eksistensi sistem matrilineal 1 = eksis 0 = kurang eksis 34
  • 35. Definisi Operasional Definisi operasional dari masing-masing variabel adalah 1. Jenis kelamin Ciri-ciri biologis yang tampak pada manusia yang dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan 2. Pendidikan Pendidikan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendidikan terakhir yang ditamatkan oleh responden berdasarkan ijasah/STTB yang dimiliki. 3. Penentu perkawinan Penentu perkawinan yang dimaksud adalah orang yang menentukan responden akan melakukan perkawinan dengan siapa. Penentu perkawinan adalah orangtua dan bukan orangtua 4. Umur perkawinan pertama Umur perkawinan pertama yaitu umur responden pada saat pertama kawin 5. Lama perkawinan Lama perkawinan adalah rentang waktu yang ditempuh oleh responden mulai dari awal perkawinan sampai dengan waktu penelitian 6. Jumlah anak Jumlah anak adalah jumlah anak yang dilahirkan hidup oleh seorang wanita. Karena dalam penelitian ini respondennya adalah laki-laki dan wanita pernah kawin maka jumlah anak adalah yang dimiliki dengan pasangannya 35
  • 36. 7. Struktur keluarga Struktur keluarga adalah keadaan/lingkungan keluarga tempat tinggal keluarga responden. Struktur keluarga dibagi menjadi keluarga inti dan keluarga besar. Keluarga inti adalah yang terdiri dari responden, suami/istri, dan anak. Keluarga besar adalah keuarga inti yang tinggal bersama anggota keluarga lain seperti orangtua responden dan saudara dari responden 8. Eksistensi sistem matrilineal Eksistensi sistem matrilineal menunjukkan tentang pemahaman tentang adanya sistem matrilineal dan pelaksanaannya bagi masyarakat Minangkabau. Pada variabel ini juga diperlihatkan eksistensi sistem matrilineal bagi masyarakat Minangkabau dalam kehidupannya terutama dalam pengambilan keputusan 9. Adanya akses informasi Akses terhadap informasi adalah akses responden mendapatkan informasi dari televisi, radio, atau media cetak. 10. Pengalaman tinggal di wilayah perkotaan Pengalaman tinggal di wilayah perkotaan yaitu pernah atau tidaknya responden tinggal di wilayah perkotaan dalam kurun waktu tertentu (dalam tahun). Hal ini digunakan untuk melihat apakah ada pengaruh yang dibawa oleh responden selama hidup di wilayah perkotaan 11. Jenis pekerjaan Jenis pekerjaan adalah jenis kegiatan dari pekerjaan dimana responden bekerja 36
  • 37. 12. Pendapatan perkapita perbulan Pendapatan perkapita perbulan adalah total pendapatan yang dibagi rata dengan jumlah anggota keluarga. Dalam satu keluarga pendapatan perkapita perbulannya adalah sama. Total pendapatan adalah banyaknya pendapatan yang masuk ke keluarga responden. Total pendapatan merupakan kumulatif pendapatan suami, istri, dan anggota keluarga lain yang menyumbangkan pendapatannya. 13. Preferensi terhadap anak perempuan Preferensi terhadap anak perempuan adalah persepsi atau pendapat responden mengenai kecenderungan untuk memilih/menyukai dan mengharapkan anak perempuan. 3.3 Metode Analisis Analisis Deskriptif Analisis deskriptif pada penelitian ini digunakan untuk melihat gambaran secara umum. Dengan analisis deskriptif rumusan masalah yang pertama dan kedua dapat dijawab. Untuk penjelasan dalam analisis deskriptif digunakan tabel- tabel frekuensi, grafik-grafik, maupun tabulasi silang antar variabel. Kemudian akan dibuat interpretasi berdasarkan hasil yang dipaparkan melalui tabel dan grafik tersebut. Uji Independensi Uji Chi-square digunakan untuk menguji hipotesis ada tidak hubungan antara variabel respon dengan variabel penjelas. Masing-masing variabel penjelas 37
  • 38. dirinci menurut kategori dari variabel respon yang dalam penelitian ini ada 3 yaitu preferensi anak laki-laki, preferensi anak perempuan, dan tidak ada preferensi. Hipotesis yang digunakan adalah H0: Tidak ada hubungan antara variabel preferensi terhadap anak perempuan dengan variabel penjelas H1: Ada hubungan antara variabel preferensi terhadap anak perempuan dengan variabel penjelas Data yang ada disajikan dalam suatu tabel kontingensi yang mempunyai r baris dan c kolom. Statistik ujinya adalah ( ) ∑∑ Dimana = jumlah observasi yang dikategorikan pada baris ke-i dan kolom ke-j = jumlah observasi yang diharapkan dbawah H0 yang dikategorikan pada baris ke-I dan kolom ke-j = jumlah baris ke-i = jumlah kolom ke-j = banyak baris = banyak kolom = jumlah sampel Dan H0 akan ditolak apabila 38
