PERISEAN: Fight, Culture, Tolerance
(Arisko Fathurrahman, Joko Listyanto, Fian Rofi R, Zainal Fadri)
Tradisi perisean telah berlangsung lama dan telah menjadi rutinitas bagi warga Sasak di Lombok dalam merayakan hari-hari besar. Pada pelaksanaannya terdapat suatu babak dimana pertarungan akan berakhir ketika salah satu peserta mengeluarkan darah (berdarah) atau menyerahkan diri pada lawan. Tetesan darah pada tradisi perisean merupakan suatu pijakan dan tonggak bagi berlangsungnya perkelahian. Pemaknaan atas tetesan darah dalam tradisi tersebut merupakan suatu ajaran yang diwariskan secara turun temurun yang sarat dengan makna filosofis sebagai ajaran bagi kehidupan masyarakat setempat.
Pemaknaan atas tradisi perisean dapat dikaji dengan menemukan asal-muasal tradisi tersebut dilaksanakan. Penelusuran tradisi dilaksanakan dengan konsep analisa ke arah historis dan kultural. Dengan basis historical culture akan mengarahkan pada pemahaman perkembangan serta perjalanan eksistensi suatu tradisi dari awal perkembangan hingga zaman kontemporer atau kekinian.
Dalam pemaknaan historis dan kultural diupayakan mampu menggali suatu nilai-nilai (values) yang tersirat dalam tradisi perisean. Suatu tradisi yang dijadikan panutan dan way of life bagi kehidupan dalam masyarakat Sasak di Lombok, sehingga melahirkan bentuk-bentuk toleransi dalam hidup berdampingan. Nilai toleransi inilah yang dapat dijadikan sebagai suatu gebrakan bagi kehidupan saat ini sebagai cerminan dalam menjalani hubungan yang tak bisa lepas dari historisitas yang terikat akan nilai sebagai pribadi bangsa yang berbudaya.
Analisa historical culture dan eksplorasi nilai toleransi pada tradisi perisean dilakukan dengan cara turun langsung ke lapangan. Turun langsung merupakan suatu upaya untuk menjalin rasa persaudaraan dan koneksi dengan yang terlibat langsung dalam tradisi. Hasil yang ingin didapatkan adalah transfer knowledge dari yang terlibat langsung dalam pelaksanaan serta menggali lebih lanjut atas pengaruh tradisi tersebut dalam kehidupan, baik secara nilai maupun rasa toleransi yang terbangun.
Good Stuff Happens in 1:1 Meetings: Why you need them and how to do them well
PERISEAN: Fight, Culture, Tolerance
1. 1
PERISEAN: Fight, Culture, Tolerance
(Arisko Fathurrahman, Joko Listyanto, Fian Rofi R, Zainal Fadri)
A. Intisari
Tradisi perisean telah berlangsung lama dan telah menjadi rutinitas bagi warga
Sasak di Lombok dalam merayakan hari-hari besar. Pada pelaksanaannya terdapat suatu
babak dimana pertarungan akan berakhir ketika salah satu peserta mengeluarkan darah
(berdarah) atau menyerahkan diri pada lawan. Tetesan darah pada tradisi perisean
merupakan suatu pijakan dan tonggak bagi berlangsungnya perkelahian. Pemaknaan
atas tetesan darah dalam tradisi tersebut merupakan suatu ajaran yang diwariskan secara
turun temurun yang sarat dengan makna filosofis sebagai ajaran bagi kehidupan
masyarakat setempat.
Pemaknaan atas tradisi perisean dapat dikaji dengan menemukan asal-muasal
tradisi tersebut dilaksanakan. Penelusuran tradisi dilaksanakan dengan konsep analisa
ke arah historis dan kultural. Dengan basis historical culture akan mengarahkan pada
pemahaman perkembangan serta perjalanan eksistensi suatu tradisi dari awal
perkembangan hingga zaman kontemporer atau kekinian.
