MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
KURIKULUM MASA ORDE LAMA
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga
penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada
peserta belajar dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran
ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam
penyelenggaraan pendidikannya.
Lama waktu dalam satu kurikulum biasanya disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari
sistem pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat
mengarahkan pendidikan menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan
pembelajaran secara menyeluruh.1
Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah
mengalami perubahan dua kali dengan penyempurnaan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964,
1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan sekarang KTSP. Perubahan tersebut merupakan
konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan
iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat
rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan
perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan
landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok
dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya. 2
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari kurikulum?
2. Kurikulum apa saja yang mewarnai pendidikan di Indonesia?
3. Apa yang melandasi terjadinya perubahan-perubahan kurikulum?
1 Fuaduddin dan H. Sukama Karya, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta 1989.
2 http://ahmadhusain99.blogspot.com/2012/11/pengertian-dan-sejarah-perkembangan.html
2. 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kurikulum yang Mewarnai Pendidikan di Indonesia
1. Kurikulum Pendidikan Pra Kemerdekaan
Pendidikan pada prakemerdekaan dipengaruhi oleh kolonialisme. Hasilnya
bangsa ini dididik untuk mengabdi kepada penjajah. Karena, pada saat penjajahan semua
bentuk pendidikan dipusatkan untuk membantu dan mendukung kepentingan penjajah.
Pada mulanya, mereka tidak pernah terpikirkan untuk memperhatikan pendidikan namun
murni hanya mencari rempah-rempah. Meski demikian, bangsa Eropa ini juga memiliki
misi penyebaran agama. Karena itu pada abad ke-16dan 17, mereka mendirikan lembaga
pendidikan dalam upaya penyebaran agama Kristen di Nusantara. Pendidikan tersebut
tidak hanya diperuntukkan bagi mereka tapi juga penduduk pribumi yang beragama
Kristen.
Selanjutnya, pihak penjajah yang merasakan perlu adanya pegawai rendahan yang
dapat membaca dan menulis guna membantu pengembangan usaha, khususnya tanam
paksa, maka dibentuklah lembaga-lembaga pendidikan. Namun kelas ini masih hanya
diperuntukkan untuk kalangan terbatas, yaitu anak-anak priyai. Konsep ideal pendidikan
kolonialis adalah pendidikan yang mampu mencetak para pekerja yang dapat
dipekerjakan oleh penjajah pula. Tujuan pendidikan kolonial tidak terarah pada
pembentukan dan pendidikan orang muda untuk mengabdi pada bangsa dan tanah airnya
sendiri, akan tetapi dipakai untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat
penjajah agar dapat ditransfer oleh penduduk pribumi dan menggiring penduduk pribumi
menjadi budak dari pemerintahan kolonial. Pendidikan model bentukan Belanda pada
masa ini terdapat dua macam. Pertama, Sekolah Kelas Dua untuk anak pribumi dengan
lama pendidikan 3 tahun. Sementara kurikulum yang diajarkan meliputi berhitung,
menulis dan membaca. Kedua, Sekolah Kelas Satu yang diperuntukkan untuk anak
pegawai pemerintah Hindia Belanda. Lama pendidikan ini awalnya 4 tahun, kemudian 5
tahun dan terakhir 7 tahun. Kurikulum yang diajarkan meliputi ilmu bumi, sejarah, ilmu
hayat/ menggambar dan ilmu mengukur tanah. Sementara bahasa pengantarnya
menggunakan Bahasa Melayu dan Bahasa Belanda.
3. 3
Diberlakukannya politik etis pada awal-awal abad ke-20 berpengaruh pula
terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia. Pada masa ini, di Jawa khususnya,
Sekolah Kelas Dua yang mulanya hanya 3 tahun berubah menjadi 5 tahun. Kemudian
pada tahun 1914 didirikan sekolah sambungan yang lamanya 2 tahun.
Pada prinsipnya Undang-Undang Hindia Belanda membagi jenis penduduk
menjadi 3 golongan, yaitu Eropa, Timur Asing, dan Bumiputera. Klasifikasi ini
berpengaruh pula terhadap sistem pendidikan ketika itu, yaitu:
1. ELS (Europe Lagere School) yaitu sekolah untuk anak-anak Eropa, Tionghoa, dan
Indonesia yang menurut undang-undang disamakan haknya dengan bangsa Eropa.
2. HCS (Holand Chinese School) yaitu sekolah untuk golongan Tionghoa.
3. HIS (Holand Inlandse School) yaitu sekolah untuk rakyat pribumi atau bumiputra
golongan atas.
Ini merupakan gambaran pendidikan rendah di Indonesia masa Belanda yang
berlangsung sampai dengan tahun 1942.
Sementara untuk kelas menengah didirikan Gymnasium yang terbatas siswanya
hanya orang-orang Barat atau golongan ningrat. Masa belajar pendidikan ini berlangsung
selama 3 tahun. Pendidikan ini bertujuan untuk menciptakan pegawai-pegawai
menengah dan tingkat tinggi. Sedang mata pelajaran yang diajarkan meliputi Bahasa
Belanda, bahasa Inggris, Ilmu Hitung, Aljabar, ilmu ukur, ilmu alam atau kimia, ilmu
hayat, ilmu bumi, sejarah dan tatabuku. Perkembangan selanjutnya, Gymnasium berubah
menjadi OSVIA dan HBS. OSVIA sebagian diperuntukkan golongan ningrat
bumiputera, sedang HBS (Hogore Burgere School) untuk orang Belanda dari golongan
tinggi. Dari model pendidikan ini kemudian menjelma menjadi MULO (Meer Uifgebried
Order Wijs) yang lama pendidikannya ditambahkan 1 tahun dengan dasar bahwa anak-
anak pribumi dianggap kesulitan memahami pelajaran. Bahasa pengantar yang
digunakan adalah bahasa Melayu.
Sementara untuk tingkatan atas, Belanda mendirikan AMS (Algemene Midelbare
School). Sekolah ini didirikan pada 1919, sebagai lanjutan dari sekolah lanjutan pertama
atau MULO. Lama pendidikan ini berlangsung selama 3 tahun yang terbagi pada bagian
A dan bagian B. Bagian A spesifikasinya adalah ilmu kebudayaan yaitu kesusatraan
timur dan kesusatraan klasik barat. Kesusastraan timur meliputi bahasa Jawa, Melayu,
Sejarah Indonesia dan ilmu bangsa-bangsa. Sedang kesusatraan klasik barat lebih kepada
4. 4
bahasa latin. Sedang bagian B spesifikasi pelajarannya adalah Ilmu Pengetahuan
Kealaman yang meliputi ilmu pasti dan ilmu alam.
