1. Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan karunianya, kami dapat menyelesaiakan makalah ini yang berjudul “.KERAJAAN
HINDU BUDHA DI INDONESIA.”
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu / Bapak guru yang telah
membimbing kami dalam menger;jakan makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman yang juga sudah memberi kontribusi baik langsung maupun tidak
langsung dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah yang kami buat ini dapat membuat kita mencapai kehidupan yang
lebih baik lagi.
Sariwangi, 23 Oktober 2014
Penyusun :
Kelompok 1
Siti Sofia Nurarofah
Ai Dini Karlina
Ari Ardiana
Iking Gunaryaring
Lida Ahdiah Hasanah
2. Daftar Isi
Kata Pengantar..................................................................................................................i
Daftar isi..............................................................................................................................ii
Bab 1 Pendahuluan.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang………....................................................................................................1
2.1 Rumusan Masalah...........................................................................................................1
3.1 Tujuan Makalah...............................................................................................................1
Bab 2 Pembahasan..................................................................................................................
2.1 Kerajaan Kediri……………………………….................................................................
2.2 Kerajaan Singosari...................................................................................................
Bab 3 Penutup...........................................................................................................................
3.1 Simpulan .............................................................................................................................
3.2 Saran...................................................................................................................................
BAB I
3. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kerajaan Kediri terletak di sekitar Kali Berantas, Jawa Timur. Kerajaan Kediri
berjaya pada pemerintahan Raja Kameswara yang bergelar Sri Maharaja Sirikan Kameswara.
Kameswara meninggal pada tahun 1130. Penggantinya adalah Jayabaya. Jayabaya adalah raja
terbesar Kediri. Ia begitu terkenal karena ramalannya yang disebut Jangka Jayabaya. Raja
Kediri yang terakhir adalah Kertajaya yang meninggal tahun 1222. Pada tahun itu Kertajaya
dikalahkan oleh Ken Arok di Desa Ganter, Malang. Peninggalan-peninggalan Kerajaan
Kediri antara lain Prasasti Panumbangan, Prasasti Palah, Kitab Smaradhahana karangan
Empu Dharmaja, Kitab Hariwangsa karangan Empu Panuluh, Kitab Krinayana karangan
Empu Triguna, dan Candi Panataran.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Kapan berdirinya Kerajaan Kediri?
2. Bagaimana kehidupan sosial di Kerajaan Kediri?
3. Bagaimana kehidupan ekonomi Masyarakat Kediri?
C. TUJUAN
1. Memahami Berdirinya Kerajaan Kediri.
2. Memahami kehidupan sosial di Kerajaan Kediri.
3. Memahami kehidupan ekonomi masyarakat Kediri.
4. KERAJAAN KEDIRI
Kerajaan Kediri adalah sebuah kerajaan besar di Jawa Timur yang berdiri pada abad
ke-12. Kerajaan ini merupakan bagian dari Kerajaan Mataram Kuno. Pusat kerajaanya
terletak di tepi Sungai Brantas yang pada masa itu telah menjadi jalur pelayaran yang ramai.
A. Berdirinya Kerajaan Kediri
Penemuan Situs Tondowongso pada awal tahun 2007, yang diyakini sebagai
peninggalan Kerajaan Kadiri diharapkan dapat membantu memberikan lebih banyak
informasi tentang kerajaan tersebut. Beberapa arca kuno peninggalan Kerajaan Kediri. Arca
yang ditemukan di desa Gayam, Kediri itu tergolong langka karena untuk pertama kalinya
ditemukan patung Dewa Syiwa Catur Muka atau bermuka empat.
Pada tahun 1041 atau 963 M Raja Airlangga memerintahkan membagi kerajaan
menjadi dua bagian. Pembagian kerajaan tersebut dilakukan oleh seorang Brahmana yang
terkenal akan kesaktiannya yaitu Mpu Bharada. Kedua kerajaan tersebut dikenal dengan
Kahuripan menjadi Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) yang dibatasi oleh gunung
Kawi dan sungai Brantas dikisahkan dalam prasasti Mahaksubya (1289 M), kitab
5. Negarakertagama (1365 M), dan kitab Calon Arang (1540 M). Tujuan pembagian kerajaan
menjadi dua agar tidak terjadi pertikaian.
Kerajaan Jenggala meliputi daerah Malang dan delta sungai Brantas dengan
pelabuhannya Surabaya, Rembang, dan Pasuruhan, ibu kotanya Kahuripan, sedangkan
Panjalu kemudian dikenal dengan nama Kediri meliputi Kediri, Madiun, dan ibu kotanya
Daha. Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan masing-masing kerajaan saling merasa
berhak atas seluruh tahta Airlangga sehingga terjadilah peperangan.
Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah kerajaannya
karena kedua putranya bersaing memperebutkan takhta.Putra yang bernama Sri
Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat bernama Panjalu yang berpusat di kota baru, yaitu
Daha. Sedangkan putra yang bernama Mapanji Garasakan mendapatkan kerajaan timur
bernama Janggala yang berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan. Panjalu dapat dikuasai
Jenggala dan diabadikanlah nama Raja Mapanji Garasakan (1042 – 1052 M) dalam prasasti
Malenga. Ia tetap memakai lambang Kerajaan Airlangga, yaitu Garuda Mukha.
Pada awalnya perang saudara tersebut, dimenangkan oleh Jenggala tetapi pada
perkembangan selanjutnya Panjalu/Kediri yang memenangkan peperangan dan menguasai
seluruh tahta Airlangga. Dengan demikian di Jawa Timur berdirilah kerajaan Kediri dimana
bukti-bukti yang menjelaskan kerajaan tersebut, selain ditemukannya prasasti-prasasti juga
melalui kitab-kitab sastra. Dan yang banyak menjelaskan tentang kerajaan Kediri adalah hasil
karya berupa kitab sastra. Hasil karya sastra tersebut adalah kitab Kakawin Bharatayudha
yang ditulis Mpu Sedah dan Mpu Panuluh yang menceritakan tentang kemenangan
Kediri/Panjalu atas Jenggala.
B. Perkembangan Kerajaan Kediri
Dalam perkembangannya Kerajaan Kediri yang beribukota Daha tumbuh menjadi
besar, sedangkan Kerajaan Jenggala semakin tenggelam. Diduga Kerajaan Jenggala
ditaklukkan oleh Kediri. Akan tetapi hilangnya jejak Jenggala mungkin juga disebabkan oleh
tidak adanya prasasti yang ditinggalkan atau belum ditemukannya prasasti yang ditinggalkan
Kerajaan Jenggala. Kejayaan Kerajaan Kediri sempat jatuh ketika Raja Kertajaya (1185-
1222) berselisih dengan golongan pendeta. Keadaan ini dimanfaatkan oleh Akuwu Tumapel
Tunggul Ametung.
Namun kemudian kedudukannya direbut oleh Ken Arok. Diatas bekas Kerajaan
Kediri inilah Ken Arok kemudian mendirikan Kerajaan Singasari, dan Kediri berada di
bawah kekuasaan Singasari. Ketika Singasari berada di bawah pemerintahan Kertanegara
(1268 – 1292), terjadilah pergolakan di dalam kerajaan. Jayakatwang, raja Kediri yang
selama ini tunduk kepada Singasari bergabung dengan Bupati Sumenep (Madura) untuk
menjatuhkan Kertanegara. Akhirnya pada tahun 1292 Jayakatwang berhasil mengalahkan
Kertanegara dan membangun kembali kejayaan Kerajaan Kediri.
6. 1. Perkembangan politik kerajaan Kediri
Mapanji Garasakan memerintah tidak lama. Ia digantikan Raja Mapanji Alanjung
(1052 – 1059 M). Mapanji Alanjung kemudian diganti lagi oleh Sri Maharaja Samarotsaha.
Pertempuran yang terus menerus antara Jenggala dan Panjalu menyebabkan selama 60 tahun
tidak ada berita yang jelas mengenai kedua kerajaan tersebut hingga munculnya nama Raja
Bameswara (1116 – 1135 M) dari Kediri.
Pada masa itu ibu kota Panjalu telah dipindahkan dari Daha ke Kediri sehingga
kerajaan ini lebih dikenal dengan nama Kerajaan Kediri. Raja Bameswara menggunakan
lencana kerajaan berupa tengkorak bertaring di atas bulan sabit yang biasa disebut
Candrakapala. Setelah Bameswara turun takhta, ia digantikan Jayabaya yang dalam masa
pemerintahannya itu berhasil mengalahkan Jenggala.
Pada tahun 1019 M Airlangga dinobatkan menjadi raja Medang Kamulan. Airlangga
berusaha memulihkan kembali kewibawaan Medang Kamulan, setelah kewibawaan kerajaan
berahasil dipulihkan, Airlangga memindahkan pusat pemerintahan dari Medang Kamulan ke
Kahuripan. Berkat jerih payahnya, Medang Kamulan mencapai kejayaan dan kemakmuran.
Menjelang akhir hayatnya, Airlangga memutuskan untuk mundur dari pemerintahan dan
menjadi pertapa dengan sebutan Resi Gentayu. Airlangga meninggal pada tahun 1049 M.
