SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  34
MAKALAH SISTEM RESPIRASI 1
KELAINAN RESTRIKTIF DAN OBSTRUKTIF PADA SISTEM
RESPIRASI “EMFISEMA”

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kelompok 4/ kelas 2B:
Rahmadiah Fitriani Sadokaki (130012068)
Rany Trimustika Mayangsari (130012069)
Ratika Dwi Febrian Putri
(130012070)
Risa lailatul Hidayah
(130012071)
Said
(130012072)
Silvianita Fitri Anggraini
(130012073)
Siti Aminah Hidayat
(130012074)

PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YAYASAN RUMAH SAKIT
ISLAM SURABAYA
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat dan karuniaNyalah sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan dan tepat pada
waktunya. Makalah ini berisikan materi “Sistem Respirasi 1” yang membahas
tentang “Kelainan Restriktif Dan Obstruktif Pada Sistem Respirasi “Emfisema””.
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi terhadap kita semua tentang
bagaimana Emfisema tersebut.
Selesainya penyusunan ini berkat bantuan

dari berbagai pihak. Oleh

karena itu, pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Ibu Nety Mawardah Hatmanti selaku dosen mata kuliah Sistem
Respirasi 1.
2. Ibu Wesiana Heris Santy selaku dosen pembimbing
3. Kepada keluarga tercinta yang memberikan dorongan dan bantuan serta
pengertian besar terhadap penulis, baik dalam mengikuti perkuliahan
baik dalam menyelesaikan Makalah ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas kebaikan yang di berikan
kepada kami. Kami menyadari Makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu
kritik dan saran sangat diharapkan oleh kami.Akhirnya penulis berharap semoga
Makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkompeten. Amin.

Surabaya, 18 Mei 2013

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI ....................................................................................3
2.1 Definisi Emfisema ..........................................................................................3
2.2 Etiologi Emfisema ..........................................................................................4
2.2.1 Merokok ...................................................................................................4
2.2.2 Keturunan ...............................................................................................4
2.2.3 Infeksi ......................................................................................................5
2.2.4 Polusi Udara.............................................................................................5
2.2.5 Hipotesis Elastase-antielastase ................................................................5
2.3 Manifestasi Klinik Emfisema .........................................................................7
2.4 WOC Emfisema..............................................................................................7
2.5 Pemeriksaan Penunjang Emfisema ...............................................................12
2.6 Pengobatan Emfisema ..................................................................................13
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA EMFISEMA ................................16
3.1 Pengkajian ....................................................................................................16
3.2 Diagnosa Keperawatan .................................................................................18
3.3 Perencanaan ..................................................................................................19
BAB IV PENUTUP ...............................................................................................28
4.1 Kesimpulan ...................................................................................................28
4.2 Saran .............................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................30
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banyak penyakit yang dikaitkan secara langsung dengan kebiasaan
merokok. Salah satu yang harus diwaspadai adalah Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) / Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
Angka kesakitan penderita PPOK laki-laki mencapai 4%, angka kematian
mencapai 6% dan angka kesakitan wanita 2% angka kematian 4%, umur di
atas 45 tahun, (Barnes, 1997). Pada tahun 1976 ditemukan 1,5 juta kasus
baru, dan tahun 1977 jumlah kematian oleh karena PPOK sebanyak 45.000,
termasuk penyebab kematian di urutan kelima (Tockman MS., 1985).
Menurut National Health Interview Survey, didapatkan sebanyak 2,5 juta
penderita emfisema, tahun 1986 di Amerika Serikat didapatkan 13,4 juta
penderita, dan 30% lebih memerlukan rawat tinggal di rumah sakit. The
Tecumseh Community Health Study menemukan 66.100 kematian oleh
karena PPOK, merupakan 3% dari seluruh kematian, serta urutan kelima
kematian di Amerika (Muray F.J.,1988).
Peneliti lain menyatakan, PPOK merupakan penyebab kematian ke-5 di
Amerika dengan angka kematian sebesar 3,6%, 90% terjadi pada usia di atas
55 tahun (Redline S, 1991 dikutip dari Amin 1966). Pada tahun 1992
Thoracic Society of the Republic of China (ROC) menemukan 16% penderita
PPOK berumur di atas 40 tahun, pada tahun 1994 menemukan kasus
kematian 16,6% per 100.000 populasi serta menduduki peringkat ke-6
kematian di Taiwan (Perng, 1996 dari Parsuhip, 1998).
Di Indonesia tidak ditemukan data yang akurat tentang kekerapan PPOK.
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) DEPKES RI 1992 menemukan
angka kematian emfisema, bronkitis kronik dan asma menduduki peringkat
ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia (Hadiarto, 1998).
Survey Penderita PPOK di 17 Puskesmas Jawa Timur ditemukan angka
kesakitan 13,5%, emfisema paru 13,1%, bronkitis kronik 7,7% dan asma
7,7% (Aji Widjaja 1993). Pada tahun 1997 penderita PPOK yang rawat Inap
di RSUP Persahabatan sebanyak 124 (39,7%), sedangkan rawat jalan
sebanyak 1837 atau 18,95% (Hadiarto, 1998). Di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta tahun 2003 ditemukan penderita PPOK rawat inap sebanyak 444
(15%), dan rawat jalan 2368 (14%).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, angka kematian
PPOK tahun 2010 diperkirakan menduduki peringkat ke-4 bahkan dekade
mendatang menjadi peringkat ke-Semakin banyak jumlah batang rokok yang
dihisap dan makin lama masa waktu menjadi perokok, semakin besar risiko
dapat mengalami PPOK.
Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menemukan peningkatan
konsumsi rokok tahun 1970-1993 sebesar 193% atau menduduki peringkat
ke-7 dunia dan menjadi ancaman bagi para perokok remaja yang mencapai
12,8- 27,7%. Saat ini Indonesia menjadi salah satu produsen dan konsumen
rokok tembakau serta menduduki urutan kelima setelah negara dengan
konsumsi rokok terbanyak di dunia, yaitu China mengkonsumsi 1.643 miliar
batang rokok per tahun, Amerika Serikat 451 miliar batang setahun, Jepang
328 miliar batang setahun, Rusia 258 miliar batang setahun, dan Indonesia
215 miliar batang rokok setahun. Kondisi ini memerlukan perhatian semua
fihak khususnya yang peduli terhadap kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat.
Atas dasar itulah, kami membahas lebih lanjut mengenai emfisema yang
merupakan salah satu bagian dari PPOK khususnya mengenai Asuhan
Keperawatan pada Klien Emfisema. Sehingga diharapkan perawat mampu
memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien emfisema.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi dari emfisema?
2. Bagaimana etiologi dari emfisema?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari emfisema?
4. Bagaimana WOC dari emfisema?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari emfisema?
6. Bagaimana pengobatan emfisema?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi dari emfisema.
2. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami etiologi dari emfisema.
3. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari
emfisema.
4. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami WOC dari emfisema.
5. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang dari
emfisema.
6. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pengobatan emfisema.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Emfisema
Emfisema paru adalah suatu keadaan abnormal pada anatomi paru
dengan adanya kondisi klinis berupa melebarnya saluran udara bagain distal
bronkhiolus terminal yang disertai dengan kerusakan dinding alveoli.
Emfisema adalah penyakit paru menahun yang paling umum dan sering
diklasifikasikan dengan bronkitis menahun karena kejadian simultan dari dua
kondisi. (Arif Muttaqin, 2008)
Pada istilah anatomi, emfisema mencakup bagian paru distal sampai
bronkiolus terminal (acinus) dimana pertukaran gas terjadi. Emfisema
mengakibatkan pembesaran acinus permanen dan abnormal yang disertai
perubahan destruktif. Emfisema dapat diklasifikasikan sebagai vesikular bila
melibatkan ruang distal sampai bronkiolus terminal dan interlobular atau
interstisial bila emfisema mempengaruhi jaringan di antara ruang udara.
Emfisema tamak berkaitan dengan banyak cedera yang terjadi jangka
panjang. Prevalensi dan beratnya paling besar pada individu lansia. Jaringan
elastin dan serat dari alveoli dan jalan napas dirusak. Alveoli membesar, dan
banyak

dindingnya

dihancurkan.

Perusakan

alveolar

menimbulkan

pembentukan ruang udara yang lebih besar daripada normal, yang sangat
menurunkan permukaan difusi alveolar. Bila proses mulai, proses ini berjalan
lambat dan tidak konsisten.
Tabel 10-2. Klasifikasi Emfisema
Klasifikan

Deskripsi

Menyebar atau umum

Lobulus atau acini seluruh paru yang
terkena.

Fokal

Dihubungkan dengan deposisi debu
fokal (mis., debu karbon).

Iregular

Dihubungkan

dengan

pengerutan

jaringan parut fibrotik, biasanya karena
penyakit lama.
Obstruktif

Disertai dengan obstruksi bronkial yang
dapat dilihat.

Bula

Ruang emfisematosus lebih dari 1 cm
dalam paru yang mengembang; dapat
terjadi pada tipe emfisema apapun.

2.2 Etiologi Emfisema
2.2.1 Merokok
Merokok merupakan

penyebab utama

emfisema. Terdapat

hubungan yang erat antara merokok dan penurunan volume ekspirasi
paksa (FEV) (Nowak, 200)
2.2.2 Keturunan
Belum diketahui jelas apakah factor keturunan beeperan atau tidak
pada emfisema kecuali pada penderita dengan defisiensi enzim alfa 1antitripsin. Kerja enzim ini menetralkan enzim proteolitik yang sering
dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan
paru, karena itu kerusakan jaringan lebih jauh dapat dicegah. Defisiensi
alfa 1-antitripsin adalah

suatu kelainan yang diturunkan secara

autonom resesif.. orang yang sering menderita emfisema paru adalah
penderita yang memilki gen S atau Z. emfisema paru akan lebih cepat
timbul bila penderita tersebut merokok.
2.2.3 Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga
gejala-gejalanya pun menjadi lebih berat. Infeksi salurang pernapasan
atas pada seorang penderita bronchitis kronis hamper sellau
menyebabkan infeksi paru bagian bawah, dan menyebabkan kerusakan
paru bertambah. Eksaserbasi bronchitis kronis disangka paling sering
diawali dengan infeksi virus, yang kemudian menyebabkan infeksi
sekunder oleh bakteri.
2.2.4 Polusi Udara
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan terjadinya
emfisema. Insidensi dan angka kematian emfisema dapat lebih tinggi di
daerah yang padat industrialisasi. Polusi udara seperti halnya asap
tembakau juga menyebabkan gangguan pada silia, menghambat fungsi
makrofag alveolar.
2.2.5 Faktor Sosial Ekonomi
Emfisema lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi
rendah, mungkin kerena perbedaan pola merokok, selain itu mungkin
disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.
2.2.6 Hipotesis Elastase-antielastase
Didalam paru terdapt keseimbangan antara keduanya akan
menimbulkan kerusakan pada jaringan elastik paru. Struktur paru akan
berubah dan ditimbullah emfisema. Sumber elastase yang penting
adalah pangkreas, sel-sel PMN, dam makrofag alveolar (Pulmonary
alveolar macrophage- PAM). Rangsangan pada bau antara lain oleh
asap rokok dan infeksi menyebabkna elastase bertambah banyak.
Aktivitas system antielastase, yaitu sistem enzim alfa 1-proteaseinhibitor terutama enzim alfa 1-antitripsin menjadi menurun. Akibat
yang ditimbulkan karena tidak ada lagi keseimbnagan antara elastase
dan antielastase akan menimbulkan kerusakan jaringan elastic paru dan
kemudian emfisema. (Arif Muttaqin, 2008)
2.3 Manifestasi Klinis Emfisema
Emfisema paru adalah suatu penyakit menahun, terjadi sedikit demi
sedikit bertahun-bertahun. Biasanya mulai pada pasien perokok berumur 1525 tahun. Pada umur 25-35 tahun mulai timbul perubahan pada saluran nafas
kecil dan fungsi paru. Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada
umur 45-55 tahun terjadi sesak nafas, hipoksemia dan perubahan spirometri.
Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal, yang dapat menyebabkan
kegagalan nafas dan meninggal dunia. Pada pengkajian fisik didapatkan :
1. Dispnea
2. Pada inspeksi: bentuk dada „burrel chest‟
3. Pernapasan

dada,

pernapasan

abnormal

tidak

efektif,

dan

penggunaan otot-otot aksesori pernapasan (sternokleidomastoid).
4. Pada perkusi: hiperesonans dan penurunan fremitus pada seluruh
bidang paru.
5. Pada auskultasi: terdengar bunyi napas dengan krekels, ronki, dan
perpanjangan ekspirasi.
6. Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan umum
7. Distensi vena leher selama ekspirasi.
Adapun gejala dari penyakit emfisema paru-paru diantaranya adalah:
1. Pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis kronis.
2. Napas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit.
3. Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, penderita
sampai membungkuk.
4. Bibir tampak kebiruan
5. Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun
6. Batuk menahun
2.4 WOC Emfisema
Pada emfisema paru, terdapat pelebaran secara abnormal saluran udara
sebelah distal bronchus terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus.
Pembagian
Paracicatrical

Klinis
Terdapat pelebaran saluran udara dan kerusakan
dinding alveolus di tepi suatu lesi fibrotik paru
Lobular

Pelebaran saluran udara dan kerusakan dinding
alveolus/lobules sekunder

Pembagian menurut lokasi tempat proses
Sentrolobular

Kerusakan terjadi di daerah sentarl asinus. Daerah
distalnya tetap normal.

