Sistem Respirasi 1: Asuhan Keperawatan pada Emfisema
1. MAKALAH SISTEM RESPIRASI 1
KELAINAN RESTRIKTIF DAN OBSTRUKTIF PADA SISTEM
RESPIRASI “EMFISEMA”
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Kelompok 4/ kelas 2B:
Rahmadiah Fitriani Sadokaki (130012068)
Rany Trimustika Mayangsari (130012069)
Ratika Dwi Febrian Putri
(130012070)
Risa lailatul Hidayah
(130012071)
Said
(130012072)
Silvianita Fitri Anggraini
(130012073)
Siti Aminah Hidayat
(130012074)
PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YAYASAN RUMAH SAKIT
ISLAM SURABAYA
2013
2. KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat dan karuniaNyalah sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan dan tepat pada
waktunya. Makalah ini berisikan materi “Sistem Respirasi 1” yang membahas
tentang “Kelainan Restriktif Dan Obstruktif Pada Sistem Respirasi “Emfisema””.
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi terhadap kita semua tentang
bagaimana Emfisema tersebut.
Selesainya penyusunan ini berkat bantuan
dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Ibu Nety Mawardah Hatmanti selaku dosen mata kuliah Sistem
Respirasi 1.
2. Ibu Wesiana Heris Santy selaku dosen pembimbing
3. Kepada keluarga tercinta yang memberikan dorongan dan bantuan serta
pengertian besar terhadap penulis, baik dalam mengikuti perkuliahan
baik dalam menyelesaikan Makalah ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas kebaikan yang di berikan
kepada kami. Kami menyadari Makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu
kritik dan saran sangat diharapkan oleh kami.Akhirnya penulis berharap semoga
Makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkompeten. Amin.
Surabaya, 18 Mei 2013
Penulis
3. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI ....................................................................................3
2.1 Definisi Emfisema ..........................................................................................3
2.2 Etiologi Emfisema ..........................................................................................4
2.2.1 Merokok ...................................................................................................4
2.2.2 Keturunan ...............................................................................................4
2.2.3 Infeksi ......................................................................................................5
2.2.4 Polusi Udara.............................................................................................5
2.2.5 Hipotesis Elastase-antielastase ................................................................5
2.3 Manifestasi Klinik Emfisema .........................................................................7
2.4 WOC Emfisema..............................................................................................7
2.5 Pemeriksaan Penunjang Emfisema ...............................................................12
2.6 Pengobatan Emfisema ..................................................................................13
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA EMFISEMA ................................16
3.1 Pengkajian ....................................................................................................16
3.2 Diagnosa Keperawatan .................................................................................18
3.3 Perencanaan ..................................................................................................19
BAB IV PENUTUP ...............................................................................................28
4.1 Kesimpulan ...................................................................................................28
4.2 Saran .............................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................30
4. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banyak penyakit yang dikaitkan secara langsung dengan kebiasaan
merokok. Salah satu yang harus diwaspadai adalah Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) / Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
Angka kesakitan penderita PPOK laki-laki mencapai 4%, angka kematian
mencapai 6% dan angka kesakitan wanita 2% angka kematian 4%, umur di
atas 45 tahun, (Barnes, 1997). Pada tahun 1976 ditemukan 1,5 juta kasus
baru, dan tahun 1977 jumlah kematian oleh karena PPOK sebanyak 45.000,
termasuk penyebab kematian di urutan kelima (Tockman MS., 1985).
Menurut National Health Interview Survey, didapatkan sebanyak 2,5 juta
penderita emfisema, tahun 1986 di Amerika Serikat didapatkan 13,4 juta
penderita, dan 30% lebih memerlukan rawat tinggal di rumah sakit. The
Tecumseh Community Health Study menemukan 66.100 kematian oleh
karena PPOK, merupakan 3% dari seluruh kematian, serta urutan kelima
kematian di Amerika (Muray F.J.,1988).
Peneliti lain menyatakan, PPOK merupakan penyebab kematian ke-5 di
Amerika dengan angka kematian sebesar 3,6%, 90% terjadi pada usia di atas
55 tahun (Redline S, 1991 dikutip dari Amin 1966). Pada tahun 1992
Thoracic Society of the Republic of China (ROC) menemukan 16% penderita
PPOK berumur di atas 40 tahun, pada tahun 1994 menemukan kasus
kematian 16,6% per 100.000 populasi serta menduduki peringkat ke-6
kematian di Taiwan (Perng, 1996 dari Parsuhip, 1998).
Di Indonesia tidak ditemukan data yang akurat tentang kekerapan PPOK.
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) DEPKES RI 1992 menemukan
angka kematian emfisema, bronkitis kronik dan asma menduduki peringkat
ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia (Hadiarto, 1998).
Survey Penderita PPOK di 17 Puskesmas Jawa Timur ditemukan angka
kesakitan 13,5%, emfisema paru 13,1%, bronkitis kronik 7,7% dan asma
7,7% (Aji Widjaja 1993). Pada tahun 1997 penderita PPOK yang rawat Inap
di RSUP Persahabatan sebanyak 124 (39,7%), sedangkan rawat jalan
sebanyak 1837 atau 18,95% (Hadiarto, 1998). Di RSUD Dr. Moewardi
5. Surakarta tahun 2003 ditemukan penderita PPOK rawat inap sebanyak 444
(15%), dan rawat jalan 2368 (14%).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, angka kematian
PPOK tahun 2010 diperkirakan menduduki peringkat ke-4 bahkan dekade
mendatang menjadi peringkat ke-Semakin banyak jumlah batang rokok yang
dihisap dan makin lama masa waktu menjadi perokok, semakin besar risiko
dapat mengalami PPOK.
Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menemukan peningkatan
konsumsi rokok tahun 1970-1993 sebesar 193% atau menduduki peringkat
ke-7 dunia dan menjadi ancaman bagi para perokok remaja yang mencapai
12,8- 27,7%. Saat ini Indonesia menjadi salah satu produsen dan konsumen
rokok tembakau serta menduduki urutan kelima setelah negara dengan
konsumsi rokok terbanyak di dunia, yaitu China mengkonsumsi 1.643 miliar
batang rokok per tahun, Amerika Serikat 451 miliar batang setahun, Jepang
328 miliar batang setahun, Rusia 258 miliar batang setahun, dan Indonesia
215 miliar batang rokok setahun. Kondisi ini memerlukan perhatian semua
fihak khususnya yang peduli terhadap kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat.
Atas dasar itulah, kami membahas lebih lanjut mengenai emfisema yang
merupakan salah satu bagian dari PPOK khususnya mengenai Asuhan
Keperawatan pada Klien Emfisema. Sehingga diharapkan perawat mampu
memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien emfisema.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi dari emfisema?
2. Bagaimana etiologi dari emfisema?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari emfisema?
4. Bagaimana WOC dari emfisema?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari emfisema?
6. Bagaimana pengobatan emfisema?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi dari emfisema.
2. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami etiologi dari emfisema.
6. 3. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari
emfisema.
4. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami WOC dari emfisema.
5. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang dari
emfisema.
6. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pengobatan emfisema.
7. BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Emfisema
Emfisema paru adalah suatu keadaan abnormal pada anatomi paru
dengan adanya kondisi klinis berupa melebarnya saluran udara bagain distal
bronkhiolus terminal yang disertai dengan kerusakan dinding alveoli.
Emfisema adalah penyakit paru menahun yang paling umum dan sering
diklasifikasikan dengan bronkitis menahun karena kejadian simultan dari dua
kondisi. (Arif Muttaqin, 2008)
Pada istilah anatomi, emfisema mencakup bagian paru distal sampai
bronkiolus terminal (acinus) dimana pertukaran gas terjadi. Emfisema
mengakibatkan pembesaran acinus permanen dan abnormal yang disertai
perubahan destruktif. Emfisema dapat diklasifikasikan sebagai vesikular bila
melibatkan ruang distal sampai bronkiolus terminal dan interlobular atau
interstisial bila emfisema mempengaruhi jaringan di antara ruang udara.
Emfisema tamak berkaitan dengan banyak cedera yang terjadi jangka
panjang. Prevalensi dan beratnya paling besar pada individu lansia. Jaringan
elastin dan serat dari alveoli dan jalan napas dirusak. Alveoli membesar, dan
banyak
dindingnya
dihancurkan.
Perusakan
alveolar
menimbulkan
pembentukan ruang udara yang lebih besar daripada normal, yang sangat
menurunkan permukaan difusi alveolar. Bila proses mulai, proses ini berjalan
lambat dan tidak konsisten.
Tabel 10-2. Klasifikasi Emfisema
Klasifikan
Deskripsi
Menyebar atau umum
Lobulus atau acini seluruh paru yang
terkena.
Fokal
Dihubungkan dengan deposisi debu
fokal (mis., debu karbon).
Iregular
Dihubungkan
dengan
pengerutan
jaringan parut fibrotik, biasanya karena
penyakit lama.
8. Obstruktif
Disertai dengan obstruksi bronkial yang
dapat dilihat.
Bula
Ruang emfisematosus lebih dari 1 cm
dalam paru yang mengembang; dapat
terjadi pada tipe emfisema apapun.
2.2 Etiologi Emfisema
2.2.1 Merokok
Merokok merupakan
penyebab utama
emfisema. Terdapat
hubungan yang erat antara merokok dan penurunan volume ekspirasi
paksa (FEV) (Nowak, 200)
2.2.2 Keturunan
Belum diketahui jelas apakah factor keturunan beeperan atau tidak
pada emfisema kecuali pada penderita dengan defisiensi enzim alfa 1antitripsin. Kerja enzim ini menetralkan enzim proteolitik yang sering
dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan
paru, karena itu kerusakan jaringan lebih jauh dapat dicegah. Defisiensi
9. alfa 1-antitripsin adalah
suatu kelainan yang diturunkan secara
autonom resesif.. orang yang sering menderita emfisema paru adalah
penderita yang memilki gen S atau Z. emfisema paru akan lebih cepat
timbul bila penderita tersebut merokok.
2.2.3 Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga
gejala-gejalanya pun menjadi lebih berat. Infeksi salurang pernapasan
atas pada seorang penderita bronchitis kronis hamper sellau
menyebabkan infeksi paru bagian bawah, dan menyebabkan kerusakan
paru bertambah. Eksaserbasi bronchitis kronis disangka paling sering
diawali dengan infeksi virus, yang kemudian menyebabkan infeksi
sekunder oleh bakteri.
2.2.4 Polusi Udara
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan terjadinya
emfisema. Insidensi dan angka kematian emfisema dapat lebih tinggi di
daerah yang padat industrialisasi. Polusi udara seperti halnya asap
tembakau juga menyebabkan gangguan pada silia, menghambat fungsi
makrofag alveolar.
2.2.5 Faktor Sosial Ekonomi
Emfisema lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi
rendah, mungkin kerena perbedaan pola merokok, selain itu mungkin
disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.