Sementara ketika kependudukan beralih dari Belanda ke Jepang, maka
pendidikan yang berbau Belanda disingkirkan dengan diganti pendidikan berciri khas
Jepang dan sesuai dengan tujuan mereka. Pada pendidikan tingkat rendahan Jepang
menggantinya dengan sebutan Kokumin Gako dengan lama pendidikan 6 tahun.
Kurikulum pendidikan ini lebih menitik beratkan pada olahraga kemiliteran yang
memang bertujuan untuk membantu pertahanan Jepang. Anak-anak masa ini diajarkan
untuk mengumpulkan kerikil dan pasir untuk pertahanan, serta menanam pohon jarak
untuk membuat minyak sebagai kepentingan perang. Namun masa ini, bahasa pengantar
yang digunakan adalah bahasa Indonesia. Dengan demikian penggunaan bahasa
Indonesia hampir merata di semua sekolah. Materi yang dipelajari sebenarnya tidak jauh
beda dengan masa pendudukan Belanda, namun hanya saja yang awalnya semua hal
yang berbau Belanda tergantikan dengan model-model Jepang.3
2. Kurikulum Pendidikan Masa Orde Lama
Sebagaimana yang disebutkan pada pendahuluan, bahwa kurikulum pendidikan
nasional telah beberapa kali mengalami perubahan. Perubahan kurikulum disesuaikan
dengan tujuan yang ingin dicapai oleh para penguasa. Tentu saja ada beberapa hal yang
memang tujuannya disesuaikan dengan tuntutan kondisi zaman.
Jika kita berbicara tentang kurikulum, maka sudah sepatutnya kita membicarakan
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum pada era Orde Lama dibagi manjadi 2
kurikulum di antaranya:
1) Kurikulum 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam
bahasa Belanda “leer plan”artinya rencana pelajaran. Perubahan arah pendidikan
lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional.
Sedangkan, asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu
dikenal dengan sebutan “Rencana Pelajaran 1947”, yang baru dilaksanakan pada
3 http://kesadaransejarah.blogspot.comhttp://bambangsoekisno.blogspot.com
5. 5
tahun 1950. Orientasi Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada pendidikan
pikiran. Yang diutamakan adalah: pendidikan watak, kesadaran bernegara dan
bermasyarakat.
Pada masa tersebut siswa lebih diarahkan bagaimana cara bersosialisasi
dengan masyarakat. Proses pendidikan sangat kental dengan kehidupan sehari-hari.
Aspek afektif dan psikomotorik lebih ditekankan dengan pengadaan pelajaran
kesenian dan pendidikan jasmani. Oleh karena itu, yang lebih penting adalah
bagaimana menumbuhkan kesadaran bela negara. Kemungkinan model ini masih
terkontamninasi dengan model pendidikan yang diterapkan oleh Jepang sebelumnya.
2) Kurikulum 1952-1964
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut “Rencana
Pelajaran Terurai 1952”. Silabus mata pelajarannya jelas sekali, dan seorang guru
mengajar satu mata pelajaran. Pada masa ini memang kebutuhan peserta didik akan
ilmu pengetahuan lebih diperhatikan, dan satuan mata pelajaran lebih dirincikan.
Namun, dalam kurikulum ini siswa masih diposisikan sebagai objek karena guru
menjadi subjek sentral dalam pentransferan ilmu pengetahuan. Guru yang
menentukan apa saja yang akan diperoleh siswa di kelas, dan guru pula yang
menentukan standar-standar keberhasilan siswa dalam proses pendidikan.
Sistem pendidikan masa ini dikenal dengan Sistem Panca Wardana atau
sistem lima aspek perkembangan yaitu perkembangan moral, perkembangan
intelegensia, perkembangan emosional/artistik, perkembangan keprigelan dan
perkembangan jasmaniah. Sistem panca wardana ini dapat diuraikan menjadi
beberapa mata pelajaran.
1. Perkembangan moral; pendidikan kemasyarakatan dan pendidikan agama/budi
pekerti.
2. Perkembangan intelegensia; bahasa Indonesia, bahasa daerah, berhitung dan
pengetahuan alamiah.
3. Perkembangan emosional/artistik; seni sastra/musik, seni lukis/rupa, seni tari,
seni drama.
4. Perkembangan keprigelan; pertanian/peternakan, industry kecil/pekerjaan
tangan, koperasi/tabungan dan keprigelan-keprigelan lain.
5. Perkembangan jasmaniah; pendidikan jasmaniah dan pendidikan kesehatan.
6. 6
Fokus kurikulum 1964 ini lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan
fungsional praktis. Pada kurikulum 1964 ini, arah pendidikan mulai merambah
lingkup praksis. Dalam pengertian bahwa setiap pelajaran yang diajarkan disekolah
dapat berkorelasi positif dengan fungsional praksis siswa dalam masyarakat.
Kurikulum masa ini dapat pula dikategorikan sebagai Correlated Curriculum.
3. Kurikulum 1968
Awalnya tahun 1947, kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Pada
saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia dipengaruhi pendidikan kolonial Belanda dan
Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan. RentjanaPelajaran 1947 boleh
dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan
berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan
sebagai development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia
Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain.
Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia
mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai
1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling
menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus
memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan
sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-
pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa
pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk
pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program
Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan,
emosional/artistik dan jasmani.
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu perubahan
struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari
perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dari segi
tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya
untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama.
7. 7
4. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif.
“Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO
(management by objective) yang terkenal saat itu,” kata Mudjito, Direktur Pembinaan TK
dan SD Depdiknas.
Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menggunakan pendekatan-
pendekatan di antaranya sebagai berikut:
Berorientasi pada tujuan
Menganut pendekatan integrativedalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan
yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan
Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan
yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-
jawab) dan latihan (drill).
Kurikulum 1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak mampu lagi
memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan
sidang umum MPR 1983 yang produknya tertuang dalam GBHN 1983 menyiratakan
keputusan politik yang menghendaki perubahan kurikulum dari kurikulum 1975 ke
kurikulum 1984. Karena itulah pada tahun 1984 pemerintah menetapkan pergantian
kurikulum 1975 dengan kurikulum 1984.
5. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan
pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut
“Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar.
Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini
disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Learning (SAL).
Secara umum, dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya
adalah sebagai berikut:
Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung ke dalam kurikulum
pendidikan dasar dan menengah
8. 8
Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan
anak didik
Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah Terlalu
padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang. Pelaksanaan
Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yang berdiri
sendiri mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk
Pendidikan Luar Sekolah.
Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan
lapangan kerja.
Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan atau
tuntutan masyarakat dan ilmu pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan dalam kurikulum
1975 dianggap tidak sesuai lagi. Oleh karena itu, diperlukan perubahan kurikulum.
Kurikulum 1984 tampil sebagai perbaikan atau revisi terhadap kurikulum 1975. Kurikulum
1984 memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Berorientasi kepada tujuan instruksional.
Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu
belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena
itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah
tujuan apa yang harus dicapai siswa.
Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif
(CBSA).
CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa
memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif,
maupun psikomotor.
Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan
yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi
pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi
pelajaran yang diberikan.
Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan.
Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian
diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pemahaman, alat peraga sebagai media
digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
9. 9
Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian materi
pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah
dasar harus melalui pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan
menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan. Dari yang mudah
menuju ke sukar dan dari sederhana menuju ke kompleks.
Menggunakan pendekatan keterampilan proses.
Keterampilan proses adalah pendekatan belajat mengajar yang memberi tekanan
kepada proses pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan
mengomunikasikan perolehannya. Pendekatan keterampilan proses dilakukan secara efektif
dan efesien dalam upaya mencapai tujuan pelajaran.
6. Kurikulum 1994
Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran
menekankan pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar dengan
kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena berkesesuaian dengan
suasana pendidikan di LPTK (lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih
mengutamakan teori tentang proses belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah
Tim Basic Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah.
Tim ini memandang bahwa materi (isi) pelajaran yang diberikan kepada siswa harus banyak,
sehingga pada saat siswa selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan
mendapatkan materi pelajaran yang banyak.
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum
sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum
1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito.
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari
sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam
satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat
menerima materi pelajaran yang banyak.
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai
berikut:
Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan
10. 10
Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi
kepada materi pelajaran/isi)
Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk
semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah
yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan
kebutuhan masyarakat sekitar.
Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi
yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam
mengaktifkan siswa, guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban
konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.
Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan
konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat
keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran
yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah, seperti:
Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit,
dan dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.
Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan
pemahaman siswa.
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama
sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented),
di antaranya sebagai berikut:
Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya
materi/substansi setiap mata pelajaran.
Materi pelajaran dianggap sukar, kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir
siswa dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum
tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1994.
Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip
penyempurnaan kurikulum, yaitu:
Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan
masyarakat.
11. 11
Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan
yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana
pendukungnya.
Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi
pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi,
pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.
Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan
tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang
tersedia di sekolah.
Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap,
yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang.
7. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) – Versi Tahun 2002 dan 2004
Usaha pemerintah maupun pihak swasta dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan terutama meningkatkan hasil belajar siswa dalam berbagai mata pelajaran terus
menerus dilakukan, seperti penyempurnaan kurikulum, materi pelajaran, dan proses
pembelajaran. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Soejadi (1994:36), khususnya
dalam mata pelajaran matematika “dikatakan bahwa kegiatan pembelajaran matematika di
jenjang persekolahan merupakan suatu kegiatan yang harus dikaji terus menerus dan jika
perlu diperbaharui agar dapat sesuai dengan kemampuan murid serta tuntutan lingkungan.
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum 2004, adalah kurikulum yang
mulai diterapkan sejak tahun 2004 walau sudah ada sekolah yang mulai menggunakan
kurikulum ini sejak sebelum diterapkannya. Secara materi, sebenarnya kurikulum ini tak
berbeda dari kurikulum 1994, perbedaannya hanya pada cara para murid belajar di kelas.
Dalam kurikulum terdahulu, para murid dikondisikan dengan sistem caturwulan, sedangkan
dalam kurikulum baru ini, para siswa dikondisikan dalam sistem semester. Dahulu, para
murid hanya belajar pada isi materi pelajaran belaka, yakni menerima materi dari guru saja.
Dalam kurikulum 2004 ini, para murid dituntut aktif mengembangkan keterampilan untuk
menerapkan Iptek tanpa meninggalkan kerja sama dan solidaritas, meski sesungguhnya
antarsiswa saling berkompetisi. Jadi di sini, guru hanya bertindak sebagai fasilitator, namun
meski begitu pendidikan yang ada ialah pendidikan untuk semua. Dalam kegiatan di kelas,
para siswa bukan lagi objek, tetapi subjek dan setiap kegiatan siswa ada nilainya.
12. 12
Implementasi pendidikan di sekolah mengacu pada seperangkat kurikulum. Salah satu
bentuk inovasi yang dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan adalah
melakukan inovasi di bidang kurikulum. Kurikulum 1994 perlu disempurnakan lagi sebagai
respons terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi
desentralistik sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU Nomor 22 dan 25 tahun 1999
tentang Otonomi Daerah.
Kurikukum yang dikembangkan tersebut diberi nama Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK). Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan
kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar
performance yang telah ditetapkan. Competency Based Education is education geared
toward preparing indivisuals to perform identified competencies (Scharg dalam Hamalik,
2000: 89). Hal ini mengandung arti bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan
individu yang mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya
adalah perlu dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman
pembelajaran.
Sejalan dengan visi pendidikan yang mengarah pada dua pengembangan, yaitu untuk
memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa datang maka pendidikan di sekolah
dititipi seperangkat misi dalam bentuk paket-paket kompetensi.
Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang
direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak
secara konsisten dan terus menerus dapat memungkinkan seseorang untuk menjadi
kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk
melakukan sesuatu (Puskur, 2002a). Dasar pemikiran untuk menggunakan konsep
kompetensi dalam kurikulum adalah sebagai berikut:
1. Kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai
konteks.
2. Kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten.
3. Kompeten merupakan hasil belajar (learning outcomes) yang menjelaskan hal-hal yang
dilakukan siswa setelah melalui proses pembelajaran.
4. Kehandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu harus didefinisikan secara jelas dan luas
dalam suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur.