Panlobular

Kerusakan terjadi di seluruh asinus
Kerusakan terdapat di seluruh asinus, tetapi tidak
dapat ditentukan dari mana mulainya.
Patologi Emfisema (American Thoracic Society, 192)
(Sumber: Nowak dan Hanford, 200)

Adanya inflamasi, pembengkakan bronchi, produksi lender yang
berlebuhan, kehilanagan recoil elastisitas jalan napas dan kolaps bronkhiolus
serta penurunan redistribusi udara ke alveoli menimbulkan gejala sesak pada
klien emfisema. Pada paru normal terjadi keseimbanagn antara tekanan yang
menarik jaringan paru keluar (yang disebabkan tekanan intrapleural dan otototot dinding dada) dengan tekanan yang menarik jaringan apru kedalam
(elastisitas paru).
Keseimbangan timbul antara kedua tekanan tersebut, volume paru yang
terbentuk disebut sebagai functional residual capacity (FRC) yang normal.
Bila elastisitas paru berkurang timbul keseimbangan paru dan menghasilkan
FRC yang lebih besar. Volume residu bertambah pula, tetapi VC menurun.
Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik
jaringan paru akan berkurang, sehingga saluran pernapasan bagian bawah
paru akan tertutup.
Pada klien dengan emfisema, saluran-saluran pernapasan tersebut akan
lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Akibat cepatnya saluran
pernapasan menutup dan dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan
ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Namun, semua itu bergantung
pada kerusakannya. Mungkin saja terjadi alveoli dengan ventilasi
kurang/tidak ada, tetapi perfusinya baik sehingga penyebarab udara
pernapasan maupun aliran darah ke alveoli tidak sama dan merata. Atau dapat
dikatakan juga tidak ada keseimbangan antara ventilasi dan perfusi di alveoli
(V/Q rasio yang tidak sama).
Pada tahap akhir penyakit, sistem eliminasi karbon dioksida mengalami
kerusakan. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan karbon dioksida
dalam

darah

arteri

(Hiperkapnea)

dan

menyebabkna

asidosis

respiratorik.karena dinding alveolar terus mengalami keruskan, maka
jaringan-jaring kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal
meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah
yang tinggi dalam area pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah
kanan (kor pulmonal) adalah salah satu komplikasi emfisema. Terdapatnya
kongesti, edema tungkai (edema dependen), destensi vena jugularis, atau
nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung (Nowark, 200).
Sekresi yang meningkat dan tertahan menyebabkan klien tidak mampu
melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronis
menetap dalam paru yang mengalami emfisema, ini memperberat maslah.
Individu dengan emfisema akan mengalami obstruksi kronis yang ditandai
oleh peningkatan tahanan jalan napas aliran masuk dan aliran keluar udara
dari paru-paru jika demikian, paru berada dalam keadaan hiperekspansi
kronis.
Untuk mengalirkan udara kedalam dan keluar paru dibutuhkan tekanan
negative selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkatan adekuat yang
harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi berlangsung. Kinerja ini
membutuhkan kerja keras otot-otot pernapasan yang berdampak pada
kekakuan

dada

dan

iga-iga

terfiksasi

pada

persediannya

dengan

bermanifestasi pada perubahan bentuk dada dimanan rasio diameter AP:
Transversal mengalami peningkatan (Barel Chest). Hal ini terjadi akibat
hilangnya elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan
pada dinding dada untuk mengembang.
Pada beberapa kasus, barrel chest terjadi akibat kifosis dimana tulang
belakang bagian atas secara abnormal bentuknya membulat atau cembung.
Beberapa klien membungkuk ke depan untuk dapat bernapas, menggunakan
otot-otot bantu napas. Retraksi fosa supraklavikula yang terjadi pada inspirasi
mengakibatkan bahu melengkung ke depan. Pada penyakit lebih lanjut, otototot abdomen juga ikut berkonstraksi saat inspirasi. Terjadi penurunan
progresif dalam kapasitas vital paru.
Ekshalasi normal menjadi lebih sulit dan akhirnya tidak memungkinkan
terjadi. Kapasitas vital total (VC) mungkin normal, tetapi rasio dari volume
ekspirasi kuat dalam 1 detik dengan kapasitas vital (FEV;VC) rendah. Hal ini
terjadi karena elastisitas alveoli sangat menurun. Oleh karena itu, dibutuhkan
upaya bagi klien untuk menggerakkan udara dari alveoli yang mengalami
kerusakan dan jalan napas yang menyempit meningkatkan upaya pernapasan
(Smeltzer dan Bare, 2002).
Gambar dibawah ini adalah patofisiologi emfisema paru yang mengarah
pada terjadinya masalah keperawatan:
Faktor Predisposisi: Merokok, polusi udara, agenagen infeksius, allergen dan lingkungan kerja.

Inflamasi dan pembengkakan bronchus,
produksi lendir yang berlebihan

Faktor Predisposisi: Familial

Defisiensi enzim alfa 1-antitripsin

Penurunan kemampuan batuk efektif

Kehilangan rekoil elastisitas jalan
napas,
kolaps
bronkiolus,
dan
penurunan redistribusi udara ke alveoli.

Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Risiko tinggi infeksi pernapasan

Peningkatan tahanan jalan napas aliran masuk
dan aliran keluar udara dari paru-paru.

Penigkatan
kerja
Pernapasan,
hipoksemia secara reversible

Gangguan Pertukaran Gas

Keluhan sistemis, mual, intake nutrisi
tidak adekuat, malaise, kelemahan dan
keletihan fisik

Perubahan pemenuhan nutrisi
yang kurang dari kebutuhan

Peningkatan usaha dan frekuensi
pernapasan, penggunaan obat bantu
pernapasan

Respons Sistemik dan psikologis

Keluhan psikososial, kecemasan,
ketidaktahuan akan prognosis

Kecemasan
Ketidaktahuan/pemenuhan
informasi
2.5 Pemeriksaan Penunjang Emfisema
Pemeriksaan Diagnostik
a. Pengukuran Fungsi Paru (Spirometri)
Pengukuran fungsi paru biasanya menunjukkan kapasitas paru
total (TLC) dan volume residual (RV). Terjadi penurunan dalam
kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi paksa (FEV). Temuantemuan ini menegaskan kesulitan ynag dialami klien dalam
mendorong udara keluar dari paru.
No

Normal

Pada klien Emfisema

TLC

6000 ml

 6000 ml

RV

1200 ml

 1200 ml

VC

4800 ml

<

4800 ml

FEV

1100 ml

<

1100 ml

b. Pemeriksaan Laboratorium
Hemoglobin dan hematokrit mungkin normal pada tahap awal
penyakit. Dengan perkembangan penyakit, pemeriksaan gas darah
arteri

dapat

menunjukkan

adanya

hipoksia

ringan

dengan

hiperkapnea.
Hemoglobin normal: 11.0-16.5 gr/dl
Hemoglobin pasien emfisema: 17 gr/dl
Hematokrit normal: 35.0-50.0 %
Hematokrit pasien emfisema: 51 %
PO2 Normal : 80-100 mmHg
Hipoksia ringan : PaO2 of 60-80 mmHg
Hipoksia sedang: PaO2 of 40-60 mmHg
Hipoksia Berat PaO2 < 40 mmHg
c. Pemeriksaan radiologis
Rontgen thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi, pendataran
diafragma, pelebaran margin interkosta, dan jantung sering
ditemukan bagai tergantung ( Heart till drop). (Dilihat pada gambar
berikut)
G
Gambar (Kanan) Gambar paru-paru normal (Kiri) perubahan dalam struktur
rontgen thoraks menunjukkan hiperinflasi dengan hemidiafragma mendatar
dan rendah.
d. Analisis Gas Darah
Ventilasi yang hampir adekuat masih sering dapat dipertahankan
oleh pasien emvisema paru. Sehingga PaCO2 rendah atau normal.
Saturasi hemoglobin pasien hampir mencukupi.
PaCO2 normal

: 35-45 mmHg

PaCO2 Pasien emfisema

: < 45 mmHg

2.6 Pengobatan Emfisema
Penatalaksanaan emfisema paru terbagi atas:
1. Penyuluhan, Menerangkan pada para pasien hal-hal yang dapat
memperberat penyakit, hal-hal yang harus dihindarkan dan bagaimana cara
pengobatan dengan baik.
2. Pencegahan
a. Rokok, merokok harus dihentikan meskipun sukar.Penyuluhan dan
usaha yang optimal harus dilakukan.
b. Menghindari lingkungan polusi, sebaiknya dilakukan penyuluhan
secara berkala pada pekerja pabrik, terutama pada pabrik-pabrik yang
mengeluarkan zat-zat polutan yang berbahaya terhadap saluran nafas.
c. Vaksin, dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi, terutama
terhadap influenza dan infeksi pneumokokus.
3. Terapi Farmakologi, tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi
jalan nafas yang masih mempunyai komponen reversible meskipun
sedikit. Hal ini dapat dilakukan dengan:
a. Pemberian Bronkodilator,
Golongan teofilin, biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg BB
per oral dengan memperhatikan kadar teofilin dalam darah.
Konsentrasi dalam darah yang baik antara 10-15mg/L. Golongan
agonis B2, biasanya diberikan secara aerosol/nebuliser. Efek samping
utama adalah tremor,tetapi menghilang dengan pemberian agak lama.
b. Pemberian

Kortikosteroid,

pada

beberapa

pasien,

pemberian

kortikosteroid akan berhasil mengurangi obstruksi saluran nafas.
Hinshaw dan Murry menganjurkan untuk mencoba pemberian
kortikosteroid selama 3-4 minggu. Kalau tidak ada respon baru
dihentikan.
c. Mengurangi sekresi mukus
Minum cukup, supaya tidak dehidrasi dan mukus lebih encer sehingga
urine tetap kuning pucat. Ekspektoran, yang sering digunakan ialah
gliseril guaiakolat, kalium yodida, dan amonium klorida. Nebulisasi
dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan
mengencerkan sputum. Mukolitik dapat digunakan asetilsistein atau
bromheksin.
4. Fisioterapi dan Rehabilitasi,
Tujuan fisioterapi dan rehabilitasi adalah meningkatkan kapasitas
fungsional dan kualitas hidup dan memenuhi kebutuhan pasien dari segi
social, emosional dan vokasional. Program fisioterapi yang dilaksanakan
berguna untuk :
a. Mengeluarkan mukus dari saluran nafas.
b. Memperbaiki efisiensi ventilasi.
c. Memperbaiki dan meningkatkan kekuatan fisis
5. Pemberian O2 dalam jangka panjang, akan memperbaiki emfisema disertai
kenaikan toleransi latihan. Biasanya diberikan pada pasien hipoksia yang
timbul pada waktu tidur atau waktu latihan. Menurut Make, pemberian O2
selama 19 jam/hari akan mempunyai hasil lebih baik dari pada pemberian
12 jam/hari.
Bronkodilator