2.2.6 Hipotesis Elastase-antielastase
Didalam paru terdapt keseimbangan antara keduanya akan
menimbulkan kerusakan pada jaringan elastik paru. Struktur paru akan
berubah dan ditimbullah emfisema. Sumber elastase yang penting
adalah pangkreas, sel-sel PMN, dam makrofag alveolar (Pulmonary
alveolar macrophage- PAM). Rangsangan pada bau antara lain oleh
asap rokok dan infeksi menyebabkna elastase bertambah banyak.
Aktivitas system antielastase, yaitu sistem enzim alfa 1-proteaseinhibitor terutama enzim alfa 1-antitripsin menjadi menurun. Akibat
yang ditimbulkan karena tidak ada lagi keseimbnagan antara elastase
10. dan antielastase akan menimbulkan kerusakan jaringan elastic paru dan
kemudian emfisema. (Arif Muttaqin, 2008)
11. 2.3 Manifestasi Klinis Emfisema
Emfisema paru adalah suatu penyakit menahun, terjadi sedikit demi
sedikit bertahun-bertahun. Biasanya mulai pada pasien perokok berumur 1525 tahun. Pada umur 25-35 tahun mulai timbul perubahan pada saluran nafas
kecil dan fungsi paru. Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada
umur 45-55 tahun terjadi sesak nafas, hipoksemia dan perubahan spirometri.
Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal, yang dapat menyebabkan
kegagalan nafas dan meninggal dunia. Pada pengkajian fisik didapatkan :
1. Dispnea
2. Pada inspeksi: bentuk dada „burrel chest‟
3. Pernapasan
dada,
pernapasan
abnormal
tidak
efektif,
dan
penggunaan otot-otot aksesori pernapasan (sternokleidomastoid).
4. Pada perkusi: hiperesonans dan penurunan fremitus pada seluruh
bidang paru.
5. Pada auskultasi: terdengar bunyi napas dengan krekels, ronki, dan
perpanjangan ekspirasi.
6. Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan umum
7. Distensi vena leher selama ekspirasi.
Adapun gejala dari penyakit emfisema paru-paru diantaranya adalah:
1. Pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis kronis.
2. Napas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit.
3. Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, penderita
sampai membungkuk.
4. Bibir tampak kebiruan
5. Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun
6. Batuk menahun
2.4 WOC Emfisema
Pada emfisema paru, terdapat pelebaran secara abnormal saluran udara
sebelah distal bronchus terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus.
Pembagian
Paracicatrical
Klinis
Terdapat pelebaran saluran udara dan kerusakan
dinding alveolus di tepi suatu lesi fibrotik paru
12. Lobular
Pelebaran saluran udara dan kerusakan dinding
alveolus/lobules sekunder
Pembagian menurut lokasi tempat proses
Sentrolobular
Kerusakan terjadi di daerah sentarl asinus. Daerah
distalnya tetap normal.
Panlobular
Kerusakan terjadi di seluruh asinus
Kerusakan terdapat di seluruh asinus, tetapi tidak
dapat ditentukan dari mana mulainya.
Patologi Emfisema (American Thoracic Society, 192)
(Sumber: Nowak dan Hanford, 200)
Adanya inflamasi, pembengkakan bronchi, produksi lender yang
berlebuhan, kehilanagan recoil elastisitas jalan napas dan kolaps bronkhiolus
serta penurunan redistribusi udara ke alveoli menimbulkan gejala sesak pada
klien emfisema. Pada paru normal terjadi keseimbanagn antara tekanan yang
menarik jaringan paru keluar (yang disebabkan tekanan intrapleural dan otototot dinding dada) dengan tekanan yang menarik jaringan apru kedalam
(elastisitas paru).
Keseimbangan timbul antara kedua tekanan tersebut, volume paru yang
terbentuk disebut sebagai functional residual capacity (FRC) yang normal.
Bila elastisitas paru berkurang timbul keseimbangan paru dan menghasilkan
13. FRC yang lebih besar. Volume residu bertambah pula, tetapi VC menurun.
Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik
jaringan paru akan berkurang, sehingga saluran pernapasan bagian bawah
paru akan tertutup.
Pada klien dengan emfisema, saluran-saluran pernapasan tersebut akan
lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Akibat cepatnya saluran
pernapasan menutup dan dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan
ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Namun, semua itu bergantung
pada kerusakannya. Mungkin saja terjadi alveoli dengan ventilasi
kurang/tidak ada, tetapi perfusinya baik sehingga penyebarab udara
pernapasan maupun aliran darah ke alveoli tidak sama dan merata. Atau dapat
dikatakan juga tidak ada keseimbangan antara ventilasi dan perfusi di alveoli
(V/Q rasio yang tidak sama).
Pada tahap akhir penyakit, sistem eliminasi karbon dioksida mengalami
kerusakan. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan karbon dioksida
dalam
darah
arteri
(Hiperkapnea)
dan
menyebabkna
asidosis
respiratorik.karena dinding alveolar terus mengalami keruskan, maka
jaringan-jaring kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal
meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah
yang tinggi dalam area pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah
kanan (kor pulmonal) adalah salah satu komplikasi emfisema. Terdapatnya
kongesti, edema tungkai (edema dependen), destensi vena jugularis, atau
nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung (Nowark, 200).
Sekresi yang meningkat dan tertahan menyebabkan klien tidak mampu
melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronis
menetap dalam paru yang mengalami emfisema, ini memperberat maslah.
Individu dengan emfisema akan mengalami obstruksi kronis yang ditandai
oleh peningkatan tahanan jalan napas aliran masuk dan aliran keluar udara
dari paru-paru jika demikian, paru berada dalam keadaan hiperekspansi
kronis.