Pewaris tahta kerajaan Medang Kamulan seharusnya seorang putri yaitu Sri
Sanggramawijaya yang lahir dari seorang permaisuri. Namun karena memilih menjadi
pertapa, tahta beralih pada putra Airlangga yang lahir dari selir. Untuk menghindari perang
saudara, Medang Kamulan dibagi menjadi dua yaitu kerajaan Jenggala dengan ibu kota
Kahuripan, dan kerajaan Kediri (Panjalu) dengan ibu kota Dhaha. Tetapi upaya tersebut
mengalami kegagalan. Hal ini dapat terlihat hingga abad ke 12, dimana Kediri tetap menjadi
kerajaan yang subur dan makmur namun tetap tidak damai sepenuhnya dikarenakan
dibayang- bayangi Jenggala yang berada dalam posisi yang lebih lemah. Hal itu menjadikan
suasana gelap, penuh kemunafikan dan pembunuhan berlangsung terhadap pangeran dan raja
– raja antar kedua negara. Namun perseteruan ini berakhir dengan kekalahan jenggala,
kerajaan kembali dipersatukandi bawah kekuasaan Kediri.
1. Kehidupan Politik Masyarakat Kediri
Hubungan antara raja dan pejabat menengah kerajaan dapat bersifat langsung
Kalangan intelektual dari kalangan brahma diundang untuk ikut serta dalam
pemerintahan
Organisasi meliter diperkuat. Tindakan ini dilakukan untuk memenangkan persaingan
melawan Ganggak dan menciptakan keamanan
Pengaturan penyaluran air dimedernisasikan untuk meningkatkan ekonomi
7. C. Sistem Pemerintahan Kerajaan Kediri
Sistem pemerintahan kerajaan Kediri terjadi beberapa kali pergantian kekuasaan,
adapun raja – raja yang pernah berkuasa pada masa kerajaan Kediri adalah:
a. Shri Jayawarsa Digjaya Shastraprabhu
Jayawarsa adalah raja pertama kerajaan Kediri dengan prasastinya yang berangka tahun
1104. Ia menamakan dirinya sebagai titisan Wisnu.
b. Kameshwara
Raja ke dua kerajaan Kediri yang bergelar Sri Maharajarake Sirikan Shri Kameshwara
Sakalabhuwanatushtikarana Sarwwaniwaryyawiryya Parakrama Digjayottunggadewa, yang
lebih dikenal sebagai kameshwara I (1115 – 1130). Lancana kerajaanya adalah tengkorak
yang bertaring disebut Candrakapala. Dalam masa pemerintahannya Mpu Darmaja telah
mengubah kitab samaradana. Dalam kitab ini sang raja di puji–puji sebagai titisan dewa
Kama, dan ibukotanya yang keindahannya dikagumi seluruh dunia bernama Dahana.
Permaisurinya bernama Shri Kirana, yang berasal dari Janggala.
c. Jayabaya
Raja kediri ketiga yang bergelar Shri Maharaja Shri Kroncarryadipa
Handabhuwanapalaka Parakramanindita Digjayotunggadewanama Shri Gandra. Dengan
prasatinya pada tahun 1181. Raja Kediri paling terkenal adalah Prabu Jayabaya, di bawah
pemerintahannya Kediri mencapai kejayaan. Keahlian sebagai pemimpin politik yang ulung
Jayabaya termasyur dengan ramalannya. Ramalan–ramalan itu dikumpulkan dalam satu kitab
yang berjudul jongko Joyoboyo. Dukungan spiritual dan material dari Prabu Jayabaya dan hal
budaya dan kesusastraan tidak tanggung–tanggung. Sikap merakyat dan visinya yang jauh
kedepan menjadikan prabu Jayabaya layak dikenang.
d. Prabu Sarwaswera
Sebagai raja yang taat beragama dan budaya, prabu Sarwaswera memegang teguh
prinsip tat wam asi yang artinya Dikaulah itu, dikaulah (semua) itu, semua makhluk adalah
engkau. Tujuan hidup manusia menurut prabu Sarwaswera yang terakhir adalah mooksa,
yaitu pemanunggalan jiwatma dengan paramatma. Jalan yang benar adalah sesuatu yang
menuju kearah kesatuan, segala sesuatu yang menghalangi kesatuan adalah tidak benar.
e. Prabu Kroncharyadipa
Namanya yang berarti beteng kebenaran, sang prabu memang senantiasa berbuat adil
pada masyarakatnya. Sebagai plemeluk agama yang taat mengendalikan diri dari
pemerintahannya dengan prinsip, sad kama murka, yakni enam macam musuh dalam diri
manusia. Keenam itu adalah kroda (marah), moha (kebingungan), kama (hawa nafsu), loba
(rakus), mada (mabuk), matsarya (iri hati).
8. f. Srengga Kertajaya
Srengga Kertajaya tak henti–hentinya bekerja keras demi bangsa negaranya.
Masyarakat yang aman dan tentram sangat dia harapkan. Prinsip kesucian prabu Srengga
menurut para dalang wayang dilukiskan oleh prapanca. Pemerintahan Kertajaya Raja terakhir
pada masa Kediri. Kertajaya raja yang mulia serta sangat peduli dengan rakyat. Kertajaya
dikenal dengan catur marganya yang berarti empat jalan yaitu darma, arta, kama, moksa.
2. Kehidupan sosial masyarakat kerajaan Kediri
Kehidupan sosial masyarakat Kediri cukup baik karena kesejahteraan rakyat
meningkat masyarakat hidup tenang, hal ini terlihat dari rumah-rumah rakyatnya yang baik,
bersih, dan rapi, dan berlantai ubin yang berwarna kuning, dan hijau serta orang-orang Kediri
telah memakai kain sampai di bawah lutut. Dengan kehidupan masyarakatnya yang aman dan
damai maka seni dapat berkembang antara lain kesusastraan yang paling maju adalah seni
sastra. Hal ini terlihat dari banyaknya hasil sastra yang dapat Anda ketahui sampai sekarang.
Hasil sastra tersebut, selain seperti yang telah dijelaskan pada uraian materi
sebelumnya juga masih banyak kitab sastra yang lain yaitu seperti kitab Hariwangsa dan
Gatotkacasraya yang ditulis Mpu Panuluh pada masa Jayabaya, kitab Simaradahana karya
Mpu Darmaja, kitab Lubdaka dan Wertasancaya karya Mpu Tan Akung, kitab Kresnayana
karya Mpu Triguna dan kitab Sumanasantaka karya Mpu Monaguna. Semuanya itu
dihasilkan pada masa pemerintahan Kameswara.
Penemuan Situs Tondowongso pada awal tahun 2007, yang diyakini sebagai
peninggalan Kerajaan Kadiri diharapkan dapat membantu memberikan lebih banyak
informasi tentang kerajaan tersebut. Beberapa arca kuno peninggalan Kerajaan Kediri. Arca
yang ditemukan di desa Gayam, Kediri itu tergolong langka karena untuk pertama kalinya
ditemukan patung Dewa Syiwa Catur Muka atau bermuka empat.
Kehidupan sosial kemasyarakatan pada zaman Kerajaan Kediri dapat kita lihat dalam
kitab Ling-Wai-Tai-Ta yang disusun oleh Chou Ku-Fei pada tahun 1178 M. Kitab tersebut
menyatakan bahwa masyarakat Kediri memakai kain sampai bawah lutut dan rambutnya
diurai. Rumah-rumahnya rata-rata sangat bersih dan rapi. Lantainya dibuat dari ubin yang
berwarna kuning dan hijau. Pemerintahannya sangat memerhatikan keadaan rakyatnya
sehingga pertanian, peternakan, dan perdagangan mengalami kemajuan yang cukup pesat.
Golongan-golongan dalam masyarakat Kediri dibedakan menjadi tiga berdasarkan
kedudukan dalam pemerintahan kerajaan:
1. Golongan masyarakat pusat (kerajaan), yaitu masyarakat yang terdapat dalam
lingkungan raja dan beberapa kaum kerabatnya serta kelompok pelayannya.
2. Golongan masyarakat thani (daerah), yaitu golongan masyarakat yang terdiri atas para
pejabat atau petugas pemerintahan di wilayah thani (daerah).
3. Golongan masyarakat non pemerintah, yaitu golongan masyarakat yang tidak
mempunyai kedudukan dan hubungan dengan pemerintah secara resmi atau
masyarakat wiraswasta. Kediri memiliki 300 lebih pejabat yang bertugas mengurus
dan mencatat semua penghasilan kerajaan. Di samping itu, ada 1.000 pegawai
9. rendahan yang bertugas mengurusi benteng dan parit kota, perbendaharaan kerajaan,
dan gedung persediaan makanan.
Kerajaan Kediri lahir dari pembagian Kerajaan Mataram oleh Raja Airlangga (1000-
1049). Pemecahan ini dilakukan agar tidak terjadi perselisihan di antara anak-anak selirnya.
Tidak ada bukti yang jelas bagaimana kerajaan tersebut dipecah dan menjadi beberapa
bagian. Dalam babad disebutkan bahwa kerajaan dibagi empat atau lima bagian. Tetapi dalam
perkembangannya hanya dua kerajaan yang sering disebut, yaitu Kediri (Pangjalu) dan
Jenggala. Samarawijaya sebagai pewaris sah kerajaan mendapat ibukota lama, yaitu
Dahanaputra, dan nama kerajaannya diubah menjadi Pangjalu atau dikenal juga sebagai
Kerajaan Kediri.
Kondisi Ekonomi pada Jaman Kerajaan Kadiri
Perekonomian Kediri bersumber atas usaha perdagangan, peternakan, dan pertanian.
Kediri terkenal sebagai penghasil beras, kapas dan ulat sutra. Dengan demikian dipandang
dari aspek ekonomi, kerajaan Kediri cukup makmur. Hal ini terlihat dari kemampuan
kerajaan memberikan penghasilan tetap kepada para pegawainya dibayar dengan hasil bumi.