Terapi oksigen

Humidifier
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN EMFISEMA

3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesis
Dispnea adalah keluhan utama emfisema dan mempunyai serangan
(onset) yang membahayakan. Klien biasaya mempunyai riwayat
merokok, batuk kronis yang lama, mengi serta napas pendek dan cepat
(takipnea). Gejala-gejala diperburuk oleh infeksi pernapasan. Parawat
perlu mengkaji obat-obat yang biasa diminum klien, memeriksa
kembali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk digunakan
kembali.
Riwayat Kesahatan
a) Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dengan emfisema
untuk meminta pertolongan kesehatan adalah sesak napas, batuk
produktif, berat badan menurun.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama.
Keluhan batuk timbul paling awal dan merupakan gangguan yang
paling sering dikeluhkan. Tanyakan selama keluhan batuk muncul,
apakah ada keluhan lain.
Jika keluhan utama atau yang menjadi alasan klien meminta
pertolongan kesehatan adalah sesak napas, maka perawat perlu
mengarahkan atau menegaskan pertanyaan untuk membedakan
antara sesak napas yang disebabkan oleh gangguan pada sistem
pernapasan dan sistem kardiovaskular.
Agar memudahkan perawat mengkaji keluhan sesak napas,
maka dapat dibedakan sesuai tingkat klasifikasi sesak. Pengkajian
ringkas dengan menggunakan PQRST dapat lebih memudahkan
perawat dalam melengkapi pengkajian.
1. Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
penyebab sesak napas?
2. Quality of Pain : apa sesak napas yang dirasakan atau
digambarkan klien
3. Region : dimana rasa berat dalam melakukan pernapasan?
4. Severity (scale) of pain : seberapa jauh rasa esesak yang
dirasakan klien
5. Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
c) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji
apakah sebelumnya klien pernah menderita bronkhitis atau infeksi
pada saluran pernapasan atas, keluhan batuk lama pada masa kecil,
dan penyakit lainnya yang memperberat emfisema.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Secara patologi emfisema diturunkan, dan perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota
keluarga lainnya sebagai lainnya sebagai faktor predisposisi
penularan didalam rumah.
3.1.2 Pemeriksaan Fisik Fokus
b. Inspeksi
Pada klien dengan emfisema terlihat adanya peningkatan usaha
dan frekuensi pernapasan serta penggunaan otot bantu napas. Pada
inspeksi, klien biasanya tampak mempunyai bentuk dada barrel
chest (akibat udara yang terperangkap), penipisan massa otot, dan
pernapsan dengan bibir dirapatkan. Pernapsan abnormal tidak efektif
dan penggunaan otot-otot bantu napas (Sternokleidomastoideus).
Pada tahap lanjut, dispnea terjadi saat aktivitas bahkan pada
aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan dan mandi. Pengkajian
batuk

produktif

dengan

sputum

purulen

disertai

mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi pernapasan.

demam
c. Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya
menurun.
d. Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragama menurun.
e. Auskultasi
Sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan wheezing
sesuai tingkat beratnya obstruktif pada bronkhiolus. Pada pengkajian
lain, didapatkan kadar oksigen yang rendah (hiposemia) dan kadar
karbon dioksida yang tinggi (hiperkapnea) terjadi pada tahap lanjut
penyakit. Pada waktunya, bahkan gerakan ringan sekalipun seperti
membungkuk untuk mengikatkan tali sepatu, mengakibatkan dispnea
dan keletihan (dispnea eksersional).
Paru yang mengalami emfisematosa tidak berkonstraksi saat
ekspirasi dan bronkhiolus tidak dikosongkan secara efektif dari
seksresi yang dihasilkannya. Klien rentan terhadap reaksi inflamasi
dan infeksi akibat pengumpulan sekresi ini. Setelah infeksi ini
terjadi, kien mengalami mengi yang berkepanjangan saat ekspirasi.
Anoreksia, penurunan berat badan dan kelemahan merupakan hal
yang umum terjadi. Vena jugularis mungkin mengalami distenis
selama ekspirasi.
3.1 Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya
bronkhokonstriksi, akumulasi secret jalan napas, dan

menurunnya

kemampuan batuk efektif.
2. Risiko tinggi infeksi pernapaan yang berhubungan dengan akumulasi
secret jalan napas dan menurunnya kemampuan batuk efektif.
3. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan peningkatan kerja
pernapasan, hipoksemia secara reversible/menetap
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kutang dari kebutuhan tubuh
yang berhubungan dengan penurunan nafsu makan.
5. Ansietas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang
dibayangkan (Ketidakmampuan utnuk bernapas).
6. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak
adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.
3.2 Perencanaan
No
1.

Diagnosa

Tujuan & Kriteria

Keperawatan

hasil

1. Ketidakefektifan

Setelah

Intervensi

dilakukan 1. Auskultasi

bersihan

jalan tindakan keperawatan

dada

napas

yang selama

Rasional
bagian 1. Mengetahui

posterior

berhubungan
dengan

3x24

maka

jam

anterior

dan

akumulasi

pasien

ventilasi

yang

jalan
efektif. 2. Kaji/pantau

menurunnya

pernafasan,

2. Takipnea

frekuensi

efektif.

1. Pasien

dapat

batuk efektif

pada
catat

ada

beberapa

derajat dan dapat

rasio inspirasi mengi

ditemukan

(emfisema)

2. Mengeluarkan
secret

suara

napas tambahan

jalan napas, dan Dengan kriteria hasil:

kemampuan batuk

dan

adanya

pembersihan

secret napas

atau

ketiadaan

adanya menunjukkan

bronkhokonstriksi,

penurunan

penerimaan/sela

secara

pada

ma stress/adanya

efektif

proses

3. Mempunyai jalan

infeksi

akut. Pernafasan

napas yang paten

dapat
dan

4. Pada

melambat
ferkuensi

pemeriksaan

ekspirasi

auskultasi,

memanjang

memiliki

suara

dibanding

napas yang jernih
5. Mempunyai
irama

inspirasi
3. Ajarkan cara batuk 3. batuk

dan

efektif

yang

terkontrol

dan

frekuensi

efektif

pernapasan dalam

memudahkan

rentang normal

pengeluaran

dapat
6. Mempunyai

sekret

yang

fungsi paru dalam

melekat di jalan

batas normal

napas
4. Ajarkan klien teknik 4. Ventilasi
nafas dalam

maksimal
membuka lumen
jalan napas dan
memudahkan
pengeluaran
sekret napas.

5. Atur posisi pasien 5. Untuk
misalnya

bagaian

pengembangan

kepala tempat tidur

maksimal rongga

ditinggikan

45o

dada. Peninggian

kecuali

ada

kepala

kontraindikasi

tempat

tidur
mempermudah
fungsi pernafasan
dengan
menggunakan
gravitasi

6. Informasikan

6. Agar pasien dan

kepada pasien dan

keluarga

keluarga

mengetahui

tentang

larangan merokok di

bahaya merokok

dalam

untuk

perawatan;

ruang
beri

kesehatan

masing-masing

penyuluhan tentang

dan

mencegah

pentingnya berhenti

infeksi

merokok.

nosokomial,
7. Aktivitas

7. Menurunkan

Kolaboratif: Berikan

kekentalan sekret

humidifikasi

mempermudah

tambahan

mis

nubuter

pengeluaran dan

nubuliser,

humidiper

membantu

aerosol

ruangan

menurunkan/

dan

mencegah

membantu

pembentukan

menurunkan

mukosa

/mencegah

pada bonrkus

tebal

pembentukan
mukosa

pada

bronkus

No
2
.

Diagnosa

Tujuan & Kriteria

Keperawatan

hasil

1. Risiko

tinggi Setelah

Intervensi

Rasional

dilakukan 1. Awasi suhu

1.

Demam

dapat

infeksi pernapaan tindakan

terjadi

yang berhubungan keperawatan selama

infeksi/

dengan akumulasi 3x24

dehidrasi.

jam

maka

secret jalan napas ganguan pernapasan 2. Kaji
dan

menurunnya berkurang.

Dengan

karena

pentingnya 2. Aktifitas

ini

latihan nafas, batuk

meningkatkan

kemampuan batuk kriteria hasil:

efektif,

mobilisasi

efektif.

posisi

a. Menyatakan
pemahaman

masukan

penyebab / faktor

perubahan
sering,

dan

adekuat

cairan

sekret

3. Tunjukkan dan bantu

3. Cegah

pasien

unkan

pembuangan tisu dan

patogen

sputum

cairan

infeksi.

terjadi

infeksi paru

mencegah/menur
resiko

untuk

resiko

b. Mengidentifikasi
untuk

pengeluaran

menurunkan

resiko individu.

intervensi

dan

tentang

penyebaran
melalui
c. Menunjukkan

4. Dorong

4. Menurunkan

teknik, perubahan

keseimbangan antara

konsumsi/

pola hidup untuk

aktifitas dan istirahat

kebutuhan

meningkatkan

keseimbangan

lingkungan yang

oksigen

aman.

memperbaiki

dan

pertahanan pasien
terhadap infeksi,
meningkatkan
penyembuhan
5. Dapatkan

spesimen 5. Dilakukan untuk

dengan

mengidentifikasik

batuk/penghisapan

an

untuk

penyebab

pewarnaan

organisme
dan

kuman gram kultur /

kerentanan

sensitivitas

terhadap berbagai
anti mikrobia.

Diagnosa

3.

Tujuan dan criteria

Keperawatan

No

hasil

1. Gangguan
pertukaran

Setelah

dengan

Rasional

dilakukan 1. Tingkatkan

gas tindakan keperawatan

yang berhubungan selama

Intervensi

3x24

maka

jam

ganguan

1. Untuk mencegah

keseimbangan asam-

adanya

basa

asidosis

dan

cegah

dan

alkalosis

komplikasi

akibat

respiratori

peningkatan kerja pernapasan berkurang.

ketidakseimbangan

maupun

pernapasan,

asam-basa

metabolisme.

Dengan kriteria hasil:

hipoksemia secara 1. Frekuensi
reversible/menetap

pernapasan

.

2. Fasilitasi kepatenan 2. Agar
16-

20x/menit

jalan napas

normal.
3. Tidak ada Dispnea

mendapatkan
napas

2. Irama pernapasan

pasien

secara

adekuat.
3. Analisis secara kritis 3. Agar dapat lebih
data

laboratorium

mudah
saat istirahat.

pasien

untuk

mengambil

membantu

tindakan

pengambilan

tepat

keputusan klinis.

yang

pasien.

untuk

4. Gunakan alat buatan 4. Alat
untuk

membantu

pasien bernapas

bantu

pernapsan
diberikan

untuk

memperlancar
pernapasan
pasien.
5. Berikan oksigen dan 5. Pasien

dapat

pantau

memeperlancar

efektivitasnya

pernapasannya.

6. Kumpulkan

dan 6. Perawat

analisis data pasien

mengetahui

untuk

reaksi

memastikan

kepatenan

jalan

napas

dan

pasien

setelah diberikan
bantuan

alat

adekuatnya

buatan

pertukaran gas.

peernapasan.

7. Tingkatkan

pola 7. Agar pasien dapat

pernapasan spontan

meningkatkan

yang optimal dalam

pola

memaksimalkan

secara

pertukaran

16-20x/menit

oksigen

pernapasan
normal.

dan karbondioksida
di dalam paru.
8. Pantau

tanda-tanda 8. Menentukan dan

vital pasien

mencegah
komplikasi pada
pasien.
No
.

Diagnosa

Tujuan dan kriteria

Keperawatan

hasil

1. Gangguan

Setelah

Intervensi

Rasional

dilakukan 1. Berikan makanan yang 1. Meningkatkan

pemenuhan

tindakan keperawatan

sesuai dengan pilihan

nafsu makan klien

kebutuhan

selama 3x 24 jam

klien

karena

nutrisi:
dari

kurang maka

nutrisi

kebutuhan tercukupi.

tubuh

klien

berhubungan

dengan keinginan

Dengan

yang kriteria hasil:

klien.
2. Pertahankan

1. Pasien

akan

dengan

mempertahankan

penurunan nafsu

makan

2. Agar

intake

pasien sesuai jadwal

nutrisi

pasien

makan dan kudapan

terpenuhi

sesuai

berat badan

makan.

sesuai

kebutuhan.

2. Mempertahnkan

3. Beritahukan

kepada

3. Pasien

massa tubuh dan

pasien

berat badan dalam

memenuhi kebutuhan

mengerti

batas normal.

nutrisi tubuh

dapat

pentingnya

3. Selera

pentingnya

makan

mengetahui

dan
tentang

memenuhi

meningkat

kebutuhan nutrisi.
4. Timbang berat badan 4. Mengetahui intake
setiap

hari

sesuai

dengan indikasi.
5. Temani

cairan

yang

masuk.

pasien

ke

5. Untuk

kamar mandi setelah

mengobservasi

makan/mengudap.

adanya

muntah

yang disengaja.
6. Tindakan kolaboratif

6. Tujuannya:

Berikan diet sesuai

a. Berguna

untuk

kebutuhan:

membuat

a. Makanan lunak

program

b. Berikan

untuk memenuhi

sesuai
antiemetik

obat
indikasi

diet

kebutuhan
individu.
b. Untuk menekan
timbulnya
rangsangan yang
dapat
menghambat
intake oral.