Untuk mengalirkan udara kedalam dan keluar paru dibutuhkan tekanan
negative selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkatan adekuat yang
14. harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi berlangsung. Kinerja ini
membutuhkan kerja keras otot-otot pernapasan yang berdampak pada
kekakuan
dada
dan
iga-iga
terfiksasi
pada
persediannya
dengan
bermanifestasi pada perubahan bentuk dada dimanan rasio diameter AP:
Transversal mengalami peningkatan (Barel Chest). Hal ini terjadi akibat
hilangnya elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan
pada dinding dada untuk mengembang.
Pada beberapa kasus, barrel chest terjadi akibat kifosis dimana tulang
belakang bagian atas secara abnormal bentuknya membulat atau cembung.
Beberapa klien membungkuk ke depan untuk dapat bernapas, menggunakan
otot-otot bantu napas. Retraksi fosa supraklavikula yang terjadi pada inspirasi
mengakibatkan bahu melengkung ke depan. Pada penyakit lebih lanjut, otototot abdomen juga ikut berkonstraksi saat inspirasi. Terjadi penurunan
progresif dalam kapasitas vital paru.
Ekshalasi normal menjadi lebih sulit dan akhirnya tidak memungkinkan
terjadi. Kapasitas vital total (VC) mungkin normal, tetapi rasio dari volume
ekspirasi kuat dalam 1 detik dengan kapasitas vital (FEV;VC) rendah. Hal ini
terjadi karena elastisitas alveoli sangat menurun. Oleh karena itu, dibutuhkan
upaya bagi klien untuk menggerakkan udara dari alveoli yang mengalami
kerusakan dan jalan napas yang menyempit meningkatkan upaya pernapasan
(Smeltzer dan Bare, 2002).
15. Gambar dibawah ini adalah patofisiologi emfisema paru yang mengarah
pada terjadinya masalah keperawatan:
Faktor Predisposisi: Merokok, polusi udara, agenagen infeksius, allergen dan lingkungan kerja.
Inflamasi dan pembengkakan bronchus,
produksi lendir yang berlebihan
Faktor Predisposisi: Familial
Defisiensi enzim alfa 1-antitripsin
Penurunan kemampuan batuk efektif
Kehilangan rekoil elastisitas jalan
napas,
kolaps
bronkiolus,
dan
penurunan redistribusi udara ke alveoli.
Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Risiko tinggi infeksi pernapasan
Peningkatan tahanan jalan napas aliran masuk
dan aliran keluar udara dari paru-paru.
Penigkatan
kerja
Pernapasan,
hipoksemia secara reversible
Gangguan Pertukaran Gas
Keluhan sistemis, mual, intake nutrisi
tidak adekuat, malaise, kelemahan dan
keletihan fisik
Perubahan pemenuhan nutrisi
yang kurang dari kebutuhan
Peningkatan usaha dan frekuensi
pernapasan, penggunaan obat bantu
pernapasan
Respons Sistemik dan psikologis
Keluhan psikososial, kecemasan,
ketidaktahuan akan prognosis
Kecemasan
Ketidaktahuan/pemenuhan
informasi
16. 2.5 Pemeriksaan Penunjang Emfisema
Pemeriksaan Diagnostik
a. Pengukuran Fungsi Paru (Spirometri)
Pengukuran fungsi paru biasanya menunjukkan kapasitas paru
total (TLC) dan volume residual (RV). Terjadi penurunan dalam
kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi paksa (FEV). Temuantemuan ini menegaskan kesulitan ynag dialami klien dalam
mendorong udara keluar dari paru.
No
Normal
Pada klien Emfisema
TLC
6000 ml
6000 ml
RV
1200 ml
1200 ml
VC
4800 ml
<
4800 ml
FEV
1100 ml
<
1100 ml
b. Pemeriksaan Laboratorium
Hemoglobin dan hematokrit mungkin normal pada tahap awal
penyakit. Dengan perkembangan penyakit, pemeriksaan gas darah
arteri
dapat
menunjukkan
adanya
hipoksia
ringan
dengan
hiperkapnea.
Hemoglobin normal: 11.0-16.5 gr/dl
Hemoglobin pasien emfisema: 17 gr/dl
Hematokrit normal: 35.0-50.0 %
Hematokrit pasien emfisema: 51 %
PO2 Normal : 80-100 mmHg
Hipoksia ringan : PaO2 of 60-80 mmHg
Hipoksia sedang: PaO2 of 40-60 mmHg
Hipoksia Berat PaO2 < 40 mmHg
c. Pemeriksaan radiologis
Rontgen thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi, pendataran
diafragma, pelebaran margin interkosta, dan jantung sering
ditemukan bagai tergantung ( Heart till drop). (Dilihat pada gambar
berikut)
17. G
Gambar (Kanan) Gambar paru-paru normal (Kiri) perubahan dalam struktur
rontgen thoraks menunjukkan hiperinflasi dengan hemidiafragma mendatar
dan rendah.
d. Analisis Gas Darah
Ventilasi yang hampir adekuat masih sering dapat dipertahankan
oleh pasien emvisema paru. Sehingga PaCO2 rendah atau normal.
Saturasi hemoglobin pasien hampir mencukupi.
PaCO2 normal
: 35-45 mmHg
PaCO2 Pasien emfisema
: < 45 mmHg
2.6 Pengobatan Emfisema
Penatalaksanaan emfisema paru terbagi atas:
1. Penyuluhan, Menerangkan pada para pasien hal-hal yang dapat
memperberat penyakit, hal-hal yang harus dihindarkan dan bagaimana cara
pengobatan dengan baik.
