3. PENGERTIAN ASBABUN NUZUL
Secara bahasa asbab al nuzul terdiri dari kata
“asbab” jamak dari “sababa” yang mempunyai arti
latar belakang, alasan atau sebab. Sedangkan kata
“nuzul” berasal dari kata “nazala” yang berarti turun.
Dengan demikian asbab al nuzul adalah suatu peristiwa
atau apa saja yang menyebabkan turunnya ayat-ayat al-
Qur’an baik secara langsung atau tidak langsung.
Sedangkan secara istilah asbab an-nuzul adalah
kejadian/peristiwa yang melatarbelakangi turunnya
ayat al-Qur’an dalam rangka menjawab, menjelaskan
dan menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dari
kejadian tersebut.
4. MACAM-MACAM ASBABUN NUZUL
Dilihat dari sudut pandang yang dipergunakan.
a. Sarih (jelas)
Artinya riwayat yang memang sudah jelas
menunjukkan asbabunnuzul dengan indikasi
menggunakan lafal (pendahuluan).
b. Muhtamilah (masih kemungkinan atau belum pasti)
Riwayat belum dipastikan sebagai asbab an-Nuzul
karena masih terdapat keraguan.
5. Dilihat dari sudut pandang terbilangnya asbabun
nuzul untuk satu ayat atau terbilangnya ayat untuk
satu sebab asbab an-nuzul.
a. Beberapa sebab yang hanya melatarbelakangi
turunnya satu ayat
b. Satu sebab yang melatarbelakangi turunnya
beberapa ayat.
6. CARA MENGETAHUI ASABABUN NUZUL
Secara umum disimpulkan oleh para ulama ada
empat yaitu:
1.Diungkapkan dengan kata-kata sebab
2.Diungkapkan dengan kata fa ( maka )
3.Diungkapkan dengan kata nuzuli fi ...
4.Tidak diungkapkan dengan kata-kata, tetapi
pada ayat tersebut telah menunjukkan alur
ceritanya
7. MANFAAT MENGETAHUI ASBABUN NUZUL
Membawa kepada pengetahuan tentang rahasia dan tujuan
Allah secara khusus mensyari’atkan agama-Nya melalui al-qur’an.
Membantu dalam memahami ayat dan menghindarkan
kesulitannya.
Dapat menolak dugaan adanya Hasr ( pembatasan ).
Dapat mengkhususkan (Takhsis) hukum pada sebab.
Sebab turun ayat tidak pernah keluar dari hukum yang
terkandung dalam ayat tersebut sekalipun datang
mukhasisnya ( yang mengkhususkannya ).
Diketahui ayat tertentu turun padanya secara tepat sehingga
tidak terjadi kesamaran.
Akan mempermudah orang menghafal ayat-ayat al-qur’an
serta memperkuat keberadaan wahyu dalam ingatan orang
yang mendengarnya.
8. CONTOH AYAT AL-QUR’AN YANG MEMILIKI
ASBABUN NUZUL
QS Al-Baqarah ayat 221 yang artinya :
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik,
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak
yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun
dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan
orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin)
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang
mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia
menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang
Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.
dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-
Nya) kepada manusia supaya mereka
mengambil pelajaran.”
9. Turunnya ayat ini adalah karena ada peristiwa
sebagai berikut :
Nabi mengutus Murtsid al-Ghanawi kemekah untuk
tugas mengeluarkan orang-orang islam yang lemah.
Setelah dia sampai disana,dia dirayu oleh seorang
wanita musyrik yang cantik dan kaya, tetapi dia
menolak, karena takut kepada Allah. Kemudian
wanita tersebut datang lagi dan minta agar dikawini.
Murtsid pada prinsipnya dapat menerimanya, tetapi
dengan syarat setelah mendapat persetujuan dari
Nabi. Setelah dia kembali ke madinah, dia
menerangkan kasus yang dihadapi dan minta izin
kepada Nabi untuk menikah dengan wanita itu. Maka
turunlah surat Al-Baqarah ayat 221 tersebut.
