Dokumen tersebut membahas tiga model pembelajaran kooperatif, yaitu model pembelajaran kooperatif, Team Games Turnamen (TGT), dan Problem Based Learning (PBL). Ketiga model tersebut menekankan pada kerjasama siswa dalam kelompok untuk memecahkan masalah atau tugas pembelajaran bersama-sama.
1. 6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pustaka Variabel Bebas
1. Model Pembelajaran Kooperatif
Slavin (2005: 10) menyatakan bahwa “semua metode
pembelajaran kooperatif menyumbang ide bahwa siswa yang bekerja sama
dalam belajar dan bertanggung jawab terhadap teman satu timnya mampu
membuat diri mereka belajar sama baiknya.” Lebih lanjut menurut
Ngalimun (2013:161) “model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan
pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling
membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan persoalan atau inkuiri.”
Jadi model ini mengutamakan kerjasama dalam kelompok antar anggota
untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Menurut Riyanto (2010:267) “pembelajaran kooperatif adalah
model pembelajaran yang dirancang untuk membelajarkan kecakapan
akademik (academic skiil), sekaligus keterampilan sosial (social skiil)
termasuk interpersonal skiil.” Jadi dalam pembelajaran ini tidak hanya
untuk menguasai materi pembelajaran namun dalam pembelajaran ini
siswa dituntut berinteraksi antar siswa dan siswa dengan guru (social skill)
sehingga mengutamakan kerjasama yang baik.
2. 7
Pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah salah satu model pembelajaran dimana pembelajaran
yang melibatkan partisipasi siswa dalam kelompok untuk berinteraksi
sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama di antara peserta belajar
itu sendiri untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Menurut Riyanto (2010:267) “ langkah – langkah umum pembelajaran
kooperatif sebagai berikut:
1. Berikan informasi dan sampaikan tujuan serta skenario
pembelajaran.
2. Organisasikan siswa/peserta didik dalam kelompok kooperatif.
3. Bimbing siswa/ peserta didik untuk melakukan
kegiatan/berkooperatif.
4. Evaluasi.
5. Berikan penghargaan.”
2. Team Games Turnamen (TGT)
Menurut Hamdani (2011:92) “pembelajaran kooperatif model TGT
adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah
diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa ada perbedaan status,
melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya, dan mengandung unsur
permainan dan reinforcement.” Menurut Ngalimun (2013:166) “penerapan
model ini dengan cara mengelompokkan siswa heterogen, tugas tiap
kelompok bisa sama bisa berbeda. Setelah memperoleh tugas, setiap
kelompok bekerja sama dalam bentuk kerja individu dan diskusi. Setelah
selesai kerja kelompok sajikan hasil kelompok sehingga terjadi diskusi.”
Huda (2013:197) menyatakan bahwa “dalam TGT, siswa mempelajari
materi di ruang kelas. Setiap siswa ditempatkan dalam satu kelompok yang
terdiri dari 3 orang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi. Komposisi
3. 8
ini dicatat dalam tabel khusus (table turnamen), yang setiap anggotanya
harus diubah.”
Pendapat-pendapat tersebut menjelaskan bahwa TGT adalah salah
satu pembelajaran kooperatif yang setiap kelompoknya terdiri dari 3- 4
siswa yang heterogen dimana dalam pembelajarannya terdapat game
akademik yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang dimainkan secara
berkelompok. Namun sebelum adanya game, guru telah menjelaskan
tentang materi dan aturan permainan. Aktivitas belajar dengan permainan
yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT
memungkinkan siswa dapat rileks disamping menumbuhkan tanggung
jawab, kejujuran, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Menurut Slavin (2005:170) “TGT terdiri dari siklus regular dari
aktifitas perngajaran, sebagai berikut:
1. Pengajaran
Menyampaikan pelajaran
2. Belajar tim
Para siswa mengerjakan lembar kegiatan dalam tim mereka
untuk menguasai materi.
3. Turnamen
Para siswa memainkan game akademik dalam kemampuan
yang homogen, dengan meja turnamen tiga peserta.
4. Rekognisi tim
Skor tim dihitung berdasarkan skor turnamen anggota tim, dan
tim tersebut akan direkognisi apabila mereka berhasil
melampaui kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.”
