Dokumen tersebut membahas sejarah perkembangan hukum perdata internasional, dimulai dari masa Kekaisaran Romawi hingga pertumbuhan teori statuta di Perancis. Terdapat beberapa prinsip hukum perdata internasional yang tumbuh dan berkembang sejak masa Romawi hingga abad pertengahan seperti asas lex situs, lex domicilii, dan lex loci contractus. Teori statuta yang dikembangkan Bartolus de Sassoferrato kemudian meluas pengguna
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
Hukum perdata internasional 2
1. SEJARAH HUKUM PERDATA
INTERNASIONAL
Awal Perkembangan
Masa Pertumbuhan Asas Personal
Pertumbuhan Asas Teritorial
Pertumbuhan Statuta di Italia
Pertumbuhan Statuta di Perancis
Pertumbuhan Statuta di Belanda
1 INTERNATIONAL PRIVAT LAW 2 04/17/13
2. MASA KEKAISARAN ROMAWI
(Abad ke-2 SM s/d Abad ke-6
SM)
Masa Kekaisaran Romawi dapat dianggap sebagai awal
perkembangan HPI.
Pada masa ini pola hubungan internasional dalam wujud sederhana
sudah mulai tampak dengan adanya hubungan-hubungan antara :
a.Warga (cives) Romawi dengan penduduk propinsi-propinsi
atau Municipia (untuk wilayah di Italia, kecuali Roma) yang
menjadi bagian dari wilayah kekaisaran karena pendudukan.
Penduduk asli propinsi-propinsi ini dianggap sebagai orang
asing, dan ditundukkan pada hukum mereka sendiri.
b.Penduduk propinsi atau orang asing yang berhubungan satu
sama lain di wilayah kekaisaran Romawi, sehingga masing-
masing pihak dapat dianggap sebagai subjek hukum dari
beberapa yurisdiksi yang berbeda.
2 INTERNATIONAL PRIVAT LAW 2 04/17/13
3. Untuk menyelesaikan sengketa dalam hubungan-hubungan
tersebut, dibentuk peradilan khusus yang disebut Praetor
Peregrinis.
Ius Civile telah disesuaikan untuk
kebutuhan pergaulan “antar bangsa”, yang kemudian
berkembang menjadi Ius Gentium.
Ius Publicum, mengatur persoalan-persoalan
Ius Privatuum, mengatur
kewenangan negara sebagai kekuasaan publik.
persoalan-persoalan hukum orang-
Ius Publicum berkembang menjadi sekumpulan
perorangan. Ius Privatuum inilah yang
asas dan kaidah hukum yang mengatur
menjadi cikal bakal HPI yang
hubungan antara Kekaisaran Romawi dengan
berkembang dalam tradisi Eropa
negara-negara lain (cikal bakal Hukum
Kontinental.
Internasional Publik).
3 INTERNATIONAL PRIVAT LAW 2 04/17/13
4. Prinsip HPI pada masa ini dilandasi asas teritorial. Asas-asas HPI yang
tumbuh dan berkembang pada masa ini dan menjadi asas-asas penting
HPI modern :
Asas Lex Rei Sitae (Lex Situs)
Perkara-perkara yang menyangkut benda-benda tidak bergerak
(immovable) tunduk pada hukum dari tempat benda itu berada /
terletak.
Asas Lex Domicili
Hak dan kewajiban perorangan harus diatur oleh hukum dari
tempat seseorang berkediaman tetap.
Asas Lex Loci Contractus
Terhadap perjanjian-perjanjian berlaku hukum dari tempat
pembuatan perjanjian.
4 INTERNATIONAL PRIVAT LAW 2 04/17/13
5. MASA PERTUMBUHAN ASAS PERSONAL HPI
(Abad ke-6 s/d Abad ke-10)
Akhir abad ke-6 Kekaisaran Romawi ditaklukkan oleh
bangsa barbar bekas jajahan Romawi.
Wilayah bekas Romawi diduduki oleh pelbagai suku bangsa
yang dibedakan secara genealogis dan bukan teritorial.