Keterangan ini diperoleh berdasarkan kitab Chi-Fan-Chi dan kitab Ling-wai-tai-ta.
3. Kehidupan Ekonomi Masyarakat Kediri
Kehidupan ekonomi kerajaan Kediri bersumber pada usaha pertanian, peternakan, dan
perdagangan. Penduduk kerajaan Kediri menanam kapas dan memelihara ulat sutera. Hasil
pertanian utamanya adalah berupa beras.
Karya Sastra dan Prasasti pada Jaman Kerajaan Kadiri
Prasasti pada Jaman Kerajaan Kadiri diantaranya yaitu:
Prasasti Banjaran yang berangka tahun 1052 M menjelaskan kemenangan Panjalu
atau Kadiri atas Jenggala
Prasasti Hantang tahun 1135 atau 1052 M menjelaskan Panjalu atau Kadiri pada
masa Raja Jayabaya.Pada prasasti ini terdapat semboyan Panjalu Jayati yang artinya
Kadiri Menang.Prasasti ini di keluarkan sebagai piagam pengesahan anugerah untuk
penduduk Desa Ngantang yang setia pada Kadiri selama perang dengan Jenggala.Dan
dari Prasasti tersebut dapat di ketahui kalau Raja Jayabhaya adalah raja yang berhasil
mengalahkan Janggala dan mempersatukannya kembali dengan Kadiri.
Prasasti Jepun 1144 M
Prasasti Talan 1136 M Seni sastra juga mendapat banyak perhatian pada zaman
Kerajaan Kadiri. Pada tahun 1157 Kakawin Bharatayuddha ditulis oleh Mpu Sedah
dan diselesaikan Mpu Panuluh. Kitab ini bersumber dari Mahabharata yang berisi
kemenangan Pandawa atas Korawa, sebagai kiasan, kemenangan.
Seni sastra mendapat banyak perhatian pada zaman Kerajaan Panjalu-Kadiri. Pada tahun
1157 Kakawin Bharatayuddha ditulis oleh Mpu Sedah dan diselesaikan Mpu Panuluh. Kitab
ini bersumber dari Mahabharata yang berisi kemenangan Pandawa atas Korawa, sebagai
kiasan kemenangan Sri Jayabhaya atas Janggala.
10. Selain itu, Mpu Panuluh juga menulis Kakawin Hariwangsa dan Ghatotkachasraya.
Terdapat pula pujangga zaman pemerintahan Sri Kameswara bernama Mpu Dharmaja yang
menulis Kakawin Smaradahana. Kemudian pada zaman pemerintahan Kertajaya terdapat
pujangga bernama Mpu Monaguna yang menulis Sumanasantaka dan Mpu Triguna yang
menulis Kresnayana.
Di samping kitab sastra maupun prasasti tersebut di atas, juga ditemukan berita Cina
yang banyak memberikan gambaran tentang kehidupan masyarakat dan pemerintahan Kediri
yang tidak ditemukan dari sumber yang lain. Berita Cina tersebut disusun melalui kitab yang
berjudul Ling-mai-tai-ta yang ditulis oleh Cho-ku-Fei tahun 1178 M dan kitab Chu-Fan-Chi
yang ditulis oleh Chau-Ju-Kua tahun 1225 M. Dengan demikian melalui prasasti, kitab sastra
maupun kitab yang ditulis orang-orang Cina tersebut perkembangan Kediri.
Runtuhnya Kediri
Runtuhnya kerajaan Kediri dikarenakan pada masa pemerintahan Kertajaya , terjadi
pertentangan dengan kaum Brahmana. Mereka menggangap Kertajaya telah melanggar
agama dan memaksa meyembahnya sebagai dewa. Kemudian kaum Brahmana meminta
perlindungan Ken Arok , akuwu Tumapel. Perseteruan memuncak menjadi pertempuran di
desa Ganter, pada tahun 1222 M. Dalam pertempuarn itu Ken Arok dapat mengalahkan
Kertajaya, pada masa itu menandai berakhirnya kerajaan Kediri.
Setelah berhasil mengalahkan Kertanegara, Kerajaan Kediri bangkit kembali di bawah
pemerintahan Jayakatwang. Salah seorang pemimpin pasukan Singasari, Raden Wijaya,
berhasil meloloskan diri ke Madura. Karena perilakunya yang baik, Jayakatwang
memperbolehkan Raden Wijaya untuk membuka Hutan Tarik sebagai daerah tempat
tinggalnya. Pada tahun 1293, datang tentara Mongol yang dikirim oleh Kaisar Kubilai Khan
untuk membalas dendam terhadap Kertanegara. Keadaan ini dimanfaatkan Raden Wijaya
untuk menyerang Jayakatwang. Ia bekerjasama dengan tentara Mongol dan pasukan Madura
di bawah pimpinan Arya Wiraraja untuk menggempur Kediri. Dalam perang tersebut pasukan
Jayakatwang mudah dikalahkan. Setelah itu tidak ada lagi berita tentang Kerajaan Kediri.
Kitab-kitab yang terdapat pada Kerajaan Kediri :
a. Kitab Arjuna Wiwaha
Penulis : Mpu Kanwa (abad ke-10 M)
Judul : Arjuna Wiwaha
Isi : Kakimpoi ini menceritakan sang Arjuna ketika ia bertapa di gunung
Mahameru. Lalu ia diuji oleh para Dewa, dengan dikirim tujuh bidadari. Bidadari ini
diperintahkan untuk menggodanya. Nama bidadari yang terkenal adalah Dewi Supraba dan
Tilottama. Para bidadari tidak berhasil menggoda Arjuna, maka Batara Indra datang sendiri
menyamar menjadi seorang brahmana tua. Mereka berdiskusi soal agama dan Indra
menyatakan jati dirinya dan pergi. Lalu setelah itu ada seekor babi yang datang mengamuk
dan Arjuna memanahnya. Tetapi pada saat yang bersamaan ada seorang pemburu tua yang
datang dan juga memanahnya. Ternyata pemburu ini adalah batara Siwa. Setelah itu Arjuna
diberi tugas untuk membunuh Niwatakawaca, seorang raksasa yang mengganggu kahyangan.
Arjuna berhasil dalam tugasnya dan diberi anugerah boleh mengawini tujuh bidadari ini.
11. b. Kitab Bharatayudha
Penulis : Mpu Sedah dan Mpu Panuluh (abad ke-12 M)
Judul : Bharatayudha
Isi : Mencerutakan perang saudara 18 hari antara keluarga Pandhawa dan Kurawa.
Kitab ini menurut banyak ahli sejarah sebenarnya gambaran Kediri semasa perang saudara
Pangjalu dan Daha yang rebutan kekuasaan antara kakak-adik yang terdpat pada prasasti
Ngantang. Kisah Kakimpoi Bharatayuddha kemudian diadaptasi ke dalam bahasa Jawa Baru
dengan judul Serat Bratayuda oleh pujangga Yasadipura I pada zaman Kasunanan Surakarta.
c. Kitab Simaradahana
Penulis : Mpu Darmaja
Judul : Simaradahana
Isi : Mengisahkan hilangnya suami istri, Dewa Kama dan Dewi Ratih, karena api
yang keluar dari mata ketiga Dewa Syiwa. Kama dan Ratih menjelma menjadi manusia dan
mengembara di dunia untuk menggoda manusia. Kitab itu dikarang oleh Mpu Dharmaja pada
masa Sri Kameswara yang dalam Smaradahana dianggap sebagai titisan Dewa Kama. istriSri
kameswara yang bernama Sri Kirana yang sangat cantik, dianggap sebagai titisan Dewi
Ratih. Sri Kirana adalah putri kerajaan Janggala. Sri Kameswara dalamkesusastraan Jawa
disebut panji Inu Kertapati atau Panji Kudawanengpati. Sri Kirana yang disebut juga
candrakirana merupakan dasar cerita Panji.
d. Kitab Krisnaya
Penulis : MpuTriguna (abad ke-5 M)
Judul : Krisnaya
Isi : Dewi Rukmini, putri prabu Bismaka di negeri Kundina, sudah dijodohkan
dengan Suniti, raja negerei Cedi. Tetapi ibu Rukmini, Dewi Pretukirti lebih suka jika putrinya
menikah dengan Kresna. Maka karena hari besar sudah hampir tiba, lalu Suniti dan
Jarasanda, pamannya, sama-sama datang di Kundina. Pretukirti dan Rukmini diam-diam
memberi tahu Kresna supaya datang secepatnya. Kemudian Rukmini dan Kresna diam-diam
melarikan diri. Mereka dikejar oleh Suniti, Jarasanda dan Rukma, adik Rukmini, beserta para
bala tentara mereka. Kresna berhasil membunuh semuanya dan hampir membunuh Rukma
namun dicegah oleh Rukmini. Kemudian mereka pergi ke Dwarawati dan melangsungkan
pesta pernikahan.
12. e. Kitab Hariwangsa
Penulis : Mpu Panuluh
Judul : Hariwangsa
Isi : Menceritakan asal-usul Kresna (Krishna), sepupu Pandawa yang menjadi
penasehat Pandawa dalam perang Bharatayudha. Kresna pula yang menyemangati Arjuna
yang patah semangat untuk berperang melawan Kurawa karena ia harus berhadapan dan
membunuh guru, leluhur, dan sanak-saudaranya sendiri.
f. Kitab Gatutkacasraya
Penulis : Mpu Panuluh
Judul : Gatutkacasraya
Isi : Menceritakan perkawinan Abimayu, putra Arjuna dengan Siti Sundari atas
bantuan Gataotkaca, puta Bima.
g. Kitab Mahabrata
Penulis : Resi Wiyasa
Judul : Mahabrata
Isi : Menceritakan pertikaian antara keturunan Raja Bharata dari Hastinapura,
yakni Pandawa sebagai pihak kebaikan melawan pihak Kurawa sebagai pihak kebatilan.
Pandawa (lima bersaudara) dan Kurawa (seratus bersaudara: 99 laki-laki, 1 wanita) adalah
saudara sepupu dari garis ayah. Peperangan antara mereka dikenal dengan Bharatayudha
(Peperangan antara keturunan Bharata), yang berlangsung di lapang Kurusetra dan
dimenangkan pihak Pandawa. Meski menang, banyak saudara dan raja pembantu dari
Pandawa yang gugur dalam perang.
h. Kitab Lubdaka dan Kitab Warasancaya
Penulis : Mpu Tan Akung (abad ke-11 M)
Judul : Lubdaka dan Warasancaya
Isi : Menceritakan seseorang yang bernama Lubdaka yang dilukiskan sebagai
pemburu yang tentu saja gemar membunuh binatang-binatang buruan di hutan. Pada suatu
hari, ia tidak dapat binatang buruan, kemudian kemalaman dan dia naik pohon maja. Karena
takut terjatuh dan akan menjadi santapan binatang buas (padahal binatangnya tidak ada) ia
memetik daun maja dan dijatuhkannya ke tanah. Maksudnya supaya bisa ia bisa menahan
kantuk. Sebagai tanda terima kasih dewa Syiwa kemudian mengijinkan Lubdaka masuk
kedalam taman sorga dan dosa-dosanya di ampuni. Cerita ini merupakan saduran dari
mitologi India yang bertalian dengan upacara kegamaan Shiwaratri yang pada jaman
majapahit sudah
13. i. Kitab Ling Way Taita
Penulis : Chou Ku Fei (1178 M)
Judul : Ling Way Taita
Isi : Berisi kehidupan tata pemerintahan dan keadaan di istanaatau benteng pada
masa kerajaan kediri.
j. Kitab Chu Fang Chi
Penulis : Chau Ju Kua (1225 M)
Judul : Chu Fang Chi
Isi : Menceritakan bahwa Asia Tenggara tumbuh dua kerajaan besar dan kaya
yaitu Jawa dan Sriwijaya. Kitab ini juga menceritakan keadaan tanah jajahan dan sifat rakyat
kedua negara itu.
Raja-raja di Kerajaan Kediri :
1. Raja Sri Jayawarsa
Hanya dapat diketahui dari prasasti Sirah Keting (1104 M). Pada masa
pemerintahannya Raja Jayawarsa memberikan hadiah kepada rakyat desa sebagai tanda
penghargaan, karena rakyat telah berjasa kepada Raja. Dari prasasti itu diketahui Raja
Jayawarsa sangat besar perhatiannya kepada masyarakat (rakyat) dan berupaya meningkatkan
kesejahteraan rakyatnya.
2. Raja Bameswara (1117M)
Banyak meninggalkan Prasasti seperti yang ditemukan didaerah Tulung Agung dan
Kertosono. Prasasti seperti yang ditemukan itu lebih banyak memuat masalah-masalah
keagamaan sehigga sangat baik diketahui keadaan pemerintahannya.
3. Raja Jayabaya (1135-1157M)
Kerajaan Kediri mengalami masa keemasan ketika diperintah oleh Prabu Jayabaya.
Sukses gemilang Kerajaan Kediri didukung oleh tampilnya cendekiawan terkemuka Empu
Sedah, Panuluh, Darmaja, Triguna dan Manoguna. Mereka adalah jalma sulaksana, manusia
paripurna yang telah memperoleh derajat oboring jagad raya. Di bawah kepemimpinan Prabu
Jayabaya, Kerajaan Kediri mencapai puncak peradaban terbukti dengan lahirnya kitab-kitab
hukum dan kenegaraan sebagaimana terhimpun dalam kakawin Baratayuda, Gathutkacasraya,
dan Hariwangsa yang hingga kini merupakan warisan ruhani bermutu tinggi.
Strategi kepemimpinan Prabu Jayabaya dalam memakmurkan rakyatnya memang
sangat mengagumkan (Gonda, 1925 : 111). Kerajaan yang beribukota di Dahono Puro bawah
kaki Gunung Kelud ini tanahnya amat subur, sehingga segala macam tanaman tumbuh
menghijau. Pertanian dan perkebunan hasilnya berlimpah ruah. Di tengah kota membelah
aliran sungai Brantas. Airnya bening dan banyak hidup aneka ragam ikan, sehingga makanan
14. berprotein dan bergizi selalu tercukupi. Hasil bumi itu kemudian diangkut ke kota Jenggala,
dekat Surabaya, dengan naik perahu menelusuri sungai. Roda perekonomian berjalan lancar
sehingga kerajaan Kediri benar-benar dapat disebut sebagai negara yang gemah ripah loh
jinawi tata tentrem karta raharja.
Prabu Jayabaya memerintah antara 1130 – 1157 M. Dukungan spiritual dan material
dari Prabu Jayabaya dalam hal hukum dan pemerintahan tidak tanggung-tanggung. Sikap
merakyat dan visinya yang jauh ke depan menjadikan Prabu Jayabaya layak dikenang
sepanjang masa. Kalau rakyat kecil hingga saat ini ingat pada beliau, hal itu menunjukkan
bahwa pada masanya berkuasa tindakannya selalu bijaksana dan adil terhadap rakyatnya.
Di samping sebagai raja besar. Raja Jayabaya juga terkenal sebagai ahli nujum atau
ahli ramal. Ramalan-ramalannya dikumpulkan dalam sebuah kitab Jongko Joyoboyo.Dalam
ramalannya, Raja Jayabaya menyebutkan beberapa hal seperti ratu adil yang akan datang
memerintah Indonesia.
4. Raja Sri Saweswara (berdasarkan prasasti Padelegan II (1159) dan prasasti
Kahyunan (1161)
Sebagai raja yang taat beragama dan budaya, prabu Sarwaswera memegang teguh
prinsip tat wam asi yang artinya Dikaulah itu, dikaulah (semua) itu, semua makhluk adalah
engkau. Tujuan hidup manusia menurut prabu Sarwaswera yang terakhir adalah moksa, yaitu
pemanunggalan jiwatma dengan paramatma. Jalan yang benar adalah sesuatu yang menuju
kearah kesatuan, segala sesuatu yang menghalangi kesatuan adalah tidak benar.
5. Raja Sri Aryeswara (berdasarkan prasasti Angin (1171)
Sri Aryeswara adalah raja Kadiri yang memerintah sekitar tahun 1171. Nama gelar
abhisekanya ialah Sri Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara Madhusudanawatara Arijamuka.
Tidak diketahui dengan pasti kapan Sri Aryeswara naik takhta. Peninggalan sejarahnya
berupa prasasti Angin, 23 maret 1171. Lambang kerajaan Kadiri saat itu adalah Ganesha.
Tidak diketahui pula kapan ia pemerintahannya berakhir. Raja Kadiriselanjutnya berdasarkan
prasasti Jaring adalah Sri Gandra.
6. Raja Sri Gandra
Masa pemerintahan Raja Gandra (1181 M) dapat diketahui dari Prasasti Jaring, yaitu tentang
penggunaan nama hewan dalam kepangkatan seperti nama gajah, kebo dan tikus. Nama-nama
tersebut menunjukkan tinggi rendahnya pangkat seseorang dalam istana.
7. Raja Sri Kameswara (berdasarkan prasasti Ceker (1182) dan Kakawin
Smaradahana)
Pada masa pemerintahan Raja Kameswara (1182-1185 M), seni sastra mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Di antaranya Empu Dharmaja mengarang Smaradhana.
Bahkan pada masa pernerintahannya juga dikenal cerita-cerita panji seperti cerita Panji
Semirang.
15. 8. Raja Sri Kertajaya (1190-1222 M) ( berdasarkan prasasti Galunggung (1194),
Prasasti Kamulan (1194), prasasti Palah (1197), prasasti Wates Kulon (1205),
Nagarakretagama, dan Pararaton).
Merupakan raja terakhir dari Kerajaan Kediri. Raja Kertajaya juga dikenal dengan
sebutan Dandang Gendis. Selama masa pemerintahannya, kestabilan kerajaan menurun. Hal
ini disebabkan Raja Kertajaya mempunyai maksud mengurangi hak-hak kaum Brahmana.
Keadaan ini ditentang oleh kaum Brahmana. Kedudukan kaum Brahmana di Kerajaan Kediri
semakin tidak aman.
Kaum Brahmana banyak yang lari dan minta bantuan ke Tumapel yang saat itu
diperintah oleh Ken Arok. Mengetahui hal ini. Raja Kertajaya kemudian mempersiapkan
pasukan untuk menyerang Tumapel. Sementara itu. Ken Arok dengan dukungan kaum
Brahmana melakukan serangan ke Kerajaan Kediri. Kedua pasukan itu bertemu di dekat
Ganter (1222 M). Dalam pertempuran itu pasukan dari Kediri berhasil dihancurkan. Raja
Kertajaya berhasil meloloskan diri (namun nasibnya tidak diketahui secara pasti). Kekuasaan
Kerajaan Kediri berakhir dan menjadi daerah bawahan Kerajaan Tumapel.
16. 10 Benda-benda dan Bangunan Peningalan
Kerajaan Kediri
Siapa sih yang tidak tahu Kerajaan Kediri?? kerajaan yang sangat tersohor di Jawa Timur
ini merupakan salah satu kerajaan terbesar d Indonesia. Namun, hanya ada sedikit
peninggalan mengenai kerajaan ini, dan inilah beberapa peninggalan Kerajaan Kediri yang
berhasil saya temukan dan kutip dari berbagai website...
1. Candi Penataran
Candi termegah dan terluas di Jawa Timur ini terletak di lereng barat daya Gunung Kelud,
di sebelah utara Blitar, pada ketinggian 450 meter dpl. Dari prasasti yang tersimpan di bagian
candi diperkirakan candi ini dibangun pada masa Raja Srengga dari Kerajaan Kediri sekitar
tahun 1200 Masehi dan berlanjut digunakan sampai masa pemerintahan Wikramawardhana,
Raja Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1415.
2. Candi Gurah
17. http://bumikediri.blogspot.com
Candi Gurah terletak di kecamatan di Kediri, Jawa Timur. Pada tahun 1957 pernah
ditemukan sebuah candi yang jaraknya kurang lebih 2 km dari Situs Tondowongso yang
dinamakan Candi Gurah namun karena kurangnya dana kemudian candi tersebut dikubur
kembali.
3. Candi Tondowongso
Situs Tondowongso merupakan situs temuan purbakala yang ditemukan pada awal tahun
2007 di Dusun Tondowongso, Kediri, Jawa Timur. Situs seluas lebih dari satu hektare ini
dianggap sebagai penemuan terbesar untuk periode klasik sejarah Indonesia dalam 30 tahun
terakhir (semenjak penemuan Kompleks Percandian Batujaya), meskipun Prof.Soekmono
18. pernah menemukan satu arca dari lokasi yang sama pada tahun 1957. Penemuan situs ini
diawali dari ditemukannya sejumlah arca oleh sejumlah perajin batu bata setempat.
Berdasarkan bentuk dan gaya tatahan arca yang ditemukan, situs ini diyakini sebagai
peninggalan masa Kerajaan Kediri awal (abad XI), masa-masa awal perpindahan pusat politik
dari kawasan Jawa Tengah ke Jawa Timur. Selama ini Kerajaan Kediri dikenal dari sejumlah
karya sastra namun tidak banyak diketahui peninggalannya dalam bentuk bangunan atau hasil
pahatan.
4. Arca Buddha Vajrasattva
Arca Buddha Vajrasattva ini berasal dari zaman Kerajaan Kediri (abad X/XI). Dan
sekarang merupakan Koleksi Museum für Indische Kunst, Berlin-Dahlem, Jerman.
5. Prasasti Kamulan
19. http://dimassahrul.files.wordpress.com
Prasasti Kamulan ini berada di Desa Kamulan, Trenggalek, Jawa Timur. Prasasti ini
dibuat dan dikeluarkan pada masa pemerintahan Raja Kertajaya, pada tahun 1194 Masehi,
atau 1116 Caka. Melalui prasasti ini disebutkan bahwa hari jadi dari Kabupaten Trenggalek
sendiri tepatnya pada hari Rabu Kliwon, tanggal 31 Agustus 1194.
6. Prasasti Galunggung
Prasasti Galunggung memiliki tinggi sekitar 160 cm, lebar atas 80 cm, lebar bawah 75 cm.
Prasasti ini terletak di Rejotangan, Tulungagung. Di sekeliling prasasti Galunggung banyak
terdapat tulisan memakai huruf Jawa kuno. Tulisan itu berjajar rapi. Total ada 20 baris yang
masih bisa dilihat mata. Sedangkan di sisi lain prasasti beberapa huruf sudah hilang lantaran
rusak dimakan usia. Di bagian depan, ada sebuah lambang berbentuk lingkaran. Di tengah
lingkaran tersebut ada gambar persegi panjang dengan beberapa logo. Tertulis pula angka
1123 C di salah satu sisi prasasti.
(from http://www.radartulungagung.co.id)
7. Prasasti Jaring
20. http://travellers2009.wordpress.com
Prasasti Jaring yang bertanggal 19 November 1181. Isinya berupa pengabulan
permohonan penduduk desa Jaring melalui Senapati Sarwajala tentang anugerah raja
sebelumnya yang belum terwujud.vDalam prasasti tersebut diketahui adanya nama-nama
hewan untuk pertama kalinya dipakai sebagai nama depan para pejabat Kadiri, misalnya
Menjangan Puguh, Lembu Agra, dan Macan Kuning.
8. Candi Tuban
(dok. Kompas / Dody Wisnu Pribadi)
Pada tahun 1967, ketika gelombang tragedi 1965 melanda Tulungagung. Aksi
Ikonoklastik, yaitu aksi menghancurkan ikon – ikon kebudayaan dan benda yang dianggap
21. berhala terjadi. Candi Mirigambar luput dari pengrusakan karena adanya petinggi desa yang
melarang merusak candi ini dan kawasan candi yang dianggap angker.
Massa pun beralih ke Candi Tuban, dinamakan demikian karena candi ini terletak di
Dukuh Tuban, Desa Domasan, Kecamatan Kalidawir, Kabupaten Tulungagung. Candi ini
terletak sekitar 500 meter dari Candi Mirigambar. Candi Tuban sendiri hanya tersisa kaki
candinya. Setelah dirusak, candi ini dipendam dan kini diatas candi telah berdiri kandang
kambing, ayam dan bebek.
Menurut Pak Suyoto, jika warga mau kembali menggalinya, maka kira – kira setengah
sampai satu meter dari dalam tanah, pondasi Candi Tuban bisa tersingkap dan relatif masih
utuh. Pengrusakan atas Candi Tuban juga didasari legenda bahwa Candi Tuban
menggambarkan tokoh laki – laki Aryo Damar, dalam legenda Angling Dharma dan jika sang
laki – laki dihancurkan, maka dapat dianggap sebagai kemenangan.
(from http://sebuah-dongeng.blogspot.com)
9. Prasasti Panumbangan
http://tatkalam.blogspot.com
Pada tanggal 2 Agustus 1120 Maharaja Bameswara mengeluarkan prasasti Panumbangan
tentang permohonan penduduk desa Panumbangan agar piagam mereka yang tertulis di atas
daun lontar ditulis ulang di atas batu. Prasasti tersebut berisi penetapan desa Panumbangan
sebagai sima swatantra oleh raja sebelumnya yang dimakamkan di Gajapada. Raja
sebelumnya yang dimaksud dalam prasasti ini diperkirakan adalah Sri Jayawarsa.
22. 10. Prasasti Talan
Prasasti Talan/ Munggut terletak di Dusun Gurit, Kabupaten Blitar. Prasasti ini berangka
tahun 1058 Saka (1136 Masehi). Cap prasasti ini adalah berbentuk Garudhamukalancana
pada bagian atas prasasti dalam bentuk badan manusia dengan kepala burung garuda serta
bersayap. Isi prasasti ini berkenaan dengan anugerah sima kepada Desa Talan yang masuk
wilayah Panumbangan memperlihatkan prasasti diatas daun lontar dengan cap kerajaan
Garudamukha yang telah mereka terima dari Bhatara Guru pada tahun 961 Saka (27 Januari
1040 Masehi) dan menetapkan Desa Talan sewilayahnya sebagai sima yang bebas dari
kewajiban iuran pajak sehingga mereka memohon agar prasasti tersebut dipindahkan diatas
batu dengan cap kerajaan Narasingha.
Raja Jayabhaya mengabulkan permintaan warga Talan karena kesetiaan yang amat sangat
terhadap raja dan menambah anugerah berupa berbagai macam hak istimewa.
23. KERAJAAN SINGOSARI/SINGHASARI
Kerajaan Singosari / Singhasari (1222 M – 1293 M)
Adalah sebuah Kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun
1222. Lokasi Kerajaan ini sekarang diperkirakan berada di daerah Singosari, Kabupaten
Malang. Dan merupakan cikal bakal berdirinya Kerajaan Majapahit (1293 M – awal abad ke
6 M). Nama resmi Kerajaan Singosari sendiri sesungguhnya ialah Kerajaan Tumapel.
Menurut Kitab Nagarakretagama, ketika pertama kali didirikan tahun 1222, ibu kota Kerajaan
Tumapel bernama Kutaraja. Seperti yang tertulis pula pada Prasasti Kudadu.Menurut Kitab
Pararaton, Tumapel semula hanya sebuah daerah bawahanKerajaan Kadiri/Kediri. Yang
menjabat sebagai akuwu (setara jabatan Camat jaman sekarang) Tumapel saat itu adalah
Tunggul Ametung. Ia mati dibunuh dengan cara tipu muslihat oleh pengawalnya sendiri yang
bernama Ken Arok, yang kemudian menjadi akuwu baru.
Ken Arok juga yang mengawini istri Tunggul Ametung yang bernama Ken Dedes.
Ken Arok kemudian berniat melepaskan Tumapel dari kekuasaan Kerajaan Kediri.Pada tahun
1222 terjadi perseteruan antara Kertajaya (Raja Kediri) melawan kaum brahmana. Para
brahmana lalu menggabungkan diri dengan Ken Arok yang mengangkat dirinya menjadi Raja
pertama Tumapel bergelar Sri Rajasa Sang Amurwabhumi. Perang melawan Kerajaan Kediri
meletus di desa Ganter yang dimenangkan oleh pihak Tumapel di bawah pimpinan Ken Arok.
Keberadaan Kerajaan Singosari dibuktikan melalui candi-candi yang banyak
ditemukan di Jawa Timur yaitu daerah Singosari sampai Malang, juga melalui kitab sastra
peninggalan zaman Majapahit yang berjudul Negarakertagama karangan Mpu Prapanca yang
menjelaskan tentang raja-raja yang memerintah di Singosari serta kitab Pararaton yang juga
menceritakan riwayat Ken Arok yang penuh keajaiban. Kitab Pararaton isinya sebagian besar
adalah mitos atau dongeng tetapi dari kitab Pararatonlah asal usul Ken Arok menjadi raja
dapat diketahui. Sebelum menjadi raja, Ken Arok berkedudukan sebagai Akuwu (Bupati) di
Tumapel menggantikan Tunggul Ametung yang dibunuhnya, karena tertarik pada Ken Dedes
istri Tunggul Ametung. Selanjutnya ia berkeinginan melepaskan Tumapel dari kekuasaan
kerajaan Kadiri yang diperintah oleh Kertajaya. Keinginannya terpenuhi setelah kaum
Brahmana Kadiri meminta perlindungannya. Dengan alasan tersebut, maka tahun 1222 M
/1144 C Ken Arok menyerang Kediri, sehingga Kertajaya mengalami kekalahan pada
24. pertempuran di desa Ganter. Ken Arok yang mengangkat dirinya sebagai raja Tumapel
bergelar Sri Rajasa Sang Amurwabhumi.
Sistem Pemerintahan Kerajaan Singasari
Ada dua versi yang menyebutkan silsilah kerajaan Singasari alias Tumapel ini. Versi
pertama adalah versi Pararaton yang informasinya didapat dari Prasasti Kudadu. Pararaton
menyebutkan Ken Arok adalah pendiri Kerajaan Singasari yang digantikan oleh Anusapati
(1247–1249 M). Anusapati diganti oleh Tohjaya (1249–1250 M), yang diteruskan oleh
Ranggawuni alias Wisnuwardhana (1250–1272 M). Terakhir adalah Kertanegara yang
memerintah sejak 1272 hingga 1292 M. Sementara pada versi Negarakretagama, raja pertama
Kerajaan Singasari adalah Rangga Rajasa Sang Girinathapura (1222–1227 M). Selanjutnya
adalah Anusapati, yang dilanjutkan Wisnuwardhana (1248–1254 M). Terakhir adalah
Kertanagara (1254–1292 M). Data ini didapat dari prasasti Mula Malurung.
Prasasti Mula Malurung
Kejayaan Kerajaan Singasari
Kertanagara adalah raja terakhir dan raja terbesar dalam sejarah Singhasari (1268 –
1292). Ia adalah raja pertama yang mengalihkan wawasannya ke luarJawa.Pada
tahun 1275 ia mengirim pasukan Ekspedisi Pamalayu untuk menjadikan Sumatra sebagai
benteng pertahanan dalam menghadapi ekspansi bangsa Mongol. Saat itu penguasa Sumatra
adalah Kerajaan Dharmasraya (kelanjutan dari Kerajaan Malayu). Kerajaan ini akhirnya
dianggap telah ditundukkan, dengan dikirimkannya bukti arca Amoghapasa yang dari
Kertanagara, sebagai tanda persahabatan kedua negara.
Pada tahun 1284, Kertanagara juga mengadakan ekspedisi menaklukkan Bali. Pada
tahun 1289 Kaisar Kubilai Khan mengirim utusan ke Singhasari meminta
agar Jawa mengakui kedaulatan Mongol.Namun permintaan itu ditolak tegas oleh
Kertanagara. Nagarakretagama menyebutkan daerah-daerah bawahan Singhasari di luar
Jawa pada masa Kertanagara antara lain, Melayu, Bali,Pahang, Gurun, dan Bakulapura.
25. Sumber sejarah :
Adapun sumber sejarah dalam mempelajari kerajaan Singasari dapat diperoleh dari
berbagai prasasti, karyasastra, catatan, maupun bangunan candi. Sumber tersebut meliputi :
A. Kitab Pararaton
Kitab ini berisi cerita mitos daririwayat Ken Arok yang penuh keajaiban hingga
riwayat raja-raja Singasari.
B. Kitab Negarakertagama
Kitab ini merupakan karya Mpu Prapanca (1365) yang berisi perkembangan
kehidupan kerajaan Majapahit dan memuat pula raja yang berkuasa di Singasari.
C. Kidung Harsawijaya
Kidung ini menyebutkan raja Jayakatwang sebagai samantharaja (raja bawahan) yang
patuh kepada Kertanegara. Namun dalam perkembangannya, Jayakatwang pada akhirnya
menyerang kedudukan Kertanegara.
Perkembangan kerajaan Singasari banyak diwarnai dengan pembunuhan. Hal ini
dapat dilihat dari raja yang memerintah :
1. Ken Arok (1222–1227 M)
Pendiri Kerajaan Singasari adalah Ken Arok yang sekaligus juga menjadi Raja
Singasari yang pertama dengan gelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabumi. Munculnya
Ken Arok sebagai raja pertama Singasari menandai munculnya suatu dinasti baru, yakni
Dinasti Rajasa (Rajasawangsa) atau Girindra (Girindrawangsa). Ken Arok hanya memerintah
selama lima tahun (1222–1227 M). Pada tahun 1227 M, Ken Arok dibunuh oleh seorang
suruhan Anusapati (anak tiri Ken Arok). Ken Arok dimakamkan di Kegenengan dalam
bangunan Siwa–Buddha.
2. Anusapati (1227–1248 M)
Dengan meninggalnya Ken Arok maka takhta Kerajaan Singasari jatuh ke tangan
Anusapati. Dalam jangka waktu pemerintahaannya yang lama, Anusapati tidak banyak
melakukan pembaharuan-pembaharuan karena larut dengan kesenangannya menyabung
ayam. Peristiwa kematian Ken Arok akhirnya terbongkar dan sampai juga ke Tohjoyo (putra
Ken Arok dengan Ken Umang). Tohjoyo mengetahui bahwa Anusapati gemar menyabung
ayam sehingga diundangnya Anusapati ke Gedong Jiwa (tempat kediamanan Tohjoyo) untuk
mengadakan pesta sabung ayam. Pada saat Anusapati asyik menyaksikan aduan ayamnya,
secara tiba-tiba Tohjoyo menyabut keris buatan Empu Gandring yang dibawanya dan
langsung menusuk Anusapati. Dengan demikian, meninggallah Anusapati yang didharmakan
di Candi Kidal.
26. Candi Kidal
3. Tohjoyo (1248 M)
Dengan meninggalnya Anusapati maka tahta Kerajaan Singasari dipegang oleh
Tohjoyo. Namun, Tohjoyo memerintah Kerajaan Singasari tidak lama sebab anak Anusapati
yang bernama Ranggawuni berusaha membalas kematian ayahnya. Dengan bantuan Mahesa
Cempaka dan para pengikutnya, Ranggawuni berhasil menggulingkan Tohjoyo dan kemudian
menduduki singgasana.
4. Ranggawuni (1248–1268 M)
Ranggawuni naik takhta Kerajaan Singasari pada tahun 1248 M dengan gelar Sri Jaya
Wisnuwardana oleh Mahesa Cempaka (anak dari Mahesa Wongateleng) yang diberi
kedudukan sebagai ratu angabhaya dengan gelar Narasinghamurti. Ppemerintahan
Ranggawuni membawa ketenteraman dan kesejahteran rakyat Singasari. Pada tahun 1254 M
Wisnuwardana mengangkat putranya yang bernama Kertanegara sebagai yuwaraja (raja
muda) dengan maksud mempersiapkannya menjadi raja besar di Kerajaan Singasari. Pada
tahun 1268 Wisnuwardanameninggal dunia dan didharmakan di Jajaghu atau Candi Jago
sebagai Buddha Amogapasa dan di Candi Waleri sebagai Siwa.
27. Candi Jago
5. Kertanegara (1268-1292 M)
Kertanegara adalah Raja Singasari terakhir dan terbesar karena mempunyai cita-cita
untuk menyatukan seluruh Nusantara. Ia naik takhta pada tahun 1268 dengan gelar Sri
Maharajadiraja Sri Kertanegara. Dalam pemerintahannya, ia dibantu oleh tiga orang
mahamentri, yaitu mahamentri i hino, mahamentri i halu, dan mahamenteri i sirikan. Untuk
dapat mewujudkan gagasan penyatuan Nusantara, ia mengganti pejabat-pejabat yang kolot
dengan yang baru, seperti Patih Raganata digantikan oleh Patih Aragani. Banyak Wide
dijadikan Bupati di Sumenep (Madura) dengan gelar Aria Wiaraja. Setelah Jawa dapat
diselesaikan, kemudian perhatian ditujukan ke daerah lain. Kertanegara mengirimkan utusan
ke Melayu yang dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu 1275 yang berhasil menguasai
Kerajaan Melayu. Hal ini ditandai dengan pengirimkan Arca Amoghapasa ke Dharmasraya
atas perintah Raja Kertanegara.
Arca Amoghapasa
Selain menguasai Melayu, Singasari juga menaklukan Pahang, Sunda, Bali,
Bakulapura (Kalimantan Barat), dan Gurun (Maluku). Kertanegara juga menjalin hubungan
28. persahabatan dengan raja Champa,dengan tujuan untuk menahan perluasaan kekuasaan
Kubilai Khan dari Dinasti Mongol. Kubilai Khan menuntut raja-raja di daerah selatan
termasuk Indonesia mengakuinya sebagai yang dipertuan. Kertanegara menolak dengan
melukai muka utusannya yang bernama Mengki. Tindakan Kertanegara ini membuat Kubilai
Khan marah besar dan bermaksud menghukumnya dengan mengirimkan pasukannya ke
Jawa. Mengetahui sebagian besar pasukan Singasari dikirim untuk menghadapi serangan
Mongol maka Jayakatwang (Kediri) menggunakan kesempatan untuk menyerangnya.
Serangan dilancarakan dari dua arah, yakni dari arah utara merupakan pasukan pancingan dan
dari arah selatan merupakan pasukan inti.
Pasukan Kediri dari arah selatan dipimpin langsung oleh Jayakatwang dan berhasil
masuk istana dan menemukan Kertanagera berpesta pora dengan para pembesar istana.
Kertanaga beserta pembesar-pembesar istana tewas dalam serangan tersebut. Ardharaja
berbalik memihak kepada ayahnya (Jayakatwang), sedangkan Raden Wijaya berhasil
menyelamatkan diri dan menuju Madura dengan maksud minta perlindungan dan bantuan
kepada Aria Wiraraja. Atas bantuan Aria Wiraraja, Raden Wijaya mendapat pengampunan
dan mengabdi kepada Jayakatwang. Raden Wijaya diberi sebidang tanah yang bernama
Tanah Tarik oleh Jayakatwang untuk ditempati. Dengan gugurnya Kertanegara maka
Kerajaan Singasari dikuasai oleh Jayakatwang. Ini berarti berakhirnya kekuasan Kerajaan
Singasari. Sesuai dengan agama yang dianutnya, Kertanegara kemudian didharmakan sebagai
Siwa––Buddha (Bairawa) di Candi Singasari. Arca perwujudannya dikenal dengan nama
Joko Dolog yang sekarang berada di Taman Simpang, Surabaya.
KEHIDUPAN KERAJAAN
Dari segi sosial, kehidupan masyarakat Singasari mengalami masa naik turun. Ketika
Ken Arok menjadi Akuwu di Tumapel, dia berusaha meningkatkan kehidupan
masyarakatnya. Banyak daerah-daerah yang bergabung dengan Tumapel. Namun pada
pemerintahan Anusapati, kehidupan sosial masyarakat kurang mendapat perhatian karena ia
larut dalam kegemarannya menyabung ayam. Pada masa Wisnuwardhana kehidupan sosial
masyarakatnya mulai diatur rapi. Dan pada masa Kertanegara, ia meningkatkan taraf
kehidupan masyarakatnya. Upaya yang ditempuh Raja Kertanegara dapat dilihat dari
pelaksanaan politik dalam negeri dan luar negeri.
Politik Dalam Negeri :
Mengadakan pergeseran pembantu-pembantunya seperti Mahapatih Raganata
digantikan oleh Aragani, dll.
Berbuat baik terhadap lawan-lawan politiknya seperti mengangkat putra Jayakatwang
(Raja Kediri) yang bernama Ardharaja menjadi menantunya.
Memperkuat angkatan perang.
Politik Luar Negeri :
Melaksanakan Ekspedisi Pamalayu untuk menguasai Kerajaan melayu serta
melemahkan posisi Kerajaan Sriwijaya di Selat Malaka.
Menguasai Bali.
Menguasai Jawa Barat.
Menguasai Malaka dan Kalimantan.
29. Berdasarkan segi budaya, ditemukan candi-candi dan patung-patung diantaranya candi
Kidal, candi Jago, dan candi Singasari. Sedangkan patung-patung yang ditemukan adalah
patung Ken Dedes sebagai Dewa Prajnaparamita lambing kesempurnaan ilmu, patung
Kertanegara dalam wujud patung Joko Dolog, dan patung Amoghapasa juga merupakan
perwujudan Kertanegara (kedua patung kertanegara baik patung Joko Dolog maupun
Amoghapasa menyatakan bahwa Kertanegara menganut agama Buddha beraliran
Tantrayana).
Kehidupan Politik
Kerajaan Singosari yang pemah mengalami kejayaan dalam perkembangan sejarah
Hindu di Indonesia pernah diperintah oleh raja-raja sebagai berikut.
Raja Ken Arok Setelah kemenangannya dalam pertempuran melawan Kerajaan
Kediri, Ken Arok memutuskan untuk membuat dinasti Bhattara serta membangun kerajaan
baru dengan nama Kerajaan Singasari.
Ken Arok sebagai raja pertama Kerajaan Singasari bergelar Sri Ranggah Rajasa
Bhatara Sang Amurwabhumi dan dinastinya bernama Dinasti Girindrawangsa (Dinasti
Keturunan Siwa). Pendirian dinasti ini bertujuan menghilangkan jejak tentang siapa
sebenarnya Ken Arok dan mengapa ia berhasil mendirikan kerajaan. Di samping itu, agar
keturunan-keturunan Ken Arok (bila suatu saat menjadi raja besar) tidak ternoda oleh
perilaku dan tindakan kejahatan yang pemah dilakukan oleh Ken Arok. Raja Ken Arok
memerintah pada tahun 1222-1227 M. Masa pemerintahan Ken Arok diakhiri secara tragis,
saat ia dibunuh oleh kaki tangan Anusapati, yang merupakan anak tirinya (anak Ken Dedes
dengan suami pertamanya Tunggul Ametung).
Raja Anusapati Dengan meninggalnya Ken Arok, tahta Kerajaan Singasari langsung
dipegang oleh Anusapati. Dalam jangka waktu pemerintahan yang cukup lama itu (1227-
1248 M), Anusapati tidak melakukan pembaruan-pembaruan, karena Anusapati larut dengan
kegemarannya sendiri, yaitu menyabung ayam.
Peristiwa kematian Ken Arok akhirnya terbongkar dan sampai kepada putra Ken Arok
dengan Ken Umang yang bernama Tohjaya. Tohjaya mengetahui bahwa Anusapati suka
menyabung ayam, karena itu Anusapati diundang untuk menyabung ayam di Gedong Jiwa
(tempat kediaman Tohjaya). Saat Anusapati sedang asyik melihat aduan ayamnya, secara
tiba-tiba Tohjaya mencabut keris Empu Gandring yang dibawa Anusapati dan langsung
menusukkan ke punggung Anusapati hingga ia meninggal.
Raja Tohjaya Dengan meninggalnya Anusapati, tahta kerajaan dipegang oleh
Tohjaya. Tohjaya memerintah Kerajaan Singasari hanya beberapa bulan saja (1248 M),
karena putra Anusapati yang bernama Ranggawuni mengetahui perihal kematian Anusapati.
Ranggawuni yang dibantu oleh Mahesa Cempaka menuntut hak atas tahta kerajaan kepada
Tohjaya. Tetapi Tohjaya mengirim pasukannya untuk menangkap Ranggawuni dan Mahesa
Cempaka. Rencana Tohjaya telah diketahui oleh Ranggawuni dan Mahesa Cempaka,
sehingga keduanya melarikan diri sebelum pasukan Tohjaya menangkap mereka.
Untuk menyelidiki persembunyian Ranggawuni dan Mahesa Cempaka, Tohjaya
mengirim pasukan di bawah pimpinan Lembu Ampal. Namun, Lembu Ampal akhirnya
menyadari bahwa yang berhak atas tahta kerajaan ternyata Ranggawuni, maka ia berbalik
30. memihak Ranggawuni dan Mahesa Cempaka. Ranggawuni yang dibantu Mahesa Cempaka
dan Lembu Ampal berhasil merebut tahta kerajaan dari tangan Tohjaya. Selanjutnya
Ranggawuni menduduki tahta Kerajaan Singasari.
Raja Wisnuwardhana Ranggawuni naik tahta atas Kerajaan Singasari dengan gelar Sri
JayaWisnuwardhana dibantu oleh Mahesa Cempaka dengan gelar Narasinghamurti. Mereka
memerintah bersama Kerajaan Singasari (1248-1268 M). Wisnuwardhana sebagai raja,
Narasinghamurti sebagai Ratu Angabhaya. Pemerintahan kedua penguasa tersebut membawa
keamanan dan kesejahteraan. Pada tahun 1254 M, Wisnuwardhana mengangkat putranya
sebagai Yuvaraja (raja muda) dengan maksud untuk mempersiapkan putranya yang bernama
Kertanegara menjadi seorang raja besar di Kerajaan Singasari. Setelah Wisnuwardhana
meninggal dunia (dialah satu-satunya raja yang meninggal tidak terbunuh di Kerajaan
Singasari), tahta KerajaaSingasari beralih kepada Kertanegara.
Raja Kertanegara Raja Kertanegara (1268-1292 M) merupakan raja terkemuka dan
raja terakhir dari Kerajaan Singasari. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Singasari
mencapai masa kejayaannya. Stabilitas kerajaan yang diwujudkan pada masa pemerintahan
Raja Wisnuwardhana disempurnakan lagi dengan tindakan-tindakan yang tegas dan berani.
Setelah keadaaan Jawa Timur dianggap baik, Raja Kertanegara melangkah ke luar Jawa
Timur untuk mewujudkan cita-cita persatuan seluruh Nusantara di bawah panji Kerajaan
Singasari.
Upaya yang ditempuh Raja Kertanegara dapat dilihat dari pelaksanaan politik dalam
dan luar negeri. Dalam rangka mewujudkan Stabilitas politik Kerajaan Singasari, Raja
Kertanegara menempuh jalan sebagai berikut.
a.Kebijakan dalam negeri
Pergantian pejabat kerajaan, bertujuan menggalang pemerintahan yang kompak.
Memelihara keamanan dan melakukan politik perkawinan. Tujuannya menciptakan
kerukunan dan politik yang stabil.
b.Kebijakan Luar Negeri
Menggalang persatuan ‘Nusantara’ dengan mengutus ekspedisi tentara Pamalayu ke
Kerajaan Melayu (Jambi). Mengutus pasukan ke Sunda, Bali, Pahang.
Menggalang kerjasama dengan kerajaan lain. Contohnya menjalin persekutuan
dengan kerajaan Campa.
Dari tindakan-tindakan politik Kertanegara tersebut, di satu sisi Kertanegara berhasil
mencapai cita-citanya memperluas dan memperkuat Singasari, tetapi dari sisi yang lain
muncul beberapa ancaman yang justru berakibat hancurnya Singasari. Ancaman yang muncul
dari luar yaitu dari tentara Kubilai-Khan dari Cina Mongol karena Kertanegara tidak mau
mengakui kekuasaannya bahkan menghina utusan Kubilai-khan yaitu Meng-chi. Dari dalam
adanya serangan dari Jayakatwang (Kadiri) tahun 1292 yang bekerja sama dengan Arya
Wiraraja Bupati Sumenep yang tidak diduga sebelumnya. Kertanegara terbunuh, maka
jatuhlah Singasari di bawah kekuasaan Jayakatwang dari Kediri. Setelah Kertanegara
meninggal maka didharmakan/diberi penghargaan di candi Jawi sebagai Syiwa Budha, di
candi Singasari sebagai Bhairawa. Di Sagala sebagai Jina (Wairocana) bersama
31. permaisurinya Bajradewi. Untuk memperjelas pemahaman Anda, tentang candi Singosari
tempat Kertanegari di muliakan,
Kehidupan Ekonomi
Dalam kehidupan ekonomi, walaupun tidak ditemukan sumber secara jelas. Ada
kemungkinan perekonomian ditekankan pada pertanian dan perdagangan karena Singosari
merupakan daerah yang subur dan dapat memanfaatkan sungai Brantas dan Bengawan Solo
sebagai sarana lalu lintas perdagangan dan pelayaran.
Kehidupan Budaya
Gambaran perkembangan kebudayaan sejak berdirinya kerajaan Singosari terlihat dari
di temukannya peninggalan berupa candi – candi dan patung yang di bangun dari zaman
kekuasaan Singosari. Diantaranya seperti candi Kidal, Jago, dan candi Singosari. Sedangkan
patung yang di temukan adalah patung Ken Dedes sebagai dewi Prajnaparamita lambing
kesempurnaan ilmu, patung Kertanegara dalam bentuk Joko Dolok yang di temuksn dekat
Surabaya dan patung Amoghapasa juga perwujudan dari raja Kertanegara yang dikirim ke
Dharmacraya ibu kota kerajaan Melayu. Kedua perwujudan patung tersebut dapat di ketahui
bahwa raja Kertanegara beragama Budha beraliran Tantrayana (Tantriisme).
Peniggalan – peninggalan Kerajaan Singasari
1. Candi Singosari
Candi ini berlokasi di Kecamatan Singosari,Kabupaten Malang dan terletak pada
lembah di antara Pegunungan Tengger dan Gunung Arjuna. Berdasarkan penyebutannya pada
Kitab Negarakertagama serta Prasasti Gajah Mada yang bertanggal 1351 M di halaman
komplek candi, candi ini merupakan tempat “pendharmaan” bagi raja Singasari terakhir,
Sang Kertanegara, yang mangkat(meninggal) pada tahun 1292 akibat istana diserang tentara
Gelang-gelang yang dipimpin oleh Jayakatwang. Kuat dugaan, candi ini tidak pernah selesai
dibangun.
32. 2. Candi Jago
Arsitektur Candi Jago disusun seperti teras punden berundak. Candi ini cukup unik,
karena bagian atasnya hanya tersisa sebagian dan menurut cerita setempat karena tersambar
petir. Relief-relief Kunjarakarna dan Pancatantra dapat ditemui di candi ini. Sengan
keseluruhan bangunan candi ini tersusun atas bahan batu andesit.
3. Candi Sumberawan
Candi Sumberawan merupakan satu-satunya stupa yang ditemukan di Jawa Timur.
Dengan jarak sekitar 6 km dari Candi Singosari, Candi ini merupakan peninggalan Kerajaan
Singasari dan digunakan oleh umat Buddha pada masa itu. Pemandangan di sekitar candi ini
sangat indah karena terletak di dekat sebuah telaga yang sangat bening airnya. Keadaan inilah
yang memberi nama Candi Rawan.
33. 4. Arca Dwarapala
Arca ini berbentuk Monster dengan ukuran yang sangat besar. Menurut penjaga situs
sejarah ini, arca Dwarapala merupakan pertanda masuk ke wilayah kotaraja, namun hingga
saat ini tidak ditemukan secara pasti dimanan letak kotaraja Singhasari.
5. Prasasti Manjusri
Prasasti Manjusri merupakan manuskrip yang dipahatkan pada bagian belakang Arca
Manjusri, bertarikh 1343, pada awalnya ditempatkan di Candi Jago dan sekarang tersimpan di
Museum Nasional Jakarta.
6. Prasasti Mula Malurung
Prasasti Mula Malurung adalah piagam pengesahan penganugrahan desa Mula dan
desa Malurung untuk tokoh bernama Pranaraja. Prasasti ini berupa lempengan-lempengan
tembaga yang diterbitkan Kertanagara pada tahun 1255 sebagai raja muda di Kadiri, atas
perintah ayahnya Wisnuwardhana raja Singhasari.
Kumpulan lempengan Prasasti Mula Malurung ditemukan pada dua waktu yang
berbeda. Sebanyak sepuluh lempeng ditemukan pada tahun 1975 di dekat kota Kediri, Jawa
Timur. Sedangkan pada bulan Mei 2001, kembali ditemukan tiga lempeng di lapak penjual
barang loak, tak jauh dari lokasi penemuan sebelumnya. Keseluruhan lempeng prasasti saat
ini disimpan di Museum Nasional Indonesia, Jakarta.
34. 7. Prasasti Singosari
Prasasti Singosari, yang bertarikh tahun 1351 M, ditemukan di Singosari, Kabupaten
Malang, Jawa Timur dan sekarang disimpan di Museum Gajah dan ditulis dengan Aksara
Jawa.
Prasasti ini ditulis untuk mengenang pembangunan sebuah caitya atau candi
pemakaman yang dilaksanakan oleh Mahapatih Gajah Mada. Paruh pertama prasasti ini
merupakan pentarikhan tanggal yang sangat terperinci, termasuk pemaparan letak benda-benda
angkasa. Paruh kedua mengemukakan maksud prasasti ini, yaitu sebagai pariwara
pembangunan sebuah caitya.
8. Candi Jawi
Candi ini terletak di pertengahan jalan raya antara Kecamatan Pandaan – Kecamatan
Prigen dan Pringebukan. Candi Jawi banyak dikira sebagai tempat pemujaan atau tempat
peribadatan Buddha, namun sebenarnya merupakan tempat pedharmaan atau penyimpanan
abu dari raja terakhir Singhasari, Kertanegara. Sebagian dari abu tersebut juga disimpan pada
Candi Singhasari. Kedua candi ini ada hubungannya dengan Candi Jago yang merupakan
tempat peribadatan Raja Kertanegara.
9. Prasasti Wurare
35. Prasasti Wurare adalah sebuah prasasti yang isinya memperingati penobatan arca
Mahaksobhya di sebuah tempat bernama Wurare (sehingga prasastinya disebut Prasasti
Wurare). Prasasti ditulis dalam bahasa Sansekerta, dan bertarikh 1211 Saka atau 21
November 1289. Arca tersebut sebagai penghormatan dan perlambang bagi Raja Kertanegara
dari kerajaan Singhasari, yang dianggap oleh keturunannya telah mencapai derajat Jina
(Buddha Agung). Sedangkan tulisan prasastinya ditulis melingkar pada bagian bawahnya.
10. Candi Kidal
Candi Kidal adalah salah satu candi warisan dari kerajaan Singasari. Candi ini
dibangun sebagai bentuk penghormatan atas jasa besar Anusapati, Raja kedua dari
Singhasari, yang memerintah selama 20 tahun (1227 – 1248). Kematian Anusapati dibunuh
oleh Panji Tohjaya sebagai bagian dari perebutan kekuasaan Singhasari, juga diyakini sebagai
bagian dari kutukan Mpu Gandring.
36. RUNTUHNYA KERAJAAN SINGASARI
Sebagai sebuah kerajaan, perjalanan kerajaan Singasari bisa dikatakan berlangsung
singkat. Hal ini terkait dengan adanya sengketa yang terjadi dilingkup istana kerajaan yang
kental dengan nuansa perebutan kekuasaan. Pada saat itu Kerajaan Singasari sibuk
mengirimkan angkatan perangnya ke luar Jawa. Akhirnya Kerajaan Singasari mengalami
keropos di bagian dalam. Pada tahun 1292 terjadi pemberontakan Jayakatwang bupati
Gelang-Gelang, yang merupakan sepupu, sekaligus ipar, sekaligus besan dari Kertanegara
sendiri. Dalam serangan itu Kertanegara mati terbunuh. Setelah runtuhnya Singasari,
Jayakatwang menjadi raja dan membangun ibu kota baru di Kediri. Riwayat Kerajaan
Tumapel-Singasari pun berakhir.