2. Pencegahan
a. Rokok, merokok harus dihentikan meskipun sukar.Penyuluhan dan
usaha yang optimal harus dilakukan.
b. Menghindari lingkungan polusi, sebaiknya dilakukan penyuluhan
secara berkala pada pekerja pabrik, terutama pada pabrik-pabrik yang
mengeluarkan zat-zat polutan yang berbahaya terhadap saluran nafas.
c. Vaksin, dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi, terutama
terhadap influenza dan infeksi pneumokokus.
3. Terapi Farmakologi, tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi
jalan nafas yang masih mempunyai komponen reversible meskipun
sedikit. Hal ini dapat dilakukan dengan:
18. a. Pemberian Bronkodilator,
Golongan teofilin, biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg BB
per oral dengan memperhatikan kadar teofilin dalam darah.
Konsentrasi dalam darah yang baik antara 10-15mg/L. Golongan
agonis B2, biasanya diberikan secara aerosol/nebuliser. Efek samping
utama adalah tremor,tetapi menghilang dengan pemberian agak lama.
b. Pemberian
Kortikosteroid,
pada
beberapa
pasien,
pemberian
kortikosteroid akan berhasil mengurangi obstruksi saluran nafas.
Hinshaw dan Murry menganjurkan untuk mencoba pemberian
kortikosteroid selama 3-4 minggu. Kalau tidak ada respon baru
dihentikan.
c. Mengurangi sekresi mukus
Minum cukup, supaya tidak dehidrasi dan mukus lebih encer sehingga
urine tetap kuning pucat. Ekspektoran, yang sering digunakan ialah
gliseril guaiakolat, kalium yodida, dan amonium klorida. Nebulisasi
dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan
mengencerkan sputum. Mukolitik dapat digunakan asetilsistein atau
bromheksin.
4. Fisioterapi dan Rehabilitasi,
Tujuan fisioterapi dan rehabilitasi adalah meningkatkan kapasitas
fungsional dan kualitas hidup dan memenuhi kebutuhan pasien dari segi
social, emosional dan vokasional. Program fisioterapi yang dilaksanakan
berguna untuk :
a. Mengeluarkan mukus dari saluran nafas.
b. Memperbaiki efisiensi ventilasi.
c. Memperbaiki dan meningkatkan kekuatan fisis
5. Pemberian O2 dalam jangka panjang, akan memperbaiki emfisema disertai
kenaikan toleransi latihan. Biasanya diberikan pada pasien hipoksia yang
timbul pada waktu tidur atau waktu latihan. Menurut Make, pemberian O2
selama 19 jam/hari akan mempunyai hasil lebih baik dari pada pemberian
12 jam/hari.
20. BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN EMFISEMA
3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesis
Dispnea adalah keluhan utama emfisema dan mempunyai serangan
(onset) yang membahayakan. Klien biasaya mempunyai riwayat
merokok, batuk kronis yang lama, mengi serta napas pendek dan cepat
(takipnea). Gejala-gejala diperburuk oleh infeksi pernapasan. Parawat
perlu mengkaji obat-obat yang biasa diminum klien, memeriksa
kembali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk digunakan
kembali.
Riwayat Kesahatan
a) Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dengan emfisema
untuk meminta pertolongan kesehatan adalah sesak napas, batuk
produktif, berat badan menurun.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama.
Keluhan batuk timbul paling awal dan merupakan gangguan yang
paling sering dikeluhkan. Tanyakan selama keluhan batuk muncul,
apakah ada keluhan lain.
Jika keluhan utama atau yang menjadi alasan klien meminta
pertolongan kesehatan adalah sesak napas, maka perawat perlu
mengarahkan atau menegaskan pertanyaan untuk membedakan
antara sesak napas yang disebabkan oleh gangguan pada sistem
pernapasan dan sistem kardiovaskular.
Agar memudahkan perawat mengkaji keluhan sesak napas,
maka dapat dibedakan sesuai tingkat klasifikasi sesak. Pengkajian
ringkas dengan menggunakan PQRST dapat lebih memudahkan
perawat dalam melengkapi pengkajian.
21. 1. Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
penyebab sesak napas?
2. Quality of Pain : apa sesak napas yang dirasakan atau
digambarkan klien
3. Region : dimana rasa berat dalam melakukan pernapasan?
4. Severity (scale) of pain : seberapa jauh rasa esesak yang
dirasakan klien
5. Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
c) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji
apakah sebelumnya klien pernah menderita bronkhitis atau infeksi
pada saluran pernapasan atas, keluhan batuk lama pada masa kecil,
dan penyakit lainnya yang memperberat emfisema.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Secara patologi emfisema diturunkan, dan perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota
keluarga lainnya sebagai lainnya sebagai faktor predisposisi
penularan didalam rumah.
3.1.2 Pemeriksaan Fisik Fokus
b. Inspeksi
Pada klien dengan emfisema terlihat adanya peningkatan usaha
dan frekuensi pernapasan serta penggunaan otot bantu napas. Pada
inspeksi, klien biasanya tampak mempunyai bentuk dada barrel
chest (akibat udara yang terperangkap), penipisan massa otot, dan
pernapsan dengan bibir dirapatkan. Pernapsan abnormal tidak efektif
dan penggunaan otot-otot bantu napas (Sternokleidomastoideus).
