2. Kapal Pengangkut Kimia
Tambang Bocor di Sibolga
Konsep :
Melihat kasus pencemaran dari awal tahun 2014 saja,
indonesia sudah mengalami sekitar lebih 30 kasus. Baik di
udara, air maupun tanah. Dan sampai saat ini penanganan
kasusnya itu sendiri tidak menemukan titik terang siapa yang
bertanggung jawab atas pencemaran tersebut. Lagi lagi pihak
masyarakat lah yang menanggung resiko maupun bahaya dari
pencemaran tersebut.
4. CONTOH KASUS
Kapal Caraka Jaya Niaga III mengalami kebocoran dan
mengalirkan bahan kimia di Pelabuhan Sambas, Sibolga, Sumatera
Utara. Kapal milik Meratus Lines tersebut mengangkut bahan kimia
milik PT Agincourt Resources, yang bergerak di bidang
pertambangan emas di Tapanuli Selatan. Kebocoran tersebut berupa
asam klorida (HCl) cair yang berasal dari tabung besar berbentuk
silinder di dalam kapal. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan
Hidup Sumatera Utara Kusnadi mengatakan tumpahan bahan kimia
tersebut tergolong berbahaya. "Kami dengar mulai tumpah tadi
siang," katanya kepada Tempo, Sabtu 18 Januari 2014, malam.
6. Zulkarnain, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Smut, kepada Mongabay,
di Kota Sibolga berjarak 12 jam dari Medan, pada Sabtu (8/3/14), mengatakan,
guna mengetahui seberapa besar pencemaran laut Sibolga dilakukan penelitian dan
uji laboratorium.
Sampel air, katanya, diambil dan mendalami dampak negatif pencemaran
bahan kimia itu terhadap biota laut di Kota Sibolga. Termasuk efek berbahaya
bagi nelayan, dan masyarakat yang selama ini menggunakan air laut untuk
kebutuhan sehari-hari. “Soal kebocoran itu akan terus didalami karena sangat
berbahaya,” katanya. Dia kala itu ke Sibolga, mengikuti peresmian Pelabuhan
Perikanan Nusantara Sibolga oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C.
Sutardjo.
Menurut dia, penyidikan ini untuk melihat sejauhmana pencemaran laut
Sibolga. Hasil laboratorium dari tim itu, juga akan dibandingkan dengan penelitian
tim independen bentukan tambang Emas Martabe. Setelah mendapatkan hasil,
nanti diambil langkah-langkah. “Apakah akan menyerahkan ke kepolisian, atau ada
sanksi lain.”
7. Zulkarnain mengatakan, jika hasil penyidikan sudah keluar, mereka
akan memanggil dan meminta pertanggungjawaban perusahaan.
Kebocoran HCl itu, bisa mengancam biota laut, seperti bibit ikan, batu
karang, dan rumput laut. Ekosistem terancam akibat cemaran bahan
kimia ini.
Dampak lain, hutan mangrove akan terkena efek buruk. Nelayan ada di
Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga, juga bisa terkena imbas, jika
terkena air laut tercemar ini. Mereka bisa mengalami gatal-gatal. Keracunan
bisa terjadi, jika nelayan dan warga mengkonsumsi air yang diduga tercemar.
“Nanti akan kita teliti. Tim sudah dibentuk dan perusahaan Tambang
Emas Martabe akan dipanggil untuk menjelaskan terbuka. Hasil penelitian tim
independen mereka akan dianalisis. Setelah itu perbandingan dengan hasil
penelitian tim Dinas Kelautan dan Perikanan Sumut,” kata Zulkarnain.
9. Ketua Tim Penelitian kebocoran gas HCl, mengatakan, HCl sangat korosif
dan toksik serta dapat menimbulkan iritasi bila kontak dengan kulit. Namun, HCl
mudah larut di dalam air, dimana setiap liter HCl dapat dinetralisir cukup oleh empat
meter kubik air laut. Dengan kata lain, HCl telah kehilangan risiko bahaya oleh air
laut sebanyak itu.
Dari perhitungan mereka, volume HCl sebesar 500 liter yang terbuang ke
dalam laut, dilarutkan volume air laut sebanyak 6.750.000 meter kubik. Hingga,
konsentrasi HCl di dalam laut hanya 0,0000024 persen. Angka ini, jauh di bawah
ambang batas baku mutu yang ditentukan, sebesar lima persen. Jadi, katanya,
kebocoran HCl ini tak membahayakan, karena dinetralisir air laut.
Henry M Batubara, Kepala Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga,
mengatakan, saat petugas pelabuhan mengetahui tabung HCl bocor, mereka
memerintahkan kapal segera menuju ke tengah laut. Lalu, mengevakuasi manusia di
dalam kapal, dan menghentikan kebocoran gas HCl. Setelah itu, langsung memeriksa
dokumen, dan bersama kepolisian memanggil nahkoda kapal.
Dia mengatakan, dalam UU Perikanan, sudah ada aturan bagi kapal-kapal
yang beroperasi. Jika ada kapal sengaja membuang bahan kimia berbahaya, atau
limbah berbahaya, kena sanksi pidana maksimal dua tahu dan denda Rp2 miliar.