Dalam menyelesaikan sengketa antar suku bangsa,
ditetapkan terlebih dahulu sistem-sistem hukum adat mana
yang relevan dengan perkara, kemudian baru dipilih
hukum mana yang harus diberlakukan.
Tumbuh beberapa prinsip HPI yang dibuat atas dasar asas
Genealogis :
5 INTERNATIONAL PRIVAT LAW 2 04/17/13
6. a. Asas umum yang menetapkan bahwa dalam setiap proses penyelesaian
hukum, maka hukum yang digunakan adalah hukum dari pihak tergugat;
b. Penetapan kemampuan untuk membuat perjanjian bagi seseorang harus
dilakukan berdasarkan hukum personal dari masing-masing pihak;
c. Proses pewarisan harus dilangsungkan berdasarkan hukum personal dari
pihak pewaris;
d. Peralihan hak atas benda harus dilaksanakan sesuai dengan hukum dari
pihak transferor;
e. Penyelesaian perkara tentang Perbuatan Melawan Hukum harus dilakukan
berdasarkan hukum dari pihak pelaku perbuatan yang melanggar hukum;
f. Pengesahan suatu perkawinan harus dilakukan berdasarkan hukum dari
pihak suami.
6 INTERNATIONAL PRIVAT LAW 2 04/17/13
7. PERTUMBUHAN ASAS TERITORIAL
(Abad ke-11 s/d Abad ke -12)
Eropa Utara Eropa Selatan
Feodalistik Pusat Perdagangan
Tuan Tanh hak asing Kota Otonom Hukum Lokal
HPI tidak Berkembang Asas Teritorial
Asas PERSONAL GENEALOGIS semakin sulit untuk dipertahankan akibat terjadinya
transformasi struktur masyarakat yang semakin condong ke arah masyarakat yang
teritorialistik di seluruh wilayah Eropa. 2 Kawasan Eropa yang sangat mencolok proses
transformasinya sebagaimana bagan di atas
INTERNATIONAL PRIVAT LAW 2
7 04/17/13
8. PERTUMBUHAN TEORI STATUTA
(Abad ke-13 s/d abad ke-15)
Semakin meningkatnya intensitas perdagangan antar kota di Italia
menyebabkan asas teritorial perlu ditinjau kembali.
Mis :
Seorang warga Bologna yang berada di Florence, dan mengadakan
perjanjian di Florence. Karena berdasarkan prinsip teritorial, selama
ia berada di kota Florence ia harus tunduk pada kewenangan hukum
di kota Florence.
Pemasalahannya :
-Sejauh mana putusan hukum atau hakim Florence memiliki daya
berlaku di Bologna ?
- Sejauh mana perjanjian jual beli tersebut dapat dilaksanakan
di Bologna ?
8 INTERNATIONAL PRIVAT LAW 2 04/17/13
9. PERKEMBANGAN STATUTA ITALIA
Perdagangan Sistem Hukum Lokal
Post Glossators
Ahli hukum Tafsir Baru (abad 14 s/d ke-15) kaidah yg adil, wajar ilmiah
Gagasan Accursius (Dasar Statuta)
“Bila seseorang yang berasa dari kota tertentu di Italia, digugat di sebuah kota
lain, maka ia tidak dapat dituntut berdasarkan hukum dari kota lain itu, karena
ia bukan subjek hukum dari kota lain itu”.
9 INTERNATIONAL PRIVAT LAW 2 04/17/13
10. Gagasan Accursius menarik perhatian Bartolus de Sassoferato (Bapak HPI).
Bartolus mencetuskan Teori Statuta, yang dianggap sebagai teori pertama yang mendekati persoalan-persoalan
hukum perselisihan secara metodik dan sistematik. Statuta-statuta suatu kota dapat diklasifikasikan ke
dalam 3 kelompok :
STATUTA PERSONALIA: Statuta-statuta yang berkenaan dengan kedudukan
hukum atau status personal orang.
Objek pengaturan : orang dalam persoalan-persoalan hukum yang menyangkut
pribadi dan keluarga.
Lingkup berlaku : ekstra-teritorial, berlaku juga di luar wilayah.
Statuta personalia hanya berlaku terhadap warga kota yang berkediaman tetap di wilayah kota yang
bersangkutan, namun statuta ini akan tetap melekat dan berlaku atas mereka, diamana pun mereka berada.
