SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  22
Télécharger pour lire hors ligne
1




Profesionalisme Guru SMA: Harapan, Tantangan,
      dan Tuntutan Mendesak dalam Rangka
         Meningkatkan Mutu Pendidikan




                  Disusun Oleh
                Nama : Supriyadi
                 N I P : 13165024




       SMA NEGERI 1 PURWAREJA-KLAMPOK
    KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH
  JL RAYA PURWAREJA-KLAMPOK Telp. (0286) 479092
             BANJARNEGARA 53474
2


          Profesionalisme Guru SMA: Harapan, Tantangan,
                dan Tuntutan Mendesak dalam Rangka
                   Meningkatkan Mutu Pendidikan
                                           Supriyadi*
          Abstrak : Sulit untuk mengelak dari tudingan bahwa rendahnya kualitas
          Sumber Daya Manusia Indonesia bukan bagian dari tanggung jawab guru,
          karena gurulah yang berhadapan langsung dengan anak didik. Dan
          memang diakui kalau guru yang paling berkompeten terhadap SDM
          Indonesia melalui usaha peningkatan mutu pendidikan. Namun hal
          tersebut menjadi sangat sulit diwujudkan manakala guru sendiri
          mendapatkan masalah internal. Kemudian muncullah solusi yaitu adanya
          pengakuan secara formal bila guru sebagai profesi. Konsekuensinya guru
          sebagai professional yang harus mengedepankan profesionalisme. Dengan
          demikian ada dua tugas pokok yang segera dibenahi, pertama peningkatan
          mutu pendidikan, dan kedua pengembangan profesionalisme. Dan
          permasalahan yang kedua lebih merupakan prasyarat untuk pemecahan
          masalah yang pertama. Makna profesionalisme sebagai performance
          quality dari para professional tidak bisa dimaknai dengan bekerja keras
          sebagai layaknya oleh khalayak umum. Oleh karena itu untuk
          meningkatkan mutu pendidikan, profesionalisme sebagai sebuah harapan
          dan sekaligus sebagai tantangan bagi guru, yang mencakup (1) Pendidikan
          dan Rekruitmen guru, (2) Beban Kerja Guru, (3) Pembinaan dan Karier
          Guru, dan (4) Guru Semakin Terbelakang. Permasalahan tersebut sebagai
          sesuatu yang darurat prioritas untuk ditangani dan kalau tidak,
          profesionalisme guru mentah menjadi sebuah Utopia. Akhirnya SDM
          Indonesia-pun tetap terbelakang.

          Kata Kunci : mutu pendidikan, masalah internal, profesi, professional,
                     professionalisme, rekruitmen, pembinaan karier, beban kerja,
                     guru terbelakang.

PENDAHULUAN
            Berdasarkan laporan Badan PBB untuk Program Pembangunan (UNDP)
2004, Indeks Pembangunan Manusia Indonesia berada pada urutan ke–111 dari 117
negara. Posisi demikian menempatkan negeri ini satu tingkat di atas Vietnam, namun
masih jauh di bawah beberapa negara tetangga semacam Singapura, Malaysia,
Philipina maupun Thailand (Kompas, 6/11/204 : 44) Angka tersebut menunjukkan
betapa tertinggalnya bangsa Indonesia bila dibandingkan dengan negara lain.
            Disadari bahwa salah satu cara untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) adalah melalui peningkatan mutu pendidikan. Tantangan ke depan
bukanlah semakin ringan tapi justru bertambah berat karena terpuruknya kondisi

*
    Supriyadi adalah guru SMA Negeri 1 Purwareja-Klampok, Banjarnegara
3


ekonomi turut memberikan kontribusi lambannya pembangunan pendidikan; artinya
permasalahan yang bakal muncul menjadi beragam yang menuntut profesionalisme
dari semua pihak yang concern terhadap pendidikan. Keterpurukan SDM Indonesia
memang tidak lepas dari peranan guru, namun tidak bisa dikatakan bahwa secara
keseluruhan hal tersebut menjadi tanggung jawab guru.
        Alhumami (Kompas, 2/7/04) menyatakan bahwa guru tetap merupakan
faktor determinan dalam menentukan tinggi rendahnya mutu pendidikan. Pernyataan
tersebut berarti guru sebagai penyumbang terbesar terhadap kemerosotan atau
peningkatan kwalitas SDM Indonesia karena mereka yang terlibat langsung dalam
proses pendidikan. Keterlibatan yang intens tersebut akan mewarnai tingkat kualitas
siswa sebanding dengan tingkat professional guru. Bila perencanaan kegiatan belajar
mengajar dirancang dengan baik bisa memungkinkan proses belajar siswa
berlangsung kondusif, mampu memaksimalkan pengembangan potensi siswa. Hasil
yang demikian merupakan sumbangan yang sangat berarti bagi guru dalam ikut serta
mewujudkan tujuan Pendidikan Nasional.
        Dalam GBHN diamanatkan bahwa Pendidikan Nasional bertujuan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya
yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa dan
berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan
Rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan (Departemen P dan K : 1999). Dari tujuan tersebut
dapatlah dipahami gambaran ke depan yang akan diwujudkan dan sekaligus gambaran
tanggung jawab yang harus diemban oleh guru.
        Tanggung jawab utama guru tidak sekedar mengajar namun sekaligus
mendidik, sesungguhnya suatu kegiatan yang sangat kompleks karena kegiatan
tersebut mengandung banyak unsur yang secara serempak harus dilakukan bersama-
sama. Sedangkan unsur-unsur tersebut meliputi ilmu, teknologi, seni dan bahkan
pilihan nilai (Imron : 1995). Sudah barang tentu diperlukan suatu ketrampilan
mengajar yang beragam agar hasil yang diperoleh maksimal. Apalagi dengan
diberlakukannya Kurikulum 2004 yang berdasarkan kompetensi. Disini guru dituntut
bersikap professional agar tugas yang dilaksanakan punya makna bagi siswa. Pada
pokoknya keberhasilan pendidikan adalah terletak pada guru yang professional.
        Pendidikan pada era reformasi sekarang sebagai dampak dari       peubahan
sosial yang terjadi karena munculnya dinamika pemikiran tentang keadilan serta
4


demokrasi dan dengan dikeluarkannya         Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999
tentang pemerintahan daerah maka         terjadilah pergeseran dari sentralistik    ke
desentralistik. Seirama dengan otonomi daerah maka muncullah paradigma baru
dalam pengelolaan pendidikan, yaitu manajemen berbasis sekolah, yang secara
operasional dikenal dengan nama Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
(MPMBS). MPMBS diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi
lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang
melibatkan secara langsung semua warga sekolah (kepala sekolah, guru, karyawan,
orang tua siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan
kebijakan pendidikan nasional (Diretktorat Dikmenum, 2001 : 5). Dari pengertian
tersebut tampak jelas bahwa arah kebijakan masalah esensial harus dirumuskan oleh
sekolah itu sendiri karena sekolah yang paling mengetahui dan paling berkompeten,
sehingga efektivitas sekolah bisa dicapai. Tidak bisa disangkal bahwa peranan guru
pada era sekarang jauh lebih penting dari masa sebelumnya, bukan sekedar mendidik
dan mengajar namun juga ikut terlibat dalam menentukan arah kebijakan sekolah.
         Perubahan peranan guru yang begitu besar tampak tidak bisa disikapi
dengan baik tetapi malah membuatnya menjadi kedodoran. Ada relevansi dengan
yang dikatakan oleh Soekartawi (Kompas,18/10/04) tentang SDM Indonesia yaitu
semangat kerja keras dan pengabdian sangat tipis serta inisiatif berinovasi rendah.
Secara tersirat, pernyataan tersebut mengindikasikan rendahnya motivasi guru.
berkompetisi meningkatkan karier dan kesejahteraannya melalui bidang profesinya.
Ada faktor lain yang mendasari sikap stagnan dan apatis tersebut, yaitu isu rendahnya
gaji guru. Kalau hal itu dijadikan dasar legalitas argumen maka guru bekerja bukan
atas dasar moral dan etika, yang demikian ini akan sulit diharapkan munculnya guru-
guru yang professional meskipun kita sepakat bahwa kesejahteraan guru harus
dinaikkan.
         Berkait erat dengan profesional adalah masalah profesionalisme Sudah
menjadi slogan umum bahwa profesional harus menjujung profesionalisme. Dari
kalimat tersebut tersirat pengertian bahwa profesionalisme adalah semacam nilai-nilai
(good values) yang harus ditampilkan oleh seorang profesional dalam menjalankan
tugasnya atau dengan kata lain sebagai etical references.
         Oleh karena itu profesionalisme guru menarik untuk dikaji sebab menjadi
Top Requirement dalam usaha meningkatkan SDM. Namun kapan guru sebagai peker
ja profesi bisa sejajar dengan profesi-profesi lainnya yang sudah mapan seperti dokter,
5


lawyer, akuntan, psikolog dan notaris? Profesionalime merupakan sebuah tantangan
besar yang harus dijawab segera oleh siapa saja yang mempunyai komitmen besar
terhadap pendidikan.
           Artikel ini diharapkan bisa menjadi masukan bagi kepala sekolah dalam
rangka pembinaan profesionalisme guru. Dan bagi para pengambil kebijakan untuk
bisa merumuskan model recruitment yang bisa memenuhi standar guru sebagai
profesi.

PROFESI, PROFESIONAL DAN PROFESIONALISME
a. Profesi.
            Sementara kalangan mengatakan bahwa guru bisa dianggap sebagai
   profesi. Benar atau tidaknya pernyataan tersebut terlebih dahulu perlu dicermati
   pengertian profesi dari pendapat beberapa para ahli. Dengan melalui rujukan
   tersebut nantinya bisa diketahui bahwa guru sudah memenuhi syarat sebagai
   pekerjaan profesi belum.
   1) Dedi Supriadi (1999) : Profesi menunjuk pada suatu pekerjaan atau jabatan
       yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan terhadap profesi.
       Suatu profesi secara teori tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang
       tidak dilatih atau disiapkan untuk itu.
                Dari pengertian di atas dapat ketahui bahwa profesi itu bukan
       sembarang pekerjaan tetapi pekerjaan yang berlandaskan pada keahlian. Dan
       keahlian tersebut diperoleh melalui suatu pendidikan dan pelatihan melalui
       suatu lembaga yang telah diberi otoritas. Secara implisit dinyatakan juga
       bahwa pekerjaan tersebut menuntut lebih pada dedikasi dan kualitas hasil dari
       pada imbalan atas pekerjaannya.

   2) Taruna : Profesi adalah pekerjaan yang memiliki beberapa ciri yaitu melalui
       pendidikan profesi, dan memiliki kode etik profesi, serta memiliki Badan
       Kehormatan Profesi. ( Derap No. 61, Th. VI-Pebruari 2005)
                Pernyataan di atas selain ada persamaannya juga melengkapi pendapat
       Supriadi yaitu mensyaratkan adanya organisasi profesi. Dan oleh sebab itu
       anggotanya terikat untuk bekerja dalam koridor kode etik profesi. Selanjutnya
       apabila seseorang melanggar kode etik terebut akan mendapatkan sanksi dari
       Badan Kehormatan Profesi.
6


3) Kenneth Lynn : A profession delivers esoteric knowledge systemically
   formulated and applied to the needs of a client. Every profession considers
   itself the proper body to set the terms some aspects of society, life or nature is
   to be thought of, and to define the general lines, or even the details of public
   policy concerning it. ( Wirawan, 2001 : 7)
           Pernyataan di atas mengandung pengertian bahwa seorang profesi
   bekerja berdasarkan pengetahuan yang tidak mudah untuk memperolehnya
   hal ini menunjukkan bahwa profesi adalah pekerjaan saintifik. Sedangkan
   keberadaannya muncul untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Ditekankan
   juga bahwa organisasi yang tepat menjadi sangat penting dengan memper
   hatikan kondisi masyarakat, kehidupan dan lingkungan termasuk juga
   kebijakan publik.

4) Bullet (1981) : A profession as a field of human endeaveor with a well defined
   body of knowledge, containing basic principles common to all applications
   and technique, to the field, with practitioners skilled and experienced in
   appliying these techniques, dedicated to the public interest (Gilley and
   Eggland, 1991 : 304)
           Menurut Bullet profesi sebagai bidang pekerjaan manusia yang
   berpengetahuan luas, yang didalamnya mengandung prinsip-prinsip umum
   yang digunakan untuk penerapan dan teknik-teknik sebagai praktisi yang
   berketrampilan dan berpengalaman serta mengabdi pada kepentingan
   masyarakat.

5) Carr (2000), …, it should serve our puposes here to focus upon five commonly
   cited criteria of professionalism, according to which : (i) profesion provide an
   important public service; (ii) they involve a theoretically as well as practically
   grounded expertise; (iii) They have a distinct etical dimension which call for
   expression in a code of practice; (iv) They require organization and regulation
   for purposes of recruitment and discipline; and (v) professional practioners
   require a high degree of individual autonomy independence of judgement – for
   effective practice.
           Pengertian profesi menurut Carr tampak lebih jelas diidentifikasi
   dalam 5 kriteria yang secara garis besar adalah sebagai berikut (i) bahwa
7


      profesi mengabdikan pada pelayanan publik; (ii) Berlatar keahlian baik secara
      teori maupun praktis; (iii) Bekerja berlandaskan pada dimensi etik yang jelas
      sesuai dengan tuntunan perilaku kerja; (iv) Adanya organisasi dan peraturan
      untuk maksud perekrutan dan pengendalian; (v) Memiliki independensi yang
      tinggi dalam melakukan pekerjaannya.
              Dari beberapa pendapat tersebut dapatlah ditarik simpulannya bahwa
      suatu pekerjaan bisa dikatakan sebagai profesi apabila :
      1) Berdasarkan ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui pendidikan atau
          pelatihan.
      2) Pengetahuaan tersebut memuat teknik-teknik bekerja
      3) Adanya standar kompetensi yang ditetapkan
      4) Adanya prosedur kerja
      5) Bekerja demi pelanggan
      6) Dibutuhkan oleh masyarakat
      7) Mengutamakan kualitas
      8) Menjunjung kode etik Profesi
      9) Mempunyai Organisasi Profesi
      10) Mempunyai Badan Kehormatan Profesi

              Unsur-unsur profesi tersebut menurut hemat saya yang perlu mendapat
      perhatian adalah bahwa profesi itu pekerjaan berkeahlian, demi pelanggan,
      dan mengutamakan kualitas. Dengan demikian semestinya tidak semua orang
      bisa menjadi guru karena guru bukan sembarang pekerjaan yang bisa
      dilakukan oleh sembarang orang.

b. Professional
          Secara kebahasaan professional berarti expert (ahli) atau specialist
   (seorang spesialis). Sedangkan pemahaman umum sering dimaksudkan dengan
   seseorang yang bekerja baik dan keras, tanpa menunjuk apa pekerjaan tersebut
   sebagai profesi atau tidak. Hal demikian tersirat pengertian bahwa orang tersebut
   bekerja sebagai layaknya profesional atau orang yang melaksanakan profesi.
          Wirawan (2001) menyatakan bahwa Profesional adalah orang yang
   melaksanakan profesi yang berpendidikan minimal S1 dan mengikuti pendidikan
   profesi atau lulus ujian profesi. Dokter, akuntan, notaries, penasehat hukum,
   psikolog disamping lulus pendidikan S1 dalam bidangnya juga harus mengikuti
8


   pendidikan profesi (dokter, notaris, psikolog) atau lulus ujian profesi ( akuntan
   dan penasehat hukum). Dengan cara itu professional dapat buka praktek
   professional sendiri melayani masyarakat tanpa harus bekerja di suatu organisasi.
          Merujuk pada pengertian tersebut di atas maka seorang pendidik bisa
   disebut sebagai seorang profesional apabila ia melaksanakan profesi guru, berarti
   tidak semua pendidik adalah profesional karena ia bukan guru (lihat kualifikasi
   profesi) tetapi semua guru adalah profesional.
          In line dengan pernyataan Wirawan, dalam UU No 14 Tahun 2005 tentang
   Guru dan Dosen Bvab IV pasal 8, 9 dan 10 ayat (1) dan (2) disebutkan bahwa :
   (1) Pasal 8.
       Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik,
       sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
       tujuan pendidikan nasional.
   (2) Pasal 9.
       Kualifikasi akademik sebagimana dimaksud pada Pasal 8 diperoleh melalui
       pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat.
   (3) Pasal 10, ayat 1.
       Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi
       pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi social, dan kompetensi
       professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
   (4) Pasal 10, ayat 2.
       Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana dimaksud
       pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

