Buku ini membahas metodologi dakwah dan tarbiyah Rasulullah SAW dalam membentuk karakter para sahabat melalui tahapan tilawah, tazkiyah dan ta'lim. Tulisan ini menjelaskan bagaimana Rasulullah SAW mendidik para sahabat untuk menjadi manusia sempurna sesuai teladan Islam melalui proses pembelajaran, pembersihan diri, dan pengajaran ajaran-ajaran Islam.
2. 2
Berguru Pada Rasulullah SAW
Penjelasan Dakwah dan Tarbiyah Rasulullah Dalam Tahapan
Tilawah, Tazkiyah dan Ta’lim:
Penulis; Andri Ismail, MA
Bandung-Mujahid Press
1434 H./2012 M.
148 hlm.; 14 X 21 cm
Cet. 1, Desember 2012 M.
Hak Cipta dilindungi Undang-undang.
Pengutipan, memperbanyak sebagian atau
seluruh isi buku ini dengan menyebut penerbit
Desain Cover,
CV. Mujahid Press 022-5943620
Seting, Layout isi, dan Percetakan
CV. Mujahid Press
www.mujahidpress.com
Diterbitkan oleh Mujahid Press
4. 4
KATA PENGANTAR
ااﻟﺮﺣـــــﯿﻢ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﷲ ﺑـــــــﺴﻢ
اﻟﻌﺎﻟﻤﺒﻦ رب ﷲ اﻟﺤﻤﺪ.ﻟﻠﻌﺎﻟﻤﯿﻦ رﺣﻤﺔ اﻟﻤﺒﻌﻮث ﻋﻠﻰ واﻟﺴﻼم واﻟﺼﻼة.واﺻﺤﺎﺑﮫ اﻟﮫ وﻋﻠﻰ
اﺟﻤﻌﯿﻦ.
Segala puji dan sanjungan hanya milik Allah SWT, Dialah yang telah
menurunkan Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia, Dia telah menganugrahkan
akal kepada manusia agar dapat dipergunakan sesuai fungsi yang telah ditetapkan-
Nya untuk dapat menjalankan tugas kekhalifahan yang diamanahkan pada manusia,
dengan menggunakan akal itu untuk memahami ayat-ayat Allah baik yang bersifat
kauniyah maupun qauliyah.
Dengan Pertolongan dan Hidayah Allah SWT, buku “ Berguru pada
Rasulullah SAW : Penjelasan Dakwah Rasulullah dalam Tahapan Tilawah, Tazkiyah
dan Ta’lim dapat penulis selesaikan. Tulisan ini adalah materi dasar tarbiyah
Islamiyah dalam membentuk karakteristik individu dalam harakah Islamiyah, Sebagai
materi dasar tentu saja berisikan pemahaman yang merupakan prinsip yang mesti
diletakkan diawal tarbiyah ummat agar dapat diharapkan melahirkan generasi ummat
sebagaimana Rasulullah SAW telah berhasil dengan izin Allah menciptakan para
sahabat generasi terbaik sepanjang sejarah manusia.
Merupakan harapan penulis dari pembaca yang budiman agar dapat
memberikan saran dan kiritik konstruktif demi kesempurnaan buku ini. Semoga buku
ini menjadi amal shaleh bagi penulis serta dapat memberikan sumbangsih dalam
pembangunan pemikiran Islam dalam mengisi perjuangan kebangkitan Islam di abad
ini.
Jakarta, November 2012
Penulis
5. 5
DAFTAR ISI
۞ Golongan Yang Selamat .................................................. 1
۞ Islam Pembawa Cahaya.................................................... 25
۞ Rasululah di utus Pada masyarakat yang Ummy ............. 28
۞ Metodologi dakwah dan tarbiyah Rasulullah ................... 40
۞ Metode tilawah : pembeda mukmin dan kafir .................. 44
۞ Metode tazkiyah : Membuang Karakter Jahiliyah ........... 59
۞ Tazkiyah Aqidah : meletakkan pondasi ajaran ................. 65
۞ Tazkiyah akhlaq : Standarisasi baik dan buruk ............... 71
۞ Tazkiyah amwal : Oreantasi hidup .................................. 74
۞ Metode Ta’lim ; Ajaran Suci Untuk Orang Suci .............. 82
۞ Memahami Tujuan Penciptaan Manusia ......................... 88
۞ Mengungkapkan jati diri manusia .................................... 95
۞ Perjanjian Dengan Allah ................................................. 107
۞ Memanusiakan manusia .................................................. 112
6. 6
slam adalah pedoman hidup yang diyakini sebagai satu-satunya cara
yang dapat menyelamatkan dan membawa kebahagiaan hidup dunia dan
akhirat. Din al-Islam yang telah diturunkan Allah melalui RasulNya
Muhammad SAW pada empat belas abad yang lalu, ditegakkan dan diperjuangkan
dengan proses yang dituntun langsung oleh Allah SWT. Hal ini dapat kita ketahui
dari pola pendakwahan dan pendidikan yang dilakukan Rasulullah SAW terhadap
para sahabatnya.
Rasulullah SAW di angkat menjadi seorang Rasul di saat beliau bukan
seorang raja, atau seorang tokoh yang mempunyai banyak pengikut setia, sehingga
dengan mudah Islam didakwahkan dan diterima oleh para pengikutnya.
Tidak…!
Beliau berjuang mengislamkan istrinya, anak pamannya, sahabat dekatnya,
tetangganya, budaknya, berjalan dari pintu ke pintu, dari satu qabilah-keqabilah
lainnya. Kalau bukan atas pertolongan dan bimbingan Allah SWT mustahil akan
mampu merubah masyarakat jahiliyah yang sangat keras menjadi masyarakat
Islamiyah yang berkepribadian mulia dalam tempo yang sangat relative singkat.
Para sahabat Rasulullah SAW di dakwahi dan di tarbiyah langsung oleh
Rasulullah dengan suatu metode yang tuntun oleh Allah SWT yang dikenal dengan
I
7. 7
metode Tilawah, Tazkiyah dan Ta’lim, sehingga berhasil membentuk pribadi para
sahabat menjadi pribadi muslim percontohan sepanjang sejarah.
Maka mereka bersama Rasulullah SAW telah mempraktekkan bagaimana
Islam seharusnya dilaksanakan, agar Islam sebagai Rahmatan lil’alamin itu bisa
berfungsi pada pribadi ummat yang memeluknya. Sehingga dengan berIslam mereka
mampu mencapai kebahagiaan di dunia dan mendapat jaminan kebahagiaan di
akhirat.
Perputaran waktu, dan panjangnya perjalanan sejarah, melewati berbagai
peristiwa dan kejadian telah melanda dari generasi ke generasi umat Islam. Mulai
dari perpecahan dan peperangan antara kalangan umat Islam sendiri, sehingga
melakukan usaha-usaha kotor dengan memutar balikkan pemahaman terhadap ayat-
ayat Allah, bahkan berani memalsukan hadits Rasulullah SAW untuk kepentingan
kekuasaan atau fanatik golongan dan kelompok, sampai kepada perang dengan luar
Islam baik yahudi, nasrani dan agama lainnya. Yang Mereka juga dengan sangat
gigihnya berusaha menjauhkan umat dari tuntunan Al-Quran dan Sunnah yang
mereka ketahui sebagai kekuatan ummat Islam, maka mereka kerahkan seluruh
kekuatan mereka, dengan mempelajari Islam, pura-pura masuk Islam, menjadi
misionaris, oreantalis, mendirikan perguruan Islam dan sebagainya, yang pada intinya
berusaha mengaburkan, memutar-balikkan dan menjauhkan umat Islam dari
kebenaran ajarannya yang suci.
Selama belasan abad hal ini berlalu, maka tidaklah mengherankan jika dalam
realita sehari-hari ditemui banyak di antara ummat Islam kurang memahami agama
yang dia yakini. Tidak mengerti akan isi kandungan kitab sucinya sendiri, buta dan
tuli untuk memahami karakteristik Islam sebagaimana Rasulullah SAW dan para
sahabatnya mengamalkannya. Padahal ia sendiri meyakini bahwa jalan satu-satunya
yang dapat menyelamatkan hidup di dunia dan akhirat hanyalah dengan meyakini dan
mengamalkan Islam sebagaimana Rasulullah SAW dan para sahabat
mengamalkannya.
8. 8
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kondisi ini. Namun tentu saja
sebagai seorang Muslim tidaklah cukup, hanya sekedar meratapi kondisi umat tanpa
melakukan apapun, banyak ikhtiar telah dilakukan oleh para ulama dan pemikir
Islam, agar kondisi umat Islam dapat kembali ke masa kejayaannya.
Oleh karena itu melalui tulisan ini penulis mengajak pembaca sekalian untuk
kembali secara serius mempelajari Islam sebagai Al- Din yang telah di tetapkan Allah
untuk umat Muhammad SAW, sebagai nizham al-hayah (pedoman/aturan hidup)
yang di yakini sebagai satu-satunya cara yang dapat menyelamatkan kehidupan
manusia di dunia dan di akhirat. Maka sangatlah janggal dan tidak pantas seorang
muslim yang meyakini Islam sebagai agamanya, namun tidak mengerti, tidak
memahami bahkan tidak mau tahu dengan apa yang diajarkan agamanya, selain
berdasarkan ikut-ikutan atau prasangka belaka.
Islam yang di pahami hanya berdasarkan dugaan, ataupun hanya sekedar ikut-
ikutan, atau karena secara kebetulan dia berasal dari keturunan muslim, ataupun
karena berada dalam komunitas muslim, lingkungan muslim, tentulah akan sangat
jauh berbeda dengan seorang muslim yang mempelajari agamanya dengan benar,
mengetahui dalil-dalilnya, dan mengenal karakternya dengan baik.
Hal itu tentu saja akan sangat berpengaruh kepada pengamalan dan sikapnya
terhadap tuntunan dan ajaran Islam. Mereka yang tidak mengenal Islam dengan baik,
akan sangat mudah dipengaruhi oleh pengaruh luar yang boleh jadi menyesatkan,
bahkan memurtadkannya tanpa dia sadari.
Mereka yang tidak mengenal karakter Islam, tidak akan pernah mau diajak
memperjuangkan Islam dengan sungguh-sungguh meskipun terlihat jelas agama dan
Nabinya dihina dan di lecehkan, saudara seagamanya dijajah dan ditindas. Bahkan
dengan gampang mereka dipengaruhi untuk memusuhi saudaranya sesama muslim
yang dengan konsisten dan teguh memperjuangkan Islam dan kehormatan Islam,
9. 9
malah dituduh dan didiskreditkan oleh umat Islam sendiri karena lemparan fitnah
musuh-musuh Islam, mereka dengan membebek mengikutinya. Jadilah musuh
pejuang Islam terbesar adalah keawaman masyarakat muslim itu sendiri.
Maka di antara faktor suburnya aliran sesat dan paham yang menyesatkan,
bahkan memurtadkan ummat yang marak di pertontonkan saat ini, adalah karena
ketidak pedulian ummat islam terhadap agamanya, dan mereka tidak mengerti dengan
hakekat Din Islam yang mereka yakini.
Sebagian umat Islam seringkali memiliki pandangan yang salah terhadap
agama Islam. Bahkan ada yang beranggapan bahwa Islam merupakan agama yang
sama dengan agama-agama lainnya, karena mereka menganggap pada dasarnya
semua agama tujuannya adalah sama, yaitu menganjurkan untuk berbuat baik.
Sebagaimana yang di sebarkan oleh para pengusung pluralism dan sekulerisme.