Jadi pembelajaran terdiri dari 4 langkah yang diawali dengan
penyampaian guru tentang materi pembelajaran dan aturan main yang akan
dilakukan kemudian guru memberi kesempatan untuk siswa belajar
berkelompok dilanjutkan dengan permainan (games), setelah mendapatkan
4. 9
skor kelompok dalam permainan dilanjutkan dengan turnamen antar
anggota kelompok yang akan menentukan penghargaan kelompok itu.
Langkah-langkah pembelajaran Team Games Turnamen dalam
penelitian ini adalah:
1. Guru melakukan presentasi kelas, dimana guru memberikan
informasi tentang apa yang dilakukan pada proses pembelajaran
terkait dengan model TGT dan menjelaskan materi pembelajaran.
2. Guru mengelompokkan siswa dengan tiap kelompoknya terdiri dari
4-5 anggota.
3. Siswa diberi kesempatan untuk membaca dan memahami materi
bersama kelompoknya masing-masing sampai semua anggota
kelompok paham terhadap materi.
4. Dalam permainan ini, menggunakan permainan “angin bertiup”.
Pada awal permainan, guru yang menjadi instruktur, dimana guru
berada ditengah-tengah siswa yang membentuk lingkaran.
Instruktur berkata, “angin bertiup”, lalu siswa membalas dengan
pertanyaan, “bertiup kemana?” instruktur pun menjawab dengan
menyebutkan salah satu ciri dari siswa. Contoh , “bertiup ke anak
yang memakai jam tangan”.
5. Maka siswa yang ciri-cirinya disebut oleh instruktur, harus
berpindah tempat dengan pemain yang memiliki ciri yang sama
termasuk instruktur juga berpindah tempat.
6. Bagi siswa yang terlambat berpindah tempat, dia akan
mendapatkan soal dari guru yang berkaitan dengan materi yang
5. 10
akan dikerjakan di papan tulis. Jika jawaban benar, maka skor
merupakan skor individu.
7. Setelah semua siswa menjawab soal, tiap siswa kembali
kekelompok masing-masing untuk menghitung jumlah skor yang
didapatkan tiap siswa untuk mendapatkan skor kelompok.
8. Guru memberikan penghargaan terhadap masing-masing kelompok
sesuai dengan jumlah skor yang diperoleh.
Menurut Santoso (dalam Sari 2014) “keunggulan dari model
pembelajaran tipe TGT adalah sebagai berikut:
1. Siswa lebih banyak mencurahkan waktunya dalam
mengerjakan tugas,
2. Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu,
3. Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara
mendalam,
4. Siswa terlibat aktif dalam proses belajar,
5. Mendidik siswa untuk bersosialisasi dengan orang lain,
6. Meningkatkan motivasi belajar siswa,
7. Meningkatkan hasil belajar siswa, dan
8. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi.”
Model pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
a. Siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
b. Game turnamen
c. Penghargaan kelompok
Tabel 2. Penskoran Pada TGT ( Team Game Turnamen )
No Perolehan skor Predikat
1 30-39 Good team
2 40-44 Great team
3 >45 Super team
6. 11
3. Problem Based Learning (PBL)
Menurut Riyanto (2009:288) “model pembelajaran PBL
memfokuskan pada siswa dengan mengarahkan siswa menjadi pembelajar
yang mandiri dan terlibat langsung secara aktif dalam pembelajaran
kelompok.” Model ini membantu siswa untuk mengembangkan berfikir
siswa dalam mencari pemecahan masalah melalui pencarian data sehingga
diperoleh solusi untuk suatu masalah dengan rasional dan outentik.
“Langkah langkah dalam model ini adalah :
1. Guru mempersiapkan dan melempar masalah kepada siswa.
2. Membentuk kelompok kecil, dalam masing-masing kelompok
siswa mendiskusikan masalah tersebut dengan memanfaatkan
dan merefleksikan pengetahuan/keterampilan yang mereka
miliki. Siswa juga membuat rumusan masalahnya dan
membuat hipotesis-hipotesisnya.
3. Siswa mencari (hunting) informasi dan data yang berhubungan
dengan masalah yang sudah dirumuskan.
4. Siswa berkumpul dengan kelompoknya untuk melaporkan data
apa yang sudah diperoleh dan mendiskusikan dalam
kelompoknya berdasarkan data-data yang diperoleh tersebut.
Langkah ini diulang-ulang sampai memperoleh solusinya.
