SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  15
Kerajaan Sumedang Larang

        Kerajaan Sumedang Larang adalah salah satu kerajaan Islam yang diperkirakan
berdiri sejak abad ke-16 Masehi di Jawa Barat, Indonesia. Popularitas kerajaan ini tidak
sebesar popularitas kerajaan Demak, Mataram, Banten dan Cirebon dalam literatur sejarah
kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Tapi, keberadaan kerajaan ini merupakan bukti
sejarah yang sangat kuat pengaruhnya dalam penyebaran Islam di Jawa Barat,
sebagaimana yang dilakukan oleh Kerajaan Cirebon dan Kerajaan Banten.

Sejarah


       Kerajaan Sumedang Larang (kini Kabupaten Sumedang) adalah salah satu
dari berbagai kerajaan Sunda yang ada di provinsi Jawa Barat, Indonesia. Terdapat
kerajaan Sunda lainnya seperti Kerajaan Pajajaran yang juga masih berkaitan erat
dengan kerajaan sebelumnya yaitu (Kerajaan Sunda-Galuh), namun keberadaan
Kerajaan Pajajaran berakhir di wilayah Pakuan, Bogor, karena serangan aliansi
kerajaan-kerajaan Cirebon, Banten dan Demak (Jawa Tengah). Sejak itu,
Sumedang Larang dianggap menjadi penerus Pajajaran dan menjadi kerajaan yang
memiliki otonomi luas untuk menentukan nasibnya sendiri.


     No. Masa[1]                                                  Tahun



     1   Kerajaan Sumedang Larang                                 900 - 1601



     2   Pemerintahan Mataram II                                  1601 - 1706



     3   Pemerintahan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) 1706 - 1811



     4   Pemerintahan Inggris                                     1811 - 1816



     5   Pemerintahan Belanda / Nederland Oost-Indie              1816 - 1942



     6   Pemerintahan Jepang                                      1942 - 1945
7   Pemerintahan Republik Indonesia                   1945 - 1947



    8   Pemerintahan Republik Indonesia / Belanda         1947 - 1949



    9   Pemerintahan Negara Pasundan                      1949 - 1950



    10 Pemerintahan Republik Indonesia                    1950 - sekarang




Asal-mula nama


      Kerajaan Sumedang Larang berasal dari pecahan kerajaan Sunda-Galuh
yang beragama Hindu, yang didirikan oleh Prabu Aji Putihatas perintah Prabu
Suryadewata sebelum Keraton Galuh dipindahkan ke Pajajaran, Bogor. Seiring
dengan perubahan zaman dan kepemimpinan, nama Sumedang mengalami
beberapa perubahan. Yang pertama yaitu Kerajaan Tembong Agung
(Tembong artinya nampak dan Agung artinya luhur) dipimpin oleh Prabu Guru Aji
Putih pada abad ke XII. Kemudian pada masa zaman Prabu Tajimalela, diganti
menjadi Himbar Buana, yang berarti menerangi alam, Prabu Tajimalela pernah
berkata “Insun medal; Insun madangan”. Artinya Aku dilahirkan; Aku menerangi.
Kata Sumedang diambil dari kata Insun Madangan yang berubah pengucapannya
menjadi Sun Madang yang selanjutnya menjadi Sumedang. Ada juga yang
berpendapat berasal dari kata Insun Medal yang berubah pengucapannya menjadi
Sumedang dan Larang berarti sesuatu yang tidak ada tandingnya.
Pemerintahan berdaulat


No.     Nama[1]                                            Tahun



1       Nama Raja-raja Kerajaan Sumedang Larang



      a Prabu Guru Aji Putih                               900



      b Prabu Agung Resi Cakrabuana / Prabu Taji Malela    950



      c Prabu Gajah Agung                                  980



      d Sunan Guling                                       1000



      e Sunan Tuakan                                       1200



      f Nyi Mas Ratu Patuakan                              1450



      g Ratu Pucuk Umun / Nyi Mas Ratu Dewi Inten Dewata   1530 - 1578



      h Prabu Geusan Ulun / Pangeran Angkawijaya           1578 - 1601



2       Nama Bupati Wedana Masa Pemerintahan Mataram II



      a R. Suriadiwangsa / Pangeran Rangga Gempol I        1601 - 1625



      b Pangeran Rangga Gede                               1625 - 1633
c Pangeran Rangga Gempol II                                 1633 - 1656



    d Pangeran Panembahan / Pangeran Rangga Gempol III          1656 - 1706



        Nama             Bupati           Wedana         Masa
3
        Pemerintahan VOC, Inggris, Belanda dan Jepang



    a Dalem Tumenggung Tanumaja                                 1706 - 1709



    b Pangeran Karuhun                                          1709 - 1744



    c Dalem Istri Rajaningrat                                   1744 - 1759



    d Dalem Anom                                                1759 - 1761



    e Dalem Adipati Surianagara                                 1761 - 1765



    f Dalem Adipati Surialaga                                   1765 - 1773



    g Dalem Adipati Tanubaja (Parakan Muncang)                  1773 - 1775



    h Dalem Adipati Patrakusumah (Parakan Muncang)              1775 - 1789



    i   Dalem Aria Sacapati                                     1789 - 1791



    j   Pangeran Kornel / Pangeran Kusumahdinata                1791 - 1800



    k Bupati Republik Batavia Nederland                         1800 - 1810
Bupati Kerajaan Nederland, dibawah Lodewijk, Adik Napoleon
l                                                                    1805 - 1810
    Bonaparte



    Bupati     Kerajaan   Nederland,   dibawah   Kaisar   Napoleon
m                                                                    1810 - 1811
    Bonaparte



n Bupati Masa Pemerintahan Inggris                                   1811 - 1815



o Bupati Kerajaan Nederland                                          1815 - 1828



p Dalem Adipati Kusumahyuda / Dalem Ageung                           1828 - 1833



q Dalem Adipati Kusumahdinata / Dalem Alit                           1833 - 1834



r Dalem Tumenggung Suriadilaga / Dalem Sindangraja                   1834 - 1836



s Pangeran Suria Kusumah Adinata / Pangeran Soegih                   1836 - 1882



t Pangeran Aria Suria Atmaja / Pangeran Mekkah                       1882 - 1919



u Dalem Adipati Aria Kusumahdilaga / Dalem Bintang                   1919 - 1937



    Dalem Tumenggung Aria Suria Kusumah Adinata / Dalem Aria
v                                                                    1937 - 1942
    Sumantri



w Bupati Masa Pemerintahan Jepang                                    1942 - 1945



x Bupati Masa Peralihan Republik Indonesia                           1945 - 1946
4     Bupati Masa Pemerintahan Republik Indonesia



    a Raden Hasan Suria Sacakusumah                        1946 - 1947



5     Bupati Masa Pemerintahan Belanda / Indonesia



    a Raden Tumenggung M. Singer                           1947 - 1949



6     Bupati Masa Pemerintahan Negara Pasundan



    a Raden Hasan Suria Sacakusumah                        1949 - 1950



7     Bupati Masa Pemerintahan Republik Indonesia



    a Radi (Sentral Organisasi Buruh Republik Indonesia)   1950



    b Raden Abdurachman Kartadipura                        1950 - 1951



    c Sulaeman Suwita Kusumah                              1951 - 1958



    d Antan Sastradipura                                   1958 - 1960



    e Muhammad Hafil                                       1960 - 1966



    f Adang Kartaman                                       1966 - 1970



    g Drs. Supian Iskandar                                 1970 - 1972
h Drs. Supian Iskandar                                      1972 - 1977



  i   Drs. Kustandi Abdurahman                                1977 - 1983



  j   Drs. Sutarja                                            1983 - 1988



  k Drs. Sutarja                                              1988 - 1993



  l   Drs. H. Moch. Husein Jachja Saputra                     1993 - 1998



  m Drs. H. Misbach                                           1998 - 2003



  n H. Don Murdono,SH. Msi                                    2003 - 2008



  o H. Don Murdono,SH. Msi                                    2008 - 2013




Prabu Agung Resi Cakrabuana (950 M)