Padahal sebagai umat Islam wajib untuk meyakini bahwa hanya Islamlah
satu-satunya agama yang benar, agama yang mulia dan agama selainnya hina dan
tertolak. Allah SWT mengingatkan dalam FirmanNya:
Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang
rugi. (Q.S. Ali Imran (3) : 85)
Kesalahan pemahaman ini muncul adalah akibat salah dalam memahami
karakter Islam, walaupun kekeliruan itu terjadi karena banyak factor, tetapi ketidak
mengertian mereka terhadap karakteristik Islam inilah yang penulis anggap sebagai
biang utama munculnya pemahaman “nyelenah” yang merusak aqidah dan menebar
virus yang berbahaya bagi umat Islam.
10. 10
Maka untuk meluruskan pemahaman ke arah yang benar, agar dapat diurai
tali-tali kusut yang mengelabui pemahaman itu, kita harus kembali memahami
bagaimana Islam itu dipahami oleh para sahabat semenjak pertama kali datangnya,
sehingga akan terungkaplah segala kesamaran manusia terhadap agama Islam, yang
menjadikan mereka salah memahami dan menjadikan Islam tidak lagi sesuai dengan
yang diinginkan oleh Sang Pemilik Islam itu sendiri.
Hasan al-Bana dalam Majmu’ al-risalahnya mengatakan, ada tiga hal penting
yang telah berhasil ditanamkan Rasulullah SAW dalam setiap hati sanubari para
sahabat dan itu diwarisi oleh setiap pribadi muslim dari generasi ke generasi.
Pertama; tertanam kuat dalam hati mereka bahwa ajaran yang disampaikan
oleh Rasulullah SAW adalah satu-satunya al-haq, risalahnya merupakan risalah yang
paling baik, jalannya adalah jalan yang paling benar, syariatnya adalah system
kehidupan yang paling lengkap yang dapat mewujudkan kebahagiaan bagi seluruh
manusia, sedangkan diluarnya adalah kebathilan, hawa nafsu, kehinaan, keburukan
dan kesengsaraan.
Perhatikanlah Firman Allah SWT:
43. Maka berpegang teguhlah kamu kepada agama yang Telah diwahyukan
kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus.
44. Dan Sesungguhnya Al Quran itu benar-benar adalah suatu kemuliaan
besar bagimu dan bagi kaummu dan kelak kamu akan diminta pertanggungan jawab.
(Q.S. Az-Zukhruf (43): 43-44)
Perhatikan dan renungkan juga Firman Allah SWT :
11. 11
77. Dan Sesungguhnya Al Qur'an itu benar-benar menjadi petunjuk dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman.
78. Sesungguhnya Rabmu akan menyelesaikan perkara antara mereka
dengan keputusan-Nya, dan dia Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.
79. Sebab itu bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya kamu berada di atas
kebenaran yang nyata. (Q.S. An-Naml (27) : 77-79).
Allah telah menetapkan syariat untuk Umat Muhammad SAW dan
memerintahkannya untuk melaksanakan syariat itu, serta mengingatkan untuk tidak
mengikuti hawa nafsu mereka yang tidak mengetahui, tidak mengimani ayat-ayat
Allah sebagai keyakinan hidup mereka. Ataupun ide pemikiran para pembangkang,
perusak dan penghancur aqidah umat.
Perhatikan Firman Allah SWT :
18. Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan)
dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa
nafsu orang-orang yang tidak Mengetahui. (Q.S. Al-Jatsiyah (45): 18).
Umat Islam meyakini ayat ini, mesti menjadikannya darah dan daging
mereka. Sehingga mereka tidak pernah keluar dari aturan syariat ini, mereka selalu
menyelesaikan persoalan di antara mereka dengan hukum-hukum Allah dan
menyerahkannya kepada keputusan RasulNya Muhammad SAW. Hal ini Allah
tegaskan dalam FirmanNya:
12. 12
65. Maka demi Rabmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga
mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan,
Kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap
putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (Q.S. An-
Nisa’ (4) :65)
Mereka meyakini hal ini, menancap dalam jiwa mereka, memenuhi pikiran
dan seluruh relung hati mereka, sehingga mereka bergerak dan beraktifitas di atasnya,
dan berkomitmen dengannya.
Kedua; Telah tertancap dalam hati para sahabat dan generasi pelanjut mereka
bahwa selama mereka barada di atas kebenaran yang telah digariskan Allah dan
RasulNya, maka mereka berada dalam cahaya yang terang benderang, berada dalam
keselamatan dan kemuliaan. Sedangkan bagi mereka yang menyimpang, menyalahi
aturan yang telah ditetapkan, mereka berada dalam kegelapan, kesengsaraan dan
kehinaan.
Selama mereka berpegang teguh dengan petunjuk dari Allah Sang pencipta
langit dan bumi, maka mereka menempatkan diri mereka sebagai manusia terbaik,
manusia yang pantas dan layak di dengar kata-katanya, di dengar nasehatnya, mereka
layak untuk menjadi imam dalam memberikan ajaran-ajaran kebenaran dalam
menuntun manusia kearah kebenaran dan pengabdian.
Selama mereka berada di atas kebenaran yang telah di tetapkan Pengatur alam
semesta, mereka dihadapan manusia bagaikan seorang guru dihadapan muridnya,
yang mencurahkan seluruh kasih sayangnya, membimbing, mendidik, meluruskan,
13. 13
mengarahkan mereka menuju kebaikan dan keselamatan serta menunjuki manusia
kepada jalan kebenaran.
Prinsip ini bukan merupakan kepongahan dan keangkuhan, bukan pula fanatik
buta sebagaimana kalimat busuk yang menipu, yang dengan sengaja dilontarkan para
perusak dan penebar virus kesesatan. Tapi ini adalah prinsip yang dikokohkan Al-
Quran nan mulia, ditetapkan oleh Allah Sang penguasa alam semesta. Yang wajib
tertanam kuat dan mengakar dalam jiwa, sehingga tak pernah ragu dan bimbang
sedikitpun akan keyakinan dan kebenaran yang di sampaikan.
Allah menyatakan dalam berfirmanNya:
110. Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman
kepada Allah... (Q.S. Ali-Imran (3) : 110).
Itulah statemen Allah atas umat Muhammad SAW, sebuah statemen untuk
dijadikan keyakinan dalam mengemban misi mulia, menegakkan amar ma’ruf nahi
mungkar, mengajak manusia untuk mengimani Allah dan tunduk di bawah
aturanNya. Umat Islam yang berada di atas aturan Allah juga di nobatkan oleh Allah
sebagai umat yang adil, umat yang akan menjadi saksi atas tingkah laku manusia. Itu
Allah nyatakan dalam FirmanNya;
14. 14
143. Dan demikian (pula) kami Telah menjadikan kamu (umat Islam), umat
yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar
Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu… (Q.S. Al-Baqarah (2):
143)
Maka dengan kemuliaan ini, Allah memerintahkan mereka untuk berjuang
mendakwahkan Islam, mensyiarkan Islam, dan mengajak seluruh manusia untuk
menjadi hamba Allah dan hanya tunduk di bawah aturanNya. Sebagai bentuk rasa
syukur atas karunia Allah yang telah memilih dirinya, membuka pintu hatinya
menerima Islam, karena betapa banyak manusia yang Allah ciptakan tapi tidak
terbuka pintu hatinya untuk menerima Islam.
Allah Berfirman:
78. Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-
benarnya. dia Telah memilih kamu dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu
dalam agama suatu kesempitan… (Q.S. Al-Hajj (22): 78).
Dan FirmanNya:
15. 15
32. Kemudian Kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih
di antara hamba-hamba kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri
mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka
ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. yang demikian itu
adalah karunia yang amat besar. (Q.S. Al-Fathir (35): 32).
Keyakinan sebagai umat pilihan, umat terbaik, manusia mulia selama berada
di atas ajaran dan kebenaran Islam, tertanam kuat dalam jiwa sehingga tidak memberi
peluang sedikitpun kepada musuh-musuh Islam untuk mengoyahkannya, apalagi
membuat keraguan terhadapnya. Keyakinan untuk berpegang teguh dengan
kebenaran mewarnai kehidupan umat Islam, yang terus terwarisi dari generasi ke
generasi yang dirahmati Allah SWT dengan petunjuk dan pertolonganNya.
Ketiga; Tertancap kuat dalam jiwa para sahabat dan generasi yang mengikuti
mereka dengan benar bahwa selama mereka berada dalam kebenaran Islam, itulah
satu-satunya kebenaran, diluarnya adalah perusak dan kesengsaraan, kemudian
mereka yakin dan bangga sebagai umat pilihan Allah yang dipilih untuk membela,
memperjuangkan dan mengajarkannya terhadap manusia lainnya, sehingga mereka
berjihad di atasnya, maka Allah akan memberikan pertolongan kepada mereka, dan
menurunkan para malaikatNya untuk membantu perjuangan mereka.
Mereka yakin bahwa Allah telah memilih mereka untuk memperjuangkan
kebenaran, dan Allah akan selalu melindungi, mengarahkan, dan menolong mereka.
16. 16
Mereka yakin bahwa keteguhan dan kepasrahan kepada aturan Allah akan
meneguhkan jiwa dan menguatkan diri dari semua tantangan dan rintangan yang pasti
dihadapi. Musuh-musuh Allah dan RasulNya dari kalangan manusia kafir, fasiq dan
munafiq pasti akan selalu menginginkan kesengsaraan dan menghalangi dakwah dan
jihad mereka.
Mereka yakin jika tentara bumi tidak mau membantu perjuangan mereka,
maka Allah SWT akan menurunkan tentaraNya dari langit, menjaga dan memelihara
mereka, sehingga mereka tenang meskipun dalam kesempitan dan kesulitan, karena
Allah selalu bersama mereka.
Allah menghibur mereka dengan FirmanNya:
30. Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Rab kami ialah Allah"
Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka malaikat akan turun kepada
mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih;
dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang Telah dijanjikan Allah kepadamu".
(Q.S. Fushshilat (41) : 30).
Mereka yakin bahwa keimanan dan keteguhan mereka di atas aturan Islam
sebagai aturan Rabbaniyah yang membuat mereka berhak tingal di bumi Allah ini.
Allah telah mewariskan bumi dan segala isinya ini hanya untuk mereka yang tunduk
dan menyerahkan hidup mereka kepada Allah, sedangkan manusia kafir, munafiq dan
fasiq adalah pencuri, pembangkang sehingga mereka berbuat sewenang-wenang di
muka bumi Allah ini. Maka Allah memurkai mereka dan memastikan azab Jahannam
menanti mereka.
17. 17
Inilah ayat Allah yang mencelup dalam hati sanubari para sahabat, membuat
mereka bangga dan percaya diri untuk menebarkan Islam dan mendakwahkan Islam
keseluruh pelosok bumi. Allah menyatakan dalam FirmanNya:
128. …Sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa
yang dihendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. dan kesudahan yang baik adalah bagi
orang-orang yang bertakwa." (Q.S. Al-A’raf (7) : 128).
105. Dan sungguh Telah kami tulis didalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh
Mahfuzh, bahwasanya bumi Ini dipusakai hamba-hambaKu yang saleh. (Q.S.
AlAnbiyak (21): 105).
Mereka yakin atas amanah Allah SWT yang telah memilih mereka sebagai
khalifahNya, dalam mengatur dan menundukkan manusia di atas aturan dan
syariatNya, selalu di tanamkan dan di dengungkan kepada para sahabat dan umat
Islam dari generasi kegenerasi, sehingga mereka mengorbankan seluruh apa yang
mereka miliki untuk dapat merealisasikan apa yang telah dijanjikan Allah dalam
FirmanNya:
18. 18
55. Dan Allah Telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa dia sungguh- sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana dia Telah menjadikan orang-orang
sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan bagi mereka agama
yang Telah diridhai-Nya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar
(keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka
tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku.
dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-
orang yang fasik. (Q.S. An-Nuur (24): 55).