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) merupakan perangkat rencana dan
pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian,
13. 13
kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam
pengembangan kurikulum sekolah. Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada: (1)
hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian
pengalaman belajar yang bermakna, dan (2) keberagaman yang dapat dimanifestasikan
sesuai dengan kebutuhannya.
Rumusan kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan
pernyataan apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan siswa dalam
setiap tingkatan kelas dan sekolah dan sekaligus menggambarkan kemajuan siswa yang
dicapai secara bertahap dan berkelanjutan untuk menjadi kompeten.
Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok,
yaitu:
pemilihan kompetensi yang sesuai
spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian
kompetensi
pengembangan sistem pembelajaran
Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur
edukatif.
Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian
suatu kompetensi.
Struktur kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi dalam suatu mata
pelajaran memuat rincian kompetensi (kemampuan) dasar mata pelajaran itu dan sikap yang
diharapkan dimiliki siswa. Mari kita lihat contohnya dalam mata pelajaran matematika,
Kompetensi dasar matematika merupakan pernyataan minimal atau memadai tentang
pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan
berpikir dan bertindak setelah siswa menyelesaikan suatu aspek atau subaspek mata
pelajaran matematika. Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika merupakan gambaran
kompetensi yang seharusnya dipahami, diketahui, dan dilakukan siswa sebagai hasil
pembelajaran mata pelajaran matematika. Kompetensi dasar tersebut dirumuskan untuk
14. 14
mencapai keterampilan (kecakapan) matematika yang mencakup kemampuan penalaran,
komunikasi, pemecahan masalah, dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika.
Struktur kompetensi dasar Kurikulum Berbasis Kompetensi ini dirinci dalam
komponen aspek, kelas dan semester. Keterampilan dan pengetahuan dalam setiap mata
pelajaran, disusun dan dibagi menurut aspek dari mata pelajaran tersebut. Pernyataan hasil
belajar ditetapkan untuk setiap aspek rumpun pelajaran pada setiap level. Perumusan hasil
belajar adalah untuk menjawab pertanyaan, “Apa yang harus siswa ketahui dan mampu
lakukan sebagai hasil belajar mereka pada level ini?”. Hasil belajar mencerminkan keluasan,
kedalaman, dan kompleksitas kurikulum dinyatakan dengan kata kerja yang dapat diukur
dengan berbagai teknik penilaian.
Setiap hasil belajar memiliki seperangkat indikator. Perumusan indikator adalah untuk
menjawab pertanyaan, “Bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapai hasil
belajar yang diharapkan?”. Guru akan menggunakan indikator sebagai dasar untuk menilai
apakah siswa telah mencapai hasil belajar seperti yang diharapkan. Indikator bukan berarti
dirumuskan dengan rentang yang sempit, yaitu tidak dimaksudkan untuk membatasi
berbagai aktivitas pembelajaran siswa, juga tidak dimaksudkan untuk menentukan
bagaimana guru melakukan penilaian. Misalkan, jika indikator menyatakan bahwa siswa
mampu menjelaskan konsep atau gagasan tertentu, maka ini dapat ditunjukkan dengan
kegiatan menulis, presentasi, atau melalui kinerja atau melakukan tugas lainnya.
8. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) – Versi KTSP (Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan)
Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan,
peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan
kesempatan pendidikan diwujudkan dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu
pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui
olahhati, olahpikir, olahrasa dan olahraga agar memiliki daya saing dalam menghadapi
tantangan global. Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dilakukan melalui
penerapan manajemen berbasis sekolah dan pembaharuan pengelolaan pendidikan secara
terencana, terarah, dan berkesinambungan.
Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor
19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan
15. 15
arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan,
yaitu: (1)standar isi, (2)standar proses, (3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik
dan tenaga kependidikan, (5)standar sarana dan prasarana, (6)standar pengelolaan,
standar pembiayaan, dan (7)standar penilaian pendidikan.
Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah menggiring pelaku
pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan
pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan
pendidikan.
Secara substansial, pemberlakuan (baca: penamaan) Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No.
19/2005. Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan
tercapainya paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter),
yaitu:
Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur
edukatif.
Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian
suatu kompetensi.
Terdapat perbedaan mendasar dibandingkan dengan kurikulum berbasis kompetensi
sebelumnya (versi 2002 dan 2004), bahwa sekolah diberi kewenangan penuh menyusun
rencana pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang telah ditetapkan, mulai
dari tujuan, visi – misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan,
hingga pengembangan silabusnya.
9. Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum baru diterapkan oleh pemerintah untuk
menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang telah berlaku selama kurang
lebih 6 tahun. Kurikulum 2013 masuk dalam masa percobaan di tahun 2013 dengan
16. 16
menjadikan beberapa sekolah menjadi sekolah percobaan. Di tahun 2014, Kurikulum
2013 sudah diterapkan di Kelas I, II, IV, dan V sedangkan untuk SMP Kelas VII dan
VIII dan SMA Kelas X dan XI. Diharapkan, pada tahun 2015 telah diterapkan di seluruh
jenjang pendidikan.
Kurikulum 2013 memiliki tiga aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek
keterampilan, dan aspek sikap dan perilaku. Di dalam Kurikulum 2013, terutama di
dalam materi pembelajaran terdapat materi yang dirampingkan dan materi yang
ditambahkan. Materi yang dirampingkan terlihat ada di materi Bahasa Indonesia, IPS,
PPKn, dsb, sedangkan materi yang ditambahkan adalah materi Matematika. Materi
pelajaran tersebut (terutama Matematika) disesuaikan dengan materi pembelajaran
standar Internasional sehingga pemerintah berharap dapat menyeimbangkan pendidikan
di dalam negeri dengan pendidikan di luar negeri.