STATUTA REALIA: Statuta-statuta yang berkenaan dengan status benda.
Objek pengaturan : benda dan status hukum dari benda.
Lingkup berlaku : prinsip territorial, hanya berlaku di dalam wilayah kota kekuasaan
penguasa.
Statuta ini akan tetap berlaku terhadap siapa saja (warga kota ataupuan pendatang / orang asing)
yang berada dalam teritorial yang bersangkutan
10 INTERNATIONAL PRIVAT LAW 2 04/17/13
11. STATUTA MIXTA : Statuta-statutayang
berkenaan dengan
perbuatan-perbuatan
hukum.
Ojek pengaturan : perbuatan-perbuatan
hukum oleh subjek hukum
atau perbuatan
perbuatan hukum
terhadap benda-benda.
Lingkup berlaku : prinsip teritorial, berlaku atas
semua perbuatan hukum yang terjadi atau
dilangsungkan dalam wilayah pengusaan kota.
11 INTERNATIONAL PRIVAT LAW 2 04/17/13
12. PENGGUNAAN TEORI STATUTA
DALAM HPI
Pembedaan ke dalam statuta Personalia, Realia, dan Mixta tidak lagi
dilihat sebagai hukum yang mengatur suatu kota akan tetapi sebagai
kategori untuk mengkualifikasikan pokok perkara yang sedang dihadapi
dan kemudian digunakan sebagai titik tolak untuk menentukan lex cause.
Dalam menentukan Lex Cause, maka bila perkara dikualifikasikan
sebagai perkara tentang:
Status benda, maka lex causenya adalah hukum dari tempat dimana benda
terletak / berada (lex situs).
Dalam perkembangan HPI, asas di atas hanya cocok untuk benda tidak
bergerak (immovables). Sedang untuk benda-benda bergerak digunakan asas
lain, yaitu Mobilia Sequntuur Personam, yaitu mengenai benda-benda
bergerak maka hukum yang mengatur adalah hukum dari tempat pemilik
benda bergerak tersebut.
12 INTERNATIONAL PRIVAT LAW 2 04/17/13
13. Status orang / badan hukum, maka lex cause yang harus digunakan adalah
hukum dari tempat dimana orang atau subjek hukum itu berkediaman tetap (lex
domicili) (atau berkewarganegaraan / Lex patriae).
Status perbuatan-perbuatan hukum, maka lex cause-nya adalah hukum
dari tempat dimana perbuatan itu dijalankan (lex loci actus).
Contoh :
A berasal dari kota Milan, berdasarkan statuta Milan melakukan transaksi jual beli dengan B
dari Venesia. Objek jual beli adalah sebidang tanah di kota Roma. Bila timbul perkara
tentang status pemilikan tanah di Roma tersebut, bagaimana penyelesaiakn menurut
teori statuta?
Perkara akan dikualifikasi sebagai perkara realia, perkara ini harus diselesaikan
berdasarkan hukum tanah Roma.
C adalah warga yang berkediaman tetap di kota Genoa. Di kota ini, C dianggap sebagai
orang yang sudah mampu melakukan perbuatan hukum secara mandiri. Namun dimikian
di kota Florence, karena kaidah-kaidah hukum yang berbeda, C dianggap belum mampu
melakukan perbuatan hukum sendiri. Seandainya pekara ini dipersoalkan di Pengadilan
Florence, maka bagaimana penyelesaian berdasarkan teori statuta ?
Perkara akan dikualifikasi sebagai perkara Personalia, dan status personal C akan
13
ditentukan berdasarkan LAW 2 Genoa sebagai Lex Cause.
INTERNATIONAL PRIVAT hukum 04/17/13
14. D adalah warga kota Turin. Ketika ia berada di kota Pisa, ia telah melakukan
perbuatan yang merugikan E, seorang warga Pisa, dan E kemudian menuntut
ganti kerugian dari D di pengadilan Pisa. Apabila perkara diajukan di
Pengadilan Pisa, maka bagaimana penyelesaiannya berdasarkan teori statuta ?