  • 39. Menurut Siegel (1992) penggunaan uji chi-square menuntut frekuensi harapan ( ) dalam masing-masing sel tidak boleh terlalu kecil. Uji chi-square dapat digunakan jika kurang dari 20 persen diantara sel-sel itu mempunyai frekuensi harapan kurang dari 5 dan tidak satu selpun memiliki frekuensi harapan kurang dari 1. Jika salah satu syarat tersebut tidak terpenuhi maka untuk tabel kontingensi yang jumlah kolom atau barisnya lebih dari dua (derajat bebas 1) dapat menggabungkan kategori-kategori yang berdekatan untuk memperbesar frekuensi harapan yang keci tersebut. Jika tabel kontingensi tersebut sudah berukuran 2x2 namun frekuensi harapan yang dihasilkan masih kecil maka Cochran (1954) mengajukan anjuran-anjuran: 1. Bila n 40, gunakanlah dengan koreksi kontinyuitas 2. Kalau n diantara 20 dan 40, tes boleh dipakai asalkan frekuensi harapan dari sel-sel tersebut bernilai lima atau lebih namun jika kurang dari lima gunakanlah uji fisher’s exact 3. Bila n 20, gunakanlah uji fisher’s exact dalam kasus apapun. Namun pemakain koreksi kontinyuitas sudah tidak disarankan pemakaiannya karena menurut Grizzle (1967) pemakaiannya meningkatkan kecenderungan naiknya kesalahan tipe II (terima H0 padahal H0 salah). Oleh sebab itu uji fisher’s exact lebih sering digunakan, karena uji ini memperhitungkan distribusi aslinya (exact distribution) yang tergantung pada nilai marginalnya. Rumus koreksi kontinyuitas: (| | ) 39
  • 40. Rumus uji fisher’s exact: Dimana: A = frekuensi sel dari baris pertama dan kolom pertama B = frekuensi sel dari baris pertama dan kolom kedua C = frekuensi sel dari baris kedua dan kolom pertama D = frekuensi sel dari baris kedua dan kolom kedua Analisis Regresi Logistik Regresi logistik merupakan model yang digunakan untuk menganalisis data kategorik dengan variabel respon berupa data yang berskala biner/dikotomi dan variabel independennya berupa data kuantitaif dan kualitatif (Hosmer dan Lemeshow, 1989). Nilai dari variabel respon (Y) adalah 0 dan 1 yang dalam penelitian ini Y = 0 mewakili preferensi terhadap anak perempuan dan Y = 1 mewakili preferensi jenis kelamin lainnya. Prinsip regresi logistik hampir sama dengan regresi linear. Dalam regresi linear kita membuat model dengan mencari nilai rata-rata bersyarat E(Y|x). Hal tersebut juga berlaku dalam regresi logistik, namun rata-rata bersyarat dalam model ini memiliki nilai antara 0 dan 1 | yang dilambangkan dengan . Menurut Agresti (1990), variabel respon dalam analisis regresi logistik biner merupakan variabel dengan nilai 0 dan 1 yang merupakan random variabel yang mengikuti sebaran Bernoulli. Bentuk umum dari model peluang regresi logistik dengan p variabel independen adalah: 40
  • 41. Nilai menyatakan peluang sukses yaitu peluang preferensi terhadap anak perempuan atau | . Model regresi logistik terlebih dahulu diubah menjadi fungsi yang linear dalam parameternya dengan transformasi logit . Hasil dari transformasinya adalah: Jika dari beberapa variabel independen adalah diskrit dan berskala nominal maka varibel tersebut tidak tepat jika dimasukkan kedalam model karena angka tersebut hanya sebagai identifikasi saja dan tidak mempunya nilai numerik. Dalam hal ini diperlukan variabel dummy dan jika satu variabel yang berskala nominal dengan k kategori maka diperlukan k-1 variabel dummy. Misalkan variabel ke-j yaitu Xj mempunyai k kategori maka terdapat k-1 variabel dummy dengan notasi Dj. Model logit untuk p variabel independen dan variabel ke-j adalah diskrit akan menjadi sebagai berikut: ∑ Analogi dalam regresi linear dimana | dapat digunakan juga dalam mengekspresikan variabel respon dalam regresi logistik yaitu Disini nilai diasumsikan mempunyai salah satu kemungkinan dari dua nilai. Jika y = 1 maka dengan peluang sedangkan jika y = 0 41