Pada tahap lanjut, dispnea terjadi saat aktivitas bahkan pada
aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan dan mandi. Pengkajian
batuk
produktif
dengan
sputum
purulen
disertai
mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi pernapasan.
demam
22. c. Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya
menurun.
d. Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragama menurun.
e. Auskultasi
Sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan wheezing
sesuai tingkat beratnya obstruktif pada bronkhiolus. Pada pengkajian
lain, didapatkan kadar oksigen yang rendah (hiposemia) dan kadar
karbon dioksida yang tinggi (hiperkapnea) terjadi pada tahap lanjut
penyakit. Pada waktunya, bahkan gerakan ringan sekalipun seperti
membungkuk untuk mengikatkan tali sepatu, mengakibatkan dispnea
dan keletihan (dispnea eksersional).
Paru yang mengalami emfisematosa tidak berkonstraksi saat
ekspirasi dan bronkhiolus tidak dikosongkan secara efektif dari
seksresi yang dihasilkannya. Klien rentan terhadap reaksi inflamasi
dan infeksi akibat pengumpulan sekresi ini. Setelah infeksi ini
terjadi, kien mengalami mengi yang berkepanjangan saat ekspirasi.
Anoreksia, penurunan berat badan dan kelemahan merupakan hal
yang umum terjadi. Vena jugularis mungkin mengalami distenis
selama ekspirasi.
3.1 Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya
bronkhokonstriksi, akumulasi secret jalan napas, dan
menurunnya
kemampuan batuk efektif.
2. Risiko tinggi infeksi pernapaan yang berhubungan dengan akumulasi
secret jalan napas dan menurunnya kemampuan batuk efektif.
3. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan peningkatan kerja
pernapasan, hipoksemia secara reversible/menetap
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kutang dari kebutuhan tubuh
yang berhubungan dengan penurunan nafsu makan.
23. 5. Ansietas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang
dibayangkan (Ketidakmampuan utnuk bernapas).
6. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak
adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.
3.2 Perencanaan
No
1.
Diagnosa
Tujuan & Kriteria
Keperawatan
hasil
1. Ketidakefektifan
Setelah
Intervensi
dilakukan 1. Auskultasi
bersihan
jalan tindakan keperawatan
dada
napas
yang selama
Rasional
bagian 1. Mengetahui
posterior
berhubungan
dengan
3x24
maka
jam
anterior
dan
akumulasi
pasien
ventilasi
yang
jalan
efektif. 2. Kaji/pantau
menurunnya
pernafasan,
2. Takipnea
frekuensi
efektif.
1. Pasien
dapat
batuk efektif
pada
catat
ada
beberapa
derajat dan dapat
rasio inspirasi mengi
ditemukan
(emfisema)
2. Mengeluarkan
secret
suara
napas tambahan
jalan napas, dan Dengan kriteria hasil:
kemampuan batuk
dan
adanya
pembersihan
secret napas
atau
ketiadaan
adanya menunjukkan
bronkhokonstriksi,
penurunan
penerimaan/sela
secara
pada
ma stress/adanya
efektif
proses
3. Mempunyai jalan
infeksi
akut. Pernafasan
napas yang paten
dapat
dan
4. Pada
melambat
ferkuensi
pemeriksaan
ekspirasi
auskultasi,
memanjang
memiliki
suara
dibanding
napas yang jernih
5. Mempunyai
irama
inspirasi
3. Ajarkan cara batuk 3. batuk
dan
efektif
yang
terkontrol
dan
frekuensi
efektif
pernapasan dalam
memudahkan
rentang normal
pengeluaran
dapat
24. 6. Mempunyai
sekret
yang
fungsi paru dalam
melekat di jalan
batas normal
napas
4. Ajarkan klien teknik 4. Ventilasi
nafas dalam
maksimal
membuka lumen
jalan napas dan
memudahkan
pengeluaran
sekret napas.
5. Atur posisi pasien 5. Untuk
misalnya
bagaian
pengembangan
kepala tempat tidur
maksimal rongga
ditinggikan
45o
dada. Peninggian
kecuali
ada
kepala
kontraindikasi
tempat
tidur
mempermudah
fungsi pernafasan
dengan
menggunakan
gravitasi
6. Informasikan
6. Agar pasien dan
kepada pasien dan
keluarga
keluarga
mengetahui
tentang
larangan merokok di
bahaya merokok
dalam
untuk
perawatan;
ruang
beri
kesehatan
masing-masing
penyuluhan tentang
dan
mencegah
pentingnya berhenti
infeksi
merokok.
nosokomial,
25. 7. Aktivitas
7. Menurunkan
Kolaboratif: Berikan
kekentalan sekret
humidifikasi
mempermudah
tambahan
mis
nubuter
pengeluaran dan
nubuliser,
humidiper
membantu
aerosol
ruangan
menurunkan/
dan
mencegah
membantu
pembentukan
menurunkan
mukosa
/mencegah
pada bonrkus
tebal
pembentukan
mukosa
pada
bronkus
No
2
.
Diagnosa
Tujuan & Kriteria
Keperawatan
hasil
1. Risiko
tinggi Setelah
Intervensi
Rasional
dilakukan 1. Awasi suhu
1.
Demam
dapat
infeksi pernapaan tindakan
terjadi
yang berhubungan keperawatan selama
infeksi/
dengan akumulasi 3x24
dehidrasi.
jam
maka
secret jalan napas ganguan pernapasan 2. Kaji
dan
menurunnya berkurang.