No
5.

Diagnosa

Tujuan dan kriteria

Keperawatan

hasil

1. Ansietas

yang Setelah

berhubungan
dengan

dan 1. Mengetahui

dokumentasikan

tingkat

adanya selama 3x 24 jam

tingkat

kecemasan

kecemasan klien.

maka ansietas klien

pasien,

termasuk

kematian

yang berkurang.

dibayangkan
(Ketidakmampua

Dengan

kriteria hasil:
1. Pasien

bernapas).

Rasional

dilakukan 1. Kaji

tindakan keperawatan

ancaman

n

Intervensi

utnuk

reaksi fisik klien.
2. Beri dorongan kepada 2. Pasien

dapat

meneruskan

pasien

untuk

dapat

merasakan

mengungkapkan

kenyamanan

secara verbal pikiran

setelah

dibutuhkan

dan perasaan untuk

mengungkapakan

meskipun

mengeksternalisasi

perasaan

mengalami

ansietas

pkiran.

aktivitas

yang

kecemasan

dan

3. Sediakan pengalihan 3. Untuk

2. Menunjukkan

melalui

televise,

menurunkan

kemampuan untuk

radio, permainan serta

ansietas klien dan

berfokus

berikan terapi okupasi

memperluas

pengetahuan

pada
dan

fokus.

keterampilan yang 4. Dorong pasien untuk 4. Agar pasien bisa
baru

mengekspresikan

3. Mengidentifikasi
gejala
merupakan

yang

lebih tenang dan

kemarahan dan iritasi

merasa

lega

serta izinkan pasien

dengan

ekspresi

untuk menangis.

emosi.

indicator ansietas 5. Informasikan tentang 5. Pasien
pasien sendiri

gejala-gejala ansietas

mengetahui gejal-
4. Mengkomunikasik

gelala cemas

an kebutuhan dan 6. Berikan obat untuk 6. Ansietas
perasaan negative

meurunkan

secara tepat

jika perlu.

5. Memiliki

ansietas,

pasien

dapat

ditekan

dengan obat anti-

tanda-

ansietas.

tanda vital dalam
batas normal.

No
6.

Diagnosa

Tujuan dan Kriteria

Keperawatan

Hasil

Kurangnya

Setelah

dilakukan

yang

pernafasan,

selama 3x 24 jam maka

dengan informasi Klien

Rasional

1. Diskusikan

keperawatan

pengetahuan yang tindakan
berhubungan

Intervensi

mampu

untuk

obat 1. Penting bagi pasien
efek

memahami

samping dan reaksi

perbedaan

yang tak diinginkan

efek

tidak mengetahui

antara
samping

mengganggu

adekuat mengenai pengertian/informasi

efek

proses

dan

merugikan

penyakit tentang penyakit dan

dan pengobatan.

pengobatan.

Dengan

2. Berikan

informasi 2. Menurunkan

kriteria hasil:

tentang

a. Menyatakan

pengobatan

pemahaman kondisi

samping

rencana
yang

akan dilakukan

ansietas dan dapat
menimbulkan
perbaikan partisipasi

atau proses penyakit

pada

dan tindakan.

pengobatan

b. Mengidentifikasi

3. Beri

hubungan
tanda/gejala
ada

dari

proses

penyakit

dan

menghubungkan
dengan
penyebab.

penyuluhan 3. Meningkatkan

sesuai
yang

faktor

rencana

dengan

pemahaman

klien

tingkat pemahaman

tentang penyakit dan

klien,

pengobatan

informasi

ulangi
bila

yang

akan dilakukan.

diperlukan.
4. Fasilitasi
Pembelajaran

4. Meningkatkan
kemampuan
memproses

untuk
dan
memahami
informasi yang ingin
diketahui klien.
5. Berikan

waktu 5. klien

dapat

kepada pasien untuk

menanyakan

apa

mengajukan

yang ingin diketahui

pertanyaan

klien

tentang

penyakitnya ataupun
yang lainnya
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Emfisema adalah penyakit paru menahun yang paling umum dan sering
diklasifikasikan dengan bronkitis menahun karena kejadian simultan dari dua
kondisi.
Penyebab atau etiologi emfisema yaitu: merokok, keturunan, infeksi,
polusi udara, dan hipotesis elastase-antielastase. Pada emfisema paru, terdapat
pelebaran secara abnormal saluran udara sebelah distal bronchus terminal,
yang disertai kerusakan dinding alveolus.
Adapun gejala dari penyakit emfisema paru-paru diantaranya adalah:
1. pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis kronis.
2. Napas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit.
3. Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, penderita
sampai membungkuk.
4. Bibir tampak kebiruan
5. Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun
6. Batuk menahun
Pemeriksaan penunjang pada kasus emfisema dapat dilakukan sebagai
berikut: pengukuran fungsi paru (Spirometri), pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan radiologis.
Sasaran utama pengobatan emfisema adalah untuk memeprbaiki kualitas
hidup, memperlambat progresi penyakit, dan utnuk mengatasi obstruksi jalan
napas untuk menghilangkan hipoksia.
Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada klien dengan gangguan pernapasan “emfisema” adalah
sebagai berikut: pengkajian, diagnosa keperawatan, dan perencanaan.
4.2 Saran
Sebagai

perawat

diharapkan

mampu

untuk

melakukan

asuhan

keperawatan terhadap penderita emfisema. Perawat juga harus mampu
berperan sebagai pendidik. Dalam hal ini melakukan penyuluhan mengenai
pentingnya hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal yang harus
dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Davey Patrick. 2005. At a Glance MEDICINE. Jakarta: Erlangga
Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi. Jakarta: EGC
Kozier dan ERB. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Robins dan Cotran. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Jakarta: EGC
Tambayong, Jan. 2001. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
Tamsuri, Anas. 2008. Klien Gangguan Pernapasan: Seri Asuhan Keperawatan.
Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M. & Ahern, Nancy R. 2011. Buku Saku: Diagnosa
Keperawatan edisi 9. Jakarta: EGC

Contenu connexe

Tendances

Evaluasi keperawatan
 Evaluasi keperawatan Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatanpjj_kemenkes
 
Asuhan keperawatan gangguan_rasa_nyaman
Asuhan keperawatan gangguan_rasa_nyamanAsuhan keperawatan gangguan_rasa_nyaman
Asuhan keperawatan gangguan_rasa_nyamanMeidaElliaPuspita
 
Model pemberian asuhan keperawatan
Model pemberian asuhan keperawatanModel pemberian asuhan keperawatan
Model pemberian asuhan keperawatanRahayoe Ningtyas
 
Jenis model Dokumentasi Keperawatan
Jenis model Dokumentasi KeperawatanJenis model Dokumentasi Keperawatan
Jenis model Dokumentasi Keperawatanpjj_kemenkes
 
Model konsep-dan-teori-keperawatan
Model konsep-dan-teori-keperawatanModel konsep-dan-teori-keperawatan
Model konsep-dan-teori-keperawatanadeputra93
 
Perawatan paliatif
Perawatan paliatif Perawatan paliatif
Perawatan paliatif Agus Prayogi
 
Model keperawatan primer
Model keperawatan primerModel keperawatan primer
Model keperawatan primerasadul usud
 
Peran perawat dalam pengobatan
Peran perawat dalam pengobatanPeran perawat dalam pengobatan
Peran perawat dalam pengobatanCahya
 
Konsep pasien terminal & menjelang ajal
Konsep pasien terminal & menjelang ajalKonsep pasien terminal & menjelang ajal
Konsep pasien terminal & menjelang ajalMitha Khair
 
Manajemen Asuhan Keperawatan
Manajemen Asuhan KeperawatanManajemen Asuhan Keperawatan
Manajemen Asuhan Keperawatanpjj_kemenkes
 
Prinsip prinsip etika keperawatan
Prinsip prinsip etika keperawatanPrinsip prinsip etika keperawatan
Prinsip prinsip etika keperawatanHiiendry Pangestu
 

Tendances (20)

Laporan pendahuluan nyeri
Laporan pendahuluan nyeri Laporan pendahuluan nyeri
Laporan pendahuluan nyeri
 
Askep ards
Askep ardsAskep ards
Askep ards
 
Evaluasi keperawatan
 Evaluasi keperawatan Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan
 
Asuhan keperawatan gangguan_rasa_nyaman
Asuhan keperawatan gangguan_rasa_nyamanAsuhan keperawatan gangguan_rasa_nyaman
Asuhan keperawatan gangguan_rasa_nyaman
 
Model pemberian asuhan keperawatan
Model pemberian asuhan keperawatanModel pemberian asuhan keperawatan
Model pemberian asuhan keperawatan
 
Sop vulva hygiene
Sop vulva hygieneSop vulva hygiene
Sop vulva hygiene
 
Jenis model Dokumentasi Keperawatan
Jenis model Dokumentasi KeperawatanJenis model Dokumentasi Keperawatan
Jenis model Dokumentasi Keperawatan
 
Model konsep-dan-teori-keperawatan
Model konsep-dan-teori-keperawatanModel konsep-dan-teori-keperawatan
Model konsep-dan-teori-keperawatan
 
Sp rpk
Sp rpkSp rpk
Sp rpk
 
Makalah sistem muskuloskeletal
Makalah sistem muskuloskeletalMakalah sistem muskuloskeletal
Makalah sistem muskuloskeletal
 
Perawatan paliatif
Perawatan paliatif Perawatan paliatif
Perawatan paliatif
 
Tipe keluarga
Tipe keluargaTipe keluarga
Tipe keluarga
 
Model keperawatan primer
Model keperawatan primerModel keperawatan primer
Model keperawatan primer
 
5. proses skoring kep. keluarga
5. proses skoring kep. keluarga5. proses skoring kep. keluarga
5. proses skoring kep. keluarga
 
Patient safety
Patient safetyPatient safety
Patient safety
 
Peran perawat dalam pengobatan
Peran perawat dalam pengobatanPeran perawat dalam pengobatan
Peran perawat dalam pengobatan
 
Konsep pasien terminal & menjelang ajal
Konsep pasien terminal & menjelang ajalKonsep pasien terminal & menjelang ajal
Konsep pasien terminal & menjelang ajal
 
Manajemen Asuhan Keperawatan
Manajemen Asuhan KeperawatanManajemen Asuhan Keperawatan
Manajemen Asuhan Keperawatan
 
Prinsip prinsip etika keperawatan
Prinsip prinsip etika keperawatanPrinsip prinsip etika keperawatan
Prinsip prinsip etika keperawatan
 
Materi buku panduan komunikasi terapeutik
Materi buku panduan komunikasi terapeutikMateri buku panduan komunikasi terapeutik
Materi buku panduan komunikasi terapeutik
 

En vedette

Ppt emfisema
Ppt emfisemaPpt emfisema
Ppt emfisemayeliani
 
Asuhan Keperawatan Emfisema
Asuhan Keperawatan EmfisemaAsuhan Keperawatan Emfisema
Asuhan Keperawatan EmfisemaAmee Hidayat
 
PPT ASMA EMFISEMA
PPT ASMA EMFISEMAPPT ASMA EMFISEMA
PPT ASMA EMFISEMANcie Artie
 
Buku saku artritis reumatoid
Buku saku artritis reumatoidBuku saku artritis reumatoid
Buku saku artritis reumatoidAmee Hidayat
 
Hasil laporan seven jump demam tifoid amee
Hasil laporan seven jump demam tifoid ameeHasil laporan seven jump demam tifoid amee
Hasil laporan seven jump demam tifoid ameeAmee Hidayat
 
Makalah hepatitis
Makalah hepatitisMakalah hepatitis
Makalah hepatitisandrayou
 
Laporan observasi lapangan kepatuhan penggunaan apd terhadap penyebaran penya...
Laporan observasi lapangan kepatuhan penggunaan apd terhadap penyebaran penya...Laporan observasi lapangan kepatuhan penggunaan apd terhadap penyebaran penya...
Laporan observasi lapangan kepatuhan penggunaan apd terhadap penyebaran penya...rina0107
 
Fisiologi sistem respirasi
Fisiologi sistem respirasiFisiologi sistem respirasi
Fisiologi sistem respirasiAmee Hidayat
 
Hepar hepatitis & cirrhosis hepatis
Hepar hepatitis & cirrhosis hepatisHepar hepatitis & cirrhosis hepatis
Hepar hepatitis & cirrhosis hepatisbkdBella
 
Gastritis dan Gastroeteritis (Amee)
Gastritis dan Gastroeteritis (Amee)Gastritis dan Gastroeteritis (Amee)
Gastritis dan Gastroeteritis (Amee)Amee Hidayat
 
Asuhan Keperawatan IMA (Infark Miokardium Akut)
Asuhan Keperawatan IMA (Infark Miokardium Akut)Asuhan Keperawatan IMA (Infark Miokardium Akut)
Asuhan Keperawatan IMA (Infark Miokardium Akut)Amee Hidayat
 

En vedette (20)

Ppt emfisema
Ppt emfisemaPpt emfisema
Ppt emfisema
 
"Emfisema.ppt"
"Emfisema.ppt""Emfisema.ppt"
"Emfisema.ppt"
 
Ppt Emfisema
Ppt EmfisemaPpt Emfisema
Ppt Emfisema
 
Asuhan Keperawatan Emfisema
Asuhan Keperawatan EmfisemaAsuhan Keperawatan Emfisema
Asuhan Keperawatan Emfisema
 
PPT ASMA EMFISEMA
PPT ASMA EMFISEMAPPT ASMA EMFISEMA
PPT ASMA EMFISEMA
 
Emphysema paru
Emphysema paruEmphysema paru
Emphysema paru
 
Askep emfisema.
Askep emfisema.Askep emfisema.
Askep emfisema.
 