              Dengan demikian pendidik professional baik dari Sekolah Dasar
      sampai Sekolah Menengah serendah-rendahnya berpendidikan S1 dan
      memenuhi kualifikasi kompetensi profesi guru sesuai dengan Standar Nasional
      Pendidikan.
              Tetapi pada kenyataannya kondisi guru sekarang secara otomatis tidak
      bisa disebut profesional seluruhnya. Mereka terbagi menjadi 2 kelompok,
      yaitu kelompok pendidik dan kelompok profesional. Pendidik yang bukan
      professional karena mereka melakukan pekerjaan profesi dengan sedikit
      persyaratan profesional atau mereka melakukan pekerjaan diluar tuntutan
      persyaratan profesi.

c. Professionalisme
            Sebagaimana dibahas di atas bahwa guru adalah pekerjaan profesi oleh
   karena itu profesional harus menjujung profesionalisme. Pengertian awam tentang
   professionalisme menunjukkan kerja keras secara terlatih tanpa adanya
9


   persyaratan tertentu. Padahal pemahaman profesionalisme secara scientific adalah
   ide, aliran atau pendapat bahwa suatu profesi harus dilaksanakan oleh professional
   dengan mengacu kepada norma-norma profesionalisme ( Wirawan, 2001 : 9).
            Makna profesionalisme menjadi sangat penting karena mengandung
   nilai-nilai etika moral yang menjadi standar bagi professional dalam menjalankan
   profesinya. Pemahaman tersebut bila dikaitkan dengan konteks guru yang
   professional adalah guru dengan persyaratan tertentu, bekerja dengan mengunakan
   norma-norma sebagai standar profesi dalam kawasan kode etik profesi.
            Supriadi (1999) mengatakan bahwa profesionalisme menunjuk pada
   derajat penampilan seseorang sebagai profesional atau penampilan suatu pekerja
   an sebagai profesi, ada yang profesionalismenya tinggi, sedang, dan rendah.
   Profesionalisme juga mengacu kepada sikap dan komitmen anggota profesi untuk
   bekerja berdasarkan standar yang tinggi dan kode etik profesinya.
            Dengan demikian profesionalisme merupakan performance quality dan
   sekaligus sebagai tuntunan perilaku profesional dalam melaksanakan tugasnya.
   Dan konsekuensinya guru sebagai profesional dituntut untuk bisa bekerja dalam
   koridor profesionalisme.

PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN
a. Pendidikan dan Rekruitmen Guru
   1) Latar Belakang Guru
              Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Supriadi (1997) bahwa
      latar belakang pendidikan guru sewaktu SLTA sebagian besar berasal dari
      SMA (71,7%). Namun sayang sekali tidak disebutkan latar belakang
      sekolahnya. Padahal ini penting untuk mengetahui kecenderungan sikap siswa
      terhadap profesi guru.
              Fakta di sekolah yang dianggap favorit pada tingkat Kabupaten atau
      Kota Besar sebagian kecil atau bahkan jarang siswa yang menduduki rangking
      atas di kelas mempunyai keinginan menjadi guru. Mereka lebih suka memilih
      profesi yang mempunyai prospek secara ekonomis lebih menjanjikan.
              Pada lapisan sekolah di bawahnya, terutama untuk sekolah yang berada
      di pinggiran, jumlah siswa mendaftar pada Fakultas Keguruan agak lumayan
      besar. Tetapi hal tersebut lebih menyangkut pada keterpaksaan karena kondisi
      ekonomi orang tua. Dengan demikian pilihan profesi guru bukan merupakan
      top priority.
10


2) Banyak Guru Tidak Layak Mengajar
         Nurkholis (Suara Merdeka, 8/1/01) mengutip Data Pusat Informatika
  Balitbang Dikbud 1996/1997 ada 3,72% guru SLTA berpendidikan D2, dan
  menurut statistik persekolahan 1995/1996 guru yang tidak memenuhi
  kualifikasi minimal pada tingkat SLTA 26%.
         Angka-angka tersebut di atas menunjukkan betapa parahnya kondisi
  guru yang nota bene berkompeten langsung terhadap peningkatan mutu SDM.
  Mutu SDM macam apa yang diharapkan           bila yang mengelola SDM itu
  sendiri, standar kualifikasi minimalnya saja tidak terpenuhi. Makna lain juga
  menunjukkan betapa rendahnya tingkat profesionalisme guru.
         Fatah (Kompas, 9/12/05) menyatakan jumlah guru yang tidak layak
  mengajar pada SMA ada 75.684 orang. Sedangkan guru yang mengajar tidak
  sesuai dengan keahliannya ada 15% dari seluruh guru dari tingkat SD sampai
  dengan SLTA yang berjumlah 2.6 juta guru.
         Pernyataan Fatah memperkuat argumen bahwa guru masih jauh dari
  nilai-nilai profesionalisme. Pertanyaan yang muncul mengapa mereka
  tergolong guru yang tidak layak mengajar? Padahal pengetahuan awam,
  mereka juga keluaran dari LPTK juga. Kalau begitu bisa dimungkinkan
  LPTK-nya juga tidak bermutu. Ki Supriyoko (Kompas 5/3/04) menyesalkan
  bahwa banyak perguruan tinggi pendidikan menyelenggarakan program
  sarjana “ setengah matang”; dengan cara perkuliahan yang minim dan jaminan
  lulus. Maknanya bermaksud baik meningkatkan kualifikasi akademis melalui
  pensarjanaan guru namun terjebak pada formalitas belaka.
         Alhumami ( Kompas, 2/7/04) menyatakan banyak guru mismatch (
  mengajar tidak sesuai dengan keahlian) mengindikasikan : pertama sembarang
  orang bisa menjadi guru, dan kedua jelas tidak mempunyai kompetensi untuk
  mengajar mata pelajaran yang bukan bidang keahliannya sehingga dapat
  menurunkan mutu aktivitas pembelajaran.
         Lengkap sudah wajah bopengnya guru, dan hal tersebut mengindikasi
  kan perlu pembenahan secara darurat. Bagaimana mungkin sikap profesional
  isme bisa diharapkan dari mereka kalau mereka sendiri sedang dalam masalah
  besar. Konsekuensinya pendidikan yang bermutu masih sangat sulit
  diharapkan.
11


b. Beban Kerja Guru
         Aplikasi kurikulum 2004 atau yang terkenal dengan sebutan kurikulum
  berbasis kompetensi (KBK) tampaknya tidak berjalan mulus sebagaimana
  diharapkan. Gejala tersebut muncul karena tujuan KBK tidak dipahami dengan
  benar, baik oleh guru maupun pengelola pendidikan itu sendiri. Namun yang
  terjadi paradigma KBK masih disikapi dengan pola tradisional, artinya tidak
  terjadi perubahan substansial pada tataran pembelajaran.
         Menurut Bagir (Kompas, 20/2/04) tujuan KBK adalah menyiapkan anak
  didik untuk meraih kesejahteraan dan kebahagiaan hidup (well being), yang
  seharusnya menjadi tujuan puncak segenap proses pendidikan. Konsep tersebut
  menuntut guru well trained dalam memandu pengembangan potensi siswa, yaitu
  dengan mengedepankan penguasaan kompetensi yang hendak dibangun lewat
  pemberian materi pelajaran.
         Tetapi pemanduan tersebut hanya dapat terjadi pada sebagian siswa saja
  karena jumlah siswa di kelas masih terlalu padat. Besarnya kelas mencerminkan
  besarnya beban guru. Sebagai ilustrasi seorang guru PPKn wajib mengajar 24 jam
  menurut Standar Pelayanan Minimal (SPM). Alokasi waktu yang disediakan
  adalah 2 jam pelajaran / minggu. Dengan demikian dia wajib mengajar sebanyak
  12 kelas. Sedangkan jumlah siswa per kelas biasanya sekitar 40 anak. Jadi jumlah
  siswa yang harus dilayani oleh seorang guru PPKn adalah sebanyak 480 siswa.
         Dan apabila dalam satu semester melakukan evaluasi sebanyak empat kali
  berarti harus mengkoreksi minimal 1920 lembar jawaban. Seandainya waktu yang
  diperlukan untuk mengkoreksi 5 menit per lembar, ia menghabiskan waktu 9600
  menit atau 160 jam. Selanjutnya masih ditambah dengan waktu koreksi tugas
  siswa yang rata-rata ada 3 nilai tugas. Dan bila waktu yang digunakan untuk
  koreksi 3 menit per lembar, keseluruhan waktu yang dibutuhkan adalah 480 x 3 x
  3 = 4320 menit atau 72 jam. Jadi khusus untuk koreksi evaluasi yang demikian
  saja menghabiskan waktu 232 jam atau 29 hari kerja. Selain itu masih ada lagi
  tugas tambahan yang harus di emban di sekolah.
         Dengan pertimbangan di atas, tugas guru terasa begitu berat maka sistem
  alokasi jumlah jam mengajar minimal perlu ditinjau kembali apalagi kurikulum
  2004 (KBK) kompetensi anak sebagai sasaran. Sehingga dalam KBK jumlah
  siswa dalam kelas perlu dibatasi sesuai dengan kemampuan guru yang berorientasi
  pada layanan individu-individu bukan pada kelompok. Karena sasaran orientasi
12


   berubah, dampak terhadap proses belajar mengajar pun bergeser kepada pengu
   tamaan pelayanan prima terhadap siswa dalam mengembangkan potensi. Bisa
   diprediksikan bila system alokasi jumlah jam mengajar ini terus berlanjut, guru
   sulit merespond terhadap substansi KBK, sehingga kurikulum 2004 dilaksanakan
   sebagaimana layaknya kurikulum 1994. Tidak ada perubahan.
          Oleh karena itu, dalam KBK, besarnya kemampuan guru dalam
   memberikan pelayanan kepada siswa sebaiknya menjadi bahan pertimbangan
   dalam mengatur kewajiban guru mengajar, bukannya pada jumlah kewajiban
   minimal guru mengajar. Sehingga guru lebih berfokus pada usaha pelayanan
   terhadap individu-individu siswa, dan mempunyai peluang        mengembangkan
   kemampuan profesionalnya.

c. Pembinaan dan Karier Guru
   1) DP3 dan Pembinaan Guru
             Setiap tahun Kepala Sekolah melakukan penilaian pekerjaan terhadap
      guru namun hampir bisa dipastikan bahwa keseluruhan hasil penilaian dalam
      .kriteria baik. Bahkan ada kecenderungan terdapat kenaikan secara terus me
      nerus seberapapun kecilnya untuk setiap tahunnya. Dengan demikian semakin
      senior seorang guru semakin tinggi nilainya.
             Fakta tersebut di atas menunjukkan seolah-olah telah terjadi peningkat
      an kinerja guru dari tahun ke tahun namun sebetulnya adalah pelestarian
      budaya senioritas di sekolah. Guru senior, mengajarnya lebih lama, akan tetap
      memperoleh nilai lebih baik dari pada guru yunior. Padahal sesungguhnya
      belum tentu guru senior mempunyai kinerja lebih baik. Bila penilaian DP3
      dilakukan dengan fair dan obyektif diprediksikan dapat menimbulkan konflik
      tersembunyi antara Kepala Sekolah dengan guru senior tersebut. Kondisi ini
      terjadi karena budaya yang dibangun sejak awal oleh Kepala Sekolah, lebih
      suka menghindari konflik daripada mengelolanya.
             Dampak terhadap Kepala Sekolah dapat menimbulkan kesulitan bila
      mana pada suatu saat akan menindak guru yang betul-betul indisipliner.
      Apalagi Kepala Sekolah sendiri tidak mempunyai data atau file kinerja guru
      tersebut secara baik. Sedang dampaknya terhadap guru,         DP3 dianggap
      sebagai formalitas belaka untuk memenuhi syarat administratif, tidak ada
13


   kaitannya dengan kinerjanya, toh hasilnya sudah bisa diketahui. Model
   penilaian kinerja guru dengan DP3 yang sudah tidak ada objektivitasnya; akan
   menyulitkan Kepala Sekolah dalam kerangka membangun budaya kerja yang
   sehat di sekolah. Simpulannya pembinaan profesionalisme guru melalui
   instrumen DP3 sulit untuk diwujudkan.


2) Guru Berprestasi Minim Penghargaan
          DP3 berfungsi untuk persyaratan kenaikkan pangkat pegawai. Namun
   sistem penilaian DP3 tidak lagi bisa mencerminkan kinerja guru yang
   sesungguhnya. Guru tidak perlu bekerja keras agar DP3-nya mendapat nilai
   baik, karena kinerja guru seperti apapun, Kepala Sekolah tidak akan berani
   memberikan penilaian yang obyektif. Sehingga bisa saja terjadi guru yang
   sering membolos kenaikan pangkatnya lancar dibanding dengan guru yang
   rajin. Kasus ini terjadi karena guru yang malas, rajin mengurus kenaikan
   pangkat, sedangkan guru yang rajin malah sebaliknya.
          Pengaruh penilaian DP3 demikian terhadap guru berprestasi dapat
   menimbulkan kecemburuan karena dedikasi dan prestasinya tidak mendapat
   penghargaan yang memadai. Hal ini lebih disebabkan oleh DP3 itu sendiri
   yang tidak mempunyai daya pembeda; skor bisa saja berbeda tetapi masih
   dalam rentang kriteria yang sama, yaitu baik. Sehingga efek yang ditimbulkan
   sama, yaitu sama-sama bisa digunakan untuk kenaikan pangkat, dan mendapat
   honor yang sama bila kedua guru tersebut dalam golongan pangkat yang sama.
          Maknanya hak-hak guru berprestasi belum bisa diberikan oleh
   pemerintah secara fair karena semua guru mendapat perlakuan yang sama dari
   pemerintah. Oleh karena itu DP3 yang demikian dapat memunculkan
   kekhawatiran surutnya motivasi berprestasi dan menurunkan semangat
   profesionalisme guru.