  • 42. maka dengan peluang Dalam hal ini mengikuti distribusi binomial dengan rata-rata nol dan varians . Pendugaan Parameter Seperti halnya regresi linear, regresi logistik juga menggunakan metode Maximum Likelihood untuk menduga parameternya (Hosmer dan Lemeshow, 1989). Dalam regresi logistik variabel responnya mengikuti distribusi Bernoulli sehingga fungsi kepekatan peluangnya adalah Karena observasi dasumsikan saling bebas maka fungsi likelihoodnya adalah ∏ Prinsip dari maximum likelihood adalah mengestimasi parameter dengan memaksimumkan fungsi likelihoodnya sehingga yang dipakai adalah loglikelihoodnya yaitu ln ∑ ln Untuk mendapatkan nilai maka harus diturunkan terhadap dengan syarat dan , sehingga akan diperoleh persamaan: ∑ 42
  • 43. Solusi persamaan diatas tidak linear terhadap sehingga solusi bagi ̂ tidak dapat dituliskan secara eksplisit karena sangat sulit untuk dihitung dengan manual. Dalam software SPSS penyelesaian dihitung dengan metode iterasi. Pengujian Parameter a. Statistik Uji-G2 Statistik uji-G2 digunakan untuk melihat pengaruh bersama-sama oleh seluruh variabel insependen yang ada didalam model (Agresti, 1990). Hipotesis yang digunakan adalah H0 : 1= 2= … = p= 0 (tidak ada pengaruh dari variabel independen terhadap variabel respon) H1 : minimal ada satu 0 (minimal ada satu variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel respon) Dengan statistik uji Dimana: L0 = likelihood dari model dengan konstanta Lk = likelihood dari model penuh j = 1,2, …,p Tolak H0 jika b. Statistik Uji Wald Umumnya model selalu mencari variabel yang mempunyai keterpautan yang kuat antara model dengan data yang ada, artinya kita memilih variabel- 43
  • 44. variabel mana saja yang tepat masuk kedalam model. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pengujian keberartian parsial Wald, dengan hipotesis H0 : 0 (tidak ada pengaruh dari variabel ke-j terhadap variabel respon) H1 : 0 (ada pengaruh dari variabel ke-j terhadap variabel respon) ̂ Dengan statistik uji ( ) ( ̂) Dimana ̂ adalah penduga dari ( ̂ ) galat baku dari penduga j = 1,2, …,p Tolak H0 jika Pengujian Kecocokan Model Pengujian kecocokan model bertujuan untuk melihat sejauh mana model dapat atau bisa menjelaskan data. Secara umum model akan fit/cocok apabila jumlah dari jarak y dan ̂ kecil, serta kontribusi dari masing-masing pasangan (yi, ̂ i) adalah relatif kecil pada error dimana i = 1,2,3,...,n. Pada penelitian ini pengujian kecocokan model menggunakan uji Hosmer dan Lemeshow. Pada uji ini pengelompokkan didasarkan pada nilai etimasi dari peluang. Dimana J = n, n adalah jumlah kolom berdasarkan n estimasi dari peluang yang berurutan dari nilai yang paling kecil ke yang paling besar. Pengelompokkan lebih lanjut didasarkan atas dua dasar yaitu persentil dari peluang estimasi dan nilai fix dari peluang estimasi. 44
  • 45. Dengan dasar/metode yang pertama maka digunakan g = 10 kelompok dimana kelompok pertama berisi ⁄ nilai terkecil dari peluang estimasi 0,1 dan kelompok terakir berisi ⁄ nilai terbesar dari peluang estimasi > 0,9. Nilai batas peluang estimasi pada masing-masing grup adalah ⁄ , dimana k = 1,2,...,10. Uji Hosmer dan Lemeshow menggunakan statistik ̂ yang mengikuti distribusi chi-square dari tabel frekuensi dengan derajat bebas (g – 2). Formula dari statistik ̂ adalah ̅ ̂ ∑ ̅ ̅ Dimana ∑ ̂ ̅ ∑ Dengan = jumlah total subjek pada grup ke-k = jumlah dari bentuk kovariat pada desil ke-k = jumlah dari variabel respon diantara kovariat ̅ = rata-rata dari peluang estimasi Pada pengujian kecocokan model ini hipotesis yang dipakai adalah H0 : model telah cukup menjelaskan data/model hasil estimasi signifikan fit H1 : model tidak cukup menjelaskan data/model hasil estimasi tidak signifikan fit Tolak H0 jika ̂ 45