Buku saku artritis reumatoid
Buku saku artritis reumatoidBuku saku artritis reumatoid
Buku saku artritis reumatoid
 
demam tifoid amee
demam tifoid ameedemam tifoid amee
demam tifoid amee
 
Hasil laporan seven jump demam tifoid amee
Hasil laporan seven jump demam tifoid ameeHasil laporan seven jump demam tifoid amee
Hasil laporan seven jump demam tifoid amee
 
Makalah hepatitis
Makalah hepatitisMakalah hepatitis
Makalah hepatitis
 
Laporan observasi lapangan kepatuhan penggunaan apd terhadap penyebaran penya...
Laporan observasi lapangan kepatuhan penggunaan apd terhadap penyebaran penya...Laporan observasi lapangan kepatuhan penggunaan apd terhadap penyebaran penya...
Laporan observasi lapangan kepatuhan penggunaan apd terhadap penyebaran penya...
 
Definisi hepatitis
Definisi hepatitisDefinisi hepatitis
Definisi hepatitis
 
Fisiologi sistem respirasi
Fisiologi sistem respirasiFisiologi sistem respirasi
Fisiologi sistem respirasi
 
sirosis hepatis
sirosis hepatissirosis hepatis
sirosis hepatis
 
Hepatitis
HepatitisHepatitis
Hepatitis
 
Hepar hepatitis & cirrhosis hepatis
Hepar hepatitis & cirrhosis hepatisHepar hepatitis & cirrhosis hepatis
Hepar hepatitis & cirrhosis hepatis
 
Hepatitis
HepatitisHepatitis
Hepatitis
 
Gastritis dan Gastroeteritis (Amee)
Gastritis dan Gastroeteritis (Amee)Gastritis dan Gastroeteritis (Amee)
Gastritis dan Gastroeteritis (Amee)
 
Asuhan Keperawatan IMA (Infark Miokardium Akut)
Asuhan Keperawatan IMA (Infark Miokardium Akut)Asuhan Keperawatan IMA (Infark Miokardium Akut)
Asuhan Keperawatan IMA (Infark Miokardium Akut)
 

Similaire à Sistem Respirasi 1: Asuhan Keperawatan pada Emfisema

Laringitis tuberkulosa
Laringitis tuberkulosaLaringitis tuberkulosa
Laringitis tuberkulosaYarah Azzilzah
 
Keperawatan kegawat daruratan ii
Keperawatan kegawat daruratan iiKeperawatan kegawat daruratan ii
Keperawatan kegawat daruratan iipjj_kemenkes
 
Selasa,, askep pada klien dengan gangguan repirasi kanker paru2 fitri2 ereke
Selasa,, askep pada klien dengan gangguan repirasi kanker paru2 fitri2 erekeSelasa,, askep pada klien dengan gangguan repirasi kanker paru2 fitri2 ereke
Selasa,, askep pada klien dengan gangguan repirasi kanker paru2 fitri2 erekeOperator Warnet Vast Raha
 
Laporan tutorial skenario 2 blok 7
Laporan tutorial skenario 2 blok 7Laporan tutorial skenario 2 blok 7
Laporan tutorial skenario 2 blok 7Vina Widya Putri
 
209352766 contoh-case-saraf
209352766 contoh-case-saraf209352766 contoh-case-saraf
209352766 contoh-case-sarafhomeworkping8
 
Makalah kelompok 3
Makalah kelompok 3Makalah kelompok 3
Makalah kelompok 3selapon
 
Lp rematik kep gerontik
Lp rematik kep gerontikLp rematik kep gerontik
Lp rematik kep gerontikArianXBod
 
ASMA2 YOHANA.pdf
ASMA2 YOHANA.pdfASMA2 YOHANA.pdf
ASMA2 YOHANA.pdfyohana63
 
Asuhan keperawatan pada klien an. h usia sekolah dengan decompensasi kordis d...
Asuhan keperawatan pada klien an. h usia sekolah dengan decompensasi kordis d...Asuhan keperawatan pada klien an. h usia sekolah dengan decompensasi kordis d...
Asuhan keperawatan pada klien an. h usia sekolah dengan decompensasi kordis d...Operator Warnet Vast Raha
 
Asuhan keperawatan pada klien an. h usia sekolah dengan decompensasi kordis d...
Asuhan keperawatan pada klien an. h usia sekolah dengan decompensasi kordis d...Asuhan keperawatan pada klien an. h usia sekolah dengan decompensasi kordis d...
Asuhan keperawatan pada klien an. h usia sekolah dengan decompensasi kordis d...Operator Warnet Vast Raha
 
TUGAS KGD PNEUMONIA salinan.docx
TUGAS KGD PNEUMONIA salinan.docxTUGAS KGD PNEUMONIA salinan.docx
TUGAS KGD PNEUMONIA salinan.docxshintia29
 
Kanker serviks (sistem reproduksi)
Kanker serviks (sistem reproduksi)Kanker serviks (sistem reproduksi)
Kanker serviks (sistem reproduksi)Okta-Shi Sama
 

Similaire à Sistem Respirasi 1: Asuhan Keperawatan pada Emfisema (20)

KEL 3 ASMA KELAS C-1.docx
KEL 3 ASMA KELAS C-1.docxKEL 3 ASMA KELAS C-1.docx
KEL 3 ASMA KELAS C-1.docx
 
Laringitis tuberkulosa
Laringitis tuberkulosaLaringitis tuberkulosa
Laringitis tuberkulosa
 
Keperawatan kegawat daruratan ii
Keperawatan kegawat daruratan iiKeperawatan kegawat daruratan ii
Keperawatan kegawat daruratan ii
 
Selasa,, askep pada klien dengan gangguan repirasi kanker paru2 fitri2 ereke
Selasa,, askep pada klien dengan gangguan repirasi kanker paru2 fitri2 erekeSelasa,, askep pada klien dengan gangguan repirasi kanker paru2 fitri2 ereke
Selasa,, askep pada klien dengan gangguan repirasi kanker paru2 fitri2 ereke
 
Laporan tutorial skenario 2 blok 7
Laporan tutorial skenario 2 blok 7Laporan tutorial skenario 2 blok 7
Laporan tutorial skenario 2 blok 7
 
209352766 contoh-case-saraf
209352766 contoh-case-saraf209352766 contoh-case-saraf
209352766 contoh-case-saraf
 
Makalah kelompok 3
Makalah kelompok 3Makalah kelompok 3
Makalah kelompok 3
 
Lp rematik kep gerontik
Lp rematik kep gerontikLp rematik kep gerontik
Lp rematik kep gerontik
 
Saad askep steven jansen
Saad askep steven jansenSaad askep steven jansen
Saad askep steven jansen
 
ASMA2 YOHANA.pdf
ASMA2 YOHANA.pdfASMA2 YOHANA.pdf
ASMA2 YOHANA.pdf
 
gastroenteritis
gastroenteritisgastroenteritis
gastroenteritis
 
Asuhan keperawatan pada klien an. h usia sekolah dengan decompensasi kordis d...
Asuhan keperawatan pada klien an. h usia sekolah dengan decompensasi kordis d...Asuhan keperawatan pada klien an. h usia sekolah dengan decompensasi kordis d...
Asuhan keperawatan pada klien an. h usia sekolah dengan decompensasi kordis d...
 
Asuhan keperawatan pada klien an. h usia sekolah dengan decompensasi kordis d...
Asuhan keperawatan pada klien an. h usia sekolah dengan decompensasi kordis d...Asuhan keperawatan pada klien an. h usia sekolah dengan decompensasi kordis d...
Asuhan keperawatan pada klien an. h usia sekolah dengan decompensasi kordis d...
 
TUGAS KGD PNEUMONIA salinan.docx
TUGAS KGD PNEUMONIA salinan.docxTUGAS KGD PNEUMONIA salinan.docx
TUGAS KGD PNEUMONIA salinan.docx
 
Tinjauan pustaka 1
Tinjauan pustaka 1Tinjauan pustaka 1
Tinjauan pustaka 1
 
Saad askep steven jansen AKPER PEMKAB MUNA
Saad askep steven jansen AKPER PEMKAB MUNA Saad askep steven jansen AKPER PEMKAB MUNA
Saad askep steven jansen AKPER PEMKAB MUNA
 
Saad askep steven jansen AKPER PEMKAB MUNA
Saad askep steven jansen AKPER PEMKAB MUNA Saad askep steven jansen AKPER PEMKAB MUNA
Saad askep steven jansen AKPER PEMKAB MUNA
 
Kanker serviks (sistem reproduksi)
Kanker serviks (sistem reproduksi)Kanker serviks (sistem reproduksi)
Kanker serviks (sistem reproduksi)
 