Perkara akan dikualifikasi sebagai perkara mixta, dan pengadilan Pisa
akan menetapkan apakah D telah melakukan perbuatan melawan
hukum dan E berhak atas ganti kerugian berdasarkan hukum Pisa
sebagai hukum dari tempat dimana perbuatan dilaksanakan.
14 INTERNATIONAL PRIVAT LAW 2 04/17/13
15. Kelemahan :
Upaya untuk menetapkan dengan tegas perkara-perkara apa yang harus
diklasifikasikan ke dalam kaidah-kaidah realia, personalia atau mixta ternyata
tidak selalu mudah dilaksanakan.
Mis.: Kemampuan hukum seseorang untuk mengalihkan hak milik atas
tanah. Apakah Personalia atau Realia?
Perbuatan hukum yang sasarannya adalah benda tetap. Apakah
Realia atau Mixta ?
Bartolus menjawab kritik semacam ini dengan menggunakan Penafsiran
Gramatikal :
Suatu statuta adalah realia, bila rumusan statuta itu diawali dengan istilah benda
terlebih dahulu, demikian pula suatu statuta adalah personalia, bila
perumusannya diawali dengan penyebutan tentang orang dan subjek
hukumnya terlebih dahulu.
15 INTERNATIONAL PRIVAT LAW 2 04/17/13
16. PERKEMBANGAN TEORI STATUTA DI PRANCIS
(Abad ke-16)
Kota-kota di Perancis secara de facto merupakan wilayah-wilayah
yang berkembang menjadi pusat-pusat perdagangan.
Kenyataan menunjukkan bahwa :
- Masing-masing propinsi memiliki sistem hukum lokalnya
sendiri (Coutume). Statuta = hukum lokal provinsi-provinsi.
- Meningkatnya aktivitas perdagangan antar provinsi di
Perancis mengakibatkan bertemunya kaidah-kaidah hukum pelbagai
provinsi dalam konflik-konflik hukum antara provinsi.
16 INTERNATIONAL PRIVAT LAW 2 04/17/13
17. TEORI STATUTA PERANCIS
Pusat perdagangan Sistem Hukum Lokal Hukum Perselishan
Modifikasi Statuta Italia
Charles Dumouli Betrand D Argentre
Memperluas ruang lingkup Statuta
Ingin memperluas ruang lingkup
Realia, dan memasukkan perjanjian-
Statuta Personalia Bartolus dan
perjanjian dan perbuatan melawan
memasukkan Perjanjian sebagai
hukum lainnya ke dalam lingkup
Statuta Personalia.
Statuta Realia.
17 INTERNATIONAL PRIVAT LAW 2 04/17/13
18. TEORI STATUTA BELANDA ABAD 17
Kedaulatan Eksklusif Negara. Jadi statuta yang dimaksud adalah
Hukum Suatu Negara yang berlaku di dalam teritorial suatu Negara.
Tokoh Statuta Belanda :
a. Ulrik Huber (1636 – 1694)
b. Jonannes Voet (1647 – 1714)
18 INTERNATIONAL PRIVAT LAW 2 04/17/13
19. Pandangan Ulrik Huber
Untuk menyelesaikan Perkara HPI, harus bertitik tolak pada 3
prinsip dasar :
1.Hukum Negara hanya berlaku pada batas-batas teritorial
negara itu.
2.Semua orang yang secara tetap atau sementara berada dalam
teritorial suatu negara berdaulat :
- Merupakan subjek hukum dari negara tersebut;
- Tunduk serta terikat pada hukum negara tersebut
1.Namun demikian berdasarkan prinsip Sopan Santun Antara Negara
(comitas gentium), hukum yang harus berlaku di negara asalnya tetap
memiliki kekuatan berlaku dimana-mana, sepanjang tidak
bertentangan dengan kepentingan subjek hukum dari negara pemberi
pengakuan.
19 INTERNATIONAL PRIVAT LAW 2 04/17/13
20. Suatu perbuatan hukum yang dilakukan di suatu tempat tertentu :
-Dianggap sebagai perbuatan hukum yang sah menurut hukum setempat,
harus diakui / dianggap sah juga di negara-negara lain, (termasuk di negara
forum) meskipun hukum negara lain itu mengganggap perbuatan semacam
itu batal; atau
-Dianggap sebagai perbuatan melawan hukum menurut hukum setempat,
akan dianggap batal di manapun juga termasuk di dalam wilayah negara
forum.