Dalam pemaknaan historis dan kultural diupayakan mampu menggali suatu
nilai-nilai (values) yang tersirat dalam tradisi perisean. Suatu tradisi yang dijadikan
panutan dan way of life bagi kehidupan dalam masyarakat Sasak di Lombok, sehingga
melahirkan bentuk-bentuk toleransi dalam hidup berdampingan. Nilai toleransi inilah
yang dapat dijadikan sebagai suatu gebrakan bagi kehidupan saat ini sebagai cerminan
dalam menjalani hubungan yang tak bisa lepas dari historisitas yang terikat akan nilai
sebagai pribadi bangsa yang berbudaya.
Analisa historical culture dan eksplorasi nilai toleransi pada tradisi perisean
dilakukan dengan cara turun langsung ke lapangan. Turun langsung merupakan suatu
upaya untuk menjalin rasa persaudaraan dan koneksi dengan yang terlibat langsung
dalam tradisi. Hasil yang ingin didapatkan adalah transfer knowledge dari yang terlibat
langsung dalam pelaksanaan serta menggali lebih lanjut atas pengaruh tradisi tersebut
dalam kehidupan, baik secara nilai maupun rasa toleransi yang terbangun.
Kata kunci: tetesan darah, tradisi perisean, historical culture, nilai toleransi
B. Pendahuluan
1. Latar belakang
Indonesia terdiri dari berbagai budaya, suku, bangsa dan agama. Banyak
kekayaan dan keanekaragaman yang perlu dilestarikan. Budaya merupakan
suatu identitas nasional yang mewarnai dan memberikan gambaran yang
berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Indonesia merupakan suatu
2. 2
negara dengan beraneka ragam budaya, baik dari tarian, perjamuan, acara adat,
kuliner, pariwisata dan lain-lain sebagainya, baik yang telah terekspos maupun
yang belum. Salah satu contoh kebudayaan yang belum terekspos adalah tradisi
“perisean” di Lombok Nusa Tenggara Barat.
Perisean berlangsung pada masyarakat Sasak secara terun-temurun, yang
merupakan sebuah seni pertarungan antara dua orang petarung yang disebut
dengan pepadu, dengan menggunakan sebuah rotan sebagai pemukul yang
disebut dengan penjalin yang bulatannya dilapisi dengan bulatan aspal dan
pecahan beling.
Upacara perisean biasanya digelar pada saat-saat tertentu menjelang
perayaan-perayaan khusus seperti pada acara perayaan ulang tahun kemerdekaan
dan acara besar lainnya atau menjelang penyambutan bulan puasa. Hal yang
unik pada upacara ini adalah para petarung atau pepadu hanya diperbolehkan
untuk memukul bagian tubuh lawan yang atas, seperti pundak, punggung dan
kepala. Pertarungan akan segera selesai ketika salah satu pertarung terluka dan
mengeluarkan darah atau petarung melakukan penyerahan. Budaya perisean
termasuk salah satu budaya yang keras dan bahaya, namun banyak sisi positif
yang dapat diambil sebagai pemahaman untuk kehidupan sehari-hari bagi
masyarakat Sasak, maka dari itu hingga saat ini, budaya perisean masih tetap
dilestarikan di Lombok.
Dari latar belakang yang disebutkan, penelitian ini lebih memfokuskan
pada kajian hiostorisitas kebudayaan terhadap upara perisean dan mencoba
melakukan korelasi dengan nilai-nilai toleransi yang terbangun pada kehidupan
masyarakat Sasak di Lombok Nusa Tenggara Barat.
Hasil penelitian mengenai upacara perisean dalam analisa historis dan
kebudayaan yang termaktub sebagai nilai toleransi kehidupan masyarakat Sasak,
diharapkan mampu memberikan inspirasi dan contoh terhadap cara
bermasyarakat ditengah kehidupan modern untuk menjadi lebih baik.