5. Kegiatan diskusi ditutup sebagai kegiatan akhir, apabila
proses sudah memperoleh solusi yang tepat. “
Menurut Hamruni (dalam Suyadi, 2013:129) “PBL adalah suatu
pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan suatu
masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu siswa memerlukan
pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya.” Jadi dalam
pembelajaran dengan menggunakan model ini, siswa dituntut untuk
mempelajari materi yang akan diajarkan guru seperti mencari sumber lain
sebelum pembelajaran dimulai. Menurut Suyadi (2013:130) “strategi
pembelajaran berbasis masalah adalah strategi pembelajaran yang
beroreintasi pada pemecahan masalah secara terbuka. Strategi ini berpusat
7. 12
pada masalah tidak sekedar transfer of knowledge dari guru dan siswa,
maupun siswa dengan siswa yang lain untuk memecahkan masalah yang
dibahas. Sehingga mampu mengembangkan kemampuan pemecahan
masalah secara mandiri.”
Penjelasan-penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa PBL
adalah rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan pada proses
pemecahan masalah yang berkaitan dengan pembelajaran. Proses
pemecahan masalah dilakukan oleh siswa yang difasilitasi guru yang
dimulai dari permasalahan, dari permasalahan tersebut menentukan arah
pembelajaran dalam kelompok. Dalam PBL siswa berperan aktif dan
kolaboratif dengan anggota kelompoknya karena siswa menyelidiki
sendiri, menemukan masalah sendiri, dan menyelesaikan permasalahan
dibawah bimbingan guru.
Lebih lanjut Arends (dalam Ngalimun 2013:96) mengemukakan
“ada 5 tahap yang perlu dilakukan untuk mengimplementasikan PBL,
sebagaimana disajikan pada tabel berikut :
Tabel 3. sintaks PBL
Tahap Aktivitas guru
Tahap 1
Mengorientasikan
mahasiswa pada masalah
Menjelaskan tujuan pembelajaran, logistik
yang diperlukan, memotivasi mahasiswa
terlibat aktivitas pemecahan masalah yang
dipilih
Tahap 2:
Mengorganisasi
mahasiswa untuk belajar
Membantu mahasiswa membatasi dan
mengorganisasi tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah yang
dihadapi
Tahap 3:
Membimbing
penyelidikan individu
maupun kelompok
Mendorong mahasiswa mengumpulkan
informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen, dan mencari untuk penjelasan
dan pemecahan
8. 13
Tahap Aktivitas guru
Tahap 4:
Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya
Membantu mahasiswa merencanakan dan
menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan, video, dan model, dan membantu
mereka untuk berbagi tugas dengan teman
Tahap 5:
Menganalisis dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah
Membantu mahasiswa melakukan refleksi
terhadap penyelidikan dan proses-proses
yang digunakan selama berlangsungnya
pemecahan masalah
Menurut Riyanto (2010:286 ) “beberapa faktor yang merupakan
kelebihan pembelajaran berbasis masalah adalah :
1. Siswa dapat belajar, mengingat, menerapkan, dan melanjutkan
proses belajar secara mandiri. Prinsip-prinsip “membelajarkan”
seperti ini tidak bisa dilayani melalui pembelajaran tradisional
yang banyak menekankan pada kemampuan menghafal.
2. Siswa diperlakukan sebagai pribadi yang dewasa. Perlakuan ini
memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk
mengimplementasikan pengetahuan atau pengalaman yang
dimiliki untuk memecahkan masalah.”
Lebih lanjut Arends (dalam Riyanto 2010:287):
“keunggulan pembelajaran berbasis masalah, yakni : (1)
mahasiswa lebih memahami konsep yang diajarkan sebab
mereka sendiri yang menemukan konsep tersebut. (2) menuntut
keterampilan berpikir tinggkat tinggi untuk memecahkan
masalah. (3) pengetahuan tertanam berdasarkan skema yang
dimiliki peserta didik sehingga pembelajaran lebih bermakna.
(4) peserta didik dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab
masalah yang dikaji merupakan manfaat yang dihadapi dalam
kehidupan nyata. (5) menjadikan peserta didik lebih mandiri
dan lebih dewasa, termotivasi, mampu memberi aspirasi dan
menerima pendapat orang lain, menanamkan sikap social yang
positif di antara peserta didik. Dan (6) pengkondisian peserta
didik dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi, baik
dengan guru maupun teman akan memudahkan peserta didik
mencapai ketuntasan belajar.”
