Tugas hukum dalam pembangunan koridor ekonomi Papua-Maluku mencakup 3 sektor yaitu pertanian, perikanan dan pertambangan. Pada sektor pertanian, dibutuhkan regulasi untuk mengatur program MIFEE dan pengembangan infrastruktur. Pada sektor perikanan, dibutuhkan pembentukan mega minapolitan dan pengembangan Maluku sebagai lumbung ikan nasional. Pada sektor pertambangan, diperlukan strategi untuk pengel
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN INDONESIA KORIDOR EKONOMI PAPUA-KEPULAUAN MALUKU
1. TUGAS ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN
MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN
PEMBANGUNAN INDONESIA
KORIDOR EKONOMI PAPUA-KEPULAUAN MALUKU
NAMA ANGGOTA:
1. Rika Sri Amalia (16309863)
2. Yogi Oktopianto (16309875)
3. Yurista Vipriyanti (16309876)
UNIVERSITAS GUNADARMA
2012
2. 1. PENDAHULUAN
Koridor Ekonomi Papua-Kepulauan Maluku terdiri dari Provinsi Papua, Papua Barat,
Maluku dan Maluku Utara. Koridor Ekonomi Papua-Kepulauan Maluku ini merupakan
pusat pengembangan 3 sektor, yaitu :
a. Pangan (Pertanian)
b. Perikanan
c. Pertambangan nasional
a. Sektor Pertanian
Indonesia memiliki sumber daya alam yang cukup untuk menjamin ketahanan pangan
bagi penduduknya. Namun perkembangan pertanian di kawasan timur khususnya Papua
dan kepulauan Maluku masih ketinggalan dari provinsi lainnya. Maka dari itu,
berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2007 Presiden
mengamanatkan agar dilakukan usaha percepatan pembangunan Provinsi Papua dan
3. Papua Barat yang meliputi beberapa aspek pembangunan salah satunya infrastruktur
pertanian pangan.
Dalam rangka mengantisipasi krisis pangan dan energi, kawasan Merauke telah
ditetapkan sebagai lumbung pangan dan energi, karena memiliki lahan datar dan subur.
Usaha yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini yaitu dengan dibuatnya program
pengembangan MIFEE ( Merauke Integrated Food and Energy Estate) yang sesuai
dengan PP No. 18 Tahun 2010 tentang usaha budidaya tanaman.
MIFEE merupakan kegiatan usaha budidaya tanaman skala luas yang dilakukan
dengan konsep pertanian sebagai sistem industrial yang berbasis ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK), modal, serta organisasi dan manajemen modern. Dengan
memanfaatkan lahan yang luas di Papua Barat, MIFFE melakukan beberapa strategi
untuk menunjang pembangunan di sektor pertanian.
1. Mengolah Sumber daya lahan yang tersedia di Papua
2. Menjadikan Papua sebagai penghasil kelapa sawit terbesar
3. Menjadikan Papua dan Maluku sebagai penghasil devisa terbesar untuk negara
b. Sektor Perikanan
Dalam rangka mendorong percepatan pembangunan sektor kelautan dan perikanan
perlu dilakukan pengembangan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis kawasan yang
terintegrasi, efisien, berkualitas, dengan konsepsi Minapolitan. Kawasan minapolitan
dikota Ambon ditetapkan oleh menteri kelautan dan Perikanan dengan SK No.
32/MEN/2010 tanggal 14 mei 2010 kemudian diikuti oleh SK wali kota Ambon tentang
kawasan minapolitan kota ambon dan SK tentang Pembentukan kelompok Kerja
(POKJA) Kota Ambon, dan didukung oleh sejumlah dokumen perencanaan yaitu
Rencana Induk Pengembangan Minapolitan, RPIJM, RPJP, RPJM, RTRW, Rencana
4. Detail Kawasan Strategis Perikanan Kota Ambon, Rencana Zonasi Kota Ambon, dan
Rencana Tata Ruang Pesisir.