2. Tujuan penelitian
a. Mengetahui sejarah dan perkembangan dari tradisi perisean di Lombok
Nusa Tenggara Barat.
3. 3
b. Mengetahui makna yang terkandung pada tetesan darah tradisi perisean.
c. Mengetahui konsep nilai dan toleransi pada tradisi perisean.
d. mengetahui pengaruh tradisi perisean terhadap nilai-nilai toleransi pada
kehidupan masyarakat Sasak di Lombok.
3. Tinjuan pustaka
Kebudayaan adalah fenomena pilihan hidup, baik pilihan budaya baik
maupun budaya jelek. Karena, pada dasarnya ada kebudayaan positif (baik) dan
budaya jelek (Endraswara, 2006). Kebudayaan merupakan seluruh total pikiran,
karya dan hasil karya manusia yang tidak berakar pada nalurinya melainkan
karena manusia memperolehnya dengan cara belajar (Koentjaraningrat, 1974).
Kearifan lokal dapat disimpulkan sebagai kepribadian, identitas kultural
masyarakat yang berupa nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat dan
aturan khusus yang diterima oleh masyarakat dan teruji kemampuannya
sehingga dapat bertahan secara terus menerus (Sartini, 2009).
Historisitas dapat dimaknai sebagai perjalanan waktu dari masa lampau,
masa kini dan masa yang akan datang. Historis dalam pengertian perlunya
menunjukkan relevansi kesadaran historis dalam pengertian menuntut setiap
kegiatan yang dilangsungkan manusia sebagai manuver perjalanan dan
perkembangan peradaban suatu masyarakat (Bertens, 2005).
Nilai yang dibicarakan pada tradisi bukanlah nilai dalam artian nilai yang
bisa dihitung dengan angka seperti skor, harga, dan tingkatan, melainkan nilai
dalam artian kualitas atau sifat yang membuat apa yang bernilai jadi bernilai
(Magnis-Suseno,2009). Contoh nilai dalam artian tersebut misalnya: bunga itu
indah dan perbuatan itu susila. Indah dan susila adalah sifat atau kualitas (nilai)
yang melekat pada bunga dan perbuatan (Kaelan, 2009). Nilai berupa kualitas,
artinya nilai bukanlah suatu realitas empiris, melainkan a priori (mendahului
pengalaman). Karena berupa kualitas, nilai merupakan ada yang bersifat
parasistis (menempel) yang tidak dapat hidup tanpa didukung oleh objek yang
riel (Frondizi, 2011). Lalu bagaimana memahami nilai? walaupun nilai tidak
dapat disentuh dengan panca indera, nilai dapat dipikirkan oleh manusia. Cara
4. 4
manusia memahami nilai tidaklah menggunakan anlisis-rasional, akan tetapi
melalui intuisi (Mukromin, 2012).
Kehidupan toleransi merupakan suatu keadaan masyarakat dalam
memahami sesama dan menjadikan landasan kepentingan bersama sebagai
acuan dalam tindakan. Pengertian toleransi selalu disandingkan dengan
pengertian empati yang mana lebih pada merasakan apa yang dirasakan orang
lain sebagai pencerminan atas kehidupan pribadi (Sutardi, 1999).
C. Metode Penelitian
1. Lokasi penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan dalam rentang waktu selama 5 bulan
dan akan dilakukan dengan penggalian informasi di lapangan. Wilayah
penelitian ini adalah di daerah Lombok Nusa Tenggara Barat.
2. Pendekatan perspektif penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian ilmiah dengan menggunakan
perpaduan metode kualitatif dan kuantitatif, yang ditinjau melalui konsep
historical culture serta menggali nilai-nilai toleransi yang terkandung dalam
tradisi perisean, baik sebagai hiburan, olahraga dan bidang pendidikan serta
pembelajaran kehidupan.