Manfaat dari pembelajaran PBL adalah siswa akan meningkat
pemecahan masalahnya, meningkat pemahamannya, mendorong siswa
9. 14
penuh dengan pemikiran, dan membangun kemampuan kepemimpinan dan
kerjasama.
Menurut Amir (2009:26) “kelebihan dari model PBL sebagai
berikut:
1. Menjadi lebih ingat dan meningkat pemahamannya atas materi
ajar,
2. Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan,
3. Mendorong untuk berfikir,
4. Membangun kerja tim, kepemimpinan, dan keterampilan social,
5. Membangun kecakapan belajar
6. Memotivasi pembelajar”
Langkah-langkah pembelajaran PBL dalam penelitian ini adalah:
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang
dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita
untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat
dalam pemecahan masalah yang dipilih.
2. Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan
masalah tersebut.
3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang
sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan
dan pemecahan masalah.
4. Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan hasil
pemecahan masalah serta membantu mereka untuk berbagi tugas
dengan temannya.
10. 15
5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap penyelidikan siswa dan proses-proses yang siswa
gunakan.
4. Konvensional
Menurut Yeni (2011) “pembelajaran konvensional atau disebut
juga pembelajaran biasa adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh
para guru dalam mengajarkan matematika selama ini. Dalam pembelajaran
konvensional guru cenderung lebih aktif sebagai sumber informasi bagi
siswa dan siswa cenderung pasif dalam menerima pelajaran.” Hal ini
sesuai dengan Purwoto (dalam Wahyuti 2009) bahwa “cara mengajar
matematika pada umumnya digunakan para guru matematika adalah lebih
tepat dikatakan metode ekspositori daripada metode ceramah. Metode
ekspositori tidak sama dengan metode ceramah. Pada metode ekspositori
proses pembelajarannya berpusat pada guru, guru memberikan informasi
menerangkan suatu konsep, memberikan kesempatan siswa bertanya, guru
memberikan contoh soal dan siswa diminta mengerjakan soal secara
individu maupun berkelompok.”
Hal ini didukung dengan hasil temuan Wahyudin (dalam Effendi
2012) “sebagian besar siswa tampak mengikuti dengan baik setiap
penjelasan atau informasi dari guru, siswa sangat jarang mengajukan
pertanyaan pada guru, sehingga guru asyik sendiri menjelaskan apa yang
telah disiapkannya, berarti siswa hanya menerima saja apa yang
disampaikan oleh guru.” Guru pada umumnya mengajar dengan metode
ceramah dan ekspositori. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat
11. 16
disimpulkan bahwa dalam pembelajaran konvensional, gurulah yang
berperan aktif dalam penyampaian materi pembelajaran. Sedangkan siswa
lebih pasif dan hanya dapat mendengar informasi dari guru dan tidak
mengalami pengalaman langsung.
B. Pustaka Variabel Terikat
1. Belajar
Menurut Mayer (dalam Karwono dan Mularsih 2012:13) “belajar
adalah menyangkut adanya perubahan perilaku yang relatif permanen pada
pengetahuan dan prilaku seseorang karena pengalaman.” Jadi belajar
adalah perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh pengalaman yang
telah dialami. belajar dapat dilihat dengan membandingkan tingkah laku
yang terjadi sebelum individu berada dalam situasi belajar dan tingkah
laku yang dapat ditunjukkannya setelah ia diberi perlakuan. Sedangkan
menurut Basleman dan Mappa (2011:2) “belajar pada hakikatnya adalah
kegiatan yang dilakukan seseorang dengan sadar yang menghasilkan
perubahan tingkah laku pada dirinya, baik dalam bentuk pengetahuan dan
keterampilan baru maupun dalam bentuk sikap dan nilai positif.” Lebih
lanjut menurut Karwono dan Mularsih (2012: 12) “belajar merupakan
proses perubahan perilaku, yaitu perubahan yang berkaitan dengan aspek
pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan keterampilan (skills).”
Skinner (dalam Dimyanti dan Mudjiono 2009:9) berpandangan bahwa
“belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya
lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun.”
12. 17
Beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah perubahan tingkah laku yang dikarenakan pengalaman yang
dialami oleh individu. Perubahan-perubahan ini dihasilkan dari individu
bereaksi terhadap apa yang dilihat, didengarkan dan dirasakan sehingga
ada bentuk pengetahuan dan keterampilan baru maupun dalam bentuk
sikap dan nilai positif ataupun yang timbul akibat belajar.