Sistem empiema
Sistem empiemaSistem empiema
Sistem empiema
 
Sistem empiema
Sistem empiemaSistem empiema
Sistem empiema
 

Sistem Respirasi 1: Asuhan Keperawatan pada Emfisema

  • 1. MAKALAH SISTEM RESPIRASI 1 KELAINAN RESTRIKTIF DAN OBSTRUKTIF PADA SISTEM RESPIRASI “EMFISEMA” 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Kelompok 4/ kelas 2B: Rahmadiah Fitriani Sadokaki (130012068) Rany Trimustika Mayangsari (130012069) Ratika Dwi Febrian Putri (130012070) Risa lailatul Hidayah (130012071) Said (130012072) Silvianita Fitri Anggraini (130012073) Siti Aminah Hidayat (130012074) PRODI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM SURABAYA 2013
  • 2. KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat dan karuniaNyalah sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan dan tepat pada waktunya. Makalah ini berisikan materi “Sistem Respirasi 1” yang membahas tentang “Kelainan Restriktif Dan Obstruktif Pada Sistem Respirasi “Emfisema””. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi terhadap kita semua tentang bagaimana Emfisema tersebut. Selesainya penyusunan ini berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat : 1. Ibu Nety Mawardah Hatmanti selaku dosen mata kuliah Sistem Respirasi 1. 2. Ibu Wesiana Heris Santy selaku dosen pembimbing 3. Kepada keluarga tercinta yang memberikan dorongan dan bantuan serta pengertian besar terhadap penulis, baik dalam mengikuti perkuliahan baik dalam menyelesaikan Makalah ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan atas kebaikan yang di berikan kepada kami. Kami menyadari Makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan oleh kami.Akhirnya penulis berharap semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkompeten. Amin. Surabaya, 18 Mei 2013 Penulis
  • 3. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1 1.1 Latar Belakang................................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................1 1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................2 BAB II TINJAUAN TEORI ....................................................................................3 2.1 Definisi Emfisema ..........................................................................................3 2.2 Etiologi Emfisema ..........................................................................................4 2.2.1 Merokok ...................................................................................................4 2.2.2 Keturunan ...............................................................................................4 2.2.3 Infeksi ......................................................................................................5 2.2.4 Polusi Udara.............................................................................................5 2.2.5 Hipotesis Elastase-antielastase ................................................................5 2.3 Manifestasi Klinik Emfisema .........................................................................7 2.4 WOC Emfisema..............................................................................................7 2.5 Pemeriksaan Penunjang Emfisema ...............................................................12 2.6 Pengobatan Emfisema ..................................................................................13 BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA EMFISEMA ................................16 3.1 Pengkajian ....................................................................................................16 3.2 Diagnosa Keperawatan .................................................................................18 3.3 Perencanaan ..................................................................................................19 BAB IV PENUTUP ...............................................................................................28 4.1 Kesimpulan ...................................................................................................28 4.2 Saran .............................................................................................................28 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................30
  • 4. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak penyakit yang dikaitkan secara langsung dengan kebiasaan merokok. Salah satu yang harus diwaspadai adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) / Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Angka kesakitan penderita PPOK laki-laki mencapai 4%, angka kematian mencapai 6% dan angka kesakitan wanita 2% angka kematian 4%, umur di atas 45 tahun, (Barnes, 1997). Pada tahun 1976 ditemukan 1,5 juta kasus baru, dan tahun 1977 jumlah kematian oleh karena PPOK sebanyak 45.000, termasuk penyebab kematian di urutan kelima (Tockman MS., 1985). Menurut National Health Interview Survey, didapatkan sebanyak 2,5 juta penderita emfisema, tahun 1986 di Amerika Serikat didapatkan 13,4 juta penderita, dan 30% lebih memerlukan rawat tinggal di rumah sakit. The Tecumseh Community Health Study menemukan 66.100 kematian oleh karena PPOK, merupakan 3% dari seluruh kematian, serta urutan kelima kematian di Amerika (Muray F.J.,1988). Peneliti lain menyatakan, PPOK merupakan penyebab kematian ke-5 di Amerika dengan angka kematian sebesar 3,6%, 90% terjadi pada usia di atas 55 tahun (Redline S, 1991 dikutip dari Amin 1966). Pada tahun 1992 Thoracic Society of the Republic of China (ROC) menemukan 16% penderita PPOK berumur di atas 40 tahun, pada tahun 1994 menemukan kasus kematian 16,6% per 100.000 populasi serta menduduki peringkat ke-6 kematian di Taiwan (Perng, 1996 dari Parsuhip, 1998). Di Indonesia tidak ditemukan data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) DEPKES RI 1992 menemukan angka kematian emfisema, bronkitis kronik dan asma menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia (Hadiarto, 1998). Survey Penderita PPOK di 17 Puskesmas Jawa Timur ditemukan angka kesakitan 13,5%, emfisema paru 13,1%, bronkitis kronik 7,7% dan asma 7,7% (Aji Widjaja 1993). Pada tahun 1997 penderita PPOK yang rawat Inap di RSUP Persahabatan sebanyak 124 (39,7%), sedangkan rawat jalan sebanyak 1837 atau 18,95% (Hadiarto, 1998). Di RSUD Dr. Moewardi
  • 5. Surakarta tahun 2003 ditemukan penderita PPOK rawat inap sebanyak 444 (15%), dan rawat jalan 2368 (14%). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, angka kematian PPOK tahun 2010 diperkirakan menduduki peringkat ke-4 bahkan dekade mendatang menjadi peringkat ke-Semakin banyak jumlah batang rokok yang dihisap dan makin lama masa waktu menjadi perokok, semakin besar risiko dapat mengalami PPOK. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menemukan peningkatan konsumsi rokok tahun 1970-1993 sebesar 193% atau menduduki peringkat ke-7 dunia dan menjadi ancaman bagi para perokok remaja yang mencapai 12,8- 27,7%. Saat ini Indonesia menjadi salah satu produsen dan konsumen rokok tembakau serta menduduki urutan kelima setelah negara dengan konsumsi rokok terbanyak di dunia, yaitu China mengkonsumsi 1.643 miliar batang rokok per tahun, Amerika Serikat 451 miliar batang setahun, Jepang 328 miliar batang setahun, Rusia 258 miliar batang setahun, dan Indonesia 215 miliar batang rokok setahun. Kondisi ini memerlukan perhatian semua fihak khususnya yang peduli terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Atas dasar itulah, kami membahas lebih lanjut mengenai emfisema yang merupakan salah satu bagian dari PPOK khususnya mengenai Asuhan Keperawatan pada Klien Emfisema. Sehingga diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien emfisema. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana definisi dari emfisema? 2. Bagaimana etiologi dari emfisema? 3. Bagaimana manifestasi klinis dari emfisema? 4. Bagaimana WOC dari emfisema? 5. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari emfisema? 6. Bagaimana pengobatan emfisema? 1.3 Tujuan Penulisan 1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi dari emfisema. 2. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami etiologi dari emfisema.
  • 6. 3. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari emfisema. 4. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami WOC dari emfisema. 5. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang dari emfisema. 6. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pengobatan emfisema.
  • 7. BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Definisi Emfisema Emfisema paru adalah suatu keadaan abnormal pada anatomi paru dengan adanya kondisi klinis berupa melebarnya saluran udara bagain distal bronkhiolus terminal yang disertai dengan kerusakan dinding alveoli. Emfisema adalah penyakit paru menahun yang paling umum dan sering diklasifikasikan dengan bronkitis menahun karena kejadian simultan dari dua kondisi. (Arif Muttaqin, 2008) Pada istilah anatomi, emfisema mencakup bagian paru distal sampai bronkiolus terminal (acinus) dimana pertukaran gas terjadi. Emfisema mengakibatkan pembesaran acinus permanen dan abnormal yang disertai perubahan destruktif. Emfisema dapat diklasifikasikan sebagai vesikular bila melibatkan ruang distal sampai bronkiolus terminal dan interlobular atau interstisial bila emfisema mempengaruhi jaringan di antara ruang udara. Emfisema tamak berkaitan dengan banyak cedera yang terjadi jangka panjang. Prevalensi dan beratnya paling besar pada individu lansia. Jaringan elastin dan serat dari alveoli dan jalan napas dirusak. Alveoli membesar, dan banyak dindingnya dihancurkan. Perusakan alveolar menimbulkan pembentukan ruang udara yang lebih besar daripada normal, yang sangat menurunkan permukaan difusi alveolar. Bila proses mulai, proses ini berjalan lambat dan tidak konsisten. Tabel 10-2. Klasifikasi Emfisema Klasifikan Deskripsi Menyebar atau umum Lobulus atau acini seluruh paru yang terkena. Fokal Dihubungkan dengan deposisi debu fokal (mis., debu karbon). Iregular Dihubungkan dengan pengerutan jaringan parut fibrotik, biasanya karena penyakit lama.
  • 8. Obstruktif Disertai dengan obstruksi bronkial yang dapat dilihat. Bula Ruang emfisematosus lebih dari 1 cm dalam paru yang mengembang; dapat terjadi pada tipe emfisema apapun. 2.2 Etiologi Emfisema 2.2.1 Merokok Merokok merupakan penyebab utama emfisema. Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan penurunan volume ekspirasi paksa (FEV) (Nowak, 200) 2.2.2 Keturunan Belum diketahui jelas apakah factor keturunan beeperan atau tidak pada emfisema kecuali pada penderita dengan defisiensi enzim alfa 1antitripsin. Kerja enzim ini menetralkan enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru, karena itu kerusakan jaringan lebih jauh dapat dicegah. Defisiensi
  • 9. alfa 1-antitripsin adalah suatu kelainan yang diturunkan secara autonom resesif.. orang yang sering menderita emfisema paru adalah penderita yang memilki gen S atau Z. emfisema paru akan lebih cepat timbul bila penderita tersebut merokok. 2.2.3 Infeksi Infeksi dapat menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejala-gejalanya pun menjadi lebih berat. Infeksi salurang pernapasan atas pada seorang penderita bronchitis kronis hamper sellau menyebabkan infeksi paru bagian bawah, dan menyebabkan kerusakan paru bertambah. Eksaserbasi bronchitis kronis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus, yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri. 2.2.4 Polusi Udara Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan terjadinya emfisema. Insidensi dan angka kematian emfisema dapat lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi. Polusi udara seperti halnya asap tembakau juga menyebabkan gangguan pada silia, menghambat fungsi makrofag alveolar. 2.2.5 Faktor Sosial Ekonomi Emfisema lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin kerena perbedaan pola merokok, selain itu mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek. 2.2.6 Hipotesis Elastase-antielastase Didalam paru terdapt keseimbangan antara keduanya akan menimbulkan kerusakan pada jaringan elastik paru. Struktur paru akan berubah dan ditimbullah emfisema. Sumber elastase yang penting adalah pangkreas, sel-sel PMN, dam makrofag alveolar (Pulmonary alveolar macrophage- PAM). Rangsangan pada bau antara lain oleh asap rokok dan infeksi menyebabkna elastase bertambah banyak. Aktivitas system antielastase, yaitu sistem enzim alfa 1-proteaseinhibitor terutama enzim alfa 1-antitripsin menjadi menurun. Akibat yang ditimbulkan karena tidak ada lagi keseimbnagan antara elastase
  • 10. dan antielastase akan menimbulkan kerusakan jaringan elastic paru dan kemudian emfisema. (Arif Muttaqin, 2008)