4
4 http://www.slideshare.net/agusmukhandar/savedfiles?s_title=landasan-historis-rasional-kurikulum-
2013&user_login=idapurnama7475
17. 17
INDIKASI PERMASALAHAN KURIKULUM 2013
Tidak ada kajian terhadap penerapan Kurikulum 2006 yang berujung pada
kesimpulan urgensi perpindahan kepada Kurikulum 2013. Tidak ada evaluasi
menyeluruh terhadap uji coba penerapan Kurikulum 2013 setelah setahun penerapan di
sekolah-sekolah yang ditunjuk. Kurikulum sudah diterapkan di seluruh sekolah di bulan
Juli 2014, sementara instruksi untuk melakukan evaluasi baru dibuat bulan Oktober
2014. (Peraturan Menteri no 159)
Pada Pasal 2 ayat 2 dalam Peraturan Menteri nomor 159 Tahun 2014 itu
menyebutkan bahwa Evaluasi Kurikulum untuk mendapatkan informasi mengenai:
1. Kesesuaian antara Ide Kurikulum dan Desain Kurikulum
2. Kesesuaian antara Desain Kurikulum dan Dokumen Kurikulum;
3. Kesesuaian antara Dokumen Kurikulum dan Implementasi Kurikulum; dan
4. Kesesuaian antara Ide Kurikulum, Hasil Kurikulum, dan Dampak Kurikulum.
Kurikulum 2013 diterapkan di seluruh sekolah sebelum dievaluasi kesesuaian
antara ide, desian, dokumen hingga dampak kurikulum. Penyeragaman tema di
seluruh kelas, sampai metode, isi pembelajaran dan buku yang bersifat wajib
sehingga terindikasi bertentangan dengan UU Sisdiknas. Penyusunan konten
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang tidak seksama sehingga menyebabkan
ketidakselarasan.
Kompetensi Spiritual dan Sikap terlalu dipaksakan sehingga menganggu
substansi keilmuan dan menimbulkan kebingungan dan beban administratif
berlebihan bagi para guru. Metode penilaian sangat kompleks dan menyita waktu
sehingga membingungkan guru dan mengalihkan fokus dari memberi perhatian
sepenuhnya pada siswa. Ketidaksiapan guru menerapkan metode pembelajaran pada
Kurikulum 2013 yang menyebabkan beban juga tertumpuk pada siswa sehingga
menghabiskan waktu siswa di sekolah dan di luar sekolah. Ketergesa-gesaan
penerapan menyebabkan ketidaksiapan penulisan, pencetakan dan peredaran buku
sehingga menyebabkan berbagai permasalahan di ribuan sekolah akibat
keterlambatan atau ketiadaan buku. Berganti-gantinya regulasi kementerian akibat
revisi yang berulang.
18. 18
KAJIAN YURIDIS KURIKULUM 2013
Kajian UU Sisdiknas No .20 Tahun 2003 Pasal 38 Ayat 1
Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan
oleh Pemerintah. Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai
dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite
sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor
departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk
pendidikan menengah.
UU Sisdiknas dan PP SNP hanya memberi kewenangan kepada Pemerintah
hanya untuk mengatur kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan
menengah. Faktanya pengaturan sampai detail, termasuk silabus dan buku teks
terpusat dan seragam. UU Sisdiknas dan PP SNP memberi ruang bagi
Sekolah/Komite Sekolah atau madrasah/Komite Madrasah untuk mengembangkan
kurikulum yang relevan. Faktanya, terjadi penyeragaman kurikulum.
Kajian Permendikbud No 81A Tahun 2013 Pasal 1
Implementasi Kurikulum 2013 pada sekolah dasar/ madrasah ibtidayiyah (SD/MI),
sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTs), dan sekolah
menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK) secara bertahap mulai
tahun pelajaran 2013/2014. Faktanya, sejak 2 Juli 2014 pemberlakukan dan
pelaksanaan Kurikulum 2013 dilakukan secara serentak, pada tingkat SD/MI,
SMP/MTs, SMA/MA dan SMK/MAK di seluruh Indonesia, setelah penerapan hanya
di 6.221 sekolah – tak lagi bertahap.
PERMASALAHAN KONSEPTUAL KURIKULUM 2013
Catatan oleh Majelis Guru Besar ITB pada Sidang Pleno MGB ITB, April
2013. Beberapa persoalan mendasar pada rancangan kurikulum ini antara lain
sebagai berikut:
1. Rancangan Kurikulum 2013 tidak disertai naskah akademik, yang berisi
pemikiran, konsep, tujuan, serta grand design (rancangan besar) pendidikan nasional,
sebagai landasan.Rancangan Kurikulum 2013 memang telah mencantumkan sikap
dan nilai-nilai luhur kemanusiaan, tetapi dalam beberapa hal kurang memperhatikan
hakikat STEAM (Science-Technology-Engineering-Art-Mathematics), yaitu, ciri
budaya ilmiah di balik kemajuan ilmu pengetahuan yang diserasikan dengan
19. 19
pembangunan karakter bangsa guna menghadapi tantangan ke depan. Trend
(kecenderungan) dewasa ini menunjukkan bahwa posisi peradaban bangsa-bangsa
yang akan datang sangat dipengaruhi oleh kemajuan ilmu pengetahuan serta
teknologi (teknologi informasi, teknologi bio, teknologi nano, teknologi neuro) yang
terus berkembang, yang telah terbukti berpengaruh pada kemajuan budaya,
perkembangan cara berfikir, serta daya kreativitas manusia dewasa ini dan ke depan
dalam menghadapai tantangannya.
2. Rancangan Kurikulum 2013 belum menunjukkan keterkaitan yang jelas antara
basis filosofi yang digunakan dengan perwujudannya pada tataran teknis yang
dirancang untuk diimplementasikan. Misalnya, pendekatan interdisiplin dan metode
eklektik yang dipilih tidak terwujud dalam model pembelajaran tematik-integratif
yang direpresentasikan melalui Kompetensi Inti dan/atau Kompetensi Dasar. Dalam
model ini, yang tampak bukanlah interdisiplin, melainkan multidisiplin: beberapa
disiplin dimasukkan, bahkan cenderung dipaksakan, dalam sebuah mata pelajaran
tanpa basis ontologi dan epistemologi yang mengikatnya.
3. Rancangan Kurikulum 2013 mengambil konsep integratif-tematik yang
menunjukkan terdapatnya perubahan mendasar pada struktur kurikulum hingga pola
penugasan guru, setidaknya, sejumlah mata pelajaran akan diintegrasikan menjadi
satu mata pelajaran. Konsep ini membutuhan guru yang menguasai sejumlah mata
pelajaran (yang digabungkan) serta mumpuni dalam mengajar berbasiskan pada
tematik (yang telah ditentukan), yang merujuk pada lingkungan sekolah.Untuk
terlaksananya konsep ini, pengetahuan dan kapasitas guru yang ada pada saat ini
cukup jauh dari memenuhi kebutuhannya. Sementara itu, akan terdapat
permasalahan pada tidak sedikit jumlah guru dengan “kompetensi” mata pelajaran
yang dikeluarkan dari dalam struktur Kurikulum 2013.