Tertancap dalam relung jiwa yang ditanamkan melalui proses tarbiyah
Rabbaniyah bahwa dalam merealisasikan cita-cita, menundukkan seluruh manusia
dalam kehidupan Islamiyah, membutuhkan perjuangan dan pengorbanan, namun
setiap pengorbanan akan memperoleh balasan yang tidak terhingga dari Rab mereka.
Mereka meyakini dan tidak sedikitpun ragu akan janji Allah dalam FirmanNya:
20. 20
214. Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang
kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?
mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan
bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang
beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah,
Sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (Q.S. Al-Baqarah (2): 214).
47. Dan Sesungguhnya kami Telah mengutus sebelum kamu beberapa orang Rasul
kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-
keterangan (yang cukup), lalu kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang
yang berdosa dan kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.
(Q.S. Ar-Ruum (30): 47).
Inilah pemahaman para sahabat, inilah pemahaman shalafus shaleh, inilah
pemahaman Islam yang benar, yang didasarkan kepada dalil-dalil yang kuat, menjadi
prinsip dan keyakinan yang qath’i (pasti), yang tidak luntur oleh waktu dan tidak
akan layu oleh berbagai gelombang badai kehidupan.
21. 21
Namun tentu saja hal ini hanya dapat di miliki berdasarkan ilmu yang benar,
pemahaman yang lurus, sumber yang bersih, jauh dari paham-paham dan ajaran yang
dibuat-buat manusia.
Maka untuk meluruskan pemahaman ke arah yang benar, agar dapat diurai
tali-tali kusut yang mengelabui pemahaman itu, kita harus kembali memahami
bagaimana Islam itu dipahami oleh para sahabat semenjak pertama kali datangnya,
sehingga akan terungkaplah segala kesamaran manusia terhadap agama Islam, yang
menjadikan mereka salah memahami dan menjadikan Islam tidak lagi sesuai dengan
yang diinginkan oleh Sang Pemilik Islam itu sendiri.
Di sisi lain, banyak yang dibuat terperangah dan terheran-heran dengan
munculnya berbagai aliran sesat yang tumbuh bagaikan jamur dan berbagai
pemahaman terhadap Islam yang satu sama lain saling menjelek-jelekkan, bahkan
saling mengkafirkan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Munculnya
berbagai aliran tersebut, juga dipengaruhi oleh munculnya modernisasi yang
menjadikan pemikiran manusia semakin berkembang dan kompleks. Berbagai
permasalahan baru dalam agama bermunculan sehingga orang awam menganggap
bahwa Al-Qur’an yang menjadi pedoman hidup manusia kini tidak lagi sesuai dengan
keadaan yang ada.
Kemajuan dunia barat membutakan sebagian umat, bahkan mereka yang
mengaku cendikiawan, pakar, tokoh, sibuk mengkampanyekan budaya pemikiran
Barat dengan mengkerdilkan pemahaman Islam, sehingga timbul anggapan, seakan-
akan dengan menjalankan Islamlah, umat jadi tertinggal dan terbelakang. Maka
mereka menggalakkan pemikiran sekuler, agama hanyalah urusan pribadi, bukan
urusan publik.
Di lain pihak perlawanan terhadap pemikiran inipun muncul dengan
mengebu-gebu. Bahkan kita diajak secara mutlak harus kembali keabad di masa
22. 22
Rasul SAW hidup dengan segala peradabannya, sehingga semua segi kehidupan
diterapkan seakan masuk di masa zaman tempo dulu, dari berpakaian, cara makan,
masalah siwak (gosok gigi), masalah jenggot, celana yang mesti gantung, mata yang
mesti di celak, memakai sorban, baju gamis dan menganggap sesat bahkan kafir
mereka yang tidak meniru apa yang mereka lakukan. Tentu saja hal yang menjadi
sunnah basyariyah Rasulullah SAW sangat baik untuk meniru dan menjadikannya
gaya hidup keseharian, namun tidaklah tepat jika menjadikannya seakan prinsip syar’i
yangbersifat mutlaq.
Anehnya, mereka menolak hal-hal penting yang terjadi pada ummat,
kezaliman yang terjadi pada sebagian besar ummat Islam oleh kaum penindas
diberbagai daerah, jarang menjadi perhatian secara khusus dan serius. Malah lebih
sibuk mengurusi perbedaan pendapat dan hal-hal yang bersifat khilafiyah yang sudah
terjadi ratusan tahun yang lalu. Dan meninggalkan yang wajib seperti perjuangan
membebaskan umat Islam dari ketertindasan. Pendek kata, mereka menjadi hal yang
furu’iyah menjadi prinsip dan yang prinsip malah dicampakkan dan ditinggalkan.
Dengan realitas tersebut di atas, sangatlah dibutuhkan keseriusan untuk lebih
memahami bagaimana sesungguhnya agama Islami itu, mengkajinya secara lurus
berdasarkan sumber yang shahih. Terasa sangat penting mempelajari Islam yang
orisinil tanpa bumbu dan racitan yang justru menyamarkan makna yang sebenarnya.
Sangat terasa penting melihat kembali perjalanan sejarah Rasulullah SAW beserta
para sahabatnya bagaimana mereka mengamalkan Islam, mengajarkan Islam,
mendakwahkan Islam dan memperjuangkan Islam. Sehingga akan dapat ditarik
benang merah untuk melihat realitas Islam yang benar dan pengamalan Islam yang
benar, di samping itu sekaligus di harapkan akan terkuak kekeliruan dan kesalah
pahaman yang akan dijadikan pelajaran.
Rasulullah SAW. pernah bersabda bahwa salah satu tanda akan datangnya
hari kiamat adalah terpecahnya umat Islam menjadi 73 golongan, dan hanya satu
23. 23
golongan yang akan selamat dan dijamin masuk surga, yakni golongan yang
mengikuti Al-Qur’an dan Hadits dengan mengikuti teladan para sahabat, tabiin, dan
para ulama wa ratsatul anbiya’.
Rasulullah SAW bersabda :
َﻦْﯿِﻌْﺒَﺳَو ِثَﺎﻠَﺛ َﻠﻰﻋ ِﻲﺘﱠﻣُأ ُقِﺮَﺘْﻔَﺗَو َﺔﱠﻠِﻣ َﻦْﯿِﻌْﺒَﺳَو ِﻦْﯿَﺘَﻨَﺛ َﻠﻰﻋ ْﺖَﻗﱠﺮَﻔَﺗ َﻞْﯿِﺋَاﺮْﺳِإ ِﻲﻨَﺑ ﱠنِا َوَﺔﱠﻠِﻣ
ِﺑَﺎﺤْﺻَأَو ِﮫْﯿَﻠَﻋ َﺎﻧَأ َﺎﻣ َلَﺎﻗ ِﷲا َلْﻮُﺳَر َﺎﯾ َﻲِھ ْﻦَﻣَو ُﻮاﻟَﺎﻗ ًةَﺪِﺣَاو َﺔﱠﻠِﻣ ﱠﺎﻟِإ ِرﱠﺎﻨاﻟ ِﻲﻓ ْﻢُﮭﱡﻠُﻛﻲ
“Sesungguhnya Bani Israil telah terpecah-belah menjadi 72 aliran keagamaan, dan
umatku akan terpecah belah menjadi 73 aliran keagamaan, semuanya di neraka
kecuali satu aliran keagamaan saja. Para sahabat : ‘Siapakah golongan yang
selamat tersebut, wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab : ‘(Golongan yang mengikuti)
kebenaran yang di hari ini aku dan para sahabat mengikutinya’.” (H.R Tirmidzi:
Kitabul Iman no.264 dan Al-Hakim: kitab Al-Ilmi, 1/128.)
Khabar ini tentu saja membukakan mata hati seorang muslim, ternyata
kejadian hari ini, telah di ketahui oleh Rasulullah SAW empat belas abad yang silam.
Di saat ummat Islam masih bersama Nabi dan dalam pemahaman yang dibimbing
langsung oleh Nabi. Nabi SAW melihat perpecahan yang terjadi, karena pemahaman
yang rusak, karena ilmu yang menyesatkan. Sehingga melahirkan kelompok-
kelompok yang mengatas namakan Islam namun pemahaman Islamnya berbeda
dengan pemahaman Rasulullah SAW dan para sahabatnya.
Maka semua umat Islam yang berpecah belah itu akan masuk neraka,
meskipun mereka mengaku muslim, menjalankan shalat, berzakat dan haji.
Menjalankan berbagai ajaran Islam. Namun mereka masuk neraka.
Dalam hadits di atas dijelaskan bahwa golongan yang selamat dari api neraka
adalah kelompok yang dikategorikan Rasulullah SAW dalam ungkapan “ ِﮫْﯿَﻠَﻋ َﺎﻧَأ َﺎﻣ
ِﻲﺑَﺎﺤْﺻَأَو” (mereka yang mengikutiku dan para sahabatku). Ungkapan ini memberi
pengertian bahwa dari semua perpecahan yang ada, mereka yang selamat dari
ancaman azab neraka adalah mereka yang mengamalkan Islam sebagaimana aku dan
24. 24
para sahabatku mengamalkannya. Hal itu tentu saja dapat dipahami dengan keteguhan
dan kesetiaan terhadap keorisinilan ajaran Muhammad SAW, tanpa mengadakan
perubahan dan penambahan apalagi melakukan perbaikan sehingga ajaran itu menjadi
ajaran dalam bentuk yang berbeda dengan ajaran yang dibawa Nabi Muhammad
SAW.
Maka para pengikut yang berpegang teguh – dikenal istilah I’tisham )إﻋﺘﺼﺎم( -
pada Al-Qur’an dan Sunnah satu-satunya kelompok yang sesuai dengan kriteria ini.
Karena hanyalah dengan jalan berpegang teguh (I’tisham) dengan Al-Quran dan
Sunnah yang dapat menjamin pengamalan Islam yang sesuai dengan apa yang
diamalkan Rasulullah SAW beserta para sahabatnya.
Karena berpegang teguh dengan al-Quran dan Sunnah itu juga yang mendapat
jaminan dari Rasulullah SAW sepanjang zaman, tidak akan tersesat dari jalannya
yang lurus. Sebagaimana Rasulullah SAW. bersabda :
َا ْﻢُﻜْﯿِﻓ ُﺖْﻛَﺮَﺗِﮫِﻟْﻮُﺳَر َﺔُﻨﺳ َو ِﷲا َبَﺎﺘِﻛ َﺎﻤِﮭِﺑ ْﻢُﺘْﻜَﺴﻤَﺗ ْنِا ًاﺪَﺑَا ْاﻮُﻠِﻀَﺗ ْﻦَﻟ ِﻦْﯾَﺮْﻣ
" Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, yang kalian tidak akan tersesat
selamanya selagi berpegang teguh kepada keduannya yaitu kitab Allah (Al-Qur'an)
dan sunnah rasul-Nya" (H.R Malik).
Dalam Al-Quran Allah SWT menegaskan:
“Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan
kepada kamu, dan rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? barangsiapa yang
berpegang teguh kepada (agama) Allah, Maka Sesungguhnya ia telah diberi
petunjuk kepada jalan yang lurus.(Q.S. Ali Imran (3): 101).
25. 25
Ayat di atas menegaskan bahwa hanyalah mereka yang berpegang teguh
dengan Dinullah (Al-Quran dan Sunnah) yang mendapatkan jalan yang lurus. Itu
artinya jika tidak berpegang teguh maka jalannya akan bengkok dan sesat.