KESIMPULAN :
-Setiap negara memiliki kedaulatan, sehingga negara memiliki kewenangan
penuh untuk menetapkan kaidah-kaidah HPI-nya; tetapi
-Dalam kenyataan, negara-negara itu tidak dapat bertindak secara bebas,
dalam arti bahwa berdasarkan asas Comitas Gentium negara itu harus
mengakui pelaksanaan suatu hak yang telah diperoleh secara sah di negara
lain itu.
20 INTERNATIONAL PRIVAT LAW 2 04/17/13
21. Pandangan Johannes Voet
Pemberlakuan hukum asing di suatu negara bukan merupakan
kewajiban Hukum Internasional (Publik) atau karena sifat hubungan
HPI-nya.
Suatu negara asing tidak dapat menuntut pengakuan /
pemberlakuan kaidah hukumnya di dalam wilayah hukum suatu
negara lain.
Karena itu, pengakuan atas berlakunya suatu hukum asing hanya
dilakukan demi sopan santun pergaulan antarnegara (Comitas Gentium).
Namun demikian, asas Comitas Gentium ini harus ditaati oleh setiap negara,
dan asas ini harus dianggap sebagai bagian dari sistem hukum nasional
negara itu.
Salah satu asas yang berkembang dari Statuta Belanda adalah asas Locus
Regit Actum, yaitu “tempat dimana perbuatan dilakukan akan
21menentukan bentuk hukum dari perbuatan itu”.
INTERNATIONAL PRIVAT LAW 2 04/17/13
22. TEORI HPI UNIVERSAL
(Abad XIX)
Pencetus Teori HPI Universal adalah Freidrich Carl v. Savigny
di Jerman, didahului oleh pemikir ahli hukum Jerman lain,
C.G. von Wachter.
22 INTERNATIONAL PRIVAT LAW 2 04/17/13
23. Pandangan C.G. Von Wachter
Mengkritik Statuta Italia, karena dianggap menimbulkan
ketidakpastian hukum, dan ia menolak sifat ekstrateritorial
karena akan menyebabkan timbulkan kewajiban hukum di
negara asing.
Asumsi Wachter :
Hukum intern forum hanya dapat diterapkan pada kasus-
kasus hukum lokal saja. Karena itu, dalam perkara-perkara
HPI, forumlah yang harus menyediakan kaidah-kaidah HPI
atau yang menentukan hukum apa yang harus berlaku.
23 INTERNATIONAL PRIVAT LAW 2 04/17/13
24. Wachter berusaha meninggalkan klasifikasi ala teori Statuta, dan
memusatkan perhatiannya pada penetapan hukum yang
seharusnya berlaku terhadap hubungan hukum tertentu.
Titik tolak penentuan hukum yang seharusnya diberlakukan
adalah hukum dari tempat yang merupakan LEGAL SEAT
(tempat kedudukan) dari dimulainya suatu hubungan hukum
tertentu.
Perkara HPI sebagai suatu hubungan hukum mulai ada sejak
perkara itu diajukan di suatu forum tertentu.
Karena itu forum pengadilan itulah yang harus dianggap sebagai
tempat kedudukan hukum (LEGAL SEAT) perkara yang
bersangkutan.
Karena forum merupakan “LEGAL SEAT”, maka Lex Fori-lah
yang harus diberlakukan sebagai hukum yang berwenang
menentukan hukum apa yang dapat berlaku dalam perkara 04/17/13
24 INTERNATIONAL PRIVAT LAW 2 HPI.
25. PANDANGAN F.C VON SAVIGNY
Menggunakan konsepsi “Legal Seat” dengan asumsi bahwa untuk
setiap jenis hubungan hukum, dapat ditentukan Legal Seat / Tempat
Kedudukan Hukum, dengan melihat pada hakikat hubungan itu.