3. Teknik pengumpulan data
Untuk menemukan informasi tentang makna tetesan darah pada tradisi
perisean dengan menggunakan analisa historical culture dan eksplorasi nilai
toleransi pada kehidupan masyarakat Sasak, peneliti menggunakan teknik
wawancara secara mendalam. Teknik ini digunakan karena teknik ini menuntut
peneliti untuk mampu bertanya sebanyak-banyaknya dengan perolehan jenis
data tertentu sehingga diperoleh data atau informasi yang rinci. Hubungan antara
peneliti dengan para informan harus dibuat akrab, sehingga subjek penelitian
bersikap terbuka dalam menjawab setiap pernyataan (Hamidi,2008).
Teknik lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi
terhadap perilaku atau tindakan baik dalam bentuk verbal, non verbal dan
aktivitas individual mereka dalam masyarakat/kelompok (Hamidi, 2008). Dan
5. 5
teknik ketiga adalah menggunakan teknik informasi dokumentasi, untuk
mengumpulkan informasi tentang pelaksanaan upacara perisean. Sumber
informasi dokumentasi adalah dokumen lembaga di daerah yang berbentuk
sumber pustaka tentang tradisi perisean dan bentuk kehidupan toleransi
masyarakat Sasak.
4. Analsis data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode perbandingan
tetap yaitu suatu analisa data yang secara tetap membandingkan satu datum
dengan datum yang lain, dan kemudian secara tetap membandingkan kategori
dengan kategori lainnya (Moleong, 2010). Proses analisis dalam penelitian ini
mencakup :
a. Reduksi data, yaitu melakukan identifikasi data yang kemudian
memberikan kode pada setiap satuan agar dapat ditelusuri data satuannya
berasal dari sumber mana.
b. Kategorisasi, yaitu memilah-milah setiap satuan ke dalam bagian-bagian
yang memiliki kesamaan. Lalu setiap kategori diberi label.
c. Sintesisasi, yaitu mencari kaitan antara satu ketegori dengan kategori
lainnya.
d. Menyusun hipotesis kerja untuk menemukan teori substantif.
Selain proses analisis yang mencakup 4 tahap tersebut, penelitian ini juga
menggunakan unsur metodis filosofis untuk melakukan peninjauan lebih lanjut
secara mendalam. Unsur metodis tersebut adalah:
1. Verstehen, suatu metode untuk memahami objek penelitian melalui
insight, einfuehlung serta empati dalam mengankap dan memahami
makna kebudayaan manusia, nilai-nilai, simbol-simbol, pemikiran-
pemikiran serta kelakuan manusia yang memiliki sifat ganda (Kaelan,
2005)
2. Interpretasi, metode untuk membuat suatu makna yang terkandung
dalam realitas sebagai objek penelitian yang sulit ditangkap dan
dipahami menjadi dapat ditangkap dan dipahami (Kaelan, 2005)
6. 6
3. Hermeneutika, suatu metode untuk mencari dan menemukan makna yang
terkandung dalam objek penelitian yang berupa fenomena kehidupan
manusia, melalui pemahaman, dan interpretasi (Kaelan, 2005)
D. Pembahasan dan kesimpulan
Perisean adalah budaya asli daerah Nusa Tenggara Barat yang masih
dipertahankan eksistensinya. Perisean lahir dari tradisi turun-temurun yang telah lama
menghiasi kehidupan masyarakat Sasak khususnya di lombok Nusa Tenggara Barat.
Pada awalnya, tradisi perisean merupakan suatu kegiatan yang dilangsungkan dalam
rangka memanjatkan doa pada Yang Maha Kuasa. Ritual ini biasanya dilaksanakan
pada musim kemarau panjang, perisean sendiri bertujuan untuk meminta hujan dan
mendatangkan keberkahan bagi masyarakat setempat.