Berdasarkan hal tersebut, sebelum Rancangan Kurikulum 2013 diberlakukan,
MGB ITB menyampaikan rekomendasi perlu dilakukan perbaikan atas Rancangan
Kurikulum 2013 semaksimal mungkin melalui kajian yang mendalam dan cermat.
Untuk ini diperlukan naskah akademik yang mengemukakan sosok bangsa Indonesia
untuk memasuki peluang Emas, yang memuat kajian filosofis mengenai tujuan
pendidikan nasional. Kajian tersebut seyogianya mengemukakan pemikiran serta
20. 20
konsep dasar, termasuk di dalamnya perhatian pada pendidikan STEAM, yang kelak
menjadi rujukan dalam menyusun Rancangan Kurikulum 2013 beserta
implementasinya.
Dokumen Kurikulum 2013 adalah Dokumen Negara dan Dokumen Budaya
bangsa yang akan menjadi panduan dalam meletakkan dasar-dasar proses pendidkan
ke depan. Untuk itu amat perlu dilakukan pembenahan atas struktur dan tatabahasa
di dalam draf dokumen Kurikulum 2013 yang ada sehingga mudah dipahami,
terutama oleh pelaku pendidikan di lapangan, dalam dimensi ruang maupun waktu.
Sebelum diimplementasikan, rancangan sebuah kurikulum perlu diuji dan
disosialisasikan secara terbuka di forum akademik, yang juga melibatkan pihak-
pihak lain yang memiliki kompetensi serta kapasitas menilai, termasuk di dalamnya
adalah kelompok masyarakat pelaku pendidikan. Forum terbuka adalah amat
penting, yang mempunyai tujuan selain guna menampung pemikiran yang
komprehensif juga untuk membangun pemahaman bersama hingga mengundang
komitmen semua komponen masyarakat, khususnya yang akan terlibat langsung di
dalam implementasi.
Kurikulum adalah bagian amat penting dari kebijakan nasional yang
menyangkut hajat hidup mendasar bagi orang banyak, yang meletakkan dasar-dasar
upaya pembangunan budaya serta martabat bangsa. Oleh sebab itu, dalam
pelaksanaannya kelak, proses serta prosedurnya harus memperhatikan kepentingan
orang banyak itu sendiri sebagai masyarakat madani (civil society). Dalam hal ini
Pemerintah perlu mengawalinya dengan membangun komunikasi cerdas dengan
masyarakat yang amat luas, di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Langkah perlu yang harus dilakukan untuk melaksanakan sebuah kurikulum
adalah menyiapkan guru, sarana dan prasarana serta infrastruktur pendidikan yang
tepat. Menyiapkan guru dalam hal ini bukan sekedar menyiapkan ketrampilan dalam
pengetahuan, namun lebih penting adalah menyiapkan sosok guru yang mumpuni,
mempunyai sikap (attitude), mempunyai pengetahuan (knowledge), serta
mempunyai ketrampilan (skill), yang layaknya dimiliki seorang panutan. Ketiga hal
tersebut diperlukan guna membangun karakter peserta didik yang berujung pada
tumbuhnya nilai-nilai generasi yang dapat menjadi pelaku budaya serta peradaban
bangsa Indonesia 2045. Untuk ini Pemerintah mutlak perlu bekerjasama dengan
perguruan tinggi serta unsur-unsur masyarakat pelaku pendidikan yang lainnya yang
21. 21
mumpuni dalam merancang hingga merealisasikan Kurikulum Pendidikan Nasional.
Penundaan pemberlakukan Kurikulum 2013 menjadi keniscayaan jika hal-
hal di atas belum bisa dilaksanakan. Menunda guna melakukan dengan segera
persiapan yang lebih baik adalah jauh lebih berarti ketimbang kehilangan
kesempatan merebut peluang Emassebagai akibat menerapkan langkah-langkah
pendidikan yang belum dipersiapkan dengan amat baik.
Catatan oleh Prof. Dr. H. Soedijarto, MA, guru besar UNJ, ketua dewan direktur
CINAPS, ketua dewan pakar PPA GMNI, ketua dewan pembina ISPI, anggota
dewan pembina PGRI dan wakil ketua Yayasan Indonesia- Jerman.
1. Tidak jelas dasar hukum dan hasil evaluasi yang dijadikan landasan untuk
merancang Kurikulum 2013. Kurkulum 2006 strukturnya didasarkan atas UU
Sisdiknas No. 20 Tahun 2003. Perubahan struktur kurikulum yang mengubah jam
pelajaran per minggu, atau ditiadakannya mata pelajaran IPA dan IPS pada kelas
1 s/d 3 SD, perlu jelas latar belakang teorinya dan tujuan yang hendak dicapai.
2. Mendikbud Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro pada tahun 1972 menyadarkan
kepada jajaran P&K agar berhati-hati menerapkan sesuatu gagasan baru dalam
pendidikan karena dampaknya akan berjangka panjang pada kehidupan
bermasyarakat. Berangkat dari cara berpikir ini bila akan menerapkan kurikulum
yang baru perlu terlebih dahulu diujicobakan dan dinilai secara komprehensif
sebelum ditetapkan sebagai suatu sistem yang dapat dipertanggungjawabkan.
Dengan demikian seyogyanya sebelum diterapkan Kurikulum 2013 perlu terlebih
dahulu diujicobakan.
3. Kurikulum adalah suatu sistem yang meliputi tujuan yang secara operasional
harus dicapai, materi pendidian yang telah dipilih sebagai objek belajar, model
pembelajaran yang relevan, sistem evaluasi yang akan diterapkan, serta sarana
dan prasarana yang harus disiapkan. Bila kurikulum 2013 akan diterapkan,
pertanyaannya: sudahkah kelima elemen dari sistem kurikulum benar-benar telah
dirancang dan dikembangkan? Selama ini setiap perubahan kurikulum tidak
berdampak pada peningkatan mutu pendidikan karena perubahan yang dilakukan
hanya sampai pada penetapan struktur program dan materi pelajaran, selanjutnya
model pembelajaran, sistem evaluasi dan sarana prasarana tidak diperhatikan.
Yang paling memprihatinkan adalah bahwa yang diutamakan adalah Ujian
Nasional sebagai alat yang menentukan kelulusan peserta didik dan berdampak
22. 22
pada sulit tercapainya tujuan Pendidikan Nasional seperti yang tertulis dalam
Pasal 3 UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003.