Untuk mendukung program Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang
menjadikan Maluku sebagai lumbung ikan nasional, maka beberapa daerah di Maluku
yang merupakan daerah sentra perikanan bakal dijadikan sebagai Kota Minapolitan.
c. Sektor Pertambangan
Berdasarkan pasal 1 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara, pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam
rangka penelitian, pengelolaan, dan pengusahaan mineral atau batubara yang meiputi
penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan
dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang.
Sumber daya mineral adalah sumber daya yang tidak dapat diperbaharui lagi, pada
suatu saat sumber daya tersebut tidak akan ada lagi di bumi, jika terus-menerus
digunakan. Demikian pula di Indonesia, meskipun kita memiliki berbagai macam
sumberdaya mineral, namun jika terus di ekploitasi maka suatu saat nanti akan habis.
Sektor pertambangan mempunyai manfaat sangat penting bagi pembangunan,
modernisasi, pertumbuhan ekonomi di banyak Negara di dunia, terlebih lagi bagi Negara-
negara berkembang, termasuk Indonesia. Namun juga menimbulkan banyak persoalan
terhadap lingkungan hidup dan sosial dimana ia dioperasikan.
5. Tabel Potensi Mineral Tambang di Indonesia
Komoditas Sumber daya Cadangan Produksi Masa hidup
(tanpa
eksplorasi)
Batubara 50 milyar ton 5 milyar ton 160 juta ton 30 tahun
Emas (logam) 4,3 juta ton 2,5 juta ton 141,02 ton 19 tahun
Perak (logam) 11 juta ton 5 juta ton 285,21 ton 21 tahun
Timah (logam) 1,87 juta ton 399,8 ribu ton 66,28 ribu ton 7 tahun
Tembaga
(logam)
33,80 juta ton 22,27 juta ton 1,01 juta ton 31 tahun
Nikel (bijih) 820,82 juta ton 63,32 juta ton 4,40 juta ton 15 tahun
Sumber : DESDM, 2004
Berdasarkan tabel diatas, dapat kita ketahui bahwa sumberdaya alam mineral di
Indonesia sangat besar dan terancam punah bila dieksploitasi secara berlebihan.
6. Dalam pengeksploitasian sumber daya alam dibutuhkan strategi pembangunan dalam
pertambangan agar sumber daya alam tersebut tidak cepat habis. Eksploitasi sumber daya
alam ini nantinya akan mempengaruh pembangunan infrastruktur yang ada di daerah
tersebut. sumber daya yang dikhususkan untuk pemeliharaan, perencanaan, dan penilaian
proyek harus ditingkatkan. Persediaan infrastruktur yang produktif tidak mungkin terus
bertambah, kecuali sumber daya yang dikhususkan untuk perencanaan dan pemeliharaan
benar-benar ditingkatkan.
Berikut ini adalah strategi bertahap pembangunan berkelanjutan yang diterapkan di
daerah Papua dan Papua Barat yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 65
Tahun 2011 tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua
Barat adalah :
1. Mengoptimalkan hubungan fungsional antara Pemerintah Pusat, Provinsi Papua dan
Provinsi Papua Barat, serta kabupaten/kota di wilayah Provinsi Papua dan Provinsi
Papua Barat
2. Melakukan percepatan pengembangan infrasturktur energi, komunikasi, perumahan,
air bersih dan sanitasi yang menjangkau seluruh wilayah
3. Mengembangkan ekonomi yang berdaya saing melalui pengembangan klaster pada
kawasan strategis di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dengan memerhatikan
MP3EI pada koridor ekonomi Papua-Kepulauan Maluku.
2. PERMASALAHAN
a. Sektor Pertanian
Ketertinggalan pembangunan sektor pertanian Papua terutama Papua Barat
disebabkan oleh berbagai faktor seperti :
7. a. Keterbatasan infrastruktur penunjang pertanian
b. Belum berkembangnya kelembagaan pertanian
c. Terbatasnya jumlah maupun tingkat keterampilan sumber daya manusia
d. Rendahnya minat investasi
e. Tidak kuatnya kepastian hukum bekenaan dengan penguasaan lahan
f. Belum berkembangnya teknologi pasca panen dan agroindustri, dan
g. Rendahnya akses petani terhadap pasar
Beberapa hal diatas menjadi kendala dalam pembangunan sektor pertanian di Papua,
namun disisi lain Papua Barat memiliki sumber daya lahan yang sangat berpotensi untuk
pengembangan pertanian. Berdasarkan atlas arahan tata ruang pertanian Indonesia, dari
9,9 juta ha luas lahan di provinsi Papua Barat, seluas 2,7 juta ha berpotensi untuk
pertanian, tetapi baru sekitar 0,94 juta ha (33%) yang sudah dimanfaatkan sebagai lahan
pertanian (BPS Papua Barat, 2006).