Dengan
karena
pentingnya 2. Aktifitas
ini
latihan nafas, batuk
meningkatkan
kemampuan batuk kriteria hasil:
efektif,
mobilisasi
efektif.
posisi
a. Menyatakan
pemahaman
masukan
penyebab / faktor
perubahan
sering,
dan
adekuat
cairan
sekret
3. Tunjukkan dan bantu
3. Cegah
pasien
unkan
pembuangan tisu dan
patogen
sputum
cairan
infeksi.
terjadi
infeksi paru
mencegah/menur
resiko
untuk
resiko
b. Mengidentifikasi
untuk
pengeluaran
menurunkan
resiko individu.
intervensi
dan
tentang
penyebaran
melalui
26. c. Menunjukkan
4. Dorong
4. Menurunkan
teknik, perubahan
keseimbangan antara
konsumsi/
pola hidup untuk
aktifitas dan istirahat
kebutuhan
meningkatkan
keseimbangan
lingkungan yang
oksigen
aman.
memperbaiki
dan
pertahanan pasien
terhadap infeksi,
meningkatkan
penyembuhan
5. Dapatkan
spesimen 5. Dilakukan untuk
dengan
mengidentifikasik
batuk/penghisapan
an
untuk
penyebab
pewarnaan
organisme
dan
kuman gram kultur /
kerentanan
sensitivitas
terhadap berbagai
anti mikrobia.
Diagnosa
3.
Tujuan dan criteria
Keperawatan
No
hasil
1. Gangguan
pertukaran
Setelah
dengan
Rasional
dilakukan 1. Tingkatkan
gas tindakan keperawatan
yang berhubungan selama
Intervensi
3x24
maka
jam
ganguan
1. Untuk mencegah
keseimbangan asam-
adanya
basa
asidosis
dan
cegah
dan
alkalosis
komplikasi
akibat
respiratori
peningkatan kerja pernapasan berkurang.
ketidakseimbangan
maupun
pernapasan,
asam-basa
metabolisme.
Dengan kriteria hasil:
hipoksemia secara 1. Frekuensi
reversible/menetap
pernapasan
.
2. Fasilitasi kepatenan 2. Agar
16-
20x/menit
jalan napas
normal.
3. Tidak ada Dispnea
mendapatkan
napas
2. Irama pernapasan
pasien
secara
adekuat.
3. Analisis secara kritis 3. Agar dapat lebih
data
laboratorium
mudah
27. saat istirahat.
pasien
untuk
mengambil
membantu
tindakan
pengambilan
tepat
keputusan klinis.
yang
pasien.
untuk
4. Gunakan alat buatan 4. Alat
untuk
membantu
pasien bernapas
bantu
pernapsan
diberikan
untuk
memperlancar
pernapasan
pasien.
5. Berikan oksigen dan 5. Pasien
dapat
pantau
memeperlancar
efektivitasnya
pernapasannya.
6. Kumpulkan
dan 6. Perawat
analisis data pasien
mengetahui
untuk
reaksi
memastikan
kepatenan
jalan
napas
dan
pasien
setelah diberikan
bantuan
alat
adekuatnya
buatan
pertukaran gas.
peernapasan.
7. Tingkatkan
pola 7. Agar pasien dapat
pernapasan spontan
meningkatkan
yang optimal dalam
pola
memaksimalkan
secara
pertukaran
16-20x/menit
oksigen
pernapasan
normal.
dan karbondioksida
di dalam paru.
8. Pantau
tanda-tanda 8. Menentukan dan
vital pasien
mencegah
komplikasi pada
pasien.
28. No
.
Diagnosa
Tujuan dan kriteria
Keperawatan
hasil
1. Gangguan
Setelah
Intervensi
Rasional
dilakukan 1. Berikan makanan yang 1. Meningkatkan
pemenuhan
tindakan keperawatan
sesuai dengan pilihan
nafsu makan klien
kebutuhan
selama 3x 24 jam
klien
karena
nutrisi:
dari
kurang maka
nutrisi
kebutuhan tercukupi.
tubuh
klien
berhubungan
dengan keinginan
Dengan
yang kriteria hasil:
klien.
2. Pertahankan
1. Pasien
akan
dengan
mempertahankan
penurunan nafsu
makan
2. Agar
intake
pasien sesuai jadwal
nutrisi
pasien
makan dan kudapan
terpenuhi
sesuai
berat badan
makan.
sesuai
kebutuhan.
2. Mempertahnkan
3. Beritahukan
kepada
3. Pasien
massa tubuh dan
pasien
berat badan dalam
memenuhi kebutuhan
mengerti
batas normal.
nutrisi tubuh
dapat
pentingnya
3. Selera
pentingnya
makan
mengetahui
dan
tentang
memenuhi
meningkat
kebutuhan nutrisi.
4. Timbang berat badan 4. Mengetahui intake
setiap
hari
sesuai
dengan indikasi.
5. Temani
cairan
yang
masuk.
pasien
ke
5. Untuk
kamar mandi setelah
mengobservasi
makan/mengudap.
adanya
muntah
yang disengaja.
6. Tindakan kolaboratif
6. Tujuannya:
Berikan diet sesuai
a. Berguna
untuk
kebutuhan:
membuat
a. Makanan lunak
program
b. Berikan
untuk memenuhi
sesuai
antiemetik
obat
indikasi
diet
kebutuhan
individu.
b. Untuk menekan
29. timbulnya
rangsangan yang
dapat
menghambat
intake oral.
No
5.
Diagnosa
Tujuan dan kriteria
Keperawatan
hasil
1. Ansietas
yang Setelah
berhubungan
dengan
dan 1. Mengetahui
dokumentasikan
tingkat
adanya selama 3x 24 jam
tingkat
kecemasan
kecemasan klien.
maka ansietas klien
pasien,
termasuk
kematian
yang berkurang.
dibayangkan
(Ketidakmampua
Dengan
kriteria hasil:
1. Pasien
bernapas).