3) Senioritas Dalam Promosi Kepala Sekolah
          Pepatah yang mengatakan “The right man in the right place” mempu-
   nyai makna yang dalam berkait erat dengan penempatan seseorang pada suatu
   jabatan tertentu. Karena setiap jabatan pada dasarnya mempunyai sifat dan
   karakter tertentu yang memerlukan orang dengan ketrampilan dan keahlian
   yang tertentu pula. Sebagaimana layaknya jabatan kepala sekolah, tidak bisa
14


sembarang orang menduduki jabatan tersebut. Oleh karena itu guru yang akan
menduduki jabatan Kepala Sekolah berkewajiban memenuhi beberapa
persyaratan yang sudah ditentukan. Sehingga dasar yang menjadi landasan
seseorang untuk menduduki jabatan Kepala Sekolah bukan masalah senioritas
melainkan kecakapannya.
       Sebagai ilustrasi, untuk Kabupaten Banjarnegara dalam petunjuk teknis
pelaksanaan bagi Guru yang akan diberi tugas tambahan sebagai Kepala
sekolah, komponen masa kerja mendapatkan penilaian yang signifikan.
Seorang guru dengan masa kerja di atas 20 tahun memperoleh skor 5 dengan
bobot 2,5 = 12,5. Sedangkan guru yang bermasa kerja 10 s.d 12 tahun
mendapatkan skor 1 dengan bobot 2 = 2. Tampak sekali bahwa peraturan ini
mengindikasikan paham senioritas terasa kental dan memberikan peluang
yang sangat besar, seolah-olah jabatan tersebut dianggap layaknya harta
warisan dimana yang tertua berpeluang besar untuk menguasainya.
       Berkait erat dengan masa kerja adalah usia maksimum seseorang
masih diperkenankan untuk menjadi kepala sekolah, yaitu 56 tahun.
Sementara Usia pensiun guru adalah 60 tahun. Bila guru tersebut diangkat
menjadi Kepala Sekolah, berarti tinggal 4 tahun. Dengan mempertimbangkan
umur dan sisa masa kerja, bisa diprediksikan bahwa Kepala Sekolah tersebut
tentu sudah tidak menyukai perubahan karena bisa menimbulkan konflik
meskipun sebagai dinamika.
       Hal yang demikian tentu bertentangan dengan fungsi kepala sekolah
sebagai the agent of changes yang mengandung banyak resiko. Padahal
pengambilan keputusan yang bermutu bisa diukur dari kandungan resiko yang
ditimbulkan, pengertiannya kemungkinan resiko itu muncul bila faktor
pendukungnya ada. Dan disinilah akan terlihat bobot leadership seseorang
karena dia mampu memperhitungkan serta mengantisipasi resiko.
       Dari pemaparan di atas, konsep seleksi kepala sekolah dengan
memasukkan unsur senioritas sangat jelas bertentangan dengan pembinaan
profesionalisme. Dan juga senioritas tidak mesti identik dengan pengalaman.
Oleh karena itu faktor yang paling rasional dalam pengangkatan kepala seko-
lah adalah berdasarkan pada kompetensi kepala sekolah, bukan pada yang
lain termasuk senioritas.
15


d. Guru Semakin Terbelakang
   1) Penggajian Guru dan Kesejahteraan
             Sejak diberlakukan angka kredit kenaikan pangkat, guru golongan III
      kenaikan pangkatnya rata-rata dapat ditempuh dalam waktu 2 tahun dan sangat
      jarang yang ditempuh dalam 3 tahun apalagi sampai 4 tahun. Sehingga dalam
      jangka waktu yang relatif pendek sekitar 8-10 tahunan guru sudah bisa
      menduduki golongan IV/a. Pada masa penilaian tersebut dapat disebut
      layaknya jalan bebas hambatan karena hampir semua guru bisa dipastikan naik
      pangkat dalam waktu yang sangat cepat. Dalam keadaan demikian sulit untuk
      dibedakan mana guru yang berdedikasi dan berkomitmen dengan yang tidak.
             Sedangkan motivasi yang mendasari dapat diasumsikan karena dengan
      percepatan kenaikan pangkatnya berdampak pada perubahan peningkatan
      finansial dan status. Berapapun kecilnya penambahan gaji dapat merangsang
      guru peduli pada kenaikan pangkatnya. Efek berikutnya adalah peningkatan
      status pada Daftar Urut Kepangkatan yang dapat membawa pengaruh
      psikologis pada guru tersebut. Oleh karena itu apapun bentuknya kesejahtera
      an merupakan faktor pendorong kuat bagi guru dalam meningkatkan kinerja
      nya. Padahal semua orang tahu bahwa tambahan penghasilan untuk setiap
      jenjang kenaikan pangkat yang dicapai ≥ 2 tahun tidak lebih dari tujuh puluh
      lima ribu rupiah, dan kebutuhan hidup meningkat dengan cepat layaknya deret
      hitung. Kondisi ini berarti posisi kesejahteraan guru tetap dalam keadaan
      jomplang tidak sebanding dengan pengabdianya bilamana guru disebut
      sebagai profesi.
             Namun dalam perjalanan karier kenaikan pangkat berikutnya fakta
      menunjukkan bahwa hampir-hampir seluruh guru macet tak bergeming dari
      golongan IV/a. Hal tersebut disebabkan adanya persyaratan pengembangan
      profesi untuk kenaikan dari IV/a ke IV/b. Bermula dari sini baru bisa terlihat
      siapa-siapa guru yang potensial dan yang tidak. Bagi guru berkomitmen
      rendah persyaratan pengembangan profesi dianggap beban yang sangat berat
      yang perolehan finansialnya dari kenaikkan golongan IV/b dinilai tidak
      sebanding.
             Keadaan ini bertolak belakang bagi guru yang berkomitmen tinggi,
      kinerjanya tak berpengaruh oleh persyaratan pengembangan profesi tetapi
16


  malah menjadikan persyaratan tersebut sebagai sarana pengembangan
  profesinya menuju profesionalisme. Meskipun penambahan finansial dari
  kenaikan golongan IV/a ke IV/b juga tidak seberapa. Idealnya peningkatan
  gaji pokok pada golongan tersebut perlu ditinjau kembali, sebab tidak semua
  guru bisa mencapai ke jenjang IV/b dan seterusnya, sehingga ada korelasi
  yang signifikan dengan pembinaan professionalisme.
         Kondisi kesejahteraan guru yang memprihatinkan, mengisyaratkan
  perlunya perubahan secepatnya system penggajian guru berbeda dengan
  pegawai negeri lainnya. Dampak dari system penggajian sekarang, guru tidak
  mampu mengalokasikan gajinya untuk membeli buku apalagi melakukan
  saving. Dapatlah dimaklumi kalau referensi bacaan guru kebanyakan berupa
  LKS-LKS atau buku-buku untuk siswa dari penerbit sebagai kompensasi atas
  dipakainya buku tersebut untuk siswanya. Maka tidaklah mengherankan bila
  guru bukannya semakin maju tetapi malah berjalan ditempat atau bahkan
  mundur karena LKS atau buku tersebut tidak dapat memberikan nilai tambah
  pengetahuan baru bagi guru. Dan guru sudah bukan lagi sumber ilmu bagi
  anak didiknya karena mereka sudah memperoleh nya dari berbagai media baik
  cetak atau elektronika. Tetapi semoga guru tidak ditinggalkan oleh murid-
  muridnya.


2) Ekonomi Lemah dan Budaya Hedonis
         Indonesia yang berpenduduk besar berpeluang dijadikan sasaran pasar
  ekonomi kapitalis Pengaruh. Globalisasi dan modernisasi memberikan corak
  akselerasi perubahan life style, dan. berbagai jenis barang dari luar negeri
  mengalir deras ke Indonesia sehingga banyak products ditawarkan di pasaran.
  Dengan produk tersebut menyebabkan hidup menjadi mudah dan nyaman, dan
  semua orang menginginkannya.
         Namun konsekuensi yang harus dibayar cukup mahal, yaitu
  konsumerisme. Dan gurupun, tak terkecuali, terjebak pada gaya hidup
  hedonis. Resikonya fatal, mereka terjerat oleh Bank karena gaji guru yang
  sudah terlalu kecil; tidak cukup untuk membiayai kebutuhan yang bersifat
  primer apalagi membiayai gaya hidup, jelas tidak tercover.
17


       Berikut gambaran penerimaan gaji seorang guru Golongan IV/a,
dengan seorang isteri dan dua anak :
Penerimaan
1. Gaji Pokok                Rp. 1.276.600
2. Tunjangan Isteri          Rp. 127.660
3. Tunjangan Anak            Rp.    51.064
3. Tunjangan Fungsional      Rp. 262.500
4. Tunjangan Beras           Rp. 120.360
5. Tunjangan PPh             Rp.    29.541
6. Pembulatan                Rp.        48
Jumlah Penerimaan                                  Rp. 1.867.773
Potongan
1. Taspen                    Rp.   145. 532
2. PPh                       Rp.     29.541
3. Perumahan                 Rp.     10.000
Jumlah Potongan                                    Rp. 185.073
Penerimaan Bersih                                  Rp. 1.682.700

       Dari gaji Rp. 1.682.700 dialokasikan untuk kebutuhan hidup di kota
kecil dengan standard minimal yang meliputi : Makan, transportasi,
telekomunikasi, PAM, Listrik, kesehatan, biaya sekolah, sosial, dan
perumahan, dll.
Penerimaan gaji                                              Rp. 1.682.700
Pengeluaran
1. Transport guru (24 x Rp. 4000)            Rp.    96.000
2. Makan (4 orang x 3 x 30 x Rp. 3000)       Rp. 1.080.000
3. Rekening Telpon rumah                     Rp.    75.000
4. Rekening PAM                              Rp.    45.000
5. Rekening Listrik                          Rp.    80.000
6. Gas                                       Rp.    56.000
6. Transport dan uang saku (2x5000x24)       Rp. 240.000
7. Dana kesehatan (4x Rp. 35.000)            Rp. 140.000
8. Dana Sosial (2x20.000)                    Rp.    40.000
9. Dana Perumahan                            Rp.   50.000
Jumlah Pengeluaran                                           Rp. 1.852.000
Saldo Minus                                                  Rp. 170.000

       Status ekonomi guru yang begitu lemah, dengan hidup gali lobang
tutup lobang jelas-jelas tidak dapat mendukung kinerja guru. Dan sampai
kapanpun profesionalisme akan masih tetap menjadi barang langka apabila
kebutuhan yang bersifat primer saja belum terpenuhi. Oleh karena itu bila
negara komit pada pengembangan SDM maka yang pertama kali perlu
dipertimbangkan adalah gaji guru, setelah itu profesionalisme. Tuntutan
profesionalisme tidak akan jalan tanpa perimbangan gaji yang memadai.
18


PENUTUP
a. Kesimpulan
         Tak pelak lagi bahwa guru tak bisa lepas dari tudingan sebagai salah satu
  penyebab terpuruknya SDM Indonesia karena guru dianggap sebagai faktor
  determinan. Pemerintah menyadari, meskipun terlambat, pemberdayaan guru
  masalah yang sangat urgen dan darurat untuk ditangani. Dan gaungnyapun begitu
  keras sehingga guru diwacanakan sebagai profesi sebagaimana profesi pengacara,
  dokter ataupun akuntan. Profesi yang dipahami secara ilmiah dengan pengertian
  sebagai berikut :
     1. Berdasarkan ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui pendidikan atau
         pelatihan.
     1. Pengetahuaan tersebut memuat teknik-teknik bekerja
     2. Adanya standar kompetensi yang ditetapkan
     3. Adanya prosedur kerja
     4. Bekerja demi pelanggan
     5. Dibutuhkan oleh masyarakat
     6. Mengutamakan kualitas
     7. Menjunjung kode etik Profesi
     8. Mempunyai Organisasi Profesi
     9. Mempunyai Badan Kehormatan Profesi
         Karena guru sebagai profesi, berdasarkan criteria tersebut sudah barang
  tentu tidak semua orang yang mengajar bisa disebut guru. Dan secara otomatis
  para guru adalah Profesional yang harus bekerja dalam koridor Profesionalisme.
  Dan kesemua itu merupakan tantangan dan tuntutan agar ke depan guru bertindak
  professional.
         Program pemberdayaan yang demikian baik, sudah diduga sebelumnya
  tentu tidak akan berjalan mulus, banyak kendala yang dihadapi. Karena guru
  sendiri masih terbelenggu pada permasalahan sendiri yang sangat sulit untuk
  diatasi. Dan permasalahan tersebut sangat beragam yang diantaranya adalah :

  1. Pendidikan dan Rekruitmen Guru
             Pendidikan dan rekruitmen guru yang tidak mendapatkan peluang
     memperoleh input siswa yang baik, bermotivasi tinggi untuk menjadi guru.
     Atau guru menjadi profesi terbuka karena sembarang orang ,tanpa
19


   memeperhatikan persyaratannya, bisa menjadi guru. Sehingga guru bukan
   merupakan pilihan prioritas profesi dalam hidupnya. Dan akibatnya banyak
   guru yang tak layak mengajar di SMA.

2. Beban Kerja Guru.
              Standard Pelayanan Minimal yang mewajibkan guru harus mengajar
   24 jam per minggu tampaknya sudah tidak sesuai lagi dengan dengan
   Kurikulum 2004 (KBK) yang lebih mengedepankan prioritas layanan kepada
   pengembangan potensi siswa, dengan model tuntas belajar. KBK menuntut
   guru bekerja ekstra pada focus kompetensi individu siswa. Oleh karena itu
   semakin kecil alokasi jam mengajar suatu mata pelajaran berarti semakin besar
   beban guru mengajar. Permasalahan lain yang muncul adalah bahwa
   paradigma KBK masih disikapi dengan pola tradisional, artinya tidak terjadi
   perubahan substansial pada tataran pembelajaran.

3. Pembinaan dan Karier Guru
              Instrumen DP3 tidak lagi mencerminkan performance seseorang
   karena lebih berfungsi sebagai formalitas belaka. Dan hampir bisa dipastikan
   bahwa DP3 bukan merupakan penilaian tahunan tetapi lebih merupakan
   penilaian kumulatif sehingga semakin senior seseorang, semakin tinggi nilai
   yang diperolehnya. Oleh karena itu pembinaan guru melalui DP3 tidak bisa
   efektif.
              Karena DP3 tidak dapat berfungsi dengan baik konsekuensinya semua
   guru mendapat prestasi yang sama. Dengan kata lain DP3 tidak mempunyai
   daya pembeda yang mampu membedakan guru potensial dan yang bukan.
   Perlakuan yang demikian tentu tidak adil karena guru yang kinerjanya baik
   atau guru berprestasi mendapat apresiasi minim penghargaan yang tidak layak
   sehingga bisa menyurutkan achievement motivation.
              Model pembinan dengan DP3 memungkinkan guru senior memperoleh
   skor yang sangat tinggi namun karena implementasinya senioritas umur belum
   tentu sama dengan senioritas pengalaman. Konsep The right man in the right
   place” berkait erat dengan penempatan seseorang pada suatu jabatan tertentu.
   Karena setiap jabatan pada dasarnya mempunyai sifat dan karakter tertentu
   yang memerlukan orang dengan ketrampilan dan keahlian yang tertentu pula.
   Dengan demikian pembinaan guru menjadi kepala sekolah melalui senioritas
   sudah tidak bisa dipertahankan
20


   4. Guru Semakin Terbelakang
             Diketahui bahwa tambahan penghasilan untuk setiap jenjang kenaikan
      pangkat yang dicapai ≥ 2 tahun tidak lebih dari tujuh puluh lima ribu rupiah,
      dan kebutuhan hidup meningkat dengan cepat layaknya deret hitung. Sehingga
      posisi kesejahteraan guru tetap dalam keadaan jomplang tidak sebanding
      dengan pengabdianya bilamana guru disebut sebagai profesi. Dan dampaknya
      dari system penggajian sekarang, guru tidak mampu mengalokasikan gajinya
      untuk membeli buku apalagi melakukan saving. Akibat selanjutnya adalah
      guru selalu tertinggal dari perkembangan ilmu pengetahuan.
             Status ekonomi guru yang begitu lemah, dan masih diperparah dengan
      gaya hidup hedonis menyebabkan guru terjerat hutang pada Bank. Sehingga
      guru sudah tidak bisa mengharapkan gaji untuk kesejahteraannya melainkan
      hanya untuk menutup hutang. Dan resiko yang paling mungkin adalah guru
      bekerja bukan karena profesi untuk memberikan layanan pengembangan
      potensi siswa tetapi bagaimana mencari celah agar memperoleh uang di luar
      pekerjaannya untuk menutupi kebutuhannya.
          Permasalahan guru yang begitu kompleks, bisa jadi profesionalisme guru
   mentah menjadi sebuah Utopia. Dan SDM Indonesia-pun tetap terbelakang.

b. Saran-Saran
          Besarnya tuntutan masyarakat terhadap guru dapat dilihat dari banyaknya
   sorotan yang ditujukan kepadanya baik melalui media cetak maupun elektronika.
   Dan kritikan yang paling tajam tentang keterlibatan guru dalam mengkontribusi
   rendahnya SDM Indonesia. Namun guru sendiri sebetulnya sedang menghadapi
   masasalah internal sehubungan dengan profesionalisme. Ada prasyarat yang harus
   dipenuhi bila mengharap para pendidik menjadi professional. Oleh karena itu
   wacana guru sebagai profesi perlu diberikan apresiasi yang sepadan, sehingga
   tidak seperti yang terjadi sekarang penuh dengan permsalahan. Dengan
   mencermati pemahaman pengertian tentang profesi, professional dan professional
   isme serta kondisi permasalahan guru yang di hadapi, secepat dilakukan
   pembenahan-pembenahan yang diantaranya meliputi :

   1) Pendidikan dan Rekruitmen guru
             Untuk mendapat input calon guru yang berkualitas dalam rekruitmen
      perlu dipertimbangkan kembali keberadaan Sekolah Pendidikan Guru (SPG).
21


   Namun tidak perlu membangun sekolah SPG lagi, cukup dengan
   memanfaatkan keberadaan SMA. Sedangkan lulusannya diarahkan untuk
   memasuki LPTK, bukan untuk perguruan tinggi yang lain.
          Tentang keberadaan LPTK, kuantitasnyapun harus dibatasi dan dikelo
   la oleh Perguruan Tinggi yang berkualitas. Dalam penerimaan siswa calon
   guru SLTA di LPTK, konsisten mempertimbangkan keseimbangan antara
   lulusan dan kebutuhan guru. Dengan demikian LPTK mampu menyediakan
   guru secara kontinyu, sehingga tidak sembarang lulusan bisa menbjadi guru.