b. Sektor Perikanan
1. Mendorong pelaksanaan program Mega Minapolitan di Morotai
Minapolitan merupakan konsep manajemen ekonomi kawasan berbasis kelautan
dan perikanan. Program ini merupakan upaya untuk merevitalisasi sentra produksi
perikanan dan kelautan dengan fokus pada peningkatan produksi dan pendapatan
rakyat. Minapolitan merupakan sebuah model dari Revolusi Biru yang digalakkan.
Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia dengan mengubah mindset
pembangunan yang berorientasi darat ke berorientasi maritim. Sementara untuk
pemberdayaan masyarakat perikanan di Morotai telah memprogramkan berupa
pemberian bantuan pemberdayaan, pengadaan dermaga serta pengadaan kapal.
8. 2. Pengembangan Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional
Maluku merupakan salah satu provinsi dengan bentuk kepulauan di wilayah
Indonesia bagian Timur dan terdiri dari beberapa gugusan pulau. Provinsi Maluku
memiliki luas wilayah total sebesar 712.479,65 km2
dan 92,4% dari luas tersebut
merupakan wilayah perairan laut (658.294,69 km2
). Kondisi geografis inilah yang
menjadi salah satu alas an kuat untuk mempercepat pelaksanaan kebijakan lumbung
ikan nasional di Maluku agar dapat segera mendongkrak peningkatan ekonomi daerah
maupun ekonomi nasional. Untuk mewujudkan Kepulauan Maluku sebagai Lumbung
Ikan Nasional (LIN), maka disusunlah Rencana Pengembangan Kawasan Lumbung
Ikan Nasional yang mencakup rencana strategi dan rencana program pengembangan
wilayah.
Sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.12/MEN/2010 , untuk
sebuah kawasan minapolitan, pemerintah daerah perlu menyiapkan beberapa
persiapan yaitu Rencana Induk yang diimplementasikan melalui Rencana
Pengusahaan dan Rencana Tindak.
c. Sektor Pertambangan
Suatu strategi pembangunan dapat dikatakan berkelanjutan secara ekonomi, jika
menciptakan penghasilan yang bertahan untuk beberapa generasi ke depan dan bukan
hanya untuk beberapa dekade. Tanpa perencanaan, eksploitasi sumber daya tak-
terbarukan akan mengalami siklus tumbuh-layu dan hanya meninggalkan kesempatan-
kesempatan yang sudah merosot. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan
bahwa permasalahan yang ada di kawasan pertambangan Indonesia ini adalah :
9. 1. Menangani eksploitasi besar-besaran yang dilakukan oleh pihak illegal akibat
kurangnya peraturan yang mengikat masalah tersebut.
2. Regulasi perizinan usaha pertambangan yang ada di daerah Sorowako dan Timika,
untuk diperjelas di dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Strategi Nasional (RTR
KSN) Sorowako dan Timika.
3. PEMBAHASAN
a. Sektor Pertanian
Dengan mewujudkan ketahanan pangan nasional, diperlukannya pengendalian untuk
mengatur program MIFEE agar tidak melenceng dari tujuan awal. Berikut ini regulasi dan
kebijakan untuk melaksanakan pengembangan MIFEE tersebut, ada beberapa hal terkait
yang harus dilakukan antara lain :
Pengembangan lahan food estate secara bertahap diatur pada UU No. 2 Tahun 2012
tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum
Percepatan proses pelepasan kawasan hutan untuk food estate karena pada program
Sosialisai pada masyarakat setempat tentang pelaksanaan dan manfaat program
MIFEE bagi kesejahteraan masyarakat
Infrastruktur pengembangan MIFEE juga memerlukan dukungan infrastuktur yang
meliputi :
Dibutuhkannya konektivitas darat yang menghubungkan kebun kelapa sawit dengan
lokasi penggilingan dan pelabuhan.