2. Hasil Belajar
Snelbeker (dalam Rusmono 2012:8) mengatakan bahwa
“perubahan atau kemampuan baru yang diperoleh siswa setelah melakukan
perbuatan belajar adalah merupakan hasil belajar.” Lebih lanjut, Karwono
dan Mularsih (2012:13) menyatakan bahwa “ciri hasil belajar adalah
perubahan, seseorang dikatakan sudah belajar apabila perilakunya sudah
mengalami perubah yang dari awalnya tidak tahu menjadi tahu, dari tidak
bisa menjadi bisa, dari tidak mampu manjadi mampu, dan dari tidak
trampil menjadi trampil.” Jadi Hasil belajar merupakan perubahan yang
dialami oleh seseorang yang mengalami kegiatan belajar. Hasil belajar
sangat tergantung dari proses pembelajaran yang dilalui oleh siswa, dalam
hal ini siswa tidak bisa dipisahkan dari peranan guru selama proses belajar
mengajar berlangsung.
Menurut Gagne (dalam Uno 2011:210) “hasil belajar nampak dari
kemampuan yang diperoleh siswa yang dapat dilihat dari lima katagori,
yaitu keterampilan intelektual verbal (verbal information), strategi kognitif
(cognitive strategie), keterampilan motorik (motor skills), dan sikap
13. 18
(attitudes).” Jadi kemampuan yang dihasilkan dari belajar dapat dilihat
dari perubahan-perubahan pada diri siswa baik verbal maupun nonverbal
Sedangkan menurut Bloom (dalam Uno 2011:211)
Mengkategorikan bahwa:
“Hasil belajar ada tiga ranah atau kawasan, yaitu ranah kognitif
(cognitive domain), ranah afektif (affective domain), dan ranah
psikomotor (motor skill domain). Kawasan kognitif mengacu pada
respons intelektual, seperti pengetahuan, pemahaman, penerapan,
analissis, sintesis, dan evaluasi. Ranah afektif mengacu pada respon
sikap, sedangkan ranah psikomotor berhubungan dengan perubahan
fisik (action).”
Menurut Rusmono (2012:10) “hasil belajar adalah perubahan
perilaku individu yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Perubahan perilaku tersebut diperoleh setelah siswa menyelesaikan
program pembelajarannya melalui interaksi dengan berbagai sumber
belajar dan lingkungan belajar.”
Jadi hasil belajar merupakan tolak ukur yang digunakan untuk
menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam mengetahui dan memahami
suatu mata pelajaran. Hasil belajar dapat berupa ranah kognitif, afektif dan
psikomotor. Hasil belajar sangat tergantung dari peranan guru dalam
pembelajaran tersebut. Siswa dikatakan telah mengerti mengenai materi
yang telah diajarkan atau belum dapat dilihat dari hasil tes yang diperoleh
siswa. Melalui proses belajar mengajar diharapkan siswa memperoleh
kepandaian dan kecakapan tertentu serta perubahan-perubahan pada
dirinya seperti perubahan tingkah laku, pengalaman, dan pengetahuan
baru.
14. 19
C. Penelitian Relevan
1. Sari (2014) dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Model TGT
Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa MTs Negeri 1 Metro
Batanghari TP 2013/2014”. Setelah diterapkan model TGT hasil dari
penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa Mts
Negeri 1 Metro Batanghari. Berdasarkan penelitian Sari, maka hasil
penelitian tersebut akan dijadikan sebagai dasar dan pendukung dalam
penelitian ini karena mempunyai kesamaan dalam pembelajaran di kelas
yang mendapatkan perlakuan dalam model TGT dan jenis penelitian
eksperimen semu. Sedangkan perbedaannya terletak pada variabel
terikat yaitu kemampuan berpikir kritis, pada penelitian ini variabel
terikatnya yaitu hasil belajar. Tempat penelitian yang dilakukan Sari
adalah MTs Negeri 1 Metro Batanghari, sedangkan penelitian ini di
lakukan di SMP Negeri 3 Batanghari.