  • 11. 2.3 Manifestasi Klinis Emfisema Emfisema paru adalah suatu penyakit menahun, terjadi sedikit demi sedikit bertahun-bertahun. Biasanya mulai pada pasien perokok berumur 1525 tahun. Pada umur 25-35 tahun mulai timbul perubahan pada saluran nafas kecil dan fungsi paru. Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada umur 45-55 tahun terjadi sesak nafas, hipoksemia dan perubahan spirometri. Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal, yang dapat menyebabkan kegagalan nafas dan meninggal dunia. Pada pengkajian fisik didapatkan : 1. Dispnea 2. Pada inspeksi: bentuk dada „burrel chest‟ 3. Pernapasan dada, pernapasan abnormal tidak efektif, dan penggunaan otot-otot aksesori pernapasan (sternokleidomastoid). 4. Pada perkusi: hiperesonans dan penurunan fremitus pada seluruh bidang paru. 5. Pada auskultasi: terdengar bunyi napas dengan krekels, ronki, dan perpanjangan ekspirasi. 6. Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan umum 7. Distensi vena leher selama ekspirasi. Adapun gejala dari penyakit emfisema paru-paru diantaranya adalah: 1. Pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis kronis. 2. Napas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit. 3. Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, penderita sampai membungkuk. 4. Bibir tampak kebiruan 5. Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun 6. Batuk menahun 2.4 WOC Emfisema Pada emfisema paru, terdapat pelebaran secara abnormal saluran udara sebelah distal bronchus terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus. Pembagian Paracicatrical Klinis Terdapat pelebaran saluran udara dan kerusakan dinding alveolus di tepi suatu lesi fibrotik paru
  • 12. Lobular Pelebaran saluran udara dan kerusakan dinding alveolus/lobules sekunder Pembagian menurut lokasi tempat proses Sentrolobular Kerusakan terjadi di daerah sentarl asinus. Daerah distalnya tetap normal. Panlobular Kerusakan terjadi di seluruh asinus Kerusakan terdapat di seluruh asinus, tetapi tidak dapat ditentukan dari mana mulainya. Patologi Emfisema (American Thoracic Society, 192) (Sumber: Nowak dan Hanford, 200) Adanya inflamasi, pembengkakan bronchi, produksi lender yang berlebuhan, kehilanagan recoil elastisitas jalan napas dan kolaps bronkhiolus serta penurunan redistribusi udara ke alveoli menimbulkan gejala sesak pada klien emfisema. Pada paru normal terjadi keseimbanagn antara tekanan yang menarik jaringan paru keluar (yang disebabkan tekanan intrapleural dan otototot dinding dada) dengan tekanan yang menarik jaringan apru kedalam (elastisitas paru). Keseimbangan timbul antara kedua tekanan tersebut, volume paru yang terbentuk disebut sebagai functional residual capacity (FRC) yang normal. Bila elastisitas paru berkurang timbul keseimbangan paru dan menghasilkan
  • 13. FRC yang lebih besar. Volume residu bertambah pula, tetapi VC menurun. Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik jaringan paru akan berkurang, sehingga saluran pernapasan bagian bawah paru akan tertutup. Pada klien dengan emfisema, saluran-saluran pernapasan tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Akibat cepatnya saluran pernapasan menutup dan dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Namun, semua itu bergantung pada kerusakannya. Mungkin saja terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/tidak ada, tetapi perfusinya baik sehingga penyebarab udara pernapasan maupun aliran darah ke alveoli tidak sama dan merata. Atau dapat dikatakan juga tidak ada keseimbangan antara ventilasi dan perfusi di alveoli (V/Q rasio yang tidak sama). Pada tahap akhir penyakit, sistem eliminasi karbon dioksida mengalami kerusakan. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan karbon dioksida dalam darah arteri (Hiperkapnea) dan menyebabkna asidosis respiratorik.karena dinding alveolar terus mengalami keruskan, maka jaringan-jaring kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam area pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan (kor pulmonal) adalah salah satu komplikasi emfisema. Terdapatnya kongesti, edema tungkai (edema dependen), destensi vena jugularis, atau nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung (Nowark, 200). Sekresi yang meningkat dan tertahan menyebabkan klien tidak mampu melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronis menetap dalam paru yang mengalami emfisema, ini memperberat maslah. Individu dengan emfisema akan mengalami obstruksi kronis yang ditandai oleh peningkatan tahanan jalan napas aliran masuk dan aliran keluar udara dari paru-paru jika demikian, paru berada dalam keadaan hiperekspansi kronis. Untuk mengalirkan udara kedalam dan keluar paru dibutuhkan tekanan negative selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkatan adekuat yang
  • 14. harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi berlangsung. Kinerja ini membutuhkan kerja keras otot-otot pernapasan yang berdampak pada kekakuan dada dan iga-iga terfiksasi pada persediannya dengan bermanifestasi pada perubahan bentuk dada dimanan rasio diameter AP: Transversal mengalami peningkatan (Barel Chest). Hal ini terjadi akibat hilangnya elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang. Pada beberapa kasus, barrel chest terjadi akibat kifosis dimana tulang belakang bagian atas secara abnormal bentuknya membulat atau cembung. Beberapa klien membungkuk ke depan untuk dapat bernapas, menggunakan otot-otot bantu napas. Retraksi fosa supraklavikula yang terjadi pada inspirasi mengakibatkan bahu melengkung ke depan. Pada penyakit lebih lanjut, otototot abdomen juga ikut berkonstraksi saat inspirasi. Terjadi penurunan progresif dalam kapasitas vital paru. Ekshalasi normal menjadi lebih sulit dan akhirnya tidak memungkinkan terjadi. Kapasitas vital total (VC) mungkin normal, tetapi rasio dari volume ekspirasi kuat dalam 1 detik dengan kapasitas vital (FEV;VC) rendah. Hal ini terjadi karena elastisitas alveoli sangat menurun. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya bagi klien untuk menggerakkan udara dari alveoli yang mengalami kerusakan dan jalan napas yang menyempit meningkatkan upaya pernapasan (Smeltzer dan Bare, 2002).
  • 15. Gambar dibawah ini adalah patofisiologi emfisema paru yang mengarah pada terjadinya masalah keperawatan: Faktor Predisposisi: Merokok, polusi udara, agenagen infeksius, allergen dan lingkungan kerja. Inflamasi dan pembengkakan bronchus, produksi lendir yang berlebihan Faktor Predisposisi: Familial Defisiensi enzim alfa 1-antitripsin Penurunan kemampuan batuk efektif Kehilangan rekoil elastisitas jalan napas, kolaps bronkiolus, dan penurunan redistribusi udara ke alveoli. Ketidakefektifan bersihan jalan napas Risiko tinggi infeksi pernapasan Peningkatan tahanan jalan napas aliran masuk dan aliran keluar udara dari paru-paru. Penigkatan kerja Pernapasan, hipoksemia secara reversible Gangguan Pertukaran Gas Keluhan sistemis, mual, intake nutrisi tidak adekuat, malaise, kelemahan dan keletihan fisik Perubahan pemenuhan nutrisi yang kurang dari kebutuhan Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, penggunaan obat bantu pernapasan Respons Sistemik dan psikologis Keluhan psikososial, kecemasan, ketidaktahuan akan prognosis Kecemasan Ketidaktahuan/pemenuhan informasi
  • 16. 2.5 Pemeriksaan Penunjang Emfisema Pemeriksaan Diagnostik a. Pengukuran Fungsi Paru (Spirometri) Pengukuran fungsi paru biasanya menunjukkan kapasitas paru total (TLC) dan volume residual (RV). Terjadi penurunan dalam kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi paksa (FEV). Temuantemuan ini menegaskan kesulitan ynag dialami klien dalam mendorong udara keluar dari paru. No Normal Pada klien Emfisema TLC 6000 ml  6000 ml RV 1200 ml  1200 ml VC 4800 ml < 4800 ml FEV 1100 ml < 1100 ml b. Pemeriksaan Laboratorium Hemoglobin dan hematokrit mungkin normal pada tahap awal penyakit. Dengan perkembangan penyakit, pemeriksaan gas darah arteri dapat menunjukkan adanya hipoksia ringan dengan hiperkapnea. Hemoglobin normal: 11.0-16.5 gr/dl Hemoglobin pasien emfisema: 17 gr/dl Hematokrit normal: 35.0-50.0 % Hematokrit pasien emfisema: 51 % PO2 Normal : 80-100 mmHg Hipoksia ringan : PaO2 of 60-80 mmHg Hipoksia sedang: PaO2 of 40-60 mmHg Hipoksia Berat PaO2 < 40 mmHg c. Pemeriksaan radiologis Rontgen thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran margin interkosta, dan jantung sering ditemukan bagai tergantung ( Heart till drop). (Dilihat pada gambar berikut)
  • 17. G Gambar (Kanan) Gambar paru-paru normal (Kiri) perubahan dalam struktur rontgen thoraks menunjukkan hiperinflasi dengan hemidiafragma mendatar dan rendah. d. Analisis Gas Darah Ventilasi yang hampir adekuat masih sering dapat dipertahankan oleh pasien emvisema paru. Sehingga PaCO2 rendah atau normal. Saturasi hemoglobin pasien hampir mencukupi. PaCO2 normal : 35-45 mmHg PaCO2 Pasien emfisema : < 45 mmHg 2.6 Pengobatan Emfisema Penatalaksanaan emfisema paru terbagi atas: 1. Penyuluhan, Menerangkan pada para pasien hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal yang harus dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik. 2. Pencegahan a. Rokok, merokok harus dihentikan meskipun sukar.Penyuluhan dan usaha yang optimal harus dilakukan. b. Menghindari lingkungan polusi, sebaiknya dilakukan penyuluhan secara berkala pada pekerja pabrik, terutama pada pabrik-pabrik yang mengeluarkan zat-zat polutan yang berbahaya terhadap saluran nafas. c. Vaksin, dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi, terutama terhadap influenza dan infeksi pneumokokus. 3. Terapi Farmakologi, tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan nafas yang masih mempunyai komponen reversible meskipun sedikit. Hal ini dapat dilakukan dengan:
  • 18. a. Pemberian Bronkodilator, Golongan teofilin, biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg BB per oral dengan memperhatikan kadar teofilin dalam darah. Konsentrasi dalam darah yang baik antara 10-15mg/L. Golongan agonis B2, biasanya diberikan secara aerosol/nebuliser. Efek samping utama adalah tremor,tetapi menghilang dengan pemberian agak lama. b. Pemberian Kortikosteroid, pada beberapa pasien, pemberian kortikosteroid akan berhasil mengurangi obstruksi saluran nafas. Hinshaw dan Murry menganjurkan untuk mencoba pemberian kortikosteroid selama 3-4 minggu. Kalau tidak ada respon baru dihentikan. c. Mengurangi sekresi mukus Minum cukup, supaya tidak dehidrasi dan mukus lebih encer sehingga urine tetap kuning pucat. Ekspektoran, yang sering digunakan ialah gliseril guaiakolat, kalium yodida, dan amonium klorida. Nebulisasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan mengencerkan sputum. Mukolitik dapat digunakan asetilsistein atau bromheksin. 4. Fisioterapi dan Rehabilitasi, Tujuan fisioterapi dan rehabilitasi adalah meningkatkan kapasitas fungsional dan kualitas hidup dan memenuhi kebutuhan pasien dari segi social, emosional dan vokasional. Program fisioterapi yang dilaksanakan berguna untuk : a. Mengeluarkan mukus dari saluran nafas. b. Memperbaiki efisiensi ventilasi. c. Memperbaiki dan meningkatkan kekuatan fisis 5. Pemberian O2 dalam jangka panjang, akan memperbaiki emfisema disertai kenaikan toleransi latihan. Biasanya diberikan pada pasien hipoksia yang timbul pada waktu tidur atau waktu latihan. Menurut Make, pemberian O2 selama 19 jam/hari akan mempunyai hasil lebih baik dari pada pemberian 12 jam/hari.
  • 20. BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN EMFISEMA 3.1 Pengkajian 3.1.1 Anamnesis Dispnea adalah keluhan utama emfisema dan mempunyai serangan (onset) yang membahayakan. Klien biasaya mempunyai riwayat merokok, batuk kronis yang lama, mengi serta napas pendek dan cepat (takipnea). Gejala-gejala diperburuk oleh infeksi pernapasan. Parawat perlu mengkaji obat-obat yang biasa diminum klien, memeriksa kembali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk digunakan kembali. Riwayat Kesahatan a) Keluhan Utama Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dengan emfisema untuk meminta pertolongan kesehatan adalah sesak napas, batuk produktif, berat badan menurun. b) Riwayat Kesehatan Sekarang Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Keluhan batuk timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Tanyakan selama keluhan batuk muncul, apakah ada keluhan lain. Jika keluhan utama atau yang menjadi alasan klien meminta pertolongan kesehatan adalah sesak napas, maka perawat perlu mengarahkan atau menegaskan pertanyaan untuk membedakan antara sesak napas yang disebabkan oleh gangguan pada sistem pernapasan dan sistem kardiovaskular. Agar memudahkan perawat mengkaji keluhan sesak napas, maka dapat dibedakan sesuai tingkat klasifikasi sesak. Pengkajian ringkas dengan menggunakan PQRST dapat lebih memudahkan perawat dalam melengkapi pengkajian.
  • 21. 1. Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab sesak napas? 2. Quality of Pain : apa sesak napas yang dirasakan atau digambarkan klien 3. Region : dimana rasa berat dalam melakukan pernapasan? 4. Severity (scale) of pain : seberapa jauh rasa esesak yang dirasakan klien 5. Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari. c) Riwayat Kesehatan Dahulu Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah menderita bronkhitis atau infeksi pada saluran pernapasan atas, keluhan batuk lama pada masa kecil, dan penyakit lainnya yang memperberat emfisema. d) Riwayat Kesehatan Keluarga Secara patologi emfisema diturunkan, dan perawat perlu menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai lainnya sebagai faktor predisposisi penularan didalam rumah. 3.1.2 Pemeriksaan Fisik Fokus b. Inspeksi Pada klien dengan emfisema terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan serta penggunaan otot bantu napas. Pada inspeksi, klien biasanya tampak mempunyai bentuk dada barrel chest (akibat udara yang terperangkap), penipisan massa otot, dan pernapsan dengan bibir dirapatkan. Pernapsan abnormal tidak efektif dan penggunaan otot-otot bantu napas (Sternokleidomastoideus). Pada tahap lanjut, dispnea terjadi saat aktivitas bahkan pada aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan dan mandi. Pengkajian batuk produktif dengan sputum purulen disertai mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi pernapasan. demam