Peningkatan dan pengembangan jalan dan jembatan di masing-masing klaster sentra
produksi pertanian
pengembangan jaringan irigasi untuk pertanian
10. Pembangunan pabrik pupuk organik di Wasur, serapu, tanah miring, wapeko,
onggaya, sota dan proyek amoniak urea di tangguh
Pembangunan balai penelitian dan pengembangan teknologi pertanian.
Pendirian sekolah untuk menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas melalui
pelatihan tenaga kerja dan peningkatan kapasitas perguruan tinggi, sebagaimana
Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2011 Pasal 3 menyebutkan “melakukan
revitalisasi pelayanan pendidikan yang menjangkau seluruh kampung untuk
menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas bagi masa depan Provinsi Papua
dan Provinsi Papua Barat”.
b. Sektor Perikanan
Pembentukan Mega Minapolitan ini didasarkan Undang-undang Nomor 27 tahun
2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil dengan memanfaatkan
wilayah Pesisir Maluku. Dalam penataan ruang dari Mega Minapolitan ini, pemerintah
daerah merujuk kepada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
06/MEN/2010 tentang Rencana Strategi Kementerian Kelautan dan Perikanan dan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan SK No. 32/MEN/2010 tentang
Penetapan Kawasan Minapolitan.
Tujuan program Mega Minapolitan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan No.12/MEN/2010 Pasal 3 adalah meningkatkan produksi produk kelautan
dan perikanan, meningkatkan pendapatan nelayan, mengembangkan kawasan minapolitan
sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di daerah.
Dalam pengembangan Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional (LIN) dibutuhkan
pengembangan dukungan sarana dan prasarana kelautan dan perikanan seperti :
11. a Pelabuhan Perikanan
b Balai Benih Ikan
c Unit Pengolahan Ikan
d Pemukiman Nelayan
c. Sektor Pertambangan
1. Regulasi Eksploitasi Sumberdaya Alam
Untuk melaksanakan ketentuan pasal 5 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan, perlu ditetapkan Peraturan Presiden
tentang Penggunaan Kawasan Hutan Lindung untuk Penambangan Bawah Tanah.
Pada UUD 1945 pada pasal 4 ayat 1, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
2010 dan UU Nomor 41 tahun 1999 dijelaskan mengenai penggunaan kawasan Hutan
lindung untuk penambangan bawah tanah.
Pada pasal 1 ayat 2 Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2011 dijelaskan bahwa
Penambangan bawah tanah di hutan lindung adalah penambangan yang kegiatannya di
lakukan di bawah tanah (tidak langsung berhubungan dengan udara luar) dengan cara
terlebih dahulu membuat jalan masuk berupa sumuran atau terowongan (tunnel) atau
terowongan buntu termasuk sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan produksi di
hutan lindung.
Pada pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2011 dijelaskan proses
permohonan izin penggunaan kawasan hutan lindung untuk kegiatan penambangan
bawah tanah. Dalam pasal ini proses permohonan secara tertulis oleh pemohon kepada
Menteri dengan tembusan kepada :
1. Menteri yang bertanggungjawab di bidang energi dan sumber daya mineral
12. 2. Menteri yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup
3. Gubernur setempat, dan
4. Bupati/walikota setempat
Permohonan izin harus dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut :
1. Kelayakan usaha di bidang pertambangan yang dinyatakan di dalam Studi
Kelayakan Hasil Eksplorasi
2. Keputusan kelayakan lingkungan berdasarkan hasil penilian AMDAL yang
disesuaikan dengan fungsi pokok hutan lindung
3. Rekomendasi dari pihak bupati/walikota dan gubernur setempat
4. Pertimbangan teknis dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
izini atau perjanjian di sektor pertambangan
5. Rencana penggunaan kawasan hutan lindung dan penambangan di bawah tanah
6. Pernyataan kesanggupan di hadapan notaris
Bila regulasi Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2011 dilaksanakan dengan baik,
maka penggunaan sumber daya alam dapat diawasi dan eksploitasi sumber daya alam
dapat diminimalisir.