2) Beban Kerja guru
          Kewajiban mengajar dengan alokasi jam mengajar memunculkan
   permasalahan serius bagi guru dan sekaligus sebagai kendala yang bisa
   mengganggu peningkatan mutu siswa. Konsep tuntas belajar pada Kurikulum
   2004 mengisyaratkan kepedulian layanan individu menjadi prioritas. Oleh
   karena itu konsep beban kewajiban jam mengajar tidak relevan, dan perlu
   disesuaikan dengan substansi Kurikulum 2004, sehingga perlu merujuk pada
   besarnya layanan guru kepada siswa.

3) Pembinaan dan Karier guru
          Fungsi DP3 sebagai sarana pembinaan guru tidak berjalan dengan baik
   karena budaya yang dibangun sejak awal tidak mencerminkan performance
   guru. Konsekuensinya, dengan DP3 guru potensial tidak mendapat apresiasi
   yang wajar atas prestasinya. Bertalian dengan konsep guru sebagai profesi
   yang bekerja demi pelanggan dan mengutamakan kualitas maka sudah
   selayaknya kalau suara siswa mulai dipertimbangkan. Sesungguhnya apresiasi
   berawal dari siswa untuk selanjutnya sekolah dapat menindaklanjuti.

4) Kesejahteraan dan Kompetensi Guru
          Kondisi kesejahteraan guru yang memprihatinkan, mengisyaratkan
   perlunya perubahan secepatnya system penggajian guru berbeda dengan
   pegawai negeri sipil lainnya. Dan di dalamnya juga dimasukkan tunjangan
   pengembangan profesi. Sehingga melalui system yang baru tersebut
   diharapkan guru mampu mengikuti perkembangan jaman dan mengembang
   kan profesinya.
22


                              DAFTAR PUSTAKA
Alhumami, Amich. 2004. 2 Juli. Tiga Isu Kritis Pendidikan. Kompas, h. 5

Bagir, Haidar. 2004, 20 Pebruari. Salah Paham Ihwal KBK. Kompas, h. 5

Biro Hukum dan Organisas Depdiknas. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia :
        Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta

Carr, David. 2000. Profesionalism and Ethics in Teaching. London : Routledge

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-undang Sisdiknas no 20. Jakarta.

Direktorat Dikmenum Depdiknas. 2003. Pedoman Penyusunan StandarPelayanan
         minimal Penyelenggaraan Persekolahan Bidang Dikdasmen. Jakarta

Direktorat Dikmenum Depdiknas. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
         Sekolah Ed. 3. Jakarta

Fatah, Nanang. 2005, 9 Desember. Banyak Guru Tidak Layak Mengajar. Kompas, h.
         12
Gilley, Jerry W. Dan Eggland, Steven A. 1991. Principles of Human Resource
         Development. Massachusetts : Addison-Wessley Publising Company, INC.

Imron, Ali. 1995. Pembinaan guru di Indonesia. Jakarta : Pustaka Jaya

Ki Supriyoko. 2004, 5 Maret. Problem Kultural Pendidikan Kita. Kompas h. 4

LPMI. 2004, 6 Nopember. Fokus : Menanti Lonjakan Kualitas Bangsa. Kompas, h.
        44.
Muzaki dan Komalasari, Dewi. 2006. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14
        Th 2005 Tentang Guru dan Dosen. Jakarta : BP. Pustaka Karya.

Nata, Abudin. 2003. Manajemen Pendidikan : Mengatasi Kelemahan pendidikan
        Islam di Indonesia. Jakarta : Prenada Media.

Nurkolis. 2001, 8 Januari. Kurikulum Baru VS Kualitas Guru. Suara Merdeka, h. VI

Sinar Grafika. 2001. Undang-Undang Otonomi Daerah 1999. Jakarta

Soekartawi. 2004, 18 oktober. Pembangunan Pendidikan Perlu Keberanian Kerja
        Keras, dan Skala Prioritas. Kompas, h. 45

Supriadi, Dedi. 1999. Mengangkat Citra Guru dan Martabat Guru. Yogyakarta :
         Adicita Karya Nusa.

Taruna. 2005. Februari. Guru Sebagai Profesi dan/atau Pekerja. Derap Guru No. 61
         Th. V, h. 26

Wirawan, 2001. Evaluasi Program Pendidikan : Bahan Kuliah Program Studi
       Magister Pendidikan. Jakarta : UHAMKA Press.

Contenu connexe

Tendances

EDUP3083 : ASAS KEPIMPINAN DAN PEMBANGUNAN PROFESIONALISME GURU : PENULISAN A...
EDUP3083 : ASAS KEPIMPINAN DAN PEMBANGUNAN PROFESIONALISME GURU : PENULISAN A...EDUP3083 : ASAS KEPIMPINAN DAN PEMBANGUNAN PROFESIONALISME GURU : PENULISAN A...
EDUP3083 : ASAS KEPIMPINAN DAN PEMBANGUNAN PROFESIONALISME GURU : PENULISAN A...Harry Elson Anderson (IPGK Pulau Pinang)
 
Usaha-usaha untuk Merealisasikan Transformasi Keguruan sebagai Profesion Pilihan
Usaha-usaha untuk Merealisasikan Transformasi Keguruan sebagai Profesion PilihanUsaha-usaha untuk Merealisasikan Transformasi Keguruan sebagai Profesion Pilihan
Usaha-usaha untuk Merealisasikan Transformasi Keguruan sebagai Profesion PilihanSherly Jewinly
 
Upaya Meningkatkan Profesionalitas Guru
Upaya Meningkatkan Profesionalitas GuruUpaya Meningkatkan Profesionalitas Guru
Upaya Meningkatkan Profesionalitas GuruEliza Isandhyta
 
Makalah profesionalisme guru
Makalah profesionalisme guruMakalah profesionalisme guru
Makalah profesionalisme guruemy mila
 
Laluan kerjaya dalam profesion keguruan
Laluan kerjaya dalam profesion keguruanLaluan kerjaya dalam profesion keguruan
Laluan kerjaya dalam profesion keguruanMunirah Muni
 
Hakekat profesi kependidikan
Hakekat profesi kependidikanHakekat profesi kependidikan
Hakekat profesi kependidikanNdang Pratama
 
Assighnment 3083 etika guru
Assighnment 3083 etika guruAssighnment 3083 etika guru
Assighnment 3083 etika guruShila Daly
 
GURU DIANGGAP SATU JAWATAN YANG MULIA: PRO & KONTRA
GURU DIANGGAP SATU JAWATAN YANG MULIA: PRO & KONTRAGURU DIANGGAP SATU JAWATAN YANG MULIA: PRO & KONTRA
GURU DIANGGAP SATU JAWATAN YANG MULIA: PRO & KONTRAFazHani Faz
 
Makalah menjadi seorang guru yang ideal dan inovatif
Makalah menjadi seorang guru yang ideal dan inovatifMakalah menjadi seorang guru yang ideal dan inovatif
Makalah menjadi seorang guru yang ideal dan inovatifM Haris Wijaya
 
Ejournal 2 peningkatan kompetensi guru bidang pendidikan_jemmi ardiansyah
Ejournal 2 peningkatan kompetensi guru bidang pendidikan_jemmi ardiansyahEjournal 2 peningkatan kompetensi guru bidang pendidikan_jemmi ardiansyah
Ejournal 2 peningkatan kompetensi guru bidang pendidikan_jemmi ardiansyahAGUS SETIYONO
 
Stress dikalangan-guru
Stress dikalangan-guruStress dikalangan-guru
Stress dikalangan-guruAhmad NazRi
 
Profesi kependidikan
Profesi kependidikanProfesi kependidikan
Profesi kependidikanLeo Da Mees
 
makalah profesi keguruan
makalah profesi keguruanmakalah profesi keguruan
makalah profesi keguruanSanti Susanti
 

Tendances (19)

EDUP3083 : ASAS KEPIMPINAN DAN PEMBANGUNAN PROFESIONALISME GURU : PENULISAN A...
EDUP3083 : ASAS KEPIMPINAN DAN PEMBANGUNAN PROFESIONALISME GURU : PENULISAN A...EDUP3083 : ASAS KEPIMPINAN DAN PEMBANGUNAN PROFESIONALISME GURU : PENULISAN A...
EDUP3083 : ASAS KEPIMPINAN DAN PEMBANGUNAN PROFESIONALISME GURU : PENULISAN A...
 
Makalah Masalah Profesi Guru
Makalah Masalah Profesi GuruMakalah Masalah Profesi Guru
Makalah Masalah Profesi Guru
 
Makalah daspen
Makalah daspenMakalah daspen
Makalah daspen
 
Makalah profesi keguruan
Makalah profesi keguruanMakalah profesi keguruan
Makalah profesi keguruan
 
Usaha-usaha untuk Merealisasikan Transformasi Keguruan sebagai Profesion Pilihan
Usaha-usaha untuk Merealisasikan Transformasi Keguruan sebagai Profesion PilihanUsaha-usaha untuk Merealisasikan Transformasi Keguruan sebagai Profesion Pilihan
Usaha-usaha untuk Merealisasikan Transformasi Keguruan sebagai Profesion Pilihan
 
Upaya Meningkatkan Profesionalitas Guru
Upaya Meningkatkan Profesionalitas GuruUpaya Meningkatkan Profesionalitas Guru
Upaya Meningkatkan Profesionalitas Guru
 
Makalah permasalan guru dan solusinya
Makalah permasalan guru dan solusinyaMakalah permasalan guru dan solusinya
Makalah permasalan guru dan solusinya
 
Makalah profesionalisme guru
Makalah profesionalisme guruMakalah profesionalisme guru
Makalah profesionalisme guru
 
Laluan kerjaya dalam profesion keguruan
Laluan kerjaya dalam profesion keguruanLaluan kerjaya dalam profesion keguruan
Laluan kerjaya dalam profesion keguruan
 
Hakekat profesi kependidikan
Hakekat profesi kependidikanHakekat profesi kependidikan
Hakekat profesi kependidikan
 
Assighnment 3083 etika guru
Assighnment 3083 etika guruAssighnment 3083 etika guru
Assighnment 3083 etika guru
 
GURU DIANGGAP SATU JAWATAN YANG MULIA: PRO & KONTRA
GURU DIANGGAP SATU JAWATAN YANG MULIA: PRO & KONTRAGURU DIANGGAP SATU JAWATAN YANG MULIA: PRO & KONTRA
GURU DIANGGAP SATU JAWATAN YANG MULIA: PRO & KONTRA
 
Makalah menjadi seorang guru yang ideal dan inovatif
Makalah menjadi seorang guru yang ideal dan inovatifMakalah menjadi seorang guru yang ideal dan inovatif
Makalah menjadi seorang guru yang ideal dan inovatif
 
Ejournal 2 peningkatan kompetensi guru bidang pendidikan_jemmi ardiansyah
Ejournal 2 peningkatan kompetensi guru bidang pendidikan_jemmi ardiansyahEjournal 2 peningkatan kompetensi guru bidang pendidikan_jemmi ardiansyah
Ejournal 2 peningkatan kompetensi guru bidang pendidikan_jemmi ardiansyah
 
Stress dikalangan-guru
Stress dikalangan-guruStress dikalangan-guru
Stress dikalangan-guru
 
Guru profesional
Guru profesionalGuru profesional
Guru profesional
 
Etika Guru
Etika GuruEtika Guru
Etika Guru
 
Profesi kependidikan
Profesi kependidikanProfesi kependidikan
Profesi kependidikan
 
makalah profesi keguruan
makalah profesi keguruanmakalah profesi keguruan
makalah profesi keguruan
 

En vedette

Презентација бизнис
Презентација бизнисПрезентација бизнис
Презентација бизнисPhilip Evans
 
φωτογραφια η τελειότητα της λήψης!!!
φωτογραφια   η τελειότητα της λήψης!!!φωτογραφια   η τελειότητα της λήψης!!!
φωτογραφια η τελειότητα της λήψης!!!fotoaik
 
Ok opintokeskus-järjestöjohtamisen haasteet-stranius-16022011
Ok opintokeskus-järjestöjohtamisen haasteet-stranius-16022011Ok opintokeskus-järjestöjohtamisen haasteet-stranius-16022011
Ok opintokeskus-järjestöjohtamisen haasteet-stranius-16022011Leo Stranius
 
«Від мешканця до відповідального власника» - конкурс мікрогрантів
«Від мешканця до відповідального власника» - конкурс мікрогрантів«Від мешканця до відповідального власника» - конкурс мікрогрантів
«Від мешканця до відповідального власника» - конкурс мікрогрантівkmportal
 
Google docs
Google docsGoogle docs
Google docsamgc1a
 
Kimse yok mu sunum
Kimse yok mu sunumKimse yok mu sunum
Kimse yok mu sunumFırat
 
Liquidazione - Pisa 2011- Versione estesa
Liquidazione - Pisa 2011- Versione estesaLiquidazione - Pisa 2011- Versione estesa
Liquidazione - Pisa 2011- Versione estesamariano maponi
 
կիսամյակային հաշվետվություն
կիսամյակային հաշվետվությունկիսամյակային հաշվետվություն
կիսամյակային հաշվետվությունKarine Babujyan
 
Sponsoring na wodzie
Sponsoring na wodzieSponsoring na wodzie
Sponsoring na wodzieComPressPR
 
Proportions
Proportions Proportions
Proportions 50147146
 
Le système nerveux william patoine 222
Le système nerveux william patoine 222Le système nerveux william patoine 222
Le système nerveux william patoine 222wilpat0179
 
Les arènes de nîmes
Les arènes de nîmesLes arènes de nîmes
Les arènes de nîmescoinculture
 
Laviola marylea 2010-201_labinfo
Laviola marylea 2010-201_labinfoLaviola marylea 2010-201_labinfo
Laviola marylea 2010-201_labinfomarylea
 

En vedette (20)

สมุทรปราการ
สมุทรปราการสมุทรปราการ
สมุทรปราการ
 
นครปฐม
นครปฐมนครปฐม
นครปฐม
 
Презентација бизнис
Презентација бизнисПрезентација бизнис
Презентација бизнис
 
Prezent
PrezentPrezent
Prezent
 
φωτογραφια η τελειότητα της λήψης!!!
φωτογραφια   η τελειότητα της λήψης!!!φωτογραφια   η τελειότητα της λήψης!!!
φωτογραφια η τελειότητα της λήψης!!!
 