  • 46. Odds Ratio Odds ratio adalah ukuran yang menyatakan tingkat kecenderungan mengalami suatu kejadian antara satu kategori dibandingkan dengan kategori lainnya dalam satu variabel independen dengan notasi . Odds ratio menyatakan tingkat kecenderungan variabel Xj =1 berapa kali lebih besar dibandingkan variabel Xj = 0. Untuk variabel independen yang berskala kontinyu, koefisien menyatakan perubahan log odds untuk setiap perubahan satu unit dalam varibel X. Logaritma dari log odds merupakan logit ( ) dan ( ) Nilai odds pada masing-masing x adalah Odds ratio merupakan perbandingan dari nilai odds pada x=1 terhadap x=0, maka ⁄ ⁄ 46
  • 47. sehingga ( ⁄ ) ( ⁄ ) Bentuk lain dari Odds ratio adalah ( ) ⁄ ⁄ ( ) [ ][ ] ( ) [ ][ ] ( ) ( ) ( ) 47
  • 48. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 2.1 Gambaran Umum Masyarakat Kampung Dalam yang Memiliki Preferensi Anak Perempuan 5% lainnya perempuan 95% Gambar 3. Persentase masyarakat berdasarkan preferensinya terhadap jenis kelamin anak Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 79 pasangan suami istri sehingga unit obsevasinya adalah 158 orang. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa preferensi masyarakat Kampung Dalam lebih banyak pada anak perempuan yaitu sebesar 95 persen sedangkan preferensi lainnya (preferensi terhadap anak laki-laki dan tidak ada preferensi) sebesar 5 persen. 48
  • 49. Umur Tabel 2. Nilai tengah dari umur masyarakat Kampung Dalam Rata-rata Median Modus 44,39 44 35 Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata responden berumur antara 44 – 45 tahun. Umur tengah dari responden pada penelitian ini adalah 44 tahun. Sedangkan umur yang paling banyak ditemui pada saat pencacahan adalah 35 tahun. Jenis Kelamin Penelitian ini memiliki sampel 79 pasangan artinya terdapat jumlah wanita dan laki-laki yang sama sebagai unit obsevasi. 93.7% 96.2% 100.0% 90.0% 80.0% 70.0% 60.0% lainnya 50.0% perempuan 40.0% 30.0% 20.0% 6.3% 3.8% 10.0% .0% LAKI-LAKI PEREMPUAN Gambar 4. Persentase preferensi masyarakat terhadap anak menurut jenis kelamin 49
  • 50. Baik laki-laki maupun perempuan sama-sama memiliki kecenderungan yang tinggi pada preferensi anak perempuan. Hal ini dapat dilihat dari gambar 4. Laki-laki memiliki preferensi terhadap anak perempuan sebesar 93,7 persen dan preferensi lainnya sebesar 6,3 persen. Sedangkan wanita memiliki preferensi terhadap anak perempuan sebesar 96,2 persen dan preferensi lainnya sebesar 3,8 persen. Pendidikan 47% 53% <sma >=sma Gambar 5. Persentase masyarakat berdasarkan jenjang pendidikan Variabel pendidikan dibagi menjadi dua kategori yaitu kurang dari SMA dan SMA keatas. Pendidikan yang paling banyak ditamatkan oleh masyarakat Kampung Dalam adalah kurang dari SMA (53 persen). Kelompok masyarakat yang berpendidikan SMA keatas mempunyai proporsi yang tidak jauh berbeda dibandingkan yang kurang dari SMA yaitu sebesar 57 persen atau berbeda sebesar 6 persen. 50
  • 51. 100% 100.0% 89,3% 80.0% 60.0% lainnya 40.0% perempuan 10,7% 20.0% 0% .0% <sma >=sma Gambar 6. Persentase preferensi masyarakat terhadap anak menurut jenjang pendidikan Gambar 6 menunjukkan bahwa pendidikan apapun yang ditamatkan oleh masyarakat Kampung Dalam preferensinya tetap lebih besar pada anak perempuan. Pada kelompok masyarakat yang pendidikannya kurang dari SMA semuanya (100 persen) memiliki preferensi pada anak perempuan. Sedangkan pada mereka yang berpendidikan SMA keatas memiliki proporsi sebesar 89,3 persen untuk preferensi anak perempuan dan 10,7 persen untuk preferensi lainnya. Umur Perkawinan Pertama 8% <=30 >30 92% Gambar 7. Persentase masyarakat berdasarkan umur perkawinan pertama 51
  • 52. Umur perkawinan pertama dikelompokkan menjadi dua yaitu 30 tahun kebawah dan lebih dari 30 tahun. Gambar 7 memperlihatkan pola dari masyarakat Kampung Dalam yang sebagian besar menikah pada saat berumur dibawah 30 tahun yaitu sebesar 92 persen. Sedangkan mereka yang menikah diatas umur 30 tahun adalah 8 persen. 95.2% 92.3% 100.0% 80.0% 60.0% lainnya 40.0% perempuan 20.0% 4.8% 7.7% .0% <=30 >30 Gambar 8. Persentase preferensi masyarakat terhadap anak menurut umur perkawinan pertama Pada kelompok yang umur perkawinan pertamanya kurang dari 30 tahun dan diatas 30 tahun sama-sama memilki kecenderungan yang tinggi pada preferensi anak perempuan. Gambar 8 memperlihatkan bahwa 95,2 persen kelompok yang umur perkawinan pertamanya kurang dari 30 tahun memiliki preferensi pada anak perempuan dan 4,8 persen untuk preferensi lainnya. Sedangkan yang umur perkawinan pertamanya diatas 30 tahun sebesar 92,3 persen memiliki preferensi pada anak perempuan dan 7,7 persen untuk preferensi lainnya. 52