Dalam rangka menunjang pembangunan industri dalam negeri perlu penataan kembali
pemberian izin usaha pertambangan untuk mineral bukan logam dan batuan dan
memberikan kepastian hukum bagi pemegang Kontrak Karya dan Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara mengenai tata cara permohonan izin usaha
pertambangan, maka Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010
Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
13. 2. Kawasan Timika di Provinsi Papua dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(RTRW) telah ditetapkan sebagai salah satu Kawasan Strategis Nasional (KSN) yang
direncanakan masuk ke dalam tahapan pengembangan I.
Pengembangan kawasan strategis yang dimaksud diatas adalah pengembangan yang
difokuskan pada lokasi yang memiliki potensi sumber daya alam yang dapat
ditingkatakan nilai tambahnya, sumber daya manusia terampil dan infrastruktur wilayah
yang memadai guna mendukung investasi yang berbasis pada potensi ekonomi lokal,
serta disinergikan dengan MP3EI pda koridor ekonomi Papua-Kepulauan Maluku.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategi Nasional (RTR KSN) Sorowako
dan Timika adalah salah satu contoh Ruang Tata Ruang yang pola ruangnya
diperuntukkan sebagai kegiatan budidaya pertambangan. KSN Sorowako dan KSN
Timika merupakan KSN yang ditetapkan dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber
daya alam dan/atau teknologi tinggi. Berdasarkan isu strategisnya, KSN Sorowako
diarahkan terutama sebagai kawasan penghasil nikel terbesar se Indonesia.
Sesuai dengan amanat pasal 20 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) merupakan
pedoman untuk penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional, penyusunan
rencana pembangunan jangka menengah nasional, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang di wilayah nasional, penataan ruang kawasan strategis nasional dan
penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.
Untuk provinsi Papua Barat diberlakukan pula RTRW Papua Barat yang didukung
oleh Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi
14. Papua Barat. Rencana Tata Ruang (RTR) Papua disusun berdasarkan 9 prinsip kebijakan
Nasional.
4. PENUTUP
A. Kesimpulan
Koridor Ekonomi Papua-Kepulauan Maluku terdiri dari Provinsi Papua, Papua Barat,
Maluku dan Maluku Utara. Koridor Ekonomi Papua-Kepulauan Maluku ini merupakan
pusat pengembangan 3 sektor, yaitu :
a. Pangan (Pertanian)
b. Perikanan
c. Pertambangan nasional
Tiap sektor memiliki permasalahan yang nantinya mempengaruhi percepatan dan
perluasan pembangunan dari daerah tersebut.
Regulasi yang berhubungan dengan masterplan percepataan dan perluasan
pembangunan :
1. Sektor Pertanian
- UU No. 2 Tahun 2012
- Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2011 Pasal 3
2. Sektor Perikanan
- Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.12/MEN/2010 Pasal tentang
Minapolitan
- Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau Kecil
15. - Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 06/MEN/2010 tentang
Rencana Strategi Kementerian Kelautan dan Perikanan
- Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan SK No. 32/MEN/2010 tentang
Penetapan Kawasan Minapolitan.
3. Sektor Pertambangan
- Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2011
- Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)
- Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi
Provinsi Papua Barat
B. Saran
Koridor ekonomi di Papua – Kepulauan Maluku merupakan koridor ekonomi yang
memprioritaskan pemanfaatan sumber daya alam di wilayah tersebut. Ketidaksiapan
Pemerintah daerah untuk menggali potensi sumber daya alam dapat menimbulkan
dampak negatif bagi daerah tersebut. Salah satunya adalah adanya eksploitasi sumber
daya alam pertambangan yang berlebihan dengan tidak memperhatikan dampak
lingkungan sekitar. Untuk mencapai tujuan dari otonomi daerah tersebut, dibutuhkan
regulasi peraturan daerah yang diperkuat dengan peraturan pemerintah pusat baik
Peraturan Presiden, Peraturan Menteri maupun Undang-Undang. Regulasi tersebut
nantinya masih diperlukan pengawasan lapangan dalam menjalankan amanah dari
regulasi tersebut.