10. PENGERTIAN ASBABUL WURUD
Secara etimologis ” asbabul wurud ” merupakan
susunan idlofah, yang berasal dari kata asbab dan wurud.
Kata ” asbab adalah bentuk jama’ dari kata “sabab”, yang
berarti segala sesuatu yang dapat mehubungkan pada
sesuatu yang lain. Sedangkan kata “wurud” merupakan
bentuk isim masdar dari waroda, yaridu, wuruudan yang
berarti datang atau sampai. Secara terminologi asbabul
wurud adalah peristiwa-peristiwa atau pertanyaan-pertanyaan
yang lainnya yang terjadi pada saat hadits
tersebut di sabdakan oleh Nabi SAW, dapat berfungsi
sebagai acuan analisis dalam menentukan apakah hadits
tersebut bersifat khusus, umum, mutlak atau muqoyyad,
naskh atau mansukh dan lain sebagainya.
11. MACAM-MACAM ASBABUL WURUD
Menurut Imam As-Suyuthi asbabul wurud itu
dapat dikategorikan menjadi tiga macam,
yaitu:
1) Sebab yang berupa ayat al-Qur’an
2) Sebab yang berupa Hadits itu sendiri
3) Sebab yang berupa sesuatu yang berkaitan
dengan para pendengar dikalangan sahabat.
12. FUNGSI ASBABUL WURUD
1. Menentukan adanya takhsish hadis yang
bersifat umum.
2. Membatasi pengertian hadis yang masih
mutlak.
3. Mentafshil (memerinci) hadis yang masih
bersifat global.
4. Menentukan ada atau tidak adanya nash-mansukh
dalamsuatu hadis.
5. Menjelaskan ‘illat (sebab-sebab)
ditetapkannya suatu hukum.
6. Menjelaskan maksud suatu hadis yang masih
musykil (sulit dapahami)
13. CARA MENGETAHUI ASBABUL WURUD
Adapun cara mengetahui asbabul
wurudnya sebuah hadits adalah dengan melihat
aspek riwayat atau sejarah yang berkaitan
dengan peristiwa wurudnya hadis, sebab-sebab
wurudnya hadis, ada yang sudah tercantum
pada hadis itu sendiri, ada yang tercantum
pada hadits lain. Dalam hal tidak tercantum,
maka ditelusuri melalui riwayat atau sejarah
atas dasar pemberitaan para sahabat.
14. CONTOH HADITS YANG MEMILIKI ASBABUL WURUD
“Barang siapa melakukan suatu sunnah hasanah (tradisi
atau perilaku yang baik), lalu sunnah itu diamalkan orang-orang
sesudahnya, maka ia akan mendapatkan pahalanya
seperti pahala yang mereka lakukan, tanpa mengurangi
pahala mereka sedikitpun. Demikian pula sebaliknya,
barang siapayang melakukan suatu sunnah sayyi’ah (tradisi
atau perilaku yang buruk) lalu diikuti orang-orang
sesudahnya, maka ia akan ikut mendapatkan dosa mereka,
tanpa mengurangi sedikitpun dari dosa yang mereka
peroleh.” (H.R. Muslim)
15. Asbabul wurud dari hadis tersebut adalah ketika itu
Nabi SAW sedang bersama-sama sahabat. Tiba tiba
datanglah sekelompok orang yang kelihatan sangat
susah dan kumuh. Ternyata mereka adalah orang-orang
miskin. Melihat fenomena itu, Nabi SAW
wajahnya menjadi merah, karena merasa empati,
iba dan kasihan. Beliau lalu memerintahkan kepada
sahabat yang bernama bilal agar mengumandangkan
adzan dan iqamah untuk melakukan shalat jama’ah.
Setelah selesai jama’ah shalat, Nabi SAW kenudian
berpidato, yang inti pidatonya adalah menganjurkan
agar bertaqwa kepada Allah SWT dan mau
menginfaqkan sebagian hartanya untuk sekelompok
orang-orang miskin tersebut.