4. Pembaharuan pendidikan tidak berdampak pada pebaikan pendidikan apabila
guru tidak terpengaruh oleh pembaharuan yang dilakukan. Atas dasar itu suatu
perubahan kurikulum tidak akan bermakna bagi peningkatan mutu pendidikan
bila tenaga pendidiknya secara profesional tidak siap dan mampu berkomitmen
menerapkan kurikulum yang baru. Karena itu untuk menrapkan kurikulum baru
perlu dipastikan komitmen dan kesiapan guru secara profesional.
5. Ketersediaan sarana dan prasarana akan menentukan mutu pendidikan. Bila
selama ini berbagai pembaharuan kurikulum tidak berdampak pada peningkatan
mutu pendidikan, tidak lain adalah karena sarana-prasarana diabaikan, khususnya
buku. Untuk melaksanakan kurikulum yang menerapkan empat pilar (learning to
know, learning to do, learning to live together dan learning to be), diperlukan
berbagai buku sebagai sumber belajar. Tidak hanya buku teks, tetapi juga buku
bacaan, buku rujukan dan buku sumber. Karena itu pelaksanaan kurikulum baru
tidak dapat hanya diandalkan kepada buku teks. Yang cukup mengagetkan adalah
bahwa buku teks akan disiapkan bersamaan dengan penyiapan kurikulum.
Kajian oleh Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia
1. AIPI menghargai niat baik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyusun
Kurikulum 2013 sebagai respon terhadap berbagai tantangan bangsa, dan juga
menghargai beberapa gagasan baru di Kurikulum 2013, antara lain melalui mata
pelajaran peminatan yang memungkinkan siswa memperluas wawasannya.
2. AIPI memperhatikan banyaknya keluhan dan kritik mengenai kesulitan dalam
penerapan kurikulum 2013, keluhan datang dari para guru, murid, orang tua;
sedangkan kritik datang dari kalangan pendidik dan ahli pendidikan.
3. AIPI menyimak Permendikbud Nomor 67 sampai dengan Nomor 71 tahun 2013
tentang Kurikulum 2013 dan Buku Ajar.
4. AIPI sesuai dengan Undang-Undang No.8 1990 mempunyai tugas untuk
memberikan masukan/pemikiran/rekomendasi terhadap hal-hal yang sangat
penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
5. Ditemukan ketidakjelasan konsep yang digunakan dalam kurikulum, tergambar
dalam kerancuan bahasa, rumusan tidak operasional/logis, serta tidak
23. 23
menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam naskah kurikulum
tingkat SD, SMP maupun SMA.
Kesimpulan terhadap temuan-temuan:
1. Kurikulum 2013 tidak mendorong terwujudnya tujuan bernegara yaitu
“mencerdaskan kehidupan bangsa” yang berdasarkan Pancasila.
2. Kurikulum 2013 tidak mendorong terbentuknya budaya ilmiah.
3. Kurikulum 2013 tidak dibangun atas prinsip ilmu pengetahuan yang
mengedepankan nalar kritis, melalui penggunaan kata “mengagumi” yang
mendominasi isi kurikulum.
4. Kurikulum 2013 tidak mencerminkan terbentuknya kompetensi berdasarkan asas
spesifik, terukur, dapat dicapai, realistis, dan mempunyai batasan waktu
(specific, measurable, attainable, relevant, time-bound).
5. Wacana Kurikulum 2013 tidak menggunakan prinsip kesetaraan gender, prinsip
keberagaman dan kebhinnekaan Indonesia.
Rekomendasi tindak lanjut:
1. Menyusun kajian filosofis dan pedagogis yang mendalam terhadap arah
penyusunan kurikulum dengan memperhatikan kesimpulan dalam temuan-
temuan.
2. Mengubah Kurikulum 2013 sesuai dengan hasil kajian filosofis dan pedagogis
tersebut.
3. Mendorong Pemerintah untuk secara terus menerus melakukan perbaikan
Kurikulum dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
CATATAN KRITIS OLEH PIHAK KETIGA
OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA
3 April 2013 – ORI merekomendasikan kepada Kemdikbud untuk
mengevaluasi dan mempertimbangkan kembali rencana penerapan Kurikulum 2013,
dengan dasar pertimbangan sebagai berikut:
Banyak guru yang berada di lapangan mengindikasikan ketidaksiapan dan
kebingungan mereka dalam menerapkan kurikulum anyar tersebut. Sosialisasi
24. 24
pelaksanaan Kurikulum 2013 yang terbatas pada struktur kurikulum mengenai
jumlah pelajaran dan jam pelajaran tentu masih jauh dari komprehensif untuk sebuah
penerapan kurikulum yang baru. Penjabarannya belum detail sampai pada tahap
implementasi teknisnya.
Perlu diingat guru yang harus dilatih sangat besar jumlahnya sementara waktu
yang tersedia sangat terbatas, maka efektifitas pelatihan yang sangat mepet dengan
penerapan Kurikulum 2013 tersebut sangat diragukan akan berhasil dengan optimal.
29 November 2014 – ORI kembali merekomendasikan kepada Kemdikbud untuk
menghentikan penerapan Kurikulum 2013, dengan dasar pertimbangan sebagai
berikut:
ORI menerima laporan dari banyak daerah mengenai buruknya pelaksanaan
kurikulum 2013. Laporan dari semua daerah rata-rata seragam yakni mengenai buku
yang tidak tersedia, guru sulit menerapkan penilaian dan susah memenuhi target
mengajar 24 jam sepekan untuk syarat sertifikasi dan banyak pengaduan lain.
Semestinya pelaksanaan kurikulum 2013 tidak dilaksanakan secara serentak pada
tahun 2014 karena belum dilakukan evaluasi dan pengecekan terhadap hasil.
INDONESIA CORRUPTION WATCH
15 Februari 2013 – ICW menyatakan terdapat delapan kejanggalan dalam
proses penyusunan Kurikulum 2013, yaitu:
1. Pemerintah menggunakan logika terbalik dalam perubahan kurikulum
pendidikan, yaitu perubahan standar isi dan standar kompetensi lulusan yang
dilakukan sesudah perubahan kurikulum nasional.
2. Pemerintah tidak konsisten dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN), Perpres Nomor 5 Tahun 2010.
3. Anggaran perubahan Kurikulum 2013 tidak terencana dengan baik.
4. Tidak ada evaluasi komprehensif terhadap Kurikulum 2006 (KTSP).
5. Panduan Kurikulum 2013 mengukung kreativitas dan inovasi guru serta
penyeragaman konteks lokal.
6. Target pelatihan instruktur nasional, guru inti dan guru sasaran terlalu ambisius.
7. Bahan perubahan kurikulum yang disampaikan pemerintah berbeda-beda.
8. Buku-buku yang disiapkan untuk siswa dan guru kurang dari 50%.
30 Agustus 2014 – ICW kembali mendesak pemerintah untuk
25. 25
menghentikan penerapan Kurikulum 2013 dengan berdasar pertimbangan
sebagai berikut:
Kurikulum 2013 dinilai tidak berdasarkan konsep yang jelas dan matang.
Terjadi kekacauan penerapan Kurikulum 2013 di mana sampai tahun ajaran baru
dimulai buku belum dibagikan sehingga membuat orangtua dan siswa harus
mengeluarkan biaya sendiri untuk fotokopi, membeli di toko atau mengunduh
dari Internet. Banyak guru yang belum mendapatkan pelatihan, pelatihan guru
terlalu singkat dan guru terbebani oleh metode penilaian siswa yang mewijabkan
guru membuat penilaian otentik bagi setiap siswa berupa narasi.
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
17 Januari 2013 – PGRI menilai persiapan Kurikulum 2013 belum matang
dan meminta pelaksanaan ditunda. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
oleh pemerintah sebelum kurikulum diterapkan, antara lain rancangan
pendekatan tematik terpadu yang harus jelas antar tingkatan, pengkajian ulang
penggantian penjurusan menjadi peminatan pada tingkat SMA, penerbitan
landasan hukum Kurikulum 2013, serta persiapan yang lebih matang dengan
mempertimbangkan heterogenitas wilayah Indonesia, kesiapan guru dan
sinkronisasi yang baik antar pemegang kepentingan.
11 September 2014 – PGRI menyangkan distribusi buku Kurikulum 2013
semester 1 yang belum tuntas menjangkau semua kabupaten/kota, serta pelatihan
implementasi Kurikulum 2013 yang belum menjangkau semua guru.
KEPUTUSAN MENDIKBUD TENTANG KEBERLANJUTAN
KURIKULUM 20135
Berdasarkan segala masukan dari tim evaluasi dan para pemegang
kepentingan, Mendikbud memutuskan untuk:
1. Menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah yang baru
menerapkan satu semester, yaitu sejak Tahun Pelajaran 2014/2015. Sekolah-
sekolah ini akan kembali menggunakan Kurikulum 2006, maka bagi para
5
http://www.republika.co.id/berita/kemendikbud/berita-kemendikbud/14/12/08/ng9bi6-seputar-keputusan-
mendikbud-tentang-penghentian-kurikulum-2013
26. 26
kepala sekolah dan guru di sekolah-sekolah tersebut diminta mempersiapkan
diri untuk kembali menggunakan Kurikulum 2006 mulai semester genap
Tahun Pelajaran 2014/2015.
2. Tetap melanjutkan penerapan Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah yang telah
tiga semester menerapkan, yaitu sejak Tahun Pelajaran 2013/2014, serta
menjadikan sekolah-sekolah tersebut sebagai sekolah pengembangan dan
percontohan penerapan Kurikulum 2013. Pada saat Kurikulum 2013 telah
diperbaiki dan dimatangkan lalu sekolah-sekolah ini (dan sekolah-sekolah
lain yang ditetapkan oleh Pemerintah) maka dimulai proses penyebaran
penerapan Kurikulum 2013 ke sekolah lain di sekitarnya. Bagi sekolah yang
keberatan menjadi sekolah pengembangan dan percontohan Kurikulum 2013,
dengan alasan ketidaksiapan dan demi kepentingan siswa, dapat mengajukan
diri kepada Kemdikbud untuk dikecualikan.
3. Mengembalikan tugas pengembangan Kurikulum 2013 kepada Pusat
Kurikulum dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Pengembangan Kurikulum tidak lagi ditangani oleh tim ad hoc yang bekerja
jangka pendek. Kemdikbud akan melakukan perbaikan mendasar terhadap
Kurikulum 2013 agar dapat dijalankan dengan baik oleh gur di dalam kelas,
serta mampu menjadikan proses belajar di sekolah sebagai proses yang
menyenangkan bagi siswa.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan, menyatakan
menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 bagi sekolah-sekolah yang baru
melaksanakan kurikulum ini selama satu semester pada tanggal 5 Desember 2014
27. 27
BAB III
SIMPULAN
Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga
penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada
peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata
pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam
penyelenggaraan pendidikan tersebut.
Kurikulum yang mewarnai pendidikan Indonesia:
1. Kurikulum Pra Kemerdekaan
2. Kurikulum Orde lama
3. Kurikulum 1968
4. Kurikulum 1975
5. Kurikulum 1984
6. Kurikulum 1994
7. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) versi tahun 2002 dan 2004
8. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) versi Kurikulum Tingkat Satuan Pembelajaran
(KTSP) 2006
9. Kurikulum 2013
Perubahan-perubahan kurikulum tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya
perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan Iptek dalam masyarakat berbangsa
dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu
dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di
masyarakat.
Kurikulum 2013 memiliki tiga aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek
keterampilan, dan aspek sikap dan perilaku. Diharapkan, pada tahun 2015 telah diterapkan
di seluruh jenjang pendidikan tetapi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan,
menyatakan menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 bagi sekolah-sekolah yang baru
melaksanakan kurikulum ini selama satu semester pada tanggal 5 Desember 2014
28. 28
Daftar Pustaka
Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.1997.
Hamalik, Oemar. 2009. Dasar – Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung:
P.T Rosdakarya.
Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktik. Yogyakarta: Arruz Media.
2011
Fuaduddin dan H. Sukama Karya, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta 1989.
http://kesadaransejarah.blogspot.comhttp://bambangsoekisno.blogspot.com
http://www.republika.co.id/berita/kemendikbud/berita-kemendikbud/14/12/08/ng9bi6-
seputar-keputusan-mendikbud-tentang-penghentian-kurikulum-2013
http://www.slideshare.net/agusmukhandar/savedfiles?s_title=landasan-historis-rasional-
kurikulum-2013&user_login=idapurnama7475
http://ahmadhusain99.blogspot.com/2012/11/pengertian-dan-sejarah-perkembangan.html