Namun persoalannya adalah, hampir semua kelompok dan golongan yang
berada dalam pemahaman yang berbeda itu mengaku berpegang teguh dengan Al-
Quran dan Sunnah.
Dan tentu saja tidaklah cukup dengan mengklaim bahwa pemahaman dan
pengamalan yang dilakukan adalah bentuk dari berpegang teguh dengan Al-Quran
dan Sunnah, tanpa bukti dan dalil yang dapat di jadikan hujjah di hadapan Allah
SWT.
Lalu bagaimana menentukan mana kelompok yang berpegang teguh dengan
Al-Quran dan Sunnah itu? Atau bagaimana cara kita untuk mengintropeksi diri
apakah pemahaman, pengamalan Islam kita telah berada dalam kategori kelompok
yang selamat karena berpegang teguh dengan Al-Quran dan Sunnah?
Untuk menjelaskan persoalan ini,. kita dapat anologikan apa yang dimaksud
“berpegang teguh” disini, umpamanya:
Bagaimana pendapat anda, jika ada seseorang yang ingin menemui anda, lalu
anda meninggalkan alamat dengan lengkap: mulai dari nama jalan, nama komplek,
RT dan RW, nomor rumah, kelurahan dan kota tempat tinggal anda. Lalu anda
memberikan juga nomor rute bus yang memiliki rute ke komplek anda. Bahkan untuk
lebih meyakinkan anda meninggalkan nomor telpon atau handphone kepadanya. Lalu
anda katakan:” lakukan sesuai dengan petunjuk saya maka kamu akan bertemu
dengan saya di rumah saya, Jika kamu masih ragu silakan hubungan saya lewat
nomor telpon atau handphone yang sudah saya berikan”.
Tentu saja dalam pikiran semua orang, jika dia mengikuti petunjuk itu dengan
benar, dia akan sampai ketempat tujuannya, dan jika nomor petunjuk telpon yang dia
26. 26
gunakan dengan menggunakan nomor yang sesuai dengan yang telah disebutkan,
tanpa menambah, menukar atau memutar balikan nomornya maka akan terhubung ke
pada anda. Tetapi jika nomor telpon ada yang tertukar atau ada yang ditambah
olehnya maka pasti tidak nyambung.
Nah… dari analogi di atas, dapat kita pahami, bahwa yang dimaksud
berpegang teguh adalah, mengikuti petunjuk Al-Quran dan Sunnah sesuai dengan apa
yang dikerjakan Rasulullah SAW dan para sahabat, tanpa menambah, mengurangi
ataupun memutar balikkannya. Karena Islam dengan wafatnya Rasulullah SAW telah
sempurna, dengan kata lain penambahan atau pengurangan terhadap ajaran Islam,
adalah pelecehan terhadap kesempurnaan Islam sebagai ajaran yang sudah sempurna.
Begitupun menempatkan sesuatu pada tempat yang telah diletakkan
Rasulullah SAW, mendahulukan apa yang didahulukan Rasulullah SAW,
menetapkan yang wajibkan sebagai kewajiban, dan yang sunnah sebagai sesuatu
yang sunnah. Apabila menukar atau membalikkan maka seperti analogi nomer
hanphone, jadi “tidak nyambung”, dalam artian tidak membawa kepada amal shaleh
seperti yang diinginkan Rasulullah SAW.
Dalam hadits yang lain, Rasulullah telah berpesan kepada umatnya agar selalu
berpegang teguh pada ajaran yang telah Ia tinggalkan dan ajaran para Khulafa Ar-
Rasyidin, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
ﻛﺜﯿﺮا اﺧﺘﻼﻓﺎ ﻓﺴﯿﺮى ﺑﻌﺪى ﻣﻨﻜﻢ ﯾﻌﺶ ﻣﻦ ﻓﺎﻧﮫ,ﺳ و ﺑﺴﻨﺘﻰ ﻓﻌﻠﯿﻜﻢاﻟﺮاﺷﺪﯾﻦ اﻟﺨﻠﻔﺎء ﻨﺘﻰ
اﻟﻤﮭﺪﯾﯿﻦ,ﻏﺑﺎﻟﻨﻮاﺟﺬ ﻋﻠﯿﮭﺎ ﻀﻮا,واﻟﻤﺤﺪﺛﺎت واﯾﺎﻛﻢ,ﺑﺪﻋﺔ ﻣﺤﺪﺛﺔ ﻛﻞ ﻓﺎن
“Maka barang siapa di antara kalian masih hidup sepeninggalku, niscaya ia akan
melihat terjadi banyak perselisihan. Karena itu hendaklah kalian berpegang teguh
dengan sunnahku dan sunnah al-khulafa’ al-Rasyidin yang mendapat petunjuk.
Gigitlah ia dengan gigi geraham dan jauhilah hal-hal yang baru karena setiap hal
yang baru adalah bid’ah. ”Dan dalam riwayat yang lain adalah tambahan “… dan
27. 27
setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Abu Daud, At-Tirmizi, Ibnu Majah, Ahmad dan Ad-
Darimi.Shahih Jami’ ash-Shaghir no.2859).
Dengan merujuk pada hadits di atas, jelaslah bahwa kita sebagai umat Islam
harus kembali kepada ajaran Al-Qur’an dan Sunnah serta meneladani para sahabat
generasi pertama yang telah memperaktekkan ajaran Islam ini bersama Rasulullah
SAW, karena merekalah yang telah Allah jamin dalam keridhaanNya, sebagaimana
Allah SWT. berfirman :
100. Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari
golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan
baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah
menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya
selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (Q.S.
Al-Taubah (9):100).
Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa para sahabat adalah orang yang diredhai
oleh Allah SWT. Merekalah yang termasuk dalam golongan yang pertama masuk
Islam, yaitu kaum muhajirin dan anshar serta mereka yang mengikuti langkah para
sahabat tersebut dengan benar sampai akhir zaman.
Berdasarkan ayat di atas juga dipahami bahwa seorang muslim wajib
meyakini para sahabat Nabi adalah sebaik-baik generasi umat Islam, karena mereka
28. 28
terlebih dahulu beriman, mereka menemani Nabi SAW setiap saat, berjihad bersama
beliau, menyaksikan bagaimana ayat diturunkan, melihat dan mengalami bersama
Rasulullah SAW bagaimana masyarakat muslim pertama dibentuk, serta ikut
menyampaikan dan memperjuangkan syariat kepada orang-orang sesudah mereka.
Kemudian Allah SWT memuji mereka yang mengikuti para sahabat dengan baik.
Dari paparan di atas sangat jelas bagi kita, bahwa untuk mengetahui
karakteristik Islam yang benar, dan dijamin kebenarannya oleh Allah SWT dengan
keredhaanNya adalah dengan mengikuti pengamalan Islam para sahabat yang telah
mempraktekkan Islam bersama Rasulullah SAW.
Jadi pengamalan Islam para sahabat yang di pimpin langsung oleh Rasulullah
SAW adalah sebagai alat ukur untuk menilai apakah Islam yang dilakukan sudah
berada pada garis yang benar atau tidak? Karena para sahabat ini berguru langsung
pada Rasulullah SAW, dan Allah telah menjamin keIslaman mereka dengan meredhai
mereka. Lalu Allah juga akan menjamin setiap orang yang mengikuti langkah mereka
dengan benar.
Maka tidak ada jalan lain bagi generasi yang berada di akhir zaman ini agar
dapat selamat dari azab neraka, mengikuti pemahaman dan pengamalan Islam para
sahabat dengan baik dan benar.
Hal itu hanya bisa dilakukan dengan mempelajari Islam yang di awali dengan
meneladani bagaimana Rasulullah SAW mengajarkan Islam pertama kali kepada para
sahabatnya. Sehingga Rasulullah mampu melahirkan generasi terbaik sepanjang
sejarah manusia dan mendapat jaminan sorga dan keredhaan Allah SWT.
29. 29
slam merupakan agama risalah bagi semua umat manusia, yang di bawa
oleh Muhammad SAW. untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan
kepada cahaya keimanan dan kebenaran. Agama Islam merupakan
cahaya yang memberikan petunjuk kepada manusia agar mereka dapat melihat jalan
kebenaran yang sesungguhnya dan bukan kebenaran yang mereka duga-duga belaka,
lalu diklaim sebagai sebuah kebenaran yang mesti diikuti.
Penulis mengajak pembaca untuk menghayati apa yang dimaksud dari
ungkapan di atas dengan sebuah analogi:
Apa yang dapat anda katakan terhadap seseorang yang berada dalam ruangan
yang gelap, tanpa cahaya sedikitpun: lalu dia diperintahkan untuk mengenali benda-
benda yang berada di sekitarnya. Padahal benda-benda itu belum pernah dia kenali
sebelumnya, baik dalam pikiran, pendengaran ataupun penglihatan mereka.
Apakah mungkin orang tersebut akan dapat memastikan benda yang ada
diruangan tersebut, namanya, warnanya dan fungsinya secara pasti?
I
30. 30
Lalu bagaimana jika orang tersebut di bawa keruangan lain, dengan cahaya
yang terang benderang., lalu ada buku petunjuk yang menjelaskan benda-benda yang
berada dalam ruangan itu, buku petunjuk tersebut menjelaskan secara detail bentuk,
fungsi, warna dan bahkan cara pengoperasiannya. Lalu apakah orang ini akan bisa
menjawab pertanyaan kita tentang benda yang ada di hadapannya? Bedakan dengan
orang yang berada pada ruangan pertama.
Jika kita umpamakan pada saat sebelum agama Islam datang, keadaan tersebut
sama seperti pada saat kita berada pada ruangan yang sangat gelap dan kita tak
mendapati cahaya dari sudut mana pun, pada saat itu kita tidak dapat melihat sesuatu
apa pun, sehingga kita tidak dapat mengetahui keadaan dan benda-benda disekeliling
kita dengan benar kecuali hanya meraba-raba dan memperkirakan apa yang ada
dihadapan kita.
Dan ketika agama Islam itu hadir, maka hal tersebut sama seperti cahaya yang
terang benderang muncul dan memperlihatkan kepada kita secara jelas segala sesuatu
yang ada dihadapan kita. Dengan cahaya tersebut kita dapat melihat secara jelas
bagaimana sesungguhnya benda-benda yang kita pegang, bentuknya, warnanya,
ukurannya dan detail-detailnya akan terlihat dengan mata kita secara jelas tanpa
menduga-duga atau meraba-raba.
Itulah cahaya Islam, yang telah menerangi cara pandang manusia dalam
melihat sesuatu dalam kehidupan Tanpa Islam artinya tanpa cahaya, semua perkara
dinilai dengan meraba-raba, mengira-ngira. Sehingga hakekat sebuah kebenaran tidak
akan pernah ada. Semua orang, kelompok manapun, boleh menilai apa yang mereka
yakini, dan apa yang mereka lakukan dengan alasan dan pembenaran keberadaannya.
Namun kebenaran ini hanya bersifat nisbi belaka, karena kebenaran itu hanya
berdasarkan kepada dugaan, perkiraan, pengamatan panca indra yang terbatas,
kepatutan, perasaan, perkiraan dan sebagainya. Namun kebenaran tidak berada dalam
31. 31
suatu kepastian. Karena berada dalam kegelapan, tidak satupun manusia mampu
mengetahui sesuatu kebenaran secara hakiki.
Allah menurunkan cahayanya dengan Islam, sehingga terkuak kebenaran, dan
terlihat kebatilan, dengan cara pandang Islamlah, sesuatu menjadi jelas, karena yang
memberi tahu adalah Sang Pencipta kehidupan.
Allah menyatakan dalam firmanNya:
“ Allah pelindung orang-orang yang beriman; dia mengeluarkan mereka dari
kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). dan orang-orang yang kafir,
pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya
kepada kegelapan (kekafiran). mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya”. (Q.S. Al-Baqarah (2) :257).