  • 53. Lama Perkawinan 11% 19% <=5 tahun 6-10 tahun 70% >10 tahun Gambar 9. Persentase masyarakat berdasarkan lama perkawinan Variabel lama perkawinan dibagi dalam 3 kategori yaitu dibawah 5 tahun, 6 sampai 10 tahun, dan lebih dari sepuluh tahun. Sebagian besar masyarakat Kampung Dalam lama perkawinannya lebih dari 10 tahun (70 persen), sedangkan untuk kelompok yang usia perkawinannya 6 sampai 10 tahun sebesar 19 persen dan dibawah 5 tahun sebesar 11 persen. 97.3% 100.0% 88.9% 90% 90.0% 80.0% 70.0% 60.0% lainnya 50.0% perempuan 40.0% 30.0% 20.0% 11.1% 10% 10.0% 2.7% .0% <=5 6-10 >10 Gambar 10. Persentase preferensi masyarakat terhadap anak menurut lama perkawinan 53
  • 54. Pada masing-masing kelompok usia perkawinan kecenderungan preferensi anak perempuan tetap masih besar. Usia perkawinan dibawah 5 tahun ada sebanyak 88,9 persen yang memiliki preferensi anak perempuan dan 11,1 persen persen preferensi lainnya. Kelompok yang usia perkawinannya 6 sampai 10 tahun memiliki preferensi pada anak perempuan sebesar 90 persen dan 10 persen untuk preferensi lainnya. Sedangkan kelompok yang usia perkawinannya lebih dari 10 tahun terdapat sebesar 97,3 persen yang berpreferensi pada anak perempuan dan 2,7 persen untuk preferensi lainnya. Pernah atau Tidaknya Mengakses Informasi 6% tdk pernah pernah 94% Gambar 11. Persentase masyarakat berdasarkan pernah atau tidaknya mengakses informasi Dari hasil penelitian ini didapat bahwa sebagian besar masyarakat Kampung Dalam sudah mengakses informasi baik dari televisi, radio, maupun media cetak. Sebesar 94 persen masyarakat Kampung Dalam sudah mengakses informasi dan 6 persen tidak pernah mengakses informasi. Sumber informasi yang ditanyakan dalam kuesioner ada tiga yaitu televisi, radio, dan media cetak. Masyarakat Kampung Dalam tidak hanya mengakses 54
  • 55. salah satu dari sumber informasi itu saja melainkan juga mengakses beberapa atau semua dari sumber informasi tersebut. 2% 6% 30% tidak ada salah satu 62% 2 sumber semuanya Gambar 12. Persentase masyarakat berdasarkan pilihan sumber informasi Kelompok masyarakat yang pernah mengakses informasi dibagi menjadi tiga yaitu kelompok masyarakat yang hanya mengakses salah satu sumber informasi saja, mengakses dua sumber informasi, dan mengakses semua sumber informasi. Kelompok masyarakat yang hanya mengakses dari salah satu sumber informasi sebesar 62 persen. Sebanyak 30 persen dari masyarakat yang megakses informasi adalah mereka yang mengakses informasi dari dua sumber. Sedangkan proporsi paling sedikit adalah mereka yang mengakses semua sumber informasi yaitu hanya sebanyak 2 persen. 55
  • 56. 2% tv saja radio saja 98% Gambar 13. Persentase masyarakat berdasarkan akses informasi hanya dari salah satu sumber Gambar 13 menunjukkan persentase dari masyarakat yang mengakses informasi dari salah satu sumber saja. Terdapat 98 persen masyarakat yang mengakses televisi saja dan 2 persen yang mengakses radio saja. Mereka yang mengakses media cetak saja tidak ada, hal ini disebabkan karena mereka yang mengakses media cetak selalu diikuti dengan mengakses sumber lainnya. 4% 17% tv+radio tv+media cetak 79% media cetak+radio Gambar 14. Persentase masyarakat berdasarkan akses informasi dari dua sumber Masyarakat yang mengakses informasi dari dua sumber terbagi menjadi tiga kelompok yaitu mereka yang mengakses televisi dan radio, televisi dan media 56
  • 57. cetak, serta media cetak dan radio. Kombinasi dari dua sumber informasi yang paling banyak diakses adalah televisi dan media cetak yaitu sebanyak 79 persen. Urutan kedua adalah mereka yang mengakses informasi dari televisi dan radio yaitu sebanyak 17 persen. Sedangkan yang mengakses dari radio dan media cetak hanya 4 persen saja. 95.9% 100.0% 80% 80.0% 60.0% lainnya 40.0% perempuan 20% 20.0% 4.1% .0% tdk pernah pernah Gambar 15. Persentase preferensi masyarakat terhadap anak menurut pernah atau tidaknya mengakses informasi Preferensi terhadap anak perempuan yang besar terlihat pada kedua kelompok tersebut. Preferensi anak perempuan pada masyarkat yang pernah mengakses informasi sebesar 95,9 persen dan 4,1 persen untuk preferensi lainnya. Sedangkan mereka yang tidak mengakses informasi memiliki preferensi pada anak perempuan yaitu sebanyak 80 persen dan 20 persen untuk preferensi lainnya. 57
  • 58. Pengalaman Tinggal di Wilayah Perkotaan 39% tidak 61% pernah tinggal Gambar 16. Persentase masyarakat berdasarkan pengalaman tinggal di wilayah perkotaan Variabel pengalaman tinggal di wilayah perkotaan ini dibagi dua kategori yaitu pernah tinggal dan tidak pernah tinggal di wilayah perkotaan. Gambar 16 memperlihatkan proporsi masyarakat Kampung Dalam yang pernah tinggal di wilayah perkotaan sebesar 61 persen sedangkan yang tidak pernah tinggal di wilayah perkotaan sebesar 39 persen. Masyarakat yang pernah tinggal di wilayah perkotaan terbagi menjadi dua kategori yaitu wilayah perkotaan di Sumatera Barat dan wilayah perkotaan di luar Sumatera Barat atau disebut juga merantau. 39% dalam sumatera barat 61% luar sumatera barat Gambar 17. Persentase masyarakat berdasarkan kategori pernah tinggal di wilayah perkotaan 58
  • 59. Gambar 17 memperlihatkan persentase wilayah perkotaan yang pernah ditinggali oleh masyarakat Kampung Dalam. Terdapat sebanyak 61 persen masyarakat yang pernah tinggal di wilayah perkotaan luar Sumatera Barat atau disebut juga merantau. Hal ini sejalan dengan budaya Minangkabau yang sering merantau. Sedangkan masyarakat yang pernah tinggal di wilayah perkotaan namun masih di Sumatera Barat adalah sebanyak 39 persen. 96.7% 93.8% 100.0% 80.0% 60.0% lainnya perempuan 40.0% 20.0% 3.3% 6.2% .0% tidak pernah tinggal Gambar 18. Persentase preferensi masyarakat terhadap anak menurut pengalaman tinggal di wilayah perkotaan Kedua kelompok masyarakat Kampung Dalam yang pernah tinggal maupun yang tidak pernah tinggal di wilayah perkotaan memiliki kecenderungan yang besar pada preferensi anak perempuan. Mereka yang pernah tinggal di wilayah perkotaan memilki preferensi pada anak perempuan sebesar 93,8 persen dan 6,2 persen untuk preferensi lainnya. Sedangkan proporsi preferensi anak perempuan pada mereka yang tidak pernah tinggal di wilayah perkotaan jauh lebih besar daripada yang pernah tinggal yaitu sebesar 96,7 persen dan 3,3 persen untuk preferensi lainnya. 59
  • 60. Jenis Pekerjaan 16% tdk bekerja/pekerja 19% serabutan 65% PNS/TNI/karyawan pedagang Gambar 19. Persentase masyarakat berdasarkan jenis pekerjaan Jenis pekerjaan dibagi menjadi tiga kategori yaitu tidak bekerja/pekerja serabutan, PNS//TNI/karyawan, dan pedagang. Hal ini berdasarkan data yang tersedia sewaktu survei. Proporsi terbesar adalah kategori tidak bekerja/pekerja serabutan sebesar 65 persen. Hal ini disebabkan oleh observasi yang setengahnya adalah perempuan yang berstatus istri yang sebagian besarnya adalah ibu rumah tangga. PNS/TNI/karyawan mempunyai persentase 19 persen. Sedangkan jenis pekerjaan pedagang sebesar 16 persen yang berbeda 3 persen dari kategori PNS/TNI/karyawan. 97.1% 90.0% 92.3% 100.0% 50.0% 2.9% 10.0% 7.7% lainnya .0% perempuan PNS/TNI/karyaw pedagang bekerja/pekerja serabutan tdk an Gambar 20. Persentase preferensi masyarakat terhadap anak menurut jenis pekerjaan 60
  • 61. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada ketiga kategori jenis pekerjaan preferensi anak perempuan tetap memiliki kecenderungan yang paling besar. Masyarakat yang tidak bekerjapun memiliki preferensi pada anak perempuan yang sangat besar yaitu 97,1 persen dan 2,9 persen untuk preferensi lainnya. PNS/TNI/karyawan memiliki preferensi pada anak perempuan sebesar 90 persen dan 10 persen untuk preferensi lainnya. Mereka yang bekerja sebagai pedagangpun tidak kalah besar proporsinya dalam preferensi pada anak perempuan yaitu sebesar 92,3 persen dan 7,7 persen untuk preferensi lainnya. Hal ini menunjukkan apapun jenis pekerjaan yang digeluti oleh masyarakat Kampung Dalam preferensi mereka tetap berada pada anak berjenis kelamin perempuan. Pendapatan Perkapita Perbulan 49% 51% <=425000 >425000 Gambar 21. Persentase masyarakat berdasarkan pendapatan perkapita perbulan Kategori pendapatan perkapita perbulan dibagi menjadi dua berdasarkan rata-rata pendapatan perkapita perbulan seluruh responden yaitu dibawah Rp 425.000 dan diatas Rp 425.000. Proporsi kelompok masyarakat yang pendapatan perkapitanya dibawah Rp 425.000 adalah 51 persen sedangkan mereka yang 61
  • 62. pendapatan perkapitanya berada diatas Rp 425.000 berada 2 persen dibawah kategori pertama yaitu sebesar 49 persen. 98.8% 90.9% 100.0% 80.0% 60.0% lainnya 40.0% perempuan 20.0% 9.1% 1.2% .0% <=425000 >425000 Gambar 22. Persentase preferensi masyarakat terhadap anak menurut pendapatan perkapita perbulan Gambar 22 menunjukkan bahwa pendapatan dibawah ataupun diatas Rp 425.000 tetap memiliki kecederungan pada preferensi anak perempuan yang lebih besar. Masyarakat yang pendapatan perkapitanya kurang dari Rp 425.000 memiliki proporsi preferensi pada anak perempuan sebesar 98,8 persen dan 1,2 persen untuk preferensi lainnya. Sedangkan mereka yang pendapatan perkapitanya lebih dari Rp 425.000 adalah sebesar 90,9 persen untuk preferensi anak perempuan dan 9,1 persen untuk preferensi lainnya. 62
  • 63. Penentu Perkawinan 30% bkn ortu 70% ortu Gambar 23. Persentase masyarakat berdasarkan penentu perkawinan Penentu perkawinan terdiri dari dua kategori yaitu perkawinan yang ditentukan oleh orangtua dan bukan orangtua. Perkawinan yang ditentukan atau dijodohkan oleh orangtua mempunyai proporsi yang besar pada masyarakat Kampung Dalam sebesar 70 persen sedangkan yang ditentukan oleh bukan orangtua adalah sebesar 30 persen. 99.1% 100.0% 85.4% 80.0% 60.0% lainnya 40.0% perempuan 14.6% 20.0% 0.9% .0% bkn ortu ortu Gambar 24. Persentase preferensi masyarakat terhadap anak menurut penentu perkawinan 63
  • 64. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penentu perkawinan oleh orangtua maupun bukan orangtua lebih besar preferensinya pada anak perempuan daripada preferensi lainnya. Perkawinan yang ditentukan oleh orangtua memiliki proporsi yang sangat besar untuk preferensi anak perempuan yaitu sebesar 99,1 persen dan 0,9 persen untuk preferensi lainnya. Sedangkan perkawinan yang ditentukan bukan oleh orangtua memiliki proporsi sebesar 85,4 persen untuk preferensi anak perempuan dan 14,6 persen untuk preferensi lainnya. Jumlah Anak 34% <=2 66% >2 Gambar 25. Persentase masyarakat berdasarkan jumlah anak Variabel jumlah anak terdiri dari dua kategori yaitu jumlah anak 2 kebawah dan diatas 2. Jumlah anak yang paling banyak dimiliki oleh masyarakat Kampung Dalam adalah frekuensi diatas 2 dengan proporsi yaitu sebesar 66 persen. Sedangkan jumlah anak yang lebih dari 2 adalah sebesar 34 persen. Pada kuesioner didapat informasi tambahan mengenai anak disamping jumlah anak yang dimiliki yaitu jumlah anak yang diinginkan. 64
  • 65. 48% 52% tidak ada batasan ada batasan Gambar 26. Persentase masyarakat berdasarkan jumlah anak yang diinginkan Kelompok masyarakat berdasarkan jumlah anak yang diinginkan dibagi menjadi dua kategori yaitu kelompok masyarakat yang tidak membatasi jumlah anak yang akan dimiliki dan kelompok masyarakat yang mempunyai target (membatasi) jumlah anak. Kelompok masyarakat yang tidak membatasi jumlah anaknya adalah 48 persen, sedangkan mereka yang mempunyai target adalah 52 persen. Pada kelompok masyarakat yang memiliki target jumlah anak, target mereka bukan target KB atau jumlah anaknya dua melainkan rata-rata dari kelompok ini menargetkan jumlah anak mereka antara 3 sampai 4. 96,3% 94,2% 100.0% 80.0% 60.0% lainnya perempuan 40.0% 20.0% 3,7% 5,8% .0% <=2 >2 Gambar 27. Persentase preferensi masyarakat terhadap anak menurut jumlah anak 65
  • 66. Preferensi anak perempuan masih menjadi pilihan pada setiap kategori kepemilikan anak. Kelompok masyarakat yang jumlah anaknya 2 kebawah memiliki proporsi 96,3 persen untuk preferensi anak perempuan dan 3,7 persen untuk preferensi lainnya. Proporsi preferensi anak perempuan pada kelompok yang jumlah anaknya lebih dari 2 adalah 94,2 persen dan 5,8 persen untuk preferensi lainnya. Struktur Keluarga 43% 57% BESAR INTI Gambar 28. Persentase masyarakat berdasarkan struktur keluarga Struktur keluarga pada penelitian ini dibagi menjadi dua kategori yaitu keluarga inti dan keluarga besar. Keluarga inti atau keluarga yang tinggal hanya satu keluarga saja memiliki proporsi yang paling besar yaitu 57 persen. Sedangkan keluarga besar yaitu keluarga yang tinggal bersama dengan keluarga lainnya berbeda cukup jauh yaitu 14 persen dari proporsi keluarga inti dengan kata lain proporsi keluarga besar adalah sebesar 43 persen. 66
  • 67. 94.1% 95.6% 100.0% 80.0% 60.0% lainnya perempuan 40.0% 20.0% 5.9% 4.4% .0% BESAR INTI Gambar 29. Persentase preferensi masyarakat terhadap anak menurut struktur keluarga Gambar 29 menunjukkan kecenderungan yang besar pada anak perempuan pada kedua kategori. Pada kelompok masyarakat yang struktur keluarganya adalah keluarga besar terdapat sebesar 94,1 persen untuk preferensi anak perempuan dan 5,9 persen untuk preferensi lainnya. Sedangkan kelompok yang struktur keluarganya adalah keluarga inti proporsi untuk preferensi anak perempuan adalah sebesar 95,6 persen dan 4,4 persen untuk preferensi lainnya. Eksistensi Sistem Matrilineal 8% kurang eksis eksis 92% Gambar 30. Persentase masyarakat berdasarkan eksistensi sistem matrilineal 67
  • 68. Eksistensi matrilineal dibedakan atas dua ktegori yaitu eksis dan kurang eksis. Gambar 30 menunjukkan bahwa mayarakat yang sistem matrilinealnya eksis 92 persen, sedangkan sistem matrilinealnya yang kurang eksis adalah sebesar 8 persen dimana kekurangeksisan ini merupakan sumbangan dari masyarakat luar Minangkabau yang juga tinggal di Minangkabau. 97.2% 100.0% 80.0% 69.2% 60.0% lainnya 40.0% 30.8% perempuan 20.0% 2.8% .0% kurang eksis eksis Gambar 31. Persentase preferensi masyarakat terhadap anak menurut eksistensi sistem matrilineal Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok masyarakat yang kurang eksis dalam keberadaan sistem matrilinealnya sudah mulai menunjukkan preferensinya kearah jenis kelamin laki-laki/tidak berpreferensi yang cukup tinggi (30,8 persen) daripada mereka yang eksis (2,8 persen). Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peranan keeksisan sistem matrilineal dalam penentuan preferensi jenis kelamin anak pada masyarakat Minangkabau. 68
  • 69. 4.2 Hubungan antara Preferensi Anak Perempuan dengan Variabel- Variabel penjelas Sebelum melakukan pengujian pengaruh variabel-variabel penjelas terhadap preferensi anak perempuan terlebih dahulu dilakukan pengujian independensi dari masing-masing variabel-variabel penjelas terhadap preferensi anak perempuan. Pengujian independensi ini menggunakan chi-square test sebagai alat analisisnya. Melalui test ini dapat diketahui variabel-variabel penjelas mana yang mempunyai yang mempunyai hubungan dengan preferensi anak perempuan. Namun karena pada tabulasi silang 2 2 semua variabel mempunyai nilai harapan yang kurang dari 5 melebihi 20 persen maka digunakan uji fisher’s exact sedangkan untuk variabel lainnya yang mempunyai tabulasi silang 3 2 tetap memakai uji chi-square. Variabel-variabel penjelas yang digunakan adalah umur, jenis kelamin, pendidikan, umur perkawinan pertama, lama perkawinan, adanya akses informasi, pengalaman tinggal di perkotaan, jenis pekerjaan, pendapatan perkapita, penentu perkawinan, jumlah anak, struktur keluarga, eksistensi sistem matrilineal. Pengujian ini menggunakan tingkat kepercayaan 95 persen. Hasil rangkuman pengujian ini adalah sebagai berikut: 69