2. Astuti (2014) dalam penelitian ini yang berjudul “Pengaruh Prablem
Based Learning Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Siswa Kelas VII SMP Negeri 5 Metro TP 2013/2014”. Setelah diterapkan
model PBL, hasil dalam penelitian ini dapat mempengaruhi kemampuan
pemecahan masalah matematika. Berdasarkan penelitian astuti, maka
hasil penelitian tersebut akan dijadikan dasar dalam penelitian ini karena
mempunyai kesamaan dalam pembelajaran di kelas yang mendapat
perlakuan dalam model PBL. Sedangkan perbedaannya terletak pada
variabel terikat yaitu kemampuan pemecahan masalah matematika, pada
penelitian ini variabel terikatnya yaitu hasil belajar. Sedangkan
15. 20
perbedaannya terletak pada variabel terikat yaitu kemampuan pemecahan
masalah, pada penelitian ini variabel terikatnya yaitu hasil belajar.
Tempat penelitian yang dilakukan Astuti adalah SMP Negeri 5 Metro,
sedangkan penelitian ini di lakukan di SMP Negeri 3 Batanghari.
D. Kerangka Berfikir
Kerangka berpikir merupakan arah penalaran yang sesuai dengan
judul dan masalah, serta didasarkan pada kajian teoristis untuk dapat sampai
kepada pemberian jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan.
Sebelum penelitian berlangsung, penulis menduga nantinya ada perbedaan
hasil belajar antara siswa yang dalam pembelajaranya menggunakan model
pembelajaran TGT, PBL dan konvensional. Dalam hal ini penulis
mempertimbangkan bukan berdasarkan model atau metode yang dipakai,
tentunya ke-3 pembelajaran sama-sama bagus untuk dilaksanakan namun
peneliti lebih mempertimbangkan teknis pelaksanaan masing-masing model
dan metode tersebut.
Usaha dalam meningkatkan proses pembelajaran siswa dapat
dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran TGT, PBL, dan
konvensional. TGT dan PBL merupakan metode kooperatif dimana
menekankan pada kerjasama kelompok. Dalam pembelajaran TGT ini guru
melatih siswa untuk bekerjasama dalam kelompok diskusi, melibatkan siswa
sebagai turor sebaya, suasana belajar nyaman, menyenangkan dan kondusif,
dan saat games tercipta suasana kompetensi antar kelompok diskusi kecil.
Sedangkan dalam pembelajaran PBL adalah salah satu model pembelajaran
dengan menghadapkan siswa dengan masalah matematika dan siswa dituntut
16. 21
untuk menyelesaikannya masalah yang menjadi fokus pembelajaran yang
dapat diselesaikan siswa melalui kerja kelompok sehingga dapat memberi
pengalaman-pengalaman belajar yang beragam pada siswa seperti kerjasama
dan interaksi dalam kelompok. merangsang kemampuan berpikir tinggi siswa.
sehingga faktor penghambat dalam pembelajaran ini yaitu siswa belum
terbiasa untuk mengaitkan materi dengan masalah. Sedangkan pada metode
konvensional merupakan metode yang paling sering digunakan guru selama
ini. Pada pembelajaran ini berpusat pada guru dan siswa hanya diberi soal
latihan secara individu atau kelompok sehingga siswa cendrung pasif.
Dari penjelasan diatas, maka diduga bahwa TGT lebih efektif
daripada PBL dan konvensional karena pada TGT terdapat tutor sebaya yang
akan menjadikan siswa lebih memahami konsep, adanya permainan akademik
di dalam pembelajaran sehingga siswa lebih rileks dan susana menjadi
menarik sedangkan dalam pembelajaran PBL diduga siswa belum terbiasa
untuk mengaitkan materi dengan masalah dan pada konvensional diduga siswa
cenderung pasif dalam proses pembelajarannya karena terpusat pada guru.
Namun PBL lebih efektif daripada konvensional karena dalam PBL
memberikan pengalaman langsung terhadap siswa karena siswalah yang
memecahkan masalah yang ada dalam pembelajaran sedangkan pada
konvensional siswa pasif, hanya mendengarkan informasi dari guru dan tidak
mengalami pengalaman langsung.
17. 22
Gambar 1. Paradigma Penelitian
LATAR BELAKANG
MASALAH
MASALAH
HIPOTESIS KERANGKA
PIKIR
TEORI
PEMBELAJARAN
MODEL TGT
(KELOMPOK I)
EVALUASI
UJI STATISTIK
KESIMPULAN DITOLAKDITERIMA
PEMBELAJARAN
MODEL PBL
(KELOMPOK II)
PEMBELAJARAN
KONVENSIONAL
(KELOMPOK III)
18. 23
E. Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan
model TGT lebih efektif dibandingkan dengan menggunakan model PBL
maupun konvensional dan model PBL lebih efektif dibandingkan
konvensional.