Rasional
dilakukan 1. Kaji
tindakan keperawatan
ancaman
n
Intervensi
utnuk
reaksi fisik klien.
2. Beri dorongan kepada 2. Pasien
dapat
meneruskan
pasien
untuk
dapat
merasakan
mengungkapkan
kenyamanan
secara verbal pikiran
setelah
dibutuhkan
dan perasaan untuk
mengungkapakan
meskipun
mengeksternalisasi
perasaan
mengalami
ansietas
pkiran.
aktivitas
yang
kecemasan
dan
3. Sediakan pengalihan 3. Untuk
2. Menunjukkan
melalui
televise,
menurunkan
kemampuan untuk
radio, permainan serta
ansietas klien dan
berfokus
berikan terapi okupasi
memperluas
pengetahuan
pada
dan
fokus.
keterampilan yang 4. Dorong pasien untuk 4. Agar pasien bisa
baru
mengekspresikan
3. Mengidentifikasi
gejala
merupakan
yang
lebih tenang dan
kemarahan dan iritasi
merasa
lega
serta izinkan pasien
dengan
ekspresi
untuk menangis.
emosi.
indicator ansietas 5. Informasikan tentang 5. Pasien
pasien sendiri
gejala-gejala ansietas
mengetahui gejal-
30. 4. Mengkomunikasik
gelala cemas
an kebutuhan dan 6. Berikan obat untuk 6. Ansietas
perasaan negative
meurunkan
secara tepat
jika perlu.
5. Memiliki
ansietas,
pasien
dapat
ditekan
dengan obat anti-
tanda-
ansietas.
tanda vital dalam
batas normal.
No
6.
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria
Keperawatan
Hasil
Kurangnya
Setelah
dilakukan
yang
pernafasan,
selama 3x 24 jam maka
dengan informasi Klien
Rasional
1. Diskusikan
keperawatan
pengetahuan yang tindakan
berhubungan
Intervensi
mampu
untuk
obat 1. Penting bagi pasien
efek
memahami
samping dan reaksi
perbedaan
yang tak diinginkan
efek
tidak mengetahui
antara
samping
mengganggu
adekuat mengenai pengertian/informasi
efek
proses
dan
merugikan
penyakit tentang penyakit dan
dan pengobatan.
pengobatan.
Dengan
2. Berikan
informasi 2. Menurunkan
kriteria hasil:
tentang
a. Menyatakan
pengobatan
pemahaman kondisi
samping
rencana
yang
akan dilakukan
ansietas dan dapat
menimbulkan
perbaikan partisipasi
atau proses penyakit
pada
dan tindakan.
pengobatan
b. Mengidentifikasi
3. Beri
hubungan
tanda/gejala
ada
dari
proses
penyakit
dan
menghubungkan
dengan
penyebab.
penyuluhan 3. Meningkatkan
sesuai
yang
faktor
rencana
dengan
pemahaman
klien
tingkat pemahaman
tentang penyakit dan
klien,
pengobatan
informasi
ulangi
bila
yang
akan dilakukan.
diperlukan.
4. Fasilitasi
Pembelajaran
4. Meningkatkan
kemampuan
memproses
untuk
dan
31. memahami
informasi yang ingin
diketahui klien.
5. Berikan
waktu 5. klien
dapat
kepada pasien untuk
menanyakan
apa
mengajukan
yang ingin diketahui
pertanyaan
klien
tentang
penyakitnya ataupun
yang lainnya
32. BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Emfisema adalah penyakit paru menahun yang paling umum dan sering
diklasifikasikan dengan bronkitis menahun karena kejadian simultan dari dua
kondisi.
Penyebab atau etiologi emfisema yaitu: merokok, keturunan, infeksi,
polusi udara, dan hipotesis elastase-antielastase. Pada emfisema paru, terdapat
pelebaran secara abnormal saluran udara sebelah distal bronchus terminal,
yang disertai kerusakan dinding alveolus.
Adapun gejala dari penyakit emfisema paru-paru diantaranya adalah:
1. pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis kronis.
2. Napas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit.
3. Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, penderita
sampai membungkuk.
4. Bibir tampak kebiruan
5. Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun
6. Batuk menahun
Pemeriksaan penunjang pada kasus emfisema dapat dilakukan sebagai
berikut: pengukuran fungsi paru (Spirometri), pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan radiologis.
Sasaran utama pengobatan emfisema adalah untuk memeprbaiki kualitas
hidup, memperlambat progresi penyakit, dan utnuk mengatasi obstruksi jalan
napas untuk menghilangkan hipoksia.
Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada klien dengan gangguan pernapasan “emfisema” adalah
sebagai berikut: pengkajian, diagnosa keperawatan, dan perencanaan.
4.2 Saran
Sebagai
perawat
diharapkan
mampu
untuk
melakukan
asuhan
keperawatan terhadap penderita emfisema. Perawat juga harus mampu
berperan sebagai pendidik. Dalam hal ini melakukan penyuluhan mengenai
33. pentingnya hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal yang harus
dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik.
34. DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Davey Patrick. 2005. At a Glance MEDICINE. Jakarta: Erlangga
Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi. Jakarta: EGC
Kozier dan ERB. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Robins dan Cotran. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Jakarta: EGC
Tambayong, Jan. 2001. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
Tamsuri, Anas. 2008. Klien Gangguan Pernapasan: Seri Asuhan Keperawatan.
Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M. & Ahern, Nancy R. 2011. Buku Saku: Diagnosa
Keperawatan edisi 9. Jakarta: EGC