Ok opintokeskus-järjestöjohtamisen haasteet-stranius-16022011
Ok opintokeskus-järjestöjohtamisen haasteet-stranius-16022011Ok opintokeskus-järjestöjohtamisen haasteet-stranius-16022011
Ok opintokeskus-järjestöjohtamisen haasteet-stranius-16022011
 
«Від мешканця до відповідального власника» - конкурс мікрогрантів
«Від мешканця до відповідального власника» - конкурс мікрогрантів«Від мешканця до відповідального власника» - конкурс мікрогрантів
«Від мешканця до відповідального власника» - конкурс мікрогрантів
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1
 
Google docs
Google docsGoogle docs
Google docs
 
Kimse yok mu sunum
Kimse yok mu sunumKimse yok mu sunum
Kimse yok mu sunum
 
урок Xxi века
урок Xxi векаурок Xxi века
урок Xxi века
 
Liquidazione - Pisa 2011- Versione estesa
Liquidazione - Pisa 2011- Versione estesaLiquidazione - Pisa 2011- Versione estesa
Liquidazione - Pisa 2011- Versione estesa
 
կիսամյակային հաշվետվություն
կիսամյակային հաշվետվությունկիսամյակային հաշվետվություն
կիսամյակային հաշվետվություն
 
Nyu pres
Nyu presNyu pres
Nyu pres
 
Sponsoring na wodzie
Sponsoring na wodzieSponsoring na wodzie
Sponsoring na wodzie
 
Jurgens Partners
Jurgens PartnersJurgens Partners
Jurgens Partners
 
Proportions
Proportions Proportions
Proportions
 
Le système nerveux william patoine 222
Le système nerveux william patoine 222Le système nerveux william patoine 222
Le système nerveux william patoine 222
 
Les arènes de nîmes
Les arènes de nîmesLes arènes de nîmes
Les arènes de nîmes
 
Laviola marylea 2010-201_labinfo
Laviola marylea 2010-201_labinfoLaviola marylea 2010-201_labinfo
Laviola marylea 2010-201_labinfo
 

Similaire à Mutu Pendidikan Guru SMA

peningkatan profesionalisme guru di lembaga pendidikan islam
peningkatan profesionalisme guru di lembaga pendidikan islampeningkatan profesionalisme guru di lembaga pendidikan islam
peningkatan profesionalisme guru di lembaga pendidikan islamtaqiudinzarkasi
 
peningkatan profesionalisme guru di lembaga pendidikan islam
peningkatan profesionalisme guru di lembaga pendidikan islampeningkatan profesionalisme guru di lembaga pendidikan islam
peningkatan profesionalisme guru di lembaga pendidikan islamtaqiudinzarkasi
 
Ujung tombak smk
Ujung tombak smkUjung tombak smk
Ujung tombak smkRAHMANU AJ
 
Pemerataan dan Profesionalisme Guru di Indonesia
Pemerataan dan Profesionalisme Guru di IndonesiaPemerataan dan Profesionalisme Guru di Indonesia
Pemerataan dan Profesionalisme Guru di Indonesiaputeriaprilianti
 
Pembahasan Profesi Pendidikan
Pembahasan Profesi PendidikanPembahasan Profesi Pendidikan
Pembahasan Profesi PendidikanRiris Purbosari
 
Membangun profesionalisme guru dalam meningkatkan mutu pendidikan
Membangun profesionalisme guru dalam meningkatkan mutu pendidikanMembangun profesionalisme guru dalam meningkatkan mutu pendidikan
Membangun profesionalisme guru dalam meningkatkan mutu pendidikanAmalinaAzizah
 
Guru dan dilema pendidikan
Guru dan dilema pendidikanGuru dan dilema pendidikan
Guru dan dilema pendidikanNina Rahayu
 
Mkalah citra guru
Mkalah citra guruMkalah citra guru
Mkalah citra guruaanteen
 
Tugasan 3083 noraini othman
Tugasan 3083 noraini othmanTugasan 3083 noraini othman
Tugasan 3083 noraini othmanmuhammad
 
Ejournal 2 peningkatan kompetensi guru bidang pendidikan_jemmi ardiansyah
Ejournal 2 peningkatan kompetensi guru bidang pendidikan_jemmi ardiansyahEjournal 2 peningkatan kompetensi guru bidang pendidikan_jemmi ardiansyah
Ejournal 2 peningkatan kompetensi guru bidang pendidikan_jemmi ardiansyahAGUS SETIYONO
 
Ejournal 2 peningkatan kompetensi guru bidang pendidikan_jemmi ardiansyah
Ejournal 2 peningkatan kompetensi guru bidang pendidikan_jemmi ardiansyahEjournal 2 peningkatan kompetensi guru bidang pendidikan_jemmi ardiansyah
Ejournal 2 peningkatan kompetensi guru bidang pendidikan_jemmi ardiansyahMbakyu Sarah
 
Fungsi kode etik guru
Fungsi kode etik guruFungsi kode etik guru
Fungsi kode etik guruardenas_mom
 

Similaire à Mutu Pendidikan Guru SMA (20)

Bab I_Tesis
Bab I_TesisBab I_Tesis
Bab I_Tesis
 
peningkatan profesionalisme guru di lembaga pendidikan islam
peningkatan profesionalisme guru di lembaga pendidikan islampeningkatan profesionalisme guru di lembaga pendidikan islam
peningkatan profesionalisme guru di lembaga pendidikan islam
 
peningkatan profesionalisme guru di lembaga pendidikan islam
peningkatan profesionalisme guru di lembaga pendidikan islampeningkatan profesionalisme guru di lembaga pendidikan islam
peningkatan profesionalisme guru di lembaga pendidikan islam
 
Ujung tombak smk
Ujung tombak smkUjung tombak smk
Ujung tombak smk
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
kualifikasi dan kompetensi guru.docx
kualifikasi dan kompetensi guru.docxkualifikasi dan kompetensi guru.docx
kualifikasi dan kompetensi guru.docx
 
BAB 1.pptx
BAB 1.pptxBAB 1.pptx
BAB 1.pptx
 
Pemerataan dan Profesionalisme Guru di Indonesia
Pemerataan dan Profesionalisme Guru di IndonesiaPemerataan dan Profesionalisme Guru di Indonesia
Pemerataan dan Profesionalisme Guru di Indonesia
 
Bab I
Bab I Bab I
Bab I
 
Pembahasan Profesi Pendidikan
Pembahasan Profesi PendidikanPembahasan Profesi Pendidikan
Pembahasan Profesi Pendidikan
 
Membangun profesionalisme guru dalam meningkatkan mutu pendidikan
Membangun profesionalisme guru dalam meningkatkan mutu pendidikanMembangun profesionalisme guru dalam meningkatkan mutu pendidikan
Membangun profesionalisme guru dalam meningkatkan mutu pendidikan
 
Kompetensi guru
Kompetensi  guruKompetensi  guru
Kompetensi guru
 
Guru dan dilema pendidikan
Guru dan dilema pendidikanGuru dan dilema pendidikan
Guru dan dilema pendidikan
 
Mkalah citra guru
Mkalah citra guruMkalah citra guru
Mkalah citra guru
 
Tugasan 3083 noraini othman
Tugasan 3083 noraini othmanTugasan 3083 noraini othman
Tugasan 3083 noraini othman
 
Tugas 4 tik
Tugas 4 tikTugas 4 tik
Tugas 4 tik
 
Ejournal 2 peningkatan kompetensi guru bidang pendidikan_jemmi ardiansyah
Ejournal 2 peningkatan kompetensi guru bidang pendidikan_jemmi ardiansyahEjournal 2 peningkatan kompetensi guru bidang pendidikan_jemmi ardiansyah
Ejournal 2 peningkatan kompetensi guru bidang pendidikan_jemmi ardiansyah
 
Ejournal 2 peningkatan kompetensi guru bidang pendidikan_jemmi ardiansyah
Ejournal 2 peningkatan kompetensi guru bidang pendidikan_jemmi ardiansyahEjournal 2 peningkatan kompetensi guru bidang pendidikan_jemmi ardiansyah
Ejournal 2 peningkatan kompetensi guru bidang pendidikan_jemmi ardiansyah
 
Fungsi kode etik guru
Fungsi kode etik guruFungsi kode etik guru
Fungsi kode etik guru
 

Plus de abimanyuhandoko (13)

Ppgd 2012
Ppgd 2012Ppgd 2012
Ppgd 2012
 
Leaflet ppgd
Leaflet ppgdLeaflet ppgd
Leaflet ppgd
 
Lulus ppdb
Lulus ppdbLulus ppdb
Lulus ppdb
 
Siswa diterima ptn
Siswa diterima ptnSiswa diterima ptn
Siswa diterima ptn
 
Pebbagian ruang tes ppdb.xlsx
Pebbagian ruang tes ppdb.xlsxPebbagian ruang tes ppdb.xlsx
Pebbagian ruang tes ppdb.xlsx
 
Psikotes
PsikotesPsikotes
Psikotes
 
Ruang test sabtupagi
Ruang test sabtupagiRuang test sabtupagi
Ruang test sabtupagi
 
Karya ilmiah4
Karya ilmiah4Karya ilmiah4
Karya ilmiah4
 
Karya ilmiah3
Karya ilmiah3Karya ilmiah3
Karya ilmiah3
 
Karya ilmiah2
Karya ilmiah2Karya ilmiah2
Karya ilmiah2
 
Karya ilmiah1
Karya ilmiah1Karya ilmiah1
Karya ilmiah1
 
Biodata kepsek
Biodata kepsekBiodata kepsek
Biodata kepsek
 
Program kerja SMANSABARA
Program kerja SMANSABARAProgram kerja SMANSABARA
Program kerja SMANSABARA
 

Dernier

Pelatihan Asesor 2024_KEBIJAKAN DAN MEKANISME AKREDITASI PAUD TAHUN 2024 .pdf
Pelatihan Asesor 2024_KEBIJAKAN DAN  MEKANISME AKREDITASI PAUD TAHUN 2024 .pdfPelatihan Asesor 2024_KEBIJAKAN DAN  MEKANISME AKREDITASI PAUD TAHUN 2024 .pdf
Pelatihan Asesor 2024_KEBIJAKAN DAN MEKANISME AKREDITASI PAUD TAHUN 2024 .pdfEmeldaSpd
 
AKSI NYATA MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK.pdf
AKSI NYATA MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK.pdfAKSI NYATA MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK.pdf
AKSI NYATA MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK.pdfHeriyantoHeriyanto44
 
Diagram Fryer Pembelajaran Berdifferensiasi
Diagram Fryer Pembelajaran BerdifferensiasiDiagram Fryer Pembelajaran Berdifferensiasi
Diagram Fryer Pembelajaran BerdifferensiasiOviLarassaty1
 
materi pembelajaran tentang INTERNET.ppt
materi pembelajaran tentang INTERNET.pptmateri pembelajaran tentang INTERNET.ppt
materi pembelajaran tentang INTERNET.pptTaufikFadhilah
 
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptxKeberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptxLeniMawarti1
 
Program Roots Indonesia/Aksi Nyata AAP.pdf
Program Roots Indonesia/Aksi Nyata AAP.pdfProgram Roots Indonesia/Aksi Nyata AAP.pdf
Program Roots Indonesia/Aksi Nyata AAP.pdfwaktinisayunw93
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...Kanaidi ken
 
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdfWahyudinST
 
PPT PERLINDUNGAN KONSUMEN .Pengertian Transaksi Online
PPT PERLINDUNGAN KONSUMEN .Pengertian Transaksi OnlinePPT PERLINDUNGAN KONSUMEN .Pengertian Transaksi Online
PPT PERLINDUNGAN KONSUMEN .Pengertian Transaksi OnlineMMario4
 
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfBuku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfWahyudinST
 
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxMATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxrofikpriyanto2
 
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptxTeknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptxwongcp2
 
Workshop penulisan buku (Buku referensi, monograf, BUKU...
Workshop penulisan buku                       (Buku referensi, monograf, BUKU...Workshop penulisan buku                       (Buku referensi, monograf, BUKU...
Workshop penulisan buku (Buku referensi, monograf, BUKU...Riyan Hidayatullah
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxsyafnasir
 
APRESIASI SURAT DAN MASUKAN CGP ANGKATAN X.pdf
APRESIASI SURAT DAN MASUKAN CGP ANGKATAN X.pdfAPRESIASI SURAT DAN MASUKAN CGP ANGKATAN X.pdf
APRESIASI SURAT DAN MASUKAN CGP ANGKATAN X.pdfVenyHandayani2
 
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaAbdiera
 
Tina fitriyah - Uji Sampel statistik.pptx
Tina fitriyah - Uji Sampel statistik.pptxTina fitriyah - Uji Sampel statistik.pptx
Tina fitriyah - Uji Sampel statistik.pptxTINAFITRIYAH
 
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.pptSejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.pptssuser940815
 
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptxSBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptxFardanassegaf
 
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.aechacha366
 

Dernier (20)

Pelatihan Asesor 2024_KEBIJAKAN DAN MEKANISME AKREDITASI PAUD TAHUN 2024 .pdf
Pelatihan Asesor 2024_KEBIJAKAN DAN  MEKANISME AKREDITASI PAUD TAHUN 2024 .pdfPelatihan Asesor 2024_KEBIJAKAN DAN  MEKANISME AKREDITASI PAUD TAHUN 2024 .pdf
Pelatihan Asesor 2024_KEBIJAKAN DAN MEKANISME AKREDITASI PAUD TAHUN 2024 .pdf
 
AKSI NYATA MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK.pdf
AKSI NYATA MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK.pdfAKSI NYATA MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK.pdf
AKSI NYATA MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK.pdf
 
Diagram Fryer Pembelajaran Berdifferensiasi
Diagram Fryer Pembelajaran BerdifferensiasiDiagram Fryer Pembelajaran Berdifferensiasi
Diagram Fryer Pembelajaran Berdifferensiasi
 
materi pembelajaran tentang INTERNET.ppt
materi pembelajaran tentang INTERNET.pptmateri pembelajaran tentang INTERNET.ppt
materi pembelajaran tentang INTERNET.ppt
 
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptxKeberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
 
Program Roots Indonesia/Aksi Nyata AAP.pdf
Program Roots Indonesia/Aksi Nyata AAP.pdfProgram Roots Indonesia/Aksi Nyata AAP.pdf
Program Roots Indonesia/Aksi Nyata AAP.pdf
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
 
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
 
PPT PERLINDUNGAN KONSUMEN .Pengertian Transaksi Online
PPT PERLINDUNGAN KONSUMEN .Pengertian Transaksi OnlinePPT PERLINDUNGAN KONSUMEN .Pengertian Transaksi Online
PPT PERLINDUNGAN KONSUMEN .Pengertian Transaksi Online
 
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfBuku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
 
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxMATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
 
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptxTeknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptx
 
Workshop penulisan buku (Buku referensi, monograf, BUKU...
Workshop penulisan buku                       (Buku referensi, monograf, BUKU...Workshop penulisan buku                       (Buku referensi, monograf, BUKU...
Workshop penulisan buku (Buku referensi, monograf, BUKU...
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
 
APRESIASI SURAT DAN MASUKAN CGP ANGKATAN X.pdf
APRESIASI SURAT DAN MASUKAN CGP ANGKATAN X.pdfAPRESIASI SURAT DAN MASUKAN CGP ANGKATAN X.pdf
APRESIASI SURAT DAN MASUKAN CGP ANGKATAN X.pdf
 
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
 
Tina fitriyah - Uji Sampel statistik.pptx
Tina fitriyah - Uji Sampel statistik.pptxTina fitriyah - Uji Sampel statistik.pptx
Tina fitriyah - Uji Sampel statistik.pptx
 
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.pptSejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
 
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptxSBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
 
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
 

Mutu Pendidikan Guru SMA

  • 1. 1 Profesionalisme Guru SMA: Harapan, Tantangan, dan Tuntutan Mendesak dalam Rangka Meningkatkan Mutu Pendidikan Disusun Oleh Nama : Supriyadi N I P : 13165024 SMA NEGERI 1 PURWAREJA-KLAMPOK KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH JL RAYA PURWAREJA-KLAMPOK Telp. (0286) 479092 BANJARNEGARA 53474
  • 2. 2 Profesionalisme Guru SMA: Harapan, Tantangan, dan Tuntutan Mendesak dalam Rangka Meningkatkan Mutu Pendidikan Supriyadi* Abstrak : Sulit untuk mengelak dari tudingan bahwa rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia bukan bagian dari tanggung jawab guru, karena gurulah yang berhadapan langsung dengan anak didik. Dan memang diakui kalau guru yang paling berkompeten terhadap SDM Indonesia melalui usaha peningkatan mutu pendidikan. Namun hal tersebut menjadi sangat sulit diwujudkan manakala guru sendiri mendapatkan masalah internal. Kemudian muncullah solusi yaitu adanya pengakuan secara formal bila guru sebagai profesi. Konsekuensinya guru sebagai professional yang harus mengedepankan profesionalisme. Dengan demikian ada dua tugas pokok yang segera dibenahi, pertama peningkatan mutu pendidikan, dan kedua pengembangan profesionalisme. Dan permasalahan yang kedua lebih merupakan prasyarat untuk pemecahan masalah yang pertama. Makna profesionalisme sebagai performance quality dari para professional tidak bisa dimaknai dengan bekerja keras sebagai layaknya oleh khalayak umum. Oleh karena itu untuk meningkatkan mutu pendidikan, profesionalisme sebagai sebuah harapan dan sekaligus sebagai tantangan bagi guru, yang mencakup (1) Pendidikan dan Rekruitmen guru, (2) Beban Kerja Guru, (3) Pembinaan dan Karier Guru, dan (4) Guru Semakin Terbelakang. Permasalahan tersebut sebagai sesuatu yang darurat prioritas untuk ditangani dan kalau tidak, profesionalisme guru mentah menjadi sebuah Utopia. Akhirnya SDM Indonesia-pun tetap terbelakang. Kata Kunci : mutu pendidikan, masalah internal, profesi, professional, professionalisme, rekruitmen, pembinaan karier, beban kerja, guru terbelakang. PENDAHULUAN Berdasarkan laporan Badan PBB untuk Program Pembangunan (UNDP) 2004, Indeks Pembangunan Manusia Indonesia berada pada urutan ke–111 dari 117 negara. Posisi demikian menempatkan negeri ini satu tingkat di atas Vietnam, namun masih jauh di bawah beberapa negara tetangga semacam Singapura, Malaysia, Philipina maupun Thailand (Kompas, 6/11/204 : 44) Angka tersebut menunjukkan betapa tertinggalnya bangsa Indonesia bila dibandingkan dengan negara lain. Disadari bahwa salah satu cara untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) adalah melalui peningkatan mutu pendidikan. Tantangan ke depan bukanlah semakin ringan tapi justru bertambah berat karena terpuruknya kondisi * Supriyadi adalah guru SMA Negeri 1 Purwareja-Klampok, Banjarnegara
  • 3. 3 ekonomi turut memberikan kontribusi lambannya pembangunan pendidikan; artinya permasalahan yang bakal muncul menjadi beragam yang menuntut profesionalisme dari semua pihak yang concern terhadap pendidikan. Keterpurukan SDM Indonesia memang tidak lepas dari peranan guru, namun tidak bisa dikatakan bahwa secara keseluruhan hal tersebut menjadi tanggung jawab guru. Alhumami (Kompas, 2/7/04) menyatakan bahwa guru tetap merupakan faktor determinan dalam menentukan tinggi rendahnya mutu pendidikan. Pernyataan tersebut berarti guru sebagai penyumbang terbesar terhadap kemerosotan atau peningkatan kwalitas SDM Indonesia karena mereka yang terlibat langsung dalam proses pendidikan. Keterlibatan yang intens tersebut akan mewarnai tingkat kualitas siswa sebanding dengan tingkat professional guru. Bila perencanaan kegiatan belajar mengajar dirancang dengan baik bisa memungkinkan proses belajar siswa berlangsung kondusif, mampu memaksimalkan pengembangan potensi siswa. Hasil yang demikian merupakan sumbangan yang sangat berarti bagi guru dalam ikut serta mewujudkan tujuan Pendidikan Nasional. Dalam GBHN diamanatkan bahwa Pendidikan Nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan Rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Departemen P dan K : 1999). Dari tujuan tersebut dapatlah dipahami gambaran ke depan yang akan diwujudkan dan sekaligus gambaran tanggung jawab yang harus diemban oleh guru. Tanggung jawab utama guru tidak sekedar mengajar namun sekaligus mendidik, sesungguhnya suatu kegiatan yang sangat kompleks karena kegiatan tersebut mengandung banyak unsur yang secara serempak harus dilakukan bersama- sama. Sedangkan unsur-unsur tersebut meliputi ilmu, teknologi, seni dan bahkan pilihan nilai (Imron : 1995). Sudah barang tentu diperlukan suatu ketrampilan mengajar yang beragam agar hasil yang diperoleh maksimal. Apalagi dengan diberlakukannya Kurikulum 2004 yang berdasarkan kompetensi. Disini guru dituntut bersikap professional agar tugas yang dilaksanakan punya makna bagi siswa. Pada pokoknya keberhasilan pendidikan adalah terletak pada guru yang professional. Pendidikan pada era reformasi sekarang sebagai dampak dari peubahan sosial yang terjadi karena munculnya dinamika pemikiran tentang keadilan serta
  • 4. 4 demokrasi dan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah maka terjadilah pergeseran dari sentralistik ke desentralistik. Seirama dengan otonomi daerah maka muncullah paradigma baru dalam pengelolaan pendidikan, yaitu manajemen berbasis sekolah, yang secara operasional dikenal dengan nama Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). MPMBS diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah (kepala sekolah, guru, karyawan, orang tua siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional (Diretktorat Dikmenum, 2001 : 5). Dari pengertian tersebut tampak jelas bahwa arah kebijakan masalah esensial harus dirumuskan oleh sekolah itu sendiri karena sekolah yang paling mengetahui dan paling berkompeten, sehingga efektivitas sekolah bisa dicapai. Tidak bisa disangkal bahwa peranan guru pada era sekarang jauh lebih penting dari masa sebelumnya, bukan sekedar mendidik dan mengajar namun juga ikut terlibat dalam menentukan arah kebijakan sekolah. Perubahan peranan guru yang begitu besar tampak tidak bisa disikapi dengan baik tetapi malah membuatnya menjadi kedodoran. Ada relevansi dengan yang dikatakan oleh Soekartawi (Kompas,18/10/04) tentang SDM Indonesia yaitu semangat kerja keras dan pengabdian sangat tipis serta inisiatif berinovasi rendah. Secara tersirat, pernyataan tersebut mengindikasikan rendahnya motivasi guru. berkompetisi meningkatkan karier dan kesejahteraannya melalui bidang profesinya. Ada faktor lain yang mendasari sikap stagnan dan apatis tersebut, yaitu isu rendahnya gaji guru. Kalau hal itu dijadikan dasar legalitas argumen maka guru bekerja bukan atas dasar moral dan etika, yang demikian ini akan sulit diharapkan munculnya guru- guru yang professional meskipun kita sepakat bahwa kesejahteraan guru harus dinaikkan. Berkait erat dengan profesional adalah masalah profesionalisme Sudah menjadi slogan umum bahwa profesional harus menjujung profesionalisme. Dari kalimat tersebut tersirat pengertian bahwa profesionalisme adalah semacam nilai-nilai (good values) yang harus ditampilkan oleh seorang profesional dalam menjalankan tugasnya atau dengan kata lain sebagai etical references. Oleh karena itu profesionalisme guru menarik untuk dikaji sebab menjadi Top Requirement dalam usaha meningkatkan SDM. Namun kapan guru sebagai peker ja profesi bisa sejajar dengan profesi-profesi lainnya yang sudah mapan seperti dokter,
  • 5. 5 lawyer, akuntan, psikolog dan notaris? Profesionalime merupakan sebuah tantangan besar yang harus dijawab segera oleh siapa saja yang mempunyai komitmen besar terhadap pendidikan. Artikel ini diharapkan bisa menjadi masukan bagi kepala sekolah dalam rangka pembinaan profesionalisme guru. Dan bagi para pengambil kebijakan untuk bisa merumuskan model recruitment yang bisa memenuhi standar guru sebagai profesi. PROFESI, PROFESIONAL DAN PROFESIONALISME a. Profesi. Sementara kalangan mengatakan bahwa guru bisa dianggap sebagai profesi. Benar atau tidaknya pernyataan tersebut terlebih dahulu perlu dicermati pengertian profesi dari pendapat beberapa para ahli. Dengan melalui rujukan tersebut nantinya bisa diketahui bahwa guru sudah memenuhi syarat sebagai pekerjaan profesi belum. 1) Dedi Supriadi (1999) : Profesi menunjuk pada suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan terhadap profesi. Suatu profesi secara teori tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih atau disiapkan untuk itu. Dari pengertian di atas dapat ketahui bahwa profesi itu bukan sembarang pekerjaan tetapi pekerjaan yang berlandaskan pada keahlian. Dan keahlian tersebut diperoleh melalui suatu pendidikan dan pelatihan melalui suatu lembaga yang telah diberi otoritas. Secara implisit dinyatakan juga bahwa pekerjaan tersebut menuntut lebih pada dedikasi dan kualitas hasil dari pada imbalan atas pekerjaannya. 2) Taruna : Profesi adalah pekerjaan yang memiliki beberapa ciri yaitu melalui pendidikan profesi, dan memiliki kode etik profesi, serta memiliki Badan Kehormatan Profesi. ( Derap No. 61, Th. VI-Pebruari 2005) Pernyataan di atas selain ada persamaannya juga melengkapi pendapat Supriadi yaitu mensyaratkan adanya organisasi profesi. Dan oleh sebab itu anggotanya terikat untuk bekerja dalam koridor kode etik profesi. Selanjutnya apabila seseorang melanggar kode etik terebut akan mendapatkan sanksi dari Badan Kehormatan Profesi.
  • 6. 6 3) Kenneth Lynn : A profession delivers esoteric knowledge systemically formulated and applied to the needs of a client. Every profession considers itself the proper body to set the terms some aspects of society, life or nature is to be thought of, and to define the general lines, or even the details of public policy concerning it. ( Wirawan, 2001 : 7) Pernyataan di atas mengandung pengertian bahwa seorang profesi bekerja berdasarkan pengetahuan yang tidak mudah untuk memperolehnya hal ini menunjukkan bahwa profesi adalah pekerjaan saintifik. Sedangkan keberadaannya muncul untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Ditekankan juga bahwa organisasi yang tepat menjadi sangat penting dengan memper hatikan kondisi masyarakat, kehidupan dan lingkungan termasuk juga kebijakan publik. 4) Bullet (1981) : A profession as a field of human endeaveor with a well defined body of knowledge, containing basic principles common to all applications and technique, to the field, with practitioners skilled and experienced in appliying these techniques, dedicated to the public interest (Gilley and Eggland, 1991 : 304) Menurut Bullet profesi sebagai bidang pekerjaan manusia yang berpengetahuan luas, yang didalamnya mengandung prinsip-prinsip umum yang digunakan untuk penerapan dan teknik-teknik sebagai praktisi yang berketrampilan dan berpengalaman serta mengabdi pada kepentingan masyarakat. 5) Carr (2000), …, it should serve our puposes here to focus upon five commonly cited criteria of professionalism, according to which : (i) profesion provide an important public service; (ii) they involve a theoretically as well as practically grounded expertise; (iii) They have a distinct etical dimension which call for expression in a code of practice; (iv) They require organization and regulation for purposes of recruitment and discipline; and (v) professional practioners require a high degree of individual autonomy independence of judgement – for effective practice. Pengertian profesi menurut Carr tampak lebih jelas diidentifikasi dalam 5 kriteria yang secara garis besar adalah sebagai berikut (i) bahwa
  • 7. 7 profesi mengabdikan pada pelayanan publik; (ii) Berlatar keahlian baik secara teori maupun praktis; (iii) Bekerja berlandaskan pada dimensi etik yang jelas sesuai dengan tuntunan perilaku kerja; (iv) Adanya organisasi dan peraturan untuk maksud perekrutan dan pengendalian; (v) Memiliki independensi yang tinggi dalam melakukan pekerjaannya. Dari beberapa pendapat tersebut dapatlah ditarik simpulannya bahwa suatu pekerjaan bisa dikatakan sebagai profesi apabila : 1) Berdasarkan ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui pendidikan atau pelatihan. 2) Pengetahuaan tersebut memuat teknik-teknik bekerja 3) Adanya standar kompetensi yang ditetapkan 4) Adanya prosedur kerja 5) Bekerja demi pelanggan 6) Dibutuhkan oleh masyarakat 7) Mengutamakan kualitas 8) Menjunjung kode etik Profesi 9) Mempunyai Organisasi Profesi 10) Mempunyai Badan Kehormatan Profesi Unsur-unsur profesi tersebut menurut hemat saya yang perlu mendapat perhatian adalah bahwa profesi itu pekerjaan berkeahlian, demi pelanggan, dan mengutamakan kualitas. Dengan demikian semestinya tidak semua orang bisa menjadi guru karena guru bukan sembarang pekerjaan yang bisa dilakukan oleh sembarang orang. b. Professional Secara kebahasaan professional berarti expert (ahli) atau specialist (seorang spesialis). Sedangkan pemahaman umum sering dimaksudkan dengan seseorang yang bekerja baik dan keras, tanpa menunjuk apa pekerjaan tersebut sebagai profesi atau tidak. Hal demikian tersirat pengertian bahwa orang tersebut bekerja sebagai layaknya profesional atau orang yang melaksanakan profesi. Wirawan (2001) menyatakan bahwa Profesional adalah orang yang melaksanakan profesi yang berpendidikan minimal S1 dan mengikuti pendidikan profesi atau lulus ujian profesi. Dokter, akuntan, notaries, penasehat hukum, psikolog disamping lulus pendidikan S1 dalam bidangnya juga harus mengikuti
  • 8. 8 pendidikan profesi (dokter, notaris, psikolog) atau lulus ujian profesi ( akuntan dan penasehat hukum). Dengan cara itu professional dapat buka praktek professional sendiri melayani masyarakat tanpa harus bekerja di suatu organisasi. Merujuk pada pengertian tersebut di atas maka seorang pendidik bisa disebut sebagai seorang profesional apabila ia melaksanakan profesi guru, berarti tidak semua pendidik adalah profesional karena ia bukan guru (lihat kualifikasi profesi) tetapi semua guru adalah profesional. In line dengan pernyataan Wirawan, dalam UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bvab IV pasal 8, 9 dan 10 ayat (1) dan (2) disebutkan bahwa : (1) Pasal 8. Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. (2) Pasal 9. Kualifikasi akademik sebagimana dimaksud pada Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat. (3) Pasal 10, ayat 1. Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi social, dan kompetensi professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. (4) Pasal 10, ayat 2. Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah. Dengan demikian pendidik professional baik dari Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah serendah-rendahnya berpendidikan S1 dan memenuhi kualifikasi kompetensi profesi guru sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan. Tetapi pada kenyataannya kondisi guru sekarang secara otomatis tidak bisa disebut profesional seluruhnya. Mereka terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok pendidik dan kelompok profesional. Pendidik yang bukan professional karena mereka melakukan pekerjaan profesi dengan sedikit persyaratan profesional atau mereka melakukan pekerjaan diluar tuntutan persyaratan profesi. c. Professionalisme Sebagaimana dibahas di atas bahwa guru adalah pekerjaan profesi oleh karena itu profesional harus menjujung profesionalisme. Pengertian awam tentang professionalisme menunjukkan kerja keras secara terlatih tanpa adanya
  • 9. 9 persyaratan tertentu. Padahal pemahaman profesionalisme secara scientific adalah ide, aliran atau pendapat bahwa suatu profesi harus dilaksanakan oleh professional dengan mengacu kepada norma-norma profesionalisme ( Wirawan, 2001 : 9). Makna profesionalisme menjadi sangat penting karena mengandung nilai-nilai etika moral yang menjadi standar bagi professional dalam menjalankan profesinya. Pemahaman tersebut bila dikaitkan dengan konteks guru yang professional adalah guru dengan persyaratan tertentu, bekerja dengan mengunakan norma-norma sebagai standar profesi dalam kawasan kode etik profesi. Supriadi (1999) mengatakan bahwa profesionalisme menunjuk pada derajat penampilan seseorang sebagai profesional atau penampilan suatu pekerja an sebagai profesi, ada yang profesionalismenya tinggi, sedang, dan rendah. Profesionalisme juga mengacu kepada sikap dan komitmen anggota profesi untuk bekerja berdasarkan standar yang tinggi dan kode etik profesinya. Dengan demikian profesionalisme merupakan performance quality dan sekaligus sebagai tuntunan perilaku profesional dalam melaksanakan tugasnya. Dan konsekuensinya guru sebagai profesional dituntut untuk bisa bekerja dalam koridor profesionalisme. PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN a. Pendidikan dan Rekruitmen Guru 1) Latar Belakang Guru Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Supriadi (1997) bahwa latar belakang pendidikan guru sewaktu SLTA sebagian besar berasal dari SMA (71,7%). Namun sayang sekali tidak disebutkan latar belakang sekolahnya. Padahal ini penting untuk mengetahui kecenderungan sikap siswa terhadap profesi guru. Fakta di sekolah yang dianggap favorit pada tingkat Kabupaten atau Kota Besar sebagian kecil atau bahkan jarang siswa yang menduduki rangking atas di kelas mempunyai keinginan menjadi guru. Mereka lebih suka memilih profesi yang mempunyai prospek secara ekonomis lebih menjanjikan. Pada lapisan sekolah di bawahnya, terutama untuk sekolah yang berada di pinggiran, jumlah siswa mendaftar pada Fakultas Keguruan agak lumayan besar. Tetapi hal tersebut lebih menyangkut pada keterpaksaan karena kondisi ekonomi orang tua. Dengan demikian pilihan profesi guru bukan merupakan top priority.
  • 10. 10 2) Banyak Guru Tidak Layak Mengajar Nurkholis (Suara Merdeka, 8/1/01) mengutip Data Pusat Informatika Balitbang Dikbud 1996/1997 ada 3,72% guru SLTA berpendidikan D2, dan menurut statistik persekolahan 1995/1996 guru yang tidak memenuhi kualifikasi minimal pada tingkat SLTA 26%. Angka-angka tersebut di atas menunjukkan betapa parahnya kondisi guru yang nota bene berkompeten langsung terhadap peningkatan mutu SDM. Mutu SDM macam apa yang diharapkan bila yang mengelola SDM itu sendiri, standar kualifikasi minimalnya saja tidak terpenuhi. Makna lain juga menunjukkan betapa rendahnya tingkat profesionalisme guru. Fatah (Kompas, 9/12/05) menyatakan jumlah guru yang tidak layak mengajar pada SMA ada 75.684 orang. Sedangkan guru yang mengajar tidak sesuai dengan keahliannya ada 15% dari seluruh guru dari tingkat SD sampai dengan SLTA yang berjumlah 2.6 juta guru. Pernyataan Fatah memperkuat argumen bahwa guru masih jauh dari nilai-nilai profesionalisme. Pertanyaan yang muncul mengapa mereka tergolong guru yang tidak layak mengajar? Padahal pengetahuan awam, mereka juga keluaran dari LPTK juga. Kalau begitu bisa dimungkinkan LPTK-nya juga tidak bermutu. Ki Supriyoko (Kompas 5/3/04) menyesalkan bahwa banyak perguruan tinggi pendidikan menyelenggarakan program sarjana “ setengah matang”; dengan cara perkuliahan yang minim dan jaminan lulus. Maknanya bermaksud baik meningkatkan kualifikasi akademis melalui pensarjanaan guru namun terjebak pada formalitas belaka. Alhumami ( Kompas, 2/7/04) menyatakan banyak guru mismatch ( mengajar tidak sesuai dengan keahlian) mengindikasikan : pertama sembarang orang bisa menjadi guru, dan kedua jelas tidak mempunyai kompetensi untuk mengajar mata pelajaran yang bukan bidang keahliannya sehingga dapat menurunkan mutu aktivitas pembelajaran. Lengkap sudah wajah bopengnya guru, dan hal tersebut mengindikasi kan perlu pembenahan secara darurat. Bagaimana mungkin sikap profesional isme bisa diharapkan dari mereka kalau mereka sendiri sedang dalam masalah besar. Konsekuensinya pendidikan yang bermutu masih sangat sulit diharapkan.
  • 11. 11 b. Beban Kerja Guru Aplikasi kurikulum 2004 atau yang terkenal dengan sebutan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) tampaknya tidak berjalan mulus sebagaimana diharapkan. Gejala tersebut muncul karena tujuan KBK tidak dipahami dengan benar, baik oleh guru maupun pengelola pendidikan itu sendiri. Namun yang terjadi paradigma KBK masih disikapi dengan pola tradisional, artinya tidak terjadi perubahan substansial pada tataran pembelajaran. Menurut Bagir (Kompas, 20/2/04) tujuan KBK adalah menyiapkan anak didik untuk meraih kesejahteraan dan kebahagiaan hidup (well being), yang seharusnya menjadi tujuan puncak segenap proses pendidikan. Konsep tersebut menuntut guru well trained dalam memandu pengembangan potensi siswa, yaitu dengan mengedepankan penguasaan kompetensi yang hendak dibangun lewat pemberian materi pelajaran. Tetapi pemanduan tersebut hanya dapat terjadi pada sebagian siswa saja karena jumlah siswa di kelas masih terlalu padat. Besarnya kelas mencerminkan besarnya beban guru. Sebagai ilustrasi seorang guru PPKn wajib mengajar 24 jam menurut Standar Pelayanan Minimal (SPM). Alokasi waktu yang disediakan adalah 2 jam pelajaran / minggu. Dengan demikian dia wajib mengajar sebanyak 12 kelas. Sedangkan jumlah siswa per kelas biasanya sekitar 40 anak. Jadi jumlah siswa yang harus dilayani oleh seorang guru PPKn adalah sebanyak 480 siswa. Dan apabila dalam satu semester melakukan evaluasi sebanyak empat kali berarti harus mengkoreksi minimal 1920 lembar jawaban. Seandainya waktu yang diperlukan untuk mengkoreksi 5 menit per lembar, ia menghabiskan waktu 9600 menit atau 160 jam. Selanjutnya masih ditambah dengan waktu koreksi tugas siswa yang rata-rata ada 3 nilai tugas. Dan bila waktu yang digunakan untuk koreksi 3 menit per lembar, keseluruhan waktu yang dibutuhkan adalah 480 x 3 x 3 = 4320 menit atau 72 jam. Jadi khusus untuk koreksi evaluasi yang demikian saja menghabiskan waktu 232 jam atau 29 hari kerja. Selain itu masih ada lagi tugas tambahan yang harus di emban di sekolah. Dengan pertimbangan di atas, tugas guru terasa begitu berat maka sistem alokasi jumlah jam mengajar minimal perlu ditinjau kembali apalagi kurikulum 2004 (KBK) kompetensi anak sebagai sasaran. Sehingga dalam KBK jumlah siswa dalam kelas perlu dibatasi sesuai dengan kemampuan guru yang berorientasi pada layanan individu-individu bukan pada kelompok. Karena sasaran orientasi
  • 12. 12 berubah, dampak terhadap proses belajar mengajar pun bergeser kepada pengu tamaan pelayanan prima terhadap siswa dalam mengembangkan potensi. Bisa diprediksikan bila system alokasi jumlah jam mengajar ini terus berlanjut, guru sulit merespond terhadap substansi KBK, sehingga kurikulum 2004 dilaksanakan sebagaimana layaknya kurikulum 1994. Tidak ada perubahan. Oleh karena itu, dalam KBK, besarnya kemampuan guru dalam memberikan pelayanan kepada siswa sebaiknya menjadi bahan pertimbangan dalam mengatur kewajiban guru mengajar, bukannya pada jumlah kewajiban minimal guru mengajar. Sehingga guru lebih berfokus pada usaha pelayanan terhadap individu-individu siswa, dan mempunyai peluang mengembangkan kemampuan profesionalnya. c. Pembinaan dan Karier Guru 1) DP3 dan Pembinaan Guru Setiap tahun Kepala Sekolah melakukan penilaian pekerjaan terhadap guru namun hampir bisa dipastikan bahwa keseluruhan hasil penilaian dalam .kriteria baik. Bahkan ada kecenderungan terdapat kenaikan secara terus me nerus seberapapun kecilnya untuk setiap tahunnya. Dengan demikian semakin senior seorang guru semakin tinggi nilainya. Fakta tersebut di atas menunjukkan seolah-olah telah terjadi peningkat an kinerja guru dari tahun ke tahun namun sebetulnya adalah pelestarian budaya senioritas di sekolah. Guru senior, mengajarnya lebih lama, akan tetap memperoleh nilai lebih baik dari pada guru yunior. Padahal sesungguhnya belum tentu guru senior mempunyai kinerja lebih baik. Bila penilaian DP3 dilakukan dengan fair dan obyektif diprediksikan dapat menimbulkan konflik tersembunyi antara Kepala Sekolah dengan guru senior tersebut. Kondisi ini terjadi karena budaya yang dibangun sejak awal oleh Kepala Sekolah, lebih suka menghindari konflik daripada mengelolanya. Dampak terhadap Kepala Sekolah dapat menimbulkan kesulitan bila mana pada suatu saat akan menindak guru yang betul-betul indisipliner. Apalagi Kepala Sekolah sendiri tidak mempunyai data atau file kinerja guru tersebut secara baik. Sedang dampaknya terhadap guru, DP3 dianggap sebagai formalitas belaka untuk memenuhi syarat administratif, tidak ada
  • 13. 13 kaitannya dengan kinerjanya, toh hasilnya sudah bisa diketahui. Model penilaian kinerja guru dengan DP3 yang sudah tidak ada objektivitasnya; akan menyulitkan Kepala Sekolah dalam kerangka membangun budaya kerja yang sehat di sekolah. Simpulannya pembinaan profesionalisme guru melalui instrumen DP3 sulit untuk diwujudkan. 2) Guru Berprestasi Minim Penghargaan DP3 berfungsi untuk persyaratan kenaikkan pangkat pegawai. Namun sistem penilaian DP3 tidak lagi bisa mencerminkan kinerja guru yang sesungguhnya. Guru tidak perlu bekerja keras agar DP3-nya mendapat nilai baik, karena kinerja guru seperti apapun, Kepala Sekolah tidak akan berani memberikan penilaian yang obyektif. Sehingga bisa saja terjadi guru yang sering membolos kenaikan pangkatnya lancar dibanding dengan guru yang rajin. Kasus ini terjadi karena guru yang malas, rajin mengurus kenaikan pangkat, sedangkan guru yang rajin malah sebaliknya. Pengaruh penilaian DP3 demikian terhadap guru berprestasi dapat menimbulkan kecemburuan karena dedikasi dan prestasinya tidak mendapat penghargaan yang memadai. Hal ini lebih disebabkan oleh DP3 itu sendiri yang tidak mempunyai daya pembeda; skor bisa saja berbeda tetapi masih dalam rentang kriteria yang sama, yaitu baik. Sehingga efek yang ditimbulkan sama, yaitu sama-sama bisa digunakan untuk kenaikan pangkat, dan mendapat honor yang sama bila kedua guru tersebut dalam golongan pangkat yang sama. Maknanya hak-hak guru berprestasi belum bisa diberikan oleh pemerintah secara fair karena semua guru mendapat perlakuan yang sama dari pemerintah. Oleh karena itu DP3 yang demikian dapat memunculkan kekhawatiran surutnya motivasi berprestasi dan menurunkan semangat profesionalisme guru. 3) Senioritas Dalam Promosi Kepala Sekolah Pepatah yang mengatakan “The right man in the right place” mempu- nyai makna yang dalam berkait erat dengan penempatan seseorang pada suatu jabatan tertentu. Karena setiap jabatan pada dasarnya mempunyai sifat dan karakter tertentu yang memerlukan orang dengan ketrampilan dan keahlian yang tertentu pula. Sebagaimana layaknya jabatan kepala sekolah, tidak bisa
  • 14. 14 sembarang orang menduduki jabatan tersebut. Oleh karena itu guru yang akan menduduki jabatan Kepala Sekolah berkewajiban memenuhi beberapa persyaratan yang sudah ditentukan. Sehingga dasar yang menjadi landasan seseorang untuk menduduki jabatan Kepala Sekolah bukan masalah senioritas melainkan kecakapannya. Sebagai ilustrasi, untuk Kabupaten Banjarnegara dalam petunjuk teknis pelaksanaan bagi Guru yang akan diberi tugas tambahan sebagai Kepala sekolah, komponen masa kerja mendapatkan penilaian yang signifikan. Seorang guru dengan masa kerja di atas 20 tahun memperoleh skor 5 dengan bobot 2,5 = 12,5. Sedangkan guru yang bermasa kerja 10 s.d 12 tahun mendapatkan skor 1 dengan bobot 2 = 2. Tampak sekali bahwa peraturan ini mengindikasikan paham senioritas terasa kental dan memberikan peluang yang sangat besar, seolah-olah jabatan tersebut dianggap layaknya harta warisan dimana yang tertua berpeluang besar untuk menguasainya. Berkait erat dengan masa kerja adalah usia maksimum seseorang masih diperkenankan untuk menjadi kepala sekolah, yaitu 56 tahun. Sementara Usia pensiun guru adalah 60 tahun. Bila guru tersebut diangkat menjadi Kepala Sekolah, berarti tinggal 4 tahun. Dengan mempertimbangkan umur dan sisa masa kerja, bisa diprediksikan bahwa Kepala Sekolah tersebut tentu sudah tidak menyukai perubahan karena bisa menimbulkan konflik meskipun sebagai dinamika. Hal yang demikian tentu bertentangan dengan fungsi kepala sekolah sebagai the agent of changes yang mengandung banyak resiko. Padahal pengambilan keputusan yang bermutu bisa diukur dari kandungan resiko yang ditimbulkan, pengertiannya kemungkinan resiko itu muncul bila faktor pendukungnya ada. Dan disinilah akan terlihat bobot leadership seseorang karena dia mampu memperhitungkan serta mengantisipasi resiko. Dari pemaparan di atas, konsep seleksi kepala sekolah dengan memasukkan unsur senioritas sangat jelas bertentangan dengan pembinaan profesionalisme. Dan juga senioritas tidak mesti identik dengan pengalaman. Oleh karena itu faktor yang paling rasional dalam pengangkatan kepala seko- lah adalah berdasarkan pada kompetensi kepala sekolah, bukan pada yang lain termasuk senioritas.
  • 15. 15 d. Guru Semakin Terbelakang 1) Penggajian Guru dan Kesejahteraan Sejak diberlakukan angka kredit kenaikan pangkat, guru golongan III kenaikan pangkatnya rata-rata dapat ditempuh dalam waktu 2 tahun dan sangat jarang yang ditempuh dalam 3 tahun apalagi sampai 4 tahun. Sehingga dalam jangka waktu yang relatif pendek sekitar 8-10 tahunan guru sudah bisa menduduki golongan IV/a. Pada masa penilaian tersebut dapat disebut layaknya jalan bebas hambatan karena hampir semua guru bisa dipastikan naik pangkat dalam waktu yang sangat cepat. Dalam keadaan demikian sulit untuk dibedakan mana guru yang berdedikasi dan berkomitmen dengan yang tidak. Sedangkan motivasi yang mendasari dapat diasumsikan karena dengan percepatan kenaikan pangkatnya berdampak pada perubahan peningkatan finansial dan status. Berapapun kecilnya penambahan gaji dapat merangsang guru peduli pada kenaikan pangkatnya. Efek berikutnya adalah peningkatan status pada Daftar Urut Kepangkatan yang dapat membawa pengaruh psikologis pada guru tersebut. Oleh karena itu apapun bentuknya kesejahtera an merupakan faktor pendorong kuat bagi guru dalam meningkatkan kinerja nya. Padahal semua orang tahu bahwa tambahan penghasilan untuk setiap jenjang kenaikan pangkat yang dicapai ≥ 2 tahun tidak lebih dari tujuh puluh lima ribu rupiah, dan kebutuhan hidup meningkat dengan cepat layaknya deret hitung. Kondisi ini berarti posisi kesejahteraan guru tetap dalam keadaan jomplang tidak sebanding dengan pengabdianya bilamana guru disebut sebagai profesi. Namun dalam perjalanan karier kenaikan pangkat berikutnya fakta menunjukkan bahwa hampir-hampir seluruh guru macet tak bergeming dari golongan IV/a. Hal tersebut disebabkan adanya persyaratan pengembangan profesi untuk kenaikan dari IV/a ke IV/b. Bermula dari sini baru bisa terlihat siapa-siapa guru yang potensial dan yang tidak. Bagi guru berkomitmen rendah persyaratan pengembangan profesi dianggap beban yang sangat berat yang perolehan finansialnya dari kenaikkan golongan IV/b dinilai tidak sebanding. Keadaan ini bertolak belakang bagi guru yang berkomitmen tinggi, kinerjanya tak berpengaruh oleh persyaratan pengembangan profesi tetapi
  • 16. 16 malah menjadikan persyaratan tersebut sebagai sarana pengembangan profesinya menuju profesionalisme. Meskipun penambahan finansial dari kenaikan golongan IV/a ke IV/b juga tidak seberapa. Idealnya peningkatan gaji pokok pada golongan tersebut perlu ditinjau kembali, sebab tidak semua guru bisa mencapai ke jenjang IV/b dan seterusnya, sehingga ada korelasi yang signifikan dengan pembinaan professionalisme. Kondisi kesejahteraan guru yang memprihatinkan, mengisyaratkan perlunya perubahan secepatnya system penggajian guru berbeda dengan pegawai negeri lainnya. Dampak dari system penggajian sekarang, guru tidak mampu mengalokasikan gajinya untuk membeli buku apalagi melakukan saving. Dapatlah dimaklumi kalau referensi bacaan guru kebanyakan berupa LKS-LKS atau buku-buku untuk siswa dari penerbit sebagai kompensasi atas dipakainya buku tersebut untuk siswanya. Maka tidaklah mengherankan bila guru bukannya semakin maju tetapi malah berjalan ditempat atau bahkan mundur karena LKS atau buku tersebut tidak dapat memberikan nilai tambah pengetahuan baru bagi guru. Dan guru sudah bukan lagi sumber ilmu bagi anak didiknya karena mereka sudah memperoleh nya dari berbagai media baik cetak atau elektronika. Tetapi semoga guru tidak ditinggalkan oleh murid- muridnya. 2) Ekonomi Lemah dan Budaya Hedonis Indonesia yang berpenduduk besar berpeluang dijadikan sasaran pasar ekonomi kapitalis Pengaruh. Globalisasi dan modernisasi memberikan corak akselerasi perubahan life style, dan. berbagai jenis barang dari luar negeri mengalir deras ke Indonesia sehingga banyak products ditawarkan di pasaran. Dengan produk tersebut menyebabkan hidup menjadi mudah dan nyaman, dan semua orang menginginkannya. Namun konsekuensi yang harus dibayar cukup mahal, yaitu konsumerisme. Dan gurupun, tak terkecuali, terjebak pada gaya hidup hedonis. Resikonya fatal, mereka terjerat oleh Bank karena gaji guru yang sudah terlalu kecil; tidak cukup untuk membiayai kebutuhan yang bersifat primer apalagi membiayai gaya hidup, jelas tidak tercover.
  • 17. 17 Berikut gambaran penerimaan gaji seorang guru Golongan IV/a, dengan seorang isteri dan dua anak : Penerimaan 1. Gaji Pokok Rp. 1.276.600 2. Tunjangan Isteri Rp. 127.660 3. Tunjangan Anak Rp. 51.064 3. Tunjangan Fungsional Rp. 262.500 4. Tunjangan Beras Rp. 120.360 5. Tunjangan PPh Rp. 29.541 6. Pembulatan Rp. 48 Jumlah Penerimaan Rp. 1.867.773 Potongan 1. Taspen Rp. 145. 532 2. PPh Rp. 29.541 3. Perumahan Rp. 10.000 Jumlah Potongan Rp. 185.073 Penerimaan Bersih Rp. 1.682.700 Dari gaji Rp. 1.682.700 dialokasikan untuk kebutuhan hidup di kota kecil dengan standard minimal yang meliputi : Makan, transportasi, telekomunikasi, PAM, Listrik, kesehatan, biaya sekolah, sosial, dan perumahan, dll. Penerimaan gaji Rp. 1.682.700 Pengeluaran 1. Transport guru (24 x Rp. 4000) Rp. 96.000 2. Makan (4 orang x 3 x 30 x Rp. 3000) Rp. 1.080.000 3. Rekening Telpon rumah Rp. 75.000 4. Rekening PAM Rp. 45.000 5. Rekening Listrik Rp. 80.000 6. Gas Rp. 56.000 6. Transport dan uang saku (2x5000x24) Rp. 240.000 7. Dana kesehatan (4x Rp. 35.000) Rp. 140.000 8. Dana Sosial (2x20.000) Rp. 40.000 9. Dana Perumahan Rp. 50.000 Jumlah Pengeluaran Rp. 1.852.000 Saldo Minus Rp. 170.000 Status ekonomi guru yang begitu lemah, dengan hidup gali lobang tutup lobang jelas-jelas tidak dapat mendukung kinerja guru. Dan sampai kapanpun profesionalisme akan masih tetap menjadi barang langka apabila kebutuhan yang bersifat primer saja belum terpenuhi. Oleh karena itu bila negara komit pada pengembangan SDM maka yang pertama kali perlu dipertimbangkan adalah gaji guru, setelah itu profesionalisme. Tuntutan profesionalisme tidak akan jalan tanpa perimbangan gaji yang memadai.
  • 18. 18 PENUTUP a. Kesimpulan Tak pelak lagi bahwa guru tak bisa lepas dari tudingan sebagai salah satu penyebab terpuruknya SDM Indonesia karena guru dianggap sebagai faktor determinan. Pemerintah menyadari, meskipun terlambat, pemberdayaan guru masalah yang sangat urgen dan darurat untuk ditangani. Dan gaungnyapun begitu keras sehingga guru diwacanakan sebagai profesi sebagaimana profesi pengacara, dokter ataupun akuntan. Profesi yang dipahami secara ilmiah dengan pengertian sebagai berikut : 1. Berdasarkan ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui pendidikan atau pelatihan. 1. Pengetahuaan tersebut memuat teknik-teknik bekerja 2. Adanya standar kompetensi yang ditetapkan 3. Adanya prosedur kerja 4. Bekerja demi pelanggan 5. Dibutuhkan oleh masyarakat 6. Mengutamakan kualitas 7. Menjunjung kode etik Profesi 8. Mempunyai Organisasi Profesi 9. Mempunyai Badan Kehormatan Profesi Karena guru sebagai profesi, berdasarkan criteria tersebut sudah barang tentu tidak semua orang yang mengajar bisa disebut guru. Dan secara otomatis para guru adalah Profesional yang harus bekerja dalam koridor Profesionalisme. Dan kesemua itu merupakan tantangan dan tuntutan agar ke depan guru bertindak professional. Program pemberdayaan yang demikian baik, sudah diduga sebelumnya tentu tidak akan berjalan mulus, banyak kendala yang dihadapi. Karena guru sendiri masih terbelenggu pada permasalahan sendiri yang sangat sulit untuk diatasi. Dan permasalahan tersebut sangat beragam yang diantaranya adalah : 1. Pendidikan dan Rekruitmen Guru Pendidikan dan rekruitmen guru yang tidak mendapatkan peluang memperoleh input siswa yang baik, bermotivasi tinggi untuk menjadi guru. Atau guru menjadi profesi terbuka karena sembarang orang ,tanpa
  • 19. 19 memeperhatikan persyaratannya, bisa menjadi guru. Sehingga guru bukan merupakan pilihan prioritas profesi dalam hidupnya. Dan akibatnya banyak guru yang tak layak mengajar di SMA. 2. Beban Kerja Guru. Standard Pelayanan Minimal yang mewajibkan guru harus mengajar 24 jam per minggu tampaknya sudah tidak sesuai lagi dengan dengan Kurikulum 2004 (KBK) yang lebih mengedepankan prioritas layanan kepada pengembangan potensi siswa, dengan model tuntas belajar. KBK menuntut guru bekerja ekstra pada focus kompetensi individu siswa. Oleh karena itu semakin kecil alokasi jam mengajar suatu mata pelajaran berarti semakin besar beban guru mengajar. Permasalahan lain yang muncul adalah bahwa paradigma KBK masih disikapi dengan pola tradisional, artinya tidak terjadi perubahan substansial pada tataran pembelajaran. 3. Pembinaan dan Karier Guru Instrumen DP3 tidak lagi mencerminkan performance seseorang karena lebih berfungsi sebagai formalitas belaka. Dan hampir bisa dipastikan bahwa DP3 bukan merupakan penilaian tahunan tetapi lebih merupakan penilaian kumulatif sehingga semakin senior seseorang, semakin tinggi nilai yang diperolehnya. Oleh karena itu pembinaan guru melalui DP3 tidak bisa efektif. Karena DP3 tidak dapat berfungsi dengan baik konsekuensinya semua guru mendapat prestasi yang sama. Dengan kata lain DP3 tidak mempunyai daya pembeda yang mampu membedakan guru potensial dan yang bukan. Perlakuan yang demikian tentu tidak adil karena guru yang kinerjanya baik atau guru berprestasi mendapat apresiasi minim penghargaan yang tidak layak sehingga bisa menyurutkan achievement motivation. Model pembinan dengan DP3 memungkinkan guru senior memperoleh skor yang sangat tinggi namun karena implementasinya senioritas umur belum tentu sama dengan senioritas pengalaman. Konsep The right man in the right place” berkait erat dengan penempatan seseorang pada suatu jabatan tertentu. Karena setiap jabatan pada dasarnya mempunyai sifat dan karakter tertentu yang memerlukan orang dengan ketrampilan dan keahlian yang tertentu pula. Dengan demikian pembinaan guru menjadi kepala sekolah melalui senioritas sudah tidak bisa dipertahankan
  • 20. 20 4. Guru Semakin Terbelakang Diketahui bahwa tambahan penghasilan untuk setiap jenjang kenaikan pangkat yang dicapai ≥ 2 tahun tidak lebih dari tujuh puluh lima ribu rupiah, dan kebutuhan hidup meningkat dengan cepat layaknya deret hitung. Sehingga posisi kesejahteraan guru tetap dalam keadaan jomplang tidak sebanding dengan pengabdianya bilamana guru disebut sebagai profesi. Dan dampaknya dari system penggajian sekarang, guru tidak mampu mengalokasikan gajinya untuk membeli buku apalagi melakukan saving. Akibat selanjutnya adalah guru selalu tertinggal dari perkembangan ilmu pengetahuan. Status ekonomi guru yang begitu lemah, dan masih diperparah dengan gaya hidup hedonis menyebabkan guru terjerat hutang pada Bank. Sehingga guru sudah tidak bisa mengharapkan gaji untuk kesejahteraannya melainkan hanya untuk menutup hutang. Dan resiko yang paling mungkin adalah guru bekerja bukan karena profesi untuk memberikan layanan pengembangan potensi siswa tetapi bagaimana mencari celah agar memperoleh uang di luar pekerjaannya untuk menutupi kebutuhannya. Permasalahan guru yang begitu kompleks, bisa jadi profesionalisme guru mentah menjadi sebuah Utopia. Dan SDM Indonesia-pun tetap terbelakang. b. Saran-Saran Besarnya tuntutan masyarakat terhadap guru dapat dilihat dari banyaknya sorotan yang ditujukan kepadanya baik melalui media cetak maupun elektronika. Dan kritikan yang paling tajam tentang keterlibatan guru dalam mengkontribusi rendahnya SDM Indonesia. Namun guru sendiri sebetulnya sedang menghadapi masasalah internal sehubungan dengan profesionalisme. Ada prasyarat yang harus dipenuhi bila mengharap para pendidik menjadi professional. Oleh karena itu wacana guru sebagai profesi perlu diberikan apresiasi yang sepadan, sehingga tidak seperti yang terjadi sekarang penuh dengan permsalahan. Dengan mencermati pemahaman pengertian tentang profesi, professional dan professional isme serta kondisi permasalahan guru yang di hadapi, secepat dilakukan pembenahan-pembenahan yang diantaranya meliputi : 1) Pendidikan dan Rekruitmen guru Untuk mendapat input calon guru yang berkualitas dalam rekruitmen perlu dipertimbangkan kembali keberadaan Sekolah Pendidikan Guru (SPG).
  • 21. 21 Namun tidak perlu membangun sekolah SPG lagi, cukup dengan memanfaatkan keberadaan SMA. Sedangkan lulusannya diarahkan untuk memasuki LPTK, bukan untuk perguruan tinggi yang lain. Tentang keberadaan LPTK, kuantitasnyapun harus dibatasi dan dikelo la oleh Perguruan Tinggi yang berkualitas. Dalam penerimaan siswa calon guru SLTA di LPTK, konsisten mempertimbangkan keseimbangan antara lulusan dan kebutuhan guru. Dengan demikian LPTK mampu menyediakan guru secara kontinyu, sehingga tidak sembarang lulusan bisa menbjadi guru. 2) Beban Kerja guru Kewajiban mengajar dengan alokasi jam mengajar memunculkan permasalahan serius bagi guru dan sekaligus sebagai kendala yang bisa mengganggu peningkatan mutu siswa. Konsep tuntas belajar pada Kurikulum 2004 mengisyaratkan kepedulian layanan individu menjadi prioritas. Oleh karena itu konsep beban kewajiban jam mengajar tidak relevan, dan perlu disesuaikan dengan substansi Kurikulum 2004, sehingga perlu merujuk pada besarnya layanan guru kepada siswa. 3) Pembinaan dan Karier guru Fungsi DP3 sebagai sarana pembinaan guru tidak berjalan dengan baik karena budaya yang dibangun sejak awal tidak mencerminkan performance guru. Konsekuensinya, dengan DP3 guru potensial tidak mendapat apresiasi yang wajar atas prestasinya. Bertalian dengan konsep guru sebagai profesi yang bekerja demi pelanggan dan mengutamakan kualitas maka sudah selayaknya kalau suara siswa mulai dipertimbangkan. Sesungguhnya apresiasi berawal dari siswa untuk selanjutnya sekolah dapat menindaklanjuti. 4) Kesejahteraan dan Kompetensi Guru Kondisi kesejahteraan guru yang memprihatinkan, mengisyaratkan perlunya perubahan secepatnya system penggajian guru berbeda dengan pegawai negeri sipil lainnya. Dan di dalamnya juga dimasukkan tunjangan pengembangan profesi. Sehingga melalui system yang baru tersebut diharapkan guru mampu mengikuti perkembangan jaman dan mengembang kan profesinya.
  • 22. 22 DAFTAR PUSTAKA Alhumami, Amich. 2004. 2 Juli. Tiga Isu Kritis Pendidikan. Kompas, h. 5 Bagir, Haidar. 2004, 20 Pebruari. Salah Paham Ihwal KBK. Kompas, h. 5 Biro Hukum dan Organisas Depdiknas. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia : Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta Carr, David. 2000. Profesionalism and Ethics in Teaching. London : Routledge Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-undang Sisdiknas no 20. Jakarta. Direktorat Dikmenum Depdiknas. 2003. Pedoman Penyusunan StandarPelayanan minimal Penyelenggaraan Persekolahan Bidang Dikdasmen. Jakarta Direktorat Dikmenum Depdiknas. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah Ed. 3. Jakarta Fatah, Nanang. 2005, 9 Desember. Banyak Guru Tidak Layak Mengajar. Kompas, h. 12 Gilley, Jerry W. Dan Eggland, Steven A. 1991. Principles of Human Resource Development. Massachusetts : Addison-Wessley Publising Company, INC. Imron, Ali. 1995. Pembinaan guru di Indonesia. Jakarta : Pustaka Jaya Ki Supriyoko. 2004, 5 Maret. Problem Kultural Pendidikan Kita. Kompas h. 4 LPMI. 2004, 6 Nopember. Fokus : Menanti Lonjakan Kualitas Bangsa. Kompas, h. 44. Muzaki dan Komalasari, Dewi. 2006. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Th 2005 Tentang Guru dan Dosen. Jakarta : BP. Pustaka Karya. Nata, Abudin. 2003. Manajemen Pendidikan : Mengatasi Kelemahan pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta : Prenada Media. Nurkolis. 2001, 8 Januari. Kurikulum Baru VS Kualitas Guru. Suara Merdeka, h. VI Sinar Grafika. 2001. Undang-Undang Otonomi Daerah 1999. Jakarta Soekartawi. 2004, 18 oktober. Pembangunan Pendidikan Perlu Keberanian Kerja Keras, dan Skala Prioritas. Kompas, h. 45 Supriadi, Dedi. 1999. Mengangkat Citra Guru dan Martabat Guru. Yogyakarta : Adicita Karya Nusa. Taruna. 2005. Februari. Guru Sebagai Profesi dan/atau Pekerja. Derap Guru No. 61 Th. V, h. 26 Wirawan, 2001. Evaluasi Program Pendidikan : Bahan Kuliah Program Studi Magister Pendidikan. Jakarta : UHAMKA Press.