Rasulullah SAW diutus Allah kemuka bumi, untuk menyelamatkan kehidupan
manusia, membawa penerangan sehingga terlihat kebenaran, tegak keadilan, dan
memberi peringatan kepada manusia bahwa nanti ada hari pembalasan, tidak satupun
kezaliman yang tidak akan dipertanggung jawaban dihadapan Allah SWT Sang
Pencipta kehidupan.
Dari sini dapat kita pahami eksistensi keberadaan Islam di tengah kehidupan
kita, yang berfungsi sebagai penuntun arah, lampu penerang jalan, sehingga kita
dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Maka seseorang dikatakan
“muslim” itu memberikan pengertian bahwa dia melihat sesuatu berdasarkan
petunjuk Allah dan RasulNya Muhammad SAW.
32. 32
uhammad SAW di utus di makkah dari kalangan suku quraisy,
dalam sejarah di kenal pada masa kedatangannya dengan
masyarakat jahiliyah. Namun di dalam Al-Quran menyebutkan
dengan istilah ummy, tidak menggunakan istilah jahiliyah. Lalu apakah sama ummy
dengan jahiliyah ?
Mari kita perhatikan Firman Allah berikut:
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara
mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan
mengajarkan mereka Kitab dan hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka
sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata” (Q.S. Al-Jumu’ah [62] : 2).
Dalam ayat di atas dinyatakan bahwa Allah SWT. telah mengutus seorang
Rasul kepada masyarakat yang ummy dengan ungkapan sebagimana dalam ayat ( ﻓﻰ
ﻣﯿﯿﻦ )اﻻ dan Rasul itupun berasal dari kelompok yang sama dengan mereka.
M
33. 33
Kata ”ﻣﯿﯿﻦ اﻻ ”(ummyin) merupakan bentuk kalimat jamak mudzakar salim -
kata bentuk plural dari jenis laki-laki yang beraturan, dan tandanya ada tambahan
huruf ya dan nun atau waw dan nun- dari kata “”اﻻﻣﻲ (ummy) dengan tambahan “”ي
(ya) dan “(”نnun), biasa diterjemahkan dengan “buta huruf’, dalam pengertian “tidak
pandai membaca dan menulis”.
Kalau kita berhenti pada kalimat ini, lalu membaca sejarah di mana
Muhammad SAW di utus, tentu akan menimbulkan pertanyaan besar bagi kita,
Kenapa Allah menyebut masyarakat makkah di saat Rasulullah di utus dinamakan
dengan masyarakat yang Ummy (buta huruf) ?
Padahal sejarah menjelaskan pada kita, masyarakat makkah saat itu adalah
masyarakat yang maju di bidang sya’ir (sastra), sangatlah aneh jika sastra
berkembang dan dikembangkan oleh mereka yang tidak pandai membaca dan
menulis. Apalagi kita mengenal beberapa sahabat di tunjuk sebagai pencatat ayat-ayat
Al-Quran ketika diturunkan. Tentu hal ini semua membantah pemahaman ayat yang
menyatakan di mana masyarakat disaat di utusnya Rasulullah adalah masyarakat yang
“tidak pandai membaca dan menulis”.
Dengan demikian ummy dalam ayat ini tidak dapat dipahami dengan
pengertian “buta huruf” dalam artian tidak pandai membaca dan menulis.
Untuk menjelaskan persoalan ini mari kita lihat dalam ayat lain, kalimat
ummy juga dalam bentuk kalimat jamak mudzakar salim tapi dengan tambahan “”و
(waw) dan “”ن (nun) menjadi “(”اﻻﻣﯿﻮنummyyuna). Kalimat ini kita jumpai di dalam
Al-Qur’an, Allah menjelaskan makna kata “al-ummy” :
َﺎﻣَأ ِﻻإ َبَﺎﺘِﻜْﻟا َنُﻮﻤَﻠْﻌَﯾ ﻻ َنﱡﻮﯿِّﻣُأ ْﻢُﮭْﻨِﻣَوَنﱡﻮﻨُﻈَﯾ ِﻻإ ْﻢُھ ْنِإَو ﱠﻲِﻧ
“Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui Al-Kitab, kecuali
(ucapan mereka itu hanya) dongengan bohong belaka, dan mereka hanya menduga-
duga” (QS. Al-Baqarah [2] : 78).
34. 34
Ayat di atas lebih menjelaskan makna ummy yang dimaksud, karena ada
keterangan dengan ungkapan: : Di antara mereka orang-orang yang ummy, mereka
tidak mengetahui Kitab kecuali dongengan dan perkiraan belaka”.
Ketegasan kalimat “َبَﺎﺘِﻜْﻟا َنُﻮﻤَﻠْﻌَﯾ ﻻ َنﱡﻮﯿِّﻣُأ” (mereka yang ummy adalah
mereka yang tidak mengetahui al-Kitab) maka ummy adalah “َنُﻮﻤَﻠْﻌَﯾ(”ﻻla
ya’lamuna) artinya mereka tidak tahu. Hal itu tentu dapat dipahami bahwa orang
yang tidak mempunyai ilmu di sebut juga orang bodoh. Sedangkan kata bodoh dalam
bahasa arab biasa disebut dengan menggunakan kata “”ﺟﮭﻞ (jahala) artinya “bodoh”.
Dari ungkapan ini dapat kita pahami bahwa kata yang kita kenal untuk
mensifati masyarakat di masa sebelum di utusnya RasulNya dengan istilah
masyarakat jahiliyah ( ﺟﺎھﻠﯿﺔ ). Jadi jelas bagi kita bahwa penggunaan kata ummy
dalam Q.S. Al-Jum’ah (62): 2) sama dengan jahiliyah yang kita kenal dalam sejarah.
Persoalannya sekarang adalah apa sesungguhnya yang dimaksud jahiliyah itu?
Ungkapan yang sering kita dengar adalah: “Rasulullah SAW telah diutus
kepada umat manusia yang penuh dengan kebodohan” atau ungkapan “ Rasulullah di
utus kepada masyarakat pra peradaban yaitu masyarakat jahiliyah”. Kata jahiliyah
merupakan kata yang dinisbatkan dari kata jahl (ﺟﮭﻞ ) yang berarti bodoh sama
dengan tidak berilmu. Tentu saja yang dimaksud di sini bukanlah ke tidaktahuan
terhadap ilmu dalam artian ilmu pengetahuan.
Karena dalam realitas yang sesungguhnya, masyarakat yang dihadapi oleh
Rasulullah SAW bukanlah masyarakat yang bodoh atau terbelakang dalam ilmu
pengetahuan dalam hal urusan dunia. Sebagaimana yang telah disinggung
sebelumnya bahwa pada saat itu sastra (sya’ir) berkembang dengan pesat di kalangan
mereka. Setiap tahun diadakan festival-festival pembacaan puisi dan syair.
Hal ini membuktikan bahwa orang-orang Arab ketika itu sudah mahir
membaca dan menulis. Selain itu mereka juga mampu membuat tata kota dan tata
35. 35
niaga yang sangat baik, seperti jalur dagang kafilah ke negeri Syam, Thaif . mereka
juga dikenal sebagai masa yang sudah mengenal ilmu perbintangan (astronomi) dsb
Ini adalah suatu bukti bahwa kaum jahiliyah bukanlah orang-orang bodoh dan tidak
berpengetahuan dalam soal urusan kehidupan dunia. Bahkan sebenarnya mereka
adalah masyarakat yang sedang berkembang peradabannya sesuai dengan zamannya
Lalu apa yang dimaksud jahiliyah?
Kalau bukan dalam artian kebodohan terhadap urusan dunia?
Untuk dapat memahmi masalah ini ada baiknya kita kemukakan salah satu
contoh masyarakat yang digelari oleh ummat Islam sebagai dedengkot kejahiliyahan,
yaitu Abu jahal.
Sangat sering kita dengar dalam sejarah nama Abu Jahal. Namun itu bukan
nama aslinya. Dia adalah seorang tokoh masyarakat Quraisy yang bernama Umar bin
Hisyam. Lalu kenapa dia dikenal oleh masyarakat Islam dengan sebutan “Abu Jahal”
(Bapak orang bodoh) ? Padahal sebenarnya dia seorang yang sangat pintar dan cerdik.
Karena kepintaran dan kecerdikanya itu ia menjadi salah satu tokoh sentral
masyarakat Quraisy, Umar bin Hisyam ini sangat piawai terhadap hukum adat
quraisy, sehingga dia digelari dengan sebutan “Abu Al-Hakam” (Pakar hukum).
Namun karena dia keras kepala, sombong, tidak mau mengerti dan mendengarkan
wahyu Allah, maka dia disebut dengan “Bapak orang bodoh” atau “Abu jahal”.
Karena kesombongannya itu membuat dia tidak peduli dengan aturan Allah yang
berada dalam Kitab suciNya, dia tidak peduli apa isinya, apalagi untuk mempelajari
dan memahaminya, maka dia diberi gelar oleh umat Islam Abu jahal.
Begitulah sepanjang masa setiap orang yang tidak mengetahui isi kitabnya,
dan tidak mau belajar dan memahami pedoman hidupnya maka dia disebut “jahil”
atau “jahiliyah”.
36. 36
Dari paparan di atas menjadi jelas bahwa masyarakat jahiliyah ataupun ummy
yang dimaksud adalah karena tidak mengerti dan tidak memahami kandungan Kitab
Sucinya, padahal Kitab itu adalah pedoman hidupnya, yang memberikan petunjuk apa
yang baik dan apa yang buruk, apa yang mendatangkan maslahat (kebaikan) dan apa
yang mendatangkan mafsadat (kerusakan), apa yang membawa kemuliaan dan apa
yang membawa kehinaan. Maka jika dia tidak mengerti dan memahami kandungan
Kitab itu otomatis dia tidak mengerti apa itu baik dan apa itu buruk.
Jadi yang di maksud dengan masyarakat jahiliyah yang sebenarnya
adalah mereka yang dalam kategori “ ﯾﻌ ﻻﻠاﻟﻜﺘﺎب ﻤﻮن ” (tidak mengilmui Kitab), tidak
memahami, tidak mengerti atau bodoh terhadap Kitab. Sedangkan yang dimaksud
“”اﻟﻜﺘﺎب (al-Kitab) dalam ayat ini adalah wahyu Allah Sang Pencipta manusia, yang
berisi aturan hidup terhadap manusia yang telah Dia wahyukan melalui Rasulnya.
Dan Wahyu Allah itu yang telah diturunkan kepada Muhammad SAW termuat dalam
Al-Quran al-karim, maka kitab “”اﻟﻜﺘﺎب Al-Quran itu berfungsi sebagai “ﻟﻠـﻨـﺎس ”ھـﺪى
(Petunjuk hidup manusia), pedoman dalam kehidupannya, di dalamnya mengandung
perintah dan larangan, janji-janji dan ancaman, anjuran dan tegahan, semuanya adalah
untuk kemashlahatan (kebaikan) manusia itu sendiri di dunia dan di akhirat.
Dengan keadaan mereka yang dalam kategori “اﻟﻜﺘﺎب ﯾﻌﻠﻤﻮن ”ﻻ (tidak
mengetahui Kitab) akan membuat mereka tidak akan megerti dan paham akan wahyu
Allah sebagai petunjuk hidup manusia, mereka tidak akan mengerti dengan pedoman
hidup yang penuh arus gelombang yang sangat dahsyat mengancam keselamatannya,
bagikan seorang nahkoda yang terapung dilautan samudra tanpa kompas dan tidak
mengerti pentunjuk arah. Maka ungkapan masyarakat jahiliyah ini juga menunjukkan
bahwa mereka tidak mengetahui, tidak memahami, tidak mengerti, bahkan tidak
peduli dengan adanya wahyu Allah SWT.