Hasil yang didapatkan dari perolehan data survai dan tinjuan di lapangan,
masyarakat Sasak di Lombok masih mempertahankan tradisi peresen sebagai khasanah
dan kekayaan budaya yang patut dilestarikan. Pemahaman ritual ini menjadi ciri sebagai
masyarakat yang peduli dan melestarikan warisan nenek moyang yang kaya akan petuah
serta makna yang tersirat sebagai pedoman untuk menjalani kehidupan, baik hidup
secara mandiri maupun hidup di lingkungan masyarakat.
Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi perisean menimbulkan rasa keyakinan
yang kuat dan teguh dalam menjalani hidup agar selalu berhubungan baik dengan
sesama di lingkungan hidup bermasyarakat. Nilai toleransi sangat terlihat jelas ketika
permainan perisean dilaksanakan. Hal ini terciri pada salah satu peraturan dimana
permainan harus berhenti apabila terdapat petarung mengalami luka atau menyerah
secara terang-terangan. Toleransi yang dibangun merupakan sikap menahan diri untuk
menciderai musuh melebihi yang seharusnya dilakukan. Rasa menahan diri merupakan
bentuk dari pemahaman akan menahan emosi yang mengedepankan hawa nafsu dan
berimbas pada sikap yang jauh dari bijaksana dan bukan merupakan ciri dari masyarakat
Sasak sendiri.
Nilai dan rasa toleransi yang tinggi menunjukkan bahwa eksistensi kebudayaan
dan tradisi perisean pada mayarakat Sasak di Lombok telah menjadi panutan yang tetap
7. 7
dijunjung tinggi oleh masyarakatnya, meskipun dalam pelaksanaannya perisean tak lagi
sesakral dahulu. Saat ini perisean lebih diarahkan pada pertunjukkan kesenian dan
kebudayaan sebagai tempat penyaluran aspirasi dan rasa kekeluargaan sebagai
pembelajaran bagi kehidupan dan nilai dalam memahami hubungan anatara sesama
manusia maupun dengan alam dan Sang Pencipta.
E. Daftar Pustaka
Bertens, K., 2005, Panorama Filsafat Modern, Jakarta: Penerbit Teraju
Endraswara, Suwardi. 2006. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Frondizi, Risieri. 2011. Pengatar Filsafat Nilai. Diterjemahkan oleh Cuk Ananta
Wijaya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Hamidi. 2008. Metode Penelitian Kualitatif. Malang : UMM Press
Kaelan. 2009. Filsafat Pancasila. Yogyakarta : Paradigma
Koentjaraningrat. 1974. Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta: P.T.
Gramedia.
Magnis-Suseno, Franz. 2009. 12 Tokoh Etika Abad ke-20. Yogyakarta : Kanisius
Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosda
Mukromin, Ngutsman. 2012. “Aksiologi Sastrajendra Hayuningrat Pangruwating Diyu
Dalam Lakon Alap-Alap Suksi oleh Ki Nartosabdho: Relevansinya terhadap
Perkembangan Moralitas Bangsa Indonesia”. Thesis. Yogyakarta : Universitas
Gadjah Mada
Sartini. 2009. Mutiara Kearifan Lokal NUSANTARA. Yogyakarta: Kepel Press.
Sutardi, Tedi, 1999, Antropologi: Mengungkap Keragaman Budaya, Bandung: PT Setia
Puma Inves.
8. 8
Riwayat Penulis:
1. Arisko Fathurrahman, Mahasiswa Jurusan Sastra Arab, Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, angkatan 2013, ariskorobert@gmail.com
2. Joko Listyanto, Mahasiswa Jurusan Elektronika Instrumentasi, Sekolah Vokasi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, angkatan 2013, jokolistyan@gmail.com
3. Fian Rofi R, Mahasiswa Jurusan Politik dan Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, angkatan 2014,
f.rofiulhaq@gmail.com
4. Zainal Fadri, Mahasiswa Jurusan Ilmu Filsafat, Fakultas Filsafat, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta, angkatan 2010, fadri.dazazai@gmail.com