  • 22. c. Palpasi Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun. d. Perkusi Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragama menurun. e. Auskultasi Sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan wheezing sesuai tingkat beratnya obstruktif pada bronkhiolus. Pada pengkajian lain, didapatkan kadar oksigen yang rendah (hiposemia) dan kadar karbon dioksida yang tinggi (hiperkapnea) terjadi pada tahap lanjut penyakit. Pada waktunya, bahkan gerakan ringan sekalipun seperti membungkuk untuk mengikatkan tali sepatu, mengakibatkan dispnea dan keletihan (dispnea eksersional). Paru yang mengalami emfisematosa tidak berkonstraksi saat ekspirasi dan bronkhiolus tidak dikosongkan secara efektif dari seksresi yang dihasilkannya. Klien rentan terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat pengumpulan sekresi ini. Setelah infeksi ini terjadi, kien mengalami mengi yang berkepanjangan saat ekspirasi. Anoreksia, penurunan berat badan dan kelemahan merupakan hal yang umum terjadi. Vena jugularis mungkin mengalami distenis selama ekspirasi. 3.1 Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya bronkhokonstriksi, akumulasi secret jalan napas, dan menurunnya kemampuan batuk efektif. 2. Risiko tinggi infeksi pernapaan yang berhubungan dengan akumulasi secret jalan napas dan menurunnya kemampuan batuk efektif. 3. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan peningkatan kerja pernapasan, hipoksemia secara reversible/menetap 4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kutang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan nafsu makan.
  • 23. 5. Ansietas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (Ketidakmampuan utnuk bernapas). 6. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan. 3.2 Perencanaan No 1. Diagnosa Tujuan & Kriteria Keperawatan hasil 1. Ketidakefektifan Setelah Intervensi dilakukan 1. Auskultasi bersihan jalan tindakan keperawatan dada napas yang selama Rasional bagian 1. Mengetahui posterior berhubungan dengan 3x24 maka jam anterior dan akumulasi pasien ventilasi yang jalan efektif. 2. Kaji/pantau menurunnya pernafasan, 2. Takipnea frekuensi efektif. 1. Pasien dapat batuk efektif pada catat ada beberapa derajat dan dapat rasio inspirasi mengi ditemukan (emfisema) 2. Mengeluarkan secret suara napas tambahan jalan napas, dan Dengan kriteria hasil: kemampuan batuk dan adanya pembersihan secret napas atau ketiadaan adanya menunjukkan bronkhokonstriksi, penurunan penerimaan/sela secara pada ma stress/adanya efektif proses 3. Mempunyai jalan infeksi akut. Pernafasan napas yang paten dapat dan 4. Pada melambat ferkuensi pemeriksaan ekspirasi auskultasi, memanjang memiliki suara dibanding napas yang jernih 5. Mempunyai irama inspirasi 3. Ajarkan cara batuk 3. batuk dan efektif yang terkontrol dan frekuensi efektif pernapasan dalam memudahkan rentang normal pengeluaran dapat
  • 24. 6. Mempunyai sekret yang fungsi paru dalam melekat di jalan batas normal napas 4. Ajarkan klien teknik 4. Ventilasi nafas dalam maksimal membuka lumen jalan napas dan memudahkan pengeluaran sekret napas. 5. Atur posisi pasien 5. Untuk misalnya bagaian pengembangan kepala tempat tidur maksimal rongga ditinggikan 45o dada. Peninggian kecuali ada kepala kontraindikasi tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi 6. Informasikan 6. Agar pasien dan kepada pasien dan keluarga keluarga mengetahui tentang larangan merokok di bahaya merokok dalam untuk perawatan; ruang beri kesehatan masing-masing penyuluhan tentang dan mencegah pentingnya berhenti infeksi merokok. nosokomial,
  • 25. 7. Aktivitas 7. Menurunkan Kolaboratif: Berikan kekentalan sekret humidifikasi mempermudah tambahan mis nubuter pengeluaran dan nubuliser, humidiper membantu aerosol ruangan menurunkan/ dan mencegah membantu pembentukan menurunkan mukosa /mencegah pada bonrkus tebal pembentukan mukosa pada bronkus No 2 . Diagnosa Tujuan & Kriteria Keperawatan hasil 1. Risiko tinggi Setelah Intervensi Rasional dilakukan 1. Awasi suhu 1. Demam dapat infeksi pernapaan tindakan terjadi yang berhubungan keperawatan selama infeksi/ dengan akumulasi 3x24 dehidrasi. jam maka secret jalan napas ganguan pernapasan 2. Kaji dan menurunnya berkurang. Dengan karena pentingnya 2. Aktifitas ini latihan nafas, batuk meningkatkan kemampuan batuk kriteria hasil: efektif, mobilisasi efektif. posisi a. Menyatakan pemahaman masukan penyebab / faktor perubahan sering, dan adekuat cairan sekret 3. Tunjukkan dan bantu 3. Cegah pasien unkan pembuangan tisu dan patogen sputum cairan infeksi. terjadi infeksi paru mencegah/menur resiko untuk resiko b. Mengidentifikasi untuk pengeluaran menurunkan resiko individu. intervensi dan tentang penyebaran melalui
  • 26. c. Menunjukkan 4. Dorong 4. Menurunkan teknik, perubahan keseimbangan antara konsumsi/ pola hidup untuk aktifitas dan istirahat kebutuhan meningkatkan keseimbangan lingkungan yang oksigen aman. memperbaiki dan pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan 5. Dapatkan spesimen 5. Dilakukan untuk dengan mengidentifikasik batuk/penghisapan an untuk penyebab pewarnaan organisme dan kuman gram kultur / kerentanan sensitivitas terhadap berbagai anti mikrobia. Diagnosa 3. Tujuan dan criteria Keperawatan No hasil 1. Gangguan pertukaran Setelah dengan Rasional dilakukan 1. Tingkatkan gas tindakan keperawatan yang berhubungan selama Intervensi 3x24 maka jam ganguan 1. Untuk mencegah keseimbangan asam- adanya basa asidosis dan cegah dan alkalosis komplikasi akibat respiratori peningkatan kerja pernapasan berkurang. ketidakseimbangan maupun pernapasan, asam-basa metabolisme. Dengan kriteria hasil: hipoksemia secara 1. Frekuensi reversible/menetap pernapasan . 2. Fasilitasi kepatenan 2. Agar 16- 20x/menit jalan napas normal. 3. Tidak ada Dispnea mendapatkan napas 2. Irama pernapasan pasien secara adekuat. 3. Analisis secara kritis 3. Agar dapat lebih data laboratorium mudah
  • 27. saat istirahat. pasien untuk mengambil membantu tindakan pengambilan tepat keputusan klinis. yang pasien. untuk 4. Gunakan alat buatan 4. Alat untuk membantu pasien bernapas bantu pernapsan diberikan untuk memperlancar pernapasan pasien. 5. Berikan oksigen dan 5. Pasien dapat pantau memeperlancar efektivitasnya pernapasannya. 6. Kumpulkan dan 6. Perawat analisis data pasien mengetahui untuk reaksi memastikan kepatenan jalan napas dan pasien setelah diberikan bantuan alat adekuatnya buatan pertukaran gas. peernapasan. 7. Tingkatkan pola 7. Agar pasien dapat pernapasan spontan meningkatkan yang optimal dalam pola memaksimalkan secara pertukaran 16-20x/menit oksigen pernapasan normal. dan karbondioksida di dalam paru. 8. Pantau tanda-tanda 8. Menentukan dan vital pasien mencegah komplikasi pada pasien.
  • 28. No . Diagnosa Tujuan dan kriteria Keperawatan hasil 1. Gangguan Setelah Intervensi Rasional dilakukan 1. Berikan makanan yang 1. Meningkatkan pemenuhan tindakan keperawatan sesuai dengan pilihan nafsu makan klien kebutuhan selama 3x 24 jam klien karena nutrisi: dari kurang maka nutrisi kebutuhan tercukupi. tubuh klien berhubungan dengan keinginan Dengan yang kriteria hasil: klien. 2. Pertahankan 1. Pasien akan dengan mempertahankan penurunan nafsu makan 2. Agar intake pasien sesuai jadwal nutrisi pasien makan dan kudapan terpenuhi sesuai berat badan makan. sesuai kebutuhan. 2. Mempertahnkan 3. Beritahukan kepada 3. Pasien massa tubuh dan pasien berat badan dalam memenuhi kebutuhan mengerti batas normal. nutrisi tubuh dapat pentingnya 3. Selera pentingnya makan mengetahui dan tentang memenuhi meningkat kebutuhan nutrisi. 4. Timbang berat badan 4. Mengetahui intake setiap hari sesuai dengan indikasi. 5. Temani cairan yang masuk. pasien ke 5. Untuk kamar mandi setelah mengobservasi makan/mengudap. adanya muntah yang disengaja. 6. Tindakan kolaboratif 6. Tujuannya: Berikan diet sesuai a. Berguna untuk kebutuhan: membuat a. Makanan lunak program b. Berikan untuk memenuhi sesuai antiemetik obat indikasi diet kebutuhan individu. b. Untuk menekan
  • 29. timbulnya rangsangan yang dapat menghambat intake oral. No 5. Diagnosa Tujuan dan kriteria Keperawatan hasil 1. Ansietas yang Setelah berhubungan dengan dan 1. Mengetahui dokumentasikan tingkat adanya selama 3x 24 jam tingkat kecemasan kecemasan klien. maka ansietas klien pasien, termasuk kematian yang berkurang. dibayangkan (Ketidakmampua Dengan kriteria hasil: 1. Pasien bernapas). Rasional dilakukan 1. Kaji tindakan keperawatan ancaman n Intervensi utnuk reaksi fisik klien. 2. Beri dorongan kepada 2. Pasien dapat meneruskan pasien untuk dapat merasakan mengungkapkan kenyamanan secara verbal pikiran setelah dibutuhkan dan perasaan untuk mengungkapakan meskipun mengeksternalisasi perasaan mengalami ansietas pkiran. aktivitas yang kecemasan dan 3. Sediakan pengalihan 3. Untuk 2. Menunjukkan melalui televise, menurunkan kemampuan untuk radio, permainan serta ansietas klien dan berfokus berikan terapi okupasi memperluas pengetahuan pada dan fokus. keterampilan yang 4. Dorong pasien untuk 4. Agar pasien bisa baru mengekspresikan 3. Mengidentifikasi gejala merupakan yang lebih tenang dan kemarahan dan iritasi merasa lega serta izinkan pasien dengan ekspresi untuk menangis. emosi. indicator ansietas 5. Informasikan tentang 5. Pasien pasien sendiri gejala-gejala ansietas mengetahui gejal-
  • 30. 4. Mengkomunikasik gelala cemas an kebutuhan dan 6. Berikan obat untuk 6. Ansietas perasaan negative meurunkan secara tepat jika perlu. 5. Memiliki ansietas, pasien dapat ditekan dengan obat anti- tanda- ansietas. tanda vital dalam batas normal. No 6. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Keperawatan Hasil Kurangnya Setelah dilakukan yang pernafasan, selama 3x 24 jam maka dengan informasi Klien Rasional 1. Diskusikan keperawatan pengetahuan yang tindakan berhubungan Intervensi mampu untuk obat 1. Penting bagi pasien efek memahami samping dan reaksi perbedaan yang tak diinginkan efek tidak mengetahui antara samping mengganggu adekuat mengenai pengertian/informasi efek proses dan merugikan penyakit tentang penyakit dan dan pengobatan. pengobatan. Dengan 2. Berikan informasi 2. Menurunkan kriteria hasil: tentang a. Menyatakan pengobatan pemahaman kondisi samping rencana yang akan dilakukan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi atau proses penyakit pada dan tindakan. pengobatan b. Mengidentifikasi 3. Beri hubungan tanda/gejala ada dari proses penyakit dan menghubungkan dengan penyebab. penyuluhan 3. Meningkatkan sesuai yang faktor rencana dengan pemahaman klien tingkat pemahaman tentang penyakit dan klien, pengobatan informasi ulangi bila yang akan dilakukan. diperlukan. 4. Fasilitasi Pembelajaran 4. Meningkatkan kemampuan memproses untuk dan
  • 31. memahami informasi yang ingin diketahui klien. 5. Berikan waktu 5. klien dapat kepada pasien untuk menanyakan apa mengajukan yang ingin diketahui pertanyaan klien tentang penyakitnya ataupun yang lainnya
  • 32. BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Emfisema adalah penyakit paru menahun yang paling umum dan sering diklasifikasikan dengan bronkitis menahun karena kejadian simultan dari dua kondisi. Penyebab atau etiologi emfisema yaitu: merokok, keturunan, infeksi, polusi udara, dan hipotesis elastase-antielastase. Pada emfisema paru, terdapat pelebaran secara abnormal saluran udara sebelah distal bronchus terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus. Adapun gejala dari penyakit emfisema paru-paru diantaranya adalah: 1. pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis kronis. 2. Napas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit. 3. Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, penderita sampai membungkuk. 4. Bibir tampak kebiruan 5. Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun 6. Batuk menahun Pemeriksaan penunjang pada kasus emfisema dapat dilakukan sebagai berikut: pengukuran fungsi paru (Spirometri), pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologis. Sasaran utama pengobatan emfisema adalah untuk memeprbaiki kualitas hidup, memperlambat progresi penyakit, dan utnuk mengatasi obstruksi jalan napas untuk menghilangkan hipoksia. Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan gangguan pernapasan “emfisema” adalah sebagai berikut: pengkajian, diagnosa keperawatan, dan perencanaan. 4.2 Saran Sebagai perawat diharapkan mampu untuk melakukan asuhan keperawatan terhadap penderita emfisema. Perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik. Dalam hal ini melakukan penyuluhan mengenai
  • 33. pentingnya hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal yang harus dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik.
  • 34. DAFTAR PUSTAKA Brunner dan Suddarth. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC Davey Patrick. 2005. At a Glance MEDICINE. Jakarta: Erlangga Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi. Jakarta: EGC Kozier dan ERB. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta: EGC Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika Robins dan Cotran. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Jakarta: EGC Tambayong, Jan. 2001. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC Tamsuri, Anas. 2008. Klien Gangguan Pernapasan: Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC Wilkinson, Judith M. & Ahern, Nancy R. 2011. Buku Saku: Diagnosa Keperawatan edisi 9. Jakarta: EGC