Dengan demikian secara otomatis semua kebenaran yang mereka kerjakan
hanyalah berdasarkan perasaan, perkiraan, pengalaman, kebiasaan, adat-istiadat, dan
37. 37
pemikiran-pemikiran yang berasal dari mencoba-coba, mengira-ngira, dan
kemungkinan-kemungkinan belaka. Apabila demikian maka pantas jika diri mereka,
keluarga mereka, dan lingkungan mereka terbawa kepada kesengsaraan, kecelakaan,
dan kerusakan.
Walhasil adat-istiadat dan kebiasaan yang mereka lakukan sangat jauh dengan
apa yang telah diwahyukan oleh Allah SWT. Al-Kitab buat ummat Nabi Muhammad
SAW adalah Al-Qur’an, merupakan wahyu yang diturunkan Allah yang Maha
Mengetahui, berisikan petunjuk yang sudah pasti kebenarannya hingga akhir zaman.
Karena isinya adalah pemberitahuan dari Sang Pencipta Yang Maha tahu segala-
galanya. Adalah suatu kerugian yang tidak terhingga bagi mereka yang tidak tergerak
hatinya untuk mengetahui isi kandungan wahyu Allah Sang Pencipta alam semesta
dan segala isinya.
Dari paparan di atas menjadi jelaslah bagi kita bahwa setiap orang yang tidak
mengetahui dan tidak mau mempelajari Al-Qur’an adalah orang “ummy” atau dengan
ungkapan lain tergolong kepada “masyarakat jahiliyah”. Miskipun dia seorang yang
pandai, ilmuan, bahkan bergelar Doktor, Profesor sekalipun, namun tidak mau
mempelajari, sehingga mereka tidak paham dan tidak mengerti isi kandungan Al-
Quran yang merupakan wahyu Allah, maka dalam kaca mata Islam dia diketegorikan
ke dalam masyarakat ummy atau Jahiliyah.
Tingkah lakunya pastilah tingkah laku jahiliyah, pemikiran dan cara
pandangnya jahiliyah. Jikapun benar apa yang dia katakan namun itu hanyalah
kebetulan semata, bukan karena benar secara hakiki.
Dari sini tidaklah mengherankan, jika banyak sekali mereka yang telah
dianggap tokoh, cendikiawan, pakar, dengan title lebih panjang dari namanya, namun
cara berfikirnya “nyeleneh” dan tidak karuan, hanya mengklaim dan pandai mencari
38. 38
pembenaran, namun jauh dari kebenaran sama sekali. Karena pola pikir dan cara
pandang yang tidak mendapat cahaya dari Al-Quran.
Sebagian besar mereka yang tergolong kepada kelompok ummy ini, bukan
tidak tahu keberadaan Kitab suci mereka, namun pengetahuan mereka terhadap kitab
itu salah kaprah, mereka hanya menganggap kandungan isi Kitab itu adalah
dongengan, hayalan atau cerita orang-orang terdahulu yang mereka anggap tidak ada
hubungannya dengan kehidupan mereka sekarang. Itulah makna ungkapan Allah
SWT “ﻣﺎﻧﻰ ا ًﻻا اﻟﻜﺘﺎب ﯾﻌﻠﻤﻮن ”ﻻ (mereka tidak mengetahui isi Kitab selain dongengan
atau hayalan belaka). “ kecuali yang mereka tahu isi al-kitab itu (Al-Qur’an yang
diturunkan bagi umat Muhammad) adalah dongeng, kisah orang terdahulu, cerita-
cerita seperti khayalan, yang tidak ada hubungannya dengan kehidupannya. Atau
ﯾﻈﻨﻮن اﻻ ھﻢ وان (mereka menduga-duga), seperti perkataan mereka: “Menurut saya”,
“Saya kira”, Mungkin”, “barangkali”.
Padahal yang dikira-kira itu ayat Allah, bagaimana mengambilnya jadi
pedoman, jika memahami pedomannya berdasarkan kira-kira? Memahami wahyu
Allah mesti berdasarkan ilmu yang menerangi dan meyakinkan.
Inilah kondisi masyarakat jahiliyah di setiap zaman, mereka mengacuhkan
petunjuk Allah, mengangkangi aturan Allah, karena kebodohan dan kesombongan
mereka.
Perhatikan Firman Allah SWT:
39. 39
“Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan (bacaan)mu, padahal kami
Telah meletakkan tutupan di atas hati mereka (sehingga mereka tidak) memahaminya
dan (Kami letakkan) sumbatan di telinganya. dan jikapun mereka melihat segala
tanda (kebenaran), mereka tetap tidak mau beriman kepadanya. sehingga apabila
mereka datang kepadamu untuk membantahmu, orang-orang kafir itu berkata: "Al-
Quran Ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu." (Q.S. Al-An’am
(6) :25).
Dari paparan di atas menjadi jelaslah bagi kita, bahwa masyarakat yang ummy
adalah masyarakat jahiliyah yang tidak mau tunduk di bawah aturan Allah SWT.
Mereka menjalani hidup dengan kemauan diri mereka sendiri, aturan Allah tidak
dipahami sebagai titah yang wajib untuk dilaksanakan demi keselamatan hidup di
dunia dan akhirat. Karena itu Allah menvonis setiap masyarakat yang ummy atau
jahilyah ini dengan kelompok “sesat yang nyata”.
Perhatikan kalimat akhir dari ungkapan Firman Allah SWT :
40. 40
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara
mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan
mengajarkan mereka Kitab dan hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka
sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,”(Q.S. Al-Jum’ah (62): 2).
Karena Ummy maka pastilah dia sesat dalam berbuat, beramal, melangkah.
Maka sebab itulah di akhir ayat (Q.S al-Jum’ah (62):2) disebutkan ﻣﺒﯿﻦ ﺿﻼل ﻟﻔﻲ
“sungguh mereka dalam kesesatan yang nyata”.
Itulah sekilas gambaran kondisi masyarakat yang disebut Al-Quran sebagai
masyarakat yang “ummy” di mana diutusnya seorang Rasul Muhammad SAW yang
juga dari kalangan masyarakat yang ummy.
Nabi pun sebelum di utus menjadi Rasul disebutkan sebagai seorang yang
ummy (yang tidak mengetahui Al-Kitab). Sebagaimana yang di sebutkan dalam
firman Allah SWT:
“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya)
mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang
menyuruh mereka mengerjakan yang ma´ruf dan melarang mereka dari mengerjakan
yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan
41. 41
bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan
belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman
kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang
diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S
Al-A’raf [7] : 157).
Dalam keadaan ummy dan tidak mendapatkan petunjuk maka Allah SWT
memberikan petunjuk kepadanya, sebagaimana di sebutkan dalam ungkapan Allah
pada surat yang lain dengan FirmanNya::
َىﺪَﮭَﻓ َﺎﻻﺿ َكَﺪَﺟَوَو
“Dan dia mendapatimu (Muhammad) sebagai seorang yang bingung, lalu dia
memberikan petunjuk.” (Q.S Ad-Dhuhaa [93] : 7).
Dalam ayat di atas ungkapan “ﺿﺎﻻ ”ووﺟﺪك (dan Dia mendapatimu
(Muhammad) dalam keadaan ”ﺿﺎﻻ ” (dhaalan). Dalam kamus Arab-Indonesia biasa
diartikan “sesat”, atau menyimpang dari tuntunan agama. Seperti yang terdapat dalam
surat Al-Fatihah dhaalan dalam bentuk jama’ “ وﻻﺿﺎﻟﯿﻦ ” ( dan tidak pula orang-orang
yang sesat).
Inilah gambaran ringkas keadaan manusia jahiliyah pada saat itu, khususnya
di kota Makkah. Rasulullah SAW diutus untuk memberikan petujuk yang bersumber
dari wahyu Allah SWT kepada umat manusia.
Dengan adanya petunjuk, maka manusia akan mengerti mana yang akan
membawa “”ﻣﻔﺴﺪات (mafsadat) atau kerusakan, sesengsaraan, dan mana yang
membawa “(”ﻣﺼﻠﺤﺎتmaslahat) atau keselamatan, kebaikan, dan kebahagiaan untuk
dirinya, keluarganya, masyarakatnya, dan lingkungannya di dunia dan di akhirat.
Dari paparan kehidupan jahiliyah di atas jelas bahwa jahiliyah bukan hanya
terdapat pada zaman Rasulullah SAW saja. Karena Islam mengajarkan pada kita
42. 42
bahwa Jahiliyah bukan di tentukan oleh ruang dan waktu, tetapi jahiliyah dikenali
dari sifat dan karakter yang melekat pada pribadi dan masyarakatnya.
Dengan demikian kapan, dan di manapun, dan siapapun yang tidak
menjadikan wahyu Allah sebagai pedoman hidupnya, tidak mengenal Al-Kitab yang
berisikan petunjuk mana yang baik dan buruk maka mereka jahiliyah.
Berdasarkan pemahaman ini benarlah anggapan bahwa hingga saat ini
gambaran kehidupan jahiliyah masih dapat terlihat jelas. Kehidupan jahiliyah di
tengah era modern ini dapat kita sebut sebagai jahiliyah modern. Munculnya era
modernisasi memang memunculkan banyak manfaat dan kemajuan, akan tetapi
seiring berkembang pesatnya teknologi dan informasi kini dunia menjadi semakin
tanpa batas. Banyak pengaruh dari budaya negative yang dapat dengan mudah masuk
dan mempengaruhi masyarakat muslim, sehingga mewarnai mereka untuk hidup
dengan gaya hidup yang dinilai modern tapi meninggalkan tuntutanan ajaran
Ilahiyah.
Menurut Muhammad Quthb dalam bukunya ‘Jahiliyatul Qarnil 'Isyrin’
(Jahiliyah Abad 20), jahiliyah modern merupakan ringkasan dari segala bentuk
kejahiliyahan masa silam dengan tambahan aksesori di sana-sini sesuai dengan
perkembangan zaman.
Sikap jahiliyahan modern ini tentu saja tidak timbul secara mendadak
melainkan telah melalui kurun waktu panjang. Malapetaka lebih besar terjadi akibat
kejahiliyahan modern ini, karena kejahiliyahan ini mempunyai banyak ”wajah”,
mempunyai banyak kekuatan dan menciptakan kemudahan bagi manusia. Dengan
kekuatan tersebut terkadang kejahiliyahan tak tampak lagi sebagai sesuatu yang
bathil, tetapi di kemas sedemikian rupa sehingga terkesan benar dan baik. Mereka
membungkusnya dengan “kemasan” kemanusiaan, keadilan, kebebasan dll.
43. 43
Akibatnya jahiliyah modern ini jauh lebih berbahaya dibanding jahiliyah di masa
silam.
Maka dari tulisan ini diserukan marilah kita bebaskan diri kita, keluarga kita,
masyarakat kita dari kejahilyahan, dengan kembali mempelajari Al-Quran dan
Sunnah. Menjadikan Al-Quran dan Sunnah sebagai pedoman hidup, aturan hidup,
beramal di atasnya dan berjuang menegakkannya.
44. 44
ntuk memahami bagaimana Rasulullah SAW. dan para sahabatnya
menyiarkan dan mengajarkan Islam, marilah kita perhatikan
kembali Firman Allah SWT :
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang ummy seorang Rasul di antara mereka,
yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan
mengajarkan mereka Kitab dan hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka
sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata” (Q.S Al-Jumu’ah [62] : 2).