Bila hendak menentukan aturan hukum yang seharusnya
diberlakukan, Hakim wajib menentukan tempat kedudukan hukum /
legal seat dari hubungan itu.
Caranya : dengan melokalisasi tempat kedudukan hukum dan
hubungan hukum itu dengan bantuan titik-titik taut.
Bila tempat kedudukan hukum dari suatu jenis hubungan hukum
telah dapat ditentukan, maka Sistem Hukum dari Tempat itulah yang
digunakan sebagai Lex Cause.
25 INTERNATIONAL PRIVAT LAW 2 04/17/13
26. Setelah tempat kedudukan hukum itu dilokalisasi, maka dibentuklah asas
hukum yang bersifat universal yang dapat digunakan untuk menentukan
hukum yang berlaku.
Terpusatnya titik-titik taut pada suatu tempat tertentu akan menunjukkan
bahwa tempat tersebutlah yang menjadi centre of gravity (pusat gaya
berat).
Perlu disadari bahwa sebuah kaidah HPI berdasarkan pendekatan ini
sebenarnya digunakan untuk menunjuk ke arah sistem hukum suatu negara
yang akan menjadi Lex Cause, atau yang akan digunakan untuk menyelesaikan
suatu persoalan hukum.
Lex Cause ini yang harus diberlakuan untuk menjawab semua legal issues dari
perkara yang dihadapi.
26 INTERNATIONAL PRIVAT LAW 2 04/17/13
27. CONTOH :
SARAH, merupakan seorang pengusaha berkewarganegaraan Inggris
dan keturunan India. SARAH mengadakan perjanjian jual beli
mobil dengan Beni, seorang pelajar berkewarganegaraan
Indonesia yang sedang menjalankan studinya di Belanda. Perjanjian
jual beli mobil tersebut dibuat di Indonesia dengan menggunakan
bahasa Inggris. Setelah perjanjian ditandatangani, Sarah kemudian
secara sepihak membatalkan perjanjian dan menjual mobil tersebut
kepada orang lain. Beni yang tidak menerima perbuatan Sarah tersebut
kemudian mengajukan gugatan ke Pengadilan Indonesia.
STATUTA ITALIA :
Perkara dikualifikasikan sebagai Statuta Mixta.
Lex Cause : Indonesia (tempat perbuatan dilakukan)
27 INTERNATIONAL PRIVAT LAW 2 04/17/13
28. STATUTA PERANCIS (Dumolin) :
Perkara dikualifikasikan sebagai statuta Personalia.
Lex Cause : Inggris (tempat kewarganegaraan Sarah)
STATUTA PERANCIS (D’Argentre):
Perkara dikualifikasikan sebagai statuta Realia.
Lex Cause : Indonesia
HPI UNIVERSAL :
Titik Taut :
- Kewarganegaraan Tergugat (Ing)
- Kewarganegaraan Penggugat (Ind)
- Tempat Pembuatan Perjanjian (Ind)
Legal Seat = Lex Cause = Indonesia
28 INTERNATIONAL PRIVAT LAW 2 04/17/13
29. CONTOH :
Acong merupakan warga negara Indonesia yang menikah
dengan Windy, warga negara Inggris. Setelah menikah,
Acong menjual tanahnya yang terletak di India kepada Windy.
Perjanjian dibuat di Indonesia. 1 tahun kemudian, Acong
hendak membatalkan perjanjian jual beli tersebut, karena
berdasarkan hukum Indonesia perjanjian antara suami istri adalah
dilarang. Acong mengajukan pembatalan di pengadilan India.
Statuta Belanda (Ulrik Hubert) :
Perjanjian dianggap tidak sah, karena berdasarkan hukum
Indonesia perjanjian tersebut adalah tidak sah (Commitas Gentium).
29 INTERNATIONAL PRIVAT LAW 2 04/17/13
30. Bila perkara diajukan di Pengadilan Inggris, dan Hukum Inggris
menyatakan perjanjian jual beli antara suami istri adalah sah, maka :
Perjanjian akan dianggap sebagai perjanjian yang sah, karena terdapat
kepentingan subjek hukum Inggris sehingga commitas gentium tidak
belaku.
30 INTERNATIONAL PRIVAT LAW 2 04/17/13