        Prabu     Agung     Resi   Cakrabuana atau      lebih     dikenal Prabu
Tajimalela dianggap sebagai pokok berdirinya Kerajaan Sumedang. Pada awal
berdiri       bernama Kerajaan     Tembong         Agung dengan          ibukota
di Leuwihideung (sekarang Kecamatan Darmaraja). Ia punya tiga putra yaitu Prabu
Lembu Agung, Prabu Gajah Agung, dan Sunan Geusan Ulun.
       Berdasarkan Layang Darmaraja, Prabu Tajimalela memberi perintah kepada
kedua putranya (Prabu Lembu Agung dan Prabu Gajah Agung), yang satu menjadi
raja dan yang lain menjadi wakilnya (patih). Tapi keduanya tidak bersedia menjadi
raja. Oleh karena itu, Prabu Tajimalela memberi ujian kepada kedua putranya jika
kalah harus menjadi raja. Kedua putranya diperintahkan pergi ke Gunung Nurmala
(sekarang Gunung Sangkanjaya). Keduanya diberi perintah harus menjaga sebilah
pedang dan kelapa muda (duwegan/degan). Tetapi, Prabu Gajah Agung karena
sangat kehausan beliau membelah dan meminum air kelapa muda tersebut
sehingga beliau dinyatakan kalah dan harus menjadi raja Kerajaan Sumedang
Larang tetapi wilayah ibu kota harus mencari sendiri. Sedangkan Prabu Lembu
Agung tetap di Leuwihideung, menjadi raja sementara yang biasa disebut juga
Prabu Lembu Peteng Aji untuk sekedar memenuhi wasiat Prabu Tajimalela. Setelah
itu Kerajaan Sumedang Larang diserahkan kepada Prabu Gajah Agung dan Prabu
Lembu Agung menjadi resi. Prabu Lembu Agung dan para keturunannya tetap
berada di Darmaraja. Sedangkan Sunan Geusan Ulun dan keturunannya tersebar di
Limbangan, Karawang, dan Brebes.
       Setelah Prabu Gajah Agung menjadi raja maka kerajaan dipindahkan ke
Ciguling. Ia dimakamkan di Cicanting Kecamatan Darmaraja. Ia mempunyai dua
orang putra, pertama Ratu Istri Rajamantri, menikah dengan Prabu Siliwangi dan
mengikuti suaminya pindah ke Pakuan Pajajaran. Kedua Sunan Guling, yang
melanjutkan menjadi raja di Kerajaan Sumedang Larang. Setelah Sunan Guling
meninggal kemudian dilanjutkan oleh putra tunggalnya yaitu Sunan Tuakan.
Setelah itu kerajaan dipimpin oleh putrinya yaitu Nyi Mas Ratu Patuakan. Nyi Mas
Ratu Patuakan mempunyai suami yaitu Sunan Corenda, putra Sunan Parung, cucu
Prabu Siliwangi (Prabu Ratu Dewata). Nyi Mas Ratu Patuakan mempunyai seorang
putri bernama Nyi Mas Ratu Inten Dewata (1530-1578), yang setelah ia meninggal
menggantikannya menjadi ratu dengan gelar Ratu Pucuk Umun.
       Ratu Pucuk Umun menikah dengan Pangeran Kusumahdinata, putra
Pangeran Pamalekaran (Dipati Teterung), putra Aria Damar Sultan Palembang
keturunan Majapahit. Ibunya Ratu Martasari/Nyi Mas Ranggawulung, keturunan
Sunan Gunung Jati dari Cirebon.Pangeran Kusumahdinata lebih dikenal dengan
julukan Pangeran Santri karena asalnya yang dari pesantren dan perilakunya yang
sangat alim. Dengan pernikahan tersebut berakhirlah masa kerajaan Hindu di
Sumedang Larang. Sejak itulah mulai menyebarnya agama Islam di wilayah
Sumedang Larang.


Ratu Pucuk Umun dan Pangeran Santri


    Pada pertengahan abad ke-16, mulailah corak agama Islam mewarnai
perkembangan Sumedang Larang. Ratu Pucuk Umun, seorang wanita keturunan
raja-raja Sumedang kuno yang merupakan seorang Sunda muslimah;
menikahi Pangeran Santri (1505-1579 M) yang bergelar Ki Gedeng Sumedang dan
memerintah Sumedang Larang bersama-sama serta menyebarkan ajaran Islam di
wilayah tersebut. Pangeran Santri adalah cucu dari Syekh Maulana Abdurahman
(Sunan Panjunan) dan cicit dari Syekh Datuk Kahfi, seorang ulama keturunan Arab
Hadramaut yang berasal dari Mekkah dan menyebarkan agama Islam di berbagai
penjuru daerah di kerajaan Sunda. Pernikahan Pangeran Santri dan Ratu Pucuk
Umun ini melahirkan Prabu Geusan Ulun atau dikenal dengan Prabu Angkawijaya.
Pada masa Ratu Pucuk Umun, ibukota Kerajaan Sumedang Larang dipindahkan
dari Ciguling ke Kutamaya.
   Dari pernikahan Ratu Pucuk Umun dengan Pangeran Santri memiliki enam
orang anak, yaitu :

   1. Pangeran Angkawijaya (yang terkenal dengan gelar Prabu Geusan Ulun)
   2. Kiyai Rangga Haji, yang mengalahkan Aria Kuda Panjalu ti Narimbang, supaya
      memeluk agama Islam.
   3. Kiyai Demang Watang di Walakung.
   4. Santowaan Wirakusumah, yang keturunannya berada di Pagaden dan Pamanukan,
      Subang.
   5. Santowaan Cikeruh.
   6. Santowaan Awiluar.

Ratu Pucuk Umun dimakamkan di Gunung Ciung Pasarean Gede di Kota
Sumedang.


Prabu Geusan Ulun


      Prabu Geusan Ulun (1580-1608 M) dinobatkan untuk menggantikan
kekuasaan ayahnya, Pangeran Santri. Ia menetapkan Kutamaya sebagai ibukota
kerajaan Sumedang Larang, yang letaknya di bagian Barat kota. Wilayah
kekuasaannya meliputi Kuningan, Bandung, Garut, Tasik, Sukabumi (Priangan)
kecuali Galuh (Ciamis). Kerajaan Sumedang pada masa Prabu Geusan Ulun
mengalami kemajuan yang pesat di bidang sosial, budaya, agama, militer dan politik
pemerintahan. Setelah wafat pada tahun 1608, putera angkatnya, Pangeran Rangga
Gempol Kusumadinata atau Rangga Gempol I, yang dikenal dengan nama Raden
Aria Suradiwangsamenggantikan kepemimpinannya.
       Pada masa awal pemerintahan Prabu Geusan Ulun, Kerajaan Pajajaran
Galuh Pakuan sedang dalam masa kehancurannya karena diserang oleh Kerajaan
Banten yang dipimpin Sultan Maulana Yusuf dalam rangka menyebarkan Agama
Islam. Oleh karena penyerangan itu Kerajaan Pajajaran hancur. Pada saat-saat
kekalahan Kerajaan Pajajaran, Prabu Siliwangi sebelum meninggalkan Keraton
beliau mengutus empat prajurit pilihan tangan kanan Prabu Siliwangi untuk pergi ke
Kerajaan Sumedang dengan rakyat Pajajaran untuk mencari perlindungan yang
disebut Kandaga Lante. Kandaga Lante tersebut menyerahkan mahkota emas
simbol kekuasaan Raja Pajajaran, kalung bersusun dua dan tiga, serta perhiasan
lainnya seperti benten, siger, tampekan, dan kilat bahu (pusaka tersebut masih
tersimpan di Museum Prabu Geusan Ulun di Sumedang). Kandaga Lante yang
menyerahkan tersebut empat orang yaitu Sanghyang Hawu atau Embah
Jayaperkosa, Batara Dipati Wiradijaya atau Embah Nangganan, Sanghyang
Kondanghapa, dan Batara Pancar Buana atau Embah Terong Peot.
      Walaupun pada waktu itu tempat penobatan raja direbut oleh pasukan Banten
(wadyabala Banten) tetapi mahkota kerajaan terselamatkan. Dengan diberikannya
mahkota tersebut kepada Prabu Geusan Ulun, maka dapat dianggap bahwa
Kerajaan Pajajaran Galuh Pakuan menjadi bagian Kerajaan Sumedang Larang,
sehingga wilayah Kerajaan Sumedang Larang menjadi luas. Batas wilayah baratnya
Sungai Cisadane, batas wilayah timurnya Sungai Cipamali (kecuali Cirebon dan
Jayakarta), batas sebelah utaranya Laut Jawa, dan batas sebelah selatannya
Samudera Hindia.
        Secara politik Kerajaan Sumedang Larang didesak oleh tiga musuh: yaitu
Kerajaan Banten yang merasa terhina dan tidak menerima dengan pengangkatan
Prabu Geusan Ulun sebagai pengganti Prabu Siliwangi; pasukan VOC di Jayakarta
yang selalu mengganggu rakyat; dan Kesultanan Cirebon yang ditakutkan
bergabung dengan Kesultanan Banten. Pada masa itu Kesultanan Mataram sedang
pada masa kejayaannya, banyak kerajaan-kerajaan kecil di Nusantara yang
menyatakan bergabung kepada Mataram. Dengan tujuan politik pula akhirnya Prabu
Geusan Ulun menyatakan bergabung dengan Kesultanan Mataram dan beliau pergi
ke Demak dengan tujuan untuk mendalami agama Islam dengan diiringi empat
prajurit setianya (Kandaga Lante). Setelah dari pesantren di Demak, sebelum pulang
ke Sumedang ia mampir ke Cirebon untuk bertemu dengan Panembahan
Ratu penguasa Cirebon, dan disambut dengan gembira karena mereka berdua
sama-sama keturunan Sunan Gunung Jati.
      Dengan sikap dan perilakunya yang sangat baik serta wajahnya yang
rupawan, Prabu Geusan Ulun disenangi oleh penduduk di Cirebon. Permaisuri
Panembahan Ratu yang bernama Ratu Harisbaya jatuh cinta kepada Prabu
Geusan Ulun. Ketika dalam perjalanan pulang ternyata tanpa sepengetahuannya,
Ratu Harisbaya ikut dalam rombongan, dan karena Ratu Harisbaya mengancam
akan bunuh diri akhirnya dibawa pulang ke Sumedang. Karena kejadian itu,
Panembahan Ratu marah besar dan mengirim pasukan untuk merebut kembali Ratu
Harisbaya sehingga terjadi perang antara Cirebon dan Sumedang.
      Akhirnya Sultan Agung dari Mataram meminta kepada Panembahan Ratu
untuk berdamai dan menceraikan Ratu Harisbaya yang aslinya dari Pajang-Demak
dan dinikahkan oleh Sultan Agung dengan Panembahan Ratu. Panembahan Ratu
bersedia dengan syarat Sumedang menyerahkan wilayah sebelah barat Sungai
Cilutung (sekarang Majalengka) untuk menjadi wilayah Cirebon. Karena peperangan
itu pula ibukota dipindahkan ke Gunung Rengganis, yang sekarang disebut Dayeuh
Luhur.
   Prabu Geusan Ulun memiliki tiga orang istri: yang pertama Nyi Mas Cukang
Gedeng Waru, putri Sunan Pada; yang kedua Ratu Harisbaya dari Cirebon, dan
yang ketiga Nyi Mas Pasarean. Dari ketiga istrinya tersebut ia memiliki lima belas
orang anak:

   1. Pangeran Rangga Gede, yang merupakan cikal bakal bupati Sumedang
   2. Raden Aria Wirareja, di Lemahbeureum, Darmawangi
   3. Kiyai Kadu Rangga Gede
   4. Kiyai Rangga Patra Kalasa, di Cundukkayu
   5. Raden Aria Rangga Pati, di Haurkuning
   6. Raden Ngabehi Watang
   7. Nyi Mas Demang Cipaku
   8. Raden Ngabehi Martayuda, di Ciawi
   9. Rd. Rangga Wiratama, di Cibeureum
   10.Rd. Rangga Nitinagara, di Pagaden dan Pamanukan
   11.Nyi Mas Rangga Pamade
   12.Nyi Mas Dipati Ukur, di Bandung
   13.Rd. Suriadiwangsa, putra Ratu Harisbaya dari Panembahan Ratu
   14.Pangeran Tumenggung Tegalkalong
   15.Rd. Kiyai Demang Cipaku, di Dayeuh Luhur.
    Prabu Geusan Ulun merupakan raja terakhir Kerajaan Sumedang Larang,
karena selanjutnya menjadi bagian Mataram dan pangkat raja turun menjadi adipati
(bupati).
Pemerintahan di bawah Mataram


Dipati Rangga Gempol

      Pada saat Rangga Gempol memegang kepemimpinan, pada tahun 1620 M
Sumedang Larang dijadikannya wilayah kekuasaanKerajaan Mataram di bawah Sultan
Agung, dan statusnya sebagai 'kerajaan' diubahnya menjadi 'kabupatian wedana'. Hal
ini dilakukannya sebagai upaya menjadikan wilayah Sumedang sebagai wilayah
pertahanan Mataram dari serangan Kerajaan Banten danBelanda, yang sedang
mengalami konflik dengan Mataram. Sultan Agung kemudian memberikan perintah
kepada Rangga Gempol beserta pasukannya untuk memimpin penyerangan
ke Sampang, Madura. Sedangkan pemerintahan untuk sementara diserahkan kepada
adiknya, Dipati Rangga Gede.



Dipati Rangga Gede


       Ketika setengah kekuatan militer kadipaten Sumedang Larang diperintahkan
pergi ke Madura atas titah Sultan Agung, datanglah dari pasukan Kerajaan Banten
untuk menyerbu. Karena Rangga Gede tidak mampu menahan serangan pasukan
Banten, ia akhirnya melarikan diri. Kekalahan ini membuat marah Sultan Agung
sehingga ia menahan Dipati Rangga Gede, dan pemerintahan selanjutnya
diserahkan kepada Dipati Ukur.




Dipati Ukur


       Tanggal 12 Juli 1628, datang utusan Mataram ke Timbanganten (Tatar Ukur).
Membawa surat tugas dari Sultan Agung, untuk memerintahkan Adipati Wangsanata
atau disebut juga Wangsataruna alias Dipati Ukur, untuk memimpin pasukannya dan
menyerbu VOC di Batavia membantu pasukan dari Jawa. Waktu itu bulan Oktober
tahun 1628. Dalam surat tersebut ada semacam perjanjian bahwa pasukan Sunda
harus menunggu Pasukan Jawa di Karawang sebelum nantinya bersama-sama
menyerang Batavia. Tapi, setelah seminggu ditunggu ternyata pasukan dari Jawa
tak juga kunjung datang sementara logistic makin menipis. Karena logistic yang kian
menipis dan takut kalau mental prajurit keburu turun maka Dipati Ukur pun
memutuskan untuk terlebih dahulu pergi ke Batavia menggempur VOC sambil
menunggu bantuan pasukan dari Jawa.
      Baru dua hari Pasukan Sunda yang dipimpin oleh Dipati Ukur berperang
melawan VOC, pasukan Jawa datang ke Karawang dan mendapati bahwa Pasukan
Sunda tak ada di sana. Tersinggung karena merasa tak dihargai, bukannya
membantu pasukan Sunda yang sedang mati-matian menggempur VOC pasukan
Jawa ini malah memusuhi Pasukan Sunda.
      Ditengah kekalutan itu, datang utusan dari Dayeuh Ukur membawa surat dari
Enden Saribanon yang merupakan istri dari Dipati Ukur yang mengabarkan bahwa
para gadis, istri-istri prajurit dan bahkan dirinya sendiri pun hampir diperkosa oleh
panglima utusan Mataram dan pasukannya. Panglima dari Mataram itu sendiri ada
di Dayeuh Ukur dalam rangka mengantarkan surat dari Sultan Agung dan begitu
mendengar bahwa Dipati Ukur tak mengindahkan pesan dari Sultan Agung untuk
menunggu pasukan Jawa di Karawang, para panglima ini kemudian melampiaskan
kemarahannya dengan memperkosa gadis-gadis dan juga merampas harta benda
mereka.
      Mendengar kabar itu, Dipati Ukur yang sedang berperang memutuskan untuk
menghentikan perang dan kembali ke Pabuntelan (Paseurdayeuh Tatar Ukur, atau
Baleendah - Dayeuhkolot sekarang). Dipati Ukur yang marah dengan kelakuan para
utusan Mataram itu sesampainya di Pabuntelan langsung menghabisi para utusan
Mataram itu. Sayangnya, dari semua utusan itu ada satu orang yang lolos dari
kematian dan kemudian melapor kepada Sultan Agung perihal apa yang dilakukan
oleh Dipati Ukur terhadap teman-temannya.
       Dalam ‘Negara Kerta Bhumi’ disebutkan bahwa salah satu watak Sultan
Agung adalah jika memberi tugas kepada bawahannya itu tidaklah boleh gagal. Jika
gagal maka sudah dipastikan bahwa yang bersangkutan akan dihukum mati. Maka,
panglima Mataram yang lolos ini pun agar terhindar dari hukuman mati
mengaranglah ia tentang kenapa pasukan Mataram bisa gagal menaklukan VOC.
Semua kesalahan itu ditimpakan ke pundak Dipati Ukur. Sultan Agung pun murka
karena bagaimana pun juga mundurnya Dipati Ukur dari medan perang merupakan
kerugian besar bagi Mataram. Intinya, penyebab kalahnya Mataram adalah karena
mundurnya Dipati Ukur. Oleh karenanya, Dipati Ukur dicap penghianat dan mau
memberontak kepada Mataram. Jadi, karena Dipati Ukur dianggap memberontak
maka Dipati Ukur pun oleh Sultan Agung pantas dihukum mati. Akhirnya Sultan
Agung pun menyuruh Cirebon untuk menangkap Dipati Ukur hidup atau mati.
Penumpasan Dipati Ukur itu dipimpin langsung oleh Tumenggung Narapaksa dari
Mataram.
Dari kenyatan itu, Dipati Ukur kemudian sadar bahwa dirinya sejak sekarang
harus menghadapi Mataram. Kekuatan pun di susun. Dipati Ukur mulai melobi
beberapa bupati untuk juga melawan Mataram dan menjadi Kabupaten yang
mandiri. Ajakan ini menimbulkan pro dan kontra. Sebagian ada yang setuju seperti
Bupati Karawang, Ciasem, Sagalaherang, Taraju, Sumedang, Pamanukan,
Limbangan, Malangbong dan sebagainya. Dan sebagian laginya tidak setuju. Di
antara yang tidak setuju itu adalah Ki Somahita dari Sindangkasih, Ki Astamanggala
dari Cihaurbeuti, dan Ki Wirawangsa dari Sukakerta.
       Belum juga Dipati Ukur berhasil mewujudkan impiannya untuk mendirikan
kabupaten mandiri yang lepas dari kekuasan Mataram tiba-tiba Bagus Sutapura,
salah satu pemuda yang sakti mandraguna (putra dari bupati Kawasen, wilayah
Galuh) yang merupakan algojo yang dimintai tolong oleh Tumenggung Narapaksa
keburu datang untuk menangkapnya. Terjadilah pertarungan sengit antar keduanya
(dikabarkan hingga 40 hari 40 malam). Setelah semua tenaga terkuras akhirnya
Dipati Ukur pun dapat diringkus kemudian dibawa ke Cirebon untuk diserahkan ke
Mataram. Dipati Ukur pun akhirnya di hukum mati di alun-alun Mataram dengan cara
dipenggal kepalanya. Sepeninggal Dipati Ukur wafat, kekuasan Mataram di tatar
Sunda pun kian kukuh. Bahkan di wilayah pesisir utara, banyak pasukan Mataram
yang tak kembali lagi ke Mataram dan lebih memilih memperistri penduduk
setempat. Untuk memenuhi kebutuhan hidup para prajurit ini kemudian banyak yang
membuka lahan sawah terutama di daerah Karawang, berbeda dengan kebiasaan
masyarakat Sunda waktu itu yang umumnya berkebun. Mungkin, inilah yang pada
akhirnya sampai sekarang Karawang terkenal dengan sawahnya dan menjadi salah
satu lumbung padi di Jawa Barat.



Pembagian wilayah kerajaan


   Setelah habis masa hukumannya, Dipati Rangga Gede diberikan kekuasaan
kembali untuk memerintah di Sumedang. Sedangkan wilayah Priangan di luar
Sumedang dan Galuh (Ciamis), oleh Mataram dibagi menjadi tiga bagian [4]:

   Kabupaten Sukapura, dipimpin oleh Ki Wirawangsa Umbul         Sukakerta, gelar
    Tumenggung Wiradegdaha/R. Wirawangsa,
   Kabupaten Bandung, dipimpin oleh Ki Astamanggala Umbul Cihaurbeuti, gelar
    Tumenggung Wirangun-angun,
   Kabupaten Parakanmuncang, dipimpin oleh Ki Somahita Umbul Sindangkasih, gelar
    Tumenggung Tanubaya.
Kesemua wilayah tersebut berada dibawah pengawasan Rangga Gede (atau
Rangga Gempol II), yang sekaligus ditunjuk Mataram sebagai Wedana Bupati
(kepala para bupati) Priangan.



Peninggalan budaya


       Hingga kini, Sumedang masih berstatus kabupaten, sebagai sisa peninggalan
konflik politik yang banyak diintervensi oleh Kerajaan Mataram pada masa itu.
Adapun artefak sejarah berupa pusaka perang, atribut kerajaan, perlengkapan raja-
raja dan naskah kuno peninggalan Kerajaan Sumedang Larang masih dapat dilihat
secara umum di Museum Prabu Geusan Ulun, Sumedang letaknya tepat di selatan
alun-alun kota Sumedang, bersatu dengan Gedung Srimanganti dan bangunan
pemerintah daerah setempat.

Contenu connexe

Tendances

Kerajaan majapahit
Kerajaan majapahitKerajaan majapahit
Kerajaan majapahit
tikha12
 
Xi ipa 4 kerajaan majapahit
Xi ipa 4 kerajaan majapahitXi ipa 4 kerajaan majapahit
Xi ipa 4 kerajaan majapahit
Atika Fauziyyah
 
Kerajaan Singasari dan Banten
Kerajaan Singasari dan BantenKerajaan Singasari dan Banten
Kerajaan Singasari dan Banten
bellaAArindy
 
Sejarah indonesia sma kelas xi
Sejarah indonesia sma kelas xiSejarah indonesia sma kelas xi
Sejarah indonesia sma kelas xi
Virgiana Anggi
 
Selayang Pandang Kota Semarang
Selayang Pandang Kota SemarangSelayang Pandang Kota Semarang
Selayang Pandang Kota Semarang
pamboedi
 
Kerajaan Mataram islam
Kerajaan Mataram islamKerajaan Mataram islam
Kerajaan Mataram islam
juankhahefi
 

Tendances (16)

Kerajaan majapahit
Kerajaan majapahitKerajaan majapahit
Kerajaan majapahit
 
Xi ipa 4 kerajaan majapahit
Xi ipa 4 kerajaan majapahitXi ipa 4 kerajaan majapahit
Xi ipa 4 kerajaan majapahit
 
Kerajaan Majapahit
Kerajaan MajapahitKerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit
 
Kerajaan Mataram Islam
Kerajaan Mataram IslamKerajaan Mataram Islam
Kerajaan Mataram Islam
 
Sejarah 2014 06-23-23-19-29
Sejarah 2014 06-23-23-19-29Sejarah 2014 06-23-23-19-29
Sejarah 2014 06-23-23-19-29
 
Kerajaan kuta1
Kerajaan kuta1Kerajaan kuta1
Kerajaan kuta1
 
Kerajaan Singasari dan Banten
Kerajaan Singasari dan BantenKerajaan Singasari dan Banten
Kerajaan Singasari dan Banten
 
Sejarah indonesia sma kelas xi
Sejarah indonesia sma kelas xiSejarah indonesia sma kelas xi
Sejarah indonesia sma kelas xi
 
Sejarah kerajaan majapahit , sejarah wajib kelas 10
Sejarah kerajaan majapahit , sejarah wajib kelas 10Sejarah kerajaan majapahit , sejarah wajib kelas 10
Sejarah kerajaan majapahit , sejarah wajib kelas 10
 
Selayang Pandang Kota Semarang
Selayang Pandang Kota SemarangSelayang Pandang Kota Semarang
Selayang Pandang Kota Semarang
 
Tugas sejarah rissa
Tugas sejarah rissaTugas sejarah rissa
Tugas sejarah rissa
 
Sejarah Kerajaan Majapahit
Sejarah Kerajaan MajapahitSejarah Kerajaan Majapahit
Sejarah Kerajaan Majapahit
 
Kelompok 6 - kerajaan Majapahit
Kelompok 6 - kerajaan MajapahitKelompok 6 - kerajaan Majapahit
Kelompok 6 - kerajaan Majapahit
 
Kerajaan Mataram islam
Kerajaan Mataram islamKerajaan Mataram islam
Kerajaan Mataram islam
 
KERAJAAN MAJAPAHIT
KERAJAAN MAJAPAHITKERAJAAN MAJAPAHIT
KERAJAAN MAJAPAHIT
 
Kerajaan mataram islam
Kerajaan mataram islamKerajaan mataram islam
Kerajaan mataram islam
 

Similaire à Sejarah kerajaan sumedang larang

Sejarahkerajaansumedanglarang 130318014133-phpapp02
Sejarahkerajaansumedanglarang 130318014133-phpapp02Sejarahkerajaansumedanglarang 130318014133-phpapp02
Sejarahkerajaansumedanglarang 130318014133-phpapp02
Hulu Kujang
 
Sejarahkerajaansumedanglarang 130318014133-phpapp02
Sejarahkerajaansumedanglarang 130318014133-phpapp02Sejarahkerajaansumedanglarang 130318014133-phpapp02
Sejarahkerajaansumedanglarang 130318014133-phpapp02
Hulu Kujang
 
Ppt sni 2 dewi,deta,dan arni
Ppt  sni 2 dewi,deta,dan arniPpt  sni 2 dewi,deta,dan arni
Ppt sni 2 dewi,deta,dan arni
Dewi_Sejarah
 
kerajaan-kerajaan di indonesia
kerajaan-kerajaan di indonesiakerajaan-kerajaan di indonesia
kerajaan-kerajaan di indonesia
abd_
 
CIREBON STUDY FERI.pdf
CIREBON STUDY FERI.pdfCIREBON STUDY FERI.pdf
CIREBON STUDY FERI.pdf
FeriArifin4
 

Similaire à Sejarah kerajaan sumedang larang (20)

Sejarahkerajaansumedanglarang 130318014133-phpapp02
Sejarahkerajaansumedanglarang 130318014133-phpapp02Sejarahkerajaansumedanglarang 130318014133-phpapp02
Sejarahkerajaansumedanglarang 130318014133-phpapp02
 
Sejarahkerajaansumedanglarang 130318014133-phpapp02
Sejarahkerajaansumedanglarang 130318014133-phpapp02Sejarahkerajaansumedanglarang 130318014133-phpapp02
Sejarahkerajaansumedanglarang 130318014133-phpapp02
 
Ppt sni 2 dewi,deta,dan arni
Ppt  sni 2 dewi,deta,dan arniPpt  sni 2 dewi,deta,dan arni
Ppt sni 2 dewi,deta,dan arni
 
kerajaan-kerajaan di indonesia
kerajaan-kerajaan di indonesiakerajaan-kerajaan di indonesia
kerajaan-kerajaan di indonesia
 
Sejarah
SejarahSejarah
Sejarah
 
Kerajaan buleleng dan Dinasti Warmadewa
Kerajaan buleleng dan Dinasti Warmadewa  Kerajaan buleleng dan Dinasti Warmadewa
Kerajaan buleleng dan Dinasti Warmadewa
 
Kerajaan Buleleng dan Dinasti Warmadewa
Kerajaan Buleleng dan Dinasti WarmadewaKerajaan Buleleng dan Dinasti Warmadewa
Kerajaan Buleleng dan Dinasti Warmadewa
 
Daftar raja buleleng
Daftar raja bulelengDaftar raja buleleng
Daftar raja buleleng
 
Kerajaan islam di indonesia
Kerajaan islam di indonesiaKerajaan islam di indonesia
Kerajaan islam di indonesia
 
SEJARAH KELAS X K13
SEJARAH KELAS X K13SEJARAH KELAS X K13
SEJARAH KELAS X K13
 
Kerajaan mataram islam
Kerajaan mataram islamKerajaan mataram islam
Kerajaan mataram islam
 
Kerajaan Islam di indonesia
Kerajaan Islam di indonesiaKerajaan Islam di indonesia
Kerajaan Islam di indonesia
 
CIREBON STUDY FERI.pdf
CIREBON STUDY FERI.pdfCIREBON STUDY FERI.pdf
CIREBON STUDY FERI.pdf
 
Kelompok 3. Kerajaan Demak (Sejarah kelas II SMA/MA ~ Kerajaan Islam di Indon...
Kelompok 3. Kerajaan Demak (Sejarah kelas II SMA/MA ~ Kerajaan Islam di Indon...Kelompok 3. Kerajaan Demak (Sejarah kelas II SMA/MA ~ Kerajaan Islam di Indon...
Kelompok 3. Kerajaan Demak (Sejarah kelas II SMA/MA ~ Kerajaan Islam di Indon...
 
Kerajaan Islam di Pulau Jawa
Kerajaan Islam di Pulau JawaKerajaan Islam di Pulau Jawa
Kerajaan Islam di Pulau Jawa
 
Kerajaan Mataram Islam
Kerajaan  Mataram  IslamKerajaan  Mataram  Islam
Kerajaan Mataram Islam
 
Kerajaan Majapahit dan Buleleng
Kerajaan Majapahit dan BulelengKerajaan Majapahit dan Buleleng
Kerajaan Majapahit dan Buleleng
 
Sejarah kerajaan buleleng dan kerajaan dinasti warmadewa
Sejarah kerajaan buleleng dan kerajaan dinasti warmadewaSejarah kerajaan buleleng dan kerajaan dinasti warmadewa
Sejarah kerajaan buleleng dan kerajaan dinasti warmadewa
 
Sejarah kerajaan HINDU - BUDDHA di Indonesia
Sejarah kerajaan HINDU - BUDDHA  di Indonesia Sejarah kerajaan HINDU - BUDDHA  di Indonesia
Sejarah kerajaan HINDU - BUDDHA di Indonesia
 
Kerajaan_Mataram_Islam.pptx
Kerajaan_Mataram_Islam.pptxKerajaan_Mataram_Islam.pptx
Kerajaan_Mataram_Islam.pptx
 

Plus de Yadhi Muqsith

Not balok mengheningkan cipta
Not balok mengheningkan ciptaNot balok mengheningkan cipta
Not balok mengheningkan cipta
Yadhi Muqsith
 
Makalah tentang model pembelajaran kooperatif (autosaved)11 daftar isi
Makalah tentang model pembelajaran kooperatif (autosaved)11 daftar isiMakalah tentang model pembelajaran kooperatif (autosaved)11 daftar isi
Makalah tentang model pembelajaran kooperatif (autosaved)11 daftar isi
Yadhi Muqsith
 
Makalah keuangan mahasiswa deni wijaya
Makalah keuangan mahasiswa deni wijayaMakalah keuangan mahasiswa deni wijaya
Makalah keuangan mahasiswa deni wijaya
Yadhi Muqsith
 
Makalah dampak teknologi
Makalah dampak teknologiMakalah dampak teknologi
Makalah dampak teknologi
Yadhi Muqsith
 
Kisah tentang burung beo cerdas
Kisah tentang burung beo cerdasKisah tentang burung beo cerdas
Kisah tentang burung beo cerdas
Yadhi Muqsith
 
Kebudayaan dari indonesia bagian tengah
Kebudayaan dari indonesia bagian tengahKebudayaan dari indonesia bagian tengah
Kebudayaan dari indonesia bagian tengah
Yadhi Muqsith
 
Kebudayaan dari indonesia bagian barat
Kebudayaan dari indonesia bagian baratKebudayaan dari indonesia bagian barat
Kebudayaan dari indonesia bagian barat
Yadhi Muqsith
 
Karya ilmiah bahaya merokok
Karya ilmiah bahaya merokokKarya ilmiah bahaya merokok
Karya ilmiah bahaya merokok
Yadhi Muqsith
 
Dongeng bahasa inggris
Dongeng bahasa inggrisDongeng bahasa inggris
Dongeng bahasa inggris
Yadhi Muqsith
 
Biografi presiden ir soekarno
Biografi presiden  ir soekarnoBiografi presiden  ir soekarno
Biografi presiden ir soekarno
Yadhi Muqsith
 
Anatomi fisiologi organ reproduksi dan diklus menstruasi
Anatomi fisiologi organ reproduksi dan diklus menstruasiAnatomi fisiologi organ reproduksi dan diklus menstruasi
Anatomi fisiologi organ reproduksi dan diklus menstruasi
Yadhi Muqsith
 
50 taman nasional di indonesia
50 taman nasional di indonesia50 taman nasional di indonesia
50 taman nasional di indonesia
Yadhi Muqsith
 
Sumber pencemaran air
Sumber pencemaran airSumber pencemaran air
Sumber pencemaran air
Yadhi Muqsith
 
Biografi presiden indonesia
Biografi presiden indonesiaBiografi presiden indonesia
Biografi presiden indonesia
Yadhi Muqsith
 
Drama perkenalan 5 orang 3 bahasa
Drama perkenalan 5 orang 3 bahasaDrama perkenalan 5 orang 3 bahasa
Drama perkenalan 5 orang 3 bahasa
Yadhi Muqsith
 
Story collections3123
Story collections3123Story collections3123
Story collections3123
Yadhi Muqsith
 

Plus de Yadhi Muqsith (20)

Not balok mengheningkan cipta
Not balok mengheningkan ciptaNot balok mengheningkan cipta
Not balok mengheningkan cipta
 
Makalah pendidikan
Makalah pendidikanMakalah pendidikan
Makalah pendidikan
 
Makalah tentang model pembelajaran kooperatif (autosaved)11 daftar isi
Makalah tentang model pembelajaran kooperatif (autosaved)11 daftar isiMakalah tentang model pembelajaran kooperatif (autosaved)11 daftar isi
Makalah tentang model pembelajaran kooperatif (autosaved)11 daftar isi
 
Makalah pipisahan
Makalah pipisahanMakalah pipisahan
Makalah pipisahan
 
Makalah keuangan mahasiswa deni wijaya
Makalah keuangan mahasiswa deni wijayaMakalah keuangan mahasiswa deni wijaya
Makalah keuangan mahasiswa deni wijaya
 
Makalah inggris
Makalah inggrisMakalah inggris
Makalah inggris
 
Makalah dampak teknologi
Makalah dampak teknologiMakalah dampak teknologi
Makalah dampak teknologi
 
Lamaran kerja
Lamaran kerjaLamaran kerja
Lamaran kerja
 
Kisah tentang burung beo cerdas
Kisah tentang burung beo cerdasKisah tentang burung beo cerdas
Kisah tentang burung beo cerdas
 
Kebudayaan dari indonesia bagian tengah
Kebudayaan dari indonesia bagian tengahKebudayaan dari indonesia bagian tengah
Kebudayaan dari indonesia bagian tengah
 
Kebudayaan dari indonesia bagian barat
Kebudayaan dari indonesia bagian baratKebudayaan dari indonesia bagian barat
Kebudayaan dari indonesia bagian barat
 
Karya ilmiah bahaya merokok
Karya ilmiah bahaya merokokKarya ilmiah bahaya merokok
Karya ilmiah bahaya merokok
 
Dongeng bahasa inggris
Dongeng bahasa inggrisDongeng bahasa inggris
Dongeng bahasa inggris
 
Biografi presiden ir soekarno
Biografi presiden  ir soekarnoBiografi presiden  ir soekarno
Biografi presiden ir soekarno
 
Anatomi fisiologi organ reproduksi dan diklus menstruasi
Anatomi fisiologi organ reproduksi dan diklus menstruasiAnatomi fisiologi organ reproduksi dan diklus menstruasi
Anatomi fisiologi organ reproduksi dan diklus menstruasi
 
50 taman nasional di indonesia
50 taman nasional di indonesia50 taman nasional di indonesia
50 taman nasional di indonesia
 
Sumber pencemaran air
Sumber pencemaran airSumber pencemaran air
Sumber pencemaran air
 
Biografi presiden indonesia
Biografi presiden indonesiaBiografi presiden indonesia
Biografi presiden indonesia
 
Drama perkenalan 5 orang 3 bahasa
Drama perkenalan 5 orang 3 bahasaDrama perkenalan 5 orang 3 bahasa
Drama perkenalan 5 orang 3 bahasa
 
Story collections3123
Story collections3123Story collections3123
Story collections3123
 

Sejarah kerajaan sumedang larang

  • 1. Kerajaan Sumedang Larang Kerajaan Sumedang Larang adalah salah satu kerajaan Islam yang diperkirakan berdiri sejak abad ke-16 Masehi di Jawa Barat, Indonesia. Popularitas kerajaan ini tidak sebesar popularitas kerajaan Demak, Mataram, Banten dan Cirebon dalam literatur sejarah kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Tapi, keberadaan kerajaan ini merupakan bukti sejarah yang sangat kuat pengaruhnya dalam penyebaran Islam di Jawa Barat, sebagaimana yang dilakukan oleh Kerajaan Cirebon dan Kerajaan Banten. Sejarah Kerajaan Sumedang Larang (kini Kabupaten Sumedang) adalah salah satu dari berbagai kerajaan Sunda yang ada di provinsi Jawa Barat, Indonesia. Terdapat kerajaan Sunda lainnya seperti Kerajaan Pajajaran yang juga masih berkaitan erat dengan kerajaan sebelumnya yaitu (Kerajaan Sunda-Galuh), namun keberadaan Kerajaan Pajajaran berakhir di wilayah Pakuan, Bogor, karena serangan aliansi kerajaan-kerajaan Cirebon, Banten dan Demak (Jawa Tengah). Sejak itu, Sumedang Larang dianggap menjadi penerus Pajajaran dan menjadi kerajaan yang memiliki otonomi luas untuk menentukan nasibnya sendiri. No. Masa[1] Tahun 1 Kerajaan Sumedang Larang 900 - 1601 2 Pemerintahan Mataram II 1601 - 1706 3 Pemerintahan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) 1706 - 1811 4 Pemerintahan Inggris 1811 - 1816 5 Pemerintahan Belanda / Nederland Oost-Indie 1816 - 1942 6 Pemerintahan Jepang 1942 - 1945
  • 2. 7 Pemerintahan Republik Indonesia 1945 - 1947 8 Pemerintahan Republik Indonesia / Belanda 1947 - 1949 9 Pemerintahan Negara Pasundan 1949 - 1950 10 Pemerintahan Republik Indonesia 1950 - sekarang Asal-mula nama Kerajaan Sumedang Larang berasal dari pecahan kerajaan Sunda-Galuh yang beragama Hindu, yang didirikan oleh Prabu Aji Putihatas perintah Prabu Suryadewata sebelum Keraton Galuh dipindahkan ke Pajajaran, Bogor. Seiring dengan perubahan zaman dan kepemimpinan, nama Sumedang mengalami beberapa perubahan. Yang pertama yaitu Kerajaan Tembong Agung (Tembong artinya nampak dan Agung artinya luhur) dipimpin oleh Prabu Guru Aji Putih pada abad ke XII. Kemudian pada masa zaman Prabu Tajimalela, diganti menjadi Himbar Buana, yang berarti menerangi alam, Prabu Tajimalela pernah berkata “Insun medal; Insun madangan”. Artinya Aku dilahirkan; Aku menerangi. Kata Sumedang diambil dari kata Insun Madangan yang berubah pengucapannya menjadi Sun Madang yang selanjutnya menjadi Sumedang. Ada juga yang berpendapat berasal dari kata Insun Medal yang berubah pengucapannya menjadi Sumedang dan Larang berarti sesuatu yang tidak ada tandingnya.
  • 3. Pemerintahan berdaulat No. Nama[1] Tahun 1 Nama Raja-raja Kerajaan Sumedang Larang a Prabu Guru Aji Putih 900 b Prabu Agung Resi Cakrabuana / Prabu Taji Malela 950 c Prabu Gajah Agung 980 d Sunan Guling 1000 e Sunan Tuakan 1200 f Nyi Mas Ratu Patuakan 1450 g Ratu Pucuk Umun / Nyi Mas Ratu Dewi Inten Dewata 1530 - 1578 h Prabu Geusan Ulun / Pangeran Angkawijaya 1578 - 1601 2 Nama Bupati Wedana Masa Pemerintahan Mataram II a R. Suriadiwangsa / Pangeran Rangga Gempol I 1601 - 1625 b Pangeran Rangga Gede 1625 - 1633
  • 4. c Pangeran Rangga Gempol II 1633 - 1656 d Pangeran Panembahan / Pangeran Rangga Gempol III 1656 - 1706 Nama Bupati Wedana Masa 3 Pemerintahan VOC, Inggris, Belanda dan Jepang a Dalem Tumenggung Tanumaja 1706 - 1709 b Pangeran Karuhun 1709 - 1744 c Dalem Istri Rajaningrat 1744 - 1759 d Dalem Anom 1759 - 1761 e Dalem Adipati Surianagara 1761 - 1765 f Dalem Adipati Surialaga 1765 - 1773 g Dalem Adipati Tanubaja (Parakan Muncang) 1773 - 1775 h Dalem Adipati Patrakusumah (Parakan Muncang) 1775 - 1789 i Dalem Aria Sacapati 1789 - 1791 j Pangeran Kornel / Pangeran Kusumahdinata 1791 - 1800 k Bupati Republik Batavia Nederland 1800 - 1810
  • 5. Bupati Kerajaan Nederland, dibawah Lodewijk, Adik Napoleon l 1805 - 1810 Bonaparte Bupati Kerajaan Nederland, dibawah Kaisar Napoleon m 1810 - 1811 Bonaparte n Bupati Masa Pemerintahan Inggris 1811 - 1815 o Bupati Kerajaan Nederland 1815 - 1828 p Dalem Adipati Kusumahyuda / Dalem Ageung 1828 - 1833 q Dalem Adipati Kusumahdinata / Dalem Alit 1833 - 1834 r Dalem Tumenggung Suriadilaga / Dalem Sindangraja 1834 - 1836 s Pangeran Suria Kusumah Adinata / Pangeran Soegih 1836 - 1882 t Pangeran Aria Suria Atmaja / Pangeran Mekkah 1882 - 1919 u Dalem Adipati Aria Kusumahdilaga / Dalem Bintang 1919 - 1937 Dalem Tumenggung Aria Suria Kusumah Adinata / Dalem Aria v 1937 - 1942 Sumantri w Bupati Masa Pemerintahan Jepang 1942 - 1945 x Bupati Masa Peralihan Republik Indonesia 1945 - 1946
  • 6. 4 Bupati Masa Pemerintahan Republik Indonesia a Raden Hasan Suria Sacakusumah 1946 - 1947 5 Bupati Masa Pemerintahan Belanda / Indonesia a Raden Tumenggung M. Singer 1947 - 1949 6 Bupati Masa Pemerintahan Negara Pasundan a Raden Hasan Suria Sacakusumah 1949 - 1950 7 Bupati Masa Pemerintahan Republik Indonesia a Radi (Sentral Organisasi Buruh Republik Indonesia) 1950 b Raden Abdurachman Kartadipura 1950 - 1951 c Sulaeman Suwita Kusumah 1951 - 1958 d Antan Sastradipura 1958 - 1960 e Muhammad Hafil 1960 - 1966 f Adang Kartaman 1966 - 1970 g Drs. Supian Iskandar 1970 - 1972
  • 7. h Drs. Supian Iskandar 1972 - 1977 i Drs. Kustandi Abdurahman 1977 - 1983 j Drs. Sutarja 1983 - 1988 k Drs. Sutarja 1988 - 1993 l Drs. H. Moch. Husein Jachja Saputra 1993 - 1998 m Drs. H. Misbach 1998 - 2003 n H. Don Murdono,SH. Msi 2003 - 2008 o H. Don Murdono,SH. Msi 2008 - 2013 Prabu Agung Resi Cakrabuana (950 M) Prabu Agung Resi Cakrabuana atau lebih dikenal Prabu Tajimalela dianggap sebagai pokok berdirinya Kerajaan Sumedang. Pada awal berdiri bernama Kerajaan Tembong Agung dengan ibukota di Leuwihideung (sekarang Kecamatan Darmaraja). Ia punya tiga putra yaitu Prabu Lembu Agung, Prabu Gajah Agung, dan Sunan Geusan Ulun. Berdasarkan Layang Darmaraja, Prabu Tajimalela memberi perintah kepada kedua putranya (Prabu Lembu Agung dan Prabu Gajah Agung), yang satu menjadi raja dan yang lain menjadi wakilnya (patih). Tapi keduanya tidak bersedia menjadi raja. Oleh karena itu, Prabu Tajimalela memberi ujian kepada kedua putranya jika kalah harus menjadi raja. Kedua putranya diperintahkan pergi ke Gunung Nurmala (sekarang Gunung Sangkanjaya). Keduanya diberi perintah harus menjaga sebilah pedang dan kelapa muda (duwegan/degan). Tetapi, Prabu Gajah Agung karena sangat kehausan beliau membelah dan meminum air kelapa muda tersebut
  • 8. sehingga beliau dinyatakan kalah dan harus menjadi raja Kerajaan Sumedang Larang tetapi wilayah ibu kota harus mencari sendiri. Sedangkan Prabu Lembu Agung tetap di Leuwihideung, menjadi raja sementara yang biasa disebut juga Prabu Lembu Peteng Aji untuk sekedar memenuhi wasiat Prabu Tajimalela. Setelah itu Kerajaan Sumedang Larang diserahkan kepada Prabu Gajah Agung dan Prabu Lembu Agung menjadi resi. Prabu Lembu Agung dan para keturunannya tetap berada di Darmaraja. Sedangkan Sunan Geusan Ulun dan keturunannya tersebar di Limbangan, Karawang, dan Brebes. Setelah Prabu Gajah Agung menjadi raja maka kerajaan dipindahkan ke Ciguling. Ia dimakamkan di Cicanting Kecamatan Darmaraja. Ia mempunyai dua orang putra, pertama Ratu Istri Rajamantri, menikah dengan Prabu Siliwangi dan mengikuti suaminya pindah ke Pakuan Pajajaran. Kedua Sunan Guling, yang melanjutkan menjadi raja di Kerajaan Sumedang Larang. Setelah Sunan Guling meninggal kemudian dilanjutkan oleh putra tunggalnya yaitu Sunan Tuakan. Setelah itu kerajaan dipimpin oleh putrinya yaitu Nyi Mas Ratu Patuakan. Nyi Mas Ratu Patuakan mempunyai suami yaitu Sunan Corenda, putra Sunan Parung, cucu Prabu Siliwangi (Prabu Ratu Dewata). Nyi Mas Ratu Patuakan mempunyai seorang putri bernama Nyi Mas Ratu Inten Dewata (1530-1578), yang setelah ia meninggal menggantikannya menjadi ratu dengan gelar Ratu Pucuk Umun. Ratu Pucuk Umun menikah dengan Pangeran Kusumahdinata, putra Pangeran Pamalekaran (Dipati Teterung), putra Aria Damar Sultan Palembang keturunan Majapahit. Ibunya Ratu Martasari/Nyi Mas Ranggawulung, keturunan Sunan Gunung Jati dari Cirebon.Pangeran Kusumahdinata lebih dikenal dengan julukan Pangeran Santri karena asalnya yang dari pesantren dan perilakunya yang sangat alim. Dengan pernikahan tersebut berakhirlah masa kerajaan Hindu di Sumedang Larang. Sejak itulah mulai menyebarnya agama Islam di wilayah Sumedang Larang. Ratu Pucuk Umun dan Pangeran Santri Pada pertengahan abad ke-16, mulailah corak agama Islam mewarnai perkembangan Sumedang Larang. Ratu Pucuk Umun, seorang wanita keturunan raja-raja Sumedang kuno yang merupakan seorang Sunda muslimah; menikahi Pangeran Santri (1505-1579 M) yang bergelar Ki Gedeng Sumedang dan memerintah Sumedang Larang bersama-sama serta menyebarkan ajaran Islam di wilayah tersebut. Pangeran Santri adalah cucu dari Syekh Maulana Abdurahman (Sunan Panjunan) dan cicit dari Syekh Datuk Kahfi, seorang ulama keturunan Arab
  • 9. Hadramaut yang berasal dari Mekkah dan menyebarkan agama Islam di berbagai penjuru daerah di kerajaan Sunda. Pernikahan Pangeran Santri dan Ratu Pucuk Umun ini melahirkan Prabu Geusan Ulun atau dikenal dengan Prabu Angkawijaya. Pada masa Ratu Pucuk Umun, ibukota Kerajaan Sumedang Larang dipindahkan dari Ciguling ke Kutamaya. Dari pernikahan Ratu Pucuk Umun dengan Pangeran Santri memiliki enam orang anak, yaitu : 1. Pangeran Angkawijaya (yang terkenal dengan gelar Prabu Geusan Ulun) 2. Kiyai Rangga Haji, yang mengalahkan Aria Kuda Panjalu ti Narimbang, supaya memeluk agama Islam. 3. Kiyai Demang Watang di Walakung. 4. Santowaan Wirakusumah, yang keturunannya berada di Pagaden dan Pamanukan, Subang. 5. Santowaan Cikeruh. 6. Santowaan Awiluar. Ratu Pucuk Umun dimakamkan di Gunung Ciung Pasarean Gede di Kota Sumedang. Prabu Geusan Ulun Prabu Geusan Ulun (1580-1608 M) dinobatkan untuk menggantikan kekuasaan ayahnya, Pangeran Santri. Ia menetapkan Kutamaya sebagai ibukota kerajaan Sumedang Larang, yang letaknya di bagian Barat kota. Wilayah kekuasaannya meliputi Kuningan, Bandung, Garut, Tasik, Sukabumi (Priangan) kecuali Galuh (Ciamis). Kerajaan Sumedang pada masa Prabu Geusan Ulun mengalami kemajuan yang pesat di bidang sosial, budaya, agama, militer dan politik pemerintahan. Setelah wafat pada tahun 1608, putera angkatnya, Pangeran Rangga Gempol Kusumadinata atau Rangga Gempol I, yang dikenal dengan nama Raden Aria Suradiwangsamenggantikan kepemimpinannya. Pada masa awal pemerintahan Prabu Geusan Ulun, Kerajaan Pajajaran Galuh Pakuan sedang dalam masa kehancurannya karena diserang oleh Kerajaan Banten yang dipimpin Sultan Maulana Yusuf dalam rangka menyebarkan Agama Islam. Oleh karena penyerangan itu Kerajaan Pajajaran hancur. Pada saat-saat kekalahan Kerajaan Pajajaran, Prabu Siliwangi sebelum meninggalkan Keraton beliau mengutus empat prajurit pilihan tangan kanan Prabu Siliwangi untuk pergi ke Kerajaan Sumedang dengan rakyat Pajajaran untuk mencari perlindungan yang
  • 10. disebut Kandaga Lante. Kandaga Lante tersebut menyerahkan mahkota emas simbol kekuasaan Raja Pajajaran, kalung bersusun dua dan tiga, serta perhiasan lainnya seperti benten, siger, tampekan, dan kilat bahu (pusaka tersebut masih tersimpan di Museum Prabu Geusan Ulun di Sumedang). Kandaga Lante yang menyerahkan tersebut empat orang yaitu Sanghyang Hawu atau Embah Jayaperkosa, Batara Dipati Wiradijaya atau Embah Nangganan, Sanghyang Kondanghapa, dan Batara Pancar Buana atau Embah Terong Peot. Walaupun pada waktu itu tempat penobatan raja direbut oleh pasukan Banten (wadyabala Banten) tetapi mahkota kerajaan terselamatkan. Dengan diberikannya mahkota tersebut kepada Prabu Geusan Ulun, maka dapat dianggap bahwa Kerajaan Pajajaran Galuh Pakuan menjadi bagian Kerajaan Sumedang Larang, sehingga wilayah Kerajaan Sumedang Larang menjadi luas. Batas wilayah baratnya Sungai Cisadane, batas wilayah timurnya Sungai Cipamali (kecuali Cirebon dan Jayakarta), batas sebelah utaranya Laut Jawa, dan batas sebelah selatannya Samudera Hindia. Secara politik Kerajaan Sumedang Larang didesak oleh tiga musuh: yaitu Kerajaan Banten yang merasa terhina dan tidak menerima dengan pengangkatan Prabu Geusan Ulun sebagai pengganti Prabu Siliwangi; pasukan VOC di Jayakarta yang selalu mengganggu rakyat; dan Kesultanan Cirebon yang ditakutkan bergabung dengan Kesultanan Banten. Pada masa itu Kesultanan Mataram sedang pada masa kejayaannya, banyak kerajaan-kerajaan kecil di Nusantara yang menyatakan bergabung kepada Mataram. Dengan tujuan politik pula akhirnya Prabu Geusan Ulun menyatakan bergabung dengan Kesultanan Mataram dan beliau pergi ke Demak dengan tujuan untuk mendalami agama Islam dengan diiringi empat prajurit setianya (Kandaga Lante). Setelah dari pesantren di Demak, sebelum pulang ke Sumedang ia mampir ke Cirebon untuk bertemu dengan Panembahan Ratu penguasa Cirebon, dan disambut dengan gembira karena mereka berdua sama-sama keturunan Sunan Gunung Jati. Dengan sikap dan perilakunya yang sangat baik serta wajahnya yang rupawan, Prabu Geusan Ulun disenangi oleh penduduk di Cirebon. Permaisuri Panembahan Ratu yang bernama Ratu Harisbaya jatuh cinta kepada Prabu Geusan Ulun. Ketika dalam perjalanan pulang ternyata tanpa sepengetahuannya, Ratu Harisbaya ikut dalam rombongan, dan karena Ratu Harisbaya mengancam akan bunuh diri akhirnya dibawa pulang ke Sumedang. Karena kejadian itu, Panembahan Ratu marah besar dan mengirim pasukan untuk merebut kembali Ratu Harisbaya sehingga terjadi perang antara Cirebon dan Sumedang. Akhirnya Sultan Agung dari Mataram meminta kepada Panembahan Ratu untuk berdamai dan menceraikan Ratu Harisbaya yang aslinya dari Pajang-Demak
  • 11. dan dinikahkan oleh Sultan Agung dengan Panembahan Ratu. Panembahan Ratu bersedia dengan syarat Sumedang menyerahkan wilayah sebelah barat Sungai Cilutung (sekarang Majalengka) untuk menjadi wilayah Cirebon. Karena peperangan itu pula ibukota dipindahkan ke Gunung Rengganis, yang sekarang disebut Dayeuh Luhur. Prabu Geusan Ulun memiliki tiga orang istri: yang pertama Nyi Mas Cukang Gedeng Waru, putri Sunan Pada; yang kedua Ratu Harisbaya dari Cirebon, dan yang ketiga Nyi Mas Pasarean. Dari ketiga istrinya tersebut ia memiliki lima belas orang anak: 1. Pangeran Rangga Gede, yang merupakan cikal bakal bupati Sumedang 2. Raden Aria Wirareja, di Lemahbeureum, Darmawangi 3. Kiyai Kadu Rangga Gede 4. Kiyai Rangga Patra Kalasa, di Cundukkayu 5. Raden Aria Rangga Pati, di Haurkuning 6. Raden Ngabehi Watang 7. Nyi Mas Demang Cipaku 8. Raden Ngabehi Martayuda, di Ciawi 9. Rd. Rangga Wiratama, di Cibeureum 10.Rd. Rangga Nitinagara, di Pagaden dan Pamanukan 11.Nyi Mas Rangga Pamade 12.Nyi Mas Dipati Ukur, di Bandung 13.Rd. Suriadiwangsa, putra Ratu Harisbaya dari Panembahan Ratu 14.Pangeran Tumenggung Tegalkalong 15.Rd. Kiyai Demang Cipaku, di Dayeuh Luhur. Prabu Geusan Ulun merupakan raja terakhir Kerajaan Sumedang Larang, karena selanjutnya menjadi bagian Mataram dan pangkat raja turun menjadi adipati (bupati).
  • 12. Pemerintahan di bawah Mataram Dipati Rangga Gempol Pada saat Rangga Gempol memegang kepemimpinan, pada tahun 1620 M Sumedang Larang dijadikannya wilayah kekuasaanKerajaan Mataram di bawah Sultan Agung, dan statusnya sebagai 'kerajaan' diubahnya menjadi 'kabupatian wedana'. Hal ini dilakukannya sebagai upaya menjadikan wilayah Sumedang sebagai wilayah pertahanan Mataram dari serangan Kerajaan Banten danBelanda, yang sedang mengalami konflik dengan Mataram. Sultan Agung kemudian memberikan perintah kepada Rangga Gempol beserta pasukannya untuk memimpin penyerangan ke Sampang, Madura. Sedangkan pemerintahan untuk sementara diserahkan kepada adiknya, Dipati Rangga Gede. Dipati Rangga Gede Ketika setengah kekuatan militer kadipaten Sumedang Larang diperintahkan pergi ke Madura atas titah Sultan Agung, datanglah dari pasukan Kerajaan Banten untuk menyerbu. Karena Rangga Gede tidak mampu menahan serangan pasukan Banten, ia akhirnya melarikan diri. Kekalahan ini membuat marah Sultan Agung sehingga ia menahan Dipati Rangga Gede, dan pemerintahan selanjutnya diserahkan kepada Dipati Ukur. Dipati Ukur Tanggal 12 Juli 1628, datang utusan Mataram ke Timbanganten (Tatar Ukur). Membawa surat tugas dari Sultan Agung, untuk memerintahkan Adipati Wangsanata atau disebut juga Wangsataruna alias Dipati Ukur, untuk memimpin pasukannya dan menyerbu VOC di Batavia membantu pasukan dari Jawa. Waktu itu bulan Oktober tahun 1628. Dalam surat tersebut ada semacam perjanjian bahwa pasukan Sunda harus menunggu Pasukan Jawa di Karawang sebelum nantinya bersama-sama menyerang Batavia. Tapi, setelah seminggu ditunggu ternyata pasukan dari Jawa tak juga kunjung datang sementara logistic makin menipis. Karena logistic yang kian menipis dan takut kalau mental prajurit keburu turun maka Dipati Ukur pun
  • 13. memutuskan untuk terlebih dahulu pergi ke Batavia menggempur VOC sambil menunggu bantuan pasukan dari Jawa. Baru dua hari Pasukan Sunda yang dipimpin oleh Dipati Ukur berperang melawan VOC, pasukan Jawa datang ke Karawang dan mendapati bahwa Pasukan Sunda tak ada di sana. Tersinggung karena merasa tak dihargai, bukannya membantu pasukan Sunda yang sedang mati-matian menggempur VOC pasukan Jawa ini malah memusuhi Pasukan Sunda. Ditengah kekalutan itu, datang utusan dari Dayeuh Ukur membawa surat dari Enden Saribanon yang merupakan istri dari Dipati Ukur yang mengabarkan bahwa para gadis, istri-istri prajurit dan bahkan dirinya sendiri pun hampir diperkosa oleh panglima utusan Mataram dan pasukannya. Panglima dari Mataram itu sendiri ada di Dayeuh Ukur dalam rangka mengantarkan surat dari Sultan Agung dan begitu mendengar bahwa Dipati Ukur tak mengindahkan pesan dari Sultan Agung untuk menunggu pasukan Jawa di Karawang, para panglima ini kemudian melampiaskan kemarahannya dengan memperkosa gadis-gadis dan juga merampas harta benda mereka. Mendengar kabar itu, Dipati Ukur yang sedang berperang memutuskan untuk menghentikan perang dan kembali ke Pabuntelan (Paseurdayeuh Tatar Ukur, atau Baleendah - Dayeuhkolot sekarang). Dipati Ukur yang marah dengan kelakuan para utusan Mataram itu sesampainya di Pabuntelan langsung menghabisi para utusan Mataram itu. Sayangnya, dari semua utusan itu ada satu orang yang lolos dari kematian dan kemudian melapor kepada Sultan Agung perihal apa yang dilakukan oleh Dipati Ukur terhadap teman-temannya. Dalam ‘Negara Kerta Bhumi’ disebutkan bahwa salah satu watak Sultan Agung adalah jika memberi tugas kepada bawahannya itu tidaklah boleh gagal. Jika gagal maka sudah dipastikan bahwa yang bersangkutan akan dihukum mati. Maka, panglima Mataram yang lolos ini pun agar terhindar dari hukuman mati mengaranglah ia tentang kenapa pasukan Mataram bisa gagal menaklukan VOC. Semua kesalahan itu ditimpakan ke pundak Dipati Ukur. Sultan Agung pun murka karena bagaimana pun juga mundurnya Dipati Ukur dari medan perang merupakan kerugian besar bagi Mataram. Intinya, penyebab kalahnya Mataram adalah karena mundurnya Dipati Ukur. Oleh karenanya, Dipati Ukur dicap penghianat dan mau memberontak kepada Mataram. Jadi, karena Dipati Ukur dianggap memberontak maka Dipati Ukur pun oleh Sultan Agung pantas dihukum mati. Akhirnya Sultan Agung pun menyuruh Cirebon untuk menangkap Dipati Ukur hidup atau mati. Penumpasan Dipati Ukur itu dipimpin langsung oleh Tumenggung Narapaksa dari Mataram.
  • 14. Dari kenyatan itu, Dipati Ukur kemudian sadar bahwa dirinya sejak sekarang harus menghadapi Mataram. Kekuatan pun di susun. Dipati Ukur mulai melobi beberapa bupati untuk juga melawan Mataram dan menjadi Kabupaten yang mandiri. Ajakan ini menimbulkan pro dan kontra. Sebagian ada yang setuju seperti Bupati Karawang, Ciasem, Sagalaherang, Taraju, Sumedang, Pamanukan, Limbangan, Malangbong dan sebagainya. Dan sebagian laginya tidak setuju. Di antara yang tidak setuju itu adalah Ki Somahita dari Sindangkasih, Ki Astamanggala dari Cihaurbeuti, dan Ki Wirawangsa dari Sukakerta. Belum juga Dipati Ukur berhasil mewujudkan impiannya untuk mendirikan kabupaten mandiri yang lepas dari kekuasan Mataram tiba-tiba Bagus Sutapura, salah satu pemuda yang sakti mandraguna (putra dari bupati Kawasen, wilayah Galuh) yang merupakan algojo yang dimintai tolong oleh Tumenggung Narapaksa keburu datang untuk menangkapnya. Terjadilah pertarungan sengit antar keduanya (dikabarkan hingga 40 hari 40 malam). Setelah semua tenaga terkuras akhirnya Dipati Ukur pun dapat diringkus kemudian dibawa ke Cirebon untuk diserahkan ke Mataram. Dipati Ukur pun akhirnya di hukum mati di alun-alun Mataram dengan cara dipenggal kepalanya. Sepeninggal Dipati Ukur wafat, kekuasan Mataram di tatar Sunda pun kian kukuh. Bahkan di wilayah pesisir utara, banyak pasukan Mataram yang tak kembali lagi ke Mataram dan lebih memilih memperistri penduduk setempat. Untuk memenuhi kebutuhan hidup para prajurit ini kemudian banyak yang membuka lahan sawah terutama di daerah Karawang, berbeda dengan kebiasaan masyarakat Sunda waktu itu yang umumnya berkebun. Mungkin, inilah yang pada akhirnya sampai sekarang Karawang terkenal dengan sawahnya dan menjadi salah satu lumbung padi di Jawa Barat. Pembagian wilayah kerajaan Setelah habis masa hukumannya, Dipati Rangga Gede diberikan kekuasaan kembali untuk memerintah di Sumedang. Sedangkan wilayah Priangan di luar Sumedang dan Galuh (Ciamis), oleh Mataram dibagi menjadi tiga bagian [4]:  Kabupaten Sukapura, dipimpin oleh Ki Wirawangsa Umbul Sukakerta, gelar Tumenggung Wiradegdaha/R. Wirawangsa,  Kabupaten Bandung, dipimpin oleh Ki Astamanggala Umbul Cihaurbeuti, gelar Tumenggung Wirangun-angun,  Kabupaten Parakanmuncang, dipimpin oleh Ki Somahita Umbul Sindangkasih, gelar Tumenggung Tanubaya.
  • 15. Kesemua wilayah tersebut berada dibawah pengawasan Rangga Gede (atau Rangga Gempol II), yang sekaligus ditunjuk Mataram sebagai Wedana Bupati (kepala para bupati) Priangan. Peninggalan budaya Hingga kini, Sumedang masih berstatus kabupaten, sebagai sisa peninggalan konflik politik yang banyak diintervensi oleh Kerajaan Mataram pada masa itu. Adapun artefak sejarah berupa pusaka perang, atribut kerajaan, perlengkapan raja- raja dan naskah kuno peninggalan Kerajaan Sumedang Larang masih dapat dilihat secara umum di Museum Prabu Geusan Ulun, Sumedang letaknya tepat di selatan alun-alun kota Sumedang, bersatu dengan Gedung Srimanganti dan bangunan pemerintah daerah setempat.