Dari ayat di atas dapat kita ketahui bahwa Rasulullah SAW. melakukan tiga
tahapan dalam mendakwahkan dan mengajarkan Islam, yaitu :
U
45. 45
a. “ِﮫِﺗَﺎﯾآ ْﻢِﮭْﯿَﻠَﻋ ُﻮﻠْﺘَﯾ” (yatlu ‘alaihim ayaatihi). Membacakan, memperdengarkan,
menjelaskan, menerangkan ayat-ayat Allah. Dalam artian harfiyah bermakna:
”Ia (Muhammad) Membacakan terhadap mereka (masyarakat yang ummy)
ayat-ayatNya (Al-Quran)”. Yang dikenal dengan istilah :” Tilawah”. Ini
merupakan fase pengenalan, tahapan dakwah untuk dapat membedakan
manusia yang menerima dan menolak. Fase ini akan membedah manusia
menjadi dua bahagian menjadi kelompok mukmin atau kelompok kafir.
b. “ْﻢِﮭﱢﯿﻛَﺰُﯾَو” ( wa yuzakkihim). Mensucikan, membersihkan lahir dan bathin
dengan menanamkan tauhid dan hukum syari’ah yang diajarkan dalam Islam.
Kemudian di kenal dengan Istilah : “ Tazkiyah”. Fase ini adalah tahapan
lanjutan bagi mereka yang melalui fase tilawah kemudian mereka
menerimanya, mengimaninya, dan bersedia mengikuti dakwah RasulNya,
mereka dikategorikan sebagai mukmin. Maka dalam fase ini dilakukan
pembersihan secara mendasar, sifat, karakter dan kepribadian, agar cocok dan
layak menjadi hamba Allah Yang Maha Suci sebagai hambaNya dan
dicintaiNya.
c. “َﺔَﻤْﻜِﺤْﻟَاو َبَﺎﺘِﻜْﻟا ُﻢُﮭُﻤﱢﻠَﻌُﯾَو” (wa yu’alimu humul al-kitab wa al-hikmah) yakni
mengajarkan mereka mengenai kitab dan hikmah (sunnah). Kemudian di
istilahkan dengan :” Ta’lim”. Inilah tahapan pengisian ilmu agar beramal tidak
hanya ikut-ikutan, pengamalan yang di dasari keyakinan yang berbasis ilmu
yang shahih akan mengakar dan menggerakkan manusia untuk konsisten dan
memperjuangkan keyakinan dengan siap menanggung semua resiko dan
beban yang dipikulnya. Maka tidak ada satupun umat Islam yang
mengamalkan Islam tanpa ilmu, karena hakekatnya ilmulah sebagai patokan
kebenaran bagi mereka, ilmulah pemimpin mereka, yang mengarahkan
mereka. Dan ilmu yang dimaksud adalah ilmu Allah dari Al-Quran dan
46. 46
Sunnah. Dan diletakkanya fase Ta’lim ini pada fase ketiga memberikan
pengertian bahwa sebelum mereka mengilmui Islam, mereka mesti yakin
sebagaimana dalam tahapan tilawah, mereka mesti bersih aqidah, akhlak dan
maliyahnya seperti fase tazkiyah, barulah ilmu akan berkah dalam dirinya,
ilmu akan memberikan cahaya dalam hidupnya.
Pembagian tahapan dakwah dan tarbiayh tersebut dapat dilihat pada skema
berikut ini :
Ketiga tahapan yang telah disebutkan di atas merupakan suatu tahapan yang
harus dilakukan secara continue, berurutan dan tidak boleh terputus antara satu dan
lainnya. Ketiga dari tahapan tersebut akan dijelaskan satu persatu, agar kita dapat
lebih memahami maksud dan tujuan dari ketiga tahapan metodologi dakwah dan
tarbiyah Rasulullah SAW.
اﻟﺮﺳﻮل دﻋﻮة ﻣﻨﮭﺞ
Metode Da’wah Rasul
ﺗﻼوة
Metode Tilawah
ﺗﺰﻛﯿﺔ
Metode Tazkiyah
ﺗﻌﻠﻢ
Metode Ta’lim
اﻟﻌﻘﯿﺪة ﺗﺰﻛﯿﺔ
Mensucikan
Aqidah
اﻷﺧﻼق ﺗﺰﻛﯿﺔ
Mensucikan
Akhlaq
اﻟﻤﺎل ﺗﺰﻛﯿﺔ
Mensucikan
Harta
اﻟﻜﺘﺎب ﺗﻌﻠﻢ
Mempelajari
Kitab
اﻟﺤﻜﻤﺔ ﺗﻌﻠﻢ
Mempelajari
Hikmah/Sunah
47. 47
Dengan memahami karakter ketiga tahapan ini, kita akan dapat mengerti
kunci kesuksesan dakwah dan tarbiyah yang berhasil merubah karakter manusia jahili
kepada manusia yang Islami, manusia biadab menjadi manusia yang beradab.
Manusia muslim yang siap mengorbankan seluruh hidupnya untuk tegaknya
kalimatillah di atas permukaan bumi. Manusia yang tidak lagi mementingkan
dunianya, tetapi lebih mengutamakan kebahagiaan akhiratnya. Tanpa melalui tiga
tahapan ini –Tilawah, Tazkiyah dan Ta’lim - tidak akan dapat diwujudkan semua itu,
kecuali hanyalah wacana dan angan-angan belaka.
48. 48
ntuk lebih memahami apa yang dimaksud metodologi tilawah ada
baiknya kita bahas makna Tilawah ini lebih dahulu dari segi bahasa.
Al-Raghib al- Asfahani ( tt:71 ) menjelaskan bahwa kata ﺗﻼوة
(tilawah) secara bahasa artinya َﺗِﺒَﻊ / ُﻣَﺘَﺑﺎَﻌﺔ (tabi’a / mutaba’ah), yakni mengikuti.
Secara luas kata tilawah dapat diartikan mengikuti hukum, mengikuti bacaan dengan
memperhatikan, mengkaji isi yang terkandung di dalam Al-Qur’an.
Selanjutnya Al-Raghib mengemukakan,
و أﻣﺮ ﻣﻦ ﻓﯿﮭﺎ ﻟﻤﺎ ﺑﺎرﺗﺴﺎم ﺗﺎرة و ﺑﺎﻟﻘﺮاءة ﺗﺎرة اﻟﻤﻨﺰﻟﺔ اﷲ ﻛﺘﺎب ﺑﺈﺗﺒﺎع ﺗﺨﺘﺺ اﻟﺘﻼوة
ﻓﯿﮫ ﯾﺘﻮھﻢ ﻣﺎ أو ﺗﺮﻏﯿﺐ و ﻧﮭﻲ
Tilawah itu khusus dalam mengikuti kitab – kitab Allah, kadang dengan mengikuti
bacaannya (dengan memperhatikan isinya) dan kadang dengan mengikuti perintah,
larangan, seruan, ancaman atau sesuatu yang dibayangkannya.
Selanjutnya Al-Raghib pula menyebutkan,
اﻟﻘﺮاءة ﻣﻦ أﺧﺺ اﻟﺘﻼوة,ﺗﻼوة ﻗﺮاءة ﻛﻞ وﻟﯿﺲ ﻗﺮاءة ﺗﻼوة ﻓﻜﻞ
U
49. 49
Bahwa Tilawah lebih khusus dari Qiraah, dengan demikian, setiap tilawah adalah
qiraah, dan tidak setiap qiraah adalah tilawah.
Sementara ﻗﺮاءة (qiraah) yang berasal dari kata ﻗﺮأ (qara-a), menurut Al-
Raghib ( tt: 413 –414) dalam pandangan ahli bahasa artinya ﺟﻤﻊ (jama‘a) yakni
mengumpulkan. Maka kata اﻟﻘﺮاءة ( al-qiraah), artinya menggabungkan huruf-huruf
dan kalimat-kalimat antara yang satu dengan yang lainnya dalam bacaan dengan
tartiil. Dan ﺗﺮﺗﯿﻞ (tartiil), dijelaskan oleh Munawwir ( 1984 : 507) membaca dengan
pelan-pelan dengan memperhatikan tajwidnya.
Sebagai mana yang terdapat dalam surat al-Qiyamat ayat 18 yang ditafsirkan
oleh Ibnu Abbas (dalam Al-Raghib) dengan “jika kami telah mengumpulkannnya dan
menetapkan dalam hatimu maka lakukanlah. Al-Kitab yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad disebut al-Qur’an , karena kitab Ini mengumpulkan isi kitab-kitab
sebelumnya, bahkan pula mengumpulkan butir-butir semua ilmu-ilmu, seperti
dijelaskan Allah :
َﻦْﯿَﺑ ِيﺬﱠﻟا َﻖِﯾﺪْﺼَﺗ ْﻦِﻜَﻟَو َىﺮَﺘْﻔُﯾ ًﺎﺜِﯾﺪَﺣ َنَﺎﻛ َﺎﻣ ِبَﺎﺒْﻟاﻷ ِﻲﻟﻷو ٌةَﺮْﺒِﻋ ْﻢِﮭِﺼَﺼَﻗ ِﻲﻓ َنَﺎﻛ ْﺪَﻘَﻟ
َنُﻮﻨِﻣْﺆُﯾ ٍمْﻮَﻘِﻟ ًﺔَﻤْﺣَرَو ًىﺪُھَو ٍءْﻲَﺷ ِّﻞُﻛ َﻞِﯿﺼْﻔَﺗَو ِﮫْﯾَﺪَﯾ
"Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka (para nabi) itu terdapat pengajaran bagi
orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-
buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan
segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman." –
(QS.Yusuf [12] : 111)
Dari sini dapat kita ambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan Tilawah
adalah membacakan ayat-ayat Allah dengan menjelaskan isi kandungannya, sehingga
dapat di mengerti maksud-maksud yang terkandung di dalamnya dan dapat diambil
pelajaran darinya. Jadi bukan sekedar membaca tanpa pendalaman dan penjelasan.
Karena jika hanya membaca tanpa mengerti maksud dari kandungan yang dibaca
maka bacaan itu tidak mampu memberikan pelajaran dan petunjuk.
50. 50
Berdasarkan firman Allah surat al-jum’ah (62) : 2 seperti yang telah
disebutkan sebelumnya telah jelas tujuan dari tilawah yaitu membacakan (dibacakan
dan dijelaskan) ayat-ayat Al-Qur’an kepada masyarakat yang ummy atau jahil
terhadap isi kandungan Al-Quran itu. Dan oleh karena itu Tilawah dilaksanakan pada
tahapan awal mempunyai maksud agar masyarkat yang ummy atau jahiliyah tersebut
dapat mengetahui dan memahami apa yang terkandung dalam kitab suci Al-Qur’an
sehingga di harapkan mereka akan mendapat petunjuk setelah mereka mendengarkan
ayat tersebut.
Namun sebagai catatan: tidak diharuskan orang yang mendengarkan bacaan
(tilawah) itu mengerti, memahami dengan meyakini, karena boleh jadi, tidak setiap
orang yang di Tilawah menerima penjelasan Al-Quran lalu mereka yakin dan
mengamalkannya. Itulah sebabnya Allah mengatakan dalam FirmanNya:
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan
yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada
Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang
kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar
lagi Maha Mengetahui. (Q.S. Al-Baqarah (2): 256).
Pernyataan “Tidak ada paksaan memasuki Agama Islam adalah setelah jelas
mana yang Rusydu dan al-ghai (petunjuk dan kesesatan). Itu bermakna setelah
dijelaskan kepada manusia mana yang haq dengan dalil-dalil dari Allah dan
RasulNya, dan sudah disampaikan mana yang bathil yang menjadi musuh Allah dan
RasulNya, diserahkan kepada mereka untuk memilih beriman atau kafir.
51. 51
Dengan paparan ini diharapkan kita memahami apa yang dimaksud dengan
Tilawah adalah penjelasan haq dan batil sehingga mereka tahu dan mengerti.
Namun tentu saja, ketika ayat-ayat Allah itu dibacakan kepada mereka
(masyarakat jahiliyah) tidak serta merta semua mereka mau mendengarkan dan
mengikuti apa yang disampaikan, sebagian mereka justru menolak, bahkan
menghinakan apa yang di tilawahkan.
Hal ini adalah sunnatullah, justru metode tilawah ini bertujuan untuk
membuktikan kepada kita manusia akan pernyataan Allah, bahwa manusia itu terbagi
kepada mukmin dan kafir. Jadi Tilawah itu berfungsi juga sebagai furqan (pembeda)
mukmin dan kafir. Yang menerima adalah mukmin dan yang menolak adalah kafir.
Allah berfirman:
ِﺼَﺑ َنُﻮﻠَﻤْﻌَﺗ َﺎﻤِﺑ ُﮫﱠﻠَاﻟو ٌﻦِﻣْﺆﱡﻣ ُﻢﻜِﻨﻣَو ٌﺮِﻓَﺎﻛ ْﻢُﻜِﻨﻤَﻓ ْﻢُﻜَﻘَﻠَﺧ ِيﺬﱠﻟا َوٌﺮﯿ
“Dia-lah yang menciptakan kamu maka di antara kamu ada yang kafir dan di
antaramu ada yang mu’min. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” –
(Q.S At-Taghabun [64] : 2).
Berdasarkan ayat di atas, dapat kita tegaskan bahwa secara qadariyah manusia
terbagi menjadi dua golongan yaitu kafir dan mukmin. Hal ini dipahami dari
ungkapan “Dialah Allah yang telah menciptakan kamu (manusia), manusia itu
terbagi kepada “ﻛﺎﻓﺮ ”ﻓﻤﻨﻜﻢ (maka di antara kamu ada yang menjadi kafir), dan “ و
ﻣﺆﻣﻦ ”ﻣﻨﻜﻢ (dan di antaramu ada yang menjadi mukmin)”.
Maka Istilah kafir bukanlah istilah yang asing dalam Islam, karena manusia
yang Allah ciptakan itu ada yang membangkang kepada penciptaNya. Memang
banyak orang yang tidak suka dan merasa istilah ini seharusnya tidak digunakan.
Namun ini adalah pernyataan Allah, bahwa dalam pandangan Allah makhluq yang
bernama manusia itu, ada yang kafir dan ada yang mukmin.
52. 52
Untuk membedakan antara kedua golongan kafir dan mukmin, Allah SWT
telah menjelaskan dalam firman-Nya :
“Yang demikian adalah karena sesungguhnya, orang-orang kafir mengikuti yang
batil, dan sesungguhnya, orang-orang yang beriman mengikuti yang hak dari Rabb-
mereka. Demikianlah Allah membuat untuk manusia, perbandingan-perbandingan
bagi mereka." (QS. Muhammad [47] : 3).
Dalam ayat di atas Allah SWT menjelaskan bahwa mereka yang disebut kafir
adalah mereka yang terkategori “َﻞِﻃَﺎﺒْﻟا ُﻮاﻌَﺒﱠﺗِا” (ittaba’u al-bathil) yakni setiap orang
yang mengikuti yang bathil. sedangkan orang-orang mukmin adalah mereka dalam
kategori “ْﻢِﮭِّﺑَر ْﻦِﻣ ﱠﻖَﺤْﻟا ُﻮاﻌَﺒﱠﺗِا”(ittaba’u al-haq min rabbihim) adalah mereka yang
mengikuti haq (Dan ditegaskan ْﻢِﮭﱢﺑَر ْﻦِﻣ dari Rabb mereka).
Perlu kembali ditegaskan di sini pernyataan al-haq (benar) yang dimaksud
adalah apa yang datangnya dari Allah. Dan yang dimaksud bathil (salah) apa yang
datang dari selain Allah.
Jadi yang disebut al-Haq (benar ) itu adalah apa yang datang dari Rab (Sang
Pengatur Alam), dan semua yang berbeda, menyalahi al-haq adalah bathil.
Perhatikan Firman Allah SWT berikut :
“Yang demikian itu, adalah Karena Sesungguhnya Allah, Dialah yang Haq dan
Sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, Itulah yang batil, dan
53. 53
Sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha besar”. (Q.S Al-Hajj (22)
: 62).
اﻟﺤﻖ ھﻮ اﷲ ﺑﺎن ذﻟﻚ (zalika bi annallaha huwa al-haq) Yang demikian itu
bahwasanya Allah adalah “al-haq”, sumber kebenaran, semua yang datang dari-Nya
adalah kebenaran dan pasti benar. Namun sebaliknya “ﯾﺪﻋﻮن ”ﻣﺎ (ma yad’uu na) apa
saja yang diserukan, yang didakwahkan, yang dipropagandakan, yang ditetapkan “ ﻣﻦ
”دوﻧﮫ (min duu nihi) bukan dari-Nya atau tidak bersumber dari-Nya adalah “ ”ﺑﺎﻃﻞ
(bathil) salah.
Allah menegaskan dalam FirmanNya:
“ Kebenaran itu adalah dari Rabmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk
orang-orang yang ragu”.( Q.S. Al-Baqarah (2): 147).
Maka orang beriman adalah para pengikut kebenaran, yang mereka tanpa
ragu-ragu, tanpa tawar-menawar, bahwa kebenaran itu adalah kebenaran yang datang
dari Allah, berupa wahyu yang dibawa oleh Rasul-Nya Muhammad SAW. Sedangkan
orang kafir itu adalah mereka yang menolak Ayat Allah dan mengikuti kebenaran
yang lain (yang dianggap benar) padahal sesungguhnya kebathilan.
Maka ayat Allah itu ditilawahkan terhadap mereka untuk membedakan mana
di antara mereka yang beriman dan mana di antara mereka yang kafir.
54. 54
“Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Rabmu; Maka barangsiapa yang
ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia
kafir". Sesungguhnya kami Telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang
gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka
akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan
muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling
jelek“.(Q.S Al-Kahfi [18] : 29)
Bacakanlah “”ﻗﻞ (qul), sampaikanlah, dakwahkanlah, perdengarkanlah, dan
jelaskanlah “رﺑﻜﻢ ﻣﻦ ”اﻟﺤﻖ (al-haq min Rabbihim) kebenaran yang datang dari Rabb
mu yaitu (Al-Qur’an) kepada mereka. Berdasarkan ayat tersebut kita hanya wajib
menyampaikan kepada mereka, sedangkan masalah mereka ingin beriman atau tidak,
terserah mereka. Hal ini dipahami dari ungkapan “ﻓﻠﯿﺆﻣﻦ ﺷﺎء ”ﻓﻤﻦ (faman sya a fal al-
yukmin) barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan
ﻓﻠﯿﻜﻔﺮ ﺷﺎء“ "وﻣﻦ (wa man sya a fa al-yakfur) barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia
kafir.
Ayat ini sekaligus menjawab pertanyaan banyak orang, Apakah Iman itu
Taqdir atau pilihan?
Karena itu tidak ada paksaan dalam mengimani Al-Quran, semua terserah
pilihan pribadi. Namun konsekuensinya bagi mereka yang menolak untuk beriman,
55. 55
maka Allah SWT telah mengancam mereka dengan azab neraka sebagaimana
pernyataan Allah dalam lanjutan ayat di atas.
Tidak dipaksanya seseorang untuk memilih beriman atau kafir, adalah karena
sudah jelas dan terang mana yang benar dan mana yang salah. Sebagaimana Allah
SWT. berfirman :
"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya, telah jelas
jalan yang benar dari pada jalan yang salah. Karena itu barangsiapa yang ingkar
kepada Taghut, dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya, ia telah berpegang
kepada buhul tali yang amat kuat, yang tidak akan putus. Dan Allah Maha
Mendengar, lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah [2] : 256)
Tidak ada paksaan untuk menerima atau memasuki Agama Islam, karena
sesungguhnya sudah dijelaskan antara yang petunjuk “”اﻟﺮﺷﺪ (al-rusydu) atau
kebenaran dan mana yang kesesatan “”اﻟﻐﻲ (al-ghai) atau kebathilan.
Dengan demikian, maka mukmin adalah atas pilihan sendiri. Karena mereka
ingin selamat dari azab Allah SWT. Sedangkan mereka yang kafir, juga atas pilihan
mereka sendiri. Karena kesombongan mereka, sebab itu Allah SWT. mengancamnya
dengan siksaan neraka.
Bagi orang mukmin, mendengarkan ayat Allah adalah merupakan rahmat,
karena dari ayat Allah itu ia akan mendapat petunjuk dalam hidupnya.
Seperti firman Allah :
ِإَوَنُﻮﻤَﺣْﺮُﺗ ْﻢُﻜﱠﻠَﻌَﻟ ُﻮاﺘِﺼْﻧَأَو ُﮫَﻟ ُﻮاﻌِﻤَﺘْﺳَﺎﻓ ُنْآﺮُﻘْﻟا َئِﺮُﻗ َاذ
56. 56
“Dan apabila dibacakan Al-Qur'an, maka dengarkanlah baik-baik, dan
perhatikanlah dengan tenang, agar kamu mendapat rahmat.” (Q.S Al-A’raaf [7] :
204)
Namun bagi mereka yang kafir, ayat Allah itu bagi mereka tidaklah
didengarkan dengan sungguh-sungguh, kalaupun mendengar hanya lagunya saja,
kosong dari makna dan petunjuk, bahkan mereka membuat Al-Quran seperti suara-
suara lain, sehingga pesannya menjadi tak terdengar.
Perhatikan firman Allah SWT berikut:
َنُﻮﺒِﻠْﻐَﺗ ْﻢُﻜﱠﻠَﻌَﻟ ِﮫِﯿﻓ ْاﻮَﻐْﻟَاو ِنْآﺮُﻘْﻟا َاﺬَﮭِﻟ ُﻮاﻌَﻤْﺴَﺗ ﻻ ُواﺮَﻔَﻛ َﻦِﯾﺬﱠﻟا َلَﺎﻗَو
“Dan orang-orang yang kafir berkata: 'Janganlah kamu mendengar dengan
sungguh-sungguh akan Al-Qur'an ini, dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya
kamu dapat mengalahkan (mereka).” (QS. Fush-Shilat [41] : 26)
kata “ واﻟﻐﻮا ” (wal ghauw) seakar dengan kata “”ﻟﻐﻰ (lagha) Artinya permainan,
tidak serius, senda gurau, hiruk pikuk, perbuatan sia-sia. Sehingga tidak ada pesan
Allah yang mampu ditangkap oleh mereka. Meskipun sering didengarkan,
diperdengarkan, dinyanyikan, dimusabaqahkan, didendangkan, namun hanya menjadi
“”ﻟﻐﻰ (lagha) permainan yang sia-sia dan kosong dari petunjuk.
Jadi petunjuk itu mereka tutup sendiri, hidayah itu mereka tutup dengan
kesombongan mereka, sehingga ayat-ayat Allah tidak dapat dipahami oleh mereka.
Mereka adalah manusia sombong yang merasa tidak butuh kepada petunjuk
Allah, karena mereka merasa mampu menyelesaikan persoalan mereka, mereka
merasa lebih tahu dan mengerti akan kebutuhan mereka dan apa yang bisa
mengantarkan mereka kepada kebahagiaan kehidupan mereka. Allah menyampaikan
sifat